Kolom IBRAHIM ISA Minggu, 04 Agustus 2013 -----------------------------
“WELL-WISHERS” & “ILL-WISHERS”
3 TULISAN Terkait Tema "QUO VADIS TIONGKOK” *** “Quo Vadis China” – Bagaimana Dengan Tiongkok” – Tiongkok akan kemana? – Apakah akan menabrak “Tembok Besar” -nya sendiri, . . . . ataukah, akan “Gemah Ripah Loh Jinawi . . .”, tenteram dan makmur . . . Dari tulisan yang tersiar itu bisa dilihat apakah penulisnya itu “well-wisher” (yang mengharapkan kebaikan bagi haridepan Tiongkok di bawah kebijakan Reforrm dan Keterbukaan. )-- ataukah “ill-wisher”, yang mensukurkan bila Tiongkok “kesandung”, “mengalami kesulitan”, “ekonominya macet” dan akhirnya “bangkrut”. Bagaimanapun perumusan dan selubung dalam suatu tulisan, pembaca yang kritis akan segera melihat “hendak kamana” maksud penulisnya. Tema “Quo Vadis Tiongkok”, akan selalu menjadi perhatian media mancanegara dan menarik bagi pemerhati perkembangan geopolitik Asia dan Dunia. Tiongkok kususnya. Atas pertanyaan mereka, aku pernah cerita pada kawan-kawan lama dan baru di Tiongkok, ketika belum lama berkunjung ke negeri itu dan jumpa dengan mereka, bahwa silih bergnti di Belanda, Eropah, apalagi di Amerika, boleh dikata hampir setiap weekend ada tulisan mengenai Tiongkok, apakah itu analisis atau komentar. Diselingi dalam tempo beberapa bulan ada buku baru tentang Tiongkok. *** Di bawah ini diangkat sebagai tipikal “ill-wisher”, adalah tulisan yang dikemukakan oleh jurnalis NYT, Paul Krugman. Komentarnya dikutip oleh historikus George Friedman, yang dikemaukakan dalam sebuah artikel di “Geopolitical Weekly”,23 Juli, 2013,sbb: --“Recognizing the End of the Chinese Economic Miracle”, (diterjemahkan secara bebas) . . “Mengakui Berakhirnya Keajaiban Ekonomi Tiongkok”, (oleh George Friedman) . Di dalam tulisannya itu Friedman mengutip tulisan kolumnis Paul Krugman, sbb:
1
“Last week, the crisis was announced with a flourish. First, The New York Times columnist and Nobel Prize-recipient Paul Krugman penned a piece titled "Hitting China's Wall." He wrote, "The signs are now unmistakable: China is in big trouble. We're not talking about some minor setback along the way, but something more fundamental. The country's whole way of doing business, the economic system that has driven three decades of incredible growth, has reached its limits. You could say that the Chinese model is about to hit its Great Wall, and the only question now is just how bad the crash will be." Bahasa Indonesianya, secara bebas diterjemahkan, kira-kira begini: “Pekan lalu, krisis tsb diumumkan dengan (gembira). Pertama, kolumnis The New York Times, dan pemenang Hadiah Nobel, Paul Krugman, menulis sebuah artikel berjudul “Menabrak Tembok Tiongkok”. Tulisnya, “Dewaa ini , tanda-tanda, tidak salah lagi, menunjukkan bahwa Tiongkok berada dalam kesulitan besar. Kita bukan bicara tentang sementara kemunduran kecil, tapi sesuatu yang lebih fundamentil. Keseluruhan cara melakukan bisnis, sistim eknomi yang telah mendorong pertumbuhan luar bisa selama puluhan tahun, telah mencapai batasnya. Bisa dikatakan bahwa model Tiongkok sebentar lagi a kan menabrak Tembok Besarnya., dan masalahnya kini, ialah, akan seberapa besar ambruknya itu”. *** Adalah komentar Paul Krugman inilah yang disinggung dalam Kolom Ibrahim Isa, 31 Juli y.l, a.l sbb: “Padahal, media Barat itu sendiri memberitakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2013, ada pada taraf 7-7,5%. Yang itu, merupakan taraf pertumbuhan termasuk paling tinggi di dunia dewasa ini. Tapi, mereka lalu menambahkan, bahwa , “angka-angka statistik Tiongkok, pada umumnya tak bisa dipercaya”. Sehingga sulitlah pembaca mengikuti “logika ekonomi” mereka-mereka itu. “Bagaimanakah pembaca harus memahami “ribut-ribut” tentang akan ambruknya ekonomi Tiongkok di bawah kebijakan “reform dan keterbukaan”. Apakah maksud mereka-mereka itu sesungguhnya? Karena, di satu fihak mereka meramalkan dengan antusias dan gembira, bahwa ekonomi Tiongkok benar-benar mulai dilanda kesulitan dan kendala, macet dan krisis . . . . kemudian ambruk . . . . Tapi di lain fihak, mereka juga merasa khawatir akan dampak ambruknya ekonomi Tiongkok pada kehidupan ekonomi dunia. Karena, mereka sendiri bilang bahwa, seperti pernah dikatakan oleh salah seorang pejabat pelabuhan Bremen di Jerman. Ia menyatakan bahwa selama ekonomi Tiongkok berkembang terus, selama itu bisnis pelabuhan Bremen perspektifnya bagus, akan terus brkembang. Hubungan ekonomi Jerman-Tiongkok, adalah baik, – – – begitu pernah pejabat pimpinan pelabuhan Bremen mengungkapkan.
2
“Sepertinya logika ekonomi mereka tentang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Tiongkok itu kusut dan kacau . . . . . Dalam benaknya mengharapkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok macet, jenuh, krisis dan ambruk . .. Dilain fihak mengharapkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok berlangsug terus, karena punya dampak positif pada ekonomi dunia, termasuk pada ekonomi negerinya sendiri. Sehingga pantaslah jika muncul pertanyaan: . . . Lalu kalian itu, maunya apa sih?? Demikian Kolom I.I merespons “analisis” Paul Krugman. *** K. Djie (Amsterdam) menulis tanggapan sbb: ( eks lengkap): 01 Agustus 2013. TIONGKOK IKUT EKONOMI GLOBAL Tiongkok ikut ekonomi global, dan ekonominya tergantung pada export. Kalau negeri2 yang banyak mengimport barang dari Tiongkok mengalami probleem ekonomi, dan terpaksa mengurangi importnya, mau tak mau export Tiongkok akan berkurang. Pertumbuhan ekonominya akan berkurang. Pertumbuhan ekonomi berkurang, kemudian maju lagi dsb.nya tampaknya hal biasa dalam ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkurang, berarti harus dilakukan sesuatu korereksi karena dulunya pertumbuhannya tidak seimbang atau ada kesalahan. Kalau lihat perkembangan ekonomi dunia sekarang, rasanya ya akan mempengaruhi export Tiongkok. Menyebabkan ambruk ya saya kira tidak, kalau dilakukan kebijaksanaan dalam negeri. Bagaimana buruh2 yang mungkin kehilangan pekerjaan dapat pekerjaan lain atau kembali kerja di desa. Misalnya untuk mencegah pengangguran, buruh2 disalurkan di pekerjaan infrastruktur yang akan diperlukan nanti kalau ekonomi membaik, perbaikan kwalitas hidup rakyat, perbaikan irrigasi dll. Berarti Tiongkok harus memakai cadangan keuangannya. Sebenarnya, ekonoom2 dari universitas2 di Tiongkok sudah lama mengingatkan supaya laju pertumbuhan ekonomi direm, inflatie terlalu tinggi dan supaya ekonomi dalam negeri lebih dikembangkan supaya juga tidak terlalu tergantung pada export. Yang berbahaya kalau ekonomi memburuk dan terjadi pemogokan2, demonstratie dan “pembrontakan2”. Ini akan memperburuk ekonomi lebih jauh. Yang kelihatan baru : Pembangunan gedung2 tinggi ditunda lima tahun. Pinjaman bank2 diperketat. Kalau exportnya sudah lama mencari pasaran baru di Asia, Afrika an Amerika Latin. Banyak migratie dari Tiongkok ke Afrika dan Amerika Latin. Seiring dengan investatie Tiongkok di Afrika, banyak orang2 dari Tiongkok pindah ke Afrika. Ada yang buka toko
3
jual barang2 dari Tiongkok. Ada yang bercocok tanam mensupply kebutuhan pekerja2 Tiongkok. Dengan adanya toko2 ini, barang2 dari Tiongkok jadi popular. Hanya di bidang pompa2 air, pasarannya Sudah lama dikuasai pedagang India. Di Suriname, pendatang2 baru dari Tiongkok maju pesat dengan toko2nya menjual barang2 dari tiongkok, yang dikirim oleh sanak saudarana yang masih di Tiongkok. Di Tiongkok banyak orang2 Afrika, beristri penduduk Tiongkok, mengexport barang2 dari Tiongkok ke negeri asalnya. Begitu banyak komunitas orang dari Tiongkok, rumah2 makan mulai dibuka. Di Russia, di perbatasan dengan Tiongkok pemerintah Tiongkok dan swasta menyewa tanah Russia untuk bercocok tanam. Hasilnya diexpor ke Tiongkok melewati perbatasan. Di Tiongkok sendiri di perbatasan ada “kota Russia” dan “kota Korea”. Di situ banyak orang2 Russia dan Korea berjualan. Demikian K. Djie. *** Seorang pemerhati dan komentator berwarganegara RRT, Chan Chun Tak, pengelola meilis Gelora45, berdomisili Hongkong, tidak ketinggalan menulis pendapatnya sbb:(teks langkap): Chan Chun Tak: PROBLIM YANG CUKUP MENYENGAT “AMBRUKNYA” TIONGKOK. Saya ikut kasih komentar, ya, ... Problem yang cukup menyengat, “AMBRUKNYA” Tiongkok! Begitu mungkin pandangan ekonom barat, yang terpaku dengan dalil-dalil klasik eknomi yang mereka kenal. Ramalan Tiongkok segera akan ambruk, dengan mulai pecahnya gelembung balon ekonomi sudah didengungkan sesaat setelah krismon akhir tahun 1997, ... banyak terjadi “Kota-HANTU”, perumahan-perumah yang dibangun dengan kecepatan tinggi, kosong melompong tidak ada penghuninya, menjadi “KotaHantu”. Ternyata Tiongkok bukan saja tidak AMBRUK, sebaliknyaa tetap berkemampuan mempertahankan kecepatan pertumbuhan diatas 9% bahkan lebih 11%. Kemudian gempuran krisis moneter melanda di AS dan Eropah pertengahan tahun 2008, ... banyak orang meramalkan gempuran dahsyat kali ini Tiongkok PASTI AMBRUK! Bayangin saja, akibat gempuran krisis moneter di barat, eksport menurun drastis, puluhan ribu pengusaha asing dan domestik gulung tikar, bangkrut, ... bukan saja majikan menghilang begitu saja dengan menggondol sisa harta yang ada, tapi juga meninggalkan HUTANG gaji buruh.
4
Lalu di Wen Zhou terjadi kredit-gagal, tidak kebayar yang mengancam beberapa Bank bangkrut. Gempuran menjadi lebih parah, justru ditahun-tahun itu kesempatan terjadi arus besar pengiriman keluar-negeri harta kekayaan pejabat-pejabat korup, entah sampai berapa ratus Milyard uang negara amblas begitu saja. Tapi, ... kenyataan Tiongkok tidak ambruk, bahkan di tahun 2008 itu Tiongkok berhasil menyeleenggarakan Olympic Games di Beijing yang mengagumkan dunia! Sekalipun di tahun 2008 itu, Tiongkok dilanda Gempa bumi dahsyat di Shi Chuan, lalu gerakan teror dan kerusuhan Tibet Merdeka dan Shin Kiang Merdeka, dan, ... sekalipun pertumbuhan ekonomi GDP menurun hanya sekitar 7% saja, tapi itu tetap merupakan pertumbuhan tertinggi didunia! Mengapa bisa terjadi begitu? Saya bukan ekonom yang mengerti dan bisa menjelaskan dengan baik, mengapa sekalipun dilanda krismon dan terjadi banyak kendala, tapi tidak membuat AMBRUK, hanya pertumbuhan ekonomi sedikit menurun? Saya hanya bisa melihat, disinilah PERAN yang dimainkan NEGARA! Negara masih pegang tali kendali ekonomi nasional Tiongkok, tidak dibiarkan meluncur secara liberal berdasarkan hukum ekonomi pasar. Keterlibatan pemerintah dalam mengatur pertumbuhan ekonomi inilah yang membedakan ekonomi Tiongkok dan ekonomi di barat. RRT, sebagai pemerintah yang menjadi “KAPITALIS” pemilik BUMN yang mempunyai cadangan devisa sangat kuat, dan tentunya masih mengutamakan kepeentingan rakyat banyak inilah yang menentukan Tiongkok tidak ambruk, ... sebaliknya, TETAP JAYA sampai sekarang! Ditahun 2010, saya dengar laporan seorang ekonom muda Hongkong, menjelaskan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dia bilang, entah kebetulan tepat waktu atau pihak pemerintah Tiongkok merubah kebijakan setelah melihat krisis 2008 di AS-Eropah, justru ditahun itulah pemerintah merencanakan pengalihan titik berat dari eksport menjadi konsumsi dalam negeri; dari titik berat meningkatkan industri di kota-besar menjadi industrialisasi di pedesaan, ... Pemerintah mengambil langkah, membebaskan segala macam PAJAK dipedesaan terhadap PETANI, ... memberi subsidi pada PETANI untuk membeli alat produksi, bahkan perabot rumahtangga seperti kulkas, AC, TV, Computer dan Telpon-genggam, ... memberi kemudahan petani mendapatkan kredit bank untuk membeli alat-produksi, bibit dan pupuk dsb., memperkenankan sewa-menyewa hak guna atas tanah garapan, ... Saya tidak ingat persis angka dan data-data pertumbuhan ekonomi yang diberikan dari tahun 2008-2010 itu, tapi saya ingat betul, dari barang-barang produksi yang pertumbuhannya melonjak cepat dan paling tinggi justru kertas tissue, kedua, TV kemudian ketiga, Computer, begitu kira-kira urutannya kalau saya tidak salah ingat. Rupanya anak muda ini juga memperhatikan betul kehidupan rakyat Tiongkok dilapisan bawah, atau dia betul-betul merasa aneh, kenapa kertas tissue bisa melonjak begitu 5
cepat dalam 2 tahun itu? Yaa, ... setelah petani dibebaskan segala macam pajak dan mendapatkan kredit dengan mudah, semangat kerja terangkat, hasil produksi pertanian meningkat. Itu menunjukkan taraf hidup petani didesa-desa sudah meningkat, ... mereka sekarang mampu beli kertas tissue, tidak lagi main peper saja dengan kertaskertas koran atau apa adanya. Petani-petani dibanyak desa-desa sudah tidak keberatan membeli kertas tissue! Dan kalau saya perhatikan PM Li Keqiang yang kabarnya ahli ekonomi itu, juga terus menggencarkan pertumbuhan ekonomi didesa-desa, berusaha keras menjadikan desadesa kota-distrik, mewujutkan mekanisasi, industrialisasi usaha desa, baik pertanian maupun peternakan. Katanya, sudah terjadi gejala penghasilan banyak petani didesa melebihi buruh dikota pada umumnya. Dan usaha-usaha pertanian-peternakan bahkan pabrik didesa-desa kembali berhasil menyedot mereka yang sebelumnya memburuh ke kota-kota. Akhirnya banyak pabrik kesulitan mendapatkan buruh, sekalipun gaji buruh sudah dinaikkan, ... Begitulah kira-kira pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, selama peran pimpinan PKT masih berdiri tegak, tidak terjadi kegaduhan dan krisis kewibawaan pimpinan, ... PKT yang masih terus mengoreksi kesalahan yang terjadi dan membenahi diri dengan lebih baik lagi, akan terus membawa 1,4 milyar Rakyat Tiongkok terus maju, membangun masyarakat adil dan makmur. Target mereka, antara tahun 2020-2030 nanti rencana meningkatkan desa-desa menjadi kota-distrik akan tercapai 60%. Saat itu baru bisa dikatakan rakyat Tiongkok mencapai sedikit makmur, ... kalau sekarang sih, di Tiongkok masih lebih 21 juta rakyat lapisan terbawah hidup garis minimum, yang penghasilannya masih 2 US Dollar sehari. Demikian Chan Chun Tak. *** Demikianlah penyajian beberapa pendapat tentang “Quo Vadis Tiongkok”. Penyajian ini semata-mata sebagai pendorong untuk bersama-sama dengan seksama dan penuh perhatian mengikuti perkembangan situasi Tiongkok. Negeri tetangga Indonesia, dan sebagai salah satu anggota masyarakat bangsa-bangsa Asia-Afrika, yang diharapkan akan berkembang terus dan maju bersama di atas dasar PRINSIP-PRINSIP KONFERENSI BANDUNG (1955). ***
6