1
2
3
4
5
INOVASI TEKNOLOGI INTENSIFIKASI PADI AEROB TERKENDALI BERBASIS ORGANIK (IPAT-BO) SEBAGAI ANDALAN DALAM PEMULIHAN KESEHATAN LAHAN DAN MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI UNTUK MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA Tualar Simarmata1, Ania Citraresmini2, Brylian Sujana3 dan Mieke R Setiawati1 1
Dept. Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Telp/Fax. 022-7796316,
[email protected] = Jl. Raya Bandung – Sumedang km 21 – Jatinangor 45363 2. Badan Tenaga Atom Nasiona, Jakarta (email:
[email protected] 3. Fakulltas Pertanian Univesitas Singaperbangsa Karawang ABSTRAK Ancaman terhadap ketahanan pangan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, konversi lahan, degradasi lahan dan pemanasan global. Diproyeksikan pada tahun 2050 jumlah penduduk sekitar 480 juta dan memerlukan sekitar 48–50 juta ton beras. Di sisi lain, sekitar 70 % dari lahan sawah telah memiliki kandungan C-organik yang rendah (<1,5-2% ) dan dikategorikan sebagai lahan sakit dan kelelahan. Intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) merupakan teknologi hemat air, hemat pupuk anorganik dan hemat benih dan sistem produksi holistik berbasis input lokal (kompos jerami, pupuk hayati, biochar, dan input lainnya) dengan bertumpu pada manajemen kekuatan biologis tanah, tata air dan manajemen pemupukan terpadu. IPATBO dikembangkan sejak tahun 2006/2007 oleh Fakultas Pertanian Unpad bersama Kemenristek, dengan fokus utama adalah:(1) memulihkan kesehatan dan kesuburan lahan sawah, (2) meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pupuk, (3) meningkatkan produktivitas padi. Hasil berbagai penelitian (Hibah Bersaing, Hibah Pasca, Hibah Stranas dan lain-lainnya), “Demo plot” dan Dissemniasi dan Pendayagunaan IPTEK dari Kemenrsitek dari tahun 2008–2015 pada berbagai lokasi di Indonesia, menunjukkan bahwa: (a) Teknologi hemat air IPAT-BO mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air sekitar 35%, (b) Teknik Tanam Kembar (tween seedling) IPATBO mampu meningkatkan hasil sekitar 20-30% dan 10-25 % dibandingkan dengan sistem tegel dan sistem legowo, (c) Aplikasi 2-5 ton kompos jerami, 0,5-1 ton bochar dan pupuk hayati mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25-50% dan meningkatkan kandungan C-organik, Si dan K dengan signifikan. dan (d). Adopsi IPATBO mampu menghasilkan 8–11 ton padi/ha. Inovasi teknologi IPAT-BO merupakan solusi cepat untuk meningkatkan produktivitas dari 5-6 ton gabah /ha menjadi 6–8/ton gabah secara nasional. Bila dipadukan dengan intensifikasi padi gogo, ekstensifikasi pada lahan pertanian potensial maka impian Indonesia berdaulat pangan dapat terwujud, bahkan mampu menjadi lumbung pangan dunia. Kata Kunci: kedaulatan pangan, kesehatan lahan, IPAT-BO, intensifikasi, ekstensifikasi.
6
I. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN Ketahanan dan kemandirian pangan Indonesia semakin menghawatirkan dan krtitis seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan akibat pertambahan jumlah penduduk. Di lain pihak, laju alih fungsi lahan ke non pertanian (Jalan, perumahan, dan lainya) terus berlangsung sekitar 125000-150.000 ha per tahun dan degradasi atau penurunan kesehatan/kesuburan lahan pertanian berlangsung dengan cepat akibat intensifnya penggunaan pupuk anorganik dan berbagai bahan kimia lainnya. Jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 telah mencapai sekitar 254 juta jiwa dengan laju pertambahan sekitar 1,4% per tahun. Diperkirakan dalam waktu sekitar 40 tahun (doubling time) atau pada tahun 2050 jumlah penduduk di Indonesia akan mencapai sekitar 480 juta jiwa (Simarmata et al., 2011; Simarmata et al., 2014). Proyeksi kebutuhan pangan pokok dengan perhitungan yang konservatif, maka tahun 2050 Indonesia memerlukan 48 – 50 juta ton beras atau 80–90 juta ton GKG, 24,65 juta ton jagung, 3,04 juta ton kedelai, 12,73 juta ton ubi kayu, 3,96 juta ton gula dan 0,36 juta ton daging (BPS, 2012; Pambudi, 2013; Simarmata et al., 2015) . Hasil kajian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa saat ini, sekitar 73 % lahan sawah (sekitar 5 juta ha) memiliki kandungan C-organik yang sangat rendah sampai rendah (C-organik <2%), 22 % memiliki kandungan C-organik sedang (2 – 3 % C-org) dan 4% memiliki kandungan C-organik tinggi (> 3% C-org) (Rahman, 2009; Las, 2010, Simarmata et al.,2011). Upaya pemulihan kesehatan dan kesuburan tanah relatif mudah, yaitu dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah hingga > 2%. Sumber utama kebutuhan bahan organik yaitu jerami tersedia dalam jumlah yang besar di lahan atau limbah pertanian lainnya. Potensi produksi jerami sekitar 10 ton/ha (sekitar 1,5 x hasil gabah) atau setara dengan 4 – 6 ton kompos jerami/ha/musim (Simarmata et al., 2011). Potensi jerami sebagai pupuk untuk mensubstitusi pupuk anorganik sangat besar yaitu setiap 5 ton jerami setara dengan 75 kg urea, 25 kg SP-36 dan 125 kg KCl. Kompos jerami selain kaya akan C-organik (sekitar 30 -40%), juga mengandung hara yang lengkap baik makro (1,5 % N, 0,3 – 0,5 % P2O5, 2 – 4% K2O, 3 – 5 % SiO2) maupun mikro (Cu, Zn, Mn, Fe, Cl, Mo) dan mengandung organisme menguntungkan. Pengembalian jerami atau aplikasi 2 – 5 ton kompos jerami per hektar dan pupuk hayati mampu mengurangi pupuk anorganik sekitar 25 – 50 % meningkatkan produksi dan memulihkan kesehatan tanah dalam waktu sekitar 3 tahun (Simarmata et al, 2012; Simarmata, 2012). Aplikasi kompos jerami dan biochar mampu meningkatkan kandungan C-organik, Ketersediaan K dan Si dalam tanah dengan signifikan (Simarmata et al., 2014). Kandungan Si dalam arang sekam (biochar) sangat tinggi, yakni 7
sekitar 50-60% sehingga dapat diperoleh manfaat ganda bagi tanaman dan tanah sawah. Silika sangat dibutuhkan oleh beberapa jenis tanaman, termasuk padi yang merupakan akumulator Si tertinggi kedua setelah tebu (Savant, et al., 1999; Currie dan Perry, 2007). Havlin, et al. (1993) dan Savant, et al. (1997) mengemukakan manfaat unsur Si bagi tanaman padi adalah a). sebagai pembangun dinding sel, sehingga tanaman lebih tahan rebah; b). ketahanan terhadap hama dan penyakit, terutama terhadap infeksi fungi; c). mengurangi kehilangan air melalui evapotranspirasi; d). mengurangi toksisitas dari beberapa logam berat; dan e). sebagai unsur esensial bagi pertumbuhan normal beberapa jenis tanaman. Hasil berbagai kajian terkini menunjukkan bahwa budidaya tanaman padi dengan sistem tergenang permanen, selain boros air juga menyebabkan kerusakan pada jaringan perakaran dan terganggunya kelimpahan atau biodiversitas
organisme tanah yang berperan sebagai
pabrik pupuk alami di dalam ekosistem tanah (Simarmata, 2012). Selain itu, tanaman padi memperbanyak diri secara vegetatif dengan membentuk anakan. Satu semai dapat menghasilkan hingga 50-100 anakan. Oleh karena itu, sistem tanam kembar akan memungkinkan tanaman pada fase awal dapat tumbuh dan menghasilkan anakan secara independen. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada akhir vegetative jumalah anakan sekitar 30 – 40 anakan atau sekitar 30 -80 akan per rumpun dengan mengasilkan anakan produktif mampu mengasilkan sekitar 40–60 anakan produktif per rumpun serta mampu menghasilkan 8 – 11 ton gabah/ha (Simarmata, et al, 2011; Yurunansyah et al., 2011). Adopsi teknologi hemat air pada IPAT-BO dengan menggunakan indikator kecukupan air (IKA), selain mampu meningkatkan efisiensi air hingga 30 -35%, juga mampu membangkitkan kekuatas biologis tanah (soil biological power) yaitu meningkatkannya aktivitas dan kelimpahan organisme tanah menguntungkan (beneficial soil microbes) bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Turmuktini et al, 2011). Hasil kajian dan Demplot dari tahun 2007 hingga tahun2015 dengan menggunakan berbagai varietas padi pada berbagai lokasi atau provinsi(Jabar, Jatim, Jateng, Banten, Sulsel, Sulut, Lampung dan lainnya) mampu menghasilkan padi 8 – 11 ton/ha gabah
dengan
peningkatan hasil rata-rata antara 50 – 150% dibandingkan dengan sistem anaerob dan mengurangi penggunaan sekitar 25 % pupuk NP dan sekitar 50% pupuk K (Simarmata dan Yuwariah, 2008; Yuriansyah et al., 2011, Simarmata et la., 2014, Kemenristek, 2015). Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dari adopsi teknologi IPAT-BO adalah sebagai berikut: 1) Pemanfaatkan limbah jerami dan sekam sebagai input lokal murah atau amelioran organik lokal (kompos jerami, arang sekam atau biochar) dengan dosis 2-5 ton/ha kompos jerami 8
dan 0,5-1,0 ton arang sekam/ha) mampu meningkatnya kandungan C-organik tanah, keteresediaan hara K dan Si serta kesehatan tanaman dengan signifikan. 2) Teknik pengairan dengan menggunakan indikator kecukupan air (IKA) dalam pemberian air untuk mempertahankan kondisi macak-macak mampu meningkatkan efisiensi air irigasi hingga 30-35% dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan system perakran tanaman padi 3) Teknik Tanam kembar (twin seedling) atau jajar manten IPAT-BO mampu meningkatkan produktivitas padi sekitar 20-30 % dibandingkan teknik tanam sistem tegel dan sekitar 10 – 20 dibandingkan dengan sistem legowo (Sijarawo) 4) Adopsi teknolgi IPAT-BO sebagai teknologi hemat air dan bibit mampu meningkatkan kelimpahan dan aktivitas biota tanah, mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 2550%, meningkatkan produktivitas tanaman padi sekurang-kurang sebesar 25 – 50 % secara berkelanjut (setidak-tidaknya menaikkan produktivitas padi dari 5-6 ton/ha menjadi 6-8 ton/ha) Secara ringkas tujuan dari Inovasi Teknologi IPAT-BO adalah sebagai berikut: 1
Memanfaatkan input lokal (jerami, arang sekam dan limbah lainnya) sebagai amelioran organik dan kelimpahan organisme tanah sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah, meningkatkan efsiensi pemupukan dan meningkatakan produktivitas tanah secara berlanjut (sustainable)
2
Mendapatkan acuan teknologi hemat air yang mampu meningkatkan aktivitas biota tanah menguntungkan (kekuatan biologis tanah) dan pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi serta mampu menaikkan produktivitas padi
3
Mengembangan dan mendapatkan sistem tanam (teknik tanam) yang hemat bibit dan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan biota tanah, pertumbuhan dan perkembangan tanam serta meningkatkan produktivitas padi.
4
Mengembangan inovasi teknologi Intensifikasi padi berbasis teknologi hemat air, hemat bibit dan pemupukan berbasis organik-hayati dan managemen nutrisi terpadu untuk meningkatkan produktivitas padi dari 5-6 ton/ha menjadi 6-8 ton/ha secara nasional. II. METODE IPAT-BO Rancang bangun teknologi IPAT-BO di desain berdasarkan target atau tingkat
produktivitas (output oriented) yang akan dicapai. Tahapan pelaksanaan IPAT-BO atau praktek terbaik (best practices) agar mampu memulihkan kesehatan/kesuburan (meningkatkan kandungan bahan organik tanah, aktivitas biota tanah dan ketersediaan hara) dan menghasilkan 8 – 12 ton gabah/ha adalah sebagai berikut: 9
a. Penyiapan amelioran organik (pupuk organik). Limbah jerami dan sekam merupakan bahan baku utama pembuatan amelioran organik. Jerami dari panen terdahulu dikomposkan langsung di lahan (in situ composting) dengan menggunakan mikroba pengurai (decomposer) dengan metoda aerob untuk meningkatkan kualitas kompos dan mengendalikan patogen yang terdapat dalam jerami. Setelah Jerami dikomposkan selama 2 minggu dapat disebarkan pada lahan sebelum pengolahan tanah. Tunggul jerami atau sisa jerami pada lahan diinokulasi dengan konsorsium dekomposer melalui air irigasi sekitar 1 minggu sebelum pengolahan tanah. Larutan inokulan disebarkan ke lahan melalui air irigasi, selanjutnya tunggul jerami direbahkan dengan menggunakan papan yang ditempatkan pada traktor. Sekam padi diproses menjadi arang sekam (biochar) dengan menggunakan teknik pirolisis (pembakaran dengan oksigen terbatas). Dari pengalaman dari setiap hektar pertanaman padi dihasilkan sekitar 2 – 5 ton kompos jerami dan 500 kg – 1000 kg arang sekam.
Prinsip dasarnya adalah seluruh limbah jerami atau sekam
dikembalikan ke lahan sebagai amelioran organik. b.
Pengolahan dan Penataan
Lahan. Lahan terlebih dahulu dibajak atau ditraktor ,
dihaluskan atau dilumpurkan hingga siap tanam. pelumpuran sehingga kompos tersebut dapat
Kompos jerami disebarkan menjelang tercampur dengan tanah dengan baik.
Setelah pengolahan lahan, dlakukan Penataan Saluran untuk memudahkan pengaturan air, dibuat saluran air sekeliling lahan (lebar sekitar 20 cm dan kedalam sekitar 10-20 cm) dan saluran dalam petakan dengan dimensi : kedalaman 5-10 cm dan lebar sekitar 20 cm pada setiap jarak 4 m. Saluran ini juga mempermudah perawatan, pengamatan dan pengendalian OPT c. Seleksi Benih dan Pemeraman. Seleksi benih dilakukan untuk mendapatkan benih bermutu. Siapkan ember 20 – 30 L dan isi dengan 10 – 20 L air dan tambahkan garam sekitar 500 g, aduk hingga merata. Masukkan benih kedalam larutan garam tersebut, benih yang mengambang dipisahkan. Selanjutnya gunakan benih yang tenggelam sebagai benih, selanjutnya benih dibilas dengan air bersih. Selanjutnya lakukan pemeraman benih sekitar 1-2 hari dan ditiriskan selam 1 hari, kemudian disemaikan pada (a) bedengan semai di lahan, atau (b) bedengan semai beralas plastik atau daun pisang (mat nursery atau dapog nursery) atau (c) pada baki persemaian d. Persemaian dan penebaran benih.
Persemaian dapat dilakukan langsung di lahan
(bedeng persemaian) secara konvensional atau bedengan beralas plastik atau daun pisan (dapog nursery) atau pada baki semai. Komposisi media persemaian pada baki (soil mix),
10
yaitu 8 bagian tanah: 1 pupuk kandang atau kompos kering, 0,5 bagian arang sekam (Biochar) atau arang sekam dan 0,5 bagian campuran pupuk hayati penambat (biofertilizers).
Sedangkan pada bedengan semai di lahan diberi sekitar 200 – 300 g
kompos atau pupuk kandang yang telah dicampurkan dengan inokulan pupuk hayati (100 gram inokulan pupuk hayati dicampurkan dengan 10 kg pupuk kandang atau kompos). Selanjutnya taburkan benih yang sudah direndam secara merata pada bedengan semai. Kemudian bedenganditutupi dengan daun pisang atau jerami. Setelah benih bertunas (2-3 hari) penutup tersebut dibuka atau disingkirkan. e. Jarak Tanam dan Tanam Kembar (Twin Seedling). Metoda yang banyak digunakan adalah metoda pindah tanam atau transplanting dengan jarak tanam lebar yaitu 30 x 30 cm atau 30 cm x 35 cm. Teknik tanam semai menggunakan sistem kembar atau jajar manten (Twin Seedling dikenal sebagai IPAT-TS). Dua semai tunggal berumur 12 – 15 hari (2 single seedling) ditanam berjarak 5 cm pada setiap titik penanaman (untuk memudahkan penanaman, petakan yang sudah siap tanam terlebih dahulu digarit atau dicaplak sesuai dengan jarak tanam). Penanaman dilakukan pada kondisi lahan macak-macak (tinggi air pada lahan sekitar 0 hingga -1 cm). Semai ditanam dangkal yaitu sekitar 1 cm. Penanaman dilakukan dengan menarik atau mendorong semai kedepan hingga membentuk huruf L. Jarak tanam lebar memberikan peluang pada tanaman tumbuh dan memanfaatkan cahaya matahari lebih baik. Selain itu, keperluan benih jauh lebih sedikit (hemat sekitar 50 %) dan tata udara pada pertanaman lebih baik. f.
Managemen Pemupukan Terpadu Berbasis Organik dan Hayati. Desain pemupukan terpadu IPAT-BO dengan target produksi 8 – 12 ton menggunakan: (a) Amerlioran Organik dan Pupuk Hayati, terdiri dari 2 – 5 ton/ha, 0,5 – 1 ton/ha arang sekam (biochar), 500 -1000 g/ha dan inokulan pupuk hayati. Kompos jerami disebarkan pada lahan menjelang pelumpuran dengan traktor. Sedangkan biochar dapat diberikan setelah lahan siap tanam atau dicampurkan dengan pupuk NPK. Pupuk hayati digunakan; (1) sebagai perlakuan benih (seed treatment), (2) diaplikasikan pada persemaian dan (3) disebarkan lahan pertanaman. Benih yang telah direndam ditaburi dengan 10-20 g inokulan per kg benih dan dilanjutkan dengan penebaran benih pada bedengan persemaian. Campurkan 100 gram inokulan pupuk hayati dengan pupuk kandang atu kompos, selanjutnya campuran tersebut disebarkan sekitar 100 – 200 g/ m2 pada bedengan semai (dosis sekitar 200 – 300 inokulan g/ha). Dosis untuk pertanaman berikan sekitar 400 – 500 g/ha inokulan (campurkan 100 g inokulan dengan 10 – 20 kg pupuk kandang atau kompos), kemudian disebarkan secara merata pada lahan sebelum penanaman padi (tanam dengan pindah 11
tanam, (b). Pupuk Anorganik digunakan untuk memenuhi kecukupan hara guna mencapai target hasil. Semakin banyak penggunaan kompos jerami semakin besar pengurangan pupuk anorganik. Dosis pupuk anorganik pada teknik Pemupukan Terpadu IPAT-BO adalah sebagai berikut:
Pemupukan Pertama menggunakan 50 - 100 kg urea + 50 – 100 kg Sp-36 + 25 kg KCl atau 100 – 150 kg NPK/ha diberikan sebelum tanam. Bila menggunakan 2 – 5 ton kompos jerami sebagai pupuk dasar, maka gunakan 50 kg Urea + 100 kg SP-36 atau 100 kg pupuk NPK. Pemupukan dilakukan menjelang tanam sebelum penggaritan atau pencaplakan
Pemupukan kedua yaitu : 100 kg Urea + 25 kg KCl/ha atau 50 kg urea + 100 kg NPK atau 100 – 200 NPK/ha pada 18–21 HST. Pupuk diberikan setelah penyiangan,
Pempukan ketiga yaitu 50 – 100 kg Urea + 50 kg KCl atau 50 kg Urea + 100 – 150 kg NPK atau 150 – 200 kg NPK (12-12-17 ata 10-10-20) diberikan pada 38–42HST.
Ekstrak organik dan Biostimulan (pupuk cair organik) atau Larutan Multinutrisi digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman. Aplikasinya disemprot pada tanaman dengan konsentrasi 2 – 3 cc/L air pada 20, 30, 40, 50 dan 60 HST (hari setelah tanam).
g. Managemen Tata air IPAT-BO. Pemberian air menerapkan teknologi hemat air (water saving technology) disesuaikan dengan kegiatan dan fase pertumbuhan tanaman, yaitu;:
Fase tanam hingga inisiasi pembungaan. Lahan dipertahankan macak-macak (tinggi muka air 0 – 1 cm). Pemberian air dilakukan bila muka air turun menjadi -5 hingga - 10 cm cm pada lahan (paling baik adalah -5 cm) atau pada alat indikator kecukupuan air terlihat warna kuning). Untuk memonitor tinggi muka air di lahan gunakan alat Indikator Kecukupan Air (IKA) yang terbuat dari paralon 2 Inchi atau 3 Inchi dengan panjang 35 – 40 cm, sekitar 20 cm bagian bawah diberi lubang-lubang (diameter 3 – 5 mm). IKA dilengkapi dengan indikator kecukupan air yang terlihat pada mistar (gauge) (hijau = air cukup, kuning = kritis dan merah = sangat kritis). Tempatkan IKA dalam lubang sedalam 25 cm (dibuat terlebih dahulu) secara vertikal sehingga muka air tampak dalam paralon seperti sumur kecil. Pengaturan air tersebut di atas dilakukan hingga tanaman mulai bunting
Penyiangan Gulma. Dua hari sebelum penyiangan dilakukan penggenangan hingga 2 – 3 cm untuk memudahkan penyiangan secara manual atau mekanis. Bila menggunakan herbisida, penyemprotan dilakukan sekitar 10 -14 HST dengan kondisi tanah macak-macak 12
Fase bunting hingga keluar malai. Lakukan penggenangan hingga 2 - 3 cm untuk menekan pembentukan anakan. Setelah keluar malai keluar malai (flowering stage) hingga masak susu lahan kembali dipertahakan macak-macak
Selanjutnya 20 hari menjelang panen, lahan dibiarkan kering hingga panen.
h. Managemen Pemeliharan dan Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan menerapkan prinsip pengendalian hama terpadu, sedangan pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan herbisida selektif. III. HASIL DAN TEMUAN Ringkasan hasil demplot IPAT_BO dengan menggunakan berbagai varietas padi di berbagai lokasi periode 2007-2009 disajikan pada Tabel 3.1. Dibandingkan dengan pembanding (kontrol), adopsi IPAT-BO mampu meningkatkan hasil padi cukup dengan sangat besar, khususnya di luar pulau Jawa yang produktivitas padinya masih relatif rendah, kenaikan dapat mencapai 200 – 300%, sedangkan di pulau Jawa atau daerah dengan produktivitas`yang relatif baik, kenaikan hasil berkisar 50 – 100 %. Keragaman kenaikan hasil berkaitan erat dengan managemen input. Pada periode ini implementasi IPAT-BO masih parsial, terutama dalam managemen pengairan dan teknologi pemupukan terpadu. Pemberian air masih menggunakan indikator kualitatif saja yaitu kondisi lahan macak-macak (genangan 0-1 cm). Hasil pengujian pengaturan tingggi muka pada lahan menunjukkan bahwa adopsi IPAT-BO mampu meningkatkan esifiensi air antara 25 – 47
%
konvensional atau penggenangan permanen (Tabel 3.2).
dibandingkan dengan metoda Efisiensi pemberian air dengan
teknologi macak-macak sekitar 36,95% (Tabel 3.3). Lebih lanjut Tabel 3.2 memperlihtakan bahwa tinggi muka air macak-macak (0 cm) hingga -10 cm pada lahan dapat meningkatkan efisien penggunaan air dan memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggenanang permanen.
Pada Tahun 2013
dikembangkan alat indikator kecukupan air (IKA) yang terbuat dari paralon berdiamter 3 – 4 inch dengan panjang sekitar 30–35 cm yang dilengkapi dengan alat ukur, pelampung dan skala indikator warna hijau (cukup), kuning (kritis) dan merah (kurang). IKA ditempatkan sekitar 4 buah per hektar. Pemberian air dapat dilakukan bila muka air turun – 5 cm dari permukan, bila turun hingga -10 cm cenderung menyebabkan penurunan hasil dibandingkan dengan -5 cm (Antralina, 2015). Hasil Demplot
implementasi IPAT-BO di Lampung pada tahun 2011 menunjukkan
bahwa IPAT-BO dengan bibit berumur 14 hari, ditanam dengan sistem kembar (twin seedling), teknologi hemat, diberi kompos jerami 2 - 5 ton dan pupuk hayati mampu menghasilkan 11,15 13
ton GKP/ha (Tabel 3.4). Bila dibandingkan dengan teknologi konevnsional (petani), terdapat kenaikan yang sangat signifikan yakni sekitar 74,4 %. Tabel 1. Hasil Demo Plot Teknologi IPAT-BO periode musim tanam tahun 2007-2009 dengan berbagai varietas padi di berbagai lokasi di Indonesia (Simarmata, et al. 2011) Lokasi
Hasil IPAT-BO (t/ha 6 – 12
Kontrol (t/ha) 4–7
Kenaikan(%)
Hasil Demo Plot di Balai Besar Penlitian Padi Sukamandi dipanen Juli 2008 (Ciherang, Mekongga and Sintanur
7 – 10
-
-
Hasil Demplot Jawa Barat (Bandung, Garut, Sumedang, Bogor, Bekasih, Subang, etc.) berbagai varietas padi
6 - 11
4–6
50 –100 %
Banten (Serang, Lebak)
6 – 10
4–6
50 –100 %
Jawa Timur (Tulung Agung, Jombang, Madiun, Blitar, Mojokerto, Nganjuk, dll.)
6 – 10
4-6
50 –100 %
Jawa Tengah (Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Karang Anyar, Purworejo, Magelang, Semarang, dll. )
6 - 10
4-6
50 –80%
Sumatera Utara Tapanuli, dll)
Tinggi,
5 – 10
3-7
50 –100 %
Sulawesi Selatan (Gowa, Luwu, dll.) pada lahan kelompok tani di 16 Kecamatan (ABRI Manunggal Pertanian) (Berbagai varietas)
6 – 10
3–6
50-200%
Sulawesi Utara (Minsel, Minut, dll) kelompok tani dengan berbagai varietas
oleh
6 – 10
3–7
50 –200 %
Nusa Tenggara Timur (Kupang, Ende, Bajawa, Nagekeo, Rote Ndao) di Kelompok Tani dengan berbagai Varietas
6 - 10
2–6
50 –300 %
Kalimantan Barat (2 ha)
8,9 ton
-
100%
Hasil Padi (Ciherang, Dyahsuci, IR 64, Mekongga) di Pusat Demplot IPAT-BO di SPLPP Ciparay Fakultas Pertanian Unpad
(Sergei,
Tebing
50 –75%
Implementasi teknologi IPAT-BO sebagai paket lengkap pada Demplot di Pesawaran, Bandar lampung dan Batanghari provinsi Lampung mampu menaikkan produktivitas sekitar 30 70 % dengan hasil tertinggi sebesar 11,5 ton GKP (ubinan) atau hasil real 10,2 ton GKP/ha (Tabel 3.5). Hasil penelitian lapang pada tahun 2010 – 2011 menunjukkan bahwa pemberian 2,5 – 5 ton kompos jerami dan disertai pemberian pupuk hayati mampu meningkatkan kandungan Corganik tanah, hasil tanaman dan mengurangi penggunaan puk NP sekitar 25 % dan pupuk K 14
50 % (Turmuktini, 20 11). Pemberian konsorsium 400 g pupuk hayati dan pemberian kompos jerami mampu meningkatkan hasil tanaman padi dan mengurangi penggunaan pupuk N sekitar 25% (Danapriatna, 2012). Tabel 3.2. Efek pengaturan tinggi muka air terhadap efisiensi penggunaan air dan hasil gabah beberapa varietas` padi padi (Turmuktini et al., 2013) Perlakuan
Efisiensi Penggunaan Air (%) 0
Hasil Gabah (ton/ha)
Muka Air = +5 cm
Rata-rata Kebutuhan air (L/ tanaman-1) 61,6
Muka Air = 0 cm
45,8
25,7
9,07 b
Muka Air = -5cm
36,4
41,0
8,21 b
Muka Air = -10cm
32,9
46,6
7,52 a a
Muka Air = +5 cm
64,8
0
8,41 b
Muka Air = 0 cm
49,0
24,4
8,92 b
Muka Air = -5cm
38,6
40,4
9,35 b
Muka Air = -10cm
34,6
46,6
9,18 b
Muka Air = +5 cm
54,3
0
7,23 a
Muka Air = 0 cm
39,8
26,7
9,20 b
Muka Air = -5cm
31,9
41,3
9,54 b
Muka Air = -10cm
29,3
46,1
8,07 b
Muka Air = +5 cm
57,1
0
8,61 a
Muka Air = 0 cm
41,7
27,0
9,43 b
Muka Air = -5cm
32,3
43,5
10,29 b
Muka Air = -10cm
30,2
47,1
10,82 b
Varietas Ciherang
Sintanur
Inpari 13
Fatmawati
Tinggi Muka Air (cm)
6,52 a
Tabel 3.3. Efisiensi pemberian air macak-macak pada IPAT-BO dibandingkan pemberian air tergenang dan terputus (Turmuktini, 2013) Perlakuan Tergenang (+5 cm)
Total Pemberian Air (L/Petak/Musim) 1418,0
Penghematan air (L/petal/Musim -
Efisiensi (%)
Macak-Macak
894,0
524
36,95
Pengairan terputus 1 kali
871,2
546,8
38,56
Pengairan terputus 2 kali
847,2
570
40,20
Hasil penelitian Kantikowati (2013), teknik tanam kembar IPAT-BO memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik tanam sisrem tegel maupun legowo (Tabel, 3.6).
15
Tabel 3.4. Hasil panen Demplot teknologi IPATBO di Lampung (Yuriansyah et al., 2012) Perlakuan
Anakan Produktif (malai/rumpun) 21,27
Gabah (butir/malai) 131,26
Hasil GKP (ton/ha) 6,39
Kenaikan (5) -
B= IPATB0-1
24,27
122,67
6,31
-
C= IPATB0-2
27,73
158,60
9,58
49,9
D = IPATB0-3
33,00
161,40
11,15
74,4
A= Kontrol Petani)
Keterangan : A= Kontrol = bibit berumur 21 hari ditanam 3-5 bibit,Jarak tanam 25x25 cm, tergenang permanen, tanpa kompos jerami, B= IPATB0-1 = bibit berumur 21 hari, 2-3 bibit ditanam sistem kembar (twin seedling), jarak tanam 30 cm x 35 cm, tergenang dan tanpa kompos jerami, C=IPATB0-2= bibit berumur 14 hari, 1 bibit per lubang, ditanam kembar jarak tanam 30x35 cm dengan teknologi hemat air, kompos Jerami dan D= IPATB0-3= bibit berumur 14 hari, 1 bibit per lubang dengan teknik tanam kembar dengan jarak tanam 30x35 cm, teknologi hemat air, kompos Jerami, dan pupuk hayati Hasil penelitian Kantikowati (2013), teknik tanam kembar IPAT-BO memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik tanam sisrem tegel maupun legowo (Tabel, 3.6). Hasil ini sejalan dengan hasil Demplot di Kabupaten Karawang, bahwa teknik tanam kembar (IPAT-TS) memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan Teknik tegel maupun Legowo (Tabel 3.7). Tampaknya, teknik tanam kembar banyak diadopsi petani adalah dengan jarak 30 cm x 35 cm dan 30 x 35 cm. Penanaman dua semai tunggal berjejer (berjarak 5 cm) pada setiap titik tanam memungkinan semai dapat tumbuh dengan leluasa pada awal pertumbuhan tanpa persaingan dibandingkan dengan menanam 3 -5 semai pertitik tanam. Selain, itu, jarak tanam yang lebar memungkinkan berkembanganya biota tanah khususnya algae dan bakteri fotosintetik pada permukaan lahan. Organisme ini berperan menghasilkan senyawa organik (sumber energi kimia) yang diperlukan oleh biota tanah lainnya sebagai sumber energi dan berlangsungnya aliran energi dalam ekosistem tanah (Simarmata, 2012). Sejak tahun 2014, Deputi Pedayagunaan IPTEK bagi Masyarakat kementerian Riset dan Teknologi aktif melakukan disseminasi Teknologi IPAT-BO di berbagai lokasi di Indonesia. Hasil Demplot periode tahun 2014-2015 disajikan pada Tabel 3.8. Disseminasi IPAT-BO dilakukan langsung di lahan petani yang didahuli dengan pelatihan dan dilajutkan dengan pembuatan Demplot. Selanjutkan dilakukan panen bersama. Kegiatan tersebut dilakukan bekerjasama dengan kelompok tani atau gapoktan, PEMDA, Instansi lainnya (Kodim dan Polres). Hasil adopsi teknologi IPAT-BO ini sangat menggembirakan dan memberikan kenaikan hasil yang sangat signifikan, baik dari sisi produktivitas maupun peningkatan kualitas. Rendemen beras dapat mencapai 60 - 65 %. Secara keseluruhan tampak, bahwa teknologi
16
IPAT-BO memberikan hasil yang konsisten jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional. Kenaikan hasil berkisar 50 – 300 %. Tabel 3.5. Demplot Teknologi IPAT-BO di beberapa Lokasi Lampung (Yuriansyah, 2012) No
Parameter
Pesawaran
Teknologi IPAT-BO B. Lampung Batanghari
Konvensional (Petani)
1
Tinggi Tan (cm)
104,5
92,1
94
89,4
2
Anakan/Rumpun
56,9
53,2
62,3
28,9
3
Jumlah Malai
33,8
31,4
32,4
15,9
4
Hasil Ubinan (ton/ha)
11,5
7,9
9,0
6,8
5
Hasil Real (ton/ha)
10,2
7,0
7,8
6,0
6
Kenaikan Hasil (5)
70%
16,6%
30 %
-
Sumber : Sumber : Tim Demplot Polinela 2012 (Yuroansyah, 2012) Tabel 3.6. Efek teknik tanam pada berbagai dosis pupuk P terhadap hasil tanaman padi (Kantikowati, 2013) Teknik Tanam
Dosis Pupuk P (kg/ha)
Hasil GKG (t/ha)
0
25
50
75
100
Rerata
3,27 a
4,03 a
5,60 a
6,13 a
5,87 a
4,98
A
B
B
B
B
4,17 a
6,00 a
6,23 b
6,27 b
5,70 a
A
B
B
B
B
IPAT-TS
5,17 b
6,77 b
7,00 b
7,30 b
5,90 a
(Kembar)
A
BC
C
C
AB
Tegel
Legowo
Kenaikan
5,67
13,8 %
6,63
33,31 %
Tabel 3.7. Demplot Produktivitas tanaman padi teknik tanam di Desa Cilamaya Kabupaten Karawang (Dinas Pertanian Kabuapten Karawang, 2013) No
Teknik Tanam
Hasil Padi (ton GKP/ha) 8,0
Kenaikan (%) -
1
Sistem Tegel
2
Legwo 2:1
9,8
12,5
3
IPAT-TS (Twin seedling) “Kembar”
11,0
37,5
Besarnya perbedaan hasil IPATBO dengan dibandingkan sistem konvensional (yang dilakukan petani) berkaitan dengan teknik budidaya dengan penggenangan permanen, managemen pemupukan yang masih jauh lebih rendah dari dosis rekomendasi; 17
Tabel 3.8: Hasil Panen Sistem Konvensional dibandingkan teknonologi IPAT-BO Periode 20142015 oleh Asdep Deputi IPTEK Masyarakat Kemenristek-Dikti (Kemenristek, 2015) No
Kelompok Tani
Lokus
Varietas
Hasil (ton/ha) Konvesional
IPAT-BO
Tahun 2014 1
Poktan Kento Situru,
Bau-Bau
Sidenuk
3
9
2
Suko Tani
Lumajang
Hibrida DG I
6
11.2
3
Sri Utomo
Magetan
Inpari 4
6
12.4
4
Karya Tani
Ponoroga
Pandan
6
9,1
Wangi 5
Soreang
Bandung
Mira I
7
11,4
6
Tani Rejo 3
Karang Anyar
Sidenuk
7
10,1
Poktan Tenko Situru
Bau-Bau
Sidenuk
3
9,2
PP Kerja (Produsen
Boyolali
Sidenuk
7
11,5
Madiun
Sidenuk
4,2
10,1
Tahun 2015
Benih) Binaan Polresta Madiun Asdep Deputi IPTEK Masyarakat, Deputi Pendayagunaan Iptek, Kemenristek-Dikti, 2015 IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan 1
IPAT-BO merupakan sistem produksi holistik berbasis input lokal sebagai amelioran organik (jerami dan sekam) dengan menitikberatkan pada mangemen kekuatan biologis tanah, tata air (pengairan), managemen tanaman dan pemupukan berbasis organik dan hayati secara terpadu (Integrated organic, biofertilizers and nutrient management).
2
Aplikasi kompos jerami dengan dosis 2 – 5 ton/ha, biochar 0,5 – 1 ton ha dapat meningkatkan (a)
kandungan C-organik tanah, K dan Si tanah, (b) mengurangi
penggunaan pupuk anorganik sekitar 25 – 50% dan meningkatkan hasil tanaman. Semakin besar kompos jerami semakin besar pengurangan dosis pupuk anorganik. 3
Adopsi teknologi IPAT-BO sebagai teknologi hemat air dan benih mampu meningkatkan efisien penggunaan air sekitar 30 – 40% dibandingkan teknik pengairan konvensional (tergenang)
18
4
Teknik Tanam Kembar atau jajar manten IPAT-BO dikenal sebagi IPAT-TS (twin seedling) mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan signifikan (sekitar 12,2 – 16,9 % lebih tinggi dibandingkan dengan sistem legowo dan 30 – 37 % lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel)
5
Adopsi Inovasi Teknologi IPAT-BO mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi dari 4 – 6 ton/ha menjadi 6 – 11 ton/ha. Kenaikan hasil di pulau Jawa atau sentra padi lainnya setidak-tidaknya 25 -50% dan di daerah yang produktivitasnya masih rendah (sekitar 3 ton/ha) kenaikan hasil dapat mencai 300%.
6
Teknologi IPAT-BO merupakan solusi cepat atau andalan untuk meningkatkan produktivitas padi dari 5-6 ton/ha menjadi 6 -8 ton/ha di Indonesia
4.2. Rekomendasi 1. Teknologi IPAT-BO dapat diadopsi dan disseminasikan secara nasional untuk meningkatkan produktivitas maupun produksi padi dan menjadikan Indonesia berdaulat pangan (lumbung pangan) 2. Demoplot IPAT-BO sebagai Sekolah Lapang perlu dilakukan di berbagai lokasi untuk mempercepat peningkatan produksi padi dan pendapatan petani di Indonesia
PUSTAKA Apriyantono, A. 2009. Kebijakan dan strategi pengembangan lahan pertanian untuk keberlanjutan ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi. hlm. 9−12 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor BBSDLP. 2008. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Pertanian. BBSDLP, Bogor. BIN. 2012. Hari Pangan Sedunia: Ancaman Krisis Dalam Kemandirian Pangan Indonesia. http://www.bin.go.id/wawasan/detil/141/3/25/09/2012/hari-pangan-sedunia-ancamankrisis-dalam-kemandirian-pangan-indonesia BPS. 2012. Luas Panen dan Produktivitas Tanaman Pangan di Seluruh Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3. BPS. 2012. Statistik Indonesia. http://www.bps.go.id/aboutus.php?pub=1&pubs=47 Danapriatna, N, Tualar Simarmata dan Is Zunani Nursinah. 2012. Pemulihan Kesehatan Tanah Sawah Melalui Aplikasi Pupuk Hayati Penambat N Dan Kompos Jerami Padi. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 3 No. 2 Juni 2012 Danapriatna, N, Tualar Simarmata dan Is Zunani Nursinah. 2014. Pemulihan Kesehatan dan Kesuburan Tanah melalui Aplikasi Pupuk Hayati Penambat N dan Kompos Jerami dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pupuk Ndan Produktivitas Padi Sawah. Laporan Hibah Bersaing. Universitas Islam “45” Bekasi Nopember, 2014 Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 246 Las, I. dan A. Mulyani. 2009. Sumber daya lahan potensial tersedia untuk mendukung ketahanan pangan dan energi. hlm. 64−74 Dalam Prosiding Semiloka Nasional Strategi 19
Penanganan Krisis Sumber Daya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi.Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. MITI, 2013. Menyongsong Kedaulatan Pangan Indonesia. http://beranda.miti.or.id/?p=688 MITI. 2012. 10 Bahan Pangan Indonesia Masih Impor. http://beranda.miti.or.id/?p=664 Mulyani, A. and F. Agus. 2006. Potensi Lahan Mendukung Revitalisasi Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2006/ani.pdf Mulyani, A., S. Ritung, dan I. Las. 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber DayaLahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2), 2011. pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3302115.pdf Pambudi R. 2013. Proyeksi Ketahanan Pangan Indonesia. http://rachmadpambudi.wordpress.com/2013/01/04/proyeksi-ketahanan-panganindonesia/ Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (PDSIP) . 2012. Buku Saku Statistik Makro Pertanian.Vol. 4 No. 2. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/e_makro/tw2-2012/bukusaku-tw2-2012.pdf. Ritung, S., Z. Abidin, Sunaryo dan Nurmegawati.2010. Identifikasi Potensi Lahan Terlantar dan Bekas Tambang di Kalimantan Timur Seluas 3 Juta ha, Skala 1:250.000 untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Biofuel. Laporan Akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Setkab. 2013. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian. http://www.setkab.go.id/artikel-6833-.html Simamata, T, Ania Citraresmini*), Tien Turmuktini** dan B. Sudjana. 2015. Inovasi Teknologi Mewujudkan Tanah Batak Menjadi Lumbung Pangan. Makalah Utama pada Seminar Nasional Mewujudkan Tanah Batak Berdaulat Pangan. Pengmas HKBP. Tanggal 14 April 2015 di Hotel Sopo Toba, Ambarita, Kab. Samosir – Sumatera Utara Simarmata, Benny Joy dan Emma Trinurani, dan T. Turmuktini . 2014 Pemanfaatan Biofosfat Dan Biochar-Kompos Jerami Untuk Pemulihan Kesehatan Lahan, Peningkatan Efisiensi Pemupukan Dan Produktivitas Padi Sawah Berbasis Teknologi Hemat Air (IpatBo). Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran B A N D U N G Simarmata, T, Betty Natalie Fitriatin, dan Hersanti T. Turmuktini, 2011.Inokulasi Konsorsium Dekomposer Beragen Hayati Pada Jerami Di Lahan Dan Pemberian Pupuk Bio Untuk Mensubstitusi Pupuk Anorganik Dan Meningkatkan Produksi Padi Dengan Teknologi Ipat-Bo. Laporan Hibah Bersaing. Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian November Simarmata, T. 2008. Teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada tanggal 2 Mei. 2008 di Universitas Padjadjaran. Simarmata, T. 2009. Less water for better soil biological activity and growth of paddy rice in system of organic based aerobic rice intensification. Presented Paper on Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan. Prosiding of Internasional Seminar of Sustainable Resources Development: Management of Water and Land Resources from October 6th – 8th 2009 in Central Kalimantan Simarmata, T. 2012. Teknologi Pemulihan Kesehatan Dan Peningkatan Produktivitas Lahan Suboptimal Untuk Mempercepat Pencapaian Kedaulatan Pangan Di Indonesia. Makalah pada Workshop Konsorsium Lahan Suboptimal tanggal 23 – 24 Februari 2012 di Palembang Simarmata, T. and Y. Yuwariah. 2009. Water Saving And Reducing Inorganic Fertilizers Technology For Increasing The Soil Biological Activity and Rice Productivity In System Of Organic Based Aerobic Rice Intensification (SOBARI). Prosiding of Internasional 20
Conference & Seminar: Agriculture on Crossroad, November 25 – 26th, 2009 in Padjadjaran University, Bandung Indonesia Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Management of Water Saving and Organic Based Fertilizers Technology for Remediation and Maintaining The Health of Paddy Soils And To Increase The Sustainability of Rice Productvity In Indonesia. Call Paper on Conference of Sustainable Agriculture and Food security: Challenge and Opportunities, 27 – 28 September 2011, University of Padjadjaran Bandung - Indonesia Simarmata, T., B. Joy and T. Turmuktini, 2011. Water Saving and Organic Fertilizers Based Technology to Remediate the Health of Paddy Soils and to Increase Rice Productivity in Indonesia. Tropentag 2011. University of Bonn, October 5 - 7, 2011. Simarmata, T., Benny Joy and Mahfud Arifin. 2012. Agricultural Soils And Practices for Enhancing The Food Security In Indonesia. Paper on Conference of Agriculture Development and Studies 27-30 March 17-30th 2012, at Campus of Agriculture Faculty, University of Ain Syams, Syubra Khaima, Cairo Simarmata, T., Tien Turmuktini, Anya Citraresmi and Benny Joy. 2012 Application of Straw Compost and Biofertilizers to Remediate The Soils Health and To Increase The Productivity of Paddy Rice In Indonesia. Paper presented on Tropentag, September 19 21, 2012 in Göttingen, Germany. Sudaryanto, T., R. Kustiari, dan H.P. Saliem. 2010. Perkiraan kebutuhan pangan tahun 2010−2050. hlm. 1−23 Dalam Buku Analisis Sumber Daya Lahan Menuju Ketahanan Pangan Bekelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, hlm. 163 Turmuktini, T dan T. Simarmata. 2011. Peranan Kelimpahan Mikroba Tanah dalam Sistem Budidaya Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT- BO) untuk Peningkatan Pertumbuhan dan Produktivitas Padi di Indonesia Jurnal Berk. Pene. Hayati Edisi Khusus: 4C (37-42) Turmuktini, T. dan T. Simarmata. 2010. Peranan Teknologi IPAT-BO Dalam Konservasi Air Irigasi Dan Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah. Purwokerto: Buku Panduan Seminar Nasional Biologi Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto 26 Juni 2010: 1-9. Warta Ekonomi. 2013. Kala Impor Pangan Kian Merisaukan. http://wartaekonomi.co.id/berita7682/kala-impor-pangan-kian-merisaukan-bag-i.html
21