Bab 2
Dasar Teori
2.1 TV Digital Penyiaran TV digital adalah proses penyiaran suara dan gambar bergerak yang diproses secara digital, baik di pengirim, waktu ditransmisikan, maupun di penerima. Di pengirim, data akan dikodekan menjadi kode bit (0 atau 1), lalu deretan bit ini ditransmisikan, dan akan didekodekan di penerima, sehingga menyerupai data di awal penerima
Penyiaran TV secara digital memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan secara analog, antara lain: a. Efisiensi spektrum frekuensi Dengan TV digital, pemanfaatan satu kanal frekuensi akan lebih efisien karena satu kanal frekuensi bisa digunakan untuk beberapa program siaran, dibandingkan dengan TV analog yang hanya bisa mentransmisikan satu program siaran pada satu kanal frekuensi. Hal ini dimungkinkan terjadi oleh karena adanya sistem kompresi video dan audio pada sistem digital, yang mengakibatkan ukuran data video dan audio akan lebih kecil pada saat ditransmisikan, sehingga menghemat penggunaan kanal frekuensi. b. Kualitas, keandalan Transmisi sinyal digital akan lebih handal dibandingkan transmisi sinyal analog pada lingkungan yang dipengaruhi derau karena system transmisi digital dilengkapi dengan blok kode koreksi kesalahan (error correction code) yang akan memperbaiki kerusakan sinyal akibat derau pada saat transmisi. Selain itu, penyiaran secara digital juga akan lebih handal dibandingkan penyiaran secara analog terhadap efek multipath fading karena ditransmisikan menggunakan system OFDM yang lebih tangguh dalam mengatasi efek multipath fading. c. Kompatibilitas
5
Dengan TV digital, beberapa standar siaran TV analog seperti NTSC, PAL, maupun SECAM dapat disiarkan dengan satu format, MPEG-2, yang merupakan salah satu format standar untuk siaran TV digital di dunia. d. Skalabilitas Dengan siaran dalam bentuk digital, siaran dapat ditansmisikan dalam berbagai tingkat resolusi gambar, baik SDTV (Standard Definition TV),EDTV(Enhanced Definition TV), maupun HDTV (High Definition TV). TV digital telah dikembangkan dan diimplementasikan di berbagai negara. Ada beberapa standar yang telah dikembangkan oleh beberapa negara untuk mengimplementasikan penyiaran TV secara digital, antara lain: DVB (eropa), ATSC (Amerika), ISDB-T (Jepang), T-DMB (Korea Selatan), DMB-T (RRC). DVB-T standar terpopuler yang digunakan karena telah diimplementasikan oleh lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Dalam tesis ini, penulis akan membahas proses sinkronisasi pada sistem DVB-T.
2.2 DVB-T 2.2.1 Perkembangan DVB Upaya pengembangan DVB sebagai standar global untuk penyiaran Televisi digital berawal dari pembentukan DVB Project pada 11 September 1983 yang sebelumnya bernama European Launching Group (ELG). DVB project beranggotakan lebih dari 270 institusi yang berasal dari 30 negara, terdiri dari broadcaster, manufaktur, network operator, badan regulasi, dan institusi akademik.
DVB project tidak
menjalankan fungsi sebagai regulator, melainkan bekerja berdasarkan aspek bisnis dan komersial. Dalam perkembangan selanjutnya, proyek ini telah berhasil mengembangkan beberapa standar berdasarkan pendekatan media dan cara transmisi antara lain: DVB-S
(DVB-Satellite),
DVB-T(DVB-Terresterial),
DVB-H(DVB-Handheld),
DVB-C(DVB-Cable), dll. Standar-standar ini secara spesifik mendefinisikan layer fisik dan data link dari system distribusi. Sistem distribusi ini terutama berbeda dari
6
skema modulasi dan kode koreksi kesalahan yang digunakan, tergantung dari constraint yang dihadapi oleh masing-masing system. DVB-T adalah standar yang dikembangkan oleh ETSI untuk transmisi terrestrial. Standar DVB-T dipublikasikan dengan nama EN 300 744. Standar DVB-T selanjutnya dikembangkan untuk implementasi di penerima handheld, yaitu DVB-H. Pada laporan tesis ini, penulis mengimplementasikan sistem integrasi pengirimpenerima DVB-T berdasarkan standar EN 300 144 v.1.5.1 [1].
2.2.2 Spesifikasi Sistem DVB-T Berikut spesifikasi sistem DVB-T yang diperoleh dari standar: a. Mode transmisi: 2K dan 8K Mode transmisi menggambarkan jumlah point ifft yang digunakan pada sistem transmisi. Mode transmisi 2K menggunakan point ifft 2048, sedangkan mode transmisi 8K menggunakan point ifft 8192. Penentuan mode transmisi didasarkan pada kondisi transmisi. Mode transmisi 2K mempunyai subcarrier spacing besar, yaitu 4KHz dengan periode simbol yang lebih kecil, sedangkan mode transmisi 8K mempunyai subcarrier spacing lebih kecil, yaitu 1KHz dengan periode simbol yang lebih besar. Dari kondisi ini, bisa disimpulkan bahwa mode transmisi 2K lebih handal dalam menghadapi penyebaran di domain frekuensi yang disebabkan oleh efek Doppler (efek ini disebabkan penerimaan dalam kondisi bergerak), tetapi lebih rentan terhadap nilai delay echo yang besar, bila dibandingkan dengan mode transmisi 8K. b. Bandwidth: 8, 7, atau 6 MHz Menyatakan lebar satu kanal frekuensi yang digunakan untuk mentransmisikan siaran. Dalam satu kanal frekuensi ini, bisa ditransmisikan lebih dari satu siaran. c. Modulasi: QPSK, QAM-16, dan QAM-64 Menyatakan jenis metoda modulasi/mapper yang digunakan di system DVB-T. Akan tetapi dalam prakteknya, QAM-16 dan QAM-64 lebih sering digunakan.
7
d. Modulasi Hirarki/Non-Hirarki Modulasi hirarki diselenggarakan dengan maksud untuk menjamin penerimaan yang handal meskipun pada kondisi medium transmisi yang sangat rusak. Jika modulasi hirarki digunakan, maka DVB-T modulator mempunyai dua input transport stream dan dua blok FEC (Forward Error Correction). Transport stream pertama dengan laju data yang rendah, tapi proteksi error yang tinggi, misalnya dengan memilih code rate ½. Jalur pertama ini disebut jalur High Priority (HP). Sedangkan, transport stream kedua dengan laju data yang tinggi, tapi proteksi error yang rendah, misalnya dengan memilih code rate ¾. Jalur kedua ini disebut jalur Low Priority(LP). Pada jalur HP, digunakan modulasi yang lebih handal dengan dengan laju data yang lebih rendah, misalnya QPSK. Pada jalur LP, digunakan level modulasi yang lebih tinggi, misalnya QAM-64, untuk menghasilkan laju data yang lebih tinggi. Penerapan modulasi hirarki ditunjukkan oleh gambar 2.1:
Gambar 2.1 Konstelasi Sinyal akibat Modulasi Hirarki
Pada gambar ini ditransmisikan QPSK (HP) yang tertanam pada QAM-64 (LP) dengan modulasi hirarki. Pada kondisi penerimaan yang baik, transport stream HP dan LP dapat didemodulasi dengan baik, sehingga kualitas gambar yang lebih baik bisa diperoleh. Tetapi, pada kondisi penerimaan yang buruk, hanya transport stream HP yang dapat didemodulasi dengan baik, sehingga menghasilkan gambar dengan kualitas yang lebih rendah, namun masih bisa dinikmati. Untuk membuat jalur HP QPSK semakin handal, yaitu lebih kebal
8
terhadap interferensi, diagram konstelasi bisa disebar pada axis I dan Q. Factor H=2 atau H=4 meningkatkan jarak konstelasi di masing-masing kuadran QAM16 dan QAM-64. Penerapan faktor H diperlihatkan oleh gambar 2.2:
Gambar 2.2 Faktor α=1,2,dan 4 pada Modulasi Hirarki
e. Code-rate: ½. 2/3, ¾, 5/6, 7/8 Merupakan rate informasi dari kode Convolutional yang digunakan dalam proses error coding. Besarnya nilai code rate menyatakan berapa besar bagian informasi yang berguna dari besarnya data yang dikirimkan. Nilai 2/3 menyatakan 2/3 dari data tersebut berguna, sedangkan 1/3 nya lagi merupakan redundansi. Penentuan nilai code-rate mempertimbangkan trade off antara performa error coding dengan bit rate. Semakin besar code rate, semakin besar bit rate, akan tetapi performa error coding akan semakin memburuk. Demikian pula sebaliknya. f. Guard Interval (GI):1/4, 1/8. 1/16. 1/32 Penentuan nilai GI mempertimbangkan trade-off antara penggunaan bandwidth
dan
performa
sistem.
Semakin
besar
nilai
GI
yang
digunakan,maka performa sistem akan semakin membaik, tetapi pemakaian bandwidth akan lebih boros. Demikian pula sebaliknya.
9
2.2.3 Struktur Frame DVB OFDM Sinyal yang ditransmisikan diatur dalam format frame. Setiap frame mempunyai durasi T f dan terdiri dari 68 simbol. Empat frame membentuk satu super frame. Setiap simbol dibentuk oleh K=6817 carrier untuk mode 8K, K = 1705 carrier untuk mode 2K, dan dikirimkan dengan durasi Ts. Tiap simbol terdiri dari dua bagian, yaitu bagian data dan Guard Interval (GI). GI merupakan pengulangan dari bagian akhir data di awal simbol. Gambar 2.3 mempertunjukkan struktur frame DVB.
Gambar 2.3 Struktur Frame DVB OFDM
Selain data dan GI, setiap simbol OFDM juga terdiri dari scattered pilot cells, continual pilot carriers, dan Transmission Parameter Signalling(TPS) carriers. Ketiga bagian ini ditambahkan dengan maksud membantu proses demodulasi penerima, misalnya: untuk estimasi kanal, estimasi pergeseran waktu dan frekuensi, dll. Scattered pilot merupakan pilot yang pengaturannya posisinya identik untuk setiap empat simbol. Antara satu pilot dengan yang lain berjarak dua belas subcarrier. Pilot ini salah satunya digunakan pada estimasi Fine Symbol Timing, yang berusaha untuk mengestimasi awal simbol dengan menghitung rotasi fase rata-rata antara scattered pilot yang berdekatan. Gambar 2.4 pengaturan posisi pada scattered pilot:
10
Gambar 2.4 Pengaturan Posisi pada Scattered Pilot
Continual pilot adalah pilot yang posisinya selalu sama di setiap simbol. Pada mode 8K ada 177 continual pilot, sedangkan pada mode 2K ada 45 continual pilot. Salah satu contoh penggunaan pilot, yaitu pada estimasi Integer Carrier Frequency Offset(CFO), yang berusaha menghitung pergeseran subcarrier akibat Integer CFO tersebut. TPS digunakan sebagai parameter pensinyalan yang berkaitan dengan skema transmisi, yakni pengkodean kanal dan modulasi. Pada mode 2K, ada 17 carrier TPS, sedangkan pada mode 8K ada 68 carrier TPS. Informasi yang terkandung dalam TPS, antara lain: informasi modulasi hirarki/non-hirarki dan juga nilai H, GI, inner code rate, mode transmisi, nomor frame di super frame, dan identifikasi sel.
2.3 C-OFDM Sistem DVB-T menggunakan teknik modulasi multicarrier C-OFDM (CodedOrthogonal Frequency Division Multiplexing). C-OFDM sebenarnya merupakan turunan dari teknik modulasi OFDM dengan penambahan fungsi error coding. Fungsi error coding ini akan membuat OFDM semakin handal di kanal selektif dan di nilai SNR yang rendah. Sebenarnya sekarang ini OFDM dan fungsi error coding sudah tidak terpisahkan dalam implementasinya, oleh karena itu untuk selanjutnya penulis akan menggunakan istilah OFDM untuk menjelaskan teknik modulasi ini. Alasan utama digunakannya OFDM adalah karena skema modulasi ini sangat handal untuk mengatasi efek multipath fading yang selalu akan dialami oleh sistem komunikasi terrestrial. Ketika sinyal ditransmisikan, sinyal akan bertemu dengan
11
berbagai halangan, misalnya bukit, gedung, atau bahkan manusia, yang akan menyebabkan sinyal menjadi tersebar karena akan ditransmisikan melalui lebih dari satu lintasan. Sinyal yang ditransmisikan melalui lintasan yang berbeda-beda ini akan sampai ke tujuan akhir, yaitu pesawat televisi, dengan waktu yang tidak bersamaan sehingga menyebabkan terjadinya fenomena ghosting pada layar televisi. Ghosting adalah fenomena timbulnya gambar yang tidak diinginkan pada layar televisi, yaitu timbulnya gambar lain (gambar ganda) dengan intensitas yang lebih lemah dan posisi yang sedikit bergeser, dari gambar utama.
2.3.1 Prinsip dasar OFDM dengan DFT OFDM adalah teknik modulasi multicarrier di mana antar subcarrier saling orthogonal satu sama lain. Dengan sifat orthogonalitas ini, maka antar subcarrier dapat dibuat saling overlapping tanpa menimbulkan efek Inter Carrier Interference (ICI). Hal ini akan menghemat penggunaan bandwidth. Prinsip dari OFDM adalah membagi bit rate sinyal informasi wideband menjadi deretan data parallel sejumlah subcarrier dengan bit rate yang lebih rendah sehingga didapatkan deretan paralel subcarrier bit rate rendah narrowband.
Gambar 2.5 Perubahan Sinyal Wideband Menjadi Narrow Band yang Orthogonal pada OFDM
Deretan paralel subcarrier dengan bit rate rendah akan menyebabkan meningkatnya durasi simbol sehingga kesensitifan sistem terhadap delay spread (penyebaran sinyal-sinyal yang datang terlambat) menjadi relatif berkurang. Kemudian, metode modulasi konvensional (untuk sistem DVB-T: QPSK, QAM-16,QAM-64) dilakukan
12
pada tiap subcarrier. Sinyal termodulasi akan dimasukkan ke blok IDFT untuk pembuatan simbol OFDM. Penggunaan Discrete Fourier Transform (DFT) pada system OFDM memungkinkan pengalokasian frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). Untuk implementasi yang lebih efisien, bisa digunakan algoritma Fast Fourier Transform (FFT). Gambar 2.6 menunjukkan skema sistem OFDM:
Gambar 2.6 Skema Sistem OFDM
OFDM handal dalam
menghadapi frequency selective fading. Dengan
menggunakan teknologi OFDM, meskipun jalur komunikasi yang digunakan memiliki karakteristik frequency selective fading (dimana bandwidth dari kanal lebih sempit daripada bandwidth dari transmisi sehingga mengakibatkan pelemahan daya terima secara tidak seragam pada beberapa frekuensi tertentu), tetapi tiap sub carrier dari system OFDM hanya mengalami flat fading (pelemahan daya terima secara seragam). Pelemahan yang disebabkan oleh flat fading ini lebih mudah dikendalikan, sehingga performansi dari sistem mudah untuk ditingkatkan. Teknologi OFDM bisa mengubah frequency selective fading menjadi flat fading, karena meskipun sistem secara keseluruhan memiliki kecepatan transmisi yang sangat tinggi sehingga mempunyai bandwidth yang lebar, karena transmisi menggunakan subcarrier (frekuensi pembawa) dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga kecepatan transmisi di tiap subcarrier sangat rendah dan bandwidth dari tiap subcarrier sangat sempit, lebih sempit daripada coherence bandwidth (lebar daripada bandwidth yang memiliki karakteristik yang relatif sama). Perubahan dari frequency selective fading menjadi flat fading diilustrasikan pada gambar berikut:.
13
Gambar 2.7 Perubahan dari Frequency Selective Fading menjadi Flat Fading pada OFDM
2.3.2 Orthogonalitas Istilah orthogonal dalam OFDM mengandung makna hubungan matematis antara frekuensi-frekuensi
yang digunakan.
Dengan
diekspresikan suatu kumpulan sinyal
l
persamaan
matematika, bisa
(t ), l = 0, ±1, ±2,... akan orthogonal pada
interval [a b], jika: b l
*
(t )
k
( t )d t = {
E k , jik a l = k
a
= Ek Dimana bukan
* k
nol.
0 , jik a l
(l
k
k)
(t ) merupakan konjugat dari sinyal
Sedangkan
(2.1)
(l k ) merupakan
k
(t ) . Ek adalah suatu konstanta
fungsi
delta Kronecker,
yang
didefinisikan sebagai: 1, jika l=k (l k ) = { 0, jika l k
(2.2)
Ada beberapa kumpulan sinyal yang orthogonal, salah satunya yang cukup sering kita gunakan adalah sinyal sinus, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.8:
14
Gambar 2.8 Sinyal Orthogonal
Pemakaian frekuensi yang saling orthogonal pada OFDM memungkinkan overlap antar frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu sama lain. Pada OFDM overlap antar frekuensi yang bersebelahan diperbolehkan, karena masing-masing sudah saling orthogonal, sedangkan pada sistem multicarrier konvensional untuk mencegah interferensi antar frekuensi yang bersebelahan perlu diselipkan frekuensi penghalang (guard band), yang menghasilkan efek samping berupa menurunnya kecepatan transmisi bila dibandingkan dengan sistem single carrier dengan lebar spektrum yang sama. Sehingga salah satu karakteristik dari OFDM adalah tingginya tingkat efisiensi dalam pemakaian frekuensi. Selain itu, pada multicarrier konvensional juga diperlukan band pass filter sebanyak frekuensi yang digunakan, sedangkan pada OFDM cukup menggunakan FFT saja.
2.3.3 Guard Interval Pada OFDM, sinyal didesain sedemikian rupa agar orthogonal, sehingga bila tidak ada distorsi pada jalur komunikasi yang menyebabkan ISI(intersymbol interference) dan ICI(intercarrier interference), maka setiap subchannel akan bisa dipisahkan stasiun penerima dengan menggunakan DFT. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Karena pembatasan spektrum dari sinyal OFDM tidak strict, sehingga terjadi distorsi linear yang mengakibatkan energi pada tiap-tiap subchannel menyebar ke subchannel di sekitarnya, dan pada akhirnya ini akan menyebabkan Inter Symbol Interference(ISI). Solusi yang termudah adalah dengan menambah
15
jumlah subchannel sehingga periode simbol menjadi lebih panjang, dan distorsi akibat ISI bisa diabaikan bila dibandingkan dengan periode simbol. GI bisa saja terdiri sinyal yang bernilai amplitude nol (zeros). Akan tetapi bagaimanapun kasus ICI akan muncul bila hal ini diterapkan karena antar subcarrier tidak akan akan orthogonal lagi.
Gambar 2.9 Penyisipan Guard Interval secara Periodik
Pendekatan yang relatif sering digunakan untuk mengatasi masalah ICI ini adalah dengan menyisipkan GI di awal simbol yang merupakan replika dari bagian akhir simbol (Cyclic Prefix), seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas. Sehingga total dari periode simbol menjadi T total = T guard + T symbol Penambahan GI secara siklis selain dapat mencegah ISI dan ICI, juga dapat mengubah proses konvolusi linear antara sinyal dikirim dengan respons kanal menjadi konvolusi sirkular. Konvolusi sirkular di domain waktu ekuivalen dengan perkalian di domain frekuensi ketika digunakan DFT. Sehingga akan lebih memudahkan dalam proses ekualisasi data karena sinyal data tinggal dibagi dengan respons kanal di setiap subcarrier. Akan tetapi, hal ini hanya dapat terjadi bila durasi guard interval lebih panjang daripada delay spread maximum.
2.4 Kanal Transmisi 2.4.1 Additive White Gaussian Noise AWGN merupakan model noise yang memberikan kontribusi berupa white noise yang terdistribusi Gaussian dengan probability density function(pdf) sebagai berikut:
16
1 p( x) = 2 Di mana
exp
( x m) 2 2 2
adalah standar deviasi,
(2.3)
2
adalah variansi, dan m adalah nilai rata-rata.
Kanal yang mengandung AWGN dimodelkan pada gambar 2.10:
Gambar 2.10 Pemodelan Kanal dengan AWGN
Didefinisikan
sinyal
informasi
x(t)
ditransmisikan
pada
interval
0 t T menghasilkan sinyal terima y(t) yang telah terdistorsi AWGN n(t) dengan
persamaan y(t) = x(t)+n(t). White noise adalah sinyal atau proses acak yang memiliki pds (power spectral density) yang flat. Dengan kata lain, pds dari sinyal, memiliki daya yang sama pada
setiap band frekuensi, dengan sembarang frekuensi tengah, pada suatu range bandwidth yang diberikan. White noise dianalogikan seperti white light yang mengandung semua komponen frekuensi. Noise pada kanal AWGN disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu noise thermal, shot noise, black body radiation dari bumi dan benda-benda hangat lainnya,
serta pengaruh benda-benda luar angkasa seperti matahari. Pada kanal komunikasi noise AWGN selalu ada dan tidak dapat dihilangkan.
2.4.2 Multipath Fading Karakteristik propagasi gelombang radio menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam desain system komunikasi. Gelombang yang dipancarkan melalui kanal wireless akan mengalami refleksi,difraksi, dan scattering yang disebabkan oleh berbagai macam benda di permukaan bumi seperti gedung, menara, bukit, maupun
17
pepohonan di sekitar stasiun penerima. Hal ini mengakibatkan munculnya lintasan jamak dalam sinyal yang dipancarkan. Dengan demikian, penerima selain menerima sinyal asli secara langsung, juga menerima versi tertunda dan teredam dari sinyal asli tersebut. Sinyal-sinyal multipath ini memiliki sifat seperti fasor, yang saling menguatkan jika semua sinyal memiliki fasa yang sama. Sebaliknya, jika sinyal multipath memiliki fasa yang berbeda-beda, maka sinyal sinyal ini akan saling melemahkan satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran multipath propagation yang umumnya terjadi pada kanal wireless.
Gambar 2.11 Kondisi Multipath Fading
Karena sinyal lintas jamak yang diterima oleh penerima merupakan suatu proses stokastik, maka sinyal terima memiliki distribusi tertentu. Pada umumnya, kanal multipath dimodelkan dengan suatu distribusi Rayleigh ataupun Rician.
Gambar 2.12 Distribusi Rayleigh dan Rician
Distribusi Rayleigh biasanya digunakan untuk menggambarkan secara statistik sinyal flat fading yang time-varying. Pada distribusi ini, diasumsikan bahwa semua sinyal yang diterima merupakan hasil refleksi atau difraksi. Sedangkan, ketika sinyal
18
yang diterima terdapat komponen sinyal Line of Sight (LOS), maka distribusi yang ada disebut distribusi Rician. Dilihat dari sisi bandwidth kanal transmisi, kanal multipath memiliki bandwidth di mana variasi kanal memiliki korelasi yang sangat tinggi, yang dinamakan coherence bandwidth. Apabila sinyal yang dipancarkan melalui kanal multipath memiliki bandwidth yang lebih besar dari coherence bandwidth, maka kanal tersebut dinamakan kanal frequency selective. Namun, bila bandwidth sinyal lebih kecil daripada bandwidth kanal multipath, maka kanal tersebut dinamakan kanal frequency non selective. Selain dari sisi bandwidth kanal, kanal multipath pun memiliki durasi waktu di mana variasi kanal memiliki korelasi yang tinggi. Hal ini disebut time coherence. Apabila sinyal yang dikirimkan memiliki durasi simbol yang lebih besar daripada time coherence, maka disebut time selective atau fast fading. Namun, jika durasi simbol lebih kecil daripada coherence time, maka kanal disebut time non selective atau slow fading. Gambar 2.13 menunjukkan profil daya dari sinyal akibat kanal multipath.
Gambar 2.13 Contoh Multipath Delay Profile (a)an Exponentially Decaying Multipath Delay Profile (b)an i.i.d Multipath Delay Profile
Pada gambar 2.13, gambar (a) merupakan profil sinyal di mana versi tertunda memiliki daya yang meluruh secara eksponensial. Biasanya profil ini didapatkan pada pengukuran system komunikasi di lingkungan indoor. Sedangkan gambar (b) merupakan profil sinyal terima yang umumnya dipakai pada pengujian performa suatu sistem komunikasi tertentu, yaitu dengan delay yang tetap daya sinyal yang sama di tiap delay.
19
Selektivitas baik dari segi frekuensi maupun waktu, saling independen sehingga tiap proses transmisi memiliki karakteristik tertentu yang merupakan kombinasi antara frequency selective, flat, fast, atau slow fading. Misalnya, jika suatu transmisi sinyal tidak memiliki komponen sinyal LOS, laju data tinggi, dan penerima berada pada kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, maka sinyal tersebut akan melalui frequency selective fast Rayleigh fading channel. Namun, jika terdapat komponen sinyal LOS, data rate rendah, dan penerima ada posisi yang tetap, maka sinyal akan melalui kanal frequency nonselective Rician fading channel.
2.5 Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi pada penerima DVB-T Sinkronisasi mempunyai peran yang vital dalam sistem OFDM. Ada 2 masalah utama yang akan diatasi oleh blok synchronizer. Masalah pertama, yaitu tidak diketahuinya awal dari simbol data oleh penerima. Masalah kedua, yaitu adanya Carrier Frequency Offset (CFO) yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara frekuensi yang dihasilkan osilator lokal di pengirim dan penerima serta adanya efek Doppler. Sinkronisasi memiliki skema kerja yang berbeda, baik untuk sistem transmisi data kontinyu maupun untuk sistem transmisi paket bursty. Pada sistem transmisi paket bursty, sinkronisasi harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, dan akurasi tidak menjadi persyaratan utama. Sehingga pada sistem ini, sebaiknya proses sinkronisasi diselesaikan dalam domain waktu untuk mengurangi waktu akuisisi karena kita tidak perlu menunggu feedback dari domain frekuensi. Sedangkan pada system transmisi data kontinyu, akurasi lebih diutamakan daripada waktu akuisisi. Karena sistem DVB-T termasuk dalam kategori sistem yang mentransmisikan data secara kontinyu, maka dalam tesis ini,penulis akan mengaplikasikan metoda sinkronisasi yang mengutamakan akurasi dibandingkan waktu akuisisi.
2.5.1 Permasalahan yang Diakibatkan Kesalahan Estimasi Awal Simbol Kesalahan estimasi awal simbol akan menyebabkan ISI pada sinyal yang diterima. Kesalahan estimasi awal simbol akan menyebabkan pergeseran fasa pada symbol di
20
domain frekuensi, yang akan menyebabkan nilai BER yang besar. Hal ini sesuai dengan properti pergeseran waktu dari transformasi Fourier, di mana:
f (k )
F( )
f ( k k0 )
e
j k0
(2.4)
F( )
Persamaan di atas menyatakan bahwa pergeseran sampel waktu di domain waktu sama dengan pergeseran fasa di domain frekuensi. Kesalahan sebesar k0 pada estimasi awal window FFT menyebabkan pergeseran fasa sebesar 2
fk 0 / Ts antara
dua subcarrier yang berdekatan. Sehingga bila nilai pergeseran waktu sama dengan m kali dari waktu sampling Ts , maka pergeseran fasa antara dua subcarrier yang saling berdekatan menjadi
= 2 m / N di N adalah besar IFFT point. Pergeseran
fasa ini akan mempengaruhi performa BER dalam system integrasi OFDM. Ada tiga kemungkinan penentuan FFT window akibat kesalahan estimasi awal simbol dengan asumsi nilai delay spread maksimum
max
tidak lebih besar dari
periode Guard Interval, seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
max
Gambar 2.14 Tiga Kemungkinan Penentuan FFT Window Akibat Kesalahan Estimasi Awal Simbol
Bila FFT window lebih awal sebanyak
sampel, tetapi sinyal di dalam window
tidak terkontaminasi oleh sinyal sebelumnya, maka sinyal yang diterima akan bebas
21
dari ISI. Sinyal yang diterima hanya akan mengalami pergeseran fasa seperti yang ditunjukkan persamaan berikut:
Zk = X k H ke
j2
k /( N T s )
+ Vk
(2.5)
Di mana Z k , X k , Vk adalah sinyal yang diterima di domain frekuensi, sinyal yang dikirim di domain frekuensi, dan noise pada subcarrier ke-k. Sedangkan, bila FFT window lebih telat atau lebih awal terlalu jauh, maka sinyal yang diterima akan mengandung ISI sehingga Z k akan mengalami distorsi pada magnitude dan fasa, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.6:
Zk = X k Hk
/ Ts
N N
e
j2
k /( NTs )
+ ISI + Vk
(2.6)
Dari persamaan ini bisa kita lihat, bahwa akan ada penurunan dari magnitude sinyal yang diterima. Hal ini terjadi karena dari N sampel yang dikumpulkan untuk operasi DFT, hanya N
/ Ts sampel yang berasal dari symbol yang diinginkan, sisanya
berasal dari simbol yang lain yang berinterferensi dengan simbol tersebut.
2.5.2 Permasalahan yang Diakibatkan Carrier Frequency Offset (CFO) Carrier Frequency Offset (CFO),
f , akan menyebabkan sinyal yang diterima akan
dirotasikan sebesar nilai frekuensi, dinyatakan dengan persamaan berikut:
z i,n = z Nilai
CFO
(t ) e
j2
ini
akan
ft
|t = i ( N
+ N g )Ts + N
dinormalisasikan
g
(2.7)
Ts + nTs
dengan
nilai
subcarrier
spacing
( ( fs = 1/( NTs )) dan akan dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen integer ( I ) dan
0.5 <
komponen F
fractional
( F) :
f =(
I
+
F
) fs ,
< 0.5 . Sehingga sinyal yang diterima akan menjadi:
22
di
mana
Zi ,k = X i,k I Hi ,k N/2
+ l=N/2+1,l
sin( I
N sin(
F
) F
N
e
j2
i ( N + Ng ) + Ng N
( I+
F)
e
j
N 1 N
F
)
sin( ( I + F + l k )) j 2 Xi.l Hl e ( I + F + l k) k- I ) N sin( N
i ( N + N g )+ N g N
( I+
F)
e
j
N 1 ( I+ N
F +l
k)
+Vi,k (2.8) Bagian kedua dari persamaan di atas menyatakan bagian sinyal yang mengalami ICI, yaitu adanya interferensi dengan subcarrier yang lain. Sedangkan Vi , k menyatakan komponen noise dari kanal pada subcarrier ke-k dan symbol ke-i. Pergeseran frekuensi di domain waktu sama dengan pergeseran sampel di domain frekuensi. Hal ini sesuai dengan properti pergeseran frekuensi DFT, di mana:
f (t )e
j k0
F (k ko )
(2.9)
Jadi, CFO menyebabkan pergeseran subcarrier dari sinyal yang diterima di domain frekuensi. Untuk CFO yang nilainya integer n kali subcarrier spacing
f , maka
sinyal yang diterima akan mengalami pergeseran sebesar n subcarrier pada domain frekuensi. Hal ini memang tidak akan merusak orthogonalitas antar subcarrier, akan tetapi tetap menyebabkan nilai BER yang besar. Sedangkan, fractional CFO akan menyebabkan
pergeseran
<
1
subcarrier,
yang
menyebabkan
rusaknya
orthogonalitas antar subcarrier karena subcarrier tidak memiliki perbedaan siklus dalam jumlah bilangan bulat selama interval FFT.
2.5.3 Pemanfaatan Struktur DVB OFDM untuk Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi 2.5.3.1 Pemanfaatan Sifat Korelasi dari Cyclic Prefix untuk Sinkronisasi Pada bagian ini, penulis akan membahas sifat korelasi dari CP yang dapat dimanfaatkan untuk proses sinkronisasi. Seperti kita ketahui pemodelan pergeseran frekuensi dan waktu tunda ditambah noise, dimodelkan dengan persamaan berikut:
23
r (k ) = s ( k Di mana
) e j2
k/N
+ n( k )
(2.10)
adalah nilai integer waktu tunda kedatangan symbol yang tidak
diketahui, sedangkan
adalah nilai pergeseran frekuensi yang dihasilkan osilator di
pengirim dan penerima. Dengan model kanal tersebut, estimasi
dan
dilakukan dengan mengamati sinyal
r (k ) .
s(k )
'
k
2N + L
1
Gambar 2.15 Observasi 2N + L symbol untuk mengamati sifat korelasi dari CP
Penulis akan mengobservasi 2N + L sampel yang saling berurutan dari r(k), dimana sampel tersebut mengandung sampel dari satu symbol lengkap (N+L) sampel. Posisi simbol tersebut tidak diketahui dalam blok sampel pengamatan karena ada delay kanal
yang tidak diketahui nilainya oleh penerima. Didefinisikan himpunan set
berikut:
'
{ ,..., + L 1} { + N ,..., + N + L 1}
(2.11)
24
Di mana ' mengandung bagian akhir dari simbol yang dikopi untuk menjadi CP, mengandung bagian CP. Dengan mengumpulkan sampel yang diamati
sedangkan
( 2 N + L ) ×1 ,
ke dalam vector
[ r (1)....r (2 N + L)]
T
yaitu r
, maka dapat dilihat
bahwa sampel di CP dan duplikatnya r (k ), k $ % ' adalah pairwise correlated, yaitu:
{
}
&k $ : E r ( k ) r ( k + m ) =
Di mana
*
2 s
{
= E s(k )
2
{
} dan
2 s 2 s
+ e
0
2 n j2
m=0
(2.12)
m=N
otherwise 2 n
{
= E n( k )
2
} . Sedangkan sampel di luar interval
tersebut, r (k ), k ' % ' tidak saling berkorelasi. 2.5.3.2 Pemanfaatan Struktur Pilot DVB OFDM untuk Sinkronisasi
Pilot dapat digunakan sebagai alat bantu sinkronisasi waktu dan frekuensi, khususnya untuk proses sinkronisasi di domain frekuensi. Hal ini ditunjang oleh dua sifat berikut, yaitu: 1. Pilot dibangkitkan di pengirim dengan pola dan nilai khusus (tidak acak) yang identik di tiap simbol sehingga bisa dijadikan referensi, khususnya untuk estimasi Fine Symbol Timing yang membutuhkan informasi pergeseran fasa di frekuensi domain akibat pergeseran sampel di domain waktu. 2. Pilot dibangkitkan dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan data dan TPS. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi letak pilot dengan cara metoda autokorelasi. Bermanfaat dalam estimasi Integer CFO di mana kita akan mengidentifikasi letak subcarrier yang bergeser akibat pergeseran frekuensi >subcarrier spacing.
2.5.4 Symbol Timing Synchronization Ketika sinyal ditransmisikan lewat kanal multipath fading dengan gangguan noise dan pengaruh efek Doppler, maka sangat penting untuk menyelesaikan
25
permasalahan Symbol Timing Synchronization pada penerima OFDM. Kesalahan pada estimasi awal simbol tidak hanya mengganggu amplitude dan fasa dari sinyal saja, tapi juga akan menyebabkan Inter Symbol Interference (ISI). Untuk dapat melakukan demodulasi FFT dengan benar, Symbol Timing Synchronization harus dilakukan untuk menentukan awal dari simbol OFDM. Ada 3 langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan awal dari simbol, yaitu Coarse Symbol Timing, FFT Window Selection Method, dan Fine Symbol Timing. Coarse Symbol Timing dan FFT Window Selection Method dilakukan di domain waktu, sedangkan Fine Symbol Timing dilakukan di domain frekuensi. 2.5.4.1 Coarse Symbol Timing Coarse Symbol Timing dilakukan dengan mengeksploitasi bagian yang berulang di struktur frame OFDM dari sinyal yang diterima, misalnya preamble atau CP. Akan tetapi, oleh karena struktur frame DVB-T tidak mengandung preamble, maka hanya bagian CP yang bisa dieksploitasi untuk Coarse Symbol Timing. Salah satu algoritma dengan menggunakan CP yang bisa digunakan untuk Coarse Symbol Timing adalah Joint Algorithm Maximum Likelihood (ML) yang dibuat oleh J.J Van Beek [6]. Estimasi Coarse Symbol Timing dengan algoritma ini, didasarkan pada fungsi log-likelihood
*( ,
) = ( (m) )+(m)
(2.13)
Di mana
( (m ) =
m+M 1
r (k )r * (k + N )
(2.14)
1 m+M 1 2 2 r (k ) + r (k + N ) 2 k =m
(2.15)
k =m
+ ( m) =
)=
SNR SNR + 1
(2.16)
Di mana m,M, N adalah index sampel, ratio CP dikali jumlah subcarrier, dan jumlah subcarrier. Algoritma korelasi di atas adalah korelasi sampel per panjang fragmen
26
CP, yang akan mengkorelasikan antara sampel di fragmen awal dari simbol dengan konjugat dari sampel di fragmen akhir simbol yang merupakan replikanya. Hal ini dilakukan untuk menentukan awal dari symbol.
Dari fungsi log-likelihood ditentukan estimasi Coarse Symbol Timing. Estimasi waktu ditentukan dari fungsi berikut: , ML
= arg max {* ( , )}
(2.17)
Proses lengkap dari estimasi dengan menggunakan fungsi ML ditunjukkan oleh gambar berikut:
1 2 .... 2
1 2 .... 2
Gambar 2.16 Diagram Fungsional Metoda ML[6]
Fungsi log-likelihood ini, kemudian dikembangkan oleh D Landstrom[7]. Pengembangan yang dilakukan berupa penyederhanaan algoritma, sehingga didapatkan implementasi yang lebih efisien tetapi tidak menurunkan performa secara drastis. Fungsi Simplified ML ditunjukkan persamaan berikut:
*( ,
) = re {( } + im {( }
(2.18)
Berikut adalah contoh gambar estimasi dengan menggunakan fungsi Simplified ML:
27
Gambar 2.17 Hasil Korelasi dengan Metoda Simplified ML
Proses lengkap dari Coarse Symbol Timing dengan Simplified ML ditunjukkan oleh gambar berikut:
,
,
time offset
frequency offset
Gambar 2.18 Diagram Fungsional Sistem Simplified ML[7]
Algoritma ini juga bisa digunakan untuk estimasi Coarse Carrier Frequency Offset (CFO) secara bersamaan dengan estimasi Coarse Symbol Timing yang dilakukan sebelumnya. Bisa dilihat dari gambar diagram Simplified ML di atas, bahwa fase dari awal simbol yang terdeteksi bisa digunakan untuk estimasi pergeseran frekuensi. Untuk meningkatkan akurasi dari estimasi awal simbol, dapat digunakan metoda averaging[19]. Dalam sistem yang mentransmisikan data secara kontinyu seperti DVB-T, metoda averaging bisa digunakan untuk meningkatkan akurasi estimasi awal simbol karena tidak ada persyaratan yang ketat mengenai waktu akuisisi.
28
Penulis melakukan averaging dari dari hasil fungsi loglikelihood untuk sejumlah symbol, yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
*(
1 , )= M
M 1 m =0
*m ( ,
)
(2.19)
Di mana M adalah jumlah simbol yang digunakan dalam proses averaging, sedangkan * m ( ,
) adalah fungsi loglikelihood untuk simbol ke-m. Semakin besar
interval dari proses averaging atau jumlah simbol yang digunakan dalam proses averaging , maka hasil estimasi akan semakin akurat. 2.5.4.2 FFT Window Selection Method
Setelah akuisisi Coarse Symbol Timing, masih akan ada kesalahan dalam estimasi awal simbol. Walaupun hanya menyimpang sekitar beberapa sampel, tetapi akan sangat mempengaruhi performa dari sistem penerima DVB-T/H. Kesalahan ini akan menyebabkan terjadinya ISI. FFT Window Selection Method[13] adalah sebuah metoda penentuan FFT window yang dilakukan sebelum pemrosesan FFT, yang dilakukan untuk menghindari terjadinya ISI. Metoda ini diterangkan lebih jelas dalam gambar berikut:
Gambar 2.19 FFT Window Selection Method
29
Dengan metoda ini, sinyal yang terletak di posisi paling belakang dari FFT window akan digantikan dengan sinyal sebelum titik awal symbol yang terdeteksi. Sehingga FFT window tidak akan mengandung ISI lagi. Nilai Tp beraneka ragam tergantung dari channel delay profile. 2.5.4.3 Fine Symbol Timing Selain FFT Window Selection Method, Fine Symbol Timing juga dapat digunakan untuk menambah akurasi estimasi awal simbol. Berbeda dengan metoda sebelumnya yang dilakukan di domain waktu, metoda Fine Symbol Timing dilakukan di frekuensi. Kesalahan estimasi awal symbol menyebabkan rotasi fasa dari subcarrier di domain frekuensi (dijelaskan lebih lanjut di bab 4.3). Berdasarkan fenomena ini, maka dapat disimpulkan bahwa pergeseran sampel akibat kesalahan estimasi awal simbol bisa diestimasi dari rotasi fasa rata-rata antara scattered pilot yang saling berdekatan. Estimasi Fine Symbol Timing berdasarkan rotasi fasa rata-rata diimplementasikan dengan menggunakan algoritma [13]: -M / Im( N 1 / i =1 = tan 0 M 2 × k / Re( /2 i =1
. )/ / 1 * / ) i /3
i +1. i
i +1.
*
(2.20)
Di mana Vk,M,I, dan Wi adalah jarak antara scattered pilot dalam unit subcarrier, jumlah pilot, index scattered pilot, dan rotasi fasa scattered pilot ke-i, secara berturut-turut. Berikut gambar diagram kerja dari algoritma estimasi Fine Symbol Timing:
(k +1)
M
i +1
(.) i=1
tan 1{ } N
M
* i
(.)
2 k
i=1
Gambar 2.20 Diagram Fungsional Fine Symbol Timing Estimation
30
Jadi, pada dasarnya algoritma ini memanfaatkan informasi dari scattered pilot. Ada dua input yang dibutuhkan, yaitu scattered pilot keluaran DVB Frame Extraction di penerima dan scattered pilot referensi. Scattered pilot referensi adalah scattered pilot yang dihasilkan di pengirim yang disimpan nilainya sebagai referensi. Langkah pertama dari algoritma ini adalah menghitung besarnya nilai pergeseran fasa yang dialami oleh sinyal dengan menghitung selisih fasa antara scattered pilot yang diterima dan scattered pilot referensi, yang akan menghasilkan nilai
. Nilai
akan
digunakan untuk menghitung nilai rata-rata rotasi fasa antara scattered pilot yang satu dengan scattered pilot di sebelahnya, yang akhirnya akan menghasilkan estimasi nilai pergeseran waktu,
.
2.5.5 Carrier Frequency Offset (CFO) Recovery CFO yang disebabkan oleh efek Doppler dan ketidaksesuaian antara frekuensi osilator lokal di pengirim dan penerima, akan merusak orthogonalitas dari subcarrier OFDM sehingga menyebabkan Inter Carrier Interference (ICI). Kita bisa membagi CFO ke dalam tiga bagian, yaitu Integer CFO, Coarse Fractional CFO dan, Fine Fractional CFO. Yang pertama dilakukan dalam estimasi CFO di atas adalah Coarse Fractional CFO.
Dalam Coarse Fractional CFO, pergeseran
frekuensi yang bisa diestimasi nilainya kurang dari setengah subcarrier spacing. Untuk mengestimasi nilai pergeseran frekuensi sebesar satu subcarrier spacing atau lebih, kita gunakan Integer CFO. Terakhir, setelah estimasi Coarse Fractional CFO dan Integer CFO maka nilai Residual Fractional CFO akan tinggal 1 % dan Fine Fractional CFO akan mengestimasi nilai residu ini. Pada [8] disebutkan, bahwa nilai kesalahan estimasi CFO kurang dari 1 % subcarrier spacing, akan menimbulkan penurunan performa sampai 0.1 dB. Oleh karena itu diharapkan, nilai estimasi kesalahan kurang dari 1% subcarrier spacing. 2.5.5.1 Coarse Fractional CFO Recovery Estimasi Coarse Fractional CFO dapat dilakukan secara bersamaan seketika setelah estimasi Coarse Symbol Timing diperoleh dengan fungsi Joint Simplified ML[6]. Dari hasil korelasi, akan digunakan estimasi fasa dari sample awal symbol yang berhasil terdeteksi untuk menghitung Coarse CFO.
31
Gambar 2.21 Estimasi fasa dari hasil korelasi
Estimasi Coarse Fractional CFO diberikan oleh persamaan berikut:
F
=
( )
1 4 (( ) 2 NTs
(2.21)
Akan tetapi, algoritma ini memiliki limit. Besarnya limit adalah ± ½ subcarrier spacing[6]. Ketika nilai Y Z0.5, nilai estimasi Coarse Fractional CFO kemungkinan bisa menjadi -0.5 dikarenakan adanya noise dan diskontinuitas dari arctangent. Ketika ini terjadi, maka estimasi Coarse CFO akan menjadi salah. 2.5.5.2 Integer CFO Recovery Fungsi Simplified ML[6] hanya bisa digunakan untuk mendeteksi CFO yang kurang dari setengah subcarrier spacing. Akan tetapi, dalam kenyataanya, nilai CFO bisa mencapai lebih dari setengah subcarrier spacing. Oleh karena itu, fractional dan integer CFO perlu diestimasi dan dikompensasi. Integer CFO akan menyebabkan pergeseran frekuensi/subcarrier sebesar nilai Integer CFO (n*subcarrier spacing) dari sinyal yang diterima di domain frekuensi. Oleh karena itu, proses estimasi Integer CFO akan dilakukan berdasarkan fenomena tersebut. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut[15]:
32
) ( k0 ) =
R ( j + 1, k p + k0 ) R* ( j , k p + k0 ) R ( j + 1, k p + k0 )
2
R ( j , k p + k0 )
2
(2.22)
Di mana R(j,k) adalah subsimbol diterima di simbol ke-j dan subcarrier ke-k. <.> menandakan proses averaging. Integer CFO dapat diestimasi dengan mencari letak pergeseran index subcarrier K 0 yang menghasilkan nilai ) (k0 ) terbesar.
K0 = max ) (k0 )
(2.23)
k0
Maksud dari persamaan ini adalah usaha untuk mendeteksi pergeseran letak dari continual pilot. Continual pilot dibangkitkan di pengirim dengan nilai yang lebih tinggi dari data dan TPS. Oleh karena itu, hasil korelasi antara continual pilot pada simbol yang saling berurutan akan lebih tinggi daripada hasil korelasi yang lain. Oleh karena itu, bila didapatkan nilai hasil korelasi ) (k0 ) terbesar, berarti terjadi pergeseran subcarrier sebesar K 0 . Berikut contoh penghitungan nilai Integer CFO untuk pergeseran frekuensi = 9000 Hz:
Gambar 2.22 Estimasi Integer CFO
33
Ini adalah gambar hasil simulasi perhitungan pergeseran frekuensi sebanyak 9000 Hz (K=2). Dalam simulasi ini, dilakukan perhitungan nilai ) (k0 ) untuk k0 =0,1,…,4. Dari gambar, dapat dilihat bahwa nilai ) (k0 ) akan maksimum untuk ko = 2. 2.5.5.3 Fine Fractional CFO Recovery Setelah Fractional dan Integer CFO diestimasi dan dikompensasi, masih akan ada residu pergeseran frekuensi fractional. Oleh karena itu, (2.33) dievaluasi sekali lagi untuk me-recover residu pergeseran frekuensi.
34