BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan
hasil
observasi
dan
wawancara
penelitian,
aplikasi
pembelajaran sejarah berbasis nilai religi sudah lama dilaksanakan di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya. Hal ini terjadi karena sekolah ini menggunakan sintesa tiga kurikulum yaitu Kurikulum Kemendiknas, Kurikulum Pondok Pesantren Modern Gontor dan Kurikulum Pesantren Salafiyah sehingga memungkinkan untuk mengkolaborasikan pelajaran sejarah dengan ilmu agama khususnya agama Islam. Sebagai contoh ketika sedang membahas mengenai perlawanan para pejuang terhadap penjajah sebagai bentuk cinta tanah air maka ditambahkan pemahaman ilmu agama yang menyatakan bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman sehingga peserta didik bisa memiliki pemahaman bahwa apa yang dilakukan oleh para pejuang bukan hanya sekedar usaha untuk melawan penjajah tetapi sekaligus ibadah sebagai bentuk manifestasi dari keimanan. Contoh lainnya adalah ketika dibahas pemberian dukungan oleh Indonesia terhadap usaha bangsa Palestina untuk merdeka sebagai bentuk pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif serta manifestasi dari pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa penjajahan diatas dunia harus dihapuskan maka ditambahkan pula pemahaman ilmu agama yang menyatakan dukungan kepada bangsa Palestina merupakan bentuk solidaritas umat muslim sebab pada hakikatnya setiap muslim adalah bersaudara, jadi ketika ada dari umat muslim yang disakiti maka kita pun harus merasakan hal tersebut serta diwajibkan untuk membantunya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Pembelajaran sejarah berbasis nilai religi yang dilaksanakan di SMA Terpadu Riyadlul U’lum seperti contoh di atas memberikan sebuah nuansa
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbeda dengan pembelajaran sejarah di sekolah lain yang rata-rata masih bersifat konvensional
dengan
ciri
khasnya
guru
memberikan
materi
secara
textbookmelalui dominasi metode ceramah dalam penyampaiannya serta materi yang diberikan bersifat hapalan mengenai suatu peristiwa sejarah yang didalamnya berisi angka tahun, tokoh dan tempat kejadian tanpa adanya upaya untuk menambahkan pemahaman ilmu agama yang berkaitan dengan materi pembelajaran seperti yang dilaksanakan di sekolah ini. Adanya penambahan pemahaman ilmu agama dalam materi pembelajaran sejarah ini semakin menguatkan pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi disamping tentunya hal-hal normatif lain yang biasa dilakukan seperti pengucapan salam, berdo’a serta mengucapkan syukur kepada Allah SWT oleh guru dan peserta didik sehingga menjadi ciri khas tersendiri dalam pembelajaran sejarah di SMA Terpadu Riyadlul U’lum. Pembelajaran sejarah berbasis nilai religi seperti yang dilaksanakan di SMA Terpadu Riyadlul U’lum sebenarnya bisa menjadi salah satu cara untuk menghapus stigma pembelajaran sejarah yang dianggap membosankan serta kurang bermakna bagi peserta didik. Bahkan ada anggapan pelajaran sejarah tidak terkait dengan kehidupan masa kini padahal sebenarnya kaya akan nilai dan konten yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Kebermaknaan ini sangat penting sebagai upaya untuk memberikan manfaat kepada peserta didik dalam kehidupannya serta untuk memperbaiki citra pelajaran sejarah supaya tidak lagi dipandang sebagai pelajaran yang kurang penting.Disamping itu pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi menunjukkan adanya upaya untuk keluar dari kekakuan filosofis karenasecara filosofis pembelajaran sejarah yang diberikan kepada peserta didik masih dominan menggunakan filosofis esensialisme dan perenialisme sehingga hanya mengedepankan aspek pengembangan kecerdasan intelektual semata. Terkait dengan kekakuan filosofis dalam pembelajaran sejarah menurut Hasan (2012 : 77-78) menyatakan bahwa :
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendidikan sejarah sudah saatnya keluar dari kekakuan filosofis dengan menggunakan berbagai macam filosofi pendidikan sehingga mampu mengembangkan berbagai dimensi intelektual peserta didik, mendekatkan materi dan proses pembelajaran dengan masyarakat sekitarnya, dan menjadikan masyarakat sekitar sebagai objek studi yang langsung dapat diamati. Untuk itu pendidikan sejarah harus berani mengubah filosofi yang dianut selama ini menjadi filosofi eklektik yang didalamnya terdapat pandangan esensialisme, perenialisme, eksperimentalisme dan rekonstruksi sosial. Pandangan eklektik ini akan memberikan peluang bagi pengembangan peserta didik yang memiliki intelegensia sosial, warga yang demokratik, cinta tanah air dan bangsa, berani mengambil posisi keteladanan, memiliki kepedulian sosial, rasa ingin tahu yang tinggi, kreativitas yang tinggi, memiliki kemampuan berkomunikasi yang tinggi, dan mampu memanfaatkan peristiwa sejarah untuk meningkatkan kualitas kehidupan peserta didik, masyarakat, dan bangsa. Berdasarkan pendapat diatas, salah satu wujud nyata dari dimilikinya intelegensia sosial dan kepedulian sosial oleh peserta didik yaitu adanya rasa solidaritas sosial yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.Pengembangan solidaritas sosial peserta didik mutlak sangat diperlukan karena didasarkan kenyataan yang ada bahwa solidaritas sosial dikalangan generasi muda khususnya dan masyarakat umumnya sudah mulai terkikis oleh adanya arus globalisasi yang menyebabkan semakin meningkatnya sifat individualistik.Seringkali kita melihat terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antar desa, sengketa antara TNI dan POLRI, gerakan separatis di berbagai daerah serta kejadian-kejadian lainnya yang memperlihatkan bahwa solidaritas sosial sudah mulai luntur yang lebih jauh bisa mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.Kenyataan ini tentunya sangat berbanding terbalik dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia dimana negara ini terbentuk oleh adanya rasa solidaritas dari berbagai suku bangsa yang terbingkai dalam semangat persatuan dan kesatuan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka.Oleh karena itu pelajaran sejarah bisa menjadi salah satu wahana dalam bidang pendidikan untuk menanamkan semangat persatuan dan mengembangkan solidaritas sosial dalam diri peserta didik supaya tidak mudah terpecah belah.Melalui sejarah pembangunan karakter peserta didik bisa dibangun karena sejarah memiliki nilai dan konten yang sangat kaya. Lewat Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sejarah pula berbagai pengalaman masa lalu dapat membuat manusia mengenali siapa dirinya dan senantiasa belajar untuk selalu lebih baik dimasa yang akan datang baik dalam konteks sebagai individu maupun dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti yang dikemukakan oleh Kartodirdjo (2005 : 126127) menyatakan bahwa: Esensi dari setiap pengetahuan sejarah sebenarnya hendak menerangkan bagaimana sesuatu terjadi yang mencakup apa, siapa, dimana dan kapannya. Adapun fungsi didaktis pengetahuan sejarah bukanlah sesuatu yang baru, tetapi telah dinyatakan baik secara implisit maupun eksplisit, bahwa maksud pengetahuan sejarah ialah agar generasi berikutnya dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenekmoyangnya.Lagipula agar suri teladan mereka dapat menjadi model keturunannya.Sejarah dianggap sebagai perbendaharaan kebijaksanaan nenek moyang yang termasuk nilai-nilainya. Pendapat lain dikemukakan oleh Seixas (2000 : 21) :“Quite simply, it is the power of story of the post to define who we are in the present, our relations with others, relation in civil society – nation and state, right and wrong, good and bad – and broad parameters for action in the future.” Sebagai sebuah bangsa dan negara yang majemuk, disatu sisi Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tidak ternilai namun disisi lain menyimpan sebuah persoalan yang cukup serius oleh adanya ancaman disintegrasi bangsa. Untuk mengatasi ancaman tersebut dibutuhkan peran agama dan pendidikan sebagai solusinya.Hal ini sesuai dengan pandangan kaum fungsionalis mengenai fungsi positif agama.Salah satu pemikirnya adalah Durkheim yang melihat fungsi agama dalam kaitannya dengan solidaritas sosial, dimana agama lebih memiliki fungsi untuk menyatukan masyarakat dan memenuhi kebutuhan untuk secara berkala menegakkan dan memperkuat perasaan dan ide-ide kolektif. Agama mendorong solidaritas sosial dengan mempersatukan orang beriman kedalam suatu komunitas yang memiliki nilai dan perspektif yang sama (Martono, 2012 : 170-171). Pendapat serupa dikemukakan oleh Muthahhari (1990 : 91-92) yang menyatakan bahwa agama memberikan petunjuk dalam melakukan hubunganhubungan sosial. Kehidupan kemasyarakatan yang sehat didalamnya terdapat Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
individu-individu yang saling menghargai haknya dan aturan-aturan yang ada serta menganggap keadilan sebagai sesuatu yang suci dan menawarkan cinta kepada orang lain sehingga timbul kepercayaan satu sama lain yang dilandasi nilai-nilai spiritual. Berbicara lebih jauh mengenai peran agama dan persatuan suatu bangsa, Kahmad (2000 : 110) menyatakan bahwa agama yang dipeluk oleh anggota masyarakat tertentu bisa membangkitkan solidaritas sosial yang kuat dan bisa menjadi semen perekat persatuan dan kesatuan suatu bangsa serta bisa melebihi solidaritas sosial lainnya yang dibangun oleh suatu persamaan keadaan di masyarakat seperti persamaan kewarganegaraan, budaya, bahasa dan hobi. Selain agama, pendidikan menurut Durkheim juga bisa berfungsi menciptakan solidaritas
sosial karena fungsi utama pendidikan adalah
mentransmisikan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Durkheim (dalam Ballantine, 1985 : 22) beragumen bahwa pendidikan merupakan proses mempengaruhi yang dilakukan oleh generasi orang dewasa kepada mereka yang belum siap untuk melakukan fungsi-fungsi sosial. Sasarannya adalah melahirkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelek, dan watak sesuai dengan tuntutan masyarakat secara keseluruhan dan oleh lingkungan khusus tempat ia akan hidup dan berada. Berdasarkan pengertian tersebut, pendidikan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini selaras pula dengan perspektif Durkheim, persepsi individu tentang kepentingan pribadinya tidak dibentuk dalam isolasi dari sesamanya, melainkan dibentuk oleh kepercayaan bersama serta nilai-nilai yang dianut bersama orang lain dalam masyarakat (Johnson, 1990 : 173). Hamid Hasan (1999) dalam tulisannya “Pendidikan Sejarah untuk Membangun Manusia Baru Indonesia” membuat perspektif baru dengan berpijak kepada pengalaman masa lalu untuk memahami apa yang terjadi pada masa sekarang. Secara tradisional tujuan pendidikan selalu dikaitkan atas pandangan “transmission of culture” (Hasan, 1999, hlm. 13).Pandangan tersebut sebenarnya menghendaki pendidikan sejarah sebagai pengetahuan yang diharapkan menjadi wahana pendidikan untuk mencapai “the glorious past” dalam arti agar generasi
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
muda dapat menghargai hasil karya agung di masa lampau terutama untuk memupuk rasa bangga (dignity) sebagai bangsa. Pendapat lain dikemukakan oleh Nata (2010 : 205) bahwa pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia dan termasuk suatu tindakan sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi melalui jaringan hubungan kemanusiaan serta
peranan
individu
yang
membentuk
watak
pendidikan
di
suatu
masyarakat.Diberikannya pelajaran sejarah di tingkat SMA menunjukkan bahwa sejarah sebagai sebuah pelajaran masih sangat diperlukan sebab bagaimanapun pelajaran sejarah nasional di sekolah akan memperkenalkan peserta didik kepada pengalaman kolektif dan masa lalu bangsanya, juga membangkitkan kesadaran dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dalam komunitas yang lebih besar, sehingga tumbuh kesadaran kolektif dalam memiliki kebersamaan dalam sejarah. Proses pengenalan diri inilah yang merupakan titik awal dari timbulnya rasa harga diri, kebersamaan, dan keterikatan (sense of solidarity), rasa keterpautan dan rasa memiliki (sense of belonging), kemudian rasa bangga (sense of pride) terhadap bangsa dan tanah air sendiri (Wiriaatmadja, 2002 : 157). Selain masalah disintegrasi yang diakibatkan oleh lunturnya solidaritas sosial, Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar didunia masih dihadapkan dengan berbagai masalah aspek kehidupan. Mulai dari rendahnya taraf kehidupan yang ditandai dengan masih banyaknya masyarakat hidup dibawah garis kemiskinan, mutu sumber daya manusia yang belum unggul sehingga kurang mampu bersaing dengan negara lain, kerusakan sumber daya alam yang banyak menimbulkan bencana, belum stabilnya sistem ketatanegaraan sehingga banyak menimbulkan polemik terutama dalam bidang politik, serta terjadinya degradasi moral yang mengakibatkan meningkatnya penyakit sosial di masyarakat. Hal ini menurut Yusanto (2014 : 3-6) disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; tatanan ekonomi kapitalistik dengan ciri kegiatan ekonomi digerakkan sekedar demi meraih perolehan materi sebanyak-banyaknya, perilaku politik oportunistik dengan ciri kegiatan politik didedikasikan bukan untuk
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kepentingan rakyat tetapi untuk kepentingan individu dan golongan, budaya hedonistik dengan ciri budaya berkembang hanya sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani, kehidupan sosial individualistik dengan ciri diberikannya kebebasan yang seluas-luasnya kepada pemenuhan hak dan kepentingan setiap individu, sekulerisasi kehidupan dengan ciri pemisahan urusan dunia dan agama serta sistem pendidikan yang materialistik dengan ciri peserta didik diberikan suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material tetapi memungkiri halhal yang bersifat non-materi. Sistem pendidikan materialistik yang berkembang sekarang ini belum menekankan
secara
proporsional
penilaian
ranah
afektif,
kognitif
dan
psikomotorik dalam proses pembelajaran. Ranah kognitif mendapat porsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ranah yang lainnya. Hal ini mengakibatkan output pendidikan hanya menghasilkan manusia yang pintar secara intelektual dan keterampilan tetapi bobrok moral atau akhlaknya sehingga banyak dijumpai orang yang cerdik pandai tetapi bermental jahat seperti pejabat yang berjiwa korup, teknokrat yang membuat kerusakan lingkungan hidup, serta konglomerat yang hobby berjudi (Rahman, 2003 : 33-34). Sistem pendidikan materialistik serta dimarjinalkannya ranah afektif pada akhirnya akan mengarah kepada penguatan sekulerisme. Sekulerisme adalah dibangunnya landasan kehidupan selain agama dan mulai ada di Eropa Barat pada abad pertengahan.Kekuasaan gereja yang begitu dominan dalam hampir semua aspek kehidupan termasuk di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dilihat oleh para ilmuwan dan negarawan dianggap sebagai penghambat kemajuan sehingga mereka menghasilkan sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa apabila masyarakat ingin maju maka mereka harus mengabaikan agama atau membiarkan agama tetap di wilayah ritual keagamaan sementara wilayah duniawi harus steril dari agama. Dikotomi dalam bidang pendidikan di Indonesia sebenarnya telah terjadi jika kita lihat secara formal kelembagaan, dimana terdapat dua kurikulum pendidikan yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama (Kemenag) dan
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Terdapat perbedaan yang sangat jelas antara ilmu-ilmu agama yang menggunakan kurikulum dari Kemenag dan ilmu-ilmu umum yang menggunakan kurikulum dari Kemendikbud sehingga menimbulkan kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai yang tidak tersentuh oleh standar nilai agama sementara pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru terabaikan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual dan tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian proses pendidikan sehingga telah menjauhkan manusia dari hakikat kehidupannya sendiri dan dipalingkan dari hakikat visi dan misi penciptaannya (Yusanto, 2014 : 6). Walaupun dilapangan pelajaran agama diberikan kepada peserta didik di sekolah-sekolah umum namum porsi yang diberikan hanya sedikit yaitu 2-3 jam pelajaran per minggu.Ironis sekali hal ini terjadi di negara yang mayoritas penduduknya adalah umat beragama dengan sebagian besar pemeluk agama Islam. Islam adalah agama yang mengedepankan keseimbangan antara hubungan antara manusia dengan Allah SWT (Hablumminallah) dan hubungan manusia dengan sesamanya (Hablumminannas).Dalam perspektif Islam jelas tidak mengenal pemisahan antara urusan ritual keagamaan dengan urusan duniawi, pun termasuk dalam pendidikan. Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin (2011 : 34) mengatakan : “Ilmu adalah jalan mencapai kebahagiaan di dunia sekaligus di akhirat.Jadi menuntut ilmu adalah amal shaleh yang paling utama diantara semua amalan lainnya.Kadang-kadang, keutamaan (fadhilah) ilmu baru diraih hasilnya di akhirat kelak berupa kemuliaan disana.Buah dari ilmu adalah mendekatkan diri pemiliknya kepada Rabb seru sekalian alam, menghubungkan diri dengan derajat malaikat, dan bahkan sanggup melebihi ketinggian kemuliaan para malaikat.Dan semua itu hanya akan terjadi di alam akhirat kelak”. Bentuk manifestasi dari hal diatas, dewasa ini pendidikan di Indonesia mulai
diwarnai
dengan
banyak
bermunculannya
sekolah-sekolah
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang
menggunakan istilah “terpadu”.Sekolah terpadu ini terutama digunakan oleh sekolah-sekolah berlabel Islam baik untuk tingkat SD, SMP maupun SMA. Istilah terpadu mempunyai arti adanya keterpaduan antara ilmu-ilmu agama dan ilmuilmu umum secara seimbang dengan tujuan untuk menghapuskan bentuk dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, berupaya membentuk kepribadian secara padu, meliputi akal, hati dan jiwa, juga mendukung upaya memadukan kurikulum atau mata pelajaran agama dengan mata pelajaran umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai dasar bagi mata pelajaran lain dalam kurikulum, serta memadukan sesuatu yang dipelajari siswa dengan pengalamannya melalui refleksi diri yang dilakukan siswa (Rossidy, 2009 : 88). Secara historis-sosiologis, pendidikan terpadu lahir sebagai implikasi dari proses perkembangan perubahan paradigma pengembangan pendidikan Islam sejak abad pertengahan, dimana tercipta dikotomi antara pendidikan agama yang menekankan pada pengajaran ilmu-ilmu agama dengan pendidikan umum yang menekankan pada pengajaran ilmu-ilmu non agama (pengetahuan). Pendidikan terpadu merupakan salah satu wujud implementasi paradigma yang berusaha mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etika, serta mampu melahirkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi, memiliki kematangan profesional sekaligus hidup dalam nilai-nilai Islami (Muhaimin, 2001 : 38-46). Berkaitan dengan perlunya model pendidikan terpadu, disampaikan oleh presiden Soekarno dalam catatannya, “Di Bawah Bendera Revolusi”, bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, sebaiknya juga mengajarkan pengetahuan umum. Bahkan menurutnya, Islam science bukan hanya pengetahuan Qur’an dan hadits saja, Islam science adalah pengetahuan Qur’an dan hadits plus pengetahuan umum (Steenbrink, 1974 : 227). Mimpi Soekarno di atas, dapat kemudian dilihat di Pondok Modern Darussalam Gontor. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Modern Gontor adalah 100% umum dan 100% agama. Di samping pelajaran tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh yang diajarkan di
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu, pengetahuan umum, seperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti (berhitung, al-jabar dan ilmu ukur), sejarah, tata negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa dan sebagainya (Nata, 2005 : 208 – 209). Pesantren dan madrasah merupakan penyelenggara pendidikan Islam di Indonesia.Lahirnya pesantren merupakan suatu respon agamawi dari suatu masyarakat, dimana bersama para pemimpin keagamaan mereka melakukan suatu bangun diri dalam suatu kerangka atau menjadikan Islam sebagai etos dalam kehidupan masyarakat, keagamaan, kebudayaan, ekonomi, sosial dan sebagainya (Setiadi, 2009 : 439). Pesantren merupakan salah satu wujud pranata pendidikan tradisional yang kini masih relevan dan tetap eksis.Sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan.Hanya pesantren yang mampu beradaptasi dengan perubahan dan menyelenggarakan modernisasi sistem pendidikan tanpa meninggalkan aspek-aspek positif sistem pendidikan Islam yang mampu bertahan.Dalam rangka memodernisasi isi dan sistem pendidikan, pesantrenpesantren tetap memelihara hubungannya dengan arus utama tradisi Islam dengan tidak mau membuang kerangka besar tradisi keilmuan, walaupun telah melakukan perubahan-perubahan yang sangat fundamental dalam bidang-bidang aktivitas sosial, intelektual, dan cara hidup (Dhofier, 2011 : 164). Posisi pesantren sekarang ini kalah prestisius bila dibandingkan dengan sekolah umum.Bahkan ada asumsi di masyarakat bahwasanya prestasi lulusan pesantren berada di bawah lulusan sekolah umum.Hal inilah yang kemudian menjadikan kepercayaan dan minat masyarakat lebih bangga menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah umum. Untuk menjembatani permasalahan di atas, maka dibukalah program sekolah terpadu yang kurikulumnya memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal lain yang menjadi alasan atas hadirnya sekolah terpadu adalah semakin kompleknya kehidupan masyarakat terutama di perkotaan.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menumpuknya kesibukan orang tua di masyarakat perkotaan seringkali berimbas pada pendidikan anak.Bahkan ketidakjelasan pendidikan sekolah juga menambah permasalahan dalam pergaulan anak-anak di perkotaan, sehingga mereka benarbenar membutuhkan sebuah pendidikan yang dapat memberikan pendidikan pengetahuan umum dan pendidikan agama secara bersamaan.Kebutuhan manusia terhadap agama semakin diperlukan dalam kehidupan modern yang cenderung memuja dan mendewakan materi sehingga membuat manusia merasakan kekeringan spiritual, hidup hampa, dan teralienasi.Atas dasar inilah, sekolah terpadu sangat penting dirasakan keberadaannya di dalam masyarakat perkotaan. Hadirnya
pendidikan
terpadu
merupakan
sebuah
solusi
untuk
menjembatani keseimbangan antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama.Pada prinsipnya, sekolah Islam terpadu merupakan perubahan atas kegagalan yang dilakukan sekolah umum dan lembaga pendidikan Islam, untuk memadukan ilmu umum dan agama. Sehingga, dalam praktiknya, sekolah Islam terpadu melakukan pengembangan kurikulum dengan cara memadukan kurikulum pendidikan umum yang ada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), seperti pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPA, IPS, dan lain-lain, serta kurikulum pendidikan agama Islam yang ada di Kementrian Agama (Kemenag), ditambah dengan kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) (Arifin, 2012 : 30-31). Dalam kurikulum ini, posisi setiap mata pelajaran, baik pelajaran-pelajaran agama maupun umum memiliki posisi yang sama. Semua pelajaran baik agama maupun umum biasanya diajarkan kepada peserta didik, termasuk pelajaran sejarah.Kedudukan pelajaran sejarah dalam sekolah terpadu terutama untuk jenjang SMA terbagi menjadi dua, yaitu pelajaran sejarah umum dan Tarikh Islam.Sejarah umum isi materinya mengacu kepada kurikulum yang dibuat oleh Kemendikbud, sedangkan tarikh Islam isi materinya berupa sejarah perkembangan Islam sejak jaman Nabi Muhammad SAW sampai jaman Khulafaur Rasyidin.Salah satu contoh sekolah terpadu yang
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memberikan pelajaran sejarah umum dan Tarikh Islam adalah SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya. SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya merupakan sekolah yang memadukan pendidikan pesantren dengan sekolah umum, sehingga dikenal juga oleh masyarakat dengan sebutan Pesantren Condong.Pesantren Condong memiliki sejarah yang cukup panjang dan bisa di bagi ke dalam dua fase, yaitu fase Condong Lama dan Condong Baru. Fase Condong Lama dimulai sejak berdirinya Pondok Pesantren Condong sekitar abad ke-18 sampai dibukanya pendidikan formal di lembaga pendidikan ini. Dalam fase ini, Pesantren memberlakukan sistem pendidikan klasikal yang mengkhususkan diri pada pengajian kitab-kitab klasik ulama-ulama terdahulu.Fase Condong Baru dimulai dari diangkatnya ulama muda kharismatik KH.Najmuddin (Mama Mamu) sebagai pimpinan Pondok Pesantren Condong generasi kelima menggantikan KH.Damiri yang sebelumnya diangkat sebagai pimpinan pondok sementara.Pada fase ini, pondok mulai membuka pendidikan formal pada sistem pendidikannya dengan membuka MWB (Madrasah Wajib Belajar) yang kelanjutannya bertransformasi menjadi Madrasah Ibtidaiyah Condong. Tahun 2001 pada kepemimpinan KH.Ma’mun, Pondok Pesantren Condong menyelenggarakan pendidikan formal setingkat SMP.Selanjutnya pada tahun 2004 dibuka lembaga pendidikan tingkat SMA. Pendidikan dan pengajaran di SMP-SMA Terpadu ini merupakan perpaduan antara tiga sintesa kurikulum; yaitu, kurikulum pesantren salafi, kurikulum pesantren modern ala Pondok Modern Darussalam Gontor dan kurikulum yang bersumber dari Departemen Pendidikan Nasional yang mengutamakan keseimbangan iman, ilmu dan amal. Dalam mengelola pesantren ini, KH. Ma’mun dibantu oleh pengasuh dan pendidik dari berbagai latar berlakang pendidikan yang berbeda yaitu: alumni pesantren salafi, Pondok Modern Darussalam Gontor dan alumni perguruan tinggi negeri dan swasta.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adanya
sintesa
tiga
kurikulum
yang
diberlakukan,
menjadikan
penyelenggaraan proses belajar mengajar di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya memiliki perbedaan dengan sekolah-sekolah lain di Kota Tasikmalaya. Terlebih di sekolah ini proses pendidikan dan pengasuhan berjalan selama 24 jam karena basis utama lembaga ini adalah pesantren. Di sekolah ini peserta didik sekaligus juga sebagai santri dimana mereka sekolah sekaligus masantren di komplek yang sama. Hal ini tentunya menambah perbedaan karakteristik sekolah ini dengan yang lainnya terutama dalam hal religiusitasnya.Karena sekolah ini memiliki karakterisik yang khas dan tentunya memiliki tingkah laku sosial tersendiri maka metode yang paling tepat digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah etnografi. Disamping itu dengan menggunakan metode etnografi maka akan terungkap sistem budaya yang terdapat di SMA Terpadu Riyadlul U’lum yang tentunya berbeda dengan sekolah lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Emjir (2010 : 152) bahwa : Etnografi adalah suatu metode penelitian ilmu sosial.Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi dan partisipasi yang mungkin tidak hanya pengamatan oleh para peneliti yang terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim multidisipliner. Titik fokus etnografi dapat meliputi studi intensif budaya dan Bahasa, studi intensif suatu bidang atau domain tunggal, serta bangunan metode historis, observasi, dan wawancara. Berdasarkan pemaparan berbagai masalah diatas, peneliti menemukan hal yang cukup menarik untuk meneliti pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi serta aktualisasi solidaritas sosial peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya dengan menggunakan metode etnografi.Pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi yang sudah cukup lama dilaksanakan disekolah ini serta adanya rasa solidaritas sosial peserta didik yang tampak dalam kesehariannya dirasakan sangat cocok untuk diteliti dengan menggunakan metode etnografi karena dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran umum terhadap kedua hal tersebut.
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Identifikasi Masalah Penelitian Melihat permasalahan yang telah diuraikan diatas, pembelajaran sejarah berbasis nilai-nilai religi harus diberikan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki pemahaman tentang sejarah sekaligus beriman dan bertakwa.Disamping itu.pengembangan solidaritas sosial perlu terus dilakukan kepada peserta didik untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa.Adapun fokus penelitian ini adalah mengenai pembelajaran sejarah berbasis nilai religi untuk mengembangkan solidaritas sosial peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya.
C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan deskripsi latar belakang dan identifikasi masalah penelitian di atas, rumusan permasalahan penelitian ini yaitu“Bagaimanakah pembelajaran sejarah berbasis nilai religi untuk mengembangkan solidaritas sosial peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya?”.Atas dasar permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian berikut ini : 1. Bagaimana rancangan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya? 2. Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah berbasis nilai religi untuk mengembangkan solidaritas sosial di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya? 3. Bagaimana aktualisasi solidaritas sosial peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya?
D. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini yaitu untuk menemukan informasi tentang pembelajaran sejarah berbasis nilai religi dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan solidaritas sosial peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Condong Kota Tasikmalaya. Secara spesifik penelitian ini bertujuan antara lain untuk : 1. Mengkaji rancangan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya 2. Mengkaji implementasi pembelajaran sejarah berbasis nilai religi di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya. 3. Menemukan gambaran aktual mengenai pengembangan solidaritas sosial pada peserta didik di SMA Terpadu Riyadlul U’lum Condong Kota Tasikmalaya.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kajian secara ilmiah mengenai upaya mengembangkan solidaritas sosial pada peserta didik dengan menggunakan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi. b. Dapat digunakan sebagai sumber data penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih jauh mengenai upaya mengembangkan solidaritas sosial pada peserta didik dengan menggunakan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru bisa dijadikan sebagai motivasi dan bahan pertimbangan untuk lebih memanfaatkan pembelajaran sejarah berbasis nilai religi dalam upaya mengembangkan solidaritas sosial peserta didik. b. Bagi siswa diharapkan dapat mengembangkan solidaritas sosial dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran sejarah berbasis nilai religi. F. Paradigma Penelitian
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ETNOGRAFI
INPUT
PROSES
•SEKOLAH TERPADU •SINTESA 3 KURIKULUM •NILAI RELIGI
•RANCANGAN PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI •IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL
•AKTUALISASI SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK OUTPUT
Viddy noer shaleh, 2015 PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS NILAI RELIGI UNTUK MENYEIMBANGKAN SOLIDARITAS SOSIAL PESERTA DIDIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu