PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA POLIGAMI DALAM PERKARA NOMOR: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG
ARTIKEL
Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
YANOTAMA ALLEVA 1110012111034
Bagian Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015 1
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA
PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL Nama
: Yanotama Alleva
Nomor Buku Pokok
: 1110012111034
Program Kekhususan
: Hukum Pidana
Judul Skripsi
:Pertanggungjawaban Pidana Poligami Dalam 357/Pid.Sus/2014.PN.PGG
Pelaku Tindak Pidana Perkara Nomor:
Telah dikonsultasikan dan disetujui oleh pembimbing untuk upload ke website.
1. Dr. Uning Pratimaratri, S.H., M.H. (Pembimbing I) ______________
2. As Suhaiti Arief, S.H., M.H.
(Pembimbing II) ______________
2
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA POLIGAMI DALAM PERKARA NOMOR: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG Yanotama Alleva1, Uning Pratimaratri1, As Suhaiti Arief1 1
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email:
[email protected]
Abstract Polygamy is a man has several wives at the same time, the crime of polygamy marriage basically including the criminal offense violation of civil position under Article 279 of the Criminal Code. In Indonesia, the frequent occurrence of polygamous marriages performed without consent of the first wife. Formulation of the problem: 1) How does the criminal accountability for perpetrators of polygamy in case number: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG? 2) How is the form of criminal sanctions against the perpetrators of the crime of polygamy which is based on falsification of the terms of marriage ?. The method of this research is normative juridical. Source of data is secondary data, secondary data used is the recap verdict number: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG. Data collection techniques used in this research is to study the document. Data were analyzed qualitatively. Results of the study 1) criminal liability criminal polygamy in case no: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG is accused have committed offenses classified in willful misconduct and the defendant in the trial has demonstrated skill and ability in which the defendant has physical and psychological health and defendant arranged and threatened in Article 279 paragraph (1) to-1 of the Criminal Code. 2) The perpetrator of criminal sanctions polygamy in case no: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG polygamy is a criminal sentenced to jail for 1 (one) year 6 (six) months. Key words : Countability, Criminal, Marriage, Poligamy keluarga yang bahagia dan kekal anatara Pendahuluan suami dan istri.
Setiap orang di atas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan
Meningat pentingnya arti dan tujuan
bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu
perkawinan, maka segala sesuatu yang
tetap
Sesuatu
berkenaan dengan perkawinan diatur oleh
kebahagiaan tidak akan tercapai dengan
hukum Islam dan hukum negara dengan
mudah tanpa mematuhi segala peraturan
terperinci dan lengkap. Suatu perkawinan
yang telah digariskan oleh agama. Salah
adalah sah baik menurut agama maupun
satu
menjadi
miliknya.
jalan
untuk
kebahagiaan
ialah
mencapai
suatu
hukum negara bilamana dilakukan dengan
dengan
jalan
memenuhi segala rukun dan syaratnya
perkawinan, hal ini tergambar dalam
serta
tujuan
perkawinan. Perkawinan merupakan suatu
perkawinan
yaitu
menciptakan
peristiwa 1
tidak
yang
melanggar
amat
penting
larangan
dalam
kehidupan
manusia.
sebagai
undang Perkawinan menetapkan bahwa
makhluk Tuhan yang mempunyai derajat
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
yang paling tinggi dibandingkan dengan
menurut hukum masing-masing agamanya
makhluk lainnya dalam kehidupannya
dan kepercayaannya itu.
memiliki
Manusia
kebutuhan
biologis
yang
Bedasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-
merupakan tuntutan naluriah. Pergaulan
Undang Perkawinan menetapkan pada
hidup rumah tangga dibina dalam suasana
asasnya dalam suatu perkawinan seorang
damai, tentram dan rasa kasih sayang
pria hanya boleh mempunyai seorang istri,
antara suami istri. Praktik
namun pada Pasal 3 ayat (2) menetapkan
poligami
bukan
hanya
bahwa Pengadilan dapat memberi izin
dilakukan oleh orang-orang yang beragama
kepada seorang suami untuk beristeri lebih
Islam saja, namun poligami merupakan
dari seorang apabila dikehendaki oleh
sejarah seluruh umat manusia. Agama-
pihak
agama besar di dunia memang beragam
yang
bersangkutan.
Hukum
perkawinan sebagaimana yang terdapat
dalam memandang masalah poligami. Pada
dalam Undang-Undang Perkawinan dan
masyarakat Hindu zaman dulu, misalnya,
Kompilasi
telah terjadi praktik poligami maupun
Hukum
Islam
menganut
kebolehan poligami, walaupun terbatas
poliandri.
hanya sampai empat orang istri. Apabila seorang suami hendak poligami, maka
Dalam Pasal 1 Undang-undang No 1 Perkawinan
harus memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (2)
Perkawinan)
Undang-undang Perkawinan jo. Pasal 41 a
disebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan
PP No.9 Tahun 1975 tentang Peraturan
lahir batin antara seorang pria dengan
Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
1974 tentang Perkawinan. Alasan tersebut
membentuk keluarga (rumah tanga) yang
yaitu
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
kewajiban sebagai istri; Istri mendapat
Yang Maha Esa. Suatu perkawinan yang
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
dilakukan orang Islam adalah sah apabila
disembuhkan; Istri tidak dapat melahirkan
mengikuti ajaran Islam. Dengan demikian
keturunan.
Tahun
1974
(selanjutnya
tentang
disebut
UU
untuk sahnya suatu perkawinan harus dipenuhi
segenap
dapat
menjalankan
Bedasarkan Pasal 5 ayat (1) Undangundang Perkawinan, syarat-syarat dalam
Islam.
melakukan
Bedasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-
persetujuan
menurut
dan
tidak
syarat
perkawinan
rukun
Istri
hukum
2
poligami
yaitu
istri/istri-istri;
adanya adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin
Ketika perkawinan menjadi tindak
keperluan-keperluan hidup istri dan anak-
pidana, maka ada beberapa orang yang
anak mereka; adanya jaminan bahwa suami
menjadi pelaku perbuatan tersebut, yaitu
akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
suami (laki-laki) dan istri (perempuan).
anak-anak mereka. Sekarang ini, terkesan
Berdasarkan
bahwa poligami adalah hal yang wajar dan
hukuman itu dijatuhkan kepada kedua
biasa,
pelaku
padahal
berdasarkan
Undang-
Pasal
279
tersebut,
KUHPidana
namun
undang No 1 Tahun 1974 dalam suatu
pelaksanaannya
perkawinan seorang pria hanya boleh
pidana perkawinan (poligami liar) yang
memiliki
pidananya hanya dijatuhkan kepada pelaku
seorang
istri,
begitu
pula
banyak
pada
laki-laki
memiliki lebih dari satu istri hanya apabila
perempuan (istri kedua) tidak semua
diizinkan oleh Pengadilan. Izin tersebut
perempuan yang melakukan tindak pidana
dapat
didakwa melakukan perbuatan yang sama.
dengan
alasan-alasan
tertentu antara lain istri tidak dapat
(suami),
tindak
sebaliknya. Pengecualian bagi suami untuk
diberikan
saja
kasus
sedangkan
Berdasarkan uraian tersebut, maka
menjalankan kewajibanya sebagai seorang
penulis
istri, mendapat cacat atau penyakit yang
penelitian dan mencoba membahas dengan
tidak dapat disembuhkan dan tidak dapat
mengangkat persoalan ini dalam penulisan
memberikan keturunan.
hukum
Setiap
orang
perkawinan prosedur
poligami
yang
telah
yang
melalui
ditetapkan
279
KUHPidana.
mengadakan
yang
berjudul
Tindak Pidana Poligami Dalam Perkara Nomor: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG”
oleh
Undang-undang dapat dituntut menurut Pasal
untuk
“Pertanggungjawaban Pidana Pelaku
melakukan
tanpa
tertarik
Pertanggungjawaban pidana adalah
Meskipun
mengenakan celaan terhadap pembuat
demikian perkawinan poligami tidak sesuai
karena perbuatan yang melanggar larangan
dengan aturan Undang-undang atau disebut
atau menimbulkan keadaan yang terlarang.
juga poligami liar yang terjadi di tengah-
Pertnggungjawaban
tengah kehidupan masyarakat yang tidak
menyangkut proses peralihan celaan yang
tersentuh oleh hukum namun ada juga
ada
tindak pidana perkawinan itu dituntut
pembuatnya.
berdasarkan
seseorang dalam hukum pidana adalah
Pasal
279
KUHPidana
tersebut.
pada
tindak
pidana
pidana
karenanya
kepada
Mempertanggungjawabkan
meneruskan celaan yang secara objektif
3
ada pada perbuatan pidana secara subjektif
Pertanggungjwaban
terhadap pembuatnya.
adanya
Pertanggungjawaban
melanggar
pidana
dan
bukan
hanya
Seseorang
dapat
melakukan perbuatan pidana tidak selalu
penentu
dia dapat dipidana.
dipandang sekedar unsur mental dalam pidana.
tidak
perbuatan pidana. Tetapi meskipun dia
pertanggungjawaban pidana dan tak hanya
tindak
yang
dijatuhi pidananya kalau tidak melakukan
Dengan demikian kesalahan ditempatkan faktor
pihak
tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan
dengan
dipenuhinya seluruh unsur tindak pidana.
sebagai
dari
tanpa
dipertanggungjawaban. Jadi orang yang
ditentukan berdasarkan pada kesalahan pembuat
kesalahan
pidana
Menurut Ruslan Saleh, tidaklah ada
dinyatakan
gunanya untuk mempertanggungjawabkan
mempunyai kesalahan merupakan hal yang
terdakwa
menyangkut masalah pertanggungjawaban
perbuatannya itu sendiri tidak bersifat
pidana.
melawan hukum, maka lebih lanjut dapat
hukum
pertanggungjawaban
pidana
pidana, dan kemudian semua unsur-unsur
mengenai
kesalahan harus dihubungkan pula dengan
berfungsi
perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga
sebagai penentu syarat-syarat yang harus
untuk
ada pada diri seseorang sehingga sah jika dijatuhi
pidana.
tindak
pidana,
aturan
adanya
mengakibatkan
Pertanggungjawaban
kesalahan
dipidanannya
yang terdakwa
maka terdakwa haruslah :
pidana yang menyangkut masalah pembuat dari
apabila
ada kepastian tentang adanya perbuatan
pada pelaku karena melakukan tindak aturan
perbuatannya
pula dikatakan bahwa terlebih dahulu harus
Untuk dapat mengenakan pidana
pidana,
atas
mengenai
a) Melakukan perbuatan pidana.
pertanggungjawaban pidana merupakan
b) Mampu bertanggung jawab.
regulasi
c) Dengan kesengajaan atau kealpaan,
mengenai
bagaimana
memperlakukan mereka yang melanggar
dan
kewajiban. Jadi perbuatan yang dilarang oleh
masyarakat
dipertanggungjawabkan
d) Tidak adanya alasan pemaaf.
itu
Dasar adanya tindak pidana adalah asas
pada
legalitas
sipembuatnya, artinya celaan yang objektif
dipidananya
terhadap celaan itu kemudian diteruskan
sedangkan pembuat
dasar adalah
dapat asas
kesalahan. Hal ini mengandung arti bahwa
kepada si terdakwa.
pembuat atau pelaku tindak pidana hanya 4
dapat dipidana apabila jika dia mempunyai
sebagaimana diatur dalam Pasal 277, 278,
kesalahan dalam melakukan tindak pidana
279 dan Pasal 180 KUHP.
tersebut.
Pasal 277 KUHP disebut dengan tindak
Tindak pidana ialah perbuatan yang
pidana “penggelapan terhadap kedudukan”
melanggar larangan yang diatur oleh aturan
yang dirumuskan adalah : “dengan suatu
hukum yang diancam dengan sanksi
perbuatan
pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa
orang tidak tertentu”, dan diancam dengan
yang
adalah
kemungkinan hukuman tambahan berupa
perbuatan yang menimbulkan akibat yang
pencabutan hak-hak yang dimuat dalam
dilarang dan yang diancam sanksi pidana
Pasal 35 Nomor 1- 4. Sama sekali tidak
bagi orang yang melakukan perbuatan
dijelaskan
tersebut.
dimaksudkan. Dapat dikatakan bahwa
tidak
boleh
dilakukan
perbuatan
Dalam mengklasifikasikan suatu tindak
KUHP
subjektif
yang
dan
terdiri
unsur
dari
unsur
objektif.
Unsur
pidana pemalsuan surat, yang termuat dalam title XII Buku II KUHP, yang dijadikan tidak tentu ini tidak hanya keturunan seseorang yang masih hidup,
yang melekat pada diri si pelaku atau yang
tetapi juga dapat mengenai seseorang yang
berhubungan dengan diri si pelaku. adalah
seorang
sudah meninggal.
laki-laki Dalam KUHP Belanda tindak pidana
memiliki beberapa isteri dalam waktu yang
ini dinamakan dubble huwalijke atau
bersamaan. Tindak pidana perkawinan
bigami, seluruh warganya dianut prinsip
poligami pada dasarnya termasuk kepada tindak
pidana
pelanggaran
berupa
gabungan tindak pidana ini dengan tindak
subjektif tersebut merupakan unsur-unsur
Poligami
selalu
kini
Dengan demikian akan hampir selalu ada
pada
umumnya dapat diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur
hampir
yang
kakek atau nenek, begitu seterusnya.
atau tidak. Berbagai macam tindak pidana dalam
ini
apa
keturunan dari seorang bapak atau ibu,
tersebut telah melanggar undang-undang
di
perbuatan
keturunan
tidak tentu, apakah seorang tertentu adalah
perlu diperhatikan ialah apakah perbuatan
diatur
menjadi
memberi keterangan palsu agar menjadi
pidana ke dalam unsur-unsurnya, yang
yang
sengaja
monogamy maka tindak pidana poligami
terhadap
selalu mengakibatkan adanya 2 (dua)
kedudukan perdata. Ada 4 (empat) Pasal
perkawinan. Di Indonesia para penganut
yang berhubungan dengan tindak pidana
agama Islam, ada kemungkinan seorang
pelanggaran kedudukan perdata ini, yaitu
laki-laki secara sah mempunyai 2 (dua), 3 5
batal atau tidaknya perkawinan
(tiga) atau 4 (empat) istri. Maka mereka seorang
laki-laki
baru
melakukan
yang dulu itu.
tindakpidana dari pasal 279 KUHP ini Adapun
apabila ia melakukan perkawinan yang
yang
menjadi
rumusan
masalahnya antara lain :
kelima setelah 4 (empat) kali melakukan
1. Bagaimanakah
perkawinan secara sah.
pertanggungjawaban
pidana pelaku tindak pidana poligami Pasal 279 KUHP ayat (1) No. 2 mengenai
seorang
partner
tidak dihadapan pejabat pencatat nikah
dalam
(pernikahan siri) dalam perkara nomor:
perkawinan yang ia sendiri belum kawin,
375/Pid.Sus/2014.PN.PDG?
atau seorang lakilaki yang beragama Islam
2. Bagaimanakah bentuk sanksi pidana
belum punya 4 (empat) istri. Bagi penganut terhadap pelaku tindak pidana poligami
agama Hindu Bali yang mengizinkan seorang laki-laki mempunya sejumlah istri
yang didasarkan atas pemalsuan syarat-
tanpa batas, tindak pidana ini hanya dapat
syarat
perkawinan
dalam
perkara
dilakukan oleh seorang istri bersama nomor: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG?
partnernya, namun persoalannya adalah apabila perkawinan yang sudah ada tidak memenuhi undangan
syarat-syarat sehingga
Metodologi
perundang-
dapat
Jenis
dibatalkan.
penelitian
yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode
Tentang hal ini ada dua pendapat:
pendekatan yuridis normatif. Penelitian a. Menurut
Simons-
Pompe
dan
berupa perundang-undangan yang berlaku,
Noyon- Langemeyer, pelaku tetap
berupaya mencari asas-asas atau dasar falsafah dari perundang-undangan tersebut,
dapat dihukum karena perkawinan
atau penelitian berupa usaha penemuan dahulu
tetap
ada
sebelum
hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu.
dibatalkan.
Sumber data yang digunakan dalam
b. Menurut Van Bemmelen,para pelau
penelitian ini adalah data data sekunder, tidak selalu dapat dihukum, tetapi
adapun maksudnya adalah sebagai berikut:
ada
Data sekunder yaitu data yang terdiri dari
kemungkinan
bahwa
ini
bahan
digantungkan kepada penyelesaian suatu perkara perdata mengenai 6
hukum
primer,
bahan
hukum
sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu
seterusnya.1
dapat berupa sebagai berikut:
sekunder yang digunakan adalah
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-
mengikat
peraturan
perundang-undangan.
hukum
Putusan
bahan hukum yang mempunyai kekuatan
Bahan
Nomor:
357/Pid.Sus/2014.PN.PDG.
berupa Teknik
pengumpulan
data
yang
Bahan ini terdiri dari, norma atau
dilakukan dalam penelitian ini adalah
kaidah
Peraturan
Mempelajari dokumen-dokumen putusan
Perundangundangan,
meliputi:
Pengadilan Negeri Klas I.A Padang yang
Undang-Undang,
Peraturan
berhubungan dengan objek penelitian yaitu
dasar
yaitu
Pemerintah, Peraturan Menteri dan
putusan Pengadilan
sebagainya.
Padang
yang
Negeri
Klas
berhubungan
I.A
dengan
pertanggungjawaban pidana pelaku tindak Berdasarkan teori diatas, maka bahan
pidana poligami dalam perkara nomor:
hukum primer yang penulis gunakan
375/Pid.Sus/2014.PN.PDG.
adalah:
Analisis
1) Kitab Undang-undang Hukum
data
dilakukan
secara
kualitatif. Analisi kualitatif adalah suatu
Perdata (KUHPer)
cara yang menghasilkan data deskriptif
2) Kitab Undang-undang Hukum
analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh
Pidana (KUHP)
informan baik secara tertulis maupun lisan,
3) Undang-Undang
Republik
diteliti
dan
dipelajari
secara
utuh.
Indonesia Nomor 1 tahun 1974
Kemudian di tarik kesimpulan sesuai
tentang Perkawinan
dengan permasalahan yang diangkat dalam
4) Peraturan Pemerintah No. 9
penelitian ini.
Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Undang-undang
Pertanggungjawaban pidana pelaku
Perkawinan.
tindak pidana poligami dalam perkara no: 357/Pid.Sus/2014.PN.PDG
b. Bahan hukum sekunder yaitu yang
terdakwa
memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum
misalnya,
primer,
rancangan
telah
melakukan
adalah perbuatan
tindak pidana yang digolingkan dalam
seperti
kesalahan yang disengaja dan terdakwa di
undang-
persidangan telah menunjukkan kecakapan
undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan 7
dan
kemampuannya
terdakwa
Surat-surat yang tidak lengkap
mempunyai fisik dan psikis yang sehat dan
tentunya akan memunculkan pemikiran
perbuatan terdakwa diatur dan diancam
bagi
dalam Pasal 279 ayat (1) ke-1 KUHP.
melangsungkan perkawinan. Petugas
Surat
alternatif,
tentu mengetahui apakah syarat-syarat
terdakwa dalam perkara ini dituntut secara
yang dibutuhkan sudah lengkap atau
alternatif yaitu pertama dituntut karena
tidak. Apabila surat-surat tidak lengkap
telah melakukan pelantaran terhadap istri
yang berarti syarat-syarat perkawinan
dan anak, yang kedua dituntut karena telah
tidak
melakukan perkawinan poligami. Hakim
petugas
menjatuhkan putusan bahwa terdakwa
dapat dinikahkan maka pelaku yang
terbukti
pidana
menerbitkan surat nikah atau mengaku
pelantaran. Sedangkan untuk tindak pidana
menjadi seorang penghulu "aspal",
poligami tidak terbukti. Hal ini karena
dapat dikenakan ancaman atau dijerat
pernikahan
tindak pidana pemalsuan surat (Pasal
dakwaan
dimana
berbentuk
melakukan
kedua
dan
tidak
ketiga
yang
individu
terpenuhi,
yang
akan
pasangan
tetapi
calon
pengantin
263
atau tidak didaftarkan
penipuan (Pasal 378 KUHP) dengan
Agama.
ancaman
dan
oleh
dilakukan oleh terdakwa adalah secara siri di Pengadilan
KUHP)
hendak
hukuman
tindak
pidana
masing-masing
Bentuk sanksi pidana pelaku tindak
enam dan empat tahun penjara. Tidak
pidana poligami yang didasarkan atas
saja bagi pelaku, terhadap korban yang
pemalsuan syarat-syarat perkawinan dalam
apabila ternyata beriktikad jahat dapat
perkara
357/Pid.Sus/2014.PN.PDG
dikenakan Pasal 55 ayat (1) KUHP
adalah pelaku tindak pidana poligami
tentang Penyertaan dalam Melakukan
dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu)
Tindak Pidana.
no:
tahun 6 (enam) bulan. Tindakan-tindakan
2. Calon mempelai masih dibawah
melanggar
umur
hukum tentunya akan dikenakan sanksi
Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam
bagi para pelanggarnya. Tindakan yang diberlakukan pidana
terhadap pemalsuan
pelaku
(KHI) menyebutkan bahwa perkawinan
tindak
didasarkan
syarat-syarat
atas
persetujuan
calon
mempelai. Bentuk persetujuan calon
perkawinan adalah :
mempelai
1. Surat-surat tidak lengkap
wanita,
dapat
berupa
pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat tapi dapat 8
juga berupa diam dalam arti selama
Perkawinan dapat dicegah oleh
tidak ada penolakan yang tegas. Sama
para keluarga dalam garis keturunan
halnya
di
lurus ke atas dan ke bawah, saudara,
Indonesia yang berbeda dari satu
wali nikah, wali pengampu dari salah
wilayah dengan wilayah lain, adalah
seorang calon mempelai, suami, istri
hukum kebiasaan tak tertulis yang tak
yang masih terikat dalam perkawinan
mengenal pembakuan umur seseorang
dengan salah seorang calon istri atau
dianggap
salon
dengan
Hukum
layak
untuk
Adat
menikah.
suami,
serta
pejabat
yang
Biasanya seorang anak dinikahkan
ditunjuk untuk mengawasi perkawinan
ketika anak tersebut dianggap telah
(vide Pasal 62, 63 dan 64 KHI).
mencapai fase atau peristiwa tertentu
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
dalam kehidupannya dan ini seringkali
menyebutkan
tidak terkait dengan umur tertentu.
perkawinan
dapat
dibatalkan antara lain bila melanggar
Pada Pasal 15 KHI menyebutkan
batas umur perkawinan sebagaimana
bahwa batas usia perkawinan sama
ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 1
seperti pasal 7 UU No. 1 Tahun1974,
Tahun1974 (vide Pasal 71).
namun dengan tambahan alasan : untuk kemaslahatan
keluarga
dan
Merujuk pada hukum perkawinan
rumah
Islam Indonesia, sudah nyata bahwa
tangga maka secara eksplisit tidak
perkawinan
tercantum secara jelas larangan untuk
memenuhi
menikah dibawah umur.
di
Indonesia
ketentuan
harus
batas
usia
minimum yaitu 19 tahun bagi pria dan
Penyimpangan terhadapnya dapat
16
tahun
bagi
wanita.
dimungkinkan dengan adanya izin dari
demikian,
Pengadilan
yang
tidak serta merta dapat ditindak. Begitu
demikian
banyak terjadi perkawinan di bawah
berkompeten. perkawinan
atau
Pejabat
Namun
umur
terhadapnya
dapat
umur, dan tak pernah ataupun minim
dicegah dan dibatalkan. Pasal 60 KHI
terdengar ada kriminalisasi terhadap
menyebutkan pencegahan perkawinan
perbuatan tersebut. Kendati pasal 288
dapat dilakukan bila calon suami atau
KUHP
telah
istri
barang
siapa
menyebutkan
syarat-syarat
melangsungkan
perkawinan
bersetubuh dengan seorang wanita
menurut Hukum Islam dan peraturan
yang diketahuinya atau sepatutnya
perundang-undangan.
harus 9
dalam
bahwa
memenuhi
untuk
tidak
dibawah
pelanggaran
Kendati
diduganya
perkawinan
bahwa
yang
bersangkutan belum waktunya untuk
c. Isteri tidak dapat melahirkan
dikawin, apabila mengakibatkan luka-
keturunan.
luka diancam dengan pidana penjara paling
lama
empat
mengakibatkan
tahun.
luka-luka
Pasal
Jika
9
Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1970
berat
menyatakan bahwa :
diancam pidana penjara paling lama delapan tahun dan jika mengakibatkan
“Seorang yang masih terikat
mati diancam pidana penjara paling
perkawinan dengan orang lain tidak
lama dua belas tahun.
dapat kawin lagi, kecuali Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang
3. Salah satu calon masih terikat
suami untuk beristri lebih dari seorang
perkawinan dengan pihak lain Menurut
Ketentuan
apabila dihendaki oleh pihak-pihak
Kompilasi
yang bersangkutan (pasal 3 ayat (2)).
Hukum Islam (KHI), Pasal 56 ayat (1)
Artinya suami menghendaki dengan
disebutkan bahwa :
wanita
harus
mendapat
izin
dari
Pasal
Pengadilan Agama."
perkawinan
Pengadilan
KUHperdata
ini,
berhak
mencegah
perkawinan baru yang dilaksanakan,
izin dari Pengadilan Agama, tidak
itu,
60
termasuk juga anak-anak yang lahir dari
isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa
Sementara
tidak
perkawinan dengan salah satu pihak,
Perkawinan yang dilakukan dengan
kekuatan
isteri
disebutkan '' Barang siapa masih terikat
Dalam ayat (3) disebutkan lagi "
mempunyai
sedang
keberatan dengan perkawinan itu.”
“Suami yang hendak beristri lebih dari satu
lain,
tetapi hanya berdasarkan perkawinan
hukum."
yang
Agama
ada."
Berdasarkan
ketentuan
tersebut jelas bahwa perkawinan kedua
hanya memberikan izin kepada seorang
harus mendapat izin baik itu dari
suami yang akan beristri lebih dari
Pengadilan ataupun dari isteri pertama
seorang apabila :
jika tidak maka isteri kedua tidak akan
a. Isteri tidak dapat menjalankan
diakui keberadaannya.
kewajiban sebagai isteri;
Persetujuan itu dapat tertulis
b. Isteri mendapat cacad badan atau
atau lisan walaupun demikian tetap
penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
dipertegas persetujuan lisan isteri pada sidang 10
Pengadilan
Agama
maka
perkawinan dapat dilaksanakan tetapi
357/Pid.Sus/2014.PN.PDG
jika
maka
terdakwa telah melakukan perbuatan
perkawinan itu tidak sah, akibatnya
tindak pidana yang digolongkan dalam
isteri
kesahalan yang disengaja (dolus), dan
tidak
ada
pertama
persetujuan
dapat
membatalkan
perkawinan tersebut. Bila isteri pertama
terdakwa
tidak memberikan persetujuan baik secara
lisan
maupun
tulisan,
ada
di
adalah
persidangan
telah
menunjukkan
kecakapan
dan
kemampuannya
dimana
terdakwa
kemungkinan pelaku akan membuat
mempunyai fisik dan psikis yang sehat
KTP dengan status belum menikah.
dan memadai dan tidak terbukti adanya
Dengan demikian berarti pelaku secara
halangan
tidak langsung telah memalsukan status
mempertanggungjawabkan
yang sebenarnya. Pelaku dapat dikenai
perbuatannya
tindak pidana penipuan (Pasal 378
Sebagaimana
KUHP)
putusan
dengan
ancaman
hukuman
untuk
dapat
secara hakim
bahwa
hukum. menjatuhkan
terdakwa
terbukti
masing-masing enam dan empat tahun
melakukan tindak pidana pelantaran,
penjara.
sedangkan untuk tindak pidana poligami
Di
dalam
tidak terbukti. Hal ini karena pernikahan
kehidupan
kedua dan ketiga yang dilakuakn oleh
bermasyarakat, sering terdengar pihak-
terdakwa adalah secara siri atau tidak
pihak yang berkeinginan untuk melakukan
didaftarkan ke Pengadilan Agama.
perceraian untuk menikah lagi, tetapi
2. Bentuk sanksi pidana pelaku tindak
banyak pula yang melakukan perkawinan
pidana poligami dalam perkara nomor:
kedua (poligami) dimana seorang suami
357/Pid.Sus/2014.PN.PDG
ingin memiliki dua istri atau lebih tanpa melakukan
perceraian
dengan
adalah
pelaku tindak pidana poligami dijatuhi
istri
hukuman penjara selama 1 (satu) tahun
sebelumnya. Pasal 279 KUHP
6 (enam) bulan.
Penutup
Daftar Pustaka
Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian yang telah penulis lakukan maka
A. Buku-buku
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bambang Sungono, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
1. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana poligami dalam perkara
nomor: 11
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1994
CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
C. Sumber Lain
Tentang Perkawinan
Adrina amelia, Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Melakukan Pernikahan Lagi Karena Pernikahan Terdahulu menjadi Penghalang Untuk Itu, http://jurnal.unhas.ac.id, diakses pada tanggal 16 oktober 2014
Desmal Fajri, 2012, Hukum Islam dan Undang-undang tentang perkawinan, R Multi Cipta, Padang Roihan A. Rasyid, 2007, Hukum Acara Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta R. Soesilo, 1984, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Bogor Soetojo Prawirogamidjojo, 1986, Pluralisme Dalam Prundangundangan Perkawinan, Airlangga University Press, Jakarta Wirdjono Prodjodikoro, 1985, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, PT. Eresco, Bandung
Hukum
Pidana
(KUHP). Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Tentang
Pelaksanaan
Nofil
Gusfira, Pelaksanaan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Poligami Di Wilayah Pengadilan Negeri I B Bukittinggi, http://pasca.unand.ac.id, diakses pada tanggal 17 oktober 2014 pada
http://syarifblackdolphin.wordpresss.com/2 012/01/11, Pertanggungjawaban Pidana, diakses pada tanggal 18 januari 2015
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Undang-undang
Dwi Kharisma, Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Identitas Dalam Perkawinan Poligami, http://jurnal.upnjatim.ac.id, diakses pada tanggal 16 oktober 2014
http://digilib.unila.ac.id, diakses tanggal 18 januari 2015
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab
Frisko
Peraturan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
12