HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA TENTANG KONSUMSI OBAT YANG AMAN TERHADAP PERILAKU MINUM OBAT DI POSBINDU CEMPAKA RW 06 KELURAHAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh : WENSIL OKTA PROMALIA 108104000017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Proposal skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau merupakan jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Februari 2013
WENSIL OKTA PROMALIA
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama
: WENSIL OKTA PROMALIA
Tempat, Tanggal Lahir
: Liwa, 13 Oktober 1990
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Mawar no.90 RT/RW 001/003 Pasar Liwa, Balik Bukit, Lampung Barat, Lampung
Anak ke
: 3 dari 4 bersaudara
Telepon
: 085768432853
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. SD Negeri 3 Liwa
tahun 1996-2002
2. SMP Negeri 25 Bandar Lampung
tahun 2002-2005
3. SMA Negeri 1 Bandar Lampung
tahun 2005-2008
4. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2008-2013
Pengalaman Organisasi
:
1. Anggota Rohis SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun 2002-2005 2. Seketaris Bidang Seni OSIS SMA Negeri 1Bandar Lampung tahun 20062007 3. Anggota Modern Dance SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008 4. Anggota Seni Tari Tradisional SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008 5. Anggota KIR SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun 2005-2008 6. Staf Ahli Divisi Kesenian Olahraga dan Sosial BEMF Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2008-2010. 7. Staf Ahli Divisi Kesenian dan Olahraga BEMF Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2010-2012. 8. Anggota Saman FKIK tahun 2008-2012.
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Februari 2013 Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia Tentang Konsumsi Obat yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat xvii + 93 halaman +11 tabel+ 2 gambar+ 6 lampiran
ABSTRAK Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan seperti penyakitpenyakit kronik serta gejala yang sering diderita menyebabkan kelompok usia ini menggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia mengalami perubahan fisiologis, sehingga mudah mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan. Kejadian efek samping pada lansia 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orang dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebesar 72, teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, data dianalisis menggunakan uji chi square dengan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman adalah berpengetahuan baik (87,5%), sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman adalah bersikap baik (58,3%), perilaku lansia dalam minum obat adalah berperilaku baik (55,6%), serta ada hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p=0,021) dan tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p=0,128). Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan penyuluhan kepada lansia agar pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat bisa lebih baik lagi, penyuluhan ini bisa dilakukan oleh para kader Posbindu dan petugas kesehatan. Kata kunci : lansia, minum obat, perilaku, pengetahuan, sikap Daftar bacaan : 46 (1996-2012)
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, February 2013 Wensil Okta Promalia, NIM: 108104000017 The Relationship between knowledge and attitudes about the elderly safe drug consumption toward medication behavior in Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat xvii + 93 pages + 11 tables + 2 pictures + 6 attachments
ABSTRACT Along with the increasing number of elderly is about 12% of the population and many complaints related to health status of elderly such as chronic diseases with the symptoms that often affects to this age group using about 25% of all drugs. Elderly having physiological changes, so prone to adverse reactions and interactions. The incidence of adverse effects in elderly 3 to 7 times as many than in adults. The aim of this research to determine the relationship between knowledge and attitudes of the elderly in drug consumption safety toward medication behavior in Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat. This research is quantitative research with cross sectional. The number of samples in this research was 72, with the technique of purposive sampling. The collection of data using questionnaires, then the data were analyzed using chi square test with SPSS version 20. The results showed that the elderly’s knowledge about a safe drug consumption is good (87.5%), attitudes of the elderly in safe drug consumption is good (58.3%), the behavior of the elderly in taking medication is good (55.6%), and there is a relationship between knowledge and behavior of the elderly related to safe drug consumption (p = 0.021) and no relationship between attitudes and behavior of the elderly related to safe drug consumption (p=0,128). From the results of this research can be used as a reference to provide counseling to the elderly so that their knowledge and attitude of elderly about a safe drug consumption and medication behavior could be better. This counseling could be done by volunteers of Posbindu and healthcare workers. Keywords: elderly, taking medication, behaviors, knowledge, attitudes Reference : 42 (1996-2012)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan pengetahuan dan sikap lanjut usia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat”. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. DR (hc). dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Djauhari, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dra. Farida Hamid, Mpd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. viii
5. Bapak Ns.Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing akademik penulis selama kuliah.. 6. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku pembimbing I dan Ibu Ns. Uswatun khasanah, S.Kep, MNS, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.. 7. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN yang telah banyak membantu dalam menyediakan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 9. Orang tua tercinta (Bapak Akim, S. Pd dan Ibu Rita Erpenda, S. Pd SD) yang telah memberikan kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan motivasi tiada hentinya kepada penulis. 10. Kakak – kakak dan adik tersayang (Sefri Martika, S. Pd, Nevi Tensilia, S.T.P dan Lisa Merlinta) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tiada henti. 11. Teman-teman seluruh angkatan 2008 yang telah bersama-sama dengan penulis melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan kuliah di PSIK UIN Jakarta. ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Wassalamu’alaikum wr.wb
Ciputat , 1 Februari 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... v RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................. vii ABSTRACK .............................................................................................. viii KATA PENGANTAR .............................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 9 D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9 1. Tujuan Umum .......................................................................... 9 2. Tujuan Khusus ......................................................................... 9 E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
xii
1. Bagi Institusi Tempat Penelitian .............................................. 10 2. Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................. 10 3. Bagi Peneliti ............................................................................. 11 4. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 11 F. Ruang Lingkup ............................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12 A. Lansia ............................................................................................. 12 1. Definisi lansia ........................................................................... 12 2. Karakteristik lansia ................................................................... 12 3. Konsep menua .......................................................................... 13 4. Perubahan fisiologis pada lansia ............................................... 14 B. Masalah Obat Pada Lansia ............................................................. 16 1. Pengertian Obat ........................................................................ 16 2. Obat Yang Sering Diminum Lansia ......................................... 17 3. Masalah Peresepan Obat Pada Lansia ...................................... 21 4. Interaksi Obat Pada Lansia ....................................................... 22 5. Polifarmasi Pada Lansia ........................................................... 24 6. Dampak Masalah Polifarmasi Pada Lansia .............................. 25 7. Reaksi Obat Yang Tidak Diharapkan ...................................... 28 8. Fisiologis Dan Penimbunan Obat Pada Lansia ........................ 30 C. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Obat Pada Lansia .................. 33 D. Pengetahuan ................................................................................... 37 E. Sikap ............................................................................................... 42 F. Perilaku .......................................................................................... 47
xiii
G. Kerangka Teori ............................................................................... 52 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................................................................................... 53 A. Kerangka Konsep ........................................................................... 53 B. Hipotesis ......................................................................................... 54 C. Definisi Operasional ....................................................................... 55 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 57 A. Desain Penelitian ............................................................................ 57 B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................ 57 C. Populasi Dan Sampel ..................................................................... 57 1. Populasi .................................................................................... 57 2. Sampel ...................................................................................... 57 3. Besar Sampel ............................................................................ 58 D. Pengumpulan Data ......................................................................... 59 1. Metode Dan Instrumen ............................................................. 59 2. Instrumen Penelitian ................................................................. 59 3. Uji Instrumen ........................................................................... 64 E. Pengolahan Data.............................................................................. 65 F. Analisis Data .................................................................................. 67 1. Analisis Univariat ..................................................................... 67 2. Analisis Bivariat ....................................................................... 67 G. Etika Penelitian .............................................................................. 68 BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 70 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 70
xiv
B. Keadaan Lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat ................................................................................... 71 1. Keluhan yang sering dirasakan ................................................. 71 2. Penyakit yang sedang diderita .................................................. 71 3. Jenis obat yang sering dikonsumsi ............................................ 71 4. Cara mendapatkan obat ............................................................. 72 C. Gambaran Demografi Responden ................................................... 72 1. Usia .......................................................................................... 72 2. Jenis kelamin ............................................................................. 73 3. Pendidikan ................................................................................. 74 4. Pekerjaan ................................................................................... 74 D. Analisis Univariat............................................................................ 75 1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman ......................................................................................... 75 2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman .......................................................................................... 75 3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... . 76 E. Analisis Bivariat ............................................................................ 76 1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat ......................................... 76 2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat .................................................. 78 BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................... 80 A. Gambaran Karakteristik Responden ............................................. 80
xv
1. Usia ........................................................................................ 80 2. Jenis kelamin ........................................................................... 81 3. Pendidikan ............................................................................... 82 4. Pekerjaan ................................................................................ 83 B. Hasil Analisis Univariat ................................................................ 83 1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman ...................................................................................... 83 2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman ........................................................................................ 85 3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat ......................... 86 C. Hasil Analisis Bivariat .................................................................. 88 1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat ......................................... 88 2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat ......................................................... 90 D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 93 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 94 A. Kesimpulan ................................................................................... 94 B. Saran ............................................................................................. 95 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN ..............................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………. 52 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 53
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional......................................................................... 54 Tabel 4.1 Kuesioner Pengetahuan .................................................................... 61 Tabel 4.2 Kuesioner Sikap .............................................................................. 62 Tabel 4.3 Kuesioner Perilaku .......................................................................... 63 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ......................... 71 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......... 72 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan .............. 73 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan ...... 74 Tabel 5.6 Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan
Pengetahuan
Responden Tentang Konsumsi Obat yang Aman ........................... 74 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Responden Terhadap Konsumsi Obat yang Aman ............................................. 75 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden dalam Minum Obat .......................................................................... 75 Tabel 5.9 Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat ............................................................ 76 Tabel 5.10 Hubungan Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman dengan Perilaku Minum Obat .......................................................... 77
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Uji validitas di RW 06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed consent) Lampiran 4 Kuesioner penelitian Lampiran 5 Hasil Uji validitas Lampiran 6 Hasil pengolahan data responden
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998. Penuaan adalah proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan, sehingga menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh. Perubahan tersebut mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan menyebabkan lansia memiliki beberapa penyakit atau dalam keadaan sakit meningkat (Depkes 1998; Santrock, 2002). Perkembangan lansia Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat dengan semakin meningginya usia harapan hidup. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia). Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, selain itu Indonesia juga merupakan negara keempat dengan jumlah lansia terbanyak, setelah China, Amerika dan India (Badan Pusat Statisik Indonesia, 2011). Seiring dengan bertambahnya jumlah lansia yaitu sekitar 12% dari populasi dan banyaknya keluhan lansia terkait kesehatan menyebabkan kelompok 1
2
usia ini menggunakan sekitar 25% dari semua obat-obatan. Lansia menggunakan banyak obat karena penyakit-penyakit kronik dan banyaknya penyakit serta gejala yang sering diderita. Lansia mengalami perubahan fisiologis, sehingga mudah mengalami reaksi dan interaksi yang merugikan. Lansia dapat memberikan respons yang berbeda dari orang dewasa muda, dengan sering terjadi efek samping atau efek toksik obat. Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada lansia adalah 3 sampai 7 kali lebih banyak daripada orang dewasa (Joyce & Evelyn, 1996). Lansia di Amerika yang berusia di atas 65 tahun masuk bagian gawat darurat akibat reaksi obat yang tidak diinginkan, jumlahnya lebih dari 175.000 pasien dalam setahun (Andri, 2009). Peneliti dari University of North Carolina di Chapel Hill telah membuat daftar peresepan obat yang meningkatkan resiko jatuh pada pasien berusia di atas 65 tahun. Mereka adalah kelompok usia yang biasa menggunakan empat macam obat atau lebih. Studi di rumah sakit di New Castle, NSW, Australia menunjukkan bahwa 30% dari lansia menerima 6-10 jenis obat, dan 13% menerima lebih dari 10 jenis setiap harinya. Perawatan gawat darurat untuk lansia dilaporkan hingga 22% disebabkan karena masalah kesalahan obat (Hasriyanto, 2008). Kejadian merugikan akibat obat yang menyebabkan penderita lansia harus dirawat inap sebanyak satu dari setiap tujuh penghuni panti jompo. Obat yang paling banyak sebagai penyebab lansia harus dirawat inap adalah obat anti-inflamasi non-steroid (AINS), psikotropika, kardiotonika digoxin dan antidiabetika insulin (Cooper ,1999). Pemakaian obat pada lansia memerlukan perhatian dan pertimbangan khusus. Jika dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa muda juga diberikan
3
kepada lansia, sering timbul respons yang berlebihan atau efek toksik serta berbagai efek samping. Masalah tambahan yang juga mengakibatkan reaksi yang merugikan dari obat-obat adalah pengobatan diri sendiri dengan obat-obat bebas, memakai obat yang diresepkan untuk masalah kesehatan yang lain, menggunakan obat yang diberikan oleh beberapa dokter, dosis yang berlebihan jika gejala-gejala tidak mereda, menggunakan obat yang diresepkan untuk orang lain, dan tentunya, proses penuaan fisiologis yang terus berjalan. Lansia mengonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Hampir sepertiga dari semua obat dengan resep dokter yang digunakan di Amerika Serikat digunakan oleh orang yang berusia lebih dari 65 tahun, dan hampir dua pertiga dari semua lansia menggunakan suatu produk obat yang dijual bebas secara teratur (Joyce & Evelyn, 1996). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia menunjukkan dalam pengobatan sendiri ada kecenderungan penggunaan obat menurun, tetapi penggunaan obat tradisional dan cara tradisional meningkat dari tahun 1998 ke tahun 2001 (Supardi, 2005). Golongan obat yang digunakan dalam pengobatan sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep 9,83% (Ditjen POM, 1993). Usia bertambah akan terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang berkaitan dengan proses penuaan yang mempunyai efek utama dalam terapi obat. Beberapa perubahan fisiologis yang bisa berefek terhadap terapi obat pada lansia adalah: pada mukosa rongga mulut elastisitas hilang, sehingga menjadi kering dan pecah-pecah; sensitif terhadap obat yang membuat mulut kering; rentan terhadap penyakit pada gusi dan gigi berlubang. Bersihan esofagus lambat karena kontraksi
4
melemah dan sfingter esofagus bawah tidak bisa relaksasi; sulit menelan tablet atau kapsul yang besar. Penurunan
keasaman lambung dan peristaltik;
meningkatnya efek pengiritasi obat yang sangat asam (misal aspirin), perubahan larut obat tertentu. Tonus otot kolon menurun, refleks defekasi hilang, menggunakan laksatif secara berlebihan; aliran darah pada usus menurun; ekskresi obat melambat; absorpsi obat melambat. Jantung dan sirkulasi, terjadi penurunan curah jantung, dan penurunan aliran darah. Hati, mengalami penurunan fungsi enzim; waktu biotransformasi lebih panjang; durasi kerja obat lebih lama dari normal; resiko sensitivitas dan toksisitas obat lebih besar. Ginjal, mengalami penurunan aliran darah, penurunan fungsi nefron (sel-sel ginjal), dan penurunan laju filtrasi glomerulus; risiko akumulasi obat dan toksisitas (Joyce & Evelyn, 1996; Potter & Perry, 2005). Terapi obat merupakan suatu cara hemat biaya untuk penatalaksanaan masalah kesehatan yang berkaitan dengan umur. Respons obat pada lansia kadang-kadang tidak dapat diramalkan karena variasi dalam sensitivitas terhadap efek obat terapeutik dan efek toksiknya. Banyak obat yang mempunyai indikasi terapeutik yang sempit, sehingga perawat harus secara konstan waspada terhadap efek yang tidak dikehendaki. Obat memainkan suatu peran integral dalam keseluruhan penatalaksanaan berbagai permasalahan kesehatan yang dihubungkan dengan penuaan (Stanley & Beare, 2006). Penggunaan banyak obat lebih sering terjadi pada pasien yang sudah lansia dengan menderita lebih dari satu penyakit. Satu atau lebih diantaranya bersifat kronis, sementara penyakit yang lain bersifat akut, jika tidak ditangani dengan baik
dapat
memperburuk
kondisi.
Penyakit-penyakit
yang
seringkali
5
menyebabkan lansia mengkonsumsi banyak obat diantaranya adalah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran (Darmansjah, 1994; Corsonello et al, 2007). Hasil penelitian menunjukkan 78% lansia menderita tidak kurang dari 4 macam penyakit, 38% menderita lebih dari 6 macam penyakit, dan 13% menderita lebih dari 8 macam penyakit. Banyaknya penyakit yang diderita ini sering menyulitkan seorang dokter membuat diagnosis yang tepat dan memberi pengobatan yang rasional. Sehingga sering dijumpai, dokter meresepkan obat secara berlebihan (over prescribing) atau memberikan obat tidak tepat (incorrect prescribing) pada penderita lansia (Mustofa,1995) . Perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respons klien terhadap pengobatan, memberikan pendidikan untuk klien dan keluarga tentang program pengobatan dan menginformasikan kepada dokter efektifitas atau ketidakefektifan obat serta obat yang tidak
dibutuhkan lagi. Perawat harus
memantau apakah seorang klien menerima obat pada waktunya dan mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri. Perawat yang berada di dalam masyarakat dapat memberikan konseling mengenai penggunaan obat yang aman bagi lansia, memberikan penyuluhan dan pendidikan terkait konsumsi obat yang aman bagi lansia. Perawat juga dapat melakukan kunjungan rumah terhadap klien lansia yang mempunyai penyakit kronik yang setiap hari mengkonsumsi obat, perawat dapat membuat catatatan berupa catatan pengobatan (medication record) (Potter & Perry 2005).
6
Fungsi dan peran perawat dalam pemberian obat bagi pasien meliputi peran perawat sebagai tenaga pengelola obat, peran perawat dalam mengobservasi reaksi dan efek samping obat, fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi dengan dokter dan apoteker, serta fungsi perawat dalam pemberian obat yang telah tersedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran perawat sebagai tenaga pengelola obat (81,67%), peran perawat dalam mengobservasi reaksi dan efek samping obat (87,50%), fungsi perawat dalam pelaksanaan kolaborasi dengan dokter dan apoteker (98,33%), fungsi perawat dalam pemberian obat yang telah tersedia (84,50%) (Muntasir, 2007). Pengelolaan
obat
sangat
penting
dalam
mempertahankan
dan
meningkatkan kesehatan yang baik bagi lansia. Perawat dapat bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk memastikan penggunaan semua obat dengan aman dan tepat. Klien harus diajarkan nama obat-obatan yang digunakan, kapan dan bagaimana menggunakannya, dan efek obat yang diharapkan serta yang tidak diharapkan. Perawat juga mengajarkan bagaimana menghindari efek merugikan atau interaksi obat dan bagaimana membentuk dan mengikuti pola pemberian obat secara mandiri dengan tepat (Potter & Perry, 2005). Perawat harus merencanakan strategi dengan lansia dan keluarga serta teman mereka untuk mengurangi masalah-masalah yang mungkin terjadi. Dengan hanya memberikan perintah pengobatan tidak menjamin klien dapat meminum obat atau memakai obat dengan benar contohnya, obat seperti ibuprofen dapat mengiritasi saluran gastrointestinal, sehingga seringkali membuat lansia tidak akan memakai obat tersebut, untuk itu dapat diberikan magnesium hidroksida
7
sebelum pemberian ibuprofen untuk mengurangi efek samping (Joyce & Evelyn, 1996). Obat-obat yang sering dikonsumsi oleh lansia, seperti obat analgesik (terutama aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen) digunakan oleh 30 sampai 40 % lansia, banyak yang menggunakan lebih dari satu butir analgesik secara bersamasama. Vitamin dan pelengkap makanan digunakan oleh 1 dari tiap 3 orang yang berusia 65 tahun. Lansia sering juga memakai obat laksatif. Hampir 10% orang yang berusia lebih dari 65 tahun mengakui menggunakan laksatif secara teratur, dan
menjadi ketergantungan, penggunaannya meningkat seiring dengan
peningkatan usia (Stanley & Beare, 2006). Kriteria penggunaan obat rasional adalah tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis (dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat), waspada terhadap efek samping. Dengan penggunaan obat yang rasional membuat konsumsi obat menjadi aman (Direktorat bina penggunaan obat rasional, 2008). Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lama (long lasting). Pengetahuan akan menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap dan akan menimbulkan respons yang lebih jauh lagi yaitu berupa perilaku. perilaku yang
8
diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki (Notoatmodjo, 2003). Hasil studi pendahuluan pada tanggal 12 Juni 2012, lansia yang berada di Posbindu Cempaka mendapatkan obat dari warung, Posbindu Cempaka, Puskesmas, Rumah sakit, dan apotik. Lansia mencari obat bila ada keluhan yang dirasakan, bila keluhan ringan seperti flu, pilek, batuk dan demam membeli obat yang ada di warung, bila keluhan sudah mulai berat maka lansia datang ke puskesmas atau ke Rumah sakit. Konsumsi obat sesuai dengan yang telah diresepkan oleh dokter dan meminum obat tersebut sampai habis, bila keluhan masih terasa atau keluhan datang lagi lansia membeli obat ke apotik dengan resep ataupun tanpa resep dari dokter. Menurut kader lansia biasanya diberikan obat paling sedikit 3 macam obat. Lansia mengaku jenuh dengan banyaknya obat yang diminum dan harus teratur, sehingga terkadang mereka tidak patuh minum obat. Dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian obat yang tidak aman dikonsumsi pada lansia dan atas dasar teori diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat.
B. Rumusan Masalah Dilihat dari latar belakang di atas dengan semakin banyaknya jumlah lansia, dan makin banyak lansia yang mengkonsumsi obat, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini yakni “Hubungan pengetahuan dan sikap
9
lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat?”.
C. Pertayaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat? 2. Bagaimana gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat? 3. Bagaimana perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat? 4. Adakah hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat? 5. Adakah hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap lansia terhadap
perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka, Ciputat. 2. Tujuan khusus a. Melihat gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat.
10
b. Melihat gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat c. Melihat gambaran perilaku minum obat lansia di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat d. Mengetahui hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat. e. Mengetahui hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka Kelurahan Cempaka Ciputat.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi tempat penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam melaksanakan program yang bersifat perilaku minum obat di lansia. Sebagai program promosi konsumsi obat yang aman bagi lansia. 2. Bagi pendidikan keperawatan Diharapkan dapat memperluas bahasan yang berkaitan dengan lingkup keperawatan gerontik (lansia). Dalam hal ini dikhususkan pada pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat yang hingga pada saat ini masih sedikit bahasannya.
11
3. Bagi peneliti Merupakan hal yang sangat menarik bagi peneliti, karena yang dihadapi yaitu lansia yang memerlukan perawatan yang komprehensif dan dapat menambah wawasan tentang pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat. 4. Bagi peneliti selajutnya Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat untuk dapat mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif-korelasional, dengan menggunakan metodologi penelitian cross sectional. Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner terkait pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia terhadap perilaku minum obat. Populasi dalam penelitian ini yakni lansia yang tercatat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat dengan teknik sampling yakni
purposive
sampling dimana obyek datang dan memenuhi ktiteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Lansia
1. Definisi Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas karena adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan dihari tua (Mangoenprasodjo, 2005). Ada
dua pandangan
tentang definisi lansia, yaitu pandangan orang barat yang tergolong lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut, sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun karena dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciriciri ketuaan (Santrock, 2002).
2. Karakteristik Lansia Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan). b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif. c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. 12
13
3. Konsep Menua Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan
kemampuan
jaringan
untuk
memperbaiki
diri/mengganti
dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Perubahan menjadi tua adalah perubahan alami yang akan dilalui oleh setiap orang saat memasuki lansia. Selama proses ini akan terjadi penurunan sejumlah sel-sel tubuh baik bentuk maupun jumlahnya, yang tentunya berpengaruh pada fungsi organ-organ tubuh lainnya. Perubahan juga terjadi dalam aspek sosial berupa kehilangan pekerjaan, pensiun, kehilangan pasangan dan terpisah dengan anak. Selain itu juga terjadi perubahan kejiwaan berupa daya ingat yang menurun, cepat lupa, mudah sedih, mudah tersinggung, mudah frustasi, merasa kesepian, dan takut kemandirian hilang (Nugroho dalam Maryam, 2008). Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006). Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya, sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol
14
seseorang (Busse,1987; J.C Horn & Meer,1987 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2005). Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Watson (2003) mengungkapkan bahwa lansia mengalami perubahanperubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahanperubahan mental menyangkut perubahan ingatan (memori). Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong lintang antar kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ tampaknya mengalami kehilangan fungsi sekitar 1 persen per tahun, dimulai pada usia sekitar 30 tahun (Setiati, Harimurti & Roosheroe, 2006).
4. Perubahan Fisiologis Pada Lansia Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia yang umumnya diantisipasi oleh lansia. Perubahan ini bukan proses patologis, perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan tergantung pada kehidupan. Perubahan-perubahan fisiologis tersebut mempunyai efek utama dalam terapi obat, seperti: pada gastrointestinal, akan terjadi peningkatan Ph (asam) lambung, penurunan peristaltik yang menyebabkan terhambatnya waktu pengosongan usus halus. Sistem vaskuler akan terjadi penurunan curah jantung dan penurunan aliran darah. Hati akan terjadi penurunan fungsi enzim dan penurunan aliran darah. Ginjal akan terjadi
15
penurunan aliran darah, penurunan nefron-nefron yang berfungsi (sel-sel ginjal), dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Pada lansia, obat-obat yang bersifat asam kurang diserap karena sekresi lambung yang basa, dan obat-obat lebih lama berada di dalam saluran gastrointestinal karena berkurangnya motilitas lambung. Lansia mengalami penurunan curah jantung dan penurunan aliran darah, sehingga mempengaruhi aliran darah kehati dan ginjal, menyebabkan setelah usia 65 tahun, fungsi nefron berkurang sampai 35%, dan setelah usia 70 tahun, aliran darah ke ginjal berkurang sampai 50%. Disfungsi hati dapat dialami oleh lansia akibat menurunnya fungsi enzim, dan juga menurunnya kemampuan hati untuk memetabolisir dan mendetoksikasi obatobat, sehingga meningkatkan risiko toksisitas obat (Joyce & Evelyn, 1996). Dengan adanya disfungsi hati dan ginjal, efektivitas dari suatu dosis obat biasanya berkurang. Pemakaian obat yang banyak dapat meningkatkan efek obat dan ekskresi obat pada orang lansia. Hati dan ginjal adalah 2 organ utama yang bertanggung jawab untuk klirens (bersihan) obat dari tubuh. Jika efisiensi kedua sistem tubuh ini berkurang, maka waktu paruh obat diperpanjang dan toksisitas obat mungkin terjadi. Perawat perlu menilai fungsi ginjal dan memantau keluaran urin dan nilai-nilai laboratorium dari nitrogen urea darah (BUN=Blood Urea Nitrogen)dan kreatinin serum (Cr). Untuk menilai fungsi hati, enzim-enzim hati perlu diperiksa. Kadar yang meningkat menunjukkan adanya kemungkinan disfungsi hati. Faktor-faktor yang menunjang terjadinya reaksi yang merugikan pada orang lansia adalah berkurangnya tempat pengikatan pada protein, yang meningkatkan jumlah obat bebas yang bersirkulasi, berkurangnya metabolisme dalam hati, dan
16
waktu paruh obat yang memanjang akibat menurunnya fungsi hati dan ginjal. Interval waktu antara dosis suatu obat mungkin perlu ditambah untuk klien lansia. Penilaian untuk efek-efek yang merugikan merupakan proses yang terus-menerus dalam merawat orang lansia (Joyce & Evelyn, 1996).
B.
Masalah Obat Pada Lansia
1. Pengertian Obat Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi
dalam
rangka
penetapan
diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005). Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi, peran obat secara umum adalah sebagai berikut dalam Sanjoyo (2005): a. Untuk pencegahan penyakit b. Menyembuhkan penyakit c. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
17
d. Peningkatan kesehatan e. Mengurangi rasa sakit
2. Obat yang Sering Diminum Lansia Menurut Stanley & Beare (2006) produk obat yang paling sering digunakan oleh lansia adalah : a. Analgesic (aspirin, asetaminofen dan ibuprofen ) b. Mineral dan Vitamin c. Laksatif d. Preparat obat batuk dan Flu Obat yang sering diresepkan pada lansia dalam Farklin (2009), yaitu: a. Obat-obat sistem saraf pusat 1) Sedativa-hipnotika Jenis obat diantaranya, Anesfer, Dormicum, Estalin, Sedacum, dan Sezolam. Efek yang dihasilkan untuk antidepresan, obat tidur dan anestesi. Efek samping obat yang ditimbulkan pada lansia, pasien merasa tidak enak badan setelah bangun tidur (dapat terjadi sepanjang hari), sempoyongan, kekakuan dalam bicara dan kebingungan beberapa waktu sesudah minum obat. 2) Analgetika Jenis obat diantaranya, Acetram, Corsadol, Aspirin bayer, Pamol, Panadol dan Sanmol. Efek yang dihasilkan untuk meredakan nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot dan demam. Dengan menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka
18
kepekaan
terhadap
efek
respirasi
obat-obat
golongan
opioid
(analgetika-narkotik) juga meningkat. 3) Antidepresansia Jenis obat diantaranya, Deproz, Antiprestin, Ludios, Sandepril, dan Valdoxan. Efek yang dihasilkan untuk mengobati gejala-gejala depresi, insomnia. Sering menimbulkan efek samping pada lansia, antara lain berupa mulut kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia jantung. b. Obat-obat kardiovaskuler 1) Antihipertensi Jenis obat diantaranya, Cardura, Catapres, Captopril, dan Dopamet. Efek yang dihasilkan untuk mengatasi darah tinggi. Pengobatan hipertensi pada lansia sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya jangka panjang. 2) Obat-obat antiaritmia Jenis obat seperti Tiaryt. Efek yang dihasilkan untuk menekan dan mencegah terjadinya aritmia ventrikuler dan supraventrikuler yang membahayakan jiwa. Pengobatan antiaritmia pada lansia akhir-akhir ini semakin sering dilakukan mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
19
3) Glikosida jantung Jenis obat diantaranya, Fargoxin, Digoxin, dan Indop. Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita lansia dengan kegagalan jantung atau aritmia jantung. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. c. Antibiotika Jenis obat diantaranya, Ciprofloxacin, Garamycin, dan Claforan. Efek yang dihasilkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh mikroba. Pemakaian antibiotika golongan aminoglikosida dan laktam perlu diwaspadai karena ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal karena lansia akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun organ lain (misalnya ototoksisitas). d. Obat-obat antiinflamasi Jenis obat diantaranya, Aktofen, Antalgin, Cataflam, dan Arcoxia. Obatobat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada lansia, terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi menunjukkan bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti misalnya indometasin dan fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada lansia, karena menurunnya kemampuan metabolisme hati.
20
e. Laksansia Jenis obat diantaranya, Bicolax, Microlax, dan Laxasium. Pada lansia umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah motilitas usus. Daftar obat yang tidak dianjurkan pemberiannya kepada lansia karena adanya efek samping yang serius dalam Maryam (2008): a. Psikofarmaka: diazepam, lorazepm, fluoksetin, semua senyawa barbital (terkecuali fenobarbital dan untuk epilepsi) b. analgetik dan obat rema: naproksen, piroksikam, indometasin c. Obat jantung: disopiramida, dipirimadol, amiodaron, metildopa, nifedipin d. Antihistamin: siproheptadin, prometazin, deksklorfeniramin e. Obat parkinson: orfenadrin f. Obat anti-bakteril:nitrofurantoin g. Hormon pria: testosteron h. Obat lambung: simetidin, emulsi parafin Banyak obat yang dapat menyebabkan kerusakan kognitif pada lansia seperti: amantadine, aspirin, klorpromazin, simetidin, diazepam, difenhidramin, flurazepam,
haloperidok,
meperidin,
metildopa,
reserpin,
triazolam
dan
kemungkinan 2 atau lebih dari obat-obat ini akan diresepkan secara bersamaan cukup tinggi (Stanley & Beare, 2006). Sebagian dari perubahan farmakokinetik ini sukar untuk diramalkan, petugas kesehatan, termasuk perawat harus memulai terapi dengan dosis efektif
21
yang paling rendah. Titrasi dosis yang hati-hati, dengan sedikit peningkatan jumlah dalam dosis obat, mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan. Dosis yang konservatif dapat membantu mencegah keracunan dan membantu pasien menghemat biaya tambahan untuk obat yang tidak perlu (Stanley & Beare, 2006). Obat oral adalah obat yang paling aman dan paling mudah diberikan, kecuali jika klien menderita gangguan fungsi cerna atau tidak mampu menelan (Potter, Ferry 2005). Kadang-kadang sulit menelan tablet yang terlalu besar, tetapi sebaliknya tablet yang kecil sulit dipegang karena tangan dan jari-jari mulai kaku. Kadang-kadang sulit mengeluarkan obat dari wadahnya. Obat cair sepertinya pilihan yang baik, tetapi tetap ada kendala karena mulai sulit untuk menuangkan obat dari botolnya dan tidak tepat dalam mengisi sendok dengan takaran yang seharusnya. Juga mulai sulit untuk membawa sendok kearah mulut karena tangan mulai gemetar dan tidak lentur lagi (Hanna & Andar, 2009).
3. Masalah Dalam Peresapan Obat Pada Lansia Masalah dalam peresepan obat dalam Manjoer (2004), yaitu: a. Farmakokinetik Yang meliputi penyerapan, distribusi, metabolisme dan pengeluaran obat. b. Farmakodinamik Perubahan ini berupa gangguan kepekaan target organ terhadap obat yang dikonsumsi
pada
lansia
yang
menyebabkan
meningkatnya
atau
berkurangnya efek obat tersebut dibandingkan dengan pada usia yang lebih muda
22
c. Masalah-masalah khusus Beberapa masalah khusus perlu diperhatikan di dalam meresepkan obat pada lansia, yaitu : 1) Polifarmasi:
lansia
cenderung
mengalami
polifarmasi
karena
penyakitnya yang lebih dari satu jenis (multipatologi), dan diagnosis tidak jelas. 2) Takaran obat : akibat perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lansia maka takaran obat perlu diberikan serendah mungkin yang masih mempunyai efek untuk menyembuhkan. 3) Efek samping, interaksi, toksisitas obat dan penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan obat yang digunakan) 4) Ketidakpatuhan menggunakan obat menurut aturan pemakaian, memegang peranan untuk timbulnya efek samping obat.
4. Interaksi Obat Pada Lansia Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan. Efek suatu obat merubah efek obat lain atau saling mempengaruhi. Ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan polifarmasi (Tatro, 2001).
23
Penggunaan berbagai obat,
beberapa orang dokter, dan
penggunaan obat yang dijual bebas semua turut berperan dalam terjadinya interaksi obat. Penurunan fungsi ginjal dan hati yang berhubungan dengan penuaan membuat konsekuensi interaksi obat tampaknya dapat menjadikan penyakit yang dialami lansia akan lebih serius. Interaksi obat yang mungkin mempunyai konsekuensi kecil pada orang dewasa muda, dapat menimbulkan konsekuensi yang merusak pada lansia. Sebagai contoh, orang muda tidak diragukan lagi akan mengalami sedasi oleh kombinasi difenhidramin dan suatu fenotiazin seperti klopromazin. Pada lansia, kombinasi ini turut berperan dalam kejadian jatuh, baik karena sedasi yang berlebihan atau karena pengaruh pada tekanan darah postural. Interaksi obat dapat dideteksi hanya jika suatu daftar obat lengkap yang digunakan dapat dipelihara. Profil obat termasuk daftar obat yang diresepkan maupun yang dijual bebas selalu ditulis oleh setiap dokter pasien tersebut (Maryam, 2008). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek
24
merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day, 1997). Interaksi obat yang paling penting pada lansia termasuk obat dengan indikasi terapeutik yang sempit atau obat yang memengaruhi sistem saraf pusat. Perawat perlu menyaring profil pengobatan untuk interaksi obat pada pasien yang menggunakan obat seperti warfarin, fenitoin, karbamazepin, fenobarbital,
digoksin,
quinidin,
prokainamid,
antidepresan,
atau
benzodiazepin (Maryam, 2008).
5. Polifarmasi Pada Lansia Kombinasi obat yang tidak diperlukan adalah penggunaan dua macam obat atau lebih dengan kelas terapi yang sama namun berbeda golongan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas terapi namun salah satu obat atau lebih dalam kombinasi tersebut sebenarnya tidak diperlukan bagi pasien (Rahmawati, 2008). Kelompok lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan kelompok umur lain. Polifarmasi ada bila obat-obatan yang digunakan tidak memiliki indikasi yang nyata, duplikasi pengobatan, interaksi pengobatan yang sedang digunakan saat ini, kontraindikasi pengobatan yang digunakan, obat yang digunakan untuk mengobati reaksi obat yang merugikan, atau terdapat perbaikan setelah pemutusan obat (Stanley & Beare, 2006). Terapi obat adalah dasar perawatan untuk artritis, hipertensi, penyakit arteri koroner, diabetes, dan banyak dari permasalahan medis kronis
25
lain dapat dilihat pada lansia. Karena 4 dari 5 orang yang berusia di atas 65 tahun mempunyai satu atau lebih penyakit kronis, tidak mengejutkan bahwa kelompok usia ini adalah pemakai paling besar obat yang diresepkan. Adanya sejumlah permasalahan medis mungkin membawa pasien untuk mencari bantuan dari beberapa dokter. Suatu resep dibuat untuk 60% kunjungan ke tempat praktik, dan karena lansia mengunjungi dokter lebih banyak daripada kelompok usia yang lain, mereka menerima lebih banyak obat yang diresepkan (Stanley & Beare,2006).
6. Dampak Masalah Polifarmasi Pada Lansia Penggunaan berbagai macam obat meningkatkan potensi untuk terjadinya ketidakpatuhan dan turut berperan dalam terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan, interaksi obat, dan biaya pelayanan kesehatan. Penambahan suatu obat baru pada program pengobatan mungkin memerlukan suatu perubahan gaya hidup pasien ( misalnya: harus ingat untuk memakan satu tablet pada pagi hari) atau perubahan yang lebih penting (misalnya: harus ingat untuk memakan enam atau delapan kapsul setiap harinya, melakukan penyesuaian untuk diet yang dikendalikan, membatasi aktifitas fisik atau menggunakan obat tambahan untuk mengantisipasi efek samping obat). Kurangnya dukungan terhadap program
pengobatan
yang kompleks
merupakan hal yang sering terjadi, dan kegagalan penyedia layanan kesehatan untuk mengkoordinasikan program pengobatan. Perilaku ketergantungan kemudian mungkin mendorong kearah tidak mematuhi, kegagalan perawatan, atau ketergantungan yang berlebihan pada obat. Tipe perilaku mencari obat ini
26
mungkin mendorong kearah penggunaan obat yang berlebihan (Stanley & Beare, 2006). Berbagai studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah obat yang diminum dengan kejadian efek samping obat. Artinya, makin banyak jenis obat yang diresepkan pada individu-individu lansia, makin tinggi pula kemungkinan terjadinya efek samping. Secara epidemiologis, 1 dari 10 orang (10%) akan mengalami efek samping setelah pemberian 1 jenis obat. Resiko ini meningkat mencapai 100% jika jumlah obat yang diberikan mencapai 10 jenis atau lebih. Secara umum angka kejadian efek samping obat pada lansia mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa. Obat-obat yang sering menimbulkan efek samping pada lansia antara lain analgetika, antihipertensi,
antiparkinsion,
antipsikotik,
sedatif
dan
obat-obat
gastrointestinal. Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami antara lain hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi urin, dan konstipasi. Tingginya angka kejadian efek samping obat ini nampaknya berkaitan erat dengan kesalahan peresepan oleh dokter maupun kesalahan pemakaian oleh pasien, dalam Franklin (2009), a. Kesalahan peresepan Sebagai contoh simetidin yang sering diberikan pada kelompok usia ini, ternyata memberi dampak efek samping yang cukup sering (misalnya halusinasi dan reaksi psikotik), jika diberikan sebagai obat tunggal. Obat ini juga menghambat metabolisme berbagai obat seperti warfarin, fenitoin dan beta blocker. Sehingga pada pemberian bersama simetidin tanpa lebih dulu melakukan penetapan dosis yang sesuai, akan menimbulkan efek
27
toksik yang kadang fatal karena meningkatnya kadar obat dalam darah secara mendadak (Franklin, 2009). b. Kesalahan pasien Secara konsisten, kelompok lansia banyak mengkonsumsi obat-obat yang dijual bebas/tanpa resep (OTC). kandungan zat-zat aktif dalam satu obat OTC kadang-kadang belum jelas efek farmakologiknya atau malah bersifat membahayakan. Beberapa antihistamin mempunyai efek sedasi, yang jika diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif akan memberi efek samping yang serius. Demikian pula obat-obat dengan kandungan zat yang mempunyai antimuskarinik akan menyebabkan retensi urin atau glaukoma, yang penanganannya akan jauh lebih sulit dibanding penyakitnya semula (Franklin, 2009). c. Ketidak-jelasan informasi pengobatan Keadaan ini banyak dialami oleh penderita-penderita penyakit yang bersifat hilang timbul (sering kambuh). Kesalahan umumnya berupa salah minum obat (karena banyaknya jenis obat yang diresepkan), atau berupa ketidaksesuaian dosis dan cara pemakaian seperti yang dianjurkan. Kelompok usia ini tidak jarang pula memanfaatkan obat-obat yang kadaluwarsa secara tidak sengaja, karena ketidaktahuan ataupun ketidakjelasan informasi. Namun demikian, hal-hal yang perlu dicatat dalam segi ketaatan pasien antara lain dalam Franklin (2009) : 1) Meskipun secara umum populasi lansia kurang dari 15%, tetapi peresepan pada usia ini relatif tinggi, yaitu mencapai 25%-30% dari seluruh peresepan.
28
2) Pasien sering lupa instruksi yang berkenaan dengan cara, frekuensi dan berapa lama obat harus diminum untuk memperoleh efek terapetik yang optimal. Untuk antibiotika, misalnya pasien sering menganggap bahwa hilangnya simptom memberi tanda untuk menghentikan pemakaian obat. 3) Pada penderita yang tremor, mengalami gangguan visual atau menderita artritis, jangan diberi obat cairan yang harus ditakar dengan sendok. 4) Untuk pasien lansia dengan katarak atau gangguan visual karena degenerasi makular, sebaiknya etiket dibuat lebih besar agar mudah dibaca.
7. Reaksi Obat yang Tidak Diharapkan Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar dapat diketahui. Dampak negatif masalah efek samping obat dalam klinik antara lain dapat menimbulkan keluhan atau penyakit baru karena obat, meningkatkan biaya pengobatan, mengurangi kepatuhan berobat serta meningkatkan potensi kegagalan pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena pada pasien lansia kemungkinan terjadinya penurunan fungsi organ sehingga pada saat pemberian obat, dosisnya harus disesuaikan. Selain itu faktor kepatuhan minum obat, dimana untuk pasien lansia terkadang lupa untuk minum obat (Shargel dan Andrew 1985).
29
Polifarmasi merupakan salah satu dari faktor utama yang memberikan kontribusi, faktor resiko lain termasuk postur tubuh yang kecil (terutama pada wanita), riwayat penyakit alergi, reaksi obat yang tidak di harapkan yang telah terjadi sebelumnya, berbagai macam penyakit kronis, gagal ginjal, berobat kepada beberapa orang dokter, status mental yang abnormal, tinggal sendiri, masalah keuangan, tidak patuh, dan masalah penglihatan atau pendengaran. Faktor resiko ini mungkin sering timbul secara bersamaan pada lansia. Reaksi obat yang tidak diharapkan mungkin menyebabkan perubahan kecil yang tidak menyenangkan atau perubahn penting pada dosis obat. Reaksi tidak diharapkan yang lebih serius mungkin cukup berat sehingga perlu dilakukan hospitalisasi. Dalam suatu penelitian melaporkan bahwa 1 dari setiap 5 orang pasien lansia yang masuk ke rumah sakit adalah akibat dari suatu reaksi obat yang tidak diharapkan. Obat-obat yang dapat menyebabkan hospitalisasi karena reaksi yang tidak diharapkan : analgesik, aspiri, kemoterapi, digoksin, insulin, prednison, teofilin, warfarin (Stanley & Beare, 2006). Banyak efek obat yang tidak di harapkan berhubungan dengan dosis atau konsentrasi dan ada kecenderungan obat untuk terakumulasi pada lansia. Untuk mencegah reaksi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh efek farmakologis yang berlebihan, perawat harus memahami bagaimana fisiologis, perubahan yang memengaruhi penumpukan obat di dalam tubuh. Efek yang tidak diharapkan seperti hipotensi ortostatik, keadaan mengantuk, pusing, pandangan kabur, atau konfusi. Gejala reaksi obat yang tidak diharapakan ini mungkin akan diatasi dengan menambah obat lain, yang
30
hanya menambah masalah akibat penggunaan berbagai macam obat (Stanley & Beare, 2006).
8. Fisiologis dan Penimbunan Obat Pada Lansia Obat mengalami proses 4 tahap sebelum meninggalkan tubuh menurut Stanley & Beare, (2006): a. Absorpsi Absorsi obat terjadi dengan cara difusi sederhana melalui usus halus, suatu proses yang bergantung pada konsentrasi, tidak memerlukan energy dan tidak di pengaruhi oleh usia. Tetapi, tingkat kecepatan absorsi dan efek puncak dari beberapa obat mungkin lebih lambat pada lansia karena penurunan yang berhubungan dengan penuaan pada aliran darah dan otilitas gastrointestinal. Karena absorsi obat pada lansia mungkin terlambat, toksiksitas obat yang terjadi pada pasien lansia mungkin terjadi lebih lama dan lebih panjang daripada toksiksitas obat pada pasien yang lebih muda. Berkurangnya keasaman lambung mengubah absorpsi obatobat yang bersifat asam lemah, seperti aspirin. Berkurangnya aliran darah ke saluran gastrointestinal (berkurangnya 40-50%) adalah akibat dari curah jantung yang menurun. Karena adanya aliran darah yang berkurang, maka absorpsi diperlambat tetapi tidak berkurang. Berkurangnya laju motilitas gastrointestinal (peristaltik) akan mengakibatkan tertundanya mula kerja.
31
b. Distribusi Saat di absorpsi, sebagian besar obat di distribusikan keseluruh tubuh dalam konsentrasi yang bergantung pada kemampuan obat untuk menembus baik kompartemen yang mengandung air maupun yang mengandung lipid. Karena total cairan tubuh menurun 10 sampai 15% di antara usia 20 tahun dan 80 tahun, lansia akan mengalami peninggian konsentrasi plasma ketika obat yang di distribusikan kedalam plasma di berikan, kecuali jika penyesuaian dosis telah di lakukan. Sebagai contoh, lansia yang diberi suatu dosis standar etanol intravena mengalami puncak konsentrasi alkohol yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda dengan dosis yang sama. Akibat berkurangnya air tubuh pada orang lansia, obat-obat yang larut dalam air akan lebih terkonsentrasi (pekat). Terdapat peningkatan rasio lemak terhadap air pada orang lansia, obat-obat yang larut dalam lemak disimpan dan mengalami akumulasi. Lemak tubuh berfungsi sebagai reservoir bagi obat yang larut dalam lemak, membantu menurunkan konsentrasi plasma tetapi meningkatkan durasi aksi obat tersebut. Telah terjadi peningkatan durasi aksi dari obat yang dapat larut dalam lemak seperti flurazepam, diazepam, klorpromazin, dan antidepresan trisiklik pada lansia. Perubahan ini disebabkan oleh peningkatan proporsi lemak pada tubuh lansia. Orang lansia mempunyai serum protein dan kadar albumin yang berkurang, sehingga terdapat lebih sedikit tempat pengikatan pada protein, akibatnya terdapat lebih banyak obat bebas. Obat-obat dengan afinitas yang tinggi terhadap protein bersaing untuk
32
mendapatkan tempat pengikatan pada protein dengan obat-obat lain. Interaksi obat mengakibatkan berkurangnya tempat pengikatan pada protein dan bertambahnya obat bebas. c. Metabolisme dan eliminasi Pada orang lansia, terdapat penurunan produksi enzim hati, aliran darah hati, dan fungsi hati. Semua penurunan ini mengakibatkan berkurangnya metabolisme obat. Dengan berkurangnya laju metabolisme obat, waktu paruh (t 1/2) dari obat-obat meningkat, dan dapat terjadi akumulasi obat. Metabolisme suatu obat menginaktivasi obat dan merupakan persiapan untuk eliminasi oleh ginjal. Toksisitas obat mungkin terjadi jika waktu paruh diperpanjang. Ginjal
dan
hati
adalah
organ
yang
bertanggung
jawab
untuk
mengeliminasi sebagian besar obat melalui biotransformasi di dalam hati menjadi suatu metabolit yang kurang aktif atau non aktif atau pembuangan obat dan metabolitnya melalui ginjal. Kedua proses ini menurun seiring dengan penuaan. Aliran darah hati menurun sebanyak 47% pada usia 65 tahun, yang sebagian terjadi akibat penurunan curah jantung secara bersamaan. Aliran darah hati, yang merupakan suatu faktor utama dalam klirens berbagai jenis obat, mungkin dipengaruhi lebih lanjut oleh gagal jantung dan sirkulasi, demam, dan dehidrasi. Dosis beberapa obat mungkin perlu dikurangi untuk lansia. Contoh obat yang mengalami penurunan metabolisme pada lansia karena penurunan aliran darah hati : amitriptilin, desipramin, imipramin, isoniazid, lidokain, meperidin, morfin, nortriptilin, propoksifen, propranolol, verapamil.
33
Pada orang lansia terdapat penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus sebanyak 40-50%. Dengan adanya penurunan fungsi ginjal, terdapat penurunan ekskresi obat, dan terjadi akumulasi obat. Dosis obat yang dieliminasi oleh ginjal harus dikurangi pada pasien lansia. Contoh obat yang mengalami penurunan eliminasi pada lansia karena penurunan fungsi ginjal: amantadin, amilorid, aminoglikosid, antibiotik, atenolol,
kaptopril,
klorpropamid,
simetidin,
klonidin,
digoksin,
disopiramid, etambutol, litium, metotreksat, metildopa, metoklopramid, prokainamid, pridostigmin, vankomicin. Toksisitas obat harus dinilai secara terus-menerus selama klien menerima pengobatan.
C.
Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Obat Pada Lansia Penggunaan obat harus mempertimbangkan rasio manfaat dan resiko bagi
pasien. Pemilihan obat tidak hanya melihat manfaatnya menyembuhkan penyakit, namun harus selalu disertai pertimbangan kondisi pasien. Obat dikategorikan tidak aman bagi kondisi pasien apabila obat tersebut potensial menyebabkan efek samping yang berbahaya bagi kondisi pasien atau sudah terbukti menyebabkan efek samping pada pasien (Rahmawati,2008). Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006). Secara singkat, pemakaian obat, dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat
34
kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya (Vance dan Millington, 1986). Penggunaan obat pada pasien lansia memerlukan perhatian khusus karena adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses penuaan. Resiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (edverse drug reactions) dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat pasien lansia, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien lansia sangat potensial untuk memperburuk status kesehatannya (Retno, 2010). Kriteria penggunaan obat rasional dalam Direktorat bina penggunaan obat rasional (2008) adalah : 1. Tepat diagnosis Obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah. 2. Tepat indikasi penyakit Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit. 3. Tepat pemilihan obat Obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit. 4. Tepat dosis Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. a. Tepat Jumlah Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.
35
b. Tepat cara pemberian Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya. c. Tepat interval waktu pemberian Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat perhari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam. d. Tepat lama pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing–masing. Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 – 14 hari. 5. Tepat penilaian kondisi pasien Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan: kontraindikasi obat, komplikasi, serta banyaknya penyakit yang diderita. 6. Waspada terhadap efek samping Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah, serta gatal-gatal.
36
7. Efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau Untuk mencapai kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi. 8. Tepat tindak lanjut (follow up) Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter. 9. Tepat penyerahan obat (dispensing) Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan informasi yang tepat. 10. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan Ketidakpatuhan minum obat terjadi pada keadaan berikut : a. Jenis sediaan obat beragam b. Jumlah obat terlalu banyak c. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi e. Pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan obat f. Timbulnya efek samping
Adapun prinsip umum penggunaan obat pada lansia dalam Manjoer (2004) : 1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya
37
2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkan dan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya 3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan pada orang dewasa yang masih muda, kemudian dosis ditingkatkan sesuai respons. 4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan memonitor kadar plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat umumnya lebih rendah. 5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien 6. Lakukan evaluasi secara berkala obat-obat yang digunakan dalam jangka waktu lama, apakah perlu penyesuaian tata cara atau bahkan perlu dihentikan. 7. Tidak mengobati setiap gejala yang timbul. 8. Sederhanakan tata cara. Hanya obat-obat dengan indikasi jelas yang diresepkan dan sedapat mungkin dengan frekuensi penggunaan sekali atau dua kali sehari. 9. Berilah penandaan yang jelas pada label wadah obat. Hindari penggunaan singkatan yang tidak dimengerti. 10. Berikan informasi yang jelas dan dapat dipahami oleh pasien. Libatkan pelaku rawat (care giver).
D.
Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
38
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan menurut Notoatmojo(2003), yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu yang telah dipelajari. tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk ke dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikannya, mendefinisikan dan sebagainya. 2. Paham (comprehension) Paham diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Aplikasi ini diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
39
diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4.
Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu konsep, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjuk kepada satu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmojo (2003), yaitu : 1. Pengalaman, yakni pengalaman yang didapat seseorang terutama pengalaman dalam menerima pelayanan kesehatan. 2. Informasi, yakni informasi yang didapat seseorang yang biasa diperoleh dari guru, media massa, orang tua, dan sebagainya.
40
Pengetahuan lansia dan pemahaman tentang terapi obat memengaruhi keinginan atau kemampuannya dalam mengikuti suatu program pengobatan. Apabila lansia tidak memahami tujuan obat, penjadwalan dosis yang teratur, metode pemberian yang tepat, dan efek samping yang mungkin timbul dapat membuat lansia tidak mematuhi program pengobatan (Potter dan Perry, 2005). Pengetahuan yang perlu diketahui lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia dalam Potter dan Perry, (2005); Direktorat bina penggunaan obat rasional (2008) , yaitu: 1. Obat yang diminum Lansia mengetahui obat apa saja yang akan diminum. Pemilihan obat harus disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan sesuai dengan keluhan dan penyakit. Obat tidak kontraindikasi dengan penyakit yang diderita.
Obat
memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang asing harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi petugas kesehatan untuk menanyakan nama generik atau kandungan obat. 2. Tujuan minum obat Mengetahui tujuan meminum obat tersebut, dan mengetahui efek terapi yang dihasilkan obat tersebut untuk mengatasi keluhan ataupun penyakit yang diderita. 3. Dosis Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup, tidak dikurangi ataupun dilebihkan untuk mendapatkan efek obat yang maksimal.
41
4. Waktu pemberian Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, misalnya seperti dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam, yaitu obat dalam tubuh akan habis dalam waktu 8 jam. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu. Tepat lama pemberian obat adalah penetapan lama pemberian obat sesuai dengan diagnosa penyakit dan kondisi. Apakah obat cukup diminum hingga gejala hilang saja, atau obat perlu diminum selama 3 hari, 5 hari, ataupun 3 bulan. 5. Cara pemberian Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai. Obat dapat diberikan dengan cara peroral (melalui mulut), per rektal (melalui dubur), parenteral (melalui suntikan, bisa intravena, intramuskular, subkutan) atau topikal (dioleskan di kulit, seperti krim, gel, salep). Jika obat masih bisa diberikan melalui oral, hindari pemberian melalui parenteral. Jika terapi cukup secara lokal melalui obat-obat topikal, tidak perlu diberikan melalui oral. Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi sehingga menurunkan efektifitasnya.
42
6. Efek samping yang mungkin timbul Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah, serta gatal-gatal. Lansia harus mengetahui efek yang mungkin timbul bila meminum obat dan tindakan yang harus dilakukan bila efek tersebut terjadi. 7. Tindak lanjut Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut konsultasikan ke dokter.
E.
Sikap Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan
mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat menguntungkan atau merugikan (Eagle & Chaiver, 1993). Menurut Fazio (1995) sikap adalah asosiasi dalam memori antara objek yang diberikan dan evaluasi dari rangkuman objek yang yang diberikan tersebut. Definisi lain dari sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Sikap adalah evaluasi keseluruhan objek yang berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan perilaku (Maio et al, 2009). Sikap seperti kebanyakan keadaan psikologis lain, tidak dapat secara langsung diamati. Kita tidak dapat melihat sikap seperti kita melihat berapa tinggi atau cepatnya lari sebuah mobil. Sikap berada di dalam fikiran manusia, dan
43
hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003, Himmelfarb, 1993). Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang menurut Notoatmojo(2003), yaitu : 1. Komponen kognitif Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat karena kepercayaan itu kadang terbentuk dari kurang atau tidak ada informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. 2. Komponen afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. 3. Komponen konatif Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.
44
Ada beberapa faktor yang menghambat maupun menunjang perubahan sikap, menurut Notoatmojo (2003) yaitu : 1. Faktor yang menghambat perubahan sikap, yaitu : a. Stimulus (sifat indeferent) sehingga faktor perhatian kurang berperan terhadap stimulus yang diberikan. b. Tidak memberikan harapan untuk mada depan. c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut sehingga tidak ada pengertian terhadap stimulus tersebut. 2. Faktor yang menunjang perubahan sikap, yaitu : a. Dasar utama terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai dengan imbalan dan hukuman. b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi perubahan dalam sikap. c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap semula. Menurut Notoatmodjo (2007) ada 4 tingkatan dari sikap, yaitu : 1. Menerima (receiving) Menerima berarti subjek yang bersedia dan mau memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon (responding) Merespon berarti bersedia memberikan jawaban apabila ditanya maupun mengerjakan tugas yang telah diberikan.
45
3. Menghargai (valuing) Tingkatan ke tiga dari sikap adalah subjek mengajak subjek lain untuk mengerjakan atau berdiskusi tentang suatu masalah. 4. Bertanggungjawab (responsible) Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan tingkatan dari sikap yang tertinggi. Sikap lansia terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungannya pada obat. Lansia seringkali tidak mau mengungkapkan perasaannya tentang obat, khususnya jika mengalami ketergantungan obat. (Potter dan Perry, 2005). Sikap yang tepat dalam minum obat dalam Potter dan Perry (2005), adalah: 1. Benar obat Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya harus diperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat akan diminum, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan. Melihat label di wadah obat yang akan diminum sesuai atau tidak dengan obat yang akan diminum. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai.
2. Benar dosis Minum obat sesuai dosis yang dianjurkan. Untuk menghindari kesalahan pemberian obat,
maka penentuan dosis
harus diperhatikan dengan
menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar. Seringkali melebihkan dosis bila efek dari
46
obat belum terlihat, hal itu akan meningkatkan efek samping yang ditimbulkan. Adanya ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan pada pasien. Dosis yang kurang akan menyebabkan tidak tercapainya dosis terapi yang berakibat keadaan pasien tidak membaik. dimana dengan dosis yang lebih besar maka akan menyebabkan konsentrasi plasma yang lebih besar pula dan lebih besar kemungkinan tercapai dosis toksik. (Shargel, 1985). Menurut Rahardja (2007) Lansia menggunakan dosis yang lebih rendah, yakni: a. 65-74 tahun : dosis biasa-10% b. 75-85 tahun: dosis biasa-20% c. 85 th dan lebih: dosis biasa-30%
3. Benar cara pemberian Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, topikal, rektal, dan inhalasi. a. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. b. Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
47
c. Rektal yaitu pemberian obat melalui anus berupa supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral. d. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Kebanyakan lansia mengkonsumsi obat dengan oral, melalui injeksi jarang dilakukan. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau bersama makanan
4. Benar waktu Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan, karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
F.
Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Menurut Skiner (1938) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) jadi perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Penelitian Rogers tahun 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
48
1. Awarrenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimuli (objek) terlebih dahulu terhadap stimulus. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku dalam 3 domain, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tindakan). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan karena diperlukan beberapa faktor pendukung untuk mencapai suatu tindakan, antara lain: 1. Persepsi (perception), Mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2. Respon terpimpin (guided response), Artinya bahwa subjek dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme (mecanism), Artinya apabila seeorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis sehingga sesuatu itu menjadi suatu kebiasaan. 4. Adopsi (adoption), Merupakan suatu praktek yang sudah berkembang dengan baik, tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.
49
Menurut Green (1980), faktor yang mempengaruhi perilaku terdiri atas: 1. Predisposisi (predisposising factor), merupakan suatu keadaan, pikiran yang menguntungkan. Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi dan nilai-nilai yang terdapat dalam diri individu berkenaan dengan motivasi seseorang. 2. Faktor pendukung (enabling factor), merupakan sumber daya dan ketrampilan yang memudahkan terjadinya perilaku. Faktor ini meliputi ketersediaannya sarana pelayanan kesehatan. 3. Faktor penguat (reinforcing factor), merupakan faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap dan perilaku orang lain, misalnya keluarga, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, pamong desa dan lain-lain. Perawat yang memberi obat kepada lansia harus mencermati lima pola penggunaan obat oleh klien lansia sebagaimana yang diidentifikasi Ebersole dan hess, dalam Potter dan Perry (2005), yaitu: 1. Polifarmasi Klien menggunakan banyak obat, yang diprogramkan atau tidak, sebagai upaya mengatasi beberapa gangguan secara bersamaam. 2. Meresepkan obat sendiri (self-prescribing of medication) Berbagai gejala dapat dialami oleh klien lansia, misalnya nyeri, konstipasi, insomnia, dan ketidakmampuan mencerna. Semua gejala ini ditemukan pada penggunaan obat yang dijual bebas. Lansia seringkali berupaya mencari pereda gangguan yang mereka alami dengan menggunakan preparat yang dijual bebas, obat-obatan rakyat, jamu-jamuan.
50
3. Obat yang dijual bebas Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75% lansia. Banyak preparat yang dijual bebas jika tidak menggunakannya dengan tepat dapat menimbulkan efek samping. 4. Penggunaan obat yang salah (missuse) Penggunaan yang berlebih (overuse), penggunaan yang kurang (underuse), penggunaan yang tidak teratur (erratic use), dan penggunaan yang dikontraindikasikan. 5. Ketidakpatuhan (noncompliance) Penggunaan obat yang salah secara sengaja. 75% dari lansia tidak mematuhi program pengobatan dengan sengaja dengan merubah dosis karena dirasa tidak efektif atau efek samping obat membuat lansia tidak nyaman. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter, apoteker dan perawat. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Joyce & Evelyn, 1996). Sebab-sebab terjadinya ketidakpatuhan lansia dalam minum obat menurut Joyce & Evelyn (1996) yaitu: a. Memakai terlalu banyak pengobatan pada waktu yang berbeda-beda b. Tidak mengerti tujuan atau alasan pemakaian obat c. Menurunkan daya ingat d. Berkurangnya mobilitas dan keluwesan gerak
51
e. Gangguan penglihatan dan pendengaran f. Keuangan dikurangi g. Kesulitan dalam membuka penutup botol (yang sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah anak-anak dapat membuka botol obat) h. Efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan agar terjadi kepatuhan pada lansia menurut Joyce & Evelyn (1996) antara lain: a. Buat diagram yang menunjukkan waktu pemakaian obat. Sediakan ruang kosong untuk memberi tanda setiap kali obat dipakai. b. Jelaskan tujuan, kerja obat, dan pentingnya pengobatan. Sediakan waktu untuk bertanya dan menegaskan kembali. c. Dorong anggota keluarga dan teman untuk memantau aturan pengobatan. d. Nasehatkan anggota keluarga atau teman untuk menyediakan obat dan air atau cairan lain yang mudah dicapai. Bantu orang tua tersebut sesuai dengan kebutuhan. e. Sarankan pemeriksaan mata dan telinga (kacamata atau alat bantu dengar) f. Hubungi departemen pelayanan sosial dari insitusi.
52
G. Kerangka Teori
Lansia -
Perubahan fisiologis Perubahan psikologis Perubahan mental Perubahan spritual Perubahan sosial Perubahan emosi
Gangguan kesehatan
Pengetahuan lanjut usia tentang konsumsi obat yang aman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Obat yang diminum Tujuan minum obat Dosis Waktu pemberian Cara pemberian Efek samping yang mungkin timbul Tepat tindak lanjut
Manajemen dan Penanganan gangguan kesehatan -
Farmakologis (Terapi obat)
-
Non farmakologis (Pendidikan kesehatan)
Sikap Lanjut Usia pada konsumsi obat yang aman 1. Benar obat 2. Benar dosis 3. Benar cara pemberian 4. Benar waktu
Perilaku Minum Obat pada lanjut usia 1. Polifarmasi 2. Meresepkan obat sendiri (selfprescribing of medication) 3. Obat yang dijual bebas 4. Penggunaan obat yang salah (misuse) 5. Ketidakpatuhan (noncompliance)
Gambar 2.1 Kerangka Teori (modifikasi Notoatmodjo, 2007 Potter & Perry, 2005; Direktorat bina penggunaan obat rasional, 2008)
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti membuat suatu kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut : Variabel Independent
Variabel Dependent
Pengetahuan lanjut usia tentang konsumsi obat yang aman 1. Obat yang diminum 2. Tujuan minum obat 3. Dosis
Perilaku Minum Obat pada lanjut usia
4. Waktu pemberian
1. Polifarmasi
5. Cara pemberian 6. Efek samping yang mungkin timbul 7. Tepat tindak lanjut
2. Meresepkan obat sendiri (self-prescribing of medication) 3. Obat yang dijual bebas
Sikap Lanjut Usia pada konsumsi obat yang aman
4. Penggunaan obat yang salah (misuse) 5. Ketidakpatuhan (noncompliance)
1. Benar obat 2. Benar dosis 3. Benar cara pemberian 4. Benar waktu
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 53
54
B. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan perilaku minum obat. 2. Ada hubungan antara sikap lansia dengan perilaku minum obat.
C. Definisi Operasional No Variabel
1.
Pegetahuan
Definisi
Cara
Alat
Hasil
Skala
Operasional
Ukur
Ukur
Ukur
Ukur
Pengetahuan lansia tentang
Wawancara
Kuesioner pengetahuan dengan
Baik, jika nilai
Ordinal
konsumsi obat yang aman, yaitu,
jumlah pertanyaan ada 8
jawaban
Obat yang diminum, Tujuan
pertanyaan dan menggunakan
responden ≥ 7
minum obat, Dosis, Waktu
skala Guttman, dimana responden
pemberian, Cara pemberian, Efek
hanya menjawab benar atau salah.
samping yang mungkin timbul,
Dimana jawaban benar diberi skor
Tepat tindak lanjut.
1 dan salah diberi skor 0.
Kurang baik, jika nilai jawaban responden < 7
(Sugiyono, 2009) 2.
Sikap
Sikap lansia dalam minum obat,
Wawancara
Kuesioner sikap dengan jumlah
Baik, jika nilai
yaitu : benar obat, benar dosis,
pertanyaan ada 8 pertanyaan dan
jawaban
benar rute pemberian, dan benar
menggunakan skala Likert
responden ≥ 28
Ordinal
55
56
waktu.
dengan 4 pilihan, Sangat Setuju
Kurang baik,
(SS) dinilai 4, Setuju (S) dinilai 3, jika nilai Tidak Setuju (TS) dinilai 2, dan
jawaban
Sangat Tidak Setuju (STS) dinilai
responden < 28
1. (Sugiyono,2009) 3.
Perilaku
Perilaku lansia dalam penggunaan
Wawancara
Kuesioner perilaku dengan jumlah Baik, jika nilai
obat, yaitu: polifarmasi,
pertanyaan ada 7 pertanyaan dan
meresepkan obat sendiri, obat
menggunakan skala Likert dimana responden ≥ 24
yang dijual bebas, penggunaan
responden menjawab sesuai
obat yang salah, ketidakpatuhan.
dengan pendapatnya. Terdapat 4 pilihan, Selalu dinilai 4, Kadang-kadang dinilai 3, Jarang dinilai 2, dan Tidak pernah dinilai 1. (Hidayat, 2008)
jawaban
Kurang baik, jika nilai jawaban responden < 24
Ordinal
57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional yang bertujuan ingin mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan studi cross sectional, dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi, 2007).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di Posbindu Cempaka, RW 06, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat. Penelitian dilakukan pada tanggal 19 Desember – 24 Desember 2012.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Notoatmodjo, 2005). Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat dengan jumlah populasi 88 orang. 2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Aziz, 2007). Sampel pada penelitian ini 57
58
adalah lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik purposive sampling dimana sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah di tentukan peneliti sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi, yaitu: a. Kriteria Inklusi 1) Berusia ≥ 60 tahun 2) Merupakan lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat 3) Bersedia menjadi responden 4) Bisa berbahasa Indonesia 5) Kooperatif b. Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang memiliki gangguan pendengaran total dan dementia. 3. Besar Sampel Rumus Slovin untuk menentukan ukuran sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikansi α adalah: n= N 1+Nα2 n = 88 1+88 (0.05)2 n = 88 1,22 n = 72,13 = 72 sampel
59
Keterangan : n = jumlah sampel yang dibutuhkan N = jumlah populasi α = taraf signifikan 0,05 (5%)
D. Pengumpulan Data 1. Metode dan Instrumen Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengajukan izin terlebih dahulu ke ketua kader Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat. Peneliti selanjutnya meminta daftar lansia yang tinggal di wilayah posbindu tersebut, lalu menyeleksi calon responden sesuai kriteria yang telah dibuat peneliti. Setelah mendapatkan responden sesuai dengan kriteria yang telah di tentukan, peneliti melakukan pendekatan dengan mendatangi calon respoden satu persatu secara individu dan menjelaskan tentang penelitian yang akan di laksanakan, dan meminta izin kesediannya untuk menjadi responden. Jika calon responden bersedia, responden di minta untuk menandatangani surat permohonan. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian untuk memperoleh data dari responden. Kuesioner ini telah di susun secara struktural dan berdasarkan teori dan berisi pernyataan-pernyatan yang harus dijawab oleh responden. Peneliti meminta bantuan kepada orang lain untuk membantu membacakan kuesioner, yang sebelumnya telah dilakukan pelatihan agar yang dikatakan peneliti dan yang membantu peneliti sama. Peneliti dan pembantu peneliti membacakan kuesioner, dan responden tinggal menjawab lalu peneliti dan
60
pembantu peneliti mencheklist dilembar kuesioner. Setelah itu peneliti dan pembantu peneliti memeriksa kembali lembar kuesioner.
2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yaitu pengambilan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan-pernyataan kepada responden dengan harapan responden memberikan jawaban atas daftar pertanyaan tersebut. Kuesioner ini dibagi menjadi 4 bagian yakni kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia, kuesioner sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman bagi lansia, dan perilaku minum obat lansia. a. Kuesioner data demografi Tentang biodata responden yakni data lansia meliputi umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penyakit atau keluhan yang sering diderita, jenis obat yang sering dikonsumsi, cara mendapatkan obat. b. Kuesioner pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman Kuesioner ini menggunakan skala Guttman, dimana skala ini menginginkan tipe jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya (Djaali dan Muljono, 2007). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tipe jawaban benar-salah untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia. Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar ckecklist dan total pernyataan berjumlah 15 pernyataan, dengan semua pernyataan positif.
61
Tabel 4.1 Kuesioner Pengetahuan No. Item pengetahuan
No. Pertanyaan
1.
Obat yang diminum
1
2.
Tujuan minum obat
2
3.
Dosis
3
4.
Waktu pemberian
4, 8
5.
Cara pemberian
5
6.
Efek samping yang mungkin timbul
6
7.
Tindak lanjut
7
Kategori pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dibagi menjadi dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian pengetahuan ini menggunakan nilai median dikarenakan data pengetahuan tidak berdistribusi normal. Nilai median diperoleh dengan bantuan softwere komputer yakni Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20 sehingga nilai median pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman adalah 7, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 7 dan 2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 7. Pengetahuan yang baik dalam konsumsi obat yang aman adalah lansia yang mengetahui obat apa saja yang akan diminum, mengetahui tujuan meminum obat tersebut, mengetahui dosis obat yang diminum, mengetahui waktu minum obat, mengetahui cara pemberian obatnya, mengetahui efek samping obat yang mungkin timbul, dan mengetahui tindak lanjut bila sakit berlanjut.
62
c. Kuesinoner sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan, Sangat Setuju (SS) dinilai 4, Setuju (S) dinilai 3, Tidak Setuju (TS) dinilai 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) dinilai 1. Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar checklist dan terdiri dari 12 pernyataan, dengan semua pernyataan positif.
Tabel 4.2 Kuesioner Sikap No. Item sikap
No. Pertanyaan
1.
Benar obat
1, 5
2.
Benar dosis
2, 6
3.
Benar cara pemberian
3, 7
4.
Benar waktu
4, 8
Kategori sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dibagi menjadi dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian sikap ini menggunakan nilai median dikarenakan data sikap tidak berdistribusi normal. Nilai median diperoleh dengan bantuan softwere komputer yakni Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20 sehingga nilai median sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman adalah 28, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 28 dan 2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 28. Sikap lansia yang baik dalam konsumsi obat yang aman adalah sikap lansia yang benar nama obat yang akan diminum, minum obat sesuai dosis yang dianjurkan, benar cara pemberian obat, dan benar waktu pemberian obat.
63
d. Kuesioner perilaku lansia terhadap minum obat Kuesioner ini pula menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan, Selalu dinilai 4, Kadang-kadang dinilai 3, Jarang dinilai 2, dan Tidak pernah dinilai 1 . Kuesioner ini dibuat dalam bentuk daftar checklist dan terdiri dari 15 penyataan, dengan pernyataan positif nomor 3.
Tabel 4.3 Kuesioner Perilaku No. Item perilaku
No. Pertanyaan
1.
Polifarmasi
1, 6
2.
Meresepkan obat sendiri (self-prescribing of medication)
2
3.
Obat yang dijual bebas
3
4.
Penggunaan obat yang salah (misuse)
4, 7
5.
Ketidakpatuhan (noncompliance)
5, 8
Kategori perilaku lansia dalam minum obat dibagi menjadi dua kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian perilaku ini menggunakan nilai median dikarenakan data perilaku tidak berdistribusi normal. Nilai median diperoleh dengan bantuan softwere komputer yakni Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 20 sehingga nilai median perilaku lansia dalam minum obat adalah 24, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 24 dan 2) Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 24. Perilaku lansia yang baik dalam minum obat adalah jumlah obat yang diminum tidak lebih dari 3 macam obat, tidak meresepkan obat sendiri saat
64
membeli obat di apotik, tidak membeli obat yang dijual bebas, dosis obat tidak berlebihan atau tidak mengurangi dosis, dan patuh terhadap pengobatan. 3. Uji Instrumen Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reabilitas data. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2010) mengatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus Pearson Product Moment. Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu tetap konsisten (Notoatmodjo, 2010). Teknik uji reliabilitas ini menggunakan rumus Spearman-Brown, kemudian hasil yang diperoleh disesuaikan dengan tabel r product moment. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila r11 > r tabel dan apabila r11 < r tabel dikatakan tidak reliabel (Hidayat, 2008). Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Oktober – 4 November 2012 di RW 01, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat dengan melibatkan 30 responden, dikarenakan wilayah tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan sampel di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat dan memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi pada penelitian ini. Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner pengetahuan lansia tentang pengobatan yang aman, kuesioner sikap (kepercayaan) lansia dalam
65
konsumsi obat dan kuesioner perilaku lansia dalam minum obat yang aman. Pada kuesioner pengetahuan lansia tentang pengobatan yang aman dari 8 pertanyaan terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai rhitung < rtabel yakni pertanyaan nomor 3 (rhitung = -0,182 < 0,361). Pada kuesioner sikap (kepercayaan) lansia dalam konsumsi obat semua pertanyaan valid dengan 8 pertanyaan dikarenakan nilai rhitung > rtabel. Pada kuesioner perilaku lansia dalam minum obat yang aman dari 8 pertanyaan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid, yakni pertanyaan nomor 1 (rhitung = 0,253 < 0,361), nomor 5 (rhitung = 0,250 < 0,361), dan nomor 8 (rhitung = 0,058 < 0,361). Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan didrop atau dihapuskan dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur dan telah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang valid dan pertanyaan yang valid akan ditetapkan untuk dipakai (Djaali dan Muljono, 2007) dan yang lainnya akan diganti dengan pertanyaan lain yang sama tujuannya. Kuesioner yang diganti adalah B3, D1, dan D8 sedangkan untuk D5 dihapuskan. Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha Cronbach ( )sebesar 0,854. Nilai tersebut menunjukkan ralpha> rtabel berarti pertanyaan yang berada dalam kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.
E. Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan media elektonik komputer dalam proses pengolahan datanya. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dengan komputer dalam Hidayat(2003) dan Notoatmodjo (2002) adalah sebagai berikut :
66
1. Editing Editing adalah kegiatan untuk pengecekan atau perbaikan isian formulir atau kuesioner. Editing (penyuntingan) ini dilakukan terlebih dahulu setelah penyebaran kuesioner untuk melihat apakah jawaban sudah lengkap atau belum. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”. 2. Coding Coding atau pengkodean adalah kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya 1 = laki-laki, 2 = perempuan. Kegiatan ini dilakukan apabila semua kuesioner sudah diedit atau disunting. 3. Data entry atau Processing Data entry adalah kegiatan memasukkan data (jawaban-jawaban dari masingmasing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf)) ke dalam program atau “software” komputer. Paket program komputer yang digunakan pada penelitian ini adalah paket program SPSS for Window. 4. Cleaning atau Pembersihan Data Cleaning adalah kegiatan mengecek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan
adanya
kesalahan-kesalahan
kode,
ketidaklengkapan,
dan
sebagainya, yang kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Cara yang dilakukan dalam proses ini adalah membuat distribusi frekuensi masing-masing variabel untuk mengetahui adanya data yang hilang (missing) dan mendeteksi apakah data yang dimasukkan benar atau salah.
67
F. Analisis Data 1. Analisis univariat Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Data univariat yang dianalisis pada penelitian ini adalah data demografi, pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia, sikap lansia dalam konsumsi obat yang aman bagi lansia dan perilaku minum obat, yang dihasilkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabelnya.
2. Analisis bivariat Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang bersangkutan (variabel independen dan variabel dependen). Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman bagi lansia (variabel independen) terhadap perilaku minum obat (variabel dependen). Teknik yang digunakan untuk analisis bivariat ini adalah uji Chi Square pada 5% dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga jika nilai p < 0.05, berarti perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada program SPSS apabila tabel yang digunakan 2x2 dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai adalah ”continuity correction (α)” untuk memberikan kesimpulan perhitungannya dan jika ada nilai
68
E < 5 menggunakan likelihood ratio (digunakan untuk analisis stratifikasi dan untuk mengetahui hubungan linear dua variabel katagorik) (Amran, 2012). Uji chi square di atas hanya dapat melihat ada perbedaan proporsi antar kelompok. Untuk melihat derajat hubungan maka dipakai ukuran nilai Odds Ratio (OR)karena desain penelitian ini adalah cross sectional (Amran, 2012). Pengujian tes hipotesis terhadap nilai OR dengan cara menentukan confidence interval. Interpretasi OR bila nilai dalam Chandra (2009) : OR = 1, diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor risiko dan penyakit OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan penyakit
G. Etika Penelitian Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam penelitian (Hidayat,2003). Masalah dalam etika keperawatan dalam Hidayat (2003) meliputi: 1. Lembar Persetujuan (informed consent) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian lembar ini agar subyek bersedia, mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak mereka.
69
2. Tanpa nama (Anonimity) Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality) Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Menjaga kerahasian identitas responden.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Posbindu adalah suatu wadah pelayanan kepada usia lanjut di masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non–pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Atau salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat (Depkes RI, 2003). Posbindu Cempaka terletak di jalan Sukun RT 03 RW 06 Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, di kediaman Hj. Hairiah. Posbindu ini diadakan pada rabu minggu ketiga setiap bulannya. Posbindu Cempaka berdiri sejak 21 mei 2004 dengan jumlah kader 11 orang, karena kesibukan 1 kader mengundurkan diri sehingga sekarang berjumlah 10 orang. Keseluruhan jumlah pasien ada 150 orang (lansia dan pralansia), dan biasanya yang hadir pada saat posbindu berlangsung sekitar 40-60 orang. Kader dibantu oleh bidan dari Puskesmas Ciputat yang melakukan pengobatan seperti pengukuran tekanan darah dan pemberian obat. Kegiatan yang dilakukan adalah pertama daftar dan menyerahkan buku posbindu (buku khusus lansia) lalu pengukuran berat badan dan pengukuran tekanan darah
70
71
setelah itu konsultasi dengan bidan dan pemberian obat, dan dilanjutkan dengan pemberian makanan seperti bubur dan teh tawar. Perkembangan dari posbindu ini terlihat dengan semakin banyaknya jumlah lansia yang datang ke posbindu yang berarti banyaknya lansia memilih pelayanan kesehatan di Posbindu ini.
B. Keadaan Lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat 1. Keluhan yang sering dirasakan Keluhan yang sering dirasakan oleh lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah mata gatal, tenggorokan panas, pegel-pegal pada kaki dan tangan, kesemutan dijari-jari, batuk, pilek, demam, pusing, sakit kepala, sesak, mudah capek, dan susah tidur.
2. Penyakit yang sedang diderita Kebanyakan penyakit yang sedang diderita oleh lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah hipertensi, diabetes melitus, maag, dan arthritis reumatoid.
3. Jenis obat yang sering dikonsumsi Jenis obat yang sering dikonsumsi oleh lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat adalah ranitidin, promag, nifedipine, piroxicam, captopril, panadol, antasid, asam
72
mefenamat, OBH, paramex, bodrex, neurobion, neoramasil, vitamin B kompleks, dan laserin.
4. Cara mendapatkan obat Kebanyakan lansia di Posbindu Cempaka RW 06 kelurahan Cempaka Putih Ciputat mendapatkan obat dengan cara beli sendiri di warung, membeli di apotik tanpa dan dengan resep, dari puskesmas dan posbindu, serta dari dokter dan rumah sakit.
C. Gambaran Demografi Responden Responden pada penelitian ini adalah lansia yang berumur Berusia ≥ 60 tahun
dengan kriteria tidak mengalami gangguan pendengaran total dan
dementia. Jumlah lansia di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat yang menjadi sampel penelitian adalah 72 orang setelah dilakukan proses skrining dengan menggunakan kuesioner. Berikut hasil analisis karakteristik responden penelitian:
1. Usia Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Variabel Usia lansia (tahun)
Mean
SD
Min-Maks
64,24
3,59
60-75
73
Tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi responden beradasarkan usia. Usia minimum responden pada penelitian ini adalah berusia 60 tahun, dan usia maksimum adalah 75 tahun. Rata – rata usia yang menjadi responden adalah lansia yang berusia 64 tahun dengan standar deviasi 3,59. Kemudian usia tersebut dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu yang berusia 60-67 dan >67. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini : Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Variabel
Kategori
n
%
Usia
60-67
58
80,6
Kategori
>67
14
19,4
72
100
Total
Tabel 5.2 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok usia. Dari Responden sebanyak 72 lansia, usia 60-67 sebanyak 58 orang (80,6%).
2. Jenis kelamin Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Variabel
Kategori
n
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
13
18,1
Perempuan
59
81,9
72
100
Total
74
Tabel 5.3 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin. Dari Responden sebanyak 72 lansia, responden perempuan sebanyak 59 orang (81,9%).
3. Pendidikan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Variabel Tingkat pendidikan
Kategori
n
%
-
Tidak Sekolah
33
45,8
-
SD
30
41,7
-
SMP
5
6,9
-
SMA
3
4,2
-
Perguruan Tinggi
1
1,4
Total
72
100
Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikannya. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan dibedakan menjadi 5 kategori, dan dari 72 responden, yang tidak sekolah (termasuk yang tidak lulus SD) sebanyak 33 orang (45,8%).
4. Pekerjaan Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Variabel
Kategori
n
%
Status
Bekerja
22
30,6
Pekerjaan
Tidak Bekerja
50
69,4
72
100
Total
75
Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mempunyai status pekerjaan tidak bekerja sebanyak 50 orang (69,4%).
D. Analisis Univariat 1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Konsumsi Obat yang Aman
Variabel
Kategori
n
%
Pengetahuan
Kurang Baik
9
12,5
Baik
63
87,5
72
100
Total
Tabel 5.6 menunjukkan sebanyak 63 lansia (87,5%) memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman.
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Responden Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
Variabel
Kategori
n
%
Sikap
Kurang Baik
30
41,7
Baik
42
58,3
72
100
Total
76
Tabel 5.7 menunjukkan sebanyak 42 lansia (58,3%) memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman.
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Responden dalam Minum Obat Variabel
Kategori
n
%
Perilaku
Kurang Baik
32
44,4
Baik
40
55,6
72
100
Total
Tabel 5.8 menunjukkan sebanyak 40 lansia (55,6%) memiliki perilaku baik dalam minum obat.
77
E. Analisis Bivariat 1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Tabel 5.9 Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Perilaku Minum Obat Pengetahuan Lansia Kurang Terhadap Baik Konsumsi Baik Obat yang Aman n % N %
N
%
Kurang Baik
1
11,1%
8
89,9%
9
100,0
Baik
31
49,2%
32
50,8%
63
100,0
Total
32
44,4
40
55,6
72
100,0
Total
OR (95% CI)
Pvalue
0,129 0,021 (0,015-1,093)
Berdasarkan tabel 5.9 di atas diketahui bahwa dari 9 lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik hanya 1 lansia (11,1%) yang berperilaku kurang baik dalam minum obat dan terdapat 8 lansia (89,9%) yang berperilaku baik dalam minum obat sedangkan dari 63 lansia yang memiliki pengetahuan baik terdapat 31 lansia (49,2%) yang berperilaku kurang baik dalam minum obat dan 32 lansia (50,8%) yang berperilaku baik dalam minum obat. Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,021 dilihat dari nilai likelihood ratio (digunakan untuk analisis stratifikasi dan untuk mengetahui hubungan linear dua variabel katagorik) pada uji ChiSquare dengan CI 95% dan α 5%berarti p-value < α yang artinya Ho
78
ditolak, berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p < 0,05). Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 0,129 (0,015-1,093) berarti bahwa lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 0,13 lebih besar lansia tersebut berperilaku kurang baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman.
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Tabel 5.10 Hubungan Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman Dengan Perilaku Minum Obat Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman
Perilaku Minum Obat Total
Kurang Baik
OR (95% CI)
Pvalue
Baik n
%
N
%
N
%
Kurang Baik
17
56,7%
13
43,3%
30
100,0
Baik
15
35,7%
27
64,3%
42
100,0
2,354 0,128 (0,902-6,142) Total
32
44,4
40
55,6
72
100,0
Berdasarkan tabel 5.10 di atas diketahui bahwa dari 30 lansia yang memiliki sikap kurang baik terdapat 17 lansia (56,7%) yang berperilaku kurang baik dalam minum obat dan hanya
13 lansia (43,3%) yang
berperilaku baik dalam minum obat sedangkan dari 42 lansia yang memiliki sikap baik terdapat 15 lansia (35,7%) yang berperilaku kurang
79
baik dalam minum obat dan 27 lansia (64,3%) yang berperilaku baik dalam minum obat. Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,128 dilihat dari nilai Continuity Correction (tabel 2x2, dan tidak ada nilai E<5) pada uji Chi-Square dengan CI 95% dan α 5%berarti p-value > α yang artinya Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat (p > 0,05). Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 2,354 (0,902-6,142) berarti bahwa lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 2,3 kali lebih besar lansia tersebut berperilaku kurang baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman.
BAB VI PEMBAHASAN
Bab VI ini akan membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat yang dilakukan di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat. Pembahasan yang akan dijelaskan meliputi keterbatasan penelitian, gambaran karakteristik responden, hasil analisis univariat dan hasil analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel dependen penelitian.
A. Gambaran Karakteristik Responden
1. Usia Gambaran demografi usia dari 72 sampel yang diambil dalam penelitan ini sebagian besar adalah usia 60-67 sebanyak 58 orang (80,6%), dan usia >67 sebanyak 14 orang (19,4%) dengan rata-rata usia responden adalah 64 tahun. Usia minimum responden pada penelitian ini adalah berusia 60 tahun, dan usia maksimum adalah 75 tahun. dan yang paling banyak yang menjadi responden berusia 62 tahun. Hal ini mungkin karena pada usia 60-67 tahun lansia masih lebih kuat untuk melakukan aktifitas, sehingga lebih banyak yang berusia 6067 tahun yang datang ke posbindu.
79
81
2. Jenis kelamin Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan jumlah sebanyak 59 responden perempuan (81,9%), dibandingkan
dengan
laki-laki
sebanyak
13
responden
(18,1%).
Kemungkinan hal ini disebabkan populasi di Posbindu Cempaka, dari 88 orang lansia yang berada di wilayah Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat, proporsi jenis kelamin perempuan jauh lebih besar daripada laki-laki. Hal ini sesuai dengan BPS RI - Susenas (2009), jumlah penduduk lanjut usia berdasarkan jenis kelamin jumlah lanjut usia perempuan sebesar 10,44 juta orang (8,96%) dari seluruh penduduk perempuan, jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang (7,76%) dari seluruh penduduk laki-laki. Dan juga Anna & Woro (1999), melihat tingkat kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup penduduk Indonesia kian meningkat pula, khususnya perempuan di mana usia perempuan akan lebih panjang, sehingga rata-rata umur harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini sesuai juga dengan Azwar (1999) bahwa jenis kelamin juga mempengaruhi tingkat kesadaran berobat antara perempuan dan laki-laki, karena pada umumnya kaum perempuan memiliki kesadaran yang baik untuk berobat daripada kaum laki-laki. Sehingga menyebabkan perempuan lebih banyak datang keposbindu daripada laki-laki.
82
3. Pendidikan Dilihat dari aspek pendidikan, jenjang pendidikan responden dalam penelitian ini dari 72
responden, yang tidak sekolah sebanyak 33 orang
(45,8%), pendidikan SD sebanyak 30 orang (41,7%), pendidikan SMP sebanyak 5 orang (6,9%), pendidikan SMA sebanyak 3 orang (4,2%) dan yang tingkat pendidikannya sampai Sarjana ada 1 orang (1,4%). Dari hasil penelitian ini, sebagian besar lanjut usia adalah berpendidikan dasar, dan sebagian besar lagi belum pernah sekolah . Rendahnya tingkat pendidikan pada lanjut usia ini mungkin disebabkan karena mereka lahir pada kurang lebih 60 tahun silam, dimana bangsa Indonesia baru saja merdeka dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan pada masa itu masih sangat terbatas. Kondisi ini berbeda dengan situasi saat ini dimana fasilitas pendidikannya sudah jauh lebih baik. Hal ini sesuai dengan data dari BPS-RI Susenas (2009) yang memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang relatif masih rendah, yaitu tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan ini, mayoritas terjadi pada perempuan, hal ini mengindikasikan bahwa budaya patriarkhi masih sangat terasa di dalam pendidikan pada era tahun 45-an, dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden adalah perempuan dan berpendidikan rendah.
83
4. Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat diperoleh hasil sebanyak 50 responden (69,4%) tidak bekerja sedangkan lansia yang mempunyai status pekerjaan bekerja sebanyak 22 orang (30,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kreager (2003) bahwa lebih banyak lansia yang tidak bekerja (55,9%) daripada yang bekerja (44,1%). Hal ini kemungkinan karena faktor umur yang menyebabkan lansia banyak yang tidak bekerja lagi, sebab sudah berkurangnya fungsi fisiologis tubuh, sehingga lebih sulit untuk melakukan aktifitas dan juga karena sebagian besar responden adlah perempuan yang kebayakan sebagai Ibu rumah tangga. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustika dan Woro (2000) yaitu status pekerjaan lansia yang tidak bekerja lebih sedikit yaitu 48,3% daripada yang bekerja 51,7%.
B. Hasil Analisis Univariat
1. Gambaran pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 63 lansia (87,5%) memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman sedangkan lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat yang aman sebanyak 9 lansia (12,5%). Hal ini kemungkinan karena responden mempunyai cukup banyak waktu untuk bertukar pikiran dan mencari informasi, sebab kebanyakan responden tidak bekerja. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003), lingkungan juga dapat mempengaruhi
84
pengetahuan, lingkungan memiliki fungsi
sebagai alat pergaulan dan
bertukar informasi yang dalam hal ini mengenai konsumsi obat yang aman, sehingga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan Nugroho (2000) dan Ariati (2005), umumya setelah seseorang memasuki tahap lansia maka akan mengalami penurunan fungsi kognitif (proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, dan lainlain). Lansia umumnya mempunyai kemampuan daya ingat yang menurun, sehingga mudah melupakan apa yang baru disampaikan dan ini berdampak pada pemahaman para lansia yang mulai lambat memahami suatu informasi dan badan POM (2008) pengetahuan lansia terkait cara-cara penggunaan obat yang benar, tepat, dan rasional masih kurang untuk itu diperlukan
sistem
pengawasan
dan
peningkatan
kesadaran
dan
peningkatan pemahaman. Masih banyaknya lansia yang tidak mengetahui bahwa setiap obat memiliki efek samping (Rahmawati, 2008), hal ini sesuai dengan hasil penelitian walaupun pengetahuan lansia baik. Dari hasil penelitian hanya 76,3% masyarakat yang menyatakan pergi ke dokter jika dalam dua hari gejala tidak membaik (Rakhmawatie dan Anggraini, 2010) hal ini sesuai dengan hasil penelitian pengetahuan lansia yaitu apabila obat telah diminum berkali-kali, tetapi penyakit belum sembuh, perlu ke dokter dengan nilai pengetahuan baik sebesar 87,5%. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Modig et al, 2008 bahwa setidaknya 75% dari obat-obatan dapat dikenal 71% oleh lansia dan hasil penelitian Jaye Cet al, 2002 dalam Modig et al, 2008, bahwa praktik umum lansia di
85
Selandia Baru, persentase jawaban yang benar mengenai indikasi, dosis dan tujuan pengobatan adalah 87%.
2. Gambaran sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 42 lansia (58,3%) memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman sedangkan lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat yang aman sebanyak 30 lansia (41,7%). Hal ini kemungkinan karena lansia di posbindu ini berpengetahuan baik 87,5%, sehingga sikap lansia di Posbindu ini juga baik dalam hal konsumsi obat yang aman 58,3%. Sikap berada di dalam fikiran manusia, dan hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003). Sesuai dengan penelitian ini responden menjawab sesuai dengan pendapat mereka yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Lansia di posbindu Cempaka telah menggunakan obat secara rasional dengan hasil penelitian ini sebanyak 42 lansia (58,3%) memiliki sikap baik, hal ini sesuai dengan kriteria penggunaan obat rasional yaitu tepat diagnosis, tepat indikasi penyakit, tepat pemilihan obat, tepat dosis, (Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional, 2008). Hal ini sesuai dalam penelitian Modig et al, 2008 mengungkapkan keyakinan yang kuat dalam manfaat dari obat, yang bearti mempunyai sikap yang baik dalam pengobatan, dan bertentangan dengan hasil penelitian Horne et al dalam Modig et al, 2008 bahwa sikap lansia kurang dalam hal pengobatan.
86
Pada penelitian ini lansia meminum obat tepat dengan keluhan yang dirasakannya, hal ini bertentangan dengan badan POM (2008) pada pasien yang sangat tua, manifestasi dari ketuaan secara normal dapat menyebabkan kesalahan dalam mendefinisikan penyakit dan dapat mengantarkan pada peresepan yang tidak tepat, sehingga terkadang saat lansia meminum obat yang tidak tepat dengan keluhannya.
3. Gambaran perilaku lansia dalam minum obat Gambaran perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu Cempaka sebanyak 40 lansia (55,6%) memiliki perilaku baik dalam minum obat sedangkan lansia yang memiliki perilaku kurang baik dalam minum obat sebanyak 32 lansia (44,4%). Hal ini kemungkinan pengaruh dari pengetahuan lansia yang baik 87,5% dan sikap lansia yang baik 58,3%, sehingga membentuk perilaku menjadi baik juga 55,6%. Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain apabila sakit atau terkena masalah kesehatan, dan salah satunya adalah perilaku minum obat. Menurut
badan
POM
(2008)
Pengobatan
sendiri
dengan
menggunakan produk obat bebas/ obat bebas terbatas atau mengkonsumsi obat yang diresepkan untuk penyakit-penyakit sebelumnya bahkan mengkonsumsi obat untuk orang lain banyak dilakukan oleh lansia, dan didukung dengan hasil BPS (2001) Perilaku pencarian pengobatan yang
87
dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit persentase terbesar adalah pengobatan sendiri (58,78%) dan menurut Direktorat Jenderal POM (1993) golongan obat yang digunakan responden dalam pengobatan sendiri adalah obat bebas sebesar 90,17% dan obat resep 9,83%, hal ini sejalan dengan penelitian bahwa banyak yang membeli obat ke apotik tanpa resep ataupun membeli obat sendiri di warung walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku lansia dalam mengkonsumsi obat baik. Pada hasil penelitian banyak lansia yang menggunakan obat lebih dari 3 macam, walaupun perilaku lansia baik, hal ini mungkin karena petugas kesehatan di Posbindu Cempaka dalam memberikan obat 3-4 macam bahkan lebih, hal ini sesuai dengan info POM (2008) peresepan obat pada lansia berkisar sepertiga dari semua peresepan dan separuh dari obat yang dibeli tanpa resep digunakan oleh lansia. Secara keseluruhan, 80% dari lansia setiap hari menggunakan paling sedikit satu jenis obat, dan juga dari hasil penelitian menunjukkan 78% usia lanjut menderita tidak kurang dari 4 macam penyakit, 38% menderita lebih dari 6 macam penyakit, dan 13% menderita lebih dari 8 macam penyakit (mustofa, 1995) dan selama periode 2005-2008, prevalensi polifarmasi (DP ≥ 5) meningkat sebesar 8,2% (0,102-0,111), dan prevalensi polifarmasi berlebihan (DP ≥ 10) meningkat sebesar 15,7% (0,021-0,024) (Bo Hovstadius et al, 2008). Banyaknya jenis obat dan rumitnya tata cara pengobatan membuat pasien usia lanjut, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap tata cara pengobatan
88
yang telah ditetapkan (Retno, 2010), dan hasil penelitian ketidakpatuhan lansia dengan kondisi kronis dari 40% menjadi 75% Doggrell (2010), dan juga menurut sebuah studi oleh Okuno et al dalam Modig et al, 2008, 25% dari lansia berusia 80 tahun ke atas. tidak mengambil obat mereka seperti yang ditentukan hal ini bertentangan dengan hasil penelitian di Posbindu Cempaka yaitu lansia tidak menghentikan minum obat sampai selesai program pengobatan.
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat (p=0,021). Hal ini bisa disebabkan karena untuk berperilaku kesehatan seperti perilaku minum obat yang aman bagi lansia,
diperlukan
pengetahuan lansia tentang manfaat minum obat yang aman bagi kesehatan lansia itu sendiri. Oleh sebab itu bila pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman baik maka akan mempengaruhi perilaku lansia juga menjadi baik pula. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan pedoman penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, apabila perilaku tersebut didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut
bersifat positif, oleh sebab itu,
pengetahuan yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Hal ini tidak
89
sesuai dengan hasil penelitian Kristina dkk (2008) Keeratan hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pengobatan sendiri adalah lemah (r =0,253). Semakin baik tingkatan pengetahuan lansia maka semakin baik pula perilaku minum obat lansia tersebut. Jadi dengan pengetahuan yang baik dapat meningkatkan perilaku minum obat pada lansia. Hal ini sesuai dengan Joyce & Evelyn (1996) sebab-sebab terjadinya ketidakpatuhan lansia dalam minum obat menurut salah satunya yaitu tidak mengerti tujuan atau alasan pemakaian obat. Jadi lansia yang telah mengetahui tentang manfaat perilaku minum obat yang aman, maka dia akan menimbang-nimbang baik buruknya bagi dirinya dan berperilaku sesuai dengan kesadaran, pengetahuan dan sikapnya terhadap konsumsi obat yang aman. Pada hasil penelitian nilai OR sebesar 0,129 yang berarti bahwa lansia yang memiliki pengetahuan baik tentang konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 0,13 lebih besar lansia tersebut berperilaku baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Hal
ini
mungkin
bisa disebabkan walaupun
pengetahuan lansia baik tetapi belum tentu semua lansia sikapnya baik
90
juga, tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai dengan Chandra (2009) nilai OR diketahui sebesar 0,129 menunjukkan bahwa apabila nilai OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan penyakit.
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, kelurahan Cempaka Putih, Ciputat (p=0,128). Jadi walaupun sikap lansia dalam konsumsi obat yang aman baik, belum tentu dapat mempengaruhi perilaku dalam minum obat menjadi baik pula. Sikap juga dapat mendorong atau menghambat lansia untuk minum obat yang aman, misalnya lansia bersikap bahwa bila minum obat lebih banyak maka akan lebih cepat sembuh, hal ini dapat menghambat lansia untuk minum obat yang aman. Selain sikap dan pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku lansia ada juga faktor pendukung (Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi lansia) dan faktor pendorong (Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku lansia tersebut). Sehingga suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas,
91
juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Hal lain mungkin juga disebabkan oleh kurangnya interaksi antara lansia dan petugas kesehatan di Posbindu Cempaka, jarangnya petugas kesehatan menanyakan bagaimana perilaku lansia dalam minum obat ataupun petugas kesehatan melakukan observasi, dan kurang aktifnya kader dalam melihat perilaku lansia dalam minum obat dan bisa juga dari lansia sendiri yang tidak mau berperilaku minum obat yang baik, jarangnya datang ke Posbindu untuk mendiskusikan masalah konsumsi obat yang aman kepada petugas kesehatan. Pada hasil penelitian dari Wismanto (2004) menunjukkan bahwa korelasi antara sikap dengan perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa variansi perilaku 13,39% dapat dijelaskan dari sikap dari orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini relatif kecil, hal ini kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara yaitu kehendak atau niat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat. Hal ini tidak sesuai dengan Notoatmodjo (2007), sikap dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu pengetahuan, pemberian respon dan persepsi, maka dari itu, pengetahuan saja tidak cukup tetapi diperlukan sikap lanjut lansia yang mendukung terbentuknya perilaku dalam minum obat. Dan juga bertentangan dengan hasil penelitian Kristina dkk (2008) Keeratan hubungan antara sikap denganperilaku pengobatan sendiri adalah sedang (r
92
=0,346). Pola kedua hubungan tersebut adalah positif. Artinya, semakin baik pengetahuan,sikap tentang pengobatan sendiri maka semakin rasional pula perilaku pengobatan sendirinya, demikian juga sebaliknya. Hasil penelitian ini di dukung dengan hasilpenelitian Supardi, dkk.(2002) dalam Kristina dkk (2008)
yang menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap
berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Dharmasari (2003) dalam Kristina dkk (2008)
juga menyatakan bahwa pengetahuan dan
sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional. Pada hasil penelitian nilai OR diketahui sebesar 2,354 yang berarti bahwa lansia yang memiliki sikap baik terhadap konsumsi obat yang aman memiliki peluang sebesar 2,3 kali lebih besar lansia tersebut berperilaku baik dalam minum obat daripada lansia yang memiliki sikap kurang baik terhadap konsumsi obat yang aman. Padahal hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka. Hal ini mungkin bisa disebabkan dengan sikap lansia yang baik dapat juga mempengaruhi perilaku lansia menjadi baik pula, hal ini juga tergantung dari individu masing-masing lansia. Hal ini sesuai dengan Chandra (2009) nilai OR diketahui sebesar 2,354 menunjukkan bahwa apabila nilai OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit.
93
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam proses pelaksanaannya. Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Responden mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti, sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden, sehingga cenderung lansia mengisi jawaban yang terbaik menurutnya dan terkadang lansia lupa jadi hanya asal menjawab saja.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh instalansi terkait dan peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan 1. Gambaran karakteristik responden yakni lansia di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah : a. Rata-rata usia lansia adalah 64 tahun dan jenis kelamin paling banyak adalah prempuan. b. Tingkat pendidikan paling banyak adalah tidak sekolah. c. Status pekerjaan lansia paling banyak adalah tidak bekerja. 2. Gambaran umum pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman di Posbindu
Cempaka,
Kelurahan
Cempaka
Putih,
Ciputat
adalah
berpengetahuan baik (87,5%). 3. Gambaran umum sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah bersikap baik (58,3%). 4. Gambaran umum perilaku lansia dalam minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat adalah berperilaku baik (55,6%).
90
95
5. Ada hubungan antara pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat (p=0,021). 6. Tidak ada hubungan antara sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat (p=0,128).
B. Saran 1. Profesi Keperawatan Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
referensi
untuk
pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan gerontik tentang minum obat pada lansia yang meliputi pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat. Meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan pembinaan dikomunitas terkait dalam meminum obat, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang holistic. 2. Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat a. Diharapkan Puskesmas Ciputat untuk lebih peduli terhadap kesehatan di Posbindu Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat yaitu lebih mengoptimalkan peran perawat dalam membantu Posbindu bukan hanya bidan saja. b. Untuk dilakukannya pengontrolan minum obat bisa dengan cara diadakan kunjungan ke rumah yang dapat dilakukan oleh kader dan
96
petugas kesehatan ataupun bisa juga dengan cara menulis catatan yang dapat dilakukan oleh lansia atau keluarga lansia. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk memberikan penyuluhan kepada lansia di Posbindu Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat agar pengetahuan dan sikap lansia tentang konsumsi obat yang aman serta perilaku minum obat bisa lebih baik lagi, penyuluhan ini bisa dilakukan oleh para kader Posbindu Cempaka RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat. 3. Peneliti Selanjutnya a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku minum obat pada lansia seperti faktor keluarga yaitu dapat meneliti istri/suami lansia tersebut, anak, serta keluarga lain yang biasa memberikan obat ataupun yang mengingatkan untuk meminum obat. b) Sebaiknya dalam menilai perilaku lansia dalam minum obat dilakukan dengan metode observasi. c) Diharapkan peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti tentang perilaku minum obat pada lansia dapat menggunakan desain penelitian yang lain seperti quasi-experiment sehingga memberikan hasil yang lebih bermakna. Misalnya, diberikan informasi atau penyuluhan terkait konsumsi obat yang aman bagi lansia, setelah itu dilakukan kunjungan ke rumah dan dilihat bagaimana perilaku minum obat lansia tersebut, apakah menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Amran, Yuli. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Andri. Bahaya Kombinasi Obat Pada Lanjut Usia. Jakarta: Majalah Farmacia Edisi Februari 2009 (Vol.8 No.7) , Halaman: 12 Ansel, C. Howard. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press, 1989. Badan Pusat Statistik. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistics) 2001. Jakarta: 46-71. 2002. Bo Hovtadius. Increasing Polypharmacy - An Individual-Based Study Of The Swedish Population 2005-2008. Swedish: BMC Clin Pharmacol, 2010 Chandra, Budiman. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC, 2009. Cooper JW. Adverse Drug Reaction-Related Hospitalizations Of Nursing Facility Patients: A 4-Year Study. South Med J May;92(5):485-90, 1999. Corsonello at all. Polypharmacy In Elderly Patients At Discharge From The Acute Care Hospital. 2007 Darmansjah, Iwan, Prof. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. 1994. Departemen Kesehatan dan Kesejahterahan Sosial RI. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes ; 2001 Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1276164586_MODUL%20_I.pdf pada 2 mei 2012 pukul 10.33
(2008) diakses
Direktorat Jenderal. P.O.M. Penggunaan Obat Pada Masyarakat Perkotaan di Tiga Kota Besar di Jawa. Jakarta: Departemen Kesehatan, 1993. Doggrell, Sheila A. Adherence to Medicines in the Older-Aged with Chronic Conditions. Australia: Drugs Aging, 2010
Elizabeth B.hurlock. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed.5. Jakarta:Erlangga, 1980. Fita Rahmawati dan kawan-kawan. Problem Pemilihan Obat Pada Pasien Rawat Inap Geriatri Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 23 – 29 Green, L.W, dan Kreuter, M.W. Health Promotion Planning; An Educational and Environmental Approach, second edition, Mayfield Publishing Company, London. 2000. Hasriyanto. Resiko Jatuh Meningkat karena Obat. Jakarta: Majalah Farmacia Edisi Agustus 2008 (Vol.8 No.1) Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika, 2008. ___________________. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika; 2003 http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/UU_1998_13.pdf diakses pada 11 april 2012 http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=522 diakses pada 4 januari 2012 Info POM. Penggunaan Obat Pada Usia Lanjut. Jakarta: Vol. 9, No. 5. September 2008 Joyce, L.Kee and Evelyn, R.Hayes. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC, 1996. Kristina, Susi Ari, dkk Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pengobatan Sendiri Pada Lanjut Usia. Jakarta: majalah farmasi Indonesia, 2008 Mangoenprasodjo, S.A. dan Hidayati, N.S. Mengisi Hari Tua Dengan Bahagia.. Jakarta: Pradipta publishing 2005. Maryam, R Siti. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:Salemba medika, 2008.
Muntasir dkk. Kajian Fungsi Dan Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Bagi Pasien Rawat Inap Di RSUD Prof.W.Z.Yohanes Kupang, 2007. Mustofa. Pemakaian Obat pada Usia Lanjut, Buletin ISFI. Jogjakarta: 1995, 2(2), 1-13. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. ___________________. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka cipta, 2003 ___________________. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. ___________________. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2002. Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000. Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. Human Development. 10th ed. New York: McGraw-Hill, 2005. Potter, P.A and Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, edisi 4, volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC, 2005. Rahmawati, Fita Problem Pemilihan Obat Pada Pasien Rawat Inap Geriatri. Jakarta: Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 23 – 29 Rakhmawatie, Maya Dian dan Anggraini, Merry Tiyas Evaluasi Perilaku Pengobatan Sendiri Pada Lanjut Usia Terhadap Pencapaian Program Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 2010 Retno, Penggunaan Obat Pada Pasien Usia Lanjut http://yankeskotapas.wordpress.com/2010/12/08/penggunaan-obat-pada-pasienusia-lanjut/ diakses pada 03 Juni 2012 Sanjoyo, Raden. Obat (Biomedik Farmakologi) di akses pada tanggal 19 februari 2012 pukul 18.21 dari http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/obat.pdf
Santrock, J.W. Life Span Development: International edition (8th ed). New York: Mc Graw Hilll, 2002. Setiati, S., Harimurti, K. dan Roosheroe, A.G. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. Shargel, L and Andrew, B.C. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Appleton Century-Coofts. 1985. Stanley, Mickey and Beare, P.G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Alih Bahasa: Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC,2006. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009. Supardi, Sudibyo. Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional, Dan Cara Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri Di Indonesia, Buletin Penelitian Kesehatan Volume 33 No.4-2005 halaman 192-198. Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.
LAMPIRAN
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Tentang Konsumsi Obat yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
Kepada Yth, Ibu/Bapak responden di RW 06 Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Saya Wensil Okta Promalia mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lanjut Usia Tentang
Konsumsi Obat yang Aman Terhadap Perilaku Minum Obat Di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap lanjut usia tentang konsumsi obat yang aman terhadap perilaku minum obat di Posbindu Cempaka, RW 06 Kelurahan Cempaka Putih Ciputat. Serta sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya ibu/bapak bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan pertanyaan dijawab semua. Kerahasiaan jawaban ibu/bapak akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Atas perhatian dan bantuan ibu/bapak sebagai responden saya ucapakan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Apakah ibu/bapak bersedia menjadi responden? YA / TIDAK Tertanda (
) Responden
Kuesioner Penelitian HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA TENTANG KONSUMSI OBAT YANG AMAN TERHADAP PERILAKU MINUM OBAT DI POSBINDU CEMPAKA, RW 06, KELURAHAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT
Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda. A. Biodata 1. Biodata Lanjut Usia No. Responden
:
Usia
: …… th
Jenis kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
:
Sarjana
SMP
SMA
SD
Tidak Bekerja
Bekerja, Sebutkan:
Pekerjaan
:
Keluhan apa yang sering anda rasakan : Penyakit apa yang saat ini anda derita : Jenis obat yang sering dikonsumsi : Cara mendapatkan obat: -
Tidak Sekolah
B. Pengetahuan tentang pengobatan yang aman Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda. No.
Pernyataan
Benar
1.
Membaca nama obat sebelum obat diminum.
2.
Mengetahui khasiat (manfaat) obat yang akan diminum.
3.
Minum obat sesuai dosis.
4.
Obat maag diminum sebelum makan.
5.
Obat yang berbentuk salep digunakan pada kulit.
6.
Setiap obat terdapat efek samping.
7.
Apabila obat telah diminum berkali-kali, tetapi penyakit belum
Salah
sembuh, perlu ke dokter. 8.
Obat harus diminum 8 jam sekali bila obat diminum 3x sehari.
C. Sikap (kepercayaan) lanjut usia dalam konsumsi obat Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda. No.
1.
Pernyataan
Saya melihat nama obat sebelum meminumnya agar sesuai dengan obat yang harus saya minum.
2.
Saat saya meminum obat yang berbentuk cair, saya menggunakan gelas ukur ataupun sendok.
3.
Saya meminum obat maag dikunyah bila berbentuk tablet.
4.
Saya meminum obat tepat waktu.
5.
Saya meminum obat yang tepat dengan keluhan yang saya rasakan.
6.
Saya tidak mengurangi jumlah obat untuk hemat
Sangat Setuju Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
biaya. 7.
Saya menghindari suntikan, jika obat masih bisa diberikan dengan diminum (tablet, kapsul).
8.
Saya meminum obat sesuai dengan jadwal yang telah diprogramkan.
D. Perilaku minum obat yang aman Petunjuk : Berilah tanda checklist (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda. No.
Pernyataan
1.
Saya meminum obat lebih dari 3 macam.
2.
Saya membeli obat ke apotik tanpa resep dokter , karena nama obatnya sudah saya hapal.
3.
Saya menggunakan obat yang di jual bebas untuk penyakit pilek, flu, pusing kepala, demam, maag.
4.
Saya mengurangi jumlah obat yang diberikan untuk menghemat biaya.
5.
Agar lebih cepat sembuh, saya akan minum obat lebih banyak.
6.
Saya meminum obat lebih dari dosis yang diberikan bila keluhan belum teratasi
7.
Saya berhenti minum obat walaupun masih dalam program pengobatan.
Selalu
Kadangkadang
Jarang
Tidak pernah
Hasil Uji Validitas
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Valid Cases
a
Excluded Total
% 30
96.8
1
3.2
31
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha .854
24
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
B1
.90
.305
30
B2
.97
.183
30
B3
.97
.183
30
B4
.97
.183
30
B5
.97
.183
30
B6
.97
.183
30
B7
.93
.254
30
B8
.93
.254
30
C1
3.53
.681
30
C2
3.60
.563
30
C3
3.63
.718
30
C4
3.73
.521
30
C5
3.77
.626
30
C6
3.57
.728
30
C7
3.50
.682
30
C8
3.63
.615
30
D1
3.63
.615
30
D2
3.37
.718
30
D3
3.60
.675
30
D4
3.57
.568
30
D5
3.63
.718
30
D6
3.60
.621
30
D7
3.73
.450
30
D8
3.30
.651
30
Item-Total Statistics Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Cronbach's
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
B1
64.10
36.576
.398
.850
B2
64.03
36.792
.593
.850
B3
64.03
38.516
-.182
.858
B4
64.03
36.792
.593
.850
B5
64.03
36.792
.593
.850
B6
64.03
36.792
.593
.850
B7
64.07
36.340
.567
.848
B8
64.07
36.340
.567
.848
C1
61.47
32.602
.652
.838
C2
61.40
33.628
.642
.840
C3
61.37
33.895
.445
.848
C4
61.27
34.961
.472
.847
C5
61.23
34.944
.379
.850
C6
61.43
31.840
.702
.836
C7
61.50
33.983
.464
.847
C8
61.37
34.723
.419
.848
D1
61.37
35.895
.253
.855
D2
61.63
33.137
.542
.843
D3
61.40
34.524
.398
.850
D4
61.43
34.737
.459
.847
D5
61.37
35.482
.250
.857
D6
61.40
33.628
.572
.842
D7
61.27
35.789
.399
.849
D8
61.70
37.252
.058
.863
Scale Statistics Mean 65.00
Variance 38.138
Std. Deviation 6.176
N of Items 24
Hasil Pengolahan Data Responden di Posbindu Cempaka, RW 06, Kelurahan Cempaka Putih Ciputat
A. Karakteristik Responden 1. Usia lansia Usia Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
60
9
12.5
12.5
12.5
61
7
9.7
9.7
22.2
62
12
16.7
16.7
38.9
63
10
13.9
13.9
52.8
64
9
12.5
12.5
65.3
65
5
6.9
6.9
72.2
66
3
4.2
4.2
76.4
67
3
4.2
4.2
80.6
68
3
4.2
4.2
84.7
69
3
4.2
4.2
88.9
70
3
4.2
4.2
93.1
71
1
1.4
1.4
94.4
72
2
2.8
2.8
97.2
73
1
1.4
1.4
98.6
75
1
1.4
1.4
100.0
72
100.0
100.0
Total Statistics Usia Valid
72
N Missing
0
Mean
64.24
Median
63.00
Mode Std. Deviation Variance
62 3.590 12.887
Range
15
Minimum
60
Maximum
75
Usiakat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
60-67
58
80.6
80.6
80.6
>67
14
19.4
19.4
100.0
Total
72
100.0
100.0
2. Jenis Kelamin JK Valid
72
N Missing
0
JK Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
laki-laki
13
18.1
18.1
18.1
perempuan
59
81.9
81.9
100.0
Total
72
100.0
100.0
3. Pendidikan Pendidikan Valid
72
N Missing
0
Pendidikan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Sarjana
1
1.4
1.4
1.4
SMA
3
4.2
4.2
5.6
SMP
5
6.9
6.9
12.5
SD
30
41.7
41.7
54.2
Tidak Sekolah
33
45.8
45.8
100.0
Total
72
100.0
100.0
4. Pekerjaan Pekerjaan Valid
72
N Missing
0
Pekerjaan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Bekerja
22
30.6
30.6
30.6
Tidak Bekerja
50
69.4
69.4
100.0
Total
72
100.0
100.0
B. Hasil Analisis Univariat 1. Pengetahuan Lansia Tentang Konsumsi Obat yang Aman Pengetahuan Valid
72
N Missing
0
Pengetahuan Valid
72
N Missing
0
Mean
7.28
Median
7.00
Mode
7
Std. Deviation
.676
Variance
.457
Range
2
Minimum
6
Maximum
8
Pengetahuan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
6
9
12.5
12.5
12.5
7
34
47.2
47.2
59.7
8
29
40.3
40.3
100.0
Total
72
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N Pengetahuan
Missing
Percent 72
N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 72
100.0%
Descriptives Statistic Mean 95% Confidence Interval for Mean
pengetahuan
Std. Error
7.28 Lower Bound
7.12
Upper Bound
7.44
5% Trimmed Mean
7.31
Median
7.00
Variance
.457
Std. Deviation
.676
Minimum
6
Maximum
8
Range
2
Interquartile Range
1
.080
Skewness
-.402
.283
Kurtosis
-.776
.559
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic pengetahuan
Df
.260
Shapiro-Wilk
Sig. 72
Statistic
.000
.780
df
Sig. 72
.000
a. Lilliefors Significance Correction
pengetahuankat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
kurang baik Valid
9
12.5
12.5
12.5
Baik
63
87.5
87.5
100.0
Total
72
100.0
100.0
2. Sikap Lansia Terhadap Konsumsi Obat yang Aman Sikap Valid
72
N Missing
0
Mean
27.58
Median
28.00
Mode
28
Std. Deviation
2.121
Variance
4.500
Range
8
Minimum
24
Maximum
32
sikap Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
24
7
9.7
9.7
9.7
25
8
11.1
11.1
20.8
26
9
12.5
12.5
33.3
27
6
8.3
8.3
41.7
28
16
22.2
22.2
63.9
29
14
19.4
19.4
83.3
30
6
8.3
8.3
91.7
31
4
5.6
5.6
97.2
32
2
2.8
2.8
100.0
72
100.0
100.0
Total
Case Processing Summary Cases Valid N Sikap
Missing
Percent 72
100.0%
N
Total
Percent 0
0.0%
N
Percent 72
100.0%
Descriptives Statistic Mean
27.58
95% Confidence Interval for Mean
Sikap
Std. Error
Lower Bound
27.08
Upper Bound
28.08
5% Trimmed Mean
27.56
Median
28.00
Variance
4.500
Std. Deviation
2.121
Minimum
24
Maximum
32
Range
8
Interquartile Range
3
.250
Skewness
-.060
.283
Kurtosis
-.758
.559
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Sikap
.161
df
Shapiro-Wilk
Sig. 72
.000
Statistic .952
df
Sig. 72
.008
a. Lilliefors Significance Correction
Sikapkat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
kurang baik
30
41.7
41.7
41.7
Baik
42
58.3
58.3
100.0
Total
72
100.0
100.0
3. Perilaku Lansia dalam Minum Obat Perilaku Valid
72
N Missing
0
Mean
23.99
Median
24.00
Mode
22
Std. Deviation
1.968
Variance
3.873
Range
6
Minimum
21
Maximum
27
Sum
1727
perilaku Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
21
7
9.7
9.7
9.7
22
14
19.4
19.4
29.2
23
11
15.3
15.3
44.4
24
12
16.7
16.7
61.1
25
9
12.5
12.5
73.6
26
7
9.7
9.7
83.3
27
12
16.7
16.7
100.0
Total
72
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N Perilaku
Missing
Percent 72
100.0%
N
Total
Percent 0
0.0%
N
Percent 72
100.0%
Descriptives Statistic Mean
23.99
95% Confidence Interval for Mean
Perilaku
Std. Error
Lower Bound
23.52
Upper Bound
24.45
5% Trimmed Mean
23.98
Median
24.00
Variance
3.873
Std. Deviation
1.968
Minimum
21
Maximum
27
Range
6
Interquartile Range
4
Skewness Kurtosis
.232
.168
.283
-1.190
.559
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Perilaku
.136
df
Shapiro-Wilk
Sig. 72
.002
Statistic .916
df
Sig. 72
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Perilakukat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
kurang baik
32
44.4
44.4
44.4
Baik
40
55.6
55.6
100.0
Total
72
100.0
100.0
C. Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan pengetahuan lansia tentang konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat
Case Processing Summary Cases Valid N pengetahuankat
*
Percent 72
perilakukat
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 72
100.0%
pengetahuankat * perilakukat Crosstabulation perilakukat kurang baik Count
Total baik
1
8
9
11.1%
88.9%
100.0%
31
32
63
49.2%
50.8%
100.0%
32
40
72
44.4%
55.6%
100.0%
kurang baik % within pengetahuankat pengetahuankat Count Baik % within pengetahuankat Count Total % within pengetahuankat
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.031
3.214
1
.073
5.323
1
.021
4.629 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.037 4.564
1
.033
72
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00. b. Computed only for a 2x2 table
.032
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Odds
Ratio
pengetahuankat
Upper
for (kurang
.129
.015
1.093
.226
.035
1.458
1.750
1.251
2.447
baik / baik) For
cohort
perilakukat
=
kurang baik For cohort perilakukat = baik N of Valid Cases
72
2. Hubungan sikap lansia terhadap konsumsi obat yang aman dengan perilaku minum obat
Case Processing Summary Cases Valid N sikapkat * perilakukat
Missing
Percent 72
100.0%
N
Total
Percent 0
N
0.0%
Percent 72
sikapkat * perilakukat Crosstabulation perilakukat kurang baik Count
Total baik
17
13
30
56.7%
43.3%
100.0%
15
27
42
35.7%
64.3%
100.0%
32
40
72
44.4%
55.6%
100.0%
kurang baik % within sikapkat sikapkat Count baik % within sikapkat Count Total % within sikapkat
100.0%
Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square
df
b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.078
2.321
1
.128
3.121
1
.077
3.111
Continuity Correction
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.096
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
3.068
1
.080
72
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.33. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval Lower
Odds
Ratio
for
sikapkat
(kurang baik / baik) For
cohort
perilakukat
=
kurang baik For cohort perilakukat = baik N of Valid Cases
Upper
2.354
.902
6.142
1.587
.951
2.649
.674
.422
1.075
72
.064