MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 73/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON SERTA PEMERINTAH (II)
JAKARTA KAMIS, 13 SEPTEMBER 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 73/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 33 ayat 1] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Obednego Depparinding ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah (II) Kamis, 13 September 2012, Pukul 14.17 – 14.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
M. Akil Mochtar Anwar Usman Ahmad Fadlil Sumadi Hamdan Zoelva Harjono Maria Farida Indrati Muhammad Alim
Rizki Amalia
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Pither Ponda Barany 2. Jonathan WS B. Saksi dari Pemohon: 1. Oentarto Sindung Mawardi C. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Radita Aji 3. Aditia Wijaya
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.17 WIB 1.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 73/PUU-X/2012, Pengujian UndangUndang terhadap Undang-Undang Dasar saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, Termohon, dan Saksi hari ini kita melanjutkan persidangan, saya persilakan perkenalkan diri terlebih dahulu Pemohon siapa yang hadir.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: PITHER PONDA BARANY Terima kasih, Majelis Hakim. Kami Pemohon dari Bapak Drs. Obednego, saya sendiri Pither Ponda Barany, S.H., bersama rekan saya Jonathan, S.H., pada hari ini kami menghadirkan Saksi dalam persidangan ini Bapak Oentarto.
3.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: PITHER PONDA BARANY Terima kasih.
5.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Pemerintah, persilakan.
6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah hadir Yang Mulia dari paling ujung, Saudara Aditia Wijaya dari Kementerian Dalam Negeri, kemudian samping kanannya Saudara Radita Aji dari Kementerian Hukum dan HAM, saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. DPR tidak hadir, hari ini agenda sidangnya adalah mendengar keterangan Pemerintah dan DPR, setelah itu baru kita lanjutkan untuk memeriksa, mendengar keterangan Saksi. Saksi hari ini adalah Oentarto Sindung Mawardi, betul ya? Ya, sebelum kita mulai supaya nanti bisa lanjut diambil sumpah terlebih dahulu, Pak. Saya persilakan maju ke depan, Agamanya Kristen Katolik, Ibu Maria. Saksi atau Ahli ini? Saksi? baik. Silakan ke depan, Pak. Bapak berjanji menurut Agama Katolik, ya? Ya, silakan ikuti lafal janji yang akan diucapkan.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ikuti. “Saya berjanji sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.”
9.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Saya berjanji sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
11.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan duduk kembali. Silakan Pemerintah untuk memberikan poin-poin keterangannya, silakan.
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, assalamualaikum wr. wb., selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sedianya hari ini yang akan membacakan opening statement adalah Eselon I dari Kementerian Dalam Negeri, tapi tiba-tiba berhalangan jadi izinkan saya membacakan opening statement ini, Yang Mulia, namun tetap pada koridor bahwa saya atau kami juga penerima kuasa dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk bersidang di Mahkamah Konstitusi ini, terima kasih, Yang Mulia.
2
Kami tidak akan membacakan secara satu per satu, tetapi akan saya bacakan yang penting-penting, Yang Mulia. Sehubungan dengan permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap UndangUndang Dasar 1945, pemerintah dapat menyampaikan keterangan pendahuluan atau opening statement sebagai berikut. Pokok permohonan Pemerintah tidak akan membacakan karena dianggap sudah diketahui bersama baik oleh Pemohon maupun Pemerintah yang akan memberikan keterangan ini, Yang Mulia. Kemudian yang kedua, terhadap kedudukan hukum. Kedudukan hukum Pemohon juga ... Pemerintah akan sampaikan secara lebih rinci pada keterangan Pemerintah yang akan disampaikan melalui persidangan berikutnya atau melalui keterangan tertulis yang akan disampaikan kepada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Kemudian, lanjut Yang Mulia, terkait dengan materi yang diujikan atau yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon itu sendiri. Bahwa, Yang Mulia, Pemerintah dapat memberikan atau menyampaikan sebetulnya permohonan Pemohon ini walaupun Putusan terhadap Register 85/PUU-IX/2011 Amar Putusannya menyatakan “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima”, namun Pemerintah menyatakan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, Pemerintah menyatakan bahwa apa yang dimohonkan oleh Pemohon ini memiliki kesamaan baik dari substansinya maupun apa yang ingin diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Oleh karena itu, Pemerintah memandangnya bahwa permohonan ini memiliki kesamaan dari permohonan yang sekarang sedang dimohonkan dengan permohonan yang sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi yaitu Nomor Register Perkara 85/PUU-IX/2011. Oleh karena itu Pemerintah menyampaikan bahwa permohonan ini sekiranya bisa dinyatakan nebis in idem. Yang kedua, Yang Mulia. Bahwa sebagaimana kita ketahui pemerintahan sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sejatinya adalah dalam rangka untuk menjaga wibawa hukum dan persamaan di muka hukum, sehingga aparat penegak hukum sejatinya adalah apabila pejabat kepala daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah yang sedang diperiksa atau yang diduga melakukan satu tindak pidana dapat diberikan atau diperiksa sesuai dengan hal-hal yang sebagaimana diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak ada ewuh-pakewuh atau hal-hal yang bisa menghambat di dalam proses atau jalannya pemeriksaan itu sendiri. Kemudian, Yang Mulia. Bahwa pengaturan tentang pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah sejatinya di dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 diatur di dalam paragraf keempat Pasal 29 sampai dengan 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Bahwa 3
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan ayat (1)nya, ”Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara yang dimohonkan oleh Pemohon I, sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 hari presiden telah merehabilitasi dan mengaktifkan kembali kepada kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya.” Menurut Pemerintah, Yang Mulia. Bahwa Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan norma yang mengatur lebih lanjut dari ketentuan Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) tentang Pemberhentian Sementara Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah, yang dalam hal ini karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana paling singkat lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan. Kemudian didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Kemudian selanjutnya adalah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD itu sendiri. Persoalannya adalah Yang Mulia, yang apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah, maka putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu sendiri paling lambat 30 hari presiden telah merehabilitasi dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan. Menurut Pemerintah, ketentuan a quo justru telah memberikan perlindungan hukum sekaligus kepastian hukum kepada kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah itu sendiri. Jadi pada prinsipnya, Pemerintah mengapresiasi dan menghargai apa yang dimohonkan oleh Para Pemohon itu sendiri. Tapi sekali lagi menurut Pemerintah, justru ketentuan itu sebetulnya adalah ketentuan yang sudah jelas, yang sudah terang. Kemudian, Yang Mulia. Selanjutnya, bahwa terkait dengan pemberhentian sementara kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mahkamah Konstitusi juga telah memberikan putusan. Jadi sesuai dengan Putusan 024/PUU-III/2005 bertanggal 29 Maret 2006 yang antara lain disitir kembali di dalam Putusan 53/PUU-VIII/2010 tanggal 6 April 2011 yang dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan sebagai berikut. 1. Dalil yang mengkualifikasikan pemerintahan sementara, sama dengan hukuman dalam pengertian hukum pidana yang dengan cara 4
itu kemudian dibangun konstruksi pemikiran bahwa pemberhentian sementara bertentangan dengan asas praduga tak bersalah atau ... atau adalah tidak tepat. 2. Pemberhentian sementara justru merealisasikan prinsip persamaan atau kesederajatan di hadapan hukum sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (1) maupun Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Tidaklah tepat apabila pemberhentian sementara dari jabatan bupati dikatakan bersifat diskriminatif dengan cara membandingkannya dengan pejabat publik atau pihak lain dalam kualifikasi yang berbeda dan diatur oleh undang-undang yang berbeda. 4. Pasal a quo juga memberikan kepastian dalam jabatannya selaku bupati karena dengan adanya pemberhentian sementara tersebut maka tidak ada hambatan bagi bekerjanya proses hukum atas dakwaan yang ditujukan ... dikarenakan telah hilangnya kemungkinan melalui jabatannya dapat menghalang-halangi atau menghambat proses peradilan atau obstructions of justice sehingga putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat lebih cepat diperoleh. Sehingga menurut Pemerintah pengaturan mengenai pemberhentian sementara kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan norma yang konstitusional dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selanjutnya, Yang Mulia, khusus yang terkait dengan apa yang dimohonkan oleh Pemohon yang Pemerintah sudah sampaikan ada kemiripan walaupun putusannya bersifat dinyatakan tidak diterima dengan Putusan Nomor 85/PUU-IX/2011, tanggal 27 Maret 2011 yang dalam pertimbangannya, Mahkamah memberikan pertimbangan bahwa … menimbang bahwa mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menurut Pemohon frasa berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menurut Pemohon bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jika tidak ditambah dengan frasa termasuk putusan bebas, menurut Mahkamah dan seterusnya, Yang Mulia, dianggap dibacakan. Maka berdasarkan penjelasan tersebut di atas, terkait dengan pelaksanaan suatu putusan bebas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dalam hal ini adalah putusan kasasi, tetap harus dilaksanakan. Adapun persolan yang dialami oleh Pemohon, menurut hemat Pemerintah memang tatarannya adalah tataran yang mestinya dilakukan oleh Pemohon apabila terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana diketahui, maka kepala daerah atau bupati/walikota, yang dijatuhi hukuman yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dia harus diberhentikan secara permanen dan wakil bupatinya yang harus dilantik.
5
Di dalam praktik, memang apabila ada kepala daerah yang kemudian di dalam putusan peninjauan kembali dinyatakan bebas, problemnya adalah bagaimana mekanisme terhadap wakil kepala daerah yang sudah dilantik untuk menjadi kepala daerah. Apakah kemudian secara serta-merta kepala daerah atau wakil kepala daerah yang telah dilantik menjadi kepala daerah itu diberhentikan? Nah, ini memang menjadi masalah. Barangkali yang paling benar adalah jalannya Para Pemohon atau Pemohon melakukan upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat putusan pejabat tata usaha negara itu agar putusan atau ... agar keputusan yang telah mengangkat wakil kepala daerah menjadi kepala daerah dibatalkan dan mengaktifkan kembali kepala daerah yang sudah dinyatakan bebas oleh putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung itu. Nah, ini yang di dalam praktik yang demikian. Karena jika tidak, maka selama proses persidangan yang memakan waktu lumayan panjang, kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana. Jika itu dibiarkan berlarut-larut sampai ada putusan peninjauan kembali, maka jabatan kepala daerah itu dibiarkan kosong sama sekali, maka dikhawatirkan akan mengganggu jalannya roda pemerintahan. Sehingga menurut Pemerintah, Yang Mulia, norma yang dimohonkan diuji oleh Pemohon, sejatinya sudah benar dan sudah tepat. Cuma barangkali yang perlu dilakukan oleh Para Pemohon di samping melakukan upaya hukum menggugat ke Peradilan Tata Usaha Negara, menurut hemat Pemerintah juga terkait dengan masalah implementasi dari putusan itu sendiri. Demikian, Yang Mulia, opening statement yang dibacakan atau yang kami bacakan. Kesimpulannya adalah Pemerintah memohon kepada Yang Mulia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ini, yaitu: 1. Menolak permohonan pengujian untuk seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. 3. Menyatakan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 27, Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima kasih. Jakarta, 13 September 2012. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Amir Syamsuddin), Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Gamawan Fauzi). Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
6
13.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Nanti naskah lengkapnya diserahkan segera ke Penitera Mahkamah Konstitusi. Pemohon, ini apakah saksi ini langsung memberikan keterangan atau Saudara akan melakukan panduan atau dengan pertanyaanpertanyaan? Langsung saja? Ya. Saudara Saksi, dipersilakan untuk memberikan keterangan, apa mau duduk di situ, atau menggunakan mimbar juga boleh. Silakan.
14.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim yang kami hormati. Kami persilakan Pemohon untuk menanyakan apa yang diharapkan dalam ini dari … dari saya.
15.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan, Saudara Pemohon, untuk ditanya terhadap Saksi Saudara ini.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: PITHER PONDA BARANY Ya, terima kasih, Majelis. Saudara Saksi (Suara tidak terdengar jelas) ini kami ingin Saudara memberikan apa yang Saudara alami pada saat pembuatan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini.
17.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Terima kasih. Khususnya proses pembuatan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyangkut materi yang Saudara mohonkan ini bahwa Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 itu memang tidak kami rumuskan secara lengkap, dalam arti kami berpendirian bahwa pengaturan mengenai kaitannya dengan undangundang … apa … pengangkatan kembali ataupun rehabilitasi dalam peninjauan kembali, itu diatur di dalam Undang-Undang KUHAP yaitu mengenai PK. Jadi PK walaupun prosesnya atau sebelumnya itu sudah ditetapkan mempunyai … katakanlah hukum tetap, seperti di dalam tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi bahkan pada tingkat Mahkamah Agung, tapi pada proses peninjauan kembali yang dalam ini dilakukan oleh Mahkamah Agung diputuskan lain, maka unit-unit yang bertalian itu harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh keputusan Mahkamah Agung yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, satu. Yang kedua. Dengan demikian, kami memang tidak mencerminkan, merumuskan suatu tata kalimat yang lengkap untuk 7
mengekspresikan bahwa warga negara itu memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum pemerintah maupun di dalam hukum sendiri, itu memang saya akui. Demikian yang saya jelaskan. 18.
KUASA HUKUM PEMOHON: PITHER PONDA BARANY Baik. Mengenai pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah tadi sudah dijelaskan oleh Pihak Pemerintah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32, kami lebih menfokuskan pada pengaktifan kembali, pengaktifan kembali kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah diberhentikan. Khusus Pasal 33 ayat (1) ini hanya mengatur tentang kepala daerah yang diberhentikan sementara yang bisa diaktifkan. Nah, bagaimana perkembangan pembicaraan pada saat pembuatan undang-undang ini terhadap kepala daerah yang telah diberhentikan tetap yang oleh karena putusan peninjauan kembali atau upaya hukum luar biasa, dia terbukti tidak bersalah. Terima kasih.
19.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Pemikiran kami bersama-sama dengan teman-teman dari DPR yang dalam kebetulan pada waktu itu beliau aktif juga, itu tunduk kepada ketentuan yang mengatur mengenai KUHAP, khususnya mengenai apa yang disebut di dalam keputusan konstitusi (Suara tidak terdengar jelas) keputusan permohonan untuk peninjauan kembali atau PK. Karena PK dinyatakan … diputuskan ditinjau kembali ataupun direhabilitasi, semua institusi harus tunduk pada itu. Seandainya sebaliknya untuk melaksanakan, ya harus dilaksanakan. Itu yang pada waktu itu mendapatkan kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR. Terima kasih.
20.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup? Masih?
21.
KUASA HUKUM PEMOHON: JONATHAN. WS Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Saksi, ketika disusun ini undang-undang, Saudara Saksi adalah Direktur Jenderal Otonomi Daerah. Begitu ya, dan terlibat di dalam penyusunan ini ya?
22.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Betul.
8
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: JONATHAN. WS Saudara Saksi, dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 32 ini dalam hal pemberhentian sementara, mulai dari Pasal 22 … 29 sampai 33 itu mengatur hanya pemberhentian sementara ya di situ dan pemberhentian … tetapi di dalam Pasal 33 di sini, untuk pengembalian itu hanya diatur pemberhentian sementara begitu. Nah sekarang pertanyaannya, kenapa pada waktu itu tidak ada pemikiran bahwa orang yang diberhentikan tetap dan pada posisi upaya hukum luar biasa atau tingkat PK itu dapat dikembalikan menjadi bupati semasa belum berakhir masa jabatannya. Terima kasih.
24.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Kembali pada pernyataan pertama tadi bahwa semua institusi itu taat kepada pelaksanaan peraturan atau ketentuan peraturan perundangan dalam hal ini undang-undang yang menetapkan mengenai PK apa keputusan PK itulah yang harus dilaksanakan, seandainya tidak dilaksanakan itu harus ada tindakan lain tindakan khusus apalagi di dalam praktik itu ada kasus yang sama tetapi mendapat perlakuan yang berbeda. Dalam arti ada seperti Bupati Mamasa dalam waktu singkat diberhentikan, tetapi ada bupati yang lain bupati, bupati yang lain tidak saya sebutkan itu dikembalikan diposisikan kembali. Jadi ini dalam hal ini memang kayaknya tidak melakukan suatu kedudukan hukum yang sama di dalam hukum dan di dalam pemerintahan. Ini barangkali yang Saudara harapkan, pertama. Yang kedua rumusan kami di dalam undang-undang itu tidak secara lengkap merinci atau mengekspresikan ketentuan hukum itu, tetapi tunduk pada peraturan perundangan yang lain. Demikian.
25.
KUASA HUKUM PEMOHON: JONATHAN. WS Jadi kalau begitu Pasal 33 ayat (1) ini menurut saksi tidak sempurna pembuatannya?
26.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Pada waktu itu (...)
27.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Enggak ini begini, kalau itu ahli, berpendapat, kan gitu, kalau ini kan fakta. Saksi ini menerangkan fakta gitu, kalau Saudara minta pendapat itu harusnya posisi beliau ini disumpah sebagai ahli gitu karena ini saksi jangan berpendapat 9
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: JONATHAN. WS Terima kasih, Majelis.
29.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, cukup ya?
30.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Ya.
31.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Saudara Saksi, ini yang sebenarnya begini, pemberhentian kepala daerah itu kan dua hal. Pertama yang melakukan tindak kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun tanpa usulan DPRD atau di dalam Pasal 31-nya kalau dia didakwa tindak pidana korupsi, terorisme, dan makar. Nah yang kedua, dia setelah diberhentikan sementara itu kan kemudian ada atas usul DPRD. Nah kalau Pasal 30 dan 31 itu kan kepala daerah yang diberhentikan oleh presiden sementara tanpa usul DPRD karena melakukan kejahatan kan itu, tapi kemudian kalau kita melihat yang diuji oleh Pemohon itu adalah Pasal 33 ayat (1) di mana itu bagian juga dari proses merujuk kepada Pasal 30 ayat (1), 31 ayat (1), dan 33 ayat (5). Kalau melihat itu kan itu kan mekanisme saja sebenarnya, artinya melakukan tindakan makar, terorisme, atau kejahatan yang diancam lima tahun itu presiden dapat memberhentikan kan begitu langsung tanpa usulan DPRD, kalau sudah diberhentikan sementara berdasarkan Pasal 32 ayat (4) itu, itu kalau sudah dinyatakan bersalah baru usulan DPRD-nya untuk pergantian. Kan itu mekanisme ya, apa seperti itu?
32.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Betul, Yang Mulia katakan, proses mekanismenya demikian. Jadi sekali lagi sudah betul.
33.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Jadi, kalau ada yang kemudian masih sementara lalu diberhentikan tetap ini kan bukan soal norma itu kan penyelenggaraan praktik, kan betul enggak karena undang-undangnya menyatakan harus ada prosesnya kan begitu pengusulan pemberhentian sementara ya. Mungkin Hakim yang lain silakan atau Pemerintah ada pertanyaan dulu? 10
34.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Cukup, Yang Mulia.
35.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Silakan, Pak.
36.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke. Saudara Saksi yang pernah jadi gubernur, juga pernah jadi dirjen di Kementerian Dalam Negeri, saya ingin memperoleh terkait dengan kedudukan Saudara sebagai saksi itu mengenai pengalaman ketika apakah itu sebagai gubernur atau ketika menjadi Dirjen di Kementerian Dalam Negeri, terkait dengan soal yang dialami oleh Pemohon. Nah, yang dialami ini kan sudah diberhentikan secara tetap, begitu ya. Lalu, sementara ada putusan Mahkamah Agung yang kemudian dia itu dinyatakan tidak bersalah. Nah karena ini sudah “terlanjur” diberhentikan secara tetap, yang kemudian di dalam praktik diikuti dengan pengangkatan bupati secara definitif, maka pengembaliannya sulit, gitu ya. Nah, ini dalam praktik yang terjadi, apa pernah terjadi? Ini pertanyaan pertama. Kemudian yang kedua, sekiranya itu terjadi pada masa Saudara ketika jadi Dirjen, undang-undangnya kan tidak meng-cover-nya, apakah ini lalu imajiner, apakah jalan keluarnya? Tadi, Pemerintah menyarankan supaya diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara, itu kan kalau dia … mengenai diberhentikannya secara tetap. Nah, soal bupati yang sudah terisi, soal diangkatnya kembali dia menjadi bupati, itu kan soal lain. Mana yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, mana yang menurut Saudara dalam pengalaman, yang berbasis pada pengalaman Saudara, bukan keinginan Saudara … ini mana yang … yang secara imajiner ini kalau terjadi, sebab ini peraturan ini atau undang-undang ini tidak meng-cover yang “sudah terlanjur diberhentikan tetap”, lalu “sudah terlanjur diangkat bupati”, lalu ketika ada putusan pengadilan, lalu bagaimana merehabilitasinya dengan cara mengaktifkan kembali itu kalau DPR mungkin bisa di-recall yang lama yang … yang penggantinya dimasukkan lagi yang … yang sudah diberhentikan ini atau kalau ini karena soal apa kepemerintahan, bagaimana berdasarkan pengalaman kepemerintahan yang Saudara alami untuk memecahkan kasus ini? Terima kasih. Ada gambaran misalnya, maaf sebelum saya tutup … ada gambaran misalnya, apa kalau misalnya pengadilan itu sudah berkekuatan hukum tetap sekalipun yang menghukum seseorang yang menjabat bupati itu salah berdasarkan pasal yang memungkinkan dia untuk diberhentikan, itu lalu tidak diangkat bupati yang baru, melainkan misalnya ditaruh saja sebagai pejabat yang melaksanakan PJS atau 11
pejabat sementara yang melaksanakan fungsi bupati. Lalu, ketika nanti ada peninjauan kembali, baru agak mudah. Itukan … ini sudah terlanjur lewat soalnya itu, gimana hitungannya? 37.
SAKSI DARI PEMOHON: OENTARTO SINDUNG MAWARDI Yang Mulia, pada masa jabatan saya itu tidak pernah mengambil suatu keputusan kalau belum selesai proses hukum sampai pada tingkat PK sekalipun tidak menentukan pejabat baru kecuali seperti yang terakhir tadi adalah pejabat sementara. Karena itu mengantisipasi barangkali PK itu dia dimenangkan, artinya sesuai dengan apa yang dikehendaki itu pengisiannya gampang. Sekali lagi pada masa jabatan saya, saya tidak pernah mengusulkan atau pun mengganti kepala daerah, baik bupati/walikota, maupun gubernur untuk yang mengalami peristiwa semacam itu, untuk di serta-merta diganti. Yang kedua, setelah menghadapi kasus semacam ini, sebetulnya kalau mau berbesar hati, ya mengakui kesalahannya atau kekhilafannya karena itu dianggap salah atau keliru, lantas bisa mengembalikan yang berhak untuk duduk kembali melalui mekanisme politik, yaitu DPR. Kelompoknya, golongannya itu juga sama, artinya … mohon maaf kalau saya sebut bupati yang diberhentikan dahulu adalah ketika dari Partai Golkar, lantas yang diangkat juga Golkar walaupun tingkatannya itu tidak sekuat yang diganti, tapi sama saja sih, sebetulnya kalau mau diatasi secara kekeluargaan bisa saja. Tetapi ada cara lain misalnya, untuk mengantisipasi yang dikatakan oleh Pemohon bahwa status hukum undang-undang atau Pasal 31 ... eh, Pasal 33 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sebetulnya tidak perlu bertentangan, tetapi tidak mengekspresikan sepenuhnya kedudukan hukum. Jadi itu bisa ditinjau kembali atau disempurnakan undang-undang itu, baik melalui tambahan ayat maupun tambahan pasal, Bapak-Bapak Yang Mulia dan Ibu mesti lebih Ahli dari segi hukum mengenai hal itu. Demikian, Yang Mulia, untuk menjadi maklum.
38.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, cukup ya? Saudara Pemohon, Pemerintah apa masih mau mengajukan saksi atau ahli dalam perkara ini? Pemohon, cukup atau sudah dianggap cukup, atau masih?
39.
KUASA HUKUM PEMOHON: JONATHAN. WS Cukup Yang Mulia.
12
40.
KETUA: M. AKIL MOCHTAR Cukup. Pemerintah? Cukup. Baiklah, kalau sudah dianggap cukup maka pihak-pihak, Pemohon maupun Pemerintah agar membuat kesimpulan selambat-lambatnya hari Kamis, tanggal 27 September 2012 tanpa di buka persidangan lagi, diserahkan ke Panitera Persidangan. Jadi, hari Kamis, tanggal 27 September 2012, jam 11.00 WIB. Dan sidang ini dinyatakan selesai, pihak-pihak menunggu panggilan dari Mahkamah untuk pengucapan putusan berikutnya. Dengan demikian sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.55 WIB
Jakarta, 13 September 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
13