Kasih&Peduli Volume 25 / 2012
Petualangan Ring of Fire di Wilayah Dampingan Wahana Visi Indonesia Ide Kecil untuk Tujuan Besar di Halmahera Utara
Peluang Mereka Lebih Baik daripada Generasi Sebelumnya ’Kartini-Kartini’ di Daerah Pelayanan Wahana Visi Indonesia
Jadilah Suara Bagi Mereka
Dari Redaksi
Berbagai Isu Penghambat Tumbuh-kembang Anak Kita
B
anyak isu yang berkaitan dengan penghambat tumbuhkembang anak Indonesia untuk bisa menjadi generasi penerus bangsa ini yang mempunyai daya saing kuat dengan anak-anak dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea, Singapura, Amerika, Eropa, dan lain-lain. Berbagai isu tersebut rupanya kait-mengait satu sama lain sehingga menjadi sebuah lingkaran setan yang tidak jelas lagi dari mana awalnya dan di mana berujungnya. Isu-isu tersebut antara lain ialah gizi buruk, kesehatan, sanitasi yang buruk, dan kesetaraan jender. Sebagaimana telah disajikan pada edisi yang lalu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2010 menyebutkan bahwa tingkat prevalensi gizi kurang pada balita tercatat sebesar 17,9 peren atau diperkirakan sekitar 3,7 juta balita mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Angka ini memang sudah jauh lebih rendah dari angka pada tahun 1990 di mana 31persen balita mengalami gizi buruk, tapi masih di atas angka target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) sebesar 15 persen. Di bidang sanitasi, misalnya, masih banyak sekali pemukiman kumuh di negeri ini, dengan kondisi lingkungan hidup yang sangat buruk, bahkan di kota-kota besar. Masyarakat di sini sulit mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari, bahkan air untuk dikonsumsi (minum dan masak). Hal ini berdampak pada rentannya warga, terutama anak-anak, terhadap berbagai penyakit. Seorang anak dengan gizi buruk dan sanitasi yang buruk tentu semakin rentan terhadap berbagai penyakit yang tentu saja sangat menghambat tumbuh-kembangnya. Pada edisi ini, sehubungan dengan perayaan Hari Kartini, kita juga ingin menyoroti salah satu isu yang di berbagai kelompok masyarakat menjadi penghambat tumbuh-kembang anak, khususnya anak perempuan, yakni isu kesetaraan jender. Banyak kelompok masyarakat yang masih memberi prioritas kepada anak laki-laki daripada anak perempuan dalam pendidikan. Penyebabnya ialah berbagai mitos dan penerapan budaya patriarki yang sudah tidak pada zamannya lagi. Akibatnya, peluang anak perempuan tentu akan menjadi lebih kecil dalam berbagai bidang pekerjaan serta karier daripada anak laki-laki. Pada kesempatan ini Wahana Visi Indonesia mengajak kita semua berupaya agar kesetaraan jender ini bisa diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan kita, sehingga baik anak laki-laki maupun anak perempuan kita bisa tumbuh dan berkembang secara utuh sepenuhnya. Salam, Redaksi
2 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Kasih & Peduli WAHANA VISI INDONESIA mitra World Vision
Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan World Vision. Pembina Wahana Visi Indonesia Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirdjo Dr. Nafsiah Mboi, M.D. Ped., MPH Rev. Dr. Kadarmanto Hardjowasito Dr. Frieda Mangunsong, M.Ed. Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester Mariani Ga, M.Si. Koesoemo Handojo Aditirto Pengawas Wahana Visi Indonesia Drs. Utomo Josodirdjo Yozua Makes, S.H., LL.M., M.M. Tim Redaksi Emilia K. Sitompul, Sally Tirtadihardja, Lukas J. Ginting, John Nelwan, B. Marsudiharjo, Shirley Fransiska, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Beatrice Mertadiwangsa, Rudyard Andre, Joseph Soebroto, Shintya Kurniawan Desain Grafis Mario Ciputra Sampul Depan Sidney Mohede, Ambassador & Sponsor Wahana Visi Indonesia, bersama Aan, anak sponsor Sidney Mohede Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke:
Wahana Visi Indonesia
Jl. Wahid Hasyim No. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514
World Vision Indonesia
Jl. Wahid Hasyim No. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846
Sajian Utama
’Kartini-Kartini’ di Daerah Pelayanan Wahana Visi Indonesia Lukas Ginting
S
etiap bulan April, khususnya tanggal 21, kita dapat menyaksikan semaraknya perayaan Hari Kartini. Di kantorkantor pemerintah, swasta, bahkan di sejumlah unit kerja seperti TV dan Radio dalam programprogram siarannya sepanjang hari itu tampak nuansa keKartini-an. Ibu-ibu, remaja putri hingga anak perempuan sibuk mendandani diri dengan pakaian kebaya khas Kartini untuk ditampilkan dalam berbagai atraksi. Apakah makna di balik perayaan 21 April ini? Sebagaimana kita sudah ketahui bersama bahwa hari ini adalah perayaan hari emansipasi wanita yang dipelopori oleh Raden Adjeng Kartini. Emansipasi merupakan upaya kesetaraan bagi wanita agar diberi peluang yang sama dengan pria dalam pendidikan dan pekerjaan. Sebagai hasil emansipasi ini sekarang sudah banyak perempuan yang menduduki posisi penting dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik. Namun jumlah wanita dalam posisiposisi tersebut dianggap belum seimbang dengan jumlah pria, di mana jumlah wanitanya masih di bawah jumlah pria. Sebagai salah satu contoh adalah di bidang politik, khususnya partisipasi perempuan di parlemen. Kursi DPR Pusat yang diduduki perempuan pada periode 1992-97 adalah 12 persen, periode 1999-2004 adalah 9,9 persen, periode 2004-2009 adalah 11,3 persen, sedangkan periode 2009-2014 adalah 18 persen, jadi masih jauh di bawah target yang ditetapkan Undang-undang Pemilu 2003, yaitu minimal 30 persen. Pemerintah sendiri masih berupaya agar tercapai keseimbangan atau kesetaraan jender dalam berbagai bidang peran sosial antara pria dan wanita. Sebagai salah satu
upayanya, saat ini pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG), yang rencananya akan disahkan paling lambat akhir tahun 2012 ini. RUU ini banyak berbicara tentang hak-hak perempuan, perlindungan terhadap perempuan, peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan, peningkatan keterlibatan dan partisipasi aktif perempuan dalam semua bidang kehidupan, terutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik di semua tingkat kelembagaan, dan lain-lain. Di lain pihak, ada juga yang menganggap bahwa emansipasi ada yang kebablasan, melewati apa yang sesungguhnya dicitacitakan R.A. Kartini. Jika sebelumnya emansipasi merupakan upaya kesetaraan kesempatan dalam pendidikan dan pekerjaan, maka emansipasi pada masa kini diartikan sebagai pencapaian karir yang mandiri, sehingga banyak perempuan dianggap melupakan tugas kodratinya, yaitu mendidik putraputri mereka. Sebenarnya yang diperjuangkan oleh R. A. Kartini dapat dilihat dari sebuah kutipan surat beliau kepada Prof. Anton dan istrinya di Negeri Belanda: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” Terlepas dari soal ada yang kebablasan dalam kesetaraan jender, Wahana Visi Indonesia sendiri merasa masih banyak yang harus diupayakan agar terwujud kondisi kesetaraan jender bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat layanannya. Wahana Visi selalu mengadakan pengarusutamaan jender dalam setiap program pelayanannya. Berikut ini Wahana Visi menampilkan empat tokoh perempuan di daerah layanan yang secara nyata menunjukkan bahwa perempuan bisa melakukan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup keluarga dan juga masyarakatnya. Namun bukan berarti bahwa hanya empat orang ini saja yang aktif berperan, masih banyak yang lainnya lagi. (K&P)
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 3
Sajian Utama
Ide Kecil untuk Tujuan di Halmahera Utara
Besar
Esty Wulan
K
ecamatan Galela Utara dan Kecamatan Galela Selatan adalah daerah layanan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Halmahera Utara yang difokuskan dalam program pengembangan ekonomi. Alam yang kaya tidak dibarengi dengan kemampuan sumber daya manusia untuk mengelolanya. Tergantung pada tanaman tahunan yaitu kopra yang menghasilkan hanya setiap empat bulan, terlilit utang pada pedagang pemasok kopra hingga akses ke lembaga keuangan sebagai sumber modal dan penyimpan uang yang jauh dan sulit adalah beberapa permasalahan yang dihadapi warga Galela.
tamat S1 di salah satu perguruan tinggi di Ternate. Ibu Imbi bangga dengan hal tersebut karena di desanya masih jarang anak perempuan bisa bersekolah hingga Strata 1. Pada waktu konflik horizontal melanda Maluku Utara, desanya juga terkena imbasnya. Banyak korban berjatuhan, dan tenaga medis saat itu kosong karena mengungsi semua. Ibu Imbi akhirnya dilatih oleh tentara untuk memberikan perawatan
Wahana Visi kemudian mengadakan banyak pelatihan kepada beberapa kelompok tani dan berusaha memotivasi mereka untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk tabungan pendidikan anak. Mereka memilih sebuah lembaga keuangan yang bisa lebih terjangkau oleh mereka namun terpercaya, yaitu CU Saro Nifero. Dari kegiatan pengembangan tersebut ada dua tokoh perempuan yang menonjol dalam memperjuangkan anggotanya hingga desanya dalam mengubah paradigma lama yang memiskinkan mereka. Kedua perempuan tersebut adalah Ibu Imbi dan Ibu Vera.
Ibu Imbi Kailupa dari Desa Limau.
Ibu Imbi Kailupa dan keluarganya tinggal di Desa Limau di Kecamatan Galela Utara, desa yang berpenduduk 135 KK. Jalan berlobang-lobang dan berlumpur serta mendaki membuat desa ini sulit diakses oleh pihak luar.
“Sekolah saya cuma SD tidak tamat. Saya menikah saat usia saya 16 tahun,” ujarnya sambil menahan tawa. Istri dari Bapak Ilham Sikunyir ini mempunyai empat orang anak, tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki. Putri sulungnya sudah
bahkan memberikan suntikan. Hingga sekarang banyak orang desa yang berobat ke rumahnya. Ibu Imbi juga sering melakukan pertolongan persalinan di Desa Limau.
Sajian Utama
Ibu Vera Didide dari Desa Seki.
Ibu yang aktif di PKK desa dan majelis taklim ini juga bergabung dengan sebuah kelompok tani yang digagasnya bersama teman-temannya. Nama kelompok tani itu adalah Harapan Bunda. Walaupun Harapan Bunda masih berusia satu tahun lebih, namun sudah cukup banyak perubahan yang terjadi di antara anggota-anggotanya. Seperti pada umumnya petani di Desa Limau, belum semua mereka mempunyai keahlian untuk menanam tanaman bulanan. Tetapi kelompok ini sudah mampu mengelola tanaman bulanan sebagai penghasilan, bukan hanya untuk keperluan makan sehari-hari seperti yang mereka lakukan selama ini. “Mereka itu kemarin belum tahu bagaimana itu berkelompok, bagaimana biaya sekolah anak nantinya, tani itu bagaimana, dan kalau dalam kelompok sekarang sudah menabung. Anaknya yang putus sekolah kita pengaruhi, akhirnya sekarang mau sekolah,” ujarnya. Hal menarik dari usaha Ibu Imbi mempengaruhi anggotanya untuk mau menabung dan mengelola keuangan mereka adalah dengan membuat arisan tabungan. Setiap orang mendapat giliran untuk bisa membuka tabungan dan mereka belajar untuk menyisihkan pendapatan mereka untuk tabungan pendidikan anak. Pihak CU menjemput langsung tabungan mereka di Desa Limau. Sebuah langkah sederhana yang diambil Ibu Imbi, supaya kebiasaan hidup di desanya bisa berubah. Saat ini semua anggota sudah mempunyai tabungan dan mulai terbiasa menabung dan menyisihkan hasil pendapatan untuk masa depan anak mereka.
Perempuan berusia 33 tahun ini telah aktif berorganisasi di desanya sejak masa remaja. Pernikahan pada usia muda, yaitu 18 tahun, tidak menyurutkannya untuk selalu menimba ilmu. Dengan kesibukannya membantu pekerjaan suaminya berjualan, beliau menyempatkan diri untuk melanjutkan pendidikan hingga meraih Diploma 2 PGSD. Sekarang beliau sudah menjadi seorang tenaga pendidik di Sekolah Dasar di desanya, yaitu Desa Seki, Kecamatan Galela Selatan. Ibu Vera cukup aktif menyerukan agar masyarakat mengubah kebiasaan yang memiskinkan mereka, misalnya kebiasaan mengutang, kebiasaan tidak menabung, dan menghabiskan pendapatan untuk membeli barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan tanpa memikirkan masa depan pendidikan anak-anak mereka. Setelah menikah selama setahun, Ibu Vera bertugas menjadi kader Posyandu di desanya. Pada tahun 2009 beliau bahkan memenangkan Lomba Jambore Posyandu Tingkat Provinsi Maluku Utara. Dengan adanya proses regenerasi kader Posyandu, sekarang Ibu Vera lebih banyak aktif sebagai kader anak, pengurus gerejanya, dan juga sebagai ketua kelompok tani yang telah dibangun bersama anggotanya selama tiga tahun. Awal terbentuknya kelompok tani yang digagas oleh Ibu Vera ini adalah sebagai kelompok sosial yang akan kembali mempersatukan orang di desanya yang mulai kehilangan semangat kebersamaan dan gotong royong serta kepedulian satu dengan yang lain. Nama kelompok tani tersebut adalah Porimoi.
Sajian Utama
Ibu Vera di warungnya di
Dengan berkelompok, Ibu Vera memotivasi dan mengajarkan mereka untuk tidak tergantung pada kopra yang panen empat bulan sekali, tetapi harus menanam tanaman bulanan yang bisa dijual dan hasilnya untuk tabungan pendidikan anak. Awalnya anggota kelompok ini hanya 15 orang, saat ini anggotanya sudah 30 orang, bahkan laki-laki pun akhirnya ikut bergabung. Ibu Vera biasanya dengan sukarela mengantarkan
tabungan dari para anggotanya ke CU yang berjarak cukup jauh. “Biasanya setelah mendapat uang, mereka akan antar ke saya, karena kalau diantar sendiri, keluar lagi ongkos ojek. Kalau saya kan dengan motor sendiri,” kata Bu Vera. Saat ini, kelompok tani ini semakin berkembang. Dengan kemitraan yang dibangun oleh Ibu Vera sendiri dengan pihak lain, termasuk Dinas Pertanian Kabupaten Halmahera Utara, kelompok ini sudah mampu memberikan bantuan pinjaman modal kepada 12 orang lainnya di luar anggota. *Penulis adalah staf Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Halmahera Utara.
Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa perusahaan yang sudah demikian setia dalam mendukung pendanaan program-program sosial dan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia
6 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Desa Seki, Halmahera Uta ra
Sajian Utama
Sarofah, Direktur Bank Sampah di Pontianak Celia Siura
S
arofah (23 tahun) telah menyelesaikan pendidikan S1 di salah satu universitas di Pontianak. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya di wilayah yang cukup kumuh (RW 18, Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara), dengan kondisi kesehatan lingkungan yang tidak baik. Hampir semua orang di wilayah tersebut memanfaatkan sumber air dari sungai yang tercemar sampah dan kotoran manusia maupun hewan untuk kebutuhan sehari-hari, yakni sikat gigi, mandi, cuci piring, cuci baju, dan lain-lain. Membakar sampah merupakan kebiasaan warga sehari-hari, karena tidak adanya TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) di wilayah tersebut. Bahkan membuang sampah ke sungai sudah menjadi kebiasaan warga setempat. Pada November 2010, Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Urban Pontianak membuat satu pendekatan Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di wilayah RW 18, Kelurahan Siantan Tengah yang ditetapkan sebagai Pilot Project. Masyarakat diajak untuk memahami permasalahan kesehatan lingkungan mereka, dan mencari solusinya. Wahana Visi menfasilitasi Pelatihan Pengolahan Sampah Organik dan Non Organik. Produk-produk daur ulang masyarakat diapresiasi dengan mengikuti berbagai pameran di kota Pontianak yang diselenggarakan bersama Pemerintah Kota Pontianak. Ketika keluarga Sarofah mendapat manfaat dari pengolahan sampah, baik dari segi kesehatan maupun ekonomis, keluarga ini mulai terlibat dalam setiap aktivitas kader-kader lingkungan
wilayah tersebut. Aktivitas ini tidak hanya mendaur ulang sampah organik maupun non organik, namun juga mencari solusi untuk sistem pengolahan sampah. Dengan melihat kondisi yang ada, yakni wilayah tersebut tidak mempunyai TPS, mata pencarian warga termasuk kategori rendah, serta perilaku hidup bersih dan sehat warga masih rendah, maka muncul ide untuk membangun Bank Sampah sebagai wadah peningkatan kualitas kesehatan lingkungan. Bulan Agustus 2011, Sarofah dipercayakan oleh kader lingkungan untuk menjadi leader dalam gerakan lingkungan wilayah mereka, yakni Direktur Bank Sampah Wahana Bersama, yang merupakan bank sampah pertama di kota Pontianak. Lokasi Bank Sampah sendiri berada di salah satu sudut rumah kepala RW 18 yang mendukung program ini. Bank Sampah Wahana Bersama diresmikan tanggal 27 September 2011, dengan jumlah nasabah 91 KK. Saat ini nasabah Bank Sampah mencapai 128 KK. Sampah organik (sisa sayuran) didaur ulang menjadi pupuk organik yang bisa ditabung warga di Bank Sampah. Barang bekas, seperti botol plastik, kaleng, bungkus plastik, kertas koran, dan kardus yang masih bisa dimanfaatkan, didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang bernilai ekonomis. Bahkan saat ini Sarofah dan timnya mampu menjadi tenaga profesional dalam pengelolaan sampah di Kota Pontianak. (K&P) * Penulis adalah staf Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Urban Pontianak.
Sarofah di kantor Bank Sampah Tim Angkut Sampah Bank Sampah Wahana Bersama
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 7
Sajian Utama
‘Perempuan Pembangunan Desa’ di Sumba Timur Hendrik Sitanggang
D
esa Ramuk, Kecamatan Pinupahar, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur, terletak dekat Kawasan Hutan Taman Nasional, berjarak 130 km dari ibu kota kabupaten. Jalan menuju desa ini sangat rusak, bahkan pada musim hujan akan terisolasi akibat longsor dan meluapnya air sungai. Di Desa Ramuk hiduplah seorang perempuan sederhana, berusia sekitar 60-an. Dia sangat aktif dan penuh inisiatif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Ia hidup bersama anak dan cucu di sebuah rumah berlantai bambu, sejenis rumah panggung, berdinding gedek (anyaman bambu). Rumah sederhana ini selalu kedatangan tamu. Bahkan ia juga memiliki buku tamu yang sudah tua dan telah banyak merekam jejak para tamu. Tamu itu bukan hanya dari Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Mama Carolina, begitu ia disapa. Ia bukan dari golongan bangsawan, yaitu Maramba. Di Sumba terdapat tiga lapisan masyarakat, yaitu Maramba (Raja), Kabihu (Marga), dan Ata (Hamba). Orang yang berasal dari golongan Maramba akan sangat didengar oleh masyarakat di desanya. Namun Mama Carolina, yang kini dalam dampingan Wahana Visi Indonesia di Sumba Timur, tidak menyerah dengan keadaan di daerahnya. Sebenarnya tidak ada modal yang dia miliki, status sosial tidak mendukung, kaya juga tidak, pendidikan juga tidak (hanya tamat SD saja), namun ia cukup semangat dalam ikut membangun daerahnya.
r anak. Mama Carolina memotivasi tuto Dengan fasilitas yang terbatas,
Mama Carolina, walaupun kalah dalam usia, selalu bersemangat untuk mengikuti pertemuan di tingkat dusun, desa, kecamatan, dan kabupaten. Ia tidak pernah mengharapkan imbalan, ia melakukannya dengan tulus. Mama Carolina juga berperan dalam kegiatan masyarakat seperti perayaan HUT RI di kecamatan, perayaan keagamaan, pertemuan kelompok wanita, pertemuan tingkat dusun, desa, dan kecamatan. Ia juga memotivasi dan mendampingi tutor anak, agar memperhatikan anak dan ia ingin kelak akan selalu ada penerusnya yang mau memperhatikan desanya. Lewat pendampingan Wahana Visi Indonesia, Mama Carolina diberikan juga pelatihan-pelatihan kepemimpinan. Sebagai hasilnya, semangat perjuangan Mama Carolina pernah terekam dalam sebuah penghargaan bagi kaum perempuan: dia terpilih sebagai Perempuan Pembangunan Desa. Penghargaan ini diberikan pada peringatan Hari Perempuan Internasional di Sumba Timur tahun 2011, dengan tema “1001 Cinta untuk Perempuan“, hasil kerja sama LSM lokal, Komunitas Jurnalistik, dan pemerintah daerah. Bersama empat perempuan lainnya Mama Carolina terpilih sebagai Lima Perempuan Inspiratif di Sumba Timur. (K&P) *Penulis adalah staf Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sumba Timur.
Inspirasi
Firma Oktafiana
Utanroun Norang Ba’a (Sayur Sudah Ada) “Sekarang kami tidak perlu membayar ojek dan pergi lima kilometer untuk membeli sayuran lagi. Kami menanam sayur sendiri sekarang,” Pak Tjahjono memberikan apresiasi bagi staf yang berdedikasi tinggi.
masyarakatnya, termasuk keluarga Fransiska Antonia Jeni, 3. Jeni adalah salah seorang anak sponsor yang tinggal di Dusun Patimoa Pantai, Desa Kolidetung, Kecamatan Lela, Sikka.
K
Setelah mendapat pelatihan mengenai kebun gizi pada bulan Juli 2011, ibunya, Saranillo, 35, dan para ibu tetangga terdekat bekerjasama membersihkan lahan kosong di depan rumah dan menjadikan lahan itu untuk menanam aneka sayuran untuk konsumsi di rumah.
Beberapa bulan lalu, penduduk Desa Nenbura harus naik ojek ke pasar mingguan di Desa Waihawa jika ingin membeli sayuran. Pasar dibuka hanya enam jam mulai pukul enam pagi, seminggu sekali, setiap hari Kamis. Mereka tidak memiliki banyak pilihan konsumsi sayuran di desa, hanya daun singkong.
Beberapa jenis sayuran yang mereka tanam adalah sawi, kangkung, kacang panjang, jagung, singkong, tomat, dan cabe. Jeni, adiknya yang masih balita dan kakaknya telah mengonsumsi sayuran hasil dari kebun keluarganya.
ata Wilanti Fatagar, 36, sambil tersenyum. Wilanti adalah seorang ibu rumah tangga bersuamikan kepala Desa Nenbura, sebuah desa kecil, sekitar 80 km dari Maumere, Sikka, NTT.
Mei 2011, tercatat 52 anak dan 21 ibu hamil mengalami kurang gizi di Desa Nenbura. Dalam upaya meningkatkan gizi masyarakat khususnya kelompok rentan, yaitu anak di bawah lima tahun, ibu hamil dan menyusui serta remaja, diterapkan program peningkatan gizi berbasis masyarakat. Salah satunya adalah program Kebun Gizi. Program ini dimulai pada bulan Juli 2011 yang difasilitasi oleh Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka. Program Kebun Gizi di Desa Nenbura telah dilaksanakan dan dirasakan manfaatnya oleh 44 rumah tangga yang kesemuanya adalah keluarga anak sponsor. Mereka diajarkan untuk menanam pangan bergizi, seperti kangkung, kacang panjang, tomat, sawi, terong, wortel, pare, dan cabai. “Kami dilengkapi dengan beberapa teknik untuk menanam sayuran dengan keterbatasan tanah dan air,” Wilanti melanjutkan. Di Desa Nenbura, sayur sudah tersedia. Tak ketinggalan, masyarakat di Desa Kolidetung juga membutuhkan pangan bergizi demi peningkatan status kesehatan
Setiap pagi dan sore ibu Jeni, Jeni dan kakaknya, Mersi Maria Yuzun, 6, yang juga adalah anak sponsor, menyiram sayursayuran di kebun mereka. Seringkali, anak-anak itu berebut untuk mendapat giliran menyiram sayur dengan gembor (alat penyiram). Mereka berkomitmen untuk mempersiapkan lahan dan membuat rak-rak untuk tempat menanam sayuran yang biasa disebut dengan dek. Biasanya kaum bapak yang membuat dek sayur, sedangkan para ibu menanam. Anak-anak bertugas untuk membantu dalam merawat dan menyiram tanaman. Kegiatan pelatihan kebun gizi dan distribusi bibit sayur dilakukan bersama masyarakat di 10 desa dampingan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka. Saat ini sekitar 230 kepala keluarga anak sponsor telah memiliki kebun sayur di pekarangan rumah mereka. (K&P) Penulis adalah Maternal Child Health and Nutrition Coordinator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka.
Inspirasi
Kredit Berbunga Ringan Meringankan Beban Satria Jati Utomo
D
i penghujung tahun 2011 Vision Fund Indonesia (VFI), sebuah lembaga keuangan yang memberikan pinjaman/kredit kepada pengusaha mikro, bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Kebon Pala, memberikan kredit motor berbunga rendah kepada enam orangtua dari anak sponsor yang berprofesi sebagai pengojek. Program ini adalah program yang pertama kali dilakukan oleh VFI dalam hal pengucuran kredit motor. Bila dibandingkan dengan dealer motor pada umumnya, kredit ini diberikan dengan cicilan yang lebih murah, bunga lebih rendah, jangka waktu kredit yang lebih panjang dan disertai dengan asuransi kehilangan akibat pencurian, hipnotisme, dan penipuan. Selain itu, penerima kredit juga mendapat asuransi jiwa. Angsuran yang mereka setor kepada VFI setiap bulan tergolong rendah dengan jumlah nominal yang disepakati bersama. Setelah angsuran mereka lunas, maka kepemilikan motor dinyatakan sah dan BPKB motor tersebut pun dapat disimpan. Sebelum mereka menerima kredit dari VFI, biasanya mereka harus membayar Rp 450.000 per bulan sebagai biaya sewa motor. Dengan adanya kredit ini, biaya tersebut dapat mereka pergunakan untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan adanya kredit motor ini, para orangtua tidak perlu lagi menyetorkan uang sewa kepada pemilik motor. Hasil pendapatan mereka dapat menghasilkan surplus yang hasilnya tidak hanya untuk membayar cicilan motor, tetapi juga dapat menambah biaya pendidikan anak. Pada akhirnya, tujuan akhir dari pemberian kredit motor ini adalah peningkatan kesejahteraan anak dan keluarga. ”Untuk meningkatkan pendapatan keluarga, terutama biaya sekolah anak, agar anak mempunyai masa depan yang lebih baik dan kehidupan anak bisa lebih sejahtera,” ucap Meriana, 45, berharap.
Ibu Kartini menerima sepeda motor baru dari Direktur Vision Fund Indonesia, Bpk. Hendrik Riwu.
Orangtua yang ingin mendapat kredit mengajukan diri kepada tim pengembangan ekonomi Wahana Visi Indonesia. Tim pun mengajukan nama-nama tersebut kepada Vision Fund Indonesia. Kemudian, tim dari Vision Fund akan mengadakan survei ke rumah calon peminjam dan mewawancari peminjam dan pasangannya serta tetangga mereka. Setelah itu tim Vision Fund menyatakan peminjam yang layak mendapat pinjaman. Kemudian peminjam menandatangani surat perjanjian. Maka, motor baru beserta STNK baru dapat diserahkan kepada peminjam. Kriteria lain dari peminjam selain menjadi orangtua anak sponsor, mereka juga pernah tercatat sebagai peminjam di Vision Fund Indonesia dengan minimal jumlah pinjaman Rp 1.000.000 dan telah lunas dicicil tanpa ada tunggakan. Beban pun menjadi ringan karena bunga kredit yang ringan. Tak pelak lagi, masa depan yang lebih baik bagi anggota masyarakat seperti Meriana pun tidak lagi menjadi angan semata. Dengan kerja keras dan semangat, masa depan cerah akan dapat diraih. (K&P) *Penulis adalah Business Facilitator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Kebon Pala.
Inspirasi
Margarettha Siregar
esia Bak mata air dari Wahana Visi Indon
Satu jam. Itulah jawaban anak-anak di Desa Wunga, Kabupaten Sumba Timur, saat ditanya berapa lama harus berjalan menuju mata air di daerah tersebut. Sumber air itu bisa dicapai dengan menyusuri jalan setapak di pinggir tebing yang curam hingga ke dasar lembah tempat mata air itu berada.
N
Memanen Hujan, Mengurangi Risiko Bencana Contoh berbagai alternatif cara memanen air hujan dapat ditemukan di Dusun Sukunan, Yogyakarta, yang dikenal sebagai kawasan wisata pendidikan ramah lingkungan. Tangki penampung cucuran atap dapat dilihat di sebuah rumah asri kediaman Iswanto, salah seorang pelopor lingkungan hidup di dusun tersebut. Tangki diletakkan di atas sebuah kolam ikan sehingga air cucuran yang berlebih dapat langsung mengucur ke kolam tersebut.
amun, anak-anak itu tidak terlihat capai dan takut ketika menyusuri jalan tersebut. Justru kami, para pendamping dari Wahana Visi Indonesia, yang khawatir dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan karena saat itu hari sudah mulai gelap. Kami pun bersama anak-anak berbalik pulang menuju rumah mereka.
Jika masih tidak tertampung juga, lubang-lubang sumur resapan hujan terlihat di berbagai sudut jalan siap memanen sisa cucuran atap rumah yang tidak tertampung maupun dari limpasan jalan itu sendiri. Air yang diresapkan ini berguna untuk menambah cadangan air tanah.
Tidak adakah alternatif lain untuk mendapatkan air? Mereka pun menunjuk dua buah tangki air tempat menampung air hujan dari cucuran atap. Namun, kedua tangki tersebut hanya cukup untuk kebutuhan air minum mereka selama dua minggu, apalagi harus berbagi dengan delapan keluarga lainnya yang tinggal di wilayah tersebut.
Ada juga air hujan yang ditampung untuk membantu pengomposan sampah organik yang dimasukkan dalam sebuah lubang panjang yang disebut biopori. Lubang tersebut kemudian didiamkan selama satu setengah bulan sehingga sampah organik tersebut sudah terurai oleh bakteri tanah dengan bantuan air hujan dan siap dipanen menjadi kompos.
Sungguhkah Sumba Timur kekurangan air? Informasi dari BMKG Klas III Mauhau Waingapu menunjukkan bahwa curah hujan di daerah tersebut berkisar antara 600 sampai dengan 2.000 milimeter per tahun dengan rata-rata 1.000 milimeter per tahun. Itu artinya, dengan luas sekitar 7.000 kilometer persegi, maka ada sekitar 7 miliar meter kubik air hujan yang tercurah sebagai potensi air tawar di wilayah Kabupaten Sumba Timur.
Berbagai cara tersebut sebenarnya dapat juga diterapkan di daerah Sumba Timur yang sering rawan kekeringan dengan kondisi musim kering yang lebih panjang, yaitu sekitar tujuh bulan dibandingkan dengan musim hujan yang hanya berkisar lima bulan.
Jika setiap penduduk membutuhkan 100 liter per hari, maka dengan jumlah penduduk sekitar 200 ribu jiwa, sesuai dengan data Biro Pusat Statistik tahun 2009, dengan memperhitungkan pertumbuhan penduduk, kebutuhan total penduduk sepuluh tahun mendatang pun hanya sekitar 8 juta meter kubik per tahun. Ini berarti hanya sekitar 2 persen dari potensi air tawar yang berasal dari curah hujan. Kalau saja masyarakat di daerah Wunga mau menambah jumlah tendon air hujan mereka ataupun menggunakan sarana lain untuk menampung panenan hujan, maka sebenarnya sangat mungkin untuk menyimpan cadangan air minum untuk sepanjang tahun.
Yang penting, selama musim hujan yang pendek itu, air dipanen sebanyak-banyaknya demi cadangan air di musim kering. Bahkan, di beberapa daerah sekitar Wunga, seperti desa Mbatapuhu dan Makalama, sudah ada beberapa jebakan air di sekitar mata air untuk memanen hujan dari lereng sebagai tambahan cadangan mata air tersebut. Ada juga berbagai embung di sekitar Desa Prailangina, yaitu cekungan buatan raksasa yang digali untuk menampung air hujan sebagai cadangan air di daerah sekitarnya. Usaha-usaha ini terlihat sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Jadi, sungguhkah Sumba Timur kekurangan air? Pertanyaan tersebut tidak lagi relevan bila masyarakat dimampukan untuk mengelola air hujan sebaik mungkin.(K&P) *Penulis adalah WASH Specialist, MQS Department
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 11
Seputar Anak
Peluang Mereka Lebih Baik “Hellooo!!!” teriak Saiful Anwar. “Hai...!!!” sahut anak-anak. “Helloo... Helloo... Hai...!!!” teriak Saiful lagi. “Hai... Hello... Hello...!!!” sahut anak-anak serentak, sambil tersenyum dan tertawa.
S
aiful menghabiskan tiga menit bermain gembira dengan anak-anak. “Tugas saya membuat mereka segar kembali, supaya mereka bisa menyerap pelajaran lebih mudah,” kata Saiful tersenyum. Sekitar 15-20 anak SD ikut ambil bagian dalam setiap KBA di daerah Pegirian di Surabayan. Saiful dan 20 rekannya yang remaja memfasilitasi setiap KBA dua kali seminggu untuk mengulangi pelajaran di sekolah dan mengembangkan bakat mereka. Memang, para remaja Pegirian tidak lagi menjadi beban masyarakat seperti halnya beberapa tahun lalu. Secara bertahap mereka telah berubah dari orang yang frustasi dan bermasalah menjadi anak yang bersemangat dan percaya diri. Mereka telah menjadi berkat bagi masyarakat mereka dan khususnya anak-anak. Semua perubahan ini terjadi setelah serangkaian intervensi yang difasilitasi oleh Urban-Surabaya Transformation Advocacy and Research (U-STAR), sebuah pilot project yang dilakukan oleh World Vision dengan dukungan para donor StarKids, yaitu sebuah inisitaif Jetstar dan World Vision Australia untuk membantu menemukan suatu terobosan dalam kehidupan anak-anak miskin di Asia Ternggara. U-STAR melakukan asesmen intensif di Pegirian tahun 2009 untuk menemukan kendala yang dihadapi oleh anak-anak dan
masyarakat. Dengan masukan dari para remaja setempat, ditemukan bahwa kendala utama adalah kegagalan orangtua dan tokoh masyarakat setempat untuk ‘mendengarkan citacita dan aspirasi anak-anak’. Singkatnya, komunikasi dua arah hampir tidak ada pada kebanyaka keluarga dan masyarakat. Hal ini melahirkan gerakan Kampung Ramah Anak di Pegirian. U-STAR, bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Widya Mandala, melakukan serangkaian pelatihan komunikasi bagi anak-anak Pegirian. “Kami membagikan seni komunikasi dasar kepada mereka dan bagaimana memperbaiki cara berkomunikasi dengan orangtua dan tokoh masyarakat,” kata Nunus Subandi, U-STAR team leader. “Singkatnya, kami membantu mereka agar lebih menghormati orang lain dalam berkomunikasi.” Hal ini telah membuat komunikasi dan saling pengertian yang jauh lebih baik antar anggota keluarga dan mendapat dukungan yang lebih baik dari tokoh masyarakat. Nunus dan timnya memfasilitasi diskusi-diskusi antara para remaja dan tokoh masyarakat setempat dalam uapaya untuk membangun saling percaya. Kepala Desa Pegirian Suseno menangkap peluang ini untuk melakukan kerja sama yang lebih baik dengan para remaja. “Datang ke kantor saya tanyakan apa saja yang ada dalam pikiran kalian,” katanya kepada Saiful dan rekan-rekannya. Suseno dan tokoh masyarakat lainnya mulai
Seputar Anak Hendro Suwito
daripada Generasi Sebelumnya menghadiri kegiatan anak-anak untuk menunjukkan dukungan mereka. Bahkan mereka ikut main futsal serta bernyanyi bersama Saiful dan rekan-rekan untuk membina saling pengertian yang lebih matang. Baru-baru ini mereka bahkan mencarikan dana untuk membangun sebuah pusat kegiatan anak. Bangunan ini telah menjadi jantung kegiatan anak-anak Pegirian. Fanny Aprillia, seorang siswa kelas 3 SMA, adalah salah seorang dari remaja yang mendapat manfaat dari pelatihan komunikasi dan kegiatan anak-anak yang difasilitasi oleh U-STAR. Dia bisa menjelaskan dengan lebih baik kepada orangtuanya tentang kegiatannya di KBA dan banyak manfaat yang dia peroleh dari kegiatan itu. “Orangtua saya sekarang sangat mendukung partisipasi saya di KBA.” Ayahnya bekerja sebagai pegawai di perusahaan jasa kurir tidak jauh dari rumahnya. Gajinya hampir tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. U-STAR juga telah membantu menghubungkan anak-anak Pegirian dengan Surabaya International School (SIS). Sejak awal 2011, anak-anak Pegirian bisa mengikuti les bahasa Inggris dan komputer setiap minggu secara gratis di lingkungan SIS ini. Setiap kelompok, yang terdiri dari 15 hingga 20 anak, mengikuti kursus selama tiga bulan. Pelatihan di SIS dan interaksi dengan rekan-rekan dari bangsa lain mempunyai dampak yang sangat positif bagi anak-anak Pegirian. Dunia mereka tidak lagi dibatasi oleh kemiskinan mereka. Mereka mulai mewujudkan impian-impian mereka yang tadinya rasanya di luar kemampuan mereka.
Fanny, misalnya, baru saja kembali dari studi banding di Xiamen, China. Dia mengikuti seleksi yang dilakukan oleh pemda Surabaya untuk memilih 18 siswa untuk ambil bagian dalam kunjungan studi ke China. Rasa percaya dirinya, kemampuan berbahasa Inggris, dan berbagai karakter luar biasa lainnya sangat mengesankan tim seleksi. Dia ikut terpilih dan dikirim ke China untuk mengunjungi sekolah-sekolah serta tempattempat menarik lainnya. “Saya sangat terkesan dengan sekolah-sekolah di China. Siswanya sangat disiplin dengan waktu dan kebersihan,” ujar Fanny. Pengalaman ini telah menjadi inspirasi baginya untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Dia tidak mau mengikuti jalan hidup kakaknya, yang menikah ketika berusia 19 tahun. “Saya ingin kuliah di jurusan manajemen.” Saiful, yang baru saja tamat SMA, juga sedang mempersiapkan diri untuk kuliah di jurusan psikologi. “Saya sedang mencari uang untuk studi saya.” Dia suka psikologi setelah banyak mengajar anak-anak yang lebih muda di KBA. Saiful, Fanny, dan sejumlah remaja Pegirian lainnya telah berhasil menaklukkan hati orangtua dan masyarakat mereka. Mereka tidak lagi terjebak dalam frustasi dan kemiskinan. Mereka telah mulai menapaki jalan kehidupan yang sangat berbeda; kehidupan yang menjanjikan peluang dan kepuasan yang lebih baik daripada generasi sebelum mereka. (K&P)
Seputar Anak
Konsultasi Anak: Surabaya Layak Anak dalam Lensa Anak Nanang Chanan
I
r. Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, mengkonsultasikan kondisi Surabaya sebagai Kota Layak Anak kepada warga muda Surabaya usia 8-12 tahun. Bertempat di Siola City, sebuah gedung cagar budaya di Surabaya, 1.600 hadirin terdiri dari 1.350 anak laki-laki dan perempuan serta 250 pendamping hadir dalam perhelatan tahunan Wahana Visi Indonesia yang bertujuan untuk mengingatkan anak-anak dan orangtua dampingan betapa pentingnya mengingat hari kelahiran sebagai identitas dasar anak. Tahun ini Wahana Visi Indonesia dan Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dalam menyelenggarakan acara yang bertema “Surabaya Kotaku, Surabaya Rumahku“. Pokok-pokok yang dikonsultasikan tentang Surabaya Kota Layak Anak adalah sebagai berikut: 1. Anak dan lingkungan tetangga terdekatnya 2. Tempat bermain dan rekreasi bagi anak 3. Keselamatan dan perlindungan anak 4. Pendidikan dan lingkungan sekolah anak, serta 5. Anak dan kehidupan pribadinya Menurut Ibu Walikota, acara ini menjadi agenda penting dalam perjalanan mewujudkan komitmen Surabaya Kota Layak Anak dan diharapkan akan terus difasilitasi sebagai agenda tahunan untuk menjadi sarana mengkonsultasikan Kebijakan Pemkot yang menyangkut anak-anak dengan anak secara langsung. Konsultasi juga diisi dengan “Dialog Kasih” penyampaian langsung berbagai prestasi dan aktivitas lapangan anakanak Surabaya saat ini serta aspirasi anak Surabaya untuk visi Surabaya Kota Layak Anak yang disampaikan kepada Ibunda Walikota Surabaya. Selain itu, anak-anak dihibur dan
Ir. Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, hadir dalam acara “Surabaya Kotaku, Surabaya Rumahku”. diberikan motivasi untuk terus meningkatkan prestasi oleh sosok yang berhasil berkembang from zero to hero, yaitu Budhi Klanthink, salah satu personil grup pengamen jalanan yang sukses merambah dunia hiburan di tanah air. Menjawab pertanyaan anak-anak tentang kunci agar mereka bisa sukses, Ibu Walikota mengatakan perlunya anak Surabaya mempunyai keberanian untuk tidak melihat kelemahan sendiri, berkarakter dan mempunyai visi untuk meraih citacita yang lebih tinggi. Hasil lengkap dari audiensi ini akan dibukukan dan diserahkan kepada Walikota Surabaya dalam bentuk buku pada perayaan Hari Anak Nasional 2012. Selain itu, Wahana Visi Indonesia dan Pemerintah Kota Surabaya juga akan mewadahi aspirasi anak-anak pada kelompok umur lainnya untuk juga bisa menyampaikan aspirasi kepada Pemkot dengan cara-cara yang positif dan dengan pendekatan yang memberikan solusi. (K&P) *Penulis adalah Child Ministry Officer, USTAR Project.
Tali Kasih
Marcell F.A.M. Sinay
Ikat Rambut Taiwan di Kepala Anak Nias
J
am di handphone waktu kami tiba di tujuan menunjukkan angka 12.15 WIB. Tidak adanya satu pun sinyal yang muncul di layar handphone menunjukkan bahwa siang itu kami telah masuk cukup dalam ke Desa Ononamolo 2, Kecamatan Mandrehe Utara, Kabupaten Nias Barat. Di hari Jumat yang jatuh pada tanggal cantik 11-11-11, kami bermaksud mengunjungi seorang anak perempuan cantik berusia 11 tahun yang bernama Niat Aman Waruwu, di sekolah tempat ia mengecap pendidikan formalnya, SD Negeri No. 078489 Orahua. Namun, siang itu kegiatan belajar-mengajar di sekolah itu sudah selesai 15 menit sebelum kami datang. Sudah tidak ada lagi guru dan murid yang berada di ruang sekolah, yang sisi dinding kelas bagian terluarnya ditutupi potongan bambu yang tersusun menyilang. Terpisah sekitar 10 meter dari gedung sekolah, terdapat ruangan lain yang masih menjadi bagian dari sekolah tersebut. ‘Lokal jauh’, istilah yang diberikan oleh para guru di situ, untuk menggambarkan ruang kelas yang terpisah dari gedung utama sekolah. Kondisi lokal jauh yang sehari-harinya digunakan sebagai tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) itu beratapkan jerami, beralaskan papan, dan tiada berdinding. Dan di lokal itu kami melihat beberapa anak sedang beraktivitas. Pada umumnya mereka sedang bermainmain. Sokhifao Waruwu, Kepala Sekolah SD Negeri No. 078489 Orahua, menyambut kami siang itu di sebuah rumah di depan sekolah. Beliau kemudian menyajikan teh manis hangat untuk kami, seakan ikut merasakan lelahnya kami menempuh perjalanan sejauh 58 kilometer dalam kondisi diguyur hujan, dengan kondisi jalan 3 km terakhir adalah tanah licin penuh lumpur akibat hujan, untuk mengantarkan sepucuk surat sponsor kepada Niat. “Ei, Niat, ini ada bapak dari Wahana Visi Indonesia,” kata Sokhifao Waruwu ke arah kumpulan anak-anak yang sedang bermain di lokal jauh tersebut. Mendengar panggilan Pak Sokhifao, semua anak yang ada di lokal jauh langsung menghentikan aktivitasnya, menoleh kepada kami. Tak lama kemudian, salah seorang anak perempuan berambut panjang bergerak menghampiri
kami, menyalami saya, dan duduk di kursi yang ada di depan saya. Inilah Niat Aman Waruwu, anak yang memang ingin saya temui hari itu. “Ini, Bapak dari Wahana Visi Indonesia datang bawa surat untuk kamu,” kata Pak Sokhifao, sambil memperkenalkan Niat yang masih tampak malu-malu. Saya datang membawa sepucuk surat untuk Niat. Surat tersebut berasal dari Rebecca, sponsor Niat yang ada di Taiwan. Dengan tenang, Niat mulai membuka surat tersebut, tampak sudah terbiasa menerima surat. Niat adalah Registered Child (RC) di Wahana Visi Kantor Operasional Nias yang intensitas korespondensinya paling tinggi selama empat tahun terakhir. Tercatat, sejak pertama kali menerima surat dari sponsornya pada Juni 2008 – hingga hari ini- Niat sudah berkirim surat sebanyak 17 kali dengan Rebecca. Selama ini, di dalam surat-suratnya, Rebecca sering bercerita kepada Niat tentang kehidupan keluarganya di Taiwan. Selain foto, Niat juga sudah pernah diberikan gambar lukisan karya sang sponsor, karena kebetulan sang sponsor memiliki hobi melukis. Selain lukisan, ternyata Niat juga pernah mendapat hadiahhadiah kecil lainnya yang masih disimpannya, salah satunya adalah ikat rambut. “Ini, masih dipakai sampai sekarang,” tambah Niat, sambil menunjukkan rambut panjangnya yang tersimpul oleh sebuah ikat rambut indah berwarna hitam berbentuk bunga, yang dipakainya setiap hari. Bila Rebecca pernah bercerita bahwa dia ingin jadi pelukis, maka Niat, yang sekarang duduk di bangku kelas 4 SD, ternyata juga sudah memiliki cita-cita sendiri, yaitu menjadi guru. “Jadi guru Bahasa Indonesia,” kata Niat, yang mengaku senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia (BI) karena guru BI di kelasnya baik. Akhirnya, siang itu, setelah bercerita banyak tentang kegiatan surat-menyuratnya selama ini dengan Rebecca, Niat menutup perjumpaan kami dengan sebuah harapan. Kalau bisa, dia ingin bertemu langsung dengan Rebecca, meskipun memang selama ini dia sudah cukup senang dengan melihat foto-fotonya. (K&P) *Penulis adalah Monitoring, Evaluation and Learning Coordinator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Nias.
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 15
Tali Kasih
Dominiria Hulu
M
endapatkan hadiah dari sponsor adalah hal yang sangat membahagiakan bagi Lepis Irama Harefa, 16, apalagi ia telah menerima hadiah dari sponsor sebanyak tiga kali. “Bahagia sekali hatiku,” demikianlah ujar Lepis ketika berbicara tentang hadiah dari sponsornya, Miss Xiang Yu Chen. Hadiah itu menjadi sangat berharga karena kondisi keluarga Lepis berpenghasilan hanya dari menderes karet. Bagi Lepis hadiah-hadiah seperti baju seragam, buku, sepatu, dan tas itu telah melengkapi perlengkapan sekolahnya. Lepis yang sekarang mengecap pendidikan kelas 3 di SMP Negeri 1 Namohalu Esiwa merasa sangat beruntung karena dia bisa memperoleh apa yang dia inginkan. Ia pernah mendapat hadiah berupa peralatan olahraga yang sangat disukainya, di antaranya bola kaki dan bola volley. Sayangnya bola kaki yang didapatnya telah rusak, meskipun bola itu rusak karena digunakan bersama teman-teman sebayanya ketika bermain bola. Yang masih digunakan sampai sekarang adalah bola volley-nya. Ia juga membagikan hadiah-
hadiah yang lain kepada teman-temannya di Kelompok Belajar Anak (KBA) di Desa Sisarahili Namohalu Esiwa. “Aku juga senang ke gereja, karena aku bisa memakai baju gereja yang dibelikan oleh sponsorku,” ujarnya dengan senyum bahagia. Ia berharap sponsornya di sana juga bahagia, seperti yang ia rasakan saat ini. Lepis juga tak lupa meminta Miss Xiang Yu Chen untuk mendoakan proses pendidikannya yang sebentar lagi akan melewati ujian kelulusan SMP. “Semoga saya bisa lulus ujian yang terakhir,” tulis Lepis, menutup Initiative Letter yang dia buat siang itu. (K&P)
*Penulis adalah Monitoring, Evaluation and Learning Officer Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Nias.
Dominiria Hulu
Hubungan Baik dengan Sponsor Membuat Asnita Rajin Belajar
“Aku sangat suka matematika, waktu ulangan di sekolah nilaikulah yang paling besar,” demikian tulis Asnita, 12, saat ia bercerita melalui Initiative Letter tentang pelajaran di sekolahnya kepada sponsornya di Taiwan, Mr. Zhang. Asnita saat ini duduk di kelas 6 SDN 076693, Hilimbaruzo, Nias.
S
iang itu, ekspresi kebahagian Asnita nampak di wajahnya. Ayahnya, Demisokhi Harefa, ikut bercerita mengenai anak perempuannya itu.
“Sejak ada surat-surat itu, anak saya semangat dalam belajar dan rajin membantu orangtua di rumah, dia semangat untuk sekolah,” kata sang ayah tentang kegiatan surat-menyurat yang dilakukan anaknya kepada sponsornya. Selain rajin dalam kegiatan di sekolah, Asnita juga aktif mengikuti kegiatan Kelompok Bermain Anak (KBA) di desanya, Desa Sisarahili Namohalu Esiwa, Kabupaten Nias Utara. Menurutnya, KBA bisa menjadi salah satu sarana untuk
mengembangkan kreativitasnya. Bahkan, beberapa bulan lalu, saat desanya mengadakan kegiatan pesta anak, ia ikut ambil bagian dalam lomba tari Maena, salah satu tarian khas Nias. Asnita berharap agar sponsornya mendoakan dia supaya bisa lulus dan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP. Hubungan sponsor dan anak tak ternilai jarak dan waktu, tapi terlukiskan dalam kata yang saling mendoakan dan mendukung.” (K&P) Penulis adalah Monitoring, Evaluation and Learning Officer Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Nias.
Tali Kasih
Artikel & Fotografer: Helen Rikumahu, Stephanie Rebecca, Shinta Maharani
Sponsor Visit Sambas
P
ada tahun 2008 Wahana Visi Indonesia (WVI) mengembangkan pelayanannya ke Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pada tanggal 17-20 Mei 2012, WVI mengadakan kegiatan Sponsor Visit (Kunjungan Sponsor) ke Area Development Program (ADP) Sambas. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi para sponsor yang rindu bertemu langsung dengan anak sponsornya sekaligus menyaksikan sendiri kondisi dan program-program apa saja yang dilakukan WVI di wilayah tersebut. Dalam Sponsor Visit kali ini, ada empat orang sponsor yang berpartisipasi, yaitu Ibu Yulita, Sdri. Novilia, Sdri. Lisa dan saya (Helen) yang juga merupakan Donor Care Officer WVI. Perjalanan dari Bandara Soepandio Pontianak ke Sambas memakan waktu empat jam. Banyak pemandangan indah yang disuguhkan alam Kalimantan, di antaranya adalah Danau Sebedang, kawasan yang menjadi gerbang masuk ke Kabupaten Sambas. Hari kedua diawali dengan perkenalan dan orientasi di Kantor Operasional ADP Sambas, dilanjutkan kunjungan ke Desa Lela di mana tim beserta mobil yang ditumpangi harus menyeberang laut menggunakan kapal ferry selama kurang lebih 10 menit, disambung ojek motor sejauh 1 km. Hati kami sangat tersentuh mendapat sambutan hangat dari masyarakat Desa Lela. Terlebih saat mereka menyampaikan perubahanperubahan positif yang dialami dan prestasi anak-anak yang membanggakan setelah didampingi WVI. Salah satu prestasi mereka adalah Juara 1 & 2 Lomba Menggambar pada Hari Bumi Sedunia. Kegiatan tersebut diliput oleh televisi nasional dan membuat nama Desa Lela dikenal oleh masyarakat luas. Sehabis makan siang, perjalanan kami lanjutkan ke Desa Sayang Sedayu. Lebih dari 230 anak di desa ini sudah tersponsori melalui Program Sponsor Anak. Selain berdialog dengan pengurus desa, kader, dan perwakilan masyarakat, di Desa
Sayang Sedayu kami juga berkesempatan bertemu dengan anakanak sponsor. Andi, Galang, dan Salimin tampak sumringah menerima bingkisan kado dari sponsornya. Kegembiraan pun tampak jelas di wajah Sdri. Novilia karena Salimin -bocah berusia 11 tahun yang ditinggalkan orangtuanya bekerja di Malaysia itu- akhirnya bisa ditemui secara langsung. Sabtu, 19 Mei 2012 kami kembali menempuh jalan darat ke Desa Tanjung. Sungguh tak mudah melewati jalanan bekas longsor, jembatan kayu, dan genangan air akibat putusnya jalan penghubung. Di Desa Tanjung kami mengunjungi PAUD Kamuda Barepo (Kamuda Barepo artinya anak-anak yang senang bermain dan belajar). Bagi pengurus PAUD dan rekan-rekan ADP Sambas, yang masih menjadi tantangan adalah meningkatkan kesadaran akan pentingnya PAUD untuk mempersiapkan anak masuk ke Sekolah Dasar. Beralih ke Desa Sajingan Besar, kami disambut dengan tarian tradisional yang dibawakan secara apik oleh anak-anak Forum Ribers. Tarian tersebut telah berhasil membawa mereka sebagai Juara 1 Lomba Tari tingkat Kabupaten. Di Forum Ribers bingkisan yang diberikan sponsor berupa bibit sayur-sayuran: timun, cabai, terong, sawi, kacang panjang dan polibag – sesuai kebutuhan forum anak ini. Sebagian besar anak sponsor di Forum Ribers sudah beranjak remaja, tak lama lagi beberapa di antara mereka akan melanjutkan studinya ke luar daerah. Selama di Sambas kami merasakan sekali bahwa mereka yang tinggal di pelosok Nusantara sekali pun punya harapan dan semangat untuk terus maju. Yang mereka butuhkan hanya kesempatan, dukungan, dan mitra yang sungguh-sungguh berkomitmen untuk mewujudkan harapan tersebut. (K&P) Next Sponsor Visit: Singkawang (30 August – 2 September 2012) Register NOW!
Tali Kasih
Jadilah Sua “Yes, it’s early, but I’m excited to go to fly to the remote villages in Sekadau, West Kalimantan with World Vision team to visit one of my sponsored children and their communities for the next few days. I’ve been so honored to be chosen as one of World Vision’s Hope Aambassadors in Indonesia and I can’t wait to see all the great work World Vision is doing in that area. Your prayers are greatly appreciated :) Heard mobile phone signals & electricity are quite scarce in the places I’m going, so I hope I can still upload more pics in the next few days! :) “
W
aktu menunjukkan pukul 04.37 WIB ketika Sidney Mohede menuliskan status tersebut pada akun instagram-nya. Minggu, 15 April lalu kami menemani Sidney ke Sekadau untuk menemui anak sponsornya. Sekadau yang terletak di pedalaman Kalimantan Barat ini adalah salah satu area pelayanan Wahana Visi Indonesia yang baru dimulai akhir tahun lalu. Untuk mencapai Sekadau, dari Jakarta kami harus terbang ke Pontianak dan kemudian menuju Sekadau menggunakan jalan darat. Perjalanan memakan waktu sekitar delapan jam dan medan yang ditempuh cukup menantang karena kondisi jalan hampir semua rusak. Goncangan menemani kami sepanjang jalan. Setelah dua kali berhenti untuk sekedar meluruskan badan dan menyantap mie instant, akhirnya kami tiba di Sekadau pukul 19.00 WITA.
Sidney Mohede dan Aan
Tujan kami di hari kedua adalah Desa Seraras. Untuk menuju Seraras kami harus menyeberangi sungai dengan menggunakan perahu. Uniknya, bukan hanya manusia, tetapi motor dan sepeda juga naik perahu yang sama karena hanya itulah satu-satunya cara untuk mencapai Seraras. Di Seraras inilah Sidney dipertemukan dengan Aan, anak sponsornya. Aan nampak pendiam dan malu-malu saat diperkenalkan pada Sidney. Namun matanya nampak bersinar saat melihat hadiah yang dibawa Sidney untuknya. Peralatan sekolah lengkap telah disiapkan Sidney dan isterinya dari Jakarta. Aan terlihat sangat senang. Maklumlah, belum pernah ia memiliki perlengkapan sekolah sebanyak dan semenarik yang baru diterimanya. Aan sudah tidak memiliki ibu dan ayahnya bekerja sebagai buruh di luar kota. Sehari-hari ia tinggal hanya dengan kakak. Satu jam berikutnya digunakan Sidney untuk bermain dan mengakrabkan diri dengan Aan. Saat kami meninggalkan Aan untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Pantok, Aan sempat berpesan agar Om Sidney mau datang lagi mengunjunginya. Tentu saja Aan tidak tahu siapa Sidney Mohede. Yang dia tahu ada seseorang yang memperhatikannya di tempat yang jauh. Kami berharap pertemuan ini bisa memberikan dampak yang baik bagi kehidupan Aan.
“What a precious moment being with him for the first time.Thank you Wahana Visi Indonesia for arranging this.”
Tali Kasih
ara Bagi Mereka Artikel: Beatrice Mertadiwangsa, Forotgafer: Lucko Prawito Kami kemudian m e l a n j u t k a n perjalanan ke Desa Pantok yang memakan waktu sekitar tiga jam perjalanan. Kembali kami harus menyeberangi sungai untuk bisa mencapai Pantok. Beruntung tidak banjir. “Kalau sedang banjir, jembatan penyeberangan terendam air”, ujar salah seorang warga menjelaskan. Pantok merupakan desa kecil yang belum dialiri listrik. Beberapa rumah menggunakan genset untuk penerangan di malam hari, sisanya menggunakan lampu minyak.
“It was a breathtaking place and an amazing experience. The villagers were laughing at my excitement because they get to do this everyday!” Di Pantok juga belum banyak yang memiliki kamar mandi di rumahnya. Kebanyakan penduduk desa mandi dan mencuci di sungai. Karena kami tiba lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan, kami mencoba mandi di air terjun Batu Jato, yang merupakan tempat rekreasi masyarakat setempat. Tempatnya sangat indah, air sungainya jernih dan dikelilingi bebatuan yang tersusun alami.
Pukul 20.00 waktu setempat, kami menuju Balai Desa di mana ratusan orang sudah berkumpul untuk melihat Sidney Mohede. Orang-orang ini berasal dari desa setempat dan dusun sekitar. Bahkan ada yang datang dari desa tetangga. Lucunya, mereka bahkan tidak mengenal siapa itu Sidney Mohede. Yang mereka tahu ada artis datang dari Jakarta. Sidney mengajak mereka menyanyikan beberapa pujian. Malam itu kami menginap di rumah Kepala Desa yang sangat ramah.
Sampai Jumpa Lagi Sekadau!
Kami mengunjungi SDN 22 Pantok di hari ketiga. Sidney mendapat kesempatan mengajar bahasa Inggris kepada siswasiswi SD tersebut. Mereka cukup aktif dalam menjawab pertanyaan maupun mengajukan pertanyaan kepada Sidney. Guru setempat sangat senang atas kedatangan “Guru Tamu”. Salah satu guru mengatakan, ”Bahasa Inggris kami terbatas. Adanya tamu bisa memberikan pengetahuan baru bukan saja bagi murid, melainkan juga bagi guru.” Ini adalah kegiatan terakhir kami di Sekadau. Siang itu kami meninggalkan Pantok untuk bermalam di Pontianak dan kembali ke Jakarta keesokan harinya. Menutup perjalanan kami, Sidney kembali menambahkan dalam status instagram-nya, ”Sungguh perjalanan yang luar biasa. Saya merasa terhormat bisa menyuarakan tentang anak-anak ini. Kita semua bisa bersuara bagi mereka. Let us speak up for those who cannot speak for themselves.” (K&P)
Kami juga disuguhi berbagai makanan lokal yang belum pernah kami makan sebelumnya. Ada tempoyak yang terbuat dari durian fermentasi, ada tengkuyung (siput air tawar) dan daging ular.
Cerita perjalanan kami ke Sekadau berakhir di sini, namun Anda bisa membuat cerita baru dengan mensponsori anak-anak dari Sekadau dan bersuara bagi mereka. :) Kirimkan email ke
[email protected] atau hubungi kami lewat telp. 021-3907818.
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 19
Sinergi
Kemitraan Wahana Visi dan SMP Buti untuk Memajukan Anak
Yati Bilisi
S
alah satu sekolah dampingan Wahana Visi Indonesia di Merauke adalah SMP Buti, yang menampung 175 siswa (106 laki-laki, 69 perempuan). Di SMP yang letaknya sekitar 3 km dari kota ini, bersekolah 34 anak sponsor Wahana Visi Kantor Operasional Maro. Wahana Visi mendukung fasilitas ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), lapangan basket, sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar di kelas, serta pelatihan metode PAKEM (Pendekatan Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) bagi guru di SMP Buti. Fasilitas lapangan basket yang merupakan bantuan Wahana Visi sangat disyukuri guru maupun siswa karena dengan fasilitas itu anak-anak dapat menumbuhkan minat olahraga dan mengembangkan kemampuannya. Pada tahun ajaran 2011, tiga kali tim basket SMP Buti mengalahkan SMP yang lainnya. Prestasi demi prestasi ditunjukkan tim basket SMP Buti. Juara V putra berhasil mereka raih saat HUT SMA Jhon 23, juara IV putri saat HUT RI ke-66, dan juara IV putra saat HUT SMA Negeri 1. Dalam tim basket terdapat beberapa anak sponsor Wahana Visi. Sementara itu, pelatihan metode PAKEM membuat kegiatan belajar-mengajar lebih menarik. “Metode PAKEM menjawab kebutuhan sekolah untuk mewujudkan kegiatan belajar-mengajar yang tidak hanya satu arah,”ungkap Kepala Sekolah SMP Buti, Paskalis. “Di rumah anak-anak sudah banyak menerima nasihat. Jika di sekolah guru hanya memberi nasihat, ini akan membosankan siswa,” tambah Paskalis. Setelah pelatihan PAKEM, guru-guru mengadakan perubahan seperti membuat siswa duduk berkelompok di kelas, memanfaatkan bahan-bahan yang ada untuk proses belajarmengajar di ruangan atau di halaman sekolah, serta mendirikan kantin kejujuran. “Anak-anak dapat bekerja sama dalam kegiatan belajar dengan duduk berkelompok, mereka dapat mengetahui bagian-bagian 20 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Pembuatan ikan asin SMP Buti
tanaman dan organ hewan saat proses belajar dipraktekkan, dan anak-anak dapat belajar kewirausahaan lewat kantin kejujuran,” tutur salah satu guru bernama Ursula. Sarana dan prasarana kegiatan belajar-mengajar yang difasilitasi Wahana Visi juga mampu menjawab kebutuhan dalam penerapan PAKEM. Mereka sangat terbantu dengan mikroskop, kaca obyek, dan lain-lain. SMP Buti berharap dapat meningkatkan kehadiran siswa ke sekolah, dapat meningkatkan partisipasi keluarga dalam pendidikan anak, dan dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar. Guna meningkatkan kehadiran siswa pihak sekolah bekerja keras dengan para mitranya. Bersama Wahana Visi, sekolah telah memfasilitasi metode belajar-mengajar yang dapat menarik siswa ke sekolah. Bekerja sama dengan kelurahan dan orangtua, sekolah selama tiga kali seminggu memberikan makan siang saat istirahat. Menu makanan dikelola sendiri oleh guru piket. Hal ini dilakukan berdasarkan informasi dari anak dan beberapa keluarga bahwa anak tidak sekolah karena harus mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan juga untuk keluarga tempat dia menumpang. Untuk memberikan kesadaran akan pentingnya dukungan dan partisipasi orangtua atau wali siswa dalam pendidikan anak, rapor siswa dibagi oleh wali kelas ke rumah-rumah siswa. Dalam pembagian rapor, wali kelas menyampaikan prestasi anak, perilaku anak dan visi misi sekolah. Bagi siswa kelas VII dan VIII yang tidak masuk sekolah dua hari, akan dilakukan kunjungan wali kelas ke rumah. Khusus untuk siswa kelas IX, satu hari saja tidak masuk akan dikunjungi di rumah oleh wali kelas. Setiap kunjungan guru ke rumah diberi penggantian transpor dari kas sekolah sebesar Rp 10.000. Jika sebelumnya 40% siswa tidak hadir ke sekolah secara rutin, kini prosentasenya turun jadi 10% yang masih belum rutin ke sekolah. (K&P) *Penulis adalah staf Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Maro.
Sinergi
Robert Raya
Bunga dan Kebun Kakao yang Lebih Berbunga Om Nong, Istri, anaknya Bunga dan kedua saudaranya
M
aria Elfira Dua Bunga, 7, adalah anak sponsor yang orangtuanya mengikuti Sekolah Lapangan Kakao dan Akses Pasar yang difasilitasi oleh Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka. Bunga biasanya menemani ibunya membawakan makanan buat ayahnya di kebun.
Orangtua Bunga bangga menunjukkan kebun kakao mereka kepada setiap orang yang datang. Kebun kakao ini merupakan salah satu lahan yang mendapat penanganan Sekolah Lapangan Kakao yang difasilitasi Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka.
“Au gai dadi guru,” yang artinya “saya mau jadi guru nantinya,” ujar Bunga yang sekarang duduk di kelas 1 Sekolah Dasar Katolik Tilang. Orangtuanya senang mendengar cita-citanya tersebut dan mereka pun mendukung dengan menyisihkan setiap penghasilan yang diperolehnya dari kebun kakao sebagai tabungan untuk biaya sekolah.
Selain membantu dalam hal pola tanam dan pemeliharaan, Wahana Visi Indonesia juga mendukung dengan menghubungkan petani kakao dengan pembeli yang memberi harga lebih baik lewat kegiatan Akses Pasar.
“Terima kasih buat Wahana Visi Indonesia, karena kami sekarang memahami cara perawatan kakao yang benar. Itu lihat bunga-bunga di batang banyak,” kata Om Nong, panggilan Yohanes Nong Gleko, ayah Bunga. Diperkirakan pada musim panen April tahun depan, buah yang dihasilkan akan sangat menjanjikan. Orangtua Bunga adalah salah seorang dari 25 orangtua anak sponsor yang mengikuti program pembinaan Sekolah Lapangan Kakao dan Akses Pasar yang sudah berlangsung sejak Oktober 2010. Melalui program ini, mereka mendapat pelatihan keterampilan, seperti perbaikan pola tanam dan pemeliharaan, pemasaran, peningkatan harga, dan menjalin jejaring dengan pedagang. Pelatihan yang dilakukan tidak sekedar dalam kelas tetapi praktik langsung di lapangan dengan melaksanakan pengerjaan lahan secara bersama.
“Sekarang kami tidak menjual di harga Rp 7.000-10.000 per kg lagi, kami tahu pedagang yang bisa memberikan harga terbaik. Pedagang juga difasilitasi untuk melakukan pemberdayaan soal mutu dan penentuan harga. Harga kakao kami selalu di atas Rp 20.000 per kg, bahkan pernah sampai Rp 27.000 per kg. Aduh, coba dari dulu, ya,” kata Om Nong menghitung banyaknya uang mereka yang diambil para pedagang perantara yang biasanya membeli di desa mereka. Kondisi ekonomi yang lebih baik dan hasil yang lebih menjanjikan membuat suasana rumah lebih hangat dan masyarakat pun lebih berpengharapan untuk masa depan. Bunga pun yakin kalau tanaman kakao di kebun orangtuanya lebih berbunga. Pendidikannya ke depan pun akan lebih terjamin. (K&P) *Penulis adalah Market Development Fasilitator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sikka.
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 21
Berita dalam Gambar
n a g n a l a Petu di Wilayah Dampingan Wahana Visi Indonesia Artikel & Foto: Juliarti Sianturi Ring of Fire Adventure adalah kisah perjalanan seorang ayah (Youk Tanzil) dan anak-anaknya mengelilingi Indonesia dengan sepeda motor untuk memperlihatkan keajaiban, keindahan, namun juga realitas negeri kita ini. Kisah mereka bercerita tentang penduduk setempat yang diselingi dengan informasi menarik tentang sejarah, budaya, dan tradisi sekitarnya. Berikut ini adalah sebagian dari kisah petualangan mereka ketika menyempatkan diri mengunjungi beberapa daerah dampingan Wahana Visi Indonesia di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara akhir bulan April hingga Mei lalu.
T
im ekspedisi Ring of Fire (RoF) kembali melanjutkan petualangan mereka menjelajah Indonesia. Setelah tahun lalu menjelajah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara mendapat gilirannya di tahun ini. Dimulai di Tentena, Poso, 30 April 2012, tim yang dikomandoi Youk Tanzil ini menilik lebih dekat penerapan program Pendidikan Harmoni di SD GKST 2 Tentena. Petualangan mereka berlanjut ke Desa Lena untuk mengunjungi kelompok perempuan yang diberdayakan secara ekonomi. Kunjungan terakhir di wilayah ini adalah Desa Sangira yang telah
mensahkan Posko Perlindungan Anak di wilayahnya melalui Peraturan Desa. Seminggu kemudian, tepatnya tanggal 8 Mei 2012, mereka sudah tiba di Palu dan mengunjungi wilayah dampingan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Palu, yaitu Desa Wana dan Desa Kayumaboko. Perjalanan ke Desa Wana terbilang sulit karena kondisi geografis desa ini di tebing Gunung Gawalise. Desa ini hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan roda dua dan itu pun harus yang benar-benar ahli. Di Wana, tim RoF berkesempatan mengetahui secara mendalam program Kelompok Belajar Anak. Youk berkomentar bahwa diperlukan kegiatan-kegiatan yang “out of box” untuk anak-anak di desa ini. Salah satunya adalah
Berita dalam Gambar
pemutaran video yang menggambarkan kisah anak-anak yang berbeda karakteristiknya dengan mereka. Malamnya, mereka mengunjungi Desa Kayumaboko, Palu Utara, untuk mengulik lebih dekat program kesehatan dan kelompok belajar anak. Keesokan harinya, Pendidikan Harmoni dengan konteks pendidikan agama Islam yang diterapkan di SD Muhammadiyah 3, Palu, menjadi lokasi berikutnya yang dikunjungi. Sekitar dua minggu kemudian, mereka kembali bertualang ke wilayah dampingan Wahana Visi Indonesia di Maluku Utara, yaitu Ternate dan Halmahera Utara. Di Ternate, mereka mengunjungi Pulau Hiri yang mana masyarakatnya mengembangkan secara swadaya dana sehat. Perjalanan mereka dilanjutkan ke Ruang Sahabat Anak yang diselenggarakan untuk mengatasi trauma psikologis anak-anak pengungsi lahar dingin Gunung Gamalama. Di tengah hujan abu Gunung Dukono yang mengguyur Tobelo tanggal 25 Mei 2012, Chintara Diva Tanzil, anak Youk Tanzil, bertemu dengan anak sponsornya, Sintia Bologi.
Karena kondisi yang tidak memungkinkan, lokasi pertemuan yang pada awalnya ditentukan di Pantai Luari berpindah ke Kantor Operasional Wahana Visi Indonesia di Tobelo. “Kamu suka gambar apa?” tanya Diva kepada Sintia di sela-sela waktu mereka menggambar bersama. Di akhir pertemuan, Diva berjanji untuk sering mengirim surat kepada Sintia. Mari kita nantikan aksi petualangan dan kepedulian RoF berikutnya! (K&P)
Harapan
Jangan Kalah dengan Tantangan Pendidikan Tjahjono Soerjodibroto anak di pedalaman memiliki permasalahan sendiri-sendiri untuk tetap bisa belajar. Di kota, sekolah bisa diakses dengan mudah, namun banyak orangtua tidak memiliki dana untuk membiayai pendidikan anaknya. Di pedalaman, banyak anak-anak harus berjalan berjam-jam hanya untuk mencapai sekolah. Selain itu, masih banyak sekolah di pedalaman yang fasilitasnya kurang dipelihara bahkan tidak ada gurunya.
P
ada tanggal 2 Mei lalu, bangsa ini merayakan Hari Pendidikan Nasional. Kita patut bersyukur karena pemerintah telah menetapkan satu hari untuk merefleksikan pendidikan di negeri ini. Dulu ketika bangsa ini masih dijajah, anak-anak tidak memiliki kebebasan untuk mendapatkan pendidikan. Penjajah sengaja membuat anak-anak negeri ini terbelakang pendidikannya supaya mereka tidak menyadari sedang dibodohi oleh penjajah.
Pada kesempatan ini saya ingin memberikan penghargaan yang tulus bagi anak-anak yang telah mengalahkan tantangan masing-masing sehingga mereka bisa mengenyam pendidikan. Boni Lokobal dari pedalaman Kurima, Papua, adalah salah satu anak yang patut saya sebut di sini. Sejak masih di SD Boni harus berjalan jauh agar bisa tetap belajar. Boni tidak hanya menghadapi masalah dengan jarak tempuh sekolah dari rumahnya. Ia juga pernah mengalami permasalahan kesehatan di kaki kirinya sehingga kaki kirinya itu nyaris diamputasi.
Setelah Indonesia merdeka, setiap anak warga negeri ini tidak pandang bulu bebas untuk mendapatkan pendidikan. Dan setelah hampir 67 tahun merdeka, apakah anak-anak negeri ini bisa mengakses pendidikan dengan mudah?
Namun Boni tidak mau menyerah dengan kesulitan dan tantangan itu. Boni akhirnya bisa menyelesaikan pendidikan SMK dan bahkan bisa kuliah hingga semester V di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kristen Oikonomos, Wamena.
Ternyata kesulitan-kesulitan bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan masih tetap ada. Data dalam opini Kompas yang dituliskan oleh Tracey Yaniharjatanaya tanggal 2 Mei lalu menyebutkan bahwa 13 persen murid SD tidak menyelesaikan pendidikan. Anak-anak di kota maupun anak-
Berkat pendidikan yang dia miliki itu, Boni melamar di kantor Dinas Pariwisata di Wamena dan belum lama ini Boni diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Boni tidak puas sampai di situ, ia juga ingin menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi yang pernah terputus hingga selesai. Semoga akan ada lebih banyak anak-anak Indonesia yang berani menghadapi tantangan dan mewujudkan mimpinya. (K&P) *Penulis adalah Direktur Nasional World Vision Indonesia.
24 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Kiprah Anak
Memperjuangkan Hak Anak Bersama FORANCIKHA Rizky Khairiah
P
erkenalkan, saya Rizky Khairiah, anak pertama dari tiga bersaudara. Saya duduk di kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tanggal 11 Oktober 1993 adalah hari kelahiranku. Pontianak adalah kota kelahiranku, tepatnya di Kelurahan Siantan Tengah. Tempat tinggal saya tidak jauh dari salah satu objek wisata di kota Pontianak, yaitu Equator Monument atau yang lebih dikenal dengan Tugu Khatulistiwa. Salah satu pengalaman yang berharga bagi saya adalah menjadi anak dampingan dari Wahana Visi Indonesia, Kantor Operasional Urban Pontianak. Seiring berjalannya waktu, saya mulai aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Wahana Visi. Salah satu kegiatan yang berkesan adalah kegiatan Forum Anak Nasional tahun 2007 yang diselenggarakan Wahana Visi dalam rangka menyambut Hari Anak Indonesia. Dari 30 peserta dipilih tiga orang untuk mewakili Wahana Visi Kantor Operasional Urban Pontianak untuk mengikuti kegiatan Temu Anak Indonesia di Jakarta. Sayangnya, dari 30 anak itu, saya hanya masuk urutan ketujuh. Saya sempat merasa kecewa karena tidak terpilih menjadi kandidat untuk mengikuti kegiatan Temu Anak di Jakarta.
Hasil pertemuan tersebut juga melahirkan semangat dari perwakilan anak-anak yang hadir dari sembilan kelurahan untuk membentuk sebuah organisasi anak untuk menyuarakan suara anak-anak Pontianak. Maka, pada tanggal 13 Mei 2007 di Kecamatan Toho, kami membentuk organisasi anak bernama Forancikha (Forum Anak Cinta Khatulistiwa). Saat itu, anggota awal yang bergabung adalah anak-anak dampingan Wahana Visi. Tetapi saat ini, organisasasi kami terbuka untuk semua anak di kota Pontianak tanpa memandang bulu.
Sebagian orang berpendapat bahwa “pengalaman” adalah guru yang paling berharga, karena dengan pengalamanlah kita dapat menginstropeksi diri kita atas apa yang telah kita lakukan dan pengalaman yang sangat berharga adalah sebuah kegagalan. Dari kegagalan itulah kita dapat belajar bagaimana memperbaiki kesalahan yang pernah kita lakukan. Oleh karena itu, kegagalan tersebut tidak membuat saya mundur, melainkan terus bersemangat melanjutkan hidup saya dan terus aktif dalam berbagai kegiatan anak di Pontianak.
Di Forancikha saya dan teman-teman dilatih bagaimana cara berorganisasi yang baik dan bagaimana mengembangkan kreativitas kami untuk menyuarakan pendapat kami. Seperti yang kita tahu, berorganisasi merupakan salah satu hak partisipasi anak dalam menyuarakan pendapatnya. Sebagai anak saya merasa hak-hak yang tertera dalam KHA (Konvensi Hak Anak) sudah terpenuhi. Salah satunya adalah hak partisipasi. Orangtua saya memberikan saya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Dan saya bersyukur, di organisasi ini pun saya dan teman-teman juga bisa menyuarakan pendapat kami.
Kegiatan lain yang tak kalah serunya dari Temu Anak Jakarta yang saya ikuti adalah pertemuan dengan perwakilan anakanak dari sembilan kelurahan yang ada di kota Pontianak untuk mendiskusikan berbagai isu anak yang kami hadapi sehari-hari di kota Pontianak. Kegiatan ini juga difasilitasi oleh Wahana Visi Kantor Operasional Urban Pontianak. Dalam pertemuan ini, kami juga diminta untuk menyampaikan rekomendasi solusi dan saran atas masalah-masalah tersebut. Hasil rekomendasi kami nantinya akan disuarakan kepada orangorang yang berkaitan dengan masalah ini, seperti orangtua, guru, pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Akhirnya, saya senang sekali karena saya terpilih menjadi salah satu kandidat yang akan berangkat untuk mengikuti kegiatan Forum Anak Nasional 2010 di Jakarta. Banyak sekali pengetahuan yang saya dan teman-teman dapatkan. Saya dan teman-teman diajak mengenal berbagai profesi dan bertemu dengan tokoh yang bisa menjadi inspirasi kami untuk tetap semangat dan maju. (K&P) * Penulis adalah seorang anak sponsor Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Urban Pontianak.
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 25
Sosok
Salpatje Mengeanak dan Pelayanannya di Desa Tesabela Teks & Foto: Christine Lora Egaratri
D
i tengah kegiatan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Rote di Desa Tesabela sore itu, terlihat seorang bapak yang nampak paling sibuk lalu lalang dibandingkan dengan partisipan yang lainnya. Bapak tersebut menjadi koordinator kegiatan dari awal sampai akhir, termasuk mengatur para peserta kegiatan. Salpatje Mengeanak adalah nama bapak, yang biasa dipanggil Om Patje, itu. Om Patje adalah salah satu orangtua dari anak yang disponsori oleh Wahana Visi di Desa Tesabela. Dia juga merupakan kader sponsorship dan mantan guru Pusat Belajar Anak (PBA). “Kami sebagai orangtua anak dampingan telah banyak memperoleh dan merasakan berbagai bantuan dan perubahan melalui program Wahana Visi, baik secara kelompok maupun individu, khususnya orangtua anak dampingan Wahana Visi,” kata Om Patje membagikan pengalamannya kepada Christine Lora Egaratri, staf Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Rote, Februari lalu. “Dukungan itu berupa pelatihan bagi kelompok guru PBA, kelompok tani, nelayan, ternak, dan juga bantuan fisik lainnya. Dengan keikutsertaan saya selama menjadi guru PBA, banyak ilmu dan pengembangan kapasitas diri yang saya peroleh. Berkat semua pelatihan itu, saya memiliki nilai sebagai seorang individu dan puji Tuhan, saat
ini saya masih tetap bisa melayani di sekolah di lingkungan tempat tinggal saya.” “Saya akan terus berusaha untuk bisa menerapkannya dengan anak-anak didik saya di sekolah. Terlebih sebagai orangtua, saya menjadi lebih memahami bagaimana mendidik anak dengan menerapkan hak anak. Bukan hal yang mudah memang, butuh perjuangan untuk tetap merealisasikannya, tetapi ya saya coba terus,” katanya sambil melihat anak-anak dampingan yang bermain di halaman. “Dengan apa yang sudah saya dapatkan, kami bisa semakin berkembang di wilayah kami,” tegas Om Patje. “Memang tidak jarang terjadi kecemburuan antar orangtua anak dampingan karena dianggap bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran atau pelayanan kurang memuaskan, namun karena banyak anak dampingan yang harus dibantu, untuk itu kami tetap menerima semuanya itu dengan penuh ucapan syukur,” kata Om Patje menutup pembicaraan kami. (K&P) *Penulis adalah CSMP Coordinator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Rote.
Sosok
Guru Sejati untuk Murid Sejati Ika Indah
S
udah dua kali ini Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Keerom bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Pengajaran (P&P) Kabupaten Keerom menggelar pelatihan untuk guru-guru sekolah dasar di sekolah-sekolah terpilih. Peserta pada pelatihan berasal dari lima sekolah terpilih yaitu SDN 1 Arso Dua, SD Inpres PIR 4, SDN Ampas, SDN 1 Arso 4, SD YPPK Dunamamoy Arso Kota. Kepala sekolah, guru, hingga Komite Sekolah pun turut hadir dalam pelatihan ini. “Jarang-jarang saya mengikuti pelatihan guru, ini baru pertama kalinya komite sekolah diikutsertakan,” Yuliance, Komite Sekolah Arso Kota, menjelaskan. Hal ini merupakan komitmen dan upaya yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Keerom bersama dengan Dinas P&P untuk bergandengan tangan demi terwujudnya sekolah kontekstual untuk wilayah Kabupaten Keerom.
Dalam pelatihan ini, Wahana Visi bekerja sama dengan Yayasan TRUE (Teacher Resources Empowerment) dari Bogor. “Saya merasa optimis dengan teman-teman guru, karena saya melihat potensi dan antusiasme dari para peserta yang hadir. Saya juga merasa kerja sama yang dibangun oleh Wahana Visi dengan Dinas P&P baik,” kata Ical, salah satu fasilitator yang berasal dari TRUE. Selama pelatihan, beberapa dari peserta mengaku bahwa pelatihan ini berbeda dengan pelatihan yang sebelumnya mereka ikuti, di mana biasanya mereka dijejali oleh materi mengenai penjelasan Peraturan Daerah (perda), dan targettarget sekolah untuk menuntaskan materi pelajaran. “Terkadang kami jadi bimbang, di satu sisi harus menyelesaikan target, di sisi lain kami juga mengetahui hanya sedikit anak yang bisa menangkap dengan cepat materi yang diberikan,” Irmawati, guru dari SD Arso 4, menuturkan.
Melalui pelatihan ini, kebingungan para guru ini pun terjawab lewat pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang guru pada sesi tanya-jawab. Dalam pelatihan ini pun para guru belajar membuat rancangan satuan pembelajaran yang terintegrasi, yaitu satu permainan (tema) yang dapat sekaligus mengajarkan beberapa bidang pelajaran (misalnya IPA, Bahasa, Matematika sekaligus) dikawinkan dengan nilai-nilai kehidupan. “Sayang sekali kalau selama ini kita (hanya) mengajarkan materi-materi pelajaran, dan cenderung mengabaikan nilainilai kehidupan. Keduanya belum saling melekat dalam pelajaran,” demikian penjelasan Kalih, fasilitator TRUE. “Kita memang sangat mengharapkan ada pelatihan untuk guru, tetapi jangan lupa juga dengan para murid kita. Guru sejati untuk murid sejati. Kalo lagi loyo, ingatkan yel-yel guru sejati. Kalau murid loyo, buat yel-yel untuk murid sejati,” kata Katrimah, Kepala Sekolah Arso 2. Lewat perkataan Ibu Katrimah, peserta lain juga tergugah. Semua dapat menyimpulkan dalam makna di balik perkataan ibu guru tersebut. (K&P) *Penulis adalah Monitoring, Evaluation and Learning Coordinator Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Keerom.
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 27
Opini
Laura Hukom
Mimpi Tinggal di Negeri Bebas Kekerasan terhadap Perempuan
T
anggal 8 Maret ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Perempuan Internasional. Ini adalah sebuah hari besar yang dirayakan di seluruh dunia untuk memperingati keberhasilan kaum perempuan di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Bagaimana keadaannya di negeri kita? Ada ungkapan dalam Bahasa Jawa yang berbunyi swargo nunut, neroko katut. Dulu ungkapan itu digunakan untuk menggambarkan keberadaan perempuan yang sangat ditentukan oleh laki-laki. Jika suami berhasil mendapatkan kebahagiaan, maka istri bisa ikut terimbas merasakan kebahagiaan. Sebaliknya, jika suami mengalami kesengsaraan, maka istri tidak bisa luput dari penderitaan. Perempuan dianggap tidak bisa menentukan nasibnya sendiri. Sekarang ada banyak jabatan penting, baik di organisasi, perusahaan, atau kelompok lain yang dipimpin oleh perempuan. Ada pemerintahan daerah yang mulai dipimpin oleh perempuan. Ada beberapa kementerian yang dipimpin oleh perempuan. Lembaga keuangan global International Monetary Fund (IMF) saat ini dipimpin oleh perempuan dari Indonesia. Bahkan Negara ini juga pernah dipimpin oleh presiden perempuan. Saat ini beberapa fasilitas umum juga sudah didisain untuk mengakomodasi kepentingan perempuan. Angkutan kereta api di Jakarta dan sekitarnya menyediakan gerbong khusus untuk perempuan. Beberapa rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan kantor-kantor mulai menyediakan ruang khusus bagi perempuan untuk menyusui anaknya.
28 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Apakah itu semua menunjukkan bahwa perempuan sudah mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki? Apa itu semua berarti bahwa hak-hak perempuan sudah dipenuhi? Tentu saja harus diakui bahwa perempuan sudah mulai diperhitungkan keberadaannya dan diperhatikan kepentingannya. Namun nampaknya itu semua belum cukup. Marilah kita lihat fakta yang lain. Situs Kompas.com awal Maret melaporkan temuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Dalam temuan itu disebutkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2011 meningkat 13,32 persen dari angka tahun sebelumnya menjadi 119.107 kasus. Itu artinya, setiap hari ada sedikitnya 326 kasus kekerasan terhadap perempuan. Bisa dipastikan bahwa angka ini jauh di bawah angka yang sebenarnya karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Yang pertama, apa pun peran kita, kita tidak boleh menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Setelah diri kita tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan, kita juga punya tugas untuk mengingatkan orang-orang di sekitar kita supaya tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan. Jika kita melakukan dua hal tersebut dan mengajak orang lain melakukan hal serupa, pasti angka kekerasan terhadap perempuan bisa ditekan. Mudah-mudahan lambat laun negeri Indonesia ini bebas dari kekerasan terhadap perempuan. (K&P) *Penulis adalah Direktur Advokasi World Vision Indonesia, mitra utama Wahana Visi Indonesia.
Cuplikan Peristiwa
30.000 Pohon Ditanam di Sumba Timur Pada hari Rabu, 7 Februari 2012, Wahana Visi Indonesia menyelenggarakan pembukaan program reforestasi di Sumba Timur, NTT. Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora, dan Ketua DPRD Sumba Timur, Palulu Pabundu Ndima, hadir dalam acara pembukaan ini. Gidion mengatakan bahwa program ini diharapkan akan mampu mengubah wajah Kecamatan Hahar. Amsal Ginting, manajer Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Sumba Timur, mengatakan bahwa benih pohonpohon ini diberikan oleh pemda setempat. Kegiatan reforestasi ini adalah bagian dari program utangu na anamu, yang dalam bahasa setempat artinya hutan untuk anak-anakmu. Demplot (demonstration plot) hutan ini hanyalah salah satu dari intervensi Wahana Visi untuk penghijauan kembali Hahar. Kegiatan lain adalah menjaga kelestarian pohon-pohon liar di hutan yang disebut FMNR (Farmer Managed Natural Regeneration - Regenerasi Alam Yang Dikelola Petani), suatu teknik reforestasi yang dikembangkan Afrika Barat pada tahun 1980-an and 1990-an. Saat ini, sekitar satu juta pohon di hutan dijaga kelestariannya oleh anggota masyarakat. Program ini mulai satu tahun yang lalu ketika Wahana Visi menanggapi musim kering yang panjang di daerah ini dengan
mendistribusikan beras dan mendorong masyarakat untuk menanam pohon untuk memperbaiki kesuburan tanah. Wahana Visi Indonesia mendorong masyarakat di tujuh desa di Kecamatan Hahar, Kabupaten Sumba Timur untuk menanam berbagai pohon lokal di tanah mereka yang tandus. Wahana Visi telah menganjurkan kepada lebih dari 1.000 keluarga untuk menanam lebih dari 30.000 pohon untuk mengubah sekitar 30 hektar tanah tandus menjadi lahan hijau. (K&P) * B. Marsudiharjo
Kumpul Keluarga Pendamping Anak Kecamatan Makasar Keluarga-keluarga dampingan Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Kebon Pala, Jakarta Timur, mengadakan acara kumpul keluarga di Taman Wisata Matahari, Cisarua, Bogor, pada tanggal 11 Maret 2012 lalu. Mereka terlihat memakai seragam berwarna oranye. Pagi itu, ketika mendekati pendopo tempat mereka berkumpul, di hadapan mereka terpampang poster bertuliskan “Selamat Datang Kumpul Keluarga Pendamping Anak Kecamatan Makasar”. Keluarga-keluarga tersebut berasal dari lima kelurahan berbeda, yaitu Pinang Ranti, Makasar, Halim, Cipinang Melayu, dan Kebon Pala. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap para kader yang selama ini telah menjadi mitra Wahana Visi dalam pelaksanaan setiap programnya. Berbagai kegiatan, baik lomba dan acara berenang, membuat tidak hanya anak-anak yang merasa gembira, tetapi juga ibu dan ayah mereka. Melalui setiap permainan, baik individu atau per kelompok, mereka berupaya mengerahkan kemampuan untuk menjadi
pemenang. Ada lomba “rangking 1”, lomba mengumpulkan kertas berisikan informasi tentang hak anak dari lumpur, bisik berantai, lempar bola, bernyanyi, dan kuis berhadiah. Kumpul keluarga ini, selain menyatukan keluarga-keluarga, mengapresiasi para kader, tetapi juga membukakan cara pandang baru kepada para suami – yang mana kader sebagian besar adalah kaum ibu – terhadap kegiatan istrinya di luar urusan rumah tangga. Selain itu, memberi pemahaman baru kepada mereka bahwa apa yang dilakukan istrinya ternyata memberi manfaat, tidak hanya bagi anak dan keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat luas. Pak Mujianto, 41, yang kedua anaknya telah mendapat dukungan dari Wahana Visi, mengakui bahwa acara ini dapat mengakrabkan masyarakat dampingan Wahana Visi yang pada akhirnya akan membawa dampak yang lebih baik bagi mereka. Acara keakraban ini kianya menjadi dasar untuk kerja sama yang lebih baik untuk mencapai masyarakat sekitar Kecamatan Makasar menjadi sejahtera dan makmur. (K&P) *Juliarti Sianturi Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 29
Cuplikan Peristiwa
Peluncuran Modul Channel of Hope Konteks Islam sebagai Respons terhadap HIV dan AIDS
Dalam rangka mendorong upaya penanganan HIV dan AIDS oleh pemuka agama di Indonesia, World Vision Indonesia meluncurkan Modul Channel of Hope (COH) konteks Islam di hadapan tokoh-tokoh Islam dan lintas agama di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu, 29 Februari 2012. Lewat modul yang diadaptasi dari modul COH di Afrika ini, para tokoh Islam di Indonesia diharapkan dapat merespons HIV dan AIDS tanpa stigma dan diskriminasi.
fasilitator dalam menyampaikan informasi yang tepat mengenai HIV&AIDS kepada tokoh-tokoh agama Islam sehingga menghindari sikap dan stigma yang tidak tepat. “Pemuka agama mempunyai kesempatan yang intensif untuk membagikan kepedulian, meningkatkan pengetahuan dan inisiatif kepada umat dalam menanggapi isu HIV dan AIDS,” ujar Sangkan saat serah-terima modul COH konteks Islam kepada KPAN dan Interfaith Network on HIV and AIDS (INTERNA).
Pemuka agama memegang peranan strategis untuk menanggulangi dampak buruk sekaligus memutus mata rantai penyebaran HIV dan AIDS. Termasuk di antaranya memberikan pemahaman kepada umat sehingga mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap Orang yang Hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA). Namun sayangnya stigma dan diskriminasi dari tokoh agama terhadap ODHA masih sering terjadi dan sebagian besar akibat kesalahpahaman atau keterbatasan informasi yang mereka peroleh.
Ahmad Syam Madyan, salah seorang anggota kelompok kerja adaptasi modul yang juga fasilitator Channel of Hope menyebutkan ada tiga landasan nilai yang dipakai dalam proses adaptasi, yakni secara Fiqiyah, Ittiqodiyah dan Khulluqiyah. Modul konteks Islam ini telah diujicobakan kepada tokoh-tokoh agama Islam (Ustad dan Kyai) di Bandung dan Malang dalam lokakarya Saluran Harapan.
Sangkan Sinaga, Regional Operation Manager World Vision Indonesia untuk Jawa dan Nias menyatakan harapannya agar kehadiran modul COH konteks Islam dapat membantu
Proses adaptasi modul COH konteks Islam di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 2010 oleh World Vision Indonesia bersama mitranya Wahana Visi Indonesia, INTERNA dan sejumlah tokoh Islam yang tergabung dalam Technical Working Group. (K&P) *Ikene Sere Edwina
30 | Kasih&Peduli Vol.25/2012
Pesan Direktur
Masih Banyak yang Perlu Dilakukan untuk Mewujudkan Kesetaraan Jender
I
bu Kartini (1879-1904) sudah memprakarsai gerakan emansipasi di Indonesia, bahkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Setiap tanggal 21 April masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai hari emansipasi, yang saat ini lebih populer dengan istilah kesetaraan jender. Pada setiap Hari Kartini semangat emansipasi atau kesetaraan jender digaungkan di seantero negeri. Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk mendukung semangat perjuangan Kartini. Salah satu upayanya ialah dengan menerbitkan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dari setiap daerah pemilihan. Belakangan ini pemerintah juga sedang memproses Rancangan Undang-undang tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG), yang rencananya akan terbit pada tahun 2012 ini. Isu kesetaraan jender ini rupanya juga masih heboh di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara sedang berkembang. PBB sendiri menempatkan isu kesetaraan jender ini sebagai salah satu dari delapan MDGs-nya. (MDG ke3: Mempromosikan kesetaraan jender dan pemberdayaan wanita). Namun bagaimana hasilnya? Fakta menunjukkan bahwa masih banyak ketimpangan jender di negeri ini. Salah satu indikatornya adalah jumlah kursi yang diduduki kaum perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat baru sekitar 18 persen. Masih banyak masyarakat yang lebih memberi prioritas
pendidikan yang tinggi bagi anak laki-laki daripada anak perempuan, khususnya bila kemampuan ekonomi keluarga cukup terbatas. Oleh karena itu, Wahana Visi Indonesia juga tetap berupaya menanamkan semangat kesetaraan jender ini dalam program-programnya. Dengan demikian, diharapkan agar anak laki-laki maupun anak perempuan akan bisa tumbuh-kembang secara maksimal dan optimal sesuai dengan potensinya masing-masing. Konsekuensinya, kelak mereka semua juga akan mampu memberikan kontribusi yang maksimal dan optimal bagi kesejahteraan masyarakat dan negara kita.
Emilia K. Sitompul General Manager Wahana Visi Indonesia
Vol.25/2012 Kasih&Peduli | 31