PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN DI PROVINSI GORONTALO
THE IMPLEMENTATION OF THE REGULATION OF THE MINISTER OF HEALTH NUMBER. 1464/MENKES/PER/X/2010 CONCERMING THE LICENSEAND PRACTICE OF MIDWIFES IN GORONTALO PROVINCE
Sunarti A. Ismail,1 Achmad Ruslan,2 Muh. Yunus Wahid,2 1
Bagian Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Sunarti A. Ismail Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081356300994 Email:
[email protected]
1
Abstrak Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan di Provinsi Gorontalo, Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis bagaimana Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 / MENKES / PER / X / 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan di Provinsi Gorontalo serta faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan peraturan tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan kajian normatif empiris. Responden penelitian terdiri dari: 15 orang Bidan yang menyelenggarakan praktik mandiri swasta, Pegawai Bagian perizinan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota di wilayah Provinsi Gorontalo, dan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Gorontalo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, belum berjalan optimal. Hal tersebut ditandai dengan Bidan yang memiliki tingkat pendidikan Diploma I Kebidanan melakukan praktik mandiri, terdapat pelanggaran terhadap kewajiban dan kewenangan Bidan, penerapan sanksi administrasi dalam penyelenggaraan praktik Bidan belum tegas dan konsisten, serta pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota belum optimal. Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dipengaruhi oleh substansi hukum, sarana dan prasarana, penegak hukum, serta Bidan itu sendiri. Kata Kunci : Izin, Penyelenggaraan Praktik, Kewenangan Bidan Abstract The Implementation of The Regulation of the Minister of Health Number. 1464/MENKES/PER/X/2010 Conserming The Lisenseand Practice of Midwifes in Gorontalo Province, The study aims to investigate of the implementation of the ministerial decree No. 1464 / MENKES / PER / X / 2010 license for the practice of midwifes in the Province of Gorontalo and analyse the factors affecting its implementation. The method used in the study is descriptive analysis with empirical normative study on the implementation of the regulation. The respondents are 15 midwifes running independent private practice, some informants from the licensing unit of the regency/city health office in the region of Gorontalo Province, and the chairperson of Indonesian Midwifes Association of Gorontalo Province.The study shows that the implementation of the ministerial regulation on the license and practice of Midwifes has not yet run as expected as indicated by the independent practice of midwifes who have qualification of only Diploma I of Midwife and this violates the duties and authority of a Midwife. The implementation of administrative sanction to such case is not yet firm and consistent and the education and suvervision by the health office of the regency have not been optimal. The implementation of the law No. 1464 / MENKES / PER / X / 2010 is influenced by substance of the law, facilities and infrastructure, the law enforcer, and the Midwifes themselves.
Keywords : License, Midwife practice, Midwife’s authority.
2
PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat) mewujudkan suatu tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tentram dan tertib. (Arinanto, S, dkk,2011). Konsep Negara kesejahteraan itu sendiri menempatkan peran Negara tidak hanya berbatas sebagai penjaga ketertiban semata
tetapi Negara juga untuk ikut serta dalam segala aspek kehidupan
masyarakat. (Sutedi, 2012). Pemerintah menjalankan tugas mengatur dengan tujuan memastikan dipatuhinya peraturan – peraturan tertentu oleh masyarakat. Porsi terbesar tugas mengatur pemerintah adalah dalam bentuk sistem perizinan. (Titon, 2007). Dengan memberi izin penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan – tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus (HR.Ridwan, 2010). Undang - undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi “ Dalam penyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah “ Sistem perizinan yang berlaku bagi tenaga kesehatan, pada dasarnya sebagai upaya melindungi tenaga kesehatan dari praktik yang tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan upaya kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1996 Pasal 3 mengatur bahwa tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang kesehatan yang dinyatakan dengan Ijazah dari lembaga pendidikan. Tentang syarat kewenangan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996 mengatur bahwa tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri Kesehatan. Bidan sebagai bagian dari tenaga kesehatan secara menyeluruh yang berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan melalui pelayanan kebidanan, yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan yang telah terdaftar yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi dan
3
rujukan, dalam menyelenggarakan pelayanan Kebidanan wajib memiliki izin dari pemerintah. (Zulvadi, 2010). Bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggung jawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat . (Asri , 2009) Pengaturan secara hukum tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Legislasi praktik Bidan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tahun 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Pasal 2
ayat (1) Bidan dapat
menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan; 2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan. asal 3; ayat (2) Setiap Bidan yang menjalakan praktik mandiri wajib memiliki SIPB. Realitas yang ada Hasil penelitian di Kabupaten Grobogan menunjukkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 bidan (30%) telah melaksanakan tugas mengelola Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) dan menyelengggarakan praktik sebagai Bidan Praktik Mandiri dalam kategori baik, terdapat 21 bidan (42%) telah melaksanakan tugas mengelola PKD dan menyelengggarakan praktik sebagai Bidan Praktik Mandiri dalam kategori cukup, kemudian terdapat 14 bidan (28%) telah melaksanakan tugas mengelola PKD dan menyelengggarakan praktik sebagai Bidan Praktik Mandiri dalam kategori kurang. Faktor pendidikan dan upaya pemahaman terhadap isi dari peraturan tersebut terkait perlindungan hukum yang harus diperoleh oleh Bidan merupakan awal dari timbulnya kesadaran dalam menjalankan profesinya sehingga mampu membedakan kewenangan sesuai dengan tempat pelayanan maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang menaunginya serta memahami dengan baik batas-batas kewenangannya. (Rubaidi, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1464 /MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan di Provinsi Gorontalo serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peraturan. 4
METODE PENELITIAN Lokasi dan Jenis Penelitian Lokasi penelitian data empirisnya, dilakukan di wilayah Provinsi Gorontalo. sedangkan bahan hukum normatifnya dari penelusuran kepustakaan cetak maupun elektronik. Jenis penelitian : Normatif Empiris (sosiolegal). Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Bidan Praktik mandiri perorangan di wilayah Provinsi Gorontalo sejumlah 15 orang, serta informan lainnya adalah Bagian perizinan pada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota di wilayah Provinsi Gorontalo serta Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Gorontalo. Pengambilan sampel dengan cara Purvosive Sampel, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang di buat oleh peneliti sendiri
berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. sedangkan data sekundernya dilakukan melalui penelusuran kepustakaan baik cetak maupun elektronik. Analisis Data Data terkumpul, akan analisis data primer dan data sekunder yang diperoleh, diidentifikasi menurut kelompok tujuan penelitian, yang selanjutnya dianalisis berdasarkan teknis analisis kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif
kuantitatif
yaitu menggambarkan, menguraikan dan menjelaskan
sesuai dengan permasalahan yang dijadikan obyek pada penelitian ini.
5
HASIL Dasar Kewenangan Dasar Pengaturan Izin dan penyelenggaraan praktik Bidan
yaitu :
Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 23 ayat (1-3,5), PP No. 32 Tahun 1992 tentang Tenaga Kesehatan pasal 3, 4 ayat (1), (3), Permenkes No. 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 2 ayat (1-2), pasal 3 ayat (1-3), pasal 4 ayat (1-3), pasal 5 ayat (1-3) Pasal 6, pasal 7 ayat (1-2), pasal 9, pasal 10 ayat (1-3), pasal 11 ayat (1-2), pasal 13 ayat (1-2), pasal 14 ayat (1-3), pasal 15 ayat (1-2) pasal 17 ayat (1-2), pasal 18 ayat (1-3), pasal 19, pasal 20. Perizinan Bidan yang berpendidikan Diploma I Kebidanan melaksanakan praktik mandiri yakni 2 orang (13,3%), Diploma IV Kebidanan sejumlah 9 orang (60%), Diploma III Kebidanan 3 Orang (20%), dan Strata I, 1 orang (6,7%). Waktu penyelesaian Izin Hanya 1 (6,7%) responden yang menjawab waktu perolehan izin membutuhkan waktu yang lama. Begitu pula yang mengatakan cepat hanya 2 responden (13,3%). Bagian yang terbesar adalah 12 responden (80%) menjawab waktunya sederhana. Persyaratan Izin Sebanyak 3 responden (20%) memandang berat. Tidak ada (0%) yang mengatakan syaratnya ringan. Sedangkan 12 responden (80%) mengatakan bahwa syaratnya sederhana atau sedang, dalam arti tidak memberatkan dan tidak pula ringan. Penerapan sanksi Sebanyak 15 responden (100%) menyatakan bahwa dirinya tidak pernah dijatuhi sanksi adminsitratif. Terjadi kontradiksi fakta bila dihubungkan dengan data pada tabel sebelumnya tentang pelanggaran kewajiban dan kewenangan .
6
Pembinaan dan Pengawasan Hasil penelitian : 10 responden (67 %) menyatakan tidak pernah dilakukan
pembinaan
dan
pengawasan
dari
Dinas
Kesehatan
tentang
penyelenggaraan praktik Bidan. Penyelenggaraan praktik Hasil penelitian: Bidan praktik mandiri di Provinsi Gorontalo 15 responden (100%) melaksanakan praktiknya tidak sesuai dengan kewenangan praktik Bidan (melakukan pengobatan),15 responden (100%) mengatakan pernah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban. Syarat tempat praktik Bidan Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 (27%) tempat penyelenggaraan praktik Bidan tidak memenuhi syarat (tidak memasang papan nama), syarat pencatatan dan pelaporan Bidan yang menyelenggarakan praktik mandiri ditemukan sebanyak 6 tempat praktik Bidan (40 %) belum memenuhi syarat yaitu tidak tersedianya formulir pemintaan darah. Substansi Hukum Belum sesuai adalah praktik mandiri minimal Bidan lulusan DIII Kebidanan, sedangkan yang lulusan dibawahnya tidak berhak. Pada daerah yang memiliki dokter Bidan praktik mandiri menyelenggarakan praktik diluar kewenangannya. Penegak Hukum Hasil penelitian
ditemukan
bahwa
ternyata
semua
Bidan
yang
menyelenggarakan praktik berjumlah 15 (100%) pernah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan kewenangannya, belum diberikan sanksi adminstrasi secara tegas. Fasilitas yang menunjang pelaksanaan peraturan Hasil wawancara dengan bagian perizinan pada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menyatakan bahwa fasilitas penunjang pelaksanaan peraturan tersebut belum memadai yaitu kurangnya dukungan dana untuk melakukan kunjungan lapangan ke tempat penyelenggaraan praktik bidan mandiri.
7
Masyarakat (Bidan) Hasil penelitian menunjukkan ternyata 12 responden (53,3%) yang kurang mengetahui adanya peraturan yang mengatur Izin dan penyelenggaraan praktik Bidan.
PEMBAHASAN Meskipun telah diatur perizinan dan tindakan kewenangan Bidan, tetapi nyatanya dalam pelaksanaan praktik Bidan mandiri di wilayah Provinsi Gorontalo masih ditemukan sebesar (13,3%) Bidan mempunyai latar belakang pendidikan Diploma I Kebidanan, menyelenggarakan praktik mandiri. Dalam Permenkes1464/MENKES/PER/X/2010 dikatakan Bidan yang menjalankan praktik mandiri minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Syarat tempat
penyelenggaraan praktik yang belum memenuhi syarat yaitu sebanyak 27 % Bidan tidak memasang papan nama pada tempat praktik, serta semua Bidan yang menyelenggarakan praktik mandiri perorangan pernah melakukan pelanggaran terhadap kewenangan dan kewajiban. Hal lain yang bertalian dengan perlindungan hukum dan kepastian hak atas perolehan izin penyelenggaraan praktik Bidan mandiri adalah syarat yang dibutuhkan untuk memperoleh izin. Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat. Syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. (Razak,2011). Materi susbstansi bahasa untuk hukum perlu memperhatikan substansi, dengan karakteristiknya, jelas, tegas, netral. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 “Dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan PerundangUndangan yang baik, yang meliputi: kejelasan tujuan; kelembagaan atau pejabat 8
pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis, hirarki, dan muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. Sementara dalam materi ini terkesan tidak adanya ketegasan dimana dikatakan
bahwa
Bidan
yang
melaksanakan
praktik
mandiri
minimal
berpendidikan Diploma III Kebidanan. Seharusnya baik Bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan
kesehatan
maupun
Bidan
praktik
mandiri
minimal
berpendidikan Diploma III Kebidanan Tidak
terlihat
secara
rinci
tugas
/
kewenangan
menyelenggarakan Praktik Mandiri (Bidan Praktik Swasta)
Bidan
yang
dan Bidan yang
bekerja pada sarana kesehatan dalam hal ini Rumah Sakit, Puskesmas, dan jaringannya. Substansi materi pada Peraturan ini hanya menjelaskan Bidan secara umum. Padahal dilain pihak penyelenggaraan praktik Bidan yang bekerja disarana pelayanan kesehatan sangat jauh berbeda dengan Bidan yang melaksanakan Praktik mandiri, sehingga ada kecenderungan Bidan untuk lebih memilih menyelenggarakan praktik bidan ditempat pelayanan kesehatan dari pada harus menyelenggarakan praktik swasta. Wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh Undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan hukum. Wewenang (Compotence, beveogdheid) hanya mengenai onderdil atau bidang tertentu saja. Sedangkan kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang –wewenang. Pelaksanaan izin dan penyelenggaraan praktik Bidan, agar bermanfaat dan memberikan keadilan, serta kepastian hukum seharusnya mengakomodir keadaan sulit bagi Bidan. Dikatakan Lon L. Fuller, bahwa untuk mengukur adanya sistem hukum, diantaranya : peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti dan harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaannya sehari-hari (Ilyas, 2010). Penegakan hukum administrasi terdiri atas pengawasan dan penerapan sanksi. Menurut Anggraini J (2010), tujuan pengawasan adalah
melakukan
pencegahan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka dengan hasil penelitian, bahwa sebagian besar pimpinan tidak melakukan pengawasan, hal ini 9
mengindikasikan pengawasan tidak berjalan semestinya. Pelanggaran ketentuan hukum Bidan dalam penyelenggaraan praktik mandiri sebagai akibat pengawasan yang buruk akan merugikan berbagai pihak terkait. Karena pengawasan disamping sebagai upaya preventif, juga yang terpenting diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat (HR Ridwan, 2010). Hasil penelitian bahwa sebagian besar permasalahan terkait pelaksanaan izin dan penyelenggaraan praktik Bidan adalah tidak pernah diberikan sanksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan sanksi administrasi bagi Bidan yang melanggar ketentuan hukum penyelenggaraan praktik Bidan belum baik dilaksanakan secara tegas, sebab tugas sanksi adalah merupakan alat pemaksa atau pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh setiap orang dan merupakan akibat hukum bagi seseorang yang melanggar norma hukum. Sehingga sanksi dapat sekaligus merupakan alat preventif, dalam hal telah terjadi sesuatu pelanggaran norma akan menjadi alat represif (Eleanora F.N, 2012). Pelaksanaan peraturan tentang izin dan penyelenggaraan praktik Bidan yang belum optimal, ternyata dipengaruhi oleh, substansi hukum, penegak hukum, fasilitas dan masyarakatnya (Bidan). Selain itu, sebagian besar responden mengatakan kurang mengetahui adanya peraturan yang mengatur izin dan penyelenggaran praktik Bidan. Penegak hukum administrasi (pimpinan) dalam penelitian ditemukan, masih banyak pimpinan yang tidak melakukan pengawasan. Menurut Soekanto (2012), penegak hukum mestinya dalam berbagai situsi harus mampu melakukan penindakan dan pencegahan
terhadap berbagai permasalahan baik yang
diprakarsai oleh petugas atau masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan Peraturan MenteriI Kesehatan Nomor 1464 / MENKES / PER / X / 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan di Provinsi Gorontalo khususnya Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Mandiri, belum terlaksana secara optimal, ditandai dengan Bidan yang mempunyai latar belakang Pendidikan Diploma I melaksanakan praktik mandiri, terdapat pelanggaran 10
terhadap kewajiban dan kewenangan Bidan, penerapan sanksi administrasi dalam penyelenggaraan praktik Bidan belum tegas dan konsisten, serta belum optimalnya pembinaan dan pengawasan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 / MENKES / PER / X / 2010, tentang Izin dan Penyelenggaraan Ptaktik Bidan antara lain substansi hukum itu sendiri dimana aturan hukum yang belum jelas dan relevan dengan permasalahan yang ada, tidak ada rumusan yang jelas dan rinci tentang pengaturan penyelenggaraan Praktik Bidan Mandiri (Swasta), fasilitas yang mendukung pelaksanaan peraturan tersebut, penegak hukum serta masyarakat dalam hal ini Bidan itu sendiri. Untuk itu disarankan perlu dilakukan pembaharuan dan penyesuaian aturan hukum Bidan dalam penyelenggaraan Praktik terhadap situasi atau kenyataan yang ada dilapangan baik dari segi pemberian Izin maupun penyelenggaraan praktiknya yang berhubungan dengan kewenangan Bidan sehingga diharapkan Bidan mempunyai kekuatan hukum dalam menjalankan praktiknya. Perlu adanya upaya penegakan hukum yang optimal tentang ketentuan hukum yang mengatur izin dan penyelenggraan praktik Bidan kepada Bidan, serta pembinaan dan pengawasan secara rutin, juga yang perlu diperhatikan adalah fasilitas tempat penyelenggaraan praktik Bidan, peningkatan pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan Bidan, sehingga Bidan akan bekerja sesuai dengan kewenangannya dalam rangka optimalnya pelaksanaan peraturan yang mengatur izin dan penyelenggaraan praktik Bidan.
11
DAFTAR PUSTAKA Dudi Zulvadi, (2010), Etika dan Manajemen Kebidanan, Penerbit Cahaya Ilmu, Yogyakarta Eleanora F.N, (2011). Hukum Sebagai Norma Sosial Dalam Masyarakat, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Vol. 19 Nomor 2, Juni 2011. Hidayat Asri, (2009) ,Kebidanan, Plus Materi Bidan Delima, Penerbit Buku Kesehatan Yogyakarta HR. Ridwan, (2011) Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta Ilyas A, (2010). Berbagai Konsep Tentang Hukum Sebagai Suatu Sistem, Jurnal Amanna Gappa Volume 18 Nomor 2, Juni 2010. Razak Abdul, (2012) Peraturan Kebijakan (Beleidsregels), Penerbit Republik Institute, Rangkang Education, Yogyakarta Ruslan Achmad, (2011), Teori dan panduan praktik pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, Rangkang Education, Yogyakarta Sutedi Adrian, (2011), Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta S.Arinanto, N.Triyanti, (2011),Memahami Hukum Dari Konstruksi Sampai Implementasi, Penerbit, Rajawali Pers, Jakarta Titon, (2007), Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM Di Indonesia, Penertbi P.T Alumni, Bandung Jum Anggraini, (2012), Hukum Adminstrasi Negara, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta
`
12