BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem Pemberdayaan Masyarakat. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat di tetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan
sesuai
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1193/MENKES/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat” (PHBS 2010). Visi PHBS 2010 adalah keadaan dimana individu-individu dalam rumah tangga (keluarga) masyarakat Indonesia telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam rangka mencegah timbulnya penyakit, menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan, memanfaatkan pelayanan kesehatan, serta mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber masyarakat (Depkes RI, 2011). Meningkatnya PHBS merupakan salah satu sasaran strategis dalam rangka mewujudkan masyarakat sehat. PHBS adalah kumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu, keluarga, atau kelompok dapat menolong dirinya dalam bidang kesehatan dan berperan aktif mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan
PHBS tidak dapat terlaksana apabila tidak ada kesadaran dari seluruh anggota masyarakat (Proverawati, 2012). Program PHBS dikembangkan melalui lima tatanan yaitu dir rumah atau tempat tinggal, di sekolah, di tempat kerja, di tempat-tempat umum, dan di sarana kesehatan. Atas dasar tersebut dikembangkan PHBS rumah tangga, PHBS sekolah, PHBS institusi kesehatan, PHBS tempat kerja, dan PHBS tempat umum sehingga dapat mendukung terwujudnya kawasan sehat sampai ke Indonesia Sehat (Depkes RI, 2008). Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, tercatat 64,41% sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya, yang meliputi institusi pendidikan (67,25%), tempat kerja (59,15%), tempat ibadah (54,58%), fasilitas kesehatan (77,02%), dan sarana lain (62,26%). Sedangkan menurut Profil Kesehatan Provinsi Banten tahun 2011, sebanyak 70,1% institusi yang telah mendapatkan pembinaan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari Institusi Pelayanan Kesehatan (78,1%), Institusi Pendidikan (76,2%), Sarana Ibadah (62,5%), Perkantoran (62,1%), dan Instalasi Pengelolaan Air Minum (57%).Pada survei yang dilaksanakan Dinas Kabupaten Tangerang pada tahun 2011, sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya mencapai angka 74, 51. Sarana yang dibina yaitu sarana kesehatan (79,08%), sarana pendidikan (75,74%), sarana ibadah (70,65%), perkantoran (75,79%), dan sarana lain (55,51%). PHBS perlu dikelola dengan baik agar masyarakat dapat terhindar dari penyakit. Masalah kesehatan yang dapat timbul dari perilaku yang kurang sehat antara lain seperti diare. Di Indonesia penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka yang tinggi. Menurut Riskesdas 2007, diare
merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2%) dengan prevalensi diare klinis 9%. Sedangkan menurut Riskesdas 2013, angka kejadian diare adalah 3,5% dimana angka tersebut menurut 6,5% dari tahun 2007 dan untuk golongan umur 5-14 tahun sebesar 3%. Kejadian diare di Provinsi Banten pada tahun 2010 mencapai 816.802 kasus sedangkan pada tahun 2011 mencapai 971.269 kasus. Di Kabupaten Tangerang, angka kejadian diare menempati penyakit tertinggi keenam pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 41.031 dengan rincian diare pada balita sebanyak 24.017 dan sebanyak 17.014 kasus untuk golongan umur lainnya. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebanyak 36.661 kasus (Dinkes Kabupaten Tangerang, 2010). Kecamatan Kronjo merupakan wilayah yang termasuk di dalam Kabupaten Tangerang. Kecamatan Kronjo terletak di utara Kabupaten Tangerang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. pada Angka kejadian diare pada tahun 2012 hingga 2014 berangsur naik. Pada tahun 2012 ditemukan kasus diare sebanyak 1.456, tahun 2013 ditemukan kasus diare sebanyak 1.663 kasus, dan kasus tertinggi ditemukan pada tahun 2014 ditemukan kasus diare sebanyak 1.876 kasus. Pada survei yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kecamatan Kronjo, sebanyak 2.100 rumah di Kecamatan Kronjo dipantau oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Kronjo dari jumlah keseluruhan rumah sebanyak 13.650. Dengan demikian, jumlah rumah yang dipantau hanya sebesar 15,3 % dari jumlah keseluruhan rumah. Angka 15,3 % ini belum menunjukan angka rumah tangga sehat yang baik, karena standar minimal bahwa rumah tangga sehat pada suatu daerah harus memenuhi angka 65% dari jumlah keseluruhan rumah yang berada di daerah tersebut. Tentu gambaran ini juga akan berpengaruh terhadap anak yang
tinggal dengan keadaan rumah yang demikian adanya. Dengan adanya sekolah, tentu diharapkan melalui pendidikan akan mengubah pola atau kebiasaan yang terjadi di rumah. Oleh karena itu, diperlukan upaya promosi kesehatan di berbagai sarana salah satunya yaitu sarana pendidikan. Sebagai salah satu institusi yang efektif untuk mewujudkan pendidikan kesehatan, sekolah merupakan tempat peserta didik yang dapat diajarkan tentang maksud perilaku sehat dan tidak sehat serta konsekuensinya. Selain itu, usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai kesehatan guna mengembangkan potensi anak sebagai agent of changed di masa yang akan datang. Adapun salah satu upaya promosi kesehatan tersebiut adalah dengan diberlakukannya PHBS di tatanan sekolah (Adiwaryono, 2010). PHBS di sekolah dilakukan dengan memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, paham, dan mampu mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat (Adiwaryono, 2010). Indikator PHBS Sekolah secara nasional terdiri dari delapan indikator yaitu, berolahraga teratur dan terukur, tidak merokok di sekolah, memberantas jentik nyamuk, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, membuang sampah ke tempat sampah yang terpilah (sampah basah, sampah kering, sampah berbahaya), mengonsumsi jajanan sehat dari kantin sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan (Dinkes, 2008). Siswa sekolah dasar (SD) merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima perubahan, karena kelompok usia sekolah dasar sedang berada dalam
taraf pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak usia sekolah dimulai saat anak berumur 6 tahun sampai 12 tahun, dimana terjadi berbagai perubahan fisik, psikologi (mental), motorik, dan kognitif yang khas (Hockenbery & Wilson, 2009). Oleh karena itu, pada anak usia sekolah ini, anak mudah dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan hidup sehat (Notoadmodjo, 2010). Namun, kelompok anak usia sekolah sangat rentan dengan perilaku-perilaku berisiko tertentu terhadap berbagai masalah kesehatan, seperti : meningkatnya angka kecacingan, diare, DBD, dan flu burung. Menanamkan PHBS di lingkungan sekolah sejak dini sangatlah penting. Memberikan pengetahuan kepada siswa akan pentingnya perilaku kesehatan. Sekolah selain menjadi tempat pembelajaran, juga dapat menjadi tempat yang berpotensi terjadinya penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Melalui pengetahuan akan membentuk sikap yang akan diterapkan menjadi kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah. Penelitian Suryadi (2012) di SD Negeri 1 Kota Subussalam, Aceh, menyebutkan faktor-fakto yang memengaruhi PHBS siswa SD adalah tingkat pengetahuan, sikap, fasilitas dan sarana. Penelitian tersebut menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dan pengetahuan dengan PHBS siswa. Adapula penelitian Luthviatin, dkk (2011) yang dilakukan pada siswa SD/MI di Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kota Jember, dikatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan PHBS dengan tindakan PHBS siswa. Penelitian Pratiwi (2011) di SD Islamadina, Semarang, juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan siswa dengan perilaku PHBS.
Green (1980),
memperkenalkan model
PRECEDE
(Predisposing,
Reinforcing, Enabling Causes, Educational Diagnosis, and Evaluation) adalah model yang direkomendasikan untuk evaluasi keefektifan intervensi dan memfokuskan target utama dalam intervensi. Dalam kerangka model PRECEDE, terdapat lima tahapan, yaitu diagnosis sosial, diagnosis epidemiologi, diagnosis perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan, dan diagnosis administrasi. Pada tahap Diagnosis Pendidikan,
proses penelusuran masalah-masalah yang
berpengaruh atau yang menjadi penyebab terjadinya masalah perilaku yang telah di prioritaskan. Tiga aspek yang berpengaruh yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, perilaku, usia, dan jenis kelamin), faktor pemungkin (ketersediaan kantin sekolah dan ketersediaan kantin air bersih dan sabun), dan faktor penguat (Nasihat guru dan materi pelajaran). Berdasarkan hal-hal diatas, usia SD merupakan usia yang paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan faktorfaktor yang memengaruhi PHBS siswa SD adalah antara lain tingkat pengetahuan dan sikap siswa itu sendiri, dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan PHBS. Selain itu, belum ada penelitian sebelumnya mengenai PHBS di MI Nurul Hidayah 2 sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap siswa dengan PHBS di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo. 1.2 Identifikasi Masalah Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah seperti kecacingan, diare, dan DBD karena keadaan sanitasi lingkungan sekolah yang
masih belum memadai yang dapat dilihat dari sanitasi dasarnya yang belum memenuhi syarat kesehatan seperti penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana jamban dan saluran pembuangan air limbah yang kurang memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan pengetahuan dan sikap siswa dengan PHBS di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo. 1.3 Pembatasan Masalah Penelitian ini dilakukan pada masyarakat dilingkup Kecamatan Kronjo khususnya lingkungan MI Nurul Hidayah2 dengan didukung data surveilans Puskesmas Kecamatan Kronjo pada tahun 2015, dengan membatasi masalah pada penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap Siswa dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. 1.4 Perumusan Masalah Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sekolah di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo? 1.5 Tujuan Umum Menganalisis hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di MI Nurul Hidayah 2 ? 1.6 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan, sikap, dan sarana di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo. b. Mengidentifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sekolah di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo.
c. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo. d. Menganalisis hubungan sikap dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di MI Nurul Hidayah 2 Kronjo. 1.7 Manfaat Penelitian 1.7.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dan Puskesmas Kecamatan Kronjo Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam peningkatan program kesehatan bidang penyakit menular, khusunya pencegahan penyakit diare agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pembinaan PHBS khususnya pada institusi pendidikan. 1.7.2 Bagi MI Nurul Hidayah 2 Sebagai informasi dan bahan evaluasi serta pertimbangan untuk meningkatkan pembelajaran mengenai PHBS dan penyediaan sarana yang mendukung terlaksananya PHBS di sekolah. 1.7.3 Bagi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul a. Terjalinnya kerja sama dengan institusi tempat dilakukannya penelitian dalam bidang pengembangan dan peran ilmu kesehatan masyarakat. b. Menambah pustaka sejenis di perpustakaan Universitas Esa Unggul yang semoga akan bermanfaat sebagai bahan acuan pembelajaran mahasiswa Universitas Esa Unggul ke depan, terutama mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat.
1.7.4 Bagi Peneliti Lainnya a. Mahasiswa mendapat pengetahuan dan keterampilan yang lebih aplikatif dalam melakukan penelitian. b. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah tentang cara pengumpulan data, analisa data, verifikasi data, dan intervensi yang akan dilakukan terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan.