2. DASAR – DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI
PT PLN (Persero) PUSDIKLAT 2009 DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................i DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................ii DAFTAR TABEL...........................................................................................................ii 2. DASAR-DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI....................................1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1. Diagram Proteksi Gardu Induk................................................................1 Gambar 2-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV...............................2 Gambar 2-3. Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV................................................6 Gambar 2-4. Prinsip Kerja Relai Differensial................................................................6 Gambar 2-5. Karakteristik Kerja Relai Differensial.......................................................7 Gambar 2-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal................8 Gambar 2-7. Kurva/Karakteristik Relai OCR................................................................9 Gambar 2-8. Kurva/Karakteristik Relai GFR...............................................................10 Gambar 2-9. Karakteristik Waktu UVR adalah Inverse..............................................13 Gambar 2-10. karakteristik Waktu OVR adalah Inverse.............................................14 Gambar 2-11. Pola Proteksi Differensial Busbar pada Gardu Induk 150 kV..............15 Gambar 2-12. Pola Proteksi Differensial Busbar Jenis Low Impedance....................17 Gambar 2-13. a) Jenis Non Bias relai dan b) Jenis Bias Relai...................................18 Gambar 2-14. Relai Differensial..................................................................................18 Gambar 2-15. Relai Differensial Jenis High Impedance.............................................20 Gambar 2-16. Skema Proteksi....................................................................................22 Gambar 2-17. Diagram Logic CBF..............................................................................22 Gambar 2-18. Zona Proteksi SZP...............................................................................24 Gambar 2-19. Diagram Urutan Kerja..........................................................................24 Gambar 2-20. Contoh Jangkauan Distance Relay Penghantar 150 kV PLTA Singkarak – Lubuk Alung – PIP – Pauh Limo.............................................................34 Gambar 2-21. Karakteristik Impedansi........................................................................34 Gambar 2-22. Karakteristik Mho Z1, Z2 Partial Cross-polarise,.................................35 Gambar 2-23. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho....................................35 Gambar 2-24. Karakteristik Quadrilateral....................................................................36 Gambar 2-25. Typikal Relai Differensial Arus.............................................................37 Gambar 2-26. Relai Differensial Pilot Jenis Arus........................................................37 Gambar 2-27. Relai Differensial Pilot Jenis Tegangan...............................................37 Gambar 2-28. Tipikal Relai Perbandingan Sudut Fasa..............................................38 Gambar 2-29. Diagram Pola Directional Selective Relay...........................................40 Gambar 2-30. Konfigurasi Jaringan............................................................................43 Gambar 2-31. Pola A/R pada 1½ PMT.......................................................................45 Gambar 2-32. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T....................46 Gambar 2-33. Ilustrasi Penyebaran Tegangan pada Primary Feeder System Radial 47
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Kebutuhan Fungsi Relai Proteksi Terhadap Berbagai Gangguan .............4 Tabel 2-2. Kriteria Sistem Proteksi Sesuai SPLN 52-1.................................................5 Tabel 2-3. Pembagian Clearing Time Gangguan.......................................................26 Tabel 2-4. Blocking Scheme Pola Pengaman SUTT 150 kV......................................30 Tabel 2-5. Pola Pengaman Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah...........................31 Tabel 2-6. Pola Pengaman Transmisi 150 kV Saluran Kabel Tanah.........................32 Tabel 2-7. Pola Pengaman Saluran Campuran dengan Saluran Kabel Dominan.....32
2. DASAR-DASAR SISTEM PROTEKSI TEGANGAN TINGGI
2.1
POLA PROTEKSI GARDU INDUK Sistem proteksi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu instalasi tenaga listrik, selain untuk melindungi peralatan utama bila terjadi gangguan hubung singkat, sistem proteksi juga harus dapat mengeliminiir daerah yang terganggu dan memisahkan daerah yang tidak tergangggu, sehingga gangguan tidak meluas dan kerugian yang timbul akibat gangguan tersebut dapat di minimalisasi. Relai proteksi gardu induk seperti yang terlihat pada Gambar 2-1 terdiri dari: • Relai proteksi Trafo Tenaga; • Relai proteksi busbar atau kopel;
•
Relai proteksi PMT; •
Relai
proteksi kapasitor dan reaktor. OHL
OHL
Proteksi PHT
Proteksi PHT
Proteksi BUSBAR BUS 150KV-4000A
I II
UNINDO TD-2 (60 MVA)
Proteksi
NGR: 12 Ω
NGR: 12 Ω
1000 A
1000A
Proteksi TRAFO
PEMBANGKIT
Proteksi TRAFO
PLTG
Proteksi FEEDER
Gambar 2-1. Diagram Proteksi Gardu Induk
OHL
2.1.1 Proteksi Trafo Tenaga Peralatan proteksi trafo tenaga terdiri dari Relai Proteksi, Trafo Arus (CT), Trafo Tegangan (PT/CVT), PMT, Catu daya AC/DC yang terintegrasi dalam suatu rangkaian, sehingga satu sama lainnya saling keterkaitan. Fungsi peralatan proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat serta sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar. PMT 150 KV Indikasi relai
CT150
Data Scada CTN150
Event Recorder
RELAI
∆
Disturbance Recorder
PROTEKSI
NGR CTN20
CATU DAYA
CT20
DC / AC
PMT 20 KV
OCR/GF3
Gambar 2-2. Peralatan Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV
2.1.1.1 Gangguan Pada Trafo Tenaga terdiri dari: 1. Gangguan Internal Gangguan yang terjadi di daerah proteksi trafo, baik didalam trafo maupun diluar trafo sebatas lokasi CT. Penyebab gangguan internal biasanya akibat:
Kegagalan isolasi pada belitan, lempengan inti atau baut pengikat inti atau Penurunan nilai isolasi minyak yang dapat disebabkan oleh kualitas minyak buruk, tercemar uap air dan adanya dekomposisi karena overheating, oksidasi akibat sambungan listrik yang buruk;
Kebocoran minyak;
Ketidaktahanan terhadap arus gangguan (electrical dan mechanical stresses);
Gangguan pada tap changer;
Gangguan pada sistem pendingin;
Gangguan pada bushing.
Gangguan internal dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a. Incipient fault: Gangguan terbentuk lambat, dan akan berkembang menjadi gangguan besar jika tidak terdeteksi dan tidak diatasi. Yang termasuk kedalam gangguan incipient fault, yaitu: Overheating, overfluxsing, dan over pressure. Penyebab Overheating Ketidaksempurnaan sambungan baik elektrik maupun magnetic; Kebocoran minyak; Aliran sistem pendingin tersumbat; Kegagalan kipas atau pompa sistem pendingin. Penyebab overfluxing Terjadi saat overvoltage dan under frekuensi, dapat menyebabkan bertambahnya rugi-rugi besi sehingga terjadi pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan isolasi lempengani inti dan bahkan isolasi belitan. Penyebab Overpressure Pelepasan gas akibat overheating; Hubung singkat belitan-belitan sefasa; Pelepasan gas akibat proses kimia. b. Active fault: Disebabkan oleh kegagalan isolasi atau komponen lainnya yang terjadi secara cepat dan biasanya dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Penyebab dari gangguan Active fault adalah sebagai berikut: Hubung singkat fasa-fasa atau fasa dengan ground; Hubung singkat antar lilitan sefasa (intern turn); Core faults;
Tank faults; Bushing flashovers. 2. Gangguan Eksternal Gangguan yang terjadi diluar daerah proteksi trafo. Umumnya gangguan ini terjadi pada jaringan yang akan dirasakan dan berdampak
terhadap
ketahanan
kumparan
primer
maupun
sekunder/tersier Trafo. Fenomena gangguan ekternal seperti: •
Hubung singkat pada jaringan sekunder atau tersier (penyulang) yang menimbulkan through fault current. Frekuensi dan besaran arus gangguan diprediksi akan mengurangi umur operasi trafo;
•
Pembebanan lebih (Overload );
•
Overvoltage akibat surja hubung atau surja petir;
•
Under atau over frequency akibat gangguan system;
•
External system short circuit.
2.1.1.2 Fungsi Proteksi Trafo tenaga terhadap gangguan Untuk memperoleh efektifitas dan efisen dalam menentukan sistem proteksi trafo tenaga, maka setiap peralatan proteksi yang dipasang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan prediksi gangguan yang akan terjadi yang mengancam ketahanan trafo itu sendiri. Jenis relai proteksi yang dibutuhkan seperti Tabel 2-1. Tabel 2-1. Kebutuhan Fungsi Relai Proteksi Terhadap Berbagai Gangguan
2.1.1.3 Pola Proteksi Trafo tenaga berdasarkan SPLN 52-1 Kebutuhan peralatan proteksi trafo berdasarkan kapasitas trafo sesuai SPLN adalah seperti pada Tabel 2-2 dibawah ini. Tabel 2-2. Kriteria Sistem Proteksi Sesuai SPLN 52-1
2.1.1.4 Proteksi utama Trafo Tenaga Proteksi utama adalah suatu sistem proteksi yang diharapkan sebagai prioritas untuk mengamankan gangguan atau menghilangkan kondisi tidak normal pada trafo tenaga. Proteksi tersebut biasanya dimaksudkan untuk memprakarsainya saat terjadinya gangguan dalam kawasan yang harus dilindungi. (lEC 15-05-025). OCR/GFR utama: Ciri-ciri pengaman 50/51P/51GP
• Waktu kerjanya sangat cepat seketika (instanteneoues); 87NP
• Tidak bisa dikoordinasikan dengan relai proteksi lainnya; • Tidak tergantung dari proteksi lainnya;
87T
• Daerah pengamanannya dibatasi oleh pasangan trafo arus, dimana relai differensial dipasang. SBEF 51NS
87NS
OCR/GFR 50/51S/51GS
OCR/GFR 50/51/51G
REL 20 kV
Gambar 2-3. Sistem Proteksi Trafo Tenaga 150/20 kV
1.
Differential relay (87T)
Relai differensial arus berdasarkan H. Kirchoff, dimana arus yang masuk pada suatu titik, sama dengan arus yang keluar dari titik tersebut. Relai differensial arus membandingkan arus yang melalui daerah pengamanan.
Gambar 2-4. Prinsip Kerja Relai Differensial
Fungsi relai differensial pada trafo tenaga adalah mengamankan transformator dari gangguan hubung singkat yang terjadi di dalam transformator, antara lain hubung singkat antara kumparan dengan kumparan atau antara kumparan dengan tangki.
Relai ini harus
bekerja kalau terjadi gangguan di daerah pengamanan, dan tidak boleh
bekerja dalam keadaan normal atau gangguan di luar daerah pengamanan. Relai ini merupakan unit pengamanan dan mempunyai selektifitas mutlak. Karakteristik diffrensial relai.
Id (I1-I2)
Operate
Slope 2
area Slope 1
Idm
Slope =
Id
100
Ih
%
block area
(I1+I2)/2
Ih
Gambar 2-5. Karakteristik Kerja Relai Differensial
2.
Restricted Earth Fault (REF)
Prinsip kerja relai REF sama dengan dengan relai differensial, yaitu membandingkan besarnya arus sekunder kedua trafo arus yang digunakan, akan tetapi batasan daerah kerjanya hanya antara CT fasa dengan CT titik netralnya. REF ditujukan untuk memproteksi gangguan 1-fasa ketanah. Pada waktu tidak terjadi gangguan/keadaan normal atau gangguan di luar daerah pengaman, maka ke dua arus sekunder tersebut di atas besarnya sama, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada relai, akibatnya relai tidak bekerja. Pada waktu terjadi gangguan di daerah pengamanannya, maka kedua arus sekunder trafo arus besarnya tidak sama oleh karena itu, akan ada arus yang mengalir pada relai, selanjutnya relai bekerja. Fungsi dari REF adalah untuk mengamankan transformator bila ada gangguan satu satu fasa ke tanah di dekat titik netral transformator yang tidak dirasakan oleh rele differensial.
Gambar 2-6. Rangkaian Arus Relai REF Saat terjadi Gangguan Eksternal
2.1.1.5 Proteksi Cadangan Trafo Tenaga Proteksi cadangan adalah suatu sistem proteksi yang dirancang untuk bekerja ketika terjadi gangguan pada sistem tetapi tidak dapat diamankan atau tidak terdeteksinya dalam kurun waktu tertentu karena kerusakan atau ketidakmampuan proteksi yang lain (proteksi utama) untuk mengerjakan pemutus tenaga yang tepat. Proteksi cadangan dipasang untuk bekerja sebagai pengganti bagi proteksi utama pada waktu proteksi utama gagal atau tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. (IEC l6-05-030). Ciri-ciri pengaman cadangan : • waktu kerjanya lebih lambat atau ada waktu tunda (time delay), untuk memberi kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih dahulu; • Relai pengaman cadangan harus dikoordinasikan dengan relai proteksi pengamanan cadangan lainnya di sisi lain; • Secara sistem, proteksi cadangan terpisah dari proteksi utama. Pola Proteksi cadangan pada trafo tenaga umumnya terdiri dari OCR untuk gangguan fasa-fasa atau 3-fasa dan GFR untuk gangguan 1-fasa ketanah seperti yang terlihat pada Tabel 2-1 di atas. 1.
Relai Arus Lebih (50/51) Prinsip kerja relai arus lebih adalah berdasarkan pengukuran arus, yaitu relai akan bekerja apabila merasakan arus diatas nilai settingnya. OCR dirancang sebagai pengaman cadangan Trafo jika terjadi gangguan hubung singkat
baik dalam trafo (internal fault) maupun
gangguan ekternal (external fault). Oleh karena itu, setting arus OCR
harus lebih besar dari kemampuan arus nominal trafo yang diamankan (110 – 120% dari nominal), sehingga tidak bekerja pada saat trafo dibebani nominal, akan tetapi harus dipastikan bahwa setting arus relai masih tetap bekerja pada arus hubung singkat fasa-fasa minimum. Karateristik waktu kerja terdiri dari: - Definite - Normal/Standar inverse - Very inverse - Long time inverse
Gambar 2-7. Kurva/Karakteristik Relai OCR
Relai ini digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa–fasa, mempunyai karakteristik inverse (waktu kerja relai akan semakin cepat apabila arus gangguan yang dirasakannya semakin besar) atau definite (waktu kerja tetap untuk setiap besaran gangguan). Selain itu pada relai arus lebih tersedia fungsi high set yang bekerja seketika (moment/instantaneous). Untuk karakteristik inverse mengacu kepada standar IEC atau ANSI/IEEE. Relai ini digunakan sebagai proteksi cadangan karena tidak dapat menentukan titik gangguan secara tepat, dan juga ditujukan untuk keamanan peralatan apabila proteksi utama gagal kerja.
Agar dapat dikoordinasikan dengan baik terhadap relai arus lebih disisi yang lain (bukan relai arus lebih yang terpasang di penghantar), maka karakteristik untuk proteksi penghantar yang dipilih adalah kurva yang sama yaitu standard inverse (IEC) / normal inverse (ANSI/IEEE). 2.
Ground Fault Relay (50N/51N) Prinsip kerja GFR sama dengan OCR yaitu berdasarkan pengukuran arus, dimana relai akan bekerja apabila merasakan arus diatas nilai settingnya. GFR dirancang sebagai pengaman cadangan Trafo jika terjadi gangguan hubung singkat fasa terhadap tanah, baik dalam trafo (internal fault) maupun gangguan ekternal (external fault). Setting arus GFR lebih kecil daripada OCR, karena nilai arus hubungsingkatnya pun lebih kecil dari pada arus hubung singkat fasa-fasa.
Karateristik waktu kerja terdiri dari: - Definite - Normal/Standar inverse - Very inverse - Long time inverse
Gambar 2-8. Kurva/Karakteristik Relai GFR
Relai ini digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa–tanah, sehingga karakteristik waktu yang dipilihpun cenderung lebih lambat daripada waktu OCR. Pada GFR setting highset diblok, kecuali untuk tahanan 500 Ω di sisi sekunder trafo. 3.
Stand By Earth Fault (SBEF)
Di Indonesia ada tiga jenis pentanahan netral yaitu dengan tahanan rendah (12 Ω, 40 Ω), langsung (solid) dan pentanahan dengan tahanan tinggi (500 Ω). Stand By Earth Fault adalah rele pengamanan untuk sistem pentanahan dengan Neutral Grounding Resistance (NGR) pada trafo. Penyetelan relai SBEF ini mempertimbangkan faktor – faktor sebagai berikut: o Pola pentanahan netral trafo; o Ketahanan termis tahanan netral trafo (NGR); o Ketahanan shielding kabel disisi dipasang NGR (khususnya pada sistem dengan netral yang ditanahkan langsung atau dengan NGR tahanan rendah); o Sensitifitas relai terhadap gangguan tanah; o Pengaruh konfigurasi belitan traso (dilengkap dengan belitan delta atau tidak). Untuk pemilihan waktu dan karakteristik SBEF dengan memperhatikan ketahanan termis NGR. Karena arus yang mengalir ke NGR sudah dibatasi oleh resistansi terpasang pada NGR itu sendiri. Karena nilai arus yang flat, maka pemilihan karakteristik waktu disarankan menggunakan Definite atau Long Time Inverse. a. Tahanan Rendah, NGR 12 Ohm, 1000 A, 10 detik Jenis relai Karakteristik Setelan arus Setelan waktu Setelan highset
: : : : :
relai gangguan tanah tak berarah (SBEF, 51NS) long time inverse (0.1 – 0.2) x In NGR ≤ 50% x ketahanan termis NGR, pada If=1000 A tidak diaktifkan
b. Tahanan Rendah, NGR 40 Ohm, 300 A, 10 detik Jenis Karakteristik Setelan arus Setelan waktu
: : : :
relai gangguan tanah (SBEF, simbol 51NS) Long Time Inverse (0.3 – 0.4) x In NGR ≤ 50 % x ketahanan termis NGR, pada If=300 A
Setelan highset :
tidak diaktifkan
c. Tahanan Tinggi, NGR 500 Ohm, 30 detik Jenis Karakteristik Setelan arus Setelan waktu
: : : :
relai gangguan tanah tak berarah long time inverse (LTI)/ definite (0.2 – 0.3) x In NGR 1. ≤ 8 detik (LTI) trip sisi incoming dan 10 detik untuk sisi 150 KV pada If=25 A untuk NGR yang mempunyai t = 30 detik; 2. Apabila belum ada relai dengan karakteristik LTI maka menggunakan definite, t1=10 detik (trip sisi 20 kV) dan t2 = 13 detik (trip sisi 150 kV).
4.
Over/Under Voltage Relay (59/27) Over Voltage Relay (OVR) dan Under Voltage Relay (UVR) adalah relai yang mengamankan peralatan instalasi dari pengaruh perubahan tegangan lebih atau tegangan kurang. Peralatan instalasi mempunyai nilai batas maksimum dan minimum dalam pengoperasiannya. Jika melebihi nilai maksimum atau minimum batas kerja operasinya, peralatan tersebut dapat rusak. Sehingga untuk mejaga peralatan dari kerusakan akibat perubahan tegangan yang signifikan tersebut dibutuhkan OVR dan UVR. Prinsip dasar OVR dan UVR adalah bekerja apabila dia mencapai titik setingannya. OVR akan bekerja jika tegangan naik, melebihi dari setingannya, sedangka UVR bekerja jika tegangan turun, kurang dari nilai setingannya. OVR diaplikasikan pada: 1. Sebagai pengaman gangguan fasa ke tanah (pergeseran titik netral) pada jaringan yang disuplai dari trafo tenaga dimana titik netralnya ditanahkan melalui tahanan tinggi/mengambang; 2. Sebagai pengaman gangguan fasa ke tanah stator generator dimana titik netral generator ditanahkan lewat trafo distribusi; 3. Sebagai pengaman overspeed pada generator.
UVR diaplikasikan pada: 1. Berfungsi mencegah strating motor bila suplai tegangan turun; 2. Pengamanan sistem dapat dikombinasikan dengan relai frekuensi kurang. Karakteristik waktu OVR/UVR adalah inverse:
Gambar 2-9. Karakteristik Waktu UVR adalah Inverse
Gambar 2-10. karakteristik Waktu OVR adalah Inverse
Keterangan: t : waktu K : Kosntanta (5 atau 40) V : tegangan input Vs : tegangan seting Tms : Time Multiple Setting
2.1.2 Proteksi Busbar/Diameter/Kopel Peralatan proteksi busbar dirancang untuk mengamankan peralatan busbar jika terjadi gangguan hubungsingkat pada busbar. Pada sistem gardu induk yang menggunakan 3 (tiga) PMT atau 1,5 (satu setengah) PMT (one and a half breaker), proteksi busbar disebut juga proteksi diameter. Gangguan hubung singkat pada busbar umumnya jarang terjadi, namun jika terjadi dampaknya sangat besar terhadap ketahanan peralatan instalasi dan dapat menimbulkan
masalah
stabilitas
transient,
serta
dapat
menimbulkan
pemadaman yang meluas. Oleh karena itu, fungsi proteksi busbar atau diameter, selain untuk menghindari kerusakan peralatan instalasi, juga sangat diharapkan dapat menghindari pemadaman secara menyeruh dalam suatu gardu induk jika terjadi gangguan hubung singkat di busbar. Macam-macam proteksi busbar/diameter pada sistem tegangan tinggi/ekstra tinggi, yaitu: •
Relai Differential Busbar;
•
Relai Arus Sirkulasi (Circulating Current Protection – CCP);
•
Relai Kegagalan PMT ( Circuit Breaker Failure – CBF);
•
Relai Arus Jangkauan Pendek (Short Zone Protection – SZP);
•
Relai Arus Lebih Gangguan fasa-fasa (OCR);
•
Relai arus Lebih gangguan fasa-tanah (GFR).
2.1.2.1 Relai Differential Busbar Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat gangguan hubung singkat di busbar, maka dirancang suatu proteksi yang selektif dan dapat bekerja dengan cepat. Keuntungan relai Differential busbar antara lain: Waktu pemutusan yang cepat (pada basic time); Bekerja untuk gangguan di daerah proteksinya; Tidak bekerja untuk gangguan di luar daerah proteksinya; Selektif, hanya mentripkan pmt-pmt yang terhubung ke seksi yang terganggu; Imune terhadap malakerja, karena proteksi ini men-tripkan banyak PMT. Kerugian relai Differential busbar antara lain: Pemasangannya lebih rumit harus mengontrol status PMT dan PMS; Relatif lebih mahal dibandingan dengan relai arus lebih, karena dibutuhkan CT pada setiap bay yang diproteksi.
A
150KV
B
BBP-
CT1-1
CT1-2
CT1-4
CT1-3 CT2-3
CT2-2
CT2-1
BBP-
KOPEL
OHL-1
OHL-2 TD-1
TD-2
TD-3
Gambar 2-11. Pola Proteksi Differensial Busbar pada Gardu Induk 150 kV
Konfigurasi pemutus yang digunakan pada gardu induk tegangan tinggi yang menggunakan skema konfigurasi 1,5 (satu setengah) PMT (circuit breaker and a half). Relai differential busbar (buspro) diterapkan di kedua busbar dengan pola duplikasi (BBP-A1 & BBP-A2 dan BBP-B1 & BBP-B2). Rangkaian yang paling sederhana untuk memberikan proteksi busbar duplikasi adalah skema duplikasi menggunakan relai impedansi tinggi seperti pada sistem proteksi sisi tegangan tinggi trafo tenaga. Pemutusan diberikan berdasarkan susunan pemutusan dua dari dua (twoout-of-two) untuk memenuhi persyaratan pengamanan sistem. Sebuah skema tunggal berdasarkan prinsip differensial bias impedansi rendah dapat digunakan pada skema proteksi busbar numerik. Skema ini memiliki susunan integrasi penuh, serta tingkat keamanan dan kehandalan diberikan oleh skema monitor internal (internal watchdog) sehingga tidak diperlukan skema duplikasi penuh. Jenis/pola proteksi busbar banyak ragamnya, tetapi yang akan di bahas disini adalah proteksi busbar differensial dengan jenis low dan high impedans. 1. Differential Jenis Low Impedance Relai differensial bekerja berdasarkan hukum Kirchoff yaitu jumlah arus yang melalui satu titik sama dengan nol. Pada relai differensial yang dimaksud suatu titik adalah daerah yang diamankan (protected zones) yang dibatasi trafo arus yang tersambung ke relai differensial Pada keadaan tanpa gangguan atau gangguan di luar daerah yang diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan sama dengan nol. Pada keadaan gangguan di dalam daerah yang diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan tidak sama dengan nol. Relai differensial jenis low impedans merupakan relai differensial arus, secara sederhana dapat digambarkan seperti Gambar 2-12. Perbedaan (differensial) arus yang melalui daerah yang diamankan ini akan melalui operating coil relai.
F2 End A
Protected
IA
Zones
End B
IB F1
IR1 = 0
Gambar 2-12. Pola Proteksi Differensial Busbar Jenis Low Impedance
Secara umum relai differensial arus adalah: • Membandingkan besaran arus yang melalui suatu daerah yang diamankan; • Relai ini harus bekerja jika gangguan di dalam daerah yang diamankan dan harus stabil jika gangguan di luar daerah proteksi; • Merupakan suatu unit protection. Pada saat terjadi gangguan diluar daerah pengamanannya (F1), arus differensial yang masuk ke relai IR = 0, sebaliknya jika gangguan terjadi didaerah pengamananya IR ≠ 0, sehingga relai akan bekerja.
Karakteristik kerja dari relai jenis low impedance ini adalah sebagai berikut: • Daerah pengaman adalah di dalam daerah yang dilingkupi CT yang tersambung ke relai differensial; • Bekerja seketika; • Tidak perlu dikoordinasikan dengan pengaman lain; • Merupakan pengaman utama dan tidak berlaku sebagai pengaman cadangan. I diff
I diff
Operate Restrain Trough current
Operate Restrain Trough current
a)
b)
Gambar 2-13. a) Jenis Non Bias relai dan b) Jenis Bias Relai
Relai differensial jenis non bias menggunakan relai arus lebih sebagai operating coil dan pada kondisi arus gangguan eksternal yang besar sekali relai ini tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh: • Komponen dc arus gangguan tidak sama; • Kejenuhan setiap CT tidak sama; • Rasio setiap CT tidak tepat sama. Relai differensial jenis bias memperbaiki kelemahan di atas dengan prosentasi slope tertentu seperti pada Gambar 2-14 dibawah ini : Protected
End A
End B
Zones
IA
2.1.1.2 B
IB B = bias/restrain coil
2.1.1.1 B 2.1.1.3 R
Gambar 2-14. Relai Differensial
Setelan arus kerja: smallest current in operating coil to cause % min pick up = operation rated current of the operating
x100 %
coil Setelan Slope: % slope =
=
current in operating coil to cause operation current
in
restraining IA – IB X 100 % (IA + IB) / 2
Berdasarkan persamaan diatas maka:
x 100 %
Arus minimum pick up
: 30 – 40% In
Setelan slope
: 30 – 50% dengan pertimbangan:
• Kesalahan trafo arus CT
: 10 %
• Mismatch
: 4%
• Arus eksitasi
: 1%
• Faktor keamanan
: 5%
Cek Zone: check zone berfungsi untuk memastikan bahwa gangguan merupakan gangguan internal dan untuk mencegah maloperasi jika ada kelainan pada proteksi busbar masing-masing zone, misalnya ada wiring yang terbuka atau terhubung singkat. Jika terjadi gangguan pada zone 1, maka jumlah arus dari masingmasing CT a, b dan c tidak sama dengan nol, akibatnya ada arus yang melalui relai R1. Hal ini juga dirasakan oleh relai R3 yang akan menutup kontaknya untuk memberi tegangan positip, dan dengan menutupnya kontak dari relai R1 maka sinyal trip akan dikirim ke pmt yang dilingkupi CT a,b dan c. Dengan demikian zone 1 dapat diisolir dari sistem. Jika ada rangkaian arus yang terbuka pada zone proteksi, maka pada saat beban yang cukup besar atau pada saat ada gangguan eksternal, akan menyebabkan proteksi busbar pada zone tersebut tidak stabil atau relai dari busbar tersebut akan menutup kontaknya. Tetapi dengan adanya chek zone, relai tersebut tidak mendapat tegangan positip sehingga mal operasi dapat dicegah. 2. Relai differensial busbar jenis high impedance. Relai Differensial jenis High impedance menggunakan stabilising resistor yang dipasang seri dengan relai differensial arusnya. Relai disetting dengan memperhitungkan sensitivitas untuk gangguan internal dan
stabilitas
untuk
gangguan
eksternal.
Sensitivitas
gangguan internal ditentukan oleh besarnya setting arus relai. Setelan arus ditentukan (20% – 30%) In CT. If Rct1
RL1
Rstab
RL2
Rct2
terhadap
CT1
CT2
If
R
V
Ekivalensi CT
IF
jenuh Gambar 2-15. Relai Differensial Jenis High Impedance
Stabilitas untuk gangguan eksternal ditentukan oleh besarnya nilai stabilising resistor yang dihitung berdasarkan drop tegangan pada salah satu rangkaian CT (V) pada arus hubung singkat eksternal maksimum (If) dengan salah satu CT jenuh. Besarnya tegangan pada terminal stabilising resistor dan relai (VR) harus diset lebih besar dari drop tegangan tersebut, sehingga pada kondisi terburuk ini relai masih stabil. Setelan tegangan harus lebih besar dari tegangan pada terminal stabilising resistor. Vset > k x V Vset > k x If (RL2 + Rct2 ) Dimana,
V = tegangan jatuh pada terminal stabilising resistor k = Faktor keamanan (antara 1.5 – 2.0)
Karena relai diset pada arus hubung singkat tertentu, jika suatu saat arus hubung singkat tersebut bertambah besar dan salah satu relai jenuh maka relai tersebut menjadi tidak stabil untuk gangguan eksternal, tetapi akan tetap stabil jika tidak ada CT yang jenuh. Dari uraian di atas dapat dikatakan relai differential high impedance memiliki stabilitas yang lebih baik untuk gangguan eksternal khususnya jika terjadi kejenuhan dari salah satu CT. Tidak
seperti
relai
differensial
low
impedance
yang
memiliki
bias/restraint yang dapat menetralisir akibat perbedaan rasio (delta rasio kecil) pada gangguan eksternal, relai high impedance tidak memiliki kemampuan ini sehingga disyaratkan CT yang digunakan memiliki rasio yang sama.
Secara keseluruhan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk relai differensial
high
impedance
ini
adalah
(pertimbangan
dalam
menentukan setelan): • rasio CT sama; • resistansi CT rendah; • knee voltage CT tinggi; • burden wiring CT rendah; • CT jenis low reactance. Dari uraian di atas jika CT terpasang tidak sama dan rasio disamakan dengan penambahan ACT maka harus dipenuhi persyaratan di atas, tetapi sulit dipenuhi ACT dengan kebutuhan di atas, sehingga pemakaian ACT tidak direkomendasikan untuk relai diffrensial jenis high impedance. 2.1.2.2 Relai Arus Sirkulasi (Circulating Current Protection/87) Pada gardu induk dengan konfigurasi diameter, filosofi zone proteksi harus tercover oleh relai proteksi utama, seperti yang ditunjukan Gambar 2-16, dimana konfigurasi diameter A yang digunakan saluran penghantar dan rangkaian diameter-B digunakan bay trafo interbus. Masing-masing busbar diproteksi oleh proteksi busbar (BBPa dan BBPb), zona proteksi penghantar diproteksi oleh Distance relai (LP), dan zona proteksi Trafo interbus diproteksi oleh Differential Trafo Interbus (87T). Untuk mengcover zona proteksi antara proteksi Penghantar dengan Trafo Interbus harus diproteksi dengan proteksi arus sirkulasi (CCP/Circulating Current Protection) yang saling berpotongan (overlap) dengan proteksi CT (LP = proteksi penghantar, 87T = proteksi differensial trafo) pada masingmasing rangkaian. CCPa
BBP
CCPb LP
87T
Gambar 2-16. Skema Proteksi
2.1.2.3 Proteksi Kegagalan PMT (Breaker Fail-CBF) Sistem proteksi kegagalan pemutus (CBF) bekerja pada saat relai lokal memberikan perintah pemutusan (trip), tetapi pemutus (PMT) gagal membuka untuk memutuskan arus gangguan. Pola proteksi kegagalan pemutus (CBF) dirancang sederhana terdiri dari detektor gangguan, indikasi status pemutus, dan relai waktu yang akan bekerja ketika relai proteksi saluran memberikan perintah pemutusan. Setelah waktu tunda tertentu (umumnya 10 s.d. 20 siklus), proteksi CBF akan memberikan perintah trip kepada semua pemutus terkait . Jika sistem CBF ini sering bekerja, detektor gangguan lebih baik disetel diatas arus pembebanan maksimum dan dibawah arus gangguan minimum di saluran transmisi tersebut. Jika detektor gangguan diaktifkan hanya pada saat skema kegagalan pemutus aktif, setelan nilai kerja bisa disetel dibawah arus pembebanan maksimum.
Gambar 2-17. Diagram Logic CBF
Prinsip kerja berdasarkan diagram logic diatas sebagai berikut: Proteksi kegagalan pemutus (CBF) mulai bekerja apabila ada signal trip internal proteksi ”TRIP” (buspro) atau dari signal trip ekternal ”BF-EXT”
(proteksi penghantar) melalui switch ’ON” dan dikontrol oleh elemen arus lebih (OCBF). Jika elemen arus lebih bekerja terus menerus sampai batas setting waktu TBF-2, maka keluaran trip dari relai akan memerintah PMT-PMT pengapitnya (BF-TRIP). mengerjakan
Juga elemen arus
yang terus menerus dapat
TBF1 dan mengirim signal
RE-TRIP ke PMT yang
bersangkutan. Pengiriman signal RE-TRIP ada 2 (dua) jalur melalui kontrol waktu kerja OCR ”TOC” atau melalui switch ”T”, kedua-duanya dapat dipilih melalui switch ”BF1”. Jika pembukaan PMT yang bersangkutan normal, maka elemen arus akan menganulir perintah CBF, sehingga CBF akan segera reset. Dan apabila signal Re-trip dari TBF1 berhasil mentrip PMT yang bersangkutan, maka elemen arus OCBF akan segera reset, dan CBF akan reset sehingga perintah trip ke PMT-PMT pengapit juga akan dianulir. Untuk memdapatkan urutan kerja yang sesuai, perlu diperhatikan penyetelan TBF1 dan TBF2. Proteksi kegagalan pemutus (CBF) harus diterapkan pada semua pemutus 500 kV, 275 kV dan 150 kV. Penggunaan skema proteksi arus dengan pemilihan waktu pada masing-masing pemutus lebih disarankan dari pada skema yang terintegrasi secara terpusat. Gangguan pada salah satu elemen pada skema ini tidak akan terlalu banyak mempengaruhi elemen yang lain. Sinyal trip (tripping signal) dapat diulang (routed) pada proteksi busbar sehingga mengurangi biaya tambahan pada rangkaian logika pemutusan. Sama halnya seperti proteksi busbar, apabila sistem proteksi menggunakan jenis numerik, skema yang digunakan biasanya juga termasuk fasilitas untuk proteksi kegagalan pemutus (CBF). 2.1.2.4 Proteksi Zone Pendek ( Short Zone Protection–SZP ) Untuk peralatan membuka terminal, CT akan diletakkan pada salah satu sisi pemutus. Dalam hal ini, skema CBF harus memasukkan proteksi zona pendek (short-zone protection). Penggunaan skema ini mirip dengan proteksi kegagalan pemutus konvensional namun sinyal inisiasi (initiating signal) berasal dari pembukaan pemutus yang terkait dan kelanjutan aliran
arus gangguan (continuation of fault current flow). Jika arus gangguan mengalir terus-menerus setelah output perintah trip dari relai, maka kondisi ini dianggap juga sebagai kegagalan PMT (breaker failure), oleh karena itu elemen arus lebih perlu dilengkapi untuk masingmasing fasa. Untuk kebutuhan kecepatan tinggi, maka dibutuhkan spesifikasi relai arus lebih jenis high speed overcurrent yang mempunyai kemampuan reset sangat cepat. SZP
CCPa
BBP
CCPb LP
87T
Gambar 2-18. Zona Proteksi SZP
Gambar 2-19. Diagram Urutan Kerja
2.1.2.5 Relai Proteksi Kopel Pada instalasi gardu induk yang mempunyai dua busbar biasanya dilengkapi fasilitas bay kopel (bus coupler) untuk kemudahan atau fleksibilitas operasi saat pengaturan beban. Sistem proteksi kopel umumnya
dipasang relai differensial busbar sebagai pengaman utama dan OCR/GF untuk pengaman cadangan. Prinsip kerja dan zona pengaman differential busbar dan OCR/GF telah dijelaskan di atas, sedangkan OCR. 2.2
POLA PROTEKSI PENGHANTAR
2.2.1 Pola Proteksi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Sistem pengaman suatu peralatan karena berbagai macam faktor dapat mengalami kegagalan operasi (gagal operasi). Berdasarkan hal-hal tersebut maka suatu sistem proteksi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: Pengaman Utama merupakan sistem proteksi yang diharapkan segera bekerja jika terjadi kondisi abnormal atau gangguan pada daerah pengamanannya Pengaman Cadangan diperlukan apabila pengaman utama tidak dapat bekerja atau terjadi gangguan pada sistem pengaman utama itu sendiri. Pada dasarnya sistem proteksi cadangan terbagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu: Sistem proteksi cadangan lokal (local back up protection system) Pengaman cadangan lokal adalah pengamanan yang dicadangkan bekerja
bilamana
pengaman
utama
yang
sama
gagal
bekerja.
Contohnya: penggunaan OCR atau GFR. Sistem proteksi jarak jauh (remote back up protection system) Pengaman cadangan jarak jauh adalah pengamanan yang dicadangkan bekerja bilamana pengaman utama di tempat lain gagal bekerja. Pengaman cadangan lokal dan jarak jauh diusahakan koordinasi waktunya dengan pengaman utama di tempat berikutnya. Koordinasi waktu dibuat sedemikian hingga pengaman cadangan dari jauh bekerja lebih dahulu dari pengaman cadangan lokal. Hal ini berarti bahwa kemungkinan sekali bahwa pengaman cadangan dari jauh akan bekerja lebih efektif dari pengaman cadangan lokal.
Dengan penjelasan di atas berarti bahwa waktu penundaan bagi pengaman cadangan lokal cukup lama sehingga mungkin sekali mengorbankan kemantapan sistem demi keselamatan peralatan. Dengan demikian berarti pula bahwa pengaman cadangan lokal hanya sekedar pengaman cadangan terakhir demi keselamatan peralatan. Waktu Pemutusan Pengaman SUTT Untuk memperoleh waktu clearing time yang cepat maka pemakaian relai jarak sebagai pengaman utama SUTT pada sistem 70 dan 150 kV harus dilengkapi dengan teleproteksi. Pada dasarnya pemilihan pola pengaman dengan pilot dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan sistem yaitu jika terjadi gangguan diluar zone-1nya tetapi berada pada saluran yang diamankan maka relai jarak yang menggunakan teleproteksi akan bekerja lebih cepat dibandingkan relai jarak tanpa teleproteksi. Sistem proteksi SUTT yang akan dibahas disini adalah SUTT 150 kV dan 70 kV, dimana waktu pembebasan gangguan pada sistem 150 kV harus lebih singkat daripada sistem 70 kV akibat dari arus gangguan yang lebih besar pada sistem 150 kV tersebut. Bilamana pada sistem 70 kV waktu dasarnya 150 ms, maka pada sistem 150 kV direkomendasikan 120 ms untuk gangguan yang terjadi pada zone yang diamankannya. Rekomendasi ini hanya berlaku pada SUTT yang menggunakan relai jarak yang dilengkapi teleproteksi. Adapun pembagian clearing time gangguan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-3, dibawah ini: Tabel 2-3. Pembagian Clearing Time Gangguan
No.
Uraian Pembagian Waktu
Sistem 150 kV (milli sec)
Sistem 70 kV (milli sec)
1.
Penjatuhan Relai Sinyal Pembawa
20
20
(PLC/FO)
40
70
• Relai Pembukaan PMT TOTAL
60 120
60 150
•
2.
2.2.1.1 SUTT 70 kV Pada sistem 70 kV terdapat 2 (dua) macam pentanahan netral sistem, yaitu: a. Pentanahan netral dengan tahanan rendah atau solid grounded, misalnya terdapat di wilayah Jawa Barat, Jakarta Raya, Bengkulu, dan Sulawesi utara. b. Pentanahan netral dengan tahanan tinggi, misalnya terdapat di wilayah Jawa Timur dan Palembang. Pada sistem dengan tahanan rendah, relai jarak dapat dipakai sekaligus untuk gangguan fasa maupun gangguan tanah, tetapi pada sistem dengan tahanan tinggi dimana arus gangguannya kecil yang menyebabkan relai jarak tidak bekerja, sehingga harus dipasang relai gangguan tanah tersendiri. Untuk gangguan tanah pada sistem dengan tahanan tinggi dipakai dua jenis pengaman, yaitu: a. Relai tanah selektif (selection ground relay) b. Relai tanah terarah (directional ground relay) yang akan bekerja sebagai pengaman utama (main protection) dan pengaman cadangan (back-up protection) secara timbal balik antara keduanya sesuai dengan jenis dan keadaan serta macam (tempat) gangguan. Seperti halnya pada pengaman utama maka pada pengaman cadangan inipun sistem dengan tahanan rendah dan sistem dengan tahanan tinggi mempunyai pengaman gangguan fasa yang sama, tetapi mempunyai pengaman gangguan tanah yang berbeda. Untuk pengaman gangguan fasa sebaiknya dipilih relai arus lebih waktu terbalik (invers time overcurrent), tak terarah (non-directional) karena relai ini sederhana dan murah tetapi dianggap cukup mampu bekerja sesuai dengan fungsinya. Sebaliknya, untuk pengaman gangguan tanah diperlukan relai arus lebih terarah, waktu-terbalik atau waktu tertentu (definite time) tergantung pentanahan netralnya. Pada sistem dengan tahanan rendah dipilih relai waktu terbalik bilamana arus gangguan akan sangat berbeda pada pelbagai tempat atau relai waktu tertentu,bilamana arus gangguan dimana-mana hampir sama. Sedang pada
sistem dengan tahanan tinggi dipilih relai waktu tertentu karena arus gangguan yang kecil dimana-mana.
Pentanahan netral dengan tahanan rendah/solid grounded
Sesuai SPLN No. 52-1 tahun 1984 bagian A tentang pola pengaman sistem 66 kV bahwa pentanahan sistem 70 kV untuk Jawa Barat dan Jakarta Raya menggunakan pentanahan rendah untuk netral sistemnya, sehingga pola pengaman untuk sistem 70 kV adalah sebagai berikut: 1. Pengaman Utama a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai Jarak
b) Gangguan fasa-netral :
Relai Jarak
2. Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)
b) Gangguan fasa-netral :
Relai arus lebih waktu terarah, waktu tertentu atau waktu terbalik
Dengan waktu pembebasan gangguan: 1. Pengaman Utama
: Waktu dasar maksimum 150 ms Dengan penundaan waktu maks. 600 ms
2. Pengaman Cadangan
a) Jarak Jauh
: Dengan penundaan waktu maks. 600 ms Dengan penundaan waktu 1000 second
b) Lokal
: untuk gangguan di bus.
Untuk saluran yang pendek (misalnya kira-kira 20 km) dimana relai tidak dapat lagi melihat gangguan, terutama karena adanya. tahanan gangguan (Rf), seharusnya relai jarak dilengkapi dengan pola pilot (pengoperasian teleproteksi), sebaiknya pola blocking. Idealnya penggunaan relai jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi digunakan untuk seluruh saluran udara tegangan tinggi. Namun atas pertimbangan biaya dan tingkat keadalan sistem maka tidak seluruh jaringan harus dipasang. Adapun prioritas bagi pemasangan sistem
teleproteksi bagi sistem 70 kV, adalah penghantar 70 kV yang merupakan pasokan langsung dari sistem 150 kV melalui IBT 150/70 kV. Pentanahan netral dengan tahanan tinggi
Sedangkan untuk daerah yang menggunakan tahanan tinggi untuk sistem pentanahannya, sesuai SPLN No. 51-1 tahun 1984 bagian A, adalah sebagai berikut: 1. Pengaman Utama a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai Jarak
b) Gangguan fasa-netral
:
1. Relai tanah selektif 2. Relai tanah terarah
2. Pengaman Cadangan
a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)
b) Gangguan
fasa- :
Relai arus lebih waktu terarah, waktu
netral tertentu atau waktu terbalik. Beberapa kasus khusus perlu diberikan pengarahan sebagai berikut: Untuk saluran yang pendek ditetapkan sebagai berikut: a.
Sistem dengan tahanan rendah/solid grounded
Relai jarak dengan pola blocking, atau
Relai differensial kawat-pilot
Keduanya sebagai pengaman gangguan fasa maupun gangguan fasa maupun gangguan tanah. b.
Sistem dengan tahanan tinggi
Relai jarak dengan pola blocking, atau
Relai differensial kawat-pilot
Relai fasa selektif
Ketiganya sebagai pengaman gangguan fasa, sedang sebagai pengaman gangguan tanah seperti pada tabel diatas. 2.2.1.2 SUTT 150 kV Berbeda dengan sistem transmisi 70 kV dimana terdapat 2 (dua) macam pentanahan netral sistem, pada sistem transmisi 150 kV ini terdapat hanya satu macam pentanahan netral sistem yaitu pentanahan efektif. Berbeda
dengan SUTT 70 kV, penggunaan rele jarak sebagai pengaman utama yang dilengkapi teleproteksi menjadi suatu keharusan, khususnya bagi: 1)
Penghantar yang dioperasikan looping dengan sistem 150 kV
lainnya 2)
Penghantar kV yang radial double circuit.
Untuk penghantar dengan katagori saluran pendek, rele pengaman direkomendasikan menggunakan prinsip differensial: a) Current Differential b) Current Comparison c) Phase Differential Ada 2 (dua) macam pola pengaman dengan pilot yang telah dan akan diterapkan pada SUTT 150 kV PLN P3B, yaitu: 1)
Permissive Transfer Trip Scheme a) Permissive Underreach Transfer Trip (PUTT) b) Permissive Overreach Transfer Trip (POTT )
2)
Blocking Scheme
Tabel 2-4. Blocking Scheme Pola Pengaman SUTT 150 kV
Pengaman Utama a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai Jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi
b) Gangguan
fasa- :
netral Pengaman Cadangan a) Gangguan fasa-fasa
Relai Jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi
:
Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)
b) Gangguan netral
fasa- :
Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)
2.2.2 Pola Proteksi Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) SKTT 70 kV dan 150 kV Pemakaian kabel tanah dapat dinyatakan sebagai standar yang berlaku umum di dalam kota. Untuk saluran yang pendek sebaiknya digunakan relai differential pilot, karena menggunakan kabel pilot sebagai media sinyal.
Relai differensial pilot saat ini paling banyak dipakai dan dianggap tepat sebagai pengaman utama, baik bagi sistem dengan tahanan rendah maupun bagi sistem dengan tahanan pentanahan tinggi. Tabel 2-5. Pola Pengaman Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah Sirkit
Pentanahan Netral Sistem
Pola Pengaman Sistem Pengaman Utama Pengaman Cadangan Gangguan Gangguan Gangguan antar Gangguan Fasa
Tanah
fasa atau 3-fasa
1-fasa ke tanah
(1) Saluran sirkit ganda paralel, dua sumber A. Rendah
Relai arus lebih
Relai arus lebih
waktu terbalik
waktu terbalik
(2) Saluran yang sama (1) dengan beberapa sumber, merupakan jaringan, terbuka atau tertutup Tahanan B. Tinggi Relai Relai Relai arus lebih Relai daya urutan Differential
Differential
waktu terbalik
nol
Di samping pengaman utama perlu pula ditetapkan pengaman cadangan dan dalam hal ini merupakan pengaman cadangan lokal. Pengaman cadangan lokal ini harus dipilih pengaman yang mempunyai keadalan yang tinggi demi untuk penyelamatan kabel tanah sewaktu terjadi gangguan. Untuk pengaman cadangan ini harus dibedakan 2 macam pengaman, yaitu: 1) Pengaman gangguan antar fasa atau tiga fasa; 2) Pengaman gangguan satu fasa ke tanah. Adapun Pola Pengaman Sistem Transmisi 70 kV Saluran Kabel Tanah, sesuai SPLN No. 52-1 tahun 1984 bagian A, adalah sebagai berikut: Untuk gangguan antar dan tiga fasa, yang arus gangguannya besar sebaiknya dipakai relai arus lebih waktu terbalik, sedang untuk gangguan satu-fasa ke tanah, yang arus gangguannya kecil, sebaliknya dipakai relai arus lebih waktu terbalik, atau relai daya urutan nol, yang lebih peka dari relai arus lebih waktu terbalik. Dengan demikian untuk gangguan satu fasa ke tanah, relai arus lebih waktu terbalik dipakai pada sistem dengan tahanan rendah, sedang relai daya nol dipakai pada sistem dengan tahanan tinggi. Oleh karena sistem pentanahan netral di 150 kV ini hanya menggunakan pentanahan efektif maka pola pengaman untuk SKTT 150 kV-nya hanya mengguanakan satu pola, yaitu relai differensial longitudinal sebagai pengaman utama untuk gangguan fasa-fasa dan fasa tanah. Sedangkan
sebagai pengaman cadangan lokalnya menggunakan relai aruslebih waktu terbalik. Tabel 2-6. Pola Pengaman Transmisi 150 kV Saluran Kabel Tanah
Sirkit
Pentanahan Netral Sistem
Pola Pengaman Sistem Pengaman Utama Pengaman Cadangan Gangguan Gangguan Gangguan antar Gangguan Fasa
Tanah
fasa atau 3-fasa
1-fasa ke tanah
1) Saluran sirkit ganda paralel, dua sumber 2) Saluran yg sama 1) dgn beberapa sumber, merupa kan jaringan, terbuka atau tertutup Effektif Relai Relai Relai arus lebih Relai arus lebih Differential Differential waktu terbalik waktu terbalik
2.2.3 Pola Proteksi Saluran Campuran Untuk kasus khusus dimana saluran tersebut merupakan saluran campuran antara adengan kabel tanah, maka digunakan pola pengaman sebagai berikut: a) Pada saluran campuran dimana saluran kabel tanah lebih dominan dari saluran udara maka dipakai pola pengaman seperti diketahui saluran yang dominan; b) Pada saluran yang bercampur sehingga sulit ditetapkan saluran mana (udara atau kabel tanah) yang dominan, ditetapkan berdasarkan perhitungan-perhitungan sesuai dengan keadaan sirkit tersebut, sehingga dapat diketahui saluran yang dominan Tabel 2-7. Pola Pengaman Saluran Campuran dengan Saluran Kabel Dominan
1. Pengaman Utama a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai diferential
:
Relai diferential
a) Gangguan fasa-fasa
:
Relai arus lebih waktu terbalik
b) Gangguan fasa-netral
:
Relai arus lebih waktu terbalik
b) Gangguan fasa-netral 2. Pengaman Cadangan
2.2.4 Prinsip Kerja Relai Proteksi 2.2.4.1 Relai Jarak (Distance relay) Distance relay pada penghantar prinsip kerjanya berdasarkan pengukuran impedansi penghantar.
Impedansi penghantar yang dirasakan oleh relai
adalah hasil bagi tegangan dengan arus dari sebuah sirkit. Relai ini mempunyai ketergantungan terhadap besarnya SIR dan keterbatasan sensitivitas untuk gangguan satu fasa ke tanah. Distance relay mempunyai beberapa karaktristik seperti mho, quadrilateral, reaktanse, adaptive mho dan lain-lain.
Sebagai unit proteksi relai ini
dilengkapi dengan pola teleproteksi seperti PUTT, POTT dan Blocking. Jika tidak terdapat teleproteksi maka relai ini berupa step distance saja (basic). Distance relay pada jangkauan zone-1 berfungsi sebagai pengaman utama, sedangkan untuk jangkauan Zone-2, Zone-3, Zone-3 reverse berfungsi sebagai proteksi cadangan jauh (remote back up) untuk penghantar didepan maupun belakangnya.
Untuk mencegah terjadinya mencegah malakerja
relai akibat ayunan daya (power swing), biasanya Relai ini dilengkapi dengan elemen power swing blocking. 2.0
2 2.0 TA TB TC
x
x
1
x
0 0
0
1000
2000
3000
0
4000
5000
x
PIP
PLTA
ZL5=2.99 Ω
SKRAK ZL4=10.04 Ω
LBALG
7000
0 8000 Zmax
PLIMO
ZL1 = 14.8 Ω
6000
ZL6= 28.7 Ω
OMBILIN
Gambar 2-20. Contoh Jangkauan Distance Relay Penghantar 150 kV PLTA Singkarak – Lubuk Alung – PIP – Pauh Limo
Jenis karakteristik Distance relay Karakteristik relai jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar relai jarak, karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X. 1. Karakteristik Impedansi Ciri-cirinya: Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah, sehingga
mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan
sebagai pengaman SUTT perlu ditambahkan relai directional; Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high resistance; Karakteristik impedan sensitive oleh perubahan beban, terutama untuk SUTT yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi dekat dengan daerah beban.
X Z L
Z1 Z2 Z3
R
Directional Gambar 2-21. Karakteristik Impedansi
2. Karakteristik Mho X Ciri-ciri:
Z L
Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional;
Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah
high resistance; Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Z1 Z2 Mho lensa geser. Z3 R
Gambar 2-22. Karakteristik Mho Z1, Z2 Partial Cross-polarise, Z3 Lensa Geser
3. Karakteristik Reaktance Ciri-ciri: Karateristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di SUTT perlu ditambah relai directional; Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relai reactance dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi. Z X L
Z3 Z2 Z1
R
Gambar 2-23. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho
4. Karakteristik Quadrilateral Ciri-ciri: Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 (tiga) macam komponen yaitu: reactance, berarah dan resistif;
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar, maka karakteristik relai quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi; Umumnya kecepatan relai lebih lambat dari jenis mho. Z X L Z3
Z2 Z1
R
Gambar 2-24. Karakteristik Quadrilateral
2.2.4.2 Relai Differensial Penghantar Untuk penghantar pendek selektifitas sulit dicapai apabila menggunakan relai jenis impedansi, maka sebagai solusi dipilih relai jenis differensial. Relai ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan relai impedansi, antara lain: •
tidak terpengaruh oleh power swing (ayunan daya) dan SIR;
•
sensistif terhadap gangguan dengan tahanan tinggi.
Macam-macam Relai Differensial Penghantar, yaitu: 1. Relai Differensial Arus Prinsip kerja Relai differensial arus penghantar adalah membandingkan besaran arus di kedua ujung penghantar melalui saluran telekomunikasi fiber optic. Relai ini sangat tergantung dengan saluran komunikasi. GI- A
GI-B
IA Relay A
IF
IB Relay B
Gambar 2-25. Typikal Relai Differensial Arus
• Pada kondisi normal (tidak ada gangguan) atau ada gangguan diluar daerah proteksinya (eksternal ), maka IA +IB = 0 sehingga relai tidak bekerja; • Sebaliknya, pada kondisi gangguan internal, IA +IB ≠ 0
(= IF),
sehingga relay akan bekerja dikedua sisi GI. A & GI.B. 2. Relai Differensial Pilot Pada dasarnya relai differensial pilot adalah relai differensial penghantar yang menggunakan kabel pilot dengan prinsip kerja circulating current atau balanced voltage seperti pada Gambar 2-26 dan Gambar 2-27. Relai ini dilengkapi dengan Direct Transfer Trip (DTT) ke Relai pasangannya.
B
I
B
OP
OP
V
V
I C ir c u la t in g C u r r e n t
Gambar 2-26. Relai Differensial Pilot Jenis Arus
OP B
v
OP B
v
B alanced Voltage
Gambar 2-27. Relai Differensial Pilot Jenis Tegangan
3. Relai Perbandingan Sudut Fasa (Phase comparison Relay) Prinsip kerja relai ini adalah membandingkan sudut fasa antara arus yang masuk dengan arus yang keluar daerah yang diproteksi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2-28. Pada kondisi tidak ada gangguan atau ada gangguan diluar daerah pengamanannya (eksternal), output dari comparator memberikan nilai 0, sehingga relay tidak bekerja. Sebaliknya pada kondisi gangguan internal,
output dari comparator memberikan nilai 1, sehingga relay
bekerja.
A
B
A
B
a. Fasa arus di A
b. Logic fasa arus di A c. Fasa arus di B d. Logic fasa arus di B Output comparator di A: e=b+d Output discriminator Stability setting a) Gangguan eksternal
b) Gangguan internal
Gambar 2-28. Tipikal Relai Perbandingan Sudut Fasa
Pada penghantar yang panjang dimana beda tegangan terminal cenderung tidak sama, maka pola proteksi jenis ini kurang selektif,
sehingga
tidak
direkomendasikan
dipakai
untuk
memproteksi
penghantar yang panjang. 4. Directional Selective Relay Pada penghantar 70 kV yang menggunakan sistem pentanahan titik netral dengan tahanan tinggi (high resistance) 100 – 200 Ω, arus hubung singkat satu fasa ketanah sangat kecil, seperti sistem 70 kV di Jawa Timur (200 Ω) dan sistem 70 kV Palembang (133 Ω). Sehingga
penggunaan
distance
relay
tidak
efektif,
dan
jika
menggunakan current differential juga tidak efisien (mahal) karena perlu jaringan komunikasi. Oleh karena itu pada pola proteksi yang digunakan pada penghantar 70 kV high resistance adalah dengan Selective relai. Persyaratan selective relai yaitu: • Pola operasi penghantar harus sirkit ganda (double circuit) • Proteksi sirkit 1 & 2 di satu GI harus sama • Penggunakan directional relay untuk OCR /GFR Prinsip kerja dari Selective relai: 1.
Selective directional relai bekerja berdasarkan perbedaan arus yang mengalir melalui kedua penghantar pada saat terjadi gangguan. Besar selisih arus gangguan tersebut akan dirasakan oleh relai dan dengan inputan tegangan relai dapat membedakan lokasi gangguan BUS 70 KV
pada penghantar 1 atau penghantar 2; 2.
Selective directional relai tidak boleh bekerja ketika penghantar beroperasi satu sirkit dan harus ter-blok ketika salah satu penghantar trip karena gangguan. 4
INPUT VOLTAGE Open delta
f a
1 2
3
50SG1
50S1 3
2 INPUT VOLTAGE
1
Phase to phase
3
4
INPUT VOLTAGE
a
Open delta
f
2 1
4
50SG2 3
50SA 4 3
50S2
1 2
INPUT VOLTAGE Phase to phase
4
LINE
1
LINE
1
Gambar 2-29. Diagram Pola Directional Selective Relay
2.3
PERALATAN BANTU PROTEKSI
2.3.1 Synchro check Relai Synchrocheck adalah suata peralatan kontrol yang berfungsi untuk mengetahui kondisi sinkron antara dua
sisi atau subsistem yang diukur.
Besaran yang diukur oleh alat ini adalah perbedaan sudut fasa, tegangan dan frekuensi. •
Beda sudut fasa (Δf)
Sudut fasa untuk mengetahui perbedaan sudut fasa urutan tegangan antara kedua sisi yang diukur, biasanya besarnya setting sudut fasa tergantung kekuatan sistem saat itu. Untuk sekuriti sistem setting sudut fasa dipilih disesuaikan dengan kekuatan sistem dengan batas maksimum adalah sekitar 20°. •
Beda tegangan (ΔV)
Adalah beda tegangan antara diantara kedua subsistem misalkan antara tegangan bus/common (U1) dengan running/incoming (U2). Untuk mencegah terjadinya asinkron saat penutupan PMT perlu diperhatikan perbedaan kedua sisi tegangan tidak boleh lebih besar dari setting beda tegangan. Setting perbedaan tegangan maksimal 10%Vn. •
Beda frekuensi (ΔF)
Beda frekuensi adalah untuk mengetahui slip frekuensi antara kedua subsistem yang akan dihubungkan fungsinya untuk mencegah penutupan PMT jika perbedaan kedua sisi frekuensi lebih besar dari setting. Perbedaan frekuensi maksimal disetting 0.11 Hz. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam setelan synchro check adalah perbedaan frekuensi (slip), sehingga perlu dihitung secara akurat. Perbedaan frekuensi ditentukan melalui persamaan df = Ø /(t x180°), dimana Ø dalam derajat dan t dalam detik. •
Waktu tunda
Beda frekuensi adalah untuk mengetahui slip frekuensi antara kedua subsistem yang akan dihubungkan fungsinya untuk mencegah penutupan PMT jika perbedaan kedua sisi frekuensi. 2.3.2 Penutup Balik Otomatis (Autoreclose) Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) merupakan salah satu bagian sistem yang paling sering mengalami gangguan, sebagian besar dari penyebab gangguan tersebut bersifat temporer yang akan segera hilang setelah Pemutus Tenaga (PMT) trip. Agar kesinambungan pasokan tenaga listrik tetap terjaga serta batas stabilitas tetap terpelihara maka PMT dicoba masuk kembali sesaat setelah kejadian trip diatas (reclose). Untuk mengurangi dampak gangguan yang bersifat temporer terhadap keandalan pasokan tenaga listrik, maka pada SUTT dipasang penutup balik otomatis (autorecloser). 2.3.2.1 Klasifikasi Pola Autoreclose: 1. berdasarkan waktu kerjanya a. Cepat (highspeed) Highspeed adalah penutup balik otomatis dengan waktu tunda < 1 detik. Autoreclose cepat untuk 1 (satu) fasa, 3 (tiga) fasa dan 1+3 (satu atau tiga) fasa; b. Lambat (delayed)
Lowspeed adalah penutup balik otomatis dengan waktu tunda > 1 detik. Autoreclose lambat untuk 3 (tiga) fasa. 2. berdasarkan jumlah fasa yang trip a. Satu Fasa (Single Phase) b. Tiga Fasa (Three Phase) 3. berdasarkan jumlah penutupan balik a. penutupan balik satu kali (single shot) b. penutupan balik beberapa kali (multiple shot). Untuk proteksi saluran transmisi autoreclose hanya dioperasikan single shot dengan mempertimbangkan dampak gangguan permanen terhadap kerusakan peralatan. Autorelose hanya diijinkan bekerja pada proteksi utama penghantar. Pemilihan pola single phase auto reclosing (SPAR) atau three phase auto reclosing (TPAR) dengan waktu reclose cepat atau lambat harus mempertimbangkan konfigurasi jaringan seperti Gambar 2-30 sebagai berikut:
∼ a. Jaringan Radial Sirkit Tunggal
∼ b. Jaringan Radial sirkit Ganda
SISTEM A
SUTT
SISTEM B
LOOPING c. Jaringan Looping Sirkit Tunggal SUTT SISTEM A
SISTEM B
LOOPING
d. Jaringan Looping Sirkit Ganda Gambar 2-30. Konfigurasi Jaringan
Pemilihan pola single phase auto reclosing (SPAR) atau three phase auto reclosing (TPAR) dengan waktu reclose cepat atau lambat harus mempertimbangkan batas stabilitas sistem, karaktesitik PMT dan peralatan proteksi yang digunakan. Pertimbangan ini menyangkut besarnya nilai setelan/setting untuk dead time dan reclaim time. Pemilihan pola A/R dengan waktu reclose cepat atau lambat harus mempertimbangkan persyaratan pada kedua ujung saluran antara lain: a. Kemungkinan reclose pada gangguan permanen; b. Kemungkinan gagal sinkron pada saat reclose; c. Salah satu sisi tersambung ke unit pembangkit; d. Penutupan PMT pada kedua ujung saluran yang tidak bersamaan. Pada konfigurasi satu setengah PMT dimungkinkan pembukaan PMT tidak serentak
sehingga
menjadi
pertimbangan
untuk
menerapkan
pola
Autoreclose pada kedua PMT. 2.3.2.2 Pengoperasian A/R cepat (High Speed A/R) Pengoperasian A/R cepat dapat diterapkan bila persyaratan di bawah ini dipenuhi: a.
Siklus kerja (duty cycle) dari PMT sesuai untuk operasi dengan A/R
cepat. b.
Kemampuan poros mesin (terutama yang berporos panjang) dan
belitan stator generator perlu diperhatikan, sehingga pengoperasian high speed A/R 3 fasa pada SUTT di GI pembangkit atau yang dekat pembangkit dilakukan setelah ada kepastian bahwa operasi high speed A/R 3 fasa tidak membahayakan mesin pembangkit.
2.3.2.3 Penerapan A/R cepat 1(satu) fasa Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut: • SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda. • SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.
2.3.2.4 Penerapan A/R cepat 3 (tiga) fasa Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut: • SUTT jaringan radial ganda. • SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda Pengoperasian high speed A/R 3 fasa, disamping memberikan keuntungan pada sistem yaitu memperbaiki stability margin, mengurangi terjadinya pembebanan kritis akibat gangguan pada SUTT maupun pada saluran interkoneksi, juga memberikan resiko berupa kemungkinan terjadinya gangguan yang lebih parah bila operasi A/R pada saat ada gangguan permanen. Dengan demikian maka pengoperasian high speed A/R 3 (tiga) fasa harus didahului dengan keyakinan (berupa hasil studi) bahwa pengoperasian A/R akan memberi manfaat yang besar dengan resiko yang kecil. Penerapan A/R cepat 3 (tiga) fasa untuk jaringan looping harus dilengkapi dengan relai synchrocheck atau relai lain (rele daya) yang dapat berfungsi untuk memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose masih dipenuhi . Operasi high speed A/R 3 (tiga) fasa tidak boleh diterapkan bila hasil studi menunjukan bahwa high speed reclosing akan dapat menimbulkan tegangan lebih transien yang melebihi nilai desain yang diijinkan. 2.3.2.5 Pengoperasian A/R lambat Pengoperasian A/R lambat hanya diterapkan pada A/R 3 (tiga) fasa. Penerapan A/R lambat 3 (tiga) fasa dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem: a.
SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.
b.
SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.
Mempertimbangkan stres pada poros generator maka disarankan agar operasi reclose PMT pada SUTT/SUTET yang terganggu dilakukan secara berurutan dimulai dari PMT yang jauh dari pembangkit atau yang fault levelnya lebih kecil, baru kemudian PMT yang dekat pembangkit (secara manual atau dengan auto recloser). Operasi reclose dua PMT dengan serentak sulit dicapai sehingga pada ujung SUTT yang tersambung ke GI dengan pola satu setengah PMT perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya penutupan
dua PMT yang tidak
serentak. Khusus pada gangguan permanen, penutupan dua PMT yang tidak serentak akan menyebabkan gangguan berlangsung lebih lama dan menimbulkan gangguan baru yang lebih parah. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal tersebut, disarankan pertama reclose untuk PMT line (B1) yang terhubung langsung ke busbar baru kemudian PMT tengah (AB) setelah PMT pertama berhasil masuk seperti terlihat pada Gambar 2-31 dibawah ini.
∼
A
AB
1
1
B1 SUTT
Gambar 2-31. Pola A/R pada 1½ PMT
Pengoperasian A/R lambat 3 fasa harus dikontrol oleh relai synchro check atau relai lain (seperti rele daya) yang dapat berfungsi untuk memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose masih dipenuhi. 2.3.2.6 Kondisi Autoreclose tidak boleh bekerja Autoreclose tidak boleh bekerja pada kondisi: a.
PMT dibuka secara manual atau beberapa saat setelah PMT ditutup secara manual.
b. PMT trip oleh Circuit Breaker Failure (CBF) atau Direct Transfer Trip (DTT).
c. PMT trip oleh proteksi cadangan (Z2, Z3, OCR/GFR). d. PMT trip oleh Switch On To Fault (SOTF). Bila relai proteksi SUTT tidak dilengkapi dengan fungsi SOTF, maka perlu ditambahkan sirkit A/R blok untuk menunda fungsi A/R setelah PMT dimasukan secara manual. Lama waktu tunda sirkit A/R blok akan ditentukan kemudian. e.
PMT trip oleh out of step protection (bila ada pola out of step trip).
2.3.2.7 Kondisi Autoreclose tidak boleh diterapkan a. SKTT (Saluran Kabel Tegangan Tinggi) Pola autoreclose satu fasa dan tiga fasa tidak boleh diterapkan pada SKTT, karena gangguan yang sering terjadi pada SKTT adalah gangguan permanen. b. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T dimana dititik C tidak ada proteksi bay penghantar (Gambar 2-32). Pola autoreclose tiga fasa tidak boleh diterapkan kecuali jika beban trafo dilepas terlebih dahulu untuk menghindari energize trafo pada saat berbeban.
C
Gambar 2-32. SUTT yang tersambung ke Trafo dengan sambungan T
2.3.3 AVR Trafo tenaga A.
KUALITAS PELAYANAN DAN MUTU TEGANGAN
Penampilan dari sistem distribusi tenaga listrik dan kualitas dari pada pelayanan diantaranya terukur dari level tegangan yang dapat memuaskan pelangganan, dalam kaitan pertimbangan ekonomi Perusahaan Listrik tidak dapat memenuhi masing-masing pelanggan dengan suatu tegangan
yang konstant sesuai name plate tegangan pada peralatan yang dipunyai pelanggan. Terlihat pada Gambar 2-33, Nilai tegangan yang diterima oleh pelanggan pada sirkuit distribusi akan bervariasi, pelanggan yang dekat dengan sumber (First customers) akan merasakan tegangan dengan nilai maksimum, sedangkan nilai tegangan minimum akan dirasakan oleh pelanggan yang berada pada ujung sirkuit (Last rural customers). Primary
Rural
feeder
Primary
First
Last
customers
customers
Last
rural
customers
Gambar 2-33. Ilustrasi Penyebaran Tegangan pada Primary Feeder System Radial
Standar kualitas tegangan yang ditentukan oleh pelanggan PT PLN (Persero) adalah +5 % dan -10 % dari tegangan nominal. Untuk mendapatkan tegangan sirkit distribusi dengan batasan yang diijinkan, diperlukan suatu pengontrol tegangan, menaikan tegangan sirkuit bila tegangan terlalu rendah dan menurunkannya bila tegangan terlalu tinggi. Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan atau pengaturan tegangan system distribusi. Beberapa cara tersebut antara lain: •Menggunakan pengaturan tegangan Generator •Aplikasi peralatan pengatur tegangan pada Gardu Distribusi •Aplikasi Kapasitor pada Gardu Distribusi •Balansing beban-beban pada feeder distribusi •Menaikan ukuran penampang konduktor feeder distribusi •Merubah feeder section dari single-phase ke multiphase •Pemindahan beban pada feeder baru •Install Gardu Induk dan Feeder baru •Menaikan level tegangan primer
•Aplikasi pengatur tegangan di Gardu Hubung •Aplikasi Kapasitor shunt atau seri pada primary feeder. B.
PENGATUR TEGANGAN PADA GARDU DISTRIBUSI
Pengatur Tegangan (Voltage Regulators) digunakan untuk mengatur tegangan output dari Transformator untuk menjaga tegangan output tetap konstan. Terdapat dua tipe Voltage Regulator yaitu tipe induksi dan tipe step regulators. Pada era sekarang ini tipe step regulator telah menggantikan tipe induksi. Tipe step voltage regulator pada dasarnya adalah suatu autotransformer dengan beberapa tap atau step dalam belitan seri. Pada Transformator tegangan tinggi Voltage Regulator tipe step pada umumnya dapat dioperasikan dalam kondisi berbeban dan dikenal dengan sebutan On Load Tap Changer (OLTC). Hal yang sangat penting regulator dirancang untuk mengoreksi tegangan fasa
dari
10
percent
menaikan
(boost)
ke
10
percent
menurunkan/melawan (buck) (+10 percent) dalam 32 step, dengan 5/8 percent perubahan tegangan per step. Catatan bahwa tegangan regulasi secara penuh dengan range 20 percent, dengan perkataan lain jika 20 percent regulasi range dipenuhi oleh 32 step, maka ditemukan 5/8 percent regulasi per step.