1.
BUDIDAYA CHLORELLA
A) Lingkungan Hidup Chlorella Pertumbuhan Chlorella dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah unsur hara, cahaya, suhu, PH, CO2, dan air (Hills dan Nakamura, 1978). Unsur hara atau nutrien yang dibutuhkan oleh Chlorella terdiri dari dua macam, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri dari N, P, K, S , Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn , Cu, Mg, Mo, Co, B dan lainlain. Setiap unsur hara mempunyai fungsi khusus pada Chlorella dan dicerminkan pada pertumbuhannya tanpa mengabaikan pengaruh keadaan lingkungan. Misalnya unsur N, P dan S penting guna pembentukan protein, K berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat. Unsur Fe dan Na berperanan dalam pembentukan chlorophyll, sedangkan unsur Si dan Ca penting di dalam pembentukan sel. Cahava yang dibutuhkan untuk budidaya Chlorella ada dua macam, yaitu berasal dari lampu listrik dan dari matahari. Cahaya lampu listrik digunakan pada budidaya di laboratorium ( in door ) dan cahaya matahari digunakan untuk budidaya di luar laboratorium ( out door ). Chlorella membutuhkan intensitas cahava sekitar 5.00010.000 lux (lampu listrik 40 Watt = 4.000 lux). Suhu yang dibutuhkan oleh Chlorella tergantung kepada strain yang digunakan. Strain psychrophilic hidup pada suhu 10-15°C, strain mesophilic hidup pada suhu 16 34°C (optimum 25-30°C ), strain thermophilic hidup pada suhu 35 - 45°C (lihat klasifikasi Chlorella berdasarkan suhu). Chlorella dalam perairan tawar alami dapat hidup pada pH 4 - 8, sedangkan Chlorella yang dibudidayakan memerlukan pH sekitar 4,5 - 5,6. Hal ini berkaitan dengan kontaminan. Bila suasana lingkungan bersifat basis maka kontaminan dapat hidup dengan baik dan akan merugikan Chlorella tetapi bila suasana asam pada batas yang tidak menggangu kehidupan Chlorella, maka kontaminan tidak tahan hidup pada suasana asam tersebut ( Hills dan Nakamura, 1978 ). Gas CO2 yang diperlukan secara normal sekitar 5%, tetapi udara hanya mengandung gas CO2 0,03%. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diusahakan dengan melakukan aerasi pada tempat budidaya Chlorella. Media air dalam budidaya harus dalam jumlah cukup demikian pula kandungan nutrien yang diperlukan oleh Chlorella. Pertumbuhan Chlorella dalam media budidaya terbatas mengikuti pola pertumbuhan sigmoid seperti gambar 1. Dari gambar 1 menunjukkan
terdapat
5
fase
pertumbuhan
phytoplankton termasuk Chlorella, yaitu fase istirahat, logaritmik, berkurangnva Universitas Gadjah Mada
1
pertumbuhan relatif, pertumbuhan tetap dan fase kematian. ( Guerrero III dan Villegas, 1982 ). 1.
Fase istirahat Sesaat setelah pemasukan bibit Chlorella ke dalam media budidaya, populasinya belum mengalami perubahan. Kemudian setelah beberapa waktu sel Chlorella mulai
Gambar 1, Pola pertumbuhan Chlorella dalam Media budidaya dengan nutrisi terbatas ( Sumber: Guerrero III dan Villegas,1982 ) Keterangan: 1.
Fase istirahat
2.
Fase logaritmik (eksponensial)
3.
Fase berkurangnya pertumbuhan relatif
4.
Fase pertumbuhan tetap (stasioner)
5.
Fase kematian
mulai berubah, secara fisiologis sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein Baru. Chlorella melakukan metabolisms, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga juin lali populasi belum bertambah.
2.
Fase logaritmik atau eksponensial Pada fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada keadaan lingkungan yang optimum (cahaya, CO2, pH, nutrisi), maka laju pertumbuhan populasi dan ukuran sel mencapai maksimal.
Universitas Gadjah Mada
2
3.
Fase berkurangnya pertumbuhan relatif Pada fase ini terjadilah fase transisi dart pertumbuhan logaritmik beralih ke fase stasioner yang berlangsung beberapa saat.
4.
Fase stasioner Pada fase ini pertumbuhan mulai menurun bila dibandingkan dengan fase logaritmik, hal ini berkaitan dengan terbatasnya nutrisi cenderung semakin menurun karena tidak ditambah dari luar. Laju reproduksi relatif seimbang dengan laju kematian, maka populasi Chlorella tetap tidak berubah dalam waktu beberapa hari dan akhirnya memasuki fase kematian.
5.
Fase kematian Pada fase ini laju kematian atau penurunan jumlah populasi lebih cepat daripada laju reproduksi. Penurunan jumlah populasi disebabkan karena tidak terdapat penambahan nutrisi Baru dari luar pada media budidaya tersebut. Nutrisi yang tersedia telah habis digunakan oleh Chlorella untuk pertumbuhan.
B) Tahap Budidaya Chlorella Untuk membudidayakan Chlorella ada tiga tahapan yang harus dilakukan, yaitu tahapan koleksi, pemurnian dan perkembangbiakan ( Villegas, 1981; Stein, 1973). 1.
Koleksi Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh bibit Chlorella dari perairan tawar alami, seperti dari sungai, danau, rawa, kolam, dan genangan perairan tawar lainnya. Seperti diketahui bahwa di dalam perairan alami terdapat kehidupan berupa virus, bakteri, jamur, zooplankton dan phytoplankton serta organisme makro lainnya. Chlorella merupakan salah satu jenis yang masuk golongan phytoplankton. Jensen ( 1987 ) mengemukakan bahwa di dalam perairan alami terdapat spesis phytoplankton sekitar 25.000 macam. Chlorella dari perairan alami yang masih tercampur dengan berbagai macam organisme hidup lainnya dapat dikumpulkan dengan menyaringnya menggunakan jaring plankton yang mata jaringnya berukuran 30 .mes/cm2. Hasil penyaringan ditampung di dalam gelas piala pada ujung jaring plankton yang disebut kolektor dengan volume 50 cc. Apabila kepadatan plankton dalam perairan alami rendah maka contoh air yang disaring sebanyak 10 -15 liter, tetapi bila kepadatannya tinggi cukup menyaring air alami 5-10 liter. Organisme tersebut kemudian dipindahkan ke dalam
Universitas Gadjah Mada
3
tabung reaksi atau tabung lainnya, lalu dibawa ke Lahoratorium dan diusahakan tetap hertahan hidup karena akan digunakan untuk isolasi atau pemurnian.
2.
Pemurnian Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan atau memurnikan salah satu spesis phytoplankton yaitu Chlorella dari organisme lain yang ada bersama-sama dalam contoh air alami yang disaring menggunakan jaring plankton. Teknik pemurnian ada dua macam, yaitu secara biologis dan mekanis. Untuk pemurnian Chlorella digunakan cara mekanis. Pemurnian cara mekanis ada beberapa macam, diantaranya adalah cara pengenceran berseri, pengulangan sub-kultur, pipet kapiler dan cara goresan. Untuk pemurnian Chlorella dapat digunakan dua macam pemurnian, yaitu dengan pipet kapiler dan cara goresan. a.
Teknik pemurnian pipet kapiler Teknik pemurnian Chlorella dengan menggunakan pipet kapiler secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2..
Pemumian
Menggunakan
Pipet
Kapiler
(Sumber:
Guerrero dan Viilegas, 1982) Caranya : 1)
Tempatkan 10-15 tetes koleksi atau contoh plankton alami di alas cawan petri
2)
Tempatkan 6-8 tetes media kultur yang cocok dengan kebutuhan phytoplankton yang diinginkan. Misalnya media Miguel Allen atau Walne atau lainnya untuk spesis Chlorella. Media kultur ditempatkan pada posisi mengelilingi koleksi plankton alami sebanyak 6 tempat dan diberi nomor memutar sesuai jarum jam, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
3)
Pindahkan koleksi plankton alami secukupnya ke media kultur nomor 1 dengan menggunakan pipet kapiler steril. Universitas Gadjah Mada
4
4)
Selanjutnya dilihat dibawah mikroskup.
5)
Pindahkan dengan menggunakan pipet kapiler steril kelompok atau unit tunggal Chlorella dari media nomor 1 ke media nomor 2.
6)
Ulangi cara tersebut ke media nomor 3, demikian seterusnya sampai diperoleh Chlorella murni sesuai keinginan.
7)
Selanjutnya Chlorella murni tersebut pindahkan ke tempat lain secara aseptis, misalnya ke tabung Erlenmeyer yang telah berisi media cair steril yang
sesuai
diinkubasikan
untuk
kebutuhan
hidup
ruangan
yang,
dalam
Chlorella
dan
kondisinya
selanjutnya cocok
bagi
perkembangbiakan Chlorella. b.
Teknik pemurnian goresan Teknik pemurnian dengan sistem goresan ini ada dua macam, yaitu teknik pemurnian dengan agar petri dan tabung miring atau agar miring. 1)
Teknik pemurnian agar petri ( Guerrero Ill dan Villegas, 1982 ) Teknik pemurnian ini dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 .
Gambar 3 . Goresan phytoplankton pada agar petri Keterangan : a
=
cawan petri
b
=
media agar padat
c
=
koleksi plankton alami
d
=
goresan plankton alami paralel
e
=
jarum ose
Caranya : a)
Siapkan cawan petri media agar 1-1,5% dan tambahkan pupuk Miguel Allen atau lainnya untuk Chlorella dan sterilkan.
Universitas Gadjah Mada
5
b)
Tempatkan 3-5 tetes koleksi plankton alami pada bagian tepi media agar. Goreskan plankton tersebut menggunakan jarum ose steril secara paralel (Gambar 3 ).
c)
Cawan petri ditutup dan selanjutnya diinkubasikan selama 4-8 hari dalam ruangan yang, kondisinya menjamin untuk pertumbuhan Chlorella.
d)
Selanjutnya dilihat di bawah mikroskup untuk mengetahui koloni phytoplankton yang diinginkan, yaitu koloni Chlorella.
e)
Pindahkan koloni Chlorella tersebut menggunakan jarum ose steril, tempatkan diatas cover glass dan amati dibawah mikroskup. Bila telah diperoleh koloni murni meyakinkan selanjutnya dipindahkan. Bila belum diperoleh koloni murni seperti yang diinginkan maka kegiatan diulangi hingga berhasil.
f)
Ambil dan pindahkan menggunakan jarum ose steril koloni tunggal Chlorella tersebut dan goreskan pada media agar dalam cawan petri lain yang telah dipupuk secara steril. (lihat gambar 4)
Gambar 4 Teknik pemurnian Chlorella pada agar petri Keterangan:
a
= cawan petri
c = Chlorella murni
b = media agar g)
Pindahkan
Chlorella
murni
ke
d = jarum ose dalam
media
cair
untuk
dikembangbiakan.
Universitas Gadjah Mada
6
2)
Teknik pernurnian agar miring (Guerrero III dan Villegas, 1982 ) Teknik pemurnian ini secara garis besar dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Teknik pemurnian agar miring Caranya : a)
Siapkan tabung reaksi posisi miring, berisi media agar dan telah diberi pupuk Chlorella misalnya Miguel Allen secara steril
b)
Tempatkan contoh unit Chlorella tunggal atau murni dari 1) e)
di
tengah-tengah permukaan agar, kemudian eoreskan secara zig-zag menggunakan jarum ose steril. c)
Selanjutnya Chlorella murni tersebut dengan menggunakan pipet kapiler atau memotong bersama media agar dengan menggunakan mikrospatula steril, kemudian digindahkan ke dalam tabung yang telah berisi media pertumbuhan cair untuk dikembangbiakkan. Setelah mendapatkan bibit Chlorella murni dengan cukup, maka
proses selanjutnya adalah membudidayakannya secara massal. Budidaya
secara
massal
dilakukan
di
luar
ruangan
dengan
mengandalkan cahaya matahari sebagai sumber energi, dart pupuk yang digunakan adalah pupuk teknis. Pupuk teknis yang digunakan terdiri dari (Hills dan Nakamura, 1978) : KNO3 ........................................... 100 g / ton FeCl3 ................................................ 3 g / ton NaH2,PO4.10H2O ........................... 10 g / ton atau Za ................................................ 100 g / ton TSP ................................................. 15g / ton Urea ................................................ 5 g / ton
Universitas Gadjah Mada
7
C) Budidaya Massal Budidaya massal Chlorella tergantung tujuannya dan sampai saat ini ada dua macam, yaitu 1) untuk kesehatan manusia dan 2) untuk pakan hewan. Dari kedua tujuan budidaya tersebut satu dengan lainnya ada perbedaan dalam hal cara budidaya, cara panen cara prosesingnya. 1.
Budidaya semi massal dan massal untuk kesehatan manusia a.
Cara budidaya Untuk keperluan ini diperlukan jenis Chlorella pyrenoidosa dan Iebih baik lagi bila sampai strainnya, misalnya Chlorella pyrenoidosa strain Ishigakijima, Tamiya, Myers atau strain lainnva. Dari bibit Chlorella murni kemudian dibudidayakan samara bertingkat dalam tabung yang telah mengandung media cair dan ke dalamnya telah diberi pupuk Chlorella yaitu Miguel Allen atau Walne atau lainnya. Media Miquel Allen
1. Larutan A KNO3 Akuadest
20,2 g 100,0 g
2. Larutan B Na2HPO4.12 H2O CaCl2. 6 H2O FeCl3 HCI Akuadest
4g 4g 2g 2 ml 80 ml Media Walne
NaNO3 Na2EDTA H3BO3 NaH2PO4.2H2O FeC13. 6H2 O MnC12. 4 H2O 1. Vitamin B1 B12 2. Larutan logam mikro ZnCl2 CoCl2. 6H2O (NH4)6. Mo7O24. 4H2O CuSO4. 5 H2O Air tawar hingga
100,00 mg 45,00 mg 33,60 mg 20,00 mg 1,30 mg 0,36 mg
0,100 mg 0,005 mg
0,021 mg 0,020 mg 0,009 mg 0,020 mg 1.000,000 ml
Universitas Gadjah Mada
8
Semula budidaya dilakukan dalam tabung bervolume 100 ml, kemudian setelah 4-5 hari dipindahkan ke tabung volume 800 ml dan sesudah 4-5 hari dipindahkan ke dalam tabung volume 2.000 ml. Budidaya ini secara keseluruhan memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Setiap tahap pemindahan perlu disisakan 30% sebagai bibit awal. Selanjutnya Chlorella dipindahkan ke dalam kolam bulat dengan volume bertingkat dan kolam budidaya berada di luar laboratorium atau out door. Kolam bulat pertama bergaris tengah 2 m dan setelah 4-5 hari Chlorella beserta medianya dipindahkan kedalarn kolam volume lebih besar bergaris tengah 6 m dan selanjutnya setelah 4-5 hari Chlorella beserta medianya dipindahkan kekolam lain denean garis tengah 8 proses ini memerlukan waktu 8-10 hari. Selanjutnya Chlorella beserta medianya dari kolam garis tengah 8 m dipindahkan ke kolam bulat terakhir dengan garis tengah 40-50 m. Setiap kolam bulat dilengkapi pengaduk mekanis yang berputar terus dengan tujuan supaya Chlorella mendapat cahaya matahari, nutrisi dan lain-lain secara homogen sehingga mereka dapat berkembangbiak optimal. Secara keseluruhan dari awal hingga akhir memerlukan waktu sekitar 30 hari. Selanjutnva dilakukan panen.
b.
Panen Panen
Chlorella
dilakukan
dengan
cara
menyaringnya
untuk
memisahkan dan bahan-bahan yang tidak diinginkan. Selanjutnya dilakukan sentrifuge untuk pengendapan dan pembersihan. Disini dilakukan sentrifuge berulang-ulang setelah Chlorella mengendap kemudian air dibuang, maka akan terjadi pencucian dan dehidrasi. Kegiatan tersebut diulang-ulang sehingga tinggal Chlorella yang telah bebas dari berbagai bahan lainnya, hal ini dapat dikontrol di bawah mikroskup. Selanjutnya massa Chlorella diproses.
c.
Prosesing Chlorella yang diperoleh dari hasil sentrifuge selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin Dyno Mill untuk dipecah dinding selnya. Pemecahan dinding sel ini sangat penting sebab dinding sel Chlorella yang kuat tersebut tidak dapat dicernakan oleh dinding usus manusia. Untuk kesehatan manusia, tidak semua dinding sel Chlorella dipecahkan. Berbagai pabrik Chlorella mempunyai sistem berlainan dalam Universitas Gadjah Mada
9
memecah dinding sel untuk memperoleh produk akhir yang berupa tablet. Pada umumnya pemecahan dinding berkisar 75-95%, jadi dinding sel Chlorella yang dipertahankan utuh berkisar antara 5-25%. Selanjutnya setelah sebagian sel Chlorella dipecah, maka secepatnya Chlorella tersebut masuk dalam ruangan dengan suhu rendah dan kering. Kemudian konsentrat Chlorella tersebut disemprotkan ke dalam udara panas yang kering terus-menerus tetapi elemen nutrien Chlorella hanya rusak sekecil mungkin, dan hasilnya berupa tepung. Selanjutnya tepung Chlorella tersebut dianalisis kandungan gizinya dan bila telah memenuhi persyaratan maka tepung tersebut masuk ke tahapan proses berikutnya yaitu masuk ke mesin pembuat tablet dan sebagian masuk ke mesin pembuat granule, sedangkan ekstrak Chlorella dibuat dari pemanasan Chlorella murni. Pembuatan tablet Chlorella dilakukan secara rnekanis dan alami. Bersifat alami artinya ke dalam tepung Chlorella tidak ada zat pengawet kimia maupun zat perekat. Tepung Chlorella diberi tekanan sebesar 10 ton/cm2 ( Jensen, 1987), sehingga menjadi padat dan tercetak menjadi tablet yang beratnya 200 mg tiap tablet. Selanjutnya tablet Chlorella dikemas ke dalam kantong alumunium foil yang kedalamnya ditambahkan dua bungkusan kecil yang satu berisi silika gel dan lainnya berisi oksigen absorber. Dengan sistem kemasan seperti tersebut maka tablet Chlorella terlindung dari sinar matahari dan akan dapat bertahan 3-5 tahun. Sedangkan ekstrak Chlorella berupa produk cair yang bahan intinya berupa CGF atau Chlorella Growth Factor dan dikemas kedalam botol khusus volume 0,5-1,0 liter.
d.
Nilai nutrisi Chlorella sebagai pakan Pada dasamya Chlorella mirip dengan sayuran darat sebagai pakan, tetapi kelebihannya adalah bahwa Chlorella memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih Komposisi asam amino dalam protein Cblorella kira-kira mendekati komposisi asam amino pada protein hewani, oleh karena itu Chlorella dapat disejajarkan dengan pakan hewani. Chlorella sebagai pakan mengandung semua asam amino essensial dan mutunya lebih baik daripada asam amino pada kedelai.
Universitas Gadjah Mada
10
Kandungan asam amino dalam protein Chlorella tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Asam Amino Dalam Protein Chlorella No
Jenis Jenis asam
Kandungan dalam
amino
100 g Chlorella (%)
Keterangan
1.
Isoleucine*
5,5
a. * = asam
amino
2.
Leucine*
7,7
3.
Lisine*
5,7
b. Selain itu Chlorella
4.
Phenylalanine*
4,1
masih mengandung
5.
Tyrosine
2,7
asam amino lain,
6.
Methionine*
1,5
yaitu .
7.
Cystine
0,9
o asam aspartat
8.
Threonine*
4,3
o serine
9.
Tryptophane*
1,1
o asam glutamat
10.
Valine*
4,9
o proline
11.
Arginine
7,8
o alanine
12.
Histidine
1,2
o ornithine
essensial
o glycine ( Sumber : Hills dan Nakamura, 1978 ; Anonim, 1990 b )
Tujuan Chlorella sebagai pakan yang ditambahkan ke dalam pakan pokok harian adalah untuk memperkaya pakan pokok tersebut. Pengkaya pakan pokok harian untuk ternak yang dibeli dari toko harganya sanghat mahal bila digunakan tiap hari, tetapi hat itu menjadi lebih murah bila pengkaya tersebut diganti Chlorella, nilai nutrisi menjadi lebih tinggi. Mineral seperti Fe, Zn, S, Y, Mn dan garam-garam lainnya sangat dibutuhkan oleh tubuh hewan dan Chlorella mengandung mineral tersebut dengan sangat cukup. Tetapi perlu ditambahkan beberapa mineral Ca, P dan Na dalam jumlah sedikit. Hewan membutuhkan banyak macam vitamin, khususnya kelompok vitamin A dan B, C, D dan E, K, P, N dan L serta lain-lain. Untuk hewan ternak, vitamin yang sangat pelting adalah vitamin A dan D, kemudian kelompok vitamin A dan B. Chlorella mengandung ergosterol yang dapat berubah menjadi vitamin D dalam tubuh hewan. Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang penting dan Chlorella sangat kaya akan vitamin C. Kepentingan vitamin E telah diketahui dengan baik dan vitamin ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kanker, sebab vitamin ini berfungsi sebagai antioksidan. Selain itu vitamin E Universitas Gadjah Mada
11
menyuburkan sel kelamin. Bila kekurangan vitamin E dapat mengakibatkan kemandulan pada hewan jantan dan pada induk betina dapat menyebabkan kematian embryo. Oleh karena itu Chlorella sebagai pakan hewan cukup mengandung berbagai vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh hewan. Kandungan vitamin pada Chlorella lebih bemilai daripada vitamin dalam sayuran umumnya ( tabel 2 ). Tabel 2. Kandungan vitamin dalam 1 g bahan (ug) Bahan pakan Kedelai Yeast Bayam Milk Chlorella
A
B1
B,
Asam
B6
nikotini
C
0,06
5,7
2,3
4-7
k 34
0
0,0
50-250
20-36
50-100
300
0
600,0
15
38
64
130
13.000
4,0
3
13
1,3
10
50
1.000-
4-24
21-58
9,0
120-
2.000-
L
240
5.000
3.000
1 e.
Tingkat daya cerna Chlorella Tingkat daya cerna sangat penting. Chlorella yang masih muda dindingnya sangat halus dan tipis, sangat mudah dicema dan tingkat daya cernanya lebih dari 90%. Tetapi untuk Chlorella yang telah tua dinding selnya sangat tebal dan kuat serta ulet, oleh karena itu tingkat daya cernanya kurang dari 60%. Chlorella kering yang dijemur di bawah sinar matahari tingkat daya cernanya kurang baik, tetapi bila dihancurkan menjadi tepung menggunakan mesin giling, daya cernanya meningkat menjadi 70%. Secara umum Chlorella basah lebih mudah dicerna daripada Chlorella yang telah dikeringkan. Oleh sebab itu memungkinkan memanfaatkan Chlorella sebagai bahan kasar dengan kepadatan tinggi, misalnya Chlorella dipadatkan menjadi pasta atau gumpalan. Perlakuan terbaik adalah dengan metoda blanching dan akan meningkatkan daya cerna lebih tinggi. Tingkat daya cerna Chlorella dari berbagai bentuk perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Gadjah Mada
12
Tabel 3. Tingkat Daya Cema Chlorella Dari Berbagai Bentuk Perlakuan Bentuk perlakuan Chlorella
Daya cerna (%)
1.
Dikeringkan di bawah sinar matahari
51-54
2.
Digiling menjadi tepung kering
61-64
3.
Dipucatkan (blanching), tepung kering
70-80
4.
Dipucatkan (alkohol), tepung kering
73-82
5.
Dijadikan pasta basah, sel muda
90-92
(Sumber : Hills dan Nakamura, 1978 )
f.
Bibit Chlorella Budidaya Chlorella yang bertujuan untuk pakan hewan, kegiatan awal yang hams dilakukan adalah mengadakan seleksi bibit yang akan digunakan. Kehidupan
Chlorella sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.
Beberapa jenis mempunyai tingkat yang berbeda dalam hal menyerap nutrisi yang berasal dari tanah dan air dalam lingkungan hidupnya. Sedangkan jenis lainnya sangat tergantung kepada unsur anorganik hasil dekomposisi bahan organik dalam air limbah tempat mereka hidup. Beberapa jenis Chlorella hanya mampu hidup dengan dukungan gas CO2 yang dimasukkan kedalam air budidaya, sedangkan jenis lainnya dapat hidup dengan baik berkat bantuan gas CO2 yang berasal dari hasil aktifitas bakteri yang dapat menghasilkan CO2. Apabila ingin memperoleh bibit Chlorella yang aktif, maka Chlorella yang hidup karena bantuan dari herbagai fasilitas harus dihindari, sebab mereka mempunyai sifat yang lemah. Untuk keperluan budidaya skala besar diperlukan bibit atau starter yang memiliki sifat yang kuat terhadap serangan mikrobia lain yang merugikan. Walaupun demikian, bibit Chlorella dapat diaklimatisasikan ke dalam media budidaya buatan sebelum digunakan. Hal ini tidak akan baik bila starter tersebut diaklimatisasikan berulang-ulang dalam waktu lama sampai diperoleh sifat yang stabil. Sampai sekarang telah diketahui terdapat lehih dari sepuluh spesis yang mempunyai sifat yang baik, tetapi yang umum terdiri dari 3 kelompok, yaitu Chlorella vulgaris, Chlorella pyrenoidosa
dan Chlorella ellipsoidea.
Walaupun demikian untuk spesis yang sama bila hidup pada tenwat yang berlainan akan memiliki sifat yang berubah dari aslinya. Keadaan demikian disebut sebagai bentuk dan tipe lokal. Oleh karena itu didapatkan tipe lokal yang banyak sekali dalam satu spesis.
Universitas Gadjah Mada
13
g.
Cara budidaya massal Chlorella untuk pakan Cara produksi massal Chlorella dengan ekstensif untuk pakan sangat berbeda dengan cara produksi murni di dalam laboratorium. Produksi massal (out door) tidak menggunakan bahan kimia atau peralatan khusus. Dalam cara produksi massal Chlorella untuk pakan, terdapat berbagai faktor yang harus diperhatikan, yaitu : bentuk kolam, pupuk, air, cahaya, gas CO2, PH, unsur mikro, pertumbuhan dan lain-lain. 1)
Bentuk kolam Kolam budidaya Chlorella untuk pakan hewan merupakan kolam dangkal tanpa konstruksi khusus dan perlengkapan istimewa seperti motor agitator, generator CO2, aerasi agitator, cahaya listrik dan lain-lain. Agitator memarg sangat perlu, tetapi dapat digantikan dengan menggunakan tenaga angin atau tenaga air terjun. Pemusatan berproduksi dalam satu kolam dapat dihindari, hal ini untuk mencegah kerusakan massal karena serangan organisme lain sebagai pemangsa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan konstruksi kolam yang berhubungan secara seri. Bentuk ini memungkinkan dapat menghindarkan kolam lainnya bila salah satu diantaranya mengalami gangguan. Bentuk dan ukuran kolam budidaya tidak masalah. Tetapi bentuk persegi panjang lebih umum dipilih daripada bentuk lainnya. Kedalaman kolam tidak lebih dari 50 cm dan yang penting adalah sinar matahari harus dapat mencapai dasar kolam. Posisi letak dasar kolam dapat sejajar dengan permukaan tanah atau di atas ataupun dibawah permukaan tanah. Arah letak kolam dirancang yang paling menguntungkan terhadap penerimaan sinar matahari. Misalnya arah memanjang kolam membujur arah Timur-Barat dan lebar kolam membujur Utara-Selatan. Bahan untuk konstruksi kolam budidaya sebaiknya dari semen, sebab lebih kuat dan tahan lama daripada bahannya berasal dari vinyl atau polyethelene. Budidaya di luar ruangan atau out door lebih ekonomis bila sinar matahari yang diterima oleh kolam selalu tetap. Produksi Chlorella tidak dipengaruhi oleh kedalaman air kolam, tetapi dipengaruhi oleh letak unit kolam tersebut didalam menerima sinar matahari. Pada saat populasi Chlorella mencapai 0,001-0,1 % maka warna air tampak hijau kekuningan dan kedalaman kolam diusahakan 10-20 cm. Apabila kedalaman air lebih dari itu, maka tubuh Chlorella akan lemah, tetapi bila kedalaman air lebih rendah maka Chlorella akan lebih baik. Walaupun demikian saat cahaya Universitas Gadjah Mada
14
matahari sangat terik, maka suhu air harus dipertimbangkan. Gas CO2 dalam udara akan diserap ke dalam air saat suhu turun di waktu malam. Luas permukaan kolam juga membantu penyerapan gas CO2 tersebut. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah tingkat penguapan dan panas
air
yang
berlebihan.
Keadaan
ini
dapat
diatasi
dengan
memperdalam air kolam atau mengatur aliran air. Sebagai pedoman untuk budidaya massal bahwa dengan luas kolam sekitar 0,8 m2 kedalaman air sekitar 10-20 cm. Meskipun luasnya ditingkatkan tetapi kedalaman air kolam tetap 10-20 cm.
2)
Pupuk Pupuk sangat penting dan unsur makro yang dibutuhkan adalah N, P, K. Unsur N sangat penting dan digunakan sebagai alat pengukur ekonomi bagi budidaya Chlorella. Dalam budidaya murni (in door) urea dan nitrat digunakan sebagai sumber N yang efektif. Urea sebagai sumber N pengaruhnya lebih lambat daripada nitrat. Chlorella hanya tumbuh dalam tingkat menengah saja bila N dari urea. Konsentrasi urea yang digunakan kurang dari 0,1 %, aerasi CO2 diusahakan terus-menerus, sebab tanpa aerasi Chlorella akan mengendap pada dasar tempat budidaya dan hal ini menyebabkan Chlorella tidak berkembangbiak dengan baik. Nitrat dalam bentuk seperti pottasium nitrat, ammonium nitrat, calcium nitrat adalah sumber N yang baik dan akan memberikan efek segera pada pertumbuhan Chlorella. Akan tetapi nitrat harganya cukup mahal bila digunakan untuk budidaya massal. Oleh karena itu untuk budidaya massal tidak mcnggunakan nitrat sebagai sumber N. Sedangkan sebagai sumber N adalah bahan organik alami dan efeknya lebih istimewa. Seperti diketahui bahwa dekomposisi bahan organik yang berupa organ-organ dalam dari ikan, ampas minyak, kotoran ternak, urine ternak, kotoran unggas, tepung darah dan sebagainya merupakan sumber N yang istimewa bagi Chlorella. Mereka dapat lebih balk dapat dimanfaatkan oleh Chlorella apabila telah didekomposisi sempurna. Bakteri seperti bacilli saprophit bertugas sebagai dekomposer bahan organik dan akan dihasilkan ammonium dan CO2, keduanya akan dimanfaatkan oleh Chlorella.
Universitas Gadjah Mada
15
Chlorella yang hidup di alam bebas hanya memiliki kandungan protein sekitar 1-5% bila lingkungannya hanya mengandung unsur N sedikit. Apabila unsur N ditambahkan ke dalam lingkungan tersebut dengan cukup, maka kandungan proteinnya akan meningkat lebih dari 50%. Nakamura (1963) telah memanfaatkan kotoran ayam dan air limbah sebagai sumber N dan CO2 untuk budidaya Chlorella dan hasilnya sangat memuaskan.
3)
Kebutuhan air Air sangat penting bagi Chlorella dan tanpa air Chlorella tidak dapat hidup. Air untuk budidaya Chlorella dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya air kota, air sumur, air sungai, air waduk dan lain-lain. Apabila air kota yang dimanfaatkan untuk budidaya Chlorella, maka harus dipertimbangkan dengan cermat. Air kota tidak dapat langsung digunakan untuk budidaya karena mengandung chlorine, dan chlorine ini harus dihilangkan lebih dulu. Kandungan chlorine air kota sekitar 2 ppm dan tujuannya adalah untuk sterilisasi. Untuk menghilangkan kandungan chlorine dalam air kota, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakn hypochlorine, perebusan, pengendapan, dan lainlain. Kandungan chlorine air kota bervariasi, bila kandungan chlorine sekitar 0,7 ppm, maka untuk menghilangkannya ke dalam air kota dapat dimasukkan satu butir granule kristal hypochlorine kedalam 40 liter air kota. Kandungan chlorine dalam air kota dapat pula dihilangkan dengan melakukan perebusan. Air kota yang masih mengandung chlorine dipanaskan hingga mendidih selama 10-15 menit, lalu didiamkan sampai menjadi dingin selanjutnya dapat digunakan. Untuk budidaya dalam laboratorium dengan air kota yang telah dipanaskan tidak masalah, tetapi untuk budidaya massal tidak ekonomis. Apabila air kota terpaksa digunakan tanpa perlakuan seperti tersebut diatas maka air kota harus diendapkan dulu. Air tersebut didiamkan dulu selama satu hari satu malam agar terjadi pengendapan, setelah itu air dapat dimanfaatkan untuk budidaya. Bila ke dalam air budidaya telah dimasukkan bahan reagen seperti urea, sodium biphosphate, magnesium sulphate dan lain-lain, maka air tersebut dibiarkan dulu lebih dari satu hari supaya gas-gas yang timbul dan Universitas Gadjah Mada
16
kemungkinan membahayakan Chlorella dapat lepas ke luar air. Selanjutnya bibit Chlorella yang akan dibudidayakan dapat dimasukkan. Untuk budidaya Chlorella secara massal sebaiknya menggunakan air alami yang segar, banyak mengandung mineral seperti air sumur, sungai, danau dan lainnya. Oleh karena itu sewaktu merencanakan akan membangun kolam budidava Chlorella perlu dipilih lokasi yang airnya terjamin sepanjang tahun dan terhindar dari kemungkinan banjir dan tercemar.
4)
Kebutuhan cahaya Bila lingkungan telah mendukung, dengan baik, maka Chlorella hanya dapat tumbuh dengan baik kalau mendapat cahaya yang cukup, sebab Chlorella merupakan salah satu jenis tumbultan hijau air yang melakukan proses photosintesis. Pertumbuhan Chlorella berkaitan erat dengan intensitas cahaya yang diterimanya. Aktifitas Chlorella secara umum dapat mencapai maksimum pada saat intensitas cahaya yang diterimanya berkisar antara 5.000-10.000 lux ( lampu 40 W = 4.000 lux ). Apabila intensitas cahaya yang diterima oleh Chlorella sangat rendah, misalnya 4.000 lux, maka pertumbuhan Chlorella berhenti. Sehaliknya bila intensitas cahaya yang diterimanya lebih dari 10.000 lux, misalnya 20.000 lux, akibatnya Chlorella berwarna putih atau tak berwarna dan akhirnya merosot kemudian mati. Pada tengah hari terjadi pancaran cahaya matahari yang sangat kuat dan intensitas cahaya dapat lebih dari 100.000 lux, maka bagi strain Chlorella yang aslinya hidup pada lokasi dengan cahaya lemah, maka sering terjadi Chlorella menjadi putih dan akhirnya mati. Sebaliknya bila Chlorella tersebut berasal dari tempat dengan sinar yang kuat kemudian intensitas cahaya diturunkan, maka tidak akan terjadi pembelahan dan produksi Chlorella berkurang banyak. Misalnya Chlorella yang berasal dari daerah tropis atau sub tropis, kemudian dibudidayakan pada tempat yang hanya mendapat cahaya flouresen lampu dengan intensitas rendah, maka produksinya sangat rendah. Walaupun
demikian
beberapa
strain
Chlorella
dapat
didomestikasikan dengan cara bertahap, kemungkinan dari proses ini dapat meningkatkan produksi. Beberapa strain sulit didomestikasi, tapi beberapa diantaranya mudah didomestikasikan. Langkah-langkah untuk budidaya massal Chlorella yang perlu dilakukan adalah : Universitas Gadjah Mada
17
a)
pilih strain Chlorella yang hidup dari lingkungan dengan intensitas cahaya tinggi.
b)
membudidayakan
Chlorella
tersebut
pada
lingkungan
dengan
intensitas cahaya untuk batas optimumnya. Untuk beberapa strain Chlorella dapat menimbulkan gas O2 hasil photosintesis dan sering menyebabkan terbentuknya buih pada permukaan air budidaya. Bila buih yang terbentuk terlalu banyak dapat menghalangi masuknya sinar matahari kedalam air. Untuk menghilangkan buih tersebut dapat digunakan bahan kimia tertentu, tetapi sayangnya bahan tersebut menimbulkan efek kurang baik terhadap ternak yang mengkonsumsi Chlorella. Cara lain adalah dengan melakukan pengadukan air budidaya.
5)
Pasokan gas CO2 Pada
budidaya
murni
dalam
laboratorium,
udara
yang
mengandung gas CO, 3-5% dapat dimasukkan ke dalam media budidaya Chlorella. Pasokan CO2 secara buatan ini terlalu mahal bila diterapkan pada budidaya Chlorella massal Selain itu pasokan CO, dapat pula menggunakan generator, tetapi alat inipun terlalu mahal untuk diterapkan pada budidaya massal. Nakamura
(1963)
berdasarkan
pengalamannya,
dia
tidak
menggunakan alat tersebut diatas itu semuanya memasok gas CO, ke dalam
media
budidaya
Chlorella
secara
massal,
tetapi
sebagai
penggantinya dia memanfaatkan pupuk alami, yaitu berupa kotoran ayam dan air limbah. Dengan bantuan aktifitas bakteri untuk mendekomposisi kotoran ayam dan limbah air akan dihasilkan banyak gas CO2. Gas CO2 inilah yang dimanfaatkan oleh Chlorella untuk proses photosintesis. Chlorella dapat tumbuh dengan baik apabila media budidaya diaduk dengan pelan-pelan.
6)
Pengaturan pH Di alam terbuka beberapa strain Chlorella tumbuh lebih baik dalam suasana air yang asam daripada suasana air yang alkalis. Apabila strain Chlorella biasanya hidup pada air yang asam kemudian dipindahkan untuk dibudidayakan dalam media yang alkalis, maka perkembangbiakannya menjadi lambat walaupun tubuh Chlorella tidak merosot atau merana. Strain yang dapat tumbuh baik pada suasana alkalis jarang sekali diperoleh
Universitas Gadjah Mada
18
pada perairan tawar, tapi banyak dijumpai di perairan yang payau atau campuran air asin dan air tawar. Chlorella berkembangbiak dengan sangat aktif dalam kolam atau paya-paya pada saat pH-nya sekitar 5,0-7,0. pH dalam media budidaya Chlorella semula dalam keadaan di bawah normal atau dalam keadaan medium sekitar pH = 5,0 tetapi akan meningkat secara bertahap mendekati alkalis dan dapat mencapai pH = 8,5, hal ini disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara dekomposisi urea dengan pekembangbiakkan Chlorella. Pada saat Ph media lebih tinggi dari 8,5 maka Chlorella mulai menjadi lemah dan akhirnya mati. Selanjutnya dengan perubahan pH yang drastis pada media budidaya menyebabkan perubahan yang bervariasi dalam komponen media ChlorelIa. Pada pH lebih tinggi dari 7,0 , phosphat dirubah dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh Chlorella, yaitu phospat berubah menjadi anion
,
dalam
keadaan
demikian
terjadilah
reaksi
dengan perak nitrat (Ag3 PO4 terbentuk dan bereaksi dengan asam asetat atau ammonium dalam air ). Pada saat pH media budidaya bersifat sangat asam atau tidak menjadi asam kuat ( pH 5,6-6,5 ) maka phospat dalam bentuk
anion
dan
,
yang
dapat
diserap oleh Chlorella. Media budidaya menjadi dalam keadaan sangat asam, maka phospat akan bereaksi dengan Fe atau Al untuk membentuk gabungan kompleks yang tidak larut. Pada saat hampir seluruh ion phospat berubah menjadi gabungan yang tidak larut dalam larutan asam kuat, maka keadaan ini mendorong pH media berada pada kisaran pH 5,6-6,5, sampai sejauh ini telah diketahui bahwa unsur Fe sangat sensitif bila terjadi perubahan pH. Walaupun demikian, besi ammonium citrat digunakan dalam budidaya hingga kini karena mereka paling stabil dan tidak terpengaruh banyak oleh perubahan pH. Dalam larutan alkalis, karbon dioksida (CO2) berubah menjadi dan CO tetapi tidak dapat diserap oleh Chlorella, mineral seperti Mn, B, Mo dan sebagainya juga berubah menjadi bentuk yang tidak dapat diserap oleh Chlorella. Walaupun demikian seringkali terjadi kontaminasi mikrobia yang merugikan apabila pH pada media budidaya menjadi alkalis. Sebagai contoh, Rotifera sering kali meningkat jumlahnya dalam kondisi alkalis. Pada permukaan media budidaya Chlorella tampak kuning warnanya dan itu adalah kelompok Rotifera yang dapat merugikan Chlorella sebab mereka dapat melahapnya sebagai makanannya. Universitas Gadjah Mada
19
7)
Pengaruh mikroelemen Chlorella seperti halnya tumbuhan hijau umumnya, memerlukan elemen seperti C, O, H, N, P, K, Mg, Fe, Mn, Mo, B, S, Cu, Al, dan sebagainya. Semua elemen tersebut akan tersedia dengan cukup apabila ke dalam budidaya digunakan air limbah. Dalam budidaya murni diperlukan tambahan elemen mikro buatan, tetapi untuk sistem budidaya massal, elemen mikro buatan tersebut tidak diperlukan, sebab harganya terlalu mahal dan memang telah tercukupi dari air limbah yang digunakan. Apabila terjadi gejala kekurangan mikro elemen, maka dengan menambah sedikit tanah akan dapat terpenuhinya. Selain yang dijelaskan di atas, elemen phosphor (P), potassium (K) dan magnesium (Mg) diperlukan dalam jumlah relatif besar, tetapi hal ini dapat dipenuhi bila ke dalam media budidaya digunakan kotoran dan urine dari ternak sebagai pupuk, misalnya kotoran ayam. Bila bertujuan utnuk meningkatkan kandungan chlorophyll supaya tampak hijau tua, maka jumlah penggunaan nitrogen (N), magnesium (Mg) dan besi (Fe) ditingkatkan jumlahnya. Komposisi protein dalam. sel Chlorella mirip dengan komposisi protein hewani, misalnya asam amino essensial dikandung dalam jumlah besar oleh Chlorella. Elemen sulphur (S) akan berpengaruh terhadap kandungan asam amino dalam tubuh Chlorella. Bila elemen ini cukup, maka Chlorella.akan memiliki kandungan asam amino relatif tinggi. Hydrogen sulphida dan sulphur dioxida dapat merugikan Chlorella, maka biasanya sulphur diberikan dalam bentuk anion
, yaitu dari
MgSO4. Dalam budidava murni, besi diberikan dalam jumlah sedikit dalam bentuk FeSO4, FeCl3, tetapi pada budidaya massal elemen tersebut tidak diberikan. Bila kemungkinan terjadi kekurangan besi, maka yang lebih efektif adalah menggunakan feri ammonium citrat, tetapi bila keadaan pH meningkat menjadi alkalis maka elemen ini berada dalam bentuk yang sulit diserap oleh Chlorella. Oleh karena itu apabila pH berubah ke arah alkalis, maka pemberian feriammonium citrat ditiadakan. Jadi pemberian mikro elemen pada budidaya massal perlu dipertimbangkan dan disesuaikan dengan kondisi media budidaya. Penambahan mikroelemen yang tidak tepat, dapat merugikan pertumbuhan Chlorella.
Universitas Gadjah Mada
20
8)
Penambahan bahan untuk pertumbuhan Bila pupuk organik belum didekomposisi sempurna, maka Nitrogen organik belum berubah menjadi ammonium dan elemen inilah yang dapat diserap oleh Chlorella. Proses dekomposisi bahan tersebut dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil enzym urease. Urine dari ternak, inisalnya ternak ayam, kambing dan lainnya merupakan sumber N organik untuk budidaya massal Chlorella. Urea dalam urine ternak tersebut akan didekomposisi dengan cepat oleh urease yang ditambahkan dan akan menjadi ammonium. Chlorella akan menyerap ammonium tersebut untuk pertumbuhannya. Enzym urease dapat pula diperoleh dari tepung kedelai. Sebagai contoh, kira-kira 35 liter urine dari kambing ke dalamnya dapat ditambahkan tepung kedelai sebanyak 30 gram, kemudian letakkan dalam ruangan bersuhu 6°C, maka urine tersebut akan berubah menjadi ammonium karbonat dalam waktu 12 — 24 jam, kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam media budidaya Chlorella. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan memasukkan 50 gram tepung kedelai ke dalam media budidaya sebanyak 30 liter. Cara penambahan tepung ke dalam media budidaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) tepung kedelai dibungkus train kemudian direndam ke dalam media budidaya selama beberapa hari, (2) tepung kedelai disebar merata ke dalam air media budidaya Chloreolla. Cara yang pertama lebih baik daripada cara ke dua, perendaman sekitar tujuh hari, cukup untuk dapat mendekomposisi urea. Pada saat terjadi perubahan mendadak jumlah ammonium meningkat, maka pH media budidaya menjadi alkalis, menyebabkan pertumbuhan Chlorella tertekan. Sebagai tambahan, bila tepung kedelai mutunya sangat baik, maka larutan media budidaya menjadi keruh menyebabkan terjadi kontaminasi mikrobia lainnya, oleh karena itu agar tidak menyebabkan kekeruhan maka perlu ditambahkan pecahan kedelai yang kasar ke dalam tepung kedelai tersebut. Kedelai tidak hanya mengandung enzym urease raja, tetapi juga mengandung enzyme protease, lipase, karbohidrase, dekarboxylase, karhodehydrase, dan lainnva. Penambahan tepung kedelai ke dalam media budidaya yang mengandung pupuk dari kotoran ternak merupakan upaya yang sangat Universitas Gadjah Mada
21
baik bagi Chlorella. Selain itu tepung kedelai juga dapat mengaktifkan mikrobia lain yang dapat menghasilkan CO2, dan gas ini dapat dimanfaatkan oleh Chlorella untuk proses photosintesis. Darah ikan atau darah ternak dapat pula digunakan seperti tepung kedelai sejauh mengandung urease yang cukup tinggi, dan darah tersebut juga mengandung protein, lemak serta sejumlah enzym yang dapat mendekomposisi bahan-bahan organik. Aktifitas enzym dapat berubah pada suhu lebih dari 56°C, oleh karena itu kedelai atau darah yang telah dipanaskan tidak dapat digunakan lagi sebagai sumber enzym urease. Darah berisi banyak protein yang larut dalam air. Protease darah akan menguraikan larutan protein dalam air menjadi asam amino, kemudian dirubah menjadi ammonium dan CO2. Ammonium dan CO2, langsung dapat dimanfaatkan oleh Chlorella dalam proses photosintesis. Selain itu hasil antara dari pemecahan protein akan didekomposisi oleh bakteri calon dan menghasilkan CO2 dan gas ini dapat dimanfaatkan oleh Chlorella dalam proses photosintesis.
9)
Pengendalian budidaya Dalam usaha budidaya Chlorella, pengendalian sangat penting untuk dilakukan. Pengendalian budidaya meliputi : sinar matahari, pengadukan, panas, pH, pupuk, kontaminan, musim, warna, kemerosotan, musim panas dan musim dingin. a)
Sinar matahari Apabila sinar matahari dapat diterima oleh setiap individu Chlorella dengan baik, maka Chlorella akan tumbuh optimal di seluruh kolam. Pada prinsipnya, budidaya Chlorella mirip dengan budidaya sayuran di daratan, tetapi budidaya Chlorella tampak aneh bila dibandingkan dengan tanaman sayuran daratan, sebab pada budidaya Chlorella waktu panen air budidaya ikut dipanen. Hydrophonik merupakan budidaya pertanian dan merupakan salah satu model budidaya air, tetapi budidaya Chlorella berbeda dengan bentuk budidaya
hydrophonik.
Budidava
Chlorella
dilakukan
dengan
membenamkan secara keseluruhan tubuh Chlorella ke dalam air, tetapi hydrophonik hanya akar tumbuhan saja yang masuk ke dalam air sedang batang dan daunnya di luar air. Universitas Gadjah Mada
22
Oleh karena sinar matahari merupakan salah satu faktor utama, maka harus diusahakan supaya kolam budidaya ditempatkan pada daerah yang selalu mendapat sinar sepanjang hari. Sebagai contoh, lereng yang selalu mendapat sinar matahari adalah yang terletak di lereng Selatan pegunungan, jadi lereng Selatan merupakan lokasi yang cocok. Pada kejadian khusus bila pegunungan atau pohon besar menghalangi sinar yang jatuh ke permukaan kolam, maka tempat tersebut dapat pula dimanfaatkan dengan alat tambahan berupa cermin untuk memantulkan cahaya matahari diarahkan ke permukaan kolam. Selain sinar matahari, kegiatan pengadukan media budidaya sangat penting pula.
b)
Pengadukan air Sebagai tanda yang balk bahwa pertumbuhan Chlorella meningkat adalah bila warna air media budidaya tampak hijau tua tiap hari. Keadaan demikian menyebabkan penetrasi sinar matahari untuk mencapai dasar kolam sulit terlaksana, karena terhalang oieh Chlorella di atas dasar. Oleh karena itu, Chlorella yang berada di dasar kolam lebih lemah, sehingga pertumbuhannya terhambat sebab kekurangan sinar matahari. Supaya Chlorella di dasar kolam mendapat sinar matahari yang cukup, maka dilakukan pengadukan air secara merata, sehingga Chlorella tersebut terangkat ke atas berada di permukaan air kolam. Kegiatan pengadukan tidak hanya untuk pemerataan sinar matahari tetapi juga untuk mendapatkan udara. Di alam terbuka Chlorella tidak dapat tumbuh melimpah dalam air, karena dalam air alami terbuka kekurangan oksigen, menyebabkan tidak terjadi populasi Chlorella berlebihan. Tetapi berbeda dengan budidaya buatan, pertumbuhan Chlorella berkurang bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena populasi yang berlebihan, khususnya pada dasar kolam atau pada malam hari. Oleh karena itu kegiatan pengadukan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan produksi Chlorella. Pengadukan bertujuan untuk memeratakan sinar matahari dan udara, kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai peralatan, yaitu dengan agitator yang dapat digerakkan dengan menggunakan tenaga angin atau tenaga air. Selain itu dapat pula konstruksi kolam dibuat begitu rupa sehingga air dapat mengalir perlahan-lahan dari Universitas Gadjah Mada
23
petakan kolam satu ke kolam lainnya yang lebih rendah letaknya. Kegiatan pengadukan dapat pula dilakukan dengan menggunakan pompa, sehingga air bekas dari kolam terendah dipompa ke kolam paling tinggi letaknya untuk memasukkan udara ke dalam air media budidaya.
Kegiatan pengadukan tidak dilakukan terus-menerus
sepanjang hari, tetapi cukup beberapa kali tiap hari, misalnya setiap 3-4 jam sekali @ 15-30 menit. Oleh karena banyak cara pengadukan yang dapat dilakukan, maka harus dipilih salah satu yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi dan keuangan.
c)
Suhu air Pada
umumnya
mengendalikan
suhu
air.
tidak
terdapat
Chlorella
cara
khusus
berkembangbiak
untuk dengan
photosintesis pada suhu optimumnya, misalnya Chlorella pvrenoidosa strain Tamiya suhu optimumnya 35-36°C, Chlorella pvrenoidosa strain Myers suhu optimumnya 36-37°C dan Chlorella pvrenoidosa strain Soong suhu optimumnya 40-41°C.
d)
Pengontrolan pH Chlorella dapat tumbuh dengan baik pada pH 4,5 - 8,0. Sering terjadi pH turun di bawah 4,5 atau naik di atas 8,0. Dalam pemanfaatan pupuk alami, misalnya kotoran ayam atau air limbah pH sering alkalis, kadang-kadang pH lebih tinggi dari 8,5, maka keadaan ini perlu pengaturan pH. Penyebab keadaan alkalis ini adalah kegiatan dekomposisi nitrogen organik yang berubah secara bertahap menjadi ammonium. Pada tahap awal pH media budidaya dalam keadaan asam lemah, secara bertahap nilai pH meningkat menjadi alkalis sampai terbentuk formasi ammonium. Sampai pH mencapai nilai 8,0 pertumbuhan Chlorella tidak mengalami penurunan. Media budidaya dalam kisaran alkalis normal dapat membantu aktifitas mikrobia untuk menghasilkan CO2 dan gas ini dapat dimanfaatkan oleh Chlorella untuk tumbuh melimpah, dan CO2 dapat menetralkan keadaan yang alkalis tersebut. Pada saat suasana menjadi alkalis kuat pH lebih dari 8,0, hanya mikrobia bakteri yang tumbuh dengan giat, Chlorella berkurang dan sering mati dalam media budidaya alkalis kuat.
Universitas Gadjah Mada
24
Secara alami, Chlorella tumbuh pada kondisi pH yang bertentangan dengan mikrobia lain yang merugikan. Misalnya Chlorella hidup baik pada pH kurang dari 8,0 tetapi mikrobia kontaminan yang merugikan Chiorella hidup dengan baik pada pH lebih tinggi dari 8,0. Pada keadaan tertentu pH dapat meningkat menjadi lebih tinggi dari 8,0, maka dalam keadaan demikian pH harus diatur supaya lebih rendah dari 8,0. Untuk mengetahui nilai pH dapat digunakan beberapa cara, yaitu dengan kertas lakmus (PR, BTB), stick pH, pH meter, dan lainlain. Penurunan pH dapat menggunakan HCI atau H2S, tetapi penggunaan bahan kimia ini tidak dianjurkan karena komponen anorganik essensial seperti Mg, Fe dan Mn akan bereaksi membentuk senyawa yang dapat merugikan Chlorella. Sedangkan yang dianjurkan adalah asam nitrit, asam phosphoric atau asam asetat. Perlakuan dengan asam hendaknya berhati-hati sebab kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian. Untuk menurunkan pH 9,0 menjadi pH sekitar 7,0 dapat dimasukkan asam nitrit ke dalam media budidaya seteiah asam tersebut diencerkan dengan air sebanyak 10 kalinya. Sesudah pengaturan pH dilaksanakan, maka pupuk dapat diberikan ke dalam kolam budidaya. Selanjutnya kesegaran media meningkat akhirnya Chiorella akan tumbuh kembali dengan baik.
e)
Penambahan pupuk Seperti halnya pada budidaya sayuran darat, memberikan tambahan pupuk yang utama adalah untuk pertumbuhan, dan hal itu berlaku sama pada budidaya Chiorella. Budidaya
Chiorella
secara
massal
di
luar
ruangan
memungkinkan terjadinya pengurangan volume media budidaya karena penguapan. Kekurangan media air budidaya tersebut harus ditambah supaya volume air budi daya tetap dan tidak berubah. Demikian pula akan terjadi pengurangan nutrisi, karena diserap oleh Chlorella maka penambahan nutrisi berupa pupuk harus dilakukan. Penambahan pupuk harus tepat baik tentang waktu dan jumlahnya, sebab bila tidak tepat dapat merugikan. Penambahan pupuk yang baik dapat dilakukan pada waktu setelah terjadi hujan
Universitas Gadjah Mada
25
lebat atau pada waktu terjadi panas yang terik. Pemberian dilakukan sedikit demi sedikit setiap hari.
f)
Melawan kontaminan Pada sistem budidaya Chlorella yang bertujuan untuk dikonsumsi oleh manusia, bibit Chlorella berasal dart hasil budidaya murni dalam ruangan (in door). Sifat alaminya telah banyak berkurang terutama sifat untuk melawan kontaminan. Budidaya Chlorella yang bertujuan untuk pakan hewan, sangat berbeda dengan budidaya yang bertujuan untuk manusia. Bibit Chlorella untuk budidaya pakan hewan berasal dari lingkungan alami dan kontaminan tidak menjadi masalah, sebab justru Chlorella dapat hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan kontaminan. Misalnya dengan kontaminan bakteri saphrophit, Chlorella dari proses photosintesis menghasilkan O2 dan gas ini dimanfaatkan oleh bakteri untuk bernafas, bakteri dalam aktifitasnya menghasilkan CO2 dan gas ini dimanfaatkan oleh Chlorella untuk proses photosintesis. Jadi kehadiran kontaminan dapat saling menguntungkan antara kontaminan dengan Chlorella. Chlorella yang berasal dari alam terbuka memiliki antibiotika yaitu chlorellin untuk melawan mikrobia lain yang merugikan. Sangat berlainan dengan Chlorella yang berasal dari budidaya murni, mereka dapat hidup dengan baik karena semua fasilitas yang dibutuhkan telah tersedia dengan lengkap dan semua gangguan telah dihindarkan dengan berbagai perlindungan. Hal semacam ini berakibat Chlorella kehilangan
kemampuannya
untuk
melawan
kontaminan
yang
merugikannya. Pada budidaya massal untuk hewan, apabila terjadi populasi kontaminan
secara
proporsional
berlebihan
sehingga
populasi
Chlorella kalah melimpah daripada kontaminan, maka Chlorella dapat terdesak dan akhirnya populasi Chlorella menurun. Suatu cara untuk menekan populasi kontaminan adalah dengan
mengatur
pH,
sebab
pada
kisaran
asam
tertentu
kontaminan hidup merana tetapi Chlorella dapat hidup dengan baik. Selain itu untuk menekan jumlah populasi kontaminan dapat pula dilakukan dengan menambah jumlah air ke dalam kolam budidaya
Universitas Gadjah Mada
26
demikian rupa sehingga populasi Chlorella dapat meningkat melebihi kecepatan peningkatan populasi kontaminan. Seperti telah diketahui, bahwa Rotifera seringkali tampak dalam
budidaya
murni
Chlorella
dan
dengan
lahapnya
akan
menyantap Chlorella tersebut. Semula secara visual pada budidaya tampak berwarna hijau tua, tetapi setelah lewat satu malam pada budidaya tersebut tampak berwarna kekuningan. Pada budidaya massal di luar ruangan gejala semacam ini jarang terjadi, sebab kerjasama
dengan
bakteri
dapat
melindungi
Chlorella
dari
pemangsaan Rotifera selain menggunakan chlorellinnya sendiri untuk melawan kontaminan. Pada musim panas, larva nyamuk kadang-kadang tampak hidup dalam kolam. Untuk mengatasinya dapat digunakan DDT dengan cara menyemprotkannya dalam jumlah kecil ke dalam kolam budidaya dan dapat berhasil dengan efektif. Hal tersebut tidak membahayakan bagi Chlorella dan hewan yang mengkonsumsi Chlorella. Kadang-kadang hewan air lain muncul seperti Paramecium, Vorticella dan lain-lain pada kolam budidaya dan hewan-hewan air ini perlu diperhatikan dengan seksama sebab dapat merugikan.
g)
Pengaruh musim Perubahan
musim
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
Chlorella. Di alam terbuka hampir tidak terjadi hanya Chlorella saja organisme yang hidup dalam lingkungan itu dan tidak mungkin pula hanya satu spesis Chlorella saja yang hidup dalam lingkungan tersebut. Biasanya dalam lingkungan terbuka hidup berbagai strain Chlorella, mikroalga, dan mikrobia lainnya. Pemilihan strain yang aktif dari Chlorella untuk budidaya sesuai dengan musim adalah tahap kegiatan awal yang baik untuk keberhasilan budidaya massal. Merupakan cara terbaik bila setiap pergantian musim juga dilakukan pergantian bibit, walaupun hal itu merepotkan usaha budidaya. Selama musim panas berlangsung, kegiatan pengontrolan harus dilaksanakan lebih cermat terutama terhadap suhu tinggi dan intensitas cahaya berlebihan. Sebab sering muncul hewan air lain seperti kutu air sebagai kontaminan dapat merugikan kehidupan Chlorella. Hal semacam itu dapat terjadi pada budidaya murni maupun Universitas Gadjah Mada
27
pada budidaya massal ditempat terbuka. Seperti telah disebutkan bahwa ada tiga kelompok Chlorella berkaitan dengan keterkaitan suhu, yaitu kelompok thermophilik ( 35-45°C ), mesophilik ( 25-30°C ) dan psychrophilik ( 10-15°C ). Di Indonesia mempunyai dua musim , yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Strain yang cocok untuk setiap musim tampaknya masih perlu dicari. Untuk
keperluan
budidaya
massal,
sebaiknya
tidak
menggunakan bibit yang berasal dari budidaya murni sebab kurang tahan terhadap lingkungan yang terbuka. Bibit yang baik untuk budidaya massal diluar ruangan adalah bibit Chlorella yang berasal dari berbagai lokasi alami kemudian dicampur menjadi satu sebagai bibit alami campuran.
h)
Peruhahan warna Chlorella secara visual tampak hijau karena pigmen butir hijau daun atau chlorophyll a dan b. Selain itu Chlorella juga mengandung pigmen lain, yaitu pigmen kuning (xanthophyll), pigmen orange (carotene). Warna Chlorella secara visual dalam media budidaya bervariasi sesuai dengan populasinya, seperti berikut
(1) Kuning kehijauan .................................................... 0,001-0,01% (2) Hijau cerah ............................................................. 0,05-0,1% (3) Hijau tua ................................................................. lebih dari 0,5% Seperti telah dikemukakan bahwa dalam budidaya dengan nutrisi terbatas, pertumbuhan dan perkembangbiakan Chlorella dibagi menjadi empat tahap pokok, yaitu tahap mulai membelah, tahap meningkat secara logaritmis, Pertumbuhan pada lingkungan buatan atau tertutup agak berlainan dengan pertumbuhan dalam lingkungan terbuka. Pada tahapan logaritmis, pertumbuhan set naik terus, jumlah Chlorella meningkat 5-10 kali jumlah semula. Kemudian masuk ketahapan transisi sebelum masuk tahap linier, sel Chlorella meningkat 1,5 - 3 kali, lalu masuk ketahap linier dan pertumbuhan sekitar 0,3 0,5 % dan akhirnya masuk ketahap menurun, Chlorella mati. Demikian perilaku Chlorella yang dibudidayakan pada lingkungan tertutup tanpa ada penambahan nutrisi baru dan berlangsung pada suhu tetap setinggi 10°C. Universitas Gadjah Mada
28
Kandungan chlorophyll yang mendapat cahaya dari lampu berkisar 1,2 - 6 % sedangkan yang mendapat sinar matahari rata - rata kandungan chlorophyll dalam tubuh Chlorella sekitar 2 - 4 %. Apabila jumlah bibit Chlorella terlalu kecil dan sinar yang diterima sangat kuat menyebabkan terjadi warna pucat pada Chlorella dan tampak keputihan. Pemucatan dapat pula terjadi pada saat kekurangan CO2, N atau Fe. Walaupun demikian pemucatan warna karena sinar yang kuat dapat diatasi dengan cara Chlorella dilindungi dari sinar kuat tersebut dan wamanya akan berangsur menjadi hijau setelah beberapa hari. Warna Chiorella dapat pula dipengaruhi oleh latar belakang dimana Chlorella tersebut berada. Misalnya karena kedalaman tempatnya, maka Chlorella tampak semakin hijau tua bila tempatnya semakin dalam. Tetapi setelah diambil contohnya dan ditempatkan di dalam gelas kaca warnanya tampk hijau kekuningan. Selain itu warna Chlorella dapat pula dipengaruhi oleh nutrisi. Pada waktu Chlorella dibiarkan tetap berada dalam larutan .media budidaya dalam waktu lama, warnanya berubah menjadi kecoklatan karena seluruh nutrisi telah habis dikonsumsi oleh Chlorella yang bersangkutan. Sampai waktu tertentu Chlorella tidak berkembangbiak, tetapi mereka tetap hidup. Jadi sampai batas waktu tertentu mereka tetap melakukan proses metabolisme sesuai dengan kondisinya. Tetapi bila seluruh nutrisi telah habis total diserap olehnya, maka tubuh Chiorella mengalami kemerosotan dan diikuti proses autolisis dalam tubuhnya. Secara bertahap sel menjadi bersifat asam dan chlorophyll mulai kehilangan magnesium dan berubah menjadi pheophytine. Selanjutnya diikuti oleh proses dekomposisi chlorophyll, akhirnya warna Chlorella menjadi coklat atau hijau kecoklatan. Jadi bila warna tubuh Chlorella telah berubah menjadi coklat, maka warna tersebut tidak dapat pulih kembali, walaupun dengan penambahan nutrisi yang. banyak. Pada budidaya massal yang berlangsung, di alam terbuka, tidak pernah terjadi perubahan warna Chlorella menjadi pucat, hal ini bisa
terjadi
karena
di
alam
terbuka
selalu
bersifat
dinamis
perubahannya sehingga Chlorella tidak akan kekurangan unsur pendukung untuk hidup. Selain yang telah diuraikan di atas warna Chlorella dapat dipengaruhi oleh perubahan pH. Pada waktu media budidaya berubah Universitas Gadjah Mada
29
menjadi alkalis, maka pH meningkat menjadi lebih dari 8,5. Warna Chlorella mulai tampak hijau kehitaman dan akhirnya mati. Nilai pH dapat meningkat antara lain disebabkan oleh kedalaman air budidaya semakin bertambah, atau pemberian tepung kedelai sebagai sumber enzym urease berlebihan, atau pemberian urea dan tepung kedelai berlebihan. Pada
kejadian
demikian,
perkembangbiakkan
Chlorella
berhenti, sementara itu hanya urea saja yang terdekomposisi oleh urease menjadi ammonium carbonat yang berlebilian. Sebagai hasilnya adalah pH meningkat lebih dari 9,0, akibatnya terjadi bau tidak normal dan Chlorella menjadi merosot dan akhirnya mati. Bila air terlalu dalam, maka proses photosintesis berkurang dan proses dekomposisi urea berlangsung terus, di hasilkan ammonium carbonat yang menyebabkan pH meningkat meneapai lebih dari 9,0 akhirnya Chlorella akan mati dan chlorophyll merosot, Chlorella nampak hijau kehitaman.
i)
Kemerosotan Chlorella Penyebab kemerosotan Chlorella yang dibudidayakan, antara lain disebabkan oleh perubahan pH tiba - tiba, perubahan suhu dengan mendadak, perubahan komponen mineral, gangguan kontaminan, dan lain - lain . Pada waktu terjadi buih berlebihan permukaan air kolam budidaya akibat panas yang meningkat, maka proses photosintesis terganggu dan hal ini dapat memerosotkan tubuh Chlorella bila berlangsung diluar batas. Akibatnya dapat menyebabkan terjadinya proses autolisis yang, dapat menimbulkan kematian bagi Chlorella dan menghasilkan bau busuk. Apabila media budidaya berubah menjadi alkalis akibat perubahan pH tiba - tiba , maka tubuh Chlorella bersama garam magnesium, mangan dan besi tenggelam dan mengendap pada dasar kolam budidaya. Magnesium karbonat akan terserap oleh permukaan tubuh Chlorella, menyebabkan Binding sel mengeras dan akibatnya Chlorela tidak mudah dicerna oleh konsumennya. Kejadian itu sering dialami pada budidaya murni di laboratorium Ban dapat menimbulkan kerusakan yang serius terhadap hasil budidaya. Hal tersebut jarang terjadi pada budidaya massal diluar ruangan ( out door ). Universitas Gadjah Mada
30
Seperti telah diuraikan bahwa kontaminan yang berlebihan jumlahnya dapat mendesak Chlorella yang pada akhirnya dapat memerosotkan kelangsungan hidup selanjutnva.
j)
Perawatan musim panas Perawatan budidaya Chlorella pada musim panas penting dilakukan sebab seringkali suhu air naik melebihi ambang batas . Bila suhu air terlalu tinggi , maka Chlorella dapat menjadi sangat lemah dan pada akhirnya akan mati. Batas ambang panas bagi Chlorella secara umum sekitar 25-37°C, bila berada diatas itu beberapa strain Chlorella tidak dapat tumbuh dengan baik bahkan bisa mati, kecuali untuk strain Soong suhu optimalnya sekitar 40 41°C. Berbagai cara untuk mengurangi suhu yang berlebihan adalah dengan menambahkan air dari luar misalnya dari air sumur. Penambahan air tersebut selain untuk mendinginkan suhu yang berlebihan bermanfaat pula untuk menambah volume yang berkurang karena proses penguapan. Selain itu dapat pula dilakukan pengadukan, misalnya dengan meniupkan udara kedalam media budidaya dengan menggunakan kompressor Kincir angin dapat pula digunakan, yaitu meniupkan udara kepermukaan air sehingga suhu dapat turun seiain kincir angin, kincir airpun dapat pula digunakan pula untuk mendinginkan suhu air. Untuk maksud yang sama dapat pula digunakan tenda guna melindungi kolam budidaya dari panas matahari yang berlebihan. Menambah kedalaman kolam dapat pula dilakukan untuk mencegah
panas
yang
berlebihan.
Semula
kedalaman kolam
10-15 cm dapat diperdalam hingga 20-30 cm dan hal ini dapat mencegah terjadinya panas berlebihan pada musim panas. Kepadatan bibit Chlorella untuk budidaya pada musim panas penting untuk diperhatikan. Pada awal budidaya jumlah bibit atau starter yang dimasukkan ke dalam kolam budidaya harus lebih banyak dari biasanya, sehingga Chlorella menjadi lebih padat. Bila jumlah bibit yang dimasukkan terlalu sedikit, maka Chlorella menjadi berwarna pucat karena mendapat pancaran sinar matahari yang terlalu berlebihan panasnya. Dalam waktu pendek sinar yang terlalu kuat merugikan sel Chlorella demikian pula sinar ultra violetnya.
Universitas Gadjah Mada
31
k)
Perawatan musim dingin Pada musim dingin, Chlorella pada umumnya tidak aktif karena suhu rendah. Untuk mencegah kedinginan yang melanda kolam budidaya Chlorella dapat dilakukan dengan : (1) Menutup kolam menggunakan kain vinil di waktu malam agar panas tidak banyak hilang. (2) Menempatkan lampu listrik pada tepi tenda kolam
10) Panen Pertanian Chlorella dicirikan oleh basil yang banyak sepanjang tahun. Hasil Chlorella dapat dipanen setiap 3-4 hari sekali dari kegiatan budidaya dalam kolam. Oleh karena itu dalam waktu satu tahun atau 360 hari dapat dilakukan panen sebanvak 90-120 kali. Berbeda dengan tanaman pertanian darat pada umumnya, misalnya padi, kedelai, gandum, ketela, dan lainnya, dalam waktu satu tahun hanya dapat panen 2-3 kali. Selain itu pertanian Chlorella dapat dilakukan dalam jumlah banyak hanya menggunakan udara, air, sinar matahari, dan sejumlah kecil bahan limbah seperti kotoran dan urine ternak. Bahan-bahan dan unsur-unsur alam tersebut dapat diperoleh dengan mudah dan harga yang murah. Pertanian Chlorella hanya membutuhkan lahan yang sempit bila dibandingkan dengan pertanian komoditas darat pada umumnya. Teknik panen untuk budidaya Chlorella bertujuan untuk hewan sangat mudah tanpa menggunakan alat-alat istimewa, sehinga biaya panen sangat rendah. a)
Menentukan waktu panen Petani Chlorella dapat memutuskan kapan panen akan dilakukan dengan berpedoman kepada warna Chlorella secara visual. Seperti telah dikemukakan bahwa bila warna Chlorella hijau kekuningan, maka Chlorella tersebut baru dalam tahap awal berkembangbiak dan konsentrasi Chlorella sekitar 0,001-0,01%. Apabila warna Chlorella dalam kolam budidaya secara visual tampak hijau
cerah,
maka
Chlorella
baru
dalam
tahap
pertengahan
berkembangbiak dan konsentrasi Chlorella sekitar 0,05-0,1%. Bila warna Chlorella tampak hijau tua, berarti Chlorella telah masak dan konsentrasinya lebih dari 0,5-1%. Universitas Gadjah Mada
32
Chlorella yang telah masak jangan terlalu lama dibiarkan berada dalam kolam budidaya sebab akan merugikan. Populasi yang berlebihan dalam kolam budidaya seringkali akan mengendap pada dasar kolam dan menyebabkab kematian, akhirnya menimbulkan bau busuk, terutama pada musim panas. Keputusan untuk melakukan panen sangat penting, sebab bila terlambat akan mendatangkan kerugian. Sebagai pedoman, bila Anda memasukan telunjuk jari Anda ke dalam media air budidaya dalam kolam sedalam 5 cm dan ujung jari Anda tidak tampak, maka panen harus segera dilaksanakan.
b)
Budidaya berlanjut Suatu bentuk budidaya Chlorella yang ideal adalah sistem budidaya berlanjut. Jumlah Chlorella yang dipanen terbatas yaitu tidak seluruhnya, tetapi sekitar 70% saja dan sisanya sekitar 30% dibiarkan dalam kolam dengan tujuan untuk bibit. Jumlah Chlorella yang dipanen sebanyak 70% dikeluarkan dari kolam budidaya dengan cara mengalirkan Chlorella bersama media airnya masuk ke dalam kolam tampungan khusus untuk di proses lebih lanjut. Sisa panen sebanyak 30% dibiarkan dalam kolam budidaya semula, berfungsi sebagai bibit awal dan tampak berwarna hijau cerah sebab kepadatannya lebih rendah dari semula. Selanjutnya aktifitas budidaya
berjalan
pemupukan
dan
seperti
sebelumnya,
perawatan
lainnya
antara
hingga
lain
dilakukan
dapat
dilakukan
pemanenan berikutnya, yaitu setelah 3-4 hari. Bila memiliki kolam 3-4 unit yang waktu budidayanya berlainan satu hari, maka setiap hari akan dapat dilakukan pemanenan. Pada system budidaya berkelanjutan, awal budidaya sangat penting, maka harus diusahakan dapat berhasil dengan baik. Apabila tahap pertama berhasil baik, diharapkan budidaya lanjutannya tidak mengalami kegagalan. Bila tahap budidaya awal gagal maka harus diulangi lagi hingga berhasil. Kadang-kadang sisa panen 30% tersebut keruh karena lumpur, maka harus dilakukan penyaringan agar airnya menjadi bersih kembali.
Universitas Gadjah Mada
33
c)
Perlakuan panen Pada budidaya murni di laboratorium, untuk memanen Chlorella atau mengumpulkannya diperlukan alat sentrifuge. Tetapi untuk mengumpulkan Chlorella dari budidaya massal alat sentrifuge tidak efektif dan tidak ekonomis. Untuk mengumpulkan basil panen digunakan bahan kimia guna menggumpalkan Chlorella yang telah dimasukkan kedalam kolam penampungan. Tawas adalah reagen kimia yang sangat efektif dalam menggumpalkan populasi Chlorella, dan dengan konsentrasi 0,05% cukup efektif. Sebagai contoh, untuk larutan Chlorella satu ton jumlah tawas yang dimasukkan sebanyak 500 gr. Setelah tawas dimasukkan
kedalam
larutan
Chlorella,
maka
perlu
dilakukan
pengadukan sampai merata kemudian didiamkan sebentar. Chlorella akan cepat menggumpal dan mengendap pada dasar kolam berupa gumpalan hijau atau pasta hijau Chlorella. Selain tawas masih ada dua macam bahan kimia yang berperan sama seperrti tawas, yaitu calcium hydroxide (Ca(OH)2) dan mangan sulfat (MnSO4). Ketiga bahan kimia tersebut tidak berbahaya bagi hewan maupun
manusia.
(Ca(OH)2)
yang
digunakan
sekitar
0,1%
mempunyai efek yang baik terhadap Chlorella untuk pakan hewan. Pakan biasanya mengandung sejumlah kecil Ca dan dengan penambahan Ca(OH)2 dapat memperkuat pakan tersebut. MnSO4 dapat pula digunakan dalam proses panen dan dosis optimum yang digunakan 0,04%. Penggunaan bahan kimia tersebut sebagai penggumpal tergantung pada pH media budidaya. Bila pH dalam keadaan asam lemah ( pH 6,6-6,8 ), maka yang efektif adalah penggunaan tawas dan MnSO4. bila pH media budidaya alkalis ( pH 7,2-8,5 ), maka Ca(OH)2 yang digunakan. Chlorella yang dipanen menggunakan tambahan Ca(OH)2 adalah bersifat alkalis kuat, maka yang terbaik adalah untuk pakan ternak unggas, sebab biasanya pakan unggas mengandung banyak Ca, tetapi Chlorella tersebut kurang baik untuk pakan ternak babi. Apabila gumpalan pasta Chlorella tersebut mengandung CaOH2 dikonversikan menjadi calcium carbonat, maka Chlorella tersebut baik sekali untuk pakan ternak.
Universitas Gadjah Mada
34
Chlorella yang menggumpal karena bahan kimia tersebut perlu dicuci lebih dahulu sebelum untuk pakan hewan. Cara mencuci : pasta atau gumpalan Chlorella dimasukkan kedalam air segar sebanyak 10-20 volume pasta Chlorella. Kemudian diaduk merata lalu didiamkan beberapa saat, maka Chlorella akan mengendap lagi. Supernatan harus dibuang terpisah dari pasta Chlorella yang telah bersih dan jangan sampai campur lagi dengan pasta yang telah bersih, sebab supernatan tersebut kemungkinan mengandung mikrobia kontaminan dan antibiotika dari Chlorella yaitu chlorellin. Bila dianggap belum bersih sempuma, maka pencucian dilakukan lagi berulang-ulang hingga diperoleh hasil yang benar-benar bersih. Selanjutnya pasta Chlorella yang telah bersih diproses untuk tujuan pakan hewan dengan cara sebagai berikut 1)
Pasta Chlorella dipanaskan dalam air mendidih, atau di jemur dan setelah kering dibuat tepung.
2)
Pasta Chlorella dimasukkan kedalam silo dijadikan silase yang diperkaya. Selain itu panen Chlorella dapat pula dilakukan dengan alat
saring, yaitu larutan Chlorella dilewatkan kertas saring, maka air akan lewat menembus kertas saring, sedangkan sel Chlorella akan tertinggal
pada
kertas,
kemudian
pasta
Chlorella
dilakukan pengepresan untuk menghilangkan kandungan airnya atau dehydrasi. Selanjutnya pasta Chlorella diproses seperti tersebut diatas (direbus, dijemur atau dibuat silase).
d)
Perlakuan dan penyimpanan basil Pasta Chlorella atau gumpalan Chlorella setelah dipisahkan dari supernatan dan telah dicuci bersih maka perlu diperlakukan lebih dulu sebelum digunakan untuk pakan hewan. Perlakuan berupa perebusan, pengeringan, dan fermentasi. Perebusan pasta Chlorella bertujuan untuk sterilisasi dan peningkatan daya cerna Chlorella sebagai pakan hewan. Setelah direbus lalu dikeringkan dibawah sinar matahari, setelah kering kemudian dihancurkan menjadi tepung. Pada saat merebus pasta Chlorella jangan menggunakan tempat yang terbuat dari besi, sebab dapat merusak nutrisi Chlorella. Perebusan dilakukan selama 2-3 menit pada suhu 85°C kemudian secepat mungkin dipindahkan Universitas Gadjah Mada
35
kedalam air dingin. Hasil akhir berupa tepung dapat dimanfaatkan langsung dicampurkan dalam pakan pokok ternak atau disimpan untuk cadangan. Pengeringan hasil panen Chlorella dapat dilakukan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari atau menggunakan desikator. Chlorella kering dapat disimpan dalam waktu lama. Bila sinar matahari kurang cukup, maka pasta Chlorella mudah dihinggapi cendawan atau mudah menjadi busuk setelah beberapa jam. Pada kejadian ini sebaiknya pasta Chlorella basah dicampur dengan dedak kering atau tepung kanji lalu dijemur dibawah sinar matahari hingga kering sempurna. Perlakuan campuran pasta Chlorella akan menjadi kering tanpa terjadi kemunduran mutu produk. Produk Chlorella kering hasil penjemuran tersebut warnanya menjadi hijau gelap. Perlakuan lain, Chlorella kering dari hasil penyaringan menggunakan kertas saring kemudian dihancurkan menjadi tepung, kemudian dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan. Apabila dalam proses pengeringan dapat digunakan alat pengering hampa udara atau pendingin kering, maka akan diperoleh hasil terbaik, yaitu warnanya hijau segar. Pasta Chlorella hasil panen mudah sekali menjadi busuk, terutama dalam kondisi suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Hal ini menyebabkan timbulnya bau busuk, sebab Chlorella mengandung protein tinggi sehingga mudah sekali rusak. Perlakuan terbaik dari pasta Chlorella basah adalah diproses menjadi silase atau bubur dengan fermentasi. Bila Chlorella basah dicampur dengan dedak atau lainnya dalam silo, maka fermentasi asam laktat segera muncul spontan dalam waktu satu hari atau satu malam. Untuk mempercepat proses fermentasi tersebut akan lebih efektif bila kedalamnya dimasukkan inokulan buatan yaitu bacilli asam laktat sebagai starter fermentasi asam laktat.
Universitas Gadjah Mada
36