/}j iii
/~ f
}'
f
(I !
!
KEMUNGKINAN PENGGUNAAN ENZYME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY ( ELISA) DAlAM DlAGNOSA SEROlOGIS BRUCEllOSIS
SKRIPSI
Oleh
IRZA GUSTRI MA NIAR AZWAR B. 1 7 0131
FAKULTAS
K~DOKTERAN
HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9
B 5
RINGKASAN
IRZA GUSTRI MARlAR AZVAR.
Bruoellosis
merupakan
suatu penyakit yang seoara primer menyerang
sapi. babi.
kerbau. kambing dan domba yang bersifat akut atau kronis dan juga bersifat infeksius.
Bruoellosis
pada
ternak
sapi disebabkan oleh Bruoella abortus. suatu parasit yang bersifat fakultatif intra seluler. Keguguran pada pertiga akhir masa kebuntingan pada kebuntingan bulan ke 6 - 9 merupakan
atau
gejala
yang
khas dan biasa juga disertai oleh adanya retensio seoundinae serta adanya eksudat vaginal yang berlebihan. Masalah yang utama dari Brucellosis adalah kesukaran dalam diagnosa. dimana kasus Bruoellosis baru
dapat
terdeteksi apabila gejala klinis telah tampak yang
ber~
ti penoemaran lingkungan pada tempat sekitar kandang ta ternak yang lain telah terjadi.
Masalah lain
se~
adalah
dimana hewan. tidak menunjukkan gejala yang jelas sedangken hewan tersebut dapat bertindak sebagai reaktor penya kit.
Saat ini telah
dikembangkan suatu
oara
diagnosa
yang lebih spesifik dan sensi tif dengan menggunakan sistim enzymatik yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent (ELISA) yang dapat digunakan untuk pendeteksian
<.
Assay kasus
Bruoellosis baik pada keadaan akut. kronis atau .keadaan sesudah infeksi. ikatan
antigen
dengan penambahan
substrat
Prinsip kerja ELISA adalah adanya dan antibodi kompleks
yang
tertentu aerta dengan bantuan kerja
auatu
enzyme yaitu
enzyme perokaidaae akan memberikan perubahan warna kontras aeauai dengan banyaknya titer antibodi infekai kuman Brucella.
yang
terhadap
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus
1961 di
Jakarta, dari ayah Chair Azwar dan ibu Soemarni.
Penulis
adalah anak ke empat dari empat bersaudara. Pendidikan penulis dimulai di SD Van Lith II Jakarta pada tahun 1968 -' 1973.
Kemudian melanjutkan ke Sek£
lah Lanjutan Pertama pada SMP Van Lith Jakarta sejak tahun 1974 - 1976, dilanjutkan ke
Sekolah
Lanjutan
Atas
pada SMA I Jakarta sejak tahun 1977 dan tamat pada tahun 1980. Penulis diterima di
Institut Pertanian
tahun 1980 melalui Proyek Perintis II dan
Bogor pada
pada
tahun
1981 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas dokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis
Kep~r
nah menjadi asisten muda luar biasa pada mata ajaran
Hi~
tologi Veteriner sejak tahun 1982 - 1983 di F.{H IPB
dan
lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tangga1 1 Agustus 1984.
KEMUNGKINAN PENGGUNAAN EN2YME LINKED IMMUNO SORBENT ASSAY (ELISA) DALAM DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS
S K RIP S I
01eh IRZA GUSTRI MANIAR AZWAR B. 170131
Sebagai salah satu syarat untuk mempero1eh ge1ar Dokter Hewan pada Faku1tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
~TAS
KEDOKTERAN HEWAJ
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
1985
Judul skripsi
KEI1UNGKINAN PENGGUNAAN ENZYME LINKED H1MUNO SORBENT ASSAY (ELISA) DALAH DIAGNOSA SEROLOGIS BRUCELLOSIS
Nama Mahasiswa Nomer pokok
IRZA GUSTRI I1ANIAR AZWAR B. 170'151
disetujui oleh
Dr • Sugyo Hastowo, MSc Dosen Pembimbing
Tanggal
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulia panjatkan ke hadirat
Allah
SWT, karena hanya dengan perkenanNyalah penyusunan skriE si ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun
berda-
sarkan studi literatur, untuk memperoleh gelar dokter
h~
wan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bo gore Ucapan terima kasih penulis haturkan
kepada
Bapak
Drh. Sugyo Hastowo, MSc yang telah membimbing pentusunan skripsi ini.
Juga kepada pimpinan beserta star
Perpus-
takaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Perpustakaan Fakul tasKedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor daa Perpustakaan Balai Peneli tian Veteriner serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis sehingga terwujudnya skriE si ini. Penulia sadar bahwa penyusunan skripsi ini masih
j~
uh dari sempurna, maka saran dan kritik untuk perbaikkan skripsi ini sangat penulis harapkan. ga skripai ini dapat bermanraat
bagi
Besar harapan sem2 semua
pihak yang
memerlukannya.
Bogor, September 1985 Penulis
v
DAFTAR lSI Halaman
.................................. DAF'l'AR lSI ...................................... DAFTAR 'rABEL ... . ................................ DAF'rAR GAHBAR • • • .............................. DAFTAR LAHPIRAN .................................
KATA PENGAN'fAR
v
vii viii ix
PENDAHULUAN • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
1
TINJAUAN PUSTAKA •••• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • A. Brucellosis Pada Sapi
.. . . . .... ..........
4 4
Sejarah dan Etiologi ••••••••••••••.•
4 5
I. II.
1. 2.
Patogenese dan Pathologi ••••••••••••
4.
Respon Immune Terhadap Infeksi ••••••
3. B'
•
III.
IV.
Gej~a
·Kli-nis _,:- •••.•••
! ••••••••••••••
2 8
Perbandingan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dengan Uji Serologis Lainnya Dalam Diagnosa Brucellosis .•.•......•..••.•.•...•.•....
11
·............................. .
18
KESIi1PULAN • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
24
PEHBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA •••
·............................. .
vi
25
DAFTAR '!'ABEL
No.
Teks
Hal am an
1.
Hasil serologis serum sapi yang ditulari oleh kuman Brucella abortus ••••••••••••••••
13
2.
Gambaran dari hasil serologis serum darah sapi yang di tulari Brucella abortus ........
14
Hasil uji serologis yang memperlihatkan gambaran antib6dy terhadap Brucella ••••••••
17
3.
vi-i
DAFTAR GAI,mAR
No. 1.
Teks Diagram kegiatan phagositosis
Halaman
. ............ .
10
DAFTAR LAMPI RAN No.
Teks
Halaman
1.
Sirkulasi kuman Brucella dalam tubuh •••••••
29
2.
Prinsip kerja ELISA .•••••••••••••••••••••••
30
3.
Cara kerja double antibody ELISA dalam mendeteksi antigen •.•••••••..•....•..•...•.
31
Cara kerja indirect ELISA dalam mendeteksi anbigen •••••••••••••••••••••••••
31
4.
·ix
I.
PENDAHULUAN
Berkenaan dengan tujuan pemerintah dalam
pemenuhan
akan kebutuhan protein hewani, ternak sapi merupakan salah satu sumber protein hewani tentu perlu pula diting katkan.
Peningkatan populasi ternak sapi bertujuan
un-
tuk meningkatkan hasil ternak yang berupa daging ataupun air susu.
Hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan
populasi ternak bukan hanya meliputi masalah tata laksana yang mencakup masalah sani tasi dan makanan saj a melaink an juga meliputi masalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menukar ternak. Dari banyaknya macam penyaki t ternak
yang
menular,
Brucellosis merupakan salah satunya yang penting.
Bru-
cellosis dapat menyebabkan keguguran yang
ter-
berarti
jadi penurunan populasi serta pada sapi perah menyebabkan penurunan produksi air susu.
Penyakit Brucellosis
ada-
lah penyaki t ternak menular yang s"ecara primer menyerang sapi, kambing, kerbau, domba dan babi dan sekunder
me-
nyerang berbagai jenis hewan lainnya juga dapat menyerang manusia sehingga dikenal juga sebagai penyakit zoonosis. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh :'Brucellosis sangatlah besar berupa keguguran, kelahiran anak yang Ie mah, gangguan alat-alat reproduksi yang mengakibatkan ke majiran yang
temp~rer
atau permanen serta penurunan pro-
duksi susu pada sapi perah.
Menurut Direktorat Jenderal
Peternakan (1981) kerugian ekonomi yang disebabkan Brucellosis dapat mencapai lima milyard per tahun. 1
oleh
2
Kejadian penyakit Brucellosis sukar untuk dideteksi hal ini disebabkan oleh kejadian
penyakit
yang kronis,
pada keadaan dini juga sukar dilakukan pendeteksian dima na gejala klinia belum tampak sedangkan bila gejala klinia sudah tampak yang berupa keguguran berarti pencemaran terhadap lingkungan serta ternak yang lain telah terjadi.
Adanya kaaus dimana hewan tidak menunjukkan geja-
la yang jelas sedangkan hewan tersebut sebenarnya dapat bertindak sebagai reaktor penyakit.
Kurangnya cara yang
tepat untuk mendiagnosa Brucellosis baik dalam tahap dini, kronis maupun kejadian seaudah inrekai menyebabkan e pidemiologi penyakit sulit dipelajari. Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat
menyebab-
kan munculnya berbagai cara mendiagnoaa Brucellosis pada hewan maupun manuaia.
Diagnosa Brucellosis
dapat dila-
kukan aecara bakteriologis, aerologis maupun secara biologis.
Diagnoaa aecara biologis dilakukan dengan cara i
solasi dan identirikaai kuman dari biakan.
Diagnosa se-
rologia yang biasa dilakukan adalah Roae Bengal Plate Test, Milk Ring Test, Slide Agglutination Test, Anti Human Globulin Test, 2 - Mercaptoetanol Test, Complement Fixation Test dan lain-lain.
Dari berbagai cara diagno-
sa Brucellosis ini telah dikembangkan suatu cara diagnosa dengan menggunakan sistim enzymatik yaitu Enzyme LinkedImmuno Sorbent Assay (ELISA). Prinsip kerja ELISA adalah adanya ikatan antigen an tibodi kompleks yang dengan penambahan substrat tertentu serta dengan adanya bantuan suatu enzym peroksidase akan
3 memberikan perubahan warn a yang kontras apabila antigen dan antibodi tersebut homolog. ELISA dapat mendeteksi jumlah keseluruhan yang terbentuk akibat adanya suatu inreksi tanpa
antibodi membed~
kan jenis antibodi dari Bub grup tertentu (Magee, 1980). Dalam penulisan ini akan diooba untuk membandingkan ELISA dengan diagnosa serologis yang lainnya.
II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Brucellosis Pada Ternak Sapi 1.
Sejarah dan Etiologi
Bruoellosis merupakan penyakit penting
pada ternak
yang tanpa disadari dapat dengan cepat menular pada ternak lain maupun pada manusia.
Nama Brucellosis diambil
dari nama Sir David Bruce yang pada tahun 1887 untuk pel: tama kali menemukan Brucella melitensis pada kambing. Bruoella abortus sendiri ditemukan oleh Bang
pada
tahun 1897 pada selaput fetus (janin) sapi yang mengalami keguguran.
Traum pada tahun 1914 dapat mengisolasi
Brucella suis dari fetus babi yang diabortuskan, sedangkan Alioe dan Evan (1918) menerangkan adanya hubungan tara 'abortus' dan 'melitensis' sehingga Meyer dan
an
Shaw
(1920) memberikan nama generik Brucella untuk kedua
ke-
lompok organisme tersebut. Thorpe
II .!!
(1965) melaporkan bahwa Brucella neote-
mae dapat diisolasi dari tikus hutan (Neotoma lepida) di Utah bagian barat dan juga dari lalat yang bertindak sebagai parasi t bagi tikus hutan tersebut.
Seluruh
hew an
liar di Utah ternyata mempunyai kepekaan yang sama terh.!! dap Brucella abortus, Brucella
m.
~
dan Bruoella meliten-
Gambaran terse but memberikan pemikiran bahwa hewan
liar dan hewan pelihara.an sama-sama dapat bertindak
se-
bagai reservoir kuman Brucella. Bruoellosis pada ternak sapi disebabkan oleh Brucel-
4
5
l! abortus. Kuman ini berbentuk batang atau kokid dengan ukuran 0,6 - 1,0 X 0,3 - 0,5 mikron.
Brucella
a-
bortus bersifat Gram negatif, tidak bergerak, aerob dan dapat membentuk H2S. Brucella abortus dikenal juga sebagai parasit yang bersifat rakultatif' intra selUler (WHO. 1953). Untuk mengisolasi kuman Brucella abortus tahap pe£ tama diperlukan kadar CO 2 10% (Huddleson, 1926), sedang kan untuk pertumbuhan yang baik diperlukan zat besi, m~ ngan dan magnesium.
Pertumbuhan yang optimal memerlu -
kan temperatur 37°C dengan pH 6,6 - 7,4.
Media yang b~
ik untuk pertumbuhan kuman Brucella adalah liver
agar,
serum dextrose agar, blood agar, trypticase soy agar atau tryptose broth (FAO/WHO, 1970). Kuman Brucella akan mati dengan sinar matahari, nas dan desinfektan. sedangkan kuman yang terdapat lam air susu akan mati oleh proses pasteurisasi.
p~
da. Per-
tumbuhan kuman akan dihambat oleh golongan _ antibiotik Chloramphenicol dan Sterptomycin (FAO/WHO, 1970) 2.
Patogenese dan Patologi
Placenta, oairan abortusan serta retus yang tuskan merupakan sumber penularan infeksi utama Brucella abortus (Alexander
~~.
d~abo£
kuman
1981).
Masuknya kuman ke dalam tubuh akan segera diedarkan keaelupuh tubuh melalui siatim buluh darah dan buluh phe.
Dari peredarannya kuman ini akan menetap di
rus, glandula mammae. limpa. hati, sumsum tulang
li~
utebela-
kang. limphoglandula regioner, testis aerta kelenjar
a~
sesorius kelamin jantan atau pada jaringan placenta hewan bunting (Blood !1 al, 1979).
Tempat predileksi ku-
man Brucella abortus adalah placenta, disebabkan karena terbentuknya gula erythritol yang merupakan suatu unsur pokok cairan amnion atau cairan allantois sapi yang bua ting.
Keadaan ini tidak didapatkan pada cairan amnion
manusia yang bunting sehingga pada manusia tidak didapat gejala berupa keguguran (Brunner dan Gillespie, 1973). Pada placenta kuman akan
men&~obos
epitel
dan akan
berkembang biak sehingga menyebabkan peradangan. Akibat adanya peradangan ini akan menarik leukosit dan berkumpul pada villi chorion dan endometrium yang menyebabkan jaringan tersebut oedematous dan lapisan inter cotylledon menjadi tipis dan kasar yang akhirnya villi akan
h~
cur, kehanouran villi serta adanya perbarahan'menyebabkan sirkulasi darah untuk retus akan terganggu sehingga terjadi
kegugur~~.
Keguguran oleh karena Brucellosis terjadi pada pe£ tiga akhir masa kebuntingan atau pada usia kebuntingan 6 - 9 bulan (Toelihere, 1981).
Kaguguran ini 65% ter-
jadi aatu kali dan jarang terjadi untuk kedua kali atau lebih, untuk selanjutnya sapi yang telah mengalami keS2 guran akan bertindak aebagai penyebar inreksi dalam masa 3 - 5 tahun. Beberapa minggu sesudah keguguran, kuman dapat diekakresikan melalui air ausu bahkan pad a seluruh periode masa laktasi (Rue Jensen. 1965).
Adanya kuman dida-
lam air susu ini dapat bertindak sebagai sumber infaksi
6
7
pada sapi dan manusia yang mengkonsumsi air susu tersebut terutama apabila tidak dimasak. Infeksi secara kongenital dapat terjadi pada
anak
sapi yang berasal dari induk yang terinfeksi oleA kuman Brucella tapi tidak menunjukkan gejala geguguran
(Lapr~
ik, 1975). Bentuk lain dari infeksi Brucella seperti yang dilaporkan oleh Nieland
~ ~
(1968) adalah hygroma
persendian carpus dan bursa supra scapularis.
pada
Cherchea
ko (1961) melaporkan adanya bentuk bursitis sero-fibrinous yang merupakan tanda yang khas pada kasus Brucello sis pada rusa kutub Siberia dan trauma pada carpus
me-
rupakan faktop predisposisi invasi kuman Brucella.
Ke-
lainan patologis anatomis yang didapat berupa nodul-nodul yang berupa g'ranuloma kronis dengan bagian yang nekrotis dikelilingi oleh jaringan fibrin yang tidak beraturan dan terdapat pada limpa, hati, paru-paru, testis, dinding uterus dan jaringan sub kutan. Infeksi pada hewan jantan tidak tampak jelas.
He-
wan kelihatan sehat (Wetzel dan Rieck, 1962), tetapi memperlihatkan kebengkakan pada testisnya (orchitis) dan kadang berupa abses.
Penis akan terlihat kemerahan, e-
pididymis dan kelenjar assesorius lainnya merupakan tem pat yang baik untuk perkembang biakan kuman, , aeh!ggga semen dapat mengandung kuman.
Dalam keadaan demikian
penularan dapat terjadi melaui inseminasi buatan
atau
perkawinan alam dan bahkan dapat menyebabkan kemandulan pada hew an jantan (Brunner dan Gillespie, 1973).
8
3.
Gejala Klinis
Brucellosis dapat mempengaruhi bermacam-macam
or-
gan sehingga gejala yang tampak sangat dipengaruhi oleh macamnya organ yang terserang, keparahan inreksi
serta
spesies yang terserang. Keguguran merupakan gejala yang biasa terlihat sebagai tanda adanya infeksi kuman Brucella pada suatu pe ternakan.
Toelihere (1981) melaporkan bahwa keguguran
terjadi berkisar 5 - 90% dan tergantung pada usia
ke-
bunting an serta virulensi dari kuman penyebab. Retensio secundinae dan metritis disertai eksudat vaginal yang berlebihan
akan menyertai
dengan kegugu~
an yang sering mengakibatkan kegagalan reproduksi (Go12 zov dan Zabrodin, 1959). Heiland (1968) melaporkan bahwa anak yang dilahirkan akan terlihat mengeriput disertai perdarahan ,: .. dan kelemahan. Interstisial mastitis dan perbesaran liphoglandula mammaria dapat pula terjadi.
Pada sapi dan rusa
kutub
memperlihatkan gejala kepincangan dan disertai , d~ngan kebengakakan sampai abses pada persendian carpal, tarsal atau bursa (Golozov dan Zabrodin,'1959). Orchitis, epididymitis serta peradangan dari seminal, vesikel dan ampula terlihat pada hewan jantan (Siegmund, 1979).
Kuman Brucella abortus dapat pula
dii-
solasi dari synovitis non supuratif dan higroma pada sa pi.
4.
Respon Immune Terhadap Inreksi
9
Kuman BrUoella abortus dikenal sebagai kuman yang bersifat fakultatif intra seluler.
Kuman ini menyebar
keseluruh tubuh melalui lapisan sub epitel lumen buluh darah at au buluh lymphe untuk kemudian dengan ,bantuan leukosit akan dibawa ke bagian-bagian tubuh yang
lain
(Mims. 1976). Kuman Bruoella'hanya dapat berkembang biak didalam sel induk semang sehingga mempunyai keuntungan dap reaksi yang ditimbulakan oleh tubuh gapan akan adanya suatu infeksi.
terha-
sebagai tang-
Tubuh hanya dapat me
nyerang kuman Brucella pada saat perjalan kuman ini da ri satu Bel ke sel lain. Sebagai mana Bel asing yang masuk dalam tubuh maka reaksi pertama yang munoul adalah usaha tubub untuk memfagositosekan sel asing tersebut.
Dua maoam sistim
fagosit tubuh yaitu sistim makrofag dan sistim leukosit polimorfnuklear.
Sel makrofag tersebar diseluruh
tu-
buh. Bel ini dijaringan sub epitelial dikenal sebagai Bel histiosit.
Sel makrofag akan segera bereaksi bila
terjadi perbarahan. sedangkan Bel polimorfnuklear akan bereaksi pula sesudah melalui dinding buluh darah cil.
ke-
Sel-sel perbarahan meliputi juga Bel monosit dan
sel limfosi t. Kuman Brucella abortus
mempunyai kemmapuan untuk
berkembang biak di dalam Bel makrofag yang memfagosi t_ nya bahkan kuman ini mendapat zat nutrisi dari Bel makrofag ini akan dihancurkan tapi reaksi ini belum ketahui penyebabnya (Mima. 1976).
di-
10
mikrobe
,1IIf!!.
residu
Gambar 1.
Diagram kegiatan fagositosis (Mims, 1976).
Reaksi terhadap Brucella abortus lainnya adalah adanya reakai pembentukan antibodi dan "cell mediated im mune respone".
Reaksi "cell mediated" yang di timbulkan
berupa reaksi hypersensitivitaa.
Reaksi ini juga
di segera aesudah vaksinasi Brucellosis dengan kan Strain 19 (P1ommet# 1983).
terj~
menggun~
B.
Perbandingan Penggunaan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) Dengan Uji Serologis Lainnya Dalam Diagnosa Brucellosis. Pengamatan serologis merupakan prinsip dalam menen-
tukan adanya
in~eksi
oleh kuman Brucella abortus
populasi ternak sapi tertentu.
pada
Masalah yang perlu
men-
dapat perhatian dalam eradikasi Brucellosis adalah kesukaran dalam mengenali dan menentukan adanya infeksi tersebut. Berbagai cara diagnosa serologis digunakan untuk ngenali adanya reaktor penyakit tersebut, seperti dard Tube Agglutination Test (STA), Complement
m~
Stan-
Fixation
Test (CFT), Rose Bengal Plate Test (RBPT), Rivanol Plate Prisipitation Test dan yang baru dikembangkan yaitu
En-
zyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kesukaran lainnya dalam mengenali adanya
in~eksi
i-
ni adalah kurangnya informasi dalam hubungan antara gambaran serologis dengan waktu terjadinya infeksi. Heck
~ ~
(1981) dengan percobaannya
gambaran serologis dengan cara menghubungkan
mempe~ajari
aktivitas
antibodi dalam serum darah sspi dengan waktu terjadinya infeksi. Heck
~ ~
(1981) menggunakan 25 ekor sapi Friesian
Holstein yang berasal dari peternakan yang dianggap bas Brucellosis dan belum pernah divaksinasi.
be-
Hal _ ini
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang benar-benar
pas-
ti tentang hubungan saat sesudah tertular dan reaksi tubuh yang berupa "humoral immune respone". Pemeriksaan darah sebelumnya dilakukan tiap 11
minggu
I'::
salama 6 minggu untuk menguatkan keterangan tentang keadaan bebas Brucellosis dari sapi-sapi tersebut.
Dari
25 ekor sapi itu diambil 15 ekor secara acak dan ditula ri per konjungtiva dengan kuman Brucella abortus biotype 1, sedangkan 10
lainnya bertindak sebagai kontrol. Ma-
sing-masing sapi ditempatkan pada kandang yang berbeda. Pada sapi-sapi tersebut dilakukan sinkrosinasi
birahi set~
dan dilakukan inseminasi buatan pada minggu ke 18 lah penularan. Brucella abortus biotype 1
y~g
digunakan
berasal
dari isolasi retus yang ditularkan dan dibiakkan potatodextrose agar. organisma/IOO ul.
dalam
Inokulum terdiri dari 1,5 X
10 8
Tiap ekor sapi diinokulasikan dengan
50 ul pada kantung konjungtiva tiap matanya,
sedangkan
sapi yang bertindak sebagai kontrol diinokulasikan
de-
ngan 50 ul larutan risiologis. Contoh darah diambil setiap hari salama 31 hari dl lanjutkan setiap minggu sampai minggu ke 52 sesudah penularan.
Seluruh serum darah d±uji dengan menggunakan
Card Test, Rivanol Test, SAT, CFT dan ELISA.
Titer
st~
dard yang di tetapkan adalah : ELISA, positir
> 0,14
bance Values); negatir
SAY (Spectrophotometric Absor-
<.. 0,08
SAV; meragukan
SAv40,14 (Heck, William dan Pruett, 1980). SAT~l : 100
Riv}l:
50
CFT#l:
40
0,08 ~
I":, Tabel l.
Hasil serologis serum sapi yang kurnan Brucell5l. abortus (Heck et
Minggu setelah penularan
Card
<1 )
( 22
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 inserninasi 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 45
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
di tulari oleh
.sal, 1981)
Hasil uji aktivi tas antibody terhadap Brucella abortus CF Riv SAT ELISA
( 22 0 0 0 0 0 0 0
50
25 200 200 200 400 200
50
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(fl2 0 0 0 0 0 0 10 10 20 10 20 20 ~O
40 20 20 20 20 20 20 20 20 10 10 10 10 0 0 10 0 20 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
( :2 2
0 0 0 0 50 100 100 200 0 100 100 50 100 100 50 50 0 0 50 50 0 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 0 0 0 0 25 0 50 25 0
(62
0,03 0,02 0,02 0,17 0,13 0,22 0,30 0,38 0,32 0,28 0,26 0,34 0,40 0,42 0,38 0,41 0,74 0,58 0,31 0,32 0,44 0,48 0,52 0,39 0,37 0,33 0,38 0,110 0,22 0,17 0,31 0,25 0,22 0,13 0,32 0,29 0,26 0,31 0,23 0,30 0,30 0,35 0,28 0,41 0,34
.J..'f
lan,jutan (1)
46 47 48 49 50 51 52
(2)
0 0 0 0 0 abortus
Tabel 2.
+ +
(5)
(6 )
25 50 25 25 100 200 400
0,35 0,29 0,29 0,36 0,33 0,32 0,34
( 4)
(3)
°0 °0
10 80 80
LIOO
400
Gambaran dari hasil serologis serum darah sapi percobaan yang ditulari Brucella abortus (Heck et SlJ., 19(1) Gambaran aktivitas antibody terhaftap Brucella abortus
l'iinggu sete1ah penularan
Card
Riv
CFT
ELISA
SA'r
0-2
3
+
?*
4 5 6
7
8 9 - 10 11
12 - 13 14 15 - 22 23 - 32
+ + + + + + + +
+ + +
+ + + + +
+ + + + + +
+ +
+
+ + + +
? x·
33
34 - 49 50 51 - 52
+
+
+
+ + +
+
* 11eragukan
Dari tabe1 1 dan 2 didapatkan
gambaran
serologis
dari tiap-tiap uji. ELISA memberikan gambaran aktivitas antibody
sejak
minggu ke 3 sampai minggu ke 52 sete1ah penularan. SAT memberikan gambaran aktivitas antibody
positif
15
mulai minggu ke 7 sampai minggu ke 16, sedangkan yang rendah diperoleh pada minggu ke 4 dan
titer
kadar ,titer
yang tidak tetap didapat pada minggu ke 14 sampai minggu ke 49.
Hasil yang positir kembali diperoleh pada minggu
ke 50 sampai minggu ke 52 yaitu 2 minggu sebelum terjadi abortus. Titer antibodi dengan menggunakan Card Test memberi hasil yang positif pada minggu ke 6 sampai m1nggu
ke
22, hasil yang negatif pada minggu ke 23 sampa1 minggu ke 50 dan memberikan hasil yang positif kembali pada minE gu ke 51 sampat minggu ke 52. Titer antibodi dengan menggunakan R1vanol Test memberi hasil yang positif pada m1nggu ke 7 sampai ke
14,
hasil yang negatif pada minggu ke 20 sampat m1nggu ke 50 dan memberikan hasil yang positif kembali walaupun dalam
19
kadar yang rendah pada minggu ko 15 sampa1 minggu ke
dan titer yang tinggi pada minggu ke 51 sampai m1nggu ke
52. Complement Fixation Test memberikan nila1 titer ant1bodi yang pos1tif pada minggu ke 12 sampa1 minggu
ke
15, hasil negat1f pada m1nggu ke 32 sampai minggu ke
49
t1ter yang rendah didapatpada minggu ke 6 sampai ke 11, minggu ke 14 sampai ke 25, minggu ke 28, m1nggu ke minggu ke 31 dan minggu ke 50.
30,
Titer kembali t1nggi pa-
da minggu ke 50 sampa1 minggu ke 52 sesudah penularan. Selain itu keadaan infaksi diperkuat pula dengan adanya hasil isolasi kuman Brucella abortus dari darah
f~
tus yang diabortuskan juga dar1 usapan vagina eaat abor-
16
tus. Magee (980) juga mengadakan percobaan untuk ELISA dalam mendeteksi immunoglobulin yang terdapat dalam serum darah sapi yang terinfeksi kuman Brucella abortus. Dalam tabel 3 terlihat bahwa ELISA memberikan reaksi yang positif untuk immunoglobulin G (IgG) yang spesi-' fik pada : penderita Brucellosis akut (no I, 2, 3) dengan
nilai
500 AU disertai dengan hasil yang signifikan untuk im
munoglobulin M (IgM) dan immunoglobulin A (IgA). penderita Brucellosis kronis (no 4 dan 5) dengan nilai IgG le)O AU, walaupun angka yang signifikan untuk
IgA
dan IgM tidak terdeteksi. serum dari 10 sapi penderita (no 6 - 15) dengan nilai IgQ 12 - 100 AU, walaupun tidak memberikan nilai yang signifikan untuk IgA dan IgM dan hasil ini tidak memberi gambaran bahwa ada penderita dari kelompok
ini
yang didiagnosa secara klini8 8ebagai penderita Bru cell08is. dua buah serum (no 14 dan 15 ) memberikan nilai
IgG
yang rendah dengan uji ELISA akan tetapi dengan yang lain adanya immunoglobulin tidak terdeteksi.
Tabel 3.
Hasil uji serologis yang memperlihatkan gambaran antibodi terhadap Brucella (Magee, 1980).
No serum
Keadaan k1inis
1. 2. 3. 4.
dil"ect Agglutination test (titer)
CFT Commbs ELI S A test test IgG IgM IgA (titer) (titer) AU AU AU
Acute Brucellosis Acute Brucellosis Acute Brucellosis Chronic Brucellosis Chronic Brucellosis ~r~aH~~osis sete1ah
320 5210 5210 40 160 40
512 2048 128 40 8 16
3280 80000 10240 1780 320 256
7200 5900 790 740 240 72
20 20
4 8
320 40
12.
Livestock owner Brucellosis setelah 30 tahun stomach carcinoma Farm worker Auto immune disease ~r~atlMosis setelah
20 20 80 80
4 4 4 16
13. 14. 15.
Butcher living on ~arm Gram negative septichaemia Gram negative septichaemia
80 20 20
4 4 4
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 ,
22 66 1040 NS NS NS
27 38 16 NS NS NS
57 56
NS NS
NS NS
40 80 320 40
49 42 26 66
NS NS NS NS
NS NS NS NS
40 40 40
44 18 18
NS
NS
NS
NS
NS
NS
\
17',
III.
PEMBAHASAN
Bila antigen masuk ke dalam tubuh maka akan
timbul
dua macam reaksi ImunoLoglk yaitu, 1.
Sintesa dan pelepasan antibodi bebas ke dalam
darah
dan cairan tubuh lainnya atau dikenal sebagai "humoral antibody".
Antibodi ini akan bekerja dengan be£
gabung langsung dengan toksin-toksin yang dihasilkan oleh kuman serta menetralisir toksin tersebut
atau
menyelubungi kuman tersebut sehingga mempermudah pr2 ses ragosi tosa. 2.
Pembentukan limfosit yang peta dengan molekul-mole kul yang menyerupai antibodi pada permukaannya. Limfosi t tersebut merupakan pelaksana kekebalan yang di timbulkan oleh Bel yang lebih dikenal sebagai
"cell
medi ated immune respone" (Roi tt, 1985). Mekanisme kekebalan yang umu terjadi pada
infeksi
Brucellosis adalah kekebalan sistim seluler (Herbert, 1970) Wilson dan Miles (1975) mengatakan bahwa reaksi tubuh setelah vaksinasi atau adanya suatu infeksi
adalah
pembentukan IgM yang kemudian akan mengalami penurunan bila pembentukan IgG telah terjadi.
Immunoglobulin M ter
utama beredar secara intra vaskuler, sedangkan IgG dapat beredar dalam darah dan jaringan interstisial.
Wilson
dan Miles (1975}, menambahkan juga bahwa molekul IgM hanya dapat bertahan untuk beberapa hari, sedangkan IgG
d~
pat bertahan untuk beberapa minggu. "Humoral immune respone" pada hewan sapi sama dengan
19
hewan lainnya, yaitu adanya IgM, IgG dan IgA.
Immunoglo
bulin G pada hewan sapi terdiri dari dua bagian,
yaitu
IgG
dan IgG 2 berdasarkan angka rata-rata elektroporetik l (Butler, 1969). Beh (1973) menerangkan tentang klasifikasi immuno -
globulin pada hewan sapi sebagai berikut : IgM atau makroglobulin yang terdiri adri lima sub unit yang masing-masing hampir sama dengan satu molekul IgG. Immunoglobulin M mempunyai aktivitas pada agglutinin, opsonin, lysin dan fiksasi komplemen.
Immunoglobulin
M dikenal sebagai antibodi awal. Immunoglobmlin G atau gammaglobulin terdapat 75% dari total immunoglobulin tubuh.
Immunoglobulin aktif da-
lam presipitasi, antitoxin dan fiksasi komplemen. Immunoglobulin G dikenal sebagai antibodi akhir karena kehadirannya dalam aliran darah sesudah kehadirun IgM akibat rangsangan antigen. Immunoglobulin A berhubungan dengan proteksi permukaan terutama ditemukan pada sekresi eksternal. Rose dan Roepke (1964) menelusuri tentang penyebar an antibodi dalam serum darah sapi yang divaksinasi
de-
ngan Strain 19 atau diinfeksi dengan kuman Brucella abor ~
yang virulen.
Pada hewan yang divaksinasi, antibodi
yang terdetaksi adalah IgM agglutinin yang mencapai konsentrasi tertinggi pada hari ke 13 sesudah vaksinasi. Immunoglobulin G timbul dalam titer yang rendah antara hari ke 28 sampai hari ke 42 sesudah vaksinasi. Pada hew an yang diinfeksi dengan Brucella abortus yang vi-
20 rulen melalui konjungtiva memperlihatkan titer antibodi IgG yang melampaui titer IgM pada hari ke 25 sampai hari ke 45 sesudah penularan. Bah (1974) menguatkan keterangan Rose dan
Roepke
(1964) bahwa pembentukan IgM akan mencapai puncaknya pada hari ke 14 sampai hari ke 16 dan pada saat terse but kadar IgM adalah berkisar 30 sampai 40% dari yang timbul akibat in£eksi Brucella.
antibodi
Sedangkan IgG akan
muncul perlahan sesudah vaksinasi dan mencapai puncaknya pada hari ke 16 sampai hari ke 32 dan pada saat ini
ka-
dar IgGl adalah 20 sampai 30% dari jumlah antibodi dalam darah Immunoglobulin G dihaailkan dalam jumlah yang se2 dikit dibandingkan IgM dan IgGl , Dari percobaan Heck
~ ~
(1981) memperlihatkan ha-
ail diagnosa dengan menggunakan ELISA test mulai terjadi pada hari ke 21 atau tiga minggu setelah penularan,
hal
ini sangat berhubungan dengan masa inkubasi kuman Brucel
l! abortus yaitu antara satu sampai tiga minggu. Penggunaan ELISA memungkinkan kita untuk menganaliaa serum dari penderita Brucellosis kasus kronis, klinis, akut, sub klinis atau kasua sesudah in£eksi dimana gejala klinis tidak tampak jelas (Magee,1980). Monica (1984) membagi metoda ELISA menjadi dua bagi an berdasarkan cara kerjanya, yaitu double antibody ELISA dan indirect ELISA.
Double antibodi ELISA digunakan un-
tuk menidenti£ikasi antigen dan kwantitas dari antigen, aedangkan indirect ELISA digunakan untuk mendeteksi ada-
nya antibodi yang terbentuk akibat suatu inf'eksi.
Dalam
dunia kedokteran hewan lebih banyak digunakan cara indirect ELISA.
Harry dan John (1983) menerangkan ELISA sebagai cara diagnosa serologis pada penyakit infeksi dengan
men~
kur jumlah total antibodi yang disebabkan oleh rangsangan suatu antigen dan bukan hanya terbatas pada satu grup antibodi tertentu saja.
ELISA dapat mendeteksi . adanya
titer IgG, IgM dan IgA pada kasus Brucellosis yang
akut
adanya titer IgG yang tlnggl pada kasus Brucellosis yang kronis, adanya titer IgG yang remdah pada kasus setelah terjadi infeksi serta dapat mendeteksi ada atau tidaknya antibodi terhadap kuman Brucella. ELISA menggunakan cara phase padat untuk
mencegah
kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa yang disebabkan oleh adanya protein yang dalam diagnosa dapat memberikan hasil yang positi£, mengingat ELISA sangat sensitif. Penggunaan Serum Agglutination Test (SAT)
sebaga!
diagnosa serologis yang umu dilakukan untuk mendiagnosa Brucellosis.
Test ini juga digunakan sebagai test dasar
pada program eradikasi di Norway, Denmark dan Swedia seperti yang ditulis oleh A11an
~
al (1976),'
mengatakan
bahwa SAT hanya mampu dan lebih efisien dalam mengukur kadar titer IgM daripada IgGl • Sedangkan Beh (1974) dapat memperlihatkan bahwa IgM dihasilkan juga sebagai re§. pon terhadap auatu vaksinasi, akibatnya antibodi terbentuk tidak dapat dibedakan apakah berasal dari res-
pon
'vaksinasi ataukah respon terhadap adanya infeksi. Penggunaan CFT dapat digunakan sebagai pengganti di
agnoaa menggunakan SAT karena dianggap sebagai test yang lebih definitif.
Complement Fixation Test dapat
membed~
kan antibodi sebagai reapon terhadap vaksinasi dan sebagai respon suatu infeksi seperti yang dikatakan Nicoletti (1969) dan Alton
~ ~
(1964) dapat memperlihatkan a-
danya gabungan antara IgG dan IgM dalam CFT aebagai reak ai suatu infeksi. Beh (1973) menyatakan bahwa CFT lebih spesifik lagi dalam pengikatan IgG dan IgG yang terfiksasi adalah IgGl sedangkan IgM dikarenakan sifat dari IgM yang menjadi tl dak aktif dengan perlakusn pemanasan 60°C sedangkan
pe-
ngerjaan CFT memerlukan pemenasan pada temperatur tersebut. Levieux (1974) mengatakan bahwa IgG 2 aktif pada agglutinasi yang normal tetapi tidak pada pH 3,6 atau pada Rose Bengal Plate Test juga Complement Fixation Test,
s~
dangkan IgGl inaktif pada normal agglutinasi tetapi lebih efjjsien pada agglutinasi pada pH 3,6 dan pada Rose Bengal Pate Test. Selain itu diagnosa Brucellosis dengan menggunakan RBPT banyak digunakan.
Diagnosa ini menggunakan larutan
acidic buffer sebaga! pensuspenai antigen kuman Brucella. Hess' (1953) mengemukaksn bahwa acidic buffer dapat bersifat menghambat immunoglobulin yang non spesifik. ALLan
~
al (1976) lebih jauh mengatakan bahwa RBPT
le-
bih eriaie mendetekai IgM daripada IgG l ataupun IgG 2 dan IgM aebagai respan daripada vaksinasi dengan menggunakan strain 19. Beh (1974) mengatakan akibat yang dihasilkan adalah adanya reaksi silang poat vaksinal yang dapat memberikan kesalahan titir.
dalam diagnosa dimana didapat hasil yang
Kesalahan sebagai
terjadi
~eaksi
po-
yang negatir juga sering
sehingga ternak yang terinfeksi tidak terdetek-
si sehingga dapat bertindak sebagai sumber penyebaran in rekei seperti yang dilaporkan oleh Morgan (1971), walaupun demikian Davies (1974) mengungkapkan kemudahan serta murahnya penggunaan RBPT maka oara diagnosa ini masih mungkin dapat digunakan. Dari keseluruhan perbandingan penggunaan uji serol,2 gis terhadap Brucellosis maka Magee (1980) memberikan ke simpulan bahwa ELISA lebih spesirik dalam mendeteksi antibodi terhadap kuman Bruoella dibandingkan dengan diagnosa serologis lainnya. Pelajaran lebih lanjut yang dilakukan oleh Ruppaner
(1980) mengemukakan spesirisitas ELISA dalam identifikasi inreksi Brucellosis pada sapi mencapai 100 kan Byrd
.2..i:
~
%, sedang-
.(1979) memberikan nilai spesirisitas ter-
butadalah 97% dibandingkan dengan diagnosa lainnya.
I V.
KESIHPULAN
Masalah yang utama dari Brucellosis adalah kesukarun dalam diagnosa.
Hasalah ini dapat teratasi dengan adanya
suatu cara diagnosa dengan yaitu Enzyme
Linl~ed
menggunru~an
sistim
epzymatik
Immuno Sorbent Assay atau lebih dil{e-
nal dengan nama ELISA. Prinsip kerja dari ELISA adalah pengikatan antigen dan antibody kompleks yang dengan penambahan suatu
sub-
strat tertentu serta adanya kerja enzyme peroksidase
~an
dapat memberikan perubahan warna apabila antigen dan snti body yang berikatan adalah homolog.
Perubahan warna yang
terjadi sangat tergantung pada banyaknya antibody yang di ~ibatkan
oleh infeksi yang terjadi, semakin
bany~
anti-
body yang terbentuk berarti semakin parah infeksi akan m.§. nyebabkan perubahan warna yang lebih tajam. ELISA dapat mendeteksi adanya titer IgG, IgN dan IgA pada kasus Brucellosis akut, adanya titer IgG yang tinggi pada kasus Brucellosis kronis serta adanya titer IgG yang rendah pada kasus setelah infeksi serta ada atau tidaknya antibody yang terbentuk akibat infeksi Brucellosis. ELISA
bel~erja
secara phase padat untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa yang diakibat kan oleh adanya protein lain yang dapat memberikan hasil yang positif sehingga mengacaukan diagnosa. Hasil ELISA dapat dibaca langsung untuk jumlah spesi men yang besar sekaligus sehingga memudahkan program pel'ngendalian B!::-.Acollosis.
24
DAl"TAR PU S'l' AK A
Allan, G.S., Chappel, R.J., William, P. dan Hc Naught, ]J.J. 1976. A quantitative comparison of the sensitivity of serological test for bovine brucellosis to different antibody classes. Journ Hyeg. Camb. 76 : 287 -298. Alexander, B., P. Tl. Schnurren berger dan R. R. Brown. 1981. Numbers of Brucella abortus in the placenta, umbilicus and fetal fluid of two naturally in fected cows. Veterinary Record. 108: 500. Alton, G.G., Maw, J., Rogerson, B.A. dan Hc Pherson, G.G. 1975. Serological diagnosis of bovine brucellosis : an evaluation of the complement fixation, serum agglutination and rose bengal test. Aust. Vet. Jour. 51: 57 - 63. Andersen, R.K., Jennes, R., Brumfield, H. dan Gough, p. 1964. Brucella agglutinating antibodies: relation of mercaptoethanol stability to complement fixation. Science. 143: 1334 - 1335. Beh, K.J.
1973. Distribution of Brucella antibody among immonoglobulin classes and a low molecular weight antibody fraction in serum and whey of cattle. Research in Vet. Science. 14: 381 -384.
Beh, K.J.
1974. Quantitative distribution of Brucella antibody amongst immunoglobulin classes in vaccinated and infected cattle. Res. Vet. Sci. 17 : 1 - 4.
Blood, D. C., J. A. Henderson dan O. N. Radostits. 1979. Veterinary Medicine. 5th'·ed. The English LanglJ. age Book Society and Bailliere Tindall, London. hal. 1135. Brunner, D.W. dan Gillespie, J.H. 1973. Infectious Disease of Domestic Animal. 6th ed. Comstock Publishing Ass. Cornel. University Press, Ithaca and London. Hal. 196 -213, 222 - 228. Butler, J.E. 1969. Bovine immunoglobulins: a review. Journal Dairy Science. 52: 1895 - 1909. Byrd, J.W., Heck, F.C. dan Hidalgo,R.J. 1979. Evaluation of the Enzyme Linked Immunosorbent Assay for Detecting Brucella abortus antibodies. Am. Jour. Vet. Res. 40: 896 - 898.
Carpenter, 1-1. Charles dan Hubbert, '1'. William. 1963. Di sease Transmitted from Animal to Man. 5th ed. Charles C. Thomas, Publisher Illinois. USA. Hal. 12b - 167. Cherchenko, 1.1. Brucellosis the far north. I. Brucello sis in reindeer. Jour. Mikrob. Epid. ImmunobioI.
32(3) : 135 - 139. Davies, G.
1971. 'i'he Rose Bengal Test. 447 - 449.
Vet.' Rec.
d8:
Dirjen Peternakan. 1981. Rancangan Kebijaksanaan Operasional dan Proyek Pembangunan Peternakan. Hal.
3 - 4. Golozov, 10M. dan Zabrodin, V. A. 1959. Brucellosis in reindeer. Veterinariya. 36: 23 ~ 25. Harry, R. Hill dan John, M. Matsen. 19d3. Enzyme Linked Immunosorbent Assay and Radioimmunoassay in the Serologic Diagnosis of infectious Diseases. The Journal of Infectious Disease. 14·7(2) : 258 -265. Heck, F.C., William, J.D. dan Pruett,J. 1980. Clinical Microbiology. 11: 398.
Journal of
Heck, F.C., William, J.D., Zink,D.L., Gilmore, W.C. dan Adams, L.G. 1981. Serologic profile for a cow experimentally infected with Brucella abortus antibodies. Vet. Journal. 137: 520 - 525. Herbert, IV.J. 1970. Veterinary Immunology. Blackwell Scientific Publications. Oxford and Edinburg. Hess, IV.R.
1953. Studies on a non specific Brucella agglutinating substance in bovine serum. I. The differentiation of specific and non specific by heat treatment. Amer. Jour. Vet. Res. 14: 192 -194.
Huddleson, I.F. 1926.
Journal Americ. Medic. Accsos.
86
943. Lapraik, R.D. 1975. Brucellosis: A study of live calves from reactor dams. Vet. Rec. 97: 52 - 54. Lavieux,D.
197Lfo Bovine immunoglobulins and brucellosis. I. Purification of immunoglobulins and preparation of specific antisera. II. Activity of serum IgG ,IgG and IgM in SAT, Commbs, CF and RB test. Vet. tu11. 1975. 45(8) : 558. Abst. 4199.
Magee, J.T. 1980. An enzyme labelled immunosorbent assay for Brucella abortus antibodies. Jour. Hedic. Microbiol. 13: 167 - 172.
c.:o
Thorpe, B.D., c:idv!ell,R.'!I., Bushman, J.B., Smart, K.L. dan Moyes, R. 1965. Brucellosis in wildlife "nd livestock in west central Utah. Journal Amer. Vet. Med. Assoc. 146: ?25 - 237. 'l'oelihere, Mazes rI. 19131. Ilmu kemajiran pada ternak SIl pi. Institut Pertanian Bogor. Wetzel, R. dan Rieck, ,'j. 1962. Krankheiten des '!,ildes. Hamburg. Ilal. 49 - 51. Wilson, S.G.S. dan S.A. Miles. 1975. 'l'opley and Wilson 1 s Principles of bacteriology, virology and immunity. 6th ed. Edward Arnold Ltd. London. Wbrld Heal th Organization. 1953. JoiI1t FAO/WHO Expert Commi t tee on Brucellosis. WHO 'fech. Rep. Serology. 67: 20. World Health Organization. 1970. Joint FAO/WHO Expert Committee on brucellosis fifth report. FAO and VIHO. Rome. Hal. 7 - 18.
Lampiran 1.
Pintu masuk kuman
!
Lymphoglandula regional
1
Sistim bl darah
Sis. Reticulo endothelial
I Lymphoglandula
1
Sumsum OIpunc;gung
1
Pengumpulan sel mononu clear dan phagositosis jaringan sebagai pagosit organisma
Pengumpulan sel leukosit polymorphnuclear
Pembentukan granuloma
Nekrosis jaringan
~
1
Penyisihan kuman brucella
GambaI' 1.
1 1
Pembiakan kuman brucella
Sirkulasi kuman brucella dalam tubuh. (Spink, 1956).
Lampiran 2.
DOUBLE J.lNTmODY EUSA ANTIGEN ASSA Y
~Nl'jr".1t
ANTHWDYA ANTIGEN A ANTIBODY A
+
SUBSTRATE
-
COlOUH CHANGE
INDIRECT ELISA ANTIBODY ASSAY
ENZYME ANTI-GLOBULIN
ANTIBODY 8
ANTIGEN B
Gambar 2.
+ I..__S_U_B_S_TR_A_T_~_-I
-
COLOUR CHANGE
Prinsip kerja ELISA CHanica, 1984).
51 Lampiran 3.
INDIRECT ELISA
OOUBLE ANTIBODY UISA
Well "I Ul.(lotd, .. l,lJll P:"It: ,$0 """In ~fJ"l.r,,;. ilnlltJooy
~O"II
...
;,
w
v"dt 01/11,(101.11.1100 plillt ,5 c.oGled wJlII known an/IOtln
LJ
~Iu', ",,,.,, ,(.>.,1 ... ".", • .:.nIlY.:Il.:. ,ul,I.'Il''''''lhc .",I,V'-'" ulI,I"' ... ~ .... tI,II,,· "'II'l".HI~
A'
3
to tht:illlhlol,m
.
• / "•
I;~'
i
,$.
.ddea .. nO the
1111: anhyt:1l
W Aho;:: • ..... ~r"n'tl t:111ymt.' LauCIlt:c1 jU\I,tJOtly.!Io ol.:lOt.'O wl.,eh dlt,u;lu::.
I
P.II,.,.nrS. $.t:r .... m
P4, ..",lr, .HI" .... udy LllnlUIIU,io woU'\
,
•
Ah,..., ...... shlng iI !.Ublo1l"It' ,5 ;.O,le.l .... h".:h I~ hy<.lfLolylt:U (f)lole"
th" tn/yllll: Iv 9 .... " a l_uluUI chang I;' do .... nl
fl)
Gambar 3. Cara kerja double antibody ELI SA dalam mendeteksi antigen (Monica, 1984).
Garnbar
4.
Ah",. w.a5hlOg. enlymeJ",tJ.eUed oinl,hulIliilfl gJutJulln I$. ..aocd wh,ch .Hlilt:tl"S 10 the aollt.adv
Ah .. , ..... shlng .. $.ub:otrale IS aao".;! wh,Ch 110 hydrOlyle" flllolr.en aown) by Ihe I::tllym~ to U,..,t:.II COlour Change
Cara kerja indirect ELISA dalam mendeteksi antigen (MoniCa, 1984).