BAB IV ANALISA PERMASALAHAN
4. 1. Analisa Manusia 4.1.1. Analisa Lansia 1) Jumlah Lansia Lansia merupakan penghuni utama dalam sebuah panti werdha. Para lansia akan tinggal di panti werdha tersebut dalam jangka waktu panjang. Dari hasil survey ke berbagai panti werdha, rata – rata jumlah lansia yang berada di panti werdha swasta dengan adanya iuran bulanan adalah 40 – 75 lansia. Dengan banyaknya jumlah lansia dan kurangnya tenaga kerja yang seimbang, menyebabkan lansia sering mengalami berbagai masalah seperti jatuh tanpa sepengetahuan perawat, kebingungan arah, kurang melakukan aktivitas, dan lain sebagainya. Dengan jumlah lansia yang tidak terlalu banyak, perhatian perawat dan dana panti werdha dapat lebih terfokuskan, terutama bagi lansia yang terlantar yang berada di panti werdha swasta tanpa adanya iuran bulanan. Berikut merupakan beberapa poin analisa pertimbangan penulis dalam memilih jumlah lansia: - Ketentuan dari panti werdha yang akan dirancang (menyesuaian dengan dana dan jumlah perawat). - Banyaknya perhatian yang dibutuhkan para lansia terlantar, untuk memebuhi keamanan fisik dan psikologis mereka.
- Dengan jumlah lansia yang banyak, akan membutuhkan area bangunan yang lebih luas, dengan banyaknya ruangan yang dapat membingungkan para lansia. 2) Fisik Lansia Beberapa masalah pada fisik lansia yang ditemukan adalah: - Penglihatan Seiring bertambahnya usia, para lansia semakin kehilangan daya akomodasi
penglihatan
(semakin
kabur
dan
hilangnya
kedetilan
penglihatan), serta sulit membedakan warna. Selain itu, pupil lansia yang semakin mengecil menyebabkan masuknya cahaya ke mata semakin minim. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dilihat dari kondisi penglihatan lansia adalah:
Pencahayaan yang banyak, baik alami maupun buatan (individu berusia diatas 60 tahun membutuhkan pencahayaan 3x lebih banyak daripada indidu di usia 20 tahunan).
Kesilauan, baik dari penggunaan material, pencahayaan alami, maupun pencahayaan buatan.
Pengkontrasan warna, untuk mempermudah lansia membedakan pembagian area pada interior bangunan, serta pemilihan warna yang tepat (bertambahnya unsur warna kuning pada penglihatan lansia)
Penerapan pencahayaan buatan yang tidak menyilaukan, namun dapat memberi pencahayaan yang cukup pada interior ruangan. Selain itu, kekonsistenan dan kesamaan pada tekstur pencahayaan sangat penting
agar tidak menimbulkan bayangan dan ilusi perbedaan level pada dinding dan lantai yang dapat menggangu psikologi lansia.
Perubahan level pencahayaan secara gradual antar ruang dan akses dari dalam bengunan ke luar bangunan.
Pengkombinasian warna dan cahaya pada interior ruaangan, agar mempermudah penglihatan lansia dan membuat lansia merasa lebih nyaman.
- Pendengaran Pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress, kemampuan pendengaran akan semakin menurun. Selain itu, gangguan akustik seperti kebisingan dan gema pada interior bangunan juga dapat menggangu pendengaran lansia, termasuk kesulitan tidur saat beristirahat. Unsur akustik yang baik dapat membantu meningkatkan pendengaran dan menekan gangguan pendengaran pada lansia. Lansia dengan pendengaran yang buruk juga berdampak pada hubungan sosial antar sesama lansia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dilihat dari kondisi pendengaran lansia adalah:
Penggunaan material interior (lantai, ceiling, dan dinding) yang dapat menyerap suara, agar suara – suara tidak memantul atau terjadi gema.
Pengaturan area duduk yang mempermudah mendengar percakapan.
Pencahayaan yang cukup agar para lansia dapat membaca bibir lawan bicara.
- Penciuman Penerapan material yang salah pada interior sangat berbengaruh pada penciuman lansia. Material yang dugunakan harus tidak berbau atau beracun. Dengan semakin menurunnya penciuman lansia dan material interior yang berbau, maka akan menyebabkan kesehatan para lansia terganggu. Selain itu, bukaan – bukaan yang ada pada bangunan sangat penting untuk jalannya sirkulasi udara. - Peraba Pada sistem peraba, lansia mengalami kemunduran dalam merasakan sakit, tekanan, panas, dan dingin. Kulit juga menjadi lebih tipis pada dermisnya, dan mengalami penurunan elstisitas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dilihat dari kondisi peraba lansia adalah:
Pemilihan material pada interior bangunan yang tepat agar kulit lansia tidak terluka ketika membentur atau menyentuh material – material tersebut.
Pencahayaaan alami yang cukup guna membantu kesehatan kulit lansia.
- Otot Kinerja otot yang melemah dan interaksi otot yang semakin berkurang menyebabkan para lansia sering mengalami gangguan otot seperti sering jatuh, kram, dan kesemutan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dilihat dari kondisi otot para lansia adalah:
Daya tarik yang ditimbulkan dari ruang – ruang interior agar tertarik untuk berjalan dan keluar dari satu ruangan ke ruangan lain.
Tersedianya area untuk melatih fisik lansia seperti senam pagi dan fisioterapi.
Adanya pegangan – pegangan atau grab bars para berbagai sisi ruangan yang dapat digunakan lansia jika kondisi otot atau keseimbangan menurun.
Sirkulasi ruangan yang mudah dilalui oleh para lansia.
Penerapan aksesoris pada unsur interior seperti handle pintu yang mudah dibuka oleh lansia ketika tangan mengalami kram.
Penggunaan material pada lantai yang menekan rasa capai pada otot kaki ketika melewati berbagai ruangan.
Cukupnya area duduk untuk lansia ketika merasa capai.
- Beser Menurunnya kemampuan untuk menahan air kecil atau air besar merupakan hal yang umum pada lansia. Namun, Beser tanpa disadari sering menimbulkakn msalah kesehatan dan sosial. Dalam hal ini, penerapan material untuk lantai dan furnitur harus lebih diperhatikan. Selain itu, jarak kamar mandi dari berbagai area aktivitas sebaiknya tidak terlalu jauh. - Suhu tubuh Pada masa usia lanjut, kemampuan untuk memproduksi panas tubuh akan semakin berkurang, sehingga para lansia mudah merasa kedinginan. Dalam hal ini, penerapan bukaan – bukaan pada bangunan (masuknya udara sejuk atau hangat), serta penggunaan pendingin ruangan harus lebih diperhatikan.
- Daya ingat Semakin menurunnya daya ingat lansia, kemampuan mereka untuk mengingat pembagian ruang juga akan semakin berkurang, terutama bagi para lansia yang baru memasuki panti werdha. Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
Penerapan material atau unsur dekorasi sebagai daya tarik dan pengingat ruang.
Sirkulasi antar ruang yang tidak membingungkan lansia.
3) Psikologi Lansia Masalah – masalah psikologi yang ditemukan adalah: - Sifat Hal umum yang terjadi pada lansia adalah kemunduran psikis seperti kembali ke masa anak – anak, manja, dan sulit diatur, terutama karena lansia – lansia tersebut merupakan lansia yang dulunya terlantar dan sudah terbiasa dengan kebebasan. Dari hasil survey, kedisiplinan dan kasih sayang yang diberikan dari perawat merupakan salah satu cara untuk membuat mereka mengikuti kegiatan panti dengan baik. Lansia yang banyak mengalami kemunduran psikis, cenderung lebih sulit untuk bersosialisasi. Aktifitas – aktifitas yang dilakukan secara grup seperti senam pagi dan nonton bersama, termasuk pengaturan posisi duduk, secara perlahan dapat membantu meningkatkan hubungan sosial mereka. - Harga diri Dari hasil survey, beberapa masalah yang didapat adalah rasa rendah diri yang dialami lansia karena tergolong tidak mampu, serta rasa
tidak berguna karena tidak dapat melakukan kegiatan – kegiatan yang dulunya mereka lakukan. Kegiatan - kegiatan pengganti seperti gardening, merajut, game ringan, kerajinan tangan, dan lain sebagainya dapat membantu mereka merasa lebih nyaman dengan diri sendiri. Selain itu, kegiatan – kegiatan tersebut dapat membantu lansia menghilangkan rasa bosan, meningkatkan daya ingat dan memperlambat proses Alzheimer. - Kenangan masa lalu Sebagian besar dari lansia terlantar yang berada beberapa panti werdha yang penulis datangi mengalami trauma akan masa lalu mereka. Hal tersebut terlihat dari penghindaran, reaksi perlawanan, serta emosi yang berubah dari mereka ketika adanya pembicaraan tentang masa lalu mereka. Interior yang dirancang harus dapat membuat mereka merasa nyaman dengan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang baru. - Diogenes syndrome Salah satu masalah yang cukup banyak ditemui pada lansia yang terlantar adalah adanya diogenes syndrome. Diogenes syndrome merupakan gangguan psikologi pada lansia yang menyebabkan lansia tidak memiliki kepedulian akan dirinya sendiri atau self neglect. Beberapa ciri lansia yang mengalami diogenes syndrome adalah tidak ingin makan, tidak menjaga kebersihan, senang mengumpulkan berbagai jenis barang, sifat terkadang berubah, dan tingkah laku terkadang agresif. Belum ditemukan penyebab pasti dari gangguan psikologis ini, namun dari hasil penelitian, diogenes syndrome erat kaitannya dengan kemiskinan, keterlantaran, tidak adanya hubungan sosial, kepikunan parah, dan stress.
Perawatan jangka panjang dari panti jompo dan psikolog telah terbukti dapat membantu mengatasi gangguan ini. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kasus diegones syndrome diantaranya: Material pada bangunan panti agar kehigenisan bangunan terjaga dan tidak memperburuk kondisi fisik para lansia. Pencahayaan dan penghawaan yang baik untuk kesehatan fisik dan psikologis lansia. Penggunaan kunci pada beberapa ruangan dan furnitur. Beberapa ruang seperti kamar dan kamar mandi sebagiknya tidak menggunakan kunci agar perawat dapat mengawasi kegiatan yang sedang dilakukan para lansia. - Masalah Kereligiusan Sebagian lansia mengalami kecenderungan untuk berhenti mempercayai adanya Tuhan. Dengan kehilangan kepercayaan pada Tuhan, lansia menjadi berhenti mempelajari makna hidup, memiliki pemikiran yang menyimpang (menuduh tanpa alasan atau mengkritik berbagai situasi dengan kejam), dan merasa letih dengan kehidupan. Dari hasil survey, hal yang dapat dilakukan adalah dengan dorongan dan kasih sayang dari perawat, lngkungan tinggal yang positif, serta kegiatan keagamaan yang dibawakan oleh pengunjung. - Masalah kematian Rasa takut kan kematian merupakan hal yang umum yang dialami oleh para lansia. Rasa takut yang dialami oleh para lansia dapat menyebabkan stress dan gangguan kesehatan. Interior yang dirancang
untuk para lansia tersebut harus dapat membantu menekan rasa takut mereka. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penekanan rasa takut pada lansia adalah:
Citra interior yang ‘ceria’
Penerapan warna, meterial, dan pencahayaan yang baik agar memberikan kesan hangat, nyaman, dan aman.
4) Alzheimer Alzheimer perupakan penyakit neurodegeratif, yang seringkali tersembunyi, membahayakan, dan berkembang secara progresif. Tidak semua lansia mengalami Alzheimer. Ciri – ciri klinis penderita Alzheimer adalah kepikunan, menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari – hari, perubahan kepribadian dan tingkah laku, sering mengalami kebingungan, dan ketidak mampuan untuk mengurus diri sendiri. Alzheimer tidak dapat disembuhkan namun dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup, gizi seimbang, lingkungan tinggal yang baik, serta pengobatan yang tepat. Kondisi lingkungan dapat dijadikan treatment pada penderita alzheimer dengan cara menghasilkan dan mempertahankan lingkungan tinggal yang positif (aktivitas, kegiatan sosial, progam perawatan, dan kenyamanan, termasuk penghijauan). 5) Adaptasi pada lingkungan baru Para lansia yang senang dan sudah terbiasa hidup dengan kebebasan cenderung ingin kembali ke tempat asal mereka, lebih sulit beradaptasi dan mengikuti kegiatan panti dengan baik. Selain peratian, dan
kekeluargaan, ragam aktivitas yang dapat menarik minat atau perhatian lansia juga dapat membatu proses pengadaptasian para lansia. 6) Lansia Berkebutuhan Khusus Lansia berkebutuhan kushus merupakan lansia yang memerlukan perhatian lebih pada aktivitas kesehariannya. Hal ini dikarenakan kondisi fisik lansia yang buruk, yang disebabkan oleh penyakit atau trauma akan kejadian masa lalu seperti jatuh atau kecelakaan lainnya, yang menyebabkan lansia membutuhkan kursi roda, alat bantu jalan ataupun bed rest. - Alat Bantu jalan & Kursi roda Lansia dengan alat bantu jalan atau kursi roda membutuhkan sirkulasi yang lebih besar agar para lansia dapat dengan mudah berpindah area tanpa membentur sisi ruangan dan berbagai furnitur. Dengan sirkulasi yang cukup juga membuat para lansia merasa lebih aman dalam melakukan berbagai aktivitas. Selain itu, pengkontrasan material border pada dua sisi lantai dapat membantu lansia agar tidak membentur dinding. - Bed rest Dalam kasus ini, lansia dalam kondisi bed rest merupakan lansia yang tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari dnegan mandiri. Mereka membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra. Dari ahsil survey, lansia – lansia pada kondisi bed rest cenderung merasa bosan, letih, stress, dan tidak bersemangat, terutama yang memiliki kamar sendiri. Interior kamar dan kegiatan yang diberikan kepada lansia dalam kondisi bed rest harus dapat meningkatkan semangat hidup mereka, contohnya melalui interaksi sosial yang mudah dilakukan dengan pengaturan tempat tidur
yang tepat, adanya aktivitas ringan yang dapat dilakukan, serta ruang interior yang memiliki cukup pencahayaan dan memberikan kesan ‘ceria’. 7) Aktivitas Lansia Kegiatan yang dilakukan para lansia di Wisma Sahabat Baru dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu aktivitas keseharian pada saat tidak ada pengunjung, dan aktivitas lansia pada saat ada pengunjung. Pengunjung yang datang biasanya menyertakan acara khusus untuk para lansia. Namun beberapa pengunjung hanya datang untuk menemani aktivitas keseharian para lansia. Secara umum, aktivitas para lansia pada kesehariannya di Wisma Sahabat Baru saat tidak ada kunjungan berupa: - Bangun pagi: Sebagian lansia dapat bangun sesuai jam pagi yang telah ditentukan perawat, sebagian lansia harus dibangunkan oleh perawat. - Mandi: Sebagian lansia dapat mandi sendiri, sebagian lansia harus dibantu oleh perawat. - Sarapan: Semua lansia sarapan bersama di satu ruang dengan pengawasan beberapa perawat. - Senam pagi: Kegiatan senam pagi dilakukan di luar bangunan dengan tujuan agar lansia juga adapt berjemur. Kegiatan senam pagi juga diselingi dengan fisioterapi ringan untuk kaki dan tangan. - Teh dan snack: Kegiatan ini dilakukan bersama – sama di area makan, sambil menonton TV. - Makan siang: Makan siang dilakukan bersama di area makan, dengan pengawan beberapa perawat. Setelah makan siang, para lansia
cenderung tidak melakukan kegiatan aktivitas, selain beristirahat, menonton TV dan bercengkrama. - Mandi sore: Sebagian lansia dapat mandi sendiri, sebagian lansia harus dibantu oleh perawat. Setelah mandi sore, para lansia cenderung tidak melakukan kegiatan aktivitas, selain beristirahat, menonton TV dan bercengkrama. - Makan malam: Makan malam dilakukan bersama di area makan, dengan pengawan dari beberapa perawat. Setelah makan malam, para lansia cenderung tidak melakukan kegiatan aktivitas, selain beristirahat, menonton TV dan bercengkrama. - Tidur: Beberapa lansia mengalami kesulitan tidur dikarenakan berbagai macam hal seperti rasa khawatir, takut, dan kebisingan dari luar. Kegiatan yang dilakukan para lansia di Wisma Sahabat Baru Ketika mendapat kunjungan yang menyertakan acara khusus berupa: - Bangun pagi: Sebagian lansia dapat bangun sesuai jam pagi yang telah ditentukan perawat, sebagian lansia harus dibangunkan oleh perawat. - Mandi: Sebagian lansia dapat mandi sendiri, sebagian lansia harus dibantu oleh perawat. - Sarapan: Semua lansia sarapan bersama di satu ruang dengan pengawasan beberapa perawat. - Senam pagi: Kegiatan senam pagi dilakukan di luar bangunan dengan tujuan agar lansia juga adapt berjemur. Kegiatan senam pagi juga diselingi dengan fisioterapi ringan untuk kaki dan tangan.
- Mengikuti acara yang diberikan: acarnya yang diberikan biasanya termasuk makan bersama, ibadah, game ringan, karaoke, dan lain sebagainya. - Mandi sore: Sebagian lansia dapat mandi sendiri, sebagian lansia harus dibantu oleh perawat. Setelah mandi sore, para lansia cenderung tidak melakukan kegiatan aktivitas, selain beristirahat, menonton TV dan bercengkrama. - Makan malam: Makan malam dilakukan bersama di area makan, dengan pengawan dari beberapa perawat. Setelah makan malam, para lansia cenderung tidak melakukan kegiatan aktivitas, selain beristirahat, menonton TV dan bercengkrama. - Tidur: Beberapa lansia mengalami kesulitan tidur dikarenakan berbagai macam hal seperti rasa khawatir, takut, dan kebisingan dari luar. Dari data aktivitas lansia yang didapat, dapat disimpulkan bahwa jika tidak ada kunjungan, pada siang dan sore hari para lansia cenderung kurang melakukan aktivitas, yang dimana dapat memperburuk kondisi fisik dan kinerja otak lansia. Selain itu, Sirkulasi dan progam ruang harus dirancang secara tepat agar mempermudah lansia dan para pengunjung dalam melakukan berbagai aktivias. 8) Ergonomi Ergonomi pada interior panti werdha harus disesuaikan dengan kebutuhan para lansia, terutama lansia yang memiliki kebutuhan khusus seperti kursi roda dan alat bantu jalan.
Gambar 4.1 Gambar Dimensi Tubuh Lansia Sumber: Dimensi Manausia dan Ruang Interior, h43
Gambar 4.2 Gambar Dimensi Tubuh Lansia pada Posisi Duduk Sumber: Dimensi Manausia dan Ruang Interior, h43
Gambar 4.3 Gambar Dimensi Tubuh Lansia pada Posisi Berdiri Sumber: Dimensi Manausia dan Ruang Interior, h43
Gambar 4.4 Gambar Data Dimensi Area Kerja Lansia Sumber: International Journal of Occupational Safety and Ergonomics, 2001, Vol 7
Gambar 4.5 Gambar Data Dimensi pada Tempat Penyimpanan untuk Lansia Sumber: International Journal of Occupational Safety and Ergonomics, 2001, Vol 7
Gambar 4.6 Gambar Data Dimensi Pengguna Kursi Roda Sumber: Dimensi manusia dan Ruang Interior, h283
Gambar 4.7 Gambar Data Dimensi Pengguna Kursi Roda dan Alat Bantu Jalan Sumber: Dimensi manusia dan Ruang Interior, h272-273
4.1.2. Analisa Perawat Para perawat dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pagi, siang - sore, dan malam. Secara umum, kegiatan yang dilakukan perawat dalam kesehariannya berupa: - Bangun pagi – mandi – sarapan. - Membangunkan Lansia – menyiapkan sarapan untuk para lansia. - Membantu para lansia mandi: Dilakukan perawat shift pagi. - Menemani lansia sarapan: Dilakukan perawat shift pagi. - Membantu kegiatan senam pagi dan fisioterapi lansia. - Menyiapkan teh dan snack untuk para lansia. - Makan siang: Makan siang dilakukan secara bergantian. - Membantu para lansia mandi: Dilakukan perawat shift siang- sore - Mandi sore - Menyiapkan makan malam lansia. - Menemani lansia makan: Dilakukan perawat shift malam - Makan malam: Makan malam dilakukan secara bergantian. - Menemani para lansia tidur: Dilakukan perawat shift malam Masalah yang sering dialami oleh para perawat adalah terlalu letih, kesulitan dalam mengatur para lansia, dan rasa jenuh dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Kesan yang ditimbulkan sebuah ruang dapat mempengaruhi semangat kerja dan suasana hati para perawat. Selain itu, area istirahat untuk perawat penting untuk menenangkan pikiran, sharing, dan melakukan hobi.
4.1.3. Analisa Pengunjung Pengunjung yang datang umumnya berupa donatur perorang dan perkelompok dari berbagai organisasi seperti organisasi keagamaan, sekolah, dan lain sebagainya. Pengunjung perorang biasanya mengikuti dan menemani aktivitas yang dilakukan oleh para lansia. Para pengunjung yang datang secara kelompok, biasanya mengikuti dan menemani aktivitas yang dilakukan oleh para lansia atau memberikan acara khusus untuk para lansia, yang dimana acara – acara tersebut dapat beragam. Dengan demikian, luasan pada area semi publik untuk melakukan kegiatan pengunjungan sosial dan penghiburan harus mencukupi.
4. 2. Analisa Kebutuhan Ruang Ruang – ruang yang didapat berdasarkan analisa pada lansia dan perawat adalah: 1) Publik - Area receptionist, sebagai area untuk menerima tamu dan melakukan pendaftaran ketika memasukan lansia ke panti. - Ruang tamu, sebagai tempat untuk menerima dan berbincang dengan tamu. 2) Semi Publik - Area rekreasi, sebagai area bagi para lansia untuk melakukan kegiatan hobi dan permainan ringan. - Ruang potong rambut, sebagai area bagi para lansia untuk memotong rambut.
- Lounge, sebagai area bagi para lansia untuk menonton TV, bercengkrama, dan melakukan kegiatan sosial. - Ruang kesehatan, sebagai tempat penyimpanan obat – obatan dan tempat lansia melakukan check up kesehatan 1 minggu sekali. - Ruang psikolog, sebagai tempat bagi para lansia untuk melalukan konseling dengan psikolog. 3) Privat - Ruang makan, sebagai area bagi para lansia untuk makan bersama. - Ruang fisioterapi, sebagai area untuk para lansia melakukan kegiatan fisioterapi kaki dan tangan. - Area senam, sebagai area untuk para lansia melakukan kegiatan senam pagi dan berjemur. - Kamar tidur lansia, sebagai area bagi para lansia beristirahat dan tidur. - Kamar tidur perawat, sebagai area bagi para perawat untuk beristirahat dan tidur. - Ruang duduk perawat, sebagai area untuk perawat melakukan kegiatan hobi, menonton TV, bercengkrama, dan sebagainya. - Ruang makan perawat, sebagai area bagi para perawat untuk makan bersama. - Ruang kerja, sebagai tempat bagi pengurus untuk mengatur dan mengelola panti 4) Service - Kamar mandi lansia, sebagai tempat bagi para lansia melakukan kegiatan mandi.
- Kamar mandi perawat, sebagai tempat bagi para perawat melakukan kegiatan mandi. - Dapur lansia, sebagai area untuk membuat kebutuhan pangan untuk para lansia. - Gudang, sebagai tempat penyimpanan alat – alat yang akan dibutuhkan oleh para lansia. - Area loundry, sebagai area untuk mencuci pakaian. - Kamar jenazah, sebagai area untuk memandikan dan secara sementara, menaruh tubuh lansia yang telah meninggal. Berikut merupakan hasil perhitungan untuk progam ruang yang akan diterapkan pada perancangan panti werdha ini:
Gambar 4.8 Perhitugan Program Ruang untuk Area Publik dan Semi Publik
Gambar 4.9 Perhitugan Program Ruang untuk Area Semi Publik
Gambar 4.10 Perhitugan Program Ruang untuk Area Semi Publik dan Privat
Gambar 4.11 Perhitugan Program Ruang untuk Area Privat
Gambar 4.12 Perhitugan Program Ruang untuk Area Privat
Gambar 4.13 Perhitugan Program Ruang untuk Area Privat
Gambar 4.14 Perhitugan Program Ruang untuk Area Service
Gambar 4.15 Perhitugan Program Ruang untuk Area Service
Gambar 4.16 Program dan Hubungan Antar Ruang
Gambar 4.17 Diagram Bubble Lantai Dasar
Gambar 4.18 Diagram Bubble Lantai Atas
- Zoning Alternatif 1
Gambar 4.19 Zoning Alternatif 1
Ground Floor KELEBIHAN Area privat mendapat pencahaayaan yang baik pada pagi hari Area semi publik, privat dan service mengelilingi taman Dengan adanya skylight, area publik, semi publik, privat, dan service cukup mendapat pencahayaan pada siang hari Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar tertutup, area publik dan semi publik tidak panas dan silau pada siang dan sore hari Area semi publik berada di antara privat dan service, mempermudah lansia dalam mejalani aktivitas
KEKURANGAN Area publik kurang mendapat penghijauan
Akses taman samping dapat langsung menuju ke area service
Tabel 4.1 Tabel Analisis Zoning Alternatif 1 (Ground Floor)
First & Second Floor KELEBIHAN
KEKURANGAN
Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar
Area semi publik (dibagian atas) tidak mengelilingi
tertutup, area semi publik tidak panas dan silau pada
void dan taman, sehingga kurang mendapat
sore hari
penghijauan
Area privat dan service mendapat cukup pencahayaan pada pagi hari Dengan adanya skylight, area privat dan semi publik mendapat cukup pencahayaan pada siang hari Area privat (perawat) mengelilingi void, mempermudah pengawasan terhadap lansia. Akses tangga dekat dengan area service dan privat
Akses taman samping dapat langsung menuju ke area service
Tabel 4.2 Tabel Analisis Zoning Alternatif 1 (First & Second Floor)
- Zoning Alternatif 2
Gambar 4.20 Zoning Alternatif 2
Ground Floor KELEBIHAN
KEKURANGAN
Area privat, semi publik dan service mendapat
Area publik kurang mendapat penghijauan
pencahaayaan yang baik pada pagi hari Area semi publik, privat dan service mengelilingi
Area publik dan semi publik jauh dari service untuk
taman
pengunjung dan lansia
Dengan adanya skylight, area publik dan semi publik
Tidak ada akses langsung menuju ke area service
cukup mendapat pencahayaan pada siang hari Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar tertutup, area publik dan semi publik tidak panas dan silau pada sore hari
Tabel 4.3 Tabel Analisis Zoning Alternatif 2 (Ground Floor)
First & Second Floor KELEBIHAN
KEKURANGAN
Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar
Area semi publik (dibagian atas) tidak mengelilingi
tertutup, area privat dan semi publik tidak panas dan
void dan taman, sehingga kurang mendapat
silau pada sang dan sore hari
penghijauan
Area privat dan service mendapat pencahayaan yang baik pada pagi hari Dengan adanya skylight, area privat dan semi publik mendapat cukup pencahayaan pada siang hari Area privat (perawat) mengelilingi void, mempermudah pengawasan terhadap lansia. Akses tangga dekat dengan area service dan privat
Tabel 4.4 Tabel Analisis Zoning Alternatif 2 (First & Second Floor)
- Zoning Alternatif 3
Gambar 4.21 Zoning Alternatif 3
Ground Floor KELEBIHAN Area privat mendapat pencahaayaan yang baik pada pagi hari Area semi publik, privat dan service mengelilingi taman Dengan adanya skylight, area publik, semi publik, privat, dan service cukup mendapat pencahayaan pada siang hari Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar tertutup, area publik dan semi publik tidak panas dan silau pada sore hari Area semi publik berada di antara privat dan service, mempermudah lansia dalam mejalani aktivitas
KEKURANGAN Area publik kurang mendapat penghijauan
Akses taman samping dapat lansung menuju ke area service
Tabel 4.5 Tabel Analisis Zoning Alternatif 3 (Ground Floor)
First & Second Floor KELEBIHAN
KEKURANGAN
Dengan tampak depan bangunan yang sebagian besar
Area semi publik (dibagian atas) tidak mengelilingi
tertutup, area semi publik tidak panas dan silau pada
void dan taman, sehingga kurang mendapat
sore hari
penghijauan
Area privat dan service mendapat cukup
Area service jauh dari publik dan semi publik
pencahayaan pada pagi hari Dengan adanya skylight, area privat dan semi publik
Akses dari tangga jauh dari area service
mendapat cukup pencahayaan pada siang dan sore hari Area privat (perawat) mengelilingi void, mempermudah pengawasan terhadap lansia.
Tabel 4.6 Tabel Analisis Zoning Alternatif 3 (First & Second Floor)
- Grouping Alternatif 1
Gambar 4.22 Grouping alternatif 1 - Ground Floor KELEBIHAN Area kamar tidur dekat dengan taman, kamar mandi dan ruang makan Area senam dekat dengan area fisioterapi Dapur dekat dengan ruang makan
KEKURANGAN Dapur jauh dari akses tangga menuju ke latai atas
Lounge dekat dengan ruang serbaguna dan ruang rekreasi Ruang serbaguna, lounge, ruang rekreasi, ruang ibadah, dan kamar tidur dekat dengan kamar mandi Ruang makan, area senam, area fisioterapi, kamar tidur, dapur, ruang kesehatan, ruang rekreasi, lounge, dan ruang potong rambut mengeliliingi taman Dengan adanya void, mempermudah pengawasan kepada lansia pada ruang makan, area rekreasi, lounge, dan ruang serbaguna Pada kamar tidur, dapat ditambahkan bukaan – bukaan untuk memaksimalkan pencahyaan dan sirkulasi udara Kamar tidur, ruang makan, area senam, area fisioterapi, ruang ibadah, dan dapur mendapat pencahayaan yang baik pada pagi hari Area dapur memiliki bukaan langsung pada ceiling
Tabel 4.7 Tabel Analisis Grouping Alternatif 1 (Ground Floor)
Gambar 4.23 Grouping alternatif 1 – First Floor KELEBIHAN
KEKURANGAN
Area perawat dan lansia cukup terpisah sehingga
Ruang serbaguna perawat jauh dari area duduk
aktivitas perawat tidak menggangu kegiatan lansia
perawat dan ruang kerja
Kamar mandi tersebar di tiga bagian, mempermudah
Ruang jenazah sulit diakses
pengaksesan ke kamar mandi Dapur dekat dengan ruang makan Ruang duduk perawat dekat dengan void dan kamar
lansia mempermudah pengawasan terhadap lansia Kamar tidur perawat dekat dengan ruang duduk perawat Dengan adanya skylight, pencahayaan pada kamar tidur lansia, ruang psikolog, ruang kerja, dan ruang serbaguna dapat lebih dimaksimalkan
Tabel 4.8 Tabel Analisis Grouping Alternatif 1 (First & Second Floor)
Gambar 4.24 Grouping alternatif 1 – Second Floor
- Grouping Alternatif 2
Gambar 4.25 Grouping alternatif 2 - Ground Floor KELEBIHAN Area kamar tidur dekat dengan taman, kamar mandi dan ruang makan Area senam dekat dengan area fisioterapi Dapur dekat dengan ruang makan Lounge dekat dengan ruang serbaguna dan ruang rekreasi
KEKURANGAN Dapur jauh dari akses tangga menuju ke latai atas
Ruang serbaguna, lounge, ruang rekreasi, ruang ibadah, dan kamar tidur dekat dengan kamar mandi Pada ruang serbaguna dapat diberikan akses ramp untuk menuju ke lantai atas dengan panjang ramp ± 15 m2 Ruang makan, area senam, area fisioterapi, kamar tidur, dapur, ruang kesehatan, ruang ibadah, ruang rekreasi, dan lounge mengeliliingi taman Dengan adanya void, mempermudah pengawasan kepada lansia pada ruang makan, area rekreasi, lounge, dan ruang serbaguna Pada kamar tidur, dapat ditambahkan bukaan – bukaan untuk memaksimalkan pencahyaan dan sirkulasi udara Kamar tidur, ruang makan, area senam, area fisioterapi, dan dapur mendapat pencahayaan yang baik pada pagi hari Area dapur memiliki bukaan langsung pada ceiling
Tabel 4.9 Tabel Analisis Grouping Alternatif 2 (Ground Floor)
Gambar 4.26 Grouping alternatif 2 – First Floor KELEBIHAN Area perawat dan lansia cukup terpisah sehingga aktivitas perawat tidak menggangu kegiatan lansia Kamar mandi tersebar di tiga bagian, mempermudah pengaksesan ke kamar mandi Dapur dekat dengan ruang makan Ruang duduk perawat dekat dengan void dan kamar lansia, mempermudah pengawasan terhadap lansia
KEKURANGAN Area dapur cukup jauh dari akses tangga
Kamar tidur perawat dekat dengan ruang duduk perawat Dengan adanya skylight, pencahayaan pada kamar tidur lansia, ruang psikolog, ruang kerja, dan ruang serbaguna dapat lebih dimaksimalkan Ruang psikologi dekat dengan ruang kesenian
Tabel 4.10 Tabel Analisis Grouping Alternatif 2 (First & Second Floor)
Gambar 4.27 Grouping alternatif 2 – Secon Floor
- Grouping Alternatif 3
Gambar 4.28 Grouping alternatif 3 - Ground Floor KELEBIHAN Kamar tidur dekat dengan taman, kamar mandi,
KEKURANGAN Dapur jauh dari akses tangga menuju ke latai atas
ruang makan, dan ruang ibadah Area senam dekat dengan area fisioterapi
Pada area serbaguna, tidak dapat diberikan akses ramp (masalah konstruksi)
Dapur dekat dengan ruang makan
Area makan yang terpisah mempersulit pengawasan terhadap lansia
Ruang makan, kamar lansia, area senam, area fisioterapi, ruang serbaguna, dapur, ruang kesehatan, ruang ibadah, ruang rekreasi, lounge, dan ruang potong rambut mengeliliingi taman Dengan adanya void, mempermudah pengawasan kepada lansia pada ruang makan, area rekreasi, lounge, dan ruang serbaguna Kamar lansia, ruang makan, area senam, ruang serbaguna, dan dapur mendapat pencahayaan yang baik pada pagi hari Area dapur memiliki bukaan langsung pada ceiling
Pada kamar tidur, dapat diberikan bukaan untuk memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan
Tabel 4.11 Tabel Analisis Grouping Alternatif 3 (Ground Floor)
Gambar 4.29 Grouping alternatif 3 – First Floor KELEBIHAN Area perawat dan lansia cukup terpisah sehingga aktivitas perawat tidak menggangu kegiatan lansia Kamar mandi tersebar di tiga bagian, mempermudah pengaksesan ke kamar mandi Dapur dekat dengan ruang makan Ruang duduk perawat dekat dengan void dan kamar lansia mempermudah pengawasan terhadap lansia
KEKURANGAN Area dapur cukup jauh dari akses tangga
Kamar tidur perawat dekat dengan ruang duduk perawat Dengan adanya skylight, pencahayaan pada kamar tidur lansia, ruang psikolog, ruang kerja, dan ruang serbaguna dapat lebih dimaksimalkan Ruang psikolog dekat dengan ruang kesenian
Tabel 4.12 Tabel Analisis Grouping Alternatif 3 (First & Second Floor)
Gambar 4.30 Grouping alternatif 3 – Second Floor
4. 3. Analisa Site 4.3.1. Analisa makro
Gambar 4.31 Jakarta Selatan dan Daerah Sekitar
Jakarta Selatan berupakan daerah dengan dengan luas 141,27 Km2, dengan jumlah populasi 2.057.080 pada sensus 2010, dan merupakan daerah terpadat setelah Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Jakarta Selatan berbatasan dengan Jakarta Pusat ke utara, Jakarta Timur ke timut, Depok ke selatan, Jakarta Barat di Barat Laut, dan Tangerang ke barat. Dari hasil wawancara dengan pihak panti, kebanyakan lansia yang berada di panti, berasal dari berbagai daerah di Jakarta. Di Jakarta Selatan juga terdapat Taman Langsat (taman khusus lansia) di Jl. Langsat, Kebayoran Baru.
4.3.2. Analisa Mikro
Gambar 4.32 Lokasi Site dan Daerah Sekitar
Gambar di atas merupakan daerah di sekitar Jl. Bangka Raya. Lokasi bangunan merupakan lokasi yang dikelilingi oleh perumahan, rumah kontor, pertokoan, dan dekat dengan klinik kesehatan 24 jam (Klinik Esti) dan Klinik Puri Nugraha 1. Lokasi tersebut dapat dicapai dengan berbagai transpotasi umum, seperti bus (H. Mampang Prapatan, H. Duren Tiga, H. Kuningan Barat, H. Kuningan Timur, dan Terminal Blom M) dan transportasi umum lainnya. Dengan beberapa tempat ibadah seperti Gereja Kristus Kebayoran Baru di Mampang Prapatan, St. Yohanes Penginjil di Melawai, dan tempat ibadah lainnya.
Gambar 4.33 Lokasi Site dan Daerah Sekitar (2)
Gambar di atas merupakan tampak atas dari bangunan yang akan dipakai untuk proyek ini. Berikut merupakan data mengenai bangunan tersebut. Jenis Bangunan
: Rumah Kantor
Lokasi
: Jl. Bangka Raya no 100
Arah Bangunan
: Menghadap ke Barat
Depan Bangunan : Gedung Kantor Money Changer
Kanan Bangunan : Perumahan
Kiri Bangunan
: Tanah kososng
Bangunan berada pada loaksi yang ramai akan perumahan namun bukan merupakan lokasi yang dipenuhi dengn kebisingan kendaraan. Selain itu, lokasi bangunan cukup hijau dengan adanya pepohonan besar di dua sisi jalan.
Gambar 4.34
Gambar 4.35
Foto Lingkungan Jalanan di
Foto Lingkungan Jalanan di
depan Bangunan
Gambar 4.36 Foto Lingkungan Jalanan di Depan - Kanan Bangunan
Gambar 4.38 Foto Lingkungan Jalanan di Depan – Kiri Bangunan
Depan Banguna (2)
Gambar 4.37 Foto Lingkungan Jalanan di Depan - Kanan Banguna (2)
Gambar 4.39 Foto Lingkungan Jalanan di Depan - Kiri Banguna (2)
4. 4. Analisa Bangunan 4.4.1. Analisa Keseluruhan Bangunan merupakan bangunan bertingkat 2 ¼, dengan luas total sebesar ±1200 m2, dan luas lahan ±960 m2. Dari segi pencahayaan, cahaya matahari yang masuk dimaksimalkan dengan penggunaan material kaca (dinding full glass) di berbagai area dan skylight. Karena bangunan menghadap ke barat laut, pada sore hari, cahaya matahari seperti cahaya matahari pada jam tiga sore, dapat menggangu penglihatan. Dengan area
depan bangunan yang tertutup, cahaya matahari pada sore hari tidak dapat masuk secara maksimal, dan kebisingan dari depan bangunan dapat lebih ditekan. Pada area interior bangunan terdapat beberapa void yang dapat memberikan kesan lapang atau terbuka, dan dapat digunakan sebagai pemaksimalan pengawasan perawat terhadap para lansia. Selain itu, dengan adanya indoor garden, suasana nyaman akan tebih tercapai. 4.4.2. Analisa Sirkulasi Vertikal dan Horizontal - Ground Floor
Gambar 4.40 Denah Ground Floor
Sirkulasi Horizontal pada lantai dasar berupa ruangan – ruangan tertutup dengan sebagian besar material dinding berupa kaca, hal tersebut mempermudah visualisasi antar ruang, namun mempersulit pengaksesan ke berbagai ruang. Pengaksesan yang cukup berliku antar ruang dapat mengganggu aktivitas yang sedang dilakukan di ruangan – ruangan tersebut,
dan dapat sering terjadi persilangan arus sirkulasi, bila material dinding yang digunakan bukan merupakan kaca. Tangga dan ramp merupakan sirkulasi vertikal yang digunakan pada bangunan ini. Terdapat empat tangga dan dua ramp pada interior bangunan, dan satu ramp pada eksterior bangunan. Ramp pada interior bangunan digunakan unuk mencapai beberapa area khusus pada bangunan. Dengan lebar tangga rata – rata > 1 m2, dan lebar anak tangga 30 cm, kenyamanan dalam penggunaan tangga dapat lebih dicapai. Selain itu, area pencapaian tangga memiliki sirkulasi yang cukup. Untauk salah satu ramp pada ruang depan dengan lebar 1 m2, dan kecuraman lebih dari 10o, dapat membahayakan pengguna, terutama bila tidak ada handrail. - Second Floor
Gambar 4.41 Denah First Floor
Sirkulasi Horizontal pada lantai atas berupa ruangan – ruangan terbuka dengan partisi kaca dan selasar untuk area sirkulasi (pada area kerja
di sebelah kanan pada gambar 3.125). Lebar selasar berupa 920 cm, dengan penahayaan yang banyak didapat dari skylight. Pada area tinggal (sebelah kiri pada gambar 3.125) sirkulasi cukup terbuka dan luas. Sirkulasi vertikal pada lantai ini berupa empat buah tangga untuk menuju ke lantai dasar dan lanitai atas. Tangga pada area tinggal memiliki lebar > 1 m2, dan lebar anak tangga 30 cm, dengan sirkulasi area pencapaian tangga yang cukup luas. Dengan demikian, kenyamanan dalam penggunaan tangga dapat lebih dicapai. Untuk tangga putar, akses untuk menuju ke tangga cukup sempit dan tertutup dengan tujuan untuk menyembunyikan tangga dari luar ruang dan untuk pemakaian tertentu. Tangga yang berada di area skylight dapat menyebabkan kesilauan saat menaiki atau menuruni tangga.
Gambar 4.42 Denah Second Floor
Sirkulasi vertikal pada lantai ini terbagi menjadi dua bagian, berupa area terbuka dan luas dengan akses dari 2 buah tangga yang terletak di dua
sisi area. Dengan demikian, lahan di tengah area menjadi lebih luas dan fungsional.