PERBANDINGAN KUALITAS MIKROBIOLOGI AIR MINUM (COLIFORM) DENGAN ANGKA PENYAKIT DIARE DI KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA COMPARISON BETWEEN DRINKING WATER MICROBIOLOGICAL QUALITY (COLIFORM) AND DIARHEA OCCURRENCE IN KENJERAN SUBDISTRICT, SURABAYA CITY ________________________________________________________________________________________ Tonang Kurniawan Bimasesar1) dan Mohammad Razif2) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Email: 1)
[email protected]., 2)
[email protected]
1,2)
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengukur persentase tingkat kejadian diare, memetakan tingkat kontaminasi coliform pada sumber air minum serta menganalisis pola kecenderungan antara jumlah coliform pada sumber air minum dengan kejadian diare pada Kecamatan Kenjeran. Dalam penelitian ini dilakukan suatu analisis perbandingan antara jumlah coliform pada sumber air minum dengan frekuensi warga terkena diare di setiap kelurahan. Tingkat kejadian diare berdasarkan hasil kuesioner Kelurahan Bulak Banteng 19%, Sidotopo Wetan 37%, Tambak Wedi 21%, Tanah Kali Kedinding 23%. Hasil pemetaan menempatkan Klaster I berada pada titik sampling 2 dan 10 yang berlokasi pada bagian selatan Kelurahan Sidotopo Wetan dan Tanah Kali kedinding perbatasan dengan Kecamatan Kapas Kerampung, Klaster II berada pada titik sampling 1, 4, 5, 6 dan 7 berlokasi di Kelurahan Bulak Banteng dan Tambak Wedi dan Klaster III berada pada titik sampling 3, 8 dan 9 yang berlokasi di sebgaian besar Kelurahan Kelurahan Sidotopo Wetan dan Tanah Kali kedinding. Angka kejadian diare pada Kecamatan Kenjeran memiliki korelasi dengan besar tingkat kontaminasi bakteri coliform dan jumlah bakteri coliform yang terkandung juga berkorelasi dengan jenis sumber air minum yang digunakan. Kata kunci: Angka diare Kecamatan Kenjeran, Sumber air minum, bakteri coliform.
Abstract This research are to calculate percentation of diarhea occurrence, mapping coliform contamination in water sources and to analysis model between number of coliform in water sources and diarhea occurrence. The diarhea rate in each urban village based of questionnaire, Urban village of Bulak Banteng 19%, Sidotopo Wetan 37%, Tambak Wedi 21%, Tanah Kali Kedinding 23%. The mapping result Cluster I in south corner of Sidotopo Wetan and Tanah Kali kedinding Urban village in border between Kenjeran Subdistrict and Kapas Kerampung Subdistrict at sampling point 2 and 10. Cluster II mostly in Bulak Banteng and Tambak Wedi Urban village at sampling point 1, 4, 5, 6 and 7. Cluster III mostly in Urban village of Sidotopo Wetan and Tanah Kali kedinding at sampling point 3, 8 and 9. The number of diarhea incident have corelation with amount of coliform contamination and it also have corelation with kind of water source that citizen used. Keywords: Diarhea occurance Kecamatan Kenjeran, drinking water sorurces, coliform bacteria.
1
PENDAHULUAN Salah satu syarat kelayakan air minum adalah dengan tidak terkandungnya bakteri coliform didalamnya. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I No. 492 tahun 2010 [1] yang berisikan tentang persyaratan kualitas air minum. Sumber air minum yang biasa digunakan penduduk dapat berasal PDAM dan non-PDAM. Pada Kecamatan Kenjeran Sumber air yang digunakan berasal dari air PDAM seperti SR (sambungan rumah) dan air PDAM yang dibeli dari pedagang keliling, sedangkan sumber air non-PDAM umumnya berupa air sumur. Sebagai salah satu penyedia sumber air minum, PDAM berusaha menjaga kualitas air olahannya dengan melakukan khlorinasi. Khlorinasi merupakan proses pemberian khlor sebelum air hasil olahan didistribuskan ke penduduk, dengan harapan sisa khlor yang terkanudung dapat menjaga dari kontaminasi mikroorganisme patogen. PAM memilih penggunaan khlorinasi karena disamping efektif membunuh mikroorganisme patogen juga mempunyai harga yang murah (Anonim, 1999) [2]. Sedangkan penjual air keliling termasuk salah satu sumber air yang tidak terlindung, air yang didapat biasanya berasal dari air PDAM (Anonim, 2006a) [3]. Pada air sumur yang merupakan air yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu, rata-rata air yang berasal dari sumur bersih karena air tersebut telah tersaring oleh berbagai batuan dan pasir (Anonim, 2006b)[4]. Terkandungnya coliform dalam jumlah yang besar pada air minum merupakan salah satu indikator bahwa seseorang dapat terserang waterborne diseases. Berbagai gejala penyakit yang bersumber dari air akibat adanya bakteri patogen antara lain diare (dimungkinkan dapat berdarah), nyeri perut, mual, muntah, demam dan Hemolytic-uremic syndrome (HUS) (Anonim, 2009) [5]. Tingginya kejadian diare menjadikan penyakit ini menempati sebagai salah satu penyakit penyebab kematian teratas di dunia. Di Indonesia diperkirakan satu dari tujuh anak balita meninggal akibat penyakit diare (Anonim, 2012) [6]. Kejadian diare dapat terjadi akibat adanya bakteri patogen dalam sumber air minum seperti pada PDAM Surya Sembada Surabaya menurut data pada akhir tahun 2013 memiliki tingkat pelayanan mencapai 87,89% dan dengan total kebocoran pipa mencapai 33,66% dengan total panjang pipa 5.000 Km. Disamping permasalahan tersebut pemasangangan sambungan yang tidak memenuhi SOP, terlalu panjangnya saluran pipa distribusi dari lokasi pembubuhan khlor dapat mengakibatkan adanya kontaminasi air dari luar pipa yang tidak sehat dengan air dalam pipa akibat dari pipa yang bocor sehingga dapat terkandung bakteri coliform didalamnya (Finansyah, 2003) [7]. Sedangkan sumber air yang didapat dari pedagang keliling biasanya para pedagang memperoleh air berasal dari air PDAM akan tetapi buruknya pewadahan yang dilakukan baik oleh penjual atau warga sebagai pembeli dapat mengakibatkan bakteri patogen terkandung dalam air tersebut. Pada sumber air yang berasal dari sumur walaupun air telah tersaring oleh pasir dan bebatuan namun apabila banyak terkontaminasi dengan air yang tidak sehat yang masuk kedalam tanah seperti air saluran dan limbah cair kotoran hewan masuk dan berkontak dengan air tanah mengakibatkan turunnya kualitas air sumur tersebut (Anonim, 2007) [8], karena pada kenyataanya sering dijumpai lokasi pada sumur warga Kecamatan Kenjeran tidak memenuhi SNI nomor 03-2916-1992 [9] tentang lokasi sumber air yang megharuskan jarak terhadap sumber air minum minimum ≥10 meter dengan sumber pembuangan limbah ataupun saluran pembuangan air limbah, pembuangan sampah, pembuangan kotoran hewan serta jamban dan tangki septik. Di Surabaya tercatat 92.072 kasus diare ditemui pada tahun 2012 (Anonim, 2012) [10]. Salah satu kecamatan di Surabaya yang warganya sering mengalami diare adalah Kecamatan Kenjeran yang terletak di Surabaya Timur. Pada tahun 2012 Kecamatan Kenjeran dengan jumlah penduduk 149.993 jiwa tercatat warganya pernah mengalami kejadian diare sebesar 1.602 kasus, jumlah ini termasuk dalam salah satu wilayah yang memiliki kasus diare tertinggi dalam Kota Surabaya.
METODE Tindakan awal dalam pengerjaan penelitian ini adalah mengetahui lokasi yang berpotensi mengalami kejadian diare tertinggi di Surabaya, diketahui dengan perolehan data sekunder yang didapat dari Dinas Kesehatan pemerintah Kota Surabaya, dalam buku profil kesehatan Kota Surabaya, disamping itu mencari tahu lokasi kritis dari suplai air PDAM yang merupakan daerah dengan kandungan khlor terendah. Selanjutnya dilakukan observasi lapangan untuk mendapatkan jenis sumber-sumber air minum yang digunakan oleh warga hal ini memperkuat pemilihan lokasi penelitian. Setelah diketahui lokasi penelitian yang memenuhi persyratan lalu dilakukan penyebaran kuesioner secara Stratified Random Sampling dalam pendataan kepada warga dilakukan dengan depth interview. 2
Untuk memvalidasi hasil kuesioner dilakukan analisis laboratorium dengan menguji total coliform pada sumber air minum yang digunakan, jumlah sampel yang diambil ditentukan berdasarkan angka grafik yang menunjukkan angka diare. Penentuan jumlah kuesioner dalam satu kecamatan digunakan standar statistika dengan menggunakan Persamaan 1
n
Dimana: n N Z D P (1-p)
Z 2 p (1 p ) / d 2 1 Z 2 p ( p 1) 1 1 N d2 ................................................................................................... (1)
: jumlah sampel responden : jumlah anggota populasi (KK) : nilai tabel normal standar (1,96) : sampling error (tingkat kesalahan yang diperbolehkan) 10% : proporsi yang disetujui, (0,5 – 0,99) : proporsi yang tidak disetujui
Dalam metode ini, nilai yang digunakan untuk selang kepercayaan adalah nilai “0,88” (dengan selang nilai 0,5 – 0,99). Nilai ini dipilih karena saat pengambilan data menggunakan kuesioner dilakukan depth interview sehingga tingkat keakuratan data yang didapat dapat lebih tinggi. Berikut hasil perhitungan untuk memperoleh jumlah responden dalam satu kecamatan.
1,96 2 * 0,88 * (1 0,88) / 0,12 40 1,96 2 * 0,88 * (0,88 1) 1 * 1 1 131857 0,12 Sehingga hasil responden total yang dibutuhkan dalam satu kecamatan sebesar 40 responden. Selanjutnya perhitungan untuk memperoleh kebutuhan responden per kelurahan. Pembagian responden secara perkelurahan dibagai dengan proposional berdasarkan jumlah penduduk perkelurahan. Pembagian berdasarkan Persamaan 2, berikut hasi perhitungan responden yang dibutuhkan setiap kelurahan:
Re sponden
JumlahPendudukKelurahan * 40 .................................................................. (2) TotalPendudukKecamatn
Hasil perhitungan pembagian responden per kelurahan apabila dibentuk kedalam tabel dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Jumlah responden perkelurahan Jumlah Responden per Kelurahan
Kecamatan Bulak Banteng Sidotopo Wetan Tambak Wedi Tanah Kali Kedinding
5 15 4 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan perhitungan yang dilakukan jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 40. Penyebaran kuesioner juga mempertimbangkan aspek-aspek yang direncanakan. Berikut 40 titik lokasi pembagian kuesioner yang telah dilakukan ditunjukkan pada Gambar 1 3
Gambar 1 Lokasi 40 Titik pembagian kuesioner Berdasarkan hasil pengambilan data secara kuesioner dua tingkat teratas yang warganya rentan mengalami diare yakni Kelurahan Sidotopo Wetan dengan persentase sebesar 40,21% dan Kelurahan Tanah Kali Kedinding sebesar 25,27% sedangkan Kelurahan Tambak Wedi dan Bulak Banteng memiliki rentang nilai lebih kecil terkena diare sebesar 23,21% dan 20%. Pada kuesioner tentang faktor fasilitas sanitasi warga didata tentang kebiasaan untuk buang air besar di kakus serta tersedianya kakus yang telah dilengkapi tangki septik. Bila dilihat berdasarkan hasil kuesioner, warga pada seluruh kelurahan sebagian besar telah membiasakan diri untuk buang air besar di kakus akan tetapi terdapat penurunan persenatse terjadi akibat terdapat beberapa warga yang kakusnya tidak dilengkapi dengan tangki septik, biasanya warga tersebut mengakalinya dengan langsung menyalurkan menuju sungai. Pada Kelurahan Bulak banteng dan Tambak Wedi memiliki tingkat persentase fasilitas sanitasi lebih besar dibanding kelurahan lainnya, hal ini dikarenakan dua kelurahan tersebut sering mendapat sosialisasi untuk tidak membuang sampah dan black water mereka ke sungai. Intensitas sosialisasi yang tinggi ini terjadi akibat dua kelurahan ini berada didekat pintu air yang mengalirkan air sungai menuju laut. Disamping itu beberapa warga dari 2 kelurahan ini pengahasilan utama berasal dari memunguti sampah yang mereka dapat dari saringan bar screen pintu air. Selanjutnya di tingkat kelancaran drainase, tingkat kelancaran dapat diketahui dengan selalu teralirnya air pada saat musim kemarau atau saat musim penghujan, baik itu pada selokan atau pada sungai. Berdasarkan hasil kuesioner Kelurahan Tanah Kali Kedinding hanya terdapat 60% wilayahnya drainase yang lancar, sehingga pada saat musim hujan air pada saluran meluap. Hal ini dapat terjadi disebabkan tiga kelurahan lainnya terdapat kerja bakti rutin setiap bulannya. Faktor lain penyebab tingginya kejadian diare adalah faktor kelancaran pengangkutan sampah. Pada Kecamatan Kenjeran pengangkutan sampah dilakukan seminggu tiga kali. Berdasarkan data hasil kuesioner pada Kelurahan Tanah Kali Kedinding dan Tambak Wedi hanya 60% dan 70% wilayahnya yang lancar diangkut secara rutin. Dan berdasarkan hasil kuesioner sebagian warga yang wilayahnya tidak rutin diangkut sampahnya oleh petugas kebersihan sebesar 80% sampahnya dibakar dan sisanya dibuang langsung ke sungai. Adanya pengetahuan tentang higenis dapat meminalisir kemungkinan seseorang terkena diare. Tingkat higenis disini dapat diketahui dari kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, kebiasaan mencuci makanan sejenis sayur-sayuran atau buah-buahan sebelum dikonsumsi dan air yang digunakan untuk mencuci. Berdasarkan hasil kuesioner dapat diketahui Kelurahan Tanah Kali Kedinding dan Tambak Wedi memiliki tingkat higenis hanya sebesar 85%, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun sebelum mengonsumsi makanan karena masih ditemui beberapa warga yang tidak menggunakan alat bantu makan (sendok dan garpu) dan air yang digunakan untuk mencuci semuanya berasal dari sumur yang belum tentu terbebas dari coliform. Dari hasil kuesioner Kelurahan Sidotopo Wetan terdapat 40% warganya mengonsumsi air PDAM langsung tanpa merebusnya terlebih dahulu, kelurahan ini juga merupakan kelurahan tertinggi yang menggunakan air distribusi PDAM sebagai air minum. Untuk seluruh hasil perolehan data melalui kuesioner disertakan pada Tabel 2.
4
Tabel 2 Perbandingan hasil kuesioner perkelurahan
Kelurahan Sidotopo Wetan Tanah Kali Kedinding Bulak Banteng Tambak Wedi
Pengguna Air Rebus (%)
Pengguna Air Kemasan (%)
Pengguna Air Minum Langsung PDAM (%)
Kejadian Diare
Pemakaian Sumber Air PDAM
Tingkat Sanitasi
Tingkat Kelancaran Sampah
Tingkat Perilaku Higenis
40.2%
80%
90%
90%
100%
20%
40%
40%
25.3%
90%
87%
60%
85%
27%
60%
13%
20.0%
100%
95%
90%
95%
23%
77%
23%
23.2%
100%
95%
70%
85%
38%
44%
19%
Besarnya tingkat kejadian diare pada masing-masing kelurahan menjadi dasar dalam menentukan jumlah pengambilan sampel pada sumber air minum yang dianalisis tingkat kandungan bakteri coliform di laboratorium. Pengambilan sampel air pada sumber air minum warga merupakan langkah awal dalam penganalisisan jumlah coliform yang di lakukan laboratorium Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Sampel yang diambil berasal dari rumah warga yang telah diberi kuesioner sebelumnya. Berdasarkan hasil kuesioner terdapat dua sumber air minum yang sering digunakan warga, pertama yang menggunakan sumber air berasal dari PDAM (SR dan pedagang keliling) dan sumber air non PDAM yang berasal dari sumur (berdasarkan hasil survei tidak terpat sumber air minum non-PDAM selain air sumur). Berdasarkan diagram persentase penggunaan jenis sumber air minum, pada Kelurahan Sidotopo Wetan terdapat 20% warganya yang menggunakan air yang bersumber dari sumur dan pada Kelurahan Tanah Kali Kedinding terdapat 10% warganya yang menggunakan air yang bersumber dari sumur sedangkan dua kelurahan lainnya 100% warganya ditemui menggunakan air yang bersumber dari PDAM. Sampel sumber air minum yang diambil di seluruh kelurahan berjumlah 10 sampel. Pembagian pengambilan sampel di setiap kelurahan dibagi secara proposional berdasarkan jumlah penduduk dan tingkat kejadian diare. Sedangkan untuk pembagian pengambilan sampel antara sumber air yang berasal dari PDAM dan non PDAM ditentukan berdasarkan proporsi jumlah penggunaan sumber air pada masingmasing kelurahan. Sehingga jumlah sampel yang diambil per kelurahan seperti yang terlihat pada Tabel 3. Berikut terdapat pula 10 lokasi pengambilan sampel air pada sumber air wyang ditunjukkan pada Gambar 2 dan berikut beberapa hasil dokumntasi yang dapat diambil pada saat proses pengambilan sampel, baik sampel yang berasal dari air PDAM maupun non PDAM. Berdasarkan hasil analisis laboratorium dapat diketahui bahwa nilai coliform pada sumber air minum sumur jauh lebih tinggi dari pada yang bersumber dari PDAM. Hasil analisis laboratoratorium disertakan pada Tabel 4. Apabila dilihat nilai coliform pada sumber air yang berasal dari sumur, nilai coliform dua kelurahan memiliki nilai yang sama dapat dimungkinkan bahwa nilai coliform pada sumber air yang berasal dari sumur di Kecamatan Kenjeran memiliki nilai 4000 /mL. Untuk sumber air minum yang berasal dari PDAM, Kecamatan Sidotopo Wetan memiliki tingkat kontaminasi coliform tertinggi hal ini disebabkan oleh adanya beberapa warga disana yang menggunakan air PDAM yang berasal dari pedagang keliling. Air telah dibeli tersebut selanjutnya ditampung pada bak-bak plastik yang biasanya berukuran ±50 L yang dapat dimungkinkan bak-bak tersebut jarang dibersihkan sehingga terdapat bakteri coliform yang tinggi disamping jarang dibersihkan tidak jarang ditemui wadah-wadah penampung air tersebut tidak tertutup sehingga pada dasar bak tersebut terdapat kotoran-kotaran sejenis pasir. Tabel 3 Pembagian pengambilan sampel perkelurahan Jumlah Sampel Perkelurahan
PDAM
Non PDAM
Bulak Banteng
2
2
0
Sidotopo Wetan
3
2
1
Tambak Wedi
2
2
0
Tanah Kali Kedinding
3
2
1
Kecamatan
5
Gambar 2 Sepuluh titik lokasi pengambilan sampel Tabel 4 Hasil Analisis Laboratorium Sampling Point
Kelurahan
1
Tanah Kali Kedinding
PDAM
Jumlah Coliform (/mL) 50
2
Tanah Kali Kedinding
PDAM
0
3
Tanah Kali Kedinding
Non PDAM (Air sumur)
4
Tambak Wedi
PDAM
8
5
Tambak Wedi
PDAM
8
6
Bulak Banteng
PDAM
6
7
Bulak Banteng
PDAM
2
8
Bulak Banteng
Non PDAM (Air sumur)
4000
9 10
Sidotopo Wetan Sidotopo Wetan
PDAM (Pedagang keliling) PDAM
2200 0
Jenis Sumber Air
4000
Pada urutan tertinggi ke dua berada pada Kelurahan Tanah Kali Kedinding, berdasarkan hasil survei kuesioner hal ini mungkin disebabkan oleh tidak terkandungnya sisa khlor yang bisa diketahui dari rumah-rumah warga pada keluran tersebut yang semua warganya menggunakan pompa yang langsung terhubung dari sauran PDAM tepatnya terpasang setelah meteran. Penggunaan pompa yang terjadi di setiap rumah pada Kelurahan ini disebabkan air pada saluran PDAM tidak mengalir yang menandakan bahwa head di saluran tersebut kecil hal ini dapat berkorelasi dengan banyaknya kebocoran di sepanjang saluran perpipaan. Banyaknya kebocoran pada saluran perpipaan dapat menyebabkan kontaminasi air dengan kualitas tercemar masuk kedalam saluran distribusi PDAM sehingga terkandung bakteri coliform didalamnya. Apabila dibandingkan antara data jumlah warga yang terkena diare periode dibawah enam bulan beserta faktor-faktor lain penyebab diare dan dibandingkan dengan jenis sumber air minum yang digunakan dengan angka coliform, Kelurahan Sidotopo Wetan memiliki angka kejadian diare sebesar 40,21% dan terdapat 20% warganya yang menggunakan air yang bersumber dari sumur dan jika dibandingkan dengan jumlah coliform dalam sumber air terdapat kandungan coliform sebesar 1100 /mL airnya sedangkan pada air sumur yang digunakan terdapat jumlah coliform sebesar 4000 /mL sehingga dapat diketahuai terdapat hubungan antara kejadian diare dengan angka kejadian diare disamping itu tingginya kejadian diare pada kelurahan ini diperparah akibat adanya beberapa warga yang menggunakan air sumur sebagai air untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dalam sehari-hari. Setelah semua data terkumpul mulai dari frekuensi warga terserang penyakit diare dengan periode dibawah 6 bulan, jenis sumber air minum yang digunakan hingga analisis jumlah kandungan coliform yang terdapat dalam sumber air minum selanjutnya dapat dilakukan pemetaan. Pembagian klaster menunjukkan suatu tingkatan kejadian diare dan nilai coliform pada sumber air. Metode penglasteran dibentuk berdasarkan angka kandungan coliform pada setiap titik sampling.
6
Terdapat 10 titik pengambilan sampel, dari 10 titik tersebut berdasarkan nilai coliform yang terkandung dapat dibagi dalam tiga klaster. Penomoran klaster dimulai dari kondisi yang terbaik (kandungan coliform pada sumber air kecil) hingga yang terburuk, yang maksudnya semakin kecil tingkatan klaster semakin rendah kandungan coliform pada sumber air tersebut. Pada Klaster I ditunjukkan dengan warna biru laut, pada klaster ini nilai coliform yang terkandung dalam sumber air sebesar 0 /mL, sedangkan pada Klaster II nilai coliform berkisar 1-100 /mL yang ditunjukkan dengan warna hijau, dan pada klaster III memiliki kandungan coliform diatas 100 /mL yang ditunjukkan dengan arsiran warna merah. Hasil penglasteran pada peta dasar ditunjukkan pada Gambar 3 dan apabila penglasteran tersebut dibentuk kedalam bentuk tabel akan menjadi Tabel 5.
Gambar 3 Pembagian klaster berdasar titik sampling Klaster I berada pada titik sampling 2 dan 10. Klaster ini berada pada bagian selatan kelurahan Sidotopo Wetan dan Tanah Kali Kedinding yang berada pada perbatasan dengan Kecamatan Kapas Kerampung. Sedangkan pada Klaster II yang memiliki nilai coliform berkisar 1-100 /mL, terdapat empat titik sampling dalam klaster ini anatara lain 1, 4, 5, 6 dan 7 klaster ini mayoritas berada pada Kelurahan Bulak Banteng dan Tambak Wedi. Dan pada Klaster III terdapat empat titik sampling anatara lain 3, 8 dan 9. Hal ini terjadi akibat rata-rata warga pada titik sampling ini (Kelurahan Sidotopo Wetan dan Kelurahan Tanah Kali Kedinding) menggunakan air untuk kebutuhan sehari berasal dari air PDAM yang diperoleh dari pedagang keliling dan air sumur yang rata-rata memiliki nilai coliform berkisar 2200-4000 /mL. Tabel 5 Pemetaan berdasarkan klaster Klaster I
II
III
Sampling Point
Kelurahan
Jenis Sumber Air
2 10 4 5 6 7 1
Tanah Kali Kedinding Sidotopo Wetan Tambak Wedi Tambak Wedi Bulak Banteng Bulak Banteng Tanah Kali Kedinding
3
Tanah Kali Kedinding
8
Sidotopo Wetan
9
Sidotopo Wetan
PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM PDAM Non-PDAM (Air Sumur) Non-PDAM (Air Sumur) PDAM (Pedagang Keliling)
7
Nilai Coliform (MPN/mL) 0 0 8 8 6 2 50 4000 4000 2200
Kelurahan Sidotopo Wetan yang sebian besar wilayahnya masuk dalam Klaster III memiliki tingkat kejadian diare tertinggi yakni sebesar 40,2% hal ini ini terjadi karena pengaruh nilai coliform yang terkandung dalam sumber air mencapai 1100 /mL untuk kategori sumber air minum yang berasal dari PDAM dan besar kontaminasi coliform pada sumber air minum non PDAM sebesar 4000 /mL. Disamping itu apabila dilihat dari persentase pemakaian sumber air, warga pada Kelurahan Sidotopo Wetan hanya menggunakan air yang bersumber dari PDAM sebesar 80%, nilai merupakan nilai terkecil bila dibandingkan dengan kelurahan lainnya, dengan begitu sebagian warga lainnya menggunakan sumber air minum yang berasal dari sumur padahal tingkat kontaminasi coliform pada sumur lebih besar dari pada air PDAM yang dibeli pada pedagang keliling. Pada Kelurahan Tanah Kali Kedinding yang sebagian besar wilayahnya berada pada klaster III, merupakan kelurahan di peringkat ke dua untuk kategori warga yang terbanyak terkena diare dengan periode dibawah enam bulan. Kejadian ini berkorelasi dengan tingkat kontaminasi coliform pada sumber air minum, dapat dilihat pada hasil analisis laboratorium nilai kontaminasi coliform pada sumber air minum yang berasal dari PDAM rata-rata sebesar 25 /mL dan pada sumber air minum yang berasal dari sumur sebesar 4000, jumlah coliform rata-rata ini merupakan jumlah terbanyak setelah Kelurahan Sidotopo Wetan. Apabila dilihat pada penggunaan sumber air minum hanya 90% warganya menggunakan air yang bersumber dari PDAM sisanya menggunakan air yang berasal dari sumur. Penggunaan air minum yang bersumber dari sumur sangat berpengaruh pada tingkat kejadian diare karen jumlah bakteri coliform pada sumur mencapai 4000 /mL.Untuk dua kelurahan lainnya yakni Kelurahan Bulak Banteng dan Sidotopo Wetan yang termasuk dalam wilayah dengan Klaster I memiliki tingkat kejadian diare sebesar 25,3% dan 20% hal ini disebabkan oleh adanya sedikit bakteri coliform pada sumber air minum yang mereka gunakan, hal ini disebabkan berdasarkan hasil survei rata-rata seluruh warga sudah menggunakan sumber air minum berasal dari PDAM untuk kebutuhan sehari-harinya. Telah diketahui penyebab diare dapat disebabkan oleh berbagai macam dalam penelitian ini faktor terutamanya adalah kontaminasi bakteri coliform pada sumber air minum. Bakteri ini dapat berada pada sumber air yang disebabakan oleh pencemaran pada saat proses distribusi atau dapat terkontaminasi saat di penampungan air (reservoir/roof tank) hal ini terjadi pada sumber air yang berasal dari PDAM. Sedangkan kontaminasi air PDAM yang didapat dari pedagang keliling, biasanya pewadahan yang digunakan oleh warga yang berupa bak-bak plastik yang berukuran ±50 L yang tidak higenis akibat jarang dibersihkan atau bahkan tidak terdapatnya penutup bak sehingga dapat mengakumulasi bakteri patogen. Faktor lain yang berpengaruh terhadap angka kejadian diare antara lain fasilitas sanitasi, kelancaran saluran drainase, kelancaran pengangkutan sampah dan tingkat perilaku higenis. Dengan begitu setelah dianalisis seluruh faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi angka kejadian dapat diketahui adanya suatu pola kecenderungan dimana tingginya tingkat diare berkorelasi dengan total nilai coliform pada sumber air minum yang digunakan. Semakin tinggi kandungan coliform dapat dipastikan angka diare pada lokasi/kelurahan tersebut juga semakin tinggi. Dalam hal ini jumlah bakteri coliform yang terkandung dapat cepat diketahui dengan melihat penggunaan jenis sumber air yang digunkana, dimana jenis sumber air yang berasal dari PDAM memiliki tingkat kontaminasi coliform jauh lebih rendah dibanding sumber air yang berasal dari NonPDAM. Berdasarkan hasil data-data yang terkumpul dapat diketahui tingginya angka kejadian diare dapat terjadi akibat kandungan bakteri coliform yang terdapat sumber air yang warga gunakan. Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan supaya tingkat kejadian diare tersebut menurun antara lain menghimbau warga seperti pada Kelurahan Sidotopo Wetan yang 40% warganya masih menggunkan air minum yang dikonsumsi langsung dari saluran distribusi untuk direbus hingga mendidih dahulu sebelum dikonsumsi. Disamping itu apabila dilihat dari hasil analisis dari sumber air yang berasal dari PDAM adanya kandungan bakteri coliform yang terkandung walaupun nilainya kecil dapat menandakan selama distribusi air olahan PDAM bercampur dengan air yang tidak sehat akibat adanya pipa yang bocor atau wadah untuk menampung air di rumah-rumah warga yang tidak higenis akibat jarang dibersihkan sehingga upaya yang seharusnya dilakukan adalah menghitung ulang dosis khlor yang seharusnya diinjeksikan supaya air olahan yang didistribusikan tetap terjaga kualitasnya dan untuk pewadahan yang tidak higenis di rumah-rumah warga diharapkan warga mendapatkan suatu himbauan agar menetapkan frekuensi pembersihan reservoir dan roof tank yang digunakan.
8
KESIMPULAN 1. Tingkat kejadian diare berdasarkan hasil kuesioner Kelurahan Bulak Banteng 19%, Sidotopo Wetan 37%, Tambak Wedi 21%, Tanah Kali Kedinding 23% 2. Hasil pemetaan menempatkan Klaster I berada pada titik sampling 2 dan 10 yang berlokasi pada bagian selatan Kelurahan Sidotopo Wetan dan Tanah Kali kedinding perbatasan dengan Kecamatan Kapas Kerampung, Klaster II berada pada titik sampling 1, 4, 5, 6 dan 7 berlokasi di Kelurahan Bulak Banteng dan Tambak Wedi dan Klaster III berada pada titik sampling 3, 8 dan 9 yang berlokasi di sebagian besar Kelurahan Sidotopo Wetan dan Tanah Kali kedinding. 3. Angka kejadian diare pada Kecamatan Kenjeran memiliki korelasi dengan besar tingkat kontaminasi bakteri coliform dan jumlah bakteri coliform yang terkandung juga berkorelasi dengan jenis sumber air minum yang digunakan. 4. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, sumber air pada PDAM memiliki kandungan total coliform yang lebih rendah dibanding dengan sumber air minum yang berasal dari sumur atau pedagang keliling, terbukti warga yang pada kelurahannya menggunakan air PDAM 100% memiliki angka kejadian diare lebih kecil.
Daftar Pustaka 1. Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum. Jakarta. 2. Anonim. 1999. Combined sewer overflow technology fact sheet “chlorine disinfection”. USEPA, Office of water, Washington, D.C. 3. Anonim. 2006a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya tahun 20062010. Pemerintah Kota Surabaya. 4. Anonim. 2006b. Optimalisasi sambungan sosial (kran umum, mck, dan tangki air) PDAM kota padang, 2006. Environmental Servive Program, Development Alternatives, Inc. for United States Agency. 5. Anonim. 2009. Waterborne diseases, A-Z list. Arizona departement of health service. [online] available from: http://azdhs.gov/phs/oids/epi/disease/waterborne/ (accessed January 28, 2014). 6. Anonim. 2012. Ringkasan kajian kesehatan ibu dan anak. UNICEF Indonesia. [online] available from: www.unicef.or.id (accessed January 28, 2014). 7. Finansyah, R. W. 2003. Identifikasi kebocoran air pada sistem perpipaan di PDAM Surabaya dengan menggunakan laju penurunan chlorine dan laju pertumbuhan bakteri coli. Tesis, Jurusan Teknik Teknik Lingkungan ITS Surabaya. 8. Anonim. 2007. Total, fecal & e. coli bacteria in ground water. Water stewardship information series. The british columbia ground water association. 9. Anonim. 1992. SNI nomor 03-2916-1992 tentang spesifikasi sumur gali untuk sumber air bersih. Jakarta. 10.Anonim. 2012. Profil kesehatan Kota Surabaya. Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya.
9