-1-
BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan,
Penghapusan,
Penggabungan
dan
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan dan Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Pembentukan,
Kelurahan,
perlu
Penghapusan,
menetapkan
Penggabungan
Peraturan
Daerah
Kabupaten Boyolali tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa
dan Kelurahan serta Perubahan
Status Desa Menjadi Kelurahan. Mengingat
:
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Pembentukan Lingkungan
Nomor
13
Daerah-daerah Propinsi
Djawa
Tahun
1950
tentang
Kabupaten
Dalam
Tengah
(Berita
Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42); 3.
Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
-2-
telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
158,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4587); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
6.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan;
7.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Pembentukan,
Penghapusan,
Penggabungan
Kelurahan 8.
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten
Boyolali
Tahun
2007
Nomor
4,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 93); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOYOLALI Dan BUPATI BOYOLALI MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN
DAERAH
TENTANG
PEMBENTUKAN,
PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN.
-3-
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Boyolali. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan
Rakyat
Daerah
sebagai
unsur
penyelenggara
pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Boyolali 5. Peraturan Daerah selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali. 6. Kecamatan
adalah
wilayah
kerja
Camat
sebagai
Perangkat
Daerah
Kabupaten. 7. Camat adalah Perangkat Daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. 8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 10. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11. Kepala Desa adalah Kepala Pemerintah Desa yang dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia melalui Pemilihan Kepala Desa. 12. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 13. Perangkat Desa adalah unsur Pemerintah Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
-4-
14. Pembentukan Desa adalah penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. 15. Penghapusan Desa adalah tindakan meniadakan desa yang ada sebagai akibat tidak lagi memenuhi persyaratan. 16. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua Desa atau lebih menjadi Desa baru. 17. Kekayaan Desa adalah segala sesuatu yang dimiliki Desa dan merupakan sumber pendapatan bagi Desa yang bersangkutan. 18. Sumber Pendapatan Desa adalah segala sesuatu yang dapat memberikan penghasilan bagi desa yang bersangkutan yang dikelola untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. 19. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten Boyolali dalam wilayah kerja kecamatan. 20. Lurah
adalah
Kepala
Kelurahan
yang
memimpin
Kelurahan
sebagai
Perangkat Daerah Kabupaten Boyolali. 21. Pembentukan Kelurahan adalah tindakan membentuk Kelurahan baru sebagai akibat dari pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih, penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersandingan, dan atau perubahan status Desa menjadi Kelurahan. 22. Penggabungan Kelurahan adalah penggabungan beberapa kelurahan atau bagian dari beberapa kelurahan yang bersandingan menjadi satu Kelurahan baru. 23. Pemekaran Kelurahan adalah tindakan mengadakan Kelurahan baru di dalam Wilayah Kelurahan. 24. Penghapusan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Kelurahan yang ada sebagai akibat tidak lagi memenuhi persyaratan. 25. Kelurahan induk adalah kelurahan yang sudah ada dan mengalami perubahan luas wilayah, batas wilayah, peta wilayah dan jumlah penduduk atau
Kepala
Keluarga
sebagai
akibat
adanya
pemekaran
dan/atau
penggabungan kelurahan. 26. Musyawarah Masyarakat Kelurahan adalah Musyawarah Masyarakat yang dihadiri oleh wakil-wakil Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya yang ada di Wilayah Kelurahan yang bersangkutan.
-5-
27. Penghargaan adalah sejumlah uang dan/atau piagam yang diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah,
atas jasa-jasa dalam menjalankan
tugas penyelenggaraan pemerintahan desa dengan baik, setia dan taat kepada Negara, Bangsa dan Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan.
BAB II PEMBENTUKAN DESA Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 2 Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Bagian Kedua Syarat-syarat Pembentukan Desa Pasal 3 Pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus memenuhi syarat : a. jumlah penduduk, paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK; b. luas
wilayah
dapat
dijangkau
dalam
meningkatkan
pelayanan
dan
pembinaan masyarakat; c. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; e. potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan peraturan daerah; dan g. sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan desa dan perhubungan.
Bagian Ketiga Tatacara Pembentukan Desa
-6-
Pasal 4 (1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Pembentukan desa dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun.
Pasal 5 Tatacara Pembentukan Desa adalah sebagai berikut: a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa; b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa; d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk; e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa; g. Penyiapan
Rancangan
Peraturan
Daerah
tentang
pembentukan
desa
sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batasbatas wilayah desa yang akan dibentuk; h. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD; i. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah
tentang
pembentukan
desa,
dan
bila
diperlukan
dapat
mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa; j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah;
-7-
k. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama; l. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan m. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.
Bagian Keempat Penggabungan dan Penghapusan Desa Pasal 6 (1) Desa yang karena perkembangan tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat digabung dengan desa lain atau dihapus. (2) Penggabungan atau penghapusan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu dimusyawarahkan oleh Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat desa masing-masing. (3) Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam Keputusan Bersama Kepala Desa yang bersangkutan. (4) Keputusan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh salah satu Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat. (5) Hasil penggabungan atau penghapusan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten. BAB III PEMBENTUKAN KELURAHAN Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 7 Pembentukan
kelurahan
bertujuan
masyarakat,
melaksanakan
fungsi
masyarakat
dalam
masyarakat.
rangka
untuk
meningkatkan
pemerintahan,
mempercepat
pelayanan
dan
pemberdayaan
terwujudnya
kesejahteraan
-8-
Bagian Kedua Tatacara Pembentukan Pasal 8 (1) Kelurahan dibentuk di kawasan perkotaan dan atau di wilayah ibukota Kabupaten dan/atau Kecamatan. (2) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan
beberapa
kelurahan
atau
bagian
kelurahan
yang
bersandingan atau pemekaran dari 1 (satu) kelurahan menjadi 2 (dua) kelurahan atau lebih. (3) Tata cara Pembentukan Kelurahan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga Syarat-syarat Pembentukan Pasal 9 Pembentukan Kelurahan harus memenuhi syarat: a. jumlah penduduk paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 KK; b. luas wilayah paling sedikit 3 Km2; c. bagian wilayah kerjanya dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat; d. memiliki kantor pemerintahan, jaringan perhubungan yang lancar; sarana komunikasi yang memadai; dan e. fasilitas umum yang memadai.
Bagian Keempat Pemekaran Kelurahan Pasal 10 (1) Pemekaran dari 1 (satu) Kelurahan menjadi 2 (dua) Kelurahan atau lebih dapat
dilakukan
setelah
mencapai
paling
sedikit
5
(lima)
tahun
penyelenggaraan pemerintahan di Kelurahan. (2) Pemekaran
Kelurahan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
harus
memperhatikan tata cara dan syarat pembentukan Kelurahan. (3) Tata cara mengenai Pemekaran Kelurahan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
-9-
Bagian Kelima Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan Pasal 11 (1) Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dapat dihapus atau digabung; (2) Penghapusan dan penggabungan Kelurahan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. Pasal 12 (1) Beberapa
kelurahan
berdampingan
atau
bagian
berdasarkan
dari
beberapa
kelurahan
pertimbangan-pertimbangan
yang teknis
pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat Kelurahan serta karena perkembangan keadaan, dimungkinkan untuk dapat digabung menjadi kelurahan baru. (2) Penggabungan
kelurahan
harus
memperhatikan
syarat-syarat
bagi
terbentuknya suatu kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (3) Penghapusan atau penggabungan kelurahan diusulkan oleh Lurah setelah mendapatkan persetujuan dalam Musyawarah Masyarakat Kelurahan yang bersangkutan. (4) Dalam hal hasil penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11
ayat
(2)
tidak
memungkinkan
untuk
dilaksanakannya
penghapusan atau penggabungan kelurahan, maka Bupati mengembalikan usulan kepada Lurah dengan disertai alasan-alasannya. (5) Alasan-alasan pengembalian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), oleh
Lurah
diberitahukan
kepada
masyarakat
melalui
Musyawarah
Masyarakat Kelurahan. (6) Tata cara Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB IV PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
- 10 -
Bagian Kesatu Syarat Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Pasal 13 (1) Desa
dapat
berdasarkan
diubah
atau
prakarsa
disesuaikan
Pemerintah
statusnya
Desa
menjadi
bersama
Kelurahan
BPD
dengan
memperhatikan aspirasi masyarakat setempat. (2) Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) penduduk Desa yang mempunyai hak pilih. (3) Perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. luas wilayah tidak berubah; b. jumlah penduduk paling sedikit 4500 jiwa atau 900 KK; c. memiliki prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan Kelurahan; d. memiliki potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian; e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa dan industri; dan f.
meningkatnya volume pelayanan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
Pasal 14 (1) Desa yang berubah status menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Kepala Desa dan Perangkat Desa serta anggota BPD dari Desa yang diubah statusnya
menjadi
Kelurahan,
diberhentikan
dengan
hormat
dari
jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat
setempat
dengan
memperhatikan
kemampuan
keuangan daerah. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Tatacara Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan
- 11 -
Pasal 15 Tata cara pengajuan dan penetapan perubahan status Desa menjadi Kelurahan adalah: a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk merubah status Desa menjadi Kelurahan; b. Masyarakat mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan kepada BPD dan Kepala Desa; c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status Desa menjadi Kelurahan, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; d. Kepala Desa mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD; e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan diubah statusnya menjadi Kelurahan, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak untuk merubah status Desa menjadi Kelurahan, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; g. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD; h. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa; i. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah; j. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf i, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;
- 12 -
k. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf j, ditetapkan oleh Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan l. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada huruf k, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.
Bagian Ketiga Pengalihan Kekayaan, Sumber-sumber Pendapatan Desa dan Sarana dan Prasarana Pasal 16 (1) Berubahnya status desa menjadi kelurahan, seluruh kekayaan dan sumbersumber pendapatan desa menjadi kekayaan Daerah. (2) Kekayaan dan sumber-sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dikelola
oleh
kelurahan
bersangkutan
untuk
kepentingan
masyarakat setempat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Hasil seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Daerah sebagai pendapatan daerah. (4) Dengan berubahnya status desa menjadi kelurahan, seluruh sarana dan prasarana
pemerintahan
desa
pengelolaannya
menjadi
tanggungjawab
Pemerintah Daerah.
Bagian Keempat Pengalihan Administrasi Pemerintahan Pasal 17 (1) Sejak peresmian perubahan status desa menjadi kelurahan, Lurah menutup buku administrasi desa selanjutnya menggunakan tata naskah dinas kelurahan. (2) Penutupan buku administrasi desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti dengan penggunaan buku administrasi kelurahan. (3) Dalam hal administrasi desa yang menyangkut keuangan, maka penggantian buku administrasinya dilakukan mulai tahun anggaran berikutnya.
- 13 -
(4) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal peresmian perubahan status desa
menjadi
kelurahan, harus dilakukan
serah
terima
administrasi
pemerintahan dari mantan kepala desa kepada lurah atau Pelaksana Tugas (Plt) Lurah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima diketahui oleh Camat. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 18 Pembiayaan pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan kelurahan serta Perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
pembentukan,
penghapusan,
penggabungan desa dan kelurahan serta perubahan status desa menjadi kelurahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 18 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2006 Nomor 18 seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 88) dan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali Nomor 19 Tahun 2006 tentang
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2006 Nomor 19 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 89) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- 14 -
Pasal 21 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali.
Ditetapkan di Boyolali pada tanggal 6 Agustus 2012 BUPATI BOYOLALI, TTD SENO SAMODRO Diundangkan di Boyolali pada tanggal 6 Agustus 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TTD SRI ARDININGSIH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012 NOMOR 8
- 15 -
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA/KELURAHAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN I.
PENJELASAN UMUM Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pemerintahan Desa sebagai struktur pemerintahan paling bawah dan Kelurahan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan intitusi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai Desa adalah: keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan. pelayanan
Sedangkan
masyarakat
diperkotaan.
Dalam
perkembangan
dan
Kelurahan
melaksanakan
rangka
masyarakat
adalah
menyikapi
untuk
meningkatkan
fungsi-fungsi pemerintahan
dan
desa/kelurahan
mengantisipasi dalam upaya
dinamika
peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka perlu untuk diberikan ruang untuk adanya pembentukan,
penghapusan,
penggabungan
Desa/Kelurahan
dan
perubahan status Desa menjadi Kelurahan. Di samping itu, sejalan dengan ketentuan Pasal 5 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Pasal 2 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005
tentang
penggabungan
Kelurahan,
pelaksanaan
Desa/Kelurahan
dan
pembentukan,
perubahan
status
penghapusan, Desa
menjadi
Kelurahan didasarkan pada Peraturan Daerah. Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa/Kelurahan dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan di daerah saat ini didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 18 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa dan Peraturan Daerah
- 16 -
Kabupaten
Boyolali
Nomor
19
Tahun
2006
tentang
Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan. Lahirnya dua Peraturan Daerah tersebut adalah sebelum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang
Pembentukan,
Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Kelurahan. Atas dasar itulah maka dipandang perlu adanya pembuatan dan pemantapan kerangka aturan melalui penetapan Peraturan Daerah tentang Pembentukan, Penghapusan Penggabungan Desa/Kelurahan dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan. Peraturan Daerah ini berisi ketentuan mengenai tata-cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan, penghapusan, penggabungan Desa/Kelurahan dan perubahan status Desa menjadi
Kelurahan
yang
mengacu
pada
kebijakan
yang
ditetapkan
Pemerintah. II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kondisi sosial budaya masyarakat” adalah keanekaragaman status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai agraris ke jasa industri dan meningkatnya volume pelayanan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pembentukan desa” adalah penggabungan beberapa
desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau
pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas
- 17 -
Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 136