1 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
DOSIS KONSENTRASI TAWAS (Al2(SO4)3) TERHADAP KEMATIAN LARVA AEDES AEGYPTI Sulastri1, Widya Hary Cahyati 2 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute disease caused by dengue virus which carried by Aedes aegypti mosquito. This disease still be the health problem in Indonesia because of potential outbreaks. Prevention suggested to the community is a mosquito nest eradication program (PSN) by means of physical, chemical, and biological. Chemical control still be the popular control in community. Alum (Al 2(SO4)3) can be used as chemical larvicides, because it can serve as a contact poison, stomach poison, inhibit the production of energy, and lead to biochemical changes in larvae body.The purpose of this study was to know the effect of larvicidal alum (Al2(SO4)3) against Aedes aegypti larvae. This type of study is true experimental with post test only control group design. Data were analyzed using Kruskal wallis test and Probit analysis. The result showed that there was correlation between alum with larvae mortality (p=0.001). LC50of alum concentration is 8,068 mg and the LC90 is 12,086 mg. Based inacute toxicity test, it effect to Aedes aegypti larvae Keywords : Alum (Al2(SO4)3), chemical larvicides, Aedes aegypti larvae
ABSTRAK Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia karena berpotensi menimbulkan KLB.Pencegahan yang disarankan kepada masyarakat adalah program pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara fisik, kimia, maupun biologi.Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian yang masih populer di masyarakat. Tawas (Al2(SO4)3) dapat digunakan sebagai larvasida kimia, karena dapat berfungsi sebagai racun kontak, racun perut, menghambat produksi energi, dan mengakibatkan perubahan biokimia dalam tubuh larva. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh larvasida tawas terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni dengan rancangan penelitian post test only control group design. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis dan analisis probit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian tawas terhadap jumlah kematian larva (p=0,001). Nilai LC50 konsentrasi tawas adalah 8,068 mg, sedangkan nilai LC90 adalah 12,086 mg. Berdasarkan toksisitas akut menunjukkan bahwa larutan tawas memiliki efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Kata Kunci : Tawas (Al2(SO4)3), larvasida kimia, larva Aedes aegypti
2 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
PENDAHULUAN
jumlah kematian sebanyak 27 kasus, Dengue)
namun CFRnya mengalami peningkatan
merupakan penyakit demam akut yang
menjadi 1,66% (Dinkes Kota Semarang,
disebabkan oleh virus dengue, yang masuk
2015).
DBD
(Demam
Berdarah
ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya
Indeks ABJ (Angka Bebas Jentik) Kota
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Cara
Semarang pada tahun 2014 adalah sebesar
pencegahan
84,3%.
disarankan
kepada
Padahal
target
indeks
ABJ
program
nasional adalah sebesar ≥95%. Hal ini
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
menunjukkan bahwa indeks ABJ Kota
dengan cara fisik, kimia, maupun biologi
Semarang masih belum memenuhi target
(Sukana, 1993)
yang telah ditentukan (Dinkes Semarang,
masyarakat
adalah
2015). Menurut Brahim dan Hasnawati Berdasarkan pelaporan
hasil Balai
Pengembangan
pencatatan
dan
(2010) dalam Sari dk (2012), rendahnya
Penelitian
dan
ABJ mendukung tingginya peningkatan
Kesehatan,
angka
jumlah kasus DBD.
Incidence Rate ( IR) DBD di Indonesia mengalami penurunan menjadi 39,51 per
Penggunaan insektisida kimiawi apabila
100.000 penduduk dengan CFR (Case
digunakan secara tepat sasaran, tepat
Fatality Rate) sebesar 0,91% dan jumlah
dosis, tepat waktu, dan cakupan akan
pasien
mampu
sebanyak
99.499
orang
mengendalikan
vektor
dan
itu,
mengurangi dampak negatif terhadap
jumlah kasus DBD Provinsi Jawa Tengah
lingkungan dan organisme yang bukan
tahun 2014 sampai bulan September
sasaran
adalah 7.928 kasus dan angka kematian
insektisida butiran yang dibagikan oleh
sebesar 128 orang dengan Incidence Rate
pemerintah seperti bubuk abate, ternyata
(IR) sebesar 23,82 per 100.000 penduduk
tawas (Al2(SO4)3) juga dapat digunakan
dan CFR sebesar 1,61%. Salah satu kota
sebagai insektisida terhadap larva nyamuk
di Jawa Tengah yang masih menjadi
Aedes aegypti.Penelitian laboratorium yang
wilayah endemis DBD adalah Kota
dilakukan oleh Preet dan Seema (2010)
Semarang. Pada tahun 2014, jumlah kasus
menunjukkan
DBD di Kota Semarang mengalami
digunakan sebagai larvasida terhadap
penurunan menjadi 1.628 kasus dengan
larva nyamuk Anopheles stephansi. Efek
(Balitbangkes,
2015).
Sementara
(Nugroho,
bahwa
2011).
tawas
Selain
dapat
3 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
larvasida dari tawas sebanding dengan
berisi telur larva. Kemudian dimasukkan
berbagai insektisida biologi dan kimia
ke dalam nampan yang berisi air. Di atas
serta efektif untuk semua instar larva
nampan terdapat lampu supaya suhu air
(Preet
Tawas
tetap stabil. Pada saat fase pertumbuhan,
(Al2(SO4)3) merupakan senyawa yang
larva diberi makan dog food setiap dua hari
ecofriendly, cukup murah, dan tersedia
sekali.
dalam jumlah yang banyak serta dapat
perkembangbiakkan, larva siap digunakan
berfungsi sebagai racun kontak, racun
untuk uji larvasida.Pengujian larvasida
perut,
dilakukan
dan
Seema,
menghambat
2010).
proses
produksi
energi dan mengakibatkan perubahan
Setelah
di
lima
Laboratorium
hari
Biologi
FMIPA Universitas Negeri Semarang.
biokimia dalam tubuh larva. Tahap pengujian dengan menyiapkan
METODE Jenis
penelitian
eksperimental
ini
adalah
dengan
eksperimen
murni
Pelaksanaan
penelitian
desain
(true
analitik studi
experiment).
menggunakan
rancangan post test only control group design. Populasi penelitian adalah larva Aedes aegypti. Besar sampel penelitian adalah 25 ekor larva Aedes aegypti instar III untuk setiap kelompok dengan pengulangan sebanyak 4 kali. Jadi jumlah seluruh sampel dalam penelitian ini adalah 600 ekor larva, karena terdapat 6 kelompok perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) karena anggota populasi bersifat homogen atau diasumsikan homogen. Proses penetasan telur dilakukan dengan menyiapkan kertas saring yang
24 cup test, aquades, serta dosis tawas standar yaitu 200 ppm (200 mg/1000 ml). Kemudian diberi tanda pada masingmasing dosis dan pengulangan, untuk selanjutnya dilakukan pengenceran. Larva
diambil
mikropipet
dengan menggunakan sebanyak
25
ekor.
Pengulangan dilakukan sebanyak 4 kali yang diperoleh dengan menggunakan rumus: (t) (r) - 1 ≥ 15 didapatkan hasil r ≥ 4. Dosis/konsentrasi tawas yang digunakan yaitu 7 mg/100 ml, 9 mg/100 ml, dan 11 mg/100 ml. Kontrol negatif yaitu 100 ml aquades dan temephos 10 mg/100 ml sebagai kontrol positif I serta larutan asam sulfat pH 4 sebagai kontrol positif II. Larva
nyamuk
yang
telah
dihitung
dimasukkan ke dalam cup testukuran 240
4 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
ml yang telah berisi air dan insektisida
HASIL
kemudian didiamkan selama 24 jam baru
Berikut adalah hasil pengamatan kematian
dapat dihitung hasilnya. Analisis data
larva nyamuk Aedes aegypti pada pengujian
dilakukan dengan menggunakan program
larvasida tawas selama 24 jam.
komputer, yaitu uji probit, uji normalitas data, uji homogenitas varians, dan uji one way anova. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kematian Larva
Perlakuan (mg/100 ml) 7 9 11 Aquades
temephos
Jumlah larva (ekor)
Jumlah kematian pada replikasi ke 1 4 16 23 0 25 3
25 25 25 25 25 25
Larutan H2SO4pH 4 Sumber : Data hasil penelitian, 2016
2 9 19 20 0 25 3
3 7 15 22 0 25 2
Jumlah
Rata-Rata
32 65 83 0 100 11
8 16,25 20,75 0 25 2,75
4 12 15 18 0 25 3
Pada pengujian larvasida larutan tawas
PEMBAHASAN
didapatkan hasil rata-rata kematian larva
Pengukuran media uji dilakukan dengan
selama
menggunakan
pengamatan
24
jam
pada
thermometer.
konsentrasi terkecil yaitu 7 mg/100 ml
Christophers
adalah 8 ekor (32%), 9 mg/100 ml adalah
berperan penting dalam pertumbuhan
16,25 ekor (65%), 11 mg/100 ml adalah
larva Aedes aegypti, terutama pada proses
20,75
kelompok
pupasi dan eklosi. Pada suhu yang tinggi
kontrol yaitu aquades 100 ml adalah 0
eklosi berjalan dengan cepat. Dalam
ekor (0%), 10 mg/100 ml temephos
keadaan
adalah 25 ekor (100%), dan larutan asam
berkembang. Hal ini terjadi karena pupa
sulfat dengan pH 4 adalah 2,75 ekor
kedap air atau bentuk dewasa bersifat
(11%).
pharate (memiliki lapisan lilin).
ekor
(83%).
Pada
(1960),
Menurut
kering,
pupa
suhu
masih
sangat
dapat
5 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
Berdasarkan pengukuran suhu yang telah
signifikansi pada konsentrasi 9 mg adalah
dilakukan, didapatkan suhu stabil pada
p=0,086 dan pada konsentrasi 11 mg
media uji yaitu suhu awal dan suhu akhir
adalah p=0,798, berarti data terdistribusi
pada semua kelompok uji adalah sebesar
normal. Nilai signifikansi pada larutan
0
28 C.Hal
ini
tidak
mempengaruhi
asam sulfat pH 4 adalah p= 0,001, berarti
kematian larva karena termasuk dalam
data tidak terdistribusi normal. Nilai
0
kriteria pertumbuhan larva yaitu 20-30 C
signifikansi pada temephos dan air tidak
(Arifin dkk, 2013; Costa et al, 2010;
menunjukkan hasil karena data tidak
Padmanabha et al, 2011).
penuh dan memiliki nilai yang sama pada masing-masing kelompok (onmitted) yaitu
Umur larva nyamuk merupakan salah
nilai 0 pada kelompok kontrol air dan
satu faktor yang mempengaruhi daya
amilum,
tahan
menujukkan
nyamuk
terhadap
pajanan
sedangkan nilai
pada
25.
temephos
Karena
nilai
insektisida. Larva nyamuk Aedes aegypti
signifikansi kurang dari 0,05, maka tidak
instar
memenuhi syarat uji one way anova
III
dipilih
karena
memiliki
morfologi yang sempurna dan merupakan
sehingga
fase makan pada stadium ini (Nopianti
pengujian dengan kruskal wallis. Hasil uji
dkk,
kruskal wallis adalah p=0,001, berarti
2008).
Proses
penetasan
telur
harus
dilakukan
perbedaan
jumlah
alternatif
dilakukan pada waktu yang sama dan
terdapat
rata-rata
dipilih larva dengan ukuran 3,8-5mm.
kematian larva nyamuk Aedes aegypti karena nilai p<0,05.
Hasil uji probit menunjukkan bahwa nilai LC50 larutan tawas pada konsentrasi 7 mg,
Pada kelompok perlakuan pemberian
9 mg, dan 11 mg adalah 8,068 mg/100 ml
tawas berdasarkan hasil uji post hoc secara
dalam waktu 24 jam. Nilai LC90 larutan
umum semakin tinggi konsentrasi, maka
tawas
ml.
semakin tinggi efek larvasida yang dapat
11 mg dipilih karena
menyebabkan kematian larva uji. Hal ini
adalah
Konsentrasi
12,086
mg/100
memiliki angka kematian tertinggi.
dibuktikan dengan keunggulan tawas dengan dosis 11 mg dibandingkan dengan
Berdasarkan hasil uji normalitas data
dosis tawas 7 mg dan 9 mg. Pada dosis
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
tawas
pada konsentrasi 7 mg adalah p=1,000,
kandungan zat aktif yang lebih banyak
berarti data terdistribusi normal. Nilai
daripada
yang dosis
lebih yang
tinggi lebih
terdapat rendah.
6 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
Temephos tetap memiliki efek larvasida
maupun
paling baik. Air tidak memiliki efek
pengukuran pada media uji dengan
larvasida yang menyebabkan kematian
konsentrasi 9 mg dan 11 mg yang
pada larva uji. Kematian larva nyamuk
menunjukkan pH 4 pada pH awal
Aedes aegypti disebabkan oleh senyawa
maupun pH akhir. Hasil pengukuran pH
aktif larutan tawas yang dapat berfungsi
ini dapat mempengaruhi kematian larva
sebagai
sehingga
Aedes aegypti. Menurut Hidayat C dkk
menimbulkan efek buruk pada tegument
dalam penelitiannya menyatakan bahwa
larva. Ada 2 jenis chelating/chelator yaitu
pada pH air perindukan 7, lebih banyak
chelating agent sintetis dan alami. Chelating
didapati nyamuk daripada pH asam atau
agent/chelator
senyawa
basa (Ridha dkk, 2013). Sedangkan
polifenol, tanin, lignin, dan flavonoida.
menurut Hoedojo (1993), jentik Aedes
Senyawa tersebut sering kali ditemukan
aegyptidapat
pada pestisida nabati yang berfungsi
mengandung air dengan pH 5,8-8,6
sebagai
dalam
(Agustina, 2013). Menurut Hadi (2006),
menyebabkan kematian larva (Rahimah,
pH air yang terlalu asam atau terlalu basa
2009).
akan mudah mengakibatkan kematian
racun
alami,
senyawa
kontak
seperti
aktif
pH
akhir.
hidup
Begitu
di
wadah
pula
yang
larva. pH media juga merupakan variabel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Salah
Pengukuran pH media uji, dilakukan pada
mempengaruhi kelangsungan hidup larva
awal
adalah tersedianya makanan. pH yang
dan
akhir
penelitian
selama
satu
faktor
asam
yang
diperkirakan
mungkin
pengamatan 24 jam. Pada pengukuran pH
terlalu
masing-masing media uji, pada kelompok
menghambat
kontrol negatif menunjukkan pH air
sedangkan diketahui bahwa plankton
normal yaitu 7 baik pada pH awal
adalah salah satu sumber makanan
maupun pH akhir. Sebelum penambahan
terbesar
larutan tawas, pH media uji pada
berkurangnya sumber makanan, maka
kelompok eksperimen adalah 7.
peluang untuk mempertahankan hidup
pertumbuhan
untuk
larva,
dapat plankton,
dengan
larvapun menjadi sangat kecil (Arsunan Penambahan
tawas dapat menurunkan
dan Erniwati, 2014).
derajat keasaman pH media uji menjadi 5
Menurut Thomas M. Clark et al (2007)
pada konsentrasi 7 mgbaik pada pH awal
pada pH asam, larva Aedes sp. akan
7 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
mengatur
pH
hemolymph
dengan
media uji didapatkan rata-rata kadar
meningkatkan laju minum dan ekskresi.
oksigen terendah terdapat pada kelompok
Paparan
asam
temephos (kontrol positif) yaitu 0,25 mg/l
meningkatkan kebutuhan energi sebagai
dan kelompok uji larutan tawas 11 mg.
mekanisme
cara
Rata-rata kadar oksigen tertinggi terdapat
meningkatkan fungsi tubula Malpighi pada
pada kelompok aquades 100 ml (kontrol
mitochondria. Peningkatan minum dan
negatif) yaitu 0,47 mg/l. Media uji yang
ekskresi
memiliki rata-rata kadar oksigen terendah
kronis
pada
transport
diduga
penghilangan
air dengan
karena
asam
peningkatan
dengan
cara
cenderung terdapat kematian larva Aedes
mengurangi gradien elektrokimia untuk
aegypti dalam jumlah yang paling banyak.
melawan ekskresi ion H+ pada tubula
Hal ini terjadi pada temephos dan larutan
Malpighia.
tawas 11 mg dengan jumlah kematian masing-masing sebesar 100 ekor dan 83
Semakin
tinggi
konsentrasi
tawas,
ekor. Begitu juga sebaliknya, media uji
semakin asam pH media, semakin banyak
yang memiliki rata-rata kadar oksigen
paparan senyawa aktif yang dalam larutan
tertinggi
tawas, maka semakin banyak pula yang
kematian larva. Hal ini terjadi pada
masuk ke dalam tubuh larva, karena
aquades 100 ml, dimana tidak terdapat
semakin meningkatnya laju minum dan
kematian larva Aedes aegypti.
cenderung
tidak
terdapat
ekskresi larva. Jika senyawa toksik ini terminum dan masuk ke dalam alat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
pencernaan, akan menghambat reseptor
Amarasinghe et al (2014), menyatakan
perasa di daerah dinding mulut larva dan
bahwa 55,6% larva nyamuk Aedes aegypti
menghambat enzim pencernaan. Efeknya
dapat hidup di air yang memiliki kadar
larva tidak mendapat rangsangan rasa dan
oksigen berkisar antara 0-4 mg/l dan 44,6
tidak mampu mendeteksi makanannya,
% dapat hidup di air yang memiliki kadar
sehingga larutan tawas ini juga dapat
oksigen berkisar antara 4-8 mg/l. Di
berfungsi sebagai racun perut (Thomas
dalam air yang memiliki kadar oksigen
M. Clarck et al, 2007; Luhurningtyas,
terlarut >8 mg/l, tidak ditemukan adanya
2013).
larva Aedes aegypti (Amarasinghe et al, 2014).
Hal
ini
dikarenakan
adanya
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan
hubungan antara kandungan oksigen
DO (Dissolved Oxygen) pada semua
terlarut dengan pembentukan enzim
8 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
sitokrom oksidase dalam tubuh larva yang
25,39-44,17%,
berfungsi pada saat proses metabolisme
perubahan
(Salim, 2005). Pembentukan dari enzim
dimungkinkan
ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
penyebab
tingkat
terhadap terjadinya kematian larva (Preet
oksigen
terlarut
dalam
air,
sehingga apabila pembentukan enzim
sehingga kimia
yang
perubahan-
tersebut
menjadi
juga
salah
satu
bertanggung
jawab
dan Sneha, 2010).
sitokrom oksidase di tubuh larva terhambat dapat mempengaruhi kelangsungan hidup larva, karena dapat menghambat produksi
KESIMPULAN
energi dalam proses metabolisme pada
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
tubuh larva (Ridha dkk, 2013).
terdapat
hubungan
antara
perlakuan
pemberian dosis tawas terhadap kematian Selain itu juga, menurut penelitian yang
larva nyamuk Aedes aegypti dengan nilai
dilakukan
(2010)
sigifikansi p=0,001. Nilai LC50 larutan
menyatakan bahwa kematian larva juga
tawas adalah 8,068 mg dan LC90 adalah
diakibatkan
12,086 mg.
Preet oleh
dan
Sneha
adanya
perubahan
biokimia pada larva instar 4. Perubahan biokimia
ini
terjadi
pada
berbagai
SARAN
cadangan nutrisi dan metabolit primer
Saran yang diberikan peneliti adalah
seperti gula, glikogen, dan protein.
untuk
Konsentrasi gula dan glikogen yang
masyarakat pada tempat-tempat yang
diukur sebesar 24,6 dan 10,67 ug per lima
digunakan
larva, namun konsentrasinya menurun
perkembangbiakan larva nyamuk Aedes
masing-masing sebesar 32,11-93,98% dan
aegypti yang berada di lingkungan sekitar
39,26-94,47%
tempat tinggal yang bukan merupakan
setelah
dilakukan
penambahan tawas/potash alum. Dalam
mengaplikasikan
tawas
sebagai
di
tempat
sumber air untuk dikonsumsi.
kelompok kontrol, kadar protein dan lipid adalah sebesar 210,74 dan 94,71 ug per lima larva, namun konsentrasi menurun sebesar 26,53% dan 25,5% setelah dilakukan penambahan tawas/potash alum. Selain itu, perubahan drastis juga terjadi pada konten DNA yang turun hingga
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Laboratorium Biologi FMIPA Unnes, Teknisi Laboratorium Biologi FMIPA Unnes, Kepala B2P2VRP
9 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
Salatiga, serta Kepala Balai Litbang P2B2
Journal of Current Research And
Banjarnegara.
Academic Review, 22 (11): 1-9
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes,Data DBD Indonesia 5 Tahun Terakhir.Fri 2 Juni 2015. diakses
Agustina, Elita. 2013. Pengaruh Media Air Terpolusi Tanah terhadap
pada
Perkembangbiakan
2015.(http://www.litbang.kemkes
Nyamuk
Costa,
Amarasinghe, Lalithanjalie D dan Dilani
30
Maret
.go.id/2015/06/
Aedes aegypti. Jurnal Biotik, 1 (2): 67-136
tanggal
E.A.P.A.,
Eloína
Mendonça
Maria
Santos,
de
Juliana
2014.Vector
Cavalcanti Correia, dan Cleide
Mosquito Diversity and Habitat
Maria Ribeiro de Albuquerque.
Variation in A Semi Urbanized
2010. Impact of SmallVariations
Area
in Suhue and Humidity on the
R.
Dalpadado.
of
Kelaniya
Lanka.International
in
Sri
Journal
of
Reproductive
Activity
andSurvival
Entomological Research, 2 (1): 15-21
(Diptera, Arifin, Asrianti, Erniwati Ibrahim, dan
of
Aedes
Culicidae).
aegypti
Rev.
Bras.
Entomol, 54 (3): 488-493
Ruslan La Ane. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dengan
.Luhurningtyas,
Fania
Putri.
Keberadaan Larva Aedes aegypti di
2013.Aktivitas Larvasida Fraksi
Wilayah
Nonpolar Ekstrak Etanol Daun
Kelurahan
Endemis
DBD
Kassi-Kassi
di Kota
Makasssar 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat, 7 (25): 1-8
Inggu
(Ruta
angustifo`lia
L.)
terhadap Larva Nyamuk Anopheles aconitusdan
Anopheles
maculatus
Beserta Profil Kromatografinya. Arsunan, A.A dan Erniwati Ibrahim.
Naskah
2014. Analysis Relationship and
Universitas
Mapping of the Environmental
Surakarta
Publikasi.
Surakarta:
Muhammadiyah
Factors with the Existence of
Nopianti, S., Dwi Astuti, dan Sri
Mosquito Larva Aedes aegyptiin the
Darnoto. 2008. Efektivitas Buah
Endemic Area of Dengue Fever,
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
Makassar,
L.)
Indonesia.International
untuk
Membunuh
Larva
10 Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
Nyamuk Anopheles aconitus Instar III. Jurnal Kesehatan, 1(2): 103-114
Rahimah, Souvia, 2009, Bahan Tambahan Kimia, Tue 3 Nov 2009, diakses pada tanggal 19 Maret 2016,
Nugroho,
Arif
Larva
Dwi. Aedes
2011.Kematian Aegypti
Setelah
Pemberian Abate Dibandingkan dengan
Pemberian
(http://blogs.unpad.ac.id/souvia /files/2009/12/bahan-tambahankimia1.pdf)
Serbuk
Serai.Jurnal Kesehatan Masyarakat,7 (1): 91-96.
Ridha, M.R., Nita Rahayu, Nur Afrida Rosvita
dan
Dian
Eka
Setyaningtyas. 2013. Hubungan Padmanabha, H., CC Lord, dan LP Lounibos. 2011. Suhue Induces Trade-offs Development
Between and
Starvation
Resistance in Aedes aegypti (L.)
Kondisi
Lingkungan
dan
Kontainer dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis. Jurnal Buski,4 (3): 133–137
Larvae. Med Vet Entomol, 25(4): 445–453
Sukana, Bambang. 1993. Pemberantasan Vector DBD di Indonesia. Artikel
Preet Shabad. dan K.C. Seema. 2010.
Media Litbangkes, 3 (1): 9-16
Mosquito Larvacidal Potential of Potash Alum Against Malaria
Thomas M. Clark, Marcus A. L. Vieira,
Vector Anopheles stephensi(Liston).
Kara L. Huegel, Dawn Flury and
Jurnal Parasit Dis, 34(2): 75-78
Melissa Carper. 2007. Strategies for Regulation of Hemolymph
Preet Shabad dan Sneha A. 2010. Biochemical Evidence of Efficacy of Potash Alum For the Control of Dengue Vector Aedes aegypti(Linnaeus). Jurnal Parasitologi, 108 (6):1533-1539
pH in Acidic and Alkaline Water by the Larval Mosquito Aedes aegypti(L.) (Diptera; Culicidae). The Journal of Expearimental Biology, 2 (10): 4359-4367