PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENENTUAN DOSIS TAWAS PADA PROSES KOAGULASI SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH Oleh : (Kadek Narita, Dr. Bambang Lelono W. ST, M.T, Ir. Syamsul Arifin, MT) Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh November Kampus ITS Keputih Sukolilo – Surabaya 60111 Abstrak Proses pengolahan air bersih di IPAM Karang Pilang III mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 (PERMENKES 492/2010), yang didalamnya terdapat syarat-syarat air hasil penjernihan dan pembersihan agar dikonsumsi layaknya air minum. Proses koagulasi merupakan bagian utama dari keseluruhan proses pengolahan air bersih dalam menentukan kadar optimum zat pengendap atau koagulan (tawas), dengan menerapakan metode Jar Test. Kelemahan dari Jar Test selain dari sistem pelakasanaannya yang bersifat manual, juga ketidaklinieran hubungan antara penambahan dosis tawas dengan nilai kekeruhan dan pH air terukur pada akhir proses. Program Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function yang dirancang mampu untuk menentukan atau memperediksi jumlah dosis kadar tawas optimum, yang ditambahkan pada proses koagulasi dan pada proses prediksi tersebut memiliki nilai MSE training sebesar 0,0638288 dan nilai MAPE testing sebesar 0,009649876. Kata kunci : Jar Test, kadar tawas, Radial Basis Function BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Tahun 2008 jumlah penduduk Kota Surabaya sekitar 3 juta jiwa. Penduduk tersebut membutuhkan air bersih untuk kelangsungan hidup dan aktifitas sehari-hari. Sebagian dari penduduk tersebut telah menerima pelayanan pemenuhan kebutuhan air minum dari Pemerintah Kota Surabaya yang diselenggarakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, saat ini telah dioperasikan Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) di dua lokasi, yaitu di Ngagel (IPAM Ngagel I, Ngagel II, dan Ngagel III) dan di Karangpilang (IPAM Karangpilang I dan Karangpilang II) dengan total produksi 8.830 L/detik, di samping terdapat beberapa sumber air dari mata air. PDAM Kota Surabaya selayaknya industri pengolahan air bersih lainnya harus dihadapkan pada fakta bahwa untuk memperoleh air bersih yang berkualitas tinggi akan memerlukan biaya yang tidak murah.
Pengolahan air bersih adalah suatu usaha teknis yang dilakukan untuk memberikan perlindungan pada sumber air dengan perbaikan mutu asal air sampai
menjadi mutu yang diinginkan dengan tujuan agar aman dipergunakan oleh masyarakat pengkonsumsi air bersih. Secara umum tahap-tahap dari proses penjernihan air ini sendiri terdiri dari aerasi, prasedimentasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, desinfekasi dan reservoir. Proses pengolahan air bersih di IPAM Karang Pilang III mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 (PERMENKES 492/2010), yang didalamnya terdapat syarat-syarat air hasil pengolahan penjernihan agar dapat dikonsumsi layaknya air minum. Proses koagulasi merupakan bagian utama dari keseluruhan proses pengolahan air bersih, proses ini bertujuan untuk mengikat partikel-partikel koloid air menjadi flok (gumpalan kotoran) yang nantinya akan mengendap pada bagian dasar bak penjernihan sehingga dihasilkan air yang jernih. Selain memperhatikan karakteristik kualitas air, ada tiga faktor lainnya yang mempengaruhi keberhasilan proses koagulasi, yaitu jenis koagulan yang
dipakai, dosis pembubuhan koagulan, serta proses pengadukannya. Kesulitan utama yang dihadapi pada proses pengendapan air ini adalah menentukan kadar optimum zat pengendap atau koagulan (tawas), karena penambahan zat pengendap (tawas) tidak selalu berkolerasi linier terhadap kekeruhan air di tahap akhir proses koagulasi. Selain itu proses koagulasi dari sistem pengolahan air bersih yang diterapkan PDAM Surabaya selalu dilakukan dengan cara manual oleh operator, cara tersebut diberi nama Jar Test. Jar Test merupakan proses penambahan kadar koagulant dengan dosis yang tepat dalam skala laboratorium. Karena lingkup kerja dari Jar Test ini dalam skala laboratorium maka volume air baku yang akan diteliti untuk mengetahui jumlah dosis yang tepat dalam penambahan kadar koagulantnya berbanding kira-kira 1:1000 dengan volume air baku sebelum proses koagulasi, proses penambahan kadar tawas melalui Jar Test ini dilakukan setiap 8 jam sekali, diawali dengan pengambilan air baku kemudian dilakukan pengukuran parameter-parameter yang mempengaruhi tingkat kekeruhan air seperti pH, dan kekeruhan. Jika penambahan dosis tawas ini menghasilkan nilai pH dan kekeruhan maksimum yang diperbolehkan maka dosis tawas tersebut berhenti ditambahkan. Kelemahan dari Jar Test selain dari sistem pelakasanaannya yang bersifat manual, juga ketidaklinieran hubungan antara penambahan dosis tawas dengan nilai kekeruhan serta pH air terukur (pada proses akhir koagulasi). Kelemahan lainnya, proses jar test yang memakan waktu cukup lama. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menerapkan Jaringan Syaraf Tiruan sebagai program simulasi yang membantu menyelesaikan masalah ketidaklinieran serta mempercepat operator laboratorium untuk memperoleh nilai dosis tawas optimum yang harus ditambahkan agar memperoleh nilai kekeruhan dan pH air sesuai dengan standar nilai yang ditetapkan. Serta dengan menggunakan program ini, memungkinkan operator untuk memasukkan hasil pengukuran parameter karakteristik air baku dalam menentukan dosis optimum kadar tawas dalam membantu pelaksanaan proses jar test.
Metode jaringan syaraf tiruan yang diterapkan pada tugas akhir kali ini adalah Radial Basis Function (RBF). Selain keunggulan yang telah disebutkan diatas RBF juga merupakan salah satu metode Jaringan Syaraf Tiruan yang dalam tahap training akan mengelompokkan (cluster) kelompok data masukkan (pH dan kekeruhan air) menjadi subkelompok yang memiliki nilai parameter tersendiri, sehingga memudahkan dalam proses selanjutnya (testing). 1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskanlah beberapa permasalahan dalam Tugas Akhir ini untuk kemudian berdasarkan metodologi yang ada harus dipecahkan. Adapun untuk rumusan permasalahannya yaitu, bagaimana menentukan dosis optimum zat pengendap (koagulan) yaitu tawas,. Penambahan koagulan dibutuhkan seiring bertambahnya kekeruhan. Namun penambahan tawas tersebut tidak selalu berkolerasi linier terhadap nilai kekeruhan pada akhir proses koagulasi nantinya. Apabila dosis yang ditambahkan berlebihan maka akan mempengaruhi proses-proses selanjutnya dari serangkaian proses pengolahan air bersih (yaitu proses flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi dan reservoir). Dan jika kekurangan dosis tawas yang ditambahkan maka akan menurunkan kualitas air bersih yang dihasilkan dari proses koagulasi. I.3. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian Tugas Akhir ini, maka perlu diambil beberapa batasan masalah sebagai berikut : 1. Masukkan dari rancangan jaringan syaraf tiruan yang dipakai adalah sifat dan karakteristik air, yaitu pH dan kekeruhan, serta masukkan dari proses pengadukkannya yaitu berupa gradien kecepatan 2. Keluaran dari rancangan jaringan syaraf tiruan merupakan dosis optimum zat pengendap (koagulant) yaitu tawas dari proses koagulasi pada system penjernihan air dengan data
yang diperoleh dari Litbang PDAM Surabaya. 3. Jaringan syaraf tiruan yang diterapkan adalah Radial Basis Function (RBF) 1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk membuat rancangan sistem jaringan syaraf tiruan yang mampu menentukan dosis keluaran berupa kadar tawas pada proses koagulasi sistem pengolahan air bersih. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Bersih Pengertian Air Bersih berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, pada BAB 1 tentang pengembangan sistem penyediaan air minum, Pasal 1, Ayat 1 : Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yangmemenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi. 2.2 Syarat Air Bersih Persayaratan yang harus dipenuhi dalam sistem penyediaan air bersih. adalah persyaratan kualitatif, yang meliputi syarat fisik, kimia, biologis dan radiologist. Syarat kualitatif adalah persyaratan yang menggambarkan kualitas dari air baku (air bersih). Persyaratan ini meliputi syarat fisik, kimia , biologis dan radiologis. 1. Kejernihan dan karakteristik alirannya. 2. Rasa Dalam air yang bersih (fisik) tidak terdapat seperti rasa asin, manis, pahit dan asam. Begitu pula terhadap bau. 3. Turbiditas, merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai seberapa jauh cahaya mampu menembus air 4. Temperatur 5. pH air permukaan air biasanya berkisar antara 6,5–9,0 pada kisaran tersebut air bersih masih layak untuk diminum (dimasak). 6. Salinitas (zat padat total), didefinisikan sebagai total padatan dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi
oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. 7. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar/tawar berkisar dari 14,6mg/liter pada suhu 0oC hingga 7,1mg/ liter pada suhu 35oC pada tekanan satu atmosfer. 8. BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada kondisi aerobik. 9. Suspended Solid (SS) adalah padatan yang terkandung dalam air dan bukan merupakan larutan 10. Nitrogen 11. Senyawa Toksik 12. Zat Organik 13. CO2 Agresif 14. Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh air karena adanya ion ion (kation) logam valensi 15. Kalsium 16. Besi 17. Tembaga (Cu) 18. Seng (Zn) 19. Chlorida (Cl) 20. Flourida (F) 21. Nitrit 22. Konduktivitas atau daya hantar (panas) 23. Pesistivitas 24. PTT atau TDS ( Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik ) 2.3 Kualitas Air Bersih Syarat dari air bersih, secara terperinci telah diatur pada Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, dimana pada peraturan tersebut kualitas air bersih khususnya air minum diatur berdasarkan nilai kandungan maksimum dari parameterparameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan seperti parameter mikrobiologi dan kimia anorganik dan parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan seperti parameter fisik dan kimiawi. Tabel 2.1 menjelaskan tentang peraturan tersebut. Tabel 2.1 Tabel Permenkes, no. 492/Menkes/Per/IV/2010
2.4 Pengolahan Air Bersih Standar kualitas air bersih yang ada di Indonesia saat ini menggunakan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat– syarat dan Pengawasan Kualitas Air dan PP RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan standar kualitas air minum menggunakan Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang SyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Bagan dari sistem pengolahan air bersih sendiri dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah.
Gambar 2.1 Instalasi Pengolahan Air Bersih PDAM Karangpilang III 2.4.1 Intake Intake sendiri adalah proses pemompaan air baku sungai untuk dialirkan ke dalam sumur penyeimbang. 2.4.2 Aerator Aerator dimaksudkan untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut (DO) dalam air baku, yang disebut proses aerasi. Peningkatan kadar oksigen terlarut ini berguna untuk menurunkan kadar besi, mangan, bahan organik, ammonia, dan sebagainya. 2.4.3 Prasedimentasi Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air. 2.4.4 Flash Mixer Flash mixer adalah unit pengadukan cepat yang berfungsi untuk melarutkan tawas ke dalam air hingga homogen. Flash mixer ini merupakan bagian dari proses koagulasiflokulasi. 2.4.5 Clearator Pada clearator inilah proses koagulasi dan flokulasi terjadi, dimana pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. 2.4.6 Filter Filter merupakan bangunan untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya dengan media filter. 2.4.7 Desinfeksi Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam
air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:pemanasan, penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi. 2.4.8 Reservoir Reservoir pada sistem IPAM ini adalah untuk menampung air hasil pengolahan sebelum didistribusikan ke konsumen dalam sistem distribusi. 2.5 Proses Koagulasi Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dan partikel-partikel yang tersuspensi didalam air baku karena adanya pencampuran yang merata dengan senyawa kimia tertentu (koagulan) melalui pengadukan cepat. Ada tiga factor yang mempengaruhi keberhasilan proses koagulasi, yaitu : 1. Jenis koagulan yang dipakai 2. Dosis pembubuhan koagulan 3. Proses pengadukan 2.5.1 Jenis Koagulan Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan criteria desain dari system pengadukan serta system flokulasi yang efektif. Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam logam dan koagulan polimer kationik. Contoh koagulan garam logam diantaranya adalah : Aluminium Sulfat atau Tawas (Al3(SO4)2.14H2O) Feri Khlorida (FeCl3) Feri Sulfat (Fe2(SO4)3) Koagulan yang digunakan di IPAM Karang Pilang III adalah aluminium sulfat atau tawas. 2.5.2 Dosis Koagulan Dosis koagulan berbeda-beda tergantung dari jenis koagulan yang dibubuhkan, temperature air, serta kualitas air yang diolah. Penentuan dosis koagulan dapat dilakukan melalui penelitian laboratorium dengan metode jar test. Prosedur jar test pada prinsipnya mmerupakan proses pengolahan air skala kecil. 2.5.3 Pengadukan Unit koagulasi merupakan suatu unit dengan pengadukan cepat dimana pengadukan cepat (koagulasi) dilakukan dengan berbagai cara, namun pada IPAM Karang Pilang III, proses ini dilakukan dengan hydraulic jump mixing, merupakan pengadukan cepat secara hidrolis.
Koagulasi Hidrolis atau hydrolic mixing, merupakan fenomena ilmiah dari proses hidrolisis yang diamati pada aliran open channel seperti sungai. Ketikan cairan pada kecepatan tinggi bergerak ke area yang memiliki kecepatan aliran lebih rendah, kenaikan yang tiba-tiba akan terjadi pada permukaan cairan. Sehingga cairan yang mengalir cepat tiba-tiba melambat dan mengalami kenaikan tinggi level cairan, mengubah sebagaian energy kinetic awal aliran menjadi energy potensial, dengan beberapa energy yang hilang melalui turbulensi irreversible panas. Dalam aliran open channel, ini bertransformasi sebagai aliran cepat yang melambat dan menumpuk diatas lapisan cairan itu sendiri, mirip bentuk shockwave. Jenis aliran ini lebih mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya (Schulz dan Okun, 1984) Rumus yang dipergunakan untuk perhitungan pada koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut:
2.1 Dimana P untuk menggunakan rumus :
koagulasi
hidrolis
2.2 Sehingga rumus untuk gradient kecepatan pada koagulasi hidrolisis adalah sebagai berikut :
2.3 Dimana : G = gradient kecepatan (1/s) P = daya yang diberikan (kg.m2/s3) p = densitas cairan (kg/m3) g = percepatan gravitasi (m/s2) hL = head Loss (m) Q = debit (m3/s) µ = viskositas cairan (kg/m.s) V = volume (m3) Perhitungan gradient kecepatan pada koagulasi hidrolisis juga dapat ditentukan dengan rumus berikut :
2.4 Dimana hf adalah nilai dalam meter, saat kehilangan tekanan air pada saat air mengalir menuju clearator.
Pada IPAM Karang Pilang III, unit pengaduk cepat hidrolisis ini menggunakan jenis pengaduk statis, sehingga dimensi yang dapat ditentukan dengan pemakaian tipe pengaduk ini adalah:
2.5 2.6 Dimana : Q= kapasitas pengolahan (m3/s) D= diameter instalasi pengolahan air (m) V= kecepatan aliran (m) Air yang dialirkan dari flash mix kearah clearator melalui pipa baja berdiameter 800 mm, dan beda tinggi antara flash mix dengan clearator adalah 1,2 m dan panjang pipa sekitar 34 m. Desain dari flash mix IPAM Karang Pilang III, dapat dilihat pada gambar 2.2.
lapisan atau layer yaitu input layer, output layer dan hidden layer dan dimana hanya memiliki 1 unit pada hidden layer. Fungsi aktivasi yang umum digunakan adalah fungsi Gauss dan linier pada output layer. Jaringan ini telah banyak digunakan secara intensif, RBF merupakan pemetaan fungsi taklinier multidimensional yang bergantung pada jarak antara vektor input dan vektor center. RBF dengan input berdimensi m dan output berdimensi n.
Gambar 2.4 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function Bentuk umum dari RBF adalah : n
y = f(x) = Σ wi Ø(ri)
2.7
i=1
Gambar 2.2 Desain Flash Mix Pada proses pengadukan ini, tidak ada parameter yang dikendalikan oleh pihak IPAM Karang Pilang III ketika proses koagulasi berlangsung, nilai kecepatan gradient putaran air pada flash mix disetiap perubahan waktu koagulasi selalu dijaga bernilai 975/s (lebih dari 700/s, yang merupakan nilai minimum gradian kecepatan untuk criteria ideal desain unit koagulasi, Schulz & Okun, 1992). Nilai gradient kecepatan yang dijaga selalu konstan itu diperoleh dengan menjaga atau memonitor secara terus-menerus, nilai perbedaan tinggi dari level cairan inflow terhadap outflow adalah 2,68 m (nilai hf). 2.5.3 Jaringan Syaraf Tiruan Radial Basis Function (RBF) Jaringan syaraf tiruan perceptron lapis banyak atau disebut multilayer perceptron network merupakan pengembangan lebih lanjut dari perceptron lapis tunggal. Sedangkan Radial Basis Function (RBF) adalah alternative dari jaringan Multilayer Feedforward Neural yang telah dikembangkan. Jaringan ini terdiri dari 3
Dimana : y = output wi = bobot Ø(ri) = fungsi basis radial Jenis-jenis fungsi aktifasi dari RBF adalah : 1. Gauss Ø(r) = exp(-(r/c)2) 2. Multikuadratik Ø(r) = (c2 + r2)β, (0< β<1) 3. Invers Multikuadratik Ø(r) = 1/(c2 + r2)α, (α>0) 4. Thin Plate Spline Ø(r) = r2 log r 5. Cubic Spline Ø(r) = r3 6. Linier Spline Ø(r) = r Alogaritma dari RBF adalah : Tahap 0: menentukan fungsi basis yang akan digunakan Tahap 1: menentukan center dan lebar tiap fungsi basis Tahap 2: menyediakan bobot sebanyak (fungsi basis) n+1 dimana n adalah jumlah masukkan RBF
Tahap 3: inisialisasi bobot, w = [0 0 0 … 0] dan tentukan nilai laju konvergasinya yang akan digunakan (0<α<1) Tahap 4: untuk sinyal latih kerjakan tahap 6selesai Tahap 5: hitung output tiap fungsi basis Tahap 6: hitung output jaringan RBF Tahap 7: hitung error antara output terharap (d) dengan output RBF (y), error = d – y Tahap 8: update bobot-bobot tiap fungsi basis dan bobot bias 2.5.3.1 Menentukan Fungsi Basis Pada tugas akhir kali ini fungsi aktivasi dari basis yang digunakan adalah fungsi Gaussian.
Ø(r) = exp -
(||x - cj||)2 2 σj2
2.8
Dimana : cj = center fungsi Gaussian ke-j σj = lebar fungsi Gaussian ke-j x = input fungsi basis Øj = output fungsi basis ke-j oleh input x Jumlah fungsi basis yang digunakan dalam RBF biasanya lebih dari 1 buah fungsi basis. Berdasarkan fungsi Gaussian dan struktur dasar jaringan RBF dapat diusulkan beberapa strategi pembelajaran pada jaringan RBF. 1. Posisi center pada fungsi basis 2. Lebar dari fungsi basis 3. Bobot output setiap fungsi basis 2.5.3.2 Menentukan Center RBF Teknik clustering ini terdiri dari beberapa teknik, salah satunya yang digunakan dalam Tugas Akhir kali ini adalah teknik KMeans Clustering, merupakan salah satu metode data clustering unsupervised yang berusaha mempartisi data yang ada kedalam bentuk satu atau lebih cluster atau kelompok. Metode ini mempartisi data kedalam cluster sehingga data yang memiliki karakteristik yang sama dikelompokkan kedalam satu cluster yang sama dan data yang mempunyai karakteristik yang berbeda dikelompokkan kedalam kelompok yang lain. Adapun tujuan dari data clustering ini adalah untuk meminimalisasikan objective function yang diset dalam proses clustering, yang pada umumnya berusaha meminimalisasikan variasi didalam suatu cluster dan memaksimalkan variasi antar cluster.
Data clustering menggunakan metode KMeans ini secara umum dilakukan dengan alogaritma dasar sebagai berikut : 1. Tentukan jumlah cluster 2. Alokasikan data kedalam cluster secara acak 3. Hitung centroid atau rata-rata dari data yang ada di masing-masing cluster 4. Alokasikan masing-masing data ke centroid atau rata-rata terdekat 5. Kembali ke step 3 apabila masih ada data yang berpindah cluster atau apabila perubahan nilai centroid ada yang diatas nilai ambang yang ditentukan atau juga apabila perubahan nilai pada objective function yang digunakan diatas nilai ambang yang ditentukan Distance space, atau jarak antara dua titik dihitung 2.1 menggunakan rumus Eucliean yang didefinisikan : 2.9 Dimana : p = dimensi data Kemudian mengelompokkan data berdasarkan jarak minimum dari setiap center, perubahan anggota dalam tiap cluster di setiap iterasinya menyebabkan perubahan nilai center, maka dari itu perhitungan pusat cluster (center) yang baru menggunakan rumus: 2.10 Dimana : vi = center dari cluster ke-i xj = data masukkan yang merupakan kelompok ke-i ni = banyaknya data kelompok ke-i 2.5.3.3 Menentukan Lebar Melalui penentuan center diatas maka diperoleh nilai center-center cluster yang baru yaitu vi dan vj, kemudian selanjutnya menentukan lebar dengan menggunakan rumus dibawah ini : 2.11 Dimana dmax diperoleh dari : 2.12 2.5.3.4 Menentukan Bobot Proses pembelajaran dalam penentuan bobot ini adalah: 1. Ambil vektor input xi dari himpunan pembelajaran
2
2. Hitung output dari neuron hidden layer secara bersamaan ditunjukkan sebagai vektor h 3. Hitung vektor output jaringan y. Bandingkan dengan vektor target t, sesuaikan setiap bobot w pada satu arah sehingga mengurangi perbedaan. Berikut adalah gradient descent alogarithm : wij(n+1) = wij(n) + η(tj-yj)hi 2.13 Dimana : wij = bobot antara neuron hidden layer i dan neuron output layer η = koefisien learning rate (bernilai kurang dari 1) tj = target atau output yang diinginkan dari neuron j pada output layer yj = output neuron j pada output layer hj = output hidden layer 4. Ulangi step 1-3 untuk setiap vektor pada himpunan pembelajaran 5. Ulangi 1-4 sampai error yang diterima kecil, pembelajaran berhenti atau kondisi lain yang terjadi sehingga menyebabkan proses pembelajaran berhenti Persamaan 9.6 diatas merupakan output hidden layer yang diperoleh berdasarkan vektor input, center, dan lebar data yang telah ditentukan terlebih dahulu sebelumnya, adapun rumus untuk menentukan output hidden layer adalah : 2.14 Dimana : x = data c = center r = lebar 2.5.4 Mean Square Error (MSE) Pada akhir proses pelatihan akan ditampilkan error pelatihan, kemudian dari nilai error tersebut akan dihitung rata-rata error pelatihan guna mengukur sejauh mana sistem jaringan syaraf tiruan ini bekerja untuk menentukan kadar tawas optimum yang harus ditambahkan pada proses koagulasi. Pada tugas akhir ini digunakan Mean Square Error (MSE) untuk uji pada sampel. Dalam hal ini setelah diketahui adanya kesalahan, selanjutnya dapat diketahui perbandingan antara data output kadar tawas dari system dengan data output kadar tawas sebenarnya (yang diperoleh dari plant proses
koagulasi IPAM Karangpilang III) melalui suatu grafik yang menggambarkan kedekatan kedua jenis data tersebut. Adapun rumus untuk menghitung rata-rata error jaringan pada saat pembelajaran adalah dengan menggunakan rumus yang analog dengan : 2.15 dimana :
yi = nilai data sebenarnya y 2 6 i = nilai data system n = jumlah data input untuk proses pelatihan 2.4.5 Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Selanjutnya sebagai pengukur validitas system jaringan syaraf tiruan digunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang memiliki rumus sebagai berikut : 2.16 dimana :
yi = nilai data sebenarnya yi = nilai data system n = jumlah data input untuk proses
pengujian BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Tahapan-tahapan dari penelitian Tugas Akhir ini dapat dilihat sesuai dengan flow chart pada gambar 3.1. Mulai
Penentuan Parameter Sampel Air Baku (keluaran flokulasi)
Pengambilan Data Sampel
Pengolahan Data Sampel Perancangan Sistem Berdasarkan Karakteristik Data
Arsitektur Pelatihan JST Pengujian
Analisa Hasil Rancangan
Penyusunan Laporan
Selesai
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian
3.1 Penentuan Parameter Sampel Air Baku Berdasarkan flowchart dari tahapan penelitian TA kali ini, tahap pertama dimulai dengan menentukan parameter sampel air baku yang berasal dari keluaran proses prasedimentasi. Sesuai dengan proses pengolahan air bersih yang dilakukan PDAM Surabaya di Instalasi Penjernihan Air Karang Pilang III, parameter sampel air baku yang diukur pada proses koagulasi sistem pengolahan air bersih adalah pH dan kekeruhan air, dan parameter sampel air baku seperti DHL, alkalinitas, kandungan zat organik , CO2, khlor bebas serta kandungan detergen diukur pada awal dan akhir proses sistem pengolahan air bersih, dimana pada (Peraturan Menteri Kesehatan No.492 tahun 2010) PERMENKES 492/2011 parameterparameter ini merupakan parameter tambahan. Sedangkan keseluruhan parameter sampel air baku lainnya yang sesuai dengan PERMENKES 492/2010 dan belum disebutkan diatas tidak dilakukan pengukuran, baik pada proses koagulasi, awal dan akhir proses air bersih ini. Maka dari itu, parameter sampel air baku yang ditentukan sebagai parameter masukkan proses koagulasi adalah pH dan kekeruhan. Data yang diperoleh dari Litbang PDAM Surabaya berjumlah 183 pasang data baik untuk parameter masukkan berupa pH dan kekeruhan serta parameter keluaran berupa kadar tawas. Data tersebut merupakan data hasil pengukuran pada unit koagulasi di IPAM Karang Pilang III pada bulan Agustus 2010 hingga Mei 2011. Kemudian berdasarkan pengertian dari proses koagulasi yang dijelaskan pada bab 2.5, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari proses ini. Maka parameter masukkan dari proses koagulasi ini selain dari karakteristik kualitas airnya, proses pengadukkannya juga diperhitungkan, yaitu berupa gradien kecepatan (1/s) dari proses pengadukkan
larutan tawas ke dalam air baku yang terjadi pada flash mixer. Berdasarkan gambar 3.2 dibawah, proses koagulasi awal dengan menggunakan proses pengadukan yang memiliki gradien kecepatan tinggi (975/s) terjadi pada flash mixer sedangkan proses koagulasi akhir tanpa proses pangadukan (berlanjut pada proses pengendapan) terjadi pada clearator, dimana rumus dari gradien kecepatan ini berdasarkan pada persamaan 2.4. Proses pengadukan dengan metode hydrolic jump ini memiliki gradien kecepatan yang berubah-ubah, tergantung dari nilai hf yang juga berubah-ubah. Pengendalian ketinggian level cairan air baku pada proses prasedimentasi tersebut tidak dilakukan, perlakuan yang terjadi hanya proses monitoring, dimana nilai hf tersebut bevariasi dari 1 m hingga 3 m dan menghasilkan gradien kecepatan dari 700/s hingga 1000/s, dimana menurut Schulz & Okun gradien kecepatan ideal untuk kriteria desain hf < 30 cm dan td < 60 s adalah 700/s hingga 1500/s. 3.1.1 Penentuan Parameter Gradien Kecepatan Putaran Pengadukan Proses Koagulasi dari IPAM Karang Pilang III Surabaya
Gambar 3.2 Unit Koagulasi [3] Karena proses pengadukkan yang dapat ditinjau dari besarnya gradien kecepatan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses koagulasi, maka dari itu nilai perubahan gradien kecepatan dimasukkan sebagai parameter masukkan seperti halnya parameter karakteristik kualitas air baku. Nilai masukkan ini diperoleh berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan operator
di lapangan yang bertugas pada pemantauan unit koagulasi, sejak awal berdirinya IPAM Karang Pilang III (Juni 2010) hingga saat ini dengan rata-rata nilai gradien kecepatan yang sering termonitor adalah 700/s hingga 1500/s. Maka dari itu penentuan nilai parameter gradien kecepatan bervariasi dari 700/s hingga 1500/s dengan selisih 165/s karena nilai hf yang termonitor (1 m hingga 3 m) memiliki selisih nilai di setiap pemonitoran sebesar 0,5 m sehingga jika diterapkan menggunakan persamaan 2.4 : G=
g.hf td.µ
Jika nilai hf = 1m, maka gradien kecepatan putaran pengaduk hydrolic jump pada proses koagulasi ini adalah: G=
(9,8 m/s).(1 (30 s).(0,92.10-6 m2/s)
G = 595,9/s Jika nilai hf = 1,5m (selisih 0,5m), maka gradien kecepatan putaran pengaduk hydrolic jump pada proses koagulasi ini adalah: G=
(9,8 m/s).(1,5 (30 s).(0,92.10-6 m2/s)
G = 759,8/s Jadi selisih gardien kecepatan yang termonitor adalah 165/s dengan nilai gradien kecepatan minimum 700/s dan maksimum 1500/s. Data hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3, karena data yang diperoleh sebanyak 6 maka akan mengalami proses ekspansi data kembali dengan menggunakan distribusi normal dengan program MINITAB 14, hingga menjadi 183 data yang dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.1 Parameter Masukkan, Nilai Gradien Kecepatan Putaran Pengadukkan Proses Koagulasi di IPAM Karang Pilang III Surabaya Kecepatan No. Aduk (1/s) 1 700 2 865 3 1030 4 1195 5 1360 6 1525 3.2 Pengambilan Data Sampel Air Baku Pengambilan data berupa sampel air baku dari keluaran proses koagulasi dilakukan melalui proses jar test, jar test merupakan metode simulasi proses pengolahan air bersih skala penuh, yang menyediakan sistem yang mengoperasikan jalannya proses perlakuan kimiawi pada air mentah, dimana perlakuan tersebut disesuaikan dengan perubahan parameter yang diukur dari air mentah tersebut hingga menghasilkan air yang memiliki nilai parameter akhir yang diinginkan, yang kemudian di salurkan pada proses selanjutnya. Adapun urutan langkah dari jar test ini adalah : 1. Operator akan mengambil air baku yaitu air sampel keluaran proses flokulasi dengan volume perbandingan kira-kira 1:1000 dari volume real pada plant, umumnya membutuhkan 200 ml air sampel dikalikan banyak gelas beker tempat uji jar test (biasanya 5 gelas) 2. Pada setiap gelas tersebut diukur pH dan kekeruhannya dengan alat pH meter dan turbidty meter, kemudian dicatat sebagai nilai pH dan kekeruhan awal proses koagulasi 3. Kemudian operator telah menyiapkan tawas yang telah dilarutkan dengan kadar yang berbeda-beda, sebanyak jumlah gelas beker yang berisi air baku tersebut. Umumnya disediakan tawas dengan kadar 10% hingga 50%
4. Masing-masing tawas yang telah dilarutkan tersebut dicampur pada tiap gelas beker air baku. Kemudian gelas beker yang tercampur dengan larutan tawas tersebut dimasukkan dalam alat jar test, seperti pada gambar 3.2 dibawah 5. Kecepatan putaran alat jar test divariasikan, dimulai dengan kecepatan maksimum hingga larutan tawas benar-benar tercampur sempurna kemudian diturunkan secara bertahap hingga kecepatan minimum untuk mengendapkan flok atau gumpalan yang menyebabkan keruh pada air, mixer jar test tersebut dimatikan 6. Semua gelas beker tersebut diukur kembali nilai pH dan kekeruhannya, pada gelas beker dengan kadar tawas tertentu yang nilai pH serta kekeruhannya mencapai nilai standar minimum yang diinginkan, akan digunakan sebagai acuan penambahan kadar tawas pada air baku sebelum proses koagulasi Jar test dilakukan setiap kali terjadi perubahan nilai parameter dari air baku keluaran proses flokulasi tersebut, namun karena jar test yang dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Bersih Karang Pilang III memilki kelemahan yaitu tidak dapat melakukan control feedback maka proses jar test dilakukan setiap 8 jam sekali. Pada proses jar test, parameter yang dapat diukur dan diperoleh datanya hanya pH dan kekeruhan air saja, sedangkan parameter keseluruhan sesuai yang disebutkan pada tabel 3.2 diperoleh dengan proses pengukuran yang berbeda. Proses pengukuran parameter-parameter yang berbeda tersebut tergantung dari termasuk kandungan apakah parameter tersebut. Standar dari pengukuran nilai parameter-parameter ini telah diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor 6989.1 tahun 2003 hingga 6989.75 tahun 2009.
3.2.1 Metode Pengukuran dengan Turbidy Meter Turbidy meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan air, dengan satuan NTU (Nepeople Turbidity Unit). Alat ini bekerja berdasarkan pancaran cahaya yang dapat ditembus dalam media air. Semakin banyak cahaya yang terpantul atau menyebar semakin tinggi nilai kekeruhannya, maka nilai atau kualitas air jelek karena cahaya yang dipancarkan terhalang oleh kotoran, dalam hal ini adalah flok atau gumpalan yang terbentuk dari kumpulan butiran-butiran lumpur. (Arifiani dan Mochtar, 2006)
Gambar 3.3 Turbidy Meter [1] Namun di PDAM Surabaya, selain menggunakan turbidity meter pengukuran kandungan mikroorganisme juga dilakukan dengan cara menghitung sel hidup dengan cara ditanam pada media padat
Gambar 3.4 Pengukuran Kandungan Mikroorganisme dalam Air dengan Cara Penanaman pada Media Padat [1] Perhitungan melalui pengenceran dan diteruskan dengan menumbuhkan pada media kultur. Ada dua cara menumbuhkan pada media kultur, yakni bentang rata (spread-plate) dan tabur tuang rata (pourplate). Cara spread-plate dilaksanakan dengan meneteskan 100 μl suspensi sampel di atas medium kultur padat kemudian dibentang ratakan menggunakan
batang gelas bentuk huruf L. Cara pourplate dilaksanakan dengan meneteskan 100 μl suspensi sampel di dalam cawan petri kemudian dituangi medium cair dan digoyang-goyang supaya sampel bercampur homogen dengan medium kultur, seperti pada gambar 3.4 dibawah.
Gambar 3.5 Cara Spread Plate dan Pour Plate [1] Koloni yang tumbuh dianggap berasal dari satu sel atau satu potong propagul. Propagul adalah individu atau bagian darinya yang mampu tumbuh menjadi individu baru. Oleh karena itu jumlah koloni yang tumbuh pada medium kultur cara ini akan sama dengan jumlah sel atau propagul yang ditanam. Dengan demikian jumlah sel atau jumlah propagul dalam g gram bahan dapat dikonversikan menggunakan rumus JS = a.g.ds Dimana : JS = jumlah sel, a = jumlah koloni dalam satuan medium g = berat atau volume bahan yang diencerkan d = faktor pengenceran s = jumlah pengenceran 3.2.2 Metode Pengukuran dengan pH Meter pH meter adalah alat untuk mengukur tingkat keasaman dan kebasa-an air minum. Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan [H+], atau sebagai pH yang artinya –log [H+]. Tingkat keasaman/kebasaan dari suatu zat, ditentukan berdasarkan keberadaan jumlah ion hidrogen dan ion hodroksida dalam
larutan. Dapat dinyatakan dengan persamaan: (Rahmat Gunawan, 2009) pH = - log [H+] pOH = - log [OH-] pH = 14 – pOH Dengan kata lain pH merupakan ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain dengan jalan menitrasi larutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter. Pengukur pH tingkat asam dan basa air minum ini bekerja secara digital, pH air disebut asam bila kurang dari 7,pH air disebut basa (alkaline) bila lebih dari 7 dan pH air disebut netral bila ph sama dengan 7. Cara kerja alat ini adalah dengan cara mencelupkan kedalam air yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) dan secara otomatis alat bekerja mengukur. Pada saat pertama dicelupkan angka yang ditunjukkan oleh display masih berubahubah, tunggulah kira-kira 2 sampai 3 menit sampai angka digital stabil . Jika pemakaian sudah mencapai beberapa lama misalnya 3 tahun, maka pengukuran pH terkadang bisa menjadi tidak akurat lagi, untuk itu diperlukan proses kalibrasi. pH meter dapat dikalibrasi menggunakan larutan standar atau larutan buffer. Sebagaimana alat yang lain, untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik, maka diperlukan perawatan dan kalibrasi pH meter. Pada penggunaan pH meter, kalibrasi alat harus diperhatikan sebelum dilakukan pengukuran. Seperti diketahui prinsip utama pH meter adalah pengukuran arus listrik yang tercatat pada sensor pH akibat suasana ionik di larutan. Stabilitas sensor harus selalu dijaga dan caranya adalah dengan kalibrasi alat. 3.3 Pengolahan Data Sampel Pengolahan data sampel yang dimaksud disini adalah, mengolah data yang diperoleh dari proses pengukuran baik pengukuran parameter sampel air baku yang diperoleh dari Litbang PDAM Surabaya, maupun pengukuran gradien kecepatan putaran pengadukan proses
koagulasi dari IPAM Karang Pilang III Surabaya. Karena data yang diperoleh dari kedua tempat yang berbeda tersebut, memiliki jumlah yang tidak sama. Data dari Litbang berjumlah 183 data untuk masing-masing parameter, sedangkan dari IPAM Karang Pilang III hanya 6 data. Maka dari itu akan dilakukan proses ekspansi data, yaitu data yang diperoleh dari Litbang yang berjumlah 6 data tersebut hingga menjadi 183 pasang data. Proses pengekspansian data ini menggunakan metode atau cara distribusi normal, dimana penjelasan serta pengaplikasian distribusi normal ini telah dijelaskan pada bab 2. Tool atau program yang digunakan dalam mengapilkasikan metode distribusi normal untuk mengekspansi data adalah program MINITAB 14. Algoritma dari distribusi normal atau Gaussian ini pada program MINITAB adalah sebagai berikut: Step 1 : Mulai Step 2 : Mendefinisikan i = 0, dimana i adalah banyaknya pengulangan percobaan perhitungan yang dilakukan program MINITAB Step 3 : Mendefinisikan i = i + 1 Step 4 : Membangkitkan sampel data perhitungan tersebut sebanyak n jumlah yang diinginkan Step 5 : Mendefinisikan formula S atau σ, yang merupakan standar deviasi dengan rumus
tercantum pada persamaan 2.16 Step 6 : Memberi syarat kondisi. Jika i < n maka kembali ke algoritma ke-3 Step 7 : Mendefinisikan rumus seperti yang tercantum pada persamaan 2.16 Step 8 : Program selesai Langkah generate data dengan distribusi normal menggunakan program MINITAB 14 adalah sebagai berikut :
1. Membuka program MINITAB 14 dan memilih menu calculation-random data-normal distribution.
Gambar 3.6 Memilih Menu Distribusi Normal untuk Data Random pada MINITAB 14 Maka akan muncul menu selanjutnya yang tampak seperti gambar 3.7, dibawah ini. Generate adalah berapa banyak jumlah data hasil ekspansi yang diinginkan, dan mean adalah nilai ratarata dari data hasil ekspansi dimana dalam hal ini nilai mean tersebut adalah nilai sesungguhnya dari data awal sebelum proses ekspansi, kemudian standard deviation adalah besar nilai akar kuadrat simpangan varian antar data satu dengan lainnya dalam satu parameter.
Gambar 3.7 Menu Distribusi Normal untuk Data Random pada MINITAB 14 2. Setelah ditentukan di bagian manakah data hasil ekspansi tersebut diletakkan, kemudian proses ekspansi dimulai. Maka dari 1 buah data telah terekspansi menjadi 21 buah data,
selanjutnya melakukan hal yang sama untuk data-data selanjutnya
Start
Himpunan Data Masukkan untuk Training
Proses K-Means Clustering & Menentukan. Hidden Layer
Keluaran Hidden Layer
tidak
Gambar 3.8 Data Hasil Ekspansi membentuk Pola Distribusi Normal 3. Hasil pengekspansian data ini dapat dilihat pada lampiran 3.4 Arsitektur Software Software yang digunakan dalam Tugas Akhir adalah software Visual Basic (VB), dimana software ini digunakan sebagai tampilan program JST yang telah dibuat, yang dilengkapi dengan menu serta tombol yang mempermudah dalam pengolahan dan penganalisisan data.
Epoch
Uji JST RBF & Keluaran JST RBF Ya end
Gambar 3.9 Arsitektur Jaringan RBF Karena didalam source code VB tersebut telah diberi logika atau rumus perhitungan dari proses pembelajaran serta proses uji JST RBF, sehingga software VB ini dapat digunakan sebagai pengolah datadata yang didapat kemudian akan berfungsi sebagai penghitung dan penganalisis data yang sudah didapatkan dari database layer yang ada (Ms Office Acces). Database layer merupakan suatu lapisan yang terdiri dari database yang digunakan. Database yang digunakan untuk aplikasi ini adalah Ms Office Acces yang berfungsi sebagai penyimpan data yang didapat dari operator, dimana sebelumnya operator memang telah membuka menu untuk menginput data kemudian menyimpannya (penyimpanan serta tampilan dari data terseimpan tersebut dapat dilihat pada Ms Office Acces). Sehingga nantinya data yang disimpan tersebut dapat digunakan untuk melakukan pengolahan perhitungan.
3.5 Normalisasi Data Pengolahan data masukkan maupun keluaran dalam membangun sistem JST didahului dengan proses normalisasi data, normalisasi ini dilakukan agar data yang memiliki nilai hingga rentang satuan hingga ratusan menjadi bernilai 0 hingga 1, dengan nilai sekecil ini memungkinkan pelaksanaan pengolahan data dalam pembuatan sistem JST menjadi lebih mudah. Adapun rumus yang digunakan dalam proses normalisasi ini adalah: n =
xn - xmin xmax - xmin
(3.1)
Dimana : xn = nilai yang ingin dinormalisasi xmin = nilai terkecil dalam satu parameter xmax = nilai terbesar dalam satu parameter 3.6 Perancangan Data Pembelajaran Dari 183 data yang diperoleh untuk pemantauan proses koagulasi pada bulan Agustus 2010 hingga Mei 2011, digunakan 80 % untuk proses pembelajaran atau training yaitu sebanyak 150 data dilakukan proses normalisasi data. Data yang dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya digunakan untuk melakukan proses training. Terdapat dua proses yang termasuk dalam proses training yaitu proses penentuan center dengan menggunakan algoritma K-Means dan proses perhitungan bobot dengan menggunakan algoritma Least mean Square (LMS). Dari 80% data tersebut digunakan sebagai variabel masukkan pada proses penentuan center selain itu jumlah center yang ditentukan sebelumnya menjadi parameter masukkan untuk proses clustering dengan menggunakkan algoritma K-Means. Dari proses K-Means akan dihasilkan data keluaran berupa center yang kemudian digunakan untuk mencari factor skala atau radius (r). Radius (r), center dan data masukkan digunakan untuk memperoleh nilai fungsi radial basis yang selanjutnya dipakai untuk mendapatkan
bobot. Bobot dan nilai fungsi radial basis menjadi variabel masukkan untuk menentukan nilai kadar tawas optimum. 3.7 Perancangan Data Uji Keluaran dari proses uji ini adalah nilai kadar tawas aquades dan zat desinfektan optimum yang harus ditambahkan pada proses koagulasi agar menghasilkan keluaran parameter air baku yang sesuai dengan standar minimum yang berlaku. Pada akhir proses uji ini akan ditampilkan error testing. Kemudian dari error tersebut akan dihitung rata-rata error testing guna mengukur sejauh mana sistem JST RBF ini bekerja. Pada penelitian ini digunakan Mean Square Error (MSE) untuk uji sampel, sedangkan untuk pengukur validitas sistem jaringan syaraf tiruan digunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Kedua rumus uji diatas dapat dilihat pada persamaan 2.8 dan 2.9. BAB IV. ANALISA PEMBAHASAN
DATA
DAN
4.1 Penentuan Center dari Cluster dan Bobot Pada awal proses perancangan program JST RBF dengan 3 masukkan dan 1 keluaran ini, langkah awal yang dilakukan adalah penentuan banyaknya jumlah cluster atau himpunan yang terbentuk dalam tiap parameter dan nilai center-nya. Proses penentuan center ini menggunakan metode K-Means Clustering. Dimana penentuan jumlah himpunan (cluster) serta pusat data (center) awal dari cluster tersebut ditentukan secara acak. Jumlah cluster dan nilai center dari data masukkan proses koagulasi yang sudah ditentukan terdiri dari 3 buah, cluster untuk masing-masing parameter masukkan data, data kekeruhan terdiri dari: 1. cluster dan center kekeruhan c1keruh = 0,88 dan cluster c2keruh = 0,22 2. cluster dan center pH c1pH = 0,93 dan c2pH = 0,24
3. cluster dan center kecepatan aduk c1kec_aduk = 0,45 dan c2kec_aduk = 0,1 Penentuan nilai center awal untuk setiap data diatas dilakukan acak, dimana nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang sudah dinormalisasi sesuai dengan persamaan 3.1. Dengan adanya 2 x 3 center pada system JST RBF ini maka jumlah hidden layer juga berjumlah sama dengan arsitektur jaringan dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah. Selain penentuan center dan cluster awal, nilai bobot awal juga ditentukan terlebih dahulu. Dalam pembentukan arsitektur JST RBF dengan 3 masukkan dan 1 keluaran ini digunakan nilai bobotbobot awal secara acak sebesar : w1 = 0,1 ; w2 = 0,7 ; w3 = 0,6 ; w4 = 0,9 ; w5 = 0,8 ; w6 = 0,2.
4.1 Proses Pemasukkan Data dan Normalisasi Data yang digunakan sebagai training dimasukkan pada form data input testing yang terlihat pada gambar 4.3 dibawah ini. Dimana pada form tersebut telah disediakan kolom untuk memasukkan nilai input baik berupa pH, kekeruhan dan kecepatan aduk. Setelah data dimasukkan kemudian data tersebut akan disimpan di database dalam tugas akhir kali ini digunakan program MS. Office Access untuk menyimpan dan menampilkan data.
160 data training telah tersimpan Gambar 4.3 Data Input Trainning Pada form selanjutnya, berfungsi untuk menormalisasi data yang telah disimpan agar data tersebut memiliki range nilai 0 hingga 1. Proses normalisasi ini sesuai dengan persamaan 3.1. Kemudian setelah dinormalisasi data akan disimpan dan dapat ditampilkan kembali pada MS. Office Access
Gambar 4.2 Arsitektur JST RBF dengan 3 Masukkan dan 1 Keluaran Dimana : xt-n = vektor data input hn = hidden layer ke-n cn = center ke-n wn = bobot ke-n
sebelum dinormalisasi
setelah dinormalisasi
Gambar 4.4 Data Input Training Sebelum dan Setelah Dinormalisasi 4.2 Proses Trainning dan Testing Pada proses training ini digunakan sejumlah data yang diharapkan dapat memberikan nilai MSE terkecil sehingga pada proses testing akan memberikan nilai keluaran yang lebih tepat dengan nilai MAPE yang kecil pula. Pada bab 3 telah dijelaskan bahwa digunakan 150 data sebagai training, namun nilai MSE yang dihasilkan masih cukup besar yaitu 0,14 kemudian digunakan 160 data dan menghasilkan nilai MSE sebesar 0,0638288 dengan besar learning rate adalah 0,9. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5. Selain nilai MSE nilai akhir lainnya yang diperoleh melalui proses training adalah : Nilai bobot akhir : w1 = 0,95253 w2 = 1,66535 w3 = 0,6 w4 = 5,047 w5 = 0,8 w6 = 0,2 Nilai hidden layer akhir : h1 = 2,25911 h2 = 2,48688 h3 = 7,89856 h4 = 9,4585 h5 = 3,1328 h6 = 2,0248 Nilai lebar akhir = 0,66279 Nilai center akhir dari kekeruhan: c1k = 0,51824 c2k = 0,434379 Nilai center akhir dari pH: c1p = 0,0140669 c2p = 0,668 Nilai center akhir dari kecepatan aduk: c1a = 0,833 c2a = 0,167 Grafik hasil training dapat dilihat pada gambar 4.6, diketahui bahwa proses training yang terjadi pada JST RBF ini terdiri dari proses clusterisasi, penentuan keluaran hidden layer dan bobot, untuk
clusterisasi sendiri terdiri dari penentuan fungsi basis, distance space dan lebar. Dimana ketiga proses terakhir ini akan berhenti berjalan jika perubahan jumlah dan isi dari anggota cluster (kelompok) mengalami penurunan, maksudnya di setiap cluster yang ter-update akan memiliki center (pusat) yang berbeda dengan center sebelum cluster di-update, jika perbedaan ini tidak terlalu besar (kurang dari 10-7) maka proses update cluster akan berhenti walaupun nilai MSE yang kita iniginkan belum terpenuhi. Maka dari itu walaupun nilai MSE yang dimasukkan kurang dari 0,0638288, pada grafik MSE training akan tetap menunjukkan nilai 0,0638288 di setiap perubahan epoch. Dimana untuk nilai MSE 0,0638288 sendiri diperoleh ketika epoch ke 10000.
Gambar 4.5 Hasil Trainning Setelah melakukan training kemudian selanjutnya melakukan proses testing dengan menggunakan sisa data sebanyak 23 jumlah data. Proses testing ini dimaksudkan untuk menguji validitas program JST penentu kadar dosis tawas yang harus ditambahkan pada proses koagulasi. Hasil proses testing dapat dilihat pada grafik 4.1. Pada grafik tersebut ditunjukkan perbandingan antara keluaran program JST RBF berupa jumlah kadar tawas optimum pada proses koagulasi (warna merah) dengan jumlah kadar tawas sesungguhnya yang diperoleh dari Litbang PDAM Surabaya (warna
biru), jika diketahui nilai masukkan pH, kekeruhan dan kecepatan aduk koagulasi dengan besar tertentu.
Gambar 4.6 Grafik Hasil Training (Besarnya MSE berdasarkan Epoch ) Kemudian pada gambar 4.7 merupakan tabel hasil prediksi kadar tawas berdasarkan program JST RBF dibandingkan dengan data kadar tawas yang sebenarnya, kedua data (baik data prediksi maupun data sesungguhnya) dibandingkan agar dapat memperoleh nilai MAPE, yang merupakan nilai error hasil validasi program. Nilai MAPE yang diperoleh dengan besar MSE training 0,0638288 adalah sebesar 0,009649876. Artinya masih dibawah 1% sehingga program JST RBF yang dirancang tervalidasi. Grafik 4.1 Grafik Perbandingan Kadar Tawas dari Data Litbang dengan Program JST RBF
Gambar 4.7 Hasil Validasi dan Nilai MAPE Prediksi Kadar Tawas dengan Program JST RBF (nilai masih ternormalisasi) 4.4 Pembahasan Nilai-nilai keluaran yang telah disebutkan pada bab 4.3 diatas merupakan nilai hasil penentuan kadar tawas optimum yang masih ternormalisasi, sehingga dengan menggunakan persamaan 3.1 diperoleh nilai setelah didenormalisasi. Pada tabel 4.1 merupakan nilai-nilai kadar tawas hasil penentuan atau prediksi dari program JST RBF dengan nilai masukkan pH dan kekeruhan dan kecepatan aduk pada 23 data yang digunakan untuk proses testing serta besarnya error (ydata-yJST) untuk setiap prediksi sebelum dimasukkan dalam persamaan 2.15 untuk memperoleh nilai MAPE. Kemudian melalui tabel 4.1 dibawah diketahui nilai MAPE yang diperoleh sebagai pengukur besar error validitas proses prediksi program JST RBF yang telah dibuat adalah sebesar 0,009649876. Dimana jika melihat dari besarnya nilai error validasi, untuk mengetahui kevaliditasan program JST yang kita rancang diharapkan error tersebut bernilai lebih kecil dari 1 atau 1%. Selanjutnya kembali memodelkan dalam bentuk grafik, perbandingan antara nilai keluaran tawas yang diperoleh dari data Litbang PDAM dengan hasil prediksi program JST RBF. Grafik tersebut dapat dilihat pada grafik 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Prediksi Nilai Kadar Tawas Optimum
Grafik 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Keluaran Tawas Hasil Prediksi Program JST RBF dengan Data dari Litbang
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari serangkaian metodologi, pengujian serta analisa yang telah dilakukan didapatlah beberapa kesimpulan yang menjawab tujuan dari adanya tugas akhir ini, diantaranya: 1. Telah berhasil membuat rancangan sistem jaringan syaraf tiruan berupa program atau software yang mampu menentukan dosis keluaran berupa kadar tawas pada proses koagulasi sistem pengolahan air bersih. 2. Program jaringan syaraf tiruan radial basis function sebagai penentu dosis kadar tawas ini sebelum digunakan sebagai program penentu atau prediksi telah di-training dengan nilai MSE training sebesar 0,0638288. 3. Setelah menyelesaikan proses training, sebagai penentu dosis kadar tawas, program ini divalidasi melalui proses testing dengan nilai MAPE testing sebesar 0,009649876. 5.2
Melalui grafik 4.2 diatas diketahui bahwa hasil penentuan kadar dosis tawas optimum yang harus ditambahkan pada proses koagulasi berdasarkan program JST RBF yang telah dibuat hampir sama dengan nilai kadar dosis tawas yang diperoleg dari Litbang. Maka dari itu pada grafik tersebut hanya terlihat satu pola (nilai tawas) saja, karena pola lainnya hampir bernilai sama sehingga berhimpitan dan tidak terlihat.
Saran Proses awal dari jaringan syaraf tiruan radial basis function adalah clusterisasi, dimana proses ini lebih mudah dilaksanakan jika data yang diolah memiliki kemiripan yang lebih signifikan satu sama lain dalam satu cluster. Hal ini menyebabkan proses koagulasi yang memiliki data (baik pH, kekeruhan dan kecepatan aduk) cukup acak atau tingkat kemiripan kecil akan memiliki nilai prediksi (yang dilihat dari nilai MSE dan MAPE) lebih tepat jika menggunakan jaringan syaraf tiruan metode selain radial basis function (metode lain yang tidak menggunakan proses clusterisasi). DAFTAR PUSTAKA 1. Arifiani, Nur Fajri dan Hadiwidodo, Mochtar. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Dipoenegoro
2. Pengantar Pengolahan Air. Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. 2009 3. Laporan Akhir Pekerjaan KP III. Instalansi Penjernihan Air Bersih Karangpilang III. 2010 4. N. Valentin, T. Denoeux, F. Fotoohi. MODELLING OFCOAGULANT DOSAGE IN A WATER TREATMENT PLANT 5. C.W. Baxter, S.J. Stanley, Q. Zhang, D.W. Smith. DEVELOPINGARTIFICIAL NEURAL NETWORK PROCESS MODELS: A GUIDE FOR DRINKING WATER UTILITIES. Department of Civil and Environmental Engineering. University of Alberta. 6. Drs. Jong Jek Siang, M.Sc. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan MATLAB. Andi. Yogyakarta. 2005 7. Arif Sulistiya, Wahendra. Penerapan Radial Basis Funct ion untuk Peramalan Nilai Jual Saham. Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. 2008 8. Muis, Salaudin. Teknik Jaringan Syaraf Tiruan. Graha Ilmu Yogyakarta. 2006 9. Bryc, Wlodzimierz. The Normal Distribution : Characterizations With Applications. Springer-Verlag. 1995 10. Parmawati, Tania. Penentuan Dosis Koagulasi Aluminium Sulfat untuk Menurunkan Kekeruhan dan Pengaruh pH Menggunakan Jar Test dengan Air Baku dari Outlet Prasedimentasi IPAM Karang Pilang II Surabaya. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. 2004 BIODATA PENULIS: Nama : Kadek Narita TTL : Singaraja, 18 Oktober 1987 Alamat : Karangmenjangan VI/31, Surabaya Email :
[email protected] Riwayat Pendidikan : SD Negeri 02 Banjar Sekar, Singaraja-Bali Tahun 1992-1998 SMP Negeri 03 Surabaya Tahun 1998-2001 SMA Negeri 04 Surabaya Tahun 2002-2005
D3 Otomasi Sistem Instrumentasi, Fakultas MIPA, UNAIR Tahun 2005-2008 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri, ITS Tahun 2009-2011