SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS Divisi Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB
Spektroskopi UV-Vis
Spektroskopi UV-Vis ??
• Absorpsi molekuler (∼160-780 nm)
Prinsip
• Proton akan mempromosikan elektron ke keadaan tereksitasinya (orbital molekul)
Bagaimana pengukuran terjadi
• Sinar dari sumber kontinu diabsorpsi oleh sample
Data yang dihasilkan Aplikasi Inovasi
• Absorbans proporsional terhadap konsentrasi spesi absorbans (Hk Beer) • Setiap molekul yang dapat menyerap radiasi UV-Vis umumnya dalam keadaan fase cair • Kecepatan, sensitivitas, ruggedness,
portability
Pengukuran Transmitans dan Absorbans Efek lainnya yang dapat mereduksi intensitas sumber: • Penghamburan cahaya Pemantulan pada permukaan Dihamburkan dalam larutan molekul besar gelembung udara • Normalisasi dengan membandingkannya terhadap sel referens Hanya mengandung pelarut pengukuran transmitans dibandingkan dengan hasil dari sel referens
Pengukuran Transmitans dan Absorbans
Pengukuran Transmitans dan Absorbans
P0 A = − log T = log P
Hukum Lambert-Bouger Lambert & Bouger menemukan bahwa intensitas energi tertransmisi menurun eksponensial jika panjang lintasan (b) yang dilewati energi radiasi tersebut meningkat dP = −k P db dP/P = −k db ∫ dP/P = −k ∫ db
T
A
ln P/P0 = −k b log P/P0 = −(k/2.303) b A = − log P/P0 = (α/2.303) b
Panjang lintasan
Panjang lintasan
Efek panjang lintasan terhadap transmitans dan absorbans
Hukum Beer Beer (1852) menemukan bahwa konsentrasi (C) merupakan fungsi timbal balik eksponensial dari transmitans dan absorbans (proporsional langsung dengan konsentrasi) dP = − α P dC dP/P = − α dC ∫ dP/P = − α ∫ dC ln P/P0 = − α C log P/P0 = −(α/2.303) C A = − log P/P0 = (α/2.303) C
Hukum Beer Hukum Lambert - Beer A = ε bC → ε absorptivitas molar
A
log T
[C]
[C]
Efek konsentrasi analat pada nilai transmitans dan absorbansnya
Hukum Beer
Hukum Lambert-Beer A = εbc Hubungan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: - Perhatikan gambar diatas yang dapat dianggap sebagai blok materi pengabsorbsi - Suatu radiasi elektromagnetik dengan kekuatan Po akan menabrak tegak lurus permukaan blok tersebut - Setelah melewati materi dengan panjang b yang mengandung n atom/ion/molekul pengabsorbsi kekuatan radiasinya turun menjadi P akibat adanya absorbsi tersebut
Hukum Lambert-Beer - Dengan penampang lintang dari blok tersebut mempunyai luas S dan ketebalan yang sangat tipis dx → terdapat dn partikel pengabsorbsi sehingga dapat dibayangkan penangkapan foton → sehingga saat foton sampai di daerah tersebut dengan peluangnya maka absorpsi akan terjadi - Total luas terproyeksi dari permukaan tempat penangkapan foton tersebut dalam suatu penampang lintang → dS, dengan rasionya terhadap total luas → dS/S - Kekuatan radiasi yang masuk dalam daerah Px adalah proporsional terhadap jumlah foton/cm2 dan dPx menunjukkan kuantitas absorbsi pada daerah tersebut, fraksi terabsorbsi –dPx/Px → sama dengan rerata probabilitas tangkapan foton, maka, dPx dS ………… 1 − =
Px
S
Hukum Lambert-Beer - dS → proporsional terhadap jumlah partikel dS = adn ………… 2 dengan dn = jumlah partikel a = konstanta proporsionalitas (penampang lintang penangkapan) - Kombinasi persamaan 1 dan 2 dengan melakukan pengintegralan pada interval 0 dan n akan diperoleh n adn dPx − ∫P = ∫0 0 P S x P
- Dengan mengkonversi menjadi logaritmanya
P0 P an an − ln = → log = P0 S P 2 ,303S
………… 3
Hukum Lambert-Beer - Luas penampang lintang S dapat diekspresikan sebagai volume (V) blok tersebut dalam cm3 dan panjang (b) dalam cm - Substitusinya terhadap persamaan 3 akan menghasilkan:
log
P0 anb = P 2 ,303V
- n/V → dapat dikonversi menjadi mol/L sehingga
P0 6 ,02 x 10 23 abc = log P 2 ,303 x 1000 - Nilai yang konstan kemudian dapat disatukan sebagai ε
P0 = εbc = A log P
Hukum Lambert-Beer: A = ε b C Kebergantungan panjang lintasan (b) Pembaca Absorbans 0.82
Sumber
Detektor
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang lintasan (b) Pembaca Absorbans 0.62
Sumber b
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang lintasan (b) Pembaca Absorbans 0.42
Sumber
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang lintasan (b) Pembaca Absorbans 0.22
Sumber
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan konsentrasi (C) Pembaca Absorbans 0.82
Sumber
Detektor
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan konsentrasi (C) Pembaca Absorbans 0.62
Sumber b
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan konsentrasi (C) Pembaca Absorbans 0.42
Sumber b
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang gelombang (a) Pembaca Absorbans 0.82
Sumber
Detektor
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang gelombang (a) Pembaca Absorbans 0.30
Sumber b
Detektor
Sampel
Hukum Lambert-Beer: A = ε b c Kebergantungan panjang gelombang (a) Pembaca Absorbans 0.80
Sumber b
Detektor
Sampel
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer Ada kalanya perubahan nilai serapan tidak linier dengan perubahan konsentrasi
kenaikan konsentrasi menjadi 2 x atau 3 x konsentrasi tidak mengubah nilai serapan menjadi 2 x atau 3 x serapan mula-mula Ketidaklinieran hubungan antara serapan dengan konsentrasi tersebut dinamakan penyimpangan dari hukum Lambert-Beer. Penyimpangan dari Hukum Lambert Beer: • sebab kimia • sebab instrumental • sebab nyata
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer Sebab kimia
berkaitan dengan perubahan kimia yang terjadi pada zat yang diukur seperti ionisasi dan hidrolisis
Gb 13-3 (halaman 340) (Skoog et al. 2007)
Deviasi hukum Beer (sebab kimia) untuk larutan indikator HIn yang tidak terbufer Untuk data lihat Tabel 13-2 (halaman 340) (Skoog et al. 2007)
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer Sebab instrumental
berkaitan dengan keadaan alat • kecapaian alat • Ketidakmonokromatisan sinar absorptivitas → serapan oleh zat Radiasi polikromatis (Gb 13-4, halaman 341) (Skoog et al. 2007)
Deviations Beer's Law with polychromatic light. Here, two wavelenghts or radiation λ1 and λ2 have been assumed for which the absorber has the indicated molar absorptivities."
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer
Fig. 13-5 hal 342 (Skoog et al. 2007)
• Efek radiasi polikromatik terhadap persamaan hukum Lambert-Beer • Daerah (band) menunjukkan deviasi yang kecil karena ε tidak berubah besar pada daerah tersebut • Daerah B menunjukkan deviasi yang nyata karena ε berubah signifikan pada daerah ini
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer
Radiasi sesatan (stray radiation) Fig. 13-6, pg. 342 (Skoog et al. 2007)
"Apparent deviation from Beer's law brought about by various amounts of stray radiation."
Penyimpangan Hukum Lambert-Beer Sebab nyata
berkaitan dengan konsentrasi larutan
Penyimpangan dapat terjadi di daerah konsentrasi terlalu pekat/terlalu encer konsentrasi terlalu encer
terjadi efek penjenuhan sinar
konsentrasi terlalu pekat
interaksi antar molekul zat penyerap yang berdekatan akan mengganggu serapan radiasi oleh molekulmolekul tersebut
Efek Derau Instrumental Derau dari tiga tahapan pengukuran sinyal dalam spektofotometer memberikan kontribusi galat pada hukum Lambert-Beert
Efek Derau Instrumental
Efek Derau Instrumental
Kurva galat untuk berbagai kategori dari ketidakpastian instrumental
Galat dalam pengukuran spektrofotometri akibat adanya derau arus gelap dan posisi sel yang impresisi
Efek Derau Instrumental
Kurva eksperimen yang berhubungan dengan ketidakpastian konsentrasi terhadap absorbans pada dua jenis spektrofotometer
Efek Lebar Celah Celah sempit
Resolusi meningkat Daya sinaran rendah (S/N ↓)
Celah lebar
tak terlalu baik tinggi (S/N ↑)
Optimalkan dengan mempersempit lebar pita instrumen hingga tinggi pita konstan (terjadi jika lebar pita instrumen sebesar 0.1 lebar puncak (Gambar 13-8 dan 13-9; Skoog DA et al. 2007) Wavelength extremes – be wary of measurements below 380 nm in visible and 200 nm in UV – stray scattered radiation is abundant, absorbance of optics increases
Tipe Instrumen Spektrofotometer UV-Vis
Instrumen Spektrofotometer UV-Vis Sumber sinar • Lampu deuterium atau hidrogen-daerah UV • Filamen tungsten – daerah sinar tampak hingga inframerah dekat • Lampu busur xenon
Wadah sampel • Material – kuarsa/fused silica untuk UV dan kaca silikat untuk sinar tampak • Bentuk – permukaan yang flat , silindris • Ukuran – umumnya 1 cm
Absorpsi UV-Vis Spesi Pengabsorbsi berhubungan dengan transisi elektronik Akibat banyaknya keadaan vibrasi dan rotasi yang terjadi akibat penyerapan radiasi → spektra akan berbentuk pita Senyawa organik yang mengandung gugus kromofor dapat menyerap radiasi UV-Vis yang diberikan Kromofor
merupakan gugus fungsional yang dapat menyerap radiasi UV-Vis
Untuk tujuan kuantitatif jika senyawa organik tersebut tak menyerap di daerah UV-Vis maka dapat mereaksikannya dengan pereaksi kromoforik/kromogenik yang akan menghasilkan produk yang dapat meyerap radiasi UV-Vis
Absorpsi UV-Vis
Absorpsi UV-Vis Auksokrom Substituen yang meningkatkan intensitas absorpsi dan mungkin λ seperti CH3, OH-, X-, NH2 Senyawa aromatik λmax1
λmax2
H
203,5 nm
254,5nm
CH3
206,5 nm
261 nm
Cl
209,5 nm
190 nm
Br
210 nm
192 nm
Zat : • Tidak harus berwarna • Serapan ~ transisi e- ~ distribusi e• Pelarut ?
Transisi Elektron Absorpsi radiasi UV-Vis melibatkan eksitasi elektron terluar dan terdapat 3 jenis transisi elektron yaitu: 1.Transisi elektron p, s, dan n 2.Transisi elektron d and f 3.Transisi elektron alih muatan (charge transfer) Saat atom atau molekul mengabsorbsi energi (radiasi yang diberikan), elektron mengalami promosi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Dalam molekul, atom dapat berotasi atau bervibrasi satu sama lainnya. Vibrasi dan rotasi ini memiliki tingkat energi diskret seperti pada gambar setelah slide berikut ini
Transisi Elektron
Transisi Elektron Tipe transisi elektronik Unoccupied levels (antibonding)
σ*
E
π*
LUMO
n
HOMO
Frontier orbital non-bonding Occupied bonding level
π σ
Karakteristik transisi elektronik λ (nm)
log ε
Contoh
σ → σ*
< 200
>3
hidrokarbon jenuh
n → σ*
160~260
Transisi
E
2~3
Alkena, alkuna, aromatik
π → π*
200~500
~4
H2O,CH3OH, CH3Cl CH3NH2
n → π*
250-600
1~2
Karbonil, nitro, nitrat, karboksil
catatan: transisi terlarang; σ → π* , π → σ*
Transisi Elektron Spesi pengabsorbsi yang mengandung elektron p, s, dan n Absorpsi radiasi UV-Vis oleh molekul organik hanya disebabkan oleh adanya gugus fungsi tertentu (kromofor) yang mengandung elektron valensi pada energi eksitasi yang rendah. Spektrum dari molekul yang mengandung kromofor tersebut sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan oleh superposisi transisi rotasional dan vibrasional pada transisi elektron yang memberikan kombinasi garis yang tumpang tindih → terlihat seperti pita absorpsi yang kontinu Transisi elektronik yang dimungkinkan dari elektron p, s, dan n yaitu:
Transisi Elektron Transisi σ → σ* Memerlukan energi yang tinggi/panjang gelombang yang rendah – umumnya sangat rendah untuk diukur Transisi n → σ* Pasangan elektron tak berpasangan pada senyawa dengan ikatan jenuh, λmax ~150-250 nm ε ~100-3000 L cm-1 mol-1 (medium hingga rendah, pelarut pelarut akan mengeser λmax ke λ yang lebih rendah, tidak terlalu dapat terobservasi Transisi n → π* dan π → π* Transisi kromofor, λmax ~200-700 nm, ε n-π* ~ L cm-1 mol-1 , ε π -π* ~1000-10,000 L cm-1 mol-1
Transisi Elektron Absorpsi Alih Muatan (Charge-Transfer Absorption) Senyawa anorganik umumnya menunjukkan absorpsi alih muatan dan disebut sebagai senyawa kompleks alih muatan (charge-transfer complexes) Senyawa kompleks akan memberikan absorpsi jenis ini jika terdapat atom yang dapat berperan sebagai donor elektron dan yang lainnya sebagai akseptor elektron. Absorpsi radiasinya akan melibatkan elektron dari donor dalam orbital yang berasosiasi dengan akseptor Absorptivitas molar dari absorpsi alih muatan ini sangat besar (lebih besar dari 10,000 L mol-1 cm-1).
Transisi Elektron
Spektrum absorpsi kompleks larut dalam air yang mengalami absorpsi alih muatan
Transisi Elektron
Spektrum absorpsi ion logam transisi yang larut dalam air
Spektrum absorpsi ion tanah langka yang larut dalam air
Pemilihan Pelarut Untuk senyawa organik pemilihan pelarut sangat penting karena dapat menyebabkan pelebaran pita absorpsi (Pengaruh terhadap pita absorpsi & λmaks)
Spektrum absorpsi 1,2,4,5-tetrazin
Pemilihan Pelarut melarutkan komponen analat, tetapi sesuai dengan bahan kuvet pelarut juga harus relatif transparan terhadap (melewatkan) daerah spektrum radiasi yang digunakan untuk pengukuran (tidak menyerap radiasi yang digunakan): pelarut tanpa sistem konjugasi biasanya bagus Pada spektroskopi ultraviolet pemilihan pelarut sangat penting untuk diperhatikan terutama pelarut organik kenapa? Bila digunakan pelarut organik, maka pelarut tersebut mungkin saja menyerap radiasi pengukuran nilai penggal (cut off ) suatu pelarut perlu diperhatikan Nilai penggal λ yang menghasilkan absorptivitas molar (ε) = 1 menghasilkan transparansi minimum
Pemilihan Pelarut Nilai penggal beberapa pelarut umum Pelarut Asam asetat Aseton Asetonitril Benzena Karbon tetrakhlorida Kloroform Sikloheksana Dietil eter Etanol Etil asetat Etilen klorida
λ (nm) 260 330 190 280 265 245 210 218 210 255 228
Pelarut Gliserol Heksana Metanol Metil etil keton Metil isobutil keton Pentana 1-propanol Toluena Piridin Xilena Air
λ (nm) 207 210 210 330 230 210 210 286 330 290 191
Puncak Serapan (λmax) UV-Vis Faktor yang berpengaruh: Pengaruh substitusi 1. Efek bathokromik (red shift: n-π*) Pergeseran ke tingkat energi yang lebih rendah (λ ↑) 2. Efek hipsokromik (blue shift: π-π*) Pergeseran ke tingkat energi yang lebih tinggi (λ ↓) 3. Efek hiperkromik Peningkatan intensitas Substituens auksokrom (CH3, OH-, X-, NH2) 4. Efek hipokromik Penurunan intensitas
Puncak Serapan (λmax) UV-Vis
Contoh Efek Hipsokromik
Puncak Serapan (λmax) UV-Vis Pengaruh Konjugasi Senyawa
λmaks (nm)
------------------------------------------------------------------
Etilena 1,3-butadiena 1,3,5-hexatriena β-carotena Aseton 3-buten-2on
125 217 258 465 189 280 213 320
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif UV-Vis Analisis kualitatif
tidak terlalu berguna karena spektrum yang dihasilkan cenderung mempunyai pita yang melebar sehingga informasi yang didapat sangat sedikit
kegunaan yang paling banyak dipakai dengan sensitivitas yang baik (limit deteksi 10-4-10-6) Analisis kuantitatif
relatif selektif dan spesifik ketepatan yang cukup baik relatif sederhana dan murah
Pengukuran Absorbans • Dalam analisis kuantitatif, pengukuran absorbans → λmaks yaitu panjang gelombang yang memberikan absorbans terbesar(ditentukan dari spektrum absorpsinya) • Pada λmaks respon sinyal (absorbans) berada dalam kondisi maksimum sehingga akan memiliki sensitivitas baik dan limit deteksi yang rendah serta mereduksi kesalahan dalam pengukuran.
Pengukuran Absorbans Seluruh kondisi analisis harus dibuat tetap konstan Variasi pada pelarut, suhu, pH, waktu reaksi, dan faktor lainnya yang dipakai saat menyiapkan contoh agar dapat membentuk senyawa kompleks Kondisi instrumen harus pula dalam keadaan yang sama saat mengukur standar maupun analit (λ, lebar celah, kuvet dll) Hubungan antara absorbans dengan konsentrasi harus dibuat agar dapat menentukan konsentrasi/kadar analit → kurva standar/kalibrasi
Hampir seluruh spesi pengabsorbsi hanya akan memberikan respon linear pada beberapa kisaran konsentrasi
Pengukuran Absorbans
Pengukuran Absorbans Kesalahan mungkin dapat terjadi saat pengukuran absorbans • saat konsentrasi rendah → perubahan kecil konsentrasi dapat menyebabkan perubahan transmitans yang cukup besar • Saat konsentrasi besar → perubahan transmitasns kecil Pengukuran absorbans yang baik untuk meminimalkan kesalahan yaitu pada nilai 80-20% T
Pengukuran Absorbans
Pengukuran Zat Pengukuran zat dengan spektrofotometri selalu melibatkan analat, blanko, dan standar untuk tujuan kuantitatif
Analat
bahan yang dianalisis yang berarti mengandung komponen yang akan ditentukan konsentrasinya.
Blangko
larutan yang mendapat perlakuan sama dengan analat tetapi tidak mengandung komponen analat.
Blangko dibuat untuk mengetahui besarnya serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan analat, baik hanya pelarut untuk melarutkan ataupun mengencerkan ataupun pelarut dan pereaksi tertentu yang ditambahkan.
Pengukuran Zat Selisih nilai serapan analat (Aa) dengan nilai serapan larutan blangko (Ab) menunjukkan serapan yang disebabkan oleh komponen analat → digunakan pada persamaan Lambert-Beer untuk menghitung konsentrasi komponen dalam analat. Bila Ab =0, maka Aa menunjukkan nilai serapan komponen analat dan As menunjukkan nilai serapan komponen analat dalam larutan standar. Karena itu, dalam praktiknya, serapan blangko memang diatur bernilai nol, sehingga blangko sering disebut sebagai larutan untuk menolkan
Standar
larutan yang mendapat perlakuan yang sama dengan analat dan mengandung komponen analat dengan konsentrasi tertentu yang diketahui dengan pasti.
Pada spektrofotometri digunakan beberapa larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Standar dibuat untuk mencari nilai absorptivitas (ε) komponen analat bila tebal larutan (b) diketahui dengan pasti
Pengukuran Zat Dalam prakteknya, standar dibuat untuk mencari nilai konstanta k yang merupakan perkalian ε dan b Nilai k tersebut bisa diperoleh dari kurva kalibrasi (standar) Kurva kalibrasi
merupakan pembuatan hubungan fungsional antara sinyal (absorbans) dengan konsentrasi standar (analit)
Sinyal
respon sistem dan merupakan variabel dependen (x) analit yang diketahui konsentrasinya dan merupakan variabel independen (y)
Konsentrasi
Kurva Kalibrasi Kalibrasi yang sederhana: hubungan linier antara sinyal dan konsentrasi
persamaan garis lurus (y = a + bx)
metode kuadrat terkecil (least square method) (teknik yang paling umum digunakan untuk membuat garis/kurva dengan beberapa titik data) teknik ini didasarkan pada minimisasi kuadrat deviasi dari tiap titik data dan garis Kurva kalibrasi bisa pula digunakan langsung untuk menentukan konsentrasi zat tanpa perlu menghitung k lebih dulu.
Kurva Kalibrasi
Kurva Kalibrasi Bagaimana anda mengetahui bahwa nantinya kurva kalibrasi yang anda buat memiliki kelinieran yang baik? Koefisien korelasi
deviasi dari tiap titik dengan titik pada garis lurus yang diperoleh → dilambangkan sebagai r
Koefisien determinasi
kuadrat dari koefisien korelasi → r2 kisaran nilai r2 dari 0 sampai 1, jika nilai r2 dari persamaan garis yang dibuat mendekati 1 maka kurva yang dibuat memiliki kelinieran garis yang baik
Tipe kalibrasi: 1. Kalibrasi eksternal 2. Penambahan standar 3. Standar internal
INGAT KEMBALI MATERI INI DI MK AZAS KIMIA ANALITIK!
Kurva Kalibrasi
Perlakuan terhadap analat Larutan terlalu encer atau terlalu pekat • Batas konsentrasi telalu encer /terlalu pekat tidak pasti; ≈ jenis zat • 10-4 M untuk suatu zat terlalu encer, untuk zat lain normal, atau terlalu pekat untuk zat lainnya • Dapat diketahui berdasarkan pengukuran; T? Ketelitian pengukuran kurang (% kesalahan pengukuran cukup tinggi)
Perlakuan terhadap analat Analat pekat Diencerkan? → serapan normal Pertimbangan: faktor pengenceran (FP) Jika FP terlalu besar → Volume analat yang diambil terlalu kecil Kesalahan pengukuran volume cukup besar Untuk spektroskopi, volume larutan yang diukur tidak perlu banyak, 3-10 mL
Perlakuan terhadap analat Waktu Pengenceran analat: Sebelum analat diberi perlakuan (penambahan pereaksi, pemanasan dsb) analat mendapat perlakuan yang sama dengan blangko dan standar Jika FP terlalu tinggi - Pengenceran bertahap - metode serapan tinggi - Pengenceran dan metode serapan tinggi Analat encer • Dipekatkan: penguapan • dibuat ulang larutannya (larutan lebih pekat) bila contoh berupa padatan • Metode penambahan standar
Latihan 1. Pada Pengukuran kadar zat X dalam suatu contoh, analat menunjukkan A = 1,45. Standar zat X dengan konsentrasi 10, 30, 50, 90 dan 120 ppm menunjukkan A berturut-turut 0,08; 0,23; 0,40; 0,72 dan 0,95. Benarkah jika kita langsung menghitung kadar X berdasar data tersebut? Jelaskan 2. Apa yang akan anda lakukan bila suatu larutan analat ketika diukur menunjukkan A = 0,02? Jelaskan
Pengukuran zat yang mengalami reaksi bolak-balik • Ada kalanya zat yang diukur bisa berubah karena berbagai reaksi kimia misalnya terjadi ionisasi • Bila partikel yang ada dalam reaksi tersebut mempunyai warna yang berbeda, dalam arti masing-masing punya warna tertentu, maka kita dapat memilih untuk mengukurnya dalam bentuk yang mana dan kita pilih panjang gelombang yang paling banyak diserap oleh partikel yang dipilih tersebut. • Pilihan lainnya, bisa digunakan panjang gelombang yang merupakan titik isosbestik kedua komponen tersebut. Titik isosbestik ialah nilai panjang gelombang yang memberikan nilai absorptivitas molar (ε) yang sama untuk kedua komponen tersebut tanpa dipengaruhi letak kesetimbangan reaksinya
Pengukuran zat yang mengalami reaksi bolak-balik Titik Isobestik A465 = εHIn b[HIn] + εIn– b [In–]
Spektum absorpsi merah metil 0.37 mM sebagai fungsi pH antara pH 4.5 dan 7.1
Pengukuran Multikomponen Suatu analat dapat mengandung > dari 1 komponen yang bisa diukur dengan cara spektrofotometri UV-Vis komponen-komponen yang tercampur ≠ hasil reaksi kesetimbangan salah satu komponen tidak berinteraksi satu sama lainnya mengikuti hukum Lambert-Beer → asumsinya bahwa absorbans terukur merupakan jumlah absorbans dari masing-masing komponen
Aλ1 = Ax,λ1 + Ay,λ1 + Az,λ1 …. = εxλ1bCX + εyλ1bCY + εzλ1bCZ …. Aλ2 = Ax,λ2 + Ay,λ2 + Az,λ2 …. = εxλ2bCX + εyλ2bCY + εzλ2bCZ ….
Spektrum absorbsi tiap komponen perlu diketahui → menentukan komposisinya dalam analat
Pengukuran Multikomponen Ada 3 kemungkinan spektrum absorpsi dua atau lebih senyawa yang bercampur yaitu: (1) terpisah, (2) bertumpang tindih sebagian, dan (3) bertumpang tindih sempurna A
X Y
λ1
λ2
λ (nm) Spektrum absorpsi terpisah dari zat-zat yang tercampur
Aλ1 = kX,λ1CX Aλ2 = kY,λ2CY
2 kurva standar
Pengukuran Multikomponen A
X Y
λ1
λ2
λ (nm) Spektrum absorpsi bertumpang tindih sebagian dari senyawa yang bercampur
Aλ1 = kX,λ1CX + kY,λ1CY Aλ2 = kY,λ2CY
3 kurva standar
Pengukuran Multikomponen A
X Y
λ1
λ2
λ (nm) Spektrum absorpsi bertumpang tindih sempurna dari senyawa yang bercampur
Aλ1 = kX,λ1CX + kY,λ1CY Aλ2 = kX,λ2CX + kY,λ2CY
4 kurva standar
Pengukuran Multikomponen
Spektrum sinar tampak MnO4– , Cr2O72– , dan campuran yang mengandung kedua ion tersebut
Pengukuran Multikomponen Dua kasus yang dapat terjadi pada analisis
Pengukuran Multikomponen Agar hasil yang diperoleh memberikan akurasi dan presisi yang baik, 2 panjang gelombang yang digunakan sebaiknya: εX > εY di salah satu λ dan εY > εX di λ lainnya Presisi yang optimum akan terjadi jika perbedaan nilai absorptivitas molar semakin besar dari 2 komponen yang diukur Salah satu metode untuk menentukan λ optimum adalah membuat plot εX/εY sebagai fungsi λ dan memilih λ dimana εX/εY mencapai nilai maksimum atau minimum
Contoh soal Suatu analat mengandung komponen X dan Y yang mempunyai spektrum absorpsi bertumpang tindih sempurna. Serapan maksimum X terjadi pada 468 nm dan serapan maksimum Y pada 541 nm. Untuk pengukuran digunakan larutan standar dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 (x 10-3 M) baik untuk X maupun Y. Dari kurva standar yang dibuat, diperoleh nilai k untuk X sebesar 154 dan 42 sedangkan untuk senyawa Y adalah 201 dan 55 (M-1) pada kedua panjang gelombang maksimum yang dipakai. Larutan analat yang dianalisis menunjukkan serapan 1.23 pada 468 nm dan 0.95 pada 541 nm. Tentukan kadar X dan Y dalam larutan yang diukur.
Jawaban
Bila k untuk X pada 468 nm adalah k11 dan pada 541 nm adalah k21 sedangkan untuk Y pada 468 nm adalah k12 dan pada 541 nm adalah k22, maka k11 = 154, k21 = 42, k12 = 55 dan k22 = 201. Sementara itu bila A1 adalah serapan analat pada 468 nm dan A2 adalah serapan pada 541 nm, maka A1 = 1.23 dan A2 = 0.95, maka
Contoh soal 1.23 = 154 CX + 55 CY x 201 247.23 = 30954 CX + 11055 CY 0.95 = 42 CX + 201 CY x 55 52.25 = 2310 CX + 11055 CY 194.98 = 28644 CX CX = 6.8 x 10-3 M CY = 3.3 x 10-3 M Konsentrasi Fe3+ dan Cu2+ dalam suatu campuran dapat ditentukan via reaksi ion tersebut dengan heksasianorutenat(II), Ru(CN)64–, yang akan membentuk kompleks berwarna biru keunguan dengan Fe3+ (λmaks = 550 nm), dan kompleks berwarna hijau pucat dengan Cu2+ (λmaks = 396 nm). Absorptivitas molar (M-1 cm-1) untuk kompleks logam tersebut pada dua panjang gelombang maksimum yang digunakan yaitu dengan tebal kuvet 1 cm: ε550 ε396 Fe3+ 9970 84 34 856 Cu2+ Suatu sampel yang mengandung Fe3+ and Cu2+ memberikan absorbans pada λ 550 nm sebesar 0.183 dan pada λ 396 nm sebesar 0.109. Hitunglah konsentrasi molar Fe3+ and Cu2+ dalam sampel tersebut!
PR Jones dan Thatcher telah mengembangkan metode analisis simultan aspirin, fenasetin, dan kafein dalam tablet analgesik menggunakan spektrofotometri UV. Sampel dilarutkan dalam CHCl3 lalu diekstraksi menggunakan larutan NaHCO3 untuk mengambil aspirin. Setelah ekstraksi selesai, fase CHCl3 dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditera menggunakan CHCl3. Sebanyak 2.00 mL larutan ini kemudian diencerkan dalam labu takar 200 ml dengan CHCl3. Absorbans larutan ini kemudian dibaca pada λ 250 nm dan 275 nm dan memberikan absorptivitas molar : ε250 = 0.0131 dan (dalam ppm-1 cm-1) untuk kafein dan fenasetin yaitu: Kafein ε275 = 0.0485 Fenasetin : ε250 = 0.0702 dan ε275 = 0.0159 Aspirin ditentukan dengan menetralisasi NaHCO3 pada fase air lalu mengekstraksinya dengan CHCl3. Ekstrak kemudian dilarutkan dan ditera dalam labu takar 500 mL dengan CHCl3. Sebanyak 20.00 mL larutan tersebut dipipet lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan di tera menggunakan CHCl3. Absorbans larutan ini kemudian diukur pada λ 277 nm, dimana absorptivitas molar aspirin = 0.00682 ppm1 cm-1. Absorbans larutan sampel tersebut pada tiap λ yang digunakan sebesar 0.466 pada λ 250 nm, 0.164 pada λ 275 nm, dan 0.600 pada λ 277 nm dengan menggunakan kuvet yang memiliki ketebalan 1.00 cm. Hitung mg aspirin, kafein, dan fenasetin dalam tablet analgesik tersebut!
Titrasi Spektrofotometri • Kurva titrasi fotometri merupakan plot antara absorbans (terkoreksi oleh perubahan volume) dengan volume titran. • Kurva tersebut mempunyai dua buah garis sejajar dengan slope yang berbeda, satu sebelum dan satunya lagi sesudah TE. • TA diperoleh melalui ekstrapolasi perpotongan garis dari dua buah garis sejajar tersebut.
Kurva titrasi pada 745 nm untuk 100 ml larutan yang mengandung Bi3+ dan Cu2+ 0.002 M dengan EDTA 0.100M.
Titrasi Spektrofotometri
Jenis kurva titrasi fotometri yang umum
Titrasi Spektrofotometri
(a) Titrasi spektrofotometri 30.0 ml EDTA dalam bufer asetat dengan CuSO4 dalam bufer yang sama Kurva atas: [EDTA] = [Cu2+] = 5.00 mM. kurva bawah: [EDTA] = [Cu2+] = 2.50 mM. (b) Transformasi data menjadi format fraksi mol
Metode dalam Menentukan Stoikiometri Senyawa Kompleks Menentukan komposisi senyawa kompleks: M + n L → MLn
1. Metode Variasi Kontinu (Metode Job) Metode ini didasarkan pada pengukuran seri larutan dengan konsentrasi M dua reaktan bervariasi tetapi jumlah totalnya konstan untuk setiap variasi. Absorbans tiap larutan dikukur pada λ yang cocok koreksi untuk absorbans larutan jika tidak terjadi reaksi, dan plotkan dengan fraksi mol salah satu reaktan. Absorbans maksimum yang terdapat pada salah satu fraksi mol menunjukkan rasio penyusun senyawa kompleks A terkoreksi = A terukur – AM – AL
Plot variasi kontinu suatu senyawa kompleks dengan rasio logam:ligan sebesar1:3, 1:2 dan 1:1
Metode dalam Menentukan Stoikiometri Senyawa Kompleks 2. Metode rasio mol 3. Metode rasio slope
Anda dapat pelajari detailnya dari buku acuan yang digunakan pada mata kuliah ini
Mole-ratio plots for 1:1 and 1:2 metal-toligand complexes.