J. Tek. Ling
Edisi Khusus “Hari Bumi”
Hal. 67 - 74
Jakarta, April 2012
ISSN 1441-318X
DIVERSITAS ANAK POHON DI HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH Inge Larashati Subro Peneliti di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Raya Jakarta - Bogor Km 46 Cibinong, Bogor email:
[email protected] Abstrak Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM) memiliki fungsi ekologi yang sangat penting. Sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati TNGM terdiri atas beberapa tipe hutan yaitu hutan semi-montane memiliki ketingggian antara 1500 - 2000 m dpl (diatas permukaan air laut), hutan pegunungan dengan ketinggian diatas 2000 m dpl dan hutan alpin pada ketinggian di atas 3000 m dpl. Masing-masing tipe hutan tersebut memiliki ciri-ciri vegetasi tertentu. Di dalam kawasan hutan tersebut terdapat sumber-sumber air yg dapat langsung diminum. Oleh karena itu keberadaan TNGM dengan vegetasinya menjadi sangat penting dlm kelangsungan hidup masyarakat di Propinsi Jawa Tengah. Berbagai penelitian di TNGM telah dilakukan, namun penelitian vegetasi belum banyak informasinya.Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data-data keanekaragaman jenis anak pohon.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metoda eksplorasi dan petak kuadrat pada lima ketinggian yang berbeda.Hasil analisis data memperlihatkan antara lain Chisocheton pentandrum, Acacia decurrens,Dodonaea viscosa; Pinus merkusii dan Casuarina junghuhniana merupakan jenis anak pohon yang mendominasi kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu. Kata kunci: Chisocheton pentandrum, Acacia decurrens,Dodonaea viscosa; Pinus merkusii dan Casuarina junghuhniana Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah Abstract Gunung Merbabu National Park has a very important ecological function. As the area of biodiversity conservation Gunung Merbabu National Park consists of several types of forest that is semi-montane forest located between 1500 - 2000 m above sea-level, montane forests with an altitude above 2000 m, and alpine forests at an altitude above 3000 m above sea-level. Each forest type has specific vegetation characteristics. In the forest areas there are some water sources which can be drunk directly. Therefore, the presence Gunung Merbabu National Park with its vegetation becomes very important in the survival of communities in Central Java Province. Various studies have been conducted in Gunung Merbabu National Park , but vegetation research information has not been much. The research aims to obtain data sapling species diversity. Data collection was performed by using the method of exploration and square plot at four different heights. Results of data analysis shows such as; Chisocheton pentandrum, Acacia decurrens,Dodonaea viscosa; Pinus merkusii and Casuarina junghuhniana are sapling species that dominate the forest area Gunung Merbabu National Park. Key words: Chisocheton pentandrum; Acacia decurrens; Dodonaea viscosa; Pinus merkusii; Casuarina junghuhniana; Gunung Merbabu National Park, Central Java
Diversitas Anak Pohon,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 67 - 74
67
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 dengan luas ± 5.725 ha yang merupakan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam.Kawasan Hutan Gunung Merbabu terbagi ke dalam wilayah administratif 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Semarang (seluas ±1.268,3 ha), Kabupaten Magelang (seluas ± 2.326,4 ha) dan Kabupaten Boyolali (seluas ± 2.414,4 ha). Kawasan hutan Gunung Merbabu sebagian besar merupakan hutan lindung seluas ± 6.009,1 ha dan Taman Wisata Alam seluas ± 6,5 ha. 1) Kawasan Gunung Merbabu terletak pada ketinggian 1.000 – 3.142 m di atas permukaan laut sebagian besar merupakan daerah pegunungan dengan dengan topografi berbukit-bukit sampai bergununggunung dan terdapat jurang dan tebing yang curam dengan derajat kemiringan mulai 30° hingga 80°. Terdapat 2 buah puncak yakni puncak Syarif (3119m) dan puncak Kenteng Songo (3142m). Puncak Gn.Merbabu dapat ditempuh dari Cunthel, Thekelan, (Kopeng / Salatiga) Wekas (Kaponan / Magelang) atau dari selo (Boyolali). Perjalanan akan sangat menarik bila berangkat dari jalur Utara (Wekas, Cunthel, Thekelan) turun kembali lewat jalur selatan (Selo) disekitar gunung Merbabu, diantaranya Gn. Merapi, Gn.Telomoyo, Gn.Ungaran. Gunung Merbabu ini membentuk garis deretan gunung berapi ke arah utara Merapi Merbabu - Telomoyo – Ungaran1) Hutan alami memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai habitat flora , fauna dan jasad renik; sumber air bersih dan sebagai mesin atau pabrik yang menangkap (mengikat) C dari udara, mengolah dan menyimpannya menjadi bahan organik berupa bagian tumbuhan melalui proses 68
fotosintesis. 7). Karbon merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Pada proses fotosintesis akan terjadi pembentukan karbohidrat dari gas karbon dioksida (CO2) yang didapat dari udara dan air (H2O) dengan bantuan cahaya matahari yang terjadi di dalam hijau daun. Karbohidrat sebagai hasil dari proses fotosintesis akan dipakai oleh tumbuhan itu sendiri untuk memperoleh energy. 5) Oleh karena itu vegetasi di dalam kawasan hutan merupakan bagian dari ekosistem hutan yang perlu dipertahankan keberadaannya. Sebagai sumber air bersih, kawasan hutan Gunung Merbabu mempunyai arti penting dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat dibawahnya.1) Kondisi tersebut dapat diketahui berdasarkan pengamatan langsung baik melalui jalur pendakian Selo maupun jalur pendakian Cunthel. Sepanjang jalan yang kami lewati melalui dua jalur pendakian terdapat pipa pralon yang digunakan sebagai alat untuk mengalirkan air dari kawasan hutan Gunung Merbabu yang langsung di alirkan ke dalam bak penampungan air yang diperuntukkan bagi masyarakat dibawah kaki gunung. Melalui pendakian Selo terdapat bak penampungan air yang dibangun oleh swadaya masyarakat pada tahun 2008. Masyarakat sekitar kaki Gunung Merbabu menamakan sumber air “ tuk pakis” karena didalam bangunan tersebut terdapat pakis Cyathea contaminan yang dibiarkan tumbuh menembus genting.Oleh karena itu keberadaan hutan alami perlu dijaga dan dipertahankan, apabila terganggu dan rusak maka akan mempengaruhi keadaan vegetasi yang pada akhirnya pasokan air akan terganggu pula. Disisi lain informasi tentang keadaan vegetasi di Taman Nasional Gunung Merbabu belum banyak diteliti dan belum terungkap. Berkaitan dengan hal itu maka dilakukan penelitian dengan metoda eksplorasi dan pembuatan petak – petak kajian ekologi di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan menganalisis vegetasinya.
Subro.I. L, 2012
1.2. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis vegetasi yang belum terungkap terutama anakan pohon yang tersebar pada lima ketinggian yang berbeda. Diharapkan hasilnya dapat menambah data dalam menunjang pengelolaan di Taman Nasional Gunung Merbabu. 2. METODOLOGI 2.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni – Juli 2009 di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional Gunung Merbabu secara geografis terletak pada koordinat 7° 27’ 13 “ LS dan 110° 26 ‘ 22” BT dengan ketinggian mencapai ± 3.142 m dpl ( meter di atas permukaan laut) dan secara administratif berada di wilayah Propinsi Jawa Tengah 1). Lokasi pertama terletak di dusun Selo. Untuk menuju lokasi penelitian ditempuh melalui jalur pendakian Selo yang termasuk dusun Genteng, Kelurahan Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Perjalanan menuju jalur pendakian Selo sangat sejuk suhu udara sekitar 18 ° C. Lokasi kedua terletak di dusun Cunthel Kelurahan Kopeng , Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Lokasi penelitian ditempuh melalui jalur pendakian Kopeng mencapai ketinggian 2417 m dpl. 2.2. Pengumpulan Data Survei vegetasi dilakukan dengan menggunakan metoda eksplorasi melalui jalur-jalur di wilayah Selo dan Kopeng hingga mencapai pada ketinggian 2417 m dpl dan membuat petak - petak kuadrat 4) pada lima ketinggian yang berbeda yaitu petak 5 (1790 m) , petak 4 (1880 m ), petak 3 (2417 m), petak 2 (2000 m) dan petak 1 (2030 m).
Pada lokasi yang dipilih dilakukan pencuplikan data pada lima petak berukuran 0,25 ha dan untuk pengumpulan data pohon yang berupa anakan (diameter 2 - 9,9 cm) dibuat petak-petak cuplikan dengan ukuran 5 m x 5 m di setiap sudut petak dengan mengikuti cara 4). Parameter yang akan dikumpulkan meliputi frekuensi (F) yaitu jumlah petak ditemukannya suatu jenis dari seluruh petak yang digunakan. Nilai Frekuensi Relatif (FR) adalah hasil bagi frekuensi suatu jenis dengan frekuensi semua jenis kemudian dikalikan 100 % Kerapatan (K) yaitu jumlah keseluruhan individu suatu jenis dari seluruh petak. Nilai Kerapatan Relatif (KR) adalah hasil bagi kerapatan suatu jenis dengan kerapatan seluruh jenis kemudian dikalikan 100 %. Dominansi (D) yaitu jumlah nilai luas bidang dasar (LBD) suatu jenis. Nilai Dominansi Relatif (DR) adalah hasil bagi dominansi suatu jenis dengan dominansi seluruh jenis, serta faktor-faktor lingkungan lainnya. Data ekologi yang didapat dari pencacahan kemudian dianalisis menurut 4) . Hasil analisis dari ketiga faktor (FR, KR dan DR) akan didapat nilai Indeks Nilai Penting (INP). Nilai luas bidang dasar (LBD) adalah LBD = (0,5 x D) 2 x 3,14 dimana D adalah diamtere batang anakan pohon dan 3,14 adalah nilai konstanta. Untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis vegetasi hutan di suatu petak penelitian yaitu dapat dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner 4). Setiap contoh pohon yang berupa anakan yang ditemukan dalam petak kajian dilakukan pencacahan. Untuk anak pohon yang belum diketahui nama ilmiahnya kemudian diambil gambarnya dan dikoleksi, kemudian diberi keterangan (tanggal, nomor, ketinggian tempat dan informasi penting lainnya). Pembuatan herbarium dilakukan dengan cara spesimen yang sudah berlabel dilipat diantara koran bekas kemudian dimasukan dalam kantong plastik dan diberi alkohol 70 % sampai merata kemudian pada
Diversitas Anak Pohon,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 67 - 74
69
ujung plastik diberi lakban sehingga tertutup rapat dan spesimen dalam kondisi tidak berjamur. Spesimen yang sudah diproses di lapangan tersebut kemudian dikirim ke Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor untuk diproses identifikasi. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Inventarisasi Berdasarkan hasil eksplorasi dan inventarisasi di daerah pendakian Selo terlihat bahwa kondisi kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah telah mengalami gangguan sehingga terkesan rusak dan terbuka banyak ditumbuhi rumput-rumputan dan semak belukar sehingga pada perjalanan kali ini kurang mendapatkan hasil yang diharapkan. Perolehan koleksi tumbuhan pada perjalanan kali ini lebih banyak berupa spesimen voucher. Berdasarkan hasil pencacahan dalam 125 petak cuplikan ukuran (5 m x 5 m) tercatat 1084 individu anak pohon dengan diameter (2-9,9 cm) yang termasuk ke dalam
10 jenis, 10 marga dan 10 suku. (Tabel.1) 3.2. Analisis anak pohon Kondisi petak I lebih baik dibandingkan dengan petak lainnya, pencacahan di petak I ukuran 50 x 50 m ² pada ketinggian 2030 m dpl . Petak kajian ini terletak di dusun Genteng, desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Boyolali , petak kajian di lokasi ini tercatat 616 individu, terdiri atas 5 jenis. Chisocheton pentandrus merupakan jenis yang merajai kawasan dijumpai hampir di seluruh petak kajian dengan nilai penting mencapai (NP = 298,4) bahkan petak ini dapat disebut sebagai hutan Chisocheton pentandrus dengan nilai frekuensi (FR = 99,2 %). Pencacahan di petak II ukuran 50 x 50 m² pada ketinggian 2000 m dpl terletak di dusun Cunthel, Kopeng, Kabupaten Salatiga. Pada petak kajian ini tercatat 288 individu, terdiri atas 3 jenis. Acacia decurrens tercatat sebagai jenis yang mendominasi dengan nilai penting mencapai (NP = 284, 07) dan Casuarina junghuhniana dengan nilai penting NP= 14,56).
Tabel.1 Daftar jenis anak pohon yang tersebar di lima ketinggian Taman Nasional Gunung Merbabu Spesies
Family
2030 m
2000 m
2417 m
1880 m
1790 m
Acasia decurrens De Willd
Fabaceae
0
X
X
X
X
Casuarina junghuhniana Miquel
Casuarinaceae
0
X
0
X
0
Chisocheton pentandrus (Blanco) Merrill Meliaceae
X
0
0
0
0
Dodonaea viscosa Jacq
Sapindaceae
0
X
X
0
0
Glochidion rubrum Blume
Euphorbiaceae
X
0
0
0
0
Hibiscus macrophyllus Roxb
Malvaceae
X
0
0
0
0
Melastoma normale Don.
Melastomataceae
X
0
0
0
0
Pinus merkusii Junghuhn & de Vriese
Pinaceae
0
0
0
X
X
Schima wallichii(D.C.) Korth
Theaceae
0
0
0
X
0
Symplocos lucida
Symplocaceae
0
0
0
X
0
Unident1
Unident
0
0
0
X
0
Ganen
Unident
X
0
0
0
0
Walitus
Unident
0
0
0
X
0
Keterangan : X = ada, 0 = tidak ada 70
Subro.I. L, 2012
Casuarina junghuhniana atau dikenal dengan nama cemara adalah pohon berumah dua memiliki tinggi hingga 40 m. Daerah penyebarannya selain di Gunung Merbabu terdapat juga di Gunung Lawu ke arah timur pada ketinggian di atas 1400 m pada punggung-punggung gunung biasanya lebih menyukai gunung yang beriklim kering. Casuarina junghuhniana tumbuh berkelompok sebagai tumbuhan pionir di lereng-lereng abu vulkanik, lahar dan padang rumput. 12). Pencacahan di petak III yang terletak pada ketinggian 2417 m dpl tercatat 13 individu, tergolong kedalam 2 jenis. Dodonaea viscose dengan nilai (NP = 192,03) dan Acacia decurrens dengan nilai penting (NP= 107,97) tercatat sebagai jenis yang mendominasi di petak kajian. Selain kedua jenis tersebut dijumpai Albizia yaitu sejenis kemlandingan gunung namun berada di luar petak kajian. Gunung Merbabu mengalami beberapa kali kebakaran yang diduga ulah manusia. Kebakaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia menyebabkan hutan berubah menjadi padang rumput yang mudah terbakar Dua jenis spesies yang dapat bertahan hidup setelah hutan mengalami gangguan manusia atau terjadi kebakaran adalah Albizia dan Casuarina junghuhniana. Dua jenis tumbuhan tersebut merupakan dua spesies pohon hutan sekunder yang agresif dan tumbuhan asli setempat. 12). Casuarina junghuhniana di gunung Merbabu ditemukan pada ketinggian 2000 m yaitu di petak II dengan nilai penting ( NP = 14,56) dan di petak IV yaitu pada ketinggian 1880 m dpl dengan nilai penting (NP = 3,42). Tujuh jenis anak pohon tercatat pada petak kajian IV terletak di ketinggian1880 m dpl jalur pendakian Kopeng. Tercatat 119 individu anak pohon , Acacia decurrens mendominasi kawasan dengan nilai penting (NP = 261,21). Jenis-jenis lain yang memiliki nilai penting > 5 yaitu Schima wallichii (NP = 5,19) dan walitus (NP = 6,99). Puspa (Schima wallichii ) selain terdapat di Gunung Merbabu, jenis ini banyak tumbuh di kawasan hutan
perbukitan dan hutan pegunungan terutama di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat, memiliki kerapatan 34 pohon/ha.13) terutama pada ketinggian antara 250 – 2600 m dpl, namun banyak dijumpai pada ketinggian1300 m dpl. Di kawasan hutan TN Gunung Merbabu dijumpai pada ketinggian 1880 m dpl. Schima wallichii ( puspa) memiliki diameter batang dapat mencapai 80 cm dan ketinggian pohon hingga 80 m. 3). Schima wallichii juga membentuk komunitas pada ketinggian 1300 – 1400 m dpl dengan diameter antara 40 – 50 cm dijumpai di sekitar Pondok Bajuri ke arah Puncak Salak I, Kawah Ratu dan sekitar hutan Cangkuang, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. 6) Anak pohon yang berhasil dicacah pada petak kajian V tercatat 48 individu terdiri atas dua jenis yaitu Acacia decurrens dengan nilai penting mencapai (NP = 279,00) dan Pinus merkusii NP = 20,99). Petak ini terletak pada ketinggian 1790 m dpl yang ditempuh melalui jalur pendakian Kopeng. Acacia decurrens jenis ini tergolong pohon yang bersifat invasif. Berdasarkan nilai penting jenis ini mendominasi kawasan TN Gunung Merbabu melalui jalur pendakian Kopeng , Acacia decurrens dijumpai mulai dari semai, pohon kecil, pohon sedang hingga pohon dewasanya. Jenis ini terdapat pada empat petak kajian yang terletak pada ketinggian 1790 m dpl sampai dengan ketinggian 2417 m dpl, sedangkan pendakian melalui jalur Selo tidak dijumpai. Masuknya jenis invasif akan mengganggu kelestarian ekosisitem, habitat dan keanekaragaman jenis asli. 11). Selain bersifat invasive, biji dari jenis Acacia juga bersifat tahan api, sehingga walaupun terjadi kebakaran hutan di kawasan TN Gunung Merbabu jenis ini akan tetap bertahan dan tumbuhan ini dapat tetap hidup walaupun dengan kondisi tanah yang sangat miskin hara. Penyebaran jenis ini dapat dilakukan oleh hewan sebagai pemencar biji, oleh karena itu tumbuhan ini dengan cepat menyebar pada kawasan dan mendesak jenis pohon lain. Berdasarkan
Diversitas Anak Pohon,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 67 - 74
71
nilai frekuensi keterdapatan jenis dalam petak kajian Acacia decurrens memiliki nilai yang cukup tinggi terutama pada ketinggian 1880 (FR = 90,60) dan pada ketinggian 2000 m dpl mencapai (FR = 92,17 ). Dalam mempelajari komunitas tumbuhan di suatu kawasan tidak mungkin melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati komunitas, terutama apabila areanya sangat luas. Oleh karena itu pada penelitian ini dibuat petak-petak kajian yang mewakili seluruh komunitas dengan luas area yang memadai dengan mengambil contoh luas minimum yang dibuat dengan ukuran petak kuadrat dengan satuan m²/ha. 4) . Secara keseluruhan komposisi dan jumlah jenis pada kawasan hutan TN Gunung Merbabu tergolong rendah yaitu hanya mencapai 8 jenis/ha apabila dibandingkan dengan jumlah jenis di kawasan Gunung Kelud yaitu sebesar 51 jenis/ha. 10) dan sangat rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian di daerah terganggu kawasan hutan Halimun Salak yaitu sebesar 87 jenis/ ha. 14). Rendahnya jumlah jenis di kawasan Gunung Merbabu disebabkan terjadi gangguan dan aktivitas manusia (pencurian pohon, tanaman hias, pendakian dan pembuatan arang). Pada lima tahun terakhir terjadi ledakan tanaman hias Anthurium sp yang membutuhkan media dari pohon pakis. Menurut informasi dari petugas lapangan terjadi pencurian dan penebangan pakis Cyathea secara besar-besaran. Degradasi dan deforestasi telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati tanpa kita sempat tahu keberadaan dan fungsinya serta menyebabkan bencana bagi manusia. 9) . Biodiversitas jenis antar komunitas dengan ketinggian berbeda menunjukkan nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) yang relative rendah (H’= <1). Demikian pula dengan Indeks kemerataan jenis di seluruh petak kajian menunjukkan nilai yang rendah. Rendahnya nilai keanekaragaman jenis dan indeks kemerataan diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan di kawasan TN Gunung Merbabu yang sudah sangat terganggu. 72
Besarnya jumlah individu dan jumlah jenis sangat berkaitan dengan luas bidang dasar. Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 di hutan Kelampangan , Kalimantan Tengah menyebabkan kehilangan jumlah individu mencapai 92 % atau total 97,8 % basal area dan kehilangan jenis sampai 72,5 %. 8) Kerapatan pohon pada petak I tergolong tinggi jika dibandingkan dengan petak lainnya. Sebagian besar anak pohon tersusun dari pohon yang berdiameter kecil yang diduga selain berkaitan dengan kondisi lingkungan, juga berkaitan dengan kawasan hutan yang banyak aktifitas manusia seperti pembuatan arang di dalam kawasan hutan.Luas bidang dasar (LBD) anak pohon penyusun hutan memberikan gambaran bahwa telah terjadi kebakaran yang berdampak terhadap jumlah jenis, jumlah individu, komposisi dan struktur hutan. (Tabel 2). Dengan demikian pengaruh gangguan terhadap kekayaan jenis di kawasan hutan TN Gunung Merbabu sudah sangat kritis. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penjelajahan , eksplorasi dan analisis data menunjukkan hutan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu sudah sangat terbuka banyak ditumbuhi semak belukar dan padang rumput . Kekayan jenis dan keanekaragaman jenis anak pohon sangat rendah, kondisi tersebut menunjukkan bahwa kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu mengalami gangguan yang sangat besar dan sudah kritis. Jenis-jenis Chisocheton pentandrus, Acacia decurrens,Dodonaea viscose, Pinus merkusii dan Casuarina junghuhniana merupakan jenis-jenis utama di daerah penelitian. Oleh karena itu disarankan agar segala bentuk aktivitas dan kegiatan yang menimbulkan terjadinya gangguan terhadap kawasan hutan harus segera ditangani sehingga kondisi hutan dapat terjaga dan lestari.
Subro.I. L, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari DIKTI 2009. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Kepala Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Kepada Bapak Kepala Bidang Botani “Herbarium Bogoriense” Pusat Penelitian Biologi – LIPI dan kepada Dra.Purwaningsih, Dra. S.B. Sulianti, dan I. Erlinawati S.Si serta kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, yang membantu dalam terlaksananya penelitian dan penulisan ini. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
Anonymous, 2005. Laporan survey potensi Taman Nasional Gunung Merbabu Kabupaten Boyolali. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah Semarang.viii + 78 hal Backer C.A nd R.C. Bakhuizen v/d Brink JR. 1963. Flora of Java. Noordhoff. Groningen, The Netherlands.
3.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II.Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hal. 1234.
4.
Kent, Martin & Paddy Coker. 2002. Vegetation description and analysis: a practical approach. Belhaven Press. London. X + 363 p.
5.
Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Alih bahasa, K.Kartawinata, S. Danimiharja dan U. Sutisna. Jakarta: Gramedia. Hal 239 –351
6.
Mirmanto, E; H. Wiriadinata; MF. Royyani; S. Ichikawa dan Ismirza.
Merajut pesona Flora Hutan Pegunungan Tropis di Gunung Salak. Bogor: Pusat Penelitian Biologi - LIPI; TNGHalimun-Salak dan JICA, 2007. 82 hal. 7. Oshawa, M., P.H.J.Ninggolan, N. Tanaka & C Anwar.1985. Altitudional zonation of forest vegetation on Mount Kerinci, Sumatra: with comparisons to zonation in the temperate region of East Asia. Journal Tropial Ecology , No. 1: p. 193 – 216. 8.
Simbolon, H. 2004. Early process of recovery of peat swamp forest at Kelampangan – Central Kalimantan after forest fires December 1997 and September 2002. Berita Biologi. Volume 7, No. 3: 145 – 154.
9. Simbolon, H.2010. Ekologi hutan hujan tropika Indonesia: Hutan rawa gambut dan perubahan iklim global. Orasi pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekologi dan Evolusi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Hal. 10. 10. Subro, I Larashati. 2010. Jenis-jenis anak pohon di Gunung Kelud Jawa Timur. Berkala Penelitian Hayati (in press) 11. Suyoko, Sudarisman. 2001. Strategi pengendalian spesies asing invasive melalui perkarantinaan di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Dalam Memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Dunia “ Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Spesies Asing Invasif”: Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Lingkungan Hidup bekerjasama dengan LIPI, Balitbang Pertanian, Kehati dan TNC. Bogor, 2 Mei 2001.8ha
Diversitas Anak Pohon,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 67 - 74
73
12. Steenis, C.G.G. J van. 2006. Flora pegunungan Jawa. Edisi terjemahan. Bogor; Pusat Penelitian Biologi, LIPI 13. Whitemore, T.C. 1984. Tropical rain forest the far east. Second Edition. With a chapter on soils by C.P. Burnham. Oxford University Press. 352 p.
14. Yusuf, R. 2004. Keanekaragaman jenis pohon pada hutan terganggu di daerah koridor Taman Nasional Gunung Halimun. Berita Biologi, EdisiKhusus. Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (III). Hal.41 - 50
Tabel 2. Beberapa parameter anak pohon di Taman Nasional Gunung Merbabu Parameter
Petak I
Petak II
Petak III
Petak IV
Petak V
Indeks K Shannon
0,058
0,29
0,63
0,51
0,32
Indeks Kemerataan
0,036
0,27
0,91
0,28
0,46
616
288
13
119
48
Jumlah individu Kerapatan/ha LBD(m2) LBD/ha(m2) LBD/pohon/(m2)
74
2456
1176
52
476
192
27.710,44
108,18
0,012
469,51
10,8
110.841,76
432,73
0,002
1878,05
0,04
45,13
0,36
0,002
4,01
0,54
Subro.I. L, 2012