1
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN PERANAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KARTASURA Skripsi
Disusun oleh : MARYANI NIM : ST13049
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
2
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN PERANAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KARTASURA Oleh : MARYANI NIM. ST13049 Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 8 Agustus 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep. NIK. 201087055
Sunardi, SKM, M.Kes NIK. 201073060
Penguji,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep. Ns., M.Kep NIK. 201279102
Surakarta, 8 Agustus 2015 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 201279102
3
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama
: Maryani
NIM
: ST13049
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di Stikes Kusuma Husada Surakarta
maupun
perguruan tinggi lain. 2.
Skripsi ini
murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3.
Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain , kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka
4.
Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 24 Januari 2015 Yang membuat pernyataan,
(Maryani) NIM. ST13049
iii
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan dengan Peranan Petugas dalam Penemuan Suspek TBC Puskesmas Kartasura”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian
ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini. Selama penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Dra. Agnes Sri Hartanti, M.Si, selaku Ketua Stikes Kusuma Husada Surakarta 2. Anita Istiningtyas S.KepNs. M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini. 3. Sunardi SKM. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini. 4. drg. Anik Arifah selaku Plt. Kepala Puskesmas Kartasura yang telah memberikan ijin waktu dan tempat kepeda peneliti untuk melakukan penelitian 5. Civitas Akademik Progdi S1 Keperawatan yang telah membantu dalam proses penelitian ini. 6. Responden penelitian yang bersedia meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Suami dan anakku yang telah memberikan dukungan dan motivasi , serta kasih sayang yang tiada terkira dalam setiap langkah kaki penulis.
iv
5
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Penulis senatiasa mengharapkan atas saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal skripsi ini.
Surakarta,
Juli 2015
Penulis
v
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN...............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
ABSTRAK ....................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian................................................................................
5
1.4
Manfaat Penelitian ............................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1
Landasan Teori ...................................................................................
8
1.1.1 Pengetahuan ..............................................................................
7
1.1.2 PenyakitTuberkulosis (TBC) ....................................................
12
1.1.3 Penemuan Suspek .....................................................................
25
1.2
Keaslian Penelitian ............................................................................
28
1.3
Kerangka Teori ...................................................................................
29
vi
7
1.4
Kerangka Konsep ..............................................................................
29
1.5
Hipotesis .............................................................................................
29
BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian.................................................................................
31
1.2. Subyek Penelitian............................................................................
32
1.3. Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................................
32
1.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...
33
1.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...................................
35
1.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ...........................................................
36
1.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..............................................
39
1.8. Langkah-Langkah Penelitian ...........................................................
42
1.9. Etika penelitian ................................................................................
43
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................
33
4.2 Karakteristik Responden .......................................................................
43
4.3 Tingkat Pengetahuan Petugas K esehatan ............................................
43
4.4 Peranan Petugas Kesehatan ..................................................................
55
4.5 Hubungan Pengetahuan Petugas dengan Peranan ................................
55
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden .......................................................................
51
5.2 Tingkat Pengetahuan Petugas K esehatan ............................................
54
5.3 Peranan Petugas Kesehatan ..................................................................
55
5.4 Hubungan Pengetahuan Petugas dengan Peranan ................................
55
vii
8
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..........................................................................................
58
6.2 Saran ....................................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
9
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1 Kerangka Teori......................................................................................
26
2.2 Kerangka Konsep ...................................................................................
26
ix
10
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Keaslian penelitian ................................................................................. 28 2.2 Definisi Operasional .............................................................................. 34 3.1 Karakteristik Responden berdasar Umur ............................................... 44 3.2 Karakteristik Responden berdasar Jenis Kelamin .................................. 44 3.3 Karakteristik Responden berdasarMenurut pendidikan .......................... 45 3.4 Pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis .............. 46 3.5 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC ..................... 46 3.6 Analisa hubungan tingkat pengetahuan dan peranan .............................. 47
x
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 2
Surat Ijin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 3
Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 4
Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5
Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 6
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7
Surat Permohonan Ijin Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 8
Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 9
Kuesioner Penelitian
Lampiran 10 Penjelasan Penelitian Lampiran 11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 12 Rekapan Data Penelitian Lampiran 13 Hasil Uji Spearman Lampiran 14 Lembar Konsultasi Bimbingan Lampiran 15 Jadwal Penelitian
xi
12
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Maryani Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Tuberkulosis dengan Peranan Petugas Kesehatan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas Kartasura Abstrak Peneliti melakukan survei pendahuluan di Puskesmas Kartasura terhadap 10 petugas kesehatan puskesmas Kartasura dan didapatkan hasil bahwa 8 tenaga kesehatan dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat dan 2 petugas kesehatan tidak dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat, 6 petugas kesehatan dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan tepat dan 4 petugas kesehatan tidak dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan tepat, 8 petugas kesehatan mengatakan tidak mengetahui program pengendalian TBC dan hanya 2 petugas kesehatan puskesmas Kartasura yang mengetahui program pengendalian TBC. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Jumlah sampel 50 orang. Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%). Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%). Ada hubungan tingkat pengetahuanpetugaskesehatantentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Kata Kunci : Hubungan,tingkat pengetahuan, peranan DaftarPustaka: 60 (2000-2013)
xii
13
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Maryani Correlation between Health workers’ Knowledge Level of Tuberculosis and Their Role in the Invention of Tuberculosis Suspect at Community Health Center of Kartasura ABSTRACT The researcher conducted a preliminary survey on 10 Health workers of Community Health Center of Kartasura, and the result of the survey shows that: (1) 8 health workers could explain the definition of TB correctly and 2 health workers could not explain the definition of TB correctly; (2) 6 health workers could mention the symptoms of TB correctly and 4 health workers could not mention the symptoms of TB correctly; and (3) 8 health workers did not know the TB control program and only 2 health workers of Community Health Center of Kartasura knew the TB control program. The objective of this research is to investigate the correlation between the health workers’ knowledge level of Tuberculosis (TB) and their role in the invention of TB suspect at the working region of Community Health Center of Kartasura. This research used the analytical method. Its samples consisted of 50 persons and were taken by using the total sampling technique. The result of research shows that 35 respondents (70%) had good knowledge of tuberculosis decease, and 23 respondents (46%) lacked of role in the invention of TB suspect. Thus, there was a correlation between health workers’ knowledge level of tuberculosis decease and their role in the invention of TB suspect at the working region of Community Health Center of Kartasura Keywords: Correlation, knowledge level, roles Reference: 60 (2000-2013)
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis atau yang dikenal dengan singkatan TBC adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis, biasanya menyerang pada paru-paru (disebutkan sebagai TB Paru). Beberapa kasus tuberkulosis menyerang pada organ lain (Zulkani, 2011).
Sepertiga
penduduk
dunia
telah
terinfeksi
mycobacterium
tuberculosis. Tahun 2007, di seluruh dunia diperkirakan ada 9,2 juta pasien TBC baru dan 1,7 juta kematian akibat TBC. Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% kasus TBC dan 98% kematian akibat TBC di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian wanita karena kehamilan, persalinan dan nifas (Kemenkes, 2012). Penyakit
tuberkulosis
merupakan
masalah
utama
kesehatan
masyarakat karena jumlah penderita terus bertambah seiring munculnya epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Accuired Immune Deficiency Sydrome (AIDS) di dunia. Laporan penyakit tuberkulosis dunia menyebutkan bahwa Indonesia masih ditempatkan sebagai penyumbang terbesar tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan China yaitu 294.731 kasus pada tahun 2009. Data keberhasilan pengobatan tuberkulosis
1
2
setiap tahun mengalami peningkatan mulai pada tahun 2003 sampai pada tahun 2008. Tahun 2003 keberhasilan pengobatan mencapai 87% sampai pada tahun 2008 keberhasilan sudah mencapai 91% (WHO (2010) dalam Firdaus (2012). Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menempatkan tuberkulosis
sebagai
penyebab
kematian
ketiga
setelah
penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Hasil survey prevalensi TBC di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka insiden TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Wilayah Jawa angka insiden TBC adalah 110 per 100.000 penduduk. Hasil
survey yang sama
(Kemenkes, 2012). Penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan dengan pengobatan secara rutin dan teratur. Keberhasilan pengobatan tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu faktor status gizi, faktor imunitas, faktor lingkungan, faktor sarana dan prasarana (Ahmadi (2005) dalam Firdaus (2012). Mulai tahun anggaran 1994/1995 pemerintah melaksanakan Program Pemberantasan Tuberkulosis (P2TB) dengan strategi DOTS (Directly Observed Treathment Shortcourse). Strategi ini terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Seorang petugas di fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya seharusnya mempunyai pengetahuan tentang tuberkulosis, program pengendalian TBC, serta hal-
3
hal lain yang mendukung terselenggaranya pelayanan pengendalian TBC supaya tujuan dari program pemberantasan tuberkulosis (P2TB) dapat tercapai, dengan ditemukan dan disembuhkan pasien TB BTA positif (menular), secara bermakna akan dapat menurunkan penularan, angka kesakitan dan angka kematian akibat TB di masyarakat. Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak mempunyai pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak (Kemenkes, 2012). Hasil penelitian Maryun (2006) tentang beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas program TB Paru terhadap cakupan penemuan kasus baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya tahun 2006, didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang kuat antara pengetahuan dengan kinerja petugas/peranan pengelola program TB puskesmas terhadap cakupan penemuan kasus baru BTA (+). Responden yang mempunyai pengetahuan kurang dan kinerja kurang yaitu sebesar 66,7%, responden yang mempunyai pengetahuan sedang dan kinerja kurang yaitu sebesar 0,00%, dan responden yang mempunyai pengetahuan baik dan kinerja kurang yaitu sebesar 4,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Ilyas yang menyatakan pengetahuan merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa, angka penemuan kasus (Case Detection Rate) Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 58,45% belum mencapai target yaitu 100%. Angka kesembuhan
4
(Cure Rate) dengan target 90% Provinsi Jawa Tengah baru mencapai 82,90% (Suwandi, 2014).Cakupan penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Sukoharjo tahun 2012 baru mencapai 28,9%. Capaian ini masih sangat rendah bila dibandingkan targetprogram pengendalian TB Paru. Hal ini juga terlihat dari target suspek yang harusdi temukan sebesar 8773, ternyata hanya ditemukan 2539 suspek (Dinkes Kab. Sukoharjo, 2012). Hasil penelitian tentang pengaruh karakteristik, pengetahuan dan sikap petugas pemegang program TB paru puskesmas terhadap penemuan suspek TB di kabupaten Blora terhadap 56 responden didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan di kabupaten Blora, tingkat pengetahuan baik sebanyak 30 orang (58%), tingkat pengetahuan sedang 19 orang (36%) dan tingkat pengetahuan kurang 3 orang (6%). Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan praktik penemuan suspek TB Paru. Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang TB Paru mempengaruhi peranan dalam penemuan suspek TB. Petugas dengan tingkat pengetahuan baik akan lebih berperan dalam penemuan suspek TB. Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak mempuanyai pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak (Widjanarko dkk, 2006) Pada tanggal 25 November 2014 peneliti melakukan survei pendahuluan di Puskesmas Kartasura
terhadap 10 petugas kesehatan
puskesmas Kartasura dan didapatkan hasil bahwa 8 tenaga kesehatan dapat
5
menjelaskan pengertian TBC dengan tepat dan 2 petugas kesehatan tidak dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat, 6 petugas kesehatan dapat menyebutkan
tanda-tanda penyakit TBC dengan tepat dan 4 petugas
kesehatan tidak dapat menyebutkan
tanda-tanda penyakit TBC dengan
tepat, 8 petugas kesehatan mengatakan tidak mengetahui program pengendalian TBC dan hanya 2 petugas kesehatan puskesmas Kartasura yang mengetahui program pengendalian TBC. Berdasarkan survei yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Kartasura pada bulan November tahun 2014 didapatkan hasil bahwa dari pencapaian target penemuan suspek TBC berada di bawah target. Target penemuan suspek TB di puskesmas Kartasura sebanyak 730 pertahun tetapi suspek yang ditemukan sebanyak 318 (43%). Kecamatan Kartasura terdapat 12 desa dan hanya 2 desa yang mencapai target penemuan suspek TBC yaitu desa Ngemplak dan Kertonatan, 10 desa lainnya belum memenuhi target penemuan suspek TBC yaitu desa Pucangan target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 100 adapun suspek yang ditemukan 24 suspek, target pencapaian penemuan suspek TBC desa Kartasura sebanyak 130 adapun suspek yang ditemukan sebanyak 58 suspek, desa Ngabean target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 40 adapun suspek yang ditemukan sebanyak 25 suspek, desa Wirogunan target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 40 ditemukan 12 suspek, Makamhaji target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 130 suspek adapun suspek yang ditemukan 20 suspek, desa Gumpang target pencapaian
6
penemuan suspek TBC sebanyak 80 suspek adapun suspek yang ditemukan sebanyak 11 suspek, desa Ngadirejo target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 80 adapun suspek yang ditemukan sebanyak 14 suspek, desa Pabelan target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 50 ditemukan suspek sebanyak 43, desa Gonilan target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 50 didapatkan suspek sebanyak 9, desa Singapuran target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 50 adapun suspek yang ditemukan sebanyak 16.
1.2 Rumusan Masalah Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
TB
Paru
mempengaruhi peranan dalam penemuan suspek TB. Petugas dengan tingkat pengetahuan baik akan lebih berperan dalam penemuan suspek TB. Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak mempuanyai pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Peranan dalam Penemuan Suspek TBC di wilayah Kerja Puskesmas Kartasura.”
7
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah: Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 3. Mengidentifikasi peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 4. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
8
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Bagi Puskesmas Kartasura Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi puskesmas Kartasura untuk meningkatkan kualitas program pelayanan kesehatan khususnya program dalam pelayanan penyakit tuberkulosis. 1.4.2 Bagi Petugas kesehatan Untuk meningkatkan peranan petugas kesehatan khususnya dalam menangani penemuan suspek tuberkulosis. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna dalam menambah wawasan dan pengetahuan hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 1.4.4 Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan peneliti berkaitan dengan proses dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. 1.4.5 Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan acuan/referensi untuk penelitian selanjutnya.
9
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga dansebagainya). Pengindraan menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan, indera penglihatan Notoatmodjo (2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu yang dicakup dalam domain kognitif. Melihat kedua pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya yang dicakup dalam domain kognitif. 2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi tiga kategori. Adapun tiga kategori tersebut tersebut adalah: 1) Pengetahuan baik jika skor 76 %-100% 2) Pengetahuan cukup jika skor 56%-75%
9
10
3) Pengetahuan kurang jika skor < 56% (Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011)). Ketiga kategori tingkat pengetahuan menurut Arikunto dalam Wawan dan Dewi tersebut digunakan untuk menganalisis hasil tingkat pengetahuan responden. Acuan dalam penyusunan kuisioner tentang pengetahuan,
peneliti
menggunakan
6
tingkat
pengetahuan
Notoatmodjo (2010). Adapun 6 tingkat pengetahuan tersebut adalah : 1) Tahu ( Know ) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah karena tingkatan ini hanya mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami ( Comprehension ) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (Aplication ) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
11
4) Analisis ( Analysis ) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis ( Synthesis ) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi ( Evaluation ) Evaluasi berkaitan dengan kamampuan untuk malakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek, penilaian itu berdasarkan
suatu
kriteriayang
ditentukan
sendiri
atau
menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. 2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
seseorang terdapat 5 faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut adalah: a) Pendidikan Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. b) Pengalaman Sesuatu
yang
pernah
dialami
seseorang
akan
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal.
menambah
12
c) Informasi Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media masa. d) Lingkungan budaya Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya. e) Sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah (Notoatmodjo (2007) dalam Bakti (2010)).
2.1.2 Penyakit Tuberkulosis (TBC) 2.1.2.2 Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkanolehbasil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 2010). Penyakit tuberkulosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Penyakit tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir Kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi dan penyakit ini sudah ada kitab pengobatan Cina “ pen tsao” sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882 Ilmuwan Robert Koch berhasil
13
menemukan kuman tuberkulosis yang merupakan penyebab penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama mycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008). Sebagian besar kuman TB menyerang paru(TB paru), tetapi dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting. Meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun diperkirakan kasus TBC menjadi bertambah (remeerging disease) (Widoyono, 2008). Mycobacterium
tuberculosis
menyebabkan
penyakit
TBC
dan
merupakan patogen manusia yang sangat penting (Jawets et al., 2008). Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul (Palomina et al., 2007). Berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80oC, dan 20 menit pada suhu 60o C), dan mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet (Alsagaf dan Mukti, 2008). Sebagian
besar
dinding
kuman
terdiri
atas
lipid,
kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Sudoyo, 2006). Dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan
14
memungkinkan untuk berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali (Hiswani, 2004). 2.2.2.2 Etiologi Penyebab
penyakit
tuberkulosis
adalah
mycobacterium
tuberculosisdan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri TBC mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob. Bakteri TBC mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-24 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang gelap dan lembab (dapat berbulan-bulan), tetapi tidak tahan tahan terhadap sinar dan aliran udara (Widoyono, 2008). 2.3.2.2 Cara Penularan TBC ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TBC).
Penderita
TB
batuk,bersin,berbicaraataumeludah,
mereka
memercikkan kumanTBC atau bacilli ke udara. Droplet yang infeksius dapat bertahan dalam beberapa jam sampai beberapa hari sampai
15
akhirnya ditiup angin. Infeksi terjadi bila jika seseorang menghirup droplet yang mengandung kuman TBC dan akhirnya sampai di alveoli. Respon imun terbentuk 2-10 minggu setelah terinfeksi. Sejumlah kuman akan tetap dorman bertahun-tahun yang disebut infeksi laten (Kemenkes, 2012). Ketika penderita batuk,bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain , basil tuberkulosis tersembur dan dan terhisap dan terhisap pada paru orang sehat masa inkubasinya selama 36 bulan (Widoyono,
2008). Kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah sistem
saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (Kemenkes, 2012). Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor penjamu lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya penyakit pada yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, resiko rendah pada masa kanak-kanak dan meningkat lagi pada masa ramaja,dewasa muda dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe atau langsung menyebar ke organ terdekatnya. Setiap satu BTA (Basil Tahan Asam) positifdapat menularkansekurang-kurangnyakepada 10-15 orang lain, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk menularkan TBC adalah 17%. Hasil
16
studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat
(misal keluarga
serumah) akan dua kali lebih beresiko dibanding kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008). Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positinya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Penderita dengan BTA negatif dianggap tidak menularkan. Angka resiko penularan infeksiTBC di Amerika Serikatadalah 10/10.000 populasi. Angka ini sebesar 1-3% yang berarti diantara 100 penduduk terdapat 1-3 warga Indonesia yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif (0,5%) (Widoyono, 2008). 2.4.2.2 Gejala dan tanda tuberculosis Penderita tuberkulosis dapat dikenali melalui tanda dan gejala. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal simptom) pada diri si penderita. Adapun gejala utama pada tersangka TBC adalah batuk berdahak selama 2- 3 minggu atau lebih, batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan demam
meriang
fisik,
lebih dari satu bulan (Widoyono, 2008). Strategi
yang baru directlyobserved treatment shortcourse (DOTS) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan atau terus menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasar keluhan tersebut, seseorang dapat
17
ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harusdiperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis (Widoyono, 2008). 2.5.2.2 Diagnosis Tuberculosis (TBC) Menegakkan
diagnosa
penyakit
tuberkulosis
dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lainnya dilakukan dengan pemeriksaan kultur bakteri, tetapi hasilnya lama dan biya mahal. Metode pemeriksaan dahak sewaktu-pagisewaktu (SPS) dengan pemeriksaan mikroskopis mebutuhkan kurang lebih 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok. Hasil dari dua pemeriksaan didapatkan BTA positif, maka pasien dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru (Widoyono, 2008). Program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan seperti
foto toraks,
biakan
dan
uji
lain
kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya (DepKes, 2006). Dalam mendiagnosis TBC tidak diperbelehkan hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering
terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit (DepKes, 2007).
18
2.6.2.2 Pengobatan tuberculosis Setelah diagnosa ditegakkan, petugas pengelola TB segera menyiapkan 1 paket OAT (Obat Anti Tuberkulosis) untuk 1 pasien sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa kategori: 1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Tahap
intensif terdiri dari Isoniazid
(H), Rifampisin
(R),
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk : a.
Penderita baru TB Paru BTA positif
b.
Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit berat”.
c.
Penderita TB Ekstra Paru Berat
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol
(E)
setiap
hari, setelah
itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
19
diberikantigakalidalamseminggu.Perludiperhatikanbahwa suntikanstreptomisin diberikan setelah penderita selesaiminum obat. Obat ini diberikan untuk : a.
Penderita kambuh (relaps)
b.
Penderita gagal (failure )
c.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. OAT Sisipan Akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 28 hari. 4. Kategori-Anak (2HRZ/4(HR) Panduan OAT ini diberikan untuk pasien TB anak . Pengobatan TB anak dalam waktu 6 bulan yang diberikan setiap hari, baik pada tahap awal maupun lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak (Kemenkes, 2012). 2.7.2.2 Evaluasi Pengobatan Evaluasi pengobatan ada 5 macam evaluasi yaitu 1.
Evaluasi Klinis a.
Pasien
dievaluasi
setiap
2 minggu
pada
1 bulan
pertama, pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. b. Evaluasi:
respon
pengobatan
dan
ada
tidaknya
samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
efek
20
c. Evaluasi
klinis
meliputi
keluhan,
berat
badan,
pemeriksaan fisik. 2.
Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan) a.
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
b.
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu Sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan.
c.
Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
3.
Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada : a.
Sebelum pengobatan
b.
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) .
c. 4.
Pada akhir pengobatan.
Evaluasi efek samping secara klinis Evaluasi
klinis
dicurigai
terdapat
efek
dilakukanpemeriksaan laboratorium untuk
samping,
maka
memastikannya dan
penanganan efek samping obat sesuai pedoman. 5.
Evaluasi keteraturan berobat Yang tidak
kalah
pentingnya
adalah
evaluasi
keteraturan
berobat dan diminum/tidaknya obat tersebut.Ketidakteraturan
21
berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. (PDPI (2006) dalam Puri 2012). 2.8.2.2 Program DOTS di Indonesia Penyebab
penyakit
tuberkulosis
adalah
mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri TBC mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob (Widoyono, 2008). DOTS(Directly Observed
Treatment
Shortcourse) adalah
untuk strategi yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB.Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu : 1. Komitmen politis Komitmen politis adalah suatu komitmen mulai dari pengambil keputusan termasuk dalam hal keberlangsungan pendanaan, para pelaksana di fasilitas pelayanan kesehatan dalam pengendalian program
TB
serta
komitmen
pengobatan TB sampai sembuh.
pasien
dalam
menyelesaikan
22
2. Pemeriksaan
dahak
mikroskopis
yang
terjamin
mutunya,
dilaksanakan dengan mikroskopis langsung. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya dengan ditemukan kuman TB (BTA/Basil Tahan Asam). 3. Pemberian OAT dengan Pengawas Menelan Obat (PMO) Pengobatan OAT jangan pendek yang tersandar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, dengan pengawasan langsung menelan obat. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disediakan pemerintah untuk pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan (Kemenkes, 2012). Mulai tahun 1995 program pengendalian TB mengadopsi strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Strategi DOTS telah dibuktikan dengan berbagai uji coba lapangan dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank dunia menyattakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effektive. Satu studi cost benefit yang dilakukan WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap satu dolar
23
yang digunakan untuk membiayai program nasional pengendalian TB, akan menghemat sebesar 55 dollar selama 20 tahun (Kemenkes, 2012). Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi angka kesakitan
TB
menular
yaitu
penurunan
padatahun 2001 sebesar 122
per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga
saat
ini
telah meningkat. Angka
penemuan
kasus
TB
menular ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%) meningkat Keberhasilan
menjadi
156.508
orang
(67%)
pada
tahun2005.
pengobatan TB dari 86,7% pada kelompok penderita
yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8% pada tahun 2004 (DepKes, 2004). Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB (DepKes, 2007). 2.9.2.2 Pengawas Menelan Obat (PMO) Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang membantu pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh. Pasien memerlukan pemantauan secara ketat dan rutin untuk melihat reaksi terhadap obat yang diberikan dan untuk mengetahui efek samping pengobatan. Kepatuhan yang tinggi dalam pengobatan diperlukan seorang PMO untuk memantau pengobatan dan mengingatkan pemeriksaan yang dilakukan (Kemenkes, 2012). Pengawas menelan
24
obat (PMO) adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita dalam meminum obat secara teratur dan tutas, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan (Krisnawati (2010) dalam Novita (2012)). Melihat kedua pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang membantu pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Adapun peran PMO adalah sebagai berikut: a. Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal hingga sembuh b. Mendampingi pasien pada saat kunjungan ke puskesmas dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur. c. Mengingatkan pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. d. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan menghubungi unit pelayanan kesehatan, e. Memberikan penyuluhan kepada pasien atau orang yang tinggal serumah tentang penyakit kusta (Kemenkes, 2012).
25
1.1.3 Penemuan Suspek 2.1.2.2 Definisi Penemuan pasien/suspek Penemuan pasien/suspek adalah kegiatan yang terdiri dari penjaringan suspek, diagnosa TB dan penentuan tipe pasien. Penemuan pasien/suspek merupakan kegiatan utama dalam program pengendalian tuberkulosis (P2TB) dengan prioritas menemukan pasien TB yang BTA positif. Pasien TB BTA positif (menular) yang ditemukan dan disembuhkan secara bermakna akan dapat menurunkan penularan, angka kesakitan dan angka kematian akibat TB di masyarakat. Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak melakukan anamnese dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak. Strategi penemuan pasien TB adalah secara pasien dan promosi aktif (Kemenkes, 2012). Angka penjaringan suspek TB adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungan dari waktu ke waktu (triwulan/tahun). Jumlah suspek yang diperiksa didapatkan dari daftar suspekdan laporan penemuan dan pengobatan pasien TB (Kemenkes, 2012). Suspek/tersangka
penderita
TB
adalah
seorang
yang
kemungkinan menderita TB, yang mengalami gejala batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih dan dapat diikuti gejala tambahan seperti
26
batuk bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,nafsu makan menurun, penurunan berat badan, malaise, berkeringat di malam hari walaupun tanpa melakukan kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala gejala tersebut sesak nafas diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru dan lain-lain.Mengingat, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kankerparu dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes 2012). 2.2.2.2 Peranan Petugas Kesehatan Peran adalah suatu perilaku yang merefleksikan tujuan dan nilai pada situasi tertentu yang bersifat homogen dan diharapkan dapat secara normatif dari seorang coupon dalam situasi tertentu. Coupon peran adalah seseorang yang memegang peran suatu posisi dalam struktur sosial (Firdaus, 2012). Peranan
petugas
kesehatan
dalam
program
pemberantasan
tuberkulosis adalah mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, melakukan pengawasan langsung dan mencegah orang lain terinfeksi (Kemenkes, 2012). Petugas kesehatan merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksana administrasi program di puskesmas. Tanpa penemuan suspek maka
27
program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga penemuan suspek baru oleh petugas kesehatan sangat menentukan keberhasilan program (Widayat, 2005). 2.3.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan petugas kesehatan. Peran adalah suatu perilaku yang merefleksikan tujuan dan nilai pada situasi tertentu yang bersifat homogen dan diharapkan dapat secara normatif dari seorang coupon dalam situasi tertentu (Firdaus, 2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek adalah pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja/pengalaman, kebudayaan dan adanya supervisi wasor (Widayat, 2005).
28
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian penelitian No
Nama Peneliti (th)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Sampel
Hasil
1
Wahyudi, Eko (2010)
Metode penelitian ini menggunakan korelasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional
Teknik proportional random sampling.
2
Puri, Nomi Anindita (2010)
Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS
Hasil penelitian terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan, sikap dan motivasi kader dengan penemuan suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon, baik secara simultan maupun parsial. Data yang terkumpul dianalisa dengan rumus chi square. Dari penelitan didapatkan OR = 4.2, χ2 hitung 4.6, dan p = 0.029. Taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan 1. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan kesembuhan TB paru kasus baru strategi DOTS.
Deskriptif analitik Teknik dengan pendekatan purposive Cross Sectional sampling
29
2.3 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi peran petugas kesehatan
Pengetahuan Peranan petugas kesehatan : Mendeteksi pasien Melakukan pengobatan, Melakukan pengawasan langsung Mencegah orang lain terinfeksi
Umur Jenis kelamin Tingkat pendidikan Masa kerja Pelatihan Sikap Adanya supervisi wasor
Penemuan suspek TB
Gambar 2.1 Kerangka Teori menurut Kemenkes (2012) dimodifikasi oleh Maryani
2.4 Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas
Variabel terikat
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC
Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura
Gambar 2.2 Kerangka konsep 2.5 Hipotesis Penelitian 1. Ho: tidak ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja Puskesmas Kartasura.
30
2. Ha: ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian. Penelitianini menggunakan jenis penelitian analitik. Penelitian analitik adalah penelitian yang tidak hanya mendiskripsikan saja tetapisudah menganalisis hubungan antar variabel. Pada penelitian ini menganalisis hubungan antar variabel yaitu tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura (Saryono, 2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitiancross sectionaladalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko (independent) dengan faktor efek (dependent) dimana melakukan observasi/pengukuran variabel sekali dan sekaliguspada waktu yang sama. Arti dari “sekali dan sekaligus” tidak berarti semua responden diukur dan diamati pada saat yang bersamaan, tetapi artinya dalam penelitian cross sectionalsetiap responden hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel responden dilakukan pada saat pengamatan/pengukuran tersebut, kemudian peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Riyanto, 2010). Pada penelitian ini, dalam sekali waktu peneliti menyebarkan kuesioner pada petugas kesehatan puskesmas Kartasura.
31
32
3.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatandi wilayah kerja puskesmas Kartasurayaitu sejumlah 50 orang. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian petugas kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel jika semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Adapun sampel yang pada penelitian ini berjumlah 50 responden (Saryono dan Setiawan (2010)), adapun rinciannya dokter 7 orang, perawat 18 orang, dan bidan 25 orang.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kartasura pada bulan Februari - Juli 2015.
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
33
tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen (variabel bebas) Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010). Variabel independen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC. 2. Variabel Dependen (variabel terikat) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel dependen di sini adalah peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
34
No
Variabel
Definisi Operasional
Skala
Parameter
1.
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC
Hasiltahu seseorang petugas kesehatan terhadap penyakit TBC dicakup dalam domain kognitif.
Ordinal
Pengetahuan baik jika skor 15-20
2.
Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura
Perilaku yang Ordinal merefleksikan tujuan dan nilai pada situasi tertentu yang bersifat homogen dan diharapkan dapat secara normatif dari seorang petugas kesehatan.
Pengetahuan cukup jika skor 11-15 Pengetahuan kurang jika skor < 11 (Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011)) Peranan kurang= skor <7 Peranan cukup = skor 7-11 Peranan baik = skor >11
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.7.1 Alat Penelitian Instrumentpenelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan, sistematis sehingga lebih mudah diolah(Arikunto, 2010). Alat pengumpulan data yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tentang tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC adalah kuisioner. Peneliti membuat kuisioner penelitian sendiri, adapun kisi-kisinya adalah sebagai berikut:
35
No
Sub variabel
No Item Favorauble
1.
Definisi TBC
2.
Program Pengendalian TBC
3.
Etiologi TBC
4.
Jumlah item
Unfavorable
1
2
2
3,4,5,6,
7,8
6
9,10
2
Cara penularan TBC
11,12,13
3
5.
Gejala dan diagnosis TBC
14,16,17,18
15
5
6
Pengobatan TBC
19
20
2
15
5
20
Jumlah
2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura adalah kuesioner.Penelitimembuat kuisioner penelitian sendiri, adapun kisi-kisinya adalah sebagai berikut: No
Sub variabel
No Item Favorauble
1.
Mendeteksi pasien
2. 3.
Unfavorable
Jumlah item
1,2
3
3
Melakukan pengobatan
4,5,8,9
6,7
6
Melakukan pengawasan langsung
10,11,12
4.
Mencegah orang lain terinfeksi Jumlah
3
13,14,15
16
4
12
4
16
3.7.2 Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik membagikan kuesioner dalam bentuk angket tertutup yang sifatnya terstruktur dan terpimpin, sehingga pertanyaan yang diajukan pada
36
responden sama dan terarah dan tidak terjadi bias pada responden. Kuesioner dibagikan kepada petugas kesehatan kemudian menjelaskan maksud pertanyaan dan memberi kesempatan pada petugas kesehatan untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti. Pembagian kuisioner dilakukan dalam waktu satu minggu dan didampingi peneliti, adapun responden bidan dilakukan ketika pertemuan bidan di puskesmas, responden perawat dilakukan ketika pertemuan perawat dan responden dokter dillakukan pengambilan data dengan cara mendatangi dokter satu persatu.
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.7.1 Uji Validitas Validitasadalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2010), disebutkan bahwa. Penentuan valid atau tidaknya suatu item yang digunakan, peneliti menggunakan uji validitas item yaitu Pearson Product Moment. Adapun rumus Pearson Product Moment adalah sebagai berikut :
r ix =
{nSx
nSxy - (Sx )(Sy ) 2
}{
- (Sx ) nSy 2 - (Sy ) 2
Keterangan: r x y xy
= koefisien korelasi = skor obyek pada item = skor total = skor pertanyaan
2
}
37
n
= banyaknya subyek
Item pernyataan dikatakan valid apabila: a.
Jika r hitung lebih besar sama dengan r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka butir pertanyaan dinyatakan valid.
b.
Jika r hitung kurang dari r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka butir pertanyaan dinyatakan tidak valid. r tabel dalam penelitian ini adalah 0, 444. Uji validitas pada item pertanyaan kuisioner dilakukan pada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji validitas pada item pertanyaan kuesioner tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang peyakit tuberkulosis dan kuesioner peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek akan dilakukan pada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji validitas pada item pertanyaan akan dilakukan pada bulan Febuari 2015, pada 20 petugas kesehatan puskesmas Baki. Supaya diperoleh distribusi nilai hasil yang mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji validitas pada kuisioner
pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit TBC didapatkan bahwa item soal no 10,13,22,24 dan 25 dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,396). Selanjutnya item pertanyaan yang tidak valid tidak diikutsertakan
38
dalam item pertanyaan dalam kuesioner karena indikator sudah terwakili pada item pertanyaan yang telah valid, sehingga dalam penyusunan kuisioner
penelitian menggunakan kisi-kisi untuk
mengukur pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20 item pertanyaan. Sedangkan uji validitas pada peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura didapatkan hasil bahwa semua item soal valid. 3.7.2 Uji reliabilitas Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk derajad konsistensi dan stabilitas data. Penguji reliabilitas ini menggunakan Alfa Cronbach (Sugiyono, 2012). Rumus Alfa Cronbach adalah sebagai berikut: 2 k ì ï ï å Si ü ri = í1 2 (k - 1) ïî S t ýïþ
Keterangan : k
åS S t2
= Means kudrat subjek 2 i
= Means kuadrat kesalahan = Varians total
Harga rhitung , selanjutnya digunakan untuk memutuskan instrumen reliabel atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan dengan harga rta be l (Sugiyono, 2010). r tabel dalam penelitian ini adalah 0,6. Semakin
tinggi koefisien korelasi berarti konsistensi antara dua tes tersebut
39
dikatakan semakin reliabel. Apabila dua tes dianggap paralel menghasilkan skor yang satu sama lain berkorelasi rendah, maka dikatakan hasil tes tersebut tidak tinggi. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner tentang tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) terhadap 25 item pertanyaan didapatkan hasil bahwa item soal no 10,13,22,24 dan 25 dinyatakan tidak reliabel karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,6).Dari hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan, maka kuesionerpengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dinyatakan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran, sedangkan hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner tentang peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura didapatkan hasil bahwa kuisioner dinyatakan reliabel.
3.7 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan data Sebelum melakukan analisis data, data diolah untuk memudahkan dalam analisis data sehingga data tersebut menjadi sumber informasi. Data-data hasil jawaban dalam penelitian ini diolah dengan langkahlangkah sebagai berikut :
40
a. Editing Memastikan kembali bahwa tiap-tiap kuesioner apakah sudah dijawab lengkap. b. Coding Memberikan kode-kode angka pada alat penelitian untuk memudahkan dalam analisa data. Adapun variabel yang akan diberi kode adalah: 1) Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
penyakit
tuberkulosis. Adapun kode yang diberikan pada variabel tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis adalah: a) Pengetahuan kurang (1) b) Pengetahuan cukup(2) c) Pengetahuan baik(3) 2) Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek. Adapun kode yang diberikan pada variabel peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek. a) Peranan kurang (1) b) Peranan cukup (2) c) Peranan baik (3) c. Tabulating Setelah
semua data selesai di edit dan dilakukan pengkodean,
selanjutnya
dilakukan
tabulasi
data (memasukkan
data)
agar
41
dapat dianalisis. Tabulasi data dilakukan
dengan
memasukkan
data ke dalam program komputer. 3.7.2 Analisis Data Adapun analisis yang digunakan adalah: a.
Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi baik dari varibel independen maupun variabel dependen. Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dalam penelitian.Analisa ini hanya menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data menjadi informasi yang berguna (Notoatmojo,2010). Adapun analisis univariatyang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi.Dari hasil observasi dilakukan analisis dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi yang akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik. Adapun rumus distribusi frekuensi menurut Machfoedz (2009) adalah sebagai berikut: P=
x × 100 % n
Keterangan : P = prosentase x = jumlah seluruh jawaban yang benar dari seluruh responden n = jumlah item pertanyaan × jumlah responden
42
2 Analisisbivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variable bebas dan variable terikat. Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variable yaitu tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Uji yang digunakan untuk menentukan Ho diterima atau ditolak adalah, uji korelasi spearman (rs). Adapun rumus uji korelasi spearman menurut Siregar (2012) adalah sebagai berikut:
Keterangan: p = nilai korelasi spearman d =selisih antara X dan Y n = jumlah pasangan data Interpretasi hasil uji : Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura (Saryono dan Setiawan (2010)).
43
3.8 Langkah-langkah Penelitian Jalannya penelitian ini dibedakan menjadi 3 tahap yaitu: 1. Tahap Persiapan a. Melakukan pengajuan judul penelitian dan konsultasi bimbingan b. Melakukan survei pendahuluan, studi pustaka, menyusun proposal penelitian, melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. 2. Tahap Pelaksanaan a. Menetapkan waktu untuk pengambilan data. b. Menetapkan tempat untuk pengambilan data. c. Membagikan kuisioner untuk diisi oleh responden dalam waktu satu minggu dan didampingi peneliti. d. Setelah angket diisi oleh responden, angket dikumpulkan bersamasama oleh peneliti. 3. Tahap Akhir a.
Melakukan pengolahan
b.
Melakukan analisa data
c.
Melakukan penyajian hasil penelitian
d.
Menyusun laporan hasil penelitian
3.9 Etika Penelitian Etika penelitian adalah etika yang mencakup norma untuk berperilaku, memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini berkaitan dengan etika keperawatan
44
1.
Informed consent Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent agar subjek mengerti maksud, tujuan dan mengetahui dampaknya.
2.
Anonimity (tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil yang akan disajikan.
3.
Confidentiality (kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semuainformasiyang telahdikumpulkandijamin kerahasiaannya oleh peneliti.Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
45
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Peranan dalam Penemuan Suspek TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura” dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kartasura pada Desember 2014 Mei 2015.
Puskesmas Kartasura beralamat di jalan Jendral Sudirman,
Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Wilayah kerja puskesmas Kartasura membawahi
12
desa.
Pengambilan
sampel
dalam
penelitian
ini
menggunakan teknik total sampling. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 responden.
4.2 Karakteristik responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Adapun karakteristik responden yang meliputi umur,jenis kelamin dan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut. a. Karakteristik responden berdasar umur Karakteristik responden berdasarkan umur dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
45
46
Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasar Umur di wilayah kerja puskesmas Kartasura. No 1 2 3 4 5 6
Umur 25-30 tahun 30-35 tahun 35-40 tahun 41-45 tahun 45-50 tahun >50tahun Jumlah Sumber data primer Mei 2014
Frekuensi 7 16 15 5 5 2 50
Prosentase (%) 14 32 30 10 10 4 100
Berdasarkan tabel 3.1 di atas, sesuai karakteristik responden berdasarkan umur dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berada pada umur 30-35 tahun sebanyak 16 responden (32%). b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 3.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Pengetahuan
Jumlah responden
1 Laki-laki 2 Perempuan Total
9 41 50
Presentase (%) 18 82 100
Sumber data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, sesuai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 responden (82%).
47
c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas kesehatan dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut
tingkat pendidikan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. No Pengetahuan
Jumlah responden
1 SMA/SPK 2 Diploma 3 Sarjana Total
5 33 12 50
Presentase (%) 10 66 24 100
data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.3 di atas, sesuai karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai jenjang pendidikan diploma sebanyak 33 responden (66%). d. Karakteristik responden berdasarkan jenis petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas kesehatan dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini.
48
Tabel 3.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden menurut jenis
petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. No Pengetahuan
Jumlah responden
1 Dokter 2 Perawat 3 Bidan Total
8 17 25 50
Presentase (%) 16 34 50 100
data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.4 di atas, sesuai karakteristik responden berdasarkan jenis petugas kesehatan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden adalah bidan sebanyak 25 responden (50%).
4.3 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura dari 50 responden dapat lihat pada tabel 3.5 di bawah ini. Tabel 3.5. Pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura. No Pengetahuan
Jumlah responden
1 Kurang 12 2 Cukup 3 3 Baik 35 Total 50 Sumber data primer bulan April 2015
Presentase (%) 24 6 70 100
49
Tabel 3.5 menunjukkan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%). 4.4
Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura dari 50 responden dapat lihat pada tabel 3.6 di bawah ini. Tabel 3.5. Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. No
Peranan petugas kesehatan Kurang Cukup Baik
Jumlah responden
1 23 2 12 3 15 Total 50 Sumber data primer bulan April 2015
Presentase (%) 46 24 30 100
Tabel 3.5 menunjukkan peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%).
50
4.5
Hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui jawaban dari hipotesa penelitian yang diajukan adalah analisis spearman yaitu hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Hasil analisis data adalah sebagai berikut. Tabel 3.7. Analisa hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Variabel
Tingkat Kurang pengetaCukup huan Baik Total
Kurang n % 12 52 3 13 8 35 23 100
Peran Cukup n % 0 0 0 0 12 100 12 100
p-value Baik n % 0 0 0 0 15 100 15 100
0,00
rs
0,635
Sumber data primer bulan April 2015 Hasil uji spearman diperoleh angka significancy 0.00 (nilai p<0.05) maka berdasar nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
51
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Peranan dalam Penemuan Suspek TBC di wilayah Kerja Puskesmas Kartasura” dilaksanakan di wilayah Kerja Puskesmas Kartasura pada Desember 2014 Mei 2015 didapatkan hasil: 5.1 Karakteristik Responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Adapun ketiga karakteristik responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 5.1.1
Karakteristik responden berdasarkan umur responden Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kartasura
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berada pada umur 3035 tahun sebanyak 16 responden (32%). Menurut Wawan dan Dewi (2010) disebutkan bahwa, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal senada juga disebutkan oleh Widayat (2006) bahwa perubahan perilaku/peran dapat disebabkan oleh proses pendewasaan melalui pengalaman umur, individu yang bersangkutan telah melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Berbeda dengan hasil penelitian Supardi dalam
52
Widayat (2006) bahwa petugas kesehatan yang berumur dewasa tidak menunjukkan peran penemuan suspek TBC yang lebih baik dibanding dengaan umur yang lebih muda. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sebagian petugas kesehatan yang berumur dewasa (≥ 30 tahun) melaksanakan praktik baik dan sebagian lagi melaksanakan praktik sedang. Begitu juga petugas kesehatan yang berumur < 30 tahun sebagian melaksanakan praktik baik dan sebagian melaksanakan praktik sedang. Keadaan ini disebabkan karena petugas kesehatan puskesmas di Kabupaten Blora rata- rata sudah berumur lebih dari 40 tahun sehingga secara fisiologis terjadi penurunan kemampuan fisik dan mental. Faktor lain adalah bertambahnya kegiatan dan tanggung jawab keluarga seiring dengan bertambah umur, akan bertambah pula kebutuhan ekonomi untuk biaya anaknya yang semakin besar dan kebutuhan rumah tangga lainnya. 5.1.2 Karakteristik reponden berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Kartasura dengan 50 responden didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 responden (82%).
Hasil penelitian Widayat (2006) menunjukkah
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan peran petugas kesehatan. Hasil penelitian Widayat tidak sesuai dengan teori Green (1991), dimana jenis kelamin termasuk faktor predisposing terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun jumlah petugas kesehatan laki-laki lebih banyak dari
53
pada perempuan, akan tetapi dalam hal praktik/peran dalam penemuan suspek
TBC tidak jauh berbeda. Petugas kesehatan di puskesmas
sebagian melaksanakan praktik dengan baik sebagian melaksanakan praktik kurang baik. Begitu juga dengan petugas kesehatan yang perempuan sebagian melaksanakan praktik baik sebagian melaksanakan praktik kurang baik. Keadaan tersebut menunjukkan adanya persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki termasuk dalam peran penemuan suspek penderita TBC. Dengan demikian baik tidaknya penemuan penemuan suspek TBC tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. 5.1.3 Karakterisktik responden berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Kartasura dengan 50 responden didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai jenjang pendidikan diploma sebanyak 33 responden (66%). Menurut Notoatmojo (2010), disebutkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Pernyataan ini sesuai dengan Widayat (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora”
54
bahwa ada hubungan antar pengetahuan dengan praktik/peran petugas dalam penemuan suspek TBC.
5.2 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kartasura didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Widayat (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora” bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan paling banyak adalah kategori baik yaitu 86,7%. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, sumber informasi, lingkungan budaya dan, sosial ekonomi. Menurut penelitian Widayat (2006), didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan dipengaruhi oleh pendidikan responden, masa kerja respoden, tingkat pelatihan petugas kesehatan.
55
5.3 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura paling banyak adalah kategori kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%). Widayat (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek adalah pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja/pengalaman, kebudayaan dan adanya supervisi pemegang program tuberkulosis. Adapun Ja’far (2006) juga menyebutkan bahwa cakupan penemuan suspek TBC oleh petugas kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh pengetahuan, pelatihan TBC yang diikuti oleh petugas kesehatan, beban kerja, jarak pelayanan dan supervisi pemegang program tuberkulosis. Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura paling banyak adalah peranan kurang disebabkan karena pengalaman petugas kesehatan masih kurang, supervisi masih kurang, beban kerja yang berat dan wilayah kerja puskesmas kartasura luas. 5.4 Hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Hasil analisis didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
56
puskesmas Kartasura. Hasil analisis tersebut sesuai dengan penelitian Widayat
(2006)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
“Pengaruh
Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora” bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan petugas kesehatan dengan praktik/peranan penemuan suspek TBC. Menurut Notoatmojo pengaruh pengetahuan terhadap praktik/peran dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk praktik. Agar terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik/peran) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Menurut Ja’far (2006) juga menyebutkan bahwa cakupan penemuan suspek TBC oleh petugas kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh pengetahuan, pelatihan TBC yang diikuti oleh petugas kesehatan, beban kerja, jarak pelayanan dan supervisi pemegang program tuberkulosis. Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%) sedangkan peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden mempunyai
peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden
(46%) disebabkan oleh supervisi pemegang progam tuberkulosis yang
57
masih kurang, beban kerja yang berat dan wilayah kerja puskesmas kartasura yang luas.
58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kartasura yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Mei 2015 tentang hubungan
tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC dapat ditarik kesimpulan bahwa : 6.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berada pada umur 30-35 tahun sebanyak 16 responden (32%), sebagian besar responden berjenis
kelamin
perempuan sebanyak 41 responden (82%), sebagian besar responden mempunyai jenjang pendidikan diploma sebanyak 33 responden (66%). 6.1.2 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%). 6.1.3 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%).
58
59
6.1.4 Ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
6.2 Saran Dalam penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC, dapat disimpulkan sebagai berikut : 6.2.1 Bagi petugas kesehatan Petugas kesehatan yang mempunyai pengetahuan kurang hendaknya mengikuti pelatihan tentang penyakit TBC dan bagi petugas kesehatan yang
masih
berpendidikan
SMA/SPK
dapat
melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 6.2.2 Bagi puskesmas kartasura Pihak puskesmas Kartasura hendaknya memberikan reward kepada petugas kesehatan yang mempunyai peranan baik. 6.2.3 Bagi dinas kesehatan Pihak dinas kesehatan hendaknya mengadakan pelatihan tentang penyakit TBC secara periodik supaya semua tenaga kesehatan yang belum mengikuti pelatihan mendapat kesempatan mengikuti pelatihan dan dengan metode pelatihan yang variatif supaya peserta yang mengikuti pelatihan mempunyai peserta lebih tertarik dan petugas kesehatan dapat menambah pengetahuannya secara maksimal.
60
6.2.4 Penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya hendaknya mengadakan penelitian dengan responden yang lebih banyak dan cakupan wilayah kerja yang lebih luas dari penelitian ini serta dapat mengembanngkan penelitian tentang faktor lain yang mempengaruhi peranan petugas dalam penemuan suspek TBC yaitu sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja, kebudayaan dan adanya supervivi wasor.
61
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka. Jakarta. Darwis dan Sudarwan, D., 2003. Metodelogi Penelitian Kebidanan. EGC. Jakarta. Dewi dan Wawan. 2010 . Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta. Firdaus, K. 2012. “Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Keberhasilan pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Baki Sukoharjo ”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Jejaring Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Ja’far. 2007. “Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Cakupan Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru Oleh Petugas Puskesmas di Kabupaten Tanjung Jabur Timur Provinsi Jambi ”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Machfoed, I. 2009. Metodelogi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta.
62
Mifbakhudin, dkk. 2013. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penyakit Tuberkulosis (TBC) Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkang Semarang Barat”. Artikel Ilmiah, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=98549&val=5089 diakses tanggal 7 Januari 2014 Puri, N. 2010. “Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta.
Priyanto, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom. Yogyakarta. Rahmawati, E. & Atikah, P., 2011. Perlaku Hidup Bersih dan Sehat. Nuha Medika. Yogyakarta. Salamah dan Suyanto. 2008. Riset Kebidanan Metodelogi dan Aplikasi. Mitra Cendikia press. Yogyakarta. Saryono dan Setiawan, A. 2010. Metodelogi Penelitian Kebidanan D III, D IV, S1 dan S2. Muhamedika. Yogyakarta. Suwandi, dkk. 2014. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kesembuhan dan Angka Penemuan Kasus Tuberkulosis di Kota Semarang Tahun 2014”. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://eprints.dinus.ac.id/6659/1/jurnal_13746.pdf. Diakses tanggal 7 Januari 2014. Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung. Wahyudi, E. 2010. “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon”. Tesis. Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
63
Widayat, E. 2006. “Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang PrograTuberkulosis paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora”. Tesis. Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan. Erlangga. Semarang