KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Strata Dua Dan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.)
Disusun Oleh : Jaka Purwanta NIM. A130908003
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
LEMBAR PENGESAHAN TESIS KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
Disusun Oleh : Jaka Purwanta NIM. A130908003
Surakarta,................................
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. H. Ashadi NIP.19510102-197501-1-001
Dosen Pembimbing II
Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19720524-199903-1-002
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
Disusun Oleh : Jaka Purwanta NIM. A130908003
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ................... Jabatan Ketua merangkap anggota
Nama Dr. Sunarto, M.S. NIP.19540605-199103-1-002
Tanda tangan .....................
Sekretaris merangkap anggota Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, M.P. NIP.19591205-198503-2-001
......................
Anggota Penguji
......................
: 1. Prof. Dr. H. Ashadi NIP. 19510102-197501-1-001
2. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. ...................... NIP.19720524-199903-1-002
Surakarta,................................... Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP.19570820-198503-1-004
Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19720524-199903-1-002
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Jaka Purwanta
NIM
: A130908003
Program Studi : Ilmu Lingkungan Universitas
: Sebelas Maret Surakarta
menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, tesis ini tidak berisi materi yang ditulis orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan tesis yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Surakarta,
Juli 2010
Penulis
Jaka Purwanta
iv
HALAMAN MOTTO
Berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia yang bernilai. (Albert Einstein)
Jika kamu punya keinginan yang kuat, seluruh alam semesta akan bersatu membantumu mewujudkan keinginan. (Paulo Coelho)
Tidak ada yang dapat membuat seseorang menjadi kaya dan kuat selain apa yang ada di dalam dirinya, kekayaan itu ada di dalam hati, bukan di dalam genggaman. (John Milton)
v
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL
PADA
KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA” ini dengan lancar. Ujian kualifikasi sudah dilaksanakan pada hari Senin, 7 Juni 2010. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Ashadi, selaku dosen pembimbing I 2. Bapak Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing II 3. Seluruh dosen dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Rekan-rekan mahasiswa angkatan September 2008 di Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana. Unversitas Sebelas Maret Surakarta 5. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua bimbingan dan bantuan kepada penulis. Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis tesebut, dapat menjadi amal baik bapak dan ibu semua, amin. Tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga dengan tesis ini, maka kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya tesis ini, kami terima dan kami ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya, khususnya pada bidang lingkungan.
Surakarta,
Juli 2010
Penulis
Jaka Purwanta
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………… LEMBAR PENGESAHAN....………………………………….. LEMBAR PENGESAHAN.......................................................... PERNYATAAN........................................................................... HALAMAN MOTTO................................................................... KATA PENGANTAR …………………………………………. DAFTAR ISI................................................................................ DAFTAR TABEL........................................................................ DAFTAR GAMBAR................................................................... ABSTRAK....................................................................................
Halaman i ii iii iv v vi vii viii ix x
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................... B. Perumusan Masalah.................................................................. C. Tujuan. Penulisan..................................................................... D. Manfaat Penelitian...................................................................
1 4 4 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lingkungan............................................................ B. Sumber Daya Air..................................................................... C. Ekosistem Perairan.................................................................. D. Pencemaran air Tawar............................................................. E. Ikan Bawal…………………………………………………... F. Azas-azas Ilmu Lingkungan..................................................... G. Penelitian Terdahulu………………………………..……….. H. Kerangka Berpikir……………………………………………. I. Hipótesis………………………………………………………
6 10 20 25 27 32 32 33 35
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................... B. Alat dan Bahan Penelitian......................................................... C. Variabel Penelitian………………………................................. D. Cara Kerja……………………………………………………..
36 36 37 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........
51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.............................................................................. B. Saran........................................................................................
89 90
DAFTAR PUSTAKA...................................................................
91
Lampiran 1. Jadual Penelitian.......................................................
95
vii
Lampiran 2. Data Penelitian......................................................... Lampiran 3. Denah Lokasi Pengambilan Air Contoh Uji............ Lampiran 4. Peta Lokasi Obyek Penelitian................................... Lampiran 5. Foto-foto Pengambilan Data Penelitian................... Lampiran 6. Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001........... Lampiran 7. Peraturan Gubernur DIY No. 20 tahun 2008..........
96 107 108 109 111 112
viii
DAFTAR TABEL Halaman 12 13
1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP N0.82 tahun 2001 pasal 8 2. Baku Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8…..... 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5 .......................................................... 14 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta....... 14 5. Data Hasil Penelitian..................................................…………. 52 6. Data Suhu (T) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 54 7. Data Residu Terlarut (TDS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 57 8. Data Residu Tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 59 9. Data pH Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak............................ 62 10. Data BOD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 64 11. Data COD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 67 12. Data DO Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak......................... . 69 13. Data Pospat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak..................... 73 14.Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur hara P (Pospor) ................................................................... 75 15.. Data Nitrat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak...................... 80 16. Data Amonia Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 82
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kolam Ikan Bawal................................ ……………………….......... 16 2. Ikan Bawal Air Tawar....................................……………………….. 28 3. Kerangka Berpikir............................................................................... . 34 4. Hubungan antara Suhu terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak................................... ........……………………. 54 5. Hubungan antara TDS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................................…………. 57 6. Hubungan antara TSS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................………… 60 7. Hubungan antara pH terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak......................................…………………….... 62 8. Hubungan antara BOD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak.......................................................................... 65 9. Hubungan antara COD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak............................................................................. 67 10. Hubungan antara DO terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 70 11. Hubungan antara Pospat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................……………………. 74 12. Hubungan antara Nitrat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 80 13. Hubungan antara Amonia terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................…………… 82 14. Denah lokasi pengambilan air contoh uji.............................................. 107 15. Kolam ikan Bawal (obyek penelitian).................................................. 108 16. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada inlet.......................... 108 17. Laboran sedang mengukur kualitas air contoh uji................................ 109 18. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada kolam bawah........... 109 19. Air keluar dari kolam bawah dan mengalir ke Sungai Kuning (outlet) 109
x
ABSTRAK KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA Oleh : Jaka Purwanta PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya adalah suatu kelompok pembudidaya ikan yang berlokasi di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY dan salah satu ikan yang dibudidayakan adalah Bawal. Latar belakang penelitian ini yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat, pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan, produksinya tidak baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air kolam ikan bawal tersebut jika ditinjau dari sifat fisika, kimia, dan derajat eutrofikasinya. Pada penelitian ini, sampel air kolam ikan bawal diambil dari empat lokasi dan masing-masing lokasi diambil 5 titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu sebanyak 5 kali. Pencarian data dilakukan menggunakan teknik dokumenter yaitu mencari sumber-sumber data primer (yaitu menggunakan metode time series, yaitu metode mengambil sampel atau cuplikan dengan interval waktu dan ukuran tertentu) atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya kualitas air di lokasi penelitian. Kesimpulan dari penelitian ini, secara umum kualitas air yang masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisika yang ditinjau dari suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih baik. Namun secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-, dan PO4-3, kualitas air menurun tetapi masih bisa digunakan untuk mengairi pertanian. Derajat eutrofikasi dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal, menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam ditinjau dari sisi pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya tinggi. Kata Kunci : ikan Bawal, kualitas air kolam, eutrofikasi
xi
ABSTRACT THE STUDY OF BAWAL FISH WATER POND QUALITY AT MINA MULYA FISH CULTIVATION GROUP, TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA Author : Jaka Purwanta ENVIRONMENTAL SCIENCE STUDIES DEPARTMENT GRADUATE SCHOOL SEBELAS MARET UNIVERSITY OF SURAKARTA Mina Mulya Fish Cultivation Group is a group of fish breeder located at Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta and the fish species which is cultivated is Bawal. The background of research are the Bawal fish pond water that very smell, the Bawal fish grow that less fast, and the farming area was restreamed by Kuning river water that be mixed with the Bawal fish pond water, production is not good. This research is intended to study the quality of the water used at the bawal fish ponds evaluated from physical and chemical properties and the degree of eutrofication. In this research, the water ponds samples is picked up from 4 locations dan each locations were taken five points of sampling. Sampling is done every 2 weeks interval each 5 times per occasion. Data collecting is done by documentary technique i.e. searching primary data sources (using time series method, sampling method with certain time interval and size). This research also using secondary data sources and water quality laboratory analysis to find out water quality change occurence at the research location. The research conclusion is generally the water quality of bawal fish pond’s inlet and outlet flow, evaluated from temperature, TDS and TSS, is physically good enough. However, evaluated from pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3- and PO4-3 values, chemically the water quality is degrade although not very significant and still could be used for farming irrigation. The degree of eutrofication could be acknowledged from nitrate and phosphate concentration. By feeding the bawal fish with alternative menu in the form of food remains (50 kg/day/pond approximately 500 m2 area), will generate nitrate as much as 0,354,43 mg/l while Environmental Quality Standard for nitrate is 10 mg/l. This means from nitrate concentration point of view the water quality is acceptable and still could be used for farming irrigation. Meanwhile, the bawal fish pond’s phosphate concentration is 0,6701 – 0,9126 mg/l. This is higher than Environmental Quality Standard for phosphate which is 0,2 mg/l. Therefore, from the phosphate concentration point of view, the water quality is not acceptable and based on that fact it is concluded that the degree of eutrification is high. Keywords : Bawal fish, pond’s water quality, eutrofication
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberlanjutan terpeliharanya fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan partisipasi seluruh anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui perseorangan, organisasi lingkungan hidup, perguruan tinggi, dan wadahwadah lainnya. Hal ini jika dapat diwujudkan maka akan tercipta kondisi bahwa pembangunan nasional yang di laksanakan telah melibatkan atau mengikutkan lingkungan hidup sebagai bagian yang penting, termasuk sumber daya air, sehingga menjadi sarana untuk terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan hidup masyarakat. Pada zaman teknologi maju ini, pengaruh manusia terhadap lingkungan sangat besar. Hal ini terlihat dari peran manusia yang mampu mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan hidup, walaupun ini juga membawa resiko yang tidak kecil. Dampak terhadap lingkungan fisik dan biotik biasanya akan lebih cepat dirasakan oleh manusia, hal ini disebabkan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan. Dampak-dampak tersebut diakibatkan oleh masuknya unsur-unsur polutan ke dalam
lingkungan sehingga lingkungan kurang atau bahkan tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Peneliti menentukan sebagai obyek penelitian adalah air kolam ikan Bawal. Hal ini dilatarbelakangi bahwa dekat tempat tinggal peneliti, yaitu di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY, terdapat banyak kolam ikan, yang salah satu jenis ikannya adalah ikan Bawal. Munculnya banyak kolam ikan ini dikarenakan para petani yang semula menggarap sawah, ternyata penghasilan dari bertaninya belum bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehingga kemudian dilakukan upaya terobosan untuk mendapatkan alternatif solusi meningkatkan kesejahteraan petani. Sesudah mendapat pengarahan dari PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) Dinas Perikanan Kabupaten Sleman dan mencermati sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut, yaitu adanya sumber daya air Sungai Kuning yang masih cukup banyak dan jernih, maka diputuskan untuk mengkonversi lahan sawah menjadi kolam ikan, dengan pertimbangan jika suatu saat dikehendaki, kolam ikan masih bisa dikonversi lagi menjadi sawah. Hal yang menunjukkan kualitas air sungai Kuning masih baik yang mudah dilihat yaitu air sungai yang masih jernih/tidak keruh dan tidak terdapat sampah-sampah di badan sungai.
Dipilih ikan Bawal karena ikan Bawal mempuyai beberapa keistimewaan antara lain :
2
a.
Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora) yang condong lebih banyak makan dedaunan
b. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik, artinya meskipun air sudah agak keruh tetapi ikan masih dapat hidup. c. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami (Anonim , 2001a).
Namun pada perkembangan pemeliharaan ikan selanjutnya, timbul berbagai masalah yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat, pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan, produksinya tidak baik/menurun. Berdasarkan berbagai masalah yang muncul tersebut, kemudian dikaji tentang kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, yang salah satunya adalah kualitas air kolam ikan. Air sungai yang sudah digunakan untuk mengaliri kolam ikan Bawal ini, selanjutnya akan dipakai untuk mengaliri daerah pertanian. Namun pemanfaatan air untuk usaha perikanan akan membawa perubahan-perubahan baik terhadap kualitas maupun kuantitasnya. Dampak tersebut disebabkan oleh masuknya polutan ke air sungai Kuning sehingga air sungai akan turun kualitasnya dan seberapa besar penurunan kualitas air sungai Kuning tersebut, akan dapat diketahui dengan melakukan suatu penelitian. Jika melihat sepintas dari air sungai/Kali Kuning yang akan digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal di KPI Minamulya, air sungainya cukup jernih/tidak keruh, dan
3
volume airnya relatif sedikit. Sesudah dibendung, maka volume air sungai Kuning menjadi banyak dan ketersediaannya menjadi terjaga. Salah satu pemanfaatannya yaitu untuk mengaliri kolam ikan Bawal tersebut. Namun sesudah digunakan pada kolam ikan, tentu air kolam tersebut
akan
berubah kualitasnya, namun seberapa jauh perubahan kualitas air kolam ikan Bawal tersebut, ini belum jelas. Semua hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian air kolam ikan Bawal tersebut untuk tesis dengan judul ”KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL KELOMPOK
PEMBUDIDAYA
TEMPELSARI,
IKAN
(KPI)
MAGUWOHARJO,
MINA
DEPOK,
PADA MULYA SLEMAN,
D.I.YOGYAKARTA”.
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika ditinjau dari sifat fisika dan sifat kimianya? 2. Bagaimana derajat/tingkat eutrofikasinya?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika ditinjau dari sifat fisika dan sifat kimianya. 2. Untuk mengetahui derajat/tingkat eutrofikasinya.
4
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti lain pada khususnya maupun para pembaca pada umumnya,
yaitu dapat
memberikan informasi tentang kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya dan derajat/tingkat eutrofikasinya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lingkungan Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat (1) bahwa lingkungan hidup adalah segala kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Anonim, 1997). Dari bunyi undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan terdiri dari 2 komponen yaitu komponen hidup (makhluk hidup) dan komponen tak hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Organisme-organisme hidup dengan lingkungannya berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu dengan lainnya. (Odum, 1996). Hal ini berarti bahwa hubungan antara komponen hidup dengan komponen tak hidup bersifat dinamis dan membentuk suatu sistem ekologis. Satuan yang mencakup semua organisme di dalam komunitas pada suatu daerah yang saling berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dan hal ini mengakibatkan terjadinya arus energi dan siklus materi yang mengarah ke struktur makanan. Sedangkan pengertian ekosistem yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (Anonim, 1997a). Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam non-hayati/fisik (SDF), dan sumber daya buatan (SDB) (Tandjung, 1992). Sumber energi utama adalah energi matahari, lalu oleh tumbuhan hijau, energi matahari tersebut digunakan pada proses fotosintesis dan menghasilkan bahan makanan. Dalam ekosistem, tumbuhan hijau berfungsi sebagai organisme autotrof atau produsen. Pada proses selanjutnya, energi yang tersimpan pada produsen akan berpindah ke konsumen pertama, kedua, dan ketiga melalui rantai makanan atau peristiwa makan dimakan. Sedangkan contoh siklus materi di dalam ekosistem yaitu siklus karbon, air, hara, pospat, dan nitrogen. Siklus materi ini dapat berlangsung dengan bantuan organisme pengurai, yang berfungsi untuk menguraikan unsur organik menjadi unsur anorganik atau mineral. Menurut Fandeli (1988), ciri-ciri lingkungan hidup sebagai suatu sistem yaitu : 1) Dinamis Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem berkembang dari waktu ke waktu. Perubahan dan perkembangan ini dapat dilihat dari gejala dan fenomena sebagai berikut : a) Fenomena fisik
7
Hubungan antara energi, air, dan iklim dalam suatu ekosistem terlihat nyata. Suhu udara dan kelembaban merupakan contoh parameter iklim. Nilai suhu udara dan kelembaban akan selalu berubah mengikuti perubahan yang terjadi pada aliran energi dan siklus air yang terjadi di bumi dan atmosfer (Handoko, 1995). Hal ini sesuai dengan Hukum Termodinamika kedua yaitu energi yang masuk ke suatu sistem sama dengan energi yang keluar dari sistem tersebut (Soeriaatmadja, 1989). Teori ini berlaku untuk jangka waktu yang lama tetapi untuk jangka waktu yang singkat berlaku sebagai berikut : Energi masuk = Energi Keluar + Energi yang tersimpan/terlepaskan Pada suatu sistem, yang menjadi input adalah faktor atau variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku atau mempercepat terjadinya perubahan perilaku. Contoh pada industri adalah faktor produksi, pada bidang pertanian yaitu pupuk, pestisida, air, tanah,bibit unggul, dan cara bercocok tanam. Contoh-contoh tersebut merupakan controllable input, yaitu faktor yang dapat dikuasai dan dikendalikan, sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikuasai, merupakan faktor eksternal disebut uncontrollable input (Manetsech, 1979). Sedangkan faktor atau variabel yang dihasilkan dalam suatu sistem disebut input. Pada proses metabolisme tubuh tumbuhan, sebagai input yaitu karbohidrat yang merupakan hasil dari proses fotosintesis, dan akibatnya ukuran tumbuhan menjadi semakin besar (Sigit, 2001). b) Fenomena biologis
8
Komunitas hidup mulai dari bentuk yang terkecil sampai bentuk yang terbesar yaitu sel, jaringan, organ, sistem organ,
populasi, dan
komunitas. Masing-masing membentuk sistem yang dipengaruhi dua faktor yaitu faktor internal (biotis potential) dan faktor eksternal (environmental
resistance).
Sedangkan
fenomena
yang
juga
berkembang dari waktu ke waktu yaitu fenomena fisik, kimia, biologis, sosial, ekonomi, dan budaya. 2) Saling berinteraksi Untuk mencapai keseimbangan maka tiap-tiap komponen di dalam suatu ekosistem saling berinteraksi secara terus menerus. Hal ini dapat diwujudkan ke dalam bentuk siklus materi yang meliputi siklus hara, air, karbon, nitrogen, pospor, dan lain-lain. 3) Interdepedensi Komponen-komponen dari suatu sistem tidak hanya saling mengkait dan berhubungan tetapi juga adanya saling memerlukan. 4) Integrasi Pengertian integrasi yaitu salah satu konsep pendekatan secara sistem dapat menunjukkan keberhasilan untuk memecahkan masalah yang terjadi di dalam suatu ekosistem. Semua komponen
di dalam ekosistem
dirancang secara terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu. 5) Tujuan Sistem Bentuk tujuan dari suatu sistem adalah output. Untuk itu hasil pengukuran tujuan sistem diusahakan berbentuk ukuran kuantitatif dan jelas sehingga
9
di dalam pengambilan keputusan dalam sistem secara keseluruhan akan terpusat untuk selalu konsisten dengan tujuannya. 6) Organisasi sistem Organisasi sistem menyangkut fungsi, struktur, dan hierarkis. Pada pengorganisasian sistem diusahakan agar komponen-komponen mencapai tujuan yang selaras dengan tujuan keseluruhan.
B. Sumber Daya Air Habitat-habitat perairan dibagi menjadi 3 yaitu sistem air tawar, estuaria (air payau), dan air laut. Meskipun jumlah habitat air tawar adalah relatif kecil dibandingkan dengan habitat air lainnya, namun
mempunyai
fungsi yang cukup penting untuk manusia. Penggunaan air tahun 2000 oleh manusia kira-kira 4350 km3 air dalam satu tahun. Dari jumlah tersebut 60% digunakan untuk keperluan air irigasi pertanian, 30% untuk keperluan proses industri dan pendingin, dan 10% digunakan untuk keperluan domestik (memasak, mencuci, dan minum) (Raven, 1993) Sumber daya air merupakan sumber daya alam non hayati dan dapat diperbaharui, artinya air termasuk sumber daya alam yang jika habis dapat diperbaharui lagi. Namun jika badan air terus menerus tercemar limbah maka suatu saat air yang bersih akan langka. Untuk itu penggunaan air harus efisien dan selalu dijaga agar tidak tercemar zat-zat berbahaya. Dalam ilmu hidrologi modern, ketiga siklus di alam yaitu siklus hidrologi, siklus erosi, dan siklus biokimia,
akan
berinteraksi
dengan
faktor-faktor
ekonomi
seperti
10
pembangunan dan urbanisasi serta dengan faktor sosial yaitu pertumbuhan penduduk dan perubahan kebiasaan/budaya kehidupan (Pusposutardjo dan Susanto, 1993) Siklus hidrologi yaitu suatu pola pendauran umum yang terdiri dari susunan gerakan-gerakan air dan transformasinya, meliputi proses kondensasi, presipitasi, infiltrasi, dan perkolasi. Siklus air atau daur air dimulai dari peristiwa pemanasan terhadap air laut oleh sinar matahari, kemudian air laut menguap dan terjadilah kondensasi yang berpengaruh terhadap iklim di suatu tempat, sesudah itu terjadi presipitasi atau hujan yang merupakan sumber air bagi semua makhluk hidup. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan mengalami 2
peristiwa yaitu mengalir di permukaan tanah sebagai air
permukaan dan infiltrasi yaitu air masuk kembali ke dalam tanah lalu terjadi perlokasi yaitu aliran air di lapisan-lapisan tanah serta batuan. Air permukaan digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari seperti untuk irigasi, transportasi, dan keperluan domestik lainnya. Sedangkan air tanah merupakan cadangan air bersih bagi manusia dan tumbuhan. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan air tanah dan air permukaan sangat mempengaruhi kelestarian sumber daya air tersebut. Pengertian Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Klasifikasi Mutu Air adalah pengelompokan air ke dalam kelas air berdasarkan mutu air. Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
11
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air (Anonim, 2008d). Sedangkan pengertian baku mutu lingkungan adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Anonim, 1997a). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 8, sumber daya air dapat diklasifikasikan menurut peruntukannya dan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8 No. 1
Kelas I
Keterangan Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2
II
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3
III
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4
IV
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (Anonim, 2001b)
12
Sedangkan baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I. No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah sebagai berikut : Tabel 2. Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8 PARAMETER A. FISIKA 1. Temperatur 2. Residu Terlarut (TDS) 3. Residu Tersusensi (TSS) B. KIMIA ANORGANIK 1. Ph 2. 3. 4. 5. 6. 7.
BOD COD DO Total pospat sbg.P Nitrat sebagai N NH3-N
SATUAN
KELAS
Keterangan
I
II
III
IV
o C mg/l
deviasi 3 1000
deviasi 3 1000
deviasi 3 1000
deviasi 5 2000
mg/l
50
50
400
400
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, TSS≤5000mg/l
6-9
6-9
6-9
5-9
Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah.
2 10 6 0,2 10 0,5
3 25 4 0,2 10 (-)
6 50 3 1 20 (-)
12 100 0 5 20 (-)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Keterangan : (-) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter
Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan ammonia bebas untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3
(Anonim, 2001b)
Sehubungan dengan lokasi penelitian ini berada di Daerah Istimewa Yogyakarta maka peraturan yang akan digunakan adalah merujuk pada Peraturan yang lebih khusus yang mengatur tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang
Baku Mutu Air di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yaitu sebagai berikut :
13
Tabel 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5 No. 1
Kelas I
2
II
3
III
4
IV
Keterangan Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (Anonim, 2008d)
Sedangkan baku mutu air dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut : Tabel 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Parameter Baku Mutu Air DIY A. Fisika 1. Suhu
Satuan
2. Residu Terlarut (TDS) 3. Residu Tersuspensi (TSS) B. Kimia 1. Ph 2. BOD 3. COD 4. DO 5. Pospat 6. Nitrat 7. Amoniak (NH3)
o
Kelas I
Kelas II Kelas III Kandungan
Kelas IV
mg/l
± 3oC Terhadap suhu udara 1000
± 3oC Terhadap suhu udara 1000
± 3oC Terhadap suhu udara 1000
± 3oC Terhadap suhu udara 2000
mg/l
0
50
400
400
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
6-8,5 2 10 6 0,2 10 0,5
6-8,5 3 25 5 0,2 10 (X)
6-9 6 50 4 1 20 (X)
5-9 12 100 0 5 20 (X)
C
Keterangan
Deviasi suhu dari keadaan alamiah
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, TSS≤5000mg/l
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kan-dungan ammonia bebas untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3
Keterangan :
14
(X) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter
(Anonim, 2008d) Berdasarkan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Gubernur tersebut
dapat dilihat batas-batas kandungan bahan-bahan kimia atau sifat fisik air yang disesuaikan dengan fungsi dan golongan air. Air yang digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar termasuk air kelas II. Sedangkan air yang digunakan untuk irigasi pertanian adalah air kelas IV. Kualitas air klas IV lebih rendah dibandingkan dengan air klas I, klas II, maupun klas III, hal ini disebabkan oleh adanya toleransi yang lebih tinggi bagi tanaman terhadap perubahan-perubahan sifat fisik maupun kimia air. Usaha membesarkan Ikan Bawal merupakan usaha yang cukup prospektif. Hal ini disebabkan kebutuhan pangan di Indonesia dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan tentunya
banyak memberikan
peluang bagi siapa saja yang mau dan mampu memanfaatkannya. Apalagi kekayaan alam Indonesia sangat melimpah sehingga sangat mendukung dalam pengembangan usaha pangan. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia sangat diuntungkan dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga mendukung pengairan baik untuk pertanian maupun perikanan air tawar. Potensi akan kebutuhan ikan air tawar di wilayah Yogya cukup besar dimana selama ini untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari luar kota. Kondisi aliran irigasi yang cukup baik untuk pembesaran ikan, wilayah di Kabupaten Sleman tersebut sangat prospek untuk budidaya ikan air tawar. Selain itu, kelebihan budidaya ikan air tawar dibanding binatang ternak yaitu tidak membutuhkan modal yang cukup besar tetapi hasilnya cukup maksimal
15
serta pemeliharaan yang relatif mudah. Melihat perkembangan usaha pembesaran ikan air tawar cukup bagus. Hasilnya,ternyata hasil dari 1 kolam setara dengan hasil panen padi 1 lahan penuh. Keberhasilan petani ikan ini membuat para peternak ikan Bawal tersebut berkeinginan untuk mulai mengajak saudara-saudara dan tetangganya untuk mengembangkan usaha ini sehingga terbentuklah kelompok pembudidaya ikan Mina Mulya (Anonim, 2010e). Gambar 1 di bawah merupakan kolam ikan Bawal yang menjadi obyek penelitian.
Gambar 1. Kolam ikan Bawal Jenis ikan yang dibudidayakan oleh Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya adalah bawal dan nila yang relatif mudah pemeliharaannya dan cepat siklus panennya ±2 bulan. Kelompok tersebut memiliki 36 kolam dan 4 kolam terpisah dimana 1 kolam bisa menghasilkan 50-80 kg sekali panen dimana setiap kolam ditebar bibit ±1000 ekor ikan yang berukuran 15-40 ekor/ kg. Bibit tersebut diperoleh dari kelompok pembibit dan dinas perikanan. Harga bibit bawal Rp 20.000,- dan nila Rp 25.000,- per kg. Sedangkan untuk pakannya dilakukan substitusi, terutama pakan alami dari daun-daunan dan sisa makanan rumah
16
tangga serta industri makanan. Sebagai nutrisi, digunakan ikan teri rancah. Pakan alami tersebut mereka peroleh dari daerah sekitarnya. Sedangkan pakan pabrikan hanya sedikit yang digunakan. Berdasarkan pengamatan mereka, penggunaan pakan alami lebih efektif dan kualitas ikan lebih baik terutama untuk bobot ikan dan rasanya lebih gurih. Biaya pakan yang dibutuhkan selama 1 siklus total 20% dari harga jual. Pada proses pemeliharaannya, masing-masing anggota mengelola sendiri kolamnya. Saat panen, mereka saling bergotong royong membantu memanen anggota lainnya sehingga untuk tenaga kerja tidak membutuhkan biaya besar.
Proses budidaya pembesaran ikan bawal dan nila cukup sederhana. Setelah panen, kolam dikeringkan yang bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang ada dan meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah. Agar hasil lebih maksimal, ditambahkan pupuk kandang untuk menciptakan plankton yang berfungsi sebagai pakan bagi bibit ikan. Kemudian kolam diairi air dan bibit siap ditebarkan.
Pemanfaatan air di saluran irigasi sekunder untuk pengairan kolam ikan tidak sampai mengganggu irigasi pertanian karena air dialirkan kembali menuju irigasi pertanian. Untuk 1 meter persegi, idealnya populasi ikan 50 ekor. Disesuaikan dengan ransum dan sirkulasi air dimana sirkulasi air mempengaruhi kandungan oksigen sehingga berpengaruh terhadap nafsu makan dan pertumbuhan ikan. Bibit diberi pakan pabrikan dan kombinasi daun singkong. Pada proses pembesarannya, kolam yang dipakai oleh setiap petani berbeda. Bila hanya
17
menggunakan 1 kolam, maka dilakukan penjarangan. Panen ikan dilakukan secara bertahap supaya populasi ikan dalam 1 area bisa optimal. Sedangkan bila menggunakan beberapa kolam, maka setelah mencapai ukuran tertentu, ikan dipindahkan ke kolam yang telah disiapkan. Untuk bibit ikan yang berukuran besar, terkadang diberi pakan menggunakan gulma yang ada di tanaman padi. Ikan dikatakan siap panen bila berukuran 2-3 ekor/kg supaya harga jual maksimal.
Keunggulan budidaya Mina Mulya ada di ransum yang variatif, biaya produksi lebih murah dan rasa ikan yang lebih gurih serta bobot ikan lebih baik. Ransum tersebut tidak sengaja diciptakan secara khusus tetapi karena penyesuaian kondisi ekonomi masyarakat sehingga mereka mencoba untuk menemukan pakan alternatif. Pembeli hasil panen mereka mayoritas pedagang ikan yang kemudian mereka distribusikan ke rumah makan atau pemancingan. Harga jual ke pedagang besar tersebut berkisar Rp 9500/kg untuk bawal dan untuk nila Rp10.000Rp.12.000/kg. Padahal di tingkat pembeli rumah makan atau pemancingan, harga bawal mencapai Rp.12.000,-/kg dan nila Rp.15.000,-/kg.
Setiap usaha tentu tidak lepas dari kendala. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya pembesaran ikan Bawal ini yaitu pengembangan usaha terbatas lahan, masyarakat belum terbuka untuk beralih ke perikanan daripada pertanian padi. Selain itu dalam proses pemasaran, sulit untuk memutus rantai penjualan langsung ke pembeli akhir dan di satu sisi biasanya pembeli, seperti pihak rumah makan atau pemancingan, meminta suplai rutin setiap bulannya yang tidak bisa dipenuhi oleh petani sampai saat ini. Saat ini dirasa juga
18
perlu penyeragaman harga jual dalam kelompok tani supaya harga tidak dipermainkan tengkulak. Hanya saja kebutuhan uang yang mendesak terkadang membuat petani menjual cepat dengan harga murah.
Rencana ke depan, kelompok pembudidaya ikan sedang mengajukan proposal ke dinas perikanan untuk pengembangan kolam penampungan yang akan digunakan untuk pembelian hasil panen anggota untuk menampung sementara supaya harga jual bisa maksimal. Selain itu juga mencoba memberi peluang usaha untuk penjualan eceran ke perumahan-perumahan di sekitarnya. Karena kolam belum siap, kolam yang ada dimanfaatkan dengan bekerjasama pengelolaan dimana bibit disediakan oleh kelompok, dipelihara salah 1 anggota, kemudian setelah dipotong biaya bibit, sisanya bagi hasil 40% untuk kelompok tani dan 60 untuk pengelola.
Sedangkan analisis ekonominya yaitu dengan asumsi :
Penebaran bibit tiap jenis setiap 1.000 ekor. Tingkat kematian dari penebaran sampai panen 25%. Jika pengeluaran pakan sebesar 20% dari harga jual. Ukuran konsumsi 3 ekor/kg. Pengeluaran : Pembelian bibit bawal = 40 kg x Rp 20.000,00 = Rp 800.000,00 Pembelian bibit Nila = 40 kg x Rp 25.000,00 = Rp 1.000.000,00 Total biaya Bibit
= Rp 1.800.000,00
Pakan :
19
Pembelian pakan = 20% x Rp5.125.000,00 = Rp 1.025.000,00 Biaya Penjualan = 5% x Rp 5.125.000,00 = Rp 256.250,00 Total
= Rp 1.281.250,00
Total Pengeluaran = biaya bibit + biaya pakan = Rp1.800.000,00 + Rp1.281.250,00 = Rp 3.081.250,00 Pendapatan : Penjualan Ikan Bawal = 250 kg x Rp 9.500,00 = Rp 2.375.000,00 Penjualan Ikan Nila = 250 kg x Rp11.000,00 = Rp 2.750.000,00 Total Penjualan
= Rp 5.125.000,00
Keuntungan = Rp. 5.125.000,00 - Rp. 3.081.250,00 = Rp 2.043.750,00. (Anonim, 2010h) Secara ekonomi, usaha pembudidayaan ikan Bawal ini menguntungkan karena produktivitas ikan Bawal yang tinggi. Namun perlu dicermati tentang kemungkinan adanya eutrofikasi yang merupakan sisi negatif dari usaha ini.
C. Ekosistem Perairan Air bersifat sebagai pelarut yang sangat baik sehingga semua makhluk hidup memerlukan air untuk proses metabolisme tubuh. Manusia mempunyai peranan yang penting dalam memelihara kelestarian sumber daya air. Namun begitu ekosistem perairan di pengaruhi oleh kondisi geologis, fisiografis, iklim,flora-fauna, tata guna lahan, dan kegiatan manusia lainnya.
20
Unsur-unsur biotik dalam ekosistem, berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : a. Autotrof yaitu organisme yang mampu menyediakan makanan sendiri berupa bahan-bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari. b. Heterotrof yaitu organisme yang hanya mampu memanfaatkan bahanbahan oganik dari organisme lain sebagai bahan makanan. Makhluk hidup autotrof yaitu makhluk hidup yang berperan utama sebagai pengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimiawi. Contoh tumbuhan yang memiliki zat hijau daun dan akan menjadi produsen primer pada komunitas tersebut. Sedangkan makhluk hidup heterotrof yaitu makhluk hidup yang hidupnya tergantung dari produsen
atau makhluk hidup autotrof., dan
ini disebut konsumen tingkat pertama. Menurut Odum (1996), klasifikasi organisme pada lingkungan perairan yaitu : a. Plankton, yaitu makhluk hidup yang melayang-layang di permukaan perairan. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. b. Nekton yaitu makhluk hidup yang hidup diperairan dengan gerakan bebas yang terdiri jenis ikan, katak, dan serangga air. c. Benthos yaitu makhluk hidup yang hidup di dasar perairan, biasanya terdiri dari organisme dekomposer, cacing, udang, dan larva serangga. Fitoplankton merupakan produsen di dalam ekosistem perairan, yang terdiri jenis alga atau ganggang bersel satu. Sedangkan zooplankton merupakan konsumen tingkat pertama atau herbivora.
21
Menurut Sigit (2001), faktor-faktor kimia suatu perairan yaitu : a. pH (derajat keasaman) pH adalah derajat keasaman atau menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan yang menentukan distribusi dan kemelimpahan organisme perairan. Kondisi yang baik adalah jika pH netral, sedangkan pH air tawar berkisar 6,0-8,8. pH air dipengaruhi oleh CO2 terlarut, jika CO2 terlarut banyak maka pH semakin rendah (semakin asam). b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO) DO adalah oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan oksigen dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam suatu perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. (Jeffries&Mills, 1996). Harga DO air tawar dingin lebih tinggi dari pada harga DO air asin. Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk respirasi. Oksigen terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau di perairan. Jika pada batas tertentu oksigen yang terlarut di perairan habis maka air menjadi keruh. Hal ini disebabkan oleh penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida,dan senyawa organik sulfur sehingga menimbulkan bau perairan yang tidak sedap. c. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD yaitu menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dbutuhkan oleh mikroba
aerob
untuk
mengoksidasi
bahan
organik
menjadi
22
karbondioksida
dan air atau jumlah oksigen terlarut yang digunakan
tumbuhan dan hewan untuk proses oksidasi kimia karbon (metabolisme) (Alaerts dan Santika, 1984) Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu semakin tinggi nilai BOD maka mengindikasikan
bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh bahan
organik (Lee et al, 1978). d. COD (Chemical Oxygen Demand) COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi (Lee et al, 1978). e. Materi Organik Ekosistem air tawar ada yang telah terpolusi oleh sampah domestik, limbah industri, dan pertanian. Penguraian bahan organik di perairan dilakukan bakteri dan
jamur, yang menggunakan oksigen untuk
merespirasinya. Jika timbunan materi atau bahan organik cukup banyak maka akan terjadi kematian hewan-hewan air dan menimbulkan bau yang tidak sedap. f. Kadar Nitrogen Nitrogen berasal dari atmosfer, tetapi ada beberapa organisme yang dapat memanfaatkan nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi materi organik, hal ini disebut fiksasi nitrogen. Tumbuhan air menggunakan nitrogen dalam bentuk senyawa nitrit, nitrat, dan amonia. Pengambilan
23
nitrogen juga dapat dari penguraian bahan organik. Bahan organik diuraikan oleh bakteri atau dideaminasi, melepaskan amonia. Sedangkan proses nitrifikasi yaitu proses yang dilakukan bakteri untuk mengubah amonia menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat. Jika kadar nitrat dalam air cukup tinggi maka akan menurunkan kualitas perairan sehingga tumbuhantumbuhan air akan subur. (Boyd, 1988) g.
Pospor Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai elemen tetapi pada umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut (ortopospat dan polipospat) dan pospat organik partikulat. Sumber pencemaran phospat berasal dari penggunaan deterjen berpospat. Jika kadar pospat melebihi batas maka derajat eutrofikasi akan besar. Perikanan atau budidaya ikan merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh produktivitas yang tinggi dan efisien, apabila dibandingkan dengan mengandalkan sumber daya ikan liar di air. Kolam-kolam ikan direkayasa untuk menyederhanakan ekosistem, yaitu membatasi komponen yang terlibat langsung pada mata rantai makanan linier yang mengarah pada hasil yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengatur ukuran dan kedalaman badan air, dosis pemupukan, dan komposisi jenis serta perbandingan ukuran populasi ikan. Hal lain yang tidak boleh dilupakan yaitu perbandingan ikan peramban (forage fish) dengan ikan karnivora utama (carnivora fish) (Sigit, 2001).
h. Amonia
24
Amonia (NH3) dan garam-garamnya
bersifat mudah larut dalam air.
Amonia yang terdapat pada mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein &urea) nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah. Amonia juga dapat berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati yang dilakukan oleh mikroba dan jamur, proses ini disebut amonifikasi. NH3 dalam air akan membentuk NH4OH dan NH4OH ini jika tidak terionisasi sempurna maka akan bersifat toxid terhadap organisme aquatik.
D. Pencemaran Air Tawar Adanya pemanfaatan air sungai oleh manusia untuk kolam pemeliharaan ikan maka akan menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini dapat terjadi karena masuknya limbah atau bahan-bahan buangan ke badan air. Sedangkan pengertian pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Anonim, 1997a). Sumber-sumber pencemar air dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu : a. Pencemaran fisik : pencemaran warna, kekeruhan, zat tersuspensi, busa, radioaktivitas, dan suhu. b. Pencemaran kimiawi, ada 2 macam yaitu : 1) Polutan organik berupa protein, lipid, sabun, deterjen sintetik, karbohidrat, resin, batubara, minyak, dan ter.
25
2) Polutan anorganik berupa asam, alkali, logam berat, dan garam. c. Pencemaran fisiologi berupa rasa dan bau.
Untuk daerah tropis, pencemaran perairan banyak disebabkan oleh limbah organik, yang dapat mengakibatkan : a. Jumlah oksigen terlarut (DO/Dissolved Oxygen) di perairan berkurang dan nilainya lebih kecil dari nilai standarnya. b. Timbulnya zat makanan anorganik seperti amonia, nitrat, dan phospor. Zat-zat ini dapat menyebabkan bertambah tingginya kadar hara di dalam ekosistem perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan tumbuhan air seperti alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi kadar oksigen perairan (Cummin, 1977). Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara aerob, artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen dan phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas air tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari atau rekreasi. Ciri-ciri biotik perairan yang mengalami eutrofikasi yaitu adanya pertumbuhan pesat tumbuhan air terutama golongan alga dan cyanobacteria (Allaby, 1996). Tumbuhan air tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kimiawi perairan yaitu pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-, PO4-3. Sedangkan pengaruh terhadap kualitas fisik perairan yaitu dapat dilihat dari suhu, TSS, TDS, dan tingkat kekeruhan air. Hal ini disebabkan karena banyaknya materi organik yang
26
terlarut dan meningkatnya endapan di perairan. Sebagai akibatnya, toksisitas perairan naik sehingga air menjadi beracun bagi kehidupan. Satuan individu akan membentuk populasi, dan satuan-satuan populasi akan membentuk komunitas. (Odum, 1996). Komunitas memiliki 5 karakteristik yaitu diversitas jenis, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominasi, kemelimpahan relative dan struktur trofik. (Krebs, 1978)
E. Ikan Bawal Di
dalam
lingkungannya,
kumpulan
tumbuhan,
hewan,
dan
mikroorganisme hidup saling bergantung dan membentuk komunitas yang dapat diidentifikasikan fungsi dari masing-masing organisme. Pada tesis ini dipilih air kolam ikan bawal sebagai objek penelitian. Usaha pembesaran ikan Bawal air tawar (Colossoma Macropomum) dilakukan dengan maksud untuk memperoleh ikan Bawal ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur. Ikan Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Sleman. Hal ini terbukti dengan terdapat banyak kolam ikan sebagai tempat pembudidaya ikan Bawal yang terletak di kabupaten Sleman dan para pemilik kolam ikan tersebut membentuk Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) seperti KPI Mina Mulya yang sedang kami jadikan obyek penelitian. Gambar 2 merupakan wujud ikan Bawal air tawar.
27
Gambar 2. Ikan Bawal air tawar Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :
d. Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora) yang condong lebih banyak makan dedaunan e. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik f. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami (Anonim , 2001c).
Tahap selanjutnya adalah mempersiapkan Kolam. Kolam untuk pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya. Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Langkah-langkahnya yaitu :
a. Mula-mula kolam dikeringkan sehingga tanah dasarnya benar-benar kering. Tujuan pengeringan tanah dasar antara lain : 1) Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor (penyaing makanan).
28
2) Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam. 3) Memungkinkan terjadinya pertukaran udara (aerasi) dipelataran kolam, dalam proses ini gas-gas oksigen (02) mengisi celahcelah dan pori-pori tanah.
b. Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada. c. Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100 meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap proses pengeringan. d. Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak menjadi racun bagi ikan. e. Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedidit demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna
29
air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari setelah pemupukan). (Anonim, 2010f)
Sedangkan proses pemilihan dan Penebaran Benih ikan Bawal terdiri dari:
a. Pemilihan benih. Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik. Adapun ciri-ciri benih yang baik antara lain sehat, anggota tubuh lengkap, aktif bergerak, ukuran seragam, tidak cacat, tidak membawa penyakit, dan jenis unggul.
b. Penebaran benih Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih ikan tidak dalam kondisi stress saat berada dalam kolam. Cara adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih tertutup rapat dimasukan ke dalam kolam, biarkan sampai dinding plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam kolam masukkan sedikit demi sedikit ke dalam plastik tempat benih sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya
benih
ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.
Hasil ikan yang baik juga ditentukan oleh kualitas pakan dan cara pemberiannya pada ikan. Kualitas dan kuantitas pakan sangat
30
penting dalam budidaya ikan karena hanya dengan pakan yang baik maka ikan dapat tmbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral. Ikan bawal bersifat omnivora sehingga makanan yang diberikan kepada ikan Bawal dapat berupa daun-daunan, pellet, sisa-sisa makanan yang berasal dari rumah tangga, warung makan/restoran, atau hotel. (Anonim, 2010g).
Pakan yang diberikan sejumlah 3-5 % berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara) dan pemberian pakan dapat dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada kolam. Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan bawal dipelihara 4-6 bulan dan waktu tersebut, ikan bawal telah mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4 ekor/m2. (Anonim, 2010h)
F. Asas-Asas Ilmu Lingkungan Menurut Soeriaatmadja (1989:3), pengertian asas ilmu lingkungan adalah penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan sebagai landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih spesifik. Sedangkan asas-asas ilmu lingkungan yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain :
31
1. Asas 2. Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Hal ini sesuai dengan Hukum Termodinamika kedua yaitu energi tidak pernah hilang di alam raya, tetapi energi tersebut akan terus diubah ke dalam bentuk lain yang kurang bermanfaat. 2. Asas 3. Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumber alam. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang bermanfaat bagi seluruh bentuk kehidupan di alam. 3. Asas 5. Ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam
yang
pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut. Air merupakan sumber alam
yang tidak dapat diperbaharui sehingga penggunaan air
haruslah efektif dan efisian serta dihindarkan dari proses pencemaran sehingga air dapat digunakan tidak hanya untuk satu keperluan. (Soeriaatmadja, 1989)
G. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu : 1.
Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 1994/1995, ”Pengelolaan Budidaya Ikan di Perairan Umum”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di Klaten terdapat sumber daya air yang melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya jenis ikan air tawar dengan sistem kolam air deras. Jenis ikannya yaitu nila merah, kakap, tombro, dan lele dumbo.
32
2.
Sigit, 2001, ”Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat Kegiatan Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usaha pemancingan telah mengubah kualitas air sungai menjadi lebih buruk, namun jika ditinjau dari segi sosial ekonomi, usaha pemancingan ini cukup menguntungkan bagi para pengelola pemancingan ikan.
3.
Subaningsih, 2000, ”Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat sosial ekonomi dari nelayan dengan sistem karamba adalah lebih sejahtera dibandingkan dengan nelayan tradisional.
H. Kerangka Berpikir Komponen biotik, abiotik, dan lingkungan manusia merupakan tiga komponen penyusun lingkungan, yang membentuk suatu ekosistem yang terjadi hubungan timbal balik antar komponen tersebut. Air merupakan salah satu komponen fisik yang sangat berpengaruh terhadap komponen biotik serta lingkungan manusia karena air digunakan tumbuhan, hewan, dan manusia dalam kehidupannya. Adanya kolam-kolam pemeliharaan ikan dapat menyebabkan kualitas air yang masuk ke kolam ikan menjadi lebih buruk karena adanya pakan ikan yang merupakan bahan organik yang dimasukkan ke dalam kolam, di mana sebagian dimakan ikan namun ada yang tersisa dan berubah menjadi limbah organik. Limbah organik
33
tersebut akan mengakibatkan turunnya kualitas air kolam, selain juga disebabkan adanya perilaku sebagian masyarakat yang membuang limbah domestik dan limbah pertanian ke badan air. Pada penelitian ini memilih jenis ikan bawal karena ikan bawal air tawar atau Colossoma macropomum adalah salah satu ikan unggulan budi daya perikanan air tawar. Kelebihan ikan bawal ini, ukuran badannya cukup besar, dagingnya gurih, dan tidak banyak duri. Dari sisi rasa, ikan bawal air tawar tidak kalah lezat dibanding ikan bawal air laut (Azahari, 2008). Sedangkan kerangka berpikir adalah sebagai berikut : -Limbah domestik -Limbah pertanian
Pakan ikan : (Pellet&makanan alternative ikan)
Air Sungai Kuning
Kolam ikan Bawal
-
Limbah dari : Sisa makanan ikan Kotoran ikan Sisa pupuk
Kualitas air menurun
Eutrofikasi tinggi Gambar 3. Kerangka berpikir
34
I. Hipotesis Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka dapat disusun hipotesis bahwa : 1. kualitas air kolam ikan bawal akan menurun jika ditinjau dari sifat fisika dan sifat kimia. 2. derajat eutrofikasinya tinggi.
35
36
37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penulis melakukan penelitian pada air kolam ikan Bawal Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya di Tempelsari,
Maguwoharjo,
Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Air contoh uji (sampel air) dianalisis di Laboratorium Kimia Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta. 2. Waktu penelitian Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Januari 2010, yang meliputi tahap pengambilan air contoh uji dan analisis laboratorium yang dilaksanakan setelah air contoh uji diambil.
B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer elektrik, TDS meter, Spektrofotometer DR/2010, pH meter, gelas piala 100 ml, DO Meter Hach model 16046, timbangan listrik, gelas ukur (ukuran 10 ml dan 50 ml), botol BOD, COD reaktor, pipet volumetrik (ukuran 5 ml, 10 ml, 20 ml, dan 25 ml), labu ukur (ukuran 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml, dan 1000 ml)), pipet gondok (ukuran 5 ml dan 10 ml), tabung reaksi bertutup 20 ml,
labu erlenmeyer (ukuran 100 ml dan 250 ml), Buret 50 ml, pipet Pasteur, pipet tetes, corong gelas, botol sampel, dan kertas tisu. 2. Bahan penelitian Penelitian ini menggunakan bahan-bahan sebagai berikut : air contoh uji (air sampel), aquades, larutan buffer pH 4,01 dan 7,00, larutan MgSO4, larutan CaCl2, larutan FeCl3, larutan penyangga pospat, larutan baku kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,01667M, larutan ferro amonium
sulfat
[Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O] atau FAS (0,1 M dan 0,05M), larutan asam sulfat (H2SO4) (1N dan 5N), larutan induk amonia 1000 mg/l, larutan kalium antimonil tartrat [K(SbO)C4H4.1/2 H2O], larutan amonium molibdat [(NH4)6Mo7O24.4H2O], larutan asam askorbat [C6H8O6] 0,1M, larutan campuran (50 ml larutan H2SO4 5N, 5ml larutan kalium antimonil tartrat, 15 ml larutan amonium molibdat, dan 30 ml larutan asam askorbat), larutan SRM 1000 g P//L, larutan baku pospat 10 mg P/L, larutan kerja pospat, larutan HCl (1N dan 6N), larutan induk Standart Referensi Material (SRM) 1000 mg/l NO3- dan 1000 mg/L NO2-, butir cadmium (Cd) ukuran 20-100 mesh, kertas saring bebas nitrat berpori yang berdiameter 0,45 mikrometer, larutan Nesser, larutan NaOH 6N.
C. Variabel Penelitian Pada penelitian ini , akan dikaji kualitas air dari inlet (air pada saluran air sebelum masuk kolam), air kolam atas, air kolam bawah, dan outlet (air sungai Kuning yang telah tercampur dengan air buangan kolam ikan Bawal).
39
Pada setiap pengambilan sample, dilakukan pengambilan air contoh uji (sample) pada 4 titik dan selanjutnya akan diukur/diuji parameter-parameter yaitu sebagai berikut : a.
Parameter fisik : suhu, TSS, dan TDS.
2.
Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, , NO3-, PO4-3, NH3.
Pengambilan sample dilakukan setiap 2 minggu dan diulangi sampai 5 kali pengambilan sample.
D. Cara Kerja 1.
Penentuan titik sampel dan jenis sampel Tujuan dasar pengambilan sampel yaitu untuk memperoleh air contoh uji/ cuplikan sampel air yang cukup (dalam jumlah kecil) tetapi sudah memadai untuk mewakili populasi atau lokasi yang dikaji secara akurat (Wetzel, 1983). Hal ini berarti bahwa pengambilan air contoh uji dalam jumlah yang sedikit agar lebih mudah dibawa ke laboratorium untuk dianalisis tetapi air contoh uji dapat mewakili kondisi dan situasi ekosistem. Mengambil air contoh uji (sample) dari badan air yang akan diteliti yang dapat mewakili karena sifat-sifatnya sama dengan badan air tersebut, perlu kecermatan khusus untuk menentukan lokasi pengambilan air contoh uji pada badan air yang mengalir. Hal ini disebabkan karena adanya aliran air, saluran-saluran air yang masuk ke badan air, dan musim yang tidak merata. Pada umumnya, titik pengambilan sampel
40
dipilih agar sampel benar-benar dapat mewakili badan air tersebut, debit dapat diukur dengan teliti, dan daerah drainase yang menyebabkan pencemaran dapat diketahui secara tepat. Daerah-daerah tersebut terdiri dari sumber pencemaran setempat dan sumber pencemaran yang tersebar. Titik pengambilan sampel merupakan bagian dari badan air yang dapat menangkap semua sumber pencemaran baik yang tersebar maupun setempat. (Alaerts dan Santika, 1984) Juga ada penjelasan tentang jenis-jenis air contoh uji yaitu bahwa air contoh uji di ekosistem perairan dibedakan menjadi dua yaitu grab sample dan composite sample. Pembagian jenis-jenis sampel tersebut berdasarkan
jenis
penelitian
variabilitas
temporal
dan
spasial
(Goldman&Horne, 1983) Penelitian ini menggunakan jenis air contoh uji jenis grab sample yaitu air contoh uji yang dikoleksi seketika pada suatu titik tunggal pada suatu waktu di perairan. Penentuan titik sampel dilakukan di setiap lokasi pengambilan sampel pada lima titik sampel yaitu pada aliran air masuk (inlet), tepi kiri, tepi kanan, tengah kolam, dan aliran keluar (outlet). Penentuan titik sampel pada air sungai Kuning mempertimbangkan lebar sungai, kedalaman, kecepatan aliran air, dan debit air.
2. Pengambilan sampel Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah pendekatan yang digunakan dalam mengkaji masalah-masalah dalam penelitian. Metode
41
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode time series, yaitu metode mengambil air contoh uji atau cuplikan dengan interval waktu dan ukuran tertentu. Pada penelitian ini, air contoh uji air kolam ikan Bawal diambil dari empat lokasi pengambilan sampel. Pada kolam pemeliharaan ikan yang menjadi lokasi penelitian, terdapat satu saluran air yang masuk ke kolam dan air kolam keluar
dari kolam lalu
bercampur dengan air Sungai Kuning. Sumber pencemar dapat diidentifikasi dari kolam-kolam ikan sehingga air contoh uji diambil dari saluran air masuk (inlet), 2 titik pada badan kolam (kolam atas dan kolam bawah), dan air sungai Kuning yang tercampur dengan air kolam (outlet). Pada masing-masing lokasi pengambilan sampel, diambil sampel pada lima titik pengambilan sampel, kemudian lima data tersebut dihitung nilai rata-ratanya. Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu sebanyak 5 kali. Harapannya akan dapat dianalisis hubungan antara waktu pengambilan air contoh uji dengan kualitas air kolam dan derajat eutrofikasi air kolam sehingga akan dapat membuktikan kebenaran hipotesis. Pencarian data dilakukan menggunakan yaitu mencari sumbersumber data primer atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya kualitas air di lokasi penelitian. Air contoh uji kolam ikan Bawal diambil dengan menggunakan botol-botol steril serta botol gelap untuk pengukuran BOD dan COD. Untuk mendapatkan kejelasan dan kajian
42
yang tajam maka kami melakukan pembatasan parameter yang akan diuji yaitu : Parameter fisika : suhu, TSS, dan TDS.
b.
Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, NO3-, PO4-3, NH3.
c.
Derajat eutrofikasi air kolam.
3.
a.
Cara kerja pengukuran parameter fisika i.
Suhu (T) 1) Melakukan
pemeriksanaan
suhu
udara
di
lokasi
dengan
menempatkan termometer dan termometer tidak boleh kontak langsung dengan sinar matahari, biasanya termometer dilindungi dengan bayangan badan sampai stabil dan mencatat suhunya. 2) Kemudian langsung mencelupkan termometer ke dalam air yang akan diukur suhunya, sampai batas skala baca, membiarkan 2-5 menit sampai skala suhu pada alat stabil. Melakukan pembacaan tanpa mengangkat termometer dari air tersebut
ii.
Total Dissolved Solid (TDS) Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF dan memilih menu
Measure
dengan
menekan
tombol
ppm.
Selanjutnya
memasukkan elektrode ke dalam air contoh uji dan membaca langsung hasil TDS pada layar.
43
iii.
Total Suspended Solid (TSS) Menekan power ON pada alat Spektrofotometer DR/2010, lalu memasukkan program 630 dan tekan ENTER. Selanjutnya mengatur panjang gelombang 810 nm dan memasukkan aquades sebagai blanko dalam botol sample dan menempatkannya dalam cell sample, menutup, dan menekan ZERO. Menggojog contoh uji dan segera memasukkannya ke dalam botol sample dan menempatkannya ke dalam cell sample, menutupnya dan menekan READ. Selanjutnya membaca konsentrasi TSS pada layar monitor spektrofotometer.
4.
Cara kerja pengukuran parameter kimia i.
pH dan DO Pengukuran pH dan DO perairan dilakukan langsung di lapangan sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Alatnya yaitu DO meter Hach model 16046. Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu yaitu : 1. Membilas elektrode dengan larutan penyangga 7,00 sebanyak 3 kali lalu mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut, mengukur pH larutan buffer dan mengatur alat sehingga skala pH menunjukkan angka 7,00. 2. Membilas-bilas elektrode dengan larutan penyangga
4,01
sebanyak 3 kali lalu mengeringkannya dan mengukur pH larutan buffer.
44
3. Mengatur alat sehingga skala pH menunjukkan angka 4,01 dan alat siap untuk digunakan untuk pengujian. Cara kerja pengukuran pH dan DO adalah : 1) Membilas elektrode dengan aquades sebanyak
tiga kali dan
mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut. Lalu merendam elektrode ke dalam air contoh uji selama kurang lebih 1 menit kemudian mengeringkannya dengan kertas tisu. 2) Mengganti air contoh uji dan merendam elektrode ke dalam air contoh uji tersebut sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap pada layar display. Begitu pula dengan kadar DO, nilainya juga akan tampak pada display.
ii.
BOD (Biological Oxygen Demand) Pengukuran BOD dilakukan dengan Metode Winkler yaitu : 1. Mengambil air contoh uji dengan botol Winkler lalu memindahkan 75 ml ke dalam labu erlenmeyer dan mengencerkannya sampai 375 ml dengan aquades. 2. Memasukkan air contoh uji tersebut ke dalam 2 botol winkler. 3. Langsung melakukan pengukuran terhadap oksigen terlarut nol hari pada botol pertama. 4. Menyimpan botol kedua
dalam inkubator dalam suhu 20oC
selama 5 hari. Sesudah 5 hari, memeriksa kadar oksigen terlarut 5 hari.
45
5. Membuat blanko dengan cara yang sama dengan menggunakan aquades dan mentitrasinya dengan duplo dan hasilnya dirata-rata. Menghitung kadar BOD dengan rumus sebagai berikut : - Sample tanpa diencerkan BOD = C0 – C5 - Sample yang diencerkan BOD = {(CO-C5)-k(AP0-AP5)} x p Keterangan : CO = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari benda uji C5 = kadar oksigen terlarut mg/l lima hari benda uji AP0 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer AP5 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer
iii.
k
= koreksi sebesar (p-1)/p
p
= faktor pengenceran
COD (Chemical Oxygen Demand) 1. Mengencerkan air contoh uji dengan aquades bila taksiran COD air contoh uji lebih dari 800 mg O2 /liter sehingga COD berada di sekitar 50 – 800 mg O2/liter. 2. Kemudian menambahkan HgSO4 0,4 gram ke dalam erlenmeyer untuk analisis COD dan menambahkan 20 ml air contoh uji dan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N.ke dalam erlenmeyer. Memindahkan larutan H2SO4
ke dalam erlenmeyer COD (gelas refluks) dan
46
menggojognya. Kemudian mengalirkan air pendingin pada kondensor
dan
meletakkan
erlenmeyer
diatasnya.
Lalu
menuangkan sedikit demi sedikit 25 ml larutan H2SO4 ke dalam erlenmeyer melalui kondensor . 3. Kemudian menggoyangkan gelas refluks agar reagen dan tercampur. Sesudah itu memanaskan kondensor dan gelas refluks pada bunsen selama 2 jam, lalu mendinginkannya dan membilas kondensor dengan aquades. 4. Sesudah dingin, mengencerkan larutan dengan aquades sampai volume dua kalinya dengan penambahan sebesar 150-200 ml. Lalu larutan didinginkan kembali hingga suhu mencapai suhu kamar dan menambahkan indikator feroin 3-4 tetes. Kemudian mentitrasi sisa dikromat dalam larutan dengan larutan standar ferro amonium sulfat (FAS) 0,1 N sampai warna hijau biru berubah menjadi coklat merah. Titrasi dilakukan secara duplo dan hasilnya dirata-rata. 5. Melakukan prosedur yang sama untuk membuat blanko dengan 20 ml aquades. Menghitung kandungan COD dengan menggunakan rumus : COD = [(a-b)xNx800]//ml sample Keterangan : COD : Chemical Oxygen Demand a : ml FAS yang digunakan untuk titrasi blanko b : ml FAS yang digunakan untuk titrasi sample N : normalitas larutan FAS
47
iv.
Pospat 1. Pembuatan kurva kalibrasi Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk pengujian kadar pospat. Langkah pertama yaitu mempipet 50 ml larutan kerja dan memasukkan masingmasing ke dalam erlenmeyer dan menambahkan ke dalamnya 1 tetes indikator PP. Jika terbentuk warna merah muda maka menambahkan ke dalamnya setetes demi setees larutan H2SO4 5N sampai warna hilang. Kemudian menambahkan 8 ml larutan campuran dan menggojognya hingga homogen. Lalu memasukkannya ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan mencatat serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran waktu antara 10 menit – 30 menit. Selanjutnya membuat kurva kalibrasi dari data di atas dan menentukan persamaan garis lurusnya.
2. Prosedur pengujian pospat Mempipet 50 ml air contoh uji secara duplo dan memasukannya ke dalam erlenmeyer. Lalu menambahkan ke dalamnya 1 tetes indikator Fenolftalin (PP) dan jika terbentuk warna merah muda maka menambahkan ke dalamnya setetes
48
demi setetes larutan H2SO4 5N sampai warna merah muda tersebut hilang. Selanjutnya menambahkan campuran
dan
menggojognya
ke dalamnya 8 ml larutan sampai
homogen.
Lalu
memasukkannya ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, membaca dan mencatat serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit. Sedangkan perhitungan kadar pospat yaitu : Kadar pospat (mg P/L) = C x fp Keterangan : C : kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/l) fp : faktor pengenceran
v.
NO31. Persiapan dan pengawetan air contoh uji Menyaring aquades bebas nitrat melalui kertas saring bebas nitrat yang berukuran pori 0,45 µm dan menampung hasil saringannya (filtrat). Larutan ini digunakan sebagai
blanko
penyaringan. Kemudian menyaring air contoh uji dengan kertas saring bebas nitrat yang berukuran 0,45 µm dn filtratnya
ke
dalam botol gelap dan bebas kontaminasi nitrat. Apabila tidak segera dianalisis maka air contoh uji diawetkan dengan cara menambahkan 2 ml larutan H2SO4 per liter larutan air contoh uji
49
dan menyimpannya pada temperature 4oC dan tidak lebih dari 48 jam. 2. Persiapan pengujian a) Pembuatan larutan baku nitrat (NO3-N) 100 mg/l Mempipet 10 ml larutan induk nitrat dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml, lalu menambahkan aquades bebas nitrat sampai tepat tanda tera/batas. b) Pambuatan larutan kerja nitrat Mempipet 0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 4,5 ml dan 5 ml larutan induk Standart Referensi Mataerial (SRM) 1000 mg/l/ NO3- dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml, lalu menambahkan aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh kadar 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/l NO3-. Sekarang larutan baku siap diuji. c) Pembuatan kurva kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi dengan metoda ultra violet yaitu mengatur alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk penggunaan
alat
untuk
menguji
kadar
NO3-.
Lalu
menyiapkan larutan baku nitrat dan menambahkannya ke dalamnya masing-masing 1 ml larutan HCl 1N. Kemudian membaca absorbansi/serapan larutan baku nitrat dimulai dari konsentrasi terkecil pada panjang gelombang 220 nm dan 275 nm. Selanjutnya membuat kurva kalibrasi dari dua data
50
absorbansi 220 nm dikurangi dua kali data absorbansi 275 nm dan menentukan persamaan garisnya. 3. Prosedur pengujian NO3- dengan metoda ultra violet Mengambil air contoh uji 50 ml dari pengujian awal benda uji dengan pipet volume, lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer 100 ml dan menambahkan ke dalamnya 1 ml HCl 1N. Lalu air contoh uji siap diuji N03- dan baca absorbansi pada panjang gelombang 220 nm dan 275 nm pada masing-masing air contoh uji. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut : Kadar NO3- (mg/l) =[(Abs220nm)-(2xabs275mm)]/K1 Jika kadar NO3- yang terhitung adalah lebih besar dari 50 mg/l maka mengulangi pengujian dengan cara mengencerkan air contoh uji menggunakan aquades. Namun jika kadar NO3- lebih kecil dari limit deteksi maka dalam penulisan pelaporan kadar NO3- dalam air contoh uji lebih kecil dari limit deteksi (
vi.
Amonia Mengukur 50 ml air contoh uji dan memasukkannya ke dalam erlenmeyer 100 ml. Kemudian menambahkan 1 ml larutan Nessler ke dalamnya, menggojognya, dan membiarkan proses reaksi berlangsung kurang lebih 10 menit. Selanjutnya memasukkannya ke dalam kuvet
51
pada spektrofotometer dan membaca serapan pada panjang gelombang 410 nm.
52
53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Peneliti mengambil data penelitian di kolam ikan Bawal di Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D.I.Yogyakarta sejak 17 November 2009 sampai dengan 12 Januari 2010. Interval waktu pengambilan data ke 1 dengan pengambilan data ke 2 adalah 2 minggu, demikian juga dengan interval waktu pengambilan data ke 2 dengan yang ke 3, dan seterusnya sampai pengambilan data ke 5. Pengambilan air contoh uji dilakukan pada 4 lokasi dan masing-masing lokasi diambil lima titik pengambilan sampel. Lima lokasi pengambilan sampel yaitu : 1.
Lokasi 1 yaitu pada inlet/ air selokan/irigasi yang akan masuk ke kolam ikan Bawal.
2.
Lokasi 2 yaitu pada kolam atas.
3.
Lokasi 3 yaitu pada kolam bawah.
4.
Lokasi 4 yaitu pada outlet/air Sungai Kuning yang telah tercampur dengan air yang sudah digunakan/keluar dari kolam ikan Bawal.
Lima data pada setiap lokasi pengambilan sampel, diukur 10 parameter dan dibedakan menjadi 2 macam yaitu : b. Parameter fisik yaitu suhu (T), padatan terlarut/Total Dissolved Solid (TDS), dan padatan tersuspensi/Total Suspended Solid (TSS). c. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, PO4-3, NO3-, NH3. Sedangkan data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :
54
55
56
Berdasarkan data tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut : i.
Suhu Untuk perubahan suhu air pada inlet sampai dengan outlet adalah :
Tabel 6. Data suhu air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-)
INLET
KOLAM ATAS
1 3 5 7 9
28 27 29 29 27
29 28 29 31 27
SUHU,
o
BML
C
KOLAM BAWAH 29 28 29 28 27
OUTLET
27 27 29 28 27
± 3oC Terhadap suhu udara
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik suhu pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
,,
Gambar 4. Hubungan antara suhu terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
57
Pembahasan hasil data penelitian tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Untuk aspek abiotik, cuaca pada saat akan dilakukan berpengaruh. Cuaca yang mendung akan
pengambilan air contoh uji, sangat
mempengaruhi
pengukuran suhu air kolam
ikan Bawal menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, demikian sebaliknya jika cuaca yang panas akan membuat suhu kolam ikan menjadi lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa suhu air kolam masih dalam kriteria baku mutu lingkungan, yaitu suhu air kolam lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu udara. Cahaya merupakan faktor penting yang mendukung pertumbuhan produsen seperti fitoplankton dan tumbuhan air serta organisme yang bergantung pada fitoplankton atau tumbuhan tersebut. Pada umumnya, penetrasi intensitas cahaya pada danau-danau dangkal dapat mencapai permukaan sedimen atau dasar perairan (Wetzel, 2001). Zone pada ekosistem yaitu profundal, limnetik, dan litoral. Pada kolam ikan, penetrasi
intensitas cahaya
dapat mencapai dasar perairan. Kondisi seperti ini yang menyebabkan ikan menjadi subur dan produktif. Pada konteks ini berlaku
asas
kolam-kolam
ilmu lingkungan
khususnya asas ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien, artinya energi panas dari
sinar matahari akan mengenai dan diserap oleh air
kolam, namun demikian perpindahan panas tersebut tidak dapat berlangsung secara sempurna. Hal ini disebabkan penetrasi intensitas cahaya selain ditentukan oleh kedalamannya, juga ditentukan oleh kandungan partikel terlarut dan jasat renik yang melayang atau tingkat kesuburan perairan. Peneliti mengambil air contoh uji pada bulan November 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Pada waktu itu, terjadi musim hujan dan profil suhu yang menurun tajam pada bagian tengah perairan dan meningkat kembali pada bagian dalam dan dasar perairan.
58
Profil suhu ini diduga karena masuknya air dari aliran permukaan yang membawa padatan tersuspensi yang berasal dari lahan erosi yang mempunyai densitas yang lebih tinggi dan meningkatkan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) yang pada gilirannya akan menurunkan kandungan oksigen (DO) pada kedalaman tersebut (Hartoto, 1989) Selain aspek abiotik, data juga dapat dianalisis dari aspek biotik. Selain cuaca yang mendung atau cerah, aspek biotik juga turut berpengaruh pada suhu air kolam ikan. Keberadaan vegetasi seperti pohon-pohon yang agak tinggi, berdaun lebar dan banyak, akan sangat berpengaruh pada suasana di sekitar kolam ikan, yaitu membuat suasana menjadi tidak panas dan lebih sejuk. Hal ini tentu akan mempengaruhi suhu air baik pada inlet, kolam atas dan bawah serta outlet sehingga suhu air yang terukur akan lebih obyektif. Analisis dari aspek kultur/budaya yaitu kebiasaan pemilik kolam ikan pada khususnya yang berusaha mengintensifkan tanah yang mereka miliki sehingga selain kolam digunakan untuk budidaya ikan Bawal, maka tanah-tanah pembatas kolam ikan/pematang biasanya dibuat agak lebar sehingga selain dapat digunakan untuk berjalan kaki juga ada bagian pematang yang ditanami dengan tanaman seperti ketela pohon, lombok, atau tanaman lainnya sehingga pemilik ikan selain akan panen ikan juga dapat memanen ketela pohon, lombok, dan sebagainya. Hal ini tentu akan dapat menambah pendapatan dari para pemilik kolam ikan tersebut. Sedangkan kegunaan dari tanaman-tanaman di pematang batas kolam ikan tersebut, selain untuk membuat suasana menjadi lebih sejuk dan meningkatkan pendapatan pemilik kolam, akar tanaman-tanaman tersebut akan semakin memperkuat kekompakan/posisi tanah pematang batas kolam pematang tersebut sehingga tidak mudah terjadi erosi pengikisan tanah.
59
ii.
Residu terlarut (TDS : Total Dissolved Solid) Tabel 7. Data residu terlarut (TDS) air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
INLET
Residu Terlarut (TDS), mg/l KOLAM ATAS KOLAM BAWAH
139 204 205 135 137
140 163 200 105 116
139 179 205 108 123
BML OUTLET
142 202 207 135 141
1000
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah
Istimewa
Yogyakarta Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu terlarut (TDS) pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 5. Hubungan antara TDS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
60
Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada keempat titik,
semuanya
berada masih di bawah ambang batas yang ditoleransi, artinya air masih berkualitas baik. TDS menunjukan jumlah bahan-bahan terlarut dengan diameter kurang dari 10-6 mm dan koloid dengan diameter antara 10-6 sampai 10-3 mm. TDS senyawa kimia dan bahan-bahannya lainnya yang tidak tersaring pada
berupa senyawakertas saring
berdiamter pori 0,45 mm. Sedangkan nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (yang berasal
dari limbah domestik
dan industri). Hasil pengukuran menunjukan bahwa pelapukan dan limpasan dari tanah jumlahnya kecil, sedangkan tentang pengaruh antropogenik, di sepanjang aliran Sungai Kuning tidak terdapat industri sehingga jika ada pengaruh antropogenik, lebih disebabkan oleh limbah domestik yang berupa limbah rumah tangga. Analisis dari sudut pandang biotik yaitu para pemilik kolam ikan dianjurkan menanam vegetasi di sekeliling kolam seperti tanaman ketela pohon, pepaya, atau pada tanah yang cukup luas yang merupakan pertemuan pematang-pematang sawah, ditanami dengan tanaman yang berakar kuat seperti pohon talok atau waru sehingga daun-daunnya yang rimbun dan jumlahnya banyak, akan dapat membuat suasana lingkungan kolam ikan akan menjadi sejuk dan akar-akar pohon akan memperkuat pematang/batas tanah kolam sehingga tidak mudah terjadi erosi. Sedangkan analisis dari aspek kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara memberikan motivasi masyarakat agar mau menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan penyuluhan serta menghimbau masyarakat agar tidak membuang limbah domestik/rumahtangga secara langsung ke sungai Kuning, namun limbah domestik tersebut sudah di alirkan ke peresapan dulu sehingga cairan menjadi tidak berbahaya.
61
Pembahasan TDS (Total Dissolved Solid) ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai TDS air contoh uji relatif rendah maka air kolam Ikan Bawal masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian karena air untuk irigasi pertanian merupakan air klas III yang kriteria airnya adalah lebih longgar/tidak baik dibandingkan dengan air kolam.
iii.
Residu Tersuspensi (TSS : Total Suspensed Solid) Tabel 8. Data residu tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
INLET 2 0 0 0 0
Residu Tersuspensi (TSS), mg/l KOLAM KOLAM ATAS BAWAH 14 5 0 0 0 0 0 0 0 0
BML OUTLET 1 0 0 0 0
50
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu tersuspensi (TSS) pada
62
inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 6. Hubungan antara TSS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, semuanya di bawah ambang batas toleransi, artinya air masih berkualitas baik. Nilai TSS menunjukan jumlah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter lebih dari 1 mm yang tertahan pada kertas saring dengan diameter pori 0,45 mm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad renik. Sedangkan penyebab utama TSS adalah
kikisan/erosi tanah yang terbawa ke
badan air yang memberikan dampak negative. Apabila nilai TSS lebih besar daripada ambang batas yang diperbolehkan maka berakibat akan terjadinya
kekeruhan pada
air kolam sehingga akan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam kolam sehingga akan mengganggu
proses fotosintesis di perairan. Akibat
lainnya yaitu akan mempercepat terjadi pendangkalan. Para pemilik kolam ikan dianjurkan menanam vegetasi di sekeliling kolam sehingga diharapkan tanamantanaman tersebut akan memperkuat ikatan antar tanah dan antara tanah dengan akar
63
tanaman sehingga akan dapat meminimalkan pengikisan/erosi tanah. Jika pengikisan/ erosi tanah dapat dicegah atau diminimalisir maka nilai TSS akan kecil/di bawah ambang batas. Sedangkan untuk menangkap TSS beserta bahan-bahan pencemar lain diperlukan pohon yang besar. Sedangkan analisis dari sisi kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti
pada TDS yaitu dengan cara memberikan motivasi masyarakat agar mau
menjaga kelestarian lingkungan dan
memberikan penyuluhan serta menghimbau
masyarakat agar tidak membuang limbah domestik/rumahtangga secara langsung ke sungai Kuning, namun limbah domestik tersebut sudah di alirkan ke peresapan dulu sehingga yang dibuang ke sungai adalah cairan yang tidak berbahaya. Pembahasan TSS ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang Berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai TSS air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
64
d. pH Tabel 9. Data pH Air Contoh Uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
Ph INLET
KOLAM ATAS
5,8 6,1 6,3 6,4 6,6
6,6 6,4 6,9 6,2 6,4
KOLAM BAWAH 6,6 6,8 6,6 6,2 6,2
BML OUTLET
6,5 6,7 6,4 6,1 6,1
6-8,5
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pH pada inlet sampai dengan outlet sebagai berikut :
Gambar 7. Hubungan antara pH terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
65
Sebagian besar pH masih ada pada kisaran ambang batas Baku Mutu Lingkungan (BML), artinya air pada kondisi layak digunakan untuk hidup ikan dan tidak tercemar oleh zat-zat yang tercampur pada air baik pada inlet maupun pada kolam yang berasal dari pakan ikan. Namun pada titik inlet minggu ke 1 nilai pH=5,8, hal ini mungkin disebabkan adanya sampah yang masuk ke sungai sehingga air sungai menjadi sedikit asam. Ikan Bawal adalah termasuk jenis ikan yang tahan terhadap asam pada musim-musim yang selalu silih berganti. Hal ini terbukti dengan adanya penelitian tentang toleransi/daya tahan ikan Bawal terhadap perubahan pH. Prosedur penelitiannya yaitu ikan Bawal dimasukkan yang maing-masing berbeda nilai pH nya, yaitu diatur agar pH air kolam 4, 6, dan 8. Ikan Bawal ada dalam kolam selama 40 hari. Hasilnya ternyata ikan Bawal mampu bertahan dalam air
asam, juga mampu beradaptasi pada air yang bersifat basa. air asam
terhadap perubahan pH. (Aride et al., 2007) Analisis secara biotik yaitu bahwa kondisi air yang masih pada kisaran Baku Mutu Lingkungan artinya ikan masih layak hidup, namun jika air kolam bersifat asam atau basa maka ikan
tidak dapat hidup. Demikian juga dengan tanaman-tanaman air di
sekitar kolam ikan, jika air kolam bersifat sangat asam atau sangat basa maka tanamantanaman air akan mati. Sedangkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa pada pengambilan air contoh uji pada hampir semua letak baik pada inlet, kolam atas, kolam bawah, dan outlet mempunyai nilai Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti
perilaku
pH pada kisaran
masyarakat di sepanjang Sungai
Kuning pada umumnya sudah baik. Dalam menjaga lingkungan maupun takaran ikan
66
pada kolam ikan yang sudah cukup, artinya tidak terlalu berlebih. Pembahasan pH ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
yang berbunyi bahwa
sumber alam yang
pengadaannya dapat
merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai
daya rangsang
penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang
sudah digunakan
mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk
untuk
dapat memanfaatkan air
bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
e. BOD Tabel 10. Data BOD air contoh uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
INLET
3,5 3,1 2,5 2,3 1,6
BOD, mg/l KOLAM ATAS KOLAM BAWAH
8,5 8,1 3,3 3,3 2,3
11,7 8,6 6,6 3,9 2,7
BML OUTLET
4,5 3,9 4,7 2,5 2,1
3
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik BOD pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
67
Gambar 8. Hubungan antara BOD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah angka yang menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Dengan kata lain BOD menunjukan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob. Analisis secara abiotik yaitu bahwa berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, menunjukan sebagian besar data ada lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti bahwa diperlukan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya yang digunakan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Jika ditinjau dari sudut pandang nilai BOD maka air kolam tersebut tidak memenuhi syarat untuk kehidupan organisme akuatik. Sedangkan analisis secara biotik bahwa berdasarkan hasil pengukuran dan nilai BOD lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan maka nilai DO yang nilainya berkebalikan
68
dengan BOD, akan lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti organism akuatik seperti ikan tidak layak hidup di kolam ikan karena nanti akan kekurangan oksigen. Sedangkan berdasarkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan datadata di atas dapat dilihat bahwa nilai BOD lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, artinya terdapat banyak sisa-sisa bahan organik yang ada dalam air kolam sehingga untuk mengubah bahan-bahan organik tersebut menjadi CO2 dan air, diperlukan oksigen yang lebih banyak dari yang seharusnya. Untuk menanggulangi hal itu maka para pemberi makan ikan
harus dikurangi jumlah pakan yang diberikan ke kolam ikan
sehingga dapat meminimalkan sisa makanan ikan/zat-zat organik
yang tertinggal di
kolam ikan. Pembahasan BOD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 2 yang berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul jika nilai BOD air contoh relatif rendah maka air
efisien, artinya
masih berkualitas cukup baik dan
memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
69
f. COD Tabel 11. Data COD Air Contoh Uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) INLET 1 12 3 12 5 8 7 7 9 7 Sumber : data primer
KOLAM ATAS 28 24 12 12 8
COD, mg/l KOLAM BAWAH 28 24 20 16 12
BML OUTLET 16 164 20 8 8
25
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik COD pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 9. Hubungan antara COD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
70
Analisis secara abiotik yaitu bahwa nilai Chemical Oxigen Demand (COD)/kebutuhan oksigen kimiawi artinya angka yang menunjukan jumlah jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik, baik yang bisa digradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable), menjadi CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara denagn dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air contoh. Pada pengambilan data minggu ke 1 dan 3, jumlah COD kebanyakan lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, kondisi ini mungkin disebabkan banyak makanan alternatif ikan Bawal yang berupa makanaan sisa yang berminyak dari hotel yang sulit didegradasi secara kimia. Namun pada pengambilan data minggu ke 3 sampai ke 7, nilai COD nya sudah lebih kecil dibandingkan Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti di perairan, tidak banyak bahan-bahan organik yang didegradasi secara kimiawi, tetapi kebanyakan secara biologi. Sedangkan analisis biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai COD pada Minggu ke 5, 7, dan 9 maka nilai COD nya di bawah Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti sudah tidak banyak sisa-sisa makanan yang berminyak yang ada di kolam sehingga DO akan lebih tinggi. .
Analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa ada suatu program untuk
menghimbau para peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif ke ikan sehingga diharapkan jumlah makanan yang tidak termakan
yang
mengendap di dasar kolam, akan dapat diminimalisir. Demikian juga agar
71
masyarakat di sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di sungai karena selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga dapat memacu tingginya nilai COD. Pembahasan COD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 2 yang berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien, artinya jika nilai COD air contoh relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
g. DO (Dissolved Oxygen/oksigen terlarut) Tabel 12. Data DO air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
INLET 5,4 5,4 4,9 5,8 5,8
DO, mg/l KOLAM KOLAM ATAS BAWAH 3,8 2,8 3,2 2,6 4,5 3,3 4,4 2,8 3,2 2,4
BML OUTLET 5 4,4 3,6 5,6 4,4
5
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
72
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik DO pada inlet sampai outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 10. Hubungan antara DO terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak Dissolved Oxigen (DO)/ oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar oksigen untuk kehidupan tumbuhan dan binatang di air. DO berfluktuasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, tekanan beratmosfer, jumlah dan jenis tumbuhan air serta waktu siang, malam, atau kedudukan matahari. DO akan seakin kecil angkanya dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer. (Jeffries & Mills, 1996). Berdasarkan data dapat dilihat bahwa DO lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan, artinya telah terjadi dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar untuk proses dekomposisi dan oksidasi. Perairan yang diperuntukkan bagi kepenting bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Jika kadar
73
oksigen kurang 4 mg/l maka air kurang baik untuk bagi semua organisme perairan, namun jika kadar oksigen kurang 2 mg/l dapat mengakibatkan kematian ikan. (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) Sedangkan analisis biotiknya yaitu bahwa jika dilihat dari nilai DO maka air kolam sudah tidak layak untuk kehidupan ikan karena nilai DO lebih kecil dari 4 mg/l, namun demikian ikan masih belum mati. Kemurnian air sungai yang baru keluar dari sumbernya di pegunungan, dalam perjalanannya ke laut secara bertahap mulai membawa bahan pencemaran. Mula-mula oleh kegiatan perkebunan/pertanian di daerah hulu yang berupa limbah sisa tanaman dan sisa pupuk/pestisida (agro-chemical residue). Begitu alirannya melewati daerah pemukiman, beban masukannya bertambah dengan limbah sisa rumahtangga (domestic waste), dan begitu melewati daerah industri di hilir maka beban masukannya bertambah dengan limbah proses industri (industrial waste) yang dapat berupa bahan beracun berbahaya (B3). Sebagai akibat beban limbah yang semakin meningkat maka kandungan oksigen terlarut (DO) air sungai yang umumnya tinggi akan menurun drastis. Rendahnya kandungan oksigen selain akan mengganggu pernafasan organisme air juga dapat pula menambah beben timbunan amonia (NH3) yang bersifat racun. Apabila keadaan perairan berlanjut menjadi anaerob (kandungan oksigen nihil, kandungan karbondioksida meningkat) maka akan timbul gas-gas methana (CH4) dan asam sulfida (H2S) yang bersifat racun. Analisis berdasarkan aspek kultur/budaya yaitu menghimbau para peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif ke ikan sehingga
74
diharapkan jumlah makanan ynag tidak termakan yang mengendap di dasar kolam, akan dapat diminimalisir karena jika terlalu banyak pakan organik maka nantinya nilai BOD akan lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan dan sebagai akibatnya, nilai DO akan turun. Demikian juga agar masyarakat di sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di sungai karena selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga dapat memacu tingginya nilai COD dan berdampak pada nilai DO yang semakin kecil. Pembahasan DO ini sesuai dengan asas ilmu asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua
lingkungan khususnya
jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan
yang tidak mempunyai
daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinya jika nilai DO air contoh uji relatif tinggi
maka air masih berkualitas
cukup baik dan memungkinkan air dapat digunakan
lagi
untuk mengisi
kolam ikan Bawal tersebut. Ikan Bawal adalah jenis ikan asli dari perairan Amazone, yang pernah dilakukan tes untuk mengevaluasi daya hidup dan ekonominya, yaitu dengan memelihara ikan Bawal dalam karamba yang berukuran 6m3 dengan jumlah ikan Bawal divariasi 20, 30, 40, dan 50 ikan per m3. Ikan diberi makan ekstraksi protein kapur 34% selama 2 bulan, diberi makan protein kapur 28% untuk 6 bulan, lalu 240 hari. Kecepatan pertumbuhan ikan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari kapasitas muat per karamba yang semakin tidak terjangkau. Karamba yang diisi dengan 40 dan 50 ekor ikan/m3 mempunyai FCR/Food
75
Conversion Ratio/ratio konversi makanan yang lebih rendah daripada karamba yng diisi dengan
20 dan 30 ikan kapasitas ikan. FCR adalah
kebalikan dengan densitas sehingga FCR lebih rendah, sedangkan densitas lebih tinggi. (Gomes et al., 2006)
h. P sebagai Pospat Tabel 13. Data Pospat air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
INLET 0,0085 0,6422 0,081 0,94 0,5807
Pospat, mg/l KOLAM KOLAM ATAS BAWAH 0 0,7334 0,2956 0,3952 0,184 0,0816 0,2311 0,7641 0,3521 0,4542
BML OUTLET 0,9126 0,819 0,7268 0,6701 0,7033
0,2
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pospat pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
76
Gambar 11. Hubungan antara pospat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Unsur hara merupakan parameter yang penting dalam menentukan kesuburan suatu perairan yang dapat diklasifikasi dengan menentukan tingkat produktivitas primer. Unsur-unsur utama
nutrien yang terikat dengan
produktivitas primer seperti fitoplankton antara lain yaitu nitrogen dan fosfor. Danau-danau dangkal seperti situ cenderung menjadi tempat akumulasinya bahanbahan organik yang berasal dari daratan sekitarnya dan nutrien serta sejumlah material lainnya yag dibawa aliran ke perairan danau. Masukan nutrien ke dalam perairan danau dangkal ini lebih tinggi dibandingkan dengan danau-danau dalam. (Wetzel, 2001).
Kolam-kolam ikan mempunyai kemiripan
perairannya, bahkan lebih dangkal dibandingkan
kedalaman
danau dangkal sehingga
memungkinkan banyak nutrien yang masuk ke dalam kolam ikan. Namun demkian, unsur hara terpenting dalam proses penyuburan perairan yaitu unsur P (Pospor) yang merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan tumbuhan. Unsur
ini bersama-sama unsur N (Nitrogen) bila meningkat
77
konsentrasinya
ke dalam
perairan kolam menimbulkan penyuburan yang
berlebihan atau eutrofikasi. Eutrofikasi ini muncul dengan ciri-ciri yang mudah dikenali seperti ledakan pertumbuhan (blooming) gulma dan tumbuhan tertentu, yaitu
baik yang berupa fitoplankton seperti Microcystis spp atau tumbuhan
semacam Salvinia spp (apu-apu) atau Eichornia crassipes (enceng gondok). Dampak dari eutrofikasi ini adalah penurunan kualitas air, biodiversitas ikan, pendangkalan estetika dan sebagainya yang pada akhirnya secara ekonomi akan merugikan masyarakat sekitarnya. Kesuburan perairan dapat diidentifiikasi melalui besaran kandungan unsur-unsur hara yang salah satunya adalah pospat (Payne, 1986). Pembahasan asas ke 5 yang
pospat ini sesuai dengan asas ilmu
lingkungan khususnya
berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan
yang tidak mempunyai
daya
rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan kolam ikan
untuk
mengisi
Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air
bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian. Untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan, dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini.
78
Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur hara P (Pospor) Parameter
Total Pospor (mg/l)
Rata-rata & kisaran Rata-rata Kisaran
Oligotrofik Mesotrofik (tidak rusak (normal) tak produktif) 0,008 0,0267 0,003-0,0177 0,01090,0956
Eutrofik (rusak)
Hipereutrofik (rusak parah)
0,0844 0,0162-
0,75-1,2
(Wetzel, 2001)
Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai elemen tetapi umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut (ortopospat dan polipospat) dan pospor organik partikulat. Pospor yang membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerobik bersifat tidak larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. (Jeffries & Mills, 1996)
Analisis dari sisi abiotik yaitu bahwa berdasarkan data hasil penelitian bahwa nilai pospat lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti air mempunyai nutrien yang cukup banyak dan cukup baik untuk pertanian tetapi rawan terjadi eutrofikasi yang ditandai dengan terjadinya peledakan (blooming) gulma, misal enceng gondok. Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh usaha pertanian yang mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari penggunaan detergen berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang
79
diperkirakan memberi kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini memacu terjadinya eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995) Jika eutrofikasi ini terjadi dan dibiarkan maka gulma akan menutupi permukaan air kolam sehingga gulma akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air kolam ikan dan hal ini akan menggangu proses fotosintesis tumbuhan air. Akibat eutrofikasi yang lain yaitu jumlah DO dalam air akan lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan karena permukaan air kolam tertutup gulma. Akibatnya, ikan dan tanaman air tidak bisa hidup pada kolam ikan tersebut. Sedangkan
pengelolaan
kolam
jika sudah
terjadi
eutrofikasi
yaitu
menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma seperti enceng gondok pada permukaan air kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air kolam sehingga dapat mencegah jumlah gulma yang semakin banyak. Selain mencegah semakin banyaknya jumlah gulma, mengambil tumbuhan air/gulma pada kolam secara terus menerus juga bertujuan untuk mengurangi kesuburan air kolam, yaitu secara bertahap unsure N dan P yang telah menjadi jaringan tumbuhan akan dapat diangkat dari kolam. Alternatif
cara
yang
lain
yaitu
menghimbau masyarakat agar mengurangi penggunaan deterjen berpospat. Pengendalian penggunaan deterjen berpospat ini sudah saatnya mulai dilakukan di Indonesia karena di negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa sudah melakukannya. Sedangkan untuk air yang sudah terlanjur mengandung pospat yang terlalu tinggi maka pospat yang terkandung dalam air tersebut dapat diserap tumbuhan air tertentu yang banyak tumbuh di pinggir kolam.
80
Untuk mengatasi air kolam yang sudah keruh/kotor maka dapat menggunakan biofilter melalui tanaman air.
Tanaman air berfungsi sebagai
bagian dari sistem filter biologi yang telah terbukti efektif menjaga kejernihan kualitas air. Teknologi sederhana ini selain ekonomis, juga mudah merawatnya dan ramah lingkungan. Di alam, sistem biofilter dapat terjadi dengan sendirinya. Tanaman air ini terbukti dapat menyerap zat racun yang dikeluarkan oleh kotoran dan urine ikan. Zat racun juga bisa berasal dari limbah seperti logam berat dan bahan polutan lainnya. Dalam hal ini tanaman air dapat sangat efektif untuk mengontrol pertumbuhan lumut sehingga serapan hara untuk ikan dapat maksimal. Tanaman air juga efektif meningkatkan kadar oksigen dalam air melalui proses fotosintesis. Dalam hal ini karbondioksida dalam air diserap dan digantikan oleh oksigen. Kita mengetahui bahwa kadar karbondioksida yang berlebihan mengganggu kestabilan pertumbuhan ikan di dalam air.
Proses fotosintesis dari tanaman air seperti inilah yang diterapkan pada sistem biofilter melalui tanaman. Sebagai contoh penerapan teknologi sederhana dan ramah lingkungan dari sistem filter seperti ini telah diterapkan pada sebuah kolam ikan koi di The Cibodas, sebuah vila di Puncak Jawa Barat. Kolam utama untuk memelihara ikan ini berbentuk persegi panjang dan sangat luas dengan sebuah pendopo ˜mengapungâ di bagian tengahnya. Kolam yang difungsikan untuk filter selebar 150 cm ini mengelilingi kolam utama yang dibagi lagi menjadi petak-petak selebar 200 cm. Di dalam petak-petak kecil itulah proses filterisasi secara biologi terjadi.
81
Cara kerjanyapun sangat sederhana yaitu pada setiap petak yang kedalamannya sekitar 20 cm, dilapisi dengan batu zeolit yang fungsinya melekatkan lumut di seluruh permukaannya. Untuk tanaman air dapat digunakan eceng gondok (Eichornia crassipes) yang tumbuhnya mengapung di permukaan air. Air dari kolam masuk ke dalam pipa melalui saluran pralon yang diberi lubang di seluruh permukaannya. Selanjutnya, air akan tersaring secara alami oleh tanaman eceng gondok sehingga air menjadi lebih jernih. Kemudian air yang jernih ini dialirkan kembali ke dalam kolam secara alami melalui proses gravitasi berdasarkan perbedaan ketinggian tempat. Selain bermanfaat dalam membantu menjernihkan air kolam, tanaman eceng gondok yang berbunga juga dapat menjadi elemen dekoratif mempercantik tampilan kolam.
TIPS : Luasan untuk area filter minimal 10 % dari total luas kolam. Semakin tinggi persentasenya semakin sempurna pula proses penyaringannya. Jenis tanaman air yang dapat membantu filterisasi adalah yang mengapung seperti eceng gondok, jenis tanaman terendam seperti Hydrilla dan jenis tanaman yang perakarannya tertanam di bagian dasar seperti lotus. Pertumbuhan tanaman air harus dikontrol jumlahnya. Jumlah yang terlalu berlebihan dalam setiap petak filter dapat mengganggu aliran air baik dari kolam maupun ke dalam kolam. Kejernihan air dengan sistem biofilter melalui tanaman memang tidak sejernih sistem buatan lainnya. Namun, teknologi sederhana ini merupakan salah satu upaya
dalam
menjaga
lingkungan.
(Anonim,
2010d)
82
i. Nitrat Tabel 15. Data Nitrat air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-)
Nitrat, mg/l INLET
1 3 5 7 9
4,76 1,14 0,93 1,28 0,97 Sumber : data primer
KOLAM ATAS
1,1 0,63 <0,01 1,08 0,37
KOLAM BAWAH 1,2 1,03 0,18 1,01 0,37
BML OUTLET
4,43 1,24 0,87 0,35 0,55
10
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik nitrat pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
83
Gambar 12. Hubungan antara nitrat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak Analisis secara abiotik yaitu berdasarkan data hasil penelitian menunjukan bahwa nilai nitrat lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti air kolam kurang begitu mengandung unsur hara karena unsur hara didukung oleh kadar nitrat dan pospat yang lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan. Sedangkan analisis secara biotik dapat dilihat dari sudut pandang nilai nitrat maka air mengandung nutrien yang tidak begitu banyak sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadi eutriofikasi yang berupa ledakan populasi gulma. Ikan pun juga dapat hidup tenang. Untuk analisis secara culture/budaya yaitu dengan cara menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma pada permukaan air kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air kolam sehingga dapat mencegah jumlah gulma yang semakin banyak. Pembahasan asas ke 5
nitrat ini sesuai dengan asas ilmu
yang berbunyi bahwa ada dua
sumber alam
lingkungan khususnya
jenis sumber alam dasar yaitu
yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya
84
dan
yang tidak mempunyai
artinya
daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
jika nilai nitrat air contoh uji relatif tinggi
maka air masih berkualitas
kurang baik karena memungkinkan tumbuhnya gulma dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi.
j. Amonia Tabel 16. Data Amonia air contoh uji pada berbagai letak WAKTU (MINGGU KE-) 1 3 5 7 9
Amonia, mg/l INLET
KOLAM ATAS
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
KOLAM BAWAH 0 0,0051 0 0 0
BML OUTLET
0 0,0002 0 0 0
X
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu
85
air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik amonia pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 13.. Hubungan antara Amonia terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Analisis secara abiotik yaitu amonia dan garam-garamnya bersifat
mudah larut
dalam air. Amonia yang terdapat pada mineral yang masuk ke badan air
melalui erosi
tanah.
Sumber amonia dalam perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik
(protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah. Amonia juga dapat berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati yang dilakukan oleh mikroba dan jamur proses ini disebut amonifikasi. Tinja dan biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia bersifat toksik terhadap organisme akuatik, artinya jika kadar amonia pada suatu perariran tinggi maka akan dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
86
kesulitan bernafas seolah tercekik dan akhirnya mati. Berdasarkan hasil penelitian, didapat data bahwa nilai amonia cukup kecil sehingga tidak mengganggu kualitas air. Sedangkan analisis secara biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai amonia maka air hanya
tidak perlu dikhawatirkan kadar amonia pada perairan kolam sehingga
ikan dapat hidup pada kolam. Untuk analisis yang ditinjau dari kultur/budaya yaitu menghimbau para peternak ikan agar meminimalkan membuang bangkai pada kolam ikan sehingga dapat meminimalkan munculnya amonia pada air kolam.
Untuk menghindari
terjadinya penumpukan ammonia di suatu tempat khususnya di kolam-kolam ikan maka perlu dihindari pemasukan sampah ke dalam perairan Pengambilan sampah yang sudah terlanjur masuk ke dalam perairan secara terus
menerus merupakan cara yang paling
tepat saat ini untuk meminimalkan terjadinya ammonia yang ditimbulkan sampah.
Pembahasan amonia ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul optimal, artinya jika nilai amonia air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian. Pembahasan NH3 ini asas ke 5
sesuai dengan asas ilmu
yang berbunyi bahwa ada dua
jenis
lingkungan khususnya
sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan
yang tidak mempunyai
daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinyajika nilai NH3 air contoh uji relatif rendah
maka air masih berkualitas
cukup baik dan tidak menimbulkan pencemaran udara.
87
Berdasarkan pembahasan di atas maka eutrofikasi adalah proses pengkayaan hara yaitu kadar NO3- (nitrat) dan PO4-3 (pospat) yang terkandung dalam air kolam, jumlahnya melebihi dari batas yang ditoleransi. Pospat yang terkandung dalam air kolam tersebut dapat berasal dari air limbah pertanian maupun dari air limbah domestik/rumahtangga yang menggunakan deterjen yang mengandung pospat, yang dialirkan ke sungai dan air sungai digunakan untuk mengisi air kolam ikan. Sedangkan keberadaan nitrat dalam air kolam berasal dari makanan ikan Bawal, yaitu sebagian kecil pellet dan sebagian besar makanan alternative yang berupa sisa-sisa makanan dari hotel dan restoran. Semua makanan tersebut merupakan senyawa-senyawa organik yang dapat bereaksi dan menghasilkan senyawa ammonia (NH3), gas H2S (asam sulfide), dan NO2- (nitrit). Senyawa ammonia akan tereduksi/bereaksi dengan air dan berubah menjadi NH4OH. Sedangkan gas H2S akan menguap. Sedangkan NO2- (nitrit) akan teroksidasi menjadi NO3- (nitrat). Proses Oksidasi nitrit menjadi nitrat berlangsung pada pH air kolam dari 6 sampai dengan 8,5. Kolam ikan Bawal yang diteliti luasnya kurang lebih 500 m2 dan memberi makan ikan Bawal 3 kali setiap hari dengan jumlah rata-rata makanan ikan Bawal yang diberikan adalah 50 kg/hari. Kemudian makan alternative ini dimakan ikan Bawal dan setelah makan, ikan Bawal akan mengeluarkan kotoran dan kotoran ikan Bawal ini merupakan sumber dari senyawa nitrit yang selanjutnya akan teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Jumlah nitrat yang terukur adalah berkisar 0,35 sampai dengan 4,43 mg/l sehingga dapat ditarik suatu korelasi antara jumlah makanan alternative yang diberikan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke
88
ikan-ikan Bawal pada kolam dengan jumlah nitrat yang ditimbulkan (0,35-4,43 mg/l). Kadar nitrat tersebut masih di bawah standar pada Baku Mutu Lingkungan yaitu 10 mg/l artinya kualitas air kolam ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik. Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh usaha pertanian yang mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari penggunaan detergen berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang diperkirakan memberi kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini memacu terjadinya eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995). Nilai pospat yang lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan berarti terjadi pengkayaan unsur hara pada air kolam ikan Bawal sehingga air mempunyai nutrien yang cukup banyak. Adanya nutrien yang cukup banyak tersebut dimanfaatkan komponen biotik seperti gulma untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga terjadi ledakan (blooming) gulma dan kondisi ini disebut eutrofikasi. Jumlah gulma yang bertambah dengan cepat mengakibatkan permukaan air kolam tertutupi dengan gulma sehingga berdampak negatif yaitu menurunnya oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) dan terjadinya pendangkalam kolam ikan. Kondisi DO yang menurun dan dibawah baku mutu lingkungan berakibat pada kelangsungan hidup ikan Bawal di kolam menjadi terancam. (Wetzel, 2001) Sedangkan kualitas air kolam Bawal yang ditinjau berdasarkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat adalah 0,2 mg/l, artinya kualitas
89
air kolam ditinjau dari kadar pospat, sudah tidak baik. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat eutrofikasi yang terjadi pada air kolam maka dilihat pada tabel : Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur hara P (Pospor) Parameter
Rata-rata & kisaran
Total Pospor (mg/l)
Rata-rata Kisaran
Oligotrofik Mesotrofik (tidak rusak (normal) tak produktif) 0,008 0,0267 0,003-0,0177 0,01090,0956
Eutrofik (rusak)
Hipereutrofik (rusak parah)
0,0844 0,0162-
0,75-1,2
Berdasarkan tabel data pospor di atas maka air kolam ikan Bawal tersebut pada derajat/tingkat eutrofikasitinggi. Adanya penelitian ini maka dapat dibuat early warning
system
yaitu
sistem
peringatan
dini
yang
berfungsi
untuk
menentukan.derajat/tingkat eutrofikasi suatu perairan sehingga dapat segera dicari penyelesaian/solusi untuk mengatasinya. Pada suatu eksperimen penelitian yang meneliti air kolam ikan Bawal maka ikan-ikan Bawal dipelihara selama 2 bulan dalam 3 kolam yang berbeda, yaitu : a. Kolam alami b. Kolam berkapur c. Kolam berkapur dan berpupuk. Selanjutnya dilakukan pengukuran kualitas air setiap 15 hari. Berdasarkan eksperimen tersebut diperoleh kesimpulan bahwa nilai pH, kesadahan, dan alkanitas pada air kolam yang berkapur serta kolam yang berkapur dan berpupuk adalah lebih tinggi dari kolam yang alami. (Gomes & Silva, 2009)
90
Pada eksperimen yang lain yaitu analisis bunga Bakung Air yang digunakan sebagai pupuk anorganik jentik-jentik/bibit ikan Bawal dalam kolam. Bunga Bakung air dapat menghasilkan pupuk anorganik pada rasio 100 gr/m2 dalam kolam-kolam ikan Bawal. Pada tahap awal, masing-masing 5000 larva ikan Bawal dimasukkan ke dalam 2 kolam ikan dengan dan tanpa pupuk bunga Bakung air dan dibiarkan selam 43 hari. Hasil eksperimen ini adalah bahwa kolam yang berpupuk bunga Bakung air adalah lebih banyak menghasilkan jumlah plankton dan plankton ini merupakan makanan untuk larva-larva ikan Bawal sehingga disarankan agar pada kolam ikan Bawal ditanami bunga Bakung air. Bunga Bakung air adalah tanaman yang murah harganya dan mudah mendapatkannya di sekitar kita. (Sipauba-Tavares & Braga, 2007) Pemberian makan pada ikan Bawal dilakukan 3 kali dalam 1 hari. Pada pemeliharaan ikan Bawal di kolam secara alami, biaya untuk pemberian makanan ikan berkontribusi 60% dari beaya variable. (Silva et al., 2007). Namun pada kenyataannya, untuk menghemat beaya operasional, makanan ikan Bawal tidak selalu pellet tetapi juga makanan alternatif yang berupa sisa-sisa makanan yang didapatkan dengan cara bekerjasama dengan pihak hotel Sheraton. Pemindahan bibit ikan Bawal dari tempat pembibitan ikan ke kolam pemeliharaan ikan dan jaraknya cukup jauh maka perlu dilakukan suatu prosedur agar dapat meminimalkam ikan Bawal yang mati saat dipindahkan. Selain tempat membawa bibit ikan harus diberi oksigen , maka densitas air harus dijaga agar tetap sesuai dengan kondisi ikan sehingga ke dalam air diberi zat additive seperti garam dapur, gypsum, atau benzocaine (Gomes et al., 2006).
91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum, kualitas air yang masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisik yang ditinjau dari suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih cukup baik. Namun secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-, dan PO4-3, kualitas air menurun, meskipun penurunan tidak terlalu signifikan dan masih bisa digunakan untuk mengairi pertanian. 2. Derajat eutrofikasinya, dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal, menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam ditinjau dari kandungan pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya adalah tinggi. B. Saran
92
1. Suasana di sekitar kolam ikan yang panas , dapat ditanggulangi dengan cara menanam vegetasi alam seperti menanam pohon-pohon yang rindang di sekitar kolam sehingga suasana di sekitar kolam menjadi lebih sejuk 2. Adanya dana untuk pelestarian lingkungan yang diambilkan dari nilai jual produk ikan Bawal sebesar 10%. Dana ini digunakan untuk pelestarian lingkungan seperti untuk mengeruk lumpur dan sisa-sisa makanan ikan yang ada di dasar kolam yang akan menimbulkan pendangkalan kolam dan membuat kualitas air kolam ikan menjadi menurun, juga untuk membeli bibit-bibit pohon yang akan ditanam di sekitar kolam ikan. Adanya dana lingkungan ini menimbulkan istilah pembudidayaan ikan Bawal yang berwawasan lingkungan.
93
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts dan Santika, S. S., 1984, ”Metode Penelitian Perairan”, Usaha Nasional, Surabaya. Allaby, M., 1996, “Basic of Environmental Science”, Routlegde, London and New York, p.86. Anonim, 1997a, “Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup”, BAPEDAL, Jakarta. Anonim, 2001b, “Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”, BAPEDAL, Jakarta, 14 Desember 2001. Anonim, 2001c, “Teknologi Tepat Guna Budidaya Perikanan : Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma Macropomum)”, Http://www.iptek.net.id/ind/warintek/, Maret 2001. Anonim, 2008d, “Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Pemerintah Provinsi DIY, Yogyakarta, 14 Agustus 2008. Anonim, 2010e, “Budidaya Ikan Bawal Air Tawar”, http://www.tentaramoutong. co.cc/2010/03/budidaya-ikan-bawal-air- tawar/, 09 Maret 2010. Anonim, 2010f, “Filter Vegetasi Untuk Menjaga Kualitas Air : Biofilter Melalui Tanaman Air”, Http://Zonaikan.wordpress.com/2010/01/07/filter-vegetasiuntuk-menjaga-kualitas-air/, 07 Januari 2010 Anonim, 2010g, “ Mengenal Budidaya Ikan Bawal (colossoma macropomum)”, Http://www.asianbrain.com/. Anonim, 2010h, “Usaha Membesarkan Ikan Bawal dan Nila”, Http://bisnisukm.com/usaha-membesarkan-ikan-bawal-dan-nila.html, 08 Maret 2010. Aride, P.H.R., Roubach, R., & Val, A.L., 2007, ”Tolerance Response of Tambaqui Colossoma Macropomum (Cuvier) to Water pH”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 38 Issue 6, Pages 588-594.
95
Azahari, H., 2008, “Budidaya Ikan Bawal”, Http://keset.wordpress.com/2008 /09/16/Budidaya-ikan-bawal/, 16 September 2008. Boyd, C.E., 1988, “Water Quality in Warmwater Fish Ponds”, Fourth Printing, Auburn Univ.Agricultural Experiment Station, Alabama, USA, page 359. Cummin, 1977, “From Head Water to Rivers”, The American Biology Teacher. Fandeli, C., 1988, ”Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup”, Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal.16. Goldman and Horne, 1983, “Lymnology”, McGraw Hill Inc, New York. Goldman, 1994, “Lymnology: Laboratory Manual EST 15 IL”, University of California Davis (Unpublished), California. Gomes, L.C., Chagas, E.C., & Martins, H., 2006, ”Cage Culture of Tambaqui (Colossoma Macropomum) in a Central Amazon floodplain Lake”, Journal @ 2006 Elsevier B.V., Volume 253 Issues 1-4, Pages 374-384. Gomes, L.C., Araujo-Lima, C.A.R.M., Chippari-Gomes, A.R., & Roubach, R.,, 2006, ”Transportation of Juvenile Tambaqui (Colossoma Macropomum) in A Closed System”, Brazilian Journal of Biology, Volume 66 No.2a. Gomes, L.C. & Silva, C.R., 2009 , ”Impact of Pond Management on Tambaqui, Colossoma Macropomum (Cuvier), Production during Growth-Out Phase”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 40 Issue 7, Pages 825-832. Handoko, 1995, ”Klimatologi Dasar”, Pustaka Jaya, Bogor. Hartoto, D.I., 1989, ”Profil Oksigen dan Suhu”, Puslitbang Limnologi-LIPI. Haslam, S.M., 1995, ”River Pollution and Ecological Perspective”, John Willey & Sons Chichester, UK, Page 253. Jeffries, M. & Mills, D., 1996,”Freshwater Ecology Principles and Applications”, John Willey & Sons Chichester, UK., Page 285. Krebs, C.J., 1978, “Ecology the Experimental Analysis of Distribution and Abundance, second edition”, Harper & Row Oublisher, New York. Lee, C.D., Wong, S.B., & Kuo, C.L., 1978, “Benthic Macroinvertebrates and Fish as Biological Indicator of Water Quality”, Countries Asian Institute, Bangkok.
96
Manetsech, 1979, “System Analysis and Simulation with Applications to Economic and Social System, Part 1, Third Edition”, Dept. of Electrical Engineering and System Science Michigan State University East Lansing, Michigan. Martopo, S., 1990, “Kumpulan Mata Kuliah Amdal”, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Odum, 1996, “Dasar-dasar Ekologi”, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Payne, A.I., 1986, “The Ecology of Tropical Lakes & Rivers”, John Wiley & Sons, Chichester, Great Britain. Pusposutardjo, S. dan Susanto, S., 1993, “Perspektif dari Pengembangan Manajemen Sumber Air dan Irigasi untuk Pengembangan Pertanian”, Kumpulan Karangan, Liberty, Yogyakarta. Raintre, J.B., 1983, “Bioeconomic Consideration in the Design of Agroforestry Croping System”, International Council for Researcah in Agroforestry, Kenya, Nairobi. Raven, 1993, “Environment”, Saunders College Publishing, Orlando. Reksohadiprodjo, S., 1992, “Ekonomi Lingkungan”, BPFE, Yogyakarta. Sigit, D.R., 2001, “Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat Kegiatan Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hal.9 dan 30. Silva, C.R., Gomes, L.C., & Brandao, F.R., 2007, “Effect of Feeding Rate and Frequency on Tambaqui (Colossoma Macropomum) Growth, Production, and Feeding Costs during The First Growth Phase in Cages”, Journal @ 2007 Elsevier B.V., Volume 264 Issues 1-4, Pages 135-139. Sipauba-Tavares, L.H. & Braga, F.M.S., 2007, “The Feeding Activity of Colossoma Macropomum (Tambaqui) in Fishponds with Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) Fertilizer”, Brazilian Journal of Biology, Volume 67 No.3. Soeriaatmadja, R.E., 1989, “Ilmu Lingkungan”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, hal.21. Strorer and Usinger, 1974, “Zoology”, McGraw Hill, New York.
97
Subaningsih, W., 2000, “Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Supardi, 1994, “Lingkungan Hidup dan Kelestariannya”, Alumni, Bandung. Tandjung, S.D, 1992, “Ekologi dan Pengantar Ilmu Lingkungan, Bagian I : Dasar-dasar Ekologi”, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, hal.80. UNESCO/WHO/UNEP, 1992, “Water Quality Assessments”, Edited by Chapman, D.Chapman & Hall Ltd., London, Page 585. Wetzel, 1983, “Lymnology, Second Edition”, Saunders Co, Philadelphia.
98