DISTRIBUSI KERANG SIMPING, Placuna placenta (Linnaeus,1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) DI PERAIRAN KRONJO KABUPATEN TANGERANG BANTEN
MAHYUDDIN HADI MUSTHOFA
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
DISTRIBUSI KERANG SIMPING, Placuna placenta (Linnaeus,1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) DI PERAIRAN KRONJO KABUPATEN TANGERANG BANTEN
Oleh : MAHYUDDIN HADI MUSTHOFA C24103067
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Distribusi Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) di Perairan Kronjo Kabupaten Tangerang Banten ” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
MAHYUDDIN HADI MUSTHOFA C24103067
SKRIPSI Judul Skripsi
: Distribusi Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) di Perairan Kronjo Kabupaten Tangerang Banten
Nama Mahasiswa
: Mahyuddin Hadi Musthofa
Nomor Pokok
: C24103067
Program Studi
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui : Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 131 956 708
Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc NIP. 131 471 378
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus: 22 Mei 2008
ABSTRAK MAHYUDDIN HADI MUSTHOFA. Distribusi Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) di Perairan Kronjo Kabupaten Tangerang Banten. Di bawah bimbingan YUSLI WARDIATNO dan ISDRADJAD SETYOBUDIANDI. Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758), atau juga dikenal dengan nama Window-pane Oyster, atau Kapis (Phillipina), dan Methy (India), termasuk dalam Filum Mollusca, Kelas Pelecypoda, serta Famili Placunidae. Dalam dunia perikanan, kerang Simping memiliki potensi ekonomi serta ekologi yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebaran kerang Simping di Perairan Kronjo berdasarkan kepadatannya, mengetahui kualitas fisika kimia Perairan Kronjo secara umum, mengkaji hubungan antara distribusi dari kerang Simping dengan kualitas fisika kimia perairannya. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April dan Mei 2007. Pada penelitian ini ada 3 stasiun, dengan tiap stasiun terdiri dari 5 ulangan. Contoh kerang Simping diambil dengan menggunakan alat tangkap garok, contoh parameter air diambil menggunakan van dorn water sampler dan contoh parameter substrat diambil menggunakan Ekman grab. Kepadatan rata-rata tertinggi kerang Simping pada bulan April ada di kelompok Stasiun <3m dengan 4 individu/m2. Pada bulan Mei kepadatan rata-rata tertinggi ada di kelompok Stasiun <3m dan 3-6m dengan kepadatan 3 individu/m2. Uji t terhadap kepadatan Simping, didapat bahwa nilai t hitung untuk kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m adalah 2,012, sedangkan nilai t hitung untuk kelompok Stasiun <3m dan >6m adalah 1,66, kemudian nilai t hitung untuk kelompok Stasiun 36m dan >6m adalah 0,487. Nilai t tabel dengan α=0,05 didapatkan 2,262. Karena nilai -t tabel
6m. Indeks pencemaran di kelompok Stasiun <3m nilainya adalah 6,785, maka perairannnya masuk pada perairan yang tercemar sedang. Pada kelompok Stasiun 36m nilai indeks pencemarannya adalah 4,803, sehingga perairannya masuk pada perairan tercemar ringan. Pada kelompok Stasiun >6m nilai indeks pencemarannya adalah 4,371, sehingga perairannya masuk pada perairan yang tercemar ringan. Hasil Analisa Korelasi Spearman didapat nilai rs hitung> rs tabel untuk hubungan antara kepadatan simping dengan COD, nitrat dan fraksi pasir. Sehingga dengan adanya peningkatan kepadatan simping ternyata cenderung diikuti oleh peningkatan COD, nitrat, dan fraksi pasir. Sedangkan rs hitung < -rs tabel didapat dari hubungan antara kepadatan simping dengan kecerahan, salinitas, serta kedalaman. Peningkatan kepadatan kerang simping ternyata cenderung diikuti oleh penurunan parameter tersebut.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang hingga saat ini masih memberikan nikmat sehat dan iman sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Distribusi Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758) (Mollusca:Pelecypoda:Placunidae) di Perairan Kronjo Kabupaten Tangerang Banten”. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang selalu memberikan dukungan dan motivasi, antara lain : 1. Ir Yusli Wardiatno M.Sc Dr. selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir Isdradjad Setyobudiandi M.Sc selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas kesabaran dalam memberikan arahan kepada penulis. 2. Dr. Ir Unggul Aktani, M.Sc selaku Ketua Program Studi Sarjana Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan yang banyak memberikan masukan. 3. Dr Ir Etty Riani H., MS selaku penguji tamu yang sudah memberikan waktu serta saran terhadap kemajuan penulis dalam menulis skripsi. 4. Yonvitner, S.Pi, M.Si yang memberikan kesempatan penulis untuk membantu penelitian S3. 5. Bapak Carok dan keluarga, serta para nelayan yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di Kronjo. 6. Keluarga besar Syaeful Hidayat, Mamah, Dien, Dela, Wildan 7. Seluruh teman-teman MSP 40 yang telah memberi banyak inspirasi yang berarti (1 kata untuk MSP 40=”Inspiration”), team penelitian simping (Dedy, Intan, Estri, Ipeh, Teti serta Jemi) terimakasih atas bantuannya selama ini, Pihak-pihak Lab. BIMI dan Lab. Proling yang telah banyak memberikan bantuan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima saran yang memberikan kemajuan bagi skripsi ini. Bogor,
Juni 2008 Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................
ii
DAFTAR TABEL..............................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ....................................................................... A. Latar Belakang ...................................................................... B. Tujuan dan Manfaat ..............................................................
1 1 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. A. Karakteristik Umum Perairan Kronjo, Tangerang................. B. Eko-Biologi Kerang Simping ............................................... C. Parameter Lingkungan ........................................................... 1. Suhu ............................................................................... 2. Salinitas .......................................................................... 3. Kedalaman ...................................................................... 4. Kecerahan ...................................................................... 5. Total Suspended Solid (TSS) .......................................... 6. Oksigen Terlarut (DO).................................................... 7. Chemical Oxygen Demand (COD) ................................. 8. Nitrat-nitrogen................................................................. 9. Ortofosfat ........................................................................ 10. Plankton .......................................................................... 11. Substrat ...........................................................................
4 4 5 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 11 11
III. METODE PENELITIAN ............................................................ A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. B. Metode Kerja ........................................................................ 1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan................. 2. Pengambilan Contoh Kerang Simping............................. 3. Pengambilan Substrat....................................................... 4. Pengambilan Contoh Plankton......................................... C. Metode Analisis Data ............................................................ 1. Kepadatan Simping ......................................................... 2. Pola Sebaran Jenis ........................................................... 3. Indeks Pencemaran .......................................................... 4. Tipe Substrat .................................................................... 5. Kelimpahan Plankton....................................................... 6. Uji Khi-Kuadrat ............................................................... 7. Uji t .................................................................................. 8. Analisis Korelasi Spearman.............................................
12 12 14 14 14 15 15 15 15 16 17 17 18 18 18 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... A. Distribusi Kerang Simping ................................................. B. Kondisi Parameter Lingkungan .............................................
20 20 24
ii
C. Substrat .................................................................................. D. Hubungan Kepadatan Simping dengan Parameter Lingkungan E. Masukan Bagi Aspek Pengelolaan.........................................
29 29 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 32 A........................................................................................ Kesimpulan ................................................................................................32 B........................................................................................ Saran DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
33
LAMPIRAN ......................................................................................
35
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................
54
iii
32
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kategori beberapa pabrik yang banyak terdapat di Kabupaten Tangerang serta potensi pencemaran yang ditimbulkan.............. 5 2. Posisi geografi stasiun pengambilan sampel air, substrat dan kerang Simping ...................................................................................... 12 3. Parameter fisika dan kimia yang diamati.....................................
14
4. Persentase fraksi substrat pada pengamatan ................................
29
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Alur pendekatan penelitian distribusi kerang Simping................
3
2. Placuna placenta .........................................................................
6
3. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan di perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten..................................................... 13 4. Tipe substrat dasar dari persentase liat, debu, dan pasir berdasarkan segitiga Millar .............................................................................. 17 5. Kepadatan simping rata-rata di setiap kelompok stasiun.............
20
6. Frekuensi rata-rata kelompok ukuran simping yang ditemukan dilokasi penelitian ........................................................................ 22 7. Indeks pencemaran rata-rata di setiap kelompok stasiun.............
25
8. Kelimpahan rata-rata fitoplankton selama penelitian .................
27
9. Kelimpahan rata-rata zooplankton selama penelitian .................
28
v
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Halaman
1. Foto alat dan kegiatan penelitian ................................................ ......................................................................................................
35
2. Kutipan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 115 tahun 2003 37 3. Kutipan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004……………………………………………………………..
38
4. Kepadatan Simping selama penelitian ........................................
40
5. Uji t untuk kepadatan Simping di setiap bulan pengamatan........
41
6. Uji t untuk kepadatan Simping di setiap kelompok stasiun.........
42
7. Uji khi-kuadrat pada ukuran Simping di setiap kelompok stasiun
44
8. Indeks Morisita ............................................................................
45
9. Data parameter fisika dan kimia perairan Kronjo pada bulan April 46 10. Data parameter fisika dan kimia perairan Kronjo pada bulan Mei 47 11. Indeks Pencemaran ......................................................................
48
12. Kelimpahan plankton pada bulan April .......................................
49
13. Kelimpahan plankton pada bulan Mei .........................................
50
14. Uji khi-kuadrat pada fraksi substrat di setiap kelompok stasiun .
51
15. Tabel korelasi koefisien menggunakan Analisis Korelasi Spearman Rank (bantuan software SPSS 13.0) ........................................... 52 16. Contoh perhitungan......................................................................
vi
45
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758), atau juga dikenal dengan nama Window-pane oyster, atau Kapis (Phillipina), dan Methy (India), termasuk dalam Filum Mollusca, Kelas Pelecypoda, serta Famili Placunidae. Kerang Simping memiliki dua cangkang yang bundar, halus, tipis, pipih, serta sedikit transparan. Diameter cangkang dari spesies ini dapat mencapai 150 mm. Hidup di perairan sebagai hewan benthik. Seperti bivalvia lainnya, simping merupakan filter feeder yang menyaring partikel makanan melalui insang (Campbell, 2007). Dalam dunia perikanan, kerang Simping (Placuna placenta) memiliki potensi ekonomi serta ekologi yang cukup tinggi. Daging kerang Simping dapat dimakan, cangkangnya dapat dijadikan bahan baku kerajinan tangan serta hiasan lampu, sedangkan mutiaranya dapat dijadikan perhiasan.
Walaupun memiliki
kandungan protein tinggi, daging kerang Simping umumnya tidak dikonsumsi oleh manusia. Daging Simping biasanya dijadikan makanan ternak dan udang. Simping yang memiliki diameter 11-12 cm, sudah dapat menghasilkan mutiara.
Setiap
individunya, Simping dapat menghasilkan 14 butir mutiara (Ingole dan Clemente, 2007). Dalam ekosisitem, kerang Simping berperan sebagai filter feeder yang makanan utamanya adalah plankton dan detritus organik, sehingga Simping dapat dijadikan salah satu faktor yang mengontrol keberadaan plankton serta detritus organik di alam. Kerang Simping ditemukan dalam substrat lumpur dan pasir berlumpur di perairan dangkal. Simping juga dapat ditemukan di daerah estuari dan teluk. Di Indonesia kerang Simping tersebar secara luas antara lain di Kenjeran (Jawa Timur), Pasuruan (Jawa Timur), Demak (Jawa Tengah), Kupang (NTT) dan Tangerang (Banten) (Pagcatipunan et al., 1981). Perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang, yang merupakan salah satu tempat ditemukannya Simping di Indonesia, termasuk perairan yang banyak menerima masukan bahan limbah dari aktivitas daratan. Salah satu sungai yang melintasi Kabupaten Tangerang dan menerima banyak bahan masukan adalah Sungai
1
2
Cisadane. Status mutu kualitas air Sungai Cisadane bagian hulu adalah tercemar berat sedangkan bagian hilir tercemar sedang (KLH, 2005). Kerang Simping merupakan organisme yang bersifat benthic sessile dan filter feeder, dapat berkembang dan tumbuh sesuai
dengan kualitas habitatnya
(substrat dan air) serta ketersediaan makanan (plankton). Menurut Dharmaraj et al. (2004) kerang Simping memakan fitoplankton dari jenis Isochrisys galbana, Tetraselmis tetrahele, Chaetoceros sp. , serta diatom lainnya. Di habitat alaminya, kerang Simping mengalami beberapa tekanan yang dapat mempengaruhi distribusinya. Tekanan tersebut antara lain tingkat exploitasi yang sangat intensif, polusi perairan, serta metode penangkapan yang merusak. Mengingat sampai saat ini di Indonesia, hasil produksi kerang Simping masih mengandalkan hasil tangkapan di alam. Jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan belum diatur, sehingga tingkat pemanfaatan menjadi tidak terkontrol. Dengan demikian, perlu adanya suatu upaya pengelolaan dari kerang Simping. Sehingga dibutuhkan informasi mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan potensi sumberdaya kerang Simping, seperti reproduksi, mortalitas, recruitment, pertumbuhan, serta distribusi populasi. Setelah itu kemudian ditentukan suitability (kesesuaian) dari sumberdaya kerang Simping untuk peruntukannya. Selanjutnya ditentukan analisis daya dukung, pemanfaatan, dan yang terakhir proses pengelolaan (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Pada penelitian ini, penulis hanya memfokuskan pada distribusi dari kerang Simping. Pendekatan penelitian distribusi kerang Simping dapat dilihat pada alur di Gambar 1.
3
Sumberdaya kerang Simping (Placuna placenta)
Potensi sumberdaya kerang Simping Kegiatan eksploitasi yang intensif dan merusak
• • • •
Reproduksi Mortalitas Recruitment Pertumbuhan
Kualitas fisika-kimia lingkungan perairan
Distribusi
Masukan limbah Plankton (sebagai makanan)
Analisis Peruntukan
Analisis daya dukung
Aspek Pengelolaan Pemanfaatan
Planning-Organizing-Actuating-Controlling
Gambar 1. Alur pendekatan penelitian distribusi kerang Simping
B. Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah : •
Mendeskripsikan sebaran kerang Simping, Placuna placenta (Linnaeus, 1758) di Perairan Kronjo berdasarkan kedalaman.
•
Mengetahui kualitas fisika kimia Perairan Kronjo secara umum.
•
Mengkaji hubungan antara kepadatan dari kerang Simping dengan kualitas lingkungan perairannya.
Manfaat penelitian ini adalah: •
Sebagai masukan bagi pihak/instansi terkait dalam pengelolaan sumberdaya kerang Simping di Kabupaten Tangerang, khususnya di Kecamatan Kronjo.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Umum Perairan Kronjo, Tangerang Kabupaten Tangerang, memiliki 7 kecamatan yang berada di wilayah pesisir utara Laut Jawa, yang salah satu diantaranya Kecamatan Kronjo, dan memiliki luasan wilayah 1.110 km2. Wilayah perairan utara Tangerang memiliki variasi rata-rata suhu permukaan tahunan 28,17 °C (±0,33) dan variasi salinitas tahunan 32,48 ‰ (±0,84).
Sungai Cisadane, sungai yang membelah daerah
Tangerang dan merupakan sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa (BPS Provinsi Banten, 2006). Gangguan terhadap ekosistem perairan di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang yang perlu mendapat perhatian adalah peningkatan kekeruhan perairan melalui peningkatan chemical oxygen demand (COD) yang berasal dari berbagai kegiatan di sekitar sungai dan pantai. Status mutu kualitas air menurut KLH (2005) menunjukan pada Sungai Cisadane bagian hulu tercemar berat dan pada bagian hilir tercemar sedang. Pencemaran menjadi ancaman yang dominan di Perairan Tangerang. Bentuk bahan-bahan yang masuk ke perairan adalah limbah cair, padat, dan tersuspensi serta sisa minyak. Namun yang paling banyak adalah limbah cair.
Selanjutnya masukan limbah ini akan menyebabkan gangguan
terhadap biota perairan. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten (2006), Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang memiliki jumlah pabrik skala besar/sedang tertinggi dengan 748 pabrik, kemudian diikuti oleh Kota Tangerang sejumlah 614 pabrik, dimana hasil sisa produksinya (limbah) dibuang kedalam sungai dengan jumlah yang tidak sedikit dan sungainya bermuara di Perairan Kronjo. Dari sejumlah pabrik yang ada di Kabupaten Tangerang, pabrik makanan, pabrik pemintalan tekstil, pabrik kimia organik, pabrik karet, serta pabrik kertas menempati urutan teratas.
4
5
Tabel 1.
Kategori beberapa pabrik yang banyak terdapat di Kabupaten Tangerang serta potensi pencemaran yang ditimbulkan
No.
Kategori Sumber
Pencemaran yang Ditimbulkan
1
Pabrik Karet
BOD, N, Warna, TSS, O2, Fenol, Cr
2
Pengawetan dan Pengalengan Makanan Laut
BOD, COD, TSS, TDS, Caliform
3
Pabrik Kimia Organik
O2, BOD, COD, TSS, keasaman, basa, panas, dan logam-logam berat
4
Pemintalan Tekstil
BOD, COD, TDS, Warna, TSS, O2, Cr, Zn,
5
Pabrik Kertas dan Pulp
BOD, COD, TSS, NH3, TDS
Sumber : KLH (2003)
B. Eko-Biologi Kerang Simping Klasifikasi dari kerang simping adalah sebagai berikut: Filum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda
Sub kelas
: Pteriomorphia
Ordo
: Ostreoida
Famili
: Placunidae
Genus
: Placuna
Spesies
: Placuna placenta (Linnaeus,1758)
(Swennen, 2001) Nama umum : Window-pane shells, Window-pane oyster Nama lokal
: Simping (Indonesia), Kapis (Filipina), Methy (India)
Kerang simping adalah biota sessile yang memiliki dua cangkang yang simetris. Cangkangnya bundar, pipih, dan transparan. Simping merupakan biota filter feeder.
Ketika di dalam perairan mereka membuka sedikit katup
cangkangnya dan membiarkan air masuk, kemudian partikel makanan tersaring
6
oleh insangnya (Campbell, 2007). Gambar kerang simping adalah sebagai berikut (Gambar 2).
Gambar 2. Placuna placenta (dokumentasi pribadi)
Kelamin jantan dan betina berada pada individu yang terpisah, cukup mudah untuk membedakannya antara lain dengan melihat warna gonad. Gonad betina umumnya berwarna lebih cerah (kuning-oranye). Diameter dewasa dari simping adalah 70-100 mm. Diameter dari kerang simping dapat mencapai 150 mm (Campbell, 2007). Simping bereproduksi dengan fertilisasi eksternal. Larva simping hidup sebagai planktonik selama 14 hari kemudian setelah melewati fase juvenil, simping hidup dengan melubang di substrat perairan (Young, 1980 in Campbell, 2007). Terdapat 3 jenis simping lainnya yang tersebar di perairan dunia: P. (Ephippium) lincolnii, P. (Ephippium) ephippium, and P.(Ephippium) lobata (Campbell, 2007). Akan tetapi dari keempat spesies tersebut hanya Placuna placenta yang banyak dimanfaatkan terutama cangkangnya (Campbell, 2007). Pola distribusi organisme perairan dipengaruhi oleh kedalaman, kecepatan arus, sedimen, dan faktor lainnya (Kennish, 1990). Michael (1994) menyatakan bahwa selain sifat fisika-kimia perairan, sebaran organisme perairan juga
7
dipengaruhi oleh daur pembiakan, tingkah laku spesies dalam populasi, dan persaingan antara spesies.
D. Parameter Lingkungan Parameter lingkungan perairan dapat digunakan dalam menduga kualitas perairan karena perubahan pada parameter lingkungan perairan seperti fisikakimia dan biologi akan mempengaruhi kualitas perairan itu sendiri. Parameter fisika kimia pada umumnya mempengaruhi keberadaan, distribusi, dan merupakan penunjang kehidupan simping pada suatu lingkungan perairan.
Beberapa
parameter tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Suhu Suhu merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara umum disebut metabolisme, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit. Karena sebagian besar organisme laut juga bersifat poikilometrik dan suhu air laut bervariasi menurut garis lintang, maka penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu lautan secara geografik (Nybakken, 1992). Peningkatan suhu mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 in Effendi, 2003). Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik, dan selanjutnya menyebabkan pengingkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu juga disertai dengan penurunan kelarutan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Suhu permukaan air laut cenderung homogen. Hal ini dikarenakan adanya proses pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus, dan pasang-surut (Nontji, 2006). Kerang simping dapat tumbuh dengan baik di area yang memiliki suhu 24,5-30ºC (Dharmaraj et al., 2004).
8
2. Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan (Boyd, 1988 in Effendi, 2003). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰) (Effendi, 2003).
Menurut
Nybakken (1992), salinitas memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik dan salinitas merupakan salah satu besaran yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan walaupun terdapat sedikit perbedaan, tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Salinitas yang baik bagi perkembangan simping adalah 18-38 ‰ (Dharmaraj et al., 2004).
3. Kedalaman Kedalaman
perairan
mempengaruhi
kelimpahan
dan
distribusi
makrozoobenthos. Dasar perairan yang kedalamannya berbeda akan dihuni oleh makrozoobenthos yang berbeda pula (Wright, 1984).
4. Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Keadaan cuaca, kekeruhan air, dan waktu pengamatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003). Kecerahan pada perairan turbulen ini lebih kecil dibandingkan daerah laut terbuka.
Kumpulan partikel-partikel sisa baik dari daratan, dari potongan-
potongan klep dan rumput laut, ditambah kepadatan plankton yang tinggi akibat melimpahnya nutrien menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari sampai beberapa meter (Nybakken, 1992). Nilai kecerahan ≥ 3 m merupakan baku mutu air laut yang diperbolehkan untuk biota laut (Kep.Men LH no 51 tahun 2004).
9
5. Total Suspended Solid (TSS) Padatan tersuspensi total adalah bahan bahan yang tersuspensi (diameter > 1 μm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Bahan-bahan tersuspensi dalam perairan alami tidak bersifat toksik, namun jika berlebihan akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom perairan dan akhirnya akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis perairan (Effendi, 2003).
6. Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen sangat essensial untuk respirasi dan merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme ikan dan organisme lain yang berasal dari proses fotosintesis fitoplankton dan tanaman air serta difusi udara (APHA, 1989). Menurut Odum (1993) kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi makrozoobenthos, terutama dalam proses respirasi dan dekomposisi bahan organik. Menurunnya kandungan oksigen akan menyebabkan kematian spesies-spesies yang sensitif terhadap penurunan oksigen dan digantikan spesies yang lebih adaptif. Kerang simping dapat tumbuh dengan baik pada kadar oksigen terlarut antara 2.5-5 mg/l.
7. Chemical Oxygen Demand (COD) COD mengambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi, 2003). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat (Cr2O7) yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 in Effendi, 2003). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 in Effendi, 2003).
10
8. Nitrat-nitrogen Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya pengayaan perairan, yang selanjutnya dapat menstimulir pertumbuhan algae (blooming). Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik (Effendi, 2003).
Nitrogen
anorganik
dalam
laut
dimanfaatkan oleh tumbuhan berupa nitrat, nitrit dan ammonia.
yang
Beberapa
senyawa organik yang mengandung nitrogen dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton.
Namun pada umumnya senyawa organik tersebut pada umumnya
cepat terurai menjadi ammonia. Dari ketiga senyawa organik tersebut, nitrat cenderung memiliki kadar yang paling tinggi (Raymont, 1963). Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003).
9. Ortofosfat Salah satu bentuk fosfat yang terdapat di perairan adalah ortofosfat (PO4P). Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).
Reaksi ionisasi asam otofosfat ditunjukan dalam
persamaan sebagai berikut: H3PO4
H+ + H2PO4-
H2PO4-
H+ + HPO42-
HPO42-
H+ + PO43-
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan.
11
Dalam perairan alami kadar ortofosfat tidak boleh lebih dari 0,1 mg/l (Boyd, 1988 in Effendi, 2003).
10. Plankton 10.1 Fitoplankton Fitoplankton adalah tumbuhan yang melayang dilaut dan memiliki ukuran mikroskopik. Fitoplankton pada umumnya berupa individu bersel tunggal, namun ada beberapa yang juga yang membentuk rantai.
Fitoplankton mengandung
klorofil yang membuatnya memiliki kemampuan berfotosintesis, yaitu menyadap energi matahari untuk mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Bahan organik inilah yang menjadi makanan fitoplankton serta sebagai sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi ekosistem di laut. Kelimpahan fitoplankton tidak hanya merupakan respon terhadap cahaya matahari dan suhu tetapi tak kalah pentingnya adalah hara nitrat (Nontji, 2006).
10.2 Zooplankton Zooplankton terdiri dari bermacam larva yang bersifat planktonik dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan (Nybakken, 1992). Sesuai dengan daur hidupnya zooplankton terdiri dari dua kelompok yaitu meroplankton dan holoplankton.
Meroplankton ialah zooplankton yang
menghabiskan sebagian daur hidupnya berupa plankton, khususnya pada tingkat larva.
Sedangkan holoplankton merupakan zooplankton yang seluruh daur
hidupnya bersifat planktonik seperti Copepoda, Rotaria, dan Chaetognatha (Raymont, 1963).
11. Substrat Pergerakan ombak dapat menentukan tipe partikel yang terkandung. Pergerakan ombak yang kuat memindahkan partikel halus sebagai suspensi dan menyisakan pasir. Jadi sedimen lumpur yang baik hanya dapat terbentuk pada dasar yang pergerakan ombaknya rendah atau letaknya lebih dalam sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh ombak (Nybakken, 1992). Simping banyak ditemukan di perairan yang bersubstrat pasir maupun berlumpur (Ingole dan Clemente, 2007).
12
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2007, di Perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Pengambilan contoh air,
substrat, plankton, dan simping dilakukan di 3 kelompok stasiun yang berbeda dengan masing-masing stasiun dilakukan ulangan sebanyak 5 kali. Pembagian kelompok stasiun dipilih berdasarkan perbedaan kedalaman (< 3 m, 3-6 m, >6 m). Kelompok Stasiun <3m adalah stasiun yang memiliki kedalaman kurang dari 3 m. Kelompok Stasiun 3-6m adalah stasiun yang memiliki kedalaman antara 3-6 m. Kelompok Stasiun >6m adalah stasiun yang memiliki kedalaman lebih dari 6 m.
Dalam melakukan perjalanan dari satu stasiun ke stasiun lainnya, pada
penelitian ini menggunakan perahu nelayan dengan kecepatan 1,5 knot. Posisi stasiun ditentukan menggunakan GPS (Global Positioning System). Posisi stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 dan peta lokasi stasiun pengambilan contoh ini dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 2. Posisi geografi stasiun pengambilan sampel air, substrat, dan kerang simping
Kelompok Stasiun
Lintang
Bujur
<3m.1 <3m.2 <3m.3 <3m.4 <3m.5 3-6m.1 3-6m.2 3-6m.3 3-6m.4 3-6m.5 >6m.1 >6m.2 >6m.3 >6m.4 >6m.5
06 °01’40,5” 06 °01’38,6” 06°02´0,60” 06°02´13,7” 06°02’11,5” 06 °01’30,0” 06 °01’20,4” 06°01’13,4” 06°01’54,4” 06°01’54,6” 06 °00’50,0” 06 °00’51,5” 06°01´33,5” 06°01’11,3” 06°01’14,7”
106 °26’49,7” 106 °27’04,3” 106°27`53,0” 106°28`24,2” 106°29’38,1” 106 °27’08,1” 106 °27’02,7” 106°27’40,1” 106°28’21,0” 106°29’46,1” 106 °27’11,0” 106 °27’21,4” 106°28`00,0” 106°28’20,8” 106°29’24,0”
12
13
Gambar 3. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan di Perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten (BAKOSURTANAL, 1999). Keterangan:angka pertama pada titik stasiun menunjukan kedalaman angka kedua setelah tanda titik menunjukan ulangan Contoh: titik 3-6m.2, menunjukan titik stasiun yang memiliki kedalaman antara 3-6 m dan ulangan ke-2
14
B. Metode Kerja 1. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan Untuk mengetahui keadaan perairan secara umum mengenai Perairan Kronjo, dilakukan analisa sampel air baik secara in situ maupun ex situ. Analisa ex situ dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan
Lingkungan Perairan
FPIK,IPB. Pengambilan contoh air menggunakan alat van dorn water sampler. Pengukuran parameter tersebut dilakukan sekali per stasiun pengamatan setiap bulannya (April dan Mei 2007). Parameter yang fisika dan kimia yang di amati selama penelitian beserta alat atau metode yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar alat yang dipakai pada penelitian ini diantaranya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 3. Parameter fisika dan kimia yang diamati Parameter
Unit
Alat
Metode
Lokasi
Fisika Suhu
°C
Thermometer
Pemuaian
In situ
Kedalaman
m
Tali tambang dengan
Visual
In situ
pemberat Kecerahan
m
Secchi disk
Visual
In situ
TSS
mg/l
Gravimetri
Timbangan analitik
Laboratorium
Kimia Salinitas
psu
Refraktometer
Refraksi cahaya
In situ
DO
mg/l
Botol DO
Titrasi Winkler
In situ
COD
mg/l
Botol sampel
Heat of Dillution
Laboratorium
Nitrat
mg/l
Botol sampel
Brucine
Laboratorium
Ortofosfat
mg/l
Botol sampel
Stannous
Chloride
Laboratorium
Method
2. Pengambilan Contoh Kerang Simping Pengambilan contoh kerang Simping dilakukan dengan menggunakan alat tangkap garok. Dalam satu unit garok terdiri dari segitiga besi, kayu dasar, tali tambang penarik garok, mata paku garok, karet, serta kantung jaring pengumpul. Gambar alat garok dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada penelitian ini garok yang
15
dipakai adalah unit yang memiliki panjang kayu 150 cm, jarak antar paku garok 1,5 cm, dan mesh size jaring pengumpul 2 cm. Pada setiap stasiun pengamatan, garok ditarik sekali oleh perahu sejauh 10 m. Simping yang tertangkap oleh garok kemudian disortir, dikumpulkan kedalam plastik sampel, dan diawetkan dengan formalin 4%. Selanjutnya Simping diukur diameternya
menggunakan
jangka sorong di Laboratorium Biologi Perikanan FPIK,IPB. 3. Pengambilan Substrat Contoh substrat diambil dengan menggunakan alat Ekman grab hanya pada bulan April, asumsi yang berlaku adalah kandungan fraksi substrat pada bulan April dan Mei tidak jauh berbeda. Contoh substrat dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian dilakukan analisa substrat di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, IPB. Substrat dianalisa teksturnya berdasarkan persentase fraksi liat, debu, dan pasir. 4. Pengambilan Contoh Plankton Pengambilan contoh plankton menggunakan plankton net berdiameter 30 cm dan berukuran mata jaring 0,040 mm, yang ditarik dengan kapal sejauh 10 m. Lalu sampel yang didapat diawetkan dengan larutan lugol 2 – 3 tetes. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis dan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di Laboratorium Biomikro I, FPIK IPB, dengan menggunakan metode sapuan pada Sedgwick-Rafter counting cell di bawah mikroskop. Pedoman identifikasi plankton adalah buku identifikasi dari Yamaji (1982).
C. Metode Analisis Data 1. Kepadatan Simping Kepadatan Simping didefinisikan sebagai jumlah individu simping per stasiun dalam satuan luas, biasanya dinyatakan dalam satuan meter persegi (Odum, 1993). Dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
16
Keterangan:
D : Kepadatan kerang simping (ind/m2) n : Jumlah individu simping A : Luas area pengambilan sampel (m2)
2. Pola Persebaran Jenis Untuk mengetahui pola sebaran Simping dalam habitat, maka digunakan pola persebaran Morisita. Indeks persebaran Morisita dihitung melalui rumus sebagai berikut (Brower dan Zar, 1990):
Keterangan, Id : Indeks Persebaran Morisita q : Jumlah pengambilan sampel ni : Jumlah individu pada pengambilan sampel ke-i N : Jumlah total individu yang diperoleh Jika nilai indeks=1, hal ini mencirikan suatu penyebaran acak. Jika nilai indeks lebih besar dari satu, maka penyebaran akan mengelompok atau teragregasi. Jika penyebaran seragam dan teratur maka indeks akan kurang dari satu. Menggunakan indeks persebaran Morisita memiliki keuntungan, yaitu tidak bergantung pada jenis penyebaran, jumlah sampel, serta ukuran nilai rataan (Michael, 1994). Menurut Odum (1993), pola penyebaran secara acak relatif jarang terjadi secara alami dan biasanya terjadi hanya bila kondisi lingkungan sangat seragam dan tidak ada tekanan terhadap populasi. Penyebaran secara seragam mungkin terjadi apabila kompetisi atau persaingan antar individu-individu sangat kuat sehingga terjadi pembagian wilayah yang sangat merata antar setiap individu. Pola penyebaran mengelompok dengan tingkat pengelompokan yang bermacammacam merupakan bentuk penyebaran yang paling umum terjadi karena individuindividu dalam populasi cenderung membentuk kelompok dalam berbagai ukuran.
17
Pola mengelompok terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan respon terhadap perbedaan habitat secara lokal. 3. Indeks Pencemaran Indeks pencemaran (Pollution index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow, 1974 in Kep. Men. LH no 115 tahun 2003 ). Penentuan status mutu air dengan indeks pencemaran mengacu pada Kep. Men. LH. no 115 tahun 2003 (Lampiran 2). Sedangkan baku mutu yang digunakan pada penelitian ini untuk penentuan indeks pencemaran, menggunakan baku mutu Kep. Men. LH no 51 tahun 2004 untuk biota laut (Lampiran 3). Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)max adalah jika lebih besar daripada 1. Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran (IP) menurut Kep. Men. LH no 115 tahun 2003 adalah: 0≤IP≤1,0 1,010
= memenuhi baku mutu (kondisi baik) = cemar ringan = cemar sedang = cemar berat
4. Tipe Substrat Penentuan tipe substrat dilakukan dengan menggunakan segitiga Millar (Brower dan Zar, 1990), dengan memplotkan persentasi fraksi substrat akan diperoleh jenis tipe substrat (Gambar 4).
18
Gambar 4. Tipe substrat dasar dari persentase liat, debu, dan pasir berdasarkan segitiga Millar (Brower dan Zar, 1990) 5. Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton, baik fitoplankton dan zooplankton
dinyatakan
secara kuantitatif dalam jumlah individu/m3 dan dihitung berdasarkan rumus : N = n×
1 Vr × Vs Vo
Keterangan: N = Kelimpahan plankton (individu/ m3) n = Jumlah plankton yang tercacah Vs = Volume air contoh yang disaring (m3) Vr = Volume air contoh yang tersaring (ml) Vo = Volume air pada Sedgwick-Rafter counting cell (ml)
6. Uji Khi-Kuadrat Untuk mengetahui apakah ukuran kerang Simping (kecil, sedang, dan besar) pada masing-masing stasiun pengamatan memiliki perbedaan nyata, maka dilakukan uji khi-kuadrat (χ2). Pada penelitian ini H0 = Proporsi rata-rata setiap ukuran di stasiun yang berbeda adalah sama, sedangkan H1=Proporsi rata-rata setiap ukuran di stasiun yang berbeda adalah tidak sama. Selain itu uji khikuadrat digunakan untuk menguji proporsi fraksi substrat (pasir, debu, dan liat) apakah berjumlah sama disetiap stasiunnya. H0= Proporsi fraksi substrat di setiap
19
stasiun adalah sama, sedangkan H1= Proporsi fraksi substrat di setiap stasiun adalah tidak sama. Rumus khi-kuadrat adalah sebagai berikut (Walpole, 1992):
Keterangan: Oi= Proporsi data yang didapat ei= Frekuensi harapan
7. Uji t Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara rata-rata kelimpahan pada setiap kelompok stasiun maka dicari uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji t (t test). Perhitungan uji t ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2007. 8. Analisis Korelasi Spearman Untuk melihat hubungan antara kepadatan kerang Simping dengan kualitas fisika, kimia, dan biologi maka digunakan analisis korelasi Spearman. Analisis ini dapat digunakan jika setiap data yang dikorelasikan memiliki tingkatan data ordinal, jumlah sampel dibawah 30 (sampel kecil), dan dapat digunakan pada data yang tidak normal (Usman dan Akbar, 2008). Perhitungan korelasi Spearman pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software SPSS 13.0 yang diterbitkan oleh Apache software foundation, Amerika Serikat. Korelasi Spearman disebut juga korelasi bertingkat, korelasi berjenjang, korelasi berurutan, atau korelasi berpangkat.
Besarnya hubungan antara dua
variabel atau derajat hubungan yang mengukur korelasi berpangkat disebut koefisien korelasi Spearman yang dinyatakan dengan lambang rs. Nilai r terbesar ialah +1, dan terkecil ialah -1 sehingga dapat ditulis -1≤ r ≤ +1. Rumus korelasi Spearman adalah sebagai berikut (Usman dan Akbar, 2008).
Keterangan: r = Korelasi Spearman
20
b = Beda antara peringkat N = Jumlah data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Distribusi Kerang Simping Selama pengamatan berlangsung, total jumlah kerang Simping yang didapat pada bulan April adalah 343 individu dan pada bulan Mei sejumlah 331 individu (Lampiran 4). Hasil pengamatan kepadatan Simping pada bulan April (Gambar 5) menunjukan bahwa kepadatan rata-rata tertinggi ada di kelompok stasiun yang memiliki kedalaman <3 m, dengan jumlah 4 individu/m2.
Gambar 5. Kepadatan Simping rata-rata di setiap kelompok stasiun Keterangan: Tanda bar menunjukan standar deviasi
Simpangan baku tertinggi kepadatan Simping di bulan April ada pada kelompok Stasiun <3m dengan 2,60. Dengan demikian kepadatan Simping yang berada pada kelompok Stasiun <3m lebih bervariasi dibandingkan dengan kepadatan di kelompok stasiun lainnya.
Hal ini menunjukan bahwa pada
kelompok Stasiun <3m terdapat titik stasiun yang memiliki kepadatan sangat tinggi sedangkan yang lainnya sangat sedikit.
20
Kelompok Stasiun <3m yang
21
jaraknya sangat dekat dengan muara dan daratan menerima masukan jumlah bahan organik yang berbeda-beda, tergantung di mana stasiun itu berada. Setiap sungai yang bermuara di Perairan Kronjo memiliki jumlah masukan bahan organik serta nutrien yang berbeda-beda. Hal inilah yang diduga menyebabkan bervariasinya kepadatan Simping di kelompok stasiun <3m. Pada kelompok Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m simpangan bakunya relatif lebih kecil dibandingkan pada kelompok Stasiun <3m dengan masing-masing nilainya adalah 0,54 dan 0,89. Hal ini menunjukan bahwa pada kelompok Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m kepadatan Simping lebih kurang bervariasi dibandingkan pada Stasiun <3m. Pada bulan Mei, kepadatan Simping tertinggi didapat pada kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m, dengan masing-masing berjumlah 3 individu/m2. Simpangan baku tertinggi ada pada kelompok Stasiun <3m dan 3-6m dengan masing-masing nilainya adalah 2,07 dan 2,16.
Dengan demikian kepadatan
Simping di kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m lebih bervariasi dibandingkan dengan kelompok Stasiun >6m. Hal ini menunjukan bahwa pada kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m terdapat titik stasiun yang memiliki kepadatan yang sangat tinggi sedangkan yang lain kepadatannya sangat rendah. Pada bulan Mei, masukan nutrien sangat bervariasi pada kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m. Hal ini yang menyebabkan kepadatan Simping juga bervariasi. Kepadatan Simping dipengaruhi oleh masukan nutrien seperti nitrat dan orthofosfat karena nutrien pada kolom perairan akan dimanfaatkan secara langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton yang tersaring dalam insang Simping akan dimanfaatkan menjadi makanan. Jumlah total kepadatan rata-rata pada kelompok Stasiun <3m selama penelitian berjumlah 7 individu/m2, pada kelompok Stasiun 3-6m berjumlah 5 individu/m2, dan pada kelompok Stasiun >6m berjumlah 8 individu/m2. Total kepadatan Simping pada bulan April adalah 32 individu/m2 dan pada bulan Mei adalah 30 individu/m2. Hasil uji t, untuk mengetahui perbedaan antara kepadatan kerang Simping yang didapat pada bulan April dan Mei, menunjukan nilai t hitung 0,242 (Lampiran 5). Nilai t
tabel
dengan α=0,05 didapatkan 2,144. Karena nilai -t
tabel
hitung<
+t
22
tabel
maka dapat disimpulkan gagal tolak H0. Sehingga tidak ada perbedaan
kepadatan Simping antara bulan April dan Mei. Hasil uji t didapat nilai t
hitung
(Lampiran 6) untuk kelompok Stasiun <3m
dan Stasiun 3-6m adalah 2,012, sedangkan nilai t
hitung
untuk kelompok Stasiun
<3m dan Stasiun >6m adalah 1,66, kemudian nilai t hitung untuk kelompok Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m adalah 0,487. Nilai t tabel dengan α=0,05 didapatkan 2,262. Karena nilai -t
tabel
hitung<
+t
tabel
maka dapat disimpulkan gagal tolak H0.
Sehingga tidak ada perbedaan kepadatan rata-rata Simping antara kelompok Stasiun <3m, Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m. Diameter kerang Simping yang ditemukan selama periode April dan Mei berkisar antara 13,4-123,3 mm. Pada penelitian ini sampel kerang Simping pada setiap stasiun dibagi kedalam 3 kelompok ukuran, yaitu kecil, sedang, dan besar (Gambar 6). Ukuran kecil yang memiliki diameter ≤ 40 mm, ukuran sedang diameternya diantara 40-70 mm, serta ukuran besar yang diameternya ≥ 70 mm. Pembagian kelas ukuran ini didasari oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Dharmaraj et al. (2004) yaitu kerang Simping memasuki ukuran juvenil rata-rata pada saat berdiameter 40 mm dan diameter kerang Simping dewasa (mature) atau sudah matang gonad berkisar antara 70-100 mm.
Kecil = diameter simping ≤ 40,0 mm Sedang = diameter simping 40,0< X<70,0 mm Besar = diameter simping ≥ 70,0 mm
Gambar 6. Frekuensi rata-rata kelompok ukuran Simping yang ditemukan dilokasi penelitian
23
Selama waktu pengamatan (April dan Mei) kerang Simping yang paling banyak tertangkap adalah ukuran sedang (40<X<70 mm) dengan total rata-rata 76 individu. Kerang Simping berukuran kecil yang tertangkap total rata-ratanya adalah 53. Kerang Simping berukuran besar yang didapat sangat sedikit dengan total rata-rata hanya 7 individu. Total rata-rata frekuensi kerang Simping yang tertangkap di kelompok Stasiun <3m adalah 72 individu.
Total rata-rata kepadatan Simping yang
ditemukan di kelompok Stasiun 3-6m adalah 36 individu. Total rata-rata Simping yang ditemukan di kelompok Stasiun >6m adalah 28 individu. Frekuensi rata-rata kerang Simping pada setiap kelas ukuran (kecil, sedang, dan besar) di setiap kelompok Stasiun ada yang mengalami penurunan, ada pula yang mengalami peningkatan selama periode pengamatan (April-Mei). Pada kelompok Stasiun <3m terjadi penurunan frekuensi rata-rata kerang Simping baik pada kelas ukuran kecil, sedang dan besar.
Sedangkan pada kelompok
Stasiun 3-6m terjadi peningkatan frekuensi rata-rata kerang Simping pada setiap kelas ukuran. Pada kelompok Stasiun >6m pada kelompok ukuran kecil mengalami penurunan frekuensi sedangkan kelompok ukuran sedang dan besar mengalami peningkatan frekuensi pada periode April dan Mei. Pada pengujian statistika menggunakan uji khi-kuadrat di dapat nilai 2
χ hitung =5,368 sedangkan χ2tabel (α=0,05) =9,488. Dikarenakan χ2hitung < χ2tabel, maka disimpulkan gagal tolak H0. Sehingga proporsi rata-rata ukuran simping di setiap kelompok stasiunnya adalah sama (Lampiran 7). Hal ini dapat terjadi karena pada pengujian fraksi substrat di dapatkan hasil bahwa sebaran fraksi substrat di setiap kelompok stasiun tidak berbeda nyata. Komponen yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan hidup hewan benthik seperti kerang Simping selain kualitas airnya adalah substrat tempat organisme itu hidup (Kennish, 1990). Larva organisme bentik, seperti halnya dengan larva kerang Simping memiliki kemampuan untuk mencoba substratnya, jika substrat tidak baik maka mereka tidak menetap dan bermetafmorfosis. Ini berarti tipe substrat tertentu akan menarik jenis larva tertentu dan menolak jenis lainnya. Hasil analisis pola persebaran Morisita dari kerang Simping selama penelitian (April dan Mei) diperoleh angka 2,276 (Lampiran 8). Menurut Michael
24
(1994) angka persebaran > 1 dimasukkan dalam kriteria mengelompok. Hal ini menerangkan bahwa keberadaan kerang Simping selalu ada dalam kelompok kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah (soliter).
B. Kondisi Parameter Lingkungan Perairan Kronjo pada bulan April memiliki kisaran rataan suhu sebesar 29,4 - 30,6 ºC, salinitas berkisar antara 29,2-31,8 psu, kecerahan antara 0,83-2,68 m, dan kadar oksigen terlarut antara 2,381-2,953 mg/l. Kadar COD perairan berkisar antara 159,2-213,6 mg/l, orthofosfat berkisar antara 0,010-0,0645 mg/l, nitrat antara 0,002-0,674 mg/l, dan TSS sebesar 8,8-15 mg/l (Lampiran 9). Hasil pengukuran rataan parameter lingkungan pada bulan Mei di perairan Kronjo (Lampiran 10) memiliki kisaran suhu 29,3-29,8 ºC, salinitas berkisar antara 28,6-30 psu, kecerahan sebesar 0,67-1,22 m dan kadar oksigen terlarut antara 2,922-3,187 mg/l. Nilai COD perairan berkisar antara 142,4-187,2 mg/l, orthofosfat sebesar 0,013-0,052 mg/l, nitrat antara 0,118-0,295 mg/l, dan kisaran TSS sebesar 5,2-21,4 mg/l. Dari nilai suhu dan salinitas baik di bulan April dan Mei masih berada dalam kisaran toleransi bagi kerang Simping. Pada perairan pesisir nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukkan air tawar dari sungai (Effendi, 2003). Sedangkan dari kadar oksigen terlarut masih terdapat stasiun yang memiliki kisaran oksigen terlarut dibawah toleransi bagi kerang Simping yaitu 2,381 mg/l pada kelompok Stasiun <3m. Menurut Campbell (2007), kerang Simping dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang memiliki suhu 24,5-30 ºC, salinitas 1838‰, dan oksigen terlarut 2,5-5 mg/l. Nilai COD di Perairan Kronjo pada bulan April dan Mei menunjukan angka yang lebih tinggi dari batas normal. Bahkan pada kelompok Stasiun <3m di bulan April nilainya mencapai 213,6 mg/l.
Nilai COD yang tidak tercemar
biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 in Effendi, 2003). Berdasarkan data dari KLH (2003), hampir setiap kategori pabrik yang banyak ditemukan di kabupaten Tangerang (pabrik karet, pengalengan makanan, kimia organik, tekstil, kertas) memiliki potensi pencemar berupa COD. Diduga
25
bahwa kandungan COD yang tinggi ini diantaranya berasal dari limbah buangan pabrik. Selama penelitian berlangsung diperoleh nilai indeks pencemaran pada kelompok Stasiun <3m adalah 6,785, sedangkan pada kelompok Stasiun 3-6m adalah 4,803, serta di kelompok Stasiun >6m adalah 4,371 (Gambar 7 dan Lampiran 11). Berdasarkan nilai indeks pencemaran, maka perairan di kelompok Stasiun <3m tergolong perairan tercemar sedang, pada kelompok Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m tergolong perairan tercemar ringan.
Gambar 7. Indeks pencemaran rata-rata di setiap kelompok stasiun Keterangan : Tanda bar menunjukan standar deviasi
Kelompok Stasiun <3m dikategorikan perairan dengan pencemaran sedang,
karena posisinya yang sangat dekat dengan muara dan daratan
dibandingkan stasiun lainnya. Sehingga masukan bahan organik dan nutrien yang diterima oleh kelompok Stasiun <3m akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan nilai indeks pencemaran pada kelompok stasiun ini lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya.
Simpangan baku yang ada pada nilai indeks
pencemaran di kelompok Stasiun <3m adalah 0,33. Hal ini menunjukan bahwa pada kelompok Stasiun <3m, nilai indeks pencemaran diantara titik stasiunnya tidak berbeda jauh atau kurang bervariasi.
26
Pada kelompok Stasiun 3-6m dan >6m dikategorikan perairan dengan tingkat pencemaran ringan. Hal ini dikarenakan pada kedua kelompok stasiun tersebut bahan pencemar yang masuk ke perairan tersebut sebelumnya telah terdekomposisi atau terurai baik secara biologi maupun non biologi, sehingga kandungan pencemar di perairan tersebut sudah berkurang. Kelimpahan plankton selama pengamatan (April dan Mei) mengalami peningkatan khususnya pada fitoplankton (Gambar 8). Kelimpahan fitoplankton rata-rata tertinggi pada bulan April ada pada kelompok Stasiun <3m dengan 2.134.025 individu/m3 (Lampiran 12). Sedangkan kelimpahan fitoplankton ratarata tertinggi pada bulan Mei ada di Stasiun >6m dengan 4.236.522 individu/m3 (Lampiran 13).
Gambar 8. Kelimpahan rata-rata fitoplankton selama penelitian Keterangan: Tanda bar menunjukan standar deviasi
Pada periode April-Mei kelimpahan rata-rata fitoplankton mengalami peningkatan yang sangat signifikan, terutama terjadi di kelompok Stasiun 3-6m dan Stasiun >6m. Hal ini dikarenakan pada kelompok Stasiun 3-6m dan >6m juga terjadi peningkatan terhadap komponen nutrien seperti nitrat. Peningkatan bahan nutrien dalam kolom perairan dapat memicu pertumbuhan fitoplankton.
27
Jumlah total kelimpahan rata-rata fitoplankton pada kelompok Stasiun <3m adalah 5.057.701 individu/m3, pada kelompok Stasiun 3-6m adalah 3.125.666 individu/m3, dan pada kelompok Stasiun >6m sejumlah 4.921.395 individu/m3.
Tingginya total rata-rata kelimpahan di kelompok Stasiun <3m
dikarenakan rata-rata kadar nutrien dan bahan organik yang tinggi. Kadar nitrat rata-rata di kelompok Stasiun <3m mencapai nilai 0,275 mg/l, dimana baku mutu menurut Kep. Men. LH no 51 tahun 2004 adalah 0,008 mg/l. Henderson dan Markland (1978) in Garno (2002) menyatakan bahwa kandungan fosfor >0,01 mg/l dan nitrogen >0,3 mg/l dalam badan air akan merangsang fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga terjadi blooming sebagai hasil fotosintesis yang maksimal dan menyebabkan peningkatan biomass perairan tersebut. Kelimpahan zooplankton tertinggi pada bulan April ada pada kelompok Stasiun 3-6m dengan jumlah 193.789 individu/m3. Sedangkan pada bulan Mei kelimpahan zooplankton tertinggi ada pada kelompok Stasiun <3m dengan jumlah 45.647 individu/m3 (Gambar 9).
Gambar 9. Kelimpahan rata-rata zooplankton selama penelitian Keterangan: Tanda bar menunjukan standar deviasi
28
Total kelimpahan zooplankton pada kelompok Stasiun <3m adalah 111.332 individu/m3, pada kelompok Stasiun 3-6m adalah 227.096 individu/m3, dan pada kelompok Stasiun >6m berjumlah 185.377. Keberadaan zooplankton tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan fitoplankton di perairan yang menjadi makanannya. Perbandingan antara gambar 8 dan gambar 9 menunjukan bahwa jika kelimpahan fitoplankton di suatu stasiun meningkat, maka di stasiun yang sama kelimpahan zooplankton menurun. Hal ini sesuai dengan teori dimakannya fitoplankton oleh zooplankton herbivora atau disebut juga Theory of grazing (Davis, 1955), yang mengatakan bahwa jika populasi zooplankton tinggi maka fitoplankton akan sampai pada kecepatan pertumbuhan tertentu sehingga kecepatan pertumbuhan fitoplankton tidak dapat mengimbangi kecepatan pertumbuhan
zooplankton.
Jika
zooplankton
sedikit,
maka
fitoplankton
berkembang dan menyebabkan jumlah fitoplankton melimpah.
C. Substrat Pada penelitian ini didapat 2 tipe substrat yang ditemukan pada seluruh stasiun pengamatan, yaitu liat berdebu dan lempung liat berdebu (Tabel 4). Tipe substrat liat berdebu ditemukan pada kelompok Stasiun <3m dan kelompok Stasiun >6m.
Tipe substrat lempung liat berdebu ditemukan pada kelompok
Stasiun 3-6m. Tabel 4. Persentase fraksi substrat pada pengamatan. Substrat (%)
Kelompok Stasiun
Pasir
Debu
Liat
<3m
13.59±9,18
42.65±6,57
43.76±11,21
Liat berdebu
3-6m >6m
11.85±5,51 7.08±1,25
50.99±12,18 48.91±8,54
37.16±13,01 44.01±8,53
Lempung liat berdebu Liat berdebu
Tipe Substrat
Hasil uji khi-kuadrat untuk fraksi substrat menunjukan bahwa χ2hitung= 3,611 sedangkan χ2tabel
(α=0,05)
= 9,488. Dikarenakan χ2hitung < χ2tabel, maka
disimpulkan gagal tolak H0. Dengan demikian proporsi fraksi substrat di setiap kelompok stasiunnya adalah sama (Lampiran 14).
29
Nybakken (1992) menyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan air laut, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan dan pengendapan bahan tersuspensi tersebut, seperti arus dari laut. Jenis substrat dan ukurannya menjadi salah satu faktor ekologi yang mempengaruhi kandungan bahan organik, semakin halus tekstur substrat semakin besar kemampuan menjebak bahan organik.
D. Hubungan Kepadatan Simping dengan Parameter Lingkungan Untuk melihat hubungan antara kepadatan simping dengan kondisi lingkungan perairan (fisika, kimia dan biologi) digunakan analisis korelasi Spearman. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi (rs) didapat bahwa kepadatan kerang simping memiliki nilai rs hitung 0,926 dengan COD (Lampiran 15). Nilai rs tabel
dengan α=0,05 adalah 0,829. Ternyata rs
hitung>
rs
tabel
sehingga korelasinya
signifikan. Dapat disimpulkan hubungan antara kepadatan dan COD adalah positif dan signifikan. Nilai
rs
hitung
antara kepadatan simping dengan kecerahan, salinitas,
kedalaman serta fraksi pasir adalah -0,833, 0,845, -0,839, dan -0,839. Nilai rs tabel dengan α=0,05 adalah 0,829. Ternyata signifikan.
rs
hitung
< -rs
tabel
sehingga korelasinya
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepadatan dengan
kecerahan, salinitas, kedalaman, dan fraksi substrat adalah negatif dan signifikan. Nilai rs
hitung
antara kepadatan simping dengan nitrat juga fraksi pasir
adalah masing-masing 0,833. Nilai rs tabel dengan α=0,05 adalah 0,829. Ternyata rs
hitung>
rs
tabel
sehingga korelasinya signifikan.
Dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara kepadatan simping dengan nitrat dan fraksi pasir adalah positif dan signifikan. Hubungan yang positif dan signifikan antara kepadatan simping dengan COD, nitrat, dan fraksi pasir diartikan bahwa dengan adanya peningkatan kepadatan simping ternyata cenderung diikuti oleh peningkatan COD, nitrat, dan fraksi pasir. Akan tetapi hubungan ini bukan merupakan hubungan sebab-akibat, dimana jika kepadatan simping meningkat disebabkan COD, nitrat dan fraksi pasir yang tinggi atau sebaliknya. Diduga bahwa dengan tingginya nitrat di perairan
30
merangsang pertumbuhan fitoplankton yang menjadi makanan bagi kerang simping. Hubungan yang negatif dan signifikan antara kepadatan simping dengan kecerahan, salinitas, dan kedalaman diartikan bahwa dengan adanya peningkatan kepadatan kerang simping ternyata cenderung diikuti oleh penurunan parameter tersebut. Hal ini diduga karena kerang simping sedikit lebih banyak ditemukan di perairan yang dekat darat dan muara, yang mana nilai dari parameter kecerahan, salinitas, kedalaman, dan fraksi substrat di perairan tersebut bernilai
paling
rendah. E. Masukan bagi Aspek Pengelolaan Dilihat dari ukuran yang didapat selama penelitian ini (April-Mei) menunjukan bahwa kerang simping yang tertangkap banyak yang berukuran sedang (diameter 40<X<70 mm) dan kecil (diameter <40 mm). Menurut Dharmaraj et al. (2004) pada ukuran tersebut kerang Simping masih belum dikatakan dewasa (mature). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi penurunan struktur populasi dari kerang Simping di alam. Ini dapat terjadi akibat dari penangkapan yang terus menerus dan tidak terpola sehingga menyebabkan habitat untuk penempelan dan berkembangnya larva simping menjadi tidak baik. Pertumbuhan dan proses recruitment kemudian menjadi terganggu. Keberadaan populasi kerang Simping diarea eksploitasi mendorong terus terjadinya penurunan populasi. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditetapkan tingkat eksploitasi yang tepat sehingga mampu mengendalikan ketersediaan Simping di alam. Berdasarkan data kualitas air yang diperoleh dalam penelitian, menunjukan bahwa ada beberapa parameter yang sudah tidak sesuai lagi dengan baku mutu yang ditentukan. Salah satunya adalah kandungan COD dan nitrat. Nilai COD dan nitrat yang tinggi disebabkan karena begitu banyaknya bahan organik yang masuk ke perairan diantaranya melalui limbah industri dan limbah domestik. Hasil indeks pencemaran juga menunjukan bahwa lingkungan Perairan Kronjo sudah dikategorikan perairan tercemar.
Hal ini menandakan bahwa
Perairan Kronjo telah mengalami penurunan kualitas perairan, sehingga perlu adanya upaya untuk mengendalikan pencemaran yang ada. Jika pencemaran terus berlanjut maka dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di perairan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kepadatan rata-rata tertinggi Placuna placenta pada bulan April ada di kelompok Stasiun <3m dengan 4 individu/m2. Sedangkan pada bulan Mei kepadatan rata-rata tertinggi ada di kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 3-6m dengan 3 individu/m2. Dari hasil Uji t terhadap kepadatan Simping antara ketiga kelompok Stasiun didapatkan bahwa nilai t
hitung
ketiga kelompok stasiun nilainya kurang dari t
tabel.
kepadatan simping diantara Sehingga disimpulkan tidak
ada perbedaan antara kepadatan Simping diantara kelompok stasiun. Berdasarkan uji khi-kuadrat didapat bahwa proporsi ukuran Simping (kecil, sedang dan besar) di setiap kelompok stasiunnya adalah sama. Nilai Indeks Pencemaran di kelompok Stasiun <3m adalah 6,785, disimpulkan perairannya tercemar sedang. Pada kelompok Stasiun 3-6m adalah 4,803, disimpulkan perairannya tercemar ringan. Begitu juga pada kelompok Stasiun >6m adalah 4,371, sehingga disimpulkan tercemar ringan. Hasil analisa korelasi Spearman didapat nilai rs
hitung>
rs
tabel
untuk
hubungan antara kepadatan Simping dengan COD, nitrat dan fraksi pasir. Sehingga dengan adanya peningkatan kepadatan Simping ternyata cenderung diikuti oleh peningkatan COD, nitrat, dan fraksi pasir. Sedangkan rs hitung < -rs tabel didapat dari hubungan antara kepadatan Simping dengan kecerahan, salinitas, serta kedalaman. Dengan adanya peningkatan kepadatan kerang Simping ternyata cenderung diikuti oleh penurunan parameter tersebut. B. Saran Sebaiknya dilakukan penelitian mengenai distribusi Simping (Placuna placenta) dalam periode waktu yang lebih lama (≥ 1 tahun) dan menggunakan alat tangkap yang lebih kurang selektif lagi dibandingkan yang dipakai pada penelitian ini, sehingga dapat menggambarkan keberadaan Simping di Perairan Kronjo lebih baik lagi dan dapat menggambarkan daur hidupnya.
32
35
Lampiran 1. Foto beberapa alat yang dipakai dalam penelitian (dokumentasi pribadi).
1,5 Alat tangkap garok yang digunakan dalam pengambilan sampel kerang Simping. Dalam satu unit terdapat besi berbentuk segitiga, tali penarik, kayu dasar, mata paku, karet, serta jaring.
Van dorn water sampler digunakan untuk mengambil sampel air pada kedalaman interface.
Mata paku pada alat tangkap garok. Fungsi paku untuk menancapkan garok di substrat sehingga menggaruk kerang ke dalam jaring. Pada penelitian ini menggunakan garok yang memiliki jarak mata paku 1,5 cm.
Plankton net tarik digunakan untuk mengambil sampel plankton pada kolom perairan.
36
Lampiran 1. (lanjutan)
Botol DO untuk menghitung oksigen terlarut menggunakan Titrasi Winkler.
Secchi disc digunakan untuk mengukur kecerahan perairan.
Ekman grab digunakan untuk mengambil sampel substrat dasar perairan.
Timbangan digital digunakan untuk mengukur berat miliopore pada perhitungan TSS
Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur diameter Simping.
Mikroskop, digunakan untuk menghitung kelimpahan plankton
37
Lampiran 2. Kutipan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 115 tahun 2003 Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor : 115 Tahun 2003 Tanggal: 10 Juli 2003
PENENTUAN STATUS MUTU AIR DENGAN METODA INDEKS PENCEMARAN III. Prosedur Penggunaan Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara : 1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik. 2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang. 3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan. 4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :
4.b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang - untuk Ci < Lij rata-rata
- untuk Ci > Lij rata-rata
4.c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah : (1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0 (2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5). 4. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M). 5. Tentukan harga PIj
38
Lampiran 3. Kutipan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004 Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51 Tahun 2003
Baku Mutu Air Laut Untuk Mendukung Kehidupan Biota Laut No
Parameter
1
FISIKA Kecerahana
2 3 4
Kebauan Kekeruhan Padatan Tersuspensi Total
5 6
Sampah Suhuc
7
Lapisan minyak5 KIMIA pHd Salintas
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 1
Oksigen Terlarut (DO) BOD5 Amonia total (NH3-N) Fosfat (PO4-P) Nitrat (NO3-N) Sianida (CN-) Sulfida (H2S) PAH (Poliaromatik hidrokarbon) Logam Terlarut Raksa (Hg) Kromium heksavalen (Cr(VI)) Arsen (As) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) BIOLOGI Coliform Patogen Plankton RADIO NUKLIDA Komposisi yang tidak diketahui
Satuan
Baku Mutu
m
Coral : > 5 Mangrove : Lamun : > 3 Alami3 <5 Coral : 20 Mangrove : 80 Lamun : 20 Nihil 1(4) Alami3c Coral : 28-32° Mangrove : 28-32° Lamun : 28-30° Nihil 1(5)
NTU mg/l °C
-
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
7-8,5(d) Alami3(e) Coral : 33-34(e) Mangrove : s/d 34(e) Lamun : 33-34(e) >5 20 0,3 0,015 0,008 0,5 0,01 0,003
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,001 0,005 0,012 0,001 0,008 0,008 0,05 0,05
MPN/100ml Sel/100ml Sel/100ml
1000(g) Nihil1 Tidak bloom6
Bq/l
4
‰
39
Lampiran 3. (Lanjutan) Keterangan : 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan). 2. Metode analisa mengacu pada netode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0.01 mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi perubahan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus dan kestabilan plankton itu sendiri. 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman eufotik. b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman. c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2°C dari suhu alami. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0.2 satuan pH. e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor. g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman.
40
Lampiran 4. Kepadatan Simping selama penelitian Kelompok Stasiun <3m.1 <3m.2 <3m.3 <3m.4 <3m.5 3-6m.1 3-6m.2 3-6m.3 3-6m.4 3-6m.5 >6m.1 >6m.2 >6m.3 >6m.4 >6m.5 Total
April Jumlah Kepadatan individu 31 3 8 1 8 1 71 5 99 7 5 1 3 1 9 1 17 2 18 2 24 2 2 1 34 3 6 1 8 1 343 32
Mei Jumlah individu 26 25 1 79 8 21 10 3 86 10 14 17 5 6 20 331
Contoh perhitungan : Diketahui : A = 15 m2 Contoh data pada stasiun >3m.5 = 99 individu Kepadatan = = 6,6 ≈ 7 individu/m2
Kepadatan 2 2 1 6 1 2 1 1 6 1 1 2 1 1 2 30
41
Lampiran 5. Uji t untuk kepadatan Simping di setiap bulan pengamatan t-Test: Paired Two Sample for Means
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail
April Mei 2.133333 2 3.12381 2.857143 15 15 0.239091 0 14 0.242028 0.812268 2.144787
42
Lampiran 6. Uji t untuk kepadatan Simping di setiap kelompok stasiun a.
Uji persamaan kepadatan Simping di kelompok Stasiun <3m dan Stasiun 36m
t-Test: Paired Two Sample for Means <3m Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail
b.
2.9 5.211 10 0.654
3-6m 1.8 2.4 10
0 9 2.012 0.038 2.262
Uji persamaan kepadatan Simping di kelompok Stasiun <3m dengan Stasiun >6m
t-Test: Paired Two Sample for Means <3m Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail
>6m 2.9 1.5 5.211 0.5 10 10 -0.447 0 9 1.655 0.132 2.262
43
Lampiran 6. (lanjutan) c.
Uji persamaan kepadatan Simping di kelompok Stasiun 3-6m dengan Stasiun >6m
t-Test: Paired Two Sample for Means 3-6m Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail
1.8 2.4 10 -0.406 0 9 0.487 0.638 2.262
>6m 1.5 0.5 10
44
Lampiran 7. Uji khi-kuadrat pada ukuran Simping di setiap kelompok stasiun Ukuran Kecil Sedang Besar TOTAL
<3m 39.6 (38.7) 51.3 (55.3) 9.2 (6.0) 100
Stasiun 3-6m 41.9 (38.7) 55.9 (55.3) 2.2 (6.0) 100
>6m 34.6 (38.7) 58.8 (55.3) 6.6 (6.0) 100
TOTAL 116.0 165.9 18.0 300
* Data yang dipergunakan adalah data rataan yang dijadikan persen di setiap stasiunnya **Nilai dalam kurung adalah nilai harapan H0 = Proporsi rata-rata setiap ukuran di stasiun yang berbeda adalah sama H1=Proporsi rata-rata setiap ukuran di stasiun yang berbeda adalah tidak sama Contoh Perhitungan: Nilai harapan : Untuk ukuran simping kecil, nilai harapannya:
=38,7
+…….
= 5,368 χ2 (0,05)
= 9,488
Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kesimpulannya gagal tolak H0
45
Lampiran 8. Indeks Morisita
Spesies
Indeks Morisita
Placuna placenta
2,276
Contoh perhitungan: Diketahui : pada data, q = 30, N = 674 Indeks Morisita= = 2,276
46
47
Lampiran 9. Data parameter fisika dan kimia Perairan Kronjo pada bulan April Parameter lingkungan Kelompok Stasiun <3m.1 <3m.2 <3m.3 <3m.4 <3m.5 Rataan <3m 3-6m.1 3-6m.2 3-6m.3 3-6m.4 3-6m.5 Rataan 3-6m >6m.1 >6m.2 >6m.3 >6m.4 >6m.5 Rataan >6m
COD (mg/l) 184 184 192 184 324 213.6
Kecerahan (m) 0.5 0.3 0.8 0.9 1.65 0.83
Salinitas (psu) 29 29 29 30 29 29.2
Kedalaman (m) 1 2.1 1.5 2.5 2.2 1.86
Nitrat (mg/l) 0.049 0.26 0.149 0.674 0.138 0.254
TSS (mg/l) 5 27 4 11 18 13
Orthofosfat (mg/l) 0.22 0.04 0.011 0.032 0.02 0.065
DO (mg/l) 0.398 1.593 3.665 3.381 2.867 2.381
148 144 160 136 208 159.2
1.4 2.2 0.95 2.75 2 1.86
30 29 30 30 31 30
5.3 5.2 4.2 4.2 4 4.58
0.012 0.017 0.077 0.097 0.002 0.041
4 2 4 16 18 8.8
0.005 0.001 0.034 0.005 0.004 0.010
2.705 2.871 2.867 2.989 2.389 2.764
29 30 30 30 31 30
140 156 200 168 152 163.2
2.05 3.125 1.5 4 2.75 2.69
33 33 30 31 32 31.8
7 6.2 6.8 6.2 6.2 6.48
0.008 0.004 0.138 0.001 0.015 0.033
4 57 7 1 6 15
0.025 0.001 0.034 0.015 0.004 0.016
2.508 2.985 3.303 2.785 3.184 2.953
30 30 30 31 32 30.6
Suhu(°C) 29 29 30 29 30 29.4
46
48
Lampiran 10. Data parameter fisika dan kimia Perairan Kronjo pada bulan Mei Parameter lingkungan Kelompok Stasiun <3m.1 <3m.2 <3m.3 <3m.4 <3m.5 Rataan <3m 3-6m.1 3-6m.2 3-6m.3 3-6m.4 3-6m.5 Rataan 3-6m >6m.1 >6m.2 >6m.3 >6m.4 >6m.5 Rataan >6m
COD (mg/l) 192 168 216 176 184 187.2 168 168 176 176 224 182.4 48 184 136 184 160 142.4
Kecerahan (m) 0.3 0.3 0.95 0.9 0.9 0.67 0.8 1 1.2 1 1.1 1.02 1.3 1 1.5 1.1 1.2 1.22
Salinitas (psu) 25 29 29 30 30 28.6 29 30 30 30 30 29.8 30 30 30 30 30 30
Kedalaman (m) 1 2.1 1.5 2.5 2.2 1.86 5.3 5.2 4.2 4.2 4 4.58 7 6.2 6.8 6.2 6.2 6.48
Nitrat (mg/l) 0.037 0.165 0.14 0.031 1.102 0.295 0.064 0.059 0.633 0.054 0.026 0.167 0.042 0.083 0.017 0.325 0.122 0.118
TSS (mg/l) 7 33 45 6 16 21.4 9 1 2 8 12 6.4 4 7 12 1 2 5.2
Orthofosfat (mg/l) 0.014 0.007 0.032 0.027 0.01 0.018 0.017 0.009 0.01 0.012 0.015 0.013 0.025 0.17 0.033 0.019 0.011 0.052
DO (mg/l) 3.188 1.832 3.506 3.381 3.394 3.060 2.790 2.991 2.787 3.188 4.179 3.187 2.866 2.867 2.906 3.183 2.787 2.922
Suhu(°C) 30 30 30 29 30 29.8 30 29.5 30 30 27 29.3 30 29 29 29 28 29
47
49
Lampiran 11. Indeks pencemaran
Indeks Pencemaran
Kelompok stasiun <3m 3-6m >6m
Evaluasi IP Rataan April
Mei
6.658 3.696 3.387
6.912 5.91 5.355
Rataan 6.785 4.803 4.371
Tercemar sedang Tercemar ringan Tercemar ringan
Keterangan: Nilai indeks pencemaran yang dihitung pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data rata-rata nitrat, TSS, orthofosfat, serta DO di setiap kelompok stasiun.
50
Filum
<3m.1
<3m.2
<3m.3
<3m .4
<3m .5
Bacillariophyceae Cyanophyceae Dinophyceae Jumlah Kelimpahan
7296 0 406 7702 2.044.057
8043.5 1330 507 9880.5 2.622.216
2390 0 0 2390 634.289
15510 0 345 15855 4.207.806
2597.5 0 1780 4377.5 1.161.758
Ciliata Sarcodina Sagittoidea Crustacea Urocohordata Bivalvia Jumlah Kelimpahan
17 0 0 122 2 125 267 70.860
65 0 0 76 0 5 146 38.747
15 0 0 45 0 5 65 17.251
30 0 0 110 5 0 145 38.482
245 0 0 172.5 35 162 614.5 163.084
Lampiran 12. Kelimpahan plankton pada bulan April
Stasiun Penelitian 3-6m .1 3-6m .2 3-6 m.3 3-6m .4 Fitoplankton 699 1350 558 1115 0 0 0 0 221 924 877 1946 920 2274 1435 3061 244.162 603.504 380.839 812.368 Zooplankton 0 25 117 417 14 37 5 7 2 0 0 0 217 647 354 456 9 7 42 55 20 85 55 45 262 801 573 980 69.533 212.580 152.070 260.085
3-6m .5
>6m .1
>6m .2
>6m .3
>6m .4
>6m .5
592.5 0 1717.5 2310 613.058
1721 0 235 1956 519.109
375 0 104 479 127.123
5895 0 95 5990 1.589.704
646 0 1247 1893 502.389
1882.5 0 702.5 2585 686.041
590 7.5 0 315 52.5 70 1035 274.682
62 17 0 372 52 87 590 156.582
74 12 0 120 17 30 253 67.144
20 0 0 90 0 0 110 29.193
254 17 0 489 40 42 842 223.461
627.5 17.5 0 337.5 40 45 1067.5 283.307
51
Filum
49
Lampiran 13. Kelimpahan plankton pada bulan Mei
Stasiun Penelitian <3m.1
<3m.2
<3m.3
<3m .4
<3m .5
3-6m .1
3-6m.2
3-6 m.3
3-6m .4
3-6m .5
>6m .1
24013
3655
2403
>6m .2
>6m .3
>6m .4
>6m .5
37465
28025
Fitoplankton Bacillariophyceae
6320
37537
2590
1130
5905
3510
6240
10675
8050
3271
Dinophyceae
505
500
275
25
295
33
105
305
218
135
18
155
105
110
215
Jumlah
6825
38037
2865
1155
6200
3543
6345
10980
24230
3790
2420
8205
3376
37575
28240
Kelimpahan
1.811.307
10.094.754
760.351
306.529
1.645.437
940.155
1.683.919
2.914.015
6.430.472
1.005.839
642.251
2.177.550
895.967
9.972.142
7.494.698
60
10
85
5
85
15
65
35
115
80
Zooplankton Ciliata
100
95
Sarcodina
15
35
40
75
Sagittoidea
10
Crustacea
125
5
5
75
5
3 3
45
Urocohordata
45
35
80
75
65
80
135
75
30
5
48 3
Polychaeta Bivalvia
10 30
45
5
5
Jumlah
265
185
215
75
Kelimpahan
70.329
49.098
57.059
19.904
23
5
30
15
5
20
20
5
25
10
120
103
90
240
150
45
75
170
45
225
115
31.847
27.203
23.885
63.694
39.809
11.943
19.904
45.117
11.943
59.713
30.520
50
52
Lampiran 14. Uji khi-kuadrat pada fraksi substrat di setiap kelompok stasiun
Fraksi Pasir Debu Liat TOTAL
<3m 13.6 (10.8) 42.7 (47.5) 43.8 (41.6) 100
Stasiun 3-6m 11.9 (10.8) 51.0 (47.5) 37.2 (41.6) 100
>6m 7.1 (10.8) 48.9 (47.5) 44.0 (41.6) 100
TOTAL 32.5 142.6 124.9 300
* Nilai dalam kurung adalah nilai harapan H0= Proporsi fraksi substrat di setiap stasiun adalah sama H1= Proporsi fraksi substrat di setiap stasiun adalah tidak sama Contoh Perhitungan: Nilai harapan : Untuk ukuran simping kecil, nilai harapannya:
=10,8
+…… .
= 3,612 χ2 (0,05) = 9,488 Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kesimpulannya gagal tolak H0
53
Lampiran 15. Tabel korelasi koefisien menggunakan Analisis Korelasi Spearman Rank (bantuan software SPSS 13.0) kepadatan Spearman's rho
kepadatan
COD
Kecerahan
salinitas
kedalaman
nitrat
TSS
ortho
DO
Suhu
Fito
Zoo
Pasir Debu
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) Correlation
1 . 0.926** 0.004 -0.833* 0.020 -0.845* 0.017 -0.839* 0.018 0.833* 0.020 0.278 0.297 0.463 0.178 0 0.5 -0.278 0.297 0.185 0.363 -0.339 0.255 0.839* 0.018 -0.516
54
Coefficient
** *
Sig. (1-tailed) 0.147 Correlation Liat -0.323 Coefficient Sig. (1-tailed) 0.266 Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
55
Lampiran 16. Contoh perhitungan a. Chemical Oxygen Demand (COD) Diketahui : contoh pada bulan April kelompok Stasiun 3-6m.1 Volume FAS yang digunakan dalam blanko(B):6,6 ml Volume FAS yang digunakan dalam air sampel (S):4,75 ml N FAS:0,05 COD (mg/l) = = = 148 mg/l b. Nitrat-nitrogen Diketahui : contoh pada bulan April kelompok Stasiun 3-6m.4 Nilai absorban sampel:0,106 Nilai blanko:0,009 Nitrat (mg/l)= 0,106-0,009 = 0,097 mg/l c. Orthofosfat Diketahui : contoh pada bulan Mei kelompok Stasiun <3m.1 Nilai Absorban:0,02 Nilai Blanko:0,006 Orthofosfat(mg/l)= 0,020-0,006 = 0,014 mg/l d. TSS Diketahui : contoh pada bulan Mei kelompok Stasiun <3m.2 Berat kertas miliopore awal(A): 0,098 gr Berat kertas miliopore akhir(B): 0,1013 gr TSS (mg/l)= = 33. 10-3 gr/l = 33 mg/l
56
Lampiran 16. (lanjutan) e. Dissolve Oxygen (DO) Diketahui : contoh pada bulan Mei <3m.5 ml titran : 0,85 N tiosulfat : 0,0247 ml sampel : 25 ml botol BOD : 96,5 DO (mg/l)= = 3,394 mg/l f. Kelimpahan plankton Diketahui : contoh firoplankton pada bulan April <3m.1 Luas mulut jaring=0,07065 m2 ; P tarikan=10 m Jumlah individu : 7702 V disaring : 0,7065 m3 V tersaring :150 ml V amatan : 0,8 ml Kelimpahan fitoplankton = = 2.044.057 individu/m3 g. Indeks pencemaran Contoh di kelompok Stasiun 3-6m Mei Parameter
Ci
Li
Nitrat TSS DO Orthofosfat
0.1672 6.4 3.187 0.0126
0.008
Ci/Li
20.9 0.32 20 5.1 2.006824 0.015 0.84
Ci/Li baru 1.320146 7.600731 0.32 0.302509 2.512547 0.84
log(Ci/Li)
Rataan
2,82
Ket: Ci= data lapangan yang kita dapatkan Li= baku mutu (pada penelitian ini menggunakan baku mutu Kep. Men. LH no 51 tahun 2004 untuk biota laut)
57
Lampiran 16. (lanjutan) Ci/Li baru dihitung jika nilai Ci/Li >1
IP kelompok Stasiun 3-6m bulan Mei = 5,7
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 28 Juli 1985. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Syaeful Hidayat dan Siti Rohayati. Pendidikan penulis diawali dari tahun 1991 di SDN Soka 4 Kota Bandung, lalu melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Kota Cimahi (19972000), kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 2 Kota Cimahi dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB tahun 2003 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Luar Biasa mata kuliah Ikhtiologi (2005-2007) dan Asisten Praktkum mata kuliah Anatomi Biologi Ikan (2007).
Penulis juga aktif dalam OMDA PAMAUNG (Paguyuban
Mahasiswa Bandung) menjadi Dewan Penasehat (2005-2008), dalam FKM-C (Forum Keluarga Muslim Perikanan) menjadi pengurus Departemen INFOKOM (2005).
Selain itu penulis aktif dalam kegiatan HIMASPER seperti menjadi
Penanggung jawab acara Scar Tissue dalam rangkaian
kegiatan Festival air
(2006). Untuk menyelesaikan studinya, penulis menyusun skripsi dengan judul “Distribusi
Kerang
Simping,
(Mollusca:Pelecypoda:Placunidae)
Placuna di
placenta
Perairan
(Linnaeus, Kronjo
Kabupaten
Tangerang Banten ”. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal 22 Mei 2008.
56
1758)