Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:50-54
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET (2000-2001) Sity Rachyany Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Email:
[email protected] ABSTRACT Geomagnetic storm represents natural phenomenon caused by interaction between high speed solar wind and magnetosphere which is associated with southward interplanetary magnetic field. By processing data of H geomagnetic component of Biak station from year 2000 to 2001 at the time of geomagnetic storm, it is obtained that amplitude and depression of H geomagnetic component intensity distribution show similar pattern, close to exponential model. ABSTRAK Badai magnet bumi merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya interaksi antara angin matahari yang berkecepatan tinggi dengan magnetosfer bersamaan dengan medan magnet antarplanet arah selatan. Dengan mengolah data komponen H geomagnet dari stasiun Biak mulai tahun 2000 hingga 2001 pada saat terjadinya badai magnet bumi, diperoleh distribusi amplitudo dan distribusi penurunan intensitas komponen H geomagnet dengan pola yang serupa, mendekati model eksponensial. Kata kunci: Badai magnet bumi, Amplitudo dan intensitas komponen H. 1
PENDAHULUAN
Aktivitas geomagnet dibangkitkan oleh interaksi angin surya dengan magnetosfer dalam kaitannya dengan alih energi dan alih masa. Komponen utara–selatan medan magnet antarplanet dan kecepatan angin surya memegang peranan penting yang menyebabkan aktivitas geomagnet menjadi dinamis. Aktivitas geomagnet akan mengalami peningkatan bahkan berkembang menjadi badai magnet apabila gangguan angin surya cukup signifikan. Sumber angin surya kecepatan tinggi dan berkaitan dengan medan magnet antarplanet arah selatan berasal dari pelontaran masa korona (CME), coronal holes (CH) dan daerah interaksi antara angin surya kecepatan rendah dengan angin surya kecepatan tinggi (Setiawati, 2005). Ada dua kategori badai magnet bumi yaitu recurent storms yang berkaitan dengan periode 27 harian rotasi 50
matahari dan non recurrent storms. Recurrent storms berkaitan dengan badai sedang, sedangkan non recurrent storms berkaitan dengan badai kuat dan terjadi pada saat matahari maksimum (Meloni dkk, 2005). Ketika terjadi pelontaran masa korona (CME) di atas permukaan matahari, maka partikel-partikel berenergi dilontarkan dengan kecepatan tinggi menuju bumi. Pada saat bertemu dengan magnetosfer bumi akan terjadi kontak berupa interplanetary shock yang selanjutnya akan menyebabkan kompresi pada magnetosfer bumi dan menimbulkan kenaikan mendadak medan magnet yang teramati di seluruh permukaan bumi. Peristiwa interplanetary shock yang menimbulkan perubahan mendadak medan magnet ini dinamakan sebagai SC (Sudden Commencemment). Badai geomagnet yang terjadi setelah adanya SC dikenal sebagai badai geomagnet dengan sudden commencem-
Distribusi Karakteristik Sudden Storm Commencement ..... (Sity Rachyany)
ment atau dinamakan badai geomagnet tipe SC yang biasanya dibangkitkan oleh peristiwa CME dan merupakan bentuk badai non recurrent storms. Sedangkan badai geomagnet yang terjadi tanpa diawali SC dikenal sebagai badai geomagnet dengan gradually commencemment atau dinamakan badai geomagnet tipe SG yang biasanya dipicu oleh adanya lubang korona dan merupakan bentuk badai recurrent storms. Badai magnet bumi ditandai dengan periode dari setengah jam sampai beberapa hari. Komponen H medan geomagnet menurun dari lintang menengah sampai lintang rendah pada skala global (Nagatsuma, 2002). Berkaitan dengan tipe badai geomagnet SC, perubahan mendadak medan magnet yang diikuti dengan kejadian badai (terjadi penurunan indeks Dst) sering dinamakan dengan SSC (sudden storm commencemment). Sedangkan apabila terjadi perubahan mendadak medan magnet tersebut tidak diikuti dengan penurunan indeks Dst, maka dinamakan SI (storm impuls). Dalam tulisan ini akan dibahas distribusi karakteristik SSC, amplitudo serta intensitas komponen H berkaitan dengan badai magnet bumi yang terjadi pada saat matahari maksimum tahun 2000 hingga 2001. Dengan mengetahui distribusi amplitudo dan penurunan intensitas komponen H serta memperhitungkan faktor-faktor/parameter lainnya yang mempengaruhi terjadinya badai geomagnet maka diharapkan dapat ditentukan model prediksi badai geomagnet. 2
DATA DAN METODE
Untuk mendukung penelitian ini dipergunakan data indeks global Dst sebagai indikasi terjadinya badai geomagnet yang diperoleh dari situs internet dengan alamat : http: // swdcwww.kugi. kyoto-u.ac.jp/. Data yang digunakan adalah data tahun 2000 hingga 2001 yaitu pada saat tingkat matahari maksi-
mum. Selain itu, digunakan juga data komponen H (dalam menit) pada saat terjadinya badai geomagnet yang diperoleh dari stasiun Biak (1,10S; 136,05E) yang waktunya secara simultan disesuaikan dengan waktu indeks global Dst. Metode yang digunakan adalah metode Sturges, untuk menentukan distribusi frekuensi (Sujana, 1982; dan Supangat, 2006) dengan cara menentukan banyaknya kelas interval yang diformulasikan sebagai: 1 + 3,3 log n
(2-1)
dengan n menunjukkan banyaknya data. Dengan menggunakan rumus ini ada beberapa kumpulan data tertinggi yang tidak tercover semua, ada data yang tertinggal (Supangat, 2006). Untuk itu, digunakan rumus berikut: 1 + 4 log n dengan n adalah (Supangat, 2006). 3
(2-2) banyaknya
data
HASIL DAN ANALISA
Hasil pengolahan data komponen H geomagnet dari Stasiun Biak diperoleh fluktuasi intensitas komponen H yang berkaitan dengan badai geomagnet, sebagai contoh diperlihatkan dalam Gambar 3-1. Gambar 3-1 memperlihatkan intensitas komponen H pada saat terjadinya badai geomagnet pada tanggal 10 November 2000 (a) dan tanggal 21 Oktober 2001 (b). Garis horizontal menunjukkan waktu (UT), sedangkan garis vertikal menunjukkan intensitas komponen H (nT). Tanda panah menunjukkan terjadinya interplanetary shock dengan waktu onset sekitar pukul 06.27 UT yang terjadi pada tanggal 10 November 2000 dan pukul 16.47 UT yang terjadi pada tanggal 21 Oktober 2001 dengan nilai amplitudo, periode serta penurunan intensitas (depression) komponen H, seperti contoh yang terlihat pada Tabel 3-1.
51
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:50-54
Intensitas [nT]
150 10-Nov-00
100 50 0 -50 0
5
10
15
20
25
-100 -150 Waktu (UT)
(a)
100 Intensitas [nT]
21Okt-01 50 0 -50
0
5
10
15
20
25
-100 -150 Waktu (nT)
(b) Gambar 3-1: Intensitas komponen H pada saat terjadinya shock yang diikuti badai geomagnet pada tanggal 10 November 2000 (a) dan pada tanggal 21 Oktober 2001 (b). Tanda panah menunjukkan kenaikan mendadak (shock) komponen H sebelum terjadinya badai geomagnet
Tabel 3-1: ONSET TERJADINYA SHOCK, AMPLITUDO DAN PENURUNAN INTENSITAS KOMPONEN H PADA SAAT BADAI GEOMAGNET DI ATAS BIAK TANGGAL 10 NOVEMBER 2000 DAN 21 OKTOBER 2001 No.
Tanggal
Onset (UT)
Amplitudo (nanoTesla)
Perioda (menit)
Intensitas (nT)
1. 2.
10 November ’00 21 Oktober ’01
06.27 16.47
68.3 46.5
6 4
-114.3 -123.0
52
Distribusi Karakteristik Sudden Storm Commencement ..... (Sity Rachyany)
Tabel 3-2: DISTRIBUSI FREKUENSI AMPLITUDO KOMPONEN H BIAK TAHUN 2000-2001 No.
Interval Amplitudo Komponen H
Frekuensi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1,8 – 22.7 22,8 – 43,7 43,8 – 64,7 64,8 – 85,7 85,8 – 106,7 106,8 – 127,7 127,8 – 148,7 Jumlah
14 14 6 2 2 1 1 40
Tabel 3-3: DISTRIBUSI FREKUENSI PENURUNAN INTENSITAS KOMPONEN H BIAK TAHUN 2000-2001 No.
Interval Intensitas Komponen H
Frekuensi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
15 - 58.4 58.5 - 101.9 102 - 145.4 145.5 - 188.9 189 - 232.4 232.5 - 275.9 276 - 319.4 319.5 - 362.9 Jumlah
16 9 6 3 3 1 1 1 40
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus (2-1) dan (2-2), besarnya amplitudo dan penurunan intensitas komponen H tahun 2000 hingga 2001 diperoleh distribusi frekuensi dengan 7 kelas interval (Sudjana, 1982) dengan panjang kelas yang sama, sebesar 21 nT untuk amplitudo. Sedangkan besarnya penurunan intensitas komponen H diperoleh distribusi frekuensi sebanyak 8 kelas interval (Andi Supangat, 2006) dengan panjang kelas yang sama, sebesar 57 nT. Dari data yang ada mulai tahun 2000 hingga 2001 terdapat 40 data yang mengalami shock yang diikuti dengan badai geomagnet. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 3-2 dan Tabel 3-3. Tabel 3-2 menunjukkan distribusi frekuensi amplitudo yang terbagi menjadi tujuh kelas interval dengan panjang kelas sebesar 21 nT. Dari Tabel 3-2 terlihat bahwa frekuensi/banyaknya amplitudo terbanyak pada kelas interval ke-1 dan ke-2 adalah antara (1,8-22,7) nT dan
antara (22,8-43,7) nT sebanyak 14 kali. Sedangkan besarnya amplitudo tertinggi hanya satu, yaitu sebesar 133,9 nT yang terletak pada interval (127,8–148,7) nT. Demikian pula dengan distribusi frekuensi penurunan intensitas komponen H dari tahun 2000 hingga 2001 terbagi menjadi delapan kelas interval dengan panjang kelas sebesar 57 nT dan mempunyai frekuensi terbanyak pada kelas interval ke-1 yang terletak antara (14,9–64,6) nT, yaitu sebanyak 16 kali. Sedangkan penurunan intensitas tertinggi ada 1 buah yaitu 362,9 nT yang terletak pada interval (319,7–363,4) nT, seperti yang terlihat pada Tabel 3-3. Dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa amplitudo maupun penurunan intensitas komponen H dari tahun 2000 hingga 2001 mempunyai distribusi frekuensi yang serupa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3-2.
53
Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 1 Maret 2008:50-54
Amplitudo/ Intensitas
20 Amplitudo
Intensitas
15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Kelas interval
Gambar 3-2: Perbandingan antara distribusi frekuensi amplitudo dengan penurunan intensitas komponen H geomagnet Biak 2000-2001 Gambar 3-2 memperlihatkan perbandingan antara distribusi amplitudo dengan penurunan intensitas komponen H geomagnet di atas Biak pada saat terjadinya badai geomagnet dari tahun 2000 hingga 2001. Dari Gambar 3-2 terlihat bahwa distribusi amplitudo maupun penurunan intensitas komponen H mendekati distribusi exponensial. Secara matematik dapat dinyatakan sebagai: Y
= 25,791 e -0,5 komponen H
Y
= 20,823 e -0,4 X untuk penurunan intensitas komponen H saat terjadinya badai geomagnet (3-2)
X
untuk amplitudo (3-1)
Artinya, pada saat terjadinya badai geomagnet pada tahun 2000 hingga 2001 sebaran nilai amplitudo dan penurunan intensitas komponen H membentuk suatu model yang serupa, yaitu eksponensial. 4
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data komponen H pada saat terjadinya badai geomagnet dari stasiun Biak mulai tahun 2000 hingga 2001, diperoleh bahwa terjadinya shock interplanetary dengan amplitudo maksimum/ terbanyak terjadi pada interval pertama dan kedua, yaitu dengan nilai sekitar (1,8-22,27) nT dan (22,8-43,7) nT, sebanyak 14 kali. Sedangkan penurunan 54
intensitas komponen H maksimum terjadi pada kelas interval pertama dengan intensitas antara (15–58.4) nT sebanyak 16 kali. Dan model distribusi amplitudo dan penurunan intensitas komponen H sama-sama mendekati distribusi eksponensial. Artinya, pada saat terjadinya badai geomagnet pada tahun 2000 hingga 2001 distribusi atau sebaran nilai amplitudo dan penurunan intensitas komponen H membentuk suatu model eksponensial. DAFTAR RUJUKAN Meloni A.; De Michelis P.; and Tozzi R., 2005. Geomagnetic Storms Dependence on Solar and Interplanetary Phenomena: a review, Mem., S.A., Lt., Vol. 76, 882. Nagatsuma T., 2002. 3-5 Geomagnetic Storms, Journal of the Communications Research Laboratory, Vol. 49, No. 3. Sudjana, 1982, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi, Jurusan Statistika, FIPPA, Wei, Universitas Padjadjaran Bandung. Setiawati T., 2005. Analisis Badai Magnet Bumi, Laporan Intern, LAPAN, Bandung. Supangat A., 2006. Andi Supangat Temukan Dua Rumus Baru Lagi, Kompas, 20 Oktober 2006.