DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
YULIUS ANTOKIDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disparitas Pembangunan Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017
Yulius Antokida A156150121
4
RINGKASAN YULIUS ANTOKIDA. Disparitas Pembangunan Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan MANUWOTO. Provinsi Nusa Tenggara Timur membuat kebijakan spasial membagi wilayah menjadi tiga wilayah pengembangan (WP) yaitu WP Pulau Timor, WP Pulau Flores dan WP Pulau Sumba. Kebijakan spasial tersebut tercantum pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Timur. Melalui wilayah pengembangan diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan tingkat pertumbuhan antar wilayah dalam provinsi. Pada kenyataannya disparitas pembangunan masih terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana terjadi dominasi sektor primer dan Kota Kupang dalam pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan wilayah pengembangannya, (2) menganalisis disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur, (3) identifikasi pengaruh pertumbuhan lapangan usaha terhadap disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur, (4) hirarki perkembangan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan (5) analisis dominasi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur . Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif untuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Indeks Williamson dan Indeks Theil digunakan untuk menghitung disparitas pembangunan wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah menggunakan analisis regresi linier berganda. Hirarki wilayah diidentifikasi dengan menggunakan analisis skalogram. Dominasi pusat wilayah pengembangan dengan wilayah penunjangnya diukur dengan menggunakan indeks dominasi. Hasil penelitian menunjukkan (1) laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami pelambatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015, dimana terjadi disparitas ekonomi akibat tingginya nilai PDRB WP Pulau Timor dibandingkan dengan WP lainnya; (2) disparitas pembangunan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kecenderungan peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Disparitas didalam wilayah pengembangan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan disparitas antar wilayah pengembangan; (3) sektor yang berpengaruh untuk meningkatkan disparitas adalah sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, sektor transportasi dan pergudangan serta sektor informasi dan komunikasi. Sektor yang berpengaruh untuk menurunkan disparitas adalah sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor serta sektor industri pengolahan; (4) Kota Kupang sebagai pusat pengembangan WP Pulau Timor dan ibukota provinsi merupakan wilayah dengan nilai hirarki wilayah tertinggi baik dengan pembagi jumlah penduduk maupun luas wilayah dibandingkan dengan kabupaten lain; dan (5) Dominasi Kota Kupang dan Kabupaten Belu meningkat dibandingkan dengan wilayah penunjangnya sedangkan pusat pengembangan lainnya mengalami penurunan dominansi. Kata kunci: disparitas, indeks theill, indeks williamson, pembangunan wilayah
SUMMARY YULIUS ANTOKIDA. Regional Development Disparities of Nusa Tenggara Timur Province. Supervised by ERNAN RUSTIADI and MANUWOTO. The government of Nusa Tenggara Timur made spatial balanced development policies by divided the territory in to three development regions (WPs), namely WP Pulau Timor, WP Pulau Flores and WP Pulau Sumba. The spatial development policies were written in the Nusa Tenggara Timur regional spatial plan (RTRW). Through development regions it can made growth rate balanced within regions in the province. In reality, disparities always occurred in Nusa Tenggara Timur province. Agriculture sector and Kota Kupang were dominating the economic growth of the province. This studies was focused to identify the disparities in regional development, and the aims were: (1) to analyze economic growth in Nusa Tenggara Timur Province and its regional development, (2) to analyze regional disparities, (3) to identify sectors contribute in regional disparities, (4) to identify regional development hierarcy and (4) to identify regional dominancy. This study was employed a descriptive analysis of the dynamic of economic growth. Williamson Index and Theil Index are used to calculate regional development disparities. Factors that influenced regional development disparities were calculated by using multiple linear regression analysis. Meanwhile, regional hierarchy was analysed by using scalogram method. The dominance of growth poles regard to hinterland were calculated with Primacy Index. This study showed that (1) economic growth in Nusa Tenggara Timur Province has declined from 2011 to 2015. It also showed that economic disparities in Nusa Tenggara Timur has occured because the GDP of WP Pulau Timor higher then others. (2) Regional economic disparity was increased during the period of 2011-2015. Disparities within region were higher rather than between development regions (WPs). (3) Sectors that affect in increased regional development disparities were transport and storage; public administration, defence, and social security; and communication and information. Sectors that affect to decreased regional development disparities were manufacturing; retail and grosir trade; car and motorcycle repairs, (4) Kota Kupang as a growth pole in WP Pulau Timor and capital city of Nusa Tenggara Timur was always at high rank compare to others regencies in the region. (5) Kota Kupang and Belu Regency had increased dominance to their hinterland. Key words : disparities, Theil Index, regional development, Williamson Index.
6
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DISPARITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
YULIUS ANTOKIDA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, MSi
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Disparitas Pembangunan Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi,M.Agr sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan juga ketua komisi pembimbing. 2. Dr. Manuwoto sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan cermat untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Dr. Andrea Emma Pravitasari, SP, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas segala masukan dan saran yang diberikan. 4. Seluruh dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi. 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis. 6. Pimpinan dan seluruh staf Pusdiklat Badan Pusat Statistik yang telah mempermudah perijinan tugas belajar dan masalah administrasi lainnya sehingga penulis dapat fokus dalam penelitian. 7. Pimpinan dan seluruh staf Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah memberikan dukungan moral dan data dalam penyelesaian penelitian. 8. Istri dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan dukungan tanpa batas semangat sehingga memberikan kekuatan dan semangat yang besar kepada penulis. 9. Rekan-rekan PWL IPB 2015 baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan manfaat.
Bogor,
Mei 2017
Yulius Antokida
iv
i
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Wilayah Disparitas Pembangunan Wilayah Faktor Penyebab Disparitas Kawasan Perkotaan Tinjauan Penelitian Sebelumnya 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber data Teknik Analisis Data Analisis pertumbuhan ekonomi Analisis disparitas pembangunan wilayah Analisis pengaruh pertumbuhan lapangan usaha pada disparitas pembangunan Analisis Hirarki Wilayah Analisis Dominasi Wilayah 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Geografi Kepulauan Wilayah Pengembangan Demografi Produk Domestik Regional Bruto Prasarana Wilayah Pendidikan Kesehatan Komunikasi Perhubungan 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Analisis Disparitas Wilayah Pengembangan Indeks Williamson Indeks Theil Analisis Pengaruh Pertumbuhan Lapangan Usaha Terhadap Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Lapangan usaha yang berpengaruh menambah disparitas wilayah Lapangan usaha yang berpengaruh mengurangi disparitas wilayah
iii iii iv 1 1 3 3 4 4 5 5 5 7 9 11 12 13 13 13 14 14 14 16 18 20 21 21 22 23 24 25 27 27 31 32 33 34 34 38 38 39 40 41 42
ii
Analisis Hirarki Wilayah Wilayah Pengembangan Pulau Timor Wilayah Pengembangan Pulau Flores Wilayah Pengembangan Pulau Sumba Analisis Dominasi Wilayah Wilayah Pengembangan Pulau Timor Wilayah Pengembangan Pulau Flores Wilayah Pengembangan Pulau Sumba Sintesa 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
44 44 46 48 51 51 52 53 53 54 54 55 56 57 83
iii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasar tujuan pembangunan Tujuan, Jenis Data, Teknik Analisis dan Keluaran (Output) Variabel independen penyebab disparitas wilayah Penentuan batas kelas hirarki wilayah Sepuluh Provinsi dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 atas dasar Harga Konstan Nilai Persentase per Sektor PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 - 2015 Laju pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan Faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tabel nilai IPW WP Pulau Timor Nilai IPW WP Pulau Flores Nilai IPW WP Pulau Sumba Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Timor Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Flores Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Sumba
6 13 17 20 22 26 26 37 41 46 47 50 51 52 53
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Kerangka pikir penelitian Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur Jumlah penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Jumlah prasarana pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011-2015 Jumlah sekolah dasar Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Jumlah sekolah menengah pertama Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Jumlah sekolah menengah pertama Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015
5 22 24 25 28 28 29 30
iv
DAFTAR GAMBAR (lanjutan) 9 Jumlah perguruan tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 10 Jumlah rumah sakit Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 11 Jumlah puskesmas Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 12 Jumlah pelanggan telepon menurut kabupaten/kota tahun 2015 13 Jumlah kantor pos menurut kabupaten/kota tahun 2015 14 Bandar udara Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 15 Dinamika pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2011-2015 16 Dinamika pertumbuhan PDRB per wilayah pengembangan tahun 2011-2015 17 Nilai Indeks williamson tahun 2011 - 2015 18 Nilai Indeks Theil tahun 2011 - 2015 19 Sebaran hirarki WP Pulau Timor menurut pembagi jumlah penduduk 20 Sebaran hirarki WP Pulau Timor menurut pembagi luas wilayah 21 Sebaran hirarki WP Pulau Flores menurut pembagi jumlah penduduk 22 Sebaran hirarki WP Pulau Flores menurut pembagi luas wilayah 23 Sebaran hirarki WP Pulau Sumba menurut pembagi jumlah penduduk 24 Sebaran hirarki WP Pulau Sumba menurut pembagi luas wilayah
30 31 32 32 33 34 35 36 39 40 44 45 47 48 49 50
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Indeks Williamson WP Pulau Timor Indeks Williamson WP Pulau Flores Indeks Williamson WP Pulau Sumba Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Variabel penyebab disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur Skalogram Wilayah Pengembangan dengan Pembagi Luas Wilayah Skalogram Wilayah Pengembangan dengan Pembagi Jumlah Penduduk
61 66 68 71 73 78 80 81
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensi, yang melibatkan interaksi dari faktor geografis, kelembagaan, ekonomi dan mekanisme wilayah (Modrego dan Berdegue 2015). Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektor, spasial, serta pelaku pembangunan, baik di dalam maupun antar wilayah, sehingga tujuan dari pembangunan berupa pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan berkelanjutan (sustainability) dapat dicapai. Namun demikian pembangunan wilayah yang dilaksanakan seringkali dihadapkan pada pilihan yang bersifat trade off sehingga salah satu dari ketiga tujuan tersebut tidak dapat dicapai. Pembangunan yang dilaksanakan seringkali tidak bisa merata baik antar sektor maupun antar wilayah sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan atau disparitas pembangunan antar wilayah. Kesenjangan antar wilayah telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi dan politik (Rustiadi et al. 2009). Kesenjangan antar daerah adalah fitur dari dunia, khususnya di negara berpenghasilan menengah (Fan et al. 2011). Bukti empiris menunjukkan fakta bahwa peningkatan ketidaksetaraan spasial menghambat proses pembangunan ekonomi dan membatasi dampak dari strategi pembangunan daerah (Goschin 2014). Untuk itu dibutuhkan kebijakan/program yang dapat mengatasi permasalahan kesenjangan antar wilayah/kawasan, dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan yang berimbang. Di Indonesia, disparitas pembangunan antar wilayah dapat diidentifikasi pada tiga konteks utama yakni Jawa dan luar Jawa, Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta kota dan desa. Keberagaman laju pembangunan termasuk disparitas pembangunan menjadi tantangan pemerintah dan mendesak penuntasannya. Percepatan pengembangan wilayah tersebut menjadi isu strategis yang harus menjadi prioritas para pengambil keputusan di Indonesia. Jika pengembangan wilayah tersebut tidak dipercepat dikhawatirkan disparitas antar wilayah di Indonesia akan semakin melebar, yang dapat berdampak luas secara ekonomi, sosial, politik dan keamanan (Wuryandari 2014). Salah satu wilayah di Indonesia yang secara ekonomis tertinggal adalah provinsi Nusa Tenggara Timur. Ada kesenjangan yang besar antara hasil pembangunan di dalam wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur maupun antara Nusa Tenggara Timur dengan wilayah di luar Nusa Tenggara Timur. Adanya disparitas tersebut, menyebabkan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dalam konteks mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan melalui percepatan pengembangan dan pembangunan wilayah tertinggal (Wuryandari 2014). Dalam Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang penetapan daerah tertinggal tahun 2015-2019, provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki daerah tertinggal sebanyak 18 kabupaten dari keseluruhan kabupaten/kota sebanyak 21. Hanya tiga kabupaten/kota yang bukan merupakan daerah tertinggal di Provinsi Nusa Tenggara Timur yakni Kota Kupang, Kabupaten Sikka dan Kabupaten Flores Timur. Ketertinggalan pembangunan di
2
sebagian besar kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur memperlihatkan adanya disparitas pembangunan wilayah. Disparitas pembangunan antarwilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antarwilayah. Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Nusa Tenggara Timur cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB per kapita terendah. Kota Kupang sebagai ibukota provinsi memiliki PDRB per kapita tinggi, jauh melampaui daerah lain di provinsi ini. Kota Kupang terus berkembang menjadi pusat lalu lintas barang, layanan jasa, serta pusat pengembangan wilayah Nusa Tenggara Timur (Wuryandari 2014). Terjadinya disparitas, terutama yang menyangkut tindakan kebijakan yang mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan kutub-kutub pertumbuhan di kota besar yang semula diramalkan akan terjadi penetesan (trickle down effect) dari kutub-kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya ternyata tidak terjadi, malahan terjadi pengurasan yang besar dari wilayah perdesaan ke perkotaan. (Anwar 2005) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mendominasi hingga 28%. Dari PDRB Nusa Tenggara Timur yang mencapai 56,820 miliar rupiah, penyumbang terbesar adalah Kota Kupang dengan sumbangan mencapai 13,013.13 miliar rupiah atau sekitar 22.9% dari total PDRB Nusa Tenggara Timur. Kabupaten lainnya dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur masih rendah yakni antara 1.08% - 6.98% (BPS 2016). Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur membuat kebijakan secara spasial yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2010-2030 dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013-2018, dengan membagi wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi 3 wilayah pengembangan. Kebijakan spasial di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur ini bertujuan untuk: (1) mewujudkan keseimbangan tingkat pertumbuhan antar daerah dalam provinsi, (2) memelihara efisiensi dalam mencapai tingkat pertumbuhan, dan (3) memperkokoh kesatuan ekonomi daerah sebagai bagian dari ekonomi nasional. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan. Luas wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan luas wilayah daratan membuat Provinsi Nusa Tenggara Timur membutuhkan sarana dan prasarana yang baik untuk menghubungkan antar wilayah terutama antar pulau. Pergerakan arus orang, barang dan jasa antar daerah membutuhkan ketersediaan dan kualitas sarana prasarana. Sesuai dengan posisi geografisnya, transportasi masal yang dikembangkan di Nusa Tenggara Timur adalah transportasi darat untuk internal wilayah dan transportasi laut untuk akses antar pulau dan keluar wilayah Nusa Tenggara Timur, sementara transportasi udara masih dalam jumlah terbatas dan lebih dominan untuk mendukung akses keluar wilayah Nusa Tenggara Timur (Septia, 2014).
3
Kebijakan spasial dengan membuat wilayah pengembangan diharapkan dapat mewujudkan keseimbangan pembangunan antar pulau. Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang pembangunan suatu wilayah. Disparitas yang terus terjadi merupakan awal dari timbulnya konflik finansial, ekonomi, sosial politik yang berakhir pada terjadinya krisis multidimensi (Anwar, 2005). Perumusan Masalah Permasalahan disparitas pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan melihat wilayah pengembangan yang terdiri dari gugus pulau sebagai salah satu unit analisis dapat menjadi sebuah kajian ilmiah yang mampu mendeskripsikan lebih baik permasalahan yang ada dan juga mampu memberikan kajian pembangunan wilayah yang lebih baik untuk pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan di setiap wilayah pengembangan ? b. Bagaimana kondisi disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan disparitas menurut wilayah pengembangan ? c. Bagaiman pertumbuhan lapangan-lapangan usaha ekonomi dapat mempengaruhi disparitas wilayah tersebut ? d. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah sesuai dengan wilayah pengembangan dan hirarki yang sudah dibuat dalam rencana tata ruang wilayah? e. Bagaimana pengaruh pusat pengembangan terhadap wilayah hinterlandnya? Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai tujuan utama penelitian maka disusun tujuan antara sebagai berikut : 1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan wilayah pengembangannya 2. Menganalisis disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur 3. Mengindentifikasi pengaruh pertumbuhan lapangan usaha terhadap disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur 4. Menganalisis hirarki perkembangan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 5. Menganalisis dominasi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
4
Manfaat Penelitian 1.
2.
Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam perencanaan pembangunan wilayah, terutama meninjau perkembangan ekonomi dan prasarana wilayah sesuai dengan rencana struktur ruang yang sudah ditetapkan. Sebagai bahan atau rujukan bagi penelitian selanjutnya terkait kajian wilayah dan disparitas. Kerangka Pemikiran
Disparitas pembangunan wilayah merupakan fakta yang terjadi baik di negara, negara maju maupun negara berkembang sehingga menjadi sesuatu hal yang wajar didalam suatu negara terdapat daerah yang tertinggal dibanding daerah lainnya. Disparitas ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor geografi, otonomi daerah, sosial budaya dan ekonomi (Bhakti 2009; Widianis 2011; Rustiadi et al. 2009). Perencanaan pembangunan yang lebih ditujukan pada pertumbuhan ekonomi ternyata menimbulkan disparitas yang semakin melebar antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan membangun pusat pertumbuhan menimbulkan berbagai masalah, pusat pertumbuhan dan daerah penyangga tidak tumbuh secara seimbang. Dominasi pusat pertumbuhan terhadap daerah pinggiran terlihat jelas dan menimbulkan ketergantungan daerah pinggiran terhadap pusat pertumbuhan. Pola pembangunan seperti ini telah menciptakan disparitas antar wilayah seperti pembangunan Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan timur Indonesia, serta kota dan desa. Disparitas pembangunan dapat dikurangi dengan mengoptimalkan keterkaitan antar sektor dan antarwilayah. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah pemerataan pembangunan sarana dan prasarana sehingga tercipta pembangunan wilayah yang berimbang. Kebijakan spasial yang dibuat oleh pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menciptakan pusat-pusat di wilayah pengembangan menciptakan hirarki atau tingkatan wilayah. Hirarki wilayah yang telah ditetapkan melalui pusat-pusat pengembangan tersebut dapat ditinjau melalui perkembangan prasarana yang ada di wilayah pengembangan. Perkembangan kondisi terakhir prasarana di pusat pengembangan dan hinterlandnya diperbandingkan dengan penetapan yang sudah direncanakan dalam rencana tata ruang wilayah untuk melihat proses perkembangan wilayah dan sejauh mana kebijakan spasial yang dibuat oleh pemerintah daerah berpengaruh terhadap kabupaten/kota. Pusat-pusat pengembangan yang dibuat diharapkan dapat memberikan trickle down effect pada wilayah hinterland-nya sehingga terjadi pemerataan pembangunan di wilayah pengembangan. Pemerataan pembangunan yang disertai dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan lapangan usaha) akan mendorong keterkaitan antarwilayah dan mengurangi disparitas antarwilayah. Sehingga dapat menciptakan pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Melalui pemahaman-pemahaman tersebut maka dibangun kerangka pikir penelitian, seperti yang tertera pada Gambar 1.
5
Tujuan pembangunan : Pertumbuhan Pemerataan Keberlanjutan
Paradigma Pembangunan : Pertumbuhan ekonomi
Pusat Pertumbuhan
Wilayah Pengembangan
Hirarki Wilayah
Dominasi
Faktor penyebab disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Disparitas pembangunan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Upaya Mengatasi Disparitas : - Pemerataan prasarana - Pemerataan investasi - Keterkaitan antar wilayah - Keterkaitan antar sektor (lapangan usaha)
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang mengkaji disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara makro dengan melihat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan prasarana wilayah. Meskipun pada kenyataannya terdapat berbagai faktor yang diduga menjadi penyebab disparitas seperti faktor geografis (fisik wilayah), faktor sejarah, faktor politis, faktor kebijakan pemerintah, faktor sosial dan ekonomi (Murty 2000), namun ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek ekonomi dan prasarana. Aspek ekonomi yang diidentifikasi adalah pertumbuhan ekonomi khususnya lapangan usaha. Identifikasi prasarana wilayah digunakan untuk melihat perkembangan dan hirarki wilayah serta pengaruh dominasi pusat-pusat kegiatan (kawasan perkotaan) terhadap wilayah di sekitarnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Wilayah Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
6
yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al. (2009) wilayah dapat diartikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Pembangunan menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas. Sedangkan menurut Rustiadi et al. (2009) melihat secara filosofis suatu proses pembangunan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Anwar (2005) menyatakan bahwa pembangunan wilayah adalah tahapan kegiatan pembangunan di wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui kegiatan investasi pembangunan. Tujuan pembangunan menurut Rustiadi et al. (2009) dari hasil berbagai konsep dan tujuan hakiki pembangunan menyimpulkan tiga tujuan pembangunan yaitu: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity) dan (3) keberlanjutan (sustainability). Dengan pemahaman proses pembangunan yang terus berjalan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut maka dikembangkan indikator pembangunan wilayah menurut pendekatan pengelompokan oleh Rustiadi et al. (2009). Tiga tujuan pembangunan wilayah dapat diukur secara jelas dengan menggunakan indikator operasional (Tabel 1) sehingga proses pembangunan suatu wilayah dapat teridentifikasi dan memudahkan pelaku pembangunan khususnya pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembangunan.
Tabel 1 Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasar tujuan pembangunan No. Tujuan Pembangunan Indikator operasional 1. Pertumbuhan (growth) a. Pendapatan wilayah (PDRB, PDRB per Kapita, Pertumbuhan PDRB) b. Kelayakan Finansial/Ekonomi (NPV, BC Ratio, IRR, BEP) c. Spesialisasi, Keunggulan Komparatif (LQ, Shift and Share Analysis) d. Produksi-produksi Utama (produksi Migas, Produksi Padi/Beras, Karet, Kelapa Sawit) 2. Pemerataan (Equity) a. Distribusi Pendapatan (Gini Ratio, Struktural/vertical) b. Ketenagakerjaan/Pengangguran (Penggangguran Terbuka, Terselubung, Setengah Pengangguran)
7 Tabel 1 (lanjutan) No.
Tujuan Pembangunan
3.
Keberlanjutan (Sustainability)
Indikator operasional c. Kemiskinan (Good-service Ratio, % Konsumsi Makanan, Garis Kemiskinan) d. Regional Balance (Spatial Balance, Sentral Balance, Capital Balance, Sector Balance) a. Dimensi Lingkungan b. Dimensi Ekonomi c. Dimensi Sosial
Sumber : Rustiadi et al. (2009) Suatu wilayah dalam mencapai tujuan pembangunan memiliki keterbatasan sumberdaya yang tersedia sehingga perencanaan pembangunan wilayah memerlukan skala prioritas yang didasarkan pada sektor pembangunan dimana: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung terhadap pencapaian sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor lain dengan karakteristik yang berbeda dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan (infrastruktur) dan sosial yang ada. Pembangunan wilayah dengan menggunakan pemahaman tersebut dapat melihat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektor dan spasialnya. Anwar (2005) menyatakan bahwa penentuan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mencapai keserasian antar sektor pembangunan sehingga dapat: (1) Diminimalisasikan adanya ketidakserasian antar sektor dalam pemanfaatan ruang (2) Terwujudnya keterkaitan antar sektor (3) Proses pembangunan berjalan secara bertahap ke arah yang lebih maju dengan menghindari adanya kebocoran wilayah dan kemubaziran dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Disparitas Pembangunan Wilayah Disparitas pembangunan terjadi di banyak wilayah, dengan tingkat dan ukuran yang berbeda. Anwar (2005) menyatakan bahwa disparitas pembangunan baik menurut aspek antar kelompok masyarakat maupun aspek spasial antar wilayah merupakan masalah pembangunan yang tidak merata dan harus memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh. Chaniago et al. (2000) mengartikan kesenjangan sebagai suatu kondisi yang tidak seimbang. Disparitas pembangunan merupakani suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yang ditunjukkan oleh perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan pertumbuhan antar wilayah bergantung pada perkembangan sektor-sektor ekonomi dan struktur wilayah. Perkembangan sarana dan prasarana sosial ekonomi seperti prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi, perumahan, dan lainnya saling berpengaruh dengan sektor-sektor ekonomi dalam menciptakan
8
disparitas pembangunan wilayah. Disparitas akan selalu terjadi baik didalam wilayah maupun antar wilayah, yang menjadi permasalahan adalah apakah disparitas tersebut menurun atau meningkat sesuai dengan perubahan waktu ataupun tingkat pertumbuhan ekonomi. Secara umum disparitas pembangunan wilayah yang terjadi di Indonesia terbagi atas tiga fenomena yaitu disparitas Kawasan Indonesia Barat (KBI) dan Kawasan Indonesia Timur (KTI), disparitas wilayah Jawa dan luar Jawa serta disparitas desa dan kota. Kebijakan pembangunan Indonesia dimasa orde baru merupakan salah satu penyebab terjadinya disparitas wilayah di Indonesia. Kebijakan pembangunan yang bersifat sentralistik telah merugikan sebagian besar wilayah terutama di KTI (Rustiadi et al. 2009). Program pembangunan yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah dipaksakan secara seragam dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sumberdaya potensial yang terdapat di KTI banyak yang terabaikan, sedangkan kondisi sebaliknya terjadi di KBI. Wilayah Pulau Jawa yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di KBI adalah lokasi pusat pemerintahan dan juga pusat perekonomian, dimana sektor industri dan jasa berkembang pesat. Hasil sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dari KTI banyak tersedot ke KBI, khususnya dari luar Pulau Jawa ke Pulau Jawa. Rosmeli dan Nurhayani (2014) menyatakan disparitas yang tinggi antara KBI dan KTI dikarenakan sebagian besar pusat perekonomian riil dan pasar beralokasi di KBI. Sebagian besar penduduk bermukim di KBI, sehingga sebagian terbesar kegiatan perekonomian riil memang sejalan dengan mekanisme pasar. Dengan luasnya wilayah KTI, dan ditambah melimpahnya kekayaan sumberdaya alam, maka KTI harus menghadapi ketertinggalan pembangunan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat bila dibandingkan dengan KBI. Tingkat disparitas yang tinggi juga terjadi didalam KBI, dimana terdapat perbedaan mencolok infrastruktur yang ada antara pulau Jawa dan luar pulau jawa. Bhinadi (2003) juga mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi yang berpusat di Pulau Jawa mengakibatkan upaya peningkatan efisiensi yang lebih baik dibandingkan di luar Pulau Jawa. Lebih rendahnya tingkat efisiensi di luar Pulau Jawa dibandingkan Pulau Jawa juga dikarenakan lebih buruknya infrastruktur perekonomian di luar Pulau Jawa. Disparitas pembangunan wilayah yang terjadi dapat diukur dengan menggunakan indeks. Untuk ukuran disparitas pembangunan wilayah pada mulanya menggunakan Indeks Williamson pada tahun 1965 yang ditemukan oleh Jeffrey G. Williamson. Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai dasar perbandingan tingkat pembangunan antar wilayah, walau indeks ini masih memiliki beberapa kelemahan karena sensitif terhadap definisi wilayah namun lazim digunakan sebagai metode mengukur disparitas pembangunan antar wilayah (Sjafrizal 2008). Untuk menunjang ukuran disparitas pembangunan wilayah dari Indeks Williamson maka ukuran disparitas dapat diperkuat dengan menggunakan Indeks Theil, dimana Indeks Theil dapat mendekomposisi ukuran disparitas pembangunan wilayah menjadi disparitas antar dan di dalam wilayah.
9
Faktor Penyebab Disparitas Keberimbangan antar wilayah menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi kesenjangan antar wilayah secara keseluruhan, ketidakseimbangan pertumbuhan maupun pembangunan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Kesenjangan antar wilayah telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Penyebab dari kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagaimana diungkapkan Murty (2000) antara lain: 1. Faktor Geografis Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya. Apabila faktor-faktor lainnya sama, maka wilayah dengan kondisi geografis yang lebih baik akan berkembang dengan lebih baik. 2. Faktor Historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang berkait dengan system insentif terhadap kapasitas kerja. Wilayah yang memiliki sejarah kelembagaan dan kehidupan perekonomian yang maju akan berkembang lebih baik 3. Faktor Politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang, bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. Wilayah dengan stabitilitas politik yang terjaga akan berkembang lebih baik. 4. Faktor Kebijakan Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekankan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah. 5. Faktor administratif Kesenjangan wilayah dapat terjadi karena perbedaan kemampuan pengelolaan administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. Wilayah yang ingin maju harus mempunyai administrator yang jujur, terpelajar, terlatih dengan sistem administrasi yang efisien. 6. Faktor sosial Masyarakat yang tertinggal cenderung memiliki kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi.
10
Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah. 7. Faktor ekonomi Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu: a. Perbedaan kuantitas dan kualitas produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan. b. Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran kemiskinan, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, standar hidup rendah, efisiensi yang rendah pengangguran meningkat. Sebaliknya di wilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju c. Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkonsentrasi di wilayah maju. Disparitas ekonomi wilayah lebih diperjelas lagi oleh Tambunan (2001), dimana faktor penyebabnya adalah: 1.
2.
3.
4.
5.
Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah Wilayah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi akan cenderung tumbuh lebih pesat sedangkan wilayah dengan konsentrasi ekonomi yang rendah akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah Alokasi investasi Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur. Tingkat mobilitas faktor produksi antar daerah Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah atau tingkat suku bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar wilayah dapat menjadi penyebab disparitas ekonomi regional. Perbedaan sumber daya alam Pembangunan ekonomi di suatu wilayah yang kaya sumberdaya alam akan lebih maju dibandingkan dengan suatu wilayah yang miskin sumberdaya alam Perbedaan kondisi demografis suatu wilayah Perbedaan kondisi demografis antar wilayah terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja dapat mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, tingginya jumlah penduduk merupakan potensi besar untuk pertumbuhan pasar dan jadi faktor pendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah penduduk
11
yang besar dengan tingkat pendidikan, kesehatan, disiplin dan etos kerja yang baik merupakan aset penting bagi faktor produksi. Analisis disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah dapat dilakukan secara deskriptif dengan memperbandingkan PDRB, pertumbuhan PDRB atau PDRB per kapita antar wilayah. Kesenjangan statis antar wilayah secara lebih terukur dapat dilakukan dengan menggunakan indeks-indeks kesenjangan spasial seperti Indeks Williamson. Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Kawasan Perkotaan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai fungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayan jasa pemerintahan, pelayanan sosial-ekonomi-budaya, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Penataan ruang melalui pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan menurut besarannya terdiri atas kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan. Khusus untuk penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan, kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi. Konsep kawasan perkotaan secara teknis diterjemahkan oleh Badan Pusat Statistik didalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Perkotaan Dan Perdesaan Di Indonesia. Menurut BPS, daerah perkotaan adalah adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya. Sesuai dengan peraturan tersebut yang dimaksud dengan fasilitas perkotaan adalah sebagai berikut: a. Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) b. Sekolah Menengah Pertama c. Sekolah Menengah Umum d. Pasar e. Pertokoan f. Bioskop g. Rumah Sakit h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon i. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Telepon j. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Listrik Klasifikasi kawasan perkotaan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik digunakan dalam identifikasi wilayah untuk kebutuhan sensus penduduk yang dilaksanakan 10 tahun sekali. Klasifikasi kawasan perkotaan menurut BPS juga
12
dapat digunakan untuk melihat perkembangan prasarana wilayah dan keberimbangan pembanguna prasarana. Tumbuh dan tersebarnya kawasan perkotaan di suatu wilayah dapat menjadi indikasi pembangunan wilayah tersebut merata dan berimbang. Dalam pembangunan yang berimbang dengan menekankan pada konsep ruang (spatial) Rustiadi (2001) mengungkapkan bahwa pembangunan spatial akan mengarah ke desentralisasi sistem pusat kegiatan yang tadinya berpusat pada kota-kota besar akan lebih tersebar kearah pembangunan kota-kota kecil di wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan di luar usahatani dan jasa-jasa pelayanan. Tumbuhnya kawasan perkotaan di wilayah perdesaan akan mengurangi ketergantungan desa terhadap kota, dimana fasilitas perkotaan tersebar merata hingga wilayah desa. Peranan pemerintah dalam pembangunan tersebut adalah memberikan modal permulaan untuk mereplikasi pertumbuhan kota-kota kecil, yang selebihnya dibangun melalui sistem insentif dan mendorong pihak swasta untuk terlibat dalam menumbuhkan kota-kota kecil tersebut (Anwar 2005). Kawasan perkotaan yang semakin menyebar dengan tumbuhnya kota-kota kecil di perdesaan akan meningkatkan fasilitas perkotaan seperti penyediaan infrastruktur. Hal seperti ini dapat meningkatkan keunggulan komparatif tiap wilayah yang saling melengkapi satu sama lain. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Widianis (2011) tentang disparitas antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2007 – 2010 menunjukkan bahwa disparitas antar pulau dan dalam pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur memberikan kontribusi yang cukup berbeda terhadap kesenjangan total di Provinsi NTT dimana disparitas dalam pulau lebih besar dibandingkan antar pulau. Indeks Theil digunakan untuk melihat kesenjangan dan data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut kabupaten/kota di Provinsi NTT, dimana sejumlah 21 kabupaten/kota di Provinsi NTT dikelompokkan ke dalam 3 pulau besar yaitu Pulau Timor, Sumba dan Flores. Berdasarkan analisis tipologi Klassen bahwa kabupaten/kota di Provinsi NTT paling banyak berada di kuadran keempat (daerah relatif tertinggal) yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan, Alor, Lembata, Manggarai Barat, Sumba Tengah, Nagekeo, Manggarai Timur dan Sabu Raijua. Penelitian ini tidak mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan antarwilayah. Bhakti (2009) melihat kesenjangan pendapatan kabupaten/kota dan kelompok kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebelum dan selama otonomi daerah, seiring terjadinya pemekaran wilayah (menggunakan indeks Williamson dan indeks Theil), yakni pada periode 1983 – 2000 dan 2001 – 2008 . Untuk melihat pola kesenjangan seiring pemekaran, analisis dilakukan dengan dua cara, yakni dengan tetap mempertahankan jumlah kabupaten sebelum terjadi pemekaran wilayah dan mengikuti jumlah kabupaten/kota setelah terjadi pemekaran. Menurut Bhakti (2009) disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak disumbang oleh disparitas intrakelompok (dalam kelompok kepulauan), sehingga diperlukan suatu kerjasama dan koordinasi antara kabupaten/kota, terutama dalam satu kelompok kepulauan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan antarwilayah. Analisis tipologi Klassen juga
13
menunjukkan bahwa jarak kuadran kabupaten/kota yang berada dalam satu kelompok kepulauan semakin besar seiring terjadinya pemekaran wilayah yang terjadi di beberapa kabupaten/kota di NTT. Hal ini mengindikasikan bahwa disparitas di dalam kelompok kepulauan (intrakelompok) semakin melebar. Disparitas yang dilihat dengan menggabungkan kabupaten baru hasil pemekaran dengan kabupaten induknya, baik secara total, intra kelompok, maupun antarkelompok, tidak menunjukkan kecenderungan meningkat, namun jika kabupaten baru hasil pemekaran dipisahkan dari kabupaten induknya, disparitas cenderung semakin meningkat, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh pemekaran wilayah terhadap disparitas itu sendiri.
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencakup semua kabupaten/kota yang ada yaitu 21 kabupaten dan 1 kota. Pelaksanaan penelitian dimulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama sebelas bulan terhitung April sampai Maret 2017. Jenis dan Sumber data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan instansi lain yang terkait. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari data sosial ekonomi yang berasal dari data PDRB provinsi NTT menurut Kabupaten tahun 2011 hingga tahun 2015, pengolahan data Potensi Desa (Podes) tahun 2011 dan 2014 serta NTT Dalam Angka tahun 2016. Data lain yang juga digunakan seperti peta administratif, dan lain-lain. Jenis data menurut tujuan, teknik analisis dan keluaran dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2 Tujuan, Jenis Data, Teknik Analisis dan Keluaran (Output) No
Tujuan
Jenis Data
1.
Menganalisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan wilayah pengembangannya Menganalisis disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PDRB Provinsi 2011-2015 PDRB Kabupaten 2011-2015 PDRB Kabupaten 2011-2015
Mengindentifikasi
PDRB
2.
3.
Teknik Analisis Deskriptif
Keluaran
Indeks Williamson ,Indeks Theil ;
Tingkat Disparitas antar wilayah pengembangan
Regresi
Faktor pengaruh
Laju pertumbuhan ekonomi
14
Tabel 2 (lanjutan) No Tujuan
Jenis Data
pengaruh pertumbuhan Kabupaten lapangan usaha terhadap 2011-2015 disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Teknik Analisis linier berganda
Keluaran lapangan usaha terhadap disparitas di wilayah pengembangan
4.
Menganalisis hirarki NTT dalam Analisis perkembangan wilayah Angka 2016 skalogram Provinsi Nusa Tenggara berbobot Timur
Hirarki perkembangan wilayah di setiap wilayah pengembangan
5.
Menganalisis dominasi Podes Tahun Analisis wilayah Provinsi Nusa 2011 dan Indeks Tenggara Timur 2014 Dominasi (Primacy Index)
Dominasi wilayah
Teknik Analisis Data Analisis pertumbuhan ekonomi Analisis pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan menghitung laju pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur dan PDRB tiap wilayah pengembangan dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi memperlihatkan kondisi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur secara rentang waktu (time series). Kecenderungan pertumbuhan secara rentang waktu menggambarkan pola perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur dan kecenderungan pusat perekonomian wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi dan interpretasi dari hasil analisis yang disajikan dalam bentuk gambar, grafik dan tabel. Analisis deskriptif digunakan untuk menguraikan, menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis fenomena-fenomena yang didapat sehingga diperoleh pemahaman yang objektif dan terukur dari keadaan yang sebenarnya. Analisis disparitas pembangunan wilayah Disparitas antarwilayah menurut Rustiadi et al. (2009) bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Salah satu contoh adalah kebijakan pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah yang luar biasai. Trickle down effect yang diharapkan secara efektif tidak terjadi, namun didalam kenyataan malah digantikan oleh backwash effect, yaitu pengurasan sumberdaya secara berlebih dari wilayah penunjang (hinterland). Tingkat disparitas wilayah pada penelitian ini dihitung menggunakan Indeks Wiliamson dan untuk mendekomposisi disparitas wilayah digunakan Indeks
15
Theil. Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1965 mengembangkan indeks kesenjangan wilayah. Nilai indeks yang lebih besar dari nol menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Nilai Indeks Williamson akan dihitung berdasarkan total nilai PDRB dan total jumlah penduduk per kabupaten/kota dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Selain Indeks Williamson, untuk mendekomposisi total disparitas menjadi disparitas antar wilayah dan dalam wilayah menggunakan Indeks Theil. Provinsi Nusa Tenggara Timur secara kebijakan spasial dibagi kedalam tiga wilayah pengembangan sehingga total disparitas wilayah dapat didekomposisi menjadi disparitas antar wilayah dan disparitas di dalam wilayah pengembangan. Nilai disparitas wilayah yang ada menjadi fakta signifikan yang menggambarkan disparitas pendapatan atau pengeluaran wilayah (Modrego dan Berdegue 2015).
Indeks Williamson Dalam penelitian ini Indeks Williamson digunakan untuk mengethaui disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Formula indeks disparitas wilayah yang dikembangkan Williamson (1965) sebagai berikut : ̅) √∑( ̅ dimana : Vw = Indeks Williamson (Iw) = PDRB per kapita kabupaten/kota Yi ̅ = Rata-rata PDRB per kapita provinsi Pi = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i dan n adalah total penduduk provinsi Indeks Williamson akan menghasilkan nilai indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika nilai indeks sama dengan nol maka tidak terjadi kesenjangan ekonomi antar wilayah, namum semakin besar nilai indeks maka semakin besar tingkat kesenjangan antar kabupaten didalam provinsi. Zulrizal (2012) membuat kriteria nilai Indeks Williamson dalam empat kelas yaitu : Iw = 0,5 – 1 : disparitas sangat tinggi (tidak merata sempurna) Iw = 0,3 – 0,5 : disparitas sedang Iw ≤ 0,3 : disparitas rendah Iw = 0 : tidak ada disparitas Indeks Theil Analisis Indeks Theil digunakan untuk mendekomposisi total disparitas menjadi disparitas antar wilayah pengembangan dan dalam wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rustiadi et al. (2009) merumuskan formula Indeks Theill sebagai berikut:
16
∑( )
⌊
( )
⌋
( )
Dimana: I = Total disparitas (Indeks Theil) yi = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota ke-i Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur xi = Penduduk kabupaten/kota ke-i X = Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur Analisis pengaruh pembangunan
pertumbuhan
lapangan
usaha
pada
disparitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lapangan usaha pada disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur didasarkan pada nilai Indeks Williamson di setiap wilayah pengembangan. Nilai Indeks Williamson menggambarkan tingkat disparitas yang terjadi pada tiap wilayah pengembangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lapangan usaha pada disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi NTT maka dilakukan analisis regresi linier berganda dengan peubah tak bebas (dependent variable) adalah Indeks Wiliamson terhadap peubah bebas (independent variabel) yaitu ekonomi (PDRB menurut lapangan usaha). Model regresi linier berganda adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (X1, X2, X3, …. Xn) dan satu peubah tak bebas (Y), dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai suatu garis lurus. Model regresi linier berganda digunakan untuk menggambarkan hubungan sebabakibat, maka peubah bebas dapat disebut sebagai peubah penyebab dan peubah tak bebas sebagai peubah akibat (Juanda 2009). Tahapan yang dilalui untuk mendapatkan model regresi linier berganda meliputi hasil uji pemilihan model, hasil uji pelanggaran asumsi, hasil uji statistik dan intepretasi model. Data yang digunakan adalah data lintas waktu (time series) selama lima tahun antara tahun 2011 hingga 2015 dan data lintas sektor (cross section) sebanyak enam pusat wilayah pengembangan, sehingga jumlah data observasi menjadi 30. Bentuk data variabel analisis regresi data panel dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh lapangan usaha didalam PDRB dalam menyumbang nilai disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Model persamaan regresi linier berganda yang digunakan untuk melihat hubungan antara pertumbuhan lapangan usaha dengan nilai disparitas pembangunan wilayah, lebih dari satu persamaan model. Hal ini dilakukan untuk dapat mengidentifikasi lebih banyak lapangan usaha yang mampu mempengaruhi tingkat disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tidak hanya variabel lapangan usaha yang memiliki koefisien regresi terbesar yang digunakan analisis ini namun juga lapangan usaha lainnya yang memiliki pengaruh terhadap disparitas wilayah.
17
Tabel 3 Variabel independen sektor lapangan usaha yang mempengaruhi disparitas wilayah Kode Nama Variabel Variabel X1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Satuan Rp
X2
Pertambangan dan Penggalian
Rp
X3
Industri Pengolahan
Rp
X4
Pengadaan Listrik, Gas
Rp
X5
Pengadaan Air
Rp
X6
Konstruksi
Rp
X7
Rp
X8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan
X9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Rp
X10
Informasi dan Komunikasi
Rp
X11
Jasa Keuangan
Rp
X12
Real Estate
Rp
X13
Jasa Perusahaan
Rp
X14
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Rp
X15
Jasa Pendidikan
Rp
X16
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Rp
X17
Jasa lainnya
Rp
Rp
Analisis regresi linier berganda menggunakan data panel PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut kabupaten/kota dari tahun 2011 hingga tahun 2015, dengan tahun dasar 2010. Sektor yang dianalisis sebanyak 17 sektor seperti yang terlihat di Tabel 3. Wilayah yang diamati adalah enam pusat pengembangan yang ada di wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur antara lain: (1) pusat pengembangan Waingapu (Kabupaten Sumba Timur) dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Tengah; (2) pusat pengembangan Kota Kupang dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua; (3) pusat pengembangan Atambua (Kabupaten Belu) dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Malaka dan Kabupaten Timor Tengah Utara; (4) pusat pengembangan Kabupaten Manggarai dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Manggarai Timur; (5) pusat pengembangan Kabupaten Ende dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagakeo; (6) pusat pengembangan Maumere (Kabupaten Sikka) dengan wilayah pengaruhnya adalah Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata.
18
Variabel-variabel yang memiliki nilai koefisien regresi, dianggap memiliki peranan penting dalam menyebabkan terjadinya disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Model regresi linier berganda secara umum menurut Juanda (2009) adalah sebagai berikut :
Dimana: Yi = tingkat disparitas diukur dari Indeks Williamson β0 = intersep βi = koefisien fungsi regresi Xi = variabel bebas penduga mempengaruhi disparitas = residual Analisis Hirarki Wilayah Analisis hirarki wilayah dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah di provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dipisahkan dari kelompok lain. Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki perkembangan wilayah yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan adalah data daerah dalam angka tahun 2016 dengan parameter: prasarana transportasi, prasarana pendidikan, prasarana kesehatan, prasarana perekonomian dan aksesibilitas wilayah. Analisis skalogram memperlihatkan derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan namun tidak memperlihatkan jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan secara spasial. Analisis skalogram digunakan untuk melihat hirarki wilayah yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Analisis skalogram mengidentifikasi wilayah yang berfungsi sebagai pusat dan wilayah penunjangnya. Perkembangan suatu wilayah dilihat dari nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) dari setiap kabupaten/kota, semakin tinggi nilai IPW suatu kabupaten/kota maka sarana prasarana di kabupaten/kota tersebut semakin memadai. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap 3 wilayah pengembangan (WP) yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. WP yang dianalisis adalah WP Pulau Timor, WP Pulau Sumba dan WP Pulau Flores. Nilai IPW kabupaten/kota di masing-masing wilayah pengembangan akan memperlihatkan tingkat hirarki wilayah kabupaten/kota di tiap WP tersebut. Kabupaten/kota yang memiliki nilai IPW tertinggi di setiap WP dapat diidentifikasi sebagai pusat pertumbuhan yang memiliki tingkat prasarana tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya didalam wilayah pengembangan. Variabel yang digunakan dalam analisis skalogram ini adalah: (1) aksesibilitas berupa jarak dari ibukota kabupaten ke pusat pengembangan, (2) fasilitas pendidikan berupa jumlah sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, (3) fasilitas kesehatan berupa rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas dan polindes (4) fasilitas ekonomi berupa bank, koperasi, hotel dan restoran serta (4) fasilitas perhubungan berupa bandar udara, pelabuhan laut dan kantor pos. Analisis skalogram menggunakan dua pembagi indeks fasilitas yakni jumlah penduduk dan luas wilayah, hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan ketersediaan prasarana dengan banyaknya
19
jumlah penduduk yang ada dan luas wilayah kabupaten/kota di dalam wilayah pengembangan. Menutupi keterbatasan dari analisis skalogram, Rustiadi dan Panuju (2013), mengembangkan metode skalogram berbobot sebagai bentuk penyempurnaan atas metode skalogram yang sudah dikembangkan sebelumnya. Tahapan dalam penyusunan analisis skalogram berbobot adalah sebagai berikut: 1. Memilih variabel yang digunakan sebagai penyusun indeks hirarki. Variabel dibagi menjadi dua kelompok yakni variabel positif dan variabel negatif. Variabel positif adalah variabel yang semakin besar nilainya mencirikan hirarki atau tingkat perkembangan yang lebih tinggi, sedang variabel negatif adalah sebaliknya. Variabel adalah fasilitas pendidikan (sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, perguruan tinggi), fasilitas kesehatan (rumah sakit, puseksmas), fasilitas perekonomian (bank, koperasi), dan fasilitas transportasi (bandara, pelabuhan laut). Variabel negatif adalah aksesibilitas (jarak ibukota kabupaten terhadap pusat wilayah pengembangan). 2. Menghitung indeks fasilitas. Cara menghitung indeks fasilitas dengan persamaan sebagai berikut : Indeks fasilitas per jumlah penduduk dimana Aij = indeks fasilitas ke-j pada wilayah ke i Fij = jumlah fasilitas ke-j di wilayah ke-i Pi = jumlah penduduk di wilayah ke-i 3.
4.
5.
Menghitung invers indeks pada variabel negatif (aksesibilitas) dengan menggunakan persamaan Bij = 1/Xij dimana Bij adalah indeks invers data sedangkan Xij adalah nilai data wilayah ke-i variabel ke-j. Menghitung bobot indeks penciri dengan persamaan sebagai berikut :
dimana I = 1,2, ..., n menunjukkan jumlah wilayah dan j = 1,2, …, p menunjukkan seluruh variabel penciri. Melakukan pembakuan indeks untuk seluruh variabel termasuk variabel jarak ke pusat wilayah pengembangan dan fasilitas penciri, sehingga hasil akhir adalah indeks baku yang diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: ( ( )) dimana Kij = nilai baku indeks hirarki untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j Xij = nilai bobot indeks penciri untuk wilayah ke-i dan ciri ke-j min (Xj) = nilai minimum indeks pada ciri ke-j Sj = nilai standar deviasi
6.
Menyusun urutan hirarki infrastruktur dari nilai tertinggi hingga nilai terendah.
20
7.
Mengkelaskan wilayah dimana Hirarki wilayah dibagi menjadi 3 hirarki yakni hirarki I, hirarki II dan hirarki III. Untuk menyusun kelas hirarki dari indeks baku ini maka terlebih dahulu dicari parameter-parameter rataan X j dan standar deviasi (sj). Penentuan batas kelas hirarki wilayah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penentuan batas kelas hirarki wilayah No 1. 2. 3.
Kelas Hirarki I Hirarki II Hirarki III
Nilai Selang X > [rataan + (St Dev. IPW)] (St Dev. IPW) X < rataan
Tingkat Hirarki Tinggi Sedang Rendah
Analisis skalogram pada penelitian ini juga menghitung indeks fasilitas menurut luas wilayah. Penyusunan analisis skalogram menurut luas wilayah sama dengan penyusunan analisis skalogram menurut jumlah penduduk, yang membedakan pada tahap 3 (menghitung indeks fasilitas). Persamaan yang digunakan untuk meghitung indeks fasilitas menurut luas wilayah adalah sebagai berikut : dimana Aij Fij Pi
= indeks fasilitas ke-j pada wilayah ke-i = jumlah fasilitas ke-j di wilayah ke-i = luas wilayah (kilometer) di wilayah ke-i
Hasil dari analisis skalogram yang dibuat adalah : 1. Ordo wilayah, yaitu wilayah (unit analisis) yang memiliki ordo tertinggi atau berfungsi sebagai pusat aktifitas sosial ekonomi. Wilayah hirarki I merupakan wilayah dengan hirarki lebih tinggi atau memliki ordo yang lebih tinggi dan memiliki fasilitas terlengkap secara relatif dibandingkan dengan wilayah lainnya. 2. Fasilitas penciri ordo tertinggi atau bisa dikatakan fasilitas penciri perkotaan. Analisis skalogram digunakan untuk identifikasi perkembangan wilayah berdasarkan kelengkapan prasarana, semakin lengkap dan kompleks prasarana yang ada maka semakin tinggi hirarki wilayah tersebut (Wonua 2014). Analisis skalogram juga dapat dipakai untuk mengukur tingkat disparitas pembangunan dalam suatu wilayah pengembangan dengan hirarki pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi (Faruqi 2016). Analisis Dominasi Wilayah Dalam penelitian ini indeks dominasi digunakan untuk melihat dominasi wilayah di masing-masing wilayah pengembangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Indeks dominasi umumnya digunakan untuk melihat dominasi kota besar terhadap kota –kota penyangga di sekitarnya. Dalam penelitian ini, hanya satu wilayah yang dikategorikan sebagai kawasan perkotaan yaitu Kota Kupang sedangkan wilayah lainnya termasuk kawasan perdesaan. Namun pada kawasan non perkotaan tersebut terdapat juga sebagian kecil wilayah yang mewakili urban (pada skala menengah/kabupaten). Oleh karena itu dalam menghitung indeks
21
dominasi menggunakan data jumlah penduduk urban di masing-masing wilayah. Variabel yang digunakan dalam indeks dominasi adalah jumlah penduduk urban di kabupaten/kota di dalam wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perhitungan indeks dominasi dengan menggunakan stewart index dijelaskan dalam rumus sebagai berikut :
keterangan : IP4 K1, K2 …….., K4
= Indeks dominasi di empat kota terbesar = jumlah penduduk kawasan perkotaan di kabupaten/kota terbesar pertama, kedua, dan seterusnya
Jumlah penduduk kawasan perkotaan kabupaten/kota diambil dari akumulasi jumlah penduduk kawasan perkotaan menurut desa/kelurahan yang terdapat pada data Podes (Potensi Desa) Tahun 2011 dan 2014. Klasifikasi kawasan perkotaan menurut BPS adalah persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberdaan/akses pada fasilitas perkotaan yang dimiliki suatu desa/keluarahan untuk menentukan status perkotaan suatu desa/kelurahan.
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Gambaran umum wilayah penelitian memberikan deskripsi mengenai wilayah penelitian, baik kondisi fisik wilayah maupun sosial ekonomi. Pengetahuan akan wilayah penelitian akan mempermudah dalam mengkaji berbagai aspek dan fenomena yang terjadi di wilayah penelitan. Pemahaman wilayah baik kondisi fisik maupun sosial ekonomi daerah penelitian memberikan masukan penting dalam membuat rencana pembangunan wilayah. Dalam bagian ini akan diuraikan secara deskriptif gambaran umum wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan wilayah penelitian. Geografi Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak pada 7º 46’ – 8º 09’ Lintang Selatan dan 110º 21’ – 110º 50’ Bujur Timur. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki batas wilayah sebagai berikut, (1) sebelah utara dengan Laut Flores, (2) sebelah selatan dengan Samudera Hindia, (3) sebelah barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan (4) sebelah timur dengan Negara Timor Leste. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki luas wilayah daratan sebanyak 47,350 km2 dan luas wilayah perairan sebanyak 200,000 km2. Provinsi Nusa Tenggara Timur membentang sepanjang 160 kilometer dari utara yakni Pulau Palue (Kabupaten Sikka) di Laut Flores hingga selatan di Pulau Ndana (Kabupaten Rote Ndao) dan membentang dari barat di Pulau Komodo (Kabupaten Manggarai Barat) hingga
22
timur di Pulau Alor (Kabupaten Alor). Peta adminstrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat di Gambar 2.
Gambar 2 Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Kepulauan Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki jumlah pulau sebanyak 1,192 pulau (BPS 2014), terbanyak kelima setelah Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Maluku. Jumlah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 6.81% dari total seluruh pulau yang ada di Indonesia. Provinsi dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia dapat dilihat di Tabel 5. Tabel 5 Sepuluh Provinsi dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia Provinsi Kepulauan Riau Papua Barat Maluku Utara Maluku Nusa Tenggara Timur Kepulauan Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Aceh
Jumlah Pulau 2,408 1,945 1,474 1,422 1,192 950 864 750 668 663
Persentase Terhadap Luas Indonesia 0.43 5.08 1.67 2.46 2.55 0.86 0.97 3.24 0.72 3.03
23
Sumber: BPS (2014)
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 432 pulau yang telah memiliki nama dan 44 pulau yang berpenghuni (Sutisna dan Hidayat 2014) . Gugusan pulau besar di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores. Pulau Sumba. Pulau Timor Kepulauan Alor dan Rote Ndao yang secara akronim disingkat menjadi FLOBAMORA (Flores Sumba Timor Alor Rote Ndao). Kabupaten Manggarai Barat memiliki jumlah pulau yang memiliki nama terbanyak yakni 145 pulau. Kabupaten Rote Ndao memiliki jumlah pulau yang memiliki nama terbanyak kedua yakni 99 pulau. Kabupaten/kota yang tidak memiliki pulau yang memiliki nama sebanyak 7 kabupaten/kota yakni Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Sumba Barat Daya.
Wilayah Pengembangan Struktur ruang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 – 2030, membagi wilayah Provinsi Nusa Tengggara Timur dalam satuan Wilayah Pengembangan (WP) yang terdiri dari: 1. Wilayah Pengembangan (WP) Pulau Sumba. Wilayah Pengembangan Pulau Sumba dengan pusat pengembangan di Waingapu (Kota Orde II), ibukota Kabupaten Sumba Timur dengan wilayah pengaruh Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. 2. Wilayah Pengembangan (WP) Pulau Flores. Wilayah Pengembangan (WP) Pulau Flores ini terdiri dari 3 (tiga) pusat pengembangan, yaitu: a. Pusat Pengembangan Maumere (Kota Orde II), ibukota Kabupaten Sikka dengan wilayah pengaruh meliputi Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata. b. Pusat Pengembangan Ende (Kota Orde II), ibukota Kabupaten Ende dengan wilayah pengaruh meliputi Kabupaten Ngada dan Nagekeo. c. Pusat Pengembangan Ruteng (Kota Orde II), ibukota Kabupaten Manggarai dengan wilayah pengaruh meliputi seluruh wilayah Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai Barat. 3. Wilayah Pengembangan (WP) Pulau Timor Wilayah Pengembangan (WP) Pulau Timor ini terdiri dari dua pusat pengembangan, yaitu: a. Pusat Pengembangan Kupang dengan wilayah pengaruh meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Alor. b. Pusat Pengembangan Atambua dengan wilayah pengaruh meliputi Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka Pada Wilayah Pengembangan Pulau Timor yang ditempatkan sebagai kota Orde 1 merupakan wilayah yang memiliki fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional
24
adalah Kota Kupang dan juga Kota Kupang memiliki fungsi sebagai ibukota provinsi. Pembagian wilayah pengembangan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur Wilayah Pengembangan (WP) dibuat untuk mewujudkan keseimbangan tingkat pertumbuhan daerah didalam provinsi. Kebijakan pembangunan secara spasial tergambarkan didalam WP tersebut, dimana akan tercapai efisiensi pembangunan dalam mencapai tingkat pertumbuhan. Demografi Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 sebanyak 5,120 061 jiwa yang terdiri dari 2,536,872 jiwa laki-laki dan 2,583,189 jiwa perempuan (BPS 2016). Rasio jenis kelamin Provinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2015 adalah 98 yang berarti dari 100 perempuan terdapat 98 laki-laki. Kepadatan penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 108 jiwa per km2. dimana Kota Kupang merupakan wilayah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan kepadatan 2,432 jiwa per km2 (BPS 2016). Kabupaten yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah kabupaten Sumba Timur dengan kepadatan penduduk sebanyak 35 jiwa per km2 (BPS 2016). Jumlah rumah tangga Provinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2015 sebanyak 1,108,400 rumah tangga dengan rata-rata anggota tiap rumah tangga sebanyak 4 jiwa.
25
500000 Jumlah Penduduk (Jiwa)
450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000
Gambar
4 Jumlah penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015
Pada Gambar 4 terlihat sebaran jumlah penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dimana kabupaten yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi berada di pulau Timor bagian barat yang mencakup Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Terdapat 3 kabupaten yang memiliki jumlah penduduk rendah dan terpisah dari gugus pulau besar yakni Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua. Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan kondisi perekonomian suatu wilayah. PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur atas dasar harga konstan tahun 2015 sebanyak 56,820.098 miliar rupiah. Sumbangan terbesar untuk PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2015 adalah sektor pertanian. kehutanan dan perikanan sebanyak 28.28%. Sektor kedua terbesar adalah sektor administrasi pemerintahan. pertahanan dan jaminan sosial wajib sebanyak 12.79%. Sektor penyumbang terkecil adalah sektor pengadaan listrik dan gas sebanyak 0.06% (BPS 2016). Nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 menurut sektor dapat dilihat di Tabel 6.
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
Sumba Barat
0
26
Tabel 6 PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 atas dasar Harga Konstan Lapangan Usaha Nilai (juta rupiah) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 16,067,626 .21 Pertambangan dan Penggalian 830,760.74 Industri Pengolahan 709,889.56 Pengadaan Listrik dan Gas 37,587.17 Pengadaan Air. Pengelolaan Sampah. Limbah dan Daur 39,965.49 Ulang Konstruksi 6,032,814.70 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan 6,494,621.61 Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan 2,850,508.74 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 337,927.49 Informasi dan Komunikasi 4,923,562.06 Jasa Keuangan dan Asuransi 2,176,828.13 Real Estate 1,456,810.53 Jasa Perusahaan 164,983.13 Administrasi Pemerintahan. Pertahanan dan Jaminan 7,266,516.72 Sosial Wajib Jasa Pendidikan 5,001,580.57 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,212,281.40 Jasa lainnya 1,215,833.76 Sumber: BPS, 2016
Sektor pertanian yang merupakan penyumbang terbesar PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami penurunan kontribusi setiap tahunnya. Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang 30.74 %. ditahun 2012 sebesar 30.02 %. ditahun 2013 sebesar 29.26 % dan ditahun 2014 sebesar 28.85%. Sektor yang mengalami kenaikan terbesar dari tahun 2011 hingga 2015 adalah sektor Administrasi Pemerintahan. Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang mengalami rata-rata kenaikan sebesar 1.53%. Nilai persentase per sektor dapat dilihat di Tabel 7. Tabel 7 Nilai Persentase per Sektor PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 - 2015 Sektor Pertanian. Kehutanan. dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air. Pengelolaan Sampah. Limbah dan Daur Ulang Konstruksi
2011 30.74
2012 30.02
2013 29.26
2014 28.85
2015 28.28
1.43 1.27 0.05 0.07
1.44 1.27 0.06 0.07
1.44 1.27 0.06 0.07
1.44 1.25 0.06 0.07
1.46 1.25 0.07 0.07
10.43
10.60
10.58
10.60
10.62
27 Tabel 7 (lanjutan) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan. Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
2011 10.99
2012 11.10
2013 11.31
2014 11.31
2015 11.43
4.96 0.57
4.92 0.57
4.92 0.58
4.99 0.59
5.02 0.59
8.11 3.37 2.67 0.29 12.02
8.23 3.54 2.68 0.29 12.21
8.29 3.75 2.69 0.29 12.44
8.49 3.80 2.59 0.29 12.54
8.67 3.83 2.56 0.29 12.79
8.60 2.14
8.63 2.14
8.72 2.15
8.82 2.12
8.80 2.13
2.28
2.21
2.18
2.17
2.14
Sumber: BPS, 2016
Kabupaten/kota yang mempunyai PDRB terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 adalah Kota Kupang sebanyak 13,013.13 miliar rupiah. berikutnya adalah Kabupaten Kupang sebanyak 3,968.15 miliar rupiah. Kabupaten/kota yang memiliki PDRB terkecil adalah kabupaten Sumba Tengah sebanyak 618.9 miliar rupiah (BPS 2016).
Prasarana Wilayah Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Keberhasilan pendidikan suatu wilayah tergantung dari sarana dan prasarana pendidikan seperti unit sekolah dan pengajar yang memadai. Jumlah prasarana pendidikan dasar dalam penelitian ini adalah lembaga pendidikan formal yang dimulai dari pendidikan dasar. menengah dan tinggi. Jumlah sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2011 hingga tahun 2015 terus mengalami peningkatan unit sarana. Grafik pertumbuhan unit sarana pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 5.
28
Jumlah Sarana (unit)
6000
5116
4964
4887
4883
4838
5000 4000
SD
3000
SMP 1237 515 50
1454
1453
1530
1599
SMA
551 50
623 50
746 50
748 50
PT
2011
2012
2013
2014
2015
2000 1000 0
Gambar 5 Jumlah prasarana pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011-2015 Peningkatan jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah tidak dibarengi dengan jumlah sarana pendidikan tinggi dimana dapat terlihat di Gambar 5, jumlah sarana pendidikan tinggi dari tahun 2011 hingga tahun 2015 tidak berubah dengan jumlah 50 unit. Sekolah Dasar Sekolah dasar di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015 sebanyak 5,116 unit sekolah yang tersebar di 22 kabupaten/kota. Jumlah sekolah dasar tersebut mencakup Sekolah Dasar negeri dan swasta serta madrasah ibtidaiyah. Kabupaten yang memiliki jumlah sekolah dasar terbesar adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah sekolah sebanyak 498 unit dan kabupaten yang memiliki jumlah sekolah dasar terkecil adalah Kabupaten Sabu Raijua sebanyak 75 unit sekolah dasar (BPS 2016). Jumlah sekolah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 6. 600 Jumlah Sekolah
500 400 300 200 100 Malaka
Kota Kupang
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
Sumba Barat
0
Gambar 6 Jumlah sekolah dasar Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015
29
Sekolah Menengah Pertama
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah…
Kupang
Sumba Timur
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Sumba Barat
Jumlah Sekolah
Jumlah sekolah menengah pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 1,599 unit sekolah. Kabupaten yang memiliki jumlah sekolah menengah pertama terbanyak adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 142 unit sekolah dan kabupaten yang memiliki jumlah sekolah menengah pertama terkecil adalah Kabupaten Sabu Raijua dengan jumlah 19 unit sekolah. Jumlah sekolah menengah pertama tahun 2015 di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Jumlah sekolah menengah pertama Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Sekolah Menengah Atas Sekolah menengah atas di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan dan madrasah aliyah baik swasta maupun negeri. Jumlah sekolah menengah atas di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 748 unit sekolah. Kabupaten/kota yang memiliki sekolah menengah atas terbanyak adalah Kabupaten Kupang dengan jumlah sekolah sebanyak 71 unit, sedangkan Kabupaten Sumba Tengah menjadi kabupaten yang memiliki sekolah menengah atas terkecil dengan jumlah hanya 5 unit sekolah. Jumlah sekolah menengah atas tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat di Gambar 8. Jumlah murid sekolah menengah atas di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 223,436 siswa dengan jumlah siswa terbanyak terdapat di Kota Kupang sebanyak 22,330 siswa. Jumlah guru sekolah menengah atas pada tahun 2015 sebanyak 17,509 guru dengan jumlah guru terbanyak terdapat di Kota Kupang sebanyak 1,681 guru. Untuk rasio jumlah murid dan guru di Provinsi Nusa Tenggara Timur rata-rata sebesar 1:13, dimana 13 murid ditangani oleh 1 guru. Rasio murid dan guru terendah terdapat di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan nilai rasio 1:19 dan Kabupaten Kupang memiliki rasio murid dan guru terendah dengan nilai rasio 1:9.
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
80 70 60 50 40 30 20 10 0 Sumba Barat
Jumlah Sekolah
30
Gambar 8 Jumlah sekolah menengah pertama Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 Perguruan Tinggi
Jumlah Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari universitas, sekolah tinggi, politeknik dan akademi. Sarana pendidikan tinggi milik negara hanya terdapat di Kota Kupang yakni Universitas Terbuka, Universitas Nusa Cendana, Politeknik Negeri Kupang, Politani Negeri Kupang dan Poltekes Kupang. Kota kupang memiliki jumlah sarana pendidikan tinggi terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah 30 unit. Jumlah perguruan tinggi tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 9. 35 30 25 20 15 10 5 0
Gambar 9 Jumlah perguruan tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Perguruan tinggi tidak terdapat di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terdapat 10 kabupaten yang tidak memiliki perguruan tinggi yakni Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah di Pulau sumba ; Kabupaten Kupang, Kabupaten Malaka dan Kabupaten Timor
31
Tengah Selatan di Pulau Timor ; Kabupaten Lembata ; Kabupaten Sabu Raijua ; Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai Barat di pulau Flores. Untuk kabupaten yang tidak memiliki perguruan tinggi, pelajar yang ingin meneruskan jenjang pendidikan tinggi biasanya ke kabupaten terdekat yang memiliki perguruan tinggi atau langsung menuju Kota Kupang. Kesehatan
Gambar 10 Jumlah rumah sakit Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 Kabupaten yang memiliki rumah sakit terbanyak adalah Kota Kupang dengan jumlah 12 unit rumah sakit. Di Kota Kupang juga terdapat rumah sakit rujukan provinsi yakni RSUD Prof. Dr. W.Z. Yohanes dan rumah sakit swasta tingkat nasional yakni RS Siloam. Layanan kesehatan tingkat pertama di daerah yakni Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) terdapat diseluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki jumlah puskesmas terbanyak yakni 37 unit puskesmas, sedangkan Kabupaten Nagekeo memiliki jumlah puskesmas paling rendah yakni 7 unit puskesmas. Jumlah puskesmas menurut kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat di Gambar 11.
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
14 12 10 8 6 4 2 0
Sumba Barat
Jumlah Rumah Sakit
Sarana kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari rumah sakit, rumah sakit bersalin, puskesmas, posyandu, klinik dan polindes. Hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rumah sakit, hanya 3 kabupaten saja yang tidak memiliki rumah sakit yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Manggarai Timur yang kesemuanya itu terdapat di pulau Flores. Jumlah rumah sakit tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 10.
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sumba Barat
Jumlah Puskesmas
32
Gambar 11 Jumlah puskesmas Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 Komunikasi
Gambar 12 Jumlah pelanggan telepon menurut kabupaten/kota tahun 2015
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Kupang
Timor Tengah Selatan
Sumba Timur
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Sumba Barat
Jumlah Pelanggan
Prasarana komunikasi dalam penelitian ini adalah prasarana telekomunikasi yang dikelola oleh PT. Telkom dan PT. Pos Indonesia. PT. Telkom memberikan pelayanan komunikasi khususnya jaringan telepon tetap dengan kabel ke seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Kupang memiliki jumlah pelanggan telepon terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 14 398 pelanggan individu dan perusahaan. Kabupaten Nagekeo merupakan kabupaten dengan jumlah pelanggan telepon tetap terkecil yakni 8 pelanggan. Jumlah pelanggan telepon tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 12.
33
Kota Kupang
Malaka
Sabu Raijua
Manggarai Timur
Nagekeo
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Manggarai Barat
Rote Ndao
Manggarai
Ngada
Ende
Sikka
Flores Timur
Lembata
Alor
Belu
Timor Tengah Utara
Timor Tengah Selatan
Kupang
Sumba Timur
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Sumba Barat
Jumlah Kantor Pos
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kantor pos diseluruh kabupaten/kota, dengan jumlah sebanyak 69 kantor di tahun 2015. Jumlah kantor pos terbanyak terdapat di Kota Kupang dengan jumlah 8 kantor pos, dimana di Kota Kupang juga terdapat kantor pos cabang provinsi yang merupakan kantor pos terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah kantor pos tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Jumlah kantor pos menurut kabupaten/kota tahun 2015 Perhubungan Bandar Udara Bandar udara di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 14 bandara dengan berbagai tingkat kelas bandara. Bandar udara menghubungkan antar wilayah dan pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan menjadi sarana perhubungan yang penting untuk melayani pergerakan antar pulau. Bandara terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah bandara internasional El Tari. Pulau yang memiliki jumlah bandara terbanyak adalah Pulau Flores dengan 6 bandara, kemudian Pulau Timor dengan 2 bandara dan Pulau Sumba dengan 2 bandara, sisanya tersebar di Pulau Alor, pulau Lembata, Pulau Rote dan Pulau Sabu. Sebaran jumlah bandara dapat dilihat di Gambar 14. Bandara di Provinsi Nusa Tenggara Timur masuk dalam kelas IB, kelas II dan kelas III. Bandara El Tari yang terdapat di Kota Kupang masuk sebagai Bandara kelas IB. Untuk bandara kelas II terdapat di Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Ende, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Flores Timur. Bandara kelas III terdapat di Kabupaten Belu, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai. Seluruh bandara di Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya melayani rute domestik saja.
34
Gambar 14 Bandar udara Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 Pelabuhan Laut Pelabuhan laut merupakan salah satu simpul transportasi penting yang menghubungkan pulau-pulau yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut fungsi dan hirarki, pelabuhan laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas 1 pelabuhan utama, 9 pelabuhan pengumpul dan dan 63 pelabuhan pengumpan (Dishub 2013). Pelabuhan utama terdapat di Kota Kupang yaitu pelabuhan laut Tenau yang melayani kegiatan angkutan laut domestik dan internasional. Pelabuhan pengumpul melayani angkutan penumpang dan barang antar pulau di dalam provinsi dan antar provinsi. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 9 pelabuhan pengumpul yakni pelabuhan laut Ippi, Larantuka, Labuan Bajo, Balauring, Lorens Say, Maritaing, Waingapu, Waiadan dan Wini. Pelabuhan pengumpan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 13 pelabuhan pengumpan regional dan 50 pelabuhan pengumpan lokal.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Pertumbuhan ekonomi wilayah dapat dilihat dari pertambahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur
35
menurut harga konstan dari tahun 2011 hingga tahun 2015 memiliki kecenderungan peningkatan nilai. Pada tahun 2011 nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut harga konstan mencapai 46,334,128 juta rupiah. Tahun 2012 meningkat menjadi 48,863,188 juta rupiah dan di tahun 2013 mencapai 51,505,189 juta rupiah. Peningkatan nilai PDRB terjadi di tahun berikutnya yakni di tahun 2014 dengan nilai mencapai 54,106,271 juta rupiah dan pada tahun 2015 mencapai 56,820,098 juta rupiah. Grafik kecenderungan peningkatan nilai PDRB dapat dilihat pada Gambar 15. 60,000,000
PDRN Harga Konstan (juta rupiah)
56,820,098 50,000,000
40,000,000
46,334,128
48,863,188
51,505,189
54,106,271
30,000,000
20,000,000
10,000,000
2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 15 Dinamika pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2011-2015 Kecenderungan peningkatan nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur ternyata berbanding terbalik dengan laju pertumbuhannya. Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami pelambatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015, hal ini dapat terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi atas dasar PDRB harga konstan yang terus menurun. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tertinggi pada tahun 2011 sebesar 5.67% dan menurun di tahun 2012 sebesar 5.46%, di tahun 2013 sebesar 5.41%, di tahun 2014 sebesar 5.05% dan di tahun 2015 sebesar 5.02%. Grafik laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar 16.
36
5.8
5.67
5.6
5.46
5.41
5.4 5.2
5.05
5.02
2014
2015
5 4.8 4.6 2011
2012
2013
Gambar 16 Laju Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011-2015
PDRB Harga Konstan (juta rupiah)
Nilai PDRB di setiap wilayah pengembangan mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Pertumbuhan nilai PDRB terbesar terdapat di WP Pulau Timor dan pertumbuhan nilai PDRB terkecil terdapat di WP Pulau Sumba. Besarnya nilai PDRB WP Pulau Timor dikarenakan di WP tersebut terdapat Kota Kupang yang merupakan ibukota provinsi dan pusat perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nilai PDRB harga konstan WP Pulau Timor dari tahun 2011 hingga tahun 2015 selalu diatas nilai PDRB WP Pulau Flores dan WP Pulau Sumba seperti yang terlihat pada Gambar 17. 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 WP SUMBA
15,000,000
WP FLORES
10,000,000
WP TIMOR
5,000,000 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun
Gambar 17 Dinamika pertumbuhan PDRB per wilayah pengembangan tahun 2011-2015 Pelambatan pertumbuhan ekonomi juga terjadi di wilayah pengembangan, dimana ketiga wilayah pengembangan yang ada memiliki kecenderungan pelambatan pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan WP Pulau Timor selalu berada diatas 5% dan lebih tinggi dibandingkan dengan WP lainnya. WP Pulau
37
Timor mengalami kecenderungan pelambatan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2012 hingga tahun 2015, dimana pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi WP Pulau Timor mencapai 5.85% dan terus menurun hingga mencapai 5.70% pada tahun 2015. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi WP Pulau Timor selalu lebih tinggi dibandingkan dengan WP Pulau Sumba dan WP Pulau Flores. Tabel 8 Laju pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan No 1. 2. 3. 4.
Wilayah Pengembangan WP Pulau Timor WP Pulau Flores WP Pulau Sumba Provinsi NTT
2012 5.85 4.94 5.37 5.46
Tahun 2013 2014 5.78 5.71 4.99 4.85 5.15 4.61 5.41 5.05
2015 5.70 4.93 4.87 5.02
Rata-rata 2011 - 2015 5.76 4.93 5.00 5.26
WP Pulau Sumba mengalami kecenderungan pelambatan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2012 hingga tahun 2014, namun meningkat kembali di tahun 2015. Nilai laju pertumbuhan ekonomi WP Pulau Sumba diatas 5% pada tahun 2012 dan 2013 dan dibawah 5% pada tahun 2014 dan 2015. Pertumbuhan ekonomi di WP Pulau Flores cukup fluktuatif dimana laju pertumbuhan meningkat di tahun 2013 dan kemudian menurun di tahun 2014 serta kembali baik di tahun 2015. Laju pertumbuhan ekonomi WP Pulau Flores tidak pernah mencapai 5% dari tahun 2012 hingga tahun 2015. Detail laju pertumbuhan ekonomi di setiap WP dapat dilihat pada Tabel 8. Lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan cenderung menurun ternyata tidak sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi di tiap wilayah pengembangan. WP Pulau Timor bahkan memiliki rata-rata laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur. 16.00 14.00 12.00
Provinsi Nusa Tenggara Timur
10.00
WP Sumba
8.00 WP Flores
6.00 4.00
Wp Timor
2.00 2011
Gambar
18
2012
2013
2014
2015
PDRB per kapita Provinsi Nusa Tenggara Timur dan wilayah pengembangannya tahun 2011-2015
38
PDRB perkapita Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kecenderungan peningkatan setiap tahun, dimana pada tahun 2011 mencapai 9.3 juta rupiah dan pada tahun 2015 mencapai nilai 11.10 juta rupiah. Nilai PDRB perkapita Provininsi Nusa Tenggara Timur ternyata lebih rendah dibandingkan dengan PDRB perkapita WP Pulau Timor dimana pada tahun 2011 nilai PDRB perkapita WP Pulau Timor mencapai 11 juta rupiah dan di tahun 2015 mencapai 13.71 juta rupiah. PDRB perkapita paling rendah terdapat di WP Pulau Sumba dimana pada tahun 2011 nilai PDRB perkapita WP Pulau Sumba hanya sebesar 8.2 juta rupiah dan meningkat di tahun 2015 hingga 9.23 juta rupiah. PDRB perkapita WP Pulau Flores masih diatas nilai PDRB perkapita WP Pulau Sumba yakni sebesar 8.9 juta rupiah pada tahun 2011 dan 10.22 juta rupiah di tahun 2015. Tingginya nilai PDRB perkapita WP Pulau Timor dibandingkan wilayah pengembangan lain dan juga diatas perkapita Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan perputaran ekonomi terpusat di WP Pulau Timor dimana Kota Kupang sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian berada pada WP Pulau Timor. Grafik PDRB perkapita Provinsi Nusa Tenggara Timur dan WP pada tahun 2011 hingga 2015 dapat dilihat pada Gambar 18. Dalam kondisi ideal, pembangunan wilayah dapat dikatakan berhasil apabila pertumbuhan ekonomi semakin meningkat disertai pemerataan. Kondisi perekonomian Provinsi Nusa Tenggara menurut wilayah pengembangan terlihat ketidakmerataan perekonomian antar wilayah. Nilai PDRB WP Pulau Timor yang bisa mencapai lima kali lipat dari PDRB WP Pulau Sumba dengan kecenderungan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pengembangan lainnya memperlihatkan disparitas ekonomi wilayah. Disparitas ini semakin terlihat dengan tingginya PDRB perkapita WP Pulau Timor dibandingkan dengan PDRB perkapita Provinsi Nusa Tenggara Timur. Analisis Disparitas Wilayah Pengembangan Indeks Williamson Hasil analisis Indeks Williamson dengan menggunakan PDRB harga konstan dan jumlah penduduk setiap kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat ditunjukkan pada Gambar 17. Nilai Indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per kapita dan jumlah penduduk tahun 2011 hingga 2015 menunjukkan kecenderungan peningkatan disparitas Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Tahun 2011 nilai disparitas sebesar 0.627 dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 0.647 di tahun 2015 (Gambar 16), kecenderungan nilai Indeks williamson tersebut masuk dalam kategori disparitas sangat tinggi. Wilayah Pengembangan Pulau Timor memiliki nilai disparitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan disparitas provinsi. Kecenderungan disparitas di WP Pulau Timor mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga tahun 2013, dan kembali meningkat dari tahun 2013 hingga tahun 2015. Nilai disparitas WP Pulau Timor yang tidak lebih rendah dari 0.734 dari tahun 2011 hingga tahun 2015 menunjukkan bahwa disparitas WP Pulau Timor masuk dalam kategori disparitas sangat tinggi. Hal ini terjadi karena Kota Kupang sebagai pusat pengembangan
39
memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2015 yang sangat tinggi yakni sebesar 13,013.13 miliar rupiah berbanding dengan Kabupaten Kupang sebesar 3,968.15 miliar rupiah yang merupakan kabupaten dengan nilai PDRB tertinggi kedua setelah Kota Kupang di WP Pulau Timor (BPS 2016. 0.800 0.750
0.751
0.734
0.743
0.755
0.700 0.647 Indeks Williamson
0.600
0.627
0.630
0.630
0.638
0.500 0.400
0.320
0.322
0.323
0.330
0.334
0.300 0.200
Provinsi Nusa Tenggara Timur WP Timor WP Flores
0.234
0.242
0.245
0.249
2011
2012
2013
2014
0.254
2015
WP Sumba
0.100 0.000
Gambar 19 Nilai Indeks williamson tahun 2011 - 2015 Disparitas WP Pulau Sumba memiliki kecenderungan meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Nilai disparitas WP Pulau Sumba yang tidak pernah lebih rendah dari 0.32 dan tidak lebih tinggi dari 0.33 menunjukkan kecenderungan disparitas masuk dalam kategori disparitas sedang. Hal ini didukung dari nilai PDRB Kabupaten Sumba Timur yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten lain didalam wilayah pengembangan. Nilai PDRB kabupaten Sumba mencapai 3 275.22 milar rupiah berbanding dengan nilai PDRB kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 1,896.09 miliar rupiah yang merupakan tertinggi kedua setelah Kabupaten Sumba Timur (BPS 2016). Kecenderungan nilai disparitas WP Pulau Flores mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015, dimana nilai disparitas WP Pulau Flores pada tahun 2011 mencapai 0.234 dan pada tahun 2015 mencapai 0.254. Kecenderungan nilai disparitas tersebut seperti yang ditunjukkan di Gambar 15, masuk dalam kategori disparitas rendah. Hal ini mengindikasikan kondisi perekonomian antara kabupaten di WP Pulau Flores hampir merata. Kabupaten Sikka sebagai pusat pengembangan di WP Flores memiliki nilai PDRB dibawah Kabupaten Ende dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Tidak seperti wilayah pengembangan lainnya, pusat pengembangan WP Pulau Flores memiliki tingkat ekonomi yang lebih rendah dibandingkan kabupaten penunjangnya. Secara lengkap analisis Indeks Williamson dapat dilihat pada Lampiran 1 hingga Lampiran 4. Indeks Theil Hasil analisis dengan menggunakan Indeks theil seperti yang terlihat pada Gambar 20 menunjukkan bahwa disparitas di dalam wilayah pengembangan (WP)
40
lebih tinggi dibandingkan dengan disparitas antar WP dalam kurun waktu tahun 2011-2015. 0.0700 0.0600 0.0500
0.0571
0.0515
0.0576
0.0553
0.0566
0.0464
0.0474
0.0517
0.0400
0.0575 0.0484
Total Disparitas Disparitas antar WP
0.0300
Disparitas dalam WP
0.0200 0.0100 0.0000
0.0056 2011
0.0059 2012
0.0088 2013
0.0092 2014
0.0091 2015
Gambar 20 Nilai Indeks Theil tahun 2011 - 2015 Disparitas antar WP selalu mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015, dengan nilai disparitas sebesar 0.0056 pada tahun 2011 hingga nilai disparitas sebesar 0.0091 pada tahun 2015. Disparitas didalam WP menunjukkan kecenderungan peningkatan di tahun 2011 hingga tahun 2012 dan tahun 2013 hingga tahun 2015. Kecenderungan disparitas didalam WP mengalami penurunan di tahun 2012 hingga tahun 2013 dimana nilai disparitas tahun 2012 mencapai 0.0517 dan menurun hingga 0.0464 di tahun 2013. Disparitas Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2011-2015 menunjukkan bahwa disparitas didalam wilayah pengembangan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan disparitas antar wilayah pengembangan. Bhakti (2009) menyatakan bahwa disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih banyak disumbang oleh disparitas di dalam kelompok dibandingkan disparitas antar kelompok. Kecenderungan disparitas di dalam wilayah ternyata terus berlanjut, perlu kerjasama dan koordinasi pembangunan wilayah antar kabupaten/kota di dalam wilayah pengembangan untuk mengurangi tingkat disparitas di dalam wilayah. Secara lengkap analisis Indeks Theil dapat dilihat pada lampiran 5. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Lapangan Usaha terhadap Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur Hasil pengolahan data dengan menggunakan fixed effect model GLS crosssection weight diketahui bahwa variabel yang secara siginifikan mempengaruhi disparitas wilayah di enam pusat wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada α = 5% meliputi 6 variabel yakni: 1. sektor industri pengolahan (X3) 2. sektor konstruksi (X6) 3. sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor (X7)
41
4. 5. 6.
sektor transportasi dan pergudangan (X8) sektor informasi dan komunikasi (X10) sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (X14). Sektor lainnya di dalam PDRB dianggap tidak mempengaruhi secara signifikan. Nilai tiap variabel pengaruh pertumbuhan lapangan usaha terhadap disparitas pembangunan wilayah dapat di lihat pada Lampiran 6. Nilai koefisien determinasi pada tabel 9 sebesar 0.999 dan 0.989 di masingmasing persamaan menjelaskan bahwa variabel diatas mampu menjelaskan keragaman data di tiap persamaan sebesar 99% dan 98%. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan disparitas wilayah (nilai Indeks Williamson) adalah sektor (1) transportasi dan pergudangan, (2) informasi dan komunikasi, dan (3) administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Tabel 9 Koefisien dua persamaan regresi model hubungan antara lapangan usaha terhadap disparitas wilayah Variable X3 X8 X14 X16 C
Coefficient Std. Error -3.42x10-6 8.67x10-7 3.17x10-7 -6.90x10-7 2.118242
t-Statistic
Prob.
1.29E-06 -2.652277 0.0153* 3.41E-07 2.543517 0.0193* 5.59E-08 5.670780 0.0000* 3.38E-07 -2.038610 0.0549 0.029590 71.58718 0.0000
koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0.999817
Variable X6 X7 X14 X10 C
Coefficient Std. Error -4.59 x10-7 -3.52 x10-7 5.89 x10-7 5.10 x10-7 2.072345
t-Statistic
Prob.
1.14E-07 -4.034124 0.0007* 6.39E-08 -5.499125 0.0000* 3.77E-08 15.60616 0.0000* 6.46E-08 7.889475 0.0000* 0.018250 113.5532 0.0000
koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0.989869 Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6.0 Catatan: *) Signifikan pada α = 5%
Lapangan usaha yang berpengaruh menambah disparitas wilayah Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sektor transportasi dan pergudangan serta sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib merupakan sektor yang berpengaruh meningkatkan disparitas di wilayah pengembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kontribusi sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib merupakan sektor yang paling nyata dalam meningkatkan disparitas secara keseluruhan karena memiliki kontribusi didalam PDRB sebanyak 7,266.5 miliar rupiah atau 12.78 % dari total nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sektor ini merupakan sektor dengan kontribusi terbesar kedua pada PDRB setelah sektor pertanian. Laju pertumbuhan sektor
42
administrasi pemerintahan, pertahanan dan sosial wajib sebanyak 7.09%, jauh diatas laju pertumbuhan PDRB provinsi yang sebesar 5.02%. Penerimaan daerah dari sektor administrasi pemerintahan ini menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap sumber penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat, khususnya pnerimaan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketergantungan ini sebagai akibat dari rendahnya kemampuan pemerintah daerah menggali potensi sumber daya lokal yang ada diwilayahnya (Soetjipto 2010). Kontribusi penerimaan sektor administrasi pemerintah di tiap wilayah pengembangan menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kabupaten didalam wilayah pengembangan. Kota Kupang berkontribusi sebesar 1,006.56 miliar rupiah atau sekitar 30.85% dari total kontribusi kabupaten di WP Pulau Timor. Kabupaten Sumba Timur berkontribusi sebesar 375.76 miliar rupiah atau sebanyak 38.12% dari total kontribusi kabupaten di WP Pulau Sumba. Kabupaten Ende berkontribusi sebesar 360.17 miliar rupiah atau sebanyak 15.46 % dari total kontribusi kabupaten di WP Pulau Flores. Lapangan usaha yang berpengaruh mengurangi disparitas wilayah Lapangan usaha yang berpengaruh untuk mengurangi disparitas wilayah adalah sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor serta sektor industri pengolahan. Sektor konstruksi berkontribusi sebesar 7,908 miliar rupiah pada PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015 atau sebesar 10.34% dari total PDRB. Sektor konstruksi merupakan sektor terbesar ke empat dalam menyumbang PDRB. Kontribusi sektor konstruksi selalu diatas 10% dalam PDRB. Kontribusi sektor konstruksi di PDRB WP Pulau Sumba tahun 2015 yakni sebesar 586.159 miliar rupiah atau 8.14% dari total PDRB WP Pulau Sumba. Nilai sektor konstruksi di PDRB WP Pulau Flores tahun 2015 mencapai 1,656.249 miliar rupiah atau setara 8.70 dari total PDRB WP Pulau Flores. Kontribusi sektor konstruksi di PDRB WP Pulau Timor tahun 2015 sebesar 3,771.749 miliar rupiah atau 12.15% dari total PDRB WP Pulau Timor. Nilai sektor konstruksi WP Pulau Timor yang lebih tinggi dibandingkan dengan WP Pulau Flores dan WP Pulau Sumba memperlihatkan kegiatan sektor konstruksi lebih banyak berada di WP Pulau Timor.Program pembangunan pemerintah pusat yang mengutamakan daerah pinggiran dan perbatasan dapat membuat sektor konstruksi dapat meningkat. Koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam pembangunan daerah perlu ditingkatkan agar kegiatan sektor konstruksi tidak hanya tersebar di WP Pulau Timor namun juga dapat ditingkatkan terutama di WP Pulau Sumba. Kenaikan kontribusi sektor konstruksi diharapkan dapat mempengaruhi penurunan disparitas wilayah. Sektor yang berperan dalam mempengaruhi penurunan disparitas adalah sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.Sektor ini berkontribusi sebesar 8,273.959 miliar rupiah pada PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015, atau setara dengan 10.82% dari total PDRB. Sektor perdagangan besar dan eceran merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga dalam PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur setelah sektor pertanian dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Sektor perdagangan besar dan eceran juga merupakan penyumbang terbesar ketiga disetiap wilayah pengembangan. Kontribusi sektor perdagangan besar dan
43
eceran di PDRB WP Pulau Sumba tahun 2015 mencapai 945.203 miliar rupiah atau 13.55% dari total PDRB WP Pulau Sumba. Nilai sektor perdagangan besar dan eceren dalam PDRB WP Pulau Flores mencapai 1,943.739 miliar rupiah atau 10.21% dari total PDRB. WP Pulau Timor berkontribusi dalam sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 3,609.849 miliar rupiah atau 11.62% dari total PDRB WP Pulau Timor tahun 2015. Nilai sektor perdagangan besar dan eceran di WP Pulau Timor berbanding tiga kali lipat dengan WP Pulau Sumba dan hampir dua kali dengan WP Pulau Flores. Hal ini memperlihatkan besarnya Sektor-sektor yang berpengaruh dalam menurunkan disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga, keempat dan tigabelas dalam kontribusi PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2015. Sektor terbesar ketiga dalam PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur yakni sektor perdagangan besar dan eceran diharapkan mampu menurunkan disparitas wilayah yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan dukungan dari pemerintah daerah dalam penyediaan infrastruktur perekonomian seperti bank dan koperasi. Investasi pemerintah dan publik dalam penyedian infrastruktur perekonomian khususnya di wilayah pengembangan Pulau Sumba diharapkan mampu meningkatkan perekonomian wilayah khususnya sektor perdagangan besar dan eceran, yang juga akan mempengaruhi penurunan disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu sektor yang berpengaruh untuk mengurangi disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan yang tercatat di PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10 industri dari total 16 industri yang ada. Industri makanan dan minuman memiliki nilai terbesar yakni 321.4 miliar rupiah di tahun 2015 dengan persentase sebanyak 45.27% dari keseluruhan industri pengolahan. Terbesar kedua adalah industri tekstil dan pakaian jadi sebanyak 121.1 miliar rupiah atau sebanyak 17.06% dari keseluruhan industri pengolahan. Nilai total sektor industri pengolahan di tahun 2015 sebesar 709.89 miliar rupiah atau 1.25% dari nilai total PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur. Persentase sektor industri pengolahan di tiap wilayah pengembangan tidak berbeda jauh dengan kontribusi sektor tersebut ditingkat provinsi. Nilai sektor industri pengolahan di WP Pulau Timor sebesar 434.139 miliar rupiah atau 1.39% dari total PDRB WP Pulau Timor. Nilai di WP Pulau Flores mencapai 201.139 miliar rupiah atau 1.05% dari total PDRB WP Pulau Flores. Kontribusi sektor industri pengolahan di WP Pulau Sumba sebesar 78.908 miliar rupiah atau 1.13% dari total PDRB WP Pulau Sumba. Nilai sektor industri pengolahan di WP Pulau Timor yang lebih tinggi dibandingkan wilayah pengembangan lainnya menunjukkan aktivitas industri pengolahan terutama industri makanan dan minuman sebagian besar berada di WP Pulau Timor. Nilai sektor industri pengolahan yang kecil mengindikasikan ketergantungan daerah terhadap produk hasil olahan dari luar wilayah provinsi cukup tinggi. Industri yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih didominasi oleh kegiatan industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang sulit berkembang (Bappenas 2015). Namun karena harga jual produk olahan yang relatih murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat maka industri kecil masih dapat bertahan.
44
Analisis Hirarki Wilayah Wilayah Pengembangan Pulau Timor Wilayah pengembangan Pulau Timor terdiri dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka yang berada di pulau Timor. Kabupaten Rote Ndao di gugus pulau Rote, Kabupaten Sabu Raijua di pulau Sabu dan Kabupaten Alor di gugus pulau Alor. Hasil perhitungan analisis skalogram dengan menggunakan jumlah penduduk sebagai pembagi indeks fasilitas, maka WP Pulau Timor terbagi menjadi tiga hirarki perkembangan prasarana wilayah yaitu: 1. Hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Kota Kupang menjadi satu-satunya kabupaten/kota yang masuk dalam hirarki 1, dengan nilai IPW sebesar 28.10. 2. Hirarki 2, kabupaten dengan tingkat perkembangan sedang. Kabupaten Belu, Alor, dan Rote Ndao merupakan kabupaten yang masuk dalam hirarki 2 dengan rentang nilai IPW dari 17.02 sampai 19.98 3. Hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan rendah. Terdapat 4 kabupaten yang masuk dalam hirarki 3 yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka dan Sabu Raijua dengan rentang nilai IPW dari 11.66 sampai 15.55. Sebaran hirarki wilayah secara spasial di WP Pulau Timor menurut pembagi jumlah penduduk dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Sebaran hirarki WP Pulau Timor menurut pembagi jumlah penduduk
45
Hasil perhitungan analisis skalogram dengan menggunakan luas wilayah sebagai pembagi indeks fasilitas maka WP Pulau Timor terbagi menjadi dua hirarki pusat pelayanan yaitu: 1. Hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Kota Kupang merupakan satu-satunya kabupaten/kota dalam hirarki 1, dengan nilai rataan IPW sebesar 44.27 2. Hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana rendah. Terdapat 7 kabupaten yang masuk dalam hirarki 3 yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Malaka, Alor dan Rote Ndao. Sebaran hirarki wilayah secara spasial di WP Pulau Timor menurut pembagi luas wilayah dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Sebaran hirarki WP Pulau Timor menurut pembagi luas wilayah Nilai IPW Kota Kupang baik dengan pembagi jumlah penduduk dan luas wilayah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IPW kabupaten lainnya yang ada di WP Pulau Timor. Perbandingan nilai indeks perkembangan wilayah dengan jumlah penduduk di WP pulau Timor dapat dilihat di Tabel 10. Sebaran prasarana wilayah dilihat dari nilai IPW WP Pulau Timor memperlihatkan disparitas infrastruktur di WP Pulau Timor akibat terpusatnya prasarana di Kota Kupang sebagai pusat WP Pulau Timor dan juga ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Kupang memiliki jumlah prasarana perekonomian (bank dan koperasi), kesehatan (rumah sakit) dan pendidikan (perguruan tinggi) tertinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya di WP Pulau Timor, khususnya dengan kabupaten yang berbatasan langsung yakni Kabupaten Kupang. Disparitas prasarana wilayah ini perlu menjadi perhatian pemerintah
46
daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya pembangunan prasarana perekonomian, kesehatan dan pendidikan di wilayah selain Kota Kupang. Peningkatan prasarana tersebut bertujuan agar dapat memicu investasi di kabupaten-kabupaten WP Pulau Timor sehingga penyerapan sumberdaya (backwash) oleh Kota Kupang sebagai pusat wilayah pengembangan dan juga pusat perekonomian tidak terus terjadi. Tabel 10 Tabel nilai IPW WP Pulau Timor No
Hirarki
1
1
Nilai IPW Pembagi Jumlah Penduduk 28.10
2
2
17.02 - 19.98
3
3
< 15.56
Kabupaten/Kota Kota Kupang Belu, Alor, Rote Ndao Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, Sabu Raijua
Nilai IPW Pembagi Luas Wilayah 44.27
Kota Kupang
-
-
1.02 – 4.67
Belu, Sabu Raijua, Malaka, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Rote Ndao
Kabupaten/Kota
Wilayah Pengembangan Pulau Flores Wilayah pengembangan pulau Flores terdiri dari 8 kabupaten yang terdapat di pulau Flores dan 1 kabupaten yakni Kabupaten Lembata yang terpisah dari pulau Flores. Hasil perhitungan skalogram dengan menggunakan jumlah penduduk sebagai pembagi indeks fasilitas menghasilkan tiga hirarki perkembangan prasarana yaitu: 1. Hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Pada tingkat hirarki 1 terdapat 2 kabupaten yaitu Kabupaten Ende dan Kabupaten Lembata dengan rentang nilai IPW sebesar 25.77 sampai 25.81. 2. Hirarki 2, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana sedang. Pada tingkat hirarki 2 terdapat 4 kabupaten yaitu Kabupaten Ngada, Nagekeo, Sikka dan Flores Timur. Rentang nilai IPW pada tingkat hirarki 2 sebesar 19.76 hingga 23.31 3. Hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana rendah. Pada tingkat hirarki 3 terdapat 3 kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur dengan rentang nilai IPW sebesar 9.62 hingga 14.55. Sebaran tingkat hirarki menurut pembagi jumlah penduduk dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil perhitungan skalogram dengan menggunakan luas wilayah sebagai pembagi indeks fasilitas menghasilkan tiga hirarki perkembangan prasarana yaitu: 1. Hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Pada tingkat hirarki 1 hanya terdapat 1 kabupaten saja yaitu Kabupaten Sikka dengan nilai IPW sebesar 31.43 2. Hirarki 2, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana sedang. Pada tingkat hirarki 2 terdapat 4 kabupaten yaitu Kabupaten Ende, Flores Timur,Lembata dan Manggarai dengan nilai IPW sebesar 18.05 hingga 24.82
47
3. Hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana rendah. Pada tingkat hirarki 3 terdapat 4 kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada dan Nagekeo.
Gambar 23 Sebaran hirarki WP Pulau Flores menurut pembagi jumlah penduduk Nilai IPW menurut pembagi jumlah penduduk dan luas wilayah menempatkan kabupaten yang berbeda pada hirarki 1. Kabupaten Ende dan Lembata merupakan kabupaten dengan hirarki tertinggi untuk pembagi jumlah penduduk sedangkan Kabupaten Sikka sebagai pusat WP Pulau Flores merupakan kabupaten tertinggi bila pembaginya adalah luas wilayah. Hasil analisis skalogram indeks fasilitas menurut jumlah penduduk dan menurut luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai IPW WP Pulau Flores
No
Hirarki
Nilai IPW Pembagi Jumlah Penduduk
Kabupaten/Kota
1
1
> 25.76
Ende, Lembata
2
2
19.76 – 23.31
Ngada, Sikka, Timur
3
3
< 14.56
Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur
Nagekeo, Flores
Nilai IPW Pembagi Luas Wilayah 31.43
Sikka
18.05– 24.82
Ende, Flores Timur, Lembata, Manggarai
< 14.02
Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo
Kabupaten/Kota
48
Kabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Manggarai Timur perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana kedua kabupaten tersebut selalu masuk dalam kategori hirarki terendah baik dengan pembagi jumlah penduduk ataupun luas wilayah. Disparitas prasarana di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur dengan kabupaten lainnya adalah tidak adanya rumah sakit dikedua kabupaten tersebut. Jumlah prasarana perekonomian seperti Bank di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya di WP Pulau Flores. Sebaran tingkat hirarki menurut pembagi luas wilayah dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24 Sebaran hirarki WP Pulau Flores menurut pembagi luas wilayah Pembangunan prasarana kesehatan dan perekonomian di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur diharapkan dapat mengurangi disparitas prasarana yang ada di WP Pulau Flores, terutama di Kabupaten Manggarai Barat yang saat ini menjadi daerah tujuan wisata unggulan Indonesia. Wilayah Pengembangan Pulau Sumba Wilayah pengembangan pulau Sumba terdiri dari 4 kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Barat. Hasil analisis skalogram dengan menggunakan pembagi jumlah penduduk menunjukkan WP Pulau Sumba memiliki menghasilkan tiga hirarki perkembangan prasarana yaitu :
49
1.
Tingkat hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Pada tingkat hirarki 1 hanya terdapat 1 kabupaten saja yaitu Kabupaten Sumba Timur dengan nilai rataan IPW sebesar 23.75 2. Tingkat hirarki 2, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana sedang. Pada tingkat hirarki 2 terdapat 2 kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat, dengan nilai rataan IPW sebesar 16.63 hingga 18.35. 3. Tingkat hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana rendah. Pada tingkat hirarki 3 hanya terdapat 1 kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Barat Daya dengan nilai rataan IPW sebesar 5.40. Sebaran tingkat hirarki secara spasial menurut pembagi jumlah penduduk dapar dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Sebaran hirarki WP Pulau Sumba menurut pembagi jumlah penduduk Hasil analisis skalogram dengan pembobot luas wilayah menghasilkan tiga hirarki perkembangan prasarana yaitu : 1. Tingkat hirarki 1, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana tinggi. Pada tingkat hirarki 1 hanya terdapat 1 kabupaten saja yaitu Kabupaten Sumba Barat dengan nilai IPW sebesar 20.71 2. Tingkat hirarki 2, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana sedang. Pada tingkat hirarki 2 hanya terdapat Kabupaten Sumba Barat Daya dengan nilai IPW sebesar 16.80. 3. Tingkat hirarki 3, kabupaten dengan tingkat perkembangan prasarana rendah. Pada tingkat hirarki 3 terdapat 2 kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah, dengan nilai IPW sebesar 3.47 sampai 6.75. Sebaran tingkat hirarki secara spasial menurut pembagi luas wilayah dapar dilihat pada Gambar 26.
50
Nilai IPW WP Pulau Sumba dengan pembagi jumlah penduduk dan luas wilayah menghasilkan kabupaten yang berbeda pada hirarki wilayah tertinggi. IPW dengan pembagi jumlah penduduk menempatkan Kabupaten Sumba Timur sebagai kabupaten dengan hirarki tertinggi sedangkan IPW dengan pembagi luas wilayah menghasilkan Kabupaten Sumba Barat sebagai kabupaten dengan hirarki wilayah tertinggi.
Gambar 26 Sebaran hirarki WP Pulau Sumba menurut pembagi luas wilayah Kabupaten Sumba Timur sebagai pusat WP Pulau Sumba merupakan kabupaten dengan wilayah terluas dibandingkan dengan kabupaten lain di WP Pulau Sumba, sedangkan Kabupaten Sumba Barat merupakan kabupaten dengan wilayah terkecil. Kedua kabupaten ini saling mengisi pada hirarki wilayah tertinggi di WP Pulau Sumba. Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya tidak dapat mencapai hirarki wilayah tertinggi, hal ini disebabkan jumlah prasarana kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) dan jumlah prasarana perekonomian (bank) merupakan yang terendah dibandingkan kabupaten lainnya di WP Pulau Sumba. Pembangunan prasarana kesehatan dan perekonomian sangat diperlukan untuk dapat mengurangi ketimpangan prasarana antar wilayah di WP Pulau Sumba khususnya di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Tengah. Hasil analisis skalogram dengan indeks fasilitas menurut jumlah penduduk dan menurut luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 12. Secara keseluruhan dilihat dari hirarki wilayah di setiap wilayah pengembangan terlihat bahwa kabupaten yang berada di hirarki wilayah terendah memiliki kecenderungan jumlah prasarana kesehatan (rumah sakit) dan prasarana perekonomian (bank) yang terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya di dalam wilayah pengembangan. Disparitas prasarana kesehatan dan perekonomian
51
berdampak pada rentang nilai IPW yang lebar antara hirarki tertinggi dan terendah khususnya di WP Pulau Timor. Tabel 12 Nilai IPW WP Pulau Sumba
No
Hirarki
Nilai IPW menurut Jumlah Penduduk
Kabupaten/Kota
Nilai IPW menurut Luas Wilayah 20.71
Sumba Barat
Kabupaten/Kota
1
1
23.75
Sumba Timur
2
2
16.63 – 18.35
Sumba Tengah, Sumba Barat
16.80
Sumba Barat Daya
3
3
5.40
Sumba Barat Daya
3.47 – 6.75
Sumba Timur, Sumba Tengah
Analisis Dominasi Wilayah Indeks dominasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dilihat atas 6 pusat pengembangan WP yaitu Kota Kupang, Kabupaten Belu, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ende dan Kabupaten Sikka. Wilayah Pengembangan Pulau Timor WP Pulau Timor memiliki dua pusat pengembangan yakni Kota Kupang dan Atambua di Kabupaten Belu. Pusat pengembangan Kota Kupang memiliki wilayah pengaruh yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor, Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Sabu Raijua. Pusat pengembangan Atambua (Kabupaten Belu) memiliki wilayah pengaruh Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Malaka. Kota Kupang dan Atambua (Kabupaten Belu) ditetapkan dalam rencana struktur ruang sebagai Kota Orde 1. Penetapan Kota Kupang sebagai kota orde 1 karena Kota Kupang sebagai pusat kegiatan nasional dan ibukota provinsi. Untuk Atambua (Kabupaten Belu) penetapan sebagai Kota Orde 1 karena merupakan daerah perbatasan antar negara dan masuk menjadi pusat kegiatan strategis nasional. Atambua adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong kawasan perbatasan negara. Hasil perhitungan nilai indeks dominasi Kota Kupang terhadap wilayah pengaruhnya dari tahun 2011 hingga tahun 2014 menunjukkan dominasi Kota Kupang yang meningkat. Pada tahun 2011 nilai IP Kota Kupang sebesar 3.235 dan terjadi peningkatan di tahun 2014 menjadi 3.294. Kota Kupang sebagai kota orde 1 memiliki perbandingan jumlah penduduk urban yang semakin meningkat dibandingkan dengan kabupaten yang merupakan wilayah pengaruhnya. Kecenderungan ini terjadi karena prasarana perkotaan di Kota Kupang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain. Hasil nilai IP Kota Kupang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Timor
52
Pusat Pengembangan Kabupaten Belu Kota Kupang
2011 2.117 3.235
2014 3.173 3.294
Kabupaten Belu dengan Atambua sebagai pusat pengembangan dan kawasan strategis nasional juga menunjukan kecenderungan peningkatan nilai IP, sama seperti Kota Kupang. Nilai IP Kabupaten Belu pada tahun 2011 sebesar 2.117 dan meningkat di tahun 2014 menjadi 3.173. Kebijakan pemerintah daerah dengan menetapkan Atambua (Kabupaten Belu) sebagai kawasan strategis nasional perbatasan membuat Kabupaten Beku terjadi peningkatan jumlah penduduk di wilayah urban. Peningkatan ini terjadi karena Kabupaten Belu didorong pembangunannya oleh pemerintah daerah sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan negara tetangga. Wilayah Pengembangan Pulau Flores WP Pulau Flores memiliki tiga pusat pengembangan yaitu Maumere (Kabupaten Sikka), Ende (Kabupaten Ende) dan Ruteng (Kabupaten Manggarai). Keseluruhan pusat pengembangan yang ada di WP Pulau Flores masuk dalam kota orde 2. Hasil perhitungan nilai IP Kabupaten Sikka terhadap wilayah pengaruhnya mengalami penurunan. Di tahun 2011 nilai IP Kabupaten Sikka sebesar 1.002 dan menurun di tahun 2014 sebesar 0.684. kecenderungan ini menunjukkan bahwa pengaruh Kabupaten Sikka terhadap wilayah pengaruhnya mulai berkurang. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk urban di Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Nilai indeks dominasi pusat pengembangan tahun 2011 dan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Flores Pusat Pengembangan Kabupaten Sikka Kabupaten Ende Kabupaten Manggarai
2011 1.002 3.843 7.268
2014 0.684 3.434 4.031
Kabupaten Ende yang memiliki wilayah pengaruh yaitu Kabupaten Ngada dan Nagekeo mengalami penurunan dominasi. Nilai IP Kabupaten Ende pada tahun 2011 mencapai 3.843 dan menurun di tahun 2014. Penurunan nilai ini terjadi karena fasilitas perkotaan di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo meningkat seperti jumlah kantor bank, koperasi dan hotel yang bertambah. Penurunan nilai IP di WP Pulau Flores yang tertinggi terjadi di pusat pengembangan Ruteng (Kabupaten Manggarai). Nilai IP Kabupaten Manggarai di tahun 2011 mencapai 7.268 namun di tahun 2014 menjadi 4.031. Penurunan drastis ini dikarenakan peningkatan fasilitas perkotaan seperti koperasi dan hotel di Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Secara keseluruhan seluruh pusat pengembangan di WP Pulau Flores mengalami penurunan dominasi dengan penurunan dominasi tertinggi adalah pusat pengembangan Ruteng (Kabupaten Manggarai). Kecenderungan penurunan dominasi di seluruh pusat pengembangan dapat menjadi indikasi bahwa pengaruh
53
pusat pengembangan tidak lagi dominan dengan semakin tersebarnya fasilitas perkotaan di wilayah hinterland. Wilayah Pengembangan Pulau Sumba WP pulau sumba hanya memiliki satu pusat pengembangan yaitu Waingapu (Kabupaten Sumba Timur). Waingapu merupakan kota orde 2 dan memiliki wilayah pengaruh yaitu Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Nilai indeks dominasi Kabupaten Sumba Timur mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 nilai IP mencapai 1.541 dan pada tahun 2014 mencapai 1.276, seperti yang terlihat di Tabel 15. Penurunan nilai IP Kabupaten Sumba Timur dapat diindikasikan dari naiknya jumlah prasarana perkotaan di wilayah hinterland-nya. Jumlah bank dan koperasi di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah mengalami peningkatan jumlah sehingga jumlah desa urban juga meningkat di wilayah hinterland. Persebaran fasilitas perkotaan tidak lagi selalu terpusat di Kabupaten Sumba Timur sehingga disparitas prasarana dapat semakin berkurang di WP Pulau Sumba. Tabel 15 Nilai indeks dominasi pusat pengembangan WP Pulau Sumba Pusat Pengembangan 2011 2014 Kabupaten Sumba Timur 1.541 1.276 Dominasi pusat pengembangan dengan wilayah penyangganya mengalami peningkatan hanya di WP Pulau Timor, sedangkan pada WP Pulau Flores dan WP Pulau Sumba mengalami penurunan dominasi pusat pengembangan terhadap wilayah penyangganya. Jumlah penduduk urban di Kota Kupang dan Kabupaten Belu semakin meningkat dibandingkan kabupaten lainnya di WP Pulau Timor, sedangkan pada WP Pulau Sumba dan WP Pulau Flores terjadi peningkatan jumlah penduduk urban selain pusat pengembangan. Penurunan nilai dominasi wilayah paling tinggi terdapat di Kabupaten Manggarai dengan wilayah penyangganya adalah Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Sintesa Pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat disertai pemerataan dapat menjadi indikasi pembangunan wilayah yang berhasil. Faktanya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, laju pertumbuhan ekonomi provinsi mengalami pelambatan dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Pelambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi penghambat pembangunan wilayah diperparah dengan ketidakmerataan perekonomuan antar wilayah. Nilai PDRB WP Pulau Timor yang bisa mencapai lima kali lipat dari PDRB WP Pulau Sumba dan dengan kecenderungan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pengembangan lainnya memperlihatkan disparitas ekonomi wilayah. Provinsi Nusa Tenggara Timur membuat kebijakan spasial dengan membuat wilayah pengembangan yangditujukan untuk membuat keseimbangan pertumbuhan antar wilayah. Disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011 hingga 2015 menunjukkan kecenderungan
54
peningkatan, dimana disparitas didalam wilayah pengembangan memiliki nilai kesenjangan lebih tinggi dibandingkan dengan disparitas antar wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa disparitas di masing-masing pulau besar (timor, flores dan sumba) perlu menjadi perhatian khusus dalam perencanaan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, karena kecenderungan ini terus terjadi dari penelitian sebelumnya. Perhatian khusus pada disparitas di WP Pulau Timor yang menunjukkan disparitas yang tinggi antara Kota Kupang dengan kabupaten lain didalam WP Pulau Timor. Faktor yang berpengaruh untuk mengurangi disparitas tersebut adalah sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor serta sektor konstruksi. Kedua sektor tersebut merupakan sektor terbesar ketiga dan keempat didalam PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan menjadi kunci untuk menurunkan disparitas didalam wilayah pengembangan. Pemerintah daerah perlu meningkatkan nilai sektor konstruksi dengan mendorong pengeluaran pemerintah dibidang infrastruktur terutama peningkatan pembangunan prasana kesehatan dan prasaran perekonomian dalam usaha mengurangi disparitas. Jumlah prasarana kesehatan (rumah sakit) dan prasarana perekonomian (bank) yang rendah menyebabkan kabupaten-kabupaten di tiap wilayah pengembangan masuk dalam kategori hirarki 3 yang merupakan hirarki wilayah terendah. Dengan naiknya sektor konstruksi dan pengeluaran pemerintah di bidang prasarana kesehatan dan perekonomian dapat menarik investasi bagi kabupaten-kabupaten yang tertinggal dalam jumlah prasarana tersebut. Perputaran uang dan peningkatan perekonomian akibat pembangunan infrastruktur dapat berakibat naiknya sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan motor yang secara langsung juga berpengaruh mengurangi disparitas. Sektor industri pengolahan yang merupakan salah satu sektor yang dapat berpengaruh mengurangi disparitas wilayah memiliki nilai kontribusi yang rendah didalam PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dibutuhkan investasi yang besar untuk dapat menggerakkan sektor industri pengolahan sebagai sarana pengurang disparitas wilayah. Peningkatan jumlah rumah sakit dan bank yang merupakan bagian dari fasilitas kota pada kabupaten-kabupaten yang masuk dalam hirarki wilayah rendah juga dapat mengurangi dominasi pusat pengembangan dengan wilayah penyangganya. Dengan dibanggunnya fasilitas kota seperti rumah sakit dan bank akan menambah wilayah-wilayah urban (kota) baru pada kabupaten-kabupaten yang tertinggal. Meningkatnya jumlah wilayah urban dengan disertai terbangunnya fasilitas kota akan mengurangi dominasi serta mengurangi disparitas antara pusat pengembangan dan wilayah penyangganya terutama di WP Pulau Timor yang memiliki tingkat disparitas paling tinggi.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasar hasil penelitian maka dapat disusun beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Peningkatan nilai PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur ternyata berbanding terbalik dengan laju pertumbuhannya. Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami pelambatan laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2011 hingga
55
2.
3.
4.
5.
1.
2.
tahun 2015. PDRB WP Pulau Timor yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pengembangan lainnya, bahkan bisa mencapai lima kali dari PDRB WP Pulau Sumba. Tingkat disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2011 hingga tahun 2015 semakin meningkat dan masuk dalam kategori sangat tinggi. Disparitas di dalam wilayah pengembangan lebih tinggi dibandingan disparitas antar wilayah pengembangan. Kontribusi penerimaan daerah di pusat pengembangan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pengaruhnya. Sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor yang merupakan sektor terbesar ketiga dalam PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sektor konstruksi yang merupakan sektor terbesar keempat berpengaruh untuk mengurangi disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai kontribusi yang rendah di PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur cenderung kurang mempengaruhi disparitas wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) Kota Kupang dengan menggunakan pembobot jumlah penduduk dan pembobot luas wilayah merupakan yang tertinggi dibandingan dengan kabupaten lain dan masuk dalam hirarki 1. Kabupaten Sikka sebagai pusat pengembangan WP Pulau Flores masuk dalam hirarki 2 baik pembobot jumlah penduduk dan pembobot luas wilayah. Kabupaten Sumba Timur sebagai pusat pengembangan WP Pulau Sumba masuk dalam hirarki 2 dengan pembobot jumlah penduduk dan masuk dalam hirarki 3 dengan pembobot luas wilayah. Kota Kupang dan Kabupaten Belu menunjukkan kecenderungan dominasi terhadap wilayah penunjangnya. Sedangkan pusat pengembangan lainnya di Pulau Flores dan Pulau Sumba menunjukkan kecenderungan penurunan dominasi. Saran Peningkatan pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada PDRB Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan pembangunan prasana kesehatan dan perekonomian oleh pemerintah daerah pada kabupaten yang masuk dalam hirarki wilayah terendah dapat menurunkan disparitas wilayah dan menarik investasi untuk kabupaten yang tertinggal jumlah prasarana kesehatan dan perekonomian. Belanja modal pemerintah dalam peningkatan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam sektor perdagangan diharapkan menjadi fokus pemerintah daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah.
56
DAFTAR PUSTAKA Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan : Tinjauan Kritis. Bogor (ID): P4W Press. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 2015. Jakarta (ID): Bappenas. Bhakti D. 2009. Ketimpangan pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebelum dan selama desentralisasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bhinadi A. 2003. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa dengan Luar Jawa. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 8(1): 39-48. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2013. Kupang (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2015. Kupang (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Kota Kupang Dalam Angka 2015. Kupang (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Sabu Raijua Dalam Angka 2015. Sabu Barat (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Sumba Timur Dalam Angka 2015. Waingapu (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produk Domestik Regional BrutoNusa Tenggara Timur Menurut Kabupaten/Kota 2011-2015. Kupang (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur. Chaniago NA, Sugiarti E, Pangaribuan T. 2000. Kamus Sinonim-Antonim Bahasa Indonesia. Bandung (ID): Pustaka Setia. [DISHUB] Dinas Perhubungan. 2013. Rencana Strategis Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013-2018. Kupang (ID): Dinas Perhubungan Provinsi Nusa Tenggara Timur Fan S, Kanbur R, Zhang X. 2011. China’s Regional Disparities: Experience and Policy. Review of Development Finance (1): 47-56 Faruqi I. 2016. Kajian Pembangunan Wilayah di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat [tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Goschin Z. 2014. Territorial Inequalities and Economic Growth in Romania, A Multi-Factor Approach. Paper presented at the 2nd International Conference Economic Scientific Reseacrh – Theoritical, Empirical and Practical Approaches, ESPERA, Bucharest 13-14 November. Juanda B. 2009. Ekonometrika. Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Modrego F dan Berdegue JA. 2015. A Large-Scale Mapping of Territorial Development Dynamics in Latin America. World Development (73) : 11– 31. Murty S. 2000. Regional Disparities: Need and Measures for Balanced Development. In Shukla, (Ed.). Regional Planning and Sustainable Development. Kanishka Publishers, Distributors. New Delhi-110 002.
57
Rosmeli, Nurhayani. 2014. Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Mankeu. 2(1): 374-463 Rustiadi E. 2001. Paradigma Baru Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah. Lokakarya Otonomi Daerah [Internet]. [diunduh 2016 Agustus 28]; (1) 1-18: Jakarta. Tersedia pada: https://core.ac.uk/download/pdf/32357218.pdf Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E, Panuju DR. 2013. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Septia Y. 2014. Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur Dari Perspektif Ekonomi. In: Wuryandari G (Ed) (2014). Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur dari Perspektif Sosial : Permasalahan dan Kebijakan. 213276. Jakarta: LIPI Press. Siagian SP. 1983. Administrasi Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. Padang (ID): Baduose Media Soetjipto W. (2010). Pengaruh Desentralisasi Fiskal dalam Hal Perimbangan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tertinggal di Indonesia. Thesis, Graduate Program of Economic. University of Indonesia. Sutisna S, Hidayat F. 2014. Uji Geospasial Provinsi Kepulauan di Indonesia Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Geomatika 20(2): 135-148 Tambunan T. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia Widianis D. 2011. Analisis kesenjangan antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wuryandari G. 2014. Nusa Tenggara Timur dan Pengembangan Wilayah: Suatu Pengantar. In: Wuryandari G (Ed) (2014). Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur dari Perspektif Sosial : Permasalahan dan Kebijakan. 118. Jakarta: LIPI Press. Williamson J. 1965. Regional Inequality and the Process of National Development: a Description of The Patterns. Economic Development and Cultural Change (13): 3-45. Wonua AN. 2014. The Analyzes od Scalogram, Performance-Importance and Hierarchy Process for Grand Strategy of The Agroindustry Development In Southeast Sulawesi. International Journal of Humanities and Social Science Invention (3): 40-45 Zulrizal H. 2012. Kajian Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
58
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 KABUPATEN/KOTA
Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Manggarai Barat Sumba Tengah Sumba Barat Daya Nagekeo Manggarai Timur Sabu Raijua Malaka Kota Kupang ∑p
Jumlah Penduduk (Pi) 113,189 232,237 310,573 449,881 234,349 359,266 193,785 120,160 237,207 306,269 265,761 145,210 298,236 122,280 226,089 63,721 290,539 132,694 257,744 74,403 168,210 342,892 4,944,695
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
975,760 2,689,890 3,257,070 3,320,190 1,999,690 1,913,240 1,375,380 792,010 2,429,250 2,306,320 2,775,300 1,545,730 2,021,940 1,307,040 1,556,900 521,110 1,550,610 957,730 1,345,470 523,130 1,253,240 9,867,240 ў
8.62 11.58 10.49 7.38 8.53 5.33 7.10 6.59 10.24 7.53 10.44 10.64 6.78 10.69 6.89 8.18 5.34 7.22 5.22 7.03 7.45 28.78 9.00
0.0229 0.0470 0.0628 0.0910 0.0474 0.0727 0.0392 0.0243 0.0480 0.0619 0.0537 0.0294 0.0603 0.0247 0.0457 0.0129 0.0588 0.0268 0.0521 0.0150 0.0340 0.0693
-0.381 2.581 1.485 -1.622 -0.469 -3.677 -1.904 -2.411 1.239 -1.472 1.441 1.643 -2.222 1.687 -2.116 -0.824 -3.665 -1.784 -3.782 -1.971 -1.551 19.775
0.145 6.659 2.206 2.630 0.220 13.517 3.627 5.811 1.535 2.165 2.076 2.699 4.938 2.846 4.476 0.679 13.432 3.184 14.302 3.884 2.407 391.035 ∑ IW
(Pi/ΣP)* (Yi-ў)^2 0.003 0.313 0.139 0.239 0.010 0.982 0.142 0.141 0.074 0.134 0.112 0.079 0.298 0.070 0.205 0.009 0.789 0.085 0.745 0.058 0.082 27.116 31.827 0.627
62
Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012 KABUPATEN/KOTA Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Manggarai Barat Sumba Tengah Sumba Barat Daya Nagekeo Manggarai Timur Sabu Raijua Malaka Kota Kupang ∑p
Jumlah Penduduk (Pi) 116,621 238,241 321,384 453,386 238,426 370,770 196,179 124,912 241,053 309,074 267,262 148,969 307,140 125,035 236,604 65,606 302,241 135,419 263,786 75,048 171,303 362,104 5,070,563
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
1,024,890 2,826,640 3,421,350 3,459,000 2,088,130 2,014,210 1,441,950 829,790 2,536,430 2,396,480 2,921,230 1,641,790 2,128,580 1,364,970 1,616,460 542,820 1,650,910 1,000,190 1,426,240 555,820 1,312,590 10,609,470
8.79 11.86 10.65 7.63 8.76 5.43 7.35 6.64 10.52 7.75 10.93 11.02 6.93 10.92 6.83 8.27 5.46 7.39 5.41 7.41 7.66 29.30
0.0230 0.0470 0.0634 0.0894 0.0470 0.0731 0.0387 0.0246 0.0475 0.0610 0.0527 0.0294 0.0606 0.0247 0.0467 0.0129 0.0596 0.0267 0.0520 0.0148 0.0338 0.0714
-0.435 2.641 1.422 -1.594 -0.465 -3.791 -1.873 -2.580 1.299 -1.470 1.707 1.798 -2.293 1.693 -2.391 -0.949 -3.761 -1.837 -3.817 -1.817 -1.561 20.076
ў
9.22
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
0.189 6.976 2.023 2.541 0.217 14.371 3.509 6.658 1.687 2.160 2.913 3.231 5.258 2.867 5.719 0.901 14.146 3.376 14.566 3.302 2.437 403.051 ∑
0.004 0.328 0.128 0.227 0.010 1.051 0.136 0.164 0.080 0.132 0.154 0.095 0.319 0.071 0.267 0.012 0.843 0.090 0.758 0.049 0.082 28.783
IW
0.6302
33.782
63
Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 KABUPATEN/KOTA
Sumba Barat
Jumlah Penduduk (Pi) 117,787
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
1,072,820
9.11
0.0238
-0.668
0.446
0.011
PDRB (Rp.juta)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Sumba Timur
240,190
2,969,850
12.36
0.0485
2.589
6.702
0.325
Kupang
328,688
3,594,750
10.94
0.0663
1.161
1.348
0.089
Timor Tengah Selatan
451,922
3,606,170
7.98
0.0912
-1.796
3.226
0.294
Timor Tengah Utara
239,503
2,180,040
9.10
0.0483
-0.673
0.453
0.022
Belu
199,990
2,135,800
10.68
0.0404
0.904
0.817
0.033
Alor
196,613
1,503,160
7.65
0.0397
-2.130
4.539
0.180
Lembata
126,704
870,920
6.87
0.0256
-2.902
8.422
0.215
Flores Timur
241,590
2,658,760
11.01
0.0488
1.230
1.512
0.074
Sikka
309,008
2,497,220
8.08
0.0624
-1.694
2.871
0.179
Ende
266,909
3,077,030
11.53
0.0539
1.753
3.072
0.166
Ngada
150,186
1,725,300
11.49
0.0303
1.712
2.931
0.089
Manggarai
309,614
2,244,200
7.25
0.0625
-2.527
6.387
0.399
Rote Ndao
137,182
1,422,930
10.37
0.0277
0.597
0.356
0.010
Manggarai Barat
240,905
1,689,040
7.01
0.0486
-2.764
7.642
0.372
Sumba Tengah
66,314
566,650
8.54
0.0134
-1.231
1.515
0.020
Sumba Barat Daya
306,195
1,742,450
5.69
0.0618
-4.085
16.688
1.031
Nagekeo
136,201
1,045,600
7.68
0.0275
-2.099
4.405
0.121
Manggarai Timur
264,979
1,502,450
5.67
0.0535
-4.106
16.856
0.902
Sabu Raijua
80,897
583,840
7.22
0.0163
-2.559
6.547
0.107
Malaka
174,391
1,386,770
7.95
0.0352
-1.824
3.326
0.117
Kota Kupang
368,199
11,373,410
30.89
0.0743
21.114
445.783
33.132
∑p
4,953,967
ў
9.78
∑
37.888
IW
0.6297
64
Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 KABUPATEN/KOTA
Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Sumba Barat
119,907
1,129,100
9.42
0.0238
-0.671
0.451
0.011
Sumba Timur
243,009
3,117,970
12.83
0.0482
2.743
7.523
0.363
Kupang
338,415
3,778,020
11.16
0.0672
1.076
1.158
0.078
Timor Tengah Selatan
456,152
3,763,310
8.25
0.0906
-1.838
3.377
0.306
Timor Tengah Utara
242,082
2,276,630
9.40
0.0481
-0.684
0.467
0.022
Belu
203,284
2,254,840
11.09
0.0404
1.004
1.008
0.041
Alor
198,200
1,569,340
7.92
0.0393
-2.170
4.709
0.185
Lembata
129,482
915,280
7.07
0.0257
-3.019
9.115
0.234
Flores Timur
244,485
2,788,610
11.41
0.0485
1.318
1.738
0.084
Sikka
311,411
2,608,900
8.38
0.0618
-1.710
2.925
0.181
Ende
268,314
3,236,540
12.06
0.0533
1.975
3.899
0.208
Ngada
152,519
1,808,580
11.86
0.0303
1.770
3.133
0.095
Manggarai
314,491
2,358,410
7.50
0.0624
-2.589
6.702
0.418
Rote Ndao
142,106
1,492,120
10.50
0.0282
0.412
0.170
0.005
Manggarai Barat
245,817
1,750,250
7.12
0.0488
-2.968
8.808
0.430
67,393
590,580
8.76
0.0134
-1.325
1.755
0.023
Sumba Barat Daya
312,510
1,812,340
5.80
0.0620
-4.289
18.392
1.141
Nagekeo
137,919
1,093,650
7.93
0.0274
-2.158
4.658
0.128
Manggarai Timur
268,418
1,582,140
5.89
0.0533
-4.194
17.586
0.937
83,501
613,960
7.35
0.0166
-2.735
7.481
0.124
177,398
1,457,270
8.21
0.0352
-1.873
3.509
0.124
380,084 5,036,897
12,167,310 ў
32.01 10.09
0.0755
21.924
480.673
36.272 41.409
Sumba Tengah
Sabu Raijua Malaka Kota Kupang ∑p
∑ IW
0.638
65
Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 KABUPATEN/KOTA Sumba Barat
Jumlah Penduduk (Pi) 121,921
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yi-ў)^2
1,183,520
9.71
0.0238
-0.713
0.508
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2 0.012
Sumba Timur
246,294
3,275,220
13.30
0.0481
2.878
8.284
0.398
Kupang
348,010
3,968,150
11.40
0.0680
0.983
0.965
0.066
Timor Tengah Selatan
459,310
3,928,830
8.55
0.0897
-1.866
3.482
0.312
Timor Tengah Utara
244,714
2,379,640
9.72
0.0478
-0.696
0.484
0.023
Belu
206,778
2,378,690
11.50
0.0404
1.084
1.175
0.047
Alor
199,915
1,635,400
8.18
0.0390
-2.239
5.015
0.196
Lembata
132,171
961,100
7.27
0.0258
-3.148
9.911
0.256
Flores Timur
246,994
2,926,290
11.85
0.0482
1.428
2.039
0.098
Sikka
313,509
2,720,990
8.68
0.0612
-1.741
3.030
0.186
Ende
269,724
3,407,660
12.63
0.0527
2.214
4.902
0.258
Ngada
154,693
1,896,510
12.26
0.0302
1.840
3.386
0.102
Manggarai
319,607
2,479,710
7.76
0.0624
-2.661
7.082
0.442
Rote Ndao
147,778
1,567,820
10.61
0.0289
0.189
0.036
0.001
Manggarai Barat
251,689
1,822,730
7.24
0.0492
-3.178
10.099
0.496
68,515
618,900
9.03
0.0134
-1.387
1.923
0.026
Sumba Barat Daya
319,119
1,896,090
5.94
0.0623
-4.478
20.054
1.250
Nagekeo
139,577
1,144,450
8.20
0.0273
-2.220
4.930
0.134
Manggarai Timur
272,514
1,665,470
6.11
0.0532
-4.308
18.561
0.988
Sumba Tengah
Sabu Raijua
85,970
644,940
7.50
0.0168
-2.918
8.514
0.143
Malaka
180,382
1,530,430
8.48
0.0352
-1.935
3.746
0.132
Kota Kupang
390,877
13,013,130
33.29
0.0763
22.872
523.143
39.938
∑p
5,120,061
ў
∑
10.42 IW
45.506 0.647
66
Lampiran 2 Indeks Williamson WP Pulau Timor Indeks Williamson WP Pulau Timor Tahun 2011 KABUPATEN/KOTA Kupang
Jumlah Penduduk (Pi) 310,573
PDRB (Rp.juta)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
3,257,070
10.49
0.1377
0.179
0.032
0.004
Timor Tengah Selatan
449,881
3,320,190
7.38
0.1994
-2.928
8.571
1.709
Timor Tengah Utara
234,349
1,999,690
8.53
0.1039
-1.775
3.150
0.327
Belu
359,266
1,913,240
5.33
0.1593
-4.982
24.824
3.954
Alor
193,785
1,375,380
7.10
0.0859
-3.210
10.306
0.885
Rote Ndao
122,280
1,307,040
10.69
0.0542
0.381
0.145
0.008
Sabu Raijua
74,403
523,130
7.03
0.0330
-3.277
10.737
0.354
Malaka
168,210
1,253,240
7.45
0.0746
-2.857
8.164
0.609
Kota Kupang
342,892
9,867,240
28.78
0.1520
18.469
341.094
51.852
∑p
2,255,639
∑
59.703
IW
0.750
ў
10.31
Indeks Williamson WP Pulau Timor Tahun 2012 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
Kupang
321384
3421350
10.65
0.1389
0.079
0.006
0.001
Timor Tengah Selatan
453386
3459000
7.63
0.1960
-2.937
8.629
1.691
Timor Tengah Utara
238426
2088130
8.76
0.1031
-1.809
3.272
0.337
Belu
370770
2014210
5.43
0.1603
-5.134
26.360
4.224
Alor
196179
1441950
7.35
0.0848
-3.217
10.346
0.877
Rote Ndao
125035
1364970
10.92
0.0540
0.350
0.122
0.007
Sabu Raijua
75048 171303 362104
555820
7.41
0.0324
-3.161
9.989
0.324
1312590
7.66
0.0740
-2.904
8.435
0.625
10609470
29.30
0.1565
18.733
350.918
54.922
KABUPATEN/KOTA
Malaka Kota Kupang ∑p
2,313,635
ў
10.57
(Yiў)^2
∑ IW
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
63.007 0.751
67
Indeks Williamson WP Pulau Timor Tahun 2013 KABUPATEN/KOTA Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara
Jumlah Penduduk (Pi) 328688 451922 239503 199990
Belu
196613
Alor Rote Ndao Sabu Raijua
137182 80897 174391
Malaka Kota Kupang ∑p
368199 2,177,385
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
3594750
10.94
0.1510
-0.483
0.233
0.035
3606170
7.98
0.2076
-3.440
11.832
2.456
2180040
9.10
0.1100
-2.317
5.369
0.591
2135800
10.68
0.0918
-0.740
0.547
0.050
1503160
7.65
0.0903
-3.774
14.244
1.286
1422930
10.37
0.0630
-1.047
1.096
0.069
583840
7.22
0.0372
-4.202
17.659
0.656
1386770
7.95
0.0801
-3.467
12.022
0.963
11373410
30.89
0.1691
19.470
379.078
64.103
ў
(Yiў)^2
∑
11.42
IW
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
70.209 0.73
Indeks Williamson WP Pulau Timor Tahun 2014 KABUPATEN/KOTA Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara
Jumlah Penduduk (Pi) 338415 456152 242082 203284
Belu
198200
Alor Rote Ndao Sabu Raijua
142106 83501 177398
Malaka Kota Kupang ∑p
380084 2,221,222
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
3778020
11.16
0.1524
-0.604
0.364
0.056
3763310
8.25
0.2054
-3.517
12.372
2.541
2276630
9.40
0.1090
-2.363
5.585
0.609
2254840
11.09
0.0915
-0.675
0.456
0.042
1569340
7.92
0.0892
-3.850
14.819
1.322
1492120
10.50
0.0640
-1.268
1.607
0.103
613960
7.35
0.0376
-4.415
19.491
0.733
1457270
8.21
0.0799
-3.553
12.623
1.008
12167310
32.01
0.1711
20.245
409.844
70.130
ў
11.77
(Yiў)^2
∑ IW
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
76.543 0.743
68
Indeks Williamson WP Pulau Timor Tahun 2015 KABUPATEN/KOTA Kupang
Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
3968150
11.40
0.1537
-0.737
0.543
0.083
Timor Tengah Selatan
348010 459310
3928830
8.55
0.2029
-3.585
12.855
2.608
Alor
199915
1635400
8.18
0.0883
-3.959
15.671
1.384
Rote Ndao
147778 85970
1567820
10.61
0.0653
-1.530
2.340
0.153
644940
7.50
0.0380
-4.637
21.504
0.817
13013130
33.29
0.1727
21.153
447.450
77.261
2379640
9.72
0.1081
-2.415
5.832
0.630
2378690
11.50
0.0913
-0.636
0.404
0.037
1530430
8.48
0.0797
-3.655
13.357
1.064
Sabu Raijua Kota Kupang Timor Tengah Utara
390877 244714 206778
Belu
180382
Malaka ∑p
ў
2,263,734
∑
12.14
IW
84.037 0.755
Lampiran 3 Indeks Williamson WP Pulau Flores Indeks Williamson WP Pulau Flores Tahun 2011 KABUPATEN/KOTA Lembata
Jumlah Penduduk (Pi) 120,160
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
792,010
6.59
0.0604
(Yi-ў)
(Yi-ў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
-1.359
1.847
0.112
Flores Timur
237,207
2,429,250
10.24
0.1192
2.291
5.247
0.626
Sikka
306,269
2,306,320
7.53
0.1540
-0.420
0.176
0.027
Ende
265,761
2,775,300
10.44
0.1336
2.492
6.212
0.830
Ngada
145,210
1,545,730
10.64
0.0730
2.694
7.259
0.530
Manggarai
298,236
2,021,940
6.78
0.1499
-1.171
1.371
0.205
Manggarai Barat
226,089
1,556,900
6.89
0.1136
-1.064
1.133
0.129
Nagekeo
132,694
957,730
7.22
0.0667
-0.733
0.537
0.036
Manggarai Timur
257,744
1,345,470
5.22
0.1296
-2.730
7.454
0.966
ў
7.95
∑p
1,989,370
∑
3.460
IW
0.23
69
Indeks Williamson WP Pulau Flores Tahun 2012 KABUPATEN/KOTA
Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Lembata
124,912
829,790
6.64
0.0614
-1.515
2.296
0.141
Flores Timur
241,053
2,536,430
10.52
0.1185
2.364
5.588
0.662
Sikka
309,074
2,396,480
7.75
0.1519
-0.405
0.164
0.025
Ende
267,262
2,921,230
10.93
0.1314
2.772
7.683
1.009
Ngada
148,969
1,641,790
11.02
0.0732
2.863
8.195
0.600
Manggarai
307,140
2,128,580
6.93
0.1510
-1.228
1.508
0.228
Manggarai Barat
236,604
1,616,460
6.83
0.1163
-1.326
1.759
0.205
Nagekeo
135,419
1,000,190
7.39
0.0666
-0.772
0.597
0.040
263,786
1,426,240
5.41
0.1297
-2.752
7.571
0.982
2,034,219
ў
8.16
∑
3.891
IW
0.24
Manggarai Timur ∑p
Indeks Williamson WP Pulau Flores Tahun 2013 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Lembata
126,704
Flores Timur
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
870,920
6.87
0.0619
-1.636
2.675
0.166
241,590
2,658,760
11.01
0.1181
2.496
6.230
0.736
Sikka
309,008
2,497,220
8.08
0.1510
-0.428
0.183
0.028
Ende
266,909
3,077,030
11.53
0.1304
3.019
9.115
1.189
Ngada
150,186
1,725,300
11.49
0.0734
2.979
8.872
0.651
Manggarai
309,614
2,244,200
7.25
0.1513
-1.261
1.590
0.241
Manggarai Barat
240,905
1,689,040
7.01
0.1177
-1.498
2.244
0.264
Nagekeo
136,201
1,045,600
7.68
0.0666
-0.832
0.693
0.046
Manggarai Timur
264,979
1,502,450
5.67
0.1295
-2.839
8.061
1.044
ў
8.51
KABUPATEN/KOTA
∑p
2,046,096
∑
4.364
IW
0.25
70
Indeks Williamson WP Pulau Flores Tahun 2014 KABUPATEN/KOTA
Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Lembata
129,482
915,280
7.07
0.0625
-1.733
3.003
0.188
Flores Timur
244,485
2,788,610
11.41
0.1179
2.604
6.782
0.800
Sikka
311,411
2,608,900
8.38
0.1502
-0.424
0.180
0.027
Ende
268,314
3,236,540
12.06
0.1294
3.261
10.632
1.376
Ngada
152,519
1,808,580
11.86
0.0736
3.056
9.341
0.687
Manggarai
314,491
2,358,410
7.50
0.1517
-1.303
1.697
0.257
Manggarai Barat
245,817
1,750,250
7.12
0.1186
-1.682
2.828
0.335
Nagekeo
137,919
1,093,650
7.93
0.0665
-0.872
0.761
0.051
268,418 2,072,856
1,582,140 ў
5.89 8.80
0.1295
-2.907
8.454 ∑
1.095 4.816
IW
0.2493
Manggarai Timur ∑p
Indeks Williamson WP Pulau Flores Tahun 2015 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Lembata
132,171
961,100
7.27
0.0629
-1.840
3.385
0.213
Flores Timur
246,994
2,926,290
11.85
0.1176
2.736
7.486
0.880
Sikka
313,509
2,720,990
8.68
0.1493
-0.432
0.187
0.028
Ende
269,724
3,407,660
12.63
0.1284
3.522
12.407
1.593
Ngada
154,693
1,896,510
12.26
0.0736
3.148
9.912
0.730
Manggarai
319,607
2,479,710
7.76
0.1522
-1.353
1.830
0.279
Manggarai Barat
251,689
1,822,730
7.24
0.1198
-1.870
3.495
0.419
Nagekeo
139,577
1,144,450
8.20
0.0665
-0.912
0.832
0.055
Manggarai Timur
272,514
1,665,470
6.11
0.1297
-3.000
9.000
1.168
2,100,478
ў
9.11
∑
5.365
IW
0.2542
KABUPATEN/KOTA
∑p
71
Lampiran 4 Indeks Williamson WP Pulau Sumba Indeks Williamson WP Pulau Sumba Tahun 2011 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Sumba Barat
113,189
975,760
8.62
0.1618
0.191
0.037
0.006
Sumba Timur
232,237
2,689,890
11.58
0.3319
3.153
9.941
3.300
Sumba Tengah
63,721
521,110
8.18
0.0911
-0.252
0.063
0.006
Sumba Barat Daya
290,539
1,550,610
5.34
0.4152
-3.093
9.564
3.971
699,686
ў
8.43
KABUPATEN/KOTA
∑p
∑
7.283
IW
0.32
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Indeks Williamson WP Pulau Sumba Tahun 2012 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Sumba Barat
116,621
Sumba Timur
238,241
Sumba Tengah Sumba Barat Daya
KABUPATEN/KOTA
∑p
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
1,024,890
8.79
0.1614
0.191
0.036
0.006
2,826,640
11.86
0.3296
3.267
10.676
3.519
65,606
542,820
8.27
0.0908
-0.323
0.105
0.009
302,241
1,650,910
5.46
0.4182
-3.135
9.828
4.110
722,709
ў
8.60
∑
7.645
IW
0.32
Indeks Williamson WP Pulau Sumba Tahun 2013 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Sumba Barat
117,787
1,072,820
9.11
0.1612
0.181
0.033
0.005
Sumba Timur
240,190
2,969,850
12.36
0.3288
3.438
11.816
3.885
Sumba Tengah
66,314
566,650
8.54
0.0908
-0.382
0.146
0.013
Sumba Barat Daya
306,195
1,742,450
5.69
0.4192
-3.236
10.474
4.391
730,486
ў
8.93
∑
8.294
IW
0.32
KABUPATEN/KOTA
∑p
72
Indeks Williamson WP Pulau Sumba Tahun 2014 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Sumba Barat
119907
Sumba Timur
243009
Sumba Tengah
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
0.214
0.046
0.007
3.628
13.164
4.307
0.0907
-0.439
0.193
0.018
0.4207
-3.403
11.581
4.872
∑ IW
9.204 0.33
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
1129100
9.42
0.1614
3117970
12.83
0.3271
67393
590580
8.76
Sumba Barat Daya
312510
1812340
5.80
∑p
742,819
ў
9.20
KABUPATEN/KOTA
Indeks Williamson WP Pulau Sumba Tahun 2015 Jumlah Penduduk (Pi)
PDRB (Rp.juta)
Yi
Pi/ΣP
(Yi-ў)
(Yiў)^2
(Pi/ΣP)*(Yiў)^2
Sumba Barat
121,921
1,183,520
9.71
0.1613
0.212
0.045
0.007
Sumba Timur
246,294
3,275,220
13.30
0.3259
3.803
14.463
4.713
KABUPATEN/KOTA
Sumba Tengah
68,515
618,900
9.03
0.0906
-0.462
0.213
0.019
Sumba Barat Daya
319,119
1,896,090
5.94
0.4222
-3.553
12.626
5.331
755,849
ў
9.49
∑
10.070
IW
0.334
∑p
73
Lampiran 5 Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 2011
Timor
log (Yi/Xi)
Xi/Xg
Yi/Yg
(Yi/Y g)/(X i/Xg)
log(Yi/ Yg)/(Xi/ Xg)
Kupang
3,257,070
JLH. PNDDK (X) 310,573
0.06
0.07
1.12
0.05
0.00
0.14
0.13
0.95
(0.02)
(0.00)
Timor Tengah Selatan
3,320,190
449,881
0.09
0.07
0.79
(0.10)
(0.01)
0.20
0.13
0.67
(0.17)
(0.02)
Timor Tengah Utara
1,999,690
234,349
0.05
0.04
0.91
(0.04)
(0.00)
0.10
0.08
0.78
(0.11)
(0.01)
Belu
1,913,240
359,266
0.07
0.04
0.57
(0.24)
(0.01)
0.16
0.08
0.48
(0.32)
(0.02)
Alor
1,375,380
193,785
0.04
0.03
0.76
(0.12)
(0.00)
0.09
0.06
0.65
(0.19)
(0.01)
Rote Ndao
1,307,040
122,280
0.02
0.03
1.14
0.06
0.00
0.05
0.05
0.97
(0.01)
(0.00)
523,130
74,403
0.02
0.01
0.75
(0.12)
(0.00)
0.03
0.02
0.64
(0.19)
(0.00)
Malaka
1,253,240
168,210
0.03
0.03
0.80
(0.10)
(0.00)
0.07
0.05
0.68
(0.17)
(0.01)
Kota Kupang
9,867,240
342,892
0.07
0.21
3.07
0.49
0.10
0.15
0.40
2.62
0.42
0.17
792,010
120,160
0.02
0.02
0.70
(0.15)
(0.00)
0.06
0.05
0.83
(0.08)
(0.00)
Flores Timur
2,429,250
237,207
0.05
0.05
1.09
0.04
0.00
0.12
0.15
1.30
0.11
0.02
Sikka
2,306,320
306,269
0.06
0.05
0.80
(0.09)
(0.00)
0.15
0.15
0.95
(0.02)
(0.00)
Ende
2,775,300
265,761
0.05
0.06
1.12
0.05
0.00
0.13
0.18
1.32
0.12
0.02
Ngada
1,545,730
145,210
0.03
0.03
1.14
0.06
0.00
0.07
0.10
1.35
0.13
0.01
Manggarai
2,021,940
298,236
0.06
0.04
0.72
(0.14)
(0.01)
0.15
0.13
0.86
(0.07)
(0.01)
Manggarai Barat
1,556,900
226,089
0.05
0.03
0.74
(0.13)
(0.00)
0.11
0.10
0.87
(0.06)
(0.01)
957,730
132,694
0.03
0.02
0.77
(0.11)
(0.00)
0.07
0.06
0.91
(0.04)
(0.00)
1,345,470
257,744
0.05
0.03
0.56
(0.25)
(0.01)
0.13
0.09
0.66
(0.18)
(0.02)
975,760
113,189
0.02
0.02
0.92
(0.04)
(0.00)
0.16
0.17
1.05
0.02
0.00
2,689,890
232,237
0.05
0.06
1.24
0.09
0.01
0.33
0.47
1.41
0.15
0.07
WP
Kabupaten
Sabu Raijua
PDRB (Y)
Xi
Yi
Yi/Xi
yi*log(yi/xi)
Xg
Yg
0.46
0.54
Ig
Yg/Xg
log(Yg/ Xg)
Io
Yg*Ig
1.18
0.07
0.0376
0.0445
0.84
(0.07)
(0.0249)
0.0040
0.88
(0.06)
(0.0071)
0.0029
0.08 Flores
Lembata
Nagekeo Manggarai Timur
0.40
0.34
0.01 Sumba
Sumba Barat Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat Daya
0.14
0.12
521,110
63,721
0.01
0.01
0.87
(0.06)
(0.00)
0.09
0.09
1.00
(0.00)
(0.00)
1,550,610
290,539
0.06
0.03
0.57
(0.24)
(0.01)
0.42
0.27
0.65
(0.19)
(0.05)
46,284,240
4,944,695
0.02 PROVINSI NTT
0.06
0.0056
0.0515
Ketimpa ngan antar WP
Ketimpa ngan dalam WP
73
74
74
Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012
Timor
2012 PDRB (Y)
log (Yi/Xi)
yi*log(y i/xi)
Xg
Yg
Xi/Xg
Yi/Yg
(Yi/Yg)/( Xi/Xg)
log(Yi/ Yg)/(Xi/ Xg)
Ig
Yg/Xg
log(Yg/ Xg)
Io
Yg*Ig
0.46
0.54
1.18
0.07
0.03857
0.04451
0.84
(0.07)
-0.02516
0.00426
0.87
(0.06)
-0.00756
0.00293
Kupang
3,421,350
JLH. PNDDK (X) 321,384
0.06
0.07
1.11
0.04
0.00
0.14
0.13
0.94
(0.03)
(0.00)
Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara
3,459,000
453,386
0.09
0.07
0.79
(0.10)
(0.01)
0.20
0.13
0.67
(0.17)
(0.02)
2,088,130
238,426
0.05
0.04
0.91
(0.04)
(0.00)
0.10
0.08
0.77
(0.11)
(0.01)
Belu
2,014,210
370,770
0.07
0.04
0.56
(0.25)
(0.01)
0.16
0.08
0.48
(0.32)
(0.02)
Alor
1,441,950
196,179
0.04
0.03
0.76
(0.12)
(0.00)
0.08
0.05
0.65
(0.19)
(0.01)
Rote Ndao
1,364,970
125,035
0.02
0.03
1.13
0.05
0.00
0.05
0.05
0.96
(0.02)
(0.00)
Sabu Raijua
555,820
75,048
0.01
0.01
0.77
(0.11)
(0.00)
0.03
0.02
0.65
(0.19)
(0.00)
Malaka
1,312,590
171,303
0.03
0.03
0.80
(0.10)
(0.00)
0.07
0.05
0.67
(0.17)
(0.01)
Kota Kupang
10,609,470
362,104
0.07
0.22
3.04
0.48
0.11
0.16
0.40
2.58
0.41
0.17
829,790
124,912
0.02
0.02
0.69
(0.16)
(0.00)
0.06
0.05
0.82
(0.09)
(0.00)
Flores Timur
2,536,430
241,053
0.05
0.05
1.09
0.04
0.00
0.12
0.15
1.30
0.11
0.02
Sikka
2,396,480
309,074
0.06
0.05
0.81
(0.09)
(0.00)
0.15
0.15
0.96
(0.02)
(0.00)
Ende
2,921,230
267,262
0.05
0.06
1.14
0.06
0.00
0.13
0.18
1.35
0.13
0.02
Ngada
1,641,790
148,969
0.03
0.03
1.14
0.06
0.00
0.07
0.10
1.36
0.13
0.01
Manggarai
2,128,580
307,140
0.06
0.04
0.72
(0.14)
(0.01)
0.15
0.13
0.85
(0.07)
(0.01)
Manggarai Barat
1,616,460
236,604
0.05
0.03
0.71
(0.15)
(0.00)
0.12
0.10
0.84
(0.07)
(0.01)
Nagekeo
1,000,190
135,419
0.03
0.02
0.77
(0.12)
(0.00)
0.07
0.06
0.91
(0.04)
(0.00)
Manggarai Timur
1,426,240
263,786
0.05
0.03
0.56
(0.25)
(0.01)
0.13
0.09
0.67
(0.18)
(0.02)
Sumba Barat
1,024,890
116,621
0.02
0.02
0.91
(0.04)
(0.00)
0.16
0.17
1.05
0.02
0.00
Sumba Timur
2,826,640
238,241
0.05
0.06
1.23
0.09
0.01
0.33
0.47
1.42
0.15
0.07
WP
Kabupaten
Xi
Yi
Yi/Xi
0.08 Flores
Lembata
0.40
0.34
0.01 Sumba
Sumba Tengah
0.14
0.12
542,820
65,606
0.01
0.01
0.86
(0.07)
(0.00)
0.09
0.09
0.99
(0.00)
(0.00)
Sumba Barat Daya
1,650,910
302,241
0.06
0.03
0.57
(0.25)
(0.01)
0.42
0.27
0.65
(0.19)
(0.05)
PROVINSI NTT
48,809,940
5,070,563
0.02 0.06
0.00586
0.05170
Ketimpang an antar WP
Ketimpangan dalam WP
75
Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 log (Yi/X i)
yi*lo g(yi/x i)
Xg
Yg
Xi/Xg
Yi/Yg
(Yi/Yg) /(Xi/Xg )
log(Yi/ Yg)/(Xi/ Xg)
Ig
Yg/Xg
log(Yg /Xg)
Io
Yg*Ig
0.44
0.54
1.23
0.09
0.04833
0.03912
0.81
(0.09)
-0.02996
0.00436
0.84
(0.08)
-0.00952
0.00293
Kupang
3,594,750
JLH. PNDDK (X) 328,688
0.07
0.07
1.05
0.02
0.00
0.15
0.13
0.86
(0.07)
(0.01)
Timor Tengah Selatan
3,606,170
451,922
0.09
0.07
0.77
(0.11)
(0.01)
0.21
0.13
0.63
(0.20)
(0.03)
Timor Tengah Utara
2,180,040
239,503
0.05
0.04
0.88
(0.06)
(0.00)
0.11
0.08
0.71
(0.15)
(0.01)
Belu
2,135,800
199,990
0.04
0.04
1.03
0.01
0.00
0.09
0.08
0.84
(0.08)
(0.01)
Alor
1,503,160
196,613
0.04
0.03
0.74
(0.13)
(0.00)
0.09
0.05
0.60
(0.22)
(0.01)
Rote Ndao
1,422,930
137,182
0.03
0.03
1.00
(0.00)
(0.00)
0.06
0.05
0.81
(0.09)
(0.00)
Sabu Raijua
583,840
80,897
0.02
0.01
0.69
(0.16)
(0.00)
0.04
0.02
0.57
(0.25)
(0.01)
Malaka
1,386,770
174,391
0.04
0.03
0.77
(0.12)
(0.00)
0.08
0.05
0.62
(0.21)
(0.01)
Kota Kupang
11,373,410
368,199
0.07
0.22
2.97
0.47
0.10
0.17
0.41
2.42
0.38
0.16
870,920
126,704
0.03
0.02
0.66
(0.18)
(0.00)
0.06
0.05
0.81
(0.09)
(0.00)
Flores Timur
2,658,760
241,590
0.05
0.05
1.06
0.03
0.00
0.12
0.15
1.30
0.11
0.02
Sikka
2,497,220
309,008
0.06
0.05
0.78
(0.11)
(0.01)
0.15
0.14
0.96
(0.02)
(0.00)
Ende
3,077,030
266,909
0.05
0.06
1.11
0.05
0.00
0.13
0.18
1.36
0.13
0.02
Ngada
1,725,300
150,186
0.03
0.03
1.11
0.04
0.00
0.07
0.10
1.36
0.13
0.01
Manggarai
2,244,200
309,614
0.06
0.04
0.70
(0.16)
(0.01)
0.15
0.13
0.86
(0.07)
(0.01)
Manggarai Barat
1,689,040
240,905
0.05
0.03
0.68
(0.17)
(0.01)
0.12
0.10
0.83
(0.08)
(0.01)
Nagekeo
1,045,600
136,201
0.03
0.02
0.74
(0.13)
(0.00)
0.07
0.06
0.91
(0.04)
(0.00)
Manggarai Timur
1,502,450
264,979
0.05
0.03
0.55
(0.26)
(0.01)
0.13
0.09
0.67
(0.17)
(0.02)
Sumba Barat
1,072,820
117,787
0.02
0.02
0.88
(0.06)
(0.00)
0.16
0.17
1.05
0.02
0.00
Sumba Timur
2,969,850
240,190
0.05
0.06
1.19
0.08
0.00
0.33
0.47
1.42
0.15
0.07
WP Timor
2013 PDRB (Y)
Kabupaten
Xi
Yi
Yi/Xi
0.07 Flores
Lembata
0.41
0.34
0.01 Sumba
Sumba Tengah
0.15
0.12
566,650
66,314
0.01
0.01
0.82
(0.08)
(0.00)
0.09
0.09
0.98
(0.01)
(0.00)
Sumba Barat Daya
1,742,450
306,195
0.06
0.03
0.55
(0.26)
(0.01)
0.42
0.27
0.65
(0.18)
(0.05)
Provinsi NTT
51,449,160
4,953,967
0.02 0.06
0.00884
0.04641
ketimpangan antar WP
ketimpangan dalam WP
75
76 76
Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 2014
Kupang
3,778,020
JLH. PNDDK (X) 338,415
0.07
0.07
1.04
0.02
0.00
0.15
0.13
0.84
log(Y i/Yg)/ (Xi/X g) (0.07)
Timor Tengah Selatan
3,763,310
456,152
0.09
0.07
0.77
(0.11)
(0.01)
0.21
0.13
0.62
(0.20)
(0.03)
Timor Tengah Utara
2,276,630
242,082
0.05
0.04
0.88
(0.06)
(0.00)
0.11
0.08
0.71
(0.15)
(0.01)
Belu
2,254,840
203,284
0.04
0.04
1.03
0.01
0.00
0.09
0.08
0.84
(0.08)
(0.01)
Alor
1,569,340
198,200
0.04
0.03
0.74
(0.13)
(0.00)
0.09
0.05
0.60
(0.22)
(0.01)
Rote Ndao
1,492,120
142,106
0.03
0.03
0.98
(0.01)
(0.00)
0.06
0.05
0.79
(0.10)
(0.01)
Sabu Raijua
613,960
83,501
0.02
0.01
0.69
(0.16)
(0.00)
0.04
0.02
0.56
(0.25)
(0.01)
Malaka
1,457,270
177,398
0.04
0.03
0.77
(0.12)
(0.00)
0.08
0.05
0.62
(0.21)
(0.01)
Kota Kupang
12,167,310
380,084
0.08
0.22
2.98
0.47
0.11
0.17
0.41
2.42
0.38
0.16
915,280
129,482
0.03
0.02
0.66
(0.18)
(0.00)
0.06
0.05
0.81
(0.09)
(0.00)
Flores Timur
2,788,610
244,485
0.05
0.05
1.06
0.03
0.00
0.12
0.15
1.30
0.12
0.02
Sikka
2,608,900
311,411
0.06
0.05
0.78
(0.11)
(0.01)
0.15
0.14
0.96
(0.02)
(0.00)
Ende
3,236,540
268,314
0.05
0.06
1.12
0.05
0.00
0.13
0.18
1.38
0.14
0.02
Ngada
1,808,580
152,519
0.03
0.03
1.11
0.04
0.00
0.07
0.10
1.35
0.13
0.01
Manggarai
2,358,410
314,491
0.06
0.04
0.70
(0.16)
(0.01)
0.15
0.13
0.86
(0.07)
(0.01)
Manggarai Barat
1,750,250
245,817
0.05
0.03
0.66
(0.18)
(0.01)
0.12
0.10
0.81
(0.09)
(0.01)
Nagekeo
1,093,650
137,919
0.03
0.02
0.74
(0.13)
(0.00)
0.07
0.06
0.91
(0.04)
(0.00)
Manggarai Timur
1,582,140
268,418
0.05
0.03
0.55
(0.26)
(0.01)
0.13
0.09
0.67
(0.17)
(0.01)
Sumba Barat
1,129,100
121,921
0.02
0.02
0.86
(0.06)
(0.00)
0.16
0.17
1.05
0.02
Sumba Timur
3,117,970
246,294
0.05
0.06
1.18
0.07
0.00
0.33
0.47
1.44
0.16
0.07
Sumba Tengah
590,580
68,515
0.01
0.01
0.80
(0.09)
(0.00)
0.09
0.09
0.98
(0.01)
(0.00)
Sumba Barat Daya
1,812,340
319,119
0.06
0.03
0.53
(0.28)
(0.01)
0.42
0.27
0.65
(0.19)
(0.05)
Provinsi NTT
54,165,150
5,049,927
WP Timor
Kabupaten
PDRB (Y)
Xi
Yi
Yi/Xi
log (Yi/Xi)
yi*log(y i/xi)
Xg
Yg
Xi/Xg
Yi/Yg
(Yi/Yg )/(Xi/X g)
0.44
0.54
Ig
Yg/Xg
log(Y g/Xg)
Io
Yg*Ig
(0.01)
1.23
0.09
0.04930
0.03982
0.82
(0.09 )
-0.02958
0.00447
0.82
(0.09 )
-0.01056
0.00310
0.07 Flores
Lembata
0.41
0.33
0.01 Sumba
0.15
0.12
0.00
0.03 0.06
0.00916
0.04739
ketimpangan antar WP
ketimpangan dalam WP
77
Indeks Theil Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015 WP
Kabupaten
2015 PDRB (Y)
Timor
Xi
Yi
Yi/Xi
log (Yi/Xi)
yi*log (yi/xi)
Xg
Yg
Xi/Xg
Yi/Yg
(Yi/Yg )/(Xi/X g)
log(Y i/Yg)/ (Xi/X g)
Ig
Yg/Xg
log(Yg/Xg)
Io
Yg*Ig
0.44
0.54
1.23
0.09
0.05
0.04
0.81
(0.09)
(0.03)
0.00
0.83
(0.08)
(0.01)
0.00
Kupang
3,968,150
JLH. PNDDK (X) 348,010
0.07
0.07
1.02
0.01
0.00
0.15
0.13
0.83
(0.08)
(0.01)
Timor Tengah Selatan
3,928,830
459,310
0.09
0.07
0.77
(0.11)
(0.01)
0.20
0.13
0.62
(0.21)
(0.03)
Timor Tengah Utara
2,379,640
244,714
0.05
0.04
0.87
(0.06)
(0.00)
0.11
0.08
0.71
(0.15)
(0.01)
Belu
2,378,690
206,778
0.04
0.04
1.03
0.01
0.00
0.09
0.08
0.84
(0.08)
(0.01)
Alor
1,635,400
199,915
0.04
0.03
0.73
(0.13)
(0.00)
0.09
0.05
0.60
(0.22)
(0.01)
Rote Ndao
1,567,820
147,778
0.03
0.03
0.95
(0.02)
(0.00)
0.07
0.05
0.77
(0.11)
(0.01)
Sabu Raijua
644,940
85,970
0.02
0.01
0.67
(0.17)
(0.00)
0.04
0.02
0.55
(0.26)
(0.01)
Malaka
1,530,430
180,382
0.04
0.03
0.76
(0.12)
(0.00)
0.08
0.05
0.62
(0.21)
(0.01)
Kota Kupang
13,013,130
390,877
0.08
0.23
2.99
0.48
0.11
0.17
0.42
2.43
0.39
0.16
961,100
132,171
0.03
0.02
0.65
(0.19)
(0.00)
0.06
0.05
0.80
(0.10)
(0.00)
Flores Timur
2,926,290
246,994
0.05
0.05
1.06
0.03
0.00
0.12
0.15
1.31
0.12
0.02
Sikka
2,720,990
313,509
0.06
0.05
0.78
(0.11)
(0.01)
0.15
0.14
0.96
(0.02)
(0.00)
Ende
3,407,660
269,724
0.05
0.06
1.13
0.05
0.00
0.13
0.18
1.39
0.14
0.03
Ngada
1,896,510
154,693
0.03
0.03
1.10
0.04
0.00
0.07
0.10
1.35
0.13
0.01
Manggarai
2,479,710
319,607
0.06
0.04
0.70
(0.16)
(0.01)
0.15
0.13
0.86
(0.07)
(0.01)
Manggarai Barat
1,822,730
251,689
0.05
0.03
0.65
(0.19)
(0.01)
0.12
0.10
0.80
(0.10)
(0.01)
Nagekeo
1,144,450
139,577
0.03
0.02
0.74
(0.13)
(0.00)
0.07
0.06
0.91
(0.04)
(0.00)
Manggarai Timur
1,665,470
272,514
0.05
0.03
0.55
(0.26)
(0.01)
0.13
0.09
0.67
(0.17)
(0.01)
Sumba Barat
1,183,520
121,921
0.02
0.02
0.87
(0.06)
(0.00)
0.16
0.17
1.05
0.02
0.00
Sumba Timur
3,275,220
246,294
0.05
0.06
1.19
0.08
0.00
0.33
0.47
1.44
0.16
0.07
0.07 Flores
Lembata
0.41
0.33
0.01 Sumba
Sumba Tengah
0.15
0.12
618,900
68,515
0.01
0.01
0.81
(0.09)
(0.00)
0.09
0.09
0.98
(0.01)
(0.00)
Sumba Barat Daya
1,896,090
319,119
0.06
0.03
0.53
(0.27)
(0.01)
0.42
0.27
0.64
(0.19)
(0.05)
Provinsi NTT
57,045,670
5,120,061
0.03 0.06
0.0091
0.0484
ketimpangan antar WP
ketimpangan dalam WP
77
78
78
Lampiran 6 Variabel penyebab disparitas di Provinsi Nusa Tenggara Timur WP
WP SUMBA
WP MANGGARAI
WP ENDE
WP SIKKA
TAHUN
IW
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
2011
2.51
1,958,741
80,045
66,292
1,908
1,087
457,116
728,626
180,864
10,410
391,928
152,298
127,016
8,985
742,127
570,143
99,729
160,052
2012
2.52
2,012,763
84,553
70,093
2,073
1,122
491,832
777,246
189,193
11,030
419,672
167,250
133,631
9,651
802,901
604,352
104,427
163,461
2013
2.52
2,068,963
88,874
73,238
2,238
1,180
523,789
831,169
197,661
11,745
444,191
182,088
138,970
10,293
858,497
649,995
108,222
165,651
2014
2.55
2,111,337
93,116
75,912
2,462
1,220
542,579
885,216
210,575
12,525
468,838
195,559
147,207
10,997
918,556
693,620
111,969
168,303
2015
2.59
2,155,468
98,298
78,908
2,694
1,268
568,159
945,204
224,040
13,341
494,320
210,022
156,300
11,745
985,709
740,613
116,578
171,070
2011
1.88
1,906,320
156,731
24,066
2,060
2,258
497,816
445,395
144,551
18,094
439,907
151,683
129,339
11,230
602,177
219,637
84,328
88,726
2012
1.89
1,958,667
168,669
25,019
2,207
2,400
526,320
478,731
151,394
19,212
470,231
163,541
132,657
12,072
645,839
233,224
88,907
92,185
2013
1.89
2,016,566
180,340
25,769
2,389
2,538
556,763
512,215
158,881
20,494
500,849
180,236
136,717
12,960
691,995
248,208
93,085
95,680
2014
1.91
2,059,146
193,738
26,459
2,612
2,666
586,607
549,224
167,879
21,803
533,507
187,826
140,841
13,878
739,767
265,632
98,256
100,966
2015
1.94
2,113,582
208,942
27,160
2,835
2,805
623,454
585,061
176,932
23,099
563,152
200,368
144,823
14,820
793,809
279,351
103,037
104,684
2011
1.88
1,883,661
72,248
81,216
2,346
4,654
551,777
620,711
274,365
15,942
263,905
192,344
120,645
12,910
729,839
295,258
74,529
82,407
2012
1.89
1,969,287
76,212
85,138
2,438
4,699
588,145
650,017
289,123
16,822
277,789
208,952
127,390
13,469
776,223
314,354
76,845
86,301
2013
1.90
2,039,080
79,884
88,931
2,644
4,845
612,520
691,034
306,945
18,120
298,709
225,020
134,682
14,284
822,911
337,771
80,153
90,397
2014
1.91
2,123,932
82,678
92,876
2,828
4,964
634,676
729,965
323,096
19,226
319,127
241,225
140,154
15,285
872,143
360,829
82,585
93,179
2015
1.94
2,208,582
86,940
96,821
3,098
5,144
653,011
772,806
342,056
20,528
344,575
255,080
146,047
16,375
927,731
387,523
85,430
96,874
2011
1.88
2,322,752
92,437
101,871
4,744
5,714
559,060
874,272
458,014
24,123
441,264
263,193
216,110
21,644
954,005
791,096
160,534
220,040
2012
1.89
2,406,717
97,064
108,096
5,032
5,774
594,232
911,901
476,431
25,106
464,502
286,556
227,450
22,554
1,005,916
823,284
166,319
227,203
2013
1.89
2,478,527
102,142
113,740
5,454
5,968
623,349
966,189
499,487
27,020
489,163
309,489
241,417
23,639
1,062,364
881,339
170,722
233,009
2014
1.91
2,567,521
106,330
119,251
5,942
6,136
647,946
1,016,994
522,476
29,125
517,371
330,614
253,623
25,161
1,129,459
939,616
175,283
241,202
2015
1.94
2,659,209
112,090
124,912
6,508
6,381
668,914
1,073,880
547,875
31,756
550,186
350,882
266,215
26,557
1,198,669
999,694
180,174
251,035
2011
1.88
1,975,634
119,821
62,776
2,178
1,039
478,491
355,297
277,756
18,739
319,227
159,071
132,659
3,600
626,798
429,797
86,049
117,243
2012
1.89
2,035,500
125,421
66,553
2,248
1,078
512,845
376,771
293,559
20,259
332,243
169,351
143,143
3,889
664,272
456,309
89,496
121,992
2013
1.89
2,111,590
132,394
69,902
2,393
1,125
541,147
401,005
311,588
22,085
344,817
181,184
155,083
4,164
713,935
489,252
93,543
127,413
2014
1.91
2,179,327
139,496
73,529
2,550
1,160
569,636
423,472
331,603
23,897
356,931
195,053
164,368
4,398
767,776
523,127
99,151
133,271
WP BELU
79 Lampiran 6 (lanjutan) WP
WP KOTA KUPANG
TAHUN
IW
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
2015
1.94
2,256,323
146,529
77,205
2,712
1,201
598,691
446,969
351,606
25,861
368,816
208,981
174,098
4,628
823,376
557,579
105,135
139,048
2011
3.76
4,687,352
177,235
287,087
12,462
20,657
2,512,914
2,445,195
1,117,848
183,055
1,988,317
721,329
571,939
87,075
1,966,306
1,899,904
523,800
447,568
2012
3.78
4,832,294
188,096
307,442
14,069
22,597
2,673,965
2,636,669
1,176,278
194,137
2,139,686
817,221
601,007
92,037
2,107,000
2,032,002
559,862
458,200
2013
3.78
4,970,749
197,073
324,198
15,239
24,553
2,828,143
2,851,202
1,259,844
207,072
2,257,188
923,474
634,395
96,504
2,250,822
2,143,388
609,976
490,439
2014
3.83
5,150,415
207,580
340,072
17,454
26,031
2,999,284
2,997,512
1,346,659
219,958
2,473,958
1,036,064
665,135
100,962
2,367,895
2,282,871
634,134
518,063
2015
3.88
5,331,131
217,314
356,935
19,250
27,379
3,173,059
3,162,881
1,435,711
233,239
2,709,195
1,150,532
698,294
105,286
2,508,268
2,418,047
669,137
542,611
79
80
Lampiran 7 Skalogram Wilayah Pengembangan dengan Pembagi Luas Wilayah Skalogram WP Pulau Flores
No
Kabupaten
Luas Wilayah (km2)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Lembata
1,266.39
138
20.356
12
Hirarki 2
2
Flores Timur
1,754.98
92
23.879
12
Hirarki 2
3
Sikka
1,731.91
0
31.433
13
Hirarki 1
4
Ende
2,068.00
66
24.830
12
Hirarki 2
5
Ngada
1,722.24
139
13.468
10
Hirarki 3
6
Manggarai
1,915.62
204
18.054
13
Hirarki 2
7
Manggarai Barat
3,141.47
257
5.553
8
Hirarki 3
8
Nagekeo
1,416.96
104
14.014
10
Hirarki 3
9
Manggarai Timur
2,502.24
177
9.592
6
Hirarki 3
Luas Wilayah (km2)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
Skalogram WP Pulau Sumba
No
Kabupaten
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Sumba Barat
737.42
95
20.714
10
Hirarki 1
2
Sumba Timur
7,005
0
5.934
7
Hirarki 3
3
Sumba Tengah
1817.88
73
3.477
7
Hirarki 3
4
Sumba Barat Daya
1445.32
116
16.873
12
Hirarki 2
81
Skalogram WP Pulau Timor
No
Kabupaten
Luas Wilayah (km2)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
5525.83
32
2.202
5
Hirarki 3
3947
111
2.391
11
Hirarki 3
2669.7
198
1.025
10
Hirarki 3
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Kupang
2
Timor Tengah Selatan
3
Timor Tengah Utara
4
Belu
1248.94
184
4.678
13
Hirarki 3
5
Alor
2928.88
241
1.601
12
Hirarki 3
6
Rote Ndao
1284.41
121
2.315
12
Hirarki 3
7
Sabu Raijua
460.47
207
3.950
11
Hirarki 3
8
Malaka
1160.61
213
4.260
7
Hirarki 3
9
Kota Kupang
180.27
0
44.272
14
Hirarki 1
Lampiran 8 Skalogram Wilayah Pengembangan dengan Pembagi Jumlah Penduduk Skalogram WP Pulau Flores
No
Kabupaten
Jumlah Penduduk (jiwa)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Lembata
132,171
138
25.778
12
Hirarki 1
2
Flores Timur
246,994
92
25.819
12
Hirarki 1
3
Sikka
313,509
0
21.365
12
Hirarki 2
4
Ende
269,724
66
19.761
13
Hirarki 2
5
Ngada
154,693
139
23.311
11
Hirarki 2
6
Manggarai
319,607
204
19.787
10
Hirarki 2
7
Manggarai Barat
251,689
257
9.629
10
Hirarki 3
8
Nagekeo
139,577
104
14.553
10
Hirarki 3
9
Manggarai Timur
272,514
177
12.623
6
Hirarki 3
82
Skalogram WP Pulau Sumba
No
Kabupaten
Jumlah Penduduk (jiwa)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Sumba Barat
121,921
95
18.353
10
Hirarki 2
2
Sumba Timur
246,294
0
23.566
13
Hirarki 1
3
Sumba Tengah
68,515
73
16.632
8
Hirarki 2
4
Sumba Barat Daya
319,119
116
6.341
5
Hirarki 3
Skalogram WP Pulau Timor
No
Kabupaten
Jumlah Penduduk (jiwa)
Jarak Ke Ibukota Kabupaten (km)
Nilai Indeks
Jumlah yang memiliki fasilitas
Hirarki Wilayah
1
Kupang
348,010
32
28.104
11
Hirarki 1
2
Timor Tengah Selatan
459,310
111
17.027
13
Hirarki 2
3
Timor Tengah Utara
244,714
198
19.989
12
Hirarki 2
4
Belu
206,778
184
17.365
12
Hirarki 2
5
Alor
199,915
241
13.124
8
Hirarki 3
6
Rote Ndao
147,778
121
11.663
10
Hirarki 3
7
Sabu Raijua
85,970
207
13.583
11
Hirarki 3
8
Malaka
180,382
213
15.556
11
Hirarki 3
9
Kota Kupang
390,877
0
12.839
7
Hirarki 3
83
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 1981 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan (alm) Thomas Satriyantoro dan (almh) Maria Margaretha Sri Rejeki. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Mekarjaya XVI, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat pada tahun 1993. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Depok dan lulus di tahun 1996. Penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 1999. Penulis mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di tahun 1999 dan diterima di departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi S1 (strata 1) dengan memperoleh gelar Sarjana Sains (SSi). Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai tahun 2010 di Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan jabatan terakhir sebagai staf Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (IPDS). Di tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayaha, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program beasiswa Pusbindiklantren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada saar ini penulis telah menikah dengan Irene Sondang Fitrinitia MSi dan telah dikarunia dua orang anak perempuan.