DISKRIMINASI TEGAKAN HTI (Hutan Tanaman Industri) MENGGUNAKAN OBJECT ORIENTED CLASSIFICATION Studi kasus PT. HTI Wira Karya Sakti, Jambi1 Muhammad Ardiansyah, Dr.-Ing2) dan Muhammad Rusdi, SP.3) 2.
Staf Pengajar Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB; Jl. Meranti No. 1, Darmaga Bogor,
[email protected] 3. Mahasiswa PS Ilmu Tanah, SPs-IPB; Jl. Meranti No. 1, Darmaga Bogor;
[email protected]
ABSTRAK Permasalahan dalam klasifikasi menggunakan data penginderaan jauh digital adalah pemilihan metode klasifikasi citra, karena ketelitian diskriminasi objek pada citra tergantung dari pendekatan klasifikasi yang mengolah informasi objek. Salah satu pendekatan klasifikasi yang baru dikembangkan adalah metode berorientasi objek (object oriented classification). Perbedaan mendasar pada pendekatan ini terletak pada unit dasar proses analisis citra berupa objek citra atau segmen, bukan piksel tunggal. Pendekatan berdasarkan objek ini dilakukan dengan membuat segmen-segmen dengan teknik segmentasi yang dilakukan dengan menggunakan software e-Cognition v.3.0. Segmen atau objek ini dibentuk karena region terkecil memiliki luasan yang lebih besar dari piksel citra. Dasar yang digunakan untuk segmentasi adalah homogenitas dari nilai spektral. Dalam studi ini, dilakukan ekstraksi tegakan hutan dari HTI PT. WKS Jambi pada citra Landsat TM dengan menggunakan pendekatan klasifikasi berorientasi objek. Penggunaan klasifikasi ini dalam diskriminasi tegakan Hutan Tanaman Industri menghasilkan kelas yang berhirarki dengan akurasi tinggi pada setiap level kelas klasifikasi, sehingga hasilnya lebih logis diterima secara kontektual di lapangan dibandingkan dengan sistem klasifikasi berbasis piksel.
Kata Kunci: segmen, segmentasi, level hierarki, e-Cognition I. Pendahuluan Klasifikasi multispektral biasanya dilakukan menggunakan dua metoda yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Klasifikasi tidak terbimbing memiliki kelemahan, bila analis hanya memiliki sedikit kontrol kelaskelas citra, menyebabkan kesulitan dalam pembandingan antar data. Disamping itu, penciri spektral selalu berubah sepanjang waktu, sehingga hubungan antara respon spektral dan kelas informasi tidak konstan, karena itu diperlukan pengetahuan detil mengenai spektral permukaan. Klasifikasi terbimbing merupakan prosedur yang paling sering digunakan untuk analisis kuantitatif data penginderaan jauh (Richard, 1993). Dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi beberapa tipe penutup lahan seperti pemukiman, pertanian atau lahan basah diketahui secara a priori melalui kombinasi orientasi wilayah, analisis foto udara, peta dan pengalaman pribadi. Analis berusaha untuk menempatkan site spesifik ke dalam data penginderaan jauh yang merepresentasikan contoh-contoh tipe penutup lahan yang homogen. Berbagai algoritma klasifikasi terbimbing dapat digunakan untuk mengelompokkan piksel yang tidak diketahui kedalam salah satu kelas piksel. Diantara prosedur 1
Disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia XIII, Jakarta 22-23 Desember 2004 1
klasifikasi terbimbing, yang paling sering digunakan adalah maximum likelihood classification (MLC). Pendekatan ini memiliki kelemahan, yaitu banyak kesalahan klasifikasi yang muncul dalam bentuk polygon ”salt and pepper”, ketika piksel berada di luar area spesifik atau diantara area yang bertumpang tindih dipaksakan untuk diklasifikasikan. Salah satu metode yang baru dikembangkan adalah metode klasifikasi berorientasi objek (object oriented classification). Proses klasifikasi dalam metode ini menggunakan prosedur segmentasi dengan sistem jaringan hirarki, sehingga suatu karakteristik objek dapat ditambah dengan kumpulan informasi tambahan dari objek yang diklasifikasikan seperti bentuk, tekstur, konteks dan informasi lain yang terkait dengan objek yang diklasifikasikan. Penggunaan informasi tambahan ini akan memperkaya informasi dalam klasifikasi, sehingga mengarah ke hasil klasifikasi yang lebih spesifik dan akurat. Perbedaan mendasar pada pendekatan ini dibandingkan dengan klasifikasi konvensional terletak pada unit dasar proses analisis citra berupa objek citra atau segmen, bukan piksel tunggal, serta tindakan klasifikasi yang harus diterapkan pada objek citra. Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan diskriminasi tegakan Hutan Tanaman Industri dengan pendekatan klasifikasi berorientasi objek, dan membandingkannya pendekatan MLC. II. Landasan Teoritis Klasifikasi berbasis objek dilakukan dengan membuat segmen-segmen dengan teknik segmentasi. Segmen atau objek ini dibentuk karena region terkecil memiliki luasan yang lebih besar dari piksel citra. Dasar yang digunakan untuk segmentasi adalah homogenitas dari nilai spektral. Secara garis besar, klasifikasi ini terdiri atas dua kegiatan yaitu segmentasi dan klasifikasi. Segmentasi bertujuan untuk mengelompokkan nilai spektral yang homogen menjadi objek citra awal yang menyediakan informasi dan menjadi kerangka klasifikasi lebih lanjut atau proses segmentasi lain. Hasil terbaik dari segmentasi adalah hasil yang mampu menyediakan informasi optimal untuk proses lebih lanjut. Software eCognition merupakan sistem klasifikasi berorientasi objek. Berbeda dengan sebagian besar bentuk algoritma yang dikenal yang beroperasi dengan dasar piksel per piksel, eCognition mensegmentasikan suatu citra multispektral menjadi objek atau wilayah homogen berdasarkan spektral piksel tetangga dan penciri spasialnya. Segmentasi citra dapat ditampilkan pada berbagai resolusi yang berbeda atau kombinasinya. Suatu pendekatan berdasarkan pengetahuan sebelumnya digunakan untuk mengklasifikasikan objek ke dalam berbagai kategori informasi, menggunakan fuzzy logic berdasarkan atribut objek citra dan hubungan mutualnya. Hasil klasifikasi ini dapat ditampilkan pada level-level yang berbeda dalam hirarki klasifikasi (Definiens Imaging, 2004). Dalam e-Cognition, proses segmentasi dengan menggunakan tiga parameter yaitu skala (scale), warna (color) dan bentuk (shape) seperti pada Gambar 1. Parameter skala (scale 2
parameter) adalah nilai abstrak yang menentukan heterogenitas maksimum yang diperbolehkan untuk menghasilkan objek tanpa korelasi langsung dengan ukuran piksel yang terukur. Parameter ini lebih bergantung pada heterogenitas material data. Parameter warna menyeimbangkan homogenitas warna dari segmen dan homogenitas dari bentuk. Parameter bentuk mengontrol bentuk kenampakan dari objek dengan menyeimbangkan antara kriteria kehalusan (smoothness) dan kriteria kekompakan (compactness) dari objek (Hildebrant, 1996 dalam Willhauck, 2000).
Gambar 1. Parameter dalam proses segmentasi Menggunakan segmentasi yang berulang-ulang (Gambar. 2) dengan skala parameter yang berbeda-beda akan membentuk jaringan hierarki (network hierarchy) objek citra yang sensitif terhadap proses klasifikasi. Setiap objek “mengetahui” hubungannya dengan tetangga, objek yang “lebih kecil” (sub object) atau dengan objek yang “lebih besar” (super object) dan memperbolehkan adanya hubungan klasifikasi diantara objek (Hildebrant, 1996 dalam Willhauck, 2000). Dalam membandingkan perbedaan kenampakan objek seperti warna dan ukuran digunakan fungsi fuzzy logic dalam klasifikasi. Fuzzy logic merupakan pendekatan matematika untuk mengetahui nilai pernyataan-pernyataan yang belum jelas. Ide dasarnya adalah mengganti dua baris bentuk pernyataan logik “ya” dan “tidak” dengan selang kontinu [0...1], dimana 0 berarti tepat “tidak” dan 1 berarti tepat “tidak”. Semua nilai atau ekspresi antara 0 dan 1 merepresentasikan pernyataan yang kurang atau lebih dari “ya” dan “tidak”. Untuk menerjemahkan selang dari sebagian besar kenampakan yang berbeda ke dalam ekspresi fuzzy logic, digunakan dua bentuk pengklasifikasi yaitu fungsi keanggotaan (membership functions) dan pengklasifikasi tetangga (next neighbor classifier) (Definiens Imaging, 2003). Fungsi keanggotaan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
3
(a)
(b)
(c) Gambar 2. Segmentasi dengan skala berbeda (a) Skala 15, (b) Skala 7 , (c) Skala 3
(a)
(b)
Gambar. 3. Fungsi Keanggotaan (Membership Function)
4
III. Bahan dan Metode 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil test area di Distrik I HTI PT. Wirakaraya Sakti, Kabupaten Tanjung Jabung, Propinsi Jambi. Wilayah ini diliput oleh citra Landsat TM path-row 125-061, akuisisi tanggal 1 September 2000 (Gambar 4). Pegolahan citra dilakukan di La. Penginderaan Jauh dan Kartografi, Departemen Tanah IPB.
Gambar 4. Test Area Distrik I HTI PT WKS 3.2. Metode Pengolahan citra standar dilakukan dengan ERDAS Imagine 8.6, sedangkan pengolahan citra berbasis objek dikerjakan dengan eCognition 3.0 melalui segmentasi multiresolusi dengan berbagai skala. Pertimbangan band didasarkan pada tipe-tipe kenampakan yang akan diekstrak, karena pada penelitian ini informasi yang diekstak adalah vegetasi (tegakan HTI) maka band yang digunakan 543, Sistem klasifikasi penggunaan/penutup lahan yang digunakan adalah klasifikasi penutupan lahan FAO. Kelas yang digunakan untuk level 1 adalah hutan dan non-vegetasi, pada level 2 hutan dibagi menjadi hutan alam dan HTI, sedangkan pada level 3 HTI dikelompokkan lagi menjadi Acacia crasicarpa dan Acacia mangium. Secara rinci kelas penutupan lahan di HTI PT Wirakarya Sakti, Jambi disajikan pada Gambar 5 sebagai berikut:
5
Level 1
Level 2
Level 3 Acacia mangium
HTI Acacia crasicarpa
Hutan Hutan alam Raw Data
Non Vegetasi
Tanah Terbuka
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Level kelas Hirarki yang dibuat, (b) Level kelas hirarki di e-Cognition Hasil segmentasi (Gambar 2) kemudian ditentukan training area berdasarkan kelas hirarki pada tiap levelnya (Gambar 5). Klasifikasi tetangga terdekat (nearest neighbourhood) membawa fungsi keanggotaan (lihat Gambar 3) dalam memasukkan kelas-kelas yang diinginkan dari training area yang telah ditentukan. Hasil klasifikasi dengan eCognition ini ditambahkan input pengetahuan intrepreter dimana kelas yang telah dibuat dapat langsung diubah ke kelas yang sesuai, sehingga hasilnya klasifikasinya lebih logis dan dapat diterima secara kontektual di lapangan. IV. Hasil Klasifikasi terbimbing berdasarkan piksel juga diangkat untuk membuat perbandingan. Hasil dari kedua klasifikasi yaitu klasifikasi MLC berdasarkan piksel dan klasifikasi berorientasi objek ditunjukkan pada Gambar berikut :
6
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6. Hasil klasfikasi (a) MLC, (b) orientasi objek level 1, (c) orietasi objek level 2 dan (d) orientasi objek level 3 Gambar 6a. menyajikan hasil klasifikasi MLC berdasarkan piksel tunggal. Sebagai hasilnya, citra terklasifikasi hanya mampu membedakan kelas HTI, hutan alam dan tanah terbuka. Klasifikasi ini setara dengan level 2 di eCognition. Hasil klasifikasi ini juga membentuk gambar salt and pepper atau banyak kumpulan kecil (<10 piksel) menyebar dalam citra terklasifikasi. Pada gambar 6b, 6c dan 6d dapat dilihat hasil klasifikasi berorienbtasi objek yang mempunyai jumlah kelas lebih banyak (detil) pada tingkat yang lebih tinggi yaitu pada level 3, dimana kelas HTI dapat dibedakan lagi berdasarkan jenis tanamannya yaitu Acacia mangiun dan Acacia Crasicarpa. Pada tiap level klasifikasi berdasarkan objek dibantu juga oleh pengetahuan interpreter, sehingga hasilnya lebih real dengan kondisi aktual di lapangan.
7
4.1 Ketelitian Klasifikasi Selain prosedur segmentasi, nilai ketelitian juga merupakan pembeda dasar antara klasifikasi MLC dan klasifikasi berorientasi objek, nilai acurasi ini disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Ketelitian Klasifikasi MLC dan Orientasi Objek No.
Metode
1.
MLC
2.
Orientasi Objek
Kelas HTI Hutan Alam Tanah Terbuka Level 1 Hutan Non Vegetasi Level 2 HTI Hutan Alam Level 2 A. mangium A. cracicarpa
Producer’s Accuracy 96.00 88,2 100
User’s Accuracy 92,3 93,8 100
OverAll Accuracy
Kappa Accuracy
93,3
87,6
100 100
100 100
100
100
100 100
100 100
100
100
100 88,9
88,9 100
94,1
88,3
Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai akurasi yang dicapai cukup tinggi (lebih besar dari 85 %). Akurasi pada MLC menghasilkan nilai akurasi total dan nilai kappa total hanya pada satu level tahapan, sehingga untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi/baik harus dilakukan klasifikasi ulang. Pada klasifikasi berorientasi objek nilai akurasi didapat pada setiap level klasifikasi, hal ini memudahkan interpreter untuk mengetahui secara detil dan terstruktur ketelitian yang dihasilkan, sehingga hasil klasifikasi dapat disempurnakan pada level yang diinginkan, baru dilanjutkan pada level berikutnya. V. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa klasifikasi berorientasi objek lebih baik dan lebih tegas dalam diskriminasi tegakan hutan HTI. Diskriminasi dapat dilakukan pada berbagai level hirarki dan pengetahuan tambahan atau interpreter dapat diberikan pada setiap level hirarki. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Proyek Penelitian Hibah Bersaing XII - DP3M DIKTI dan PT HTI Wirakarya Sakti Jambi atas dukungan finansial dan fasilitas selama penelitian ini berlangsung.
8
DAFTAR PUSTAKA Definiens Imaging, 2003. Ecognition Profesional User Guide München http/www.definiens-imaging.com.
3: Definiens Imaging GmbH,
Jensen, J. R. 1996, Introductory Digital Image Processing ; A Remote Sensing Perspective, Second Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River. New York. Richards JA. 1993. Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction. Berlin: SringerVerlag. Willhauck G.. 2000. Comparison of object oriented classification techniques and standard image analysis for the use of change detection between SPOT multispectral satellite images and aerial photos. Technical University Munich, Faculty of Forestry. Germany
9