DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI POLDA KALTENG Putu Yudha Prawira1, Prija Djatmika2, Bambang Sugiri3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang Abstract Police of the Republic of Indonesia has extremely broad authority to enforce the law and ensure the security and public order. Police task could not be carried out only relying on legislation, because the Act only contains the basic rules in their practices are always dependent on the context of community. Therefore the police were given the authority to police discretion, which is a concept of granting authority to take action based on considerations of conscience or the police who were on duty Police institutional considerations. In criminal cases of drug abuse that is currently flourishing circulation and modus operandi that increasingly diverse, the police are required to develop its own law enforcement strategies. However, behind it should also be some form of supervision and control over the policing actions in order to reduce the possibility of abuse of discretion, so that the negative impact of the implementation of discretion does not lead to inequities in law enforcement and the deterioration of the police authority. Keywords: Police discretion, Investigations, Crime Drug
Abstrak Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang sangat luas dalam menegakan hukum dan menjamin keamanan serta ketertiban masyarakat. Tugas Kepolisian tersebut tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan peraturan perundangundangan, karena Undang-undang hanya memuat aturan pokok yang dalam praktik penegakannya selalu tergantung pada konteks masyarakatnya. Oleh karena itu Polisi diberi kewenangan melakukan diskresi Kepolisian, yakni sebuah konsep pemberian otoritas untuk melakukan tindakan berdasarkan pertimbangan hati nurani polisi yang sedang bertugas ataupun pertimbangan institusi Kepolisian. Dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang saat ini peredarannya semakin marak dan modus operandinya yang semakin beragam, polisi dituntut mengembangkan strategi penegakan hukumnya sendiri. Namun, dibalik itu perlu juga adanya suatu bentuk pengawasan dan pengendalian tindakan pemolisian tersebut agar bisa mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan diskresi, supaya dampak negatif dari pelaksanaan diskresi itu tidak mengakibatkan ketidakadilan dalam penegakan hukum dan kemerosotan wibawa polisi. Kata Kunci: Diskresi Kepolisian, Penyelidikan, Tindak Pidana Narkoba
1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Pembimbing I, Dosen Bidang Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 3 Pembimbing II, Dosen Bidang Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 2
1
PENDAHULUAN
telah mendorong peningkatan kejahatan transnasional, mulai dari pencucian uang, perdagangan dan peredaran narkoba, perdagangan ilegal manusia, sumber alam dan senjata, terorisme serta cyber crimes.
Maraknya tindak pidana dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, salah satunya disebabkan kondisi perekonomian
Indonesia
memasuki Berkaitan dengan tindak pidana
masa-masa sulit, khususnya pasca krisis
narkoba, khususnya perdagangan dan
global. Dampak negatif dari krisis
peredaran gelapnya di Indonesia saat ini
tersebut tidak saja menyebabkan angka kemiskinan
semakin
meningkat
bersamaan
dengan
banyaknya
membuat tidak
pidana,
mulai
konvensional kejahatan
angka
dari
(street yang
ditandai
merambah
diberi
pada Polri
telah
memprediksi
saja
di
kalangan
ekonomi
Jadi pada saat ini penyalahgunaan
aktivitas
jauh-jauh
fenomena
tidak
sampai dengan anak-anak usia sekolah. narkoba telah menyebar hampir pada
kehidupan manusia. Tidak berlebihan apabila
pun
mengkonsumsinya mulai dari yang tua
peningkatan
seluruh
kota-
menengah ke bawah. Begitu juga yang
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi
ke
mempunyai uang, tetapi juga telah
pidana
semakin
dengan
merambah
Penyalahgunaannya
peluang dengan hadirnya era globalisasi, yang
“gelap-
dilakukan oleh mereka-mereka yang
tindak
tampaknya
secara
ke tingkat kecamatan dan desa-desa.
hingga
internasional (transnational crime). tersebut
beredar
kota/kabupaten, bahkan sudah sampai
kejahatan
berkarakteristik
Perkembangan
lagi
sudah
tindak
crime)
bangsa
terselubung” di kota-kota besar, tetapi
namun yang lebih memperihatinkan meningkatnya
elemen
prihatin. Karena, tindak pidana narkoba
perusahaan yang berhenti beroperasi, adalah
seluruh
semua
hari
lapisan
dan
tingkat
sosial
masyarakat.
tersebut
Kondisi
sebagaimana tertuang dalam Rencana
demikian
diperlukan
penanganan yang serius dari pemerintah,
Strategis (Renstra) Polri 2005-2009
khususnya aparat penegak hukum. Polisi
yang menyatakan:
dalam hal ini sebagai aparat penegak
Globalisasi tidak lagi mengenal hambatan mobilitas antar negara,
hukum 2
dituntut
untuk
mampu
3
menyibak
belantara
tindak
pidana
tepat itu tentu saja dilatarbelakangi atas
narkoba di masyarakat dan menemukan
sebuah
pertimbangan
pelakunya.
dengan
adanya
Polisi
harus
melakukan
serta
disertai
pertanggungjawaban.
serangkaian tindakan untuk mencari dan
Pelaksanaannya pun relatif lebih berasal
menemukan bukti-bukti guna membuat
dari subjektif petugas Polisi tersebut,
terang tindak pidana ini, sehingga dapat
namun
meningkatkan suasana aman, tertib serta
penggunaanya
mencegah
kepentingan yang lebih besar dan lebih
kualitas
degradasi sumber
Indonesia
moralitas
daya
khususnya
dan
manusia bagi
di
demikian
latarbelakang
tentu
harus
atas
luas (kepentingan umum).
generasi
Berkaitan
dengan
diskresi
penerus bangsa sebagai generasi yang
kepolisian dalam lingkup penyidikan
melanjutkan
terhadap
estafet
pembangunan
bangsa dan negera ini. Peran
penting
pidana
diperlukan.
Polri
sebagai
narkoba
Akan
tetapi,
terkadang
Polisi dihadapkan pada suatu keputusan dimana ia harus memilih suatu tindakan terkadang
di
luar
batas
kewenangannya dan di luar komando pimpinanannya.
Pada
situasi-situasi
tertentu, seorang Polisi harus mampu mengambil sebuah keputusan yang tepat atau
lebih
dikenal
dengan
istilah
“diskresi4”. Keputusan yang cepat dan
4
narkoba
kerap
kali
terjadi
dalam
rangka
penyelesaian atau pengungkapan tindak
sangat
dalam menghadapi situasi di lapangan,
yang
pidana
merupakan salah satu fenomena yang
penegak hukum untuk “memerangi” tindak
tindak
Dalam UU Polri telah mengenalkan konsep diskresi kepolisian. Pasal 18 Polri menyebutkan: “(1) Untuk
kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundangundangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Selanjutnya, Penjelasan Pasal 18 ayat (1) menyebutkan: Yang dimaksud dengan “bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum”.
4
pidana ini. Pola atau cara demikian
penggunaan diskresi dalam kaitannya
dilakukan, karena penyelidikan terhadap
dengan penyelidikan dan penyidikan
tindak
memiliki
yang terselubung. Penggunaan diskresi
kekhususan/kekhasan dibanding dengan
yang demikian oleh penyelidik ataupun
tindak pidana lainnya. Tindak pidana
penyidik
narkoba merupakan extra ordinary crime,
penyelidikan
yang
mengungkap
pidana
narkoba
mempunyai
jaringannya
ciri
terselubung,
luas,
serta
pengungkapannya.
sulit
dalam dan
rangka
kegiatan
penyidikan tindak
guna pidana
penyalahgunaan narkoba.
Karenanya
Bertitik tolak dari penjelasan di
diperlukan penanganan yang berbeda
atas, menjadi satu alasan bagi penulis
pula dari tindak pidana konvensional.
untuk menganalisis penerapan atau
Memperhatikan dalam
materi
kewenangan
diskresi
kepolisian dalam tahapan penyelidikan
Narkotika
tindak pidana penyalahgunaan narkoba.
(selanjutnya disebut UU Narkotika)
Pengetahuan atas praktik hukum seperti
maupun Undang-Undang Nomor 5
itu menjadi penting baik untuk kalangan
Tahun
Psikotropika
pencari keadilan, praktisi, maupun untuk
(selanjutnya disebut UU Psikotropika),
kalangan akademisi, karena dari praktik
kasus-kasus
memiliki
hukum itu akan dapat diketahui sejauh
kekhususan dalam penyelidikan dan
mana pemahaman dari aparat kepolisian
penyidikan, yakni menggunakan cara
atas konsep hukum dan aturan hukum
“undercover bay” atau “penjebakan”5.
yang melingkupi kewenangan “diskresi”
Inilah
pada anggota Polri.
2009
1997
salah
Tentang
Tentang narkoba
satu
Nomor
pelaksanaan
35
Tahun
Undang-Undang
pasal
pendekatan
Aparat kepolisian, dalam hal ini 5
Kata penjebakan, memiliki kata dasar “jebak”. Kamus Indonesia Inggris, menyamakan kata “jebak” dengan istilah “trap, frame, sedangkan penjebakan disamakan dengan peristilahan trapping, snaring, trapping spot”. Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris, Penerbit Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 238.
penyelidik, di dalam praktik penegakan hukum
masih
kurang
mampu
memahami konsep hukum maupun aturan hukum yang berlaku. Dalam penggunaan kewenangan diskresi masih banyak yang bertentangan dengan asas
5
spesialitas maupun asas rasionalitas.
karena alasannya yang subyektif dan
Kewenangan
abstrak (yaitu demi kepentingan umum)
diskresi
bukanlah
kewenangan yang tidak tanpa batas, dan
sangat
oleh
penyalahgunaan wewenang atau abuse of
karenanya
dalam
penggunaan
wewenang harus memperhatikan tujuan wewenang
tersebut
diberikan
dimungkinkan
terjadi
power atm' detournement de pouvoir.
(asas
Oleh
karena
itu
untuk
spesialitas) dan kode etik. Pengawasan
menciptakan diskresi polisi yang dapat
yang
dipertanggungjawabkan
dapat
dilakukan
atas
kinerja
kepolisian dalam melaksanakan fungsi
berorientasi
penyelidikan
dapat
penegakan hukum pidana yang dalam
dilakukan oleh lembaga internal maupun
pelaksanaan diskresi polisi itu sangat
eksternal.
menyentuh hak asasi manusia. Maka,
Diskresi
dan
penyidikan
sebagai
salah
satu
pada
hendaknya hakikat
guna menciptakan tindakan diskresi
wewenang yang diberikan kepada Polri
polisi yang berkualitas
juga
dipertanggungjawabkan
merupakan
penegakan
upaya
hukum,
pencapaian
itu
kemahiran
merupakan kelengkapan dari sistem
profesionalisme
yang
pengaturan oleh hukum itu sendiri.
petugas
Kewenangan Diskresi Polisi adalah
persoalan-persoalan
kewenangan
Masyarakat.
kepentingan
diskresi
atau dapat
dibutuhkan
untuk
dan
bertindak
umum
demi
berdasarkan
tujuan
setiap
wewenang
dan
tinggi
kali
pada
memahami di
dalam
Mengingat diskresi
sangat
beratnya
yang
diberikan
penilaian sendiri atau suatu keputusan
kepada polisi itu, maka polisi dituntut
atau tindakan polisi yang dengan sadar
tidak hanya pertimbangan pengabdian
tidak
dan
melakukan
kewajiban
atau
kewajiban
berdasarkan
alasan-alasan
tertentu
yang
dapat
dukungan intelektual atau kecerdasan
dipertanggungjawabkan
terhadap
yang memadai serta jiwa juang atau
pemberian
pejuang profesionalisme yang tangguh
wewenang Diskresi itu adalah refleksi
agar hasilnya benar-benar efektif dan
pencapaian penegakan hukum, namun
efisien.
itu.
Meskipun
tetapi
segera
tugasnya
hukum
menyelesaikannya
untuk
dibutuhkan
6
Berdasarkan
pada
pemahaman
uraian latar belakang tersebut, guna
perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu”.6
membantu penulis untuk menganalisa
Substansi juga berarti produk
penerapan diskresi kepolisian dalam
yang dihasilkan oleh orang yang
penyelidikan
pidana
berada di dalam sistem hukum itu,
penylahgunaan narkoba, maka penulis
mencakup keputusan yang mereka
melaksanakan
analisis
keluarkan, aturan baru yang mereka
penerapan kewenangan diskresi tersebut
susun. Substansi juga mencakup living
pada Kepolisian Daearah Kalimantan
law (hukum yang hidup), dan bukan
Tengah
hanya aturan yang ada dalam kitab
tindak kegiatan
(selanjutnya
disebut
Polda
Kalteng) dengan memfokuskan pada isu
undang-undang
hukum yang akan dianalisis, yaitu
Komponen substantif yaitu sebagai
penerapan diskresi kepolisian dalam
output dari sistem hukum yang
penyelidikan
berupa
tindak
pidana
penyalahgunaan narkoba.
atau
law
books.
peraturan-peraturan,
keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.7
PEMBAHASAN 1. Faktor
yang
Melatarbelakangi
Terkait
dengan
penerapan
Penyelidik pada Satuan Narkoba
diskresi dalam rangka pelaksanaan
Polda Diskresi
Kalteng
Menerapkan
penyelidikan
guna
mengungkap
dalam
Penyelidikan
pelaku tindak pidana penyalahgunaan
Penyalahgunaan Narkoba.
narkoba beserta jaringannya, telah
Substansi Hukum yang Memadai
diatur
Menurut
Friedman,
dalam
hukum
positif
di
“die
Indonesia. Adanya substansi hukum
substance is composed of substantive rules
menjadi landasan dan syarat-syarat
and rules about how institutions should be
legitimasi bagi implementasi legalitas
have'”. Jadi, yang dimaksud dengan substansi
menurut
Friedman
adalah “aturan, norma dan pola
6
Jos Jaya, Substansi Hukum (Legal Substance), Posting Tanggal 25 Mei 2011, http://id.shvoong.com, diakses tanggal 25 November 2012. 7 Ibid.
7
hukum khususnya bagi Kepolisian
Mengutamakan
dalam
Umum
pelaksanaan
kewenangan
diskresi Kepolisian. Oleh karena itu, Sukarmin menjelaskan bahwa: Adanya substansi hukum yang memadai, dapat memberikan dukungan bagi penyelidik pada Satuan Narkoba Polda Kalteng untuk menerapkan diskresi dalam rangka pelaksanaan penyelidikan guna mengungkap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba beserta jaringannya. Diskresi Kepolisian diatur dalam ketentuan hukum yang ada di Indonesia, khususnya diatur dalam UU Kepolisian RI dan KUHAP.8
Kepentingan
Secara umum dapat dikatakan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan dan/atau
bangsa
dan
kepentingan
Negara
masyarakat
luas. Betapa luasnya pengertian yang terkandung
dalam
kepentingan
umum tersebut. Kalau kepentingan umum
itu
adalah
kepentingan
masyarakat luas, berapa luaskah? Kalau kepentingan umum itu adalah kepentingan rakyat banyak, berapa banyakkah?
Kalau
kepentingan
umum itu adalah kepentingan Bangsa Selanjutnya,
menurut
Sukarmin menjelaskan bahwa: Agar penerapan diskresi Kepolisian tidak dipandang sebagai alat rekayasa dari aparat Kepolisian untuk memperoleh keuntungan pribadi (khususnya bagi penyelidik di Satuan Narkoba Polda Kalteng), maka penerapannya harus dilandasi dasar hukum yang kuat.9
dan Negara apakah kepentingan umum itu sama dengan kepentingan Pemerintah
dan
apakah
kepentingan
Pemerintah
kepentingan
umum?
luasnya umum
pengertian sehingga
setiap adalah
Sedemikian kepentingan
segala
macam
kegiatan dapat dimasukkan dalam kegiatan demi kepentingan umum. Tidak dapat disangkal bahwa
8
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012. 9 Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
tindakan Pemerintah harus ditujukan kepada
pelayanan
memperhatikan
dan
kepentingan
orang
umum, melindungi banyak
(kepentingan umum). Memang itulah
8
tugas
Pemerintah,
kepentingan
sehingga
umum
merupakan
kepentingan atau urusan Pemerintah. Mengingat
seperti
yang
diuraikan di atas bahwa tindakan
lebih
penting
atau
utama
kepentingan-kepentingan harus
berdasarkan
dari
lain
hukum
itu dan
mengenai sasaran atau bermanfaat. Jadi
kepentingan
Pemerintah harus ditujukan kepada
adalah
pelayanan umum dan memperhatikan
didahulukan
serta melindungi kepentingan umum,
kepentingan yang lain dengan tetap
sedangkan
masyarakat
memperhatikan proporsi pentingnya
kepentingan-
dan tetap menghormati kepentingan-
banyak
di
dalam
terdapat
kepentingan, maka dari sekian banyak kepentingan-kepentingan dipilih
dan
dipastikan
harus ada
kepentingan
umum
yang
dari
harus
kepentingan-
kepentingan lain. Mengingat akan perkembangan masyarakat
pada
era
globalisasi
kepentingan-kepentingan yang harus
sekarang ini, diiringi dengan berbagai
didahulukan atau diutamakan dari
dampak yang timbul baik yang
kepentingan-kepentingan yang lain.
bersifat
Jadi
Dampak positif tentu membawa
ada
kepentingankepentingan
positif
yang dianggap lebih penting atau
pengaruh
utama dari kepentingankepentingan
perkembangan
lainnya.
sedangkan
maupun
yang dampak
baik
negatif. bagi
masyarakat, yang
negatif
Pelbagai kepentingan itu harus
membawa pengaruh yang negatif
dipertimbangkan, ditimbang-timbang
pula bagi perkembangan masyarakat.
bobotnya
Salah satu dampak negatif dari
(seimbang) menghormati
secara
proporsional
dengan
tetap
perkembangan Negara Indonesia saat
masingmasing
ini adalah fenomena tindak pidana
kepentingan-kepentingan
dan
dalam berbagai bentuk. Sebut saja
kepentingan yang menonjol itulah
yang sekarang sedang meningkat dan
kepentingan umum. Sudah tentu
menjadi perhatian bersama adalah
tindakan
tindak
Pemerintah
dalam
menentukan kepentingan mana yang
pidana
penyalahgunaan
narkoba. Oleh karena itu, bangsa
9
Indonesia saat
ini fokus untuk
Tengah), mengingat tindak pidana ini sangat berbahaya dan mempunyai trend perkembangan modus operandi yang semakin canggih. Oleh karena itu, Polda Kalteng dalam menyikapi kondisi demikian perlu melakukan upaya atau langkah yang bersifat khusus pula untuk menekan, memberantas tindak pidana penyalahgunaan narkoba.10
memberantas tindak pidana ini yang dapat
merusak
sebagai
generasi
penerus
bangsa
pembangunan
dimasa mendatang. Berbagai upaya dilakukan
demi
terjaminnya
kepentingan
umum
(masyarakat),
sehingga
tindak
penyalahgunaan
pidana
narkoba
dapat Untuk
diminimalisir bahkan diberantas yang pada akhirnya memberikan rasa bagi masyarakat dari bahaya narkoba.
kewenangan
keamanan serta ketertiban Negara pada umumnya dan di Kalimantan Tengah pada khususnya dari bahaya penyalahgunaan
narkoba, maka dalam penanganan tindak pidana ini diperlukan polapola
khusus
ataupun
dalam
Selanjutnya,
juga
Dalam pelaksanaan diskresi Kepolisian di Polda Kalteng tidak untuk memenuhi kepentingan pribadi, kelompok atau organisasi melainkan harus
Menurut
Sukarmin menjelaskan bahwa: Hal ini dapat diimplementasikan oleh Polda Kalteng melalui penyelidikan dengan pola khusus, dan ini merupakan “tindakan lain” dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan (diskresi). Dilakukan semata-mata untuk kepentingan umum (khususnya masyarakat di Kalimantan
Sukarmin
menjelaskan bahwa:
penyelidikan
penyidikannya.
tersebut,
Pelaksanaan ketentuan ini (tindakan lain-diskresi Kepolisian) hanya dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.11
tersebut, maka untuk mewujudkan
pidana
diskresi
Sukarmin menjelaskan bahwa:
Bertitik tolak dari pemahaman
tindak
menerapkan
10
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012. 11 Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
10
dapat mengakomodir kepentingan umum, keadilan, kemanusiaan yang terjadi pada situasi atau kondisi yang bersifat mendesak serta harus didasari dengan hati nurani, etika profesi dan moral.12 2. Upaya
Polda
Mengantisipasi Penyelidik
dan
yang
Kalteng Menindak Melakukan
Penyimpangan
Diskresi
dalam
Penyelidikan
Penyalahgunaan
Etik
Kabag Kalteng
Dari pasal tersebut, Sukarmin menyimpulkan
bahwa:
“Diskresi
merupakan kewenangan, yang mana kewenangan ini diwujudkan dalam tindakan
Kepolisian
yang
harus
dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum dan norma yang berlaku”. 13 Namun, Sukarmin juga menjelaskan Keberadaan wewenang tersebut mempunyai sisi negatif, yang mana diskresi Kepolisian sangat rentan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan oleh oknum petugas sehingga perlu diberikan batasan dan pengawasan. Untuk mengurangi potensi penyimpangan, maka lingkup diskresi harus diberikan batasan yang tegas. Batasan itu adalah diskresi harus dilakukan hanya atas dasar pertimbangan kepentingan umum. Aspek terpenting dalam pengambilan diskresi adalah pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban dimaksud meliputi pertanggungjawaban
Binopsnal
Sukarmin yang
Polda
mengatakan
memperkenankan
anggota Polri mengambil diskresi diatur dalam Pasal 18 Kepolisian RI. Pasal 18 ayat (1) memang tidak definitive menyebut istilah “diskresi”, tetapi
“bertindak
menurut
penilaiannya sendiri”. Selanjutnya, (2)
menegaskan
syarat
pelaksanaan diskresi, yaitu “dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan perundang-undangan,
12
Negara
Republik Indonesia”.
Diskresi Polisi Harus Dibatasi
ayat
Kepolisian
bahwa:
Narkoba
aturan
Profesi
peraturan serta
Kode
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
13
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
11
hukum, etik, dan disiplin.14
itu
Oleh karena itu, Sukarmin berpendapat
bahwa:
“Pimpinan
sangat penting untuk memberikan pengarahan
kepada
petugas
di
lapangan agar tidak menyalahgunakan diskresi
serta
memastikan
penerapan
agar
diskresi
dipertanggungjawabkan melanggar
dan
asas-asas
tidak umum
dalam
yang
Diskresi
mencapai
pemolisian
dalam
rangka
mewujudkan suatu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta dapat dikatakan fungsional dalam masyarakat, maka Polri harus dapat berfungsi sebagai bagian dari tata kehidupan masyarakat tersebut dan keberadaannya dibutuhkan serta dukungan
dari
warga
masyarakat yang dilayaninya. Untuk
berperan dalam menghadapi suatu permasalahan
yang
sedang
dihadapinya, apakah saat itu ia lebih tepat berperan sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat atau sebagai penegak hukum yang harus
menegakkan
hukum
yang
berlaku atau dapat juga sebagai masyarakat. profesi Kepolisian maka akan terlihat bagaimana uniknya profesi tersebut serta betapa rumitnya tugas yang harus diembannya. Setiap anggotanya setiap saat dihadapkan pada berbagai permasalahan dengan banyak pilihanpilihan
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012. 15 Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
tindakan
sebagai
hash
keputusannya yang harus diambil dalam waktu yang segera atau tidak dapat
ditunda-tunda
bahkan
terkadang pengambilan keputusan tersebut
14
dapat
Apabila dipahami makna dari
efektif
mendapat
harus
menentukan dengan tepat dimana ia
Kepolisian Untuk
Polri
pelindung, pengayom dan pelayan
pemerintahan yang baik”.15 Pengawasan
anggota
merupakan
hash
keputusannya sendiri tanpa adanya masukan atau saran dari rekan, atasan atau masyarakat yang dikarenakan tingkat
kesegeraan
yang
tinggi.
Kapasitas petugas Kepolisian untuk
12
memilih di antara sejumlah tindakan
atas, bahwa bentuk dari diskresi itu
legal atau tidak legal, atau bahkan
sendiri dapat dikelompokkan menjadi
tidak melakukan tindakan sama sekali
dua yang terdiri dari: 1) diskresi yang
pada saat mereka menjalankan tugas
dilakukan bersifat individual yakni
didefinisikan sebagai diskresi polisi.
pelaksanaan diskresi yang dilakukan
Banyak
faktor
mempengaruhi
yang
pertimbangan
oleh petugas Polisi di lapangan berdasarkan
pengetahuan
dan
dilakukannya tindakan diskresi oleh
pengertiannya yang dianggap benar,
petugas
biasanya
polisi
dalam
bermacam-macam
menangani pelanggaran
pelaksanaan
penerapannya
di
dan lapangan
hokum, namun terdapat kelemahan
berdasarkan situasi dan keadaan yang
sistem kontrol atau pengawasan dan
darurat (emergency) sehingga tanpa
pengendalian
dilakukan pengamatan atau penelitian
terhadap
tindakan
diskresi yang dilakukan oleh anggota
mendalam
Polisi. Seperti yang disampaikan oleh
diputuskannya tersebut; 2) diskresi
Sukarmin:
yang lakukan bersifat organisasi,
Lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian, kurangnya gaji, dukungan anggaran untuk operasional yang tidak memadai dan adanya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan organisasi/pribadi berdampak pada tindakan diskresi yang dilakukan petugas polisi akan menjurus menjadi korupsi dan social cost-nya harus dibayar mahal oleh polisi antara lain buruknya citra polisi di mata masyarakat.16 Sebagaimana telah dijelaskan di 16
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
terhadap
apa
yang
biasanya yang menjadi pedoman adalah kebijakan dari birokrasi yang berlaku. Menurut
Sukarmin,
menjelaskan bahwa: Selama ini tindakan diskresi Kepolisian yang diambil oleh anggota Polri khususnya yang bersifat individual, pengawasannya belum jelas sehingga bentuk tindakan diskresi Kepolisian dengan sifat individual yang dilakukan oleh anggota polisi tersebut cenderung berkonotasi negatif. Sedangkan tindakan diskresi Kepolisian yang dilakukan oleh anggota Polri yang dalam
13
kapasitasnya mewakili organisasi berpedoman pada suatu hasil dari kebijaksanaan dari birokrasi yang berlaku, hal tersebut dapat melalui suatu pengamatan atau penelitian dan pembahasan yang mendalam tentang apa yang akan diputuskan sebagai bentuk tindakan diskresi yang akan dilakukannya sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk pengawasannya.17 Penegakan
Peraturan
Disiplin
Anggota Polri dan Kode Etik yang
bertujuan
untuk merekayasa kasus dan diskresi Kepolisian
yang
mengarah
pada
korupsi polisi merupakan jenis dan bentuk Oleh
tindakan
maladministrasi.
Senaryati
Hartono
“maladministrasi” diartikan secara umum, yaitu: Sebagai perilaku yang tidak wajar (termasuk penundaan pemberian pelayanan), kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk 17
Berpijak administrasi
dari yang
arti
mal
dikemukakan
tersebut dapat ditarik pemahaman, bahwa “mal administrasi” adalah
Profesi Polri Penjebakan
penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta tidak masuk akal, atau berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive dan diskriminatif.18
Hasil Wawancara dengan Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng, Tanggal Wawancara: 26 November 2012.
suatu
tindakan
administrasi
atau
oleh
perilaku
penyelenggara
administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian pelayanan umum
yang
menyimpang
dan
bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan
penyalahgunaan
wewenang (detournement de pouvoir) yang
atas
tindakan
menimbulkan ketidakadilan dengan kesalahan 18
tersebut
kerugian bagi
kata dalam
lain
dan
masyarakat, melakukan
penyelenggaraan
Senaryati Hartono, Panduan Investigasi Untuk Ombudsman Indonesia, Penerbit Komisi Ombudsman Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 6.
14
administrasi.
yang
Secara teoritis, mal administrasi
janggal,
menyimpang,
sewenang-wenang,
melanggar
dapat terjadi akibat adanya tindakan
ketentuan,
hukum pemerintah atau administrasi
wewenang atau keterlambatan yang
negara, yang dalam negara hukum
tidak
setiap tindakan hukum pemerintah
kepatutan”.20
tersebut harus selalu didasarkan pada asas
legalitas
perlu
dan
Tindakan
pelanggaran maladministrasi
perundang-
memiliki kaitan erat dengan sikap dan
undangan yang berlaku. Kategori mal
perilaku penyelenggara administrasi
administrasi, bahwa tindakan hukum
negara
dimaksud
subyek hukum, yang secara teori
kaidah
atau
penyalahgunaan
bertentangan atau
norma
dengan dalam
(pemerintahan)
pemerintah
memiliki
sebagai kedudukan
menjalankan pemerintahan termasuk
khusus, sebagai satu-satunya pihak
norma hukum, sehingga menurut
yang
Soenaryati Hartono, menjelaskan:
mengatur
Tindakan atau perilaku mal administrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dan prosedur atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat negara atau aparat penegak hukum, tetapi juga dapat merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtsmatige overheidsdaad), detournement de pouvoir atau detournement de procedure yang sudah lama (sejak tahun 1924) dikenal oleh hukum Indonesia.19 Komisi
diserahi
kewajiban
dan
untuk
menyelenggarakan
kepentingan umum di mana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada
pemerintah
diberikan
membuat
peraturan
wewenang
perundang-undangan, menggunakan paksaan
pemerintah,
atau
menerapkan sanksi-sanksi hukum, sehingga pemerintahan
penyelenggara memiliki
pengaruh
yang sangat dominan.
Ombudsman
Apabila
wewenang
tersebut
Nasional juga memberi indikator
melekat suatu tanggungjawab atau
bentuk-bentuk
akuntabilitas
maladministration,
antara lain: “melakukan tindakan 19
Ibid.
kepada
masyarakat,
sehingga tindakan maladministrasi 20
Ibid, hlm. 35-36.
15
sebagai
tindakan
dengan
kehendak
tindakan tolak
bertentangan rakyat,
maladministrasi ukur
maka sebagai
moralitas
diterima”.21
suatu
Dapat untuk
disimpulkan,
mewujudkan
bahwa
pemerintahan
yang baik, harus mampu mencegah
pemerintahan, dimana pemerintahan
dan
dinilai baik apabila tidak terjadi
maladministrasi
maladministrasi, dan dinilai buruk
penyelenggaraan pemerintahan, dan
apabila pemerintahan banyak terjadi
tindakan maladministrasi merupakan
penyimpangan-penyimpangan
tindakan yang bertentangan dengan
masuk
pada
rincian
yang
tindakan
dalam
Berpijak
dari
maladministrasi
indikator
sangat bertentangan dengan konsep
dilakukan
good governance, karena esensi good
administrasi
negara
governance sebagai kaidah etika atau
disebutkan
di
moral
maladministrasi
dalam
pemerintahan
penyelenggaraan untuk
mewujudkan
tindakan
moral dan hukum.
maladministrasi di atas. Tindakan
menghindarkan
indikator-
maladministrasi oleh
yang
penyelenggara sebagaimana
atas,
tindakan dalam
penyelenggaraan Kepolisian dapat
pemerintahan yang baik, sedangkan
terjadi
maladministrasi nyata-nyata sebagai
eksternal. Secara internal dalam arti
tindakan
berada di bawah kendali manajemen
administrasi
yang
secara
internal
bertentangan dengan etika atau moral
lembaga
dan hukum. Sebagaimana dikatakan
eksternal adalah yang berada di luar
oleh SF Marbun, bahwa “sikap
kendali manajemen.
tindak administrasi negara dalam
Kepolisian,
maupun
Keluarnya
sedangkan
Peraturan
menjalankan fungsinya melaksanakan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003
pelayanan publik, harus tetaplah
Tentang Peraturan Disiplin Anggota
berdasarkan hukum yang berlaku dan
Polri dan Keputusan Kapolri No.
prinsip-prinsip hukum umum yang 21
SF. Marbun, dkk, Dimensi-dimensi Hukum Administrasi Negara, Penerbit UII Press, Cet-1 Yogyakarta, 2001, hlm. 285.
16
Pol.: Kep/32/VII/2003 tanggal 1
dimungkinkan mengandung aspek
Juli 2003 tentang Kode Etik Profesi
hukum lain seperti pidana, perdata
Polri yang telah diganti Peraturan
maupun
hukum
Kepala Kepolisian RI No. Pol. 7
sehingga
memiliki
Tahun 2006 telah mengakomodir
mekanisme yang berbeda satu sama
indikator-indikator
lain.
tindakan
maladministrasi
Kepolisian,
Jika
administrasi, konsep
dipahami
komprehensif,
dan secara
bahwa
tindakan
walaupun tidak secara jelas dan tegas
maladministrasi Kepolisian ini masuk
memaknai tindakan yang dirumuskan
pada
dalam
dimaksud
bertentangan atau tidak didasarkan
merupakan tindakan maladministrasi.
pada asas-asas umum pemerintahan
pasal-pasal
Beberapa
pasal
mengakomodir
kategori
tindakan
yang
yang
yang baik (algemene beginselen van
indikator
behoorlijk bestuur) sebagaimana telah
maladministrasi Kepolisian, seperti
diuraikan sebelumnya.
diformulasikan dalam Pasal 4, Pasal
Oleh
5, dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah
maladministrasi
Nomor 2 Tahun 2002 dan dalam
merupakan suatu bentuk pelanggaran
Keputusan
No.Pol.:
yang bertentangan dengan moral dan
Kode
hukum, karena ada suatu kewajiban
Kapolri
Kep/32/VI/2003
Tentang
karena
tindakan Kepolisian
Etik Profesi Polri terutama dalam
yang
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan
menjalankan tugas dan wewenang
Pasal 9. Dengan demikian tindakan
Kepolisian,
maladministrasi Kepolisian masuk
Kepolisian
dalam dua kategori, yakni melanggar
sesuai atau menyimpang dart norma
peraturan disiplin dan melanggar
hukum yang menjadi dasar tindakan
kode etik profesi Kepolisian.
tersebut dilakukan dan bertentangan
Namun demikian aspek yuridis
tidak
itu
dijalankan sehingga
yang
dalam tindakan
dilakukan
tidak
dengan etika profesi yang merupakan
tindakan maladministrasi Kepolisian
komitmen
moral
dalam
tidak terbatas pada norma yang ada
menyelenggarakan Kepolisian.
dalam kedua peraturan dimaksud,
Tanggunggugat
Tindakan
17
Kepolisian
Terhadap
Penyalahgunaan
Wewenang
Kepolisian
wewenang
tindakan
Kepolisian yang melanggar hukum,
walaupun
jabatan Kepolisian ini melekat pada setiap
Tanggunggugat
Kepolisian,
anggota
Kepolisian
tidak
mengenal waktu selama masih dinas Kepolisian.
melekat pada lembaga Kepolisian
Dengan
demikian
tindakan
maupun pribadi (individu) aparatur
Kepolisian yang bertentangan dengan
Kepolisian. Melekat tanggunggugat
peraturan perundang-undangan dan
lembaga ketika pelanggaran hukum
norma yang dirumuskan dalam asas-
dilakukan oleh aparatur Kepolisian
asas umum pemerintahan yang baik
dalam rangka menjalankan tugas dan
maupun
wewenang
dan
masuk kategori perbuatan melanggar
atau
hukum (Pasal 53 ayat (2) Undang-
penderitaan bagi rakyat, oleh karena
Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo
itu akibat yang timbul dan tindakan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun
tersebut
2004 tentang Peradilan Tata Usaha
lembaga
menimbulkan
kerugian
melekat
tanggunggugat
lembaga.
peraturan
kebijaksanaan
Negara).
Akan tetapi apabila kesalahan
Hal
ini
juga
diatur
tersebut dengan sengaja dilakukan
ditegaskan
oleh
ketika
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003
menjalankan tugas dan wewenangnya
Tentang Peraturan Disiplin Anggota
dengan tindakan sewenang-wenang
Kepolisian
Negara
Republik
maupun penyalahgunaan wewenang
Indonesia,
Peraturan
Pemerintah
sehingga bertentangan dengan asas-
Nomor 3 Tahun 2003 Tentang
asas umum pemerintahan yang baik
Pelaksanaan
dan menimbulkan kerugian bagi
Peradilan
rakyat, maka melekat tanggunggugat
Kepolisian
secara
Atau
Indonesia, dan norma-norma yang
kesalahan tersebut dilakukan ketika
ada dalam Kode Etik Profesi Polri
sedang tidak menjalankan tugas dan
yang
aparatur
pribadi
Kepolisian
(individu).
dalam
dan
Peraturan
Teknis Umum
Bagi
Negara
disahkan
Institusi Anggota Republik
berdasarkan
18
Keputusan
Kapolri
No.
Pol.
Kep/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003
sebagaimana
telah
dimana
masing-masing
memiliki
mekanisme sendiri-sendiri.
diubah
Dari uraian di atas dapat
dengan Peraturan Kepala Kepolisian
disimpulkan, bahwa ditinjau dari
RI No. Pol.: 7 Tahun 2006, dan
subyek hukum tanggunggugat atas
Peraturan Perundang-undangan lain
onrechtmatige
yang mengatur tentang tugas dan
menjalankan tugas dan wewenang
wewenang
seperti
Kepolisian, ada dua subyek hukum
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
yang harus bertanggungjawab, yakni
1981 tentang Kitab Undang-Undang
tanggunggugat
Hukum
(individu) dan tanggungjawab jabatan
Kepolisian,
Acara
Pidana,
Undang-
overheidsdaad
secara
Undang Nomor 2 Tahun 2002
(lembaga).
tentang Kepolisian RI, dan undang-
a. Tanggunggugat
dalam
pribadi
Pribadi
undang lain yang bersifat khusus
(Individu)
Terhadap
yang mengatur tentang kewenangan
Penyalahgunaan
Polri.
Kepolisian
Wewenang
Berkaitan dengan aspek hukum
Di atas telah dijelaskan,
di atas, maka tanggunggugat secara
bahwa tindakan Kepolisian secara
kelembagaan melalui peradilan umum
teoritis
dan
hukum, yakni pribadi (individu/
peradilan
sedangkan
administrasi,
tanggunggugat
secara
memiliki
perorangan)
dua
dan
subyek jabatan
pribadi (individu) melalui Peradilan
(lembaga). Tanggunggugat pribadi
Umum,
(individu),
melalui
atasan
yang
bila
secara
pribadi
Berwenang Menghukum (Ankum)
anggota Kepolisian telah nyata-
dalam pelanggaran disiplin, maupun
nyata terbukti bersalah ketika
melalui
menjalankan
Bidang
Pengamanan
Profesi
(Propam)
dan
terhadap
tugas
wewenangnya
dan
menyalahgunakan
pelanggaran etika profesi Polri. Hal
wewenang itu dengan tujuan lain,
ini tergantung jenis dan macam
sehingga
peraturan hukum yang dilanggar,
wewenang yang diberikan. Konsep
menyimpang
dan
19
dasar
tanggunggugat
terhadap
nama jabatan, tetapi melanggar
pribadi (individu) tersebut sebagai
hukum
konsekuensi akibat kesalahannya
Sedangkan tanggunggugat melekat
pada scat melakukan tindakan
pada individu aparatur Kepolisian,
Kepolisian, dimana atas kesalahan
ketika
tersebut menimbulkan kerugian
bersalah dan pelanggaran hukum
bagi
nyata-nyata
seseorang,
sehingga
(onrechtmatige
lembaga
tidak
sengaja
dead).
terbukti ataupun
tanggunggugat atas kerugian yang
karena lalainya dilakukan oleh
ditimbulkan
perbuatan
anggota Polri pribadi. Disini perlu
melanggar hukum tersebut, pihak
adanya konsep dasar pembuktian
yang menderita kerugian dapat
perbuatan
mengajukan terhadap
akibat
hukum
ganti
kerugian
oleh penguasa, baru kemudian
lembaga
maupun
akan
individu.
muncul
perdata.
Landasan tanggunggugat rumusan
pelanggaran
yuridis tersebut
perbuatan
pada
Oleh
pembuktian dari
tanggunggugat karena
kesalahan
gugatan
itu
bermula
pra-peradilan
melanggar
maupun gugatan melalui Peradilan
hukum oleh penguasa dan Pasal
Tata Usaha Negara (PTUN), barn
1365 B.W yang berlaku bagi setiap
kemudian
orang maupun badan hukum.
namun demikian tidak menutup
Tanggunggugat
akan
kemungkinan gugatan langsung
melekat ketika lembaga kepolisian
melalui Peradilan Umum dalam
ataupun
kapasitasnya gugatan perdata.
perdata
individu
aparatur
Kepolisian nyata-nyata bersalah telah
melakukan
aspek
perdatanya,
Berkaitan dengan gugatan
pelanggaran
ganti kerugian yang di atur dalam
hukum. Tanggunggugat lembaga
Pasal 77 huruf b KUHAP, dimana
melekat ketika pelanggaran hukum
gugatan
atau
diberikan
kesalahan
nyata-nyata
ganti
kerugian
dalam
dapat
praperadilan,
dilakukan oleh lembaga, dalam arti
yakni ganti kerugian bagi mereka
tindakan dilakukan untuk dan atas
yang ditangkap atau ditahan tanpa
20
sah, dan menjadi wewenang hakim
(1)
praperadilan. Namun demikian
Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
akibat dari pelanggaran hukum
Kekuasaan
dan menimbulkan kerugian yang
Kewenangan untuk menilai dan
lebih
memutus
luas,
baik
dari
akibat
dan
(2)
Undang-Undang Kehakiman.
tanggunggugat
ganti
penangkapan, penahanan maupun
kerugian tersebut adalah Peradilan
lain-lain
Umum
tindak
Kepolisian,
berdasarkan
ketentuan
maka tidak saja melalui lembaga
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8
pra-peradilan, akan tetapi melalui
Tahun 2004 Tentang Peradilan
gugatan perdata. Tanggunggugat
Umum, Pasal 2 dan Pasal 10
ganti kerugian dalam pra-peradilan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun
bukanlah tanggunggugat perdata
2004
berdasarkan Pasal 1365 B.W.,
Kehakiman, dan Undang-Undang
sehingga tindakan Kepolisian yang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang
melanggar
Mahkamah Agung.
hukum
dan
tidak
masuk pada elemen pra-peradilan, pertanggungjawabannya
melalui
gugatan perdata.
b. Tanggunggugat Terhadap
Jabatan
Penyalahgunaan
Peradilan Tata Usaha Negara
peradilan, mereka (seseorang) yang kerugian
akibat
Keluarnya Ketetapan MPR No.
VI/MPR/2000
perbuatan hukum oleh penguasa
Pemisahan
(onrechtmatige
Ketetapan
mereka
Kekuasaan
Wewenang Kepolisian
Terpisah dari gugatan pramenderita
Tentang
overheidsdaad)
untuk
hak
TNI
dan
MPR
Tentang Polri, No.
mengajukan
VII/MPR/2000 Tentang Peran
gugatan melalui Peradilan Umum
TNI dan Polri, dan Keluarnya
dalam konteks gugatan perdata,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
karena
setiap
2002 sebagai pengganti Undang--
manusia melekat hak keperdataan,
Undang Nomor 28 Tahun 1997
sebagaimana dirumuskan dalam
Tentang Kepolisian RI, maka Polri
Pasal 1365 BW, dan Pasal 9 ayat
bukan lagi sebagai unsur Angkatan
pada
dasarnya
21
Bersenjata
Republik
(ABRI)
dan
Indonesia
tunduk
terikat
pada
Undang-
merupakan
Undang Nomor 9 Tahun 2004
Kepolisian sipil (non-militer) yang
Tentang Peradilan Tata Usaha
memiliki karakter dan jati did
Negara.
sendiri.
Berlakunya Undang-Undang
Di
dalam
Pasal
2
UU
Nomor 9 Tahun 2004 Tentang
Kepolisian RI ditegaskan, bahwa
Peradilan
“Fungsi Kepolisian adalah salah
(PTUN) bagi Kepolisian, secara
satu fungsi pemerintahan negara
efektif setelah adanya pemisahan
di bidang pemeliharaan keamanan
Tentara Nasional Indonesia dan
dan
Kepolisian
ketertiban
masyarakat,
Tata Usaha Negara
Negara
Republik
penegakan hukum, perlindungan,
Indonesia secara kelembagaan dan
pengayoman,
adanya
dan
pelayanan
pembedaan
peran.
keluarnya
kedua No.
kepada masyarakat”. Menjalankan
Sebelum
fungsi
Ketetapan
MPR
menjalankan fungsi administrasi,
VI/MPR/2000
dan
oleh karena itu penyelenggaraan
MPR No. VII/MPR/2000 serta
fungsi
adalah
UU Kepolisian
fungsi
Kepolisian tunduk pada Undang-
pemerintahan
Kepolisian
menyelenggarakan
adalah
administrasi.
Ketetapan
RI
dimaksud,
Undang Nomor 31 Tahun 1997
Berpijak
dan
konsep
Tentang Peradilan Militer.
tersebut, maka pejabat Kepolisian
Beranjak dari konsep, bahwa
merupakan bagian dari pejabat
fungsi kepolisian adalah salah satu
pemerintahan dan masuk pada
fungsi
kategori pejabat administrasi atau
bidang pemeliharaan keamanan
yang
populer
Pejabat
Tata
Dengan Kepolisian
pemerintahan
dikenal
sebagai
dan
Usaha
Negara.
penegakan hukum, perlindungan,
lembaga
pengayoman
demikian yang
ketertiban
negara
dan
masyarakat, pelayanan
merupakan
kepada masyarakat sebagaimana
bagian dari lembaga pemerintahan
dirumuskan dalam Pasal 2 UU
22
Kepolisian
RI,
secara
teoritis
Kepolisian
merupakan
fungsi pemerintahan masuk pada
hukum
tugas dan wewenang administrasi.
apabila timbul sengketa maka
Dengan wewenang administrasi
penyelesaiannya melalui gugatan
inilah yang kemudian lembaga
PTUN.
Kepolisian tunduk pada hukum administrasi.
administrasi,
obyek sehingga
Dan uraian diatas dapat disimpulkan,
Dengan demikian pengertian penyelenggaraan pemerintahan
bahwa
tanggunggugat
atas
fungsi
melanggar hukum yang dilakukan
yang
oleh pejabat Kepolisian, diajukan
diselenggarakan oleh Kepolisian
melalui Peradilan
meliputi
Negara
tindakan
perbuatan
pembuatan
yang
Tata Usaha diatur
dalam
keputusan dan wewenang dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun
melaksanakan tugasnya, baik yang
2004,
berada di tingkat pusat maupun
Usaha Negara sebagai peradilan
yang ada di daerah atas dasar
yang menguji Sengketa Tata Usaha
pembagian daerah hukum. Oleh
Negara (TUN) tentang sah dan
karena
Kepolisian
tidaknya Keputusan Tata Usaha
fungsi
Negara (KTUN) yang dikeluarkan
berdasarkan
atau tidak dikeluarkan oleh Pejabat
lembaga
menyelenggarakan pemerintahan wewenangnya hukum
dimana
Negara
Tata
sebagai
obyek
Tata
administrasi,
maka
Kepolisian) dalam menjalankan
lembaga Kepolisian masuk pada
Usaha
Peradilan
(pejabat
tugas dan wewenangnya.
lingkup Badan atau Pejabat Tata
Namun
demikian
tidak
Usaha Negara. Oleh karenanya
menutup
segala keputusan (beschinkang) yang
tanggunggugat berdasarkan Pasal
dikeluarkan
135 B.W ditujukan kepada jabatan
oleh
Kepolisian
kemungkinan
sebagai kategori Keputusan Tata
(lembaga)
Usaha
tanggung-renteng atas tindakan
Negara
wewenang
(KTUN)
dan
penyelenggaraan
yang
sebagai
dilakukan
oleh
perbuatan pribadi
23
(individu) anggota Kepolisian, atau
lengkap diatur dalam Pasal 77
memang
KUHAP,
nyata-nyata
lembaga
telah bersalah melakukan tindakan 1365
substansinya,
bahwa :
melanggar hukum dan mencocoki Pasal
yang
Pengadilan
Negeri
B.W,
dimana
berwenang untuk memeriksa dan
kewajiban
untuk
memutus, sesuai dengan ketentuan
ganti kerugian atas tindakan yang
yang diatur dalam undang-undang
dilakukan.
ini tentang: 1) Sah atau tidaknya
menanggung
penangkapan, Pra-Peradilan
penghentian
Tanggunggugat
penahanan, penyidikan
atau
yudisial
penghentian penuntutan; 2) Ganti
terhadap pra-peradilan diajukan
rugi dan atau rehabilitasi bagi
melalui peradilan umum. Hal ini
seseorang
perkara
pidananya
sebagai konsekuensi logic tugas
dihentikan
pada
tingkat
dan
penyidikan atau penuntutan.
wewenang
Polri
dalam
penegakan hukum pidana yang dilakukan.
Tanggunggugat
Gugatan
pra-peradilan
ini
dengan substansi menguji sah dan
adalah untuk menguji sah tidaknya
tidaknya suatu penangkapan atau
tindakan Kepolisian dalam rangka
penahanan dapat diajukan oleh
melakukan
tersangka
penyelidikan
dan
(orang
penyidikan yang didasarkan pada
ditangkap/ditahan).
KUHAP.
keluarganya
Tanggunggugat ini lazimnya disebut
dengan
istilah
pra-
atau
yang Oleh
oleh
kuasa
hukumnya. Gugatan pra-peradilan ini
diajukan
kepada
Ketua
peradilan, yakni untuk menguji sah
Pengadilan Negeri dengan disertai
tidaknya
alasan-alasannya. Untuk gugatan
tindakan
Polri
yang
berkaitan dengan penangkapan,
pra-peradilan
penahanan,
penghentian
pemeriksaan untuk menguji sah
penyidikan serta ganti rugi dan
dan tidaknya suatu penghentian
atau
penyidikan dapat diajukan oleh
dan
rehabilitasi,
yang
secara
dengan
substansi
24
penuntut
umum
(Jaksa)
atau
jika tindakan aparatur Kepolisian
pihak-pihak yang berkepentingan
tersebut tidak sesuai ketentuan
(tersangka, saksi korban atau kuasa
peraturan
hukumnya).
untuk
mengapa tanggunggugat terbatas
gugatan permintaan ganti kerugian
pada lembaga Kepolisian bukan
dan rehabilitasi akibat tidak sahnya
pada
penangkapan,
dan
hukum yang ketika diberi amanah
penghentian penyidikan diajukan
untuk menjalankan tugas dan
oleh tersangka atau pihak ketiga
wewenangnya
yang berkepentingan.
sesuai
Sedangkan
penahanan
Gugatan
pra-peradilan
sebagai bentuk complain public Kepolisian,
individu
sebagai
tidak
dengan
subyek
dijalankan
prosedur
dan
peraturan perundang-undang yang berlaku.
atas tindakan penguasa dalam hal ini
perundang-undangan
Didalam
konsep
hukum
sehingga
perdata, bahwa kerugian yang
tanggunggugat dapat diarahkan
timbul akibat tindakan seseorang
kepada
yang
lembaga
Kepolisian.
melanggar
hukum,
Namun demikian perlu dikaji,
tanggunggugat
bahwa
seseorang
yang
dimaksud sebagai tindakan atas
kerugian
tersebut
wewenang yang diberikan oleh
tanggung rentang apabila tindakan
lembaga dan atas kuasa undang-
tersebut ada kaitannya dengan
undang
melakukan
orang lain. Tindakan Kepolisian
penyidikan, sehingga gugatan pra-
atas kuasa undang-undang sangat
peradilan sebagai akibat tindakan
dipengaruhi dan ditentukan oleh
Kepolisian yang dilakukan oleh
aparatur
aparatur
dengan
bukan semata-mata lembaga yang
sengaja atau karena lalainya tidak
melanggar hukum akan tetapi
memenuhi
atau
lebih cenderung ditentukan oleh
dalam
aparatnya yang secara kontekstual
ketentuan
tindakan
Kepolisian
untuk
Kepolisian prosedur yang
diatur
undang-undang. Permasalahannya
aparaturlah
melekat
menimbulkan atau
Kepolisian,
yang
pada secara
sehingga
melakukan
25
pelanggaran hukum. Berpijak
Dengan
dari
analisis
gugatan
demikian
dalam
pra-peradilan
atas
tersebut, akan menjadi jelas bahwa
keputusan
tidak
lembaga
penangkapan,
penahanan
tidak
serta
meta
sahnya dan
bertanggung jawab atas kesalahan
penghentian penyidikan bukanlah
tindakan
merupakan
yang dilakukan
oleh
lembaga
yang
aparaturnya, akan tetapi dilihat
melanggar hukum, akan tetapi
dan dipetakan apabila tindakan
individu (aparatur) yang melanggar
aparatur
hukum
dimaksud
sengaja
dalam
menjalankan
menyalahgunakan wewenang atau
kekuasaannya. Namun demikian
dengan sewenang-wenang dalam
harus perlu ada pemetaan yang
menjalankan mandat atau delegasi
jelas antara kesalahan lembaga
yang
atau kesalahan pribadi (individual)
diberikan,
sehingga
tindakannya melanggar hukum. Disinilah
ada
beberapa
aspek hukum dan subyek hukum yang
perlu
aparatur lembaga.
ditelusuri
dalam
KESIMPULAN Dengan
trend
perkembangan
mempertanggungjawabkan
modus operandi tindak pidana narkoba
perbuatan melanggar hukum oleh
di Indonesia yang semakin “canggih”,
penguasa
yang
maka upaya yang dilakukan oleh Polri
aparatur
pun harus dapat mengimbangi modus
Kepolisian, disatu sisi lembaga
operandi peredaran/perdagangan gelap
bertanggung
secara
narkoba oleh pelaku tindak pidana ini.
organisasi dan disisi lain aparatur
Cara-cara yang digunakan tentu berbeda
(anggota)
dalam menangani tindak pidana yang
dilakukan
khususnya oleh jawab Kepolisian
juga
bertanggung jawab secara pribadi
sifatnya
(individu) atas resikonya dalam
pemerintah, guna mendukung Polri
menjalankan
dalam
tugas
dan
wewenangnya tidak professional.
konvensional.
Bahkan
memberantas penyalahgunaan
narkoba telah memberikan kewenangan Diskresi berkaitan dengan penyelidikan
26
oleh
Polri.
Dukungan
tersebut
Adanya kondisi dan situasi demikian,
memberikan kepastian hukum bagi Polri
memberikan inisiatif bagi penyelidik
yang diatur dalam Pasal 16 huruf (I) dan
untuk bertindak menggunakan pola
Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002.
penyelidikan
Penerapan
diskresi
Kepolisian
yang
(menerapkan
bersifat
diskresi).
khusus
Kebijakan
melalui pola penyelidikan yang bersifat
penyelidik ini dalam diskresi dapat
khusus dan terkesan menyimpang dari
dikategorikan sebagai kebijakan yang
pola-pola
biasa
dibatasi (restrectif policy), dengan kata lain
pidana
“harus ada aturan yang telah dibuat
sebenarnya
bertujuan
untuk melaksanakan dapat/boleh atau
mengimbangi
trend
penyelidikan
dilakukan
pada
konvensional, untuk
perkembangan
yang
tindak
modus
operandi
tidaknya suatu hal dilakukan”. Bertitik
tolak
penjelasan
diskresi
Kepolisian
penyalahgunaan narkoba. Atas dasar
tersebut,
keberadaan Pasal 16 huruf (I) dan Pasal
dalam
18 UU Kepolisian RI, Polri melalui
narkoba dapat dilaksanakan karena hal
penyelidik
dapat
tersebut telah diatur dalam UU Polri
mengadakan tindakan lain menurut
dan lebih khusus lagi Pasal 75 UU
hukum yang bertanggung jawab. Tindak
Narkoba, pasal ini memuat materi
lain ini dapat ditafsirkan sebagai diskresi
bahwa Penyelidik berwenang melakukan
yang dapat diartikan sebagai wewenang
penyelidikan dengan pola-pola khusus.
yang diberikan hukum untuk bertindak
Daftar Pustaka
dalam situasi khusus sesuai dengan
Anton
dan
penyidiknya
maka
dari
penyelidikan
Sujoto,
penyalahgunaan
2002,
Ombudsman
penilaian dan kata hati instansi atau
Indonesia Masa Lalu, Sekarang dan
petugas itu sendiri (dalam hal ini Polri).
Masa Mendatang, Penerbit Komisi
Tidak pada
saat
menutup penyelidik
kemungkinan, melakukan
Ombudsman Indonesia, Jakarta. John M. Echols dan Hassan Shadily,
penyelidikan penyalahgunaan narkoba
2003,
dihadapkan pada situasi khusus yang
Penerbit Gramedia, Jakarta.
dapat menghambat penyelidik untuk
Philipus M. Hadjon dkk, 1995, Pengantar
mengungkap jaringan pengedar narkoba.
Hukum
Kamus
Indonesia
Administrasi,
Inggris,
Penerbit
27
Gajah Mada University Press,
2011,
Yogyakarta.
diakses tanggal 25 November
Senaryati
Hartono,
2003,
Investigasi
Untuk
Indonesia,
Penerbit
Panduan
Ombudsman Komisi
Ombudsman Indonesia, Jakarta. Sjachran Basah, 1997, Eksistensi dan Tolak
Ukur
Badan
Peradilan
Administrasi Di Indonesia, Penerbit Alumni, Cet-3, Bandung. SF. Marbun, dkk, 2001, Dimensi-dimensi Hukum
Administrasi
Penerbit
UII
Press,
Negara, Cet-1
Yogyakarta. Undang-Undang: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Nara Sumber: Kompol Sukarmin, Kabag Binopsnal Polda Kalteng. Website: Jos
Jaya,
Substansi
Hukum
(Legal
Substance), Posting Tanggal 25 Mei
http://id.shvoong.com,
2012. Sudikno
Mertokusumo,
Kepentingan
Umum, Artikel Hukum, Posting 17 Maret
2008,
http://sudiknoartikel.blogspot.co m, diakses tanggal 25 November 2012.