BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan
Umum
dan
Tata
Cara
Perpajakan
yang
telah
diubah/disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada ayat (2) juga dijelaskan yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Melalui reformasi perpajakan pada tahun 1983 sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia telah diubah dari sistem official assessment menjadi sistem self assessment. Dalam sistem ini orang pribadi atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sehingga dikategorikan sebagai Wajib Pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan yang dapat dipenuhi melalui sarana kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Salah satu kewajiban Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP yaitu melaporkan
1
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban yang dimiliki melalui Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sebagai sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan atau pembayaran pajaknya yang harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap. Oleh karena itu, buku petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh harus benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setiap awal tahun sampai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan, Direktur Jenderal Pajak selalu disibukkan dengan pekerjaan rutin, yaitu SPT Tahunan yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di mana Wajib Pajak terdaftar. SPT Tahunan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak akan diterima dan diolah oleh KPP, tepatnya oleh Seksi Pelayanan melalui SOP Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan SPT Tahunan PPh. SPT Tahunan mempunyai arti penting untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi satu kewajiban perpajakan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2014), menunjukkan bahwa penerimaan SPT Tahunan dapat secara langsung, via pos, dari KPP lain, dan efiling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sudah ada kesesuaian antara praktik dengan aturan yang berlaku mengenai prosedur penerimaan SPT Tahunan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Wibowo (2014) dan Pradata (2014) untuk melihat apakah prosedur penerimaan
2
SPT Tahunan yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dalam hal ini adalah SOP. Perbedaan utama antara penelitian ini dengan penelitian Wibowo (2014) yaitu pada penelitian ini lebih ditekankan pada kesesuaian antara praktik dengan aturan yang berlaku mengenai prosedur penerimaan SPT Tahunan. Penelitian Wibowo (2014) melihat mengenai bagaimana prosedur penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan pada KPP Pratama Magelang, sedangkan penelitian ini melihat apakah prosedur penerimaan SPT Tahunan pada KPP Pratama Bantul sudah sesuai dengan SOP atau belum. Penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur penerimaan SPT Tahunan pada KPP Pratama Bantul terdapat dua cara yaitu secara langsung dan melalui via pos/jasa ekspedisi/jasa kurir. Prosedur tersebut sesuai dan mengacu pada penelitian Pradata (2014) yang menunjukkan bahwa prosedur penerimaan SPT Tahunan terdapat dua cara. Penelitian ini juga akan mencari tahu apakah ada kendala yang dihadapi pada saat proses bisnis penerimaan SPT Tahunan pada KPP Pratama Bantul. Atas dasar latar belakang tersebut, penulis mengambil judul mengenai Analisis Prosedur Penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantul Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat mengambil rumusan masalah yaitu “Apakah prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh Orang
3
Pribadi di KPP Pratama Bantul Yogyakarta sudah sesuai dengan aturan yang berlaku?” 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan masalah yang dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui kesesuaian antara prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama Bantul Yogyakarta dengan aturan yang berlaku dalam hal ini adalah Standard Operating Procedure (SOP). 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari pembahasan masalah ini adalah: a. Bagi Mahasiswa 1. Menambah pengetahuan mahasiswa di bidang Perpajakan khususnya mengenai prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama. 2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab profesi di dalam dirinya melalui praktek kerja lapangan. 3. Memperoleh pengalaman nyata serta permasalahan yang dihadapi di dunia kerja. 4. Meningkatkan wawasan keilmuan mahasiswa tentang situasi dalam dunia kerja. b. Bagi Perguruan Tinggi 1. Menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan Instansi Pemerintah. 2. Mempromosikan kegiatan akademik di dunia kerja.
4
c. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul 1. Memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan bidangnya. 2. Laporan Tugas Akhir dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi mengenai situasi umum institusi tempat praktek tersebut. 3. Institusi dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja lepas yang berwawasan akademi dari tempat magang tersebut. d. Bagi Pihak Lain Masyarakat dapat mengetahui akan pentingnya pembayaran pajak sehingga dapat sadar diri dalam membayar dan melaporkan pajak. 1.5 Batasan Masalah Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis membatasi masalah dalam prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh di KPP Pratama Bantul Yogyakarta, yaitu prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama Bantul Yogyakarta. 1.6 Kerangka Penulisan Dengan adanya sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia yaitu self assesment system di mana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak maka kondisi perpajakan menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya. Salah satu agenda rutin tahunan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah penerimaan laporan SPT Tahunan Wajib Pajak. Dalam proses penyelenggaraannya, DJP menunjuk setiap KPP untuk melaksanakan penerimaan SPT Tahunan bagi seluruh Wajib Pajak yang terdaftar di wilayah kerja masing-masing. SPT Tahunan PPh yang diisi oleh 5
Wajib Pajak terdiri dari dua jenis yaitu SPT Orang Pribadi (OP) dan SPT Badan. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada penerimaan SPT Tahunan OP. Proses penerimaan SPT secara benar dan lengkap merupakan tahap yang penting dalam administrasi pajak. Dalam rangka mengutamakan layanan kepada Wajib Pajak, saat ini pihak Direktorat Jenderal Pajak kembali memberikan kemudahan dalam penyampaian SPT tahunan. Prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh telah tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-55/PJ/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan, petunjuk tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku maka harus diikuti. Dalam hal ini penulis membandingkan apakah sudah ada kesesuaian antara aturan yang berlaku dengan praktik di KPP Pratama Bantul mengenai prosedur penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Berikut skema dari kerangka pemikiran diatas :
6
Gambar 1.5.1 Kerangka Penulisan
Standard Operating Procedures (SOP) mengenai Prosedur Penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
Praktik mengenai Prosedur Penerimaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di KPP Pratama Bantul
Analisis SOP (wawancara, observasi, studi pustaka)
KESIMPULAN
7