DISAIN ALAT “PEMBEROK” IKAN DENGAN TEGANGAN LISTRIK ARUS SEARAH
Oleh: R. IBRAHIM F14051907
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DISAIN ALAT “PEMBEROK” IKAN DENGAN TEGANGAN LISTRIK ARUS SEARAH
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: R. IBRAHIM F14051907
Tanggal lulus:
Menyetujui, Bogor,
Agustus 2009
Pembimbing Akademik
Ir. Mad Yamin, M.T. NIP: 19531230 198603 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng. NIP: 19661210 199103 1 004
R. IBRAHIM. F14051907. Disain Alat “Pemberok” Ikan dengan Tegangan Listrik Arus Searah. Dibimbing oleh: Ir. Mad Yamin, M.T.
RINGKASAN
Proses pemberokan merupakan salah satu kegiatan pasca panen hasil perikanan, khususnya perikanan darat. Pemberokan berfungsi untuk membersihkan ikan mulai dari bagian dalam hingga bagian permukaan tubuh ikan agar ikan bebas dari kotoran sehingga lebih bersih untuk dikonsumsi. Pemberokan alami umumnya dilakukan pada kolam khusus pemberokkan yang diatur agar sirkulasi air dan udara berlangsung dengan baik. Tetapi, pemberokan secara alamiah memerlukan waktu yang tidak sebentar. Umumnya petani ikan memberok ikan selama 1-2 hari atau bahkan ada yang lebih lama dari itu. Oleh sebab itu diperlukan suatu inovasi untuk dapat menciptakan alat pemberok ikan yang dapat menghemat waktu dan lahan serta bersifat portable dengan harga yang terjangkau oleh para pembudidaya ikan. Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah merupakan salah satu jawaban atas permasalahan tersebut. Alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah terdiri atas komponen-komponen penyusun yaitu bak penampung yang berfungsi untuk menampung ikan dan air serta sebagai tempat penyetruman ikan, elektroda positif dan negatif sebagai logam untuk proses serah terima elektron selama proses penyetruman dengan medium air, power supply sebagai sumber arus listrik DC, dan timer sebagai pengontrol waktu secara otomatis. Komponen pelengkap ialah liquid filter yang berfungsi sebagai penjamin sirkulasi air selama pemberokkan dengan tegangan listrik arus searah berlangsung. Prinsip kerja dari alat ini adalah sumber listrik AC dialirkan ke timer untuk diatur waktunya kemudian mengalir ke power supply agar input masukan AC dapat diubah menjadi keluaran arus DC. Arus DC inilah yang dialirkan ke elektroda tembaga untuk menyetrum ikan. Penyetruman ikan inilah yang digunakan untuk meningkatkan laju ekskresi, laju pencernaan, dan laju pergerakan ikan. Selama disetrum, ikan umumnya mengeluarkan feses, lendir, kotorankotoran mikro, dan menyebabkan air menjadi agak keruh dan berbau amis. Metode pemberokkan yang optimal adalah disetrum 6 V selama 15 menit dengan voltase kejut 12 V untuk ikan berbobot 300 g keatas serta disetrum dengan 3 V selama 15 menit dengan voltase kejut 6 V untuk ikan berbobot dibawah 300 g. Kata kunci: Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah, voltase optimal pemberokan ikan, waktu optimal pemberokan ikan.
RIWAYAT PENULIS
R. Ibrahim Purawiardi, lahir di Bandung pada tanggal 29 Mei 1987. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Ir. R. Rustiadi Purawiardi, M.Sc. dan R. Tini Hartini. Pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas diselesaikannya di Tangerang. Sekolah dasar diselesaikan di SDN Puspiptek (1993-1999), kemudian dilanjutkan ke SLTPN 4 Serpong (1999-2002) dan SMAN 1 Serpong (2002-2005). Pada tahun 2005, penulis diterima masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah satu tahun menyelesaikan pendidikan tingkat persiapan bersama, mulai tahun kedua penulis diterima menjadi mahasiswa pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Penulis lulus dari Departemen Teknik Pertanian IPB pada tahun 2009 dengan skripsi berjudul “Disain Alat ‘Pemberok’ Ikan dengan Tegangan Listrik Arus Searah”. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah gambar teknik pada tahun 2008. Di tahun yang sama, penulis juga pernah menjadi drafter di BRDST-BPPT Serpong saat menjalani praktek lapangan selama dua bulan.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. yang telah memberikan segala jalan dan kemudahan-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Disain Alat ‘Pemberok’ Ikan dengan Tegangan Listrik Arus Searah”. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa mendo’akan. 2. Ir. Mad Yamin, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan. 3. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. dan Ir. Agus Sutejo, M.Si. yang telah bersedia untuk menjadi dosen penguji. 4. Teman-teman satu kost dan teman-teman angkatan 42 Teknik Pertanian yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan. 5. Pihak-pihak lainnya yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi.
Penulis berharap agar skripsi yang sederhana ini dapat memberikan wawasan dan inspirasi bagi yang berminat dalam hal disain. Selain itu penulis berharap agar skripsi ini juga dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Penulis pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu harap dimaklumi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Agustus 2009
R. Ibrahim
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 I.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 I.2. Tujuan ......................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3 II.1. Sistem Ekskresi dan Pencernaan Ikan .......................................... 3 II.1.1. Sistem Ekskresi Ikan.........................................................3 II.1.2. Sistem Pencernaan Ikan....................................................3 II.2. Kegiatan Pemberokan Ikan .......................................................... 4 II.2.1. Pemberokan......................................................................4 II.2.2. Kolam Pemberokan..........................................................5 II.3. Konduktivitas .............................................................................. 7 II.4. Bahan Konduktor dan Tembaga................................................... 11 II.4.1. Konduktor Listrik.............................................................11 II.4.2. Tembaga...........................................................................12 II.4.3. Sifat-Sifat Tembaga..........................................................13 II.4.4. Paduan Tembaga...............................................................15 II.5. Arus Listrik Searah (DC) ............................................................. 15 II.5.1. Arus Listrik.......................................................................15 II.5.2. Kuat Arus Listrik..............................................................16 II.5.3. Rapat Arus........................................................................16 II.5.4. Hukum Ohm.....................................................................18 II.5.5. Hukum Joule.....................................................................19 II.6. Switched-Mode Power Supply...................................................... 20 II.7. Timer (Pewaktu) .......................................................................... 22
III.
BAHAN DAN METODE........................................................................ 25 III.1. Bahan .......................................................................................... 25 III.2. Alat ............................................................................................. 26 III.3. Metode Uji dan Pengamatan ........................................................ 26 III.3. Rancangan Penelitian................................................................... 27
IV. DISAIN ALAT PEMBEROK IKAN DENGAN TEGANGAN LISTRIK ARUS SEARAH ..................................................................... 28 IV.1. Identifikasi dan Pemecahan Masalah ........................................... 28 IV.2. Disain Struktural.......................................................................... 29 IV.2.1. Bak Penampung................................................................29 IV.2.2. Elektroda Positif...............................................................29
ii
IV.2.3. Elektroda Negatif..............................................................30 IV.2.4. Power Supply....................................................................30 IV.2.5. Pewaktu............................................................................31 IV.2.6. Liquid Filter......................................................................32 IV.3. Disain Fungsional........................................................................ 32 IV.3.1. Bak Penampung................................................................32 IV.3.2. Elektroda Positif...............................................................32 IV.3.3. Elektroda Negatif..............................................................33 IV.3.4. Power Supply....................................................................33 IV.3.5. Pewaktu............................................................................34 IV.3.6. Liquid Filter......................................................................34 IV.4. Pemilihan Bahan.......................................................................... 34 IV.4.1. Pemilihan Bahan untuk Bak Penampung.........................34 IV.4.2. Pemilihan Bahan Konduktor untuk Elektroda Positif dan Negatif.......................................................................35 V.
ANALISIS TEKNIK DAN HASIL ......................................................... 36 V.1. Skema Alat Pemberok Ikan dengan Tegangan Listrik .................. 36 V.2. Spesifikasi Alat............................................................................ 37 V.3. Analisis Teknik............................................................................ 38 V.3.1. Kapasitas Bak Penampung...............................................38 V.3.2. Analisis Perbandingan Lilitan pada Trafo di dalam Power Supply....................................................................39 V.3.3. Daya..................................................................................40 V.3.4. Energi yang Hilang di Kawat Selama 15 Menit...............42 V.4. Hasil Pengujian Alat .................................................................... 43 V.4.1. Pengujian pada Ikan Gurame............................................43 V.4.2. Pengujian pada Ikan Nila..................................................43 V.4.3. Pengujian pada Ikan Lele..................................................44 V.4.4. Pengujian pada Ikan Mas..................................................44 V.4.5. Pengujian pada Ikan Patin.................................................45 V.4.6. Pengujian pada Ikan Tambakan........................................45 V.5. Waktu dan Voltase Optimal Pemberokan........................................46 V.6. Efisiensi Pemberokan......................................................................46 V.6.1. Efisiensi Pemberokan Berdasarkan Bobot Kotoran Total ................................................................................46 V.6.2. Efisiensi Pemberokan Berdasarkan Kekeruhan Air ........47 V.6.3. Efisiensi Pemberokan Total ............................................48 V.7. Kelebihan dan Kekurangan Alat .................................................. 49
VI. ANALISIS EKONOMI........................................................................... 52 VII. PEMBAHASAN ..................................................................................... 53 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 61 VIII.1. Kesimpulan ................................................................................. 61 VIII.2. Saran ........................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62 LAMPIRAN .................................................................................................... 63
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Konduktivitas Berbagai Bahan pada Temperatur Kamar.................. 10 Tabel 2.2. Material IACS % Conductivity ........................................................ 11
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Sistem ekskresi pada ikan ............................................................ 3 Gambar 2.2. Sistem pencernaan pada ikan ....................................................... 4 Gambar 2.3. Kolam pemberokan ikan .............................................................. 5 Gambar 2.4. Saluran pengeluaran air................................................................ 5 Gambar 2.5. Pintu pembuangan sistem monik dan sifon................................... 6 Gambar 2.6. Elektron bebas dalam logam ........................................................ 7 Gambar 2.8. Ilustrasi pergerakan elektron dengan kehadiran medan listrik....... 8 Gambar 2.9. Kecepatan pergerakan elektron di bawah medan .......................... 9 Gambar 2.10. Elektrolisis pemurnian tembaga ................................................. 13 Gambar 2.11. Diagram keseimbangan tembaga seng........................................ 14 Gambar 2.12. Diagram tegangan dan regangan ................................................ 14 Gambar 2.13. Aliran elektron dan listrik terhadap arah arus ............................. 15 Gambar 2.14. Partikel-partikel bermuatan yang bergerak dalam suatu penghantar ................................................................................. 17 Gambar 2.15. Hambatan antara A dan B pada arus searah................................ 18 Gambar 2.16. Skema sistem kerja switched-mode power supply....................... 20 Gambar 2.17. Skema rectification.................................................................... 21 Gambar 2.18. Arsitektur switched-mode power supply ..................................... 22 Gambar 2.19. Rangkaian astabil multivibrator ................................................. 23 Gambar 2.20. Rangkaian monostabil multivibrator .......................................... 24 Gambar 4.1. Bak penampung berbahan dasar fiber........................................... 29 Gambar 4.2. Isolator dan elektroda positif dari bahan tembaga......................... 30 Gambar 4.3. Elektroda negatif ......................................................................... 30 Gambar 4.4. Switched-mode power supply ....................................................... 31 Gambar 4.5. Mechanical timer......................................................................... 31 Gambar 4.6. Liquid filter.................................................................................. 32 Gambar 5.1. Skema aliran listrik pada alat pemberok ikan ............................... 36 Gambar 5.2. Alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah............... 37 Gambar 5.3. Perbedaan daging ikan setelah diberok dengan alat dan setelah diberok secara alamiah ............................................. 49
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Regulasi voltase dengan Op-Amp pada power supply................... 64 Lampiran 2. Rectifier pada power supply ......................................................... 65 Lampiran 3. Skema alat pemberok ikan............................................................ 66 Lampiran 4. Isometri bak penampung .............................................................. 67 Lampiran 5. Detail bak penampung.................................................................. 68 Lampiran 6. Isometri elektroda positif.............................................................. 69 Lampiran 7. Detail elektroda positif ................................................................. 70 Lampiran 8. Detail elektroda negatif ................................................................ 71
vi
I. PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang Penanganan pasca panen dalam bidang pertanian, secara arti yang luas,
merupakan salah satu aspek yang penting disamping aspek-aspek yang lain seperti pra panen dan panen. Kegiatan pra panen dan panen tentunya dilakukan secara onfarm. Berbeda dengan dua kegiatan tersebut, kegiatan pascapanen hasil pertanian, kembali dalam arti yang luas, dapat dilakukan baik secara on-farm maupun offfarm. Penanganan pasca panen yang baik tentunya akan meningkatkan kualitas hasil pertanian, perikanan, dan peternakan. Dengan meningkatnya kualitas hasil pertanian, peternakan, dan perikanan tentunya akan meningkatkan daya saing dan daya jual komoditi tersebut di pasaran. Sejauh ini telah banyak riset dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli untuk meningkatkan kualitas produk-produk hasil pertanian, perikanan, dan peternakan dengan cara mengembangkan teknologi mulai dari yang sederhana hingga yang rumit untuk mengatasi persoalan penanganan pasca panen. Perubahan teknologi penanganan pasca panen hasil pertanian, perikanan, dan peternakan tentunya tak lepas dari tujuan utama yang semata-mata untuk memperlancar distribusi dan memuaskan para konsumen hasil pertanian, perikanan, dan peternakan. Salah satu kegiatan penanganan pasca panen yang layak untuk diperhatikan adalah proses penanganan hasil panen pada perikanan. Hal yang akan kita perhatikan adalah proses pembersihan ikan setelah dipanen atau yang lebih dikenal oleh dunia perikanan sebagai kegiatan pemberokan ikan. Pemberokan ikan biasanya dilakukan pada kolam khusus untuk pemberokan yang diisikan air bersih dengan sirkulasi yang baik. Ikan yang telah dipanen dari kolam-kolam yang kotor atau berlumpur dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kolam tersebut sebelum didistribusikan atau sebelum dikonsumsi langsung. Dalam proses pemberokan, ikan dipuasakan selama satu atau beberapa hari sesuai dengan jenis ikan yang diberok. Tujuannya adalah agar kotoran atau berak dalam perut ikan dikeluarkan hingga bersih sambil membiarkan ikan berkeringat dan melepaskan kotoran-kotoran yang menempel pada tubuh ikan. Pemberokan sangat penting
1
untuk membuat ikan yang akan dikonsumsi bersih dari kotoran-kotoran karena ada kalanya kolam-kolam pembudidayaan terkontaminasi oleh kotoran atau berak hewan-hewan lain atau bahkan kotoran atau berak manusia. Namun, kegiatan ini pun ternyata memiliki kendala tersendiri. Kendala tersebut adalah waktu pemberokan yang lama dan perlunya kolam khusus untuk pemberokan. Selain itu, karena pemberokkan ada yang lebih dari satu hari dikhawatirkan akan menyiksa ikan karena ikan dipuasakan selama pemberokan. Maka dari itu diperlukan solusi agar kegiatan pemberokan dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dan menggunakan alat yang portable dan sederhana. Salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan cara membuat dan mengembangkan suatu inovasi alat baru dalam bentuk alat pemberok ikan. Tujuan utama dari pemberokan adalah mengeluarkan kotorankotoran ikan dari sistem pencernaan, ekskresi, dan yang menempel pada tubuh ikan. Laju pencernaan dan ekskresi ternyata dapat ditingkatkan dengan cara mengalirkan arus listrik searah kepada ikan. Dengan prinsip itulah penulis mencoba untuk merancang alat pemberok ikan dengan tegangan listrik yang bersifat sederhana dan portable dengan harapan dapat membantu kegiatan penanganan hasil panen perikanan darat.
I.2.
Tujuan Tujuan penelitian yang berjudul “Disain Alat ‘Pemberok’ Ikan dengan
Tegangan Listrik Arus Searah” adalah: 1) Merancang alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah yang sederhana dan portable. 2) Menentukan tegangan listrik yang optimum untuk pemberokan ikan. 3) Menentukan tempo pengaliran listrik yang optimum untuk pemberokan ikan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Sistem Ekskresi dan Pencernaan Ikan
II.1.1. Sistem Ekskresi Ikan Alat utama pengeluaran pada ikan adalah ginjal, kulit, dan insang. Ginjal ikan berwarna cokelat dan bentuknya memanjang. Pengeluaran zat dari ginjal umumnya bermuara di kloaka. Namun, pada beberapa jenis ikan, seperti ikan mas, pengeluaran tersebut bermuara di saluran urogenital. Saluran urogenital merupakan tempat bersatunya saluran ginjal dengan saluran kelenjar kelamin di belakang anus (Herlina, 2000).
Gambar 2.1. Sistem ekskresi pada ikan
II.1.2. Sistem Pencernaan Ikan Salah satu contoh ikan adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Saluran pencernaan ikan mas terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas. Di dalam rongga mulut ikan terdapat gigi-gigi dan lidah. Ikan mas tidak memiliki kelenjar ludah, tetapi memiliki kelenjar lendir yang berguna untuk membantu menelan makanan. Pada proses pencernaan, makanan dari rongga mulut masuk ke kerongkongan dan selanjutnya ke lambung. Dari lambung, makanan masuk ke usus. Di usus bermuara cairan empedu yang membantu proses pencernaan. Di
3
usus halus, sari-sari makanan diserap dan selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh bagian tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak diserap dikeluarkan melalui anus (Mikrajuddi et al., 1998).
Gambar 2.2. Sistem pencernaan pada ikan
II.2.
Kegiatan Pemberokan Ikan
II.2.1. Pemberokan Ikan yang baru ditangkap dari perairan umum hasil budidaya sistem jala apung/keramba/hampang pada umumnya masih kotor dan berbau lumpur ataupun kotoran-kotoran lainnya yang ada di perairan. Keadaan ini dapat menyebabkan konsumen kurang menyukai. Oleh karena itu, ikan yang telah dipanen harus dibersihkan dari segala kotoran. Pembersihan ikan yang telah dipanen dapat dilakukan di dalam bak atau kolam yang airnya bersih dan mengalir selama 3 hari. Setelah bersih dari segala kotoran, ikan diberokan selama 6 jam atau lebih. Selama pemberokan, ikan tidak diberi makan agar dalam pengangkutan tidak mabuk dan tidak mengeluarkan kotoran terlalu banyak pada bak-bak pengangkutan. Dengan demikian, pemberokkan dapat mencegah atau mengurangi kematian ikan selama pengangkutan. Selama dalam bak/kolam penampungan, keadaan ikan harus selalu diamati. Jika ada ikan yang sakit atau mati harus segera dipisahkan agar tidak menular kepada ikan lainnya yang sehat. Jika penampungan ikan yang dilakukan dalam bak yang airnya tidak mengalir, maka bak tersebut harus dilengkapi aerator
4
untuk menciptakan gelembung-gelembung air. Dengan demikian, udara dapat masuk ke dalam air sehingga kandungan oksigen di dalam air cukup untuk kehidupan ikan. Di samping itu, aerator juga berfungsi untuk menjaga suhu air tetap rendah (Cahyono, 1997).
II.2.2. Kolam Pemberokan Kolam pemberokan berupa kolam tanah atau kolam semen dengan air yang mengalir sebagai tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan. Tujuannya agar ikan tidak mengandung kotoran dan tidak berbau lumpur. Tidak ada ukuran baku untuk kolam pemberokan, yang penting ketinggian air dan luas kolam membuat ikan nyaman untuk hilir mudik.
Gambar 2.3. Kolam Pemberokan Ikan
Kolam pemberokan umumnya memiliki saluran pemasukan air, saluran pengeluaran air, serta pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Gambar 2.4. Saluran pengeluaran air
Saluran pemasukan air berfungsi unuk mencegah kekeringan pada kolam sekaligus menjaga kualitas air kolam. Saluran pengeluaran air berfungsi untuk
5
menjaga kestabilan ketinggian air dalam kolam. Pintu pemasukkan air berguna untuk menjaring masuknya hewan liar ke dalam kolam. Pintu pembuangan air berguna untuk menjaga ikan agar tidak hanyut keluar kolam (Redaksi Agro Media, 1997).
Gambar 2.5. Pintu pembuangan sistem monik (kiri) dan sifon (kanan)
6
II.3.
Konduktivitas Logam biasanya tergolong dalam konduktor. Ciri khas logam sebagai
konduktor adalah kehadiran elektron bebas yang berada pada pita elektron bebas yang membentuk awan elektron diilustrasikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.6. Elektron bebas dalam logam
Elektron inilah yang memegang peranan penting dalam proses konduksi dalam logam. Pada kondisi tak ada medan luar, elektron bebas bergerak diantara kisi-kisi atom dengan arah random akibat eksitasi thermal dengan kecepatan yang berbeda seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.7. Pergerakan random elektron pada saat tidak ada medan
7
Keadaan demikian menyebabkan arus total nol atau tidak ada arus neto yang mengalir pada konduktor. Pergerakan elektron dipengaruhi oleh susunan atom dan makin hebat getaran atom maka elektron semakin bebas untuk bergerak. Bila elektron bergerak dan menumbuk atom, maka arah pergerakan akan berubah, bahkan bisa berbalik. Hal ini disebabkan karena massa atom yang jauh lebih besar dari massa elektron (lebih dari 1000 kali). Kehadiran medan akan mempengaruhi gerakan elektron. Bila suatu medan listrik E diberikan maka akan terjadi gaya pada elektron sebesar F=-e.E. Tanda negatif untuk menunjukkan bahwa elektron mengalami gaya dengan arah berlawanan dengan arah E akibat muatan negatif elektron. Elektron akan bergerak dipercepat dengan percepatan a=F/m dimana m adalah massa elektron sebesar 9.11 x 10-31 kg. Dengan demikian, disamping pergerakan yang random akibat eksitasi thermal, elektron akan mendapatkan kecepatan searah dengan gaya akibat kehadiran medan E.
Gambar 2.8. Ilustrasi pergerakan elektron dengan kehadiran medan listrik
Elektron berada diantara atom-atom (kristal). Dapat diasumsikan bahwa kecepatan elektron hilang bila bertumbukan dengan atom, karena massa elektron yang lebih kecil dari atom (massa atom lebih dari 1000 x massa elektron). Setelah terjadi tumbukan dengan atom, elektron mulai bergerak dipercepat lagi dari kondisi kecepatan awal nol, dan menumbuk atom lagi dan seterusnya seperti ilustrasi berikut.
8
Gambar 2.9. Kecepatan pergerakan elektron di bawah medan
Bila waktu rata-rata antara dua tumbukan adalah t maka kecepatan drift yaitu kecepatan rata-rata elektron akibat medan E adalah:
VD = (eτ/m)E ……………………………………………………………. 2.1 Besaran (eτ/m) sering disebut mobilitas (m2v-1s-1) yang menyatakan kemampuan elektron/pembawa muatan untuk bergerak di dalam medan listrik. Sehingga
VD = µeE ……………………………………………………………….. 2.2 Bila diasumsikan seluruh bergerak dengan kecepatan VD maka total elektron yang menembus suatu bidang per unit luas adalah NeVD dimana Ne adalah kerapatan elektron. Rapat arus diperoleh sebesar
J = eNeVD ……………………………………………………………… 2.3 Perlu dicatat bahwa kecepatan random tidak berkonstribusi terhadap rapat arus. Dengan mengkombinasikan dua persamaan terakhir diperoleh
9
J = eNeµeE ……………………………………………………………. 2.4 Persamaan ini tidak lain adalah persamaan Hukum Ohm J = σE sehingga konduktivitas dapat ditulis sebagai
σ =eNeµe ………………………………………………………………. 2.5 dari persamaan konduktivitas terlihat bahwa konduktivitas adalah perkalian dari dua faktor, yaitu kerapatan muatan (ρe) dan mobilitas (µe). Dengan demikian tingginya konduktivitas dapat diperoleh dari tingginya kerapatan muatan atau tingginya mobilitas. Untuk logam, mobilitas elektron relatif rendah, sehingga konduktivitas yang tinggi dari logam adalah sebagai akibat tingginya kerapatan elektron bebas. Hukum Ohm berlaku secara teliti untuk hampir semua logam. Harga tipikal µe = 5 x 10-3 m2v-1s-1 yang akan memberikan kecepatan drift VD = 5 x 10-3 m/s untuk medan sebesar 1 V/m. (Suwarno, 2006)
Tabel 2.1. Konduktivitas Berbagai Bahan pada Temperatur Kamar (Suwarno, 2006) BAHAN
KONDUKTIVITAS
KLASIFIKASI
(S/m) Emas dan Perak
6.17 x 107
Konduktor
Tembaga (Copper)
5.8 x 107
Konduktor
Alumunium
3.82 x 107
Konduktor
Brass
2.56 x 107
Konduktor
Tungsten
1.83 x 107
Konduktor
Nikel (Nickel)
1.45 x 107
Konduktor
Besi (Iron)
1.03 x 107
Konduktor
Mercury
1.0 x 107
Konduktor
Graphite
~3.0 x 104
Konduktor
Air Laut
~4.0
Semikonduktor Intrinsik
10
~2.2
Semikonduktor Intrinsik
Ferrite
~1.0 x 10-2
Semikonduktor Intrinsik
Silikon Intrinsik
~0.44 x 10-3
Isolator
Akuades
~1.0 x 10-4
Isolator
Bakelit
~1.0 x 10-9
Isolator
Glass
~1.0 x 10-12
Isolator
Mika
~1.0 x 10-15
Isolator
Kuarsa (Quartz)
~1.0 x 10-17
Isolator
Germanium Instrinsik
(Destiled Water)
II.4.
Bahan Konduktor dan Tembaga
II.4.1. Konduktor Listrik Konduktor listrik adalah bahan yang dapat mengalirkan arus listrik. Pada konduktor logam, seperti tembaga atau alumunium, partikel yang bergerak tersebut adalah elektron (seperti dijelaskan sebelumnya). Bahan-bahan logam yang dapat mengalirkan arus listrik antara lain perak, tembaga, emas, alumunium, nikel, seng, kuningan, besi, timah putih, perunggu, timah hitam, dan baja (disadur dari: wikipedia.com, 2009). Dari semua jenis konduktor listrik yang disebutkan tersebut, perak memiliki persen konduktivitas tertinggi sebesar 105%, namun tembaga yang memiliki persen konduktivitas paling optimal yaitu 100%. Tembaga merupakan konduktor listrik yang umum digunakan karena memiliki persentase konduktivitas listrik yang paling optimal. Berikut adalah tabel persentase konduktivitas bahan menurut IACS (disadur dari: kp44.org, 2009).
Tabel 2.2. Material IACS % Conductivity (kp44.org, 2009) Silver
105%
Copper
100%
Gold
70%
Aluminum
61%
11
Nickel
22%
Zinc
27%
Brass
28%
Iron
17%
Tin
15%
Phosphor Bronze
15%
Lead
7%
Nickel Aluminum Bronze
7%
Steel
3 to 15%
II.4.2. Tembaga Tembaga biasanya diambil dari bijih dasar pada copperprytes (tanah tambang dimana tembaga bereaksi secara kimiawi dengan besi dan belerang = CuFeS2). Proses pengolahan logam agak rumit, akan tetapi yang penting sebagai berikut (Amanto dan Daryanto, 1999): 1) Bijih-bijih logam dikonsentrasikan, yaitu dilakukan proses basah untuk menghilangkan lumpur sebanyak mungkin. 2) Konsentrasi ini lalu dipanaskan pada arus udara, sehingga menghilangkan belerang. Lalu dioksidasikan menjadi terak yang mengapung di atas cairan murni tembaga sulfid (Cu2S). 3) Tembaga sulfid cair dipisahkan dari terak. Sejumlah tembaga sulfid dioksidasikan, lalu membentuk reaksi kimia dengan sisa sulfid menghasilkan tembaga kasar. Tembaga kasar lalu diolah dengan dua cara, yaitu sebagai berikut a. Dicairkan lagi dalam dapur, sehingga kotoran dioksidasikan dan lepas sebagai terak. b. Elektrolisis yang menggunakan sebatang tembaga kasar sebagai anode dan lempengan tipis tembaga murni sebagai katode. Selama elektrolisis, tembaga anode berkurang perlahan-lahan dan tembaga dengan kemurnian tinggi termuat pada katode. Tembaga katode yang terbentuk adalah 99.97% murni.
12
Gambar 2.10. Elektrolisis Pemurnian Tembaga
II.4.3. Sifat-Sifat Tembaga Sifat fisik terpenting pada tembaga adalah daya penghantar listrik yang sangat tinggi. Oleh karena itu, sebagian besar hasil dari tembaga digunakan pada industri listrik. Tembaga digunakan untuk pelistrikan bila kemurniannya sangat tinggi. Kandungan kotoran akan mengurangi konduktivitasnya. Hanya dengan kandungan fosfor 0.04% akan mengurangi daya penghantar listrik sebanyak 25%. Daya hantar panas dan tahan karat pada tembaga juga tinggi. Hal tersebut membuat tembaga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan radiator, ketel, dan perlengkapan pemanasan yang lain. Tembaga juga bersifat dapat ditempa (malleable) dan dapat diregangkan (ductile). Pada akhir-akhir ini biaya produksi tembaga makin meningkat, sehingga untuk beberapa kebutuhan (pelistrikan dan lainnya) telah digantikan oleh aluminium. Walaupun konduktivitas listrik dan panas pada aluminium ternyata lebih rendah daripada tembaga. Tegangan tarik dari tembaga dirol berat mencapai kira-kira 375 N/mm2. Sehingga untuk kebutuhan permesinan yang kekuatannya lebih besar, tembaga harus dalam bentuk paduan (Amanto dan Daryanto,1999).
13
Gambar 2.11. Diagram Keseimbangan Tembaga Seng
Gambar 2.12. Diagram Tegangan dan Regangan
14
II.4.4. Paduan Tembaga Paduan tembaga telah berkurang penggunaannya daripada waktu yang lampau. Harga tembaga yang meningkat dengan cepat, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kualitas bahan murah yang lain telah meningkat akhir-akhir ini, telah mengurangi penggunaan paduan tembaga untuk beberapa kebutuhan. Selain itu teknik pembuatannya telah diperbaiki, sehingga menyebabkan bahan kurang ductile dapat dipakai. Karena itu baja ringan yang kualitasnya baik sekarang sering digunakan. Sekalipun demikian paduan tembaga (kuningan dan perunggu) masih perlu dipertimbangkan keistimewaannya (Amanto dan Daryanto, 1999).
II.5.
Arus Listrik Searah (DC)
II.5.1. Arus Listrik Aliran (gerakan) muatan-muatan listrik dalam suatu konduktor dari tempat yang satu ke tempat yang lain disebut arus listrik. Di dalam konduktor logam, arus listrik adalah aliran elektron yang arahnya berlawanan dengan arah medan listriknya. Aliran elektron berasal dari potensial rendah ke potensial tinggi. Sedangkan menurut perjanjian arus listrik ditetapkan dari potensial tinggi ke potensial rendah. Dengan demikian perlu dibedakan: 1) Aliran elektron dari potensial rendah ke potensial tinggi. 2) Aliran listrik dari potensial tinggi ke potensial rendah.
Gambar 2.13. (a) aliran elektron berlawanan arah arus.(b) aliran listrik searah arus
Jika aliran ini mempunyai arah tetap, disebut arus listrik searah (DC = direct current) dan bila arahnya bolak-balik secara periodik disebut arus listrik bolak-balik (AC = alternating current) (Supardjo dkk., 1983).
15
II.5.2. Kuat Arus Listik Banyaknya muatan listrik yang melalui penampang suatu penghantar tiap satuan waktu disebut kuat arus listrik. Kuat arus dirumuskan sebagai:
i=
Q ......................................................................... 2.6 t
Dimana: Q
= muatan listrik (coulomb)
t
= waktu (detik)
i
= kuat arus listrik (Ampere)
(Supardjo dkk., 1983)
II.5.3. Rapat Arus Arus listrik dapat dinyatakan sebagai partikel-partikel bermuatan yang bergerak dalam suatu penghantar. Dimisalkan: v
= kecepatan partikel-partikel
t
= selang waktu
A
= penampang penghantar
n
= banyak partikel per volume
Dalam selang waktu t, tiap partikel menempuh jarak v.t. Banyak partikel yang menembus penampang A = banyak partikel dalam tabung yang panjangnya v.t dan penampangnya A = n.v.t.A.
16
Gambar 2.14. Partikel-partikel bermuatan yang bergerak dalam suatu penghantar
Jika muatan tiap partikel q, maka muatan partikel-partikel Q = q.n.v.t.A Kuat arus:
q.n.v.t. A …………………………………….. 2.7 t i = q.n.v. A i=
Rapat arus adalah kuat arus tiap satuan luas penampang. Dirumuskan dengan:
i A q.n.v. A J = ………………………………………. 2.8 A J = q.n.v J =
Dimana: i
= kuat arus (Ampere)
A
= luas penampang (m2)
Q
= muatan partikel (C)
n
= banyak partikel per m3
v
= kecepatan (m/s)
(Supardjo dkk., 1983)
17
II.5.4. Hukum Ohm Bila pada seutas kawat penghantar listrik terdapat titik A dan B, kemudian melalui kawat itu dialirkan arus listrik, maka antara A dan B timbul beda potensial. Perbandingan antara beda potensial dan kuat arusnya selalu tetap, bila suhunya tidak berubah. Nilai perbandingan tetap ini menyatakan nilai hambatan dari kawat antara A dan B. Jika beda potensial V volt dan kuat arus i ampere, maka besarnya hambatan kawat:
R=
V i
ohm ………………………………………….. 2.9
Gambar 2.15. Hambatan antara A dan B pada arus searah
Besarnya hambatan ini ternyata: 1) Berbanding lurus dengan panjang kawat. 2) Berbanding terbalik dengan penampang kawat. 3) Bergantung pada jenis kawat.
Dirumuskan:
R = ρ.
L …………………………………………………. 2.10 A
L
= panjang kawat (meter)
A
= penampang kawat (m2)
ρ
= hambat jenis (ohm.m)
R
= hambatan kawat (ohm)
Dimana:
(Supardjo dkk., 1983)
18
II.5.5. Hukum Joule Beda potensial adalah kerja yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan muatan dalam medan. Misalnya pada suatu circuit oleh beda potensial V, timbul arus I. Maka setiap detiknya ada I coulomb yang dipindah, jadi ada VI Joule kerja yang dibutuhkan, atau:
Daya = Energi/detik = VI Joule/detik = VI watt
Biasa ditulis:
P = V.I Watt (Hukum Joule) ………………………………… 2.11
Jadi daya ini dikeluarkan di dalam kawat per detiknya. Tentunya daya ini hilang sebagai panas ( E mempercepat elektron, lalu terjadi tabrakan, elektronnya kehilangan energinya ke bagian-bagian bahan, temperatur bahan akan naik, dst.) Dan dengan bantuan Hukum Ohm diperoleh:
P = V .I = I 2 R =
V2 R
Watt …………………………………..2.12
Dan energi yang hilang di kawat oleh arus I selama t detik:
W = V .I .t = I 2 Rt =
V2 .t R
Joule …………………………….. 2.13
Dimana: W
= energi yang hilang (Joule)
I
= kuat arus (Ampere)
R
= tahanan kawat (Ohm)
t
= lama waktu (detik) (Kraus, 1970)
19
II.6.
Switched-Mode Power Supply Secara umum, prinsip kerja dari switched-mode power supply dapat
terlihat dari flowchart dibawah ini.
Gambar 2.16. Skema sistem kerja switched-mode power supply.
Switched-mode power supply merupakan suatu alat elektronik yang digunakan untuk menghasilkan arus konstan DC yang diperoleh dari input masukan berupa arus bolak-balik AC. Ada beberapa tahap kerja dari alat ini yaitu input rectifier stage, inverter stage, voltage converter and output rectifier, dan regulation. Disebut switched-mode power supply karena voltase keluaran DC dapat diubah-ubah sesuai dengan tombol pilihan voltase keluaran yang tersedia. Pada input rectifier stage terjadi proses rectification, yaitu proses pengkonversian dari input utama AC menjadi arus DC. Prinsipnya adalah input AC yang masih berbentuk gelombang sinus diubah menjadi gelombang half-wave dengan cara mengurangi dan mengkoreksi faktor daya dengan filter. Half-wave kemudian mengalami proses pengubahan signal kembali menjadi full-wave dengan menggunakan voltage doubler. Ilustrasinya adalah sebagai berikut.
20
Gambar 2.17. Skema rectification.
Tahap berikutnya adalah inverter stage. Di sini full-wave dari proses rectifier yang berbentuk arus DC dikonversikan kembali menjadi arus AC dengan cara mengalirkannya ke oscillator daya, dimana transformator outputnya memiliki lilitan kawat yang sedikit pada frekuensi puluhan atau ratusan kilohertz (kHz). Setelah itu masuk ke tahap voltage converter and output rectifier. Arus AC yang dihasilkan dari tahap inverter stage digunakan untuk mengaktifkan lilitan primer transformator, kemudian voltase dinaikkan atau diturunkan sesuai kebutuhan pada lilitan sekunder. Output kemudian di-rectified agar output keluaran akhir konstan dan berubah menjadi arus DC dan kemudian diperhalus lagi dengan filter yang terdiri atas induktor dan kapasitor. Tahap terakhir adalah tahap regulation. Proses ini berfungsi untuk mengontrol umpan balik (feed back). Jika terdapat error pada voltase output, maka akan ada proses adjusting dengan cara mengembalikan error tersebut ke inverter untuk diproses kembali, namun bila tidak ada error maka akan dihasilkan output sesuai dengan switched voltage yang kita tentukan (disadur dari: wikipedia.com., 2009).
21
Gambar 2.18. Arsitektur switched-mode power supply. (a) Bridge Rectifier. (b) Input Filter Capacitors. (c) Transformer. (d) Output Filter Coil. (e) Output Filter Capacitors.
II.7.
Timer (Pewaktu) Timer atau pewaktu merupakan suatu unit elektronik yang berfungsi untuk
mengatur waktu suatu proses tertentu. Ada dua tipe timer yaitu mechanical timer dan electrical timer (disadur dari: wikipedia.com., 2009). Rangkaian dasar elektronika yang umumnya digunakan untuk pewaktu adalah astabil multivibrator.
22
Gambar 2.19. Rangkaian Astabil Multivibrator
Rangkaian astabil multivibrator dengan IC 555 ini menghasilkan pulsa berbentuk segi empat dengan perioda berlogika satu (T1) selama 0.7(R1+R2)C dan perioda berlogika nol (T2) selama 0.7(R2)C.
Dimana: T1, T2 = waktu (detik) R1, R2 = tahanan (ohm) C = kapasitansi (farad)
Rangkaian seperti ini akan membangkitkan pulsa secara terus menerus, oleh karena itu perlu dicari alternatif lain sehingga hanya dihasilkan satu buah pulsa. Rangkaian seperti ini umum disebut monostabil multivibrator. Prinsip kerjanya adalah: jika saklar (s) ditutup, maka kaki tiga dari IC 555 akan membangkitkan pulsa berlogika satu selama T = 0.7(R1+R2)C detik. Karena periode T ditentukan oleh R1, R2, dan C maka periode T ini bisa dirubah dengan merubah salah satu atau ketiga besaran tersebut (Sarwono dan Subrata, 1991).
23
Gambar 2.20. Rangkaian Monostabil Multivibrator
24
III. BAHAN DAN METODE
IV.1. Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan alat antara lain: 1) Kabel kawat secukupnya. 2) Mechanical Timer dengan waktu minimal 15 menit. 3) Switched-Mode Power Supply 3-24 V/ 8A. 4) 8 buah paku sekrup berkepala kembang. 5) 1 buah bolt and nut no. 10. 6) 6 buah penempel vakum 7) 2 buah Balok kayu berukuran 100 cm x 4 cm dengan tebal 1 cm. 8) Akuarium fiber dengan volume 300 mm x 180 mm x 220 mm. 9) 1 buah pelat tembaga ukuran 1200 mm x 365 mm dengan tebal 0.25 mm. 10) dll.
Sementara bahan yang digunakan untuk pengujian alat adalah air bersih dan berbagai jenis ikan, antara lain: 1) Ikan Gurame 2) Ikan Nila 3) Ikan Mas 4) Ikan Lele 5) Ikan Patin 6) Ikan Tambakan
25
IV.2. Alat Alat-alat atau perkakas yang digunakan dalam pembuatan dan pengujian alat antara lain: 1) Meteran, untuk mengukur bahan yang akan dibuat alat. 2) Gunting besi, untuk memotong pelat tembaga. 3) Ampelas, untuk menghaluskan ujung-ujung dan sisi-sisi tembaga serta balok kayu yang telah dipotong. 4) Pembolong kertas, untuk membolongi pelat tembaga. 5) Obeng kembang, untuk memutar paku sekrup berkepala kembang. 6) Palu, untuk mematenkan paku dan sekrup. 7) Gergaji tangan, untuk memotong balok kayu. 8) Multimeter, untuk mengukur tegangan dan arus listrik. 9) Gunting kabel, untuk memotong kabel. 10) Timbangan, untuk mengukur bobot ikan. 11) Kertas, pulpen, dan komputer, untuk mencatat dan mengetik data-data hasil pengujian. 12) Kamera, untuk dokumentasi. 13) dll.
IV.3. Metode Uji dan Pengamatan Metode yang digunakan untuk pengujian dan pengamatan alat adalah: 1) Siapkan alat yang telah dibuat. 2) Isi air bersih ke dalam bak penampung pada alat. 3) Masukkan ikan yang akan diuji. 4) Nyalakan alat dengan voltase tertentu dengan timer dipasang selama 15 menit. 5) Amati reaksi pada ikan saat diberok dan catat hasilnya. 6) Tentukan efisiensi pemberokkan.
26
IV.4. Rancangan Penelitian Pemberokkan secara alamiah memerlukan waktu yang lama
Diperlukan suatu inovasi alat yang dapat mempercepat waktu pemberokan agar lebih efisien
Merancang dan membuat alat pemberok ikan
Menentukan jenis ikan yang cocok untuk diberok dengan alat pemberok yang telah dibuat
Menentukan voltase dan waktu pemberokan yang optimum
Tidak
Voltase dan waktu optimum tercapai ?
Ya
Tentukan efisiensi pemberokan
27
IV. DISAIN ALAT PEMBEROK IKAN DENGAN TEGANGAN LISTRIK ARUS SEARAH
III.1. Identifikasi dan Pemecahan Masalah Salah satu penanganan pasca panen hasil perikanan, terutama perikanan darat adalah proses pemberokan ikan-ikan yang sudah dipanen. Seperti yang sudah kita ketahui pemberokan bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang ada pada dalam dan luar tubuh ikan. Pemberokan dilakukan dengan cara mempuasakan ikan-ikan yang sudah dipanen selama satu atau beberapa hari, sesuai dengan jenis ikan yang akan diberok, di dalam suatu kolam khusus pemberokan yang berisikan air bersih atau jernih dengan sirkulasi yang baik. Saat pemberokan, ikan akan mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada di dalam dan luar tubuhnya yang keluar melalui sistem pecernaan, sistem ekskresi, dan juga pergerakan tubuhnya yang menyebabkan kotoran-kotoran yang menempel di tubuhnya terlepas. Setelah pemberokan dianggap sudah selesai, ikan ada yang langsung dikonsumsi manusia dan ada pula yang dibiasakan terlebih dahulu diberi pakan pelet secara teratur dengan tujuan agar daging ikan jauh lebih gurih. Hal yang menjadi permasalahan adalah waktu pemberokan yang lama. Seperti kita ketahui, pemberokan minimal memerlukan waktu satu hari. Jika kita dapat membuat waktu pemberokan lebih cepat tentunya banyak keuntungan yang bisa kita peroleh. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain mempercepat waktu distribusi ikan-ikan hasil panen dan menghemat biaya pasca panen. Salah satu solusi untuk memecahkan masalah terebut adalah dengan mencoba menciptakan alat untuk memberok ikan dengan durasi pemberokan yang cepat. Alat ini menggunakan prinsip yang sederhana, yaitu pemberian arus listrik searah dengan tegangan tertentu yang dapat membuat ikan stress selama jangka waktu tertentu. Selama ikan stress itulah laju pencernaan, ekskresi, dan pergerakan ikan dipercepat sehingga akan mempercepat pengeluaran kotorankotoran dari dalam tubuh ikan, pengeluaran keringat dan lendir-lendir yang menempel pada tubuh ikan, serta membantu melepaskan kotoran-kotoran mikro yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dengan pergerakan ikan yang dipercepat karena pengaruh pemberian tegangan listrik arus searah.
28
III.2. Disain Struktural III.2.1 Bak penampug Bak penampung dibuat dengan bahan dasar fiber dengan ukuran panjang 300 mm, lebar 180 mm, dan tinggi 220 mm. Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran bagian dalam atau volume penampungan air. Tebal lapisan fiber yang digunakan adalah 15 mm. Dengan ukuran tersebut, bak penampung mampu menampung maksimal 1 kg ikan dan air maksimal 11.88 Liter.
Gambar 4.1. Bak Penampung berbahan dasar fiber
III.2.2. Elektroda Positif Elektroda positif dibuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda positif tersebut adalah 265 mm x 112 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 6 buah lubang untuk pemasangan paku sekrup. Pelat tembaga tersebut digabungkan secara semi permanen dengan isolator yang juga memiliki pegangan. Penggabungan semi permanen dengan menggunakan paku sekrup. Bentuk isolator berpegangan tersebut cukup disesuaikan dengan ukuran pelat tembaga. Bahan isolator terbuat dari kayu. Elektroda positif ini dihubungkan dengan kabel kawat ke kutub positif pada switched-mode power supply.
29
Gambar 4.2. Isolator (kiri) dan elektroda positif dari bahan tembaga (kanan)
III.2.3. Elektroda Negatif Sama seperti elektroda positif, elektroda negatif terbuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda negatif adalah 265 mm x 147 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 7 buah, dimana 6 buah lubang digunakan sebagai lubang-lubang untuk pemasangan semi permanen penempel vakum dan satu lubang lagi untuk memasang secara semi permanen bolt and nut nomor 10. Elektroda negatif dihubungkan dengan kabel kawat yang dijepit pada bolt and nut ke kutub negatif pada switched-mode power supply.
Gambar 4.3. Elektroda negatif tampak atas (kiri) dan tampak bawah (kanan)
III.2.4. Power Supply Power supply yang digunakan adalah tipe switched-mode power supply. Switched-mode power supply ini memiliki spesifikasi input 90-240 V AC dan output 3-24 V DC dengan kuat arus 8 A.
30
Gambar 4.4. Switched-mode power supply
III.2.5. Pewaktu Unit pewaktu menggunakan timer yang berjenis mechanical timer. Pengaturan dan penentuan waktu dilakukan dengan cara memutar kontrol pilihan waktu sesuai kebutuhan dan dihubungkan dengan sumber arus AC. Batas waktu terendah pengaturan waktu adalah 15 menit dan waktu maksimal adalah 24 jam.
Gambar 4.5. Mechanical Timer
31
III.2.6. Liquid Filter Liquid filter digunakan sebagai komonen pelengkap alat. Spesifikasinya adalah input masukan 220/240 V AC, daya 13 W, kedalaman maksimum 0.7 m, dan debit 600 L/jam.
Gambar 4.6. Liquid filter
III.3. Disain Fungsional III.3.1. Bak Penampung Bak penampung yang berbahan dasar fiber berfungsi sebagai tempat penampungan air dan ikan yang akan diberok. Pemilihan bahan fiber dimaksudkan agar bak penampung ringan dan mudah untuk dibawa (portable) serta anti pecah. Bak penampung dari fiber diperbaiki bila terjadi retak atau pecah dengan cara disambungkan kembali dengan bantuan lem plastik, lem kaca, atau lem pipa. Dengan begitu perawatan atau maintenance bak penampung mudah dilakukan.
III.3.2. Elektroda Positif Fungsi elektroda positif pada alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah sebagai logam penerima elektron yang bermediumkan air saat proses pemberokan ikan kepada elektroda negatif. Pemilihan bahan tembaga bertujuan agar arus listrik dari kutub positif power supply terhantar dengan baik karena tembaga merupakan penghantar listrik yang paling optimal. Isolator dan pegangan yang dihubungkan dengan elektroda positif berfungsi agar saat memegang elektroda positif tangan kita tidak tersetrum.
32
Sementara paku sekrup digunakan untuk menyatukan secara semi permanen isolator berpegangan dengan pelat tembaga elektroda positif. Paku sekrup juga dipakai untuk menjepit kabel kawat dengan tembaga pelat pada elektroda positif yang akan dihubungkan dengan kutub positif keluaran dari power supply. Paku sekrup juga dipakai untuk mempermudah bila akan melakukan maintenance pada komponen elektroda positif, yaitu bila akan mengganti pelat tembaga atau melepas kabel kawat.
III.3.3. Elektroda Negatif Elektroda negatif berfungsi sebagai logam untuk menyuplai elektron ke elektroda positif yang bermediumkan air saat pemberokan ikan dengan pemberian tegangan listrik arus searah dilakukan. Pemilihan bahan tembaga bertujuan agar arus listrik dari kutub negatif power supply terhantar dengan baik karena tembaga merupakan penghantar listrik yang paling optimal. Enam buah penempel vakum berfungsi untuk menempelkan secara semi permanen elektroda negatif dengan dasar bak penampung. Sementara itu, bolt and nut nomor 10 yang dipakai digunakan untuk menepit kabel kawat dengan elektroda negatif secara semi permanen. Penghubungan pelat tembaga elektroda negatif secara semi permanen dengan penjepit vakum dan bolt and nut bertujuan pula untuk mempermudah mainenance yaitu bila akan mengganti pelat tembaga, bolt and nut atau penempel vakum.
III.3.4. Power Supply Fungsi switched-mode power supply adalah untuk memperoleh sumber tegangan konstan dan arus listrik searah. Sumber input switched-mode power supply sendiri adalah arus AC. Dengan proses rectification, inverter stage, voltage converter and output rectifier serta regulation maka diubahlah input AC tersebut menjadi arus keluaran DC dengan beberapa pilihan voltase keluaran mulai dari 3 V hingga 24 V.
33
III.3.5. Pewaktu Mechanical Timer digunakan sebagai pengontrol waktu secara otomatis saat pemberokan ikan dilakukan. Waktu pemberokan dikontrol secara otomatis untuk menghindari kelalaian manusia karena dikhawatirkan bila penyetruman melebihi waktu optimal pemberokkan dapat menyebabkan ikan mati. Mechanical Timer diplih karena mudah diperoleh di pasaran dan mudah dalam pengoperasiannya.
III.3.6. Liquid Filter Fungsi liquid filter adalah sebagai komponen pelengkap alat. Komponen ini juga berfungsi untuk mengsirkulasi air selama proses pemberokan. Fungsi lainnya adalah menyaring kotoran-kotoran dari air yang akan disirkulasikan.
III.4. Pemilihan Bahan III.4.1. Pemilihan Bahan untuk Bak Penampung Faktor pembobot: Sifat Bahan
1-2
1-3
Tingkat keringanan bahan (1)
1
1
Kemudahan didapat (2)
0
Kemurahan harga (3)
0
2-3
Σ
Bobot
2
0.67
1
1
0.33
0
0
0
Indeks Sifat Berbobot: Bahan
Keringanan Bahan
Kemudahan Didapat
(0.67)
(0.33)
Kaca
1
2
1.33
Fiber
2
1
1.67
Σ
Ket: nilai dibuat relatif 1-2 mulai dari yang terburuk hingga yang terbaik
Karena nilai indeks sifat berbobot fiber lebih besar dari kaca, maka bahan fiber dipilih sebagai bahan dasar bak penampung.
34
III.4.2. Pemilihan Bahan Konduktor untuk Elektroda Positif dan Negatif Faktor pembobot: Sifat Bahan
1-2 1-3 1-4 2-3 2-4 3-4
Konduktivitas (1)
1
Kerenggangan partikel (2)
0
1
Bobot
3
0.50
1
0.17
0
1
0.17
1
1
0.17
1 0
Kemudahan didapat (3)
Σ
0
1
1
Kemurahan harga (4)
0
0
Indeks Sifat Berbobot: Konduktivitas Kerenggangan Kemudahan Kemurahan Bahan
Listrik
Partikel
Didapat
Harga
(0.50)
(0.17)
(0.17)
(0.17)
Alumunium
61
3
3
3
32.03
Besi
17
1
4
4
10.03
Kuningan
28
2
2
2
15.02
Tembaga
100
4
1
1
51.02
Σ
Keterangan:
•
Nilai konduktivitas listrik diperoleh berdasarkan tabel 2.2
•
Nilai relatif kerenggangan partikel 1-4 mulai dari yang paling rapat hingga yang paling renggang jarak antar partikelnya, hal ini menentukan kelenturan bahan dimana semakin renggang jarak antar partikel maka bahan akan semakin lentur
•
Nilai relatif kemudahan didapat 1-4 mulai dari yang paling sulit didapat hingga yang paling mudah didapat
•
Nilai relatif kemurahan harga 1-4 mulai dari yang paling mahal hingga yang paling murah
Berdasarkan nilai indeks sifat berobot, maka dipilihlah tembaga sebagai bahan untuk konduktor. Hal ini karena tembaga memiliki nilai indeks sifat berbobot yang paling tinggi yaitu 51.02.
35
V. ANALISIS TEKNIK DAN HASIL
V.1.
Skema Alat Pemberok Ikan dengan Tegangan Listrik Skema aliran listrik pada alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus
searah adalah sebagai berikut.
Gambar 5.1. Skema aliran listrik pada alat pemberok ikan
Sumber listrik utama dari alat pemberok ikan adalah arus AC. Arus AC dari sumber PLN akan dialirkan kepada timer, dari timer kemudian arus AC dialirkan ke switched-mode power supply. Di switched-mode power supply, arus AC diubah menjadi arus DC. Arus DC keluaran dari switched-mode power supply kemudian dialirkan dengan voltase tertentu ke elektroda positif yang ada di bagian atas bak penampung dan ke elektroda negatif di bagian bawah bak penampung. Kedua elektroda inilah yang akan menjadi kutub positif dan negatif untuk penyetruman ikan guna pemberokan. Medium serah terima elektron antara kedua elektroda adalah air bersih.
36
1 2
Keterangan Gambar: 1. Elektroda Positif 2. Bak Penampung 3. Timer 4. Elektroda Negatif 5. Power Supply
3
4
5
Gambar 5.2. Alat Pemberok Ikan dengan Tegangan Listrik Arus Searah
V.2.
Spesifikasi Alat Nama Alat
: Pemberok Ikan
Merk
: Ibrahim
Tipe
: IBR-1
Tahun Pembuatan : 2009 Fungsi
: Memberok Ikan
Kapasitas
: 1 kg Ikan
Efisiensi
: 77.97 %
Dimensi Total
: 300.180.220
Bobot Kosong
: 1.30 kg
Daya Input
: 720-1920 W
Komponen
: Elektroda Positif Elektroda Negatif Bak Penampung Timer Power Supply Liquid Filter
Harga
: Rp 783.250, 00
37
V.3.
Analisis Teknik
V.3.1. Kapasitas Bak Penampung Ukuran bagian dalam bak penampung: P = 30 cm L =18 cm t = 22 cm
Volume bak penampung: V = P.L.t = 30 x 18 x 22 = 11 880 cm3 = 11.88 Liter
Jadi, volume air maksimum yang dapat ditampung adalah 11.88 Liter. Bila diasumsikan air tidak diisikan, dengan volume dalam bak penampung sebesar 11.88 Liter mampu untuk menampung maksimal 1 kg ikan.
38
V.3.2. Analisis Perbandingan Lilitan pada Trafo di dalam Power Supply Pada lilitan primer trafo, Vp = 240 V Voltase output : 3 V, 6 V, 9 V, 12 V, 13.8 V, dan 24 V
Np = lilitan primer Ns = lilitan sekunder Np/Ns = perbandingan antara jumlah lilitan primer dengan lilitan sekunder Perhitungannya: Untuk voltase keluaran 3 V:
Np Ns
=
Vp Vs
=
240 3
=
80 1
; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 3 V adalah 80 : 1
Untuk voltase keluaran 6 V:
Np Vp 240 40 = = = ; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 6 V adalah 40 : 1 Ns Vs 6 1 Untuk voltase keluaran 9 V: Np Vp 240 80 = = = ; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 9 V adalah 80 : 3 Ns Vs 9 3
Untuk voltase keluaran 12 V: Np Vp 240 20 = = = ; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 12 V adalah 20 : 1 Ns Vs 12 1
Untuk voltase keluaran 13.8 V: Np Vp 240 400 = = = ; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 13.8 V Ns Vs 13.8 23 adalah 400 : 23
Untuk voltase keluaran 24 V:
Np Vp 240 10 = = = ; jadi Np : Ns untuk voltase keluaran 24 V adalah 10 : 1 Ns Vs 24 1
39
V.3.3. Daya Daya input: I=8A Vin min = 90 V Vin max = 240 V Pin min = Vin min x I = 90 x 8 = 720 W Pin max = Vin max x I = 240 x 8 = 1 920 W = 1.92 kW Jadi, daya input diperoleh adalah 720-1920 W.
Daya output: I = 8A Vout = 3 V, 6 V, 9 V, 12 V, 13.8 V, dan 24 V Perhitungan daya output: Untuk Vout = 3 V: Pout = Vout x I = 3 x 8 = 24 W; Jadi, daya output untuk keluaran 3 V adalah 24 W.
Untuk Vout = 6 V: Pout = Vout x I = 6 x 8 = 48 W; Jadi, daya output untuk keluaran 6 V adalah 48 W.
Untuk Vout = 9 V: Pout = Vout x I = 9 x 8 = 72 W; Jadi, daya output untuk keluaran 9 V adalah 72 W.
Untuk Vout = 12 V: Pout = Vout x I =12 x 8 = 96 W; Jadi, daya output untuk keluaran 12 V adalah 96 W.
40
Untuk Vout = 13.8 V: Pout = Vout x I =13.8 x 8 = 110.40 W; Jadi, daya output untuk keluaran 13.8 V adalah 110.40 W.
Untuk Vout = 24 V: Pout = Vout x I =24 x 8 = 192 W; Jadi, daya output untuk keluaran 24 V adalah 192 W.
41
V.3.4. Energi yang Hilang di Kawat Selama 15 Menit Untuk Vout = 3 V: W = Pout x t = 24 x 900 = 21 600 J = 21.6 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 3V ialah 21.6 kJ. Untuk Vout = 6 V: W = Pout x t = 48 x 900 = 43 200 J = 43.2 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 6 V ialah 43.2 kJ. Untuk Vout = 9 V: W = Pout x t = 72 x 900 = 64 800 J = 64.8 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 9 V ialah 64.8 kJ.
Untuk Vout = 12 V: W = Pout x t = 96 x 900 = 86 400 J = 86.4 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 12 V ialah 86.4 kJ. Untuk Vout = 13.8 V: W = Pout x t = 110.4 x 900 = 99 360 J = 99.36 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 13.8 V ialah 99.36 kJ.
Untuk Vout = 24 V: W = Pout x t = 192 x 900 = 172 800 J = 172.8 kJ; Jadi, energi yang hilang di kawat selama 15 menit untuk Vout = 24V ialah 172.8 kJ.
42
V.4.
Hasil Pengujian Alat
V.4.1. Pengujian pada Ikan Gurame Jumlah Ikan, Ulangan
1 ekor, 2 kali
Massa Ikan
500 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 12 V, lalu disetrum dengan 6 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1-2 hari
Reaksi pada Ikan
Muncul berak ikan, lendir, kotorankotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air menjadi keruh dan agak bau amis.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Hidup
V.4.2. Pengujian pada Ikan Nila Jumlah Ikan, Ulangan
2 ekor, 2 kali
Massa Ikan
@ ± 125 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 6 V, lalu disetrum dengan 3 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1 hari
Reaksi pada Ikan
Muncul berak ikan, lendir, kotorankotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air agak berbau amis, pada ikan yang berjamur sebagian besar jamur yang menempel di tubuh ikan terlepas.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Mati
43
V.4.3. Pengujian pada Ikan Lele Jumlah Ikan, Ulangan
1 ekor, 2 kali
Massa Ikan
± 100 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 6 V, lalu disetrum dengan 3 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1 hari
Reaksi pada Ikan
Muncul berak ikan, lendir, kotorankotoran mikro yang menempel di tubuh lele, air berbau amis dan agak keruh.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Hidup
V.4.4. Pengujian pada Ikan Mas Jumlah Ikan, Ulangan
1 ekor, 3 kali
Massa Ikan
± 350 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 12 V, lalu disetrum dengan 6 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1-2 hari
Reaksi pada Ikan
Muncul berak ikan, banyak lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan mas, air agak berbau amis.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Mati
44
V.4.5. Pengujian pada Ikan Patin Jumlah Ikan, Ulangan
4 ekor, 5 kali
Massa Ikan
@ ± 6-10 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 6 V, lalu disetrum dengan 3 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1 hari
Reaksi pada Ikan
Air agak keruh, muncul kotorankotoran mikro, lendir, dan sedikit berak.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Hidup
V.4.6. Pengujian pada Ikan Tambakan Jumlah Ikan, Ulangan
2 ekor, 2 kali
Massa Ikan
@ ± 100 g
Metode Pemberokan
Dikejut dengan 6 V, lalu disetrum dengan 3 V selama 15 menit.
Metode Alami (Pembanding)
1-2 hari
Reaksi pada Ikan
Muncul berak ikan, kotoran-kotoran mikro, lendir, air agak keruh dan sedikit berbau tanah.
Kondisi Ikan Setelah 1 Hari
Mati
45
V.5.
Waktu dan Voltase Optimal Pemberokan
Jenis Ikan
Bobot
Voltase
Durasi
Voltase Kejut
Durasi Voltase Kejut
(g)
(V)
(menit)
(V)
(detik)
Gurame
< 300
3
15
6
1-3
Gurame
≥ 300
6
15
12
1-3
Lele
< 300
3
15
6
1-3
Lele
≥ 300
6
15
12
1-3
Patin
< 300
3
15
6
1-3
Patin
≥ 300
6
15
12
1-3
V.6.
Efisiensi Pemberokan
V.6.1. Efisiensi Pemberokan Berdasarkan Bobot Kotoran Total Pemberokan Alamiah
Pemberokan dengan Alat
Bobot
Bobot
Bobot
Bobot
Bobot
Bobot
Efisiensi
Awal
Akhir
Kotoran
Awal
Akhir
Kotoran
Berok
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
(%)
150
129
21
150
140
10
47.62
150
111
39
150
122
28
71.79
150
99
51
150
100
50
98.04
150
100
50
150
124
26
52.00
150
99
51
150
107
43
84.31
Efisiensi Pemberokkan Rata-Rata (%)
70.75
*)Ikan sampel: ikan lele berbobot 150 g.
Contoh perhitungan (Sampel: Baris Pertama) : Pemberokan alamiah: Bobot kotoran = bobot awal – bobot akhir = 150 g – 129 g = 21 g Pemberokan dengan alat: Bobot kotoran = bobot awal – bobot akhir = 150 g – 140 g =10 g Efisiensi berok = (bobot kotoran dengan alat/bobot kotoran alamiah) x 100% = (10 g/21 g) x 100% = 47.62 %
46
Perhitungan efisiensi pemberokan rata-rata berdasarkan bobot kotoran total: Efisiensi pemberokan = Jumlah persentase total/Jumlah ulangan = (47.62 + 71.79 + 98.04 + 52 + 84.31)% /5 = 70.75%
V.6.2. Efisiensi Pemberokan Berdasarkan Kekeruhan Air Untuk membedakan kekeruhan, digunakan analisis warna dengan membedakan tingkat luminosity dan sampel ulangan sebanyak 5 kali. Hasilnya adalah sebagai berikut.
Pemberokan dengan Alat Warna Keruh
Pemberokan Alamiah
Efisiensi
Luminosity
(%)
185.15
140.13
67.87
196.93
181.03
91.22
194.33
187.50
96.36
188.32
167.00
87.23
195.02
167.06
83.26
Luminosity
Warna Keruh
Efisiensi Pemberokan Rata-Rata (%)
85.19
*)Ikan Sampel: ikan lele berbobot 150 g
Contoh perhitungan (sampel: baris pertama) : Efisiensi = [1 - (luminosity alat – luminosity alamiah)/luminosity alami] x 100 % = [1 - (185.15-140.13)/140.13] x 100 % = 67.87 %
47
Perhitungan efisiensi pemberokan rata-rata berdasarkan kekeruhan air: Efisiensi pemberokan = Jumlah persentase total/jumlah ulangan = (67.87 + 91.22 + 96.36 + 87.23 + 83.26)% / 5 = 85.19 %
V.6.3. Efisiensi Pemberokan Total Efisiensi pemberokan total adalah rataan dari efisiensi pemberokan berdasarkan bobot kotoran total dan efisiensi pemberokan berdasarkan kekeruhan air setelah pemberokan. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut.
Efisiensi pemberokan rata-rata total = (70.75 % + 85.19 %) / 2 = 77.97 %
48
V.7.
Kelebihan dan Kekurangan Alat Alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah yang telah dibuat
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan alat yang telah dibuat tentunya kita harus bandingkan dengan pemberokan yang dilakukan secara alamiah. Kelebihan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah dapat mempersingkat waktu pemberokan ikan. Bila kita ambil contoh pembanding yaitu pemberokkan yang minimal memerlukan waktu satu hari atau 24 jam, maka dengan alat pemberok yang dibuat kita dapat memberok ikan hanya 15 menit atau 1/96 kali lebih cepat daripada pemberokan secara alamiah. Keuntungan lainnya adalah kita tak memerlukan lahan yang luas untuk pemberokkan ikan. Sehingga kita dapat menghemat biaya untuk pembuatan kolam khusus pemberokkan. Kelebihan lainnya adalah ikan hasil pemberokan dengan alat yang dibuat hanya sedikit terdapat darah dan berak tersisa, sementara ikan yang diberok secara alamiah terdapat lebih banyak darah dan berak tersisa. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5.3. Perbedaan daging ikan setelah diberok dengan alat (kiri) dan setelah diberok secara alamiah (kanan).
Hal ini tentunya membuat ikan yang telah diberok dengan alat pemberok yang dibuat lebih bersih dan juga lebih mudah dibersihkan dibandingkan dengan ikan yang diberok secara alamiah. Kandungan nutrisi ikan pun harus diperhatikan setelah pemberokan selesai dilakukan. Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar 20%. Di samping itu protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit
49
lemak (Nuraini, 2008). Untuk melihat ikan yang mengandung nutrisi baik dapat diperhatikan dari kesegaran ikan tersebut. Untuk mengecek kandungan nutrisi dan kesegaran, kedua ikan dibersihkan terlebih dahulu. Bila ikan masih terlihat segar, maka kandungan gizi ikan tersebut masih tinggi. Tanda-tanda ikan yang segar antara lain ikan bercahaya seperti ikan hidup, badan kaku dan liat, baunya masih seperti ikan hidup/segar, mata ikan jernih dan terang, daging kenyal, dinding perut kuat (disadur dari: Nuraini, 2008). Saat membandingkan kedua ikan hasil pemberokan dengan alat dan alamiah, dilakukan pengecekan terhadap kekenyalan dagingnya. Dan setelah dicek, tingkat kekenyalan kedua daging ikan tersebut relatif sama. Dinding perut keduanya pun relatif sama kuat. Hal ini membuktikan bahwa kandungan nutrisi pada ikan yang diberok dengan alat pemberok dan pada ikan yang diberok secara alamiah relatif sama. Ikan yang telah diberok baik secara alamiah maupun dengan alat pemberok diuji pula selang waktu pembusukannya. Tujuannya adalah untuk mengecek apakah selain sebagai pemberok ikan, alat ini dapat pula digunakan untuk mengawetkan ikan dengan metode pengaliran listrik pada ikan. Hasil ujicobanya adalah sebagai berikut.
Ikan Hasil Pemberokan dengan Alat
Ikan Hasil Pemberokan Alamiah
Kondisi Setelah Kondisi Awal
Dibiarkan Selama
Kondisi Setelah Kondisi Awal
24 Jam
Dibiarkan Selama 24 Jam
Segar
Busuk
Segar
Busuk
Segar
Busuk
Segar
Busuk
Segar
Busuk
Segar
Busuk
Dari hasil pengujian tersebut, baik ikan yang diberok secara alamiah maupun ikan yang diberok dengan alat, keduanya akan membusuk bila dibiarkan selama 24 jam. Hal ini berarti alat pemberok yang dibuat tidak bisa difungsikan sebagai alat untuk mengawetkan ikan dengan prinsip pemberian tegangan listrik. Oleh sebab itu, alat ini untuk semnetara hanya bisa difungsikan sebagai pemberok ikan saja dengan efisiensi pemberokan sebesar 77.97 %.
50
Sementara kekurangan alat adalah tidak dapat melakukan pemberokan semaksimal metode alamiah. Selain itu, kekurangan pemberokan dengan alat ini adalah masih terbatas pada beberapa jenis ikan saja, yaitu ikan gurame, ikan lele, dan ikan patin. Alat ini juga terbatas hanya dapat memberok ikan dengan kapasitas maksimal 1 kg ikan. Namun, ini bukan berarti pemberokan dengan alat pemberok ini tidak maksimal, namun masih dapat dikembangkan lagi agar pemberokan dapat berlangsung secara lebih optimum.
51
VI. ANALISIS EKONOMI
BIAYA PEMBUATAN ALAT Akuarium fiber, volume 300 x 180 x 220
Rp
45.000, 00
Pelat tembaga, tebal 0.25 mm, ukuran 1200 x 365
Rp
125.000, 00
Paku, paku sekrup, bolt and nut, dan kabel kawat
Rp
20.000, 00
Penempel vakum
Rp
3.000, 00
Balok kayu, tebal 10 mm, panjang 2 meter
Rp
4.500, 00
Power supply
Rp
190.000, 00
Timer
Rp
95.000, 00
Liquid filter
Rp
70.000, 00
Biaya tak terduga
Rp
50.000, 00
TOTAL BIAYA PEMBUATAN ALAT
Rp 602.500, 00
BIAYA TETAP Penyusutan (10% per tahun dari biaya pembuatan)
Rp
60.250, 00 per tahun
BIAYA TIDAK TETAP Biaya listrik dan penggantian lempeng tembaga
TOTAL BIAYA
Rp 200.000, 00 per tahun
Rp 260.250, 00 per tahun
HARGA JUAL Biaya pembuatan alat (Modal)
Rp 602.500, 00
Keuntungan yang diinginkan (15% dari modal)
Rp
90.375, 00
Harga teknologi (15% dari modal)
Rp
90.375, 00
HARGA JUAL
Rp 783.250, 00
52
VII. PEMBAHASAN Pemberokan ikan merupakan salah satu kegiatan pasca panen hasil perikanan. Pemberokan dilakukan untuk menghilangkan segala jenis kotorankotoran yang ada di dalam dan bagian permukaan tubuh ikan. Dengan cara tersebut, ikan akan lebih sehat untuk dikonsumsi karena ikan sudah jauh lebih bersih dan lebih sedikit jumlah bakterinya. Pemberokan umumnya dilakukan pada tempat atau kolam khusus pemberokkan. Untuk pemberokan dengan skala kecil, pemberokan dapat dilakukan dengan mempuasakan ikan selama satu atau beberapa hari sesuai dengan jenis dan ukuran ikan di dalam baskom besar atau akuarium. Pemberokan untuk skala kecil memang masih mudah untuk dilakukan. Namun, untuk pemberokan skala besar, atau pemberokan dengan jumlah ikan untuk konsumsi yang besar, pemberokan perlu dilakukan pada kolam khusus dengan sirkulasi air yang baik dan pasokan oksigen yang teratur. Pembuatan kolam tentunya memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Selain itu, waktu pemberokan yang tidak sebentar membuat distribusi ikan hasil panen harus menunggu selesainya waktu pemberokan. Oleh sebab itu, diperlukan inovasi untuk menciptakan alat yang mampu memberok ikan dengan waktu yang lebih singkat dan tidak memakan tempat atau lahan dan besar. Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah merupakan salah satu langkah untuk menjawab permasalahan di atas. Dengan disain tersebut, dapat kita buat alat pemberok ikan yang dapat berlangsung dengan cepat dengan prinsip pengaliran arus listrik searah dengan tegangan listrik tertentu yang dapat membuat stress ikan tetapi tidak menyebabkan ikan mati. Dengan keadaan stress yang optimal tersebut diharapkan laju pencernaan dan ekskresi ikan dapat meningkat sehingga pengeluaran kotoran-kotoran baik di dalam tubuh maupun di permukaan tubuh ikan dapat ditingkatkan lajunya. Ide pemberian tegangan listrik arus searah sendiri muncul karena setiap ikan yang disetrum mayoritas selalu mengalami stress, mengeluarkan kotoran (feses) dan bahkan lendir-lendir dari dalam tubuhnya. Oleh sebab itulah fenomena tersebut dijadikan dasar untuk pembuatan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah. Disain alat
53
pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah sendiri terdiri atas disain struktural dan disain fungsional. Disain struktural alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah terdiri dari bak penampung, elektroda positif, elektroda negatif, power supply, dan timer atau pewaktu. Bak penampung dibuat dengan bahan dasar fiber dengan ukuan panjang 300 mm, lebar 180 mm, dan tinggi 220 mm. Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran bagian dalam atau volume penampungan air. Tebal lapisan fiber yang digunakan adalah 15 mm. Dengan ukuran tersebut, bak penampung mampu menampung maksimal 1 kg ikan dan air maksimal 11.88 Liter. Elektroda positif dibuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda positif tersebut adalah 265 mm x 112 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 6 buah lubang untuk pemasangan paku sekrup. Pelat tembaga tersebut digabungkan secara semi permanen dengan isolator yang juga memiliki pegangan. Penggabungan semi permanen dengan menggunakan paku sekrup. Bentuk isolator berpegangan tersebut cukup disesuaikan dengan ukuran pelat tembaga. Bahan isolator terbuat dari kayu. Elektroda positif ini dihubungkan dengan kabel kawat ke kutub positif pada switched-mode power supply. Elektroda negatif terbuat dari pelat tembaga dengan tebal 0.25 mm. Ukuran elektroda negatif adalah 265 mm x 147 mm. Pelat tembaga tersebut dilubangi kecil sebanyak 7 buah, dimana 6 buah lubang digunakan sebagai lubang-lubang untuk pemasangan semi permanen penempel vakum dan satu lubang lagi untuk memasang secara semi permanen bolt and nut nomor 10. Elektroda negatif dihubungkan dengan kabel kawat yang dijepit pada bolt and nut ke kutub negatif pada switched-mode power supply. Power supply yang digunakan adalah tipe switched-mode power supply. Switched-mode power supply ini memiliki spesifikasi input 90-240 V AC dan output 3-24 V DC dengan kuat arus 8 A. Unit pewaktu menggunakan timer yang berjenis mechanical timer. Pengaturan dan penentuan waktu dilakukan dengan cara memutar kontrol pilihan waktu sesuai kebutuhan dan dihubungkan dengan sumber arus AC. Batas waktu terendah pengaturan waktu adalah 15 menit dan waktu maksimal adalah 24 jam. Liquid filter berfungsi sebagai komponen pelengkap dengan spesifikasi kedalaman maksimum 0.7 m dan debit aliran 600 L/jam.
54
Ditinjau dari disain fungsional, komponen-komponen penyusun alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah memiliki fungsi yang berbedabeda dan saling menunjang satu sama lain. Bak penampung dipilih yang berbahan dasar fiber. Pemilihan bahan fiber sendiri telah dipertimbangkan sebelumnya. Dengan membandingkan bahan fiber dengan bahan lain yaitu kaca dan dengan mempertimbangkan tingkat bahan yang paling ringan, kemudahan diperoleh, dan harga maka terpilihlah bahan fiber sebagai bahan untuk bak penampung. Dipilihnya bahan fiber tentunya karena bahan ini ringan. Dengan ringannya bahan fiber, bak penampung lebih portable digunakan dibandingkan dengan kaca. Maintenance bak penampung dari bahan fiber juga lebih mudah. Kerusakan yang umumnya terjadi adalah retak atau pecah. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan menggunakan lem plastik. Elektroda positif yang terdiri dari kayu pegangan dan isolator dan pelat elektroda dari tembaga memiliki fungsi tersendiri. Pemilihan bahan elektroda positif dari tembaga sendiri sudah dianalisis terlebih dahulu. Dengan membandingkan dengan logam-logam lain seperti alumunium, besi, dan kuningan, tembaga lebih baik untuk digunakan terutama karena tembaga memiliki electrical conductivity yang paling optimal dibandingkan bahan lainnya. Tembaga yang dipilih pun adalah pelat tembaga karena pelat tembaga lebih lentur dibandingkan dengan tembaga yang lebih tebal. Kelenturan tembaga ini menyebabkan pelat tembaga mudah dipotong dan dilubangi. Pada elektroda positif sendiri, tembaga dilubangi dengan enam buah lubang. Enam lubang diperuntukkan bagi pemasangan paku sekrup. Paku sekrup sendiri dipakai untuk menggabungkan secara semi permanen dengan kayu yang berfungsi sebagai pegangan, isolator dan penutup bak penampung. Dipilihnya paku sekrup agar memudahkan maintenance yaitu ketika kita akan mengganti pelat tembaga. Paku sekrup juga dipilih agar mudah untuk menjepit kabel kawat, yang digunakan sebagai penghubung aliran listrik antara kutub positif power supply dengan pelat tembaga elektroda positif. Elektroda negatif juga menggunakan pelat tembaga seperti pada elektroda positif. Elektroda negatif diberi tujuh buah lubang. Enam lubang digunakan untuk menghubungkan secara semi permanen dengan penempel vakum. Penempel vakum digunakan untuk menempelkan elektroda negatif dengan bagian dasar bak penampung secara semi permanen. Satu lubang lagi dipakai
55
untuk menempatkan bolt and nut nomor 10. Bolt and nut ini digunakan untuk menjepit kabel kawat secara semi permanen yang menghubungkan elektroda negatif dengan kutub negatif dari power supply. Pemasangan secara semi permanen antara pelat tembaga dengan penempel vakum dan bolt and nut pada elektroda negatif
bertujuan untuk memudahkan maintenance. Maintenance
sendiri berupa pergantian pelat tembaga, pergantian bolt and nut, pergantian penempel vakum, atau bila akan melepas elektroda negatif untuk membersihkan bak penampung. Power supply digunakan tipe switched-mode power supply. Dipilihnya switched-mode power supply karena mudah didapat di pasaran dan cukup efektif mengubah arus AC menjadi keluaran arus DC. Switched-mode power supply sendiri terdiri atas beberapa pilihan keluaran voltase mulai dari 3 V sampai 24 V dengan arus konstan 8 A, sehingga memudahkan untuk merubahrubah output keluaran sesuai dengan voltase keluaran yang diperlukan untuk pemberokkan ikan. Timer yang digunakan pada alat adalah mechanical timer. Timer jenis ini dipilih karena mudah diperoleh di pasaran. Selain itu, mechanical timer dapat diatur waktunya sesuai kebutuhan pemberokan, yaitu mulai dari 15 menit hingga 24 jam atau satu hari. Sementara itu komponen penunjang liquid filter berguna untuk menjamin sirkulasi air selama proses pemberokkan berlangsung. Prinsip kerja alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah sumber arus AC dari PLN mengalir kepada mechanical timer. Di mechanical timer, arus AC diatur lama pengalirannya ke power supply. Dari mechanical timer, arus AC kemudian dialirkan ke power supply. Melalui proses input rectification, inverter stage, voltage converter, output rectifier, dan regulation maka diubahlah input masukan AC menjadi output keluaran DC. Dengan menggunakan power supply bertipe switched-mode power supply maka output keluaran DC dapat dipilih sesuai kebutuhan pemberokan dengan arus keluaran konstan 8 A. Arus listrik DC keluaran dari power supply kemudian dialirkan ke elektroda positif dan negatif. Kedua elektroda tersebut yang sudah bermuatan listrik kemudian melakukan proses serah terima elektron dimana logam tembaga pada elektroda negatif mengalirkan elektron ke logam tembaga pada elektroda positif dengan medium air. Ketika proses tersebut berlangsung, ikan
56
yang berada di dalam air juga secara tidak langsung menjadi media serah terima elektron bersama dengan air, sehingga ikan akan tersetrum dengan arus DC. Selama tersetrum itulah ikan menjadi stress sehingga laju ekskresi, laju pencernaan, dan gerakan ikan dipercepat. Timer diset pada posisi 15 menit. Hal itu dilakukan karena bila sudah disetrum selama 15 menit dengan voltase pemberokan yang optimal, ikan umumnya akan kelelahan dan lemas sehingga sudah tidak ada lagi aktivitas pengeluaran hasil pencernaan, pengeluaran zat sisa dari proses ekskresi, dan juga tidak ada lagi pergerakan ikan karena ikan sudah cenderung pingsan sesaat. Karena timer diset 15 menit, maka setelah pemberokan selama 15 menit, aliran listrik dari mechanical timer ke power supply akan terhenti sehingga proses pemberokan ikan akan selesai saat itu juga secara otomatis. Pengontrolan waktu secara otomatis dengan menggunakan timer dilakukan untuk menghindari kelalaian manusia yang dapat lupa. Karena dikhawatirkan bila manusia lalai sehingga waktu pemberokan melebihi 15 menit maka akan menyebabkan ikan mati. Penggunaan arus DC untuk pemberokan sendiri dikarenakan untuk memberok ikan dengan tegangan listrik harus dengan tegangan listrik optimal pemberokan yang dijaga konstan. Bila kita menggunakan arus AC, tegangan listrik atau beda potensial tidak dapat konstan sehingga dikhawatirkan akan menyiksa ikan akibat fluktuasi tegangan listrik yang tak menentu, sedangkan kita tahu bahwa pemberokan dengan tegangan listrik harus konstan pada voltase yang optimal. Bila diatas voltase optimal ikan akan mati, namun bila dibawah voltase optimal ikan, tidak akan ada peningkatan laju pencernaan, laju ekskresi, dan juga laju pergerakan ikan. Dari hasil analisis teknik kita dapat melihat untuk bak penampung, dengan mengalikan panjang, lebar, dan tinggi bagian dalam bak penampung diperoleh bahwa bak penampung mampu menampung maksimal 11.88 liter air. Dengan volume tersebut, bak penampung juga mampu menampung maksimal 1 kg ikan hidup. Hasil analisis lainnya adalah daya input alat adalah 720-1920 W untuk voltase masukan 90-240 V. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi listrik yang diperlukan untuk pengoperasian alat adalah 0.18-0.48 kWh. Sementara daya output untuk keluaran 3-24 V adalah 24-192 W. Ini menunjukkan konsumsi listrik
57
pada elektroda tembaga adalah 0.006-0.048 kWh. Sementara itu, energi yang hilang dikawat kabel selama proses pemberokan 15 menit adalah 21.6-172.8 kJ. Alat pemberok diujicobakan pada beberapa jenis ikan, yaitu ikan gurame, ikan nila, ikan lele, ikan mas, ikan patin, dan ikan tambakan. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa untuk ikan bermassa dibawah 300 g, penyetruman menggunakan voltase DC sebesar 3 V dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 6 V selama 1-3 detik. Sementara untuk ikan yang berbobot 300 g keatas, penyetruman menggunakan voltase DC 6 V dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 12 V selama 1-3 detik. Lama penyetruman untuk pemberokan sendiri adalah 15 menit. Pengejutan selama 1-3 detik dengan voltase yang lebih tinggi adalah untuk mengejutkan ikan sehingga merangsang ikan untuk mengeluarkan feses. Setelah dikejut dengan voltase yang lebih tinggi, ikan lalu disetrum dengan voltase penyetruman yang optimal untuk pemberokkan (lebih rendah dibandingkan voltase kejut). Tujuan pemberian voltase yang optimal adalah selain merangsang pencernaan ikan juga untuk membuat ikan stress namun tak mematikan sehingga laju ekskresi ikan akan meningkat. Peningkatan laju ekskresi ikan ditandai dengan munculnya keringat dan lendir-lendir ikan. Bila ikan berasal dari perairan yang sangat kotor, air setelah pemberokan biasanya menjadi lebih keruh dan berbau amis. Reaksi yang muncul pada ikan gurame ketika diberok dengan alat adalah muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air menjadi keruh dan agak bau amis. Pada ikan nila muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan, air agak berbau amis, pada ikan yang berjamur sebagian besar jamur yang menempel di tubuh ikan terlepas. Pada ikan lele muncul berak ikan, lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh lele, air berbau amis dan agak keruh. Pada ikan mas muncul berak ikan, banyak lendir, kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan mas, air agak berbau amis. Pada ikan patin menyebabkan air agak keruh, muncul kotorankotoran mikro, lendir, dan sedikit berak. Terakhir, pada ikan tambakan muncul berak ikan, kotoran-kotoran mikro, lendir, air agak keruh dan sedikit berbau tanah. Oleh karena itu, kita dapatkan fakta bahwa reaksi yang umumnya muncul pada ikan ketika diberok dengan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah muncul feses ikan, muncul lendir ikan, muncul kotoran-kotoran mikro dari
58
permukaan tubuh ikan, dan air hasil pemberokan umumnya lebih keruh dan berbau amis. Seperti halnya alat-alat yang dibuat, alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah memiliki kelebihan dan kerugian. Keuntungan yang diperoleh dari pemberokan dengan menggunakan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah pemberokan dapat menghemat lahan dan waktu, karena laju pencernaan dan ekskresi dapat dipacu lebih cepat dibandingkan dengan metode alamiah. Kelebihan lainnya adalah ketika ikan hasil pemberokan dibelah, ikan yang diberok dengan alat terlihat lebih sedikit darah segar yang mengalir serta sedikit sisa berak dibandingkan dengan ikan yang diberok dengan cara alamiah. Hal ini tentunya memudahkan dalam pembersihan ikan, karena ikan yang diberok dengan alat jauh lebih bersih bagian dalamnya. Namun dilihat dari jumlah bobot kotoran totalnya, ikan yang diberok dengan alat melepaskan kotoran total lebih sedikit bila dibandingkan dengan metode alamiah. Hal ini disebabkan walaupun kotoran pencernaannya lebih banyak terkuras, pemberokan dengan alat yang dibuat jauh lebih sedikit menguras lendir-lendir atau keringat (kotoran hasil ekskresi) serta kotoran-kotoran mikro yang menempel di tubuh ikan bila dibandingkan dengan pemberokan secara alamiah. Kandungan nutrisi ikan pada ikan yang diberok dengan alat pun relatif sama dengan ikan yang diberok secara alamiah. Hal ini dapat terlihat dari tingkat kekenyalan daging yang relatif sama dan kekuatan dinding perut yang juga relatif sama. Sementara kekurangan dari alat ini adalah hasil pemberokan yang tidak semaksimal bila dibandingkan dengan metode alamiah. Selain itu, kekurangan alat ini adalah kapasitasnya yang hanya cukup untuk total 1 kg ikan saja dan juga hanya terbatas untuk ikan lele, patin, dan gurame. Alat ini cocok untuk ikan lele, patin, dan gurame dikarenakan pada percobaan awal, ketiga ikan inilah yang keesokan harinya masih tetap hidup setelah diberok dengan alat, sementara ikan yang lainnya mati setelah satu hari pemberokan. Setelah pemberokan dengan alat pemberok ikan dengan tegangan tegangan listrik arus searah selesai dilakukan, ikan jangan langsung dikonsumsi tetapi dibiarkan dahulu sampai tenang setelah penyetruman agar otot-otot ikan kembali lentur agar dagingnya lebih gurih dimakan. Untuk lebih cepat menenangkan ikan, kita dapat menambah aerator untuk memperbanyak suplai
59
oksigen yang dapat membantu menenangkan ikan. Berdasarkan perbandingan bobot kotoran total yang terkuras antara pemberokan dengan alat dan metode alamiah, maka efisiensi pemberokan untuk alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah 70.75%. Sedangkan berdasarkan kekeruhan air setelah pemberokan, efisiensi pemberokan untuk alat ini adalah 85.19%. Dan bila dirataratakan secara total maka efisiensi pemberokan dari alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah 77.97%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan efisiensi pemberokan diatas 50%, maka alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah ini sudah dapat digunakan sebagai pengganti pemberokan ikan secara alamiah. Namun, untuk kemungkinan fungsi tambahan dari alat ini belum ditemukan. Dari uji pembusukan, kedua ikan baik yang diberok secara alami maupun yang diberok dengan alat keduanya akan membusuk setelah dibiarkan selama 24 jam. Hal ini menunjukkan alat pemberok yang dibuat tidak dapat digunakan sebagai alat pengawet ikan dengan prinsip pemberian tegangan listrik. Dari analisis ekonomi yang telah dilakukan, modal yang diperlukan untuk pembuatan alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah adalah Rp 602.500, 00. Dengan asumsi keuntungan yang diharapkan adalah 15% dari modal dan harga teknologinya adalah 15% dari modal maka harga jual alat ini dipatok pada Rp 783.250, 00. Harga sebesar ini yang relatif murah diperuntukkan agar para petani ikan dapat menjangkaunya. Sementara itu, dengan mempertimbangkan besarnya penyusutan alat sebesar 10% dari modal dan biaya tidak tetap total sebesar Rp 200.000, 00 per tahun, maka biaya operasional alat ini adalah Rp 260.250, 00 per tahunnya. Dengan demikian biaya operasional per bulannya adalah sekitar Rp 21.687, 50. Biaya operasional tersebut tentunya termasuk kategori yang hemat bagi yang menggunakannya.
60
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII.1. Kesimpulan Disain alat pemberok ikan dengan tegangan listrik arus searah terdiri atas beberapa komponen yaitu bak penampung yang berfungsi sebagai tempat penampungan ikan dan air, elektroda positif dan negatif sebagai logam komponen untuk serah terima elektron saat penyetruman ikan dengan media air, power supply sebagai pengubah arus input AC menjadi arus keluaran DC, timer sebagai pengontrol waktu secara otomatis, dan liquid filter sebagai komponen pelengkap yang berfungsi sebagai penjamin sirkulasi air selama pemberokan berlangsung. Voltase pemberokan untuk ikan berbobot 300 g ke atas adalah 6 V dengan lama penyetruman 15 menit dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 12 V selama 1-3 detik. Sedangkan voltase pemberokan ikan yang berbobot dibawah 300 g adalah 3 V dengan lama penyetruman 15 menit dengan terlebih dahulu dikejut dengan voltase 6 V selama 1-3 detik.
VIII.2. Saran Perlu dilakukan peneilitian lanjutan untuk meneliti bagaimana tekstur daging dan rasa ikan yang dihasilkan dari proses pemberokan dengan tegangan listrik arus searah. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi pemberokan dari alat.
61
DAFTAR PUSTAKA
Amanto, Hari dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: Bumi Aksara. Anonymous. 2009. Electrical Conductor. www.wikipedia.com. Anonymous. 2009. Mechanical Timer. www.wikipedia.com. Anonymous. 2009. Switched-Mode Power Supply. www.wikipedia.com. Blocher, Richard. 2004. Dasar Elektronika. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Cahyono, Bambang. 1997. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta: Kanisius. Cutter, Peterson. 2009. Electrical Conductivity of Materials. www.kp44.org. Herlina, Rose. 2000. Intisari IPA Biologi. Jakarta: Kawan Pustaka. Kraus, John D. 1970. Electromagnetics. Disadur oleh: T. Simandjuntak. Bandung: Penerbit Alumni. Mikrajuddi, dkk. 1998. IPA Terpadu. Jakarta: ESIS. Nuraini, Rahma. 2008. Teknik Pengawetan Ikan untuk Dikonsumsi dengan Metode Fermentasi Ensiling. Tugas Bioteknologi. Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB. Redaksi Agro Media. 1997. Panduan Lengkap Budidaya Gurami. Jakarta: Agro Media. Sarwono, Susilo dan Subrata, Dewa Made. 1991. Kontrol Otomatik. Bogor: JICADGHE/IPB PROJECT/ADAET: JTA-9a(132). Supardjo, Anton, dkk. 1983. Fisika. Bandung: Bina Budhaya. Suwarno. 2006. Material Elektroteknik. Bandung: Penerbit Megatama. Zaki, M.H. 2006. Rangkaian Elektronika Praktis. Yogyakarta: Absolut. Zen, Israr. 1982. Disain dan Uji Teknis Pagar Listrik Untuk Ternak Sapi. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Regulasi pada power supply.
64
Lampiran 2. Rectifier pada power supply
65