ta sambil menyingkap rambut panjangnya. Dua Baju Putih saling pandang, terlalu apal wajah To It Peng didalam perbendaharaan mereka. „Hei." Bentak si Hantu Wanita, "lagi2 dirimu yang kita temukan."
„Memang ! Lagi2 kita kembali." To It Peng melowekan mulutnya. la berusaha bangun, ternyata ia diatuh dari atas pohon dengan keadaan badan yang tidak sedap dipandanq. . 3 Wajah Tak Berkulit sangat memandang ringan sampai dimana ilmu kepandaian To It Peng, sangatlah diketahui jelas, maka mereka tidak bersiap siaga sama sekali. „Hei," kata si Hantu Wanita. „tak usah kau bangun lagi, bersembahlah kepadaku, dengar baik-baik pertanyaan2 yang akan kuajukan." To It Peng meng-goyang2kan tangan. „Mana boleh," debatnya. „kau bukan ibuku, bukan bibiku, bukan guruku, mengapa harus menyembah2 kepadamu ? Wajahmu sangat………….." Suatu kebutan tangan telah membuat To It Peng tidak berdaya, ia tertekan kebawah dan betul2 menyembah. Ternyata si Hantu Wanita telah mengerahkan ilmuanya, menekan sidungu dida!am keadaan menyembah seperti tadi. To It Peng berniat bangun, tetapi ia bukan tandingan si Wajah Tak berkulit itu, masakan mungkin memenangkan tenaga si Hantu Wanita? Keringat mengucur deras, semakin kuat sipemuda mengerahkan tenaga, semakin sakit dirasakan olehnya. Sampai disini, barulah ia sadar akan sesuatu yang tidak beres. Ternyata, setelah kena tipu Hian-u Po-po yang mengatakan dirinya telah berhasil 'diciptakan' sebagai 'jago nomor satu', kesan ini sangat kokoh kuat bersarang didalam benak pikiran To It Peng,
betul ia telah dikalahkan oleh beberapa orang, pada anggapannya ialah, para akhli silat itu adalah 'jago2 kelas istimewa' yang berada diatas jago kelas satu yang tentu saja dapat mengalahkan dirinya. Kali ini ia manghadapi suatu kenyataan Ia telah ditundukkan oleh si Hantu Wanita!
Dikala Ban-kee-chung belum musnah, wanita berambut panjang ini pernah diKalahkan oieh Ban Kim Sen, dan diketahui sang paman belum dapat digolongkan kedalam kelas para 'jago istimewa' maka si Hantu Wanita bukanlah jago kelas satu, bukan pula jago kelas istimewa, tentunya. Dan dia dikalahkan oleh seorang yang bukan digolongan kadalam kelas 'jago istimewa', kesannya yang menyatakan ia seolah jago kelas satu mulai goyah. To It Peng mendongakan kepala, memandang bingung, Eh, kamanakah ilmu kepandaianku yang maha hebat itu? To It Peng tidak mendapat jawaban yang mamuaskan. Aaaaaaaaa …………. Tiba2 sebuah ilham memecahkan kekacauan fikirannya itu, T o It Peng membuat suatu kesimpulan. Tentunya ilmuku lenyap mendadak. jernihkanlah pikiran pemuda ini. Betul ! T entunya ilmuku telah lenyap mendadak, entah bila ilmu itu dapat tiada pada diriku ! „Hei, mengapa kau tahu kami akan mengadakan rapat ditempat ini ?" Bentak si Hantu Wanita. „Mengapa kau menyembunyikan diri diatas pohon ini ?" To it Peng sedang mencari 'sebab musabab dari kehilangan ilmu kepandaiannya yang maha hebat' itu. la tidak dengar apa yang diajukan kepadanya. „Hei ……" Wajah Tak Berkulit itu membentak. „Lekas jawab pertanyaanku." To It Peng menyayangkan 'iImunya yang telah lenyap. Tiba2 saja…….. Oaaaa……. Huk…….. Huk …. dan ia menangis
menggerang-ngerang, memikirkan nasib yang buruk, masakan ilmu yang maha hebat dapat lenyap mendadak? „menangis?" Bentak dua Baju Putih. „lngin meminta belas kasihan ?" Si Hantu Wanita menekan keras, ia membentak : „Lekas katakan, apa kerjamu diatas pohon ?"
„Teliah lenyap…… Lenyap mendadak…… Telah lenyap……… Lenyap mendadak." Barteriak sidungu sangat sedih, dan sambil terisak-isak. „Apa yang lenyap ?" tanya 3 Wajah Tak Berkulit, mereka saling pandang, tidak mengerti, tentu saja bingung mendapat jawaban seperti tadi. To It Peng memberi penjelasan : „Aku telah berkepandaian tinggi, aku telah dijadikan jago kelas satu, seharusnya kalian bukan tandinganku, dahulu, kalianpun bukan tandinganku, tetapi….. entah mengapa? llmuku yang maha hebat itu telah lenyap mendadak, hilang sama sekali .... Maka, aku telah menjadi satu jago nomor satu yang tiada berkepandaian ….. huk …. Huk……hua….hua….. Aku adalah jago kelas satu yang tiada berkepandaian, apa artinya jago kelas satuku ini ? Apa artinya 'jago nomor satuku ini?....... Hu….. huu….. hik …. h ik …….." 3 Wajah Tak Barkulit masih tidak mengerti, apa maksud tujuan sagala ocehan sidungu, mereka mengupasnya kata demi kata, dan beberapa saat kemudian, merekapun tertawa. „Hung ... ha. ... hung ... ha ..." „Hung ... ha. ... hung ... ha ..." Suara ketawanya ketiga manusia yang berhidung bolong itu tidak enak sekali didengar. „Ilmu kepandaianmu telah lenyap?" tanya si Hantu Wanita. „cobalah usahakan mencari disakeliling tempat itu, mungkin
nyangkut diatas pohon, ketinggalan dikala kupukul jatuh tadi." „Kau tidak percaya? Dahulu aku pernah memukul hancur sebuah pohon besar, tahu?" To It Peng ber-kepala batu. „Memang !" kata si Hantu Wanita. „iImu kepandaianmu terlalu hebat, yang paling istimewa ialah ilmu 'Menyembah dengan menganggukan kepala membentur batu' seperti ini. Nah, Iihat, kau
mulai memperlihatkan ilmu 'Menyembah dengan menganggukan kepala sehingga membentur batu itu." Ditekannya kepala To It Peng, maksudnya ialah agar sidungu menyembah nyembah dengan anggukan kepala. Tak mungkin To It Perg mengadakan perlawanan, maka kepalanya membentur batu keras, ia betui2 mengeluarkan ilmu 'Menyembah dengan anggukan kepala sehingga membentur tanah' itu. la penasaran, maka didongakannaa kepalanya keatas. To It Peng berhasil, tetapi tekanan kedua menyusul datang, Tung …… ia dipaksa membenturkan kepalanya dengan tanah pula. Betapa cepat To It Peng mendongakan kepala, secepat itu pula si Hantu Wanita mengerahkan tenaganya, maka terdengar tang, tung, tang, tung, dak, duk dak, duk, ….. kepala sidungu bercucuran darah. Tak murgkinlah rasanya kepala itu diadu dengan tanah. Si Hantu Wanita tertawa, katanya : „ilmu kepandaian 'Menyembah dengan kepala membentur tanah'mu ini memang sangat hebat, sungguh istimewa, Paling ……" Tiba2, tubuh Wanita rambut panjang dengan wajah tidak berkulit ini mengejang, ia berdiri kaku dan mematung disitu. Dua Baju putih terkajut, mereka maju memegang kawanya. „Eh, kau mengapa ?" Tanyanya. Tubuh si Hantu Wanita bergoyang, dan jatuh ditanah, pada jalan darahnya kaku dan telah bersarang jarum merah.
To It Peng bebas dari tekanan, ia bangun berdiri, dilihat keadaan si Hantu Wanita yang seperti itu, tentu saja ia tidak melihat jarum merah sipenyebar maut itu,.ia me ndelaatinya dan berkata : „Eh, …. Eh …..Mengapa kau? Mungkinkah terluka dibawah ilmu istimewa menyembah sehingga kepala mambentur tanah' ku itu ?"
Maksud To It Peng ialah menanyakan apa yang menyebabkan kejadian itu terjadi, hanya ucapan2 nya kali ini kurang tepat,' pada pendengaran dua Baju putih, sidungu sedang mengolok-olokan mereka, tentu saja mereka marah. Mereka berteriak keras, mengerahkan tenaga dan memukul kearah sipemuda. Secara mendadak pula, dua buah jarum merah melayang, tepat memapaki datangnya dua serangan yang mengancam To it Peng. Dua Baju putih itu sangat terkejut, segera dikenali akan benda maut yang te!ah merenggut jiwa kawannya, tak mau mereka meneruskan serangan, dengan sebisa bisanya, mereka membatalkan serangan itu. Perubahan ini sangat mendadak sekali, terlalu cepat untuk dilukiskan, maka keadaannya seperti tampak To It Peng yang menggagalkan serangan. Dua Baju putih pontang panting karena rusak posisi, setelah itu, mereka maju pula dihadapinya To It Peng. Sidungu pasang kuda2, tangannya dikerahkan membuat posisi menyerang. Disaat bersamaan, lagi2 meluncur dua batang jarum merah.
jarum ini terlalu kecil, tak mudah dilihat. Maka To It Peng tidak tahu ada yang membantunya. Dua Baju putih yang bermata bergantungan, tetapi masih cukup awas, jarum maut inilah yang mengirim jiwa kawannya kealam baka, mereka tidak berani lengalh, cepat mundur jauh. To It Peng tertawa. Dugaannya ialah kedua Wajah Tak Berkulit itu takut kepada dirinya, hal ini dapat dipahami, mengingat kejadian di Ban-kee-chung, dimana dua Wajah T ak Berkulit itu diperma inkan beberapa kali. Maka kesannya ialah ia menemukan kembali ilmu hebatnya, ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap 'jago kelas satu', ditemukannya kemba!i ilmu yang belum lama lenyap dan mendadak itu, maka orangpun takut kepadanya.
Ia berbudi luhur, ia berkepandaian 'tinggi', tetapi tiada maksud untuk menekan atau memaksakan seseorang, maka tidak diteruskan olehnya serangan itu, malah ia memberi nasehat : „Kalian pergilah. jangan sekali-kali lagi membakar kampung orang. " Dua baju putih mendelikkan mata, setelah itu mereka memandang kearah, dari mana datangnya jarum merah, kemudian membentak : „Siapa yang melepas panah? Melempar batu bersembunyi tangan? Tidak berani menampilkan diri?" „Dikira kau yang kami maksudkan?" Bentak dua baju putih itu. „Hei, keluarlah manusia yang suka melempar batu bersembunyi tangan itu." Kata2 yang terakhir ditujukan kearah semak2 popon gelap. Maka dari arah tempat itu, arah dibelakang To It Peng mencelat sebuah bayangan langsing, terdengarlah suara yang sangat garing merdu : „Nah, manusia yang suka melempar batu bersembunyi tangan
telah menampilkan diri." Itulah Kat Siauw Hoan yang To It Peng kenal baik. Wajah Kat Siauw Hoan cantik menarik suaranya merdu penuh daya pikat. Tidak ada pengecualian, ter_masuk dua Wajah Tak Berkulit itu, mereka terpesona seketika. „Kau…… Siapa kau ?" tanya mereka. Sukarlah untuk dipercaya, wanita muda belia yang seperti inilah yang melepas jarum maut, membunuh orang?'' „Ha, belum lama kalian menyebut diriku sebagai 'Manusia yang suka meIempar batu bersembunyi tangan" bukan? Mengapa cepat sekali lupa?"
„Kau kau yang membunuh kawanku ini ?" Salah' satu baju putih menunjuk kearah mayat si Hantu Wanita. „Kau yang melepas jarurn merah itu?" tanya lain baju putih. Kat Siauw Hoan menganggukan kepala. Dua baju putih memandangnya lama, mereka kurang percaya, tetapi kejadian ini tidak dapat disangkal. „Eh, jumlah kalian 4 orang bukan?" tanya Kat Siauw Hoan. „Betul." kata baju putih yang dikanan. „Mengapa kau mengatakan pertanyaan ini? tanya lain Baju putih yang kiri. „Mengapa?" Kat Siauw Hoan tertawa. „Wanita berambut panjang ini telah mati, lelaki yang seperti patung itupun 'naik surga', mangapa tidak boleh menanyakan kepada kalian ?" „Kau ..... Kau telah membunuh Tan cang Leng?" tanya si Baju Putih. Tan cang Leng adalah nama dari manusia jahat sering menipu kawan baik, termasuk ketiga kawan berwajah kulit lepas itu, „Betul. Maka sudah waktunya kalian mendapat giliran, kata Kat Siauw Hoan dengan senyum yang lebih tajam dari pada pisau itu.
Dua Baju Putih menggerang, mereka adalah saudara kembar, pendapatnya tidak terpaut jauh setelah saling-pandang sebentar, masing2 manggerakan tubuhnya menyeranq Kat Siauw Hoan. Wanita muda itu telah siap dengan jarum2 Thian-hong-ciam, masing2 dengan kedua tangan menyambuti dua serangan dari dua Baju putih, dengan demikian, bila 2 Wajah Tak Berkulit itu tidak membatalkan serangan, seolah olah memukul jarum merah itu. Kat Siauw Hoan sangat tenang, diduga pasti bahwa dua korban lagi yang akan mati penasaran.
Diluar dugaan, dua Baju Putih itu menarik pulang serangan, badannya dibalikkan cepat danmelarikan diri. Sungguh tipu menyeranq yang sangat hebat untuk tahap pertama melarikan diri. Ternyata hati dua Baju Putih telah dibuat susut, diketahui To It Peng tidak berkepandaian, hanya tokoh kuat dibelakang pemuda inilah yang harus disegani. Untuk memilih jalan aman, yalah harus segara melarikan diri. Kat Siauw Hoan tertegun. Tetapi gesit sekali ia membikin pengejaran, dua batang jarum merah meIayang, satu persatu diberi hadiah kepada dua korbannya. Terdengar jeritan yang mengerikan, dua Baju Putih itupun tidak Iuput dari kematian. Tamatlah riwayat hidupnya 4 Wajah Tak Berkulit yang jahat dibawah tangan Wanita jahat pula. Kat Siauw Hoan berjalan balik, dilihat To It Peng kesima atas kejadian yang disaksikan tadi. „Mari, kita harus segera melanjutkan perjalanan." kata Kat Siauw Hoan kepada sipemuda. To It Peng menudingkan jari kearah tiga Wajah Tak Berkulit itu, katanya : „Kau kau telah bunuh mereka ?"
Kat Siauw Hoan mendekati mayat wanita berambut panjang, dari tubuh sang korban ia menarik keluar sebatang jarum merah. „Lihat," katanya sanbil menunjukan jarum jahat itu kepada sipemuda. „Mereka telah terkena jarum2 yang seperti ini, mungkinkah tidak mati ?" Terbayang kembali kematian Ban Lo Lo dan Hian-u Po-po, maka To It Peng segera mengenali akan jarum Thian-hong-ciam yang maha berbisa itu, katanya menghela napas : „Kukira kau belum tahu nama2 mereka."
„Tentu saja tidak tahu." kata Kat Siauw Hoan Mengapa kau mengemukakan soal ini ?" „Pada sebelumnya, kau tidak kenal mereka. Maka tidak tahu menahu tentang nama dan alamatnya. Tetapi kau ... kau telah membunuhnya ... Sunnguh ... Sungguh….. "Berat untuk mengeluarkan kata2 'kejam' bagi seorang wanita yang dicintainya ini. Kat Siauw Hoan tersenyum, ia geli sekali atas perlakuan To It Peng itu. „Sungguh apa ?" Tanyanya. „Kejam." kata sipemuda memberanikan diri. Kat Siauw Hoan mengkerutkan alisnya yang lentik. „Heran." katanya. „Belum lama kau diperma inkan olehnya, hampir2 kau mati konyol tahu ? Bila tidak segera aku kembali, mungkin jiwamu sudah terbang melayang kealam baka. Kini, setelah aku mewakili kau membunuh orang, kau mengatakan aku kejam ?" „Aku…… Aku belum sampai mati ditangan mereka. Tetapi…. kau .... kau segera membunuh. Didalam hal ini Kat Siauw Hoan menjadi marah. Apa mau yang dihadapi olehnya hanya seorang pemuda dungu, dalam arti kata dungu didalam
persoalan dunia, ia harus memberi penilaian lain pada sisi yang lain. Maka itu dilewatkanlah begitu saja. „Dasar dogol." katanya, To It Peng tidak marah. Tidak ada alasan bagi pemuda ini menjadi naik darah, ia salalu memberi ampun kepada siapa saja yang membawa dosa, apa lagi hanya beberepa patah kata2 ucapan seperti itu, lagi pula yang mengucapkannya pun wanita yang dikasihi semakin sukar menumpahkan kemarahan hatinya. Kat Siauw Hoan telah melampiaskan hawa kemarahan itu tidak lama, iapun manarik napas, katanya :
„Mungkin aku salah. Dasar dan bakatmu terlalu jujur, maka inilah yang menyebabkan sulit bicara. Kau baik sekali." Rasa girang To It Peng tidok terlukiskan, memang, tidak ada kejadian yang lebih menggirangkan dari pada mendapat pujian dan sanjungan dari seorang kekasih. „Kau ... Kau mengatakan aku baik ?" Katanya. Dalam kesan sidungu. 'belum ada orang yang mengatakan ia baik. Sungguh terharu sekali mendapat pujian seperti ini. Kat Siauw Hoan menganggukkan kepala, katanya : „Betul. Kau baik. Kau seorang yang baik." „Kau inilah wanita yang baik." kata To It Peng. Kat Siauw Hoan menggoyangkan kepala, katanya : „Aku adalah wanita yang paling jahat, wanita kejam." „Siapa yang berani mendakwa kau kejam?" T o It Peng berteriak. „Biar aku mengadu jiwa dengannya." Kat Siauw Hoan telah mewarisi segala kekejaman ibunya, belum pernah ada orang yang memuji, ia sangat terharu mendapat perhatian sipemuda. Disayangkan pemuda ini terlalu dungu, kurang sepadan untuk dijadikan kawan hidupnya. Mengetahui belum dapat kepercayaan wanita muda itu, To It
Peng memberi ketegasan yang Iebih pasti : „Betul. Aku siap mengadu jiwa dengan siapa saja yang menyangsikan kebaikanmu. " „Aah, jangan terlalu cepat kau mengubar emosimu." „Sungquh. Aku tidak akan membiarkan orang mengecam dirimu." „Sudahlah. Mari kita melanjutkan perjalanan." To It Peng harus taat, mereka melanjutkan perjalanan, menuju kegunung Thian-san.
Singkatnya cerita, beberepa hari kemudian, mereka tiba disebuah kebun bunga, bau harum semerbak merangsang hidung, itulah bau bunga Bwee. Telah beberapa hari mereka melakukan perjalanan didaratan yang tandus, adanya kebun bunga Bwee ditempat ini agak janggal sekali. Untuk Kat Siauw Hoan yang mempunyai pengalaman Kangouw lebih luas, tidaklah mengherankan bila terjadi sesuatu apa. „Aduh, harummya !" To It Peng mengendus dalam-dalam. Kat Siauw Hoan menarik tangan sipemuda dan berkata : „Hus ! jangan kau berteriak terlalu keras" To It Peng mengerlip-ngerlikan matanya, entah perkara apa lagi yang membuat ketidak senangannya wanita muda ini. Kat Siauw Hoan memberi keterangan : „Dasar dungu, pikirlah baik2. Setelah mengalami beberapa hari parjalanan didaerah tandus, mengapa mendadak tumbuh tanaman bunga Bwee? Tentu ada sesuatu yang aneh, mungkin tokoh beradat kukoay yang mengasingkan diri ditempat ini." „Tidak ada hubungan dengannya, bukan? Mengapa harus takut ?" To It Peng berteriak. „Bukan takut yang aku maksudkan. Segala sasuatu haruslah berhati2." „Baiklah. Aku selalu akan taat kepada perintahmu dan berhati-
hati." Mereka telah melewati daerah bunga Bwee itu, bagaikan barada ditaman firdaus, pemandangan alam disekitar tempat tersebut sungguh menakjubkan. Bunga Bwee bertaburan, dengan warnanya yang sangat kontras, menghiasi alam disekitarnya. Kat Siauw Hoan telah menduga sesuatu, ia tidak ingin melanggar batas teritorial pohon2 bunga Bwee itu, maka ia barusaha menjauhkan diri dan berjaIan mutar.
Sangat disayangkan, langkah kaki sering membangkang, tertarik oleh bau harum sari bunga, terjerumus oleh jalan2 yang diatur secara aneh, To It Peng dan Kat Siauw Hoan telah masuk kedalam taman bunga Bwee itu. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan, tidak ada suatu yanq menakutkan, maka rasa khawatirnya Kat Siauw Hoan lenyap, mungkin daerah yang tidak bertuan, maka dengan nikmat, ia dapat meresapkan keadaan alam yang sangat indah itu. Dalam pikiran Kat Siauw Hoan bila saja, pemuda yang berada disamping sisinya bukan To It Peng, seumpama seorang pemuda yang gagah perkasa, berkepandaian tinggi, berwajah tampan menarik, puaslah rasanya dapat hidup berdua ditempat alam yang seindah itu. Mereka tiba diujung jalan, disana tampak sebuah pelataran luas, pada tengah tengah pelataran itu terdapat sebuah batu lengkap dengan kursi2 yang terbuat dari pada batu pula. Tidak dapat disangkal, mereka telah memasuki daerah teritorial orang, ada seseorang tokoh berkepandaian tinggi yang hidup menyepi ditempat ini. Kat Siauw Hoan menarik tangan To It Peng, setelah itu ia barkata : „Kami adalah dua pelancong yang salah jalan, maksud tujuan
kami adalah gunung Thian-san, tetapi sesat did yalan sehingga tiba ditempat ini, harap cianpwee yang bersangkutan tidak menjadi gusar atas kelancangan yang kami telah perbuat." Maksud Kat Siauw Hoan ialah menjaga keserasian pemilik taman bunga Bwee itu, bila mereka pergi segera mungkin tidak terjadi sesuatu apa. Dengan mengajak To It Peng, Kat Siauw Hoan berusaha untuk meninggalkan taman bunga Bwee. To It Peng merasa diseret pergi, gerak-gerik Kat Siauw Hoan yanq terburu-buru itu membuat sidungu, penasaran.
„Mengapa harus terburu-buru?" la mengajukan protes. „Setan penunggu tamanpun tidak ada, apa yang harus ditakuti ?" Kat Siauw Hoan melepaskan pegangan tangannya, takut kata2 To It Peng yang dapat menyinggung perasaan orang itu membawa akibat buruk. Dikala wanita muda dari Seng-po-chung ini membalikan kepala, dilihat T o It Peng meringis-ringis. „Eh, mengapa ?" Tanyanya. „Mengapa….. Mengapa kau menampar pipiku?" To It Peng membuka pipinya yang ditutup, disana terdapat lima baris tapak jari, ternyata ada seseorang yanq telah menamparnya. Kat Siau Hoan terkejut, badannya melesat membikin pemeriksaan, tidak terlihat bayangan orang yang menampar To It Peng tadi. ---oo0oo---
BAGIAN 21 SI DUNGU SEBAGAI PEMUDA YANG MEMPUNYAI BAKAT BAGUS
KAT SlAUW HOAN segera mangetahui bahwa reaksi spontan atas kata2 To It Peng telah menjadi kenyataan, ia berkata : „Sudahlah. jangan kau banyak mulut menyinggunq perasaan oranq. Lekas kita meninggalkan tempat ini. „Kau.... kau tidak akan memukulku lagi? Sungguh, aku tidak takut kepada setan penanggu taman bunga Bwee ini, mengapa kau marah dan tersinggung?" To It Peng belum tahu bahwa manusia yang menampar dirinya bukan Kat Siauw Hoan. Kat Siauw Hoan tegang, ia tidak keburu menyumbat mulut sipemuda yang usil itu, maka diperhatikan perkembangan siapa pula
yang akan menimpa diri mereka. Maka ia telah menyediakan dua batang jarum Thian-hong-ciam, slap untuk digunakan menyerang orang. Betul saja, dari balik sebuah batu terlihat benda hitam yang melayang terbang, tujuannya ialah kapala T o It Peng. To it Peng tidak dapat menyingkirkan diri dari serangan, dilihat jelas bahwa benda hitam itu berupa gumapalan lumpur yang tepat mengenai mulutnya, maka tertutuplah mulut bawel ini. Kat Siauw Hoan telah bergerak, ia naik keatas batu tadi, siap melempar jarum beracun, tetapi dilihat bahwa orang yang melemparkan lumpur itu adalah seorang pemuda, pemuda yang berwajah tampan dan cakap, niatnya dibatalkan segera. „Hei……" Hanya inilah yang dapat dikeluarkan olehnya. Berdiri dihadapannya seorang pemuda berwajah tampan, umurnya diduga berkisar antara 17 tahunan. Pemuda itupun memandangnya dengan kesima, baru di lihat ada yang mempunyai kecantikan seperti Kat Siauw Hoan. Wajah Kat Siauw Hoan merah membara, timbul sema-mata perasaan yang sukar diduga, perasaan ini hanya pernah timbul satu
kali, itulah dikala ia meningkat umur 15 tahun. Kemudian terbayang kembali dalam pikirannya, karena ia menikah dengan ketua Sengpo-chung tidak ada kebahagiaan, maka ia melarikan diri, meninggalkannya. Terjadi perubahan, ia bertemu dengan To It Peng perasaan itupun tidak berhasil dibangkitkan, sidungu hanya dapat dijadikan pesuruh, sukar untuk membang kitkan napsunya. Pernuda itupun mempunyai kesan yang sama, ia memandang Kat Siauw Hoan, maka mereka saling pandang mamandang penuh tanda tanya dalam pikiran masing2. To It Peng telah manyusut lumpur yang belepotan disekitar mulutnya, ia berteriak marah, teriakan ini mengejutkan Kat Siauw Hoan dan sipemuda tampan itu.
Kat Siauw Hoan menyaksikan keadaan To It Peng yang agak lucu, hampir ia tertawa tidak dapat manahan rasa gelinya. Pemuda tampan dari rimba bunga Bwee itupun memandang To it Peng, hanya sama pandangan matanya, tidak terlalu lama, ia lebih suka mengarahkan sinar matanya kearah Kat Siauw Hoan. Dikala mata pemuda itu mengincar Kat Siauw Hoan wanita yang bersangkutan dapat merasakan hal ini, tak perlu ia menatap karena hatinya telah memukul keras berdebar-debar tak karuan rasanya. Umur Kat Siauw Hoan 25 tahun, tetapi ia sudah bukan gadis lagi, tidak seharusnya mempunyai pikiran yang bukan2, mengharapkan sesuatu dari pemuda yang gagah dan tampan itu. Pemuda itu melihat Kat Siauw Hoan tertawa, ia memandang T o Tt Peng yang turut tertawa geli. „Apa yang kau tertawakan?" Bentak To It Peng. „Siapa yang melempar lumpur, sudah waktunya kau memberi keterangan." „Menurut perkiraanmu, siapakah yang melempar lumpur tadi?" tanya sipemuda dari rimba bunga Bwee.
„Seharusnya kau." kata To It Peng. „Manang aku." kata pemuda dari rimba bunga Bwee itu. „Kau….. Kau….. mengapa kau melempari lumpur Kepadaku ?" tanya To It Peng. „Hal ini harus bartanya kepadamu sendiri," kata pemuda itu. „Diketahui bahwa taman ini ada orangnya, mengapa kau mengatakan aku setan penunggu taman?" To It Peng terlalu jujur, hatinya kaku dan lurus, lempang seperti tiang besi yang melonjor dijalan, bila ia mempunyai kesalahan, diakuinya kesalahan itu segera. Kini mendapat teguran seperti tadi, iapun dapat memahami kemarahan orang, katanya : „Baiklah. Kuharap kau tidak menaruh didalam hati tentang kesalahanku itu."
„Saudara To It Peng ini terlalu jujur." Kat Siauw Hoan turut bantu bicara. „Harap kau dapat mamaafkan dirinya." Mendapat bantuan Kat Siau Hoan, hati To It Peng menjadi bangga, ia mamandang wanita muda bekas istri ketua Seng-pochung itu. Berat timbangan pemuda dari rimba hunga Bwee dan Kat Siauw Hoan bagaikan setali tiga uang, mereka adaIah, dua buah hati gersang, hanya sedikit percikan api asmara saja cukup iuntuk mendebarkan hatinya, tak heran mereka bermain mata. Dikala To It Peng memandang Kat Sianw Hoan, si wanita itu sedang mulai 'main', mata lenyaplah rasa syukur tadi segera, sebagai gantinya, timbul iri hati yang sangat cemburu. „Seharusnya aku mamberi hajaran yang Iabih keras lagi," kata sipemuda kepada Kat Siauw Hoan. „engingat dia adalah kawan seperjalananmu, maka aku
bersedia memaafkan segala kesalahannya. Pemuda itu ternyata mempunyai pribahasa yang manarik, hati Kat Siauw Hoan terbetot semakin dekat, „Eh, saudara…. Saudara To It Peng ini bukan kawanku," Kat Siauw Hoan mulai main, ia menyangkal. To It Peng hanya dapat mementangkan mulut lebar2 : Pemuda dari rimba bunga Bwee itu menganggukkan kepala, ia berkata : ,,Akupun sedang berpikir, mana mungkin nona yang cantik sepertimu ini mempunyai kawan tolol. Siapakah dia ?" „Hayo katakan," kata To It Peng mengajukan protesnya atas sikap perlakuan Kat Siau Hoan. „Siapa aku, dan mengapa dapat melakukan perjalanan bersama denganmu." Kat Siau Hoan menatap sidungu tajam?, katanya : „Pernah kau berjanji, akan mentaati segala perintahku, bukan ?"
„Betul" T o It Peng tidak menyangkal. „Kau bersedia manjadi budakku, bukan ?" Perangkap Kat Siau Hoan mulai main. „Demi kebahagianmu, aku rela." To It Peng memberikan jawaban. „Nah, itulah.. Kuminta agar kau turut segala perintah." „Baik." T o It Peng tidak banyak komentar. la bertanya. , Namaku Kat Siau Hoan." „Ooaoo……. Nona Kat, selamat datang dirimba bunga Bwee. Aku bernama Siang-koan Bu-ceng, panggillah dengan narna ini." „Saudara Siang koan Bu-ceng? menetap disini ?" tanya Kat Siau
Hoan. „Betul. Betapa gembiranya bila nona Kat dapat menetap disini pula." kata pemuda yang bernama Siang-koan Bu-ceng itu. Lagi2 wajah Kat Siauw Hoan dirasakan membara, untuk pertama kalinya ia menghadapi pemuda bangor yanq seperti Siang-koan Buceng ini, bila mengingat umurnya yang belum cukup 20 tahun itu, sungguh terlalu berani sekali. Karena keberanian Siang-koan Buceng inilah yang membuat Kat Siau Hoan semakin tertarik, harapannya ialah perlakuan yang terlebih berani lagi. To It Peng merasa dikesampingkan, maka ia maju berkata : „Eh, bukankah kau ingin menuju kegunung Thian-san, mengapa tidak segera berangkat ?" jawaban Kat Siau Hoan samar2, ia telah masuk jerat asmara Siang-koan Bu-ceng. „Nona Kat," kata Siang-koan Bu-ceng : „kau telah tiba dirimba bunga Bwee, seharusnya menjumpai ayahku dahulu, beliau akan menjadi tidak senang bila ada tamu yang tidak mau mampir ketempat tinggalnya."
Hati Kat Siau Hoan tergerak, segera ia mengajukan pertanyaan : „Mungkinkah pemilik bunga Bwee Siang-koan cie yang pernah menggempar-kan beberapa daerah ?" „Itulah nama ayahku." „Ooooo….. Dikala ayahmu mendapat nama, aku belum cukup umur, dari cerita yang kudengar, nama itu kukenal baik." „Nah, mampirlah dahulu. Sifat dan tabiat ayahku agak aneh. Dikatakan ia tidak suka tamu, kenyataan belum pernah menolak kunjungan siapapun saja yang kebetulan Iewat ditempat ini. Tetapi dikatakan ia sudah tidak suka menerima tamu, mengapa harus mengasingkan diri ditempat sepi ? Aku tidak mangerti" „Ayah." kata Kat Siau Hoan : „Sifat2nya ini tersebar luas
dikalangan Kang-ouw." Mereka telah mengasingkan To It Peng, kehadirannya dianggap sepi sama sekali. Kat Siauw Hoan menerima undangan Siang-koan Bu-ceng, mereka masuk kedalam rimba bunga Bwee. To It Peng menqikuti dibelakang mereka. Beberapa lama kernudian, mereka telah berada disebuah tempat istirahat, disana terlihat seorang tua yang duduk menenggak arak. „Ayah," kata Siang-koan Bu-ceng kepada orang tua itu. „Anakmu telah membawa kedua tamu datang kehadapan ayah." Orang tua itu adalah pemilik bunga Bwee Siang-koan cie! Kat Siauw Hoan telah memberi hormat : „Boanpwe Kat Siau Hoan memberi hormat kepada ' Siang-koan cianpwe." Orang tua itu menganggukan kepala sebagai balasan hormat yang diberikan kepadanya. „Kalian sedang menuju kearah barat?" la mangajukan pertanyaan, suaranya sangat serak dan parau, bila tidak mendengar
ia membuka mulutnya, orang tidak akan percaya bahwa suara ini keluar dari mulut seorang manusia. To It Peng yang turut serta berjingkrak kaget. „Eh, mengapa suaramu aneh sekali ?" la mengajukan pertanyaan. „Suara apakah ini ? Agaknya lebih enak dari suara bi………." Maksudnya yalah lebih buruk dari suara binatang, tetapi Kat Siauw Hoan mendelikan mata mencegah. Bukan mustahil mulut usil sidungu ini akan membawa malapetaka baginya. Diluar dugaan, orang tua itu tidak marah, ia memandang To It Peng sebentar dan tertawa. „coba kau kemari!" la menggapaikan tanqan memanggil. „Siapakah namamu?"
Diketahui suara Siang-koan cie Iebih buruk dari suara binatang, betul ia tertawa dan tidak mempunyai maksud jahat, To It Peng tidak berani menghampirinya Kat Siauw Hoan mendesak : „Lekas kau maju. Siang-koan cianpwee memanggilmu tahu ?" To It Peng segan, hanya perintah Kat Siauw Hoan tidak boleh dibantah, mau tidak mau, ia menggerakan kakinya berjalan maju. Siang-koan cie memperhatikan sipemuda sekian lama, matanya menatap tajam sekali, ada sesuatu pada diri To It Peng yang menarik perhatiannya. Berapa lama kemudian terdengar si orang tua Siang-koan cie itu menarik napas dalam2. „Siapakah namamu?" ia bertanya sambil menggoyang kepala. „Dan siapa orang tuamu, siapa gurumu?" To It Peng menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan terus terang, ia tidak menyembunyikan sesuatu kepada orang tua itu.
„Bakat bagus….. Bakat bagus….." kata Siang-koan cie mengeluselus jenggotnya perlahan. cepat To It Peng meralat : „Namaku, To It Peng. Bukan Bakat Bagus. " Sipermilik bunga Bwee Siang-koan cie memelototkan matanya. „Kau marah?" ' Tentang To It peng. „Kesalahan berada dipihakmu, Aku bernama To It Peng. Tetapi dengan samenamenanya, dengan tidak mendapat persetujuanku, kau mengganti nama itu menjadi Bakat Bagus, wajib kubikin betul, bukan ?" Orang tua itu menecipkan kedua matanya, ia tertawa geli, Siang-koan Bu-ceng kenal baik dengan sifat2 ayahnya, ia mendampingi Kat Siauw Hoan. Siang-koan cie memandang anaknya, setelah itu diperhatikan
wanita muda yang merapet itu, ia mengajukan pertanyaan : „Nona, wajahmu mengingatkanku kepada seseorang mungkinkah anak dari……" „Betul. Aku adalah putrinya. Wajah ibu sangat mirip sekali." Potong Kat Siauw Hoan cepat, nama sang ibu Kat Sam Nio terlalu busuk, ia takut Siang-koan Bu-ceng dapat rnerubah kesan terhadap dirinya. „Dimanakah ibu mu itu berada ?" „Telah lama beliau meninggal dunia." „Ooooo……." Siang-koan cie meruntuhkan pandangannya ketanah. „Ia telah tiada." Suara orang tua itu seperti mangandung kesedihan suatu tanda bahwa hubungannya dengan Kat Sam Nio bukan hubungan biasa. Kat Siauw Hoan teringat akan tindak tanduk ibunya yang sering berkecimpung dilaut asmara bebas, dimaklumi akan ibu yang genit
tersebut mempunyai banyak kandak, kemungkinan besar bahwa orang tua yang berada dihadapannya inipun termasuk salah satu dari kandaknya. „Dengan maksud tujuan apakah kau melakukan perjalanan jauh?" Siang-koan cie mengajukan pertanyaan. Apa yang orang tua ini ajukan tidak mudah dijawab. Maksud tujuan Kat Siauw Hoan yalah gunung Thian-san, disana tersimpan rahasia pusaka, hanya saja hal ini tidak boleh dikatakan kepada sembarang orang. Untuk membsri kepuasan, Kat Siauw Hoan berkata : „Boanpwee sedang berada didalam tahap perjalanan kegunung Thian-san untuk menemui seseorang." Ayah Siang-koan Bu-ceng itu menganggukkan kepala : „Ng……katanya. „Kulihat ilmu kepandaianmu cukup tinggi,
dengan membawa saudara To It Peng ini, kukira tidak dapat membantu sesuatu bagi keperluanmu, dapatkah kau menyetujui pendapatku ini ?" Kat Siauw Hoan mengkerutkan alis, apa maksud dari orang tua itu ? „Terus terang, saudara To It Peng ini tidak dapat memberi bantuannya yang berarti." Kat Siauw Hoan berkata. „Bukan saja tidak mempunyai ilmu kepandaian yang berarti, orangnyapun ketolol tololan……." To It Peng segera berteriak : „Sifatku memang ketolol-tololan, setiap orang sudah maklum dan tak kusangkal. Tetapi ilmu kepadaianku cukup tinggi, aku adalah jago kelas satu, mengapa kau tidak mau mengakui akan kenyataan ini ?" Untuk meyakinkan bahwa ilmu kepandaian 'jago kelas satu' nya yang tinggi, ia membuat suatu pose yang sangat meriah, seolaholah betul sebagai seorang pendekar kelas satu.
Dimata seorang ahli, betapa banyak ilmu kepandaian seseorang tidak akan lepas same sekali, untuk sekal Iihat, Siang-koan cie dan Siang-koan Bu-ceng, ayah dan anak mengetahui bahwa To It Peng tiada berkepandaian. Menyaksikan pose sidungu seperti itu' mereka tertawa ter-gelak2. Pemilik bunga Bwee Siang-koan cie memandang Kat Siauw Hoan berkata : „,Nona, aku ada satu usul' dapatkah kau memberi kesempatan ?" „Silahkan cianpwee katakan " kata Kat Siauw Hoan. „Maksudku ialah ingin menahan T o It Peng didalam rimba bunga Bwee ku." kata orang tua itu. To It Peng masih kesal karena belum berhasil meyakinkan tentang ilmu kepandaian 'jago kelas satu'nia. Maka apa yang mereka perdebatkan kurang jelas, hanya samar2 dirasakan tidak
menguntungkan dirinya, segera ia berteriak : „Apa ?" " Kat Siauw Hoan sedang menimang-nimang apa arti maksud dari sipemilik bunga itu, diketahui kesan terhadap To It Peng ialah 'Bakat bagus' bakat bagus, tentunya mengandung arti dalam. Berpikir seperti ini, ia meliirik kearah Siang-koan Bu-ceng. Pemuda perungus itu manganggukan kepala, suatu tanda agar jangan menolak permintaan ayahnya yang ingin menahan To It Peng didalam rimba bunga Bwee. Hati Kat Siauw Hoan tergerak, cepat ia berkata : „Seharusnya, tidak berani boanpwee menentang perintah yang cianpwe ajukan, hanya saja perjalanan kegunung Thian-san terlalu jauh, boanpwee sebagai wanita lemah membutuhkan tenaga yang dapat dijadikan pembantu bila disuruh diri melanjutkan…….. perjalanan boanpwee kira kurang leluasa. Dimisalkan ada seseorang yang siap untuk menggantikannya
Sampai disini, ujung mata Kat Siauw Hoan melirik kearah Siangkoan Bu-ceng. 4 orang yang berada ditempat itu, kecuati To It Peng, tiga lainnya adalah manusia2 berotak tajam, maka apa yang Kat Siauw Hoan belum katakan, mereka sudah mengerti maksud tujuan dari wanita muda tersebut. „Ayah," kata Siang-koan Bu-ceng. „Kau ingin menahan To It Peng. Biar aku yang mewakilinya, menemani nona Kat kegunung Thian-san." „Bagaimana maksud nona?" tanya Siang-koan cie. Kat Siauw Hoan meruntuhkan pandangan matanya ketanah, suatu tanda bahwa ia tidak menolak. Siang-koan cie memandang anaknya, lama sekali ia berpikir : „Kau sudah menimbang segala risiko dikemudian hari ?"
„Segala risiko akan anak pikul sendiri." Siang-koan Bu-ceng memberi kepastian. Luar biasa girang Kat Siauw Hoan mendengar jawaban sipemuda cakap itu. Maka dengan adanya Siang-koan Bu-ceng yang menggantikan kedudukan To It Peng, segala sesuatu dapat diseleseikan dengan mudah. Siang-koan cie tidak segara memberi putusan, ia masih memikirkan ber-liku2nya perkara yang akan dihadapi. Sesudah me-nimbang2 untung ruginya, orang tua ini menganggukkan kepala dan berkata : „Baiklah. Aku bersedia melepaskannya untuk mangawani nona Kat pergi kegunung T hian-san." Kata2 Siang-koan cie ditujukan kepada anaknya. Lebih hebat dari pada disambar geledek, To It Peng merasakan dunia berputar keras, tubuhnya jatuh ditanah setelah mendengar persetujuan mereka bersama.
„Tidak….. T idak boleh." la masih sampat mengajukan protesnya. „Mana boleh hal ini terjadi ?" Siang-koan cie, Siang-koan Bu-ceng dan Kat Siauw Hoan hanya melemparkan pandangan mata mereka yang memandang rendah, tidak satupun dari mereka yang memperdulikan T o It Peng. To It Peng segera bangun kembali, teriaknya : „Kukatakan tidae boleh. Mana boleh nona Kat ditemani olehnya, perjalanan, kegunung Thian-san adalah tugas kami berdua, tidak boleh ada orang ketiga yang menyelak masuk. Akupun menolak keras untuk menetap didalam rimba bunga Bwee ini, aku tidak mau mengawanimu disini." Siang-koan cie mangeluarkan tawa dingin, katanya : „Bila aku memaksakan kau menatap disini, bagai mana ?" Siang-koan Bu-ceng tidak mau kalah dari ayahnya ia,
memandang To It Peng la berkata : „Apa yang dapat kau lakukan, setelah aku mengajak nona Kat membikin perjalanan bersama ?" To It Peng memandang Siang-koan cie, setelah itu memandang Siang-koan Bu-ceng dan yang terakhir….. baru memandang kaarah Kat Siauw Hoan. Kat Siauw Hoan dapat merasakan bagaimana butuhnya pemuda itu kepada dirinya, mata To It Peng penuh permintaan, teringat bagaimana jinaknya sidungu, betapa baik kepada dirinya, ia meresa tidak tega untuk meninggalkan begitu saja. Satu2-nya harapan laleh Kat Siauw Noaw dapat me= nolong dirinya dari kesusahan ditempat itu. Bila Kat Siauw Hoan berpihak koFadanya, Siang-koan cie dan Sianq-koan Bu-ceng tridek ada dibulu matanya. Menggunakan jari tangannya, Siang-koan Bu-ceng menowel Kat Siauw Hoan, ia memberi peringatan.
Kat Siauw Hoan terjengkit, dua pemuda berada dihadapannya, satu dungu, tolol dan bebal, tetapi ia berlaku baik kepadanya, berhati jujur. Mana mungkin dapat memadai kecakapan Siang-koan Bu-cenq, mana mungkin dapat menanding Siang-koan Bu-ceng, mana mungkin dapat disamakan dengan Siang-koan Bu-ceng yang pandai mengambil hati, pandai merayu diri? Kat Siauw Hoan menghampiri To It Peng, dengan suara yang paling lunak, ia berkata: „Engko To, Siang-koan cianpwe telah menjatuh pilihannya kepada dirimu, tentunya ia mempunyai arti dalam. Baiklah kau menggunakan kesempatan ini dan tunggu aku didalam rimba bunga Bwee, setelah berhasil dan kembali dari gunung T hian-san, tentunya menjemputmu lagi." Kat Siauw Hoan telah mamperlunak putusannya dengan harapan
To It Peng dapat dibujuk untuk menetap didalam rimba bunga Bwae, menemani Siang-koan-ceng. Alam pikiran To It Peng ialah lurus kedepan, tiada liku2 atau berbelat-belit, mendengar putusan Kat Siauw Hoan yang menyetujui usul orang yang memaksakan ia menetap didalam rimba bunga Bwee,putuslah semua harapannya, tiba2 matanya menjadi gelap. Lalu tubuhnya jatuh dan tidak sadarkan diri lagi. Samar terdengar suara tertawa Siang-koan Bu-ceng dan Kat Siauw Hoan yang meninggalkan taman bunga Bwee. Beberapa lama ia jatuh pingsan. Dikala ia sadar dan siuman kembali tiba2 terdengar suara desiran angin yang agak keras. Desiran angin ini berkisar diantara sekelilingnya, untuk mengetahui sumber suara tadi, To It Peng membuka matanya Tidak terlihat Siang-koan Bu-ceng yang mengurus taman itu, yuga Kat Soauw Hoan yang gesit itu tak nampak pula. Disana hanya ada Siang-koan cie
Swiang-koan cie menggerakkan tangan, suara desiran itu keluar karena gerakan tangannya. Semakin lama, deiran angin ini semakin keras, terasa oleh To It Peng sebuah tekanan yang semakin hebat ini, hingga napasnya sipemuda menyadi sesak. Sebentar saja, bagaikan kena sebuah cengkeraman tenaga kuat yang tidak terlihat. To It Peng terpancang kedalam tanah, hingga tidak dapat bergerak. Dilihat siorangtua masih meng-gerak-gerakkan tangannia, tenaga tekanan yang dikerahkan kearah badan To It Peng semakin hebat, tulang belulang sipemuda bergemeretak karenania, isi dalamnya bergolak, dialan peredaran darahnya bertambah tiepat, bagaikan yang dipompa penuh yang hampir meletus. Siang-koan cie masih meneruskan usahanya, apa yang dikeryakan olehnya sangat aneh sekali.
To It Peng mulai megap-megap, mulutnya terpentang lebar seperti ikan terlepas kedaratan. Tiba2 terlihat Siang-koan cie membentak dan menjejalkan sesuatu kedalam mulut To It Peng yang sudah tertutup itu. Maksud To It Peng ingin mengajukan pertanyaan kenapa siorang tua melakukan hal seperti ini terhadap dirinya, tetapi dirasakannya tiga butir benda lunak saling susul masuk kedalam tenggorokannya, langsung kedalam perutnya. Maka lenyaplah semua perasaan2 tadi, darah yang bergolak keras berhasil mengalir tenang kembali, sebuah aliran hangat nyaman mengelilingi sekujur tubuhnya, tekanan Siang-koan cie berikan itupun telah berhasil diangkat, ternyata tenaga To It Peng telah bertambah hebat. Ia berusaha bangun, kekuatan Siang-koan cie masih menekan, maka berkutatlah kedua tenaga ini. Kekuatan To It Peng bertambah kuat, sebaliknya kekuatan Siangkoan cie yang telah dikerahkan penuh itu tidak dapat ditambah lagi, tahulah siorang tua bahwa apa yang diberikan kepada sipemuda
telah mulai menunjukkan khasiatnya, tak mungkin ia melawan tenaga itu, perlahan demi perlahan ia mengendurkan tekanan itu kemudian memberi kebebasan sama sekali. To It Peng diberi kekuatan tenaga baru, hal ini tidak diketahui olehnya, ia mengerahkan tenaganya semakin kuat, maksudnya ialah ingin segera membebaskan diri. Dikala tenaga tekanan Siang-koan cie lepas, kekuatan To lt Pang terus bebas. Maka tekanan yang lenyap mendadak itu membuat tubuh sipemuda membal terbang tinggi ditenga awang2. Suatu hal yang berada diluar dugaan, diudara tinggi To it Peng memandang kebawah, keringat dingin mengucur deras, ia heran, mengapa tiba2 dapat ‘terbang’
Terdengar suara siorang tua dibawahnya berkata: „Lekas kerahkan aliran darah agar berkumpul dijalan darah Khiehay dan Leng-tay dengan denikian tubuhmu akan menjadi enteng, bagaikan kapas kau dapat turun bebas secara perlahan-lahan." Apa yang Siang-koan cie katakan adalah cara2 melatih ilmu meringankan tubuh kelas tinggi. Maksudnya agar To It Peng dapat nenggunakan kelebihan tenaga yang belum lama diberikan olehnya. To It Peng masih berada dialam ketakutan, mana dpat didengar petunjuk2 yang orang tua itu berikan? Dimisalkan ia dapat mendengarkan jelas, belum tentu otaknya mengerti cara2 yang diberi tadi, maka sia2 saja teriakan Siang-koan cie. Terdengar suara benda keras yang jatuh ditanah, itulah suara To It Peng yang telah turun kembali dan membentur batu. Ia menelungkup ditempat yatuhnya, dengan meringis ia berkata : „Matilah aku, Huaaaa………. Huaaaa………." Siang-koan cie menarik napas atas ketololon sipemuda. Hayo, bangun !" perintahnya, "Tak mungkin kau dapat mati"
To It Peng duduk, dilempangkan kedua kakinya, digerakkan pula tangan dan siku2-nya, tidak ada sesuatu yang berubah …… wayahnya menjadi riang. „Ha, ……." Ia bertepuk tangan. „Betul2 aku tidak mati? Sungguh ajaib!" Siang-koan cie menghampiri dan berkata : „Tentu saja, ilmu tenaga dalammu sudah mencapai taraf tertinggi. jatuh dari tempat yang tiga kali lebih tingi dari tempat tadipun, kau tidak akan terluka sama sekali. Apa yang kau khawatirkan? " „Kau katakan tenaga dalamku telah mencapai taraf tertinggi? " „Betul!"
„Maka aku jago kelas satu bukan" „Tentu saja" „Ha, ha, ………." To It Peng gagah kembali. „ Aku adalah jago kelas satu, suatu hari pohon yang besar, kokoh dan kuat, pernah kugempur sampai hancur. Kau tidak percaya? Hal ini betul2 telah terjadi." Siang-koan cie tidak mengatakan bahwa ia tidak percaya. Hanya To It Peng yang mulai kehilangan pegangan dan meragukan kepercayaan dirinya, maka ucapan yang terahir, ialah ‘Hal ini betul2 telah terjadi’ suatu rangkaian kata-kata penutup agar orang tidak menyuruh untuk menggempur pohon besar. Siang-koan cie segera berkata : „Tentu saja. Kau dapat menggempur sebuah pohon kuat dan besar dengan mudah, karena tenaga dalammu telah berada diatas segala oerang. Bahkan lebih dari pada itu, kau dapat memukul hancur sebuah batu karang." Atas permainan Hian-u Po-po dahulu To It Peng pernah ‘menggempur’ pohon hingga tumbang, dan kesan ini tidak mungkin
terlupakan olehnya. Maka ’jago kelas satu’ itu bersarang kuat dalam otaknya. Sekarang dikatakan orang tua yang ada dihadapannya, bahwa ia dapat menghancurkan batu karang. To It Peng menggelengkan kepalanya, dan berkata : „Kukira belum tentu" Siang-koan cie berkata dingin : „Kukatakan dapat memukul hancur sebuah batu karang, tentu dapat memukul hancur batu karang. Apa gunanya tiga butir Lo-hanko yang kau telan tadi?" „Buah Lo-han-ko semacam buah DEWA BARU yang tumbuh digunung Kun-lun-san." Siang-koan cie memberi penjelasan.
„Memakan sebuah Lo-han-ko dapat menambah panjang umur, aku telah mengurung semua jalan darahmu, dan memberi tiga butir sekaligus, dikala peredaran jalan darahmu terbuka kembali, maka sari Lo-han-ko itu meresap cepat, tenagamu telah bertambah berlipat ganda, mungkin kau belum paham akan hal ini ?"
64 Keterangan orang tua itu membuat To It Peng bengong. „Maka, kau dapat mencelat tinggi. Maka kau dapat jatuh dengan tidak menderita luka." Siang-koan cie mengakhiri keterangannya. To It Peng mendangar dengan penuh perhatian, setelah selesai orang berbicara, iapun mengenangkan apa yang telah terjadi atas dirinya. „Bagaimana?" rtanya Siang-koan cie. Tiba2 To It Peng menepuk kepala, ia tertawa dengan menudingkan jari sehingga hampir mengenai hidung siorarg tua, ia berkata : „lucu…….. ha, he, ha,…….. "
„Apa yang lucu?" Siang-koan cie sangat marah. „Apa yang membuat kau tartawa?" „Dikira mudah menipu diriku?" kata To It Peng yang masih saja tertawa. „Lihatlah dahulu siapa yang akan dijadikan sasaran membual, ungguh pandai sekali kau mengarang cerita tadi." To It Peng mempunyai otak yang berukuran empat persegi, tetapi kadang kala menganqgap dirinya itu sebagai manusia-yang terpandai didalam dunia. Dianggap Siangkoan cie itu menipu. dirinya dengan cerita tiga butir buah Lo-han-ko yang amat mujijat. Siang-koan cie sedianya hampir marah, dilihat sikap sipemuda
yang ketolol-tololan itu, hawa kemarahnnya sukar untuk dilepas, segera ia membentak : „Siapa yang mengarang cerita? ." „Siapa ?agi, bi?a bukan dirimu?" Tantang To It Peng. „Pikirlah terlebih dahulu, buah Lo-han-ko bisa mempunyai khasiat hebat, mengapa tidak kau makan sendiri. Hubungan apakah diantara kau dengan diriku, mengapa harusmkan buah itu kepadaku? Mengapa tidak menyerahkan kepada anakmu? Kau mempunyai anak sendiri, bukan? Sampai dimanakah tinggi derajat To It Peng, sihngga harus menyerahkan, buah mujijat berkhasiat hebat kepadaku ?". Apa yang To It Peng tebarkan sangatlah beralasan. Siang-koan cie maklum akan hal tersebut, ia pun, me-angguk2-kan kepala menyetujuinya. ---oo0oo---
BAGIAN 22 SI DUNGU TO IT PENG MENINGGALKAN RIMBA BUNGA BWEE
SIANG-KOAN cIE bukan manusia ternama bila tidak dapat menghitung sesuatu dengan tepat, apa yang To It Peng beberkan tadi sangat masuk diakal, maka iapun menganggukan kapala. To It Peng senakin bangga, dilihat babak partama, ia mendapat kemenangan dalam ronde pertandingan adu mulut, dengan menggoyang-goyangkan kepalanya dengan isi otak empat persegi itu, ia berkata : „Nah! Akupun sudah menjadi jago nomor satu, apa guna memakan buah Lo-haniko mujijadmu itu?" Perut Siang-koan cia dirasakan mau meledak, susah payah ia menjejal tiga butir buah Lo-han-ko kepada sidungu, tetapi sidogol telah salah terima, dianggap ¬keterangan itu hanya berupa tipuan
bohong, ia tidak mau menerima budi ini. Ternyata Siang-koan cie mengasingkan diri didalam taman bunga Bwee karena telah salah me latih diri peredaran jalan darahnya telah sesat, ia tidak men¬dapat banyak kebebasan, maksud tujuan dari memberi buah Lo-han-ko kepada To It Peng ialah menggunakan tenaga sipemuda untuk melakukan sesuatu. Bila seorang jujur seperti To It Peng berterima kasih, maka ia dapat membalas budi dengan sepenuh hati, tidak ada pikiran untuk berkhianat. Buah Lo-han-ko telah disimpan lama, sampaipun Siang-koan Buceng anaknya sendiripun tidak diberi tahu, karena ia maklum bahwa sifat dan tabiat anak terse¬but tercela, untuk sementara masih dapat ditundukkan satelah dewasa ia berkepandaian tinggi, munqkin lupa kepada ayah sendiri, dapat melakukan sesuatu yang ber¬sifat mendurhaka. Seperti apa yang Siang-koan cie te lah duga, bila T o It Peng tahu bahwa kejadian hadiah tiga buah Lo-han-ko mujijat itu betul diberi makan kepadanya¬ rasa terima kasih sipemuda tidak mudah dilukiskan, ia akan tunduk dan takluk, apa yang terjadi kesukaran situan penolong tentu dipentingkan sekali, ia rela mengorbankan diri untuk menyenangkan.
Seyang To It Peng tidak percaya akan keterengan yanq Siangkoan cie berikan, cerita itu dianqgap tipuan, dianggap bohong dan tiada. Siang-koan cie godek kepala, untuk meratakan otak persegi sidungu memang sulit sekali. Orang tua ini harus mengasah otak, bagaimana agar dapat meyakinkan kebenaran tentang hadiah tiga buah Lo-han-ko, sidungu harus diberi mengerti tentang hal itu. To It Peng tidak sabaran, ia tertawa sebagai juara, katanya : „Tidak berhasil menipu diriku, bukan?"
Hampir Siang-koan cie putus harapan. „Kau…. kau tidak percaya bahwa aku telah memberi tiga, buah Lo-han-ko kepadamu?" Tanyanya. „Tentu saja tidak" To It Peng mendongakkan kepala. „Kau tidak percaya bahwa dirimu telah kuciptakan sebagai jago kelas satu?" Masih orang tua itu berusaha. „Lucu….. Lucu….." teriak To It Peng. „Belum lama kau telah menekan diriku, tetapi kau telah kalah tenaqa sahingga aku berhasil meloloskan diri dari kekangan kekuasanmu, bukan? Suatu tanda bahwa aku memang adalah jago kelas satu, kekuatan ini kudapat dari lain orang, bukan dari buah Lo-han-ko didalam cerita burungmu." „Agaknya sulit untuk meyakinkan kepadamu………." „Betul." Potong To It Peng. „Selamat tinggal." Badan sipemuda bergerak melesat, pikirannya harus segera menyusul Kat Siauw Hoan, tidak mau ia menetap didalam rimba bunga Bwee ini. Ditinggalkannya orang tua itu. Siang-koan cie mencangkeramkan tangan membentak : „Berhenti!"
To It Peng tidak mendengar perintah, ia melarikan diri Iebih cepat. Siang-koan cie adalah bekas tokoh silat kenamaan, ilmu kepandaiannya hebat, gerakannya gesit, cengke¬raman tangannya hampir mengenai sipemuda. To It Peng telah me larikan diri, namun, bila sebelum ia diberkahi tiga buah Lo-han-ko, cengkeraman Siang-koan Tiie itu akan menariknya kembali, bergegas-gegas ia lari, menubruk rumpun bunga Bwee, maka patahlah semua batang tanaman yanq ditubruk olehnya, bersih dibabat rata oleh tenaga dalam yang hebat. Belum pernah ia melihat dan membayangkan akan kejadian ini,
cepat ia bangun kembali : „Aaaaa…" To It Peng sangat terkejut akan hasil tabrakannya tadi. Siang-koan cie telah putus daya, tak mungkin ia mengejar pemuda itu lagi. Maka ia berteriak : „Nah, telah kau saksikan? Betapa tinggi ilmu tenaga dalam yang kini kau miliki? Dahulu sanggupkah kau mematahkan rumpun tanam2-an itu ? Masih tidak mau kau berterima kasih kepadaku ?" To It Peng memandang batang2 rumpun tanaman bunga Bwee yang telah diratakan olehnya, pikirnya ia telah mencapai kemajuan pesat, tentu saja, karena ia adalah jago kelas satu, setiap hari ilmunya bertambah, tidak ada yang harus diherankan. Terbayang bagaimana kejam orang tua ini memisah¬kan dirinya dari sisi Kat Siauw Hoan, teringat bagai¬mana ia hampir mati dicengkeram, rasa anti patinya timbul mendadak, dengan adem berkata: „Bila cengkeraman mautmu tadi mengenai diriku, akupun harus disuruh berterima kasih ?" „Kambalilah dahulu, cengkeramanku tadi tidak akan mematikanmu"
„Tentu. Bila aku mati, siapakah yang harus menghaturkan terima kasih ?" Rasa mangkelnya Siang-koan cie sukar dilukiskan, tidak disangka, orang yang jujur ini sukar diberi mengerti, setelah itu, iapun tidak dapat menangkapnya untuk diberi penjelasan secara ngejelimet. „Kau kembalilah dahulu, maukah kau kuberi pelajaran ilmu Bwe-
hoa Kiam khek yang tiada tandingannya di kolong langit ?" To It Peng menggoyankan kepala, katanya : „Tidak mau aku mendapatkan ilmu darimu. Ilmu ke¬pandaian Bwe-hoe Kiam-khek yanq kau katakan tiada tandingan dikolong lanqit itu belum tentu ada gunanya. Bila betul ilmu itu hebat, mengapa kau menyembunyikan diri ditempat ini? Selamat bertemu lagi, aku akan segera menyusul nona Kat." Siang-koan cie gugup, teriaknya: „Hei, dengarlah keteranganku dahulu………..." Ucapan orang tua ini tidak diteruskan, karena To It Peng telah bergarak semakin cepat dan tidak menggubrisnya sama sekali. Begitu To It Peng mengangkat kaki, dirasakan luar biasa enteng, gerakannya menjadi lincah, bagaikan terbang, ia melayang terlalu cepat, hampir ia jatuh terjengkang, keadaannya sangat pontang panting, belum biasa ia manggunakan ilmu meringankan badan juga belum tatu ia harus bagaimana mengerahkan tenaga yanq berlimpah-limpah itu. Melihat gerakan T o It Peng yang lucu, seharusnya Siang-koan cie tertawa geli, tentu saya bila tidak mengingat tiga buah Lo-han-ko ditelan orang secara percuma, ia dapat tertawa. Kini tertawa orang tua ini, menunjukkan tertawa getir, yaitu tertawa sedih dan kecewa karena kehilangan tiga buah Lo-han-ko yang amat mujijad itu. Maksudnya ialah memancing dengan tiga buah Lo-han-ko dengan menggunakan tenaga To It Peng, apa mau ia lupa memberi keterangan2 yang teperinci, hal ini seharusnya perlu dilakukan
sebelum ketiga buah Lo-han-ko diberikan kepada T o It Peng, maka To It Peng dapat percaya waktu itu. Wsaktu maksudnya, tidak terbuang percuma. Seperti apa yang telah diketahui, ukuran otak To It Peng adalah otak empat persegi, Iubang jalan alam pikirannya hanya satu
jurusan, ia hanya bersatu tuju¬an, tidak ada kanan dan kiri, setelah diberi pedoman hidup oleh Hian-u Po-po almarhum bahwa dirinya se¬bagai ‘jago kelas satu', kesan ini tak akan lenyap hingga di akhir jaman. la tidak me liyhat bagai mana tiga buah Lo-han-ko masuk ke dalam perut. Betul tenaga dalamnya bertambah, hal ini dianghgap sudah ada karena ciptaan Hian-u Po-po dahulu, tidak perlu untuk diherankan. Maka di¬tinggalkannya Siang-koan cie begitu saja. Disinilah terjadi salah paham! Bukan maksud To It Peng untuk menyengkelit jasa2 orang! Kecuali menyalahkan diri sendiri yang terlalu ceroboh, Siang-koan cie tidak mempunyai jalan kedua. Memandang lenyapnya bayangan To It Peng, ia menghela napas panjang. Bercerita tentang To It Peng yang lari pontang-panting, seradakseruduk, tundak-tanduk karena diberkahi tenaga dalam yang maha hebat dengan tidak mendapat tata cara untuk bagaimana menggunakannya. Bukan sedikit pohon yang ditubruk tumbang olehnya tidak sedikit tanaman yang diinjak rata olehnya suatu.Suatu ketika, ia slip dan membentur batu besar sehingqa tarbendung ditempat itu, ia jatuh tidak jauh dari mana batu besar itu menghadang dan terhentilah kemajuannya. Berhati-hati ia bangun berdiri, ia tidak menderita Iuka karena tenaga dalam yang maha hebat, hal ini adalah berkat tiga buah Lohan-ko pemberian Siang¬-koan cie, hanya jidatnia yang agak benjul karena benturan batu yang keras, diusapnya tempat tersebut dan mengoceh :
„Wah, beginilah rasanya menjadi seorang pendekar jago kelas satu ?" To It Peng memandang batu besar yang berada di¬hadang jalan
itu, tangannya bergerak dan…… priuuuur……... ia memukul hanyur batu tersebut. „Idih……." Sidungu meleletkan lidah. „Hebat juga menjadi jago kelas satu. Hanya kedua kakiku inilah yang kurang ajar, mengapa sukar dikuasai, sungguh sangat celaka bila kakiku dapat lari sendiri." la bangun berdiri, dengan sangat hati-hati melangkahkan sebelah kakinya satu langkah demi langkah Satu tapak langkah To It Peng ini telah menghasil¬kan jarak yang cukup jauh. Segera ia menekannya kaki itu dan berhenti dengan hati berdebar-debar, Langkah yang dilakukan dengan berhati-hati ini lebih cepat dari pada saat ia malarikan diri. „Hebat!....... Hebat!" To It Peng bergumam. ,,Aku telah mendapatkan kemajuan pesat. Rise girang dan takut merangsang menjadi satu, silih berganti menguasai elam pikirannya. Demikianlah, To It Peng mendapatkan ilmu 'jago kelas satu'nya yang sajati, bukan 'jago kelas satu' ciptan Hian-u Po-po yang hanya nama kosong itu. Ia melakukan perjalanan cepat, maksudnya menyusul Kat Siauw Hoan kegunung Thian-san. Tidak tahu bahwa To It Peng sesat dijalan, semakin cepat ia berjalan semakin jauh pula jarak dengan Kat Siauw Hoan. Hari ini menjelang malam tiba, To It Peng berada disebuah rimba. Dalam alam pikiran To It Peng terbayang Kat Siauw Hoan dan Siang-koan Bu-ceng, bila kalah cepat tentu celaka.
Semakin bingung ….. semakin sesat pula, saking letihnya dengan memilih sebuah batu besar, To It Peng membaringkan diri ditempat tersebut. Dalam beberapa hari ini ia memang kurang tidur, maka dalam
sekejap saya To It Peng telah mengeluarkan suara gerusan ….. ia telah tertidur dengan cepat. Tiba-tiba ………. To It Peng terbangun karena dikejutkan oleh suara burung malam beterbangan diatas kepalanya, samar-samar terdengar suara derap kaki kuda mengarah ketempatnya. Ketrukan kaki kuda mengarah kearahnya, dan tidak jauh dari tempat ia berada, disana kuda itu berhenti sebentar dan terus menikung kearahnya. „Suheng ……, Suheng ………." Terdengar suara wanita memangil2 „ „Dimana kau berada ……..? " Ternyata sipenunggang kuda adalah seorang wanita! Suara wanita ini bergema lama sekali, menandakan tenaga dalamnya yang lebih hebat! jantung To It Peng hampir mencalat, itulah suara Pie-lie Sian-cu yang dikenal betul, salah satu dari 4 jago utama Ngo-bie-pay ! Setelah Ban kee-chung dibakar oleh 4 Wajah Tak berkulit, To It Peng menuju kegunung, Ngo-bie-pay, ; disana Pie-lie Sian-cu mengakiu bahwa dialah yang membunuh Kim-to Bu-tie T o tong Sin. „ Hei ……." Tidak sadar,To It Peng berteriak. Setelah diberi buah Lo-han-ko, tenaga To It Peng telah mencapai tingkat puncak, suara 'Hei' tadi menggema memecah angkasa gelap berkumandang jauh dan lebih lama dari suara Pie-lie Sian-cu. To It Peng terlompat terkejut dengan sendirinya, karena suara guntur tersebut, tidak disangka keluar dari suaranya akibat dari tenaga dalamnya yang setinggi langit.
Derap kaki kuda segera datang, penunggangnya memang Pie-lie Sian-cu, arah tujuannya ialah dimana To It Peng berada. Tuduhan orang yang membunuh ayahnya telah dija¬tuhkan kepada Pie-lie Sian-cu, memandang kedatangan¬nya hati To It Peng semakin berdebar keras.
Pie-lie Sian-cu telah berada dihadapannya, jaga wanita Ngo-biepay ini segera menduga kepada Thian-sim Siang-jin. „Suheng ………. “ Ia memanggil. Hanya Thian-sim Siang-jin yang mempunyai latihan tenaga dalam hebat, maka dugaan Pie-lie Sian-cu jatuh pada saudara seperguruannya itu. Sagera dilihat bahwa oranq yang dikira suhengnya itu adalah sipemuda dungu yang pernah mengacau gunung Ngo-bie-san, wajah Pie-lie Sian-cu berubah „Eh, kau sibinatang kecil ?" la berkata panas Sifat To It Peng tidak mudah marah, hanya dendam ayahnya tidak pernah lepas, dakwaannya jatuh kepada Pie-lie Sian-cu, semakin marahlah lagi dirinya di¬panggil 'sibinatang kecil', terdengar geramannya yang" menunjukan kemarahan yang meluap2 ia menerkam musuh itu. Dikala T o It Peng berkunjung keatas gunung sampai dimana ilmu kepandaiannya, tidak lepas dari mata dan penilaian Pie-lie Sian-cu, dikira dengan kepandaiannya, tidak lepas dari mata segera dapat menghalaunya, ia agak lengah. Suara To It Peng yang menggalegar bagai guntur itu mengejutkan Pie-lie Sian-cu, tidak disangka sipernuda mendapat kemajuan hebat ! Sang kuda turut terkejut, ia berjingkrak kaget, dengan kedua kaki depan terangkat tinggi, sang kuda melempar¬kan sang majikan.
Disaat ini, tangan To It Peng telah menusuk perut kuda, betapa hebat tenaga dalam yang dikerahkan dalam keadaan marah, berat kuda tidak ada artinya. Bila dibandingkan tenaga kemarahan itu, terdengar ringkikkan kuda yang menyayatkan hati, gumpalan daging itupun terlempar
jauh, menggeliat sebentar dan jiwanyapun melayang kealam baka. Hanya satu kali pukul To Tt Peng membunuh mati kuda tunggangan Pie-lie Sian-cu ? Pie lie Sian-cu berhasil dilempar oleh kuda tunggangannya, ilmu kepandaiannya tinggi, dengan hanya beberapa kali gerakan, ia berhasil membuat posisinya aman. Melihat pukulannya yang dapat membunuh seekor kuda To It Peng tertegun. Kemarahannya belum mereda, maka satu geraman lagi dilontarkan, menyerang Pie-lie Sian-cu. Pie-lie Sian-cu telah dapat melihat tenaga dalam sipemuda yang luar biasa keras, dua tangannya disilangkan kekarnan dan kiri, ia menahan serangan sipemuda dengan aliran tenaga yang lembek. Tenaga To It Peng terbendung oleh kekuatan yang lemah, ia sangat marah, bentak sipemuda keras : „Nenek keriput, lekas ganti jiwa ayahku." Pie-lie Sian-cu hanya dapat menahan kekuatan To It Peng untuk beberapa saat, tenaga dalam sipemuda kian menghebat, kedudukannya mulai goyah, semakin heran lagi atas kemajuan pesat yang dicapai oleh si pernuda. „Binatang kecil, kau sudah bosan hidup?" la membentak. To It Peng menyerang dengan kalap, tiara bertem¬pur sipemuda lain dari peda yang lain, betul ia bertenaga dalam kuat, kekuatan ini belum dapat digunakannya secara sempurna, maka Pie-lie Sian-cu dapat bertahan beberapa lama. „Hei, apa artinya seranganmu seperti ini ?" Bentak¬ Pie-Iie Siancu.
„Ganti jiwa ayahku" teriak T o It Peng, „Tahan." kata Pip-lie Siancu lompat menyingkir dari satu serangan To It Peng. „Dengar keteranganku dahulu" „Tidak perlu. Kau telah membunuh ayahku, Hutang jiwa ini harus
diperhitungkan segera. " „Dengarlah penjelasanku terlebih dahulu. Suara Pie-lie Sian cu agak perlahan dan sabar " „Hm…" To It Peng mendengus. „Aku telah menjadi seorang pendekar jago kelas satu, kau kini telah bernyali kecil dan takut kepadaku!" Pie-lie Sian-cu hilang sabarnya, hati jago wanita Ngo-bie-pay ini terlalu cepat naik darah, badannya bergerak cepat, maka…. par…. par…. par…. ia berhasil menempeleng kedua pipi To lt Peng bergantian. Tenaga dalam to It Peng telah dapat digolongkan kedalam kelas istimewa, ilmu meringankan badannya sudah hebat, hanya ia belum dapat tata cara untuk mengunakannya, maka dapat ditampar dengan mudah. la bergerak lagi dengan cepat mementang kedua tangannya, maka dikala tubuh Pie-lie Sian-cu lewat disisinya, segera ia merangkulkan kedua tangannya dan tepat memeluk kedua sijago wanita Ngo-bie-Pay itu. Sedari ia belajar ilmu silat, Pie-lie Sian-yu belum pernah melihat ada orang yang bertanding dengan To It Peng, ia sangat kaget seteleh merasa kakinya tercekal oleh sang lawan, ia berontak barusaha melepaskan diri, tetapi gagal, kekuatan To It Peng sakarang bukanlah To It Peng lama, ia telah dapat menelan tiga buah Le-han-ko mujijat, tenaganya bertambah beberapa lipat. Pie-lie Sian-cu tidak ada niatan untuk membunuh, apa mau dirinya terdesak hebat, tangannya teranqkat, tinggi memukul kepala To It Peng yang berada dibawah kakinya.
Tumbukan ini hebat! To It Peng meresa kepaIanya berkunangkunang, beruntung tenaga dalamnya hebat, maka kepala tersebut tidak sampai menjadi hancur remuk, betapa hebat tenaga kekuatan
Pie-lie. Sian-cu telah mendapat penilaian umum, untuk mele¬paskan dari kekangan sipemuda, hanya jalan satu-satnya ini. Pegangan To it Peng Iepas! Pie-lie Sian-cu mengeluarkan elahan napas lega. Di saat itu, kepala To It Peng menyeruduk maju pula, maka dikerahkan lagi tangan Pie-lie Siancu, memukul kepala yang lebih keras dari batu ini. Buk…….. Pie-lie Sian-cu terjengkang kebelakang. To It Peng merasa kapalanya berat, iapun jatuh terduduk. Kekuatan mereka ternyata menjadi seimbang ! To It Peng lompat bangun kembali, dilihat sang la¬wan telah dijatuhkan, hatinya girang, ternyata masih sama kuat, 'jago kelas satu'nya telah memperlihatkan keunggulan yang nyata. Ia menggeram hebat dan menerjang kembali! Pie lie Sian cu telah siap, secara berantai kakinya bekerja dan menyepak To It Peng yang dibuat jatuh mencium tanah. To It Peng merayap bangun. „ Nenek keriput", 'Kau masih hebat ha ?" la menggerutu. Melihat Kekebalan To It Peng terhadap setiap pukulan, Pie-lie Sian-cu tidak tahan untuk tidak mangeluarkan pujian. „Hei, kemajuan ilmu silatmu cepat sekali." Demikian Pie-lie Siancu berkata. „Tentu" To it Peng membusungkan dada. „Aku telah menjadi jago nomor satu, tahu ?" Beberapa patah kata 'jago nonor satu' itu tidak lepas dari mulutnya.
Pengalaman tempur Pie-lie Sian-cu telah cukup untuk dijadikan buku, ia lompat kebelakang To It Peng, kakinya bergerak menyepak pantat pemuda itu, maka bagaikan sebuah bola, To It Peng terlempar pergi „Nenek keriput," To It Peng merayap bangun. „menggunakan kelengahan orang, kau menyerang dari belakang ?" „Mengapa kau menyerang orang dengan kalap" „Kau telah membunuh ayahku, dendam kesumat ini tak dapat dilupakan." To It Peng membantah. Dan, iapun menyerang Iagi! cara To It Peng menyerang sungguh luar biasa, Pie-lie Sian-cu sult untuk menundukkan manusia ktepala batu seperti ini.Ia hanya menyingkir dari setiap serangan dengan lebih hati2, karena ilmunya memang berada diatas To It Peng, maka dengan siasat baru ini, ia pun banyak mendapat kelonggaran, „Hei, kau tidak melawan ?" To It Peng telah beberapa kali gagal. Pie-lie Sian-cu tidak melawan bukan berarti menyerah kalah, ia mencari kesempatan, suatu ketika dilihat kekosongan, cepat ia bergerak dan menotok jaIan darah tertawa sipemuda. To It Peng tidak tahan perasaan geli yang menyerang itu, iapun tertawa „ha…….., ha…….., ha…….., aduh………." Karena tenaga dalamnya kuat, maka rasa geli itupun lenyap dengan cepat. To It Peng mendelikkan matanya, dan membentak : „Eh!, apa macam, nih? Aku menempurmu mengadu jiwa. Siapa yang menyuruhmu menggelitik untuk senda gurau! " Dilihat sang lawan tidak jauh darinya, dengan menyerudukkan kepala, To It Peng menyeruduk seperti kerbau. Pie-lie Sian-cu mangkel malihat tata cara ber¬tempur To It Peng, ia manyingkir lagi, gesit sekali ia telah mengarah dialan darah kejang sang lawan, ie berhasil menekan daerah berbahaya itu.
„Bagaimana ?" kata Pie-lie Sian-cu. „Kau me¬nyerah kalah ?" jalan darah kejang adalah salah satu jalan darah penting dari peredaran darah dalam tubuh, jatuhnya jalan darah kedalam tangan lawan berarti lanyaplah semua kekuatan tempurnya. To It Peng telah dibuat tidak berdaya, tetapi ia tidak mau menyerah kalah, ia masih ber-teriak-teriak : „Nenek keriput, kau telah mambunuh ayahku, siapa yang sudi menyerah kapadamu ?" Pada wajah Pie-lie Sian-cu telah tampak hawa pembunuhan, kemarahan jago wanita itu tidak ter¬tahankan lagi. Tangannya terangkat tinggi, siap menghantam ubun2 To It Peng. „To It Peng" katanya, „Membunuh jiwamu lebih mudah dari membunuh seekor anjing. Mengingat ayahmu, pargilah segera dan jangan menggangguku lagi, tahu ? " To It Peng menggelengkan kepala berkata: „Tak mungkin…... Tak mungkin aku hidup disatu dunia denganmu. Kau telah membunuh ayahku. Akupun akan membunuhmu. Kini aku kurang hati2 dan jatuh kedalam tanganmu, mati hidupku berada di tanganmu, bunuhlah, bila kau mau." Pie-lie Sian-cu menggeretek gigi, tangannya itu siap diturunkan ! Maut mengancan To It Peng ! Disaat inilah terdengar satu suara tua berdengung : „Sumoay, dengan siapa kau bertempur ?" Itulah suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek, salah satu dari 4 jago Ngo-bie-pay. Suara cu Hun Hui-liong Kiam-khek belum lanyap, disana teIah bertambah satu orang, ternyata kecepatan jago Ngo-bie-pay ini hampir mamadai kecepatan suaranya sendiri. To It Peng mengeluh.
„Tamatlah riwayat hidupku." Katanya didalam hati. Satu Pie-lie Sian-cu sudah cukup ia jungkir balik, kini datang lagi bantuan Ngo-bie-pay, bagaimana To It Peng tidak mengeluarkan keluhan celaka ? cu Hun Hui-liong Kiam-khek segera mangenali lawan sang sumoay adalah pemuda dungu yang pernah mangacau gunung, ia membanting kaki berkata: „Sumoay, betapa pentingnya urusan kita, mengapa kau berkutet dengannya ditempat ini?" „Hm….." Pie-lie Sian-cu mengeluarkan sura dari hidung. „Aku sebal mendapat gangguannya. Bagaimana dengan keadaan disana?" „ciangbun Suheng sedang bertahan sedapat mung¬kin, lekas kita beri bantuan kepadanya." cu Hun Hui-liong Kiam-khek, memberi sahutan. Wajah Pie-lie Sian-cu berubah, tangannya dikesam¬pingkan melewati To It Peng, dengan meren¬dengi cu Hun Hui-liong Kiamkhek, mereka menuju kearah tempat yang membutuhkan tanaganya. Sebentar kemudian, dua bayangan itupun telah lenyap. To It Peng terlempar tinggi, sungguh kebetulan, ia tersangkut diatas sebuah pohon. Ranting2 pohon itu merusak beberapa bagian baju pakaiannya. Otaknya turut terkocok, didalam keadaan tujuh keliling To It Peng merayap turun dari atas pohon tersebut, ….. apa mau pegangan tangannya salah terkam, ia jatuh menggelinding ketanah ngebeleduk. celingukan kesana-sini sebentar, To It Peng telah kehilangan jejak Pie-lie Sian-cu. „Kurang ajar." la bergumam. Masakan aku dilempar hingga nyangkut diatas pohon." Saat itu dari atas kepalanya, dari mana pohon tadi ia disangkukan oleh lemparan Pie-lie Sian-cu ter¬dengar satu suara :
„Siapa yang kau cuci, maki ? Orangpun telah tiada ditempat ini." To it Peng mendongakkan kepala. Terlihat olehnya seorang kakek kerdil sedang nangkring ditangkai pohon, kakek kerdil itulah yang mencemohkan dirinya. „Siapa kau?" tanya To It Peng. „Mungkinkah dilempar orang hingga nyangkut dipohon? Lepaskan¬lah peganganmu, maka kau akan segera jatuh katanah seperti apa yang telah menimpa atas diriku." Pada anggapan To It Peng, semua manusia didalam dunia itu sama rata, sama baik dan sama jahatnya. Ia dilempar orang sehingga nyanykut diatas pohon, di-rumuskan pula bahwa setiap orang yang berada diranting pohon, tentunya dilempar oleh lawan tandingan. Kakek kerdil itu tertawa terbahak-bahak, ia lompat turun dari atas pohon. „ha…….. ha…….. ha…….." tangannya menuding-nuding To It Peng yang dianggap terlalu jenaka. To It Pang sedang penasaran tantu saja ia marah mendapat perlakuan seperti itu, dengan menekuk wa¬jah ia membentak: „Hei, masih kau tertawa terus? Biar kupukul sebagai hajaran atas kelakuanmu yang kurang ajar itu." Sikakek kerdil telah siap menghentikan tertawanya, mendengar ancaman To It Peng, iapun tertawa Iagi. „Hm…….." To It Peng membentak. .,Apa yang lucu ? Setelah kau kenal dengan tinjuku, baru kau tahu tidak guna kau tertawa," Dan betul saja, ia menggerahkan tinjunya menjotos kakek kerdil tersebut. To It Peng bukanlah Seorang pemuda yang
suka pertarungan, maksudnya mangeluarkan tinju tersebut hanya ancaman belaka, jarak diantara dua orang lebih dari 4 tangan, ta mungkin tinju tersebut mengenai sasaran.
Sikakek kerdil tiba2 menggerakkan badannya, ia maju memacungkan mukanya, maka jarak dua orang itupun mendekat, dengan tepat, tinju To It Peng, mengenai hidung sikakek. Kakek kerdil yang nangkring diatas pohon lama itu menghentikan tertawanya, ia lompat mundur dengan membekap hidungnya yang kena tinju. „Nah sudah kuberi peringatan, tetapi kau terlalu bandel. tentunya sakit kena tinjuku, bukan?" tanya To It Peng merasa kas