DIREKTORI
KASUS-KASUS ALIRAN, PEMIKIRAN, PAHAM, DAN GERAKAN KEAGAMAAN DI INDONESIA
Editor : Wakhid Sugiyarto
KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Jakarta, 2010 i
Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Puslitbang Kehidupan Keagamaan Direktori Kasus-kasus Aliran, Pemikiran, Paham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia / Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Ed. I. Cet. 1. ------Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama 2010 xviii + 340 hlm; 21 x 29 cm ISBN 978-979-797-283-7
Hak Cipta 2010, pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit
Cetakan Pertama, September 2010 Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama DIREKTORI KASUS-KASUS ALIRAN, PEMIKIRAN, PAHAM, DAN GERAKAN KEAGAMAAN DI INDONESIA Editor: Wakhid Sugiyarto Desain cover dan Lay out oleh: Suka, SE Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Gedung Bayt al-Qur’an Museum Istiqlal Komplek Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Telp/Fax. (021) 87790189, 87793540 Diterbitkan oleh: Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta Anggota IKAPI No. 387/DKI/09 Jl. Jatiwaringin Raya No. 55 Jakarta 13620 Telp. (021) 862 1522, 8661 0137, 9821 5932 Fax. (021) 862 1522
ii
Kata Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
P
ermasalahan sosial keagamaan selalu menarik untuk ditulis, dan dikembangkan baik dalam bentuk penelitian ilmiah, seminar, kajian, maupun penelitian kaji tindak atau participation action research/PAR atau penelitian kebijakan yang biasa dilakukan oleh lembaga penelitian kementerian atau departemen. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama telah banyak melakukan penelitian maupun kajian ilmiah yang menyangkut tema-tema aliran, faham, pemikiran dan gerakan keagamaan di Indonesia. Namun sayang, hasil penelitian tersebut masih tersimpan rapi di ruang perpustakaan dan tidak banyak diketahui oleh orang, utamanya masyarakat umum, apalagi yang ada adalah buku hasil penelitian yang terkadang terlalu tebal. Hal seperti ini menyulitkan banyak pihak dalam mengakses informasi seputar hasil penelitian dan karya ilmiah tentang aliran, paham, pemikiran dan gerakan keagamaan di Indonesia. Padahal kemudahan mengakses hasil penelitian dan karya ilmiah semacam itu akan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memperoleh inspirasi dalam mencari penyelesaian terhadap berbagai masalah keagamaan saat ini. Oleh karena itu kehadiran Direktori Kasus-Kasus, Aliran, Pemikiran, Paham, dan Gerakan Keagamaan ini akan banyak membantu menuntun calon pembaca lebih mudah mencari sumber aslinya. Apalagi direktori ini merupakan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada rentang waktu antara tahun 1978 sampai tahun 2009, yang sangat mungkin banyak hasil penelitian lama yang masih sangat relevan tetapi seperti dilupakan.
iii
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, tentunya direktori ini masih memerlukan masukan dan saran perbaikan dari semua pihak yang concern dengan penelitian dan karya ilmiah sejenis. Kami berharap semua pihak berkenan memberikan masukan dan saran untuk perbaikan direktori ini. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian direktori ini. Kami berharap buku ini menjadi salah satu referensi awal bagi siapapun yang akan melakukan kajian lebih mendalam.
Jakarta,
September 2010
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA NIP. 19570414 198203 1 003
iv
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
P
enelitian tentang masalah keagamaan merupakan bidang kajian yang tidak pernah kering untuk digali karena persoalan sosial keagamaan yang terjadi di masyarakat tidak akan pernah selesai. Permasalahan sosial keagamaan tersebut selalu menarik untuk ditulis dan dikembangkan baik dalam bentuk penelitian ilmiah, seminar, kajian, maupun penelitian kaji tindak atau participation action research/PAR ataupun penelitian kebijakan yang biasa dilakukan oleh lembaga penelitian kementerian atau departemen. Selama ini telah banyak hasil penelitian maupun kajian ilmiah yang dihasilkan kaum akademisi dan intelektual yang menyangkut tema-tema aliran, faham dan gerakan keagamaan di Indonesia. Namun sayang, hasil penelitian tersebut masih tersimpan di ruang-ruang perpustakaan karena tidak adanya panduan atau buku direktori tentang penelitian apa saja yang telah dilakukan. Hal seperti ini menyulitkan banyak pihak dalam mengakses informasi seputar hasil penelitian dan karya ilmiah tentang aliran, paham dan gerakan keagamaan di Indonesia. Padahal kemudahan mengakses hasil penelitian dan karya ilmiah semacam itu akan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memperoleh inspirasi dalam mencari penyelesaian terhadap berbagai masalah keagamaan saat ini. Untuk itulah Puslitbang Kehidupan Keagamaan merasa perlu melakukan edit ulang terhadap hasil kegiatan Penyusunan Direktori Kasus, Aliran, Paham, dan Gerakan Keagamaan Tahun 2009. Buku direktori ini bisa dicetak dalam jumlah yang banyak ketika syarat-syaratnya sudah dilengkapi.
v
Direktori ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada rentang waktu antara tahun 1978 sampai tahun 2009. Sesuai dengan judul kegiatan ini, maka substansi penelitian yang dijadikan bahan penyusunan direktori ini adalah terkait dengan masalah-masalah aliran, paham, pemikiran dan gerakan keagamaan. Sesuai sifat sebuah direktori, maka informasi yang disajikan merupakan deskripsi atau ulasan ringkas terkait dari sebuah aliran, paham, atau gerakan keagamaan dengan susunan mencakup judul penelitian, latarbelakang penelitian, perumusan masalah penelitian, daerah penelitian, kerangka teori penelitian, metodologi penelitian, kesimpulan penelitian dan rekomendasi penelitian. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, tentunya direktori ini masih memerlukan masukan dan saran perbaikan dari semua pihak yang concern dengan penelitian dan karya ilmiah sejenis. Kami berharap semua pihak berkenan memberikan masukan dan saran perbaikan untuk perbaikan direktori ini. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian direktori ini sampai layak cetak. Kami berharap direktori ini menjadi salah satu referensi awal bagi siapapun yang akan melakukan kajian lebih mendalam. Mudahmudahan Allah mencatat kegiatan ini sebagai ibadah sekaligus memberi kontribusi bagi perkembangan pengetahuan sosial keagamaan. Jakarta, Juli 2010 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005
vi
PENGANTAR EDITOR
D
irektori kasus-kasus keagaman, aliran, pemikiran, paham dan gerakan keagamaan ini merupakan kontribusi banyak pihak, mulai dari para penulis maupun pihak-pihak lain yang turut membantu dalam seluruh rangkaian prosesnya sampai kepada penerbitannya dalam bentuk buku seperti yang hadir di hadapan pembaca sekarang ini. Penyusunannya didorong oleh keinginan untuk memberikan kemudahan kepada pimpinan Kementerian Agama dan masyarakat dalam mengakses berbagai hasil penelitian dan karya ilmiah yang menyangkut kasus-kasus keagamaan, aliran, paham dan gerakan keagamaan di Indonesia. Tentu saja di balik semua itu kami berharap bahwa masyarakat akan mendapatkan informasi yang lengkap. Kami yakin penyusunan buku ini sedikit banyak akan membantu mereka memahami berbagai kasus dan peristiwa sosial-keagamaan dari perspektif akademis yang dikemas dengan bahasa yang sangat sederhana, ringkas dan padat. Dalam tulisan ini banyak hal yang perlu kita ketahui menyangkut fenomena kehidupan sosial keagamaan kita yang diharapkan akan memberikan pencerahan dan kesadaran kepada kita semua bahwa agama dapat menjadi sumber insani pembangunan yang sangat penting. Kitapun menjadi lebih siap dalam menghadapi berbagai problem kehidupan terutama dalam konteks interaksi sosial-keagamaan kita, baik yang bersifat intragroup (interaksi sosial dalam satu kelompok) maupun intergroups (interaksi sosial antar kelompok yang beragam dan heterogen). Oleh karena itu, besar harapan kami agar buku direktori kasus-kasus aliran, paham, pemikiran dan
vii
gerakan keagamaan ini dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh semua kalangan. Kami ingin mengatakan bahwa direktori ini masih memerlukan masukan dan saran perbaikan dari semua pihak yang concern dengan kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, kami berharap semua pihak berkenan memberikan masukan dan saran konstruktif demi perbaikan direktori menjadi lebih di masa yang akan datang. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian direktori ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mudah-mudahan Allah memberikan balasan yang setimpal sesuai dengan niat tulus dan kerja keras kita. Yes, we believe it. Jakarta, Editor
Juli
2010
Drs. Wakhid Sugiyarto, M.Si
viii
Daftar Isi Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI …………………………... Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan …………………………………………. Pengantar Editor ………………………………….. Daftar Isi ……………………………………………
iii v vii ix
A. GERAKAN PAHAM DAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN 1. Paham dan Pemikiran Keagamaan Dalam Perspektif Hermenetika di Ma’had Al-Zaitun Hergeulis, Indramayu Jawa Barat Peneliti: Tim INSEP, 2007, Penulis Naskah Dirketori: Kustini ................
1
2. Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru dalam Demensi Baru, Peneliti: Imam Tolkhah, 2007, Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid
5
3. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI): Profil dan Agenda Penerapam Syariat Islam), Peneliti: Sukran Kamil, 2006, Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid .
15
ix
4. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Gerakan Dakwah Salafi di Kec. Lembar Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat, Peneliti: Nuhrison M. Nuh, 2007 Penulis Naskah Direktori: Nuhrison M. Nuh ......
23
5. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Kekerasan terhadap Kelompok Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) di Bondowoso Jawa Timur, Peneliti: Imam Syaukani, 2007 Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani ......
x
29
6. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Gerakan Wahdah Islamiyah di Kota Makassar Sulawesi Selatan), Peneliti: Zaenal Abidin, 2007; Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani.......
45
7. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Gerakan Al-Arqam Di Indonesia Di Desa Pondok Cina Kec. Beji Kota Depok Jawa Barat, Peneliti: Imam Syaukani, 2007; Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani .......
49
8. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Rifa’iyah dan Potensi Lembaga Sosial Keagamaannya) Di Kota Semarang Jawa Tengah, Penulis: Naskah Direktori, Achmad Rosyidi .......
55
9. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal di Indonesia (Laskar Jihad, Gerakan Protes dan Pemurnian Islam), Peneliti: Choirul Fuad Yusuf, 2006; Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid ………
61
10. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Profil Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) Jakarta, Peneliti: Reza Perwira, 2008; Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira............
69
11. Gerakan Paham Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Pemikiran Islam Imam Ghazali Said di Surabaya), Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2008; Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto….
77
12. Gerakan Paham Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Kasus Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat) di Kota Bandung, Peneliti: Eko Aliroso, 2007; Penulis Nsakah Direktori: Eko Aliroso ………
87
13. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Gerakan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) di Kota Makassar Sulawesi Selatan, Peneliti: Umar R Soeroer, 2007; Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani ...... 91
xi
14. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Penggerebekan Kantor Fahmina Institute Kota Cirebon Jawa Barat), Peneliti, Muchit A. Karim, 2000; Penulis Naskah Direktori: Muchit A. Karim …..
95
15. Gerakan Paham dan Pemikiran Keagamaan Islam Dalal Al-Khairat di Kecamatan Jakulo Jawa Tengah, Peneliti: Bashori A. Hakim, 2007 ; Penulis Naskah Direktori: Muchtar.................
99
16. Gerakan Paham dan Pemikiran Keagamaan Islam (Gerakan Jama'ah An-Nadzir Di Kec. Somba Opu Kab. Gowa Sulawesi Selatan), Peneliti: Haidlor Ali Ahmad, 2008; Penulis Direktori: Ahmad Rosidi ...................... 103 17. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi di Aikmel Lombok Timur Nusa Tenggara Barat), Peneliti: Syuhada Abduh, 2008; Penulis Maskah Direktori: Syuhada Abduh.......... 109 18. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi Radikal Di Kota Batam Kepulauan Riau), Peneliti: Haidlor Ali Ahmad, 2007; Penulis Direktori: Haidlor Ali Ahmad...................
xii
115
19. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi Radikal di Kota Yogyakarta), Peneliti: Titik Suwariyati, 2007; Penulis Naskah Direktori: Titik Suwariyati....
121
20. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Jama’ah Muslim Hizbullah Di Kebumen, Jawa Tengah), Peneliti: Muchit A. Karim, 2000; Penulis Direktori: Muchit A. Karim …………… 131 B. KASUS-KASUS KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA 1. Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Semarang Paska Rakernas Jakarta 2007), Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2008; Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto .....
139
2. Kasus Fatwa Sesat MUI Kabupaten Bogor tentang Perguruan Silat Mahesa Kurung di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Peneliti: Wakhid Sugiyarto Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto.....
147
3. Kepercayaan Aluk To Dolo di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan), Peneliti: Bashori A. Hakim, 2007; Penulis Direktori: Bashori A. Hakim ……………
153
4. Kasus-Kasus Keagamaan Lokal di Indonesia (Perkembangan Aliran Sai Baba Di Denpasar Bali), Peneliti: Reza Perwira, 2009; Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira............ 159
xiii
5. Kasus-Kasus Keagamaan Lokal di Indonesia (Kasus Sri Sathya Sai Baba dan Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta), Peneliti: Titik Suwariyati, 2005; Penulis Naskah Direktori Titik Suwariyati .........
167
6. Kasus Jamiyyatul Islamiyah Padang Sumatra Barat, Peneliti: Kustini, 2008; Penulis Naskah Direktori: Kustini ........................
177
7. Gerakan Paham dan Pemikiran Keagamaan Jama’ah Tabligh di Kota Ternate di Maluku Utara, Peneliti : Mursyid Ali dan Ahsanul Khalikin; Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin ….. 183 8. Faham dan Pemikiran Keagamaan Liberal Masyarakat Kristen di Manado, Peneliti: Ahsanul Khalikin, 2008; Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin
189
C. GERAKAN TAREKAT DAN SUFISME PERKOTAAN 1. Majelis Pengajian Ilmu Tauhid Tasawuf ”Ushuluddin”, di Banjarmasin Kalimantan Selatan, Peneliti: Ahsanul Khalikin, 1998, Penulis Naskah Direktori: Ahmad Rosyidi... 195
xiv
2. Studi Kasus Pengajian Tawakal Di Yogyakarta, Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2007; Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
201
3. Yayasan Khasanah Kebajikan di Ciputat Tangerang Selatan Banten, Peneliti: Ahsanul Khalikin, 2007; Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin
211
4. Model Zikir Muhammad Ilham Dan Majelis Zikir Az – Zikra Peneliti: TB.Ace Hasan Syadzily, 2004, Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid
215
5. Tarekat Aliran Syathariyah di Tanjung Anom Jogoroho, Kab. Ngawi Jawa Timur, Peneliti: Qowaid, Semarang, 1996; Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid ……....
221
6. Tarekat Aliran Wahidiyah Cabang Kota Malang Jawa Timur, Peneliti: Sudirna, Semarang, 2005 Penulis Naskah Direktori: Muchit A. Karim .
233
7. Tarekat Aliran Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Di Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Peneliti: Sariyah, 2002; Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid.................
241
8. Studi Kasus Tarekat Wahidiyah Pusat di Kediri Jawa Timur. Peneliti: Ahmad Sodli, 1990; Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin……
249
9. Tarekat Wahidiyah Cabang Jombang, Jawa Timur, Peneliti: Yustiani, S, 1990; Penulis Direktori: Bashori A. Hakim……………. 251 10. Struktur Nilai dan Pola Budaya Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah, Di Kabupaten Kudus Jawa Tengah, Peneliti: Syaiful Arif, 2009; Penulis Naskah Direktori: Kustini………………..
255
xv
D. GERAKAN PAHAM DAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN NON ISLAM 1. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Gereja Yesus Kristus dari Orang- Mormon di Kota Solo Jawa Tengah, Peneliti: Suhanah, 2007; Penulis Naskah Direktori: Suhanah ...........
261
2. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehova di Pontianak Kalimantan Barat, Peneliti: Muchit A. Karim, 2007; Penulis Naskah Direktori: Asnawati ….........
271
3. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehowa di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Peneliti: Nuhrison M. Nuh, 2007 ; Penulis Naskah Direktori: Nuhrison M. Nuh ...
281
4. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehuwa di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah, Peneliti: Muchtar, 2008; Penulis Naskah Direktori: Muchtar ............... 289
xvi
5. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) Di Jawa Tengah, Peneliti: Eko Aliroso, 2007; Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso ………
295
6. Studi tentang Paham dan Pemikiran Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Di Banjarmasin Kalimantan Selatan, Peneliti: Reza Perwira, 2008 Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira .
301
7. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Katolik Legio Maria Di Kupang Nusa Tenggara Timur, Peneliti: Syuhada Abduh, 2006; Penulis Naskah Direktori: Syuhada Abduh .
309
8. Studi tentang Paham dan Pemikiran Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Jakarta), Peneliti: Eko Aliroso, 2007; Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso ………
317
9. Studi tentang Paham dan Pemikiran Tridarma di DKI Jakarta, Peneliti: Eko Aliroso 2009, Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso
325
10. Studi Kasus Paham dan Pemikiran Keagamaan Tri Darma di Jawa Tengah, Peneliti: Syuhada Abduh, 2007; Penulis Naskah Direktori: Syuhada Abduh
333
xvii
xviii
A. GERAKAN PAHAM DAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN 1. Paham dan Pemikiran Keagamaan Dalam Perspektif Hermeuetika di Ma’had Al-Zaitun Hergeulis, Indramayu, Jawa Barat Peneliti: Tim Peneliti INSEP, 2007 Penulis Naskah Direktori: Kustini
A. Sejarah Ma’had Al-Zaytun
M
a’had Al-Zaytun lahir dari sebuah gerakan keagamaan. Para penggagas telah lama merenung tentang strategi yang tepat untuk melanjutkan perjuangan keagamaan. Mereka memilih strategi perjuangan yang dianggap tepat yaitu pendidikan dengan sistem pendidikan pesantren. Pemilihan terhadap sistem pesantren ini didasarkan pada originalitas sistem ini dengan lembaga pendidikan yang pernah dipraktekan para pembawa Islam. Dalam perkembangannya, Ma’had Al’Zaytun memporelah reaksi pro dan kontra. Munculnya reaksi ini berasal dari sekelompok orang yang pernah dan masih aktif di NII seperti Al-Chaidar dan Amin Jamaluddin. B. Doktrin dan Ajaran NII KW IX Teologi NII KW IX berkisar dan bermuara pada tiga hal yaitu: hukum Islam, umat Islam, dan Negara Islam. Doktrin NII KW IX menandaskan bahwa Negara yang mereka ciptakan Adalah representasi dari Negara Madinah sebagaimana yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Sementara Negara RI mereka identifikasi sebagai negara yang penuh kemusrikan dan kesesatan. Iman-hijrah-jihad merupakan pola rangkaian ibadah yang terpadu, ketiganya saling terkait dan satu kesatuan.
1
Terkait dengan istilah bai’at yang sudah dikenal luas, NII KW IX mengganti istilah bai’at dengan istilah Musyahadatul Hijrah. Setelah seseorang berhijrah mellaui bai’at, mereka harus mengakui dan meyakini kepemimpinan seseorang sebagai iman dalam hal ini adalah NII KW IX yang sering menyebut dirinya sebagai Presiden NII, Panglima tertinggi NII, dan Imam NII. Terkait dengan doktrin, dikenal sebutan doktrin tazkiyah yang intinya adalah bahwa warga harus rela memerankan dirinya sebagai Nabi Ismail yang dengan segala keihlasannya siap untu disembelih demi kepentingan syiar addin. Doktrin tentang trilogi aqidah NII KW IX diajarkan juga di Ma’had Al-Zaytun lewat majalah Al-Zaytun. Dalam penggalangan dana misalnya, beberapa istilah seperti “harakah Ramadhan”, “harakah Qurban” atau “tazkiyah baitiyah” sama-sama popular baik di NII KW IX maupun di komunitas Ma’had alZaytun. Di samping itu NII KW IX banyak membuat penafsiran terhadap teks-teks agama secara berlebihan dan melampaui makna yang terkandung dalam teks itu sendiri. Ma’had Al-Zaytun tidak memiliki pola dan sistem pendidikan yang dilaksanakan di pesantrennya. C. Struktur Organisasi, Tokoh dan Ma’had Al-Zaytun Struktur Organisasi Ma’had Al-Zaytun memperlihat kan dua aspek yang satu sama lainnya berada pada jalur sendirisendiri. Pertama, para santri, ustadz (guru), dan murabbi (pembimbing santri) yang terus melakukan proses belajar mengajar sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Kegiatan mereka terpusat di gedung-gedung kelas, asrama, masjid, laboratorium, ruang computer, dan ruang perpustakaan. Kedua, para muwadhof (karyawan) yang memakai seragam kuning-kuning yang secara terus menerus bekerja sesuai dengan bidangnya masing-maisng. Mereka terpusat di tempat-tempat pembangunan Ma’had Al Zaytun.
2
Kesuksesan seluruh aktifitas di Ma’had Al Zaytun tidak terlepas dari peran Syekh Panji Gumilang. Ia adalah Syekh Ma’had Al-Zaytun yang sekaligus figur sentral dan elit utama dalam struktur sosial Ma’had. Kedudukan dan pengaruh Syekh melebihi semua komponen tak terkecuali Ketua Yayasan dan penasehat ahlinya, Prof. Dr. Partosentono. Secara struktural, yayasan memiliki kedudukan lebih tinggi dan independent dibandingkan dengan pimpinan Ma’had. Kedudukan istimewa Syekh Panji Gumilang tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya sebagai mantan Komandan tertinggi NII KW IX. Sumber dana merupakan hal penting bagi perkembangan Ma’had Al Zaytun. Salah satu sumber dana yang disebut Syekh Panji Gumilang adalah dana Jama’ah NII KW IX sebagai dana awal pendirian Ma’had Al Zaytun. Sumber dana selanjutnya adalah pembayaran biaya pendidikan para santri, usaha Ma’had Al Zaytun, sumbangan tamu, donator, dan dana luar negeri. D. Analisis Teks Pengembangan Yayasan Pesantren Islam yang di dalamnya terdapat Ma’had Al-Zaytun adalah sebuah bentuk metamorfosa gerakan ideologis NII KW IX sebagaimana diakui oleh tokoh-tokohnya. Semangat ideologis NII terus berlanjut ketika Ma’had Al-Zaytun berdiri. Bahkan kemudian bisa ditafsirkan bahwa pendirian Ma’had Al Zaytun merupakan pengejawantahan cita-cita NII dengan cara yang lebih terbuka. Hambatan dan rintangan dihadapi kelompok ini membuat beberapa tokohnya memilih melakukan modifikasi gerakan dalam bentuk pesantren. Manajemen Ma’had Al Zaytun merupakan penjabaran tiga prinsip yang menjadi world of view NII yaitu rububiyah, mulkiyah, dan uluhiyah. Dengan prinsip itu, para pemimpin Ma’had menuntut loyalitas penuh (sami’na wa atho’na) dari 3
seluruh karyawannya. Manajemen Ma’had juga merupakan pengejawantahan “kerajaan ilahi” di muka bumi. Terjadi strukturasi yang berisi pengaturan wewenang (otoritas) dan pembagian kelompok sosial (class). Di satu pihak ada pemusatan kekuasaan di tangan Syekh Panji Gumilang, tetapi di pihak lain ada pembagian kelas sosial ke dalam elit (imam dan para staf) dan para karyawan (muwadhof). Kedua komponen tersebut harus selalu patuh kepada aturan yang ada.
4
2. Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru dalam Demensi Baru Peneliti: Imam Tolkhah, 2007 Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid
A. Pendahuluan
P
enelitian ini bertolak dari permasalahan dominasi rezim penguasa terhadap berbagai sektor kehidupan, terutama ideologi, politik, ekonomi, sosial dan keamanan. Ketika terjadi krisis, utamanya krisis ekonomi dan berlanjut ke krisis politik dan sosial budaya, muncul gerakan sosial yang bercorak keagamaan radikal yang menyertai perubahan tatanan sosial politik. Kondisi seperti ini tidak pernah terjadi pada era Orde Baru. Setiap muncul gejala perlawanan apalagi yang menunjukkah kekerasan (radikal) pemerintah segera memberangus dengan berbagai cara otoriter. Kajian ini bersifat analitik, berdasarkan data empirik yang tersedia dari hasil kajian yang telah disajikan dalam bentuk buku. Wilayah yang menjadi unit pengamatan dan analisisnya adalah Indonesia. Pemberian (diskripsi) mencakup pengertian, image gerakan radikal, sifat dan sejarah dan pertumbuhan serta penanganannya. Selanjutnya, direktori ini menjelaskan ringkas an karangan, pembahasan dan kesimpulan serta rekomendasi. B. Ringkasan Hasil Kajian Radikalisme asal dari kata radikal yang berarti ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental. Radikalisme berarti doktrin atau praktik penganut paham radikal atau ekstrim. Radikalisme keagamaan sering disebut dengan fundamentalisme agama yaitu paham yang semula di lekatkan pada sebuah gerakan teologi pada agama Kristen di
5
Barat, yang gejalanya menguat pada abad 20. Sejak peristiwa penyanderaan terhadap 62 orang Amerika selama 14 bulan oleh Garda Revolusi, 1979, istilah fundamentalisme juga digunakan sebagai label bagi orang Islam radikal. Kesan masyarakat pada umumnya terhadap radikalisme adalah negatif, merendahkan, meskipun dalam perkembangannya gerakan radikal dapat berubah menjadi positif, terutama jika perubahan yang diinginkan oleh gerakan radikal tersebut terwujud. Radikalisme dalam perspektik penguasa dipandang negatif karena; (1). Gerakan radikal sering dinilai membangun dan mewarnai ideologi negara dengan paham dan ideologi gerakan secara murni, atau mengganti ideologi yang telah mapan dengan ideologi kelompok gerakan, tanpa mempertimbangkan ideologi kelompok lain. (2). Gerakan radikal dianggap membawa dampak instabilitas sosial, keresahan sosial, apalagi jika dalam melaksana kan gerakan menggunakan cara-cara yang anarkhis, dan tidak toleran. (3). Gerakan radikal dianggap mengancam eksisitensi ke dudukan para penguasa melalui penurunan tingkat kepercayaan kepada penguasa, pembangkangan dan revolusi sosial yang me runtuhkan kekuasaan. Berdasarkan kajian yang tersedia, gerakan radikalisme di berbagai negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa kebangkitan gerakan radikal bukan monopoli atas agama atau suku tertentu (ethnoreligious) saja, tetapi muncul kapan saja dari semua kelompok sosial dan politik. Gerakan yang bersifat radikal telah menjadi salah satu instrumen untuk men capai tujuan atau kepentingan tertentu. Radikalisme lahir karena kesadaran bahwa kelangsungan hidup kelompok itu tertindas, terpinggirkan dan terancam oleh kelompok mapan. Untuk Indonesia, radikalisme simpatisan organisasi NU, tampak nyata ketika terjadi proses deligitimasi Gus Dur sebagai presiden RI. 6
Gerakan radikal di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi, radikal permanen dan radikal sementara. Radikal permanen adalah gambaran terhadap kelompok yang memiliki karakter radikal sepanjang sejarah yaitu yang dikenal dengan kelompok ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Kelompok ekstrim kiri sering diidentikkan dengan kelompok penganut sosialis-Marxis. Kaum kiri mengusung tema pembelaan terhadap kaum miskin dan tertindas (ploletar), sementara ekstrim kanan diidentikan kepada kelompok fundamentalis, yakni masyarakat yang mengikuti paham dan ideologi agama dan moral yang kuat. Tema sentral perjuangannya menegakkan hukum agama sebagai hukum publik demi keluhuran budi, moral dan sirnanya kemaksiatan. Di Indonesia, ekstrim kanan pernah mencoba mendirikan negara berdasarkan agama, begitu juga ekstrim kiri yang melakukan beberapa kali pemberontakan untuk kepentingan pemaksaan berdirinya negara komunis atau sosialis. Sementara itu, gerakan radikal sementara berkembang karena adanya situasi sosial yang memang mendukung bangkitnya gerakan kekerasan, sebagaimana kelompok radikal yang muncul menjelang dan sesudah pemilihan umum, pergantiaan kekuasaan (suksesi). Menurut penulis, munculnya gerakan Islam radikal di beberapa daerah yang aktif melakukan protes, demonstrasi dan tindak kekerasan terhadap tempat maksiat, serta mereka yang terlibat dalam konflik bernuansa keagamaan di berbagai daerah masih dalam kelompok gerakan radikal sementara. Sejarah gerakan radikalisme Islam di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya sejak tumbuh dan berkembanganya paham Salafiyah (baca-Salafi) di Sumatera Barat yang dikenal dengan kaum Paderi. Pengaruh paham dan gerakan Wahabi (17031972) sangat kuat dengan pulangnya tiga orang tokoh dari Mekkah (1803) yaitu H. Miskin, H. Sumanik dan H. Piobang di Sumatera Barat. Seiring perkembangan Salafiyah di Timur 7
Tengah, terutama setelah muncul tokoh-tokoh seperti Syaikh Jamaluddin al Afghani (1839-1897), Muhmmad Abduh (18491905) dan Rasyid Ridha (1865-1935) tidak saja mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah tetapi juga mengajak umat Islam agar meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Paham dan gerakan mereka sering disebut sebagai Salafiyah (modern). Di Indonesia, paham dan gerakan Salafiyah modern diterima dan kembangkan oleh Muhammadiyah (1912), Syarikat Islam (1912), Al Irsyad (1914), Jong Islamiten Bond (1925-1942), Persatuan Islam (1923) dan Partai Islam Indonesia (1938). Kelompok ini dikenal sebagai kelompok salafi radikal yang ingin melakukan perubahan mendasar terhadap tradisi keberagamaan masyarakat. Gerakan dilakukan dengan mendiri kan lembaga pendidikan modern, klinik kesehatan, panti asuhan dan sebagian dari mereka bergerak di bidang politik untuk melawan pemerin tah kolonial. Kehadiran kelompok Salafi dan Salafiyah Modern mendapat respon dan pertentangan dari kelompok tradisional. Di Minangkabau dan wilayah Indonesia lainnya pertentangan terjadi antara Kaum Tua dan Kaum Muda terus mengembangkan pemikiran secara radikal. Konflik terjadi di berbagai tempat, tidak saja di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah. Dinamika paham dan gerakan radikal Islam di Indonesia memperoleh saluran melalui tiga pranata dan lembaga. Pertama, ekonomi, melalui organisasi Syarikat Dagang Islam. Kedua, pranata lembaga pendidikan, kesejahteraan dan dakwah dalam bentuk organisasi seperti Muhammadiyah, Al Irsyad, dan Persis. Untuk memenuhi kebutuhan politik, gerakan radikal Islam mendirikan lembaga politik seperti Syarikat Islam yang berubah menjadi Partai Syarikat Islam, Partai Islam Indonesia dan akhir nya bersatu dalam partai politik Islam Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). 8
Partai Masyumi didukung partai-partai Islam serta organisasi dan lembaga pendidikan, sosial dan dakwah. Melalui ang gota Masyumi dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemer dekaan Indonesia wakil-wakil Masyumi mengusulkan Indonesia menjadi negara yang berdasarkan agama Islam. Ketika usulan ini tidak disepakati, maka lahirlah genttement agreement (Piagam Jakarta) yang menjadi mukadimah atau pembukaan UUD 1945. Dalam mukadimah (Piagam Jakarta) masih tertulis kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Hingga Pemilu 1955 dan sidang konstituante 1959, kelompok penganut paham dan gerakan Islam radikal masih memperjuangkan cita-cita negara Indonesia berdasarkan agama (Islam). Cita-cita ini redup pada masa Orde Baru, karena kontrol ynag ketat oleh pemerintah, tetapi gagasan ini muncul kembali pada saat reformasi melalui usulan amandemen UUD 1945, kampanye Pemilu dan erda Syari’ ah di beberapa daerah di Indonesia. Gerakan radikal Islam tidaklah homogen, sebagian mem perjuangkan paham dan ideologi melalui parlemen (demokrasi), tetapi ada banyak pihak yang menggunakan metode kekerasan seperti faksi S.M. Kartosuwiryo yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia sejak 1947 hingga 1962. Gerakan ini dapat ditumpas, tetapi ideologi DI/TII berubah menjadi Negara Islam Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang seperti terlihat dalam gerakan Komandu Jihad, Teror Warman, Kasus pembajakan pesawat Woyla di Bangkok, Peristiwa Tanjung Priok, Talangsari Lampung dan akhirnya muncul dalam organisasi teroris seperti Al Jamaah al Islamiyah. NII pun berkembang dan terpecah dalam berbagai faksi, namun tujuan atau goalnya tetap sama yaitu berdirinya negara Islam, negara berdasarkan Islam atau setidaknya Islam dijadika rujukan dalam menyusun undang-undang, peraturan pemerintah dan
9
sebagainya dalam upaya pembangunan bangsa Indonesia menuju negara yang diridhlai Tuhan. Setelah memaparkan paham dan gerakan keagamaan radikal, penulis (Imam Tolkhah) mencoba memberikan interpre tasi apa akar yang mendorong tumbuh berkembangnya gerakan keagamaan radikal dan bagaimana cara penangannya. Ada tiga faktor yang dipandang sebagai sebab munculnya gerakan keaga maan radikal. Pertama, krisis ijtihad yang terjadi sejak abad ke 4 H. Pemikiran yang dihasilkan oleh ulama mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad bin Hambal dalam bidang hukum Islam (fiqh) dianggap sudah final. Begitu pula otoritas dan validitas hadis yang dihasilkan oleh penyelidikan imam-imam seperti; Bukhori, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad bin Hambal, Tirmidzi juga sudah final, tidak ada yang dapat melakukan falsifikasi terhadap karya-karya mereka. Berangkat dari pemikiran ini lahirlah jargon ” pintu ijtihad telah tertutup”. Akhirnya umat mengalami stagnasi dalam berbagai bidang. Kedua, krisis kepemimpinan umat Islam dan pertentangan politik yang berakibat lemahnya kepemimpinan Islam. Ketiga, kecenderungan mistisisme, tahayul dan khurafat yang dianggap sumber kemunduran umat. Gerakan tajdid yang pelopori oleh Taqiyudin ibn Taimiyah (1263-13280 di Syria menjadi titik tolak lahirnya gerakan Salafiyah. Pemikiran dan gerakan beliau adalah ”kembali kepada al-Qur’an dan as Sunnah, sebagaimana praktik ulama salaf. Pemikiran dan gerakan ini dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Ketika mendapat dukungan pemimpin suku Baduy, Muhammad ibn Su’ud, pemikiran dan gerakan Salafi (Wahabi) memperoleh momentum dan berhasil memaksakan pahamnya menjadi dasar gerakan pemurnian ajaran Islam. Kerajaan Arab Saudi sebagai negara merdeka, yang sebelumnya merupakan bagian wilayah kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmany lahir atas 10
dukungan Wahabi. Raja-raja Saudi Arabia mendukung paham Wahabi, dan ulama Wahabi menjadi pendukung kerajaan. Simbiose mutualistik ini berhasil mendorong paham dan gerakan Salafi ke semua negara muslim seperti Mesir, Maroko, Tunis, Al Jazair dan juga Indonesia. Imam Tholkhah menyatakan, gerakan kelompok Islam radikal tergolong sering muncul ke permukaan. Hal itu disebab kan oleh ideologi jihad dan faktor ideologi politik serta sosial budaya. Faktor ideologi politik, yakni peristiwa benturan politik antarkelompok agama, penindasan oleh penguasa terhadap ke lompok agama yang melahirkan segregasi sosial yang diwarisa kan dari generasi ke generasi. Untuk sekedar menyebut beberapa contoh adalah penindasan Sultan Amangkurat I terhadap para ulama pada zaman Mataram. Begitu juga perlawan terhadap kolonial mulai dari Kesultanan Demak, Aceh, Ternate, Makasar, Banten dan seterusnya dapat dipandang sebagai akar gerakan radikalisme Islam di Indonesia. Ideologi tetap dan menjadi acuan ketika pemerintahan oleh bangsa sendiri tetapi belum melahirkan keadilan dan kesejahteraan. Gerakan Islam DI/TII, NII, Komando Jihad, Teror Warman dan Al Jamaah al Islamiyah adalah warisan ideologi masa lalu. Tentu saja perkembangan radikalisme di Indonesia tidak dipisahkan dengan perkembangan dunia. Faktor sosial budaya mempengaruhi lahirnya gerakan radikal Islam adalah disebabkan pudarnya nilai-nilai dan norma budaya bangsa, serta lemahnya penegakan hukum. Faktor geografis Indonesia yang luas dan berpulau-pulau juga memberikan andil bagi tumbuhnya radikalisme di daerah-daerah. Radikalisme di daerah sering memiliki hubungan koneksitas dengan gerakan radikal di pusat. Faktor ketiga adalah solidaritas dan pembelaan.
11
Berbagai gerakan dan aksi solidaritas muncul untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina, Afganistan dan konflik etnik di Ambon dan Poso. Lahirnya kelompok Mujahidin dan Laskar Jihad adalah bukti adanya solidaritas dan pembelaan terhadap yang lemah. Doktrin teologis juga menjadi faktor munculnya paham dan gerakan radikalisme keagamaan. Salafi (Wahabi) misalnya sangat berpengaruh terhadap tumbuh suburnya gerakan radikal (jihad) seperti Jihad Islam di Mesir, Laskar Jihad di Indonesia, Al Qaidah dan al Jamaah al Islamiyah di Timur Tengah dan Indonesia. Bagaimana menangani gerakan radikal? Penulis mengusulkan tujuh pendekatan. Pertama, pendekatan militeris tik yaitu pemasungan gerakan radikal dengan cara melakukan pembalasan secara keras dan penindasan yang bersifat militeris tik. Gerakan radikal pada umumnya dapat dibasmi dengan cara ini karena kekuatan negara jauh lebih lengkap. Akan tetapi gerakan radikal tidak dapat dilenyapkan oleh pendekatan militeristik. Ideologi yang ada dalam pikiran mereka masih hidup dan bekerja. Pendekatan yang kedua, adalah teror mental. Pendekatan ini digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat. Caranya antara lain dengan melakukan penangkapan, intimidasi terhadap individu atau kelompok sosial yang dicurigai, juga mematikan karier orangorang yang dipandang sebagai penen tang kebijakan rezim penguasa dengan pemecatan dari jabatan yang sedang diemban, menutup peluang bisnis dan membatasi gerak sosial. Pendekatan ini mampu meredam gerakan radikal tetapi belum mampu menghilangkan secara total. Ketiga, pendekatan kooptasi. Pendekatan ini dilakukan untuk menjinakkan tokoh oposisi dengan cara melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan pemerintah atau diberikan imbalan jasa yang memadai baik harta benda, fasilitas atau kekuasaan tertentu. Keempat, pendekatan dialogis. Pendekatan ini dilakukan untuk mencari titik temu terhadap pandangan-pandangan yang berbeda
12
antara kelompok radikal dengan penguasa. Kelima, pendekatan kesejah teraan. Caranya dengan melakukan pembangunan ekonomi, bantuan jarin pengaman sosial, bantuan langsung tunai dan sebagainya. Keenam, pendekatan penegakan hukum. Pendekat an ini dipilih untuk membangun tertib sosial. Tanpa tertib sosial akan muncul kekacauan (anomie). Ketujuh, pendekatan demokratisasi, dilakukan dalam rangka mengajak semua elemen dalam masyarakat untuk terlibat dalam semua proses pembangunan melalui proses politik yang demokratis. Penumpasan gerakan radikal dengan pendekatan militeristik dan teror mental serta hegomeoni politik maupun ideologi Orde Baru memang menjadi faktor peredam yang ampuh, tetapi tidak menyelesaikan akar masalah. Ketika keterbukaan mulai ada, maka radikalisme gerakan agama akan segera muncul kembali. Pada saat seperti ini, muncul kebebasan mengamandemen UUD 1945 yang semula dikeramatkan ternyata dapat diamandemen. Malahan sebagian kelompok gerakan radikal Islam, Hizbut Tahrir dan Majelis Mujahidin Indonesia, menuntut agar UUD 1945 diganti dengan UUD yang berdasarkan Syari’at Islam. Organisasi sosial dapat bebas tidak lagi harus mengikuti pembatasan-pembatas sebagaimana diatur oleh UU No.3 Tahun 1985, dan UU No.8 Tahun 2005. C. Penutup Gerakan radikal Islam di Indonesia memiliki benang merah dengan gerakan tajdid, pemurnian dan atau reformasi. Salafisme atau Wahabisme. Akan tetapi mengapa radikalisme keagamaan Islam di Saudi Arabia yang menjadi pusat gerakan Wahabi selalu gagal dan tidak berkembang? Pertama, Kopral Juhaiman, penganut Wahabi radikal yang berhasil menduduki Masjidil Haram pada 1 Muharram 1400 H gagal mendapatkan dukungan dari rakyat Saudi. Lebih dua minggu Juhaiman
13
bertahan di tempat suci melawan gempuran tentara Arab Saudi dan tentara asing, khusunya Amerika dan tidak ada dukungan masyarakat. Rakyat Saudi Arabia tidak memandang radikalisme sebagai solusi. Faktor kesejahteraan telah membuat loyo dan puas keadaan. Dua faktor utama penyebab revitalisasi gerakan ini. Pertama, faktor doktrin ajaran agama yang menjadi ideologi. Kedua faktor kesejahteraan yang tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan sosial. Gerakan radikal di Indonesia, bermula dari pemurnian sebagaimana dipraktikan oleh salaf al shaleh kemudian menjadi sebuah gerakan pemurnian, berkembang menjadi organisasi sosial dan politik. Puncak perkembangan gerakan politik adalah penegakan syariat Islam dan berdirinya pemerintahan Islam (daulah Islamiyah). Sebagaimana dialami radikalisme keislaman masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan dan pasca reformasi semuanya mengalami kegagalan. Tidak ada dimensi baru dalam gerakan radikal keagamaan, yang ada adalah pengulangan, daur ulang pemikiran dan gerakan yang akhirnya juga mengalami kegagalan. Kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah merata kan kesejahteraan untuk semua golongan sosial. Kebebasan beragama, berpolitik dan berkebudayaan tidak akan menjadi masalah sosial, jika bangunan kesejahteraan dan keadilan dapat dirasakan oleh rakyat banyak.
14
3. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI): Profil dan Agenda Penerapam Syariat Islam) Peneliti: Sukran Kamil, 2006 Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid
A. Pendahuluan
S
alah satu fenomena pasca Orde Baru adalah menguatnya fundamentalisme Islam (al ushuliyah al Islamiyah). Cirinya, pertama, cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara kaku (rigit) dan literalis (tekstual). Kedua, cenderung me monopoli kebenaran atas tafsir agama, hanya diri dan kelompoknya yang memiliki otoritas paling sah dan kelompok lainnya dipandang sesat. Ketiga, meniscayakan hubungan yang harmonis antara agama dan negara, Keempat, memandang Barat sebagai kekuatan yang mengancam akidah dan eksistensi mereka, Kelima, perang terhadap aliran dan paham sekuler, Keenam, cenderung radikal dalam memperjuang kan nilai-nilai yang diyakininya. Kecenderungan demikian oleh beberapa pengamat dipandang sebagai perlawanan dominasi Barat melalui modernisasi dan globalisasi. Fundamentalisme Islam juga merupakan respon terhadap gagalnya nation state dalam memenuhi kebutuhan akan kesejahteraan dan keadilan. Lahirnya Laskar Jihad, Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia, Komite Persiapan Penegakan Syari’at (KPPSI) Sulawesi Selatan, Hisbut Tahrir dan lain-lain merupakan bagian dari fenomena kebangkitan fundamentaslisme Islam. Majelis Mujahidin Indonesia dipilih sebagai sasaran studi karena alasan dalam memperjuangkan tujuannya menempuh jalan damai. Kajian analitis ini didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta dengan topik ”Radikalisme
15
Agama dan Perubahan Sosial di diselenggarakan pada tahun 2000.
DKI
Jakarta”
yang
B. Ringkasan Hasil Kajian Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) lahir dilatarbelakangi; pertama, obsesi kaum muda untuk mewujudkan negara Islam (daulah Islamiyah). Kedua, melawan stigma buruk terhadap setiap gerakan Islam Indonesia yang ingin menegakkan daulah Islamiyah selalu dihubungkan dengan DI/TII Kartosuwiryo. Ketiga, reaksi terhadap upaya peminggiran Islam. Keempat, krisis multideminsi yang terjadi di Indonesia dan bergulirnya reformasi di era BJ.Habibie. Sekitar 1200 orang peserta hadir dalam kongres umat Islam pada tanggal 5-7 Agustus 2000 yang agenda utama adalah mendirikan organisasi untuk tujuan penerapan syari’at Islam (tathbiq al syari’ah) secara komprehensif (kaffah). Bagi MMI penerapan syari’ah adalah solusi penyelesaian persoalan Indonesia yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Aktifis Islam berharap dengan kongres yang melahirkan MMI dapat menjadi pencerahan bagi mantan DI/NII dan faksi lainnya yang menempuh demokrasi dalam usaha penerapan syari’ah. Doktrin dan ajaran utama MMI adalah mendirikan daulah Islamiyah, alasannya hanya dengan daulah, syariat Islam dapat dilaksanakan terutama untuk hukum yang berkaitan dengan pidana (jinayat). Menegakkan daulah Islamiyah sama dengan menegakkan agama (Iqamatut dien). Pertimbangannya, Islam adalah agama yang mengatur urusan agama dan dunia. Sejarah telah menunjukkan bahwa daulah Islam sejak zaman Rasulullah, Khulafa al Rasyidin hingga Usmani mengakui supremasi syariat Islam. Apalagi menghadapi kekuatan ”thaghut” di era global yang terus menawarkan pandangan hidup dan ideologi sekuler. 16
Gagasan dan semangat MMI ini mendapat dukungan dari pihak-pihak internasional maupun nasional melalui hubungan aliansi strategis (tansiq ’amali) yang tidak melebur menjadi satu. Akirnya terjadilah pembagian kerja bagi gerakan Islam dan mereka bersatu dalam tathbiq al syari’ah. Struktur organisasi terdiri atas ahl al-hall wal ’aqd dan lajnah tanfidziyah. Ahlu hall wal aqd adalah lembaga legislatif, yang pada awal berdirinya dipimpin oleh Abu Bakar Baasyir dengan anggota Deliar Noor, AM. Saefudin, KH. Mawardi Noor, Abu Muhammad Jibril dan Muchtar Naim. Lajnah Tanfidziyah, diketuai oleh Irfan Suharyadi Awwas. Lajnah Tanfidziyyah dibantu oleh biro-biro seperti Biro Administrasi dan Dokumenta si, Biro Keamanan, Biro Humas, Biro Kerumahtanggaan dan perlengkapan, dan biro transportasi. Dalam struktur tanfidziyyah juga ada beberapa departemen dan lembaga non depantemen yang memiliki tugas mewujudkan cita-cita MMI. Departemen yang dimaksud adalah; penegakan syari’at, hubungan antar mujahid, peningkatan sumberdaya mujahid, syiayah syari’ah, ekonomi, ZIS dan Baitul Mal, data dan informasi, kesejahteraan, ketentaraan (asykariyah) dan departemen al-Nisa’ (perempuan). MMI juga memiliki lembaga non departemen yang mendukung pencapaian tujuan. Lembaga non departemen adalah; lembaga advokasi, lembaga kesehatan masyarakat dan lembaga wakaf. Siapa pendukung dan anggota MMI tidak terdapat data yang pasti. Kalau dilihat dari animo peserta kongres, basis utama MMI adalah para aktifis Islam yang memiliki latar belakang pendidikan dan kemampuan ekonomi berbeda-beda. Gerakan nya mengambil metode dakwah, yaitu menyebarkan ajaran Islam, terutama tentang penegakan syariat Islam. 17
Gerakan jihad dalam arti perang juga dipertimbangkan untuk pemantapan agama. Dalam hal yang kedua ini MMI telah mengirim laskar Mujahidin ke beberapa daerah konflik. Pengkaderan dilakukan dengan mengutamakan pemberian materi seputar syahadat, al wal wal bara’ (pembelaan dan permusuhan), identifikasi thaghut, syirik dan macamnya, fikih jihad, dan fiqih qital. Langkah utama yang diambil dalam mencapai tujuan adalah dakwah syari’ah yaitu menyakinkan umat tentang hikmah syariat Islam. Upaya lainnya adalah mendorong dibuat Peraturan Daerah berbasis Syari’ah dalam kerangka otonomi daerah. Pada tingkat nasional MMI mendorong pemerintah dan partai-partai Islam untuk mengembalikan “Piagam Jakarta” didalamnya terdapat kalimat “kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya”. Membudaya kan sistem kelem bagaan ekonomi syari’at, meyakinkan kaum muslimin untuk tidak menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan non muslim, mewajibkan berpakaian muslim dan melakukan pembelaan terhadap kaum muslim yang teraniaya. MMI juga melakukan perlawanan terhadap pemikiran “Islam Liberal” yang menyomasi JIL dengan iklannnya bertajuk “Islam warna-warni”, menyomasi Paramadina atas penerbitan buku “Fikih Lintas Agama” yang mengusung paham pluralisme dan juga gerakan dakwah sufistik Aa. Gym dengan “manajemen qalbu”. Sukran Kamil, penulis artikel ini, menilai MMI dilihat dari latar belakang kelahiran, agenda utama dan strategi perjuangannya adalah metamorfosis gerakan Islam Indonesia sebelumnya. Bedanya, MMI mendahulukan dakwah sedangkan gerakan Islam sebelumnya seperti Komando Jihad, pembajakan Woyla, Kasus Tanjung Priok, Talangsari dan 18
lainnya menerapkan non kooperatif terhadap system politik yang ada. Jalan damai yang dipilih MMI agaknya sebagai pilihan terhadap adanya peluang seiring keterbukaan dan kebebasan era reformasi. Cara ini lazim terjadi di Timur Tengah, dimana kelompok Islamis berkolaborasi dengan partai sekuler. Di Mesir misalnya, Ikhwan al Muslimin berkoalisi dengan partai Wafd, Ikhwan di Yordania menjadi partai politik dalam sistem yang ada, begitu juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS-Ikhwah al Muslimin) menerima sistem politik yang ada. MMI mengakui bahwa demokrasi sebagai sistem kenegaraan baik asal didasarkan atas Ketuhanan (teodemokrasi, atau teis demokrasi) yakni kekuasaan rakyat yang dibatasi dengan hukum Tuhan (syariat Islam). Masalahnya, jika gagasan MMI berhasil, apakah pihak lain berkeratan terhadap penerapan syariat? Menurut penulis, berdasarkan realitas histories modern di Timur Tengah, gerakan Islam yang berpolitik dalam bingkai demokrasi sekuler selalu digagalkan oleh elit sekuler setempat atas dukungan Barat. Mereka menganggap gerakan Islam telah membajak demokrasi untuk kepentingan politiknya. Front Islamique du Salut (FIS), pemenang Pemilu parlemen di Aljazair, 1990 ternyata digagalkan. Begitu pula Partai Kesejahteraan pimpinan Erbakan yang menang pemilu tahun 2001. Pemahaman MMI mengenai keharusan syari’at Islam secara menyeluruh adalah pemahaman literal atau scriptural dengan pemahaman ta’abudi. Pemahaman semacan ini memang terlihat mampu mempertahan orisinalitas tetapi mengakibatkan kekakuan dan terbelenggu pada penafsiran lama. Padahal, semua ajaran Islam memiliki konteks histories 19
(asbab al nuzul) untuk membahami Al Qur’an dan asbab al wurud untuk al hadis serta bagaimana sejarah pemberlakuan hukum dalam Islam. Pemahaman semacam ini berbeda dengan pemahaman liberal sebagaimana pemikir Islam kultural Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wachid. Pemahaman liberal tidak terikat bunyi teks ayat tetapi berusaha memahami makna hakiki dari teks tersebut. Pandangan mereka bergeser dari materi hukum kepada tujuan hukum. Dalam pidana misalnya mereka beralih kepada tujuan pemidanaan. Pandangan berbeda antara pendukung tekstualitas dengan kontekstual (kultural) juga sudah ada sejak awal Islam. Contohnya, polemik Umar bin Khatab dengan Bilal bin Rabah soal harta rampasan perang berupa tanah. Akhirnya mengakhiri analisisnya, Sukron Kamil, memprediksi jika dilakukan plebisit tentang penerapan syariat (jinayah), masyarakt Isndonesia akan terbelah dua sebagian mendukung dan sebagian menolak. Masalahnya penerapan hukum pidana Islam pada masa klasik merupakan masalah kontroversial. Penerapan syariat Islam di Aceh bukan proses asli tetapi sebagai political expediency, langkah politik darurat saja dan artifisial, yakni menghindarkan diri dari sparatisme, dan tidak menarik bagi masyarakt Indonesia. Pengembalian Piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 telah diusahakan tidak saja pada era reformasi tetapi pada era orde lama juga tidak berhasil. Padahal amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak 4 kali. C. Penutup Kesimpulannya, MMI memenuhi ciri-ciri fundamentalisme Islam, yaitu menafsirkan teks-teks secara literal, 20
memonopoli kebenaran atas tafsir agama, meniscayakan hubungan harmonis antara agama dan negara, memiliki pandangan stigmatis terhadap Barat dan mendeklarasikan perang terhadap paham dan tindakan sekuler. Upaya untuk mencapai tujuan dilakukan secara demokratis melalui institusi politik yang ada. Dengan demikian, MMI adalah metamorfosis gerakan Islam Indonesia sebelumnya yang menggunakan cara-cara kekerasan sekarang tidak. Keberhasilan perjuangan untuk penerapan syariat, dimungkinkan dengan pengembalian Pancasila pada konsep Piagam Jakarta yang mengakui supremasi syari’at melalui sistem politik yang berlaku, mengakui prinsip mayoritas dan memanfaatkan pemberlakuan otonomi daerah dalam gerakan penerapan syari’at Islam. Rekomendasi yang ditawarkan oleh penulis kembali mengulang pikiran analitik yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
21
22
4. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal Pasca Orde Baru (Gerakan Dakwah Salafi di Kec. Lembar Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Peneliti: Nuhrison M. Nuh, 2007 Penulis Naskah Direktori: Nuhrison M. Nuh
A. Latar Belakang Kelompok Salafi
K
elompok Salafi adalah sebuah kelompok yang berusaha menghidupkan kembali atau memurnikan ajaran Islam yang berdasarkan AlQuran dan sunah Nabi Muhammad SAW seperti yang diamalkan para salaf. Tujuan gerakan salafiyah adalah agar umat Islam kembali kepada dua sumber utama pemikiran Islam, yakni kitab suci Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW, serta meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada dua sumber ajaran tersebut. Selain itu gerakan salafiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan kepercayaan lama yang menyesatkan dan terbebas dari ajaran tasawuf yang mengkultuskan para ulama, termasuk kegiatan-kegiatan memuja kuburan para wali.
Menurut Imadun Rahmat persentuhan awal para aktivis gerakan salafi di Indonesia dengan pemikiran salafisme terjadi tahun 1980-an bersamaan dibukanya Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA) di Jakarta. Tersebarnya paham di Lombok Barat ini diperkirakan tahun 2005, setelah pulangnya ustaz Ahmad Khumaidi dari belajar di LIPIA Jakarta. Model dakwah yang dilaksanakan sering membuat resah masyarakat dan menimbulkan konflik di berbagai tempat. Atas dasar inilah Puslitbang Kehidupan Keagamaan melaksanakan penelitian mengenai dakwah salafi di Nusa Tenggara Barat.
23
Tujuannya adalah mengetahui dan mendiskrepsikan kelom pok dakwah Salafi dan aktivitasnya, sebagai bahan pertimbangan kebijakan pembangunan bidang keagamaan. Metode yang digu nakan adalah analisis deskrpitif kualitatif yang mengandalkan peneliti sebagai instrumen dalam menggali data di lapangan. B. Pendiri Kelompok Dakwah Salafi Orang yang dianggap sebagai pendiri kelompok ini adalah Ahmad Khumaidi dan Mukti Ali. Ahmad Khumaidi pernah mondok di Pondok Pesantren Islahudin selama 9 tahun dari tahun 1974 – 1975. Selesai pendidikan ia mengajar di sebuah madrasah di Kecamatan Kediri Lombok Barat. Pada tahun 1978 ia mengerjakan umrah. Setelah mengerjakan umrah, ia tidak kembali ke Indonesia tapi mukim di Mekkah selama 8 tahun dari tahun 1978 – 1986. Dari tahun 1986 sampai dengan 2004 mengajar di Mushalla Nurul Yakin (Tarbiyah), sebuah mushalla milik seorang tuan guru di desa Glogor. Kemudian pada tahun 2004 ia berangkat ke Jakarta untuk belajar di LIPIA Jakarta. C. Perkembangan dan Pokok Ajaran Setelah Ahmad Khumaidi menyelesaikan sekolah di LIPIA Jakarta tahun 2005, dia mulai membina masyarakat setempat dengan mengajarkan paham Salafi. Dalam dakwahnya, dia banyak menyalahkan paham yang dianut mayoritas masyarakat. Diantaranya shalat tarawih 8 rakaat bukan 20 rakaat, tidak zikir jahar dengan suara keras, dilarang melakukan Maulid besar-besaran karena dianggap pemborosan yang menyebabkan kemiskinan masyarakat. Upacara nelung, mituh, nyiwah, yang diadakan untuk orang meninggal, memakan makanan yang disediakan haram hukumnya. Mengirim bacaan zikir dan tahlil kepada orang yang meninggal dunia pahalanya tidak sampai kepada yang meninggal, karena alamatnya tidak jelas. 24
Menurut Ustaz Khumaidi yang dimaksud dengan zikir itu adalah membaca Al-Qur’an, dan nasehat agama. Membaca zikir cukup sirron saja, dengan membaca “La ilaha illa Allah”, kalau zikir jahar kadang-kadang katanya tidak teratur, seperti yang dilakukan oleh kelompok tarekat. Menurutnya, zikir dan doa dilakukan secara perorangan, sebab maksud setiap orang itu berbeda-beda, kalau untuk kepentingan umum, maka do’a boleh dilakukan secara bersama-sama. Perayaan “Maulid” merupakan bid’ah, tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat. Ustaz Khumaidi membentuk majelis taklim yang diberi nama “n” pada sebuah mushalla yang merupakan peninggalan ayahnya, yang juga merupakan seorang tokoh agama di desa tersebut. Menurut keterangannya pengikutnya sekarang ini berjumlah 270 orang, terdiri dari 137 orang lakilaki dan 123 orang perempuan. Ciri khas dari kelompok ini antara lain berpakaian berwarna putih, kupiah putih, baju panjang, dan memelihara jenggot. Sumber hukum yang diajdikan rujukan adalah Al-Qur’an, sunah dan ijma ulama. Kitab yang dibaca antara lain Riyadush-Sholihin, Bulughul Maram dan kitab-kitab aqidah. Ulama salafi antara lain Syafi’i, Abu Hanifah dan Ibn Taimiyah. Menurut Khumaidi hukum yang dipakai oleh ulama tersebut adalah sunah, itu yang disebut dengan salafi. Dakwah oleh ustaz Khumaidi berhasil menarik minat masyarakat, sehingga pengikutnya terus bertambah, dan menyebar kebeberapa daerah, seperti di Kecamatan Lembar dan Kec. Sekotong. Hal ini menimbulkan kerisauan kalangan Tuan Guru, maklum pengikut merupakan aset bagi tuan guru, baik secara politik dan ekonomi. Akhirnya muncul konflik berupa pelarangan kegiatan dan perusakan terhadap pondok pesantren.
25
Konflik mula-mula terjadi pelarangan ustaz Khumaidi berkhutbah di masjid Desa Glogor dan kegiatan pengajian di rumahnya. Kemudian konflik menyebar ke sekotong berupa perusakan pondok pesantren, pelarangan shalat jumat di masjid milik kelompok salafi di Kecamatan Lembar, dan pembubaran pengajian di dusun Broro, Desa Jembatan Kembar. D. Konflik Salafi Versus Non Salafi Pada tulisan ini akan digambarkan konflik yang terjadi di dusun Kebun Talo Desa Labuan Tereng Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Mushalla milik kelompok Salafi dirusak karena dakwahnya menyinggung kelompok lain. Untuk memecahkan masalah tersebut, diadakan pertemuan di KUA Kec. Lembar. Pertemuan diadakan 28 Juli 2005, dihadiri tokoh agama dan tokoh Kebon Talo Desa Labuan Tereng yang terdiri dari TGH Badrun, Ustaz Munawar, Abdul Hafidz, H.Taufik Azhari (Kades) dan Abdul Karim (Ketua Remas). Untuk mengatasi konflik tersebut diambil kesepakatan bahwa pengajian yang ada di lapisan bawah yaitu Mushalla Fahriah Amin Mertak, Mushalla Darussalam Langitan, di Ponpes Al-Hamid di RT Tibu Timuk tetap berjalan dan dilanjutkan dengan materi yang telah ada, TGH dari luar di istirahatkan. Diadakan pengajian induk di masjid yang dihadiri semua jamaah Kebon Talo yang materi dan gurunya ditentukan dengan musyawarah. Akibat konflik itu, 19 Agustus 2005 kelompok Salafi mendirikan shalat jumat Mushallah Fahriah Amin. Pelaksanaan shalat Jumat tersebut dilakukan karena kelompok Salafi merasa kecewa terhadap masyarakat yang tidak menerima kehadirannya. Kegiatan itu menimbulkan protes masyarakat dan meminta Camat untuk memberikan keputusan apakah kegiatan tersebut diizinkan atau tidak. Untuk memecahkan kasus diadakan musyawarah, hasilnya
26
sebagai berikut: Ketua MUI, Kepala Kandepag Lobar dan Camat dan aparat lainnya turun ke lapangan, untuk mengecek kondisi dan situasi sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi kepada Bupati. Kegiatan shalat Jumat dihentikan, dapat dilaksanakan setelah ada pertimbangan dari Kepala Desa, Kecamatan, MUI dan Kandepag Kab. Lombok Barat dan mendapat izin dari Bupati. Pada tanggal 23 Agustus 2005 Ustaz Munawar Khalil selaku pengurus Mushallah Fahriah Amin, mengirim surat kepada Bupati agar dapat memberikan izin mendirikan shalat Jumat dengan alasan, jamaah telah memenuhi syarat secara syar’i dan kondisi Kamtibmas tetap dalam keadaan stabil dan terjamin. Menyikapi keinginan Salafi untuk mendirikan shalat jumat, BPD Desa Kebon Talo mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah tersebut didengar alasan masing-masing pihak. Bagi yang menolak dengan alasan agar masyarakat tidak terpecah belah dan dikhawatirkan terjadi gesekan diantara kedua belah pihak; tidak menutup kemungkinan masyarakat Dusun Kebon Talo yang lain akan meminta mendirikan shalat Jumat di tempat yang lain pula, sementara jarak masjid induk dengan mushalla Fahriah Amin terlalu dekat. Melalui surat tanggal 5 September 2005 Camat Lembar mengirim surat kepada Abdul Fatah, agar menghentikan pelaksanaan shalat jumat sebelum mendapatkan izin dari Bupati Lombok Barat. Selanjutnya pada tangal 21 September 2005 Camat Lembar mengirim laporan kepada Bupati Lobar yang isinya antara lain: Mendukung alasan masyarakat Kebon Talo dan Masjid Baitul Amin masih mampu menampung jamaah dan masyarakat yang domisilinya terpencar, dikhawatirkan terjadi benturan/ gesekan saat melaksanakan ibadah maupun kegiatan lainnya. Meminta kepada jamaah mushalla Fahriah Amin tidak melaksanakan shalat jumat sebelum mendapat izin dari Bupati. Mereka minta Bupati 27
cepat membuat keputusan. Diam-diam kelompok ini melakukan kegiatannya, kemudian terjadi riak-riak kecil di masyarakat. Akhirnya 6 Jan. 2006 KUA Kec. Lembar mengingatkan jamaah mushallah Fahriah Amin agar berpegang pada hasil musyawarah tanggal 28 Juli 2005. Pada tanggal 22 April 2006 terjadi pembobolan tembok mushalla Fahriah Amin. Mengatasi itu dilakukan rapat Muspika, Kepala Desa dan Ketua/anggota BPD Desa Labuan Tereng dengan keputusan: memecat Kadus Kebon Talo dan Ketua BPD karena merupakan pengurus mushalla Fahriah Amin. Pada 29 April 206 Camat bersama Muspika Kec. Lembar mengadakan pertemuan dengan Kades Labuan Tereng, Kadus Kebon Talo, jamaah mushalla Fahriah Amin, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda, membahas tuntutan masyarakat agar shalat Jumat jamaah mushalla Fahriah Amin dihentikan. Kembali Camat meminta Bupati untuk segera membuat keputusan terhadap tuntutan masyarakat tersebut. E. Kebijakan Pemerintah Dalam menyelesaikan kasus ini aparat pemerintah tingkat kecamatan dan kelurahan telah melakukan musyawarah dengan kedua belah pihak. Namun kebijakan yang dibuat hanya menguntungkan salah satu pihak dalam hal ini kelompok non salafi. Adanya perbedaan paham antara kelompok Salafi dan Non Salafi, sehingga tidak mungkin kedua kelompok dapat bergabung dalam shalat jumat. Oleh karena itu, sangat bijaksana jika pemuka agama setempat memberikan penjelasan kepada kelompok Non Salafi ada perbedaan itu, dan berlapang dada untuk memberikan kesempatan kepada kelompok Salafi untuk mendirikan shalat jumat sendiri.
28
5. Kekerasan terhadap Kelompok Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) di Bondowoso, Jawa Timur Peneliti: Imam Syaukani, 2007 Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah
I
katan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) adalah sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang didirikan oleh cendekiawan muslim, Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc pada 1 Juli 2000 M/29 Rabiul Awwal 1421 H di Bandung. Berasaskan Islam berdasarkan kecintaan (mahabbah) kepada ahlul bait Nabi Muhammad Saw. Visinya menampilkan gerakan intelektual yang mencerahkan pemikiran Islam dan pembelaan terhadap kaum yang tertindas (mustadh`afin). Misinya menghimpun semua pencinta ahlul bait dari madzhab mana saja mereka berasal. Bersifat independen dan non-sektarian. Tujuannya adalah: Pertama, membangun diri untuk hidup berjamaah dan berimamah dan mengenalkan serta menyebar kan ajaran Islam yang diriwayatkan melalui jalur keluarga Nabi Muhammad Saw (ahlul bait). Kedua, pemberdayaan masyarakat ekonomi kecil dan lemah (mustadh`afin). Ketiga, mengembang kan kajian-kajian spiritual dan intelektual. Keempat, menjalin dan memelihara hubungan baik dengan segenap ormas dan keagamaan serta lembaga kemanusiaan lainnya. Kehadiran IJABI sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan di samping Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Washliyah, Mathla`ul Anwar, dan sebagainya, yang lebih dahulu ada, ternyata mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat.
29
Wakhid Sugiyarto (2006) dan Zulkifli (2006) mengungkapkan bahwa ada masyarakat yang menanggapinya secara positif karena dinilai dapat ikut serta memperkaya khasanah pemikiran Islam di Indonesia. Penilaian positif ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Jalaluddin Rakhmat selaku pendirinya yang dianggap mempunyai pengetahuan luas dalam masalah keagamaan. Selain itu, kualitas performent pendiri IJABI ditunjang kemampuan bahasa tulis dan lisannya yang tertata rapih sehingga memukau banyak kalangan. Akan tetapi, ada pula yang menilainya secara negatif, dari mulai hanya sekadar menyayangkan hingga penolakan yang mengarah pada pengusiran dan kekerasan, IJABI dicurigai membawa misi penyebaran Syi’ah yang bertentangan dengan paham Sunni yang dianut mayoritas muslim di Indonesia. Pertama, Organisasi ini hanya sekadar menampung mereka yang punya visi sama, yaitu mencintai ahlul bait Nabi Muhammad Saw terlepas apa madzhab mereka. Secara organisatoris IJABI tidak bisa diidentikan dengan Syiah atau membawa visi dan misi Syiah. Bahwa dalam IJABI, terutama pada pengurus dan simpatisannya terdiri dari penganut Syiah, yang memang salah satu doktrinnya adalah wajib mencintai ahlul bait, hal tersebut mungkin terjadi. Kedua, kalaupun berpaham Syiah, paham keagamaan Syiah macam apa yang dianut IJABI Bondowoso sehingga masyarakat merasa terganggu. Sebab, sejarah mencatat bahwa sebagai salah satu aliran dalam Islam, Syiah memiliki varian yang banyak. Literatur lama tentang hal ini, al-Milal wa al-Nihal, menjelaskan lebih dari 30 subaliran yang dapat dinisbahkan kepada Syiah. Masing-masing sub aliran tersebut mempunyai konstruksi teologi, paham, dan organisasi keagamaan sendirisendiri. Menyamaratakan tentu bukan tindakan bijaksana karena bertentangan dengan fakta sejarah. 30
2. Fokus Permasalahan Fokus permasalahannya adalah: Pertama, bagaimana posisi peristiwa penolakan dan tindak kekerasan sebagian masyarakat terhadap IJABI? Kedua, mengapa terjadi penolakan dan tindak kekerasan terhadap IJABI? Pertanyaan pertama diarahkan mengetahui intensitas dan eskalasi konflik yang terjadi antara masyarakat dan IJABI. Pertanyaan kedua diarahkan untuk membuktikan apakah benar terjadinya konflik masyarakat dan IJABI murni disebabkan perbedaan paham keagamaan. Hipotesisnya, bila ternyata yang berkembang tergolong Syiah Ghulât maka dengan mudah dapat disimpulkan mengapa terjadi konflik, tetapi bila dari golongan Syiah Zaidiyah atau Itsna Asyariyah, tentu perlu analisis yang lebih mendalam. 3. Metode Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitat ive approach) dengan tahapan sebagai berikut: Pertama, penentuan fokus masalah dengan mengakses berita dari media massa cetak dan elektronik. Penentuan fokus masalah didasarkan pada pertimbangan bahwa masalah yang ditelaah diprediksikan mempunyai dampak secara luas bila tidak ditangani segera; Kedua, pengayaan informasi melalui eksplorasi dokumen dan literatur; Ketiga, melakukan observasi langsung ke lapangan (field research) dan mengumpulkan informasi terkait dan Keempat, melakukan analisis data, baik data tertulis (dokumen, surat kabar, majalah) maupun hasil wawancara (recording) dengan memegang prinsip triangulasi secara konsisten. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Kuantitas dan Kualitas Resistensi atas IJABI Resistensi masyarakat terhadap keberadaan IJABI ternyata tidak hanya pada 23 Desember 2006 saja, namun 31
beberapa kali terjadi dalam bentuk beragam dan intensitas yang semakin meningkat. Dalam kerangka teoritik David G. Bromley (2002), perkembangan konflik IJABI telah melewati tiga tahapan, yaitu: latent tension, nascent conflict, dan intensified conflict. Pada tahapan pertama, latent tension, konflik masih dalam bentuk kesalahpah-pahaman antara satu dengan lainnya, tetapi antara pihak yang bertentangan belum melibatkan dalam konflik. Tahapan ini bisa disebut juga dengan konflik autistik. Pada tahapan kedua, nascent conflict, konflik mulai tampak dalam bentuk pertentangan meskipun belum menyertakan ungkapan-ungkapan ideologis dan pemetaan terhadap pihak lawan secara terorganisasi. Sedangkan pada tahapan ketiga, intensified conflict, konflik berkembang dalam bentuk yang terbuka disertai dengan radikalisasi gerakan di antara pihak yang saling bertentangan, dan masuknya pihak ketiga ke dalam arena konflik. Kasus resistensi masyarakat terhadap IJABI yang pernah terjadi selama ini secara berurutan adalah sebagai berikut: Pertama, tanggal 4 Juni 2006, pelantikan Pengurus Daerah IJABI dilaksanakan di Hotel PALM yang dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Pusat, Drs. Furqon Bukhori dan Ketua Dewan Syuro, Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc mendapat penolakan dari sekelompok orang. Mereka melakukan demonstrasi untuk membubarkan pelantikan tersebut. Alasannya, IJABI beraliran Syiah. Guna menghindari tindak anarkis, Kapolres Bondowoso saat itu AKBP Indradji, SH dan didampingi Ketua DPRD Bondowoso, H. Ahmad Dhafir, berusaha menenangkan massa dan memberikan beberapa penjelasan. Acara pelantikan Pengurus Daerah IJABI Bondowoso pun berjalan lancar. Kedua, pada 5 Juni 2006, para ulama mendatangi Kantor Dep. Agama Bondowoso untuk menyerahkan surat keberatan terhadap keberadaan IJABI. Surat tersebut ditandatangani 21
32
orang pengasuh pondok pesantren dan 5 surat yang mengatas namakan ormas Islam. Kepala Kantor Dep. Agama, Drs. H.M. Kholil Syafi`i, M.Si, pada saat itu menjelaskan bahwa pihaknya belum bisa mengambil langkah secara langsung atas tuntutan pelarangan berdirinya IJABI, sebab menurutnya organisasi yang baru tersebut masih belum dipelajari AD/ARTnya. Selain itu, di zaman sekarang, pemerintah tidak mudah melarang serta memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk berorganisasi. Selaku Kepala Dep. Agama, Kholil hanya bisa mengharapkan kepada semua warga khususnya para ulama Sunni untuk bisa menjaga aqidah dan syariat jemaah masing-masing agar tidak mudah terpengaruh berbagai paham yang mungkin menyimpang. Namun di sisi lain dapat dipahami bahwa setiap orang harus menjunjung tinggi paham atau pemeluk agama lain. Ketiga, tanggal 12 Agustus 2006, terjadi pemukulan terhadap santri Pesantren Al-Wafa Jambesari yang diasuh Kiai Mushawwir, hanya karena berpaham Syiah. Kejadiannya, salah seorang santri Pesantren Al-Wafa bernama Ghofur beradu mulut dengan Subani. Subani mengatakan bahwa orang Syiah kalau mati dihadapkan ke timur. Ghofur menolak keras tuduhan tersebut. Keduanya bertengkar dan diakhiri dengan tamparan Subani terhadap Ghofur. Keempat, pada 12 September 2006, terjadi upaya pembakaran terhadap rumah Kiai Mushawwir, salah satu tokoh IJABI di Desa Jambesari. Peristiwanya terjadi pada pukul 02.30 WIB. Untung saja, tuan rumah dan dua anggota keluarganya terbangun dan segera mengetahui kejadian itu. Sebelum menjalar dan menghanguskan seisi rumah, sumber api langsung mereka matikan. Kerugian relatif kecil, namun tak pelak lagi, bangku sofa di ruang keluarga dan sebuah pintu dapur yang terbuat dari bambu sempat hangus dilalap api. Rupanya asal api berasal dari dua titik ini. Tidak satupun
33
tersangka tertangkap. Kasus ini berlalu begitu saja tanpa penyelesaian apapun. Kelima, tanggal 23 Desember 2006, sekitar 400 warga Jambesari, Bondowoso, Jawa Timur, membubarkan acara haul dan pengajian rutin yang diadakan di salah satu rumah warga pengikut IJABI. Jelasnya, pada pukul 19.00 WIB, Muhammad Baqier, seorang tokoh IJABI diundang untuk mengisi acara tahlilan di rumah anggota IJABI yang keluarganya meninggal. Pengajian berjalan lancar, demikian juga ceramah dwimingguan nya. Pada pukul 21.30 WIB tiba-tiba datang sekelompok orang (sekitar 400 orang) yang menamakan diri sebagai penganut ajaran Ahlussunnah waljamaah yang menolak kehadiran Syiah di Jambesari. Awalnya terjadi pelemparan pasir kepada jemaah perempuan yang ada di mushalla. Akhirnya kesepakatan dibuat secara tertulis dan Ustadz Baqier menyetujui dengan persyaratan bahwa jemaah IJABI Jambesari tidak diintimidasi oleh pihak manapun. Polisi dan MUI setuju. Pukul 09.00, perjanjian tertulis resmi dibuat 3 set bermaterai dibuat oleh Polres Bondowoso yang harus ditandatangani oleh Ustadz Baqier tetap bersyarat yaitu jemaah tidak boleh diintimidasi. Pada pukul 15.00 WIB, PP IJABI dan beberapa pengurus IJABI senior mendatangi Polres untuk mencari data sebanyak-banyaknya dan berangkat ke TKP. Namun, anggota Polres melarang mereka dengan alasan keamanan. Akhirnya hanya ada pertemuan antara pihak IJABI dan Polres yang dihadiri oleh: Kepala Polres: AKBP Tri Yudho Irianto, Kasadintel: Susiyanto, S.Sos, Wakapolres: Totok Heri, Kabagop: Latif, dan dari IJABI: Furqon Bukhori (Ketua Umum PP IJABI), Emilia Renita Az (Wasekjen PP IJABI), Kiai Nurkhatib (IJABI Lumajang), Kiai Makmun (IJABI Turen) dan Asep (IJABI Jakarta) yang isinya adalah alasan pelarangan rombongan ke Jambesari. Baru pada 25 Desember 2006, Furqon Bukhari dan Asep dapat mengunjungi dan menggali data di TKP. Data tersebut kemudian digunakan untuk dasar 34
pengambilan langkah berikutnya oleh PP IJABI Jakarta. Pada saat kajian ini dilaksanakan, ternyata PP IJABI berkeputusan untuk mengajukan peristiwa kekerasan itu ke meja hijau. Dari hasil pemantauan di Polres ternyata gugatan itu telah ditindaklanjuti dengan status P21 dan sudah masuk Kejaksaan dengan surat rencana penuntutan yang sudah siap dilimpahkan ke pengadilan. Data terakhir yang diperoleh, pada tanggal 2 Mei 2007, sidang pertama kasus kekerasan terhadap IJABI Bondowoso telah dilakukan yang dihadiri oleh tim advokasi PP IJABI. 2. Resistensi atas IJABI: Tuduhan dan Pembelaan Analisis terhadap berita media massa dan wawancara mengungkapkan bahwa alasan utama penolakan masyarakat terhadap IJABI adalah karena kelompok ini dianggap--melalui jalur organisasi (IJABI)---telah menyebarluaskan ajaran Syiah secara sistematis kepada masyarakat. Analisis tersebut kiranya menarik: Pertama, adanya anggapan masyarakat bahwa IJABI adalah Syiah. Kedua, bila IJABI dianggap sebagai bentuk terang-terangan penyebarluasan ajaran Syiah, maka berarti, sebetulnya masyarakat sudah tahu di Bondowoso ada komunitas Syiah. Terhadap pernyataan pertama sudah dijelaskan pada pendahuluan tulisan ini, bahwa merujuk visi dan misi organisasi, IJABI tidak bisa diidentikkan dengan Syi’ah. Hasil penelitian lapangan membuktikan sesungguhnya masyarakat Bondowoso sudah mengetahui ada komunitas Syiah di daerahnya. Namun, perlu dicatat bahwa Syiah yang mereka kenal adalah Syiah yang berada di Kampung Arab, yaitu ajaran yang hanya dipraktikkan secara exclusive oleh mereka yang mengaku kerabat Nabi Muhammad Saw (habaib). 3. Sejarah Syiah di Bondowoso Adanya Syiah dibenarkan oleh Muhammad Baqier. Keberadaannya sudah cukup lama, dan tidak bisa dilepaskan 35
dari kedatangan habaib di Bondowoso. Menurut penjelasan Abdul Qadir, Kampung Arab di Bondowoso sudah ada sejak tahun 1900-an. Cikal bakalnya adalah kedatangan Ghasim Baharmi di Bondowoso pada 1800-an. Dia punya tiga anak perempuan, yaitu Aisyah, Nur dan Khadijah. Pada 1830-an Habib Muhsin masuk ke Bondowoso dan meninggal pada 1842-an. Habib Muhsin meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung. Pada 1842 lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Habib Ahmad. Pada usia 14 tahun Habib Ahmad pergi ke Yaman untuk belajar bahasa Arab. Pada usia 28 tahun Habib Ahmad pulang ke Bondowoso. Saat itu sudah banyak keturunan Arab yang tinggal di Kampung Arab. Begitu pulang Habib Ahmad menikah dengan Ghamar pada 1870. Dia punya anak cukup banyak tetapi yang hidup hanya 3 (tiga), yaitu Hasan, Su`ud, Alwi (ayah dari Habib Abdul Qadir). Habib Ahmad menjadi guru mengaji di rumah. Dia tidak berkeliling tapi murid-muridnya yang datang ke rumahnya. Selain itu dia juga mengajarkan bahasa Arab dan fiqih Syafi`i, tetapi akidahnya Syiah Zaidiyah---salah satu sekte Syiah yang ajarannya dianhggap dekat dengan ajaran Sunni (Ahlussunnah waljamaah). Pada 1914 bersama dengan Habib Hasan bin Hafidz bin Syaikh Abu Bakar mendirikan Madrasah Khaeriyah dan berhenti menjadi guru ngaji. Sekte Syiah Zaidiyah tidak berkem bang menjadi ajaran yang dianut habaib di Kampung Arab. Sesudah tahun 1948 banyak anak Kampung Arab menuntut ilmu ke Irak dan pulang membawa ajaran Syiah Imamiyah. Pada saat itulah datang Habib Muhammad al-Muhzhar bin Muhammad bin Muhzhar (w. 1984) dari Hadhramaut yang membawa ajaran Syiah Imamiyah atau Itsna `Asyariyah atau dikenal dengan sebutan Syiah Imam Dua Belas. Beliau seorang penyair. Banyak syi`ir-syi`ir beliau, di antaranya yang mengatakan “khayr al-madzahib madzhab ahl al-bayt”. 36
Pengakuan ini tidak serta merta membuat beliau dan pengikutnya secara furu`iyyah melaksanakan paham Syiah; mereka bertaqiyah dengan tetap melaksanakan tata cara ibadat menurut Syafi`iyyah, tetapi secara akidah mereka penganut Syiah. Lalu, pada tahun 1950-an ada Habib Hamzah bin Ali Al-Habsy (paman Muhammad Baqier). Habib Muhammad Muhzhar bin Muhammad bin Muhzhar berkeliling sebagai da`i bersama Habib Hamzah bin Alwi Al-Habsy (w. 2005). Mereka tidak mengajarkan Syiah kepada masyarakat umum tetapi menjelaskan ukhuwah Islamiyah. Sedangkan untuk kalangan keluarga dari para penghuni Kampung Arab---terutama mereka yang mengaku habaib--sudah dikenalkan ajaran Syiah, seperti keyakinan bahwa Abu Thalib adalah mukmin; namun, uniknya mereka masih mengamalkan cata ibadat kalangan Sunni, terutama Syafi`iyah. Keyakinan bahwa Abu Thalib mukmin di Kampung Arab cukup kuat, sehingga tidaklah aneh ketika Sayyid Alwi Al-Maliki datang ke Bondowoso dan minta diterjemahkan kitab “Insan Kamil” (Manusia Paripurna) orang Bondowoso tidak mau menerjemah kan, sebab dalam kitab itu disebutkan Abu Thalib itu kafir. Keberadaan Syiah Bondowoso (termasuk Indonesia pada umumnya) mengalami momentum sejak terjadinya Revolusi Islam yang dimotori para mullah pada 1979. Rentang waktu tidak lama, pada 1980-an, Habib Hamzah terang-terangan mengaku Syiah. Mulailah masyarakat sekitar memperhatikan keberadaan beliau. Pada kira-kira tahun 1995 dibentuk Yayasan Ash-Shadiq yang dipimpin langsung oleh Habib Hamzah. Habib Hamzah membuka pengajian di rumahnya setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu. Dia mengajarkan gramatikal bahasa Arab (nahwu) pada hari Senin, fiqih pada hari Selasa, dan tafsir pada hari Rabu. Murid-murid beliau adalah anak-anak kiai yang datang dari penjuru Bondowoso, di antaranya sekarang menjadi tokoh masyarakat seperti Kyai 37
Saharie, Kyai Abd. Muis, Kyai Rahbini dari Patemon, Kyai Mushawwir dari Jambesari, dan Ahmad Husein. Kendati sudah mengaku sebagai Syiah, Habib Hamzah tetap konsisten mengajarkan kitab-kitab dan fiqih Sunni, hanya sekarang ditambah penjelasan dari sudut fiqih Ja`fari (Syiah). Seperti hukum wudhu misalnya, mulai ada penjelasan tentang batas aurat. Bila sebelumnya hanya disebutkan “mabaynahuma” saja, sekarang sudah dijelaskan “bayn al-surur wa al-ruqban”. Karena kebanyakan yang ikut pengajian itu rata-rata kiai atau anak-anak kiai, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berarti di kalangan Ahlussunnah waljamaah. Namun, kondisi tenang rupanya tidak berjalan lama. Rupanya ada pihak-pihak yang mulai tidak senang dengan keberadaan Habib Hamzah dan Syiahnya itu. 4. IJABI Bondowoso: Syiah Rasional dan Moderat Posisi Habib Hamzah dalam penyebaran Syiah dan tokoh pemersatu komunitas Syiah di Bondowoso sangat dominan. Pengetahuan keislamannya yang tinggi membuat ia disegani banyak kiai, yang nota bene banyak menimba ilmu darinya, dan kedudukannya sebagai “masih keturunan Nabi (dzurriyat al-nabi)” menambah kewibawaannya. Dalam tradisi masyarakat Ahlussunnah Waljamaah kedudukan habaib sebagai dzurriyat al-nabi sangat dihormati karena dipercaya memiliki kharisma/ keramat yang tidak dimiliki umat Islam pada umumnya. Wafatnya---sebagaimana diakui Muhammad Baqier---membuat posisi Syiah melemah, karena belum ada tokoh Syiah sekaliber beliau yang dapat menjadi pemersatu. Ini membuka peluang pihak-pihak yang tidak senang kepada Syiah untuk melakukan “penyerangan kembali” terhadap Syiah. Apabila sebelumnya segala upaya-upaya untuk menjelek-jelekkan Syiah masih bisa diredam dengan keilmuan dan wibawa Habib Hamzah, sekarang tembok penghalang tidak ada lagi.
38
Apa yang dituduhkan kelompok anti-Syiah tersebut bukan tanpa sumber rujukan. K.H. Abdul Muis Turmudzi menegaskan bahwa semuanya itu bukan “asal ngomong” tetapi dikutip dari “kitab-kitab induk” yang menjadi pegangan utama kaum Syiah sendiri, seperti Kitab Ushul alKafi, Kitab Ma La Yadhuruhu al-Faqih, Kitab al-Tahzib, Kitab alIstibshar, dan Kitab Bihar al-Anwar. Menurut beliau, lima kitab tersebut merupakan kitab-kitab yang mempunyai otoritas tinggi dalam tradisi keagamaan Syiah; bisa disetarakan dengan kutubussittah dalam tradisi Sunni. Selain kitab-kitab tersebut masih banyak kitab yang dijadikan rujukan kendati levelnya masih di bawah kelima kitab tersebut Namun, intinya sama, dalam kitab-kitab itulah dijelaskan secara gamblang doktrin-doktrin Syiah yang berlawanan secara diametral dengan doktrin Sunni, bahkan cenderung menjelekkan ajaran lawannya tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka Yayasan Al-Bayyinat Indonesia yang berpusat di Surabaya misalnya, mengeluarkan selebaran yang isinya menyerukan umat Islam agar mengambil sikap tegas terhadap penganut Syiah, yaitu dengan jalan mengucilkan dan memboikot mereka. Caranya adalah dengan: (1) tidak menyalati dan menguburkan orang Syiah yang mati; (2) tidak menjadikan orang Syiah sebagai imam; (3) melarang menikah dengan mereka; (4) tidak bergaul (duduk-duduk) dengan mereka (jangan menghadiri undangan mereka); dan (5) tidak menjenguk orang Syiah yang sedang sakit. Selebaran itu beredar secara luas di Bondowoso. Intensitas Kiai Muis membentengi masyarakat terhadap pengaruh Syiah tergolong tinggi. Menurut pengakuannya dan informasi dari pihak lain, setiap ada kesempatan ceramah selalu diselipkan pesan untuk waspada terhadap Syiah. Hanya sayangnya, seperti dituturkan Kiai Abd. Salam, terkadang Kiai Muis suka “melampaui batas”, dengan mengeluarkan kata-kata yang berpotensi membakar 39
emosi massa, seperti: “apakah bapak-bapak tidak tersinggung bila ibu kita dikatakan pelacur, apalagi itu ditujukan kepada Aisyah ra., ibu semua kaum muslimin. Kalau tidak carok, ketok saja “anu”nya”. Semasa Habib Hamzah masih hidup, Muhammad Baqier, menyatakan bahwa beliau tidak berusaha membela diri dan membiarkan segala tuduhan pejoratif terhadap Syiah itu berkembang di masyarakat. Diamnya beliau itu disebabkan karena merasa bahwa keyakinan Syiahnya (Imamiyah) tidak sama dengan keyakinan Syiah yang dituduhkan itu. Jadi, tidak ada juga gunanya beliau membela diri, karena mengganggap mereka yang menuduh tersebut salah alamat karena ketidak tahuan. Beliau baru memberikan penjelasan secara detil apabila ada orang yang datang baikbaik ke rumahnya untuk klarifikasi, sebagaimana dituturkan Abd. Rozak, Sekretaris Majelis Tarjih PDM Kabupaten Bondowoso. Saat itu, dia menanyakan langsung kepada Habib Hamzah tentang apakah benar kalangan Syiah punya kitab suci selain al-Quran; berdasarkan selebaran yang dia baca. Ketika itu Habib Hamzah menjawab dan mengatakan kalau ada orang yang bisa membuktikan bahwa Syiah punya kitab suci lain, dia bersedia membeli dengan harga Rp 500.000.000,00. Berarti, tidak benar Syiah punya kitab suci selain al-Quran. Penjelasan serupa diterima dari Muhammad Baqier, bahwa ajaran Syiah yang mereka amalkan---mengutip Abubakar Aceh---adalah Syiah yang rasional, dari sekte Syiah Imamiyah, dan bersumber dari Irak (bukan dari Iran). 5. Antara Akhbari dan Ushuli Adanya perbedaan paham tentang Syiah antara pihak yang anti-Syiah dan IJABI kiranya merupakan salah satu sebab terjadinya konflik antara mereka. Mengapa? Analisis yang mungkin adalah sumber ajaran Syiah yang dipakai 40
masing-masing pihak berbeda. Dalam perkembangan sejarahnya Syiah tidak monolitik tetapi tumbuh dan berkembang menjadi ratusan sekte, yang masing-masing saling bersebarangan, ada yang ekstrim, ada pula yang moderat. Para pemimpin mereka saling berebut pengaruh dan pengikut sejak dulu hingga sekarang. Analisis menarik dikemukakan oleh Vali Nasr tentang hal ini, seperti dalam kasus Ayatollah Khomeini. Menurut Nasr, Iran bukan pusat dan Khomeini bukan marja’ utama Syiah kendati dia sudah bersusah payah membangun citra keulamaan pada dirinya yang membangun sistem “kepausan”, namun pengaruhnya tidak pernah lebih jauh dari Iran. Konsep velayat-e faqeh menjadikan ulama sebagai pusat kekuasaan banyak ditentang oleh para ulama lain yang derajat keulamaannya lebih tinggi dari Khomeini, seperti Abol-Qasem al-Khoi, mentor Ayatollah Sistani, karena dianggap sebuah inovasi tanpa dukungan sedikitpun dari hukum dan teologi Syiah. Khomeini tidak bergeming, bahkan melakukan tindakan yang tidak shahpun memikirkannya, yaitu memecat Ayatollah Muhammad Kazem Shariat Madari. Orang Syiah memang menerimanya sebagai pemimpin politik, tapi untuk bimbingan spiritual, mereka mencari ayatollah yang agung Abol-Qasem al-Khoi, atau Ayatollah Sistani di Najaf. Satu hal yang menarik, Abol-Qasem al-Khoi disebutsebut sebagai salah satu rujukan (marja’) kalangan Syiah di Bondowoso. Al-Khoi adalah ulama Syiah Imamiyah dari kelompok ushuli (rasionalis) di Irak yang berpikiran moderat. Lawan kelompok ushuli adalah kelompok akhbari (tradisionalis) yang cenderung berpikiran sektarian. Kedua kelompok ini saling berselisih pendapat, setara dengan perselisihan pendapat antara ahl al-hadits (tradisionalis) dan ahl al-ra’yi (rasionalis) dalam sejarah pemikiran empat madzhab fiqih Sunni.
41
Salah satu perselisihan yang disinggung adalah dalam menyikapi kitab-kitab utama rujukan kalangan Syiah, seperti terhadap kitab Ushul al-Kafi yang disusun Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini (w. 329/940-941), seorang tokoh penting yang dianggap memberikan kerangka dasar sosio-religius Syiah sektarian pada periode Buwaihiyah (945-1055). Kitab ini merupakan kompilasi koleksi-koleksi utama hadits-hadits Syiah. Sikap kaum ushuli jelas tidak bisa menerima begitu saja semua isi kitab tersebut. Mereka menolak hadits-hadits yang cenderung mengobarkan permusuhan antara kaum Sunni dan Syiah, di mana sikap bertolak belakang diambil kaum akhbari. Dengan kenyataan seperti itu, bagaimana informasi ini dapat bermanfaat dalam memahami konflik IJABI dan anti-Syiah di Bondowoso. Analisisnya, pihak-pihak yang anti-Syiah “buta sama sekali” terhadap sejarah Syiah, sehingga jatuh pada praduga yang menyamaratakan semua Syiah. Kondisi ini semakin diperparah ketika pintu-pintu dialog dan informasi kepada masyarakat ditutup. Akibatnya, informasi tentang Syiah yang dimakan masyarakat adalah Syiah yang negatif. Dalam kerangka ini, dapat disimpulkan bahwa pemicu utama konflik adalah kurang informasi dan ketidaksamaan pijakan dalam mengidentifikasi apa yang dimaksud Syiah menurut masyarakat Ahlussunah waljamaah dan IJABI. Pendapat kalangan IJABI itu patut dihargai, tetapi tidak bisa dinafikan bahwa perbedaan paham keagamaan adalah faktor penting dalam kasus ini. Sepanjang penelitian ini dilaku kan, para sumber berita yang sempat terjaring---kendati dengan perbedaan redaksional---mengarah pada analisis tersebut, kendati tidak bisa juga dikatakan konflik ideologis Sunni-Syiah. Menjadikan kerangka berpikir seperti itu dalam memahami kasus konflik IJABI dan masyarakat Ahlussunnah waljamaah di Jambesari Bondowoso terlalu berlebihan.
42
C. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan elaborasi di atas, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik, yaitu: Pertama, resistensi terhadap IJABI (khususnya kasus Jambesari) merupakan puncak akumulasi ketidaksenangan masyarakat Bondowoso terha dap keberadaan Syiah. Kedua, ketidakterusterangan penganut Syiah dan miskinnya informasi yang benar tentang Syiah membuat sebagian masyarakat menerima begitu saja informasi negatif tentang Syiah yang dibawa kalangan antiSyiah. Ketiga, masyarakat mudah terprovokasi, karena bagi masyarakat pendhalungan, segala bentuk pelecehan terhadap agama bila perlu harus dilawan dengan tidak kekerasan, kendati harus mengorbankan nyawa sekalipun. Keempat, kurangnya peran mediasi MUI dan Departemen Agama dalam mengayomi anggota masyarakat yang berbeda keyakinan, bahkan ironisnya ditengarai ikut menyebarkan virus kebencian terhadap Syiah. 2. Rekomendasi Atas dasar itu, saran-saran yang dapat diberikan adalah: Pertama, mengharapkan pihak IJABI tidak bersikap eksklusif. Kedua, mengoptimalkan peran MUI sebagai mediator dan Departemen Agama dalam pembinaan kerukunan intern umat beragama. Ketiga, memberikan informasi yang komprehensif tentang Syiah kepada masyarakat. Keempat, melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap para pelaku tindak kekerasan yang merugikan harta dan mengancam jiwa orang lain.
43
44
6. Gerakan Wahdah Islamiyah di Kota Makassar Sulawesi Selatan Peneliti: Zaenal Abidin, 2007 Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani
A. Pendahuluan
W
ahdah Islamiyah adalah merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang bergerak dalam bidang dakwah, sosial dan pendidikan. Ormas ini didirikan tanggal 18 Juni 1988 M dengan nama Yayasan Fathul Muin (YFM), berdasarkan akta notaris Abdullah Ashal, SH No.20. Guna menghindari kesan kultus individu terhadap KH. Fathul Muin Dg.Mangading (Seorang ulama kharismatik Sulsel yang di masa hidupnya menjadi Pembina para pendiri YFM) dan agar dapat menjadi Lembaga Persatuan Ummat, pada 19 Februari 1998 M nama YFM berubah menjadi Yayasan Wahdah Islamiyah (YWI) yang berarti “Persatuan Islam” perubahan nama tersebut diresmikan berdasarkan akta notaris Sulprian, SH No.059. Sebagai lembaga dakwah, sosial dan pendidikan Wahdah Islamiyah telah berkembang cukup pesat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Perkembangan dakwah Wahdah Islamiyah yang pesat ini sehingga dirasa tidak memungkinkan lagi lembaga Islam ini bergerak hanya dalam bentuk Yayasan saja. Oleh karena itu dalam Musyawarah YPWI ke-2, tanggal 1 Shafar 1422 H (bertepatan dengan 14 April 2002 M) disepakati perlunya mendirikan organisasi massa dengan nama yang sama, yaitu Wahdah Islamiyah (WI). Sejak saat itulah, YPWI yang merupakan cikal bakal berdirinya ormas WI disederhana kan fungsinya sebagai lembaga yang mengelola pendidikan
45
formal milik Wahdah Islamiyah berubah menjadi organisasi dengan manajemen modern. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Visi dan Misi Sebagai sebuah ormas, Wahdah Islamiyah mempunyai visi dan misi. Visinya adalah Wahdah Islamiyah sebagai ormas Islam yang eksis di Sulawesi dan seluruh ibukota propinsi di Indonesia pada tahun 1436/2015. Kata “eksis” mengandung makna bahwa pada setiap kabupaten, Wahdah islamiyah memiliki : (1) Lembaga Pesantren minimal sampai tingkat ‘Aliyah dan Tadribuddu’at; (2) Memiliki kader sebanyak 10% dari populasi Muslim; (3) Tersedia 8 orang alumni STIBA dan sejenis nya, 8 orang alumni Tadribuddu’at dan 10 orang alumni PTN atau PTS, serta 1 orang Tahfidzul Qur’an yang terlibat secara aktif dalam program Wahdah Islamiyah sesuai dengan bidangnya; (4) Keberadaan lembaga Wahdah Islamiyah dikenal dan diakui masyarakat dan pemerintah setempat; (5) Tersedianya sarana-sarana operasional dan sarana-sarana penunjang yang memadai. Setidak-tidaknya berupa kantor, masjid, dan madrasah ‘aliyah; dan (6) Mampu membiayai dana-dana rutin. Sedangkan misinya adalah: (1) Menegakkan syiar Islam dan menyebarkan pemahaman Islam yang benar; (2) Membangun persatuan umat dan ukhuwah Islamiyah yang dilandasi semangat ta’awun (kerjasama) dan tanashuh (saling menasehati); (3) Mewujudkan institusi/lembaga pendidikan dan ekonomi yang Islami dan berkualitas; dan (4) Membentuk generasi Islam yang Rabbani dan menjadi pelopor dalam berbagai bidang kehidupan.
46
2. Manhaj Wahdah Islamiyah adalah sebuah Organisasi Massa (Ormas) Islam yang mendasarkan pemahaman dan amaliyahnya pada Al Qur'an dan As Sunnah sesuai pemahaman As Salaf Ash-Shalih (Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah). Organisasi ini bergerak di bidang da'wah, pendidikan, sosial, kewanitaan, informasi, kesehatan dan lingkungan hidup. 3. Organisasi Sebagai organisasi modern, maka struktur kepengurusan Wahdah Islamiyah disusun sedemikian rupa yang mampu mengakomodir dan mengimplementasikan semua program dan aspirasi anggota. Kemudian dibentuk pula departemendepartemen dan lembaga-lembaga yang bersifat semi otonom. Departemen & lembaga dimaksud adalah: Bidang I: (1) departemen dakwah; (2) departemen kaderisasi; (3) departemen daerah (dpd); (4) lembaga pernikahan dan pembinaan keluarga sakinah (lp2ks). Bidang II: (1) departemen pendidikan; (2) lembaga pembinaan, pengembangan pendidikan al quran (lp3q); dan (3) departemen lingkungan hidup. Bidang III: (1) departemen pengembangan usaha (dpu); (2) lembaga amil zakat, infaq dan shadaqah (lazis); (3) departemen informasi dan komunikasi (infokom). Bidang IV: (1) lembaga wakaf, perencanaan dan pembangunan (lwp2); (2) departemen kesehatan; dan (3) departemen sosial. C. Penutup 1. Kesimpulan Keberadaan Wahdah Islamiyah mendapat sambutan dari masyarakat. Hal itu ditunjukkan berkembangnya cabangcabang dan anggota. Wahdah Islamiyah dalam melakukan 47
kegiatan kerap bekerjasama dengan pemerintah. Pengurus puncak Wahdah Islamiyah yang terdiri dari orang muda menjadi salah satu faktor pendukung berkembangnya WahdahIslamiyah di masa depan. 2. Rekomendasi Wahdah Islamiyah hendaknya mengambil posisi netral secara politik, walaupun para anggotanya bisa saja berkiprah secara perorangan dalam dunia politik. Sebab dengan terjun ke dalam dunia politik atau pemihakan terhadap partai politik akan mengurangi simpati masyarakat kepada Wahdah Islamiyah.
48
7. Gerakan Al-Arqam Di Indonesia Di Desa Pondok Cina Kec. Beji Kota Depok Jawa Barat Peneliti: Imam Syaukani, 2007 Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani
A. Pendahuluan l-Arqam adalah komunitas yang memusatkan kegiatan-nya untuk mengajak umat Islam menjadi seorang muslim yang mengutamakan taqarrub (dekat) dengan Allah SWT. Akan tetapi, tidak memisahkan diri dari masalah keduaniawian. Karena kegiatannya adalah mengajak boleh dikata kan bergerak di bidan dakwah. Berbagai kegiatan Al-Arqam seperti pengajian/ceramah keagamaan, silaturahmi antar anggota masyarakat, berkunjung ke masjid-masjid, menerbitkan buku, brosur, surat kabar dan majalah agama untuk umat dan melakukan berbagai usaha di bidang ekonomi, tehnik, seni budaya dan sebagainya.
A
Banyak persoalan yang belum jelas mengenai AlArqam, seperti masalah siapakah Imam Suhaimi, ajaran pokok (5 masalah), konsep-konsep tentang jama’ah, imamah, bai’at, me nentukan jodoh dan sebagainya. Dari permasalahan di atas, diadakan penelitian yang ingin mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas mengenai Al-Arqam, latar belakang berdirinya, sejarah lahirnya, sejarah masuknya ke Indonesia, serta perkembangannya, faham dan ajaran-ajaran pokoknya. Nama Al-Arqam berasal dari nama seorang sahabat Nabi, yaitu Al-Arqam bin Abi Al-Arqam yang selanjutnya menjadi tempat pengajian Rasulullah saw pada masa awal tumbuhnya Islam. Darul arqam, didirikan Ashaari Muhammad yang bergelar Syaikhul Al-Arqam atau Kyai
49
Agung tahun 1968 di Kamp. Sungai Pencala, Jl. Damansara Kuala Lumpur Malaysia. Pada awal pendiriannya, Al-Arqam diikuti oleh 20-an orang jama’ah. Kemunculan organisasi ini tidak lepas dari situasi kehidupan masyarakat yang kacau di akhir dasawarsa 60-an. Di antaranya konflik rasial antara keturunan Melayu dan Cina, dimana sektor ekonomi cenderung didominasi etnis Cina. Akibatnya terjadi kerusuhan berdarah pada tanggal 13 Mei 1969. Kondisi politik dalam negeri Malaysia tidak stabil, masyarakat di kota besar berusaha mencari kedamaian. Alternatif yang diminati adalah agama, sehingga tidak heran surau dan masjid banyak dipenuhi oleh jamaah untuk zikir dan wirid. Situasi demikian dimanfaatkan oleh Al-Arqam dengan memberikan pelayanan pada masyarakat sekaligus mengembangkan ajaran-ajarannya. Para pengikut terdiri dari para pelajar, mahasiswa, pegawai tinggi dan rendah, dosen, bahkan pengangguran menjadi terpikat olehnya. Kepemimpinan Ashaari Muhammad sudah diketahui sebelumnya melalui perkataan Syaikh Suhaimi bahwa akan datang di akhir zaman seorang yang bernama Ashaari Muhammad yang mengajarkan kebenaran dari keluarga dan masyarakat dengan ciri-ciri; gigi ke depan dan melintir dan mempunyai jamaah. Darul Arqam menyebar ke pelosok dunia hingga ke belahan Eropa, Afrika, Amerika, Australia dan Asia. B. Temuan Hasil Kajian 1. Sejarah dan Perkembangan di Pondok Cina Sejarah masuknya Al-Arqam di Indonesia antara satu daerah dengan daerah lain melalui proses yang panjang. Dimulai dengan masuknya seseorang, kemudian ia mengajak orang lain menjadi pengikutnya dengan cara yang bijak dan lemah lembut, dan menjauhi kesan ajakan yang memaksa. 50
Proses rekrutmen anggota persis dengan multi level marketing (MLM) sehingga dengan cepat menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Untuk mengatakan daerah mana yang pertama kali dimasuki oleh Al-Arqam di Indonesia, sangat sulit untuk mengetahui mana yang terlebih dahulu. Yayasan Al-Arqam di Pondok Cina didirikan pada tanggal 2 Januari 1991. Al-Arqam di Pondok Cina tidak berbeda dengan di daerah lain. Kelompok ini muncul pada tahun 1989 dimulai dengan pengenalan diri perintis Al-Arqam di Pondok Cina Depok, Tn. Halilintar Anofial Asmid kepada orang lain. Setelah itu membentuk pengajian di bawah pimpinan senior. Kegiatan pengajian akhirnya didaftarkan di Notaris, karena jumlah jama’ah terus bertambah. Perintis lain adalah Tn. Mahmudi. Akte Notaris yang mencatat kegiatan Al-Arqam di Pondok Cina adalah Ny Sri Hastuti Tjahjadi, Sh, (Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah), tertanggal 18 Februari 1991 bernomor 40, alamat di Jl. Raya Margonda Raya Depok. Secara resmi, Al-Arqam di Pondok Cina berdiri tanggal 2 Januari 1991. Selain bergerak di bidang keagamaan, Al-Arqam juga bergerak di bidang pemberdayaan umat, sebagaimana nampak dalam tujuannya; a) membina dan mengembangkan dakwah Islamiyah; b) melaksanakan pendidikan; c) menyantuni anak yatim; d) membina masjid; e) menyediakan beasiswa; f) memberikan bantuan pada faqir miskin; g) pelayanan kesehatan; dan h) membina bidang ekonomi kerakyatan. 2. Pandangan dan Ajaran Dari segi akidah, pegangan Al-Arqam tidak jauh berbeda dengan majoritas umat Islam di Malaysia. Pendekatan dakwahnya melalui pendekatan ilmu tasawuf. Menyadari bahwa pegangan dan tarbiyah Al-Arqam tidak 51
jauh berbeda dengan pegangan Ahl al-Sunnah wa al-Jam'ah, kerajaan Malaysia (JAKIM) tidak pernah berani menghukum atau menuduh Al-Arqam keluar dari agama Islam. Ketika tuduhan sesat dilontarkan kepada jemaah ini, pemimpinnya menjawab dengan menerbitkan buku yang berjudul ‘Aqidah Mukmin. Dalam bukunya ini Ashaari menjelas kan bahwa ajaran mereka berjalan di atas ajaran Ahl al-Sunnah wa alJama‘ah. Penyelewengan Al-Arqam berkaitan dengan cabangcabang iman. Kriteria sesat yang diterapkan di Malaysia kesepakatan ulama-ulama Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Singapura. Ashabiyah atau fanatisme yang melampaui batas kepada seseorang, taklid buta dan kepercayaan-kepercayaan yang tidak masuk akal dan tidak berdasarkan nas yang sahih melekat dalam ajaran jemaah ini. Al-Arqam mengajarkan bahwa Sheikh al-Suhaimi yang telah meninggal pada tahun 1925 diyakini masih hidup. Menurut Ashaari, Sheikh al-Suhaimi adalah Imam Mahdi yang ghaib akan kembali untuk memimpin Umat Islam. Menurut Ashaari –sang Pemimpin– Sheikh al-Suhaimi dianalogikan dengan Ashab al-Kahfi dan Khidir. Padahal Ashab al-Kahfi dan Khidir sekalipun tidak kekal dan telah mati. Ashaari juga mengajarkan bahwa Nabi Muhammad sebenarnya masih hidup dan dapat dijumpai serta masih memberi arahan jamaah majlis yang dinamakan Majlis Yaqazah. Dalam majlis, pimpinan dapat melihat pengikut tata atau tidak dari perubahan wajah mereka. 3. Kondisi Terkini Islam adalah agama resmi Kerajaan Malaysia dan segala penyelewengan agama Islam langsung ditangani oleh kerajaan untuk melindungi kepentingan masyarakat Islam. JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) telah melihat adanya penyelewengan akidah dalam Al-Arqam ini. Setelah 52
bermuzakarah dengan pemimpinnya, Ashaari Muhammad, yang pertama sekali dilakukan oleh kerajaan adalah mengharamkan buku Aurad al-Muhammadiyah Pegangan Darul Arqam tahun 1986. Pada tanggal 7 Shafar 14154 H./ 16 Juli 1994 Majelis Ulama Indonesia dalam Silaturahmi Nasional di Pekanbaru, bersamaan dengan Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional. Dalam Silaturahmi Nasional tersebut diperoleh kesepakatan diantaranya: 1) Darul Arqam yang inti ajarannya aurad Muhammadiyah adalah paham yang menyimpang dari aqidah Islam; 2) Untuk memelihara kemurnian ajaran Islam dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengusulkan kepada Kejaksaan Agung segera mengeluarkan larangan terhadap ajaran Darul Arqam dan aktivitasnya. Akhirnya Jaksa Agung RI mengeluarkan Surat Keputusan No:Kep-016/J.A/O1/1993 29 Januari 1993 isinya melarang beredarnya buku Aurad Muhammadiyah pegangan Darul Arqam, tulisan Azhari Muhammad diterbitkan Penerangan Al-Arqam - Malaysia. Kemudian Jaksa Agung menginstruksikan melalui surat Nomor : INS006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, yang isinya tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul "Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah", karangan Imam Azhari Muhammad. C. Penutup 1. Kesimpulan. a. Al-Arqam didirikan di Malaysia semula benar-benar baik, namun berubah menjadi perjuangan pada kepentingan-kepentingan pribadi, pujaan, kedudukan, kemewahan dan keinginan hawa nafsu. b. Pemerintah Malaysia melarang Al-Arqam, begitu juga pemerintah Indonesia melalui MUI nya. 53
c. Kejaksaan Agung RI telah mengeluarkan SK pelarangan organisasi dan larangan semua buku terbitan Al-Arqam. 2. Rekomendasi a. Menyerukan kepada ummat Islam, terutama kaum remaja, agar tidak terpengaruh ajaran yang sesat dan menyesatkan. b. Kepada ummat Islam agar selalu waspada terhadap gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, namun berupaya membelokkan ke jalan yang tidak benar. c. Pemerintah mendorong seluruh elemen umat Islam (ulama, muballigh ustadz) untuk menggalakkan pemahaman umat pada ajaran agama untuk meningkatkan dakwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi munkar.
54
8. Gerakan Rifa’iyah dan Potensi Lembaga Sosial Keagamaannya) Di Kota Semarang Jawa Tengah Penulis Naskah Direktori: Ahmad Rosyidi
A. Pendahuluan
G
erakan Rifi'aiyah adalah sebuah gerakan keagamaan yang berorientasi pada paham Rifi'aiyah. Paham ini dikembang kan oleh Syekh Ahmad Rifa’i. Gerakan jama’ah ini muncul pada pertengahan abad 19 tergolong pada gerakan purifikasi yang didorong oleh cita-cita melakukan perubahan sosial dalam rangka mengembalikan kehidupan umat Islam kepada nilai-nilai asli sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Protes sosial gerakan ini ditujukan kepada umat Islam pada kurun waktu tersebut. Protes dialamatkan pada ulama yang bekerja pada birokrasi pemerintah kolonial - yang lazim disebut penghulu – yang dinilai bebal, mengabaikan kewajiban agama dan tunduk pada adat. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangannya Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa Tempuran Semarang dari pasangan K.H. Muhammad Marhum Bin Abi Sujak Seorang Penghulu Landerad di Kendal dan Siti Rahmah. Pada waktu usia 6 tahun ayahnya wafat, dan iapun mendapat sentuhan kasih sayang dari seorang ayah dalam waktu yang singkat, yaitu selama 6 tahun. Pada usianya yang begitu muda itu (6 tahun) Ki Ahmad sudah diasuh oleh kakaknya yang bernama Nyai Rajiyah istri Kiai As'ari ulama pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Kaliwungu.
55
Setelah beberapa kali keluar masuk penjara, dalam usia 30 tahun, tahun 1225 H Ahmad Rifai berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, ke Madinah ziarah Makam Rosululloh SAW dan memperdalam ilmu selama 8 tahun. Kemudian di Mesir 12 tahun. Di Haramain berguru kepada Syaikh Abdul Aziz Al Habisyi, Syaikh Ahmad Ustman dan Syaikh Is Al -Barawi. Sedang di Mesir berguru pada Syaikh Ibrahim Al Bajuri. Ahmad Rifa'i pulang ke tanah air bersamasama dengan Nawawi dan Khalil. Dalam perjalanan pulang itu, tiga orang tersebut menyepakati untuk menyusun kitab berbahasa Jawa sehingga memudahkan orang Jawa membacanya. Kitab-kitab yang disusun diantaranya adalah kitab ushuluddin, fiqih dan tasawuf. Akhirnya dibagi tugas masing-masing. Sesampainya di tanah air, Ahmad Rifa'i memulai karir sebagai pemuka agama, menjadi guru di pondok pesantren di Kaliwungu pimpinna KH Asy’ari. Pengalaman di Makkah benar-benar menempa pribadi mewujudkan kehidupan agama seperti di tanah suci. Dia tidak mengajarkan ilmu agama saja, tetapi juga memulai perubahan sosial. Kritik-kritik kepada pemerintah, terutama penghulu yang dipandang bertanggungjawab atas kebobrokan moral umat. Akibatnya ia dipenjara Belanda. Selepas dari penjara, mengasingkan diri di Kalisalak, desa pedalaman sekarang wilayah Kabupaten Batang. 2. Karya-karya Intelektual Syaikh Ahmad Rifa'i Diantara karyanya yang masih dikaji; Risalah berisi fatwa-fatwa agama (1254 H); Nasihatul 'Awam, berisi Nasihat kepada masyarakat/awam (1254 H); Syarihul Iman, berisi tentang Iman, Islam, Ihsan dan barang ta'alu' (1255 H); Taisir, berisi Ilmu Sholat Jumat (1255 H); 'Inayah, berisi tentang Khalifah Rosullulloh (1256 H); Bayan, berisi Ilmu meteodologi 56
mendidik dan mengajar (1256 H); Jam'ul Masail, berisi 3 Ilmu Agama (1256 H); Qowa'id, berisi tentang Ilmu Agama (1257 H); Targhib, berisi tentang Makrifatulloh (1257 H); Thoriqot Besar, berisi tentang Hidayatulloh (1257 H); Thoriqot Kecil, berisi tentang Thariqotulloh (1257 H); Athlab, berisi tentang mencari Ilmu Pengetahuan (1259 H); Husnul Mitholab, berisi 3 Ilmu Agama (1259 H); Thulaab, berisi tentang Kiblat Sholat (1259 H); Absyar, berisi tentang Kiblat Sholat (1259 H); Tafriqoh, berisi tentang Kewajiban Mukalaf (1260 H); Asnal Miqosod, Bab 3 Ilmu Agama (1261 H); Tafsilah, berisi tentang Kemntapan Iman (1261 H); Imdaad, berisi Masalah Dosa Takabur (1261 H); Irsyaad, berisi tentang Ilmu Manfaat (1261 H); Irfaq, berisi tentang Iman, Islam, dan Ihsan (1261 H); Nadzam Arja Safa'at, berisi Hikayat Isro' Mi'roj Nabi Sol'Am (1261 H); Jam 'ul Masail, berisi tentang Fiqih dan Tasawuf (1261 H); Jam'ul Masail, berisi tentang Tasawuf (1261 H); Tahsin, berisi tentang Fidyah Sholat dan Puasa (1261 H); Showalih, berisi Kerukunan Umat Beragama (1262 H); Miqshadi, berisi tentang bacaan Al Fatihah (1262 H); As'ad, berisi tentang Iman dan Ma'rifatulloh (1262 H); Fauziah, berisi tentang Jumalah Maksiat (1262 H); Hasaniah, berisi tentang Fardlu Mubadarah (1262 H); Fadliyah, berisi tentang Dzikrulloh (1263 H); Tabyanal Islah, berisi tentang Nikah Tholaq Rujuk (1264 H); Abyanal Hawaij, berisi tentang 3 Ilmu Agama (Ushul-Fiqih-Tasawuf) (1265 H); Takhirah Mukhtasar, berisi tentang Iman Islam (1266 H); Ri'ayatal Himmah, berisi tentang 3 Ilmu Agama (1266 H); Tasyrihatal Muhtaj, berisi Masalah Mu'amalah (EKSOS) (1266 H); Kaifiyah, berisi tentang Tata Cara Sholat (1266 H); Misbahah, berisi tentang Dosa Meninggalkan Sholat (1266 H); Ma'uniyah, berisi Sebab Jadi kafir (1266 H); 'Uluwiyah, berisi tentang Takabur karena Harta (1266 H); Rujumiyah, berisi tentang Sholat Jum'ah (1266 H); Mufhamah, berisi tentang Mukmin dan Kafir (1266 H; 57
Basthiyah, berisi tentang Ilmu Syariat (1267 H); Tahsinah, berisi tentang Ilmu Tajwid (1268 H); Tadzkiyah, berisi tentang Menyembelih Binatang (1269 H); Fatawiyah, berisi tentang Cara Berfatwa Agama (1269 H); Samhiyah, berisi tentang Sholat Jum'ah (1269 H); Rukhsiyah, berisi tentang Sholat Jama' - Qosor dan Sholat Musafir (1269 H); Maslahah, berisi tentang Pembagian Warisan Islami (1270 H); Wadlihah, berisi tentang Manasikh Haji (1272 H); Munawirul Himmah, berisi tentang Wasiat Kepada Manusia (1272 H); Surat kepada R. Penghulu Pekalongan (1273 H); Tansyirah, 10 Wasiyat Agama (1273 H); Mahabbatulloh, berisi tentang Nikmatulloh (1273 H); Mirghabut Tha'ah*, berisi Iman dan Syahadah (1273 H); Hujahiyyah, berisi tentang Tata Cara Berdialog (1273 H); Tashfiyah, Bab Makna Fatihah (1273 H); 500 Tanbih Bahasa Jawa, (1273 H); 700 Nadzam Do'a dan Jawabannya (1270 - 1273 H); Puluhan Tanbih Rejeng, Masalah Agama (1273 H; Kitab - Kitab dan Surat Wasiat dan Tanbih yang disusun di Ambon, adalah Targhibul Mathlabah, berisi tentang Ushuliddin (1274 H); Kaifiyatul Miqshadi, berisi tentang Fiqih (1275 H); Nasihatul Haq, Bab Tasawuf (1275 H); Hidayatul Himmah, Bab Tasawuf (1275 H); 60 Buah kitab Tanbih bahasa Melayu (1275 H); Surat wasiat kepada Maufuro dan Murid - Murid lainnya ! (1275 H); C. Penutup 1. Kesimpulan a. Gerakan Rifa'iyah adalah gerakan yang berorientasi paham Rifi'aiyah. Paham ini dikembangkan Syekh Ahmad Rifa’i. b. Jama’ah ini muncul pertengahan abad 19 tergolong gerakan purifikasi Islam yang didorong cita-cita perubahan sosial dalam rangka mengembalikan 58
kehidupan umat Islam kepada nilai-nilai asli kaum salafus-shalih. c. Syaikh Ahmad Rifa'i adalah berjuang mengembalikan akidah umat Islam pada tuntunan yang sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah dan ulama besar walaupun banyak tantangan dari pemerintah Belanda. 2. Rekomendasi a. Hendaknya antara jama’ah Rifa’iyah dan masyarakat luas terjadi komunikasi, tidak eksklusif sehingga dapat dirasakan membawa perubahan pada umat yang lebih baik. b. Hendaknya jama’ah Rifa’iyah tidak memunculkan perbedaan dengan kelompok lain, agar tidak terjadi perbedaan yang mengakibatkan konflik internal umat Islam.
59
60
9. Laskar Jihad, Gerakan Protes dan Pemurnian Islam Peneliti: Choirul Fuad Yusuf, 2006 Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid
A. Pendahuluan
S
alah satu fenomena sosio-relijius menonjol di Indonesia pada era reformasi adalah bangkitnya gerakan-gerakan Islam radikal. Bangkitnya gerakan-gerakan Islam radikal seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam (FPI), Jundullah, Majelis Mujahidin, dan sebagainya secara sosiokultural, sosio-politis maupun doktriner, merupakan fenomena dan fungsional dari suatu masyarakat yang tengah berubah dan mencari format ideal mengenai struktur kehidupan yang dicitakan. Pada masa Orde Baru, dinamika perkembangan gerakan-gerakan radikal keagamaan juga gerakan radikal sekuler tidak begitu tampak. Baru pada saat menjelang tumbangnya Orde Baru, muncul gerakan sosial yang ditengarai banyak berkaitan dengan kekerasan bernuansa agama. B. Hasil Penelitian 1. Latar Belakang Timbulnya Gerakan Beberapa faktor yang melatari berdirinya Laskar Jihad. Pertama, keprihatinan para tokoh FKAWJ atas nasib umat Islam Indonesia yang tertindas dan termarjinalisasi serta tumbuhnya rasa ketidakpercayaan dan kekecewaan terhadap pemerintah yang dianggap tidak mampu mengatasi berbagai persoalan umat. Para tokoh FKAWJ memandang terjadi pemasungan terhadap potensi dan aspirasi umat Islam. Secara doktriner, menggejala nya bid’ah dan kurang diamalkannya Islam. Munculnya rasa ketidakpuasan atas kepemimpinan Abu Nida seorang pendiri dakwah At-Turats di Yogyakarta 61
yang dianggap telah menyimpang dari manhaj salaf dan dipandang pendukung ahlul bid’ah. 2. Profil Organisasi Laskar Jihad salah satu organisasi di bawah naungan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah, didirikan dan dideklarasikan di Solo Jawa Tengah 14 Februari 1998 oleh Ja’far Umar Thalib seorang ustadz Pondok Pesantren Ihya as Sunnah Yogyakarta. Pada awal pendiriannya, FKAWJ merupakan gerakan reaktif yang merespon berbagai fenomena akibat berbagai krisis sosial, ekonomi, politik dan budaya yang terjadi. Nama FKAWJ dipilih dengan alasan : pertama, FKAWJ dibentuk sebagai wadah komunikasi, bukan sekte atau paham keagamaan; kedua, situasi politik, ekonomi dan budaya di Indonesia bergejolak sejak 1987-an dan situasi keterpojokan umat Islam sebagai dampak euforia reformasi yang berlanjut pada kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden. FKAWJ mem punyai Dewan Pimpinan Pusat (DPP) tingkat nasional berkedudukan di Yogyakarta, membawahi sejumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) pada tingkat provinsi dan ratusan Dewan Pimpinan cabang (DPC) pada tingkat kabupaten/kota. Di atas DPP terdapat Dewan Pembina terdiri dari 40 orang ustadz dan diketuai langsung Ja’far Umar Thalib. Dalam keanggotaan, FKAWJ tidak menerapkan sistem rekrutmen keanggotaan yang ketat. Selama seseorang mengikuti majelis pengajian dan taklim yang ada di DPD yang membahas buku-buku karya ulama salaf, maka dapat dikategorikan sebagai anggota. FKAWJ mengklaim memiliki lebih dari 10.000 jamaah di seluruh Indonesia; dan khusus di Yogyakarta lebih dari 1.000 jamaah yang hampir separuh dari mereka adalah kelompok mahasiswa dan sarjana yang
62
umumnya berasal dari universitas negeri seperti UGM, UNDIP dan UNAIR jurusan MIPA. 3. Bid’ah dan Pemurnian Ajaran Sebagai pendiri Laskar Jihad FKAWJ, ustadz Ja’far Umar Thalib berlatar belakang pernah belajar di Persatuan Islam (Persis) Bangil Jawa Timur, berguru kepada sejumlah ulama salafy di Yaman dan Syech Muqbil bin Hadi al Wadi’i seorang ahli hadits pendiri Darul Hadits di Damnaz, Yaman, dan aktif sebagai ketua DPP Pelajar Al-Irsyad, memiliki dasar-dasar kuat tentang ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berpijak pada latar belakang pendidikan dan keluarga serta teman-temannya ia memandang bahwa pengamalan ajaran Islam di Indonesia dipenuhi oleh berbagai ajaran bid’ah. Kondisi obyektif pengamalan ajaran Islam, maka agenda purifikasi ajaran menjadi hal penting yang harus dilakukan. Strateginya, menguatkan kembali ajaran ahlus sunnah wal jamaah yang berorientasi pada pengembalian ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan Hadits sekaligus menghilangkan bid’ah dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia. Ada beberapa ajaran bid’ah yang menyesatkan umat Islam dan menghambat kemajuan dan keagungan Islam. Pertama, bid’ah dalam bidang aqidah (termasuk kategori bid’ah jenis ini adalah asy’ariah/maturidiah). Kedua, bid’ah dalam bidang suluk, yaitu bid’ah tasawwuf. Ketiga, bid’ah dalam bidang ibadah dan muamalah, yaitu taqlid madzhab fiqih yang di Indonesia dikenal sebagai madzhab Syafi’i. Agama Islam di Indonesia telah terkontaminasi oleh berbagai bid’ah yang ditransfer dari berbagai ajaran agama atau ideologi lain sehingga keindahan sinar Islam tertutupi oleh berbagai bid’ah.
63
4. Jihad dan Tuntutannya Jihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk memperoleh sesuatu. Secara istilah jihad memiliki beberapa pengertian, yaitu : jihadun nafsi (jihad terhadap diri sendiri), jihadun syaitan (jihad melawan godaan syaitan termasuk kebimbangan dan kekaburan terhadap agama serta keinginan buruk), jihadun kuffar wal munafiqik (jihad melawan orang kafir dan munafik), jihad arbabidl zulum wal bida’ walmunkarat (jihad menghadapi/melawan orang zhalim, ahli bid’ah dan ahli kemaksiatan). 5. Toleransi Laskar Jihad FKAWJ menentang pandangan toleransi sebagai pengakuan terhadap kebenaran semua agama. Pengakuan bahwa semua agama benar merupakan konsep filosofis yang bersumber pada nilai humanitas yang dikembangkan oleh gerakan zionis anti Islam. Laskar Jihad meng ajarkan beberapa prinsip dasar berkaitan dengan toleransi. Pertama, kebenaran hanya ada dalam Islam. Kedua, kebenaran Allah adalah pasti, tidak ada keraguan apapun di dalamnya. Ketiga, kebenaran Islam adalah sempurna, Keempat, derajat kemuliaan kaum muslimin lebih tinggi dari orang kafir dan munafik. Kelima, kaum muslimin dilarang ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang kafir dan musyrik. Keenam, kaum muslimin dilarang merasa minder untuk menampakkan prinsip agama. Ketujuh, kaum muslimin dilarang menyatakan kasih sayang kepada orang kafir dan munafik yang terang-terangan membenci Islam. 6. Jihad Menegakkan Syari’ah Laskar Jihad FKAWJ dalam misinya tidak menekankan untuk membangun negara Islam, namun memandang perlunya menegakkan syariat Islam dan pemahaman terhadap 64
ajaran secara benar sebagai akibat dari adanya Islamo-phobia. Gerakan Islamo phobia menurut pandangan Ja’far Umar Thalib semakin gencar justru pada era reformasi. 7. Strategi Solusi Konflik Kelahiran Laskar Jihad tidak bisa dilepaskan dari konflik antar agama di Maluku. Konflik dan perpecahan di Ambon muncul ke permukaan setahun setelah FKAWJ berdiri. FKAWJ selalu memantau kejadian di Ambon. Ustadz Ja’far Umar meminta pemerintah segera mengatasi konflik Maluku yang dinilai lamban dan kurang mampu mengatasi konflik. Laskar Jihad memandang, apa yang terjadi di Ambon merupakan bagian rencana besar kristenisasi di Indonesia, sehingga diperlukan pengiriman Laskar Jihad. Beberapa alasan yang mendasari perlunya pelibatan Laskar Jihad dalam solusi konflik; pengiriman Laskar Jihad diharapkan dapat membantu saudara muslim di Ambon yang sedang teraniaya dan membantu merupakan kewajiban. Kedua, dalam kasus Ambon, jihad menjadi kewajiban dalam rangka mempertahankan diri. Ketiga, makar Kristen yang diprovokasi RMS bukan hanya ancaman terhadap umat Islam, tetapi juga ancaman bagi NKRI. Maka keterlibatannya di Ambon menjadi kewajiban bagi warga negara membela keutuhan negerinya. 8. Gerakan Laskar Jihad Laskar Jihad FKAWJ dalam upaya merealisasikan misinya antara lain; dengan puluhan ribu anggota Laskar Jihad berdemo ke istana untuk bertemu Presiden Abdurrahman Wahid mendesak agar presiden segera menyelesaikan kasus Ambon; Latihan perang di Bogor untuk persiapan jihad ke Maluku, dipimpin Panglima Ja’far Umar dibantu 30 orang pelatih (dari resimen mahasiswa, tentara 65
aktif, pensiunan polisi) dan diikuti sekitar 3.000 anggota yang 75 % nya mahasiswa. Berdasarkan fatwa yang diyakini Ja’far Umar, perlu berjihad dengan mengirim anggota Laskar Jihad ke Ambon. Laskar Jihad merespon pembantaian umat Islam di Maluku yang sudah berlangsung satu tahun tetapi dinilai tidak ada upaya penyelesaian. Ustadz Ja’far Umar mengeluarkan resolusi jihad dengan deadline 3 bulan. Deadline sudah lewat tetapi tidak ada kejelasan penyelesaian konflik Maluku. Maka tanggal 6 April 2000 dideklarasikan –resmi berdiri- Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan sebagai langkah pertama memberangkatkan laskarnya ke Ambon. Kemudian Ja’far Umar mengirim 29 orang pergi ke Ambon pertama kali. Ia mengingatkan bahwa pertem puran antara dua kekuatan : hizbullah (tentara Allah) dengan hizbusy syaithan akan terus berlangsung hingga kiamat; dan misi yang diemban para Mujahidin adalah rahmatan lil ‘alamin. Di lapangan, Laskar Jihad menggunakan rolling pertiga bulan, jumlah tidak berubah sekitar 3.000 an orang anggota. C. Penutup Kehadiran Laskar Jihad disebabkan tumbuhnya rasa ketidakpercayaan pada pemerintah, yang kurang menunjukkan perhatian, kesungguhan dan kemampuan dalam menangani berbagai persoalan utama yang dihadapi bangsa, terutama umat Islam. Kasus Ambon dan Poso merupakan contoh konkret yang dalam kasus tersebut umat Islam banyak dirugikan. Bangkitnya Laskar Jihad juga diilhami dan didorong adanya fenomena kebobrokan moralitas dan anomie atau kian jauhnya ajaran Islam dari bumi Nusantara; merepresentasi protes sosial dan kultural terhadap kian suburnya nilai-nilai
66
budaya yang kontradiksi dengan ajaran Islam seperti korupsi, pornografi, perjudian dan tindak deviatif lainnya. Pada tataran lokal, Laskar Jihad terdorong pula untuk berkontribusi dalam meminimalisasi berbagai bentuk kejahatan yang subur di Yogya dan Solo. Faktor ini diperkuat pengamatan, pemerintah setempat yang tidak mampu mengatasinya. Terlepas dari pro dan kontra, simpati dan antipati, setuju atau tidak, dalam realitasnya kehadiran Laskar Jihad telah menyelamatkan umat Islam di Ambon. Kaum Nasranipun tidak berkutik saat Laskar Jihad datang, dan merekapun teriak minta tolong kepada PBB. Tidak lama kemudian Ustadz Ja’far Umar Thalib ditangkap, pada Minggu 5 Mei 2002. Kemudian Laskar Jihad FKAWJ membekukan diri dari segala aktifitasnya pada November 2002.
67
68
10. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Profil Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) Jakarta Peneliti: Reza Perwira, 2008 Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira
A. Sejarah Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) iputat selama ini sering dijuluki sebagai dapur intelektual muslim Indonesia adalah karena dari sinilah sebuah tradisi intelektual muslim berkembang secara massif. Secara struktural maupun kultural telah berjalan sepanjang sejarah berdirinya IAIN. Pengaruh besar terhadap pemikiran Islam yang berkembang di IAIN tidak hanya berasal dari ketokohan yang dilakukan oleh Harun Nasution ketika melakukan, namun juga dari kalangan kalangan organisasi mahasiswa, seperti HMI dan kemudian Formaci maupun Respondio dan Kelompok Studi Ciputat (KSC).
C
Kesadaran intelektual yang tumbuh di kalangan mahasiswa -mahasiswa IAIN ini berdampak positif terhadap pembentukan kelompok-kelompok studi di Indonesia. Dari sinilah tradisi intelektual muslim menemukan salurannya yang monumental. Sampai pada tahap tertentu produk pemikiran yang dilahirkan dipandang sebagai mafzhab tersendiri dalam pemikiran Islam. Jadi IAIN Jakarta adalah pionir dalam mentradisikan semangat akademis dengan tidak memandang tabu mengkoreksi hasil pemikiran intelektual muslim masa lalu. Tradisi intelektual itu terus berkembang sampai hari ini, bahkan menjadi sebuah komunitas intelektual muslim paling lengkap kajian keislamannya. Peluang yang kondusif karena dukungan kampus, telah menggairahkan para mahasiswa IAIN untuk mengkaji berbagai pemikiran berkaitan dengan mempribumisasikan Islam dalam masyarakat Indonesia yang 69
sebagian besar telah menganut Islam. Oleh karenanya kegiatan membaca, diskusi dan menulis menjadi rutinitas dalam komunitas intelektual mahasiswa Ciputat, dan akhinrya lahirlah berbagai macam kelompok studi yang salah satunya adalah Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), Respondio dan Kelompok Studi Ciputat (KSC) yang pada setiap kesempatan mengadakan diskusi-diskusi internal maupun eksternal. Kerjasama antar intelektual itu telah melahirkan ide pembentukan forum bersama yang perhatian khusus terhadap pengembangan intelektual dan tulis-menulis. Akhirnya disepakatilah pendirian sebuah wadah/forum yang menekankan pada program diskusi, menulis dan menerjemahkan teks-teks yang mempunyai corak transformatif, yang salah satunya adalah Forum Mahasiwa Ciputat ini dan disingkat Formaci. Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) didirikan pada tahun 1986, dipelopori oleh Ihsan Ali-Fauzi, Ali Munhanif, Arief Subhan, Saiful Mujani, Hendro Prasetyo dan Budhy Munawar Rahman. Bagi mereka marjinalitas gerakan mahasiswa yang diakibatkan sikap represif pemerintah membuat perlunya dikembangkan tradisi intelektual dalam kelompok studi. Berdirinya Formaci tidak terlepas dari pengaruh pemikiran yang berkembang di IAIN maupun lembagalembaga kemahasis waan yang ada di sekitarnya pada saat itu. Formaci sendiri lahir dilatarbelakangi oleh sebuah proses pergumulan mahasiswa-mahasiswa Ciputat yang merasa ”terpasung” dengan kondisi lingkungannya. Wacana yang diajarkan di IAIN (sekarang UIN) pada saat itu dirasakan bagi para pendiri Formaci hanya berkutat pada wacana keislaman klasik dan bersifat normatif, seperti masalah halal-haram, fiqh Islam seperti potong tangan (qishas), dan sebagainya, sehingga
70
menurut pandangan para pendiri Formaci, Islam tidak dapat menjawab tantangan realitas sosial yang ada dengan menganalisis secara realistis. Salah satu organisasi yang cukup berpengaruh terhadap Formaci adalah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Ciputat. Sebagian aktivis HMI berpandangan bahwa HMI selama ini sudah muai terlalu berkutat dengan wacana politik, bahkan sampai pada tahapan politik peraktis di tingkat elit HMI dan mengesampingkan sisi inteltkual yang menjadi concern HMI sejak didirikannya. Oleh karena itu harus dibentuk saluran baru yang lebih produktif dalam pemikiran Islam dan bersifat intelektual minded yang menampung aspirasi semua madzhab pemikiran keislaman. Dengan saluran baru itu diharapkan, insan akademis yang dimiliki HMI juga tersalurkan secara baik tanpa disedot perhatiannya terhadap persoalan politik semata. Saluran barupun terbentuk dan mengakomodir seluruh pemikiran dan bersifat terbuka untuk kritik demi kemajuan kelompok studi itu. Dalam menunjang produktifitas kelompok studi Formaci tersebut, para anggota Formaci melakukan beberapa kegiatan, yakni (1) publikasi; (2) dokumentasi (tulisan dari para anggota Formaci yang dimuat di media massa, atau makalah/tulisan yang dipresentasikan dalam kegiatan forum); (3) penelitian (misalnya, pendataan tesis yang dipandang bagus dan bukubuku cendekiawan); (4) kegiatan perpustakaan (mencari penambahan buku-buku ke lembaga luar. B. Program-program dan Kepengurusan Formaci Kajian-kajian kelompok studi Formaci ini menitikberatkan pada studi Islam, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial. Kajian-kajian ini merupakan program yang diemban Formaci. Kajian terhadap studi Islam, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial tersebut tidak dijadwalkan secara teratur, tetapi tergantung dari kebutuhan dan usulan dari para anggota 71
Formaci dengan model. Model-model kajian yang ada di Formaci adalah sebagai berikut: 1. Semi Kursus Program diskusi semi kursus mengandalkan adanya tutor. Fungsi tutor ini adalah mengantarkan dan mengarahkan diskusi. Tutor ini diharapkan dari para anggota Formaci yang sudah pernah atau sempat lebih dahulu belajar. Sementara peserta baru juga tetap bertugas mempresentasi hasil bacaannya. Dengan begitu tutor dapat memberikan suasana lebih menarik. Diskusi seperti ini dilakukan dua kali dalam seminggu. 2. Stadium General Stadium general dilakukan sebagai sarana sharing gagasan dengan tokoh-tokoh tertentu. Stadium general ini dilakukan sekurang-kurangnya satu kali setiap bulan. Materinya direncanakan sekaligus sesuai kebutuhan para anggota Formaci maupun tergantung kepada isu yang berkembang di masyarakat. Stadium general ini sangat diperlukan bagi Formaci, karena untuk membina hubungan baik dengan tokoh-tokoh tertentu, menggali wawasan mereka, dan dapat menjadi ajang seleksi intelektual para aktifis. 3. Diskusi Hasil Riset Diskusi ini mengandalkan para anggota Formaci yang mau menulis makalah hasil riset. Topik-topik riset diharapkan berkaitan dengan studi-studi Islam, baik pemikiran maupun masyarakatnya. Diskusi hasil riset mengundang tokoh yang berminat di bidang tersebut. Diskusi ini dilakukan dalam kurun saat dua atau tiga bulanan. Diskusi hasil riset ini penting bagi Formaci sebagai latihan studi-studi empirik. Makalah-makalah hasil riset ini dipublikasikan yang sekaligus juga menjadi alat sosialisasi gagasan Formaci.
72
4. Seminar Seminar mengundang para ahli dalam bidangnya. Tematema dalam seminar itu dibuat sesuai dengan minat dan kebutuhan para anggota Formaci. Pengadaan seminar ini memerlukan perencanaan yang cukup serius dan proses yang relatif panjang. Pendanaan seminar dilakukan dengan cara memakai sponsor atau instansi yang tertarik mengenai seminar itu. Seminar diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun. Dalam menunjang dana yang dibutuhkan Formaci, para anggotanya melakukan beberapa cara: Pertama, ’’Zakat” dari para anggota dengan memberikan kesempatan terlibat dalam suatu proyek (misalnya dari CIDES, Mizan, LSAF, ICMI, dan sebagainya). Beberapa anggota yang aktif menulis di berbagai jurnal, seperti Ulumul Qur’an yang diterbitkan LSAF, maupun kerjasama dengan lembaga-lembaga semacam CIDES, ICMI, dan sebagainya agar menyumbangkan sebagian keuntungan yang diperolehnya kepada Formaci. Selain itu Formaci juga mendapatkan dana dari proyek-proyek yang didapat dari para seniornya. Misalnya, Saiful Muzani sebagai senior Formaci yang sekarang ini menjadi dosen UIN dan peneliti pada beberapa lembaga penelitian seperti LSI (Lembaga Survey Indonesia) dan Freedom Institute sering memberi proyek-proyek penelitian kepada anggota Formaci. Oleh karena itu para anggota Formaci mendapat ilmu dan pengalaman, serta tentunya honor dari penelitian tersebut yang kemudian sebagian honor itu disumbangkan kepada Formaci. Kedua, mengadakan proyek yang dapat memberikan pemasukan keuangan, misalnya penerbitan buku, seminar, penulisan otobiografi cendekiawan muslim, penelitian tulisan cendekiawan Indonesia untuk diterbitkan, penerjemahan 73
buku-buku, pendataan pemilikan buku-buku Islam cendekia wan Jakarta dan sekitarnya. Para anggota menetapkan persyaratan untuk menjadi anggota, anggota harus berlatar belakang sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang diterima tidak hanya berasal dari UIN, tetapi juga universitas lainnya. Pengkaderan dilakukan oleh Formaci dalam ruang lingkup yang lebih luas dan metode yang lebih menarik. C. Pemikiran dan Tindakan Kontroversi Formaci Dalam setiap organisasi, tentunya mempunyai karakteristik tersendiri, baik dari segi pemikiran maupun dari segi aksi. Seperti halnya Formaci yang memberikan penilaian di mata masyarakat yang banyak menimbulkan asumsi dan dianggap kontroversi, antara lain: 1. Demonstrasi menentang kewajiban berjilbab bagi dosen dan mahasiswa UIN pada tahun 1994, ini terjadi karena terdapat dosen tamu di UIN yang beragama Kristen diwajibkan untuk mengenakan jilbab ketika mengajar. 2. Menjadi saksi nikah beda agama, hal ini sering dilakukan hingga kini oleh para anggota Formaci dengan alasan atas dasar kemanusiaan. Seseorang yang sudah pacaran 5 tahun kemudian mau menikah terhalang oleh perbedaan Agama, memberi arti bahwa agama hanyalah sebagai penghalang bagi terlaksananya niat baik dua insan untuk membangun rumah tangga. 3. Demonstrasi di Polda untuk membebaskan Lia Aminuddin dari jeratan hukum, demi menghormati kebebasan berfikir dan kebebasan berpendapat. D. Formaci dalam Konteks Intelektual Watak liberal komunitas intelektual Ciputat ini sudah mengakar, sehingga memunculkan pemahaman keagamaan dan sosial yang diberi istilah ”mazhab Ciputat”. Salah satu pelopor ide atau gagasan keislaman dan keagamaan yang 74
”segar” adalah Nurcholis Madjid, sejak masih menjadi mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah. Nurcholis Madjid dikenal sebagai cendekiawan Muslim yang kritis terhadap berbagai permasalahan sosial keagamaan dan telah mensosialisasikan ide-ide pembaharuannya sejak menjadi tokoh mahasiswa dan aktifis HMI. Pada tahun 1984 muncul kelompok diskusi mahasiswa secara nasional di Jakarta dan Yogyakarta. Aktifis mahasiswa tidak hanya aktif di kegiatan ekstra kampus seperti HMI, IMM, PMII tetapi ditandai dengan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa gelintir orang untuk mendiskusikan berbagai topik secara umum. Iklim tersebut memunculkan semangat mahasiswa di Ciputat untuk mendirikan kelompok studi. Kelompok studi yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh gelombang diskusi di luar IAIN dengan filsafat dan ilmu-ilmu sosial serta isu-isu di media sebagai kajian rutin diskusi. E. Kesimpulan Kemunculan intelektual muda Muslim di Indonesia menumbuhkan harapan berkembangnya kembali tradisitradisi pemikiran Islam yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman. Keberadaannya diharapkan dapat mempercepat perubahan cara berpikir umat Islam yang selama ini sudah jumud. Formaci beranggapan bahwa kebangkitan Islam tidak akan terjadi hanya dengan membangkitkan tradisi, namun harus mengadaptasikannya dengan modernitas. Usaha adaptasi itu dilakukan dengan membaca dan memahami kembali ajaran-ajaran Islam melalui sudut pandang modernitas. Terciptanya keberagamaan yang beragam serta implikasi dari kebebasan berfikir, bersikap dan berprilaku pada anggota Formaci, mengakibatkan hubungan dengan masyarakat luas menjadi tidak harmonis. Pemahaman keislaman tidak sejalan 75
dengan meanstreim. Mereka terkonsentrasi pada gagasan keislaman bernuansa kedamaian dan keadaban, terutama dalam konteks menafsirkan ajaran keislaman yang inklusif dan pluralis. Pembelaan terhadap kaum lemah kurang diangkat ke permukaan sehingga menimbulkan antipati terhadap isu-isu pembaharuan. F. Rekomendasi Dalam rangka pengembangan wacana Islam liberal yang proporsional, kalangan penggerak wacana liberal tampaknya harus menemukan strategi yang tepat agar tidak terkesan kemunculan wacana liberalisme dalam Islam hanya sebagai counter terhadap gerakan-gerakan fundamentalisme. Kaum elit, akademisi, dan peneliti sebagai pengusung wacana Islam liberal harus dapat mensosialisasikan gagasangagasannya dan mengimplementasikan keinginan-keinginan kalangan masyarakat bawah agar tidak timbul asumsi-asumsi negatif yang justru menjadi boomerang bagi pengusung wacana liberal tersebut.
76
11. Pemikiran Islam Imam Ghazali Said di Surabaya Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2008 Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
A. Latar Belakang
P
emikiran Islam liberal memiliki kekuatan pengaruh kuat di Indonesia, pada dasarnya dapat dilacak sejak muncul nya gerakan keagamaan alumni pendidikan Timur Tengah awal abad ke 20. Mereka “menggebrak” kebekuan intelektual muslim Indonesia masa itu dalam memahami Islam. Dipengaruhi Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla dan menjadi panutan intelektual muslim. Sepulang dari Timur Tengah, mereka mendirikan Al Irsyad, Muhammadiyah, Persis, Sumatra Tawalib, sebagai media pembaharuan Islam. Tidaklah dapat dibayangkan, bagaimana jika tidak muncul organisasi pembaharu yang menjadi pembuka jalan bagi kegairahan intelektual muslim Indonesia saat itu. Ketika Nurcholish Madjid pulang dari Cichago, membuat pengagumnya kecewa, karena tidak seperti M. Natsir yang diidam-idamkannya. Nurcholish malah mengambil jalan lain, sebagaimana Wahib dan kawan-kawan lainnya lalui. Gerakan pemikiran Islamnya mendapat sambutan hangat dari kaum intelektual muda muslim (1970an), terutama aktifis HMI dan menyebut sebagai Neomodernisme. Nurcholish dan kawan-kawan masih tetap berpijak pada kitab-kitab klasik, tetapi memahaminya dengan pendekatan pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla. Pikiran-pikirannya melalui pendekatan kontekstual mencerminkan usaha yang keras agar Islam dapat membumi atau “mengIndonesia”. Pendekatan ini sebagai cara menanggapi tantangan dan peluang modernitas yang sedang
77
berlangsung. Pemikiran neo-modernisme meninggalkan pemikiran keterlibatan Islam dengan politik praktis, karena dianggap melahirkan ketegangan sosial di masyarakat dan polarisasi ber dasarkan aliran keagamaan. Proses pembaharuan secara keseluruhan telah mengubah pemikiran keagamaan masyarakat secara signifikan, apalagi prosesnya didukung kekuatan semangat modernisasi dan globalisasi. Dalam dinamika itu, yang diuntungkan adalah kelompok tradisional yang sedang menyusun paradigma baru dalam memahami agama secara sosiologis. Sementara sebagian besar pemikir Islam modernis secara bersamaan telah mempunyai cara pandang yang sama dalam memahami agama, meskipun sebagian elemen (Masyumi), terperangkap dalam konservatisme baru. Menurut Ghazali Said, para pembaharu berpandangan bahwa penafsiran ulang terhadap agama harus terus dilakukan agar tetap sesuai dengan pesan agama sendiri. Dengan itu, maka teks-teks suci tidak kehilangan konteks di masa kini, karena pola penafsiran lama dan adagium lama mengakibatkan terjadinya sakralisasi teks-teks, kemandegan intelektual dan kehilangan konteks. B. Pemikiran Islam Liberal Imam Ghazali Said 1. Pandangan tentang Kebebasan Berpikir Dalam hal kebebasan berpikir dan penggunaan akal ini Imam Ghazali Said menyatakan bahwa; “Bagi kita, tidak ada alasan yang kuat bagi manusia untuk takut berpikir, dan tidak ada alasan yang dibenarkan untuk mengekang kebebasan berpikir atas dasar apapun, bahkan kalaupun ia mengklaim atas nama Tuhan, Nabi dan Kitab Suci. Bukankah akal adalah pemberian Tuhan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya? Bukankah akal dan fikiran itu 78
diciptakan oleh Tuhan untuk manusia? Bukankah dunia ini milik manusia yang sudah diserahkan oleh Tuhan beserta hukum-hukumnya yang disebut dengan sunatullah? Bukan kah aktivitas berpikir itu merupakan hak asasi manusia? Bukankah berpikir dan menggunakan akal adalah prasyarat di mana manusia dapat berkreasi? Bukankah aktivitas berpi kir dan penggunaan akal merupakan prasayarat manusia men jadi khalifah? Bukankah berpikir adalah apa yang telah ditem puh Ibrahim ketika menemukan Tuhan, yang dilakukan Isa ketika memberontak terhadap penjaga-penjaga bait Allah di kalangan orang Yahudi, juga dilakukan Muhammad ketika menganalisis relasi sosial atas hegemoni orang-orang kaya dan bangsawan Quraisy terhadap masyarakat Arab jahiliah? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat relevan ketika kita meng hendaki dapat membongkar tradisi pemikiran dan pema haman teks suci. Kebebasan berpikir dan menggunakan akal tidaklah dapat dibatasi atas nama apapun, sebab kebebasan berfikir dan menggunakan akal adalah prasayarat lahirnya dinamika yang unik dalam kehidupan manusia. Di atas segala-galanya, kebebasan berfikir dan akal dengan segala konsekuensinya sebagai hasil proses berfikir dan penggunaan akal, bukanlah tindakan kriminal yang harus dihakimi ramairamai atas nama agama, atas nama Tuhan, kitab suci dan apalagi oleh sekedar atas nama para penjaga moral”. Kebebasan berpikir atau liberalisasi pemikiran yang salah kaprah di kalangan muslim dewasa ini pada dasarnya karena kurang nyambungnya antara pemikiran para pemikir sendiri dengan media massa. Sementara itu media massa merupakan ujung tombak dalam menyebarkan semua ide, sehingga pemahamannya tentang produk pemikiran yang dipandang liberal, terjadi error di kalangan media massa. Distorsi itu berakibat substansi dari para pemikir, terbuang dan terhalangi oleh nafsu menghukum para pemikir sebagai 79
liberal dan sesat. Media dengan mudahnya menyebarkan kepada publik bahwa seseorang merupakan penganut paham liberal tanpa tanda kutip, bahkan membombardir pikiran pembaca dan pamiarsa secara intensif dengan artikel-artikel atau pemberitaan yang telah didistorsi dari makna yang substansial. Kasus pengadilan Cak Nur, di berbagai event seminar di tanah air selama hampir tiga dasawarsa secara terus menerus tanpa dihadiri oleh Cak Nur dan memberikan kesempatan kepadanya untuk menjelaskan semua tulisannya, adalah sebuah ironi yang meyedihkan bagi jagat intelektual Indonesia. Cara-cara seperti itu tidak fair, karena mereka hanya tahu judul-judulnya belaka, kemudian berlagak tahu seperti Tuhan dan dapat menghakimi produk pikiran orang yang berbeda dengan penuh kedengkian dengan cap sebagai sesat dan liberal. Kasus yang menimpa Cak Nur ini ternyata juga menimpa para pemikir-pemikir Islam kelas satu lainnya di negeri ini. 2. Kepercayaan terhadap Potensi Akal manusia Dalam teks suci Islam sesungguhnya banyak keterangan yang mendorong umat manusia untuk selalu berpikir dan menggunakan akalnya dengan sebaik-baiknya, agar dapat membedakan diri dengan makhluk lain, seperti binatang dan malaikat. Manusia dengan potensi akalnya yang sehat dan digunakan secara sehat, sesungguhnya mempunyai potensi dapat melihat suatu kebenaran, meskipun relatif. Namun demikian, relatif di sini tidak dimaksudkan sebagai benarbenar untung-untungan, tetapi telah melalui proses dan persyaratan-persyaratan cara berfikir yang benar, sehingga kemampuan menyusun logika dapat diandalkan. Sesungguh nya pembatasan dalam memanfaatkan akal dan pikiran yang potensial ini, sesungguhnya tidak perlu. Yang perlu digaris bawahi, utamanya kaum muslim, tidak boleh terjebak dengan
80
batasan-batasan seperti adagium-adagium tanpa ada yang mengkritik. Menurutnya banyak alasan dapat diajukan di sini bahwa penggunaan akal dan pikiran itu tidak perlu dibatasi, dengan menyatakan bahwa: “Akal adalah ciptaan Tuhan juga”. Sebagai ciptaan Tuhan, maka tidak mungkin Tuhan takut dengan ciptaanNya sendiri. Tuhan bukan maha penakut, sebagaimana kaum ulama penjaga moral, tetapi Tuhan justru memerintahkan manusia “berfikirlah …..”, “renungkanlah …..”, “apakah engkau tidak berakal…….”, “sebagai tanda bagi orang-orang yang berpikir” dan seterusnya. Tuhan benar-benar tidak takut dengan aktivitas berpikir dan berakal manusia dengan potensinya yang unik. Mereka yang mengatakan aktivitas akal harus dibatasi, sesungguhnya mereka tidak memahami bahwa “berpikirlah….” Sesungguhnya bermakna “rasionalkan”, “bermainlah logika” dan kebebasan berpikir, “apakah engkau tidak berpikir….”, berarti “gunakan akalmu”. 3. Pandangan tentang Qadha dan Qadhar Pandangan tentang keyakinan terhadap qadha dan qadar agaknya cukup kontras. Dalam hal ini, Imam Ghazali Said, misalnya, mempertanyakan mengenai apakah rezeki ditentukan Tuhan, ataukah sebenarnya rezeki ditentukan oleh menaknisme hukum alam di dalam sebuah relasi sosial. Dia percaya bahwa seluruh alam dan seisinya ini sudah diciptakan oleh Tuhan dan diperuntukkan manusia, itulah takdirnya. Tetapi kalau si fulan atau si fulanah kaya atau miskin jelas bukan urusan Tuhan, tetapi ada mekanisme yang harus dilewati dan syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi kaya atau miskin. Seorang pedagang bakso dan bakmi keliling, pedagang gorengan atau asongan, jelas tidak masuk akal jika bisa kaya, kecuali mempunyai relasi sosial yang luas, meskipun ia berangkat pagi gelap sampai sore 81
gelap sekalipun. Seorang master yang mengajar honorer di sebuah sekolah miskin, jelas tidak mungkin bisa kaya, kalau tidak mendapat rizki nomplok yang tidak ada kaitannya dengan profesi dia mengajar, walaupun ia sangat rajin masuk pagi dan pulang sore. Oleh karena itu, Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau tidak kaum itu sendiri berusaha mengubah nasibnya, jelas sangat logis. Dari itulah manusia wajib berusaha agar dapat mengubah nasibnya yang miskin menjadi kaya atau setidaknya cukup, tergantung kemaunnya. 4. Pandangan tentang Cara Memahami Agama Imam Ghazali Said mengatakan bahwa dalam memaha mi agama itu sesungguhnya ada dua cara, yaitu tekstual dan kontekstual. Memahami secara tekstual adalah memahami agama sebagaimana adanya dalam nash Al-Qur’an dan hadis. Bagaimana terjemahannya, seperti itu pula melaksanakannya tidak kurang tidak lebih. Pandangan seperti ini, menurutnya dianut oleh kelompok yang saat ini sering disebut sebagai kelompok salafi, yang memahami agama dengan cara salafusshalih. Bagaimana manusia sekarang mengetahui manusia dahulu memahami agama, kalau tanpa interpretasi terhadap karyanya. Sementara itu interpretasi itu sendiri jelas relatif kebenarannya dan belum tentu interpretasi yang dilakukan sekarang itu persis dengan yang dimaksud dari para penulis masa lampau. Oleh karena itu, memahami Islam secara kontekstual adalah keharusan agar Islam tidak tenggelam ditekan oleh masa karena berlawanan dengan paradigma berpikir modern. 5. Pandangan tentang Teologi Pluralisme Agama Akhir-akhir ini, Islam seringkali dikaitkan dengan isu terorisme, padahal Islam dikenal sebagai agama yang sangat
82
menghargai keyakinan umat lain. Konsep “Lakum dinukum waliyadien”, bagimu agamu dan bagi agamaku adalah sebuah pesan yang benar-benar jelas nashnya dalam Al-Qur’an. Di dalam nash Al-Qur’an maupun hadits dengan sangat mudah ditemukan ajaran yang menjelaskan bahwa Islam itu cinta perdamaian, pembawa berkah bagi semua atau sering disebut dengan rahmatan lil’alamin, pembawa ajaran kasih sayang dan menghargai seluruh umat manusia. Islam sebagai institusi agama secara normatif jelas tidak dapat dikatakan atau bahkan dikaitkan dengan terorisme dari sudut manapun. Islam tidak mengenal diskriminasi. Bahkan Islam merupakan sebuah agama yang benar-benar memperjuangkan kaum lemah, kaum tertindas dan pembebas atas kebodohan dan keterbelakangan. Bahkan dengan sesama Islam sekalipun, mereka sering kali saling bermusuhan dan saling menghujat. Akhirnya dengan terpaksa bahasa klise sebagai bentuk apologia terus terjadi di kalangan umat Islam, karena faktanya bahwa kebanyakan umat Islam itu kurang toleran dan kurang pluralis, jauh dari semangat toleran dan pluralis seperti dipesankan oleh teks suci. 6. Pandangan tentang Negara Demokrasi Realitas bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, maka harus disikapi secara benar sehingga pengelo laan negara dapat dilaksanakan secara baik dan dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang hidup di bumi pertiwi Indonesia. Piagam Madinah memberi contoh yang sangat konkret, bagaimana seorang nabi tidak memaksakan kehendaknya saja untuk menjaga dan mengamankan Kota Madinah, tetapi mengumpulkan semua suku dan pemeluk agama yang ada di Kota Madinah. Kesepakatan mengelola kota harus dibuat sedemikian rupa, sehingga semua merasa mempunyai tanggungjawab terhadap keamanan dan kedamaian bagi para
83
penghuninya. Apa bedanya dengan bangsa Indonesia berkumpul dalam Sumpah Pemuda kemudian dilanjutkan proklamasi kemerdekaan dengan dasar negara Pancasila. Silahkan saja bagi mereka yang mengatakan bahwa itu sebagai suatu pukulan politik dan ideologis bagi umat Islam. Masyarakat sebagaimana dibangun oleh Nabi di Madinah itulah yang sebenarnya diidam-idamkan para reformis Indonesia dari sebelum 1998 maupun sesudahnya, yang sering disebut dengan “masyarakat madani” yang dalam khasanah ilmu politik disebut dengan civil society (masyarakat warga). kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hanya itu cara yang menyadarkan semua warga negara agar mempunyai tanggungjawab dalam memperbaiki kondisi bangsa yang carut marut ini. 7. Pandangan tentang Perlindungan Minoritas Dimanapun di dunia ini, selalu ada kelompok mayoritas dan minoritas, apakah itu mayoritas di bidang ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan agama. Pertanyaannya, apakah perlu perlindungan terhadap kelompok minoritas. Menurutnya, seandainya kondisi sosial masyarakat ini dalam keadaan normal, tidak perlu bicara tentang perlindungan. Masalahnya adalah bahwa kondisi sosial masyarakat kita ini tidak normal, sehingga ada kelompok-kelompok yang tersing kir dari dinamika sosial. Dalam bidang ekonomi misalnya, mayoritas bangsa kita (pribumi) merupakan kelompok yang termarjinalkan oleh dinamika ekonomi sepanjang masa, sejak negara ini dijajah bangsa asing. C. Penutup 1. Kesimpulan Tidak dapat dimungkiri, bahwa munculnya neo modernis me dan kemudian lebih sering disebut sebagai Islam liberal 84
merupakan sebagai upaya keras dari para pemikir muslim untuk membumikan Islam dalam arti seutuhnya di tanah air ini. Kalangan intelektual berlatar belakang muslim tradisio nal, yang memang mempunyai kelebihan dalam memahami teks-teks klasik, akhirnya nampak mendominasi wacana keagamaan di jagat intelektual Indonesia. Sementara itu, sebagian intelektual muslim modernis, yang memang sudah lama terbiasa berfikir modern hampir-hampir merasa surprise, bahwa akhirnya apa yang diupayakan oleh para pendahulu di awal abad 20 semakin memperlihatkan hasilnya. Sayangnya, sebagian intelektual modernis, malah terjebak dalam konservatisme baru. 2. Saran Dari dua kutub besar dalam cara memandang ajaran agama Islam yang disepakati sebagai rahmatan lil’alamin, sebaiknya segera bertemu dalam suatu forum terbuka. Dengan demikian dapat saling memahami posisinya masingmasing dalam memahami agama. Teks suci memang sama, tetapi penafsiran sangat mungkin berbeda, karena otak dan akal manusia bukanlah layaknya seperti mesin fotocopi yang dapat mencetak dengan hasil yang sama.
85
86
12. Gerakan Paham Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Kasus Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat) di Kota Bandung Peneliti: Eko Aliroso, 2007 Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso
A. Latar Belakang Masalah
P
aham Keagamaan Islam Liberal, sesungguhnya kelanjutan logis dari gerakan alumni pendidikan dari Timur Tengah yang menginginkan pembaharuan dan pencerahan pemikiran Islam di Indonesia. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla menjadi obor motivasi untuk mencair kan kebekuan intelektual kalangan muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia mereka mendirikan Muhammadiyah, Al Irsyad, PERSIS, dan Sumatera Tawalib, dan para pendukung gerakan ini disebut sebagai Islam modernis. Melalui perjalanan waktu, rupanya Gerakan pembaharuan terus berjalan hingga kini dan proses tersebut secara keseluruhan mampu merubah secara signifikan dinamika pemikiran keagamaan dalam kehidupan beragama masyarakat perkotaan. Di Kota Bandung, para anggota Muhammadiyah memben tuk sebuah lembaga yang disebut Lembaga Studi dan Transfor masi Masyarakat (LETSFORM) yang mirip dengan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) di Jakarta. Lembaga ini merupakan wadah kaum muda Muhammadiyah untuk menyalurkan aspirasi keagamaan secara ilmiah dan terbimbing. Apapun bentuk dari produk pemikiran Islam yang dipandang sebagai liberal begitu niscaya untuk dikaji. Dengan kajian itu dapat diketahui masalah apa saja sebenarnya yang menjadi fokus kajian dari
87
para pendukung gerakan pemikiran Islam Liberal. Oleh karena itu, konteks penelitian yang dilakukan, berfokus pada lembaga dan produk penafsiran keagamaan liberal. B. Temuan Lapangan 1. Pemikiran Liberal Masyarakat Perkotaan Pada masyarakat perkotaan, terutama kaum intelektualnya, kebebasan melakukan apresiasi dan interpretasi terhadap dogma yang diterima sealama ini, menjadi pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh mereka yang sepaham dengannya. Pemikiran liberal atau setengah liberal tersebut kini cukup banyak jumlahnya di masyarakat perkotaan walaupun tidak terlembaga. Salah satu contoh dari hasil wawancara dengan seorang tokoh (yang tidak mau dibutkan namanya) berpendapat, bahwa kebebasan berpen dapat mutlak dilakukan karena kebenaran tidak selamanya ada dalam kelompok mayoritas atau kelompok minoritas, demikian surga bukan milik Islam, Yahudi dan Nashara saja, namun setiap orang baik laki-laki maupun perempuan porsinya sama, yaitu mereka yang beriman kepada Allah SWT, Iman terhadap hari pembalasan dan beramal shaleh niscaya masuk surga. Salah satu tokoh Islam modernis di kota Bandung berpen dapat bahwa semua agama itu kembali kepada Allah, baik itu Islam, Nasrani, Yahudi, Hindu dan Budha, karena disinilah tugas dan wewenang Tuhan untuk menyelesaikan perbedaan agama, dan manusia tidak boleh mengambil alih Tuhan untuk menye lesaikan perbedaan-perbedaan agama dengan cara apapun terma suk dengan fatwa. Demikian pula dari hasil wawancara dengan seorang perempuan aktivis kampus memberikan pendapatnya bahwa selama ini AlQur’an dan sumber-sumber lainnya secara sistematis telah
88
salah ditafsirkan dalam persoalan mengenai kedudukan dan hak-hak perempuan. 2. Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat Ketika keberadaan organisasi Muhammadiyah di Indonesia telah mapan, maka dibentuklah wadah otonom. Salah satunya adalah Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat (Letsform) Bandung. Lembaga ini didirikan oleh kalangan generasi muda Muhammadiyah. Menurutnya, merasa perlu melakukan revitali sasi tarjih (gerakan) yang diharapkan dapat menampung berbagai ide dan pemikiranpemikiran alternatif sekaligus solusi. C. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Fenomena pemahaman liberal tentang Islam dalam masyarakat perkotaan mendapat respon yang beragam. b. Kajian yang dilakukan Letsform cenderung kepada implementasi nilai dasar dalam wilayah amaliah praktis mengenai keyakinan, ritualitas, demokrasi, hak–hak wanita, kebebasan berpikir, kepercayaan potensi akal manusia. c. Sosialisasi pemikiran keagamaan Letsform menggunakan metode melibatkan tokoh agama atau yang mewakili peng urus dari organisasi Islam di luar Muhammadiyah. d. Respon pemuka agama maupun pemerintah umumnya baik atas produk pemikiran yang dihasilkan Letsform dan ikut membantu menghindarkan konflik di masyarakat menyangkut pemahaman keagamaan yang bersifat khilafiyah.
89
2. Saran/Rekomendasi a. Seyogyanya Letsform lebih aktif mensosialisasikan produk pemikirannya sampai tingkat kabupaten di luar Kota Bandung dalam upaya menyamakan persepsi tentang pemahaman yang telah disepakati oleh organisasi besar semacam NU, Muhammadiyah, Persis dan lainnya untuk diimplementasikan ketingkat pedesaan yang rawan konflik persoalan khilafiyah. b. Diharapkan hasil pemikiran organisasi semacam Letsform ini, dapat diinventarisasi oleh Kantor wilayah Dep. Agama Provinsi Jawa Barat.
90
13. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Gerakan Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) di Kota Makassar Sulawesi Selatan Peneliti: Umar R Soeroer, 2007 Penulis Naskah Direktori: Imam Syaukani
A. Pendahuluan
I
katan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) adalah sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang didirikan oleh cendekia wan muslim, Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc pada 1 Juli 2000 M/29 Rabiul Awwal 1421 H di Bandung. Berasaskan Islam berdasarkan kecintaan (mahabbah) kepada ahlul bait. Visinya menampilkan gerakan intelektual yang mencerahkan pemikiran Islam dan pembelaan terhadap kaum yang tertindas (mustadh` afin). Misinya adalah menghimpun semua pencinta ahlul bait dari madzhab mana saja mereka berasal. Bersifat independen dan nonsektarian. Berperan untuk membantu pemerintah mewujudkan masyarakat madani yang berkeadilan dan beradab. Tujuannya adalah: Pertama, membangun diri untuk hidup berjamaah dan berimamah serta mengenalkan dan menyebarkan ajaran Islam yang diriwayatkan melalui jalur keluarga Nabi Muhammad Saw (ahlul bait). Kedua, pemberdayaan masyarakat ekonomi kecil dan lemah (mustadh`afin). Ketiga, mengembangkan kajian-kajian spiritual dan intelektual. Keempat, menjalin dan memelihara hubungan baik dengan organisasi sosial-kemasyarakatan, keagamaan serta lembaga kemanusiaan lainnya.
91
B. Temuan Hasil Penelitian Ijabi Sulawesi Selatan menggelar Musyawarah Wilayah I pada bulan November 2000, terpilih saat itu sebagai Ketua Pengurus Wilayah adalah Muhammad Natsir Taraweh (20002005), yang kemudian digantikan oleh Muhammad Abdul Salam (2005-2010). Di tingkat daerah, IJABI Makassar terbentuk pada bulan April 2001 melalui Musyawarah Daerah I, A. Muh. Supriadi terpilih memimpin periode 2001-2005. Pada Musda II (April 2005) diganti Syamsuddin Baharuddin. Basis IJABI di Makassar terdiri dari anak-anak muda yang progresif. Ketertarikan pemuda tersebut tidak terlepas dari persentuhan mereka dengan pemikiran-pemikiran revolusioner Iran seperti Ali Syariati, Thabaththabai, Imam Khomenei yang mereka kaji dalam forum kajian. Buku-buku pemikir Iran yang kebetulan berhaluan ahlulbait (Syiah) yang revolusioner, kritis, dan pluralis. Ketertarikan bertambah ketika beberapa aktivis IJABI mengundang Jalaluddin Rakhmat dalam sebuah seminar untuk menjelaskan tentang ahlulbait. IJABI Makassar dalam melaksanakan program, termasuk kerjasama dengan berbagai lembaga eksternal seperti dengan Universitas Hasanuddin, IAIN Alauddin, PW Nahdlatul Ulama, PW Muhammadiyah, MUI Sulawesi Selatan, Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Makassar (IMMIM), melakukan bakti sosial. Selain itu IJABI membangun kerjasama dengan lembaga sevisi seperti: ICAS Paramadina Jakarta, ICRP Jakarta, LSM OASE Jakarta, The Jalal Center for Englightenment (JCE), Yayasan Muthahhari Bandung, Prophetic Philosophy Center (PPC) Makassar, Akademi Filsafat Lentera (AFL) Makassar dll. Berbagai lapisan masyarakat agar tidak lagi memperten tangkan faham Syiah atau bukan Syiah. Sebagai 92
faham, biarkan saja, masyarakat bisa menerima atau tidak, berkait dengan diben tuknya IJABI. Belum tentu semua anggota IJABI adalah penganut Syiah. Mereka itu kumpulan orang-orang yang mencintai keluarga Rasulullah Saw. Antara Ahlussunnah dan Ahlulbait lebih banyak persamaannya ketimbang perbedaan-perbedaannya. Sedikit perbedaan hanya menyangkut hal yang tidak prinsipil. C. Penutup 1. Kesimpulan Masyarakat hendaknya tidak lagi mempertentangkan faham Syiah atau bukan Syiah. Sebagai faham, biarkan saja, masyarakat bisa menerima atau tidak, berkait dengan dibentuknya ormas ini. 2. Rekomendasi Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan memberikan perhatian dan pembinaan organisasi keagamaan yang baru tumbuh dan berkembang.
93
94
14. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Liberal Masyarakat Perkotaan (Penggerebekan Kantor Fahmina InstituteKota Cirebon Jawa Barat) Peneliti: Muchit A. Karim, 2000 Penulis Naskah Direktori: Muchit A. Karim
A. Latar Belakang
P
erbedaan interpretasi dan ekspresi keagamaan dalam kondisi tertentu dapat menimbulkan munculnya faham keagamaan. Interpretasi atau ekspresi keagamaan dapat ditimbulkan oleh seseorang atau kelompok orang dalam aktualisasinya cenderung mengambil bentuk gerakan keagamaan. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Sejarah Berdiri dan Tokohnya Fahmina Institute didirikan sebagai lembaga nirlaba dan non pemerintah yang bergerak di wilayah kajian agama, sosial dan penguatan masyarakat. Lembaga ini bersifat terbuka, dengan keanggotaan lintas etnis ideologis dan geografis. Berdirinya diawali dari pergumulan anak-anak muda pesantren Kota Cirebon yang memunculkan kesadaran berbagai pihak, untuk mengembangkan tradisi intelektual dan etos sosial pesantren. Berangkat dari pemikiran di atas pada akhir tahun 1999, dibentuklah wadah yang dikenal dengan JILLI (Jaringan Informasi untuk Layanan Lektur Islam) di Kota Cirebon, disamping itu dibentuk juga Bildung yang digagas sebagai basis transformasi intelektual pesantren untuk penguatan sosial. Kedua wadah tersebut melakukan kajian-kajian karya ulama klasik. Bersama forum-forum lain yang tumbuh dan berkembang di Kota Cirebon, wadah ini bersifat terbuka. Seiring dengan perkembangan sosial politik, pendiri lembaga
95
merasa perlu mendirikan wadah yang bertugas mengelola agenda-agenda pengembangan wacana dan tradisi intelektual, penguatan masyarakat serta mendirikan agen-agen perubahan sosial. Pada bulan Nopember 2000 Fahmina Institute didirikan oleh Affandi Mochtar, Marzuki Wahid, Mascin Muhammad dan Faqihuddin Abdul Kodir. Kemudian pada bulan Februari 2001 lembaga tersebut disosialisasikan ke publik serta didaftarkan kepada Akte Notaris Idris Abas, SH, No. 01 tanggal 3 Januari 2003. 2. Visi dan Missi Fahmina Institute mempunyai visi perjuangan mengenai terwujudnya masyarakat sipil yang kritis dalam berfikir, terbuka dalam bersikap, berdaya dalam martabat dan berkeadilan dalam tatanan kehidupan. Dengan keadilan setiap orang akan berdaya dan memiliki kesempatan untuk menjadi kuat, secara politik, sosial maupun budaya. Misi Fahmina Institute adalah mengembangkan dan menyebar luaskan wacana keagamaan kritis, memfasilitasi keberdayaan dan melakukan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas. 3. Organisasi dan Kegiatan Fahmina Institute mempunyai tiga badan yaitu: Dewan kebijakan, Badan Eksekutif dan Staf pelaksana. Dewan kebijakan adalah instansi tertinggi dalam pengambilan keputusan kelembagaan. Kegiatan Fahmina selama hampir lima tahun telah melakukan berbagai kegiatan dalam program pengembangan wacana dan penguatan otonomi komunitas. Program-program tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan berbagai lembaga dan instansi pemerintah meliputi 1) kegiatan penelitian, 2) seminar dan dialog public, 3) pendidikan dan pelatihan.
96
4. Penyegelan Kantor Fahmina Institute Faham dan kegiatan yang dikembangkan tokoh Fahmina Institute memperoleh tanggapan berbagai kalangan. Hal itu terlihat dari adanya ribuan orang yang tergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan partai Islam berunjuk rasa mendukung larangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), Minggu 21 Mei 2005. Aksi diwarnai penyegelan Kantor Fahmina Institute oleh sebagian masyarakat karena dinilai menolak RUU APP. 5. Respon masyarakat dan Ormas Keagamaan. Saling melontar opini antara Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Kota Cirebon dengan Fahmina Institute mengundang keprihatinan banyak pihak. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir. Pengurus DPP HTI Jawa Barat, Arif Rahman Hakim, Ketua HTI Kota Cirebon, Ir. Ahsana Widjatmoko didampingi Humas Hizbut Tahrir Kota Cirebon menyayangkan peristiwa itu. Sesepuh NU Kota Cirebon yang juga pimpinan Pondok Pesantren Kampek Ajip Usman dan intelektual NU Prof. Dr. H. Maskan Muchtar menyayangkan kejadian penyegelan tersebut. Menurut mereka, perbedaan ide-ide dapat diselesaikan dengan dialog dan diskusi, bukan dengan intimidasi dan kekerasan. C. Kesimpulan 1. Masyarakat menilai bahwa Fahmina adalah lembaga yang mengembangkan dan menyebarkan pluralisme agama, sekularisme dan liberalisme. Melalui penerbitan bulletin Jum’at Waraqatul Basyar yang memuat isyu-isyu liberalisme. 2. Respon masyarakat terhadap kelompok diklasifikasikan menjadi dua yaitu respon
ini yang
97
menimbulkan konflik dan menumbuhkan kerukunan.
respon
yang
berpotensi
3. Respon yang berpotensi konflik bisa dilihat pada kasus penyegelan Kantor Fahmina di Jalan Suratno, karena informasi yang menyatakan bahwa orang-orang di Fahmina menolak Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). 4. Respon yang berpotensi kerukunan beberapa tokoh menyayangkan dan merasa prihatin atas kasus penyegelan itu dan tidak setuju bila menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan. Seharusnya perbedaan ide diselesaikan dengan dialog dengan semangat kekeluargaan.
98
15. Gerakan Paham dan Pemikiran Keagamaan Islam Dalah Al-Khairat di Kecamatan Jekulo Jawa Tengah Peneliti: Bashori A. Hakim, 2007 Penulis Naskah Direktori: Muchtar
A. Latar Belakang
P
endiri Dalail al-Khaerat adalah KH. Ahmad Basyir pada tahun 1960 M, di Kecamatan Jekulo (Kudus), ia belajar pada KH Yasin. Disamping belajar dengan KH Yasin ia juga berlajar ilmu agama di pesantren Jawa Timur dan Madura. Setelah cukup dalam menuntut ilmu agama ia kembali ke kampung halamannya dan menyebarkan ajaran Dalaih al-Khairat. Adapun urutan sanad sebagai bentuk pertanggungjawaban disebutkan antara lain KH. Ahmad Basyir dari Syekh KH Yasin dari KH AQmir dari, KH. Mahkfudh Makki dari Syyid abu Bakar Syator dari Al-al Madam dari Sayyid Muhammad al-Mudghari dan seterusnya sampai ke Muallif, Imam Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli. B. Karakteristik Karakteristiknya adalah bersalawat atas nabi Muhammad SAW dan keutamaannya. Menurutnya bersalawat menyebab kan turunnya ampunan terhadap dosadosa yang diperbuat dan menjadi perantara mencapai derajat yang tinggi. Disamping bersalawat juga berzhikir akan dapat meningkatkan keyakinan lahir dan bathin. Di samping itu juga melaksanakan puasa berulang-ulang (senin, kamis dan jumat) dan memperbanyak kebajikan karena pahala dan hidayah Allah. Sebagai rasa takdim dan penghormatan, dibacakan doa dengan bertawasul kepada Nabi Muhammad, pengarang kitab, Syekh Abdul Kadir Jaelani, Imam Madzhab empat dengan diikuti wasilah kepada Ja’far al-Sidik dan Umar Said 99
dst terakhir hingga Syeh Muhammad Amir bin Idris serta para ulamanya. C. Anggota Anggota dari Dalail Al-Khaerat adalah pelajar, mahasiswa, petani, pedagang, ABRI dll di seluruh nusantara jumlah anggota nya diperkirakan 2500 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada piranti pokok yang ada dalam tradisi Dalail alKhairat yaitu adanya faliditas dan kebenaran pengamalan. Di Dalail al-Khairat, yaitu adanya seorang guru, murid, rangkaian sanad ajaran yang jelas alias tersambung sanadnya. D. Pokok Ajaran Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi, seorang guru adalah orang yang telah mencapai derajat paling sempurna dalam syariat Islam dan memiliki beberapa tanggung jawab yang berat diantaranya: 1. Ia harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan kepada muridnya dalam fiqih, akidah, dan tauhid, b. Mengenal secara arif, kesempurnaan hari, adab, penyakit hati dan cara penyembuhannya. c. belas kasihan kepada sesama muslim khusus kepada muridnya sarta kesabaran. d. mampu menyimpan rahasia; e. berbicara yang bersih dari pengaruh hawa nafsu dan keinginan, f. bijaksana, lapang dada, ikhlas dan tidak menerima pujian. Bagi yang akan mengamalkan Dalail al-Khaerat seyogyanya memenuhi beberapa persyaratan sebagai beikut: beragama Islam, dewasa, sehat atau berakal, berkemampuan pisik, telah tamat membaca Al-Quran yang disahkan oleh guru, memiliki izin restu dari orang tua, dan telah mendapat wewenang. Sedangkan sifat-sifat yang harus dihindari adalah hasud. Zuhud sebagai ajaran tahap pertama dalam memasuki dunia tasawuf, terlihat dengan jelas terdapat tradisi Dalail al100
Khairat. Para santri yang akan mengamalkan Dalail terlebih dahulu menata batin dan pikiran untuk menghindari perbuatan tercela. Dimensi sufisme lain adalah taubat. Menurut para sufi, yang menjadi penyebab manusia teralienasi dari Tuhan adalah karena dosa. Manusia adalah suatu yang kotor, sedangkan Allah adalah Maha Suci yang menyukai hal-hal yang bersih. Disamping itu juga Zuhud merupakan ajaran tasawuf yang tidak dapat dipisahkan dari Dalail, dan sabar merupakan kunci yang dapat membuka pintu pertolongan Allah. Hanya melalui latihan rohani dapat bersikap yang melekat pada para pengamal Dalail. Ajaran lainnya adalah wara’, faqr, sabar, dan syukur. E. Kegiatan Fenomena Dalail al-Khaerat yang berada di Kecamatan Jekulo Kudus adalah salah satu pondok pesantren yang tidak dapat dipisahkan dengan Tarekat Dalail al-Khaerat yang memiliki seorang guru yang mampu mentransfer amalan tersebut. Akan tetapi santri terbesar dari pesantren adalah para pengamal Dalail. Sebelum melaksanakan amalan Dalail, ia disarankan untuk melaksanakan puasa 7 hari, nyirih atau tidak makan dan minum dari hal-hal yang bernyawa. Praktik Dalail dapat dilihat pada kegiatan pengkajian atau khataman kitab Dalail. Biasanya dilakukan setiap bulan Ramadhan, khususnya sebagai tanda berakhirnya kajian kitab kuning. Setelah dilakukan pemahaman terhadap kitab Dalail al-Khaerat mulailah dilakukan transfer kewenangan mengamalkan Dalail. Kegiatan ini hanya dilakukan bila ada santri atau orang yang hendak mengamalkannya. Dimulai dengan guru membaca teks-teks yang ada dalam kitab dan para santri yang berminat mengamalkan Dalail mendengar kan dengan seksama. Setelah selesai pembacaan, barulah santri diperbolehkan mengamalkan amalan-amalan Dalail 101
seperti yang tertuang dalam kitab Nail al-Masarrat fi l’ashih Dalail al-Khaerat. F. Tanggapan Masyarakat Tarekat Dalail Al-Khaerat cukup baik dan masyarakat tidak merasa terganggu dengan adanya aktiftas yang dilakukan oleh pondok pesantren yang di dalamnya mengamalkan ajaran Tarekat Dalail Al-Khaerat. Bahkan masyarakat merasa diuntungkan dengan keberadaan pondok pesantren tersebut karena bisa menambah mata pencaharian masyarakat di sekilingnya.
102
16.
Gerakan Paham dan Pemikiran Keagamaan Islam (Gerakan Jama'ah An-Nadzir Di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan) Peneliti: Haidlor Ali Ahmad, 2008 Penulis Naskah Direktori: Ahmad Rosidi
A. Pendahuluan
N
ama An-Nadzir diberikan oleh Syamsuri Madjid (pribadi yang ditokohkan di komunitas ini) yang berarti pemberi peringatan. Sekilas perilaku mereka memang unik, termasuk gaya berbusana. Namun para jamaah di dalamnya menolak dikatakan ikut aliran atau komunitas eksklusif. Seperti umat muslim yang lain, mereka mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Alquran dan Al Hadis.
Ciri fisik mereka adalah rambut mereka pilih berwarna pirang dan jubah warna hitam. Sedangkan wanita mereka memakai jilbab besar, hitam dan kadang-kadang bercadar. Bahkan anak-anak mereka sudah dibiasakan memiliki ciri-ciri sebagaimana orang dewasa mereka. Demikian itu mereka jalani hingga kini. Mereka membangun permukiman di tempat terpencil, tepatnya di tepi Danau Mawang, di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka memilih menetap jauh dari keramaian dengan harapan bisa lebih khusyuk beribadah. Meski hanya 20 kilometer dari Kota Makassar, jalan menuju ke Danau Mawang, daerah permukiman mereka terbilang masih jelek. Meski menetap di lokasi terpencil, jamaah An-Nadzir tetap berinteraksi dengan masyarakat sekitar Kelurahan Mawang, Kecamatan Somba Opu. Mereka juga acuh pada perkembangan teknologi modern, seperti menggunakan HP untuk komunikasi, televisi, mobil pribadi dan bahkan laptopl. Untuk mencari nafkah, jamaah An Nadzir berkebun dan 103
bertani, menggarap lahan seluas dua hektare yang ditanami cabai kecil dan padi. Jamaah An Nadzir tersebar di Makassar, Kabupaten Maros, Kota Palopo, dan Kabupaten Gowa. Selain itu, juga terdapat di Medan (Sumut), Jakarta, dan sebagian kecil di luar negeri. Khusus Gowa, jamaahnya ada 100 kepala keluarga (KK) dengan rata-rata setiap rumah dihuni lima orang. Sehingga keseluruhan jemaah An Nadzir di daerah ini sekitar 500 orang. Komunitasi An-Nadzir mulai berkembang di Indonesia seiring dengan datangnya Kyai Syamsuri Madjid (seorang dai dari Malaysia, namun ia adalah putera Dumai, (Pekanbaru) pada tahun 1998. Ia melakukan perjalanan dakwah ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan. Kedatangan Kyai Syamsuri ini menjadi polemik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan, menyusul kesaksian sejumlah orang yang memandang dia sebagai titisan Kahar Muzakkar, tokoh pejuang Islam Sulawesi Selatan dari DI/TII. Kemampuan intelektual dan wawasan Kyai Syamsuri Madjid yang baik mampu menarik perhatian warga hingga menjadi pengikutnya dan membentuk komunitas An-Nadzir dengan praktek ritual yang disebut dengan latiful akbar. Sebagian pengikutnya bahkan mengakui tokoh ini sebagai Kahar Muzakkar, bahkan Imam Mahdi. Temuan Hasil Kajian a. Sejarah dan Tokoh Sebagaimana dijelaskan di atas, komunitas An-Nadzir mulai tumbuh oleh kehadiran Syamsuri Madjid, akrab dipanggil pengikutnya dengan Abah. Perkembangan semula di Luwu dan Kota Palopo. Ketika tokoh ini meninggal, kegiatan pengikutnya nyaris berhenti dan stagnan. Kelompok ini sempat dilarang oleh Pemda Sulawesi Selatan (lih: 104
Penelitian Balai Litbang Agama tentang Komunias ini di Luwu tahun 2006). Dari Luwu, para pengikutnya lalu pindah dan berkumpul di desa Mawang, tepi danau Mawang. Roda kegiatan jamaah dipegang oleh Daeng Rangka (mereka sebut dengan Panglima). Daeng Rangka adalah putera asli desa Mawang yang menjadi tempat nyaman bagi pengikutnya. Daeng Rangka dikenal sebagai tolo’ (atau orang berani), bahkan disebut sebagai “mantan preman”. Pengikut An-Nadzir beraktivitas tanpa ada tekanan dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal cukup koperatif dan akomodatif pada komunitas ini, bahkan Bupati Gowa sempat meresmikan budidaya ikan mas yang berhasil dikelola olen An-Nadzir. Pertanian mereka juga terbilang maju, hasil perkebunan di atas rata-rata penghasilan petani dari warga desa Mawang umumnya. b. Organisasi dan ajaran-ajarannya Komunitas An-Nadzir mendeklasikan diri sebagai organisasi pada tanggal 8 Februari 2003 di Jakarta dengan nama Yayasan An-Nadzir dengan alamat sekretariat di Komplek Nyiur Melambai, Jakarta Utara. Seperti kebanyakan umat Islam, jamaah An-Nadzir mengisi bulan Ramadan dengan berbagai kegiatan, kecuali salat tarawih berjamaah. Salat sunnah tarawih ditiadakan untuk menghindari menjadi sholat wajib. Alasannya, hal ini sesuai dengan tuntunan Rasul. Demikian itu diungkapkan oleh Ustad Rangka, pimpinan An Nadzir Gowa. Keberadaan An-Nadzir dibilang cukup menghidupkan desa Mawang dan memperbaiki reputasinya, karena telah merubah daerah ini menjadi desa yang aman, damai, produktif di bidang pertanian. Sebelum didiami oleh komunitas An-Nadzir, desa ini dikuasai oleh perampok, bromocorah dan para penjahat yang terkenal di Gowa.
105
Anggota jamaah An-Nadzir dimasukkan dalam 2 kategori besar, yaitu muqim dan non-muqim. Jama’ah muqim yang telah berkeluarga dan kaum perempuan ditempakan di lereng bukit, kampung Batua (wilayah Mawang). Sedangkan laki-laki yang belum keluarga tinggal di kampung-kampung atau pondok dan tempat usaha komunitas An-Nadzir. Jumlah jamaah muqim mencapai 500 orang. Sedangkan jumlah nonmuqim antara lain berasal dari Gowa dan Makassar. Mereka biasanya datang pada hari Jum’at untuk mengerjakan sholat Jum’at dan mendengarkan taushiyah pimpinannya, Daeng Rangka dan Lukman. Mereka kembali ke rumah masingmasing dan tidak diharuskan memiliki ciri fisik seperti yang muqim. Penampilan mereka seperti warga umum. Mengenai kaderisasi dan rekrutmen anggota, mereka tidak menggunakan standar untuk kaderisasi yang baku sebagaimana layaknya organisasi keislaman yang lain. Orang yang masuk dalam An-Nadzir lebih berdasarkan pada pengalaman interaksi dan diskusi dengan komunitas ini. Mereka lebih terbuka, tetapi pasif. Mereka terbuka menerima siapa saja yang berinteraksi dengan mereka, tetapi mereka pasif tidak melakukan ekspansi berdakwah keluar. Kondisi pasif inilah yang dinilai tidak menimbulkan social disorder. Mereka mempercayai kepemimpinan Abah Syamsuri sebagai Imam Besar, dan belum ada yang layak menjadi penggantinya sebagai amir. Imamah menurut An-Nadzir adalah kepemimpinan spiritual, faktor personal menjadi tolok ukur utama. Kriteria imamah adalah; a) mengenal Allah; b) wawasan luas; c) pemberani; d) kuat fisik maupun non-fisik; e) bijaksana. Bai’at merupakan tali penghubung mereka dengan Allah melalui jaminan Imam Besar. Mereka mengklaim sebagai Ahlul Bait, tetapi menolak dikatakan Syi’ah atau bagian dari Sunni. Ahlul Bait menurut mereka adalah 106
melaksanakan sunnah Nabi mulai dari sunnah yang kecil hingga yang besar. Menjadi Ahlul Bait Nabi berarti siap mengikuti Nabi dalam segala hal. Tata cara ibadah mereka banyak hal mengikuti model ibadah kaum Syi’ah. Dan menurut pemimpin mereka, itu wajar karena dianggap sama-sama berjalan pada kebenaran. Mereka memperlambat waktu Dzuhur dan mempercepat Ashar. Begitu pula, waktu Maghrib diperlambat dan waktu Isya dipercepat. Dalam adzan Shubuh, mereka menggunakan “Hayya ‘ala khairil ‘amal” (mari melaksanakan perbuatan baik). Imam Mahdi mereka yakini ada pada sosok Kahar Muzakar dan mewujud dalam Abah Syamsuri Madjid. Dua sosok ini menurut Daeng Rangka telah mengalami 3 kali ghaib. Karena mereka dianggap Imam Mahdi, maka saat ini adalah era akhir zaman. Keselamatan menurut mereka juga akan dialami oleh penganut Kristen dan Yahudi, karena mereka adalah ahlul kitab pengikut Nabi Musa dan Nabi Isa. An-Nadzir dan gerakannya tergolong dalam gerakan revivalisme Islam, yakni golongan yang berusaha menghidupkan dan internalisasi kehidupan Nabi pada saat ini. Gerakan revivalisme berorientas pada kehidupan masa Nabi di semua bidang kehidupan. C. Penutup 1. Kesimpulan Secara teologis, komunitas An-Nadzir tidak masuk kategori aliran sesat. Mereka berbeda cara pandang dengan kehidupan Nabi (pernyataan Ahlul Bait) hingga ditunjukkan dengan ciri-ciri fisik. Mengenai shalat dan zakat, mereka terbilang memiliki cara pandang tersendiri. Gerakan komunitas ini tergolong pasif dan terbuka, terbuka menerima siapa saja yang berinteraksi dengan mereka, tetapi mereka
107
pasif tidak melakukan ekspansi berdakwah keluar. Di bidang ekonomi, mereka tergolong lebih maju dan profesional. Terbukti, dalam bidang pertanian dan perikanan mereka dapat menghasilkan yang lebih dibanding masyarakat lain. 2. Rekomendasi a. Kesaksian pimpinannya yang dapat berkomunikasi dengan Tuhan tentu dapat menimbulkan persoalan di tingkat persoalan, dikhawatirkan pada waktu mendatang akan melakukan ekspansi. Maka, pemerintah dan tokoh agama harus melakukan upaya mencounter gerakan mereka. b. Pemerintah setempat perlu terus melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi sosial sebagai upaya mengontrol gerakaan mereka. c. Pemerintah perlu melakukan perbaikan di bidang pendidikan nasional agar komunitas ini dapat menjawab keraguan mereka tentang pentingnya pendidikan.
108
17.
Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi di Aikmel Lombok Timur Nusa Tenggara Barat) Peneliti: Syuhada Abduh, 2008 Penulis Naskah Direktori: Syuhada Abduh
A. Latar Belakang Penelitian
D
i kabupaten Lombok Timur khususnya di Ke. Aikmel telah berkembang aliran Salafi, kehadirannya mendapat respon yang negatif karena kehidaran aliran/kelompok ini dianggap mempunyai paham yang berbeda dengan paham masyarakat setempat. Untuk mengetahui lebih men dalam tentang aliran salafi di Kec. Aikmel, Kab. Lombok Timur, maka perlu dilakukan penelitian. Oleh karena itu permasalahan yang dikaji : a) Apa yang melatar belakangi lahirnya aliran Salafi di Kecamatan Aikmel, Lombok Timur. b) Siapa tokoh pendiri dan bagaimana kronologi munculnya aliran Salafi.c) Apa paham atau ajaran keagamaan yang dikembangkan, d) Bagaimana respon pemerintah, pemuka agama dan masyarakat setempat. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Latar Belakang Munculnya Aliran Salafi Pada Tahun 1990 TGH.Husni kembali dari Mekah, karena orang tua beliau meninggal. TGH.Husni diminta untuk membina dan mengelola pondok pesantren Jamaludin bersama-sama dengan saudaranya. Mulai saat itulah tiga bersaudara tersebut mengelola pondok pesantren dan dakwah kemana-mana, tiap-tiap kampung dan desa-desa.Saat itu tiga bersaudara cukup baik dan saling mendukung, namun lamakalamaan dakwah TGH.Husni dan TGH. Manar dianggap aneh oleh TGH.Lutfi. Dalam dakwahnya selalu menyatakan
109
bahwa Maulid, Tahlil, Salaman dengan perempuan adalah haram, karena itu bid’ah. Bid’ah adalah dolalah, dolalah adalah neraka. 2. Tokoh Pendiri dan Penerusnya Tokoh Salafi yang pertama kali muncul di Kecamatan Aikmel adalah TGH.Husni dan adiknya TGH.Manar, mereka mengembangkan Salafi begitu rukun dan saling mendukung. Setelah Meninggalnya TGH.Husni tahun 2005, pimpinan Salafi diserahkan kepada TGH.Manar (Adik TGH.Husni. 3. Perkembangan dan Wilayah Persebaran Pengajian TGH.Husni dengan TGH.Manar nampaknya tidak sia-sia dalam waktu kurang lebih 15 tahun, telah banyak kader-kader Salafi yang bermunculan seperti antara lain : H.Muhajir, H.Sofyan, H.Hadi, dan H.Muzamil. Demikian pula masjid-masjid banyak dibangun sampai saat ini tidak kurang dari 23 Masjid Salafi yang berdiri di Kecamatan Aikmel. Bahkan Yayasan Ma’had Imam Muslim ini sudah memiliki SMP dan SMA dengan jumlah guru sebanyak 35 orang, yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.Pendidikan akhir para guru sebagian besar tamatan Timut Tengah, ada juga Ma’had Al Irsyad, LIPIA dan tamatan UNRAM. 4. Pemahaman, Aktivitas dan Kasus yang terjadi a. Pemahaman Terhadap Pokok Ajaran Dalam ensiklopedi Islam dan ensiklopedi Tematis dunia Islam dijelaskan bahwa gerakan pemikiran Islam Salafiah adalah gerakan pemikiran yang berusaha menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni berdasarkan kepada AlQuran dan As-sunnah seperti yang diamalkan oleh para Salaf. Tujuannya agar umat Islam kembali kepada kitab suci Alquran dan Al-Hadist, serta meninggalkan pendapat yang
110
tidak bersumber pada Al-quran dan al-hadist. Selain itu berusaha untuk memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lama yang menyesatkan dan terbebas dari ajara Tasauf, seperti mengkultuskan para ulama, memuja kuburan, para wali, atau melakukan kegiatan yang belum pernah dilakukan oleh Rasulallah saw (Nuhrison M.Nuh, makalah). Bid’ah menurut hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim, Abu Daud dan Ibnu Hanafi, dari Siti Aisyah, Rasulallah saw bersabda yang artinya: Siapa yang mengadaadakan dalam urusan agama hal mana bukan asli ajaran agama maka perbuatan itu tertolak. b. Aktifitas Kegiatan Aktifitas yang dilakukan oleh para kader-kader Salafi baru masih sebatas aktifitas keagamaan seperti: mengelola pondok pesantren, pengajian-pengajian, baik di kampungkampung maupun di desa-desa. Disamping itu mulai merintis di bidang pendidikan yaitu dengan mendirikan SMP dan SMA dibawah Yayasan Mahad Imam Muslim. Sekolah milik Yayasan Mahad Imam Muslim ini cukup disiplin dalam penggunaan waktu, semua santri diwajibkan salat subuh berjamaah di masjid, sarapan pagi santri harus sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan, semua santri diwajibkan salat dzuhur di masijd. Penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Arab setiap hari. c. Kasus yang pernah terjadi. 1. Di Desa Kembang Kerang, sebelum ada salafi masyarakat setempat memiliki tiga buah petak sawah sebagai wakaf, setelah ada kelompok salafi dan merasa memiliki sawah tersebut, mereka meminta bagian.
111
2.
Di Desa Lenek Lanke sebelum ada kelompok salafi masyarakat bersama sama membangun sebuah masjid, setelah ada kelompok salafi mereka tidak mau salat jum’at bersama, mereka ingin membagun masjid sendiri dan meminta bagian masjid yang dulu sama-sama membangunnya.
3. Setelah TGH Husni meninggal pimpinan salafi diserahkan kepada TGH Manar, namun setelah dua tahun berjalan tahu-tahu H. Sofyan menganggap bahwa TGH Manar tidak lagi mengamalkan salafi dengan murni. Hal inilah yang menyebabkan salafi pecah menjadi dua kubu. C. Respon Masyarakat dan Pemerintah 1. Respon Masyarakat dan Tokoh Agama. Munculnya kelompok salafi di Kecamatan Aikmel, ada yang merespon positif tapi ada juga yang merespon negatif, karena kehadiran kelompok salafi ini dianggap mempunyai paham yang berbeda dengan paham masyarakat setempat. TGH Husnudduat beliau pimpinan Pondok Pesantren di Pancor, pernah mukim di Mekah 32 tahun, pemahaman keagaman beliau NU (salah seorang pimpinan NW di Pancor). Menurut penjelasan beliau salafi itu sebenarnya baik, salat jamahnya baik, pengamalan agama mereka baik, tidak ada yang mereka langgar, mereka dalam menyampaikan yang benar, sedang yang lain salah, menurut mereka bid’ah adalah syirik termasuk perayaan Maulid. 2. Respon Pemerintah. Selama ini sikap pemerintah setempat mulai dari tingkat kelurahan/desa, kecamatan termasuk KUA, bersifat menunggu artinya sepanjang salafi itu tidak membuat resah dan mengganggu ketertiban dibiarkan saja, namun apabila
112
ada laporan dari masyarakat pemerintah baru turun tangan turut serta menyelesaikannya, baik sebagai mediator maupun sebagai fasilitator, seperti kasus yang pernah terjadi semuanya diselesaikan melalui KUA dan Camat Aikmel. D. Penutup 1. Kesimpulan a. Munculnya Salafi di Kecamatan Aikmel digerakan atau dimulai dengan kedatangan TGH.Husni dari Timur Tengah pada tahun 1990. Yang bersama-sama dengan saudaranya TGH.Manar mengembangkan paham Salafi. Dalam waktu kurang lebih 15 tahun dapat menghasilkan beberapa kader Salafi dan membangun masjid di wilayah Kecamatan Aikmel sebanyak 23 buah. b. Timbulnya konflik antara salafi dan non salafi adalah karena adanya da’wah melawan arus yang ada,tidak melihat kondisi masyarakat setempat, menyalahkan faham orang lain, mengaku paling benar sendiri. Sedangkan disisi lain masih ada tokoh-tokoh salafi setempat yang belum mengerti betul tentang salafi. 2. Rekomendasi. a. Sebaiknya ada tokoh sebagai mediator dari masing-maing kelompok yang menjelaskan kepada para pengikutnya, sehingga tidak ada lagi yang mengolok-ngolok kelompok lain,juga tidak ada lagi yang menyalahkan bila ada kelompok yang tampil berbeda. b. Hendaknya pejabat Departemen Agama dalam hal ini KUA Kecamatan Aikmel aktif memonitor secara terusmeneus terhadap perkembangan salafi maupun non salafi,guna untuk mengetahui sedini mungkin hal-hal yang akan terjadi,sehingga kerukunan tetap terjaga.
113
114
18.
Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi Radikal Di Kota Batam Kepulauan Riau) Peneliti: Haidlor Ali Ahmad, 2007 Penulis Naskah Direktori: Haidlor Ali Ahmad
A. Pengertian Salaf
M
enurut pengertian bahasa, kata salaf berasal dari kata salafa-yaslufu-salafan, yang artinya: telah lalu. Secara lebih luas, kata as-salaf berarti orang-orang yang telah mendahului, baik bapak, kakek dan seterusnya ke atas atau sanak kerabat yang memiliki kelebihan, baik segi umur maupun keutamaan. Sedangkan menurut istilah, kata salaf, dalam kitab Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Pendapat yang benar dalam semua permasalahan yang diperselisihkan adalah apa yang dipegang oleh para salaf, para sahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik”. Berdasarkan perkataan Syaikhul Islam tersebut, maka yang dimaksud dengan orang-orang salaf menurut istilah adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Orang-orang yang mengikuti manhaj Salaf, terkadang memiliki beberapa sebutan seperti Ghuraba, Ahlu alSunnah wa al-Jamaah, Ahlu al-Atsar, Ahlu al-Haq, Ahlu al-Hadits. B. Duo Salafi di Kota Batam Di Kota Batam terdapat dua kelompok Salafi, yaitu Salafi Radio Hang dan Salafi Eks-Laskar Jihad. Dinamakan Salafi Radio Hang karena kelompok ini dalam menyebarkan ajarannya menggunakan radio, yaitu Radio Hang FM. Kelompok Salafi yang kedua adalah Salafi Eks-Laskar Jihad, yang merupakan pecahan dari Laskar Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib. Kelompok ini memisahkan diri karena
115
merasa bahwa perjuangan Ja’far Umar Thalib tidak sesuai lagi dengan pandangan Salafi. Pusat kegiatannya terletak di Jl. Cendana, Batam sehingga sering disebut Salafi Cendana. Pengikut Salafi Cendana kebanyakan penghuni Perumahan Cendana, Kelurahan Berlian Kec. Batam Kota yang sebagian besar pendatang. Masing-masing kelompok Salafi saling mengklaim bahwa kelompoknya yang lebih melaksanakan ajaran Islam secara murni sedangkan kelompok lain sebagai kelompok Sururi atau Khizby. Mereka juga saling menuduh bahwa kelompok lain dalam berdakwah sering menggunakan bahasa yang keras, menentang amalan-amalan yang mereka pandang bid’ah. Ketika ada sekelompok orang yang membubarkan jamaah yasinan di Batuaji, mereka saling menuduh kelompok Salafi lain yang melakukannya. Salafi Eks-Laskar Jihad menilai orang-orang yang bersikap keras (sindiran terhadap Salafi Radio Hang) adalah orang-orang yang baru belajar, sebaliknya orang-orang yang sudah memahami salaf justru semakin takut untuk menegur orang lain. Sebagai contoh seorang Salafi yang bijak dalam berdakwah, ketika melihat orang yang suka membaca shalawat, pertama yang dilakukan adalah membicarakan hikmah shalawat, selanjutnya dijelaskan, mana shalawat yang termasuk bid’ah dan mana yang sunnah. C. Pembawa Faham Salafi ke Kota Batam Yang menyebarkan faham Salafi di Kota Batam berasal dari Jawa, meski ada pula yang dari Pasundan. Pada umumnya mereka memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi umum, pendidikan keagamaannya kurang memadai. Ustadz Sutarno alumni MAN Mantingan, Mohamad Zen, pemilik Radio Hang, mantan Direktur BPD Riau Cabang Batam, mengaku tidak memiliki latar belakang pendidikan agama, Nur Fakhrudin drop out dari ITB Bandung, 116
demikian pula ustadz-ustadz yang lain umumnya berasal dari perguruan tinggi umum. Mereka mendalami agama melalui majelis-majelis taklim. D. Misi Kaum Salafi 1. Anti Bid’ah Menurut faham Salafi perbuatan yang tidak berdasar Al Qur’an dan Hadits adalah bid’ah dan sesat. Islam sudah sempurna, tidak perlu ditambah-tambah dengan amalanamalan bid’ah. Menurut kalangan salafi kebenaran yang hakiki adalah mengikuti apa yang ditetapkan al-Quran dan hadits. Sebagai contoh, dzikir bersama, padahal Rasulullah tidak pernah melakukannya secara bersama-sama; Adzan bagi kelahiran anak tidak ada dalilnya; Dalam upacara penguburan jenazah tidak ada adzan, talkin dan tidak memakai upacara selamatan 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 40 hari setelah kematian; Pada waktu kelahiran hari ke 7 apabila belum mampu aqiqah bisa dilaksanakan pada hari ke 14, 21 tidak dibatasi waktu, ketika penyembelihan kambing tidak ada acara ritual-ritual yang lain. Pendapat salafi anti bid’ah ini bertentangan dengan tradisi pemerintah yang biasa menyelenggarakan peringatan maulid nabi, isra dan mikraj dan lain-lain. 2. Menghindari Taklid Taklid menurut faham Salafi –adalah tidak ada fanatisme terhadap kelompok atau tokoh tertentu. Dengan alasan bahwa setiap orang bisa bersalah. Bagi orang awam memang harus mengikuti ulama. Tapi bagi orang yang ingin belajar harus mengikuti dalil nash Al Qur’an. Bila ditemukan dalil yang lebih kuat, orang Salafi harus meninggalkan dalil yang lemah. Sehingga bagi seorang salafi bisa terjadi perubahan dalam amalan ibadah. Salafi tidak mengkultuskan
117
guru, siapa yang pintar dan kuat hujjahnya dialah yang pantas diikuti dan dianggap sebagai guru. E. Pandangan Salafi terhadap Demokrasi Kelompok Salafi memandang demokrasi sebagai sistem yang bersumber dari luar (non-muslim). Sistem pemerintahan yang terbaik menurut kalangan Salafi adalah sebagaimana telah diperintahkan ”wasawirhum fi alamri” (dan bermusyawarahlah dalam menghadapi masalah). Maksudnya, berkumpulnya para ulama untuk bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Menurut mereka sistem demokrasi yang menjadi ukuran adalah pendapat yang didukung oleh mayoritas, dan bisa saja mereka orang-orang dzolim, dan barometernya bukan alQuran dan hadits. F. Pandangan thadap Pemimpin dan Pemerintah Pandangan salafi terhadap pemimpin dan pemerintah yang ada sekarang, bahwasannya sejelek apapun orangnya setelah diangkat menjadi pimpinan, melalui pemilu, kalangan Salafi harus mentaatinya. Karena, pada prinsipnya Salafi taat kepada pemerintah (uli al amri min kum). G. Prinsip-prinsip Salafi Salafi bertujuan untuk memurnikan Islam, bukan mendirikan negara Islam. Pemurnian Islam dari bid’ah, khurafat dan tahayul, yang biasanya bersumber dari adat istiadat. Adat istiadat merupakan ciptaan manusia, sedangkan agama Islam mendasarkan dalil dan hujah yaitu al-Quran dan al-Hadits. Ketika Allah dan RasulNya menyuruh, itulah yang harus dipatuhi. Perintah-perintah Allah termaktub dalam alQuran. Selain itu, umat Islam harus mengikuti sunnah, yang berarti ittiba kepada Rasul, sesuai dengan pemahaman para sahabat.
118
H. Respon Masyarakat terhadap Kelompok Salafi Respon masyarakat terhadap Salafi Radio Hang lebih dikarenakan ceramah yang disiarkan Radio Hang FM yang berisi kecaman terhadap tradisi pembacaan Barzanji, ritual kematian dan tahlil yang dinilai sebagai bid’ah dan khurafat. Akibatnya sebagian masyarakat Muslim Kota Batam yang merasa tersinggung ada yang akan merobohkan menara Radio Hang.
119
120
19. Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Dakwah Salafi Radikal di Kota Yogyakarta) Peneliti: Titik Suwariyati, 2007 Penulis Naskah Direktori: Titik Suwariyati
A. Latar Belakang Penelitian
K
ehadiran berbagai gerakan keagamaan di Indonesia, baik yang dikenal sebagai gerakan radikal atau fundamentalis maupun gerakan yang bersifat moderat dan liberal pada dasarnya berakar pada perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam dalam memahami ajaran Islam guna merespon realitas kehidupan yang mengitarinya. Kenyataan demikian tidak dapat dipisahkan dari faktor historis, kultural dan struktural yang pada gilirannya membentuk respon yang berbeda. Ada respon yang lebih bersifat inward looking dimana gerakan yang muncul akan lebih berorientasi kepada upaya ”pembenahan diri” baik dalam bentuk purifikasi, pensucian jiwa, maupun dinamisasi dalam pemberdayaan kelompok. Di samping itu, ada pula yang lebih bersifat outward looking yang cenderung melahirkan gerakan yang memandang kehidupan di dunia ini telah jauh dari ajaran Tuhan serta dikotori oleh maksiat, sekularisme dan materialis. Gerakan ini mengutuk kehidupan modern yang dicirikan dengan individualisme, konsumerisme dan hedonisme. Di Indonesia banyak tumbuh dan berkembang gerakan keagamaan, terutama sejak runtuhnya Orde Baru, seolah-olah kran yang tersumbat tiba-tiba dibuka, dan bermunculanlah kelompok-kelompok gerakan keagamaan baik yang bergaris lemah (inward looking) maupun yang bergaris keras (outward looking). Pada era reformasi ini, pertumbuhan gerakan pemikiran salafiyah ditandai dengan lahirnya organisasi keagamaan kontemporer seperti Hizbut Tahrir, Front Pembela 121
Islam, Komite Persiapan Penegakan Islam (KPPSI) di Sulawesi Selatan, Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia dan lainnya. Salah satu gerakan keagamaan salafiyah di Yogyakarta adalah Laskar Jihad yang dipelopori oleh Jafar Umar Thalib yang dideklarasikan pasca kerusuhan Ambon. Peristiwa pendeklarasian ini cukup fenomenal karena tekadnya untuk membela kaum muslim di Ambon yang teraniaya sebagai akibat terjadinya makarnya kaum Nasrani dan RMS. Dikirimlah para santrinya dengan niat membela Islam dan berjihad untuk melawan mereka yang telah membatnai umat Islam. Dengan pasukannya yang rela mati untuk Islam, gerakan ini sempat menjadi ”buah bibir” tidak hanya skala lokal tetapi juga skala nasional atau bahkan internasional. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Pondok Pesantren Ihya al-Sunnah Pondok Pesantren Ihya al-Sunnah dipimpin oleh Ustadz Jafar Umar Thalib didirikan pada tahun 1993. Di pondok pesantren ini, para santri diajarkan ajaran salafiyah yakni pemahaman Islam yang didasarkan atas Al Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat nabi. Di antara kitab-kitab yang diajarkan adalah al-Ushul al-Tsulatsah (tiga Pedoman Dasar), Syarah Kitab at-Tauhid (Penjelasan tentang Kitab Tauhid, keduanya tulisan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab al-Aqidah al-Washithiyah (Aqidah yang Moderat) karya Imam ibn Taymiyah. Pada tahun 1999 ketika terjadi kerusuhan di Ambon yang banyak membawa korban umat Islam, Jafar Umat Thalib muncul ke pentas nasional dengan Laskar Jihadnya yang ingin membela umat Islam di Ambon tersebut. Secara organisatoris, Laskar Jihad pada dasarnya adalah bagian dari organisasi lebih besar yaitu Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah (FKAWJ). Namun karena 122
kegiatannya yang langsung terlibat dalam upaya penanganan konflik keagamaan, Laskar Jihad kemudian menjadi inti dari kegiatan FKAWJ. Pada mulanya FKAWJ yang didirikan di Solo pada tanggal 14 Pebruari 1999 bersamaan dengan tabligh akbar di Stadion Manahan Solo dimaksudkan sebagai wadah perjuangan Ahlussunnah Wal Jamaah pada berbagai bidang dalam upaya menyadarkan kaum muslimin untuk kembali kepada agamanya berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah yang shalihah dengan pemahaman salafush shaleh (generasi terbaik umat ini yaitu para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Dari ungkapan ini jelas apa yang dimaksud dengan ungkapan ”Ahlus Sunnah Wal Jamaah” yakni orang-orang yang berpegang teguh kepada al-sunnah as-shahihah dan orangorang yang menjadi jamaah nabi yaitu para sahabat. Dengan terjadinya peristiwa Ambon pada tanggal 21 Januari 1999 yaitu hari ketiga hari raya Idul Fitri 1419 dimana umat Kristen menyerang umat Islam sehingga terjadi banyak korban di pihak orang Islam. Kejadian ini berlangsung dari ke hari, saling menyerang antara umat Islam dengan umat Kristen sehingga suasana sangat mencekam. Walaupun pemerintah telah berusaha mengatasi keadaan ini, namun hasilnya belum nampak. Melihat kondisi seperti ini Jafar Umar Thalib pada acara tabligh akbar di Stadion Kridosono pada tanggal 30 Januari 2000 mendeklarasikan terbentuknya Laskar Jihad. Sejak saat itu dilakukan persiapan secara intensif dengan melakukan latihan fisik untuk mengirim pasukan ke Ambon untuk melindungi umat Islam dari keberingasan umat Kristen disana. Pengiriman pasukan Laskar Jihad ini dilakukan setelah melalui beberapa proses, terutama menasehati dan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk menyelesaikan kerusuhan di Ambon. Dilakukan dengan mengirim surat kepada Presiden Habibi setelah peristiwa 123
kerusuhan itu terjadi, kemudian kembali mengirim surat kepada Presiden yang pada waktu itu sudah dijabat oleh Abdurrahman Wahid, namun juga tidak ada respon dalam arti belum nampak penanganan yang berarti. Maka sebelum mengerahkan pasukan ke Ambon, Laskar Jihad mengirim utusan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Tim ini terdiri atas 7 orang sehingga disebut Tim Tujuh. Dari hasil investigasi Tim Tujuh inilah diputuskan untuk mengirim pasukan Laskar Jihad ke Ambon, namun demikian sebelumnya Jafar Umar Thalin terlebih dahulu meminta fatwa kepada beberapa ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Saudi Arabia baik secara langsung maupun melalui telepon bagaimana sikapnya terhadap kesengsaraan yang dialami umat Islam di Ambon. Setelah mendapatkan fatwa, maka berangkatlah pasukan Laskar Jihad ke Ambon. Kedatangan Laskar Jihad ke Ambon ini tidak tanpa halangan. Pemerintah tidak setuju dengan campur tangan Laskar Jihad untuk ikut menyelesaikan konflik Ambon ini. Segala cara dilakukan dengan mensweeping jalur-jalur untuk masuk ke kota ini. Setelah sampai di Ambonpun, pasukan Laskar Jihad seakan-akan malah musuh pemerintah, tetapi tetap dengan niatnya sampai akhirnya kondisi Kota Ambon mulai tenang dan sedikit demi sedikit pasukan Laskar Jihad kembali ditarik kembali ke Yogyakarta. Setelah dirasakan konflik antara umat Islam dengan Kristen, baik yang terjadi di Ambon maupun di Poso (karena ketika terjadi kerusuhan di Poso, Laskar Jihad juga mengirimkan pasukannya), pada akhirnya Laskar Jihad dibubarkan pada pertengahan Oktober 2002. Pembubaran Laskar Jihad ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi pondok pesantren yang diasuhnya. Jika dulu santrinya berjumlah ratusan orang, kini kurang dari seratus orang. Jafar Umar Thalib juga dinilai 124
sudah mulai mau berkompromi dengan berbagai pihak, yang dulu merupakan hal yang tidak akan dilakukannya, misalnya dzikir bersama, menghadiri acara bersama-sama dengan umat non muslim dan lainnya. 2. Pondok Pesantren Islamic Centre Bin Baz. Pondok pesantren Islamic Centre Bin Baz dipimpin oleh Abu Nida Chomsaha Shofwan, berlokasi di jalan Wonosari Km. 10, Karang Gayam, Sitimulyo, Piyungan Kabupaten Bantul. Pondok ini dirintis dari sebuah majelis taklim di sebuah rumah kontrakan di Desa Sedan Kabupaten Sleman (dekat Monumen Jogja Kembali) pada tahun 1995-1997. Pada saat masa kontrak rumahnya habis, kegiatan keagamaannya berpindah ke tempat kontrakan yang baru di Desa Grojogan Jalan Imogiri Plered Kabupaten Bantul pada tahun 1997-2000. Dari tahun ke tahun kegiatan keagamaannya terus berkembang, maka dibentuklah Yayasan Majelis At-Turot AlIslamy dan mendapat bantuan dari Kementrian Pendidikan Arab Saudi. Pada tahun 2000 didirikanlah Pondok Pesantren Bin Baz di atas tanah seluas 2750 meter persegi yang mulai dibangun pada bulan Nopember 1999 dan selesai pada tahun 2001 dengan bantuan dari para donatur dan pemerintah Arab Saudi. Bangunan terdiri atas masjid terletak di tengah, mushalla untuk santri putri, kelas dan asrama untuk santri putra yang terpisah dengan kelas dan asrama untuk santri putri, kantor dan beberapa bangunan untuk para ustadz. Pada peristiwa gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 yang lalu, hampir semua bangunan roboh rata dengan tanah, hanya tinggal sedikit dan itupun retak-retak temboknya sehingga nyaris tidak bisa lagi digunakan karena letak pondok ini memang berada di pinggir Kali Opak yang merupakan pusat gempa. Ketika penelitian dilakukan, pembangunan kembali gedung sedang dilakukan. Masjid yang terletak di tengah sudah tegak 125
berdiri dengan bantuan sepenuhnya dari pemerintah Saudi Arabia. Pada saat ini sedang dilakukan perluasan dengan membeli tanah yang berdekatan dengan pondok yang nantinya akan dibangun untuk tempat tinggal para ustadz dan ustadzah. Kegiatan pendidikan di Islamic Centre Bin Baz lebih pada sekolah Islam Terpadu pada pagi sampai siang hari dengan jenjang Salafiyah Ula, Wustha dan Aliyah, sedangkan pada sore hari diisi dengan kegiatan keagamaan yang difokuskan pada hafidz Al Qur’an. Kurikulum mengikuti yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama dan untuk ujian akhir para santri dititipkan di sekolah-sekolah setingkat yang ada di sekitar pondok. Silabus khusus untuk kegiatan belajar mengajar sedang dalam proses penyusunan. Target untuk santri yang belajar disini adalah kelas 1 sampai kelas 6 mampu menghapal 10 juz, 1 tahun minimal 2 juz. Untuk kelas Wustha dan Aliyah harus sudah hafal Al Qur’an 9 juz. Bukubuku pegangan para santri menggunakan buku-buku dari Arab Saudi. Para ustadz dan ustadzah di pondok ini ada yang lulusan Timur Tengah, namun ada pula yang alumni Gadjah Mada dan Universitas Nasional Yogyakarta. Saat ini jumlah santri putra sebanyak 200 orang dan santri putri juga 200 orang. Para santri ini kebanyakan datang luar Yogyakarta, dari Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan lainnya. Para ustadz yang juga sebagai pengurus yayasan antara lain Ustadz Arif Syarifuddin, Lc, Abu Mush’ah, Abu As’ad, MA, Khairul Wazmi, Lc, Abu Harun, Abu Yahya dan lain-lain. Kedua pondok pesantren tersebut hanya bagian dari pusat gerakan salafiyah di Yogyakarta, karena berdasarkan informasi yang diperoleh, terdapat beberapa pondok yang juga mendasarkan pada faham salafiyah ini. Bisa disebut beberapa diantaranya yaitu Pondok Pesantren Taruna Al 126
Qur’an, As-Syifa, Binaul Ummah, Al I’tishom, Mardhatullah. Antara pondok pesantren ini mempunyai jaringan kerjasama satu sama lain. Para pemilik atau pengurusnya rata-rata alumni Timur Tengah, ada juga yang dari LIPIA Jakarta. Salah satu bentuk kerjasama adalah mengundang ustadz dari pondok pesantren lain untuk mengajar, ini dilakukan secara bergantian. Di samping itu, para tokoh salafi juga memberikan pengajian kepada jamaah umum dalam bukan dari lingkungan kelompok salafi, lebih khusus lagi jamaah mereka kebanyakan adalah para mahasiswa yang sedang belajar di Yogyakarta. Kegiatan pengajian seperti ini biasanya dilakukan di masjid kampus misalnya masjid Shalahuddin di kampus Universitas Gadjah Mada, ada pula beberapa masjid di lingkungan tempat kos para mahasiswa, seperti di kampung Pogung, Depok, Banteng dan lainnya. 3. Respon Masyarakat Salah satu ciri khas penampilan mereka adalah yang laki-laki berpakaian gamis/baju panjang dan berjenggot, sedangkan yang perempuan memakai busana muslimah yang longgar dan bercadar. Dalam kehidupan sehari-hari mereka jarang berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya, kehidupan mereka adalah di dalam pondok pesantren, sehingga dalam kegiatan sosial kemasyarakatan mereka jarang terlibat dan ini sering kurang disukai oleh masyarakat sekitarnya atau mereka terkesan hidup dalam dunianya sendiri. Masyarakat sekitar pondokpun menjadi enggan untuk bergaul dengan mereka, bahkan ada seorang ibu yang mengatakan ’takut’ karena penampilannya yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Ketika salah seorang tokoh agama Islam yang pengurus MUI DIYogyakarta dimintai pendapatnya tentang kaum
127
salafiyah ini, beliau malahan tidak tahu kalau di Yogyakarta ada gerakan salafiyah seperti ini. Yang diketahuinya adalah mereka yang berpakaian gamis untuk kaum laki-laki dan bercadar untuk kaum perempuan adalah Jamaah Tabligh atau Darul Arqam. Ketika diberikan beberapa contoh pondok pesantren salafiyah seperti Islamic Centre Bin Baz, Ihya alSunnah, dan Taruna Al Qur’an, pendapatnya adalah tidak menjadi masalah dengan faham salafiyah ini yang bertujuan agar umat Islam kembali kepada Al Qur’an dan Hadits serta pemberantasan tahayul, bid’ah dan kurafat yang memang pada kenyataannya masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Yogyakarta. C. Kesimpulan 1. Gerakan salafiyah adalah gerakan pemurnian Islam dan mengajak umat Islam tidak melakukan amalan tahayul, bid’ah dan kurafat yang masih dilakukan oleh masyarakat. Gerakan salafi mulai dikenal ketika Ustadz Jafar Umat Thalib mendeklarasikan Laskar Jihad untuk membantu umat Islam yang sedang dianiaya umat Kristen di Ambon 2. Gerakan salafi berpusat di beberapa pondok pesantren di Pondok Pesantren Ihya al-Sunnah pimpinan Ustadz Jafar Umar Thalib dan Iclamic Centre Bin Baz pimpinan Ustadz Abu Nida Chomsaha Shofwan. Jika di Pondok Pesantren Ihya al-Sunnah diajarkan ilmu agama dalam artian Al Qur’an dan Hadits saja, berbeda dengan di Islamic Centre Bin Baz yang juga memberikan pelajaran sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Departemen Agama. 3. Gerakan salafiyah di samping berkembang melalui pondok pesantren, juga melalui pengajian-pengajian mahasiswa yang dilakukan di masjid kampus maupun di masjid yang ada di lingkungan tempat tinggal atau kos mahasiswa.
128
4. Masyarakat umumnya tidak tahu tentang gerakan salafi, sehingga tidak memberi respon. Bagi masyarakat, selagi gerakan salafi dirasa tidak mengganggu kehidupan mereka, haknya untuk tinggal dan beraktivitas di Yogyakarta. Hanya sangat disayangkan bahwa komunitas pondok ini kurang pernah berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Apalagi dengan penampilan dengan baju gamis dan berjenggot, dan perempuannya bercadar, agak ganjil dirasakan masyarakat.
129
130
20.
Gerakan Paham dan Pemikiran Islam Radikal (Gerakan Jama’ah Muslim Hizbullah Di Kebumen, Jawa Tengah) Peneliti: Muchit A. Karim, 2000 Penulis Naskah Direktori: Muchit A. Karim
A. Latar Belakang dan Tokoh Pendiri
B
erdirinya faham ini berasal dari pemikiran Wali Al-Fatah salah seorang Ketua Muda II Pengurus Besar Masyumi dalam gagasannya bahwa menghayati Islam dan ukhuwah Islamiyah tidak akan bisa terwujud melalui politik, karena sering menimbulkan kerawanan sosial dan krisis ukhuwah. Menghayati keagungan Allah, sebagai zat yang telah menurunkan Islam agama yang paling benar, dibawa Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dan mengingat pola perjuangan Nabi, dan meyakini bahwa kehidupan ini merupakan amanah, maka kami wajib mensyukuri nikmat Allah SWT. Munculnya gagasan tersebut bermula dalam pertemuan sejumlah ulama pada 1951 di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut dibahas kemungkinan dibentuknya wadah umat Islam yang tidak berbentuk partai politik. Berdasarkan pengalaman sebelumnya partai politik ternyata tidak mampu menggalang persatuan umat meyakini ukhuwah Islamiyah. Gagasan itu memperoleh tanggapan hangat peserta pertemuan, karena dalam gagasannya itu, ia selalu mengacu kepada al-Qur’an maupun Sunnah. Berkat kesungguhan upayanya itu akhirnya Wali Al-Fatah menemukan wadah yang dianggap sesuai dengan kandungan nash agama yang tidak berbau partai politik, dan merupakan alat pemersatu umat, yang disebut “Jamaah Muslimin Hizbullah”, dan didirikan pada tahun 1953 oleh pendirinya Wali Al-Fatah. 131
B. Kepengurusan Kelompok Faham Jamaah Muslimin Hizbullah memiliki kepengurusan sebagai berikut: Dewan Organisasi (Zu’ama) dan Umaro. Setelah Wali Al-Fatah meninggal pada tahun 1978 kepengurusan disempurnakan dan H.I. Muhyiddin Hamdi diangkat menjadi Imam, dengan struktur organisasi. Imam dan segenap Dewan Imamah berkedudukan di Pusat Ibukota Negara, Petojo Subangan III/52 Jakarta. Kegiatan sehari-hari dilakukan di Desa Oasir Angin Kecamatan Cilengsi Kabupaten Bogor. Di lokasi Pesantren “Al-Fatah” dengan Amir Syirojuddin bin Arsyad. C. Keanggotaan Menurut Syaefuddin anggota jamaah tidak berbeda dengan jamaah masjid, siapa saja bisa masuk menjadi anggota dan kapan saja boleh keluar dari jamaah. Dengan dibai’at seseorang telah terikat pada jamaah serta berkewajiban: membayar infaq, menyampaikan risalah jamaah. D. Paham- paham Ajaran Paham ini didirikan R. Wali Al-Fatah pada tahun 1953. Semula faham ini berpusat di Jl. Petojo Subangan III/52 Jakarta, sejak tahun 1980 kegiatan kesehariannya berpusat di Pondok Pesantren Suffah Hizbullah Desa Pasir Angin, Cilengsi Bogor. Pandangan faham ini antara lain: 1. Keberadaan Imam bagi kaum muslimin wajib hukumnya, pelanggaran atas hal tersebut merupakan dosa besar. Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya menyatakan kaum muslimin akan kembali ke zaman Khalifah yang mengikuti jejak kenabian “Khilafah Ala Manhajin Nubuwah”. Imamah di kalangan kaum muslimin dalam
132
pandangan Jamaah Muslimin Hizbullah (JMH) merupakan satu keharusan dan sangat fundamental. 2. Di seluruh dunia menurut pandangan mereka hanya ada satu kelompok JMH yang sah, yang dipimpin oleh seorang Imam yang bertugas memimpin sekelompok orang yang beriman sesuai firman Allah Q.S. 4 : 59. 3. Pengangkatan seorang Imam Jamaah, ditempuh melalui proses pembai’atan seorang yang beriman (QS. 48 : 10, 60 : 12 dan HR Abu Said), sehingga keberadaan Imam adalah hak dan benar serta merupakan rahmat Allah ke seluruh penjuru dunia. 4. Jamaah merupakan kesatuan hidup kaum muslimin dibawah naungan satu Imamah, sesuai al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103, dan sabda Rasul SAW yang memerintahan agar Muslimin menetapi jamaah, yang dipimpin seorang Imam. Menetapi jamaah dengan satu Imam dalam pandangan kelompok ini merupakan konsolidasi kaum muslimin. 5. Pemikiran di atas dijadikan acuan kelompok ini, sehingga mereka berkeyakinan, bahwa menetapi JMH merupakan kewajiban dan perwujudan taat perintah Allah. Sebab JMH merupakan satu-satunya kelompok Jamaah Muslimin yang sah, yang dipimpin oleh seorang Imam, yangada di seluruh dunia ini. Dan mereka sepakat untuk membai’at Wali Al-Fatah sebagai Imam jamaah pada tahun 1953. 6. Faham keagamaan ini menganut system monoladership dalam mengatur dan membina jamaahnya. Peranan Imam (pemimpin) sangat menentukan, bahwa Imam atau waliyul imam merupakan sentral kekuasaan dan sebagai
133
pusat komando perjuangan.
strategi
dalam
menentukan
arah
7. Pola fikir dan pemahaman ini dalam memahami nashnash al-Qur’an dan al-Hadits cenderung mengartikannya secara harfah seperti terhadap beberapa hadits berikut: 1) Nu’man bin Basyir menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, berjamaah itu rahmat dan berfirqah-firqah itu azab (H.R. Ahmad bin Hambal) 2) Nabi Muhammad menghendaki agar kaum muslimin selalu menghindarkan diri dari firqah-firqah (Fa’fanilil firqah) Nash-nash di atas difahami, bahwa hanya orang-orang yang menetapi JMH saja, yang dianggap terpanggil oleh wahyu Allah serta akan memperoleh Ridlonya. 8. Dengan begitu mereka beranggapan, hanya dengan jamaah dan Imamah ajaran Islam akan dapat berkembang dan akan bisa diamalkan secara baik oleh masyarakat. Sehingga setiap anggota JMH merasa berkewajiban untuk menyampaikan dakwah dan risalah jamaah kepada orang lain. 9. Pada awal pertumbuhannya JMH banyak mengundang tanggapan dan reaksi kalangan umat Islam, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Mengingat ajarannya sangat berbeda dengan pengamalan keagamaan masyarakat setempat. Diantaranya ada yang menyamakan faham tersebut dengan “Darul Hadits” atau Islam Jamaah. Karenanya pemerintah mengambil sikap penolakan atau curiga.
134
E. Keyakinan yang Spesifik Imamah berarti “Kepemimpinan” Imam juga berarti “Khilafah” yakni penguasa dan pimpinan tertinggi karena beliau adalah pemimpin dari para pemimpin yang sunahnya diikuti oleh seluruh pemimpin. Kata Imam diartikan pula untuk orang yang mengatur kemaslahatan, pemimpin pasukan dan fungsi-fungsi lainnya. Menurut faham ini kaum muslimin selalu berada dalam satu kepemimpinan yang dikenal dengan jamaah. Karena itu imamah merupakan satu keharusan bagi kaum muslimin. Hal itu terlihat pada peristiwa pembai’atan Abu Bakar AshShiddiq, sebagai khalifah, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan bagi kaum muslimin merupakan suatu keharusan dan sangat fundamental. Keberadaan imam dalam suatu jamaah bagi kaum muslimin merupakan suatu kewajiban dan pelanggaran terhadap hal itu merupakan dosa besar. 2. Ibadah Ritual Spesifik Shalat, Jamaah Muslimin Hizbullah dalam shalat menganut faham salafi. Shalat diawali dengan niat yang dihaluskan/sir, dan do’a iftitah yang dibaca adalah “Allahumma baaid … dst. Selesai shalat do’a dilakukan sendiri-sendiri. Shalat Jum’at dihadiri laki-laki dan perempuan ke masjid. Khutbah jum’at menggunakan adzan satu, tidak dilaksanakan dilaksanakan shalat qabliyah, khatib berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Shalat Ied dilaksanakan di lapangan, selesai shalat mereka datang ke masjid. 3. Pandangan terhadap Kelompok lain. Faham ini berpandangan bahwa tujuan berjamaah adalah untuk memperoleh ridho dari Allah SWT, sedangkan 135
kelompok lain yang biasa disebut firkoh merupakan wadah yang dibentuk imamah memenuhi kehendak manusia. Pimpinan jamaah sebagai orang yang selalu taat kepada Allah, dalam kurun waktu untuk seluruh dunia hanya satu orang, sedang pimpinan firkoh dalam lingkungan tertentu, banyaknya sesuai dengan firkoh yang ada, karena firkoh tumbuh dan berkembang atas dasar pola fikir manusia. Imam jamaah harus menyantuni umat dengan kasih saying, adil, jujur sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. F. Pandangan terhadap Kehidupan Sosial Menurut faham ini berbagai kejadian yang menimpa umat manusia sudah digambarkan Allah dalam al-Qur’an. Sehingga mereka berpendirian kerusakan dan penderitaan manusia merupakan akibat perbuatan manusia sendiri. Dengan begitu faham ini menghimbau tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk kemudian bertaubat kepada Allah, dengan selalu mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. G. Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah KH. Muhammad Jibril Murtadlo, salah seorang pendiri Jamaah Muslimin Hizbullah, mengatakan jamaah Muslimin Hizbullah telah menyimpang dan tidak sesuai dengan dalildalil naqli maupun akli yang menjadi dosa dan acuan ajaran pokok jamaah. Pemahaman mereka terhadap nash al-Qur’an dan hadits berbeda dengan pandangan ulama pada umumnya. Mereka mengaku kelompoknya yang mendapat ridlo dari Allah SWT. Kejaksaan Agung RI c.q. Kepala Direktorat Politik dan Keagamaan dengan surat No. K.069/D.I/1/1979 tanggal 24 Januari 1979 memberikan petunjuk dan pengarahan bahwa dalam menghadapi jamaah Muslimin Hizbullah terlebih dahulu harus dilakukan secara persuasif terhadap para tokohnya. 136
H. Kesimpulan Kehadiran faham dan ajaran JMH yang dianggap menyimpang perlu diluruskan, agar kehidupan mereka tidak terisolir dari kehidupan masyarakat setempat, hendaknya mereka dibimbing untuk hidup berbaur dengan masyarakat sekitarnya. Dengan pendekatan dan pengarahan serta bimbingan, faham mereka yang lebih cenderung pada kehidupan akhirat diharapkan akan selalu diimbangi perhatiannya terhadap kehidupan dunia, karena ajaran Islam menghendaki keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.
137
138
B. KASUS-KASUS KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA 1.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia Semarang Paska Rakernas Jakarta 2007
(LDII)
Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2008 Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
A. Pendahuluan
L
embaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) adalah organi sasi sosial keagamaan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan keagamaan. Organisasi ini bersifat nasional dan berjenjang dari tingkat pusat sampai ke tingkat desa dan dusun. Kehadirannya di tengah masyarakat sudah barang tentu membawa karakteristik paham tersendiri, oleh karena itu umatnyapun membawa identitasnya sendiri, baik identitas keagamaan maupun sosial. Dalam bidang dakwah dan pendidikan umat, organisasi ini membawa ciri sendiri, yaitu sangat menitikberatkan dakwah bil hal, yakni dengan mengubah kehidupan umatnya agar lebih sejahtera lahir dan batin serta sistem pendidikan keagamaan secara berjamaah dengan keseragaman sistem yang sama di seluruh Indonesia. Ciri dakwah dan sistem pendidikan umat berjalan sejak awal berdirinya atau sejak masih disebut organisasi Darul Hadits dan Islam Jama’ah. Hal ini terjadi karena secara historis ada keterkaitan hubungan ”genetik” organisasi dan paham keagamaan. Dahulu tatkala Darul Hadits dan Islam Jamaah dilarang, tidak berapa lama organisasi ini berganti nama menjadi Lemkari. Lemkari sebagai kelanjutan Darul Hadits dan Islam
139
Jamaah, ternyata juga tidak mampu membenahi paham keagamaannya, akhirnya dalam Musyawarah Nasional pada tahun 1992, di Asrama Haji Pondok Gede, Lemkari dibubar kan. Sebagai ganti dibuatlah organisasi baru yaitu LDII dengan tugas pokok membenahi dan membina umatnya agar meninggalkan paham keagamaan yang lama. Paham keagamaan yang dianggap krusial dan perlu modifikasi total seperti paham keamiran, bai’at dan jamaah yang berekses mengkafirkan kelompok di luar jamaahnya. Akibat dari sepak terjangnya inilah, image masyarakat yang negatif tidak serta merta hilang terhadap LDII. LDII malah seperti memikul dosa warisan dan tetap dianggap sebagai kelanjutan dari Islam Jamaah. Atas dasar ini, Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitin di beberapa daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan analisis deskriptif, sehingga peneliti menjadi informan paling utama dalam penelitian. B. Keorganisasian Pada perkembangan selanjutnya kepengu rusan LDII dinilai Pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tokohtokoh Islam lain, belum mampu membawa perubahan yang berarti dikalangan umatnya. Oleh karena itu dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LDII 2007, karena ada semacam ada tekanan dari dalam sendiri bahwa LDII harus mengadakan transformasi keagamaan agar dapat diterima oleh kelompok lain dalam kehidupan bermasyarakat, ber agama, berbangsa dan bernegara. Di bawah pembinaan Dep. Agama dan MUI, LDII melancarkan program sosialisasi kepada umatnya agar berbenah diri sesuai dengan komit menya dalam Rakernas. Suatu organisasi keagamaan dengan membawa paham yang sudah khas memang tidak semudah apa yang dikehendaki orang lain untuk mengadakan 140
perubahan secara total dan menyeluruh. Perubahan paham keagamaan dan organisasi pastilah harus ada pentahapannya secara jelas dan tegas. Sebagaimana dialami LDII Daerah Semarang, perubahan-perubahan sudah terjadi sejak 1992 yang lalu, namun dalam hal-hal yang esensial memang tidak mudah untuk diubah. Metamorfosis dan transformasi yang terjadi tidak mudah dideteksi secara mendalam dengan penelitian dalam waktu yang singkat. Kalaupun dapat diketahui itu hanya sekadar kulit luar, sementara yang bersifat dalam atau keyakinan tidak dapat diketahui secara mendalam tanpa penelitian dengan metode partisipan, yang memerlukan waktu berbulan bulan atau mungkin tahunan. Di kalangan LDII hal-hal yang esensial memang tidak mungkin bisa berubah secara segera, seperti konsep berja maah dan berimamah. Sementara itu sistem bai’at cenderung sudah tidak dijalankan lagi tetapi sistem hidup berjamaah dalam menjalankan ajaran agama dan kehidupan sosial, seperti shalat, taklim (belajar), solidaritas sosial para pengikutnya tidak mudah untuk dihilangkan. Apalagi solida ritas sosial mereka mampu mengangkat harkat dan martabat sebagai manusia, yaitu berdayanya pemahaman keagamaan maupun kehidupan sosial ekonominya. Hal ini adalah karena adanya sistim khusus yang mampu mengikat mereka dalam satu jama’ah yang solid. Dalam sistem kepemimpinan sedikit banyak mengalami perubahan terutama tidak lagi adanya sentralisasi keamiran dalam bentuk kemutlakan untuk berbai’at. Oleh karena itu, bai’at yang terjadi pada saat ini tidak menjadi kewajiban bagi mereka yang ingin menjadi anggota, tetapi sukarela saja. Bahkan tidak lagi memandang keluarga Nurhasan di Kediri 141
sebagai dinasti keamiran dalam LDII. Meskipun yang menjadi Amir masih keluarga Nurhasan, tetapi pengangkatannya tetap memperhatikan kualitas keagamaan yang komplit pada figur terpilih. Kepemimpinan agama lokal tidak ditetap kan pusat tetapi diangkat berdasarkan keputusan organisasi LDII setempat dalam Konferensi Daerah atau Cabang. Dalam LDII ini masih ada dualisme kepemimpinan, yakni kepemimpinan organisasi yang bersifat herarkis dan temporer serta kepemimpinan keagamaan yang bersifat tetap. Dalam kepengurusan organisasi DPD LDII ada bagian yang membidangi dakwah dan pendidikan. Posisi ini tidak diduduki oleh orang yang ahli agama tetapi orang yang mengerti agama dan pandai manajemen organisasi. Dalam komunitas LDII, kepemimpinan agama menganut sistem komunal jamaah dengan berbasis pada senioritas ilmu keagamaannya, kewaro’an dan keteladanannya. Seseorang diangkat sebagi pemimpin agama adalah mereka yang senior karena ilmu agama, waro’nya dan akhlaknya. Ia berfungsi sebagai guru, mubaligh, imam shalat rawatif dan jum’at, imam spiritual dan memotivator umat berkaitan dengan semangat keagamaan dan semangat mendapatkan kehidupan dunia yang sempurna. Di samping mubaligh senior yang menetap di lingkungan jamaah ada juga mubaligh yunior yang berpindah-pindah sesuai dengan kebutuhan jamaah di tempat lain. Dalam konsep imamah, sebelumnya para imam atau tokohnya tidak diberi nafkah oleh jamaah atau organisasi, karena memang kaya. Tetapi sekarang difasilitasi oleh organisasi dan donasi jamaah berupa tempat tinggal, inventaris mobil, sopir pribadi, modal usaha bahkan tunjangan untuk istri –isterinya. 142
C. Paham Keagamaan dam Aktivitasnya Sebagaimana telah dikemukakan bahwa paham keagamaan tidaklah mudah untuk diubah. Sebagai contoh dalam shalat jum’at sejak dahulu (th 1970) tidak sedikitpun mengalami perubahan seperti waktunya, materi khotbahnya, khotibnya, infaq setelah shalat jumat serta diakhiri dengan ceramah agama oleh imam shalatnya. Mareka masih tidak mau (menolak) jika imam shalat dan khatibnya dari luar jama’ah dengan alasan beda keyakinan agama tidak bisa dipaksakan. Masjid LDII yang dikelola secara terbuka untuk jama’ah lain tetapi tidak bisa mencampuri tatacara beribadat. Sebagai contoh, masjid Al-Wali di Semarang Timur yang dibangun oleh orang jamaah (Dr. Hartono) dengan biaya mencapai 8 milyar dipergunakan oleh semua orang bahkan dipakai untuk menginap para sales dan sopir. Sama halnya dalam sistem pembelajaran umat (cholective learning) mengaji bersama, menterjemahkan dan memahami al-Qur’an dan alhadits (kutubus Sitta) tidak mengalami perubahan. Hanya sistem manqul (berguru secara berantai) diartikan sebagai metode pembelajaran secara tata muka. Artinya para murid boleh membaca buku dan kitab-kitab lain (selain Al-Quran dan Al-hadits) untuk mendukung dan memperkaya wawasan ilmu agamanya. Sebagai konsekuensi dari paham keagamaan tersebut di atas pandangan mereka terhadap kelompok lain di luar LDII sepanjang menyangkut ibadah, mereka tidak mengubah keyakinan keagamannya. Akan tetapi dalam pergaulan sosial (ukuwah Islamiyah) ini merupakan program LDII. Mereka ingin diakui seperti umat Islam lain. Berbagai upaya pendekatan dan kemitraan mereka lakukan seperti kerjasama dengan MUI dan ormas keagamaan Islam setempat, bahkan
143
dengan Balai Litbang Agama dan Kantor Dep. Agama Kota Semarang sangat akrab. Dalam kegiatan sosial, tolong menolong jika terjadi bencana alam, pembagian zakat dan kurban sudah tidak memandang perbedaan kelompok keagamaan. Demikian hal nya dalam hari-hari bersejarah seperti memperingati Hari Kebangkitan Nasional, LDII berada di garis depan aktivitas nya. Jika dikaji secara mendalam, kepengurusan organisasi LDII cukup banyak mengalami perubahan, lebih-lebih setelah dipegang oleh pengurus yang berlatar belakang pendidikan umumnya tinggi, seperti insinyur, dokter dan akademisi yang sudah barang tentu penampilannya menjadi tidak eksklusif. Berbeda halnya setelah menerima informasi dari Pengurus MUI dan Kandepag Kota. Pengurus Wilayah MUI masih mendapatkan informasi (bohong?) tentang kasus ajaran LDII yang masih menganggap kelompok di luar LDII hukumnya najis dan perlu dicuci bekas tempat shalatnya. Oleh karena itu MUI setempat masih menunggu perubahan yang jelas dari kalangan LDII. Sama halnya informasi dari Kandepag dan tokoh Desa Kalipancur Semarang Barat, LDII setempat mengajukan izin renovasi mushalla sekaligus perluasan untuk masjid agar dapat dipakai shalat jum’at. Dalam jarak kurang lebih 70 meter sudah ada masjid yang dikelola oleh Muhammadiyah dan NU. Meskipun telah dikeluarkan persetujuan lingkungan, Lurah dan Camat setempat serta Kandepag Kota tetapi terjadi demonstrasi masyarakat ke Kandepag. Pendemo mengancam kalau tidak dibatalkan surat izin persetujuannya mushala tersebut akan dibakar oleh masyarakat. Akhirnya persetujuan tersebut dicabut oleh Kandepag. Dari kasus ini berarti stigma masyarakat terhadap LDII belum berubah dan menganggap LDII masih identik dengan Islam jamaah.
144
Dengan demikian upaya sosialisasi LDII Kota Semarang belumlah sepenuhnya berhasil mengubah dirinya dan masyarakat di luar LDII untuk mengubah stigma negatif yang menimpa LDII. Kurangnya sosialisasi dan transformasi perlu kajian lebih lanjut secara mendalam dan menyeluruh.
145
146
2. Kasus Fatwa Sesat MUI Kabupaten Bogor tentang Perguruan Silat Mahesa Kurung di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2007 Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
A. Pro dan Kontra Mahesa Kurung
M
ahesa Kurung adalah perguruan silat di kabupaten Bogor yang disamping mengajarkan ilmu beladiri, juga menambah kekuatan gerakan silatnya dengan do’a - do’a yang disebutnya Asma’ul Husna, sehingga gerakannya memiliki kemampuan yang maksimal, yang hasilnya sering tidak masuk logika sehat. Pro dan kontra terhadap Mahesa Kurung dimulai ketika ada pemberitaan di Harian Umum Radar Bogor dan Majalah Gatra, tentang Perguruan Mahesa Kurung mengajarkan Islam sesat. Sumber berita harian itu berasal dari kajian Habib Assegaff seorang pimpinan pondok pesantren cukup bonafid di Kabupaten Bogor yang dimuat dalam bulletin Ar-Risalah Al Mukaramah. Dalam bulletin itu tertulis bahwa Rasul dalam Islam itu 25, tetapi tidak termasuk Nabi Hud, Luth dan Ilyasa). Sebagai penggantinya adalah Nabi Sis, Khidir dan Dzulkarnain. Kesalahan itu sudah diklarifikasi langsung oleh MUI Kabupaten Bogor dan MUI Pusat, dan Mahesa Kurung menerimanya. Namun berita yang di masyarakat sudah terlanjur menyesatkan Mahesa Kurung, bahkan sampai ada saling tuntut di pengadilan, meskipun akhirnya berlarut-larut dan tidak ada yang dimenangkan. Atas dasar keresahan yang telah melanda Kota Bogor itulah, Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian terhadap Mahesa kurung dan aktifitasnya.
147
Penelitian meng gunakan kualitatif deskriptif mengandalkan peneliti sebagai penggali data utama.
yang
B. Fatwa Majelis Ulama (MUI) Kabupaten Bogor Bagi MUI Kabupaten Bogor, Mahesa Kurung telah mencampuradukkan ajaran Islam dengan kesyirikan karena berbagai hal. Sementara itu, apa yang dilakukan sama saja dengan yang dilakukan oleh para kyai Jawa yang disamping memiliki kemampuan beladiri secara fisik juga membekali diri dengan Asmaul Husna. Oleh karenanya, apa yang dilakukan oleh Abah MK didukung oleh Pengurus Cabang NU Kabupaten Bogor dan para Kyai NU. MUI Kabupaten Bogor menginvestigasi terhadap Kitab Ar Risalah Al Mukarramh dan hasilnya sebagai berikut; Pertama, Bagi MUI Kabupaten Bogor, kesalahan transliterasi dari Arab ke Indonesia tidak dapat dimaafkan karena menimbulkan kesalahanpahaman dan menyesatkan pem baca. Kedua, bagi MUI Kabupaten Bogor Rasul dalam Islam itu 25 dan sudah jelas urutannya, sehingga di luar itu adalah sesat. Ketiga, Penyebutan istri Nabi Muhammad sebanyak 41 orang adalah pelecehan dan menyesatkan. Keempat, Abu Jahal masih hidup ketika penaklukan Kota Mekah, padahal telah mati ketika Perang Badar. Kesalahan ini menurut MUI Kabupaten Bogor sangatlah fatal dan menyesatkan. Kelima, Mahesa Kurung memandang seluruh huruf hijaiyah yang ada di dalam al Qur’an ada penjaganya. Keenam, hanya dengan bambu kuning dan Kitab Falakiyah orang akan bisa menjadi peramal ulung yang ampuh dan bertuah. MUI memandang sesat karena mengandung unsur dunia perdukunan. Ketujuh, Syirik adalah masalah hati, hanya Allah yang tahu. Pernyataan ini sesat dan menyesatkan umat. Kedelapan, Ghoibul haq akan muncul setelah 7.777 setelah wafatnya Nabi Muhammad dipandang 148
tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Dari 8 masalah itu, MUI kemudian megeluarkan fatwa sesat No. 02/X/KHF/MUI Kabupaten/III/6 tertanggal 13 Maret 2006. C. Latar Belakang Mahesa Kurung Mahesa Kurung merupakan perguruan bela diri yang memiliki banyak anggota dari berbagai lapisan masyarakat, seperti guru, pedagang, mahasiswa, polisi, tentara dan para artis ini didirikan 1986 di Kota Bandung. Saat ini berkantor pusat di Kom. Perumahan Yasmin Jl. Wijaya Kusuma Raya No. 74. Mahesa Kurung dinisbatkan pada kemampuan dan kedigdayaan dari para pengawal Kerajaan Tarumanegara. Perguruan ini mengajarkan seni bela diri yang dahulu dilengkapi mantra-mantra dari ajaran Hindu, setelah Islam masuk Nusantara maka mantra itu diganti dengan doa yang Islami. Saat ini, Mahesa Kurung mengklaim memiliki anggota 230.000 orang, 921 Pengurus Cabang, dan 4.700 Pengurus Ranting Perguruan. Di Bogor Mahesa Kurung memiliki 9.000 anggota dan banyak dari mereka non muslim. Dari sinilah pendirinya menjalankan misi dakwahnya, melalui beladiri Islami dan menjadikan banyak non muslim menjadi mu’allaf. Tokoh pendiri dari perguruan beladiri ini adalah AlMukarram As-Sayid Al-Habib Faridh Al-Atros Al-Kindy yang dikenal dengan sebutan Abah MK (Mahesa Kurung). Abah MK adalah alumni S3 dari Universitas Bagdad dan kenal baik dengan Gus Dur, Ulil Abshar Abdala dan para kyai NU di Kabupoaten Bogor. Abah MK sendiri adalah simpatisan NU yang disebutnya sebagai Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Abah MK ini disamping sebagai pimpinan pusat perguruan beladiri, guru spiritual ternyata juga pebisnis ulung. Pada saat ini memiliki 5 perusahaan yang bergerak dibidang eksport/ 149
import, kontraktor, advertising, garmen dan distributor/ supplier. Di samping juga memimpin 3 yayasan yang bergerak di bidang sosial, seperti; penyembuhan narkobais, dan santunan anak yatim. Sebagai orang yang memiliki banyak perusahaan, sangat wajar jika kehidupannya sangat mewah, meskipun penampilan nya tetap sederhana. Rumah mewahnya di komplek Yasmin saja ada 5 buah, beberapa mobil mewah bertengger di garasi mobilnya. Rumahnya banyak asesoris, kaligrafi dan gambar-gambar ahli sufi D.Respon Ormas Keagamaan Fatwa MUI Kabupaten Bogor itu mendapat respon beragam dari ormas keagamaan di Kabupaten Bogor. Pengurus NU Cabang Kabupaten Bogor misalnya mengatakan bahwa fatwa MUI Kabupaten Bogor itu tidak bersih dari kepentingan. Abah MK sendiri menganggap fatwa itu sebagai lucu, karena Mahesa Kurung bukan organisasi keagamaan, tetapi perguruan silat. Abah MK (menyindir) merasa menjadi lebih terhormat dan sekaligus terhina atas fatwa MUI Kabupaten Bogor itu. Beberapa ormas keagamaan yang sepemahaman dengan mainstream tradisional (NU dkk) mendukungnya. Sementara itu ormas keagamaan dari mainstream modernis (Muhammadiyah) cende rung menyesatkan perguruan Mahesa Kurung. Bagi mainstream tradisional, memperkaya kekuatan fisik bela diri dengan wirid, zikir siri, puasa, Asmaul Husna dan benda-benda keramat adalah lazim dan sah sebagaimana dijalankan oleh para kyai tradisional pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di kalangan Islam modernis dalam soal ini jelas tidak dapat dikompromikan kesyirikan dan kesesatannya.
150
E. Penutup 1. Kesimpulan a. Fatwa MUI Kabupaten Bogor yang menyesatkan Mahesa Kurung adalah kecelakaan dan salah alamat, sebab Mahesa Kurung bukanlah ormas keagamaan atau pesantren tetapi sebuah perguruan silat yang mengajarkan silat secara fisik ditambah dengan amalan-amalan yang diambil dari Asma’ul Husna; b. MUI Kabupaten Bogor sebagaimana surat teguran MUI Pusat, kurang hati-hati dalam menggunakan prosedur penyusunan fatwa, sehingga fatwa yang dibuat berakibat mencelakai orang atau kelompok yang difatwa. c. Atas kekeliruan yang fatal itu, maka yang sesatnya adalah fatwanya, bukan perguruan Mahesa Kurung atau MUI Kabupaten Bogor. 2. Rekomendasi Kepada semua pihak yang merasa sebagai muslim yang baik, hendaklah sering-sering bersilaturahmi dan melakukan tabayun. Segeralah bertemu secara baik-baik untuk dialog sehingga semua persoalan dan jelas posisinya masing-masing. Jangan mudah menyesatkan kelompok lain sebelum benarbenar jelas duduk persoalannya.
151
152
3. Kepercayaan Aluk To Dolo di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan Peneliti: Bashori A. Hakim, 2007 Penulis Nsakah Direktori: Bashori A. Hakim
A. Latar Belakang
D
i antara penganut Aluk To Dolo disinyalir ada yang pindah ke agama lain. Namun mereka masih melakukan tradisi Aluk To Dolo. Keadaan demikian dapat memungkinkan terjadinya konflik di kalangan umat beragama. Penelitian akan mengungkap: bagaimana Aluk To Dolo sebagai suatu system kepercayaan masyarakat Tana Toraja mengaktualkan ajaran-ajarannya, upacara ritual keagamaannya, pranata yang ada, serta pandangan masyarakat non Aluk To Dolo terhadap keberadaannya. Penelitian dilakukan di Kabupaten Tana Toraja. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif, dengan bentuk studi kasus. B. Temuan Penelitian 1. Tokoh Pendiri Tidak diketahui secara pasti latar belakang munculnya Aluk To Dolo di Tana Toraja, demikian pula tokoh pencetus/ pendirinya. 2. Sejarah singkat Keberadaannya tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan para leluhur penduduk asli Tana Toraja sejak jaman dulu. Pimpinan Aluk To Dolo menurut keyakinan orang Toraja pada mulanya berupa dewa berasal dari langit. Asal usul pimpinan tersebut tak terlepas dari keberadaan Batara Lolo sebagai Tuhan di langit. Sejak 700 tahun yang lalu, Aluk To Dolo mempunyai pranata keagamaan. Dalam konsep 153
Aluk To Dolo pranata keagamaan ini dipimpin oleh seorang yang memiliki keturunan dari asal-usul pimpinan mereka, ketokohan dan kiemampuan di bidang agama. Pimpinan dalam pranata keagamaan terdiri atas empat macam, yaitu: Puang (penguasa negeri), To Parengnge’ (pengendali ritual keagamaan dan ekonomi), To Barra’ (pendamping To Parengnge’ sebagai hakim), dan Petoe Aluk (berfungsi melaksanakan rambu tuka dan rambu solo’). Dulu, di setiap Tongkonan (rumpun keluarga Aluk To Dolo) terdapat keempat pimpinan pranata keagamaan di atas. Namun karena perkembangan jaman, lambat laun mulai berkurang karena kurang difungsikan. Yang terasa masih ada fungsinya saat sekarang adalah Petoe Aluk untuk memimpin upacaraupacara keagamaan. 3. Jumlah Pengikut Pada mulanya di setiap Tongkonan terdapat silsilah pengikut Aluk To Dolo, sehingga dapat diketahui jumlah masing-masing keluarga. Namun sejak masuk pengaruh penjajahan dan pengaruh modernisasi, silsilah itu sudah tidak jelas. Bahkan budaya Tongkonan juga cenderung punah. Dengan demikian tidak dapat diketahui secara jelas jumlah penganut Aluk To Dolo saat ini. Pembinaan terhadap anggota tidak dilakukan secara aktif oleh tokoh Aluk To Dolo. Tak ada pembinaan melalui jalur dakwah maupun pendidikan. Adanya sebagian para penganut Aluk To Dolo yang pergi merantau tidak pulang lagi, menambah semakin berkurangnya penganut yang ada di Tana Toraja. 4. Sistem Keyakinan dan Ajaran-ajarannya Dalam sistem kepercayaan Aluk To Dolo, dikenal adanya tuhan dan dewa-dewa yang berada di langit serta roh atau jiwa leluhur, yang berpengaruh kepada kehidupan manusia dan makhluk lain di bumi. Surga diyakini sebagai 154
kehidupan kebahagiaan yang sudah dinikmati sejak seseorang berada di dunia. Demikian pula neraka, merupakan kehidupan sengsara yang dialami di dunia. Dalam praktek peribadatan, dikenal rambu tuka (yakni upacara suka ria) dan rambu solo (yakni upacara duka). Dalam upacara peribadatan dikenal sesaji atau persembahan yang secara esensial berbeda nuansa persembahannya antara ritual dalam rambu tula dengan rambu solo’. Dalam rambu tuka, persembahan dimaksudkan dalam rangka rasa syukur, sedangkan dalam ritual rambu solo’ persembahan dimaksudkan sebagai ungkapan rasa duka dan bernuansa permohonan kepada tuhan, dewa maupun roh nenek moyang. 5. Aktivitas Keagamaan Upacara kematian dan persembahyangan. Upacara kematian, karena memerlukan biaya yang tidak sedikit dengan menyembelih sejumlah hewan seperti kerbau dan kegiatan sabung ayam mencapai ratusan ayam, maka kini mulai semakin ditinggalkan sebagian pengikut Aluk To Dolo. Namun acara sabung ayam masih dilakukan banyak orang. Mereka semakin menyadari biaya sekolah anak jauh lebih penting dibanding menyembelih hewan dalam upacara kematian. Upacara persembahyangan, berupa sesaji dipersembahkan kepada para dewa dan leluhur yang diikuti do’a agar permohonannya terkabul. Di antara upacara persembahyangan misalnya: saat hendak keluar rumah, membangun rumah, pindah rumah, masak nasi, sakit yang tak kunjung sembuh dan sebagainya. Selain itu ada upacara ritual perkawinan yang terkesan cukup rumit, sarat dengan unsurunsur budaya mereka. Sebagian mereka tidak melakukan pencatatan perkawinan.
155
6. Respon Masyarakat Kalangan Kristiani pada umumnya keberatan adanya kegiatan sabung ayam, karena hasil judi sabung ayam sebagian disumbangkan ke gereja (bagi orang Aluk To Dolo yang pindah ke agama Kristiani). Para Pengurus gereja setempat menolak sumbangan itu karena dilarang menurut agama. Upacara ritual kematian dengan menyembelih sejumlah hewan kerbau/babi/ kambing, menurut orang di luar Aluk To Dolo sebagai pemborosan, namun di sisi lain punya nilai sosial karena dagingnya dibagikan kepada sanak famili dan tetangga di kalangan mereka. Dalam hal perkawinan, orang-orang Aluk To Dolo tidak sedikit yang tak mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil karena pada umumnya mereka kurang memahami manfaat pencatatan pernikahan dan kurang mengerti prosedur pernikahan. Adanya orang Aluk To Dolo yang pindah agama sementara masih melakukan ritual Aluk To Dolo, dipandang masyarakat sebagai kurangnya keyakinan terhadap agamanya. C. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Aluk To Dolo sebagai suatu sistem kepercayaan keagamaan memiliki ajaran-ajaran tentang ketuhanan yang diyakini oleh para pengikutnya mempengaruhi kehidupan mereka di dunia. Ajaran-ajaran itu mereka manivestasikan dalam bentuk ritual-ritual keagamaan yang dikoordinasikan dalam pranata-pranata keagamaan. Namun pranata-pranata keagamaan tersebut lambat laun menghilang karena tidak terfungsikan lagi. Sementara itu tidak adanya pembinaan keagamaan kepada para anggota, ajaran-ajarannya semakin kurang dihayati oleh generasi penerus agama itu. 156
2. Rekomendasi Pimpinan Kementerian Agama dalam hal ini Ditjen Bimas Hindu perlu mengupayakan peningkatan pendidikan agama kepada para penganut Aluk To Dolo terutama generasi penerus, di samping pembinaan keagamaan agar praktek keagamaan yang mengganggu umat lain dapat tereliminasi. Sosialisasi UU.Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan kepada para penganut Aluk To Dolo juga perlu dilakukan oleh Kementerian Agama bekerjasama dengan instansi terkait di daerah agar mereka mengetahui materi undang-undang tersebut, termasuk prosedur dan tata cara perkawinan menurut undang-undang yang berlaku.
157
158
4. Perkembangan Aliran Sai Baba Di Denpasar Bali Peneliti: Reza Perwira, 2009 Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira
A. Sai Baba dan Tempat Berdirinya
S
ai Baba lahir di desa Puttaparthi, Bangalore India Selatan pada tanggal 23 Nopember 1926, menurut cerita, Puttaparthi adalah tempat Dewi Saraswati (Dewi Kebijkasanaan) dan Dewi Laksmi (Dewi Keberuntungan). Puttaparthi juga menjadi tempat kelahiran beberapa penyair, pahlawan dan tokoh-tokoh kemanusiaan India. Sai Baba putera dari pasangan suami istri Pedda dan Eswaramma Raju, suatu keluarga yang taat beragama Hindu. Sai Baba bernama kecil Sathya Narayana dan menjadi anak kesayangan keluarga bahkan kesayangan warga desa tempat beliau tinggal. Suatu hari pada tanggal 9 juni 1974 Sathya Sai Baba pernah berwacana kepada pengikutnya di Brindavan tentang makna dari namanya. Sathya Sai Baba mengatakan: “Sa berarti 'Tuhan', Ai atau Ayi berarti 'Ibu' dan Baba berarti Bapa. Nama tersebut menunjukkan Ibu dan Bapa Ilahi, sama seperti Saambasiva, yang juga berarti Ibu dan Bapa Ilahi” Sejak kecil Sai Baba tidak suka makan daging, dan menjadi penyayang binatang seperti sapi, domba, babi, ayam, dan bebek. Karena sikapnya yang menyayangi binatang, tidak makan daging, dan enggan membunuh makhluk Tuhan, oleh masyarakat setempat beliau disebut “Brahmajnani” yang berarti jiwa yang telah menginsafi dirinya. Hal itu terjadi ketika Sai Baba berusia 5 tahun. Sikap terpuji lain yang dimiliki adalah lemah lembut, peka terhadap penderitaan orang lain, suka menolong orang miskin dan pengemis, dan tidak pernah menyakiti orang lain serta tidak mendendam 159
terhadap anak-anak yang berlaku kasar terhadap dirinya. Sejak usia 6 tahun Sai Baba telah memiliki kesaktian, mampu memahami dan mengajukan isi Kitab Suci Weda, padahal ia sendiri belum pernah membacanya. Beliau juga dapat menahan lapar, tidak makan selama beberapa hari tetapi tetap sehat, bisa mengobati orang sakit bahkan pernah menghidupkan orang mati. Pada umur 10 tahun beliau membentuk kelompok Bhajan atau kelompok penyanyi lagu-lagu keagamaan gubahannya sendiri. Ketika beberapa daerah setempat di serang wabah kolera dan banyak korban meninggal, desa Puttaparthi itu selamat dari penyakit tersebut. B. Perkembangan Aliran Sai Baba 1. Perkembangan di Luar Negeri Pada tahun 1947 Para pengagum dan pendengar khutbahnya meliputi berbagai kalangan masyarakat seperti para rahib, pujangga, cendekiawan, pengusaha, petani, pria, dan wanita. Mereka merasa beruntung sempat menyaksikan mukjizat dan ajaran-ajaran Sai Baba serta ikut menyebarkan berita tentang keistimewaan beliau kemana-mana. Tahun 1958 Sai Baba meresmikan majalah “Sanathana Sarathi” (Sais Abadi Yang Maha Ada), sebagai media untuk menyebarkan ajarannya. Majalah itu diterbitkan dalam berbagai bahasa antara lain Bahasa Inggris dan Bahasa Telugu. Kunjungan Sai Baba ke berbagai tempat sambil berceramah dan membantu warga yang sakit, frustasi, terganggu jiwa dan tertindas, maka ajaran Sai Baba makin tersebar ke manca negara. Menurut situs resmi organisasi Sai, diperkirakan terdapat 1,200 Center Sathya Sai Baba yang tersebar 114 negara, termasuk Amerika, Australia, Selandia Baru, Inggris, Kanada, Thailand, Malaysia, Indonesia dan berpusat di India. 160
2. Perkembangan di Indonesia Kelompok Sathya Sai Baba di Denpasar merupakan salah satu cabang dari Sri Sathya Sai Centre (Pusat) di Jakarta yang mempunyai tujuan untuk mempelajari, melaksanakan dan mengembangkan ajaran Sai Baba, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial kemanusiaan nonkomersial. Secara nasional organisasi ini didirikan pada tanggal 13 Nopember 1979, oleh Dewan Pendiri berbentuk yayasan berpusat di Jakarta dan dapat membentuk cabang atau perwakilan di daerah-daerah sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran Rumah Tangg pimpinan organisasi kelompok Sathya Sai Baba terdiri dari (1) Dewan Pendiri, (2) Dewan Komisaris, (3), Dewan Pengurus, (4) Dewan Penasehat dan Pelindung. Keanggotaan organisasi ini bersifat terbuka dan dapat menerima siapa saja menjadi anggotanya tanpa membedakan suku, bangsa bahkan agama. Sesuai dengan pasal 14 yang menyatakan bahwa yang dapat diterima menjadi anggota yayasan adalah semua warga dari bangsa-bangsa di dunia yang berminat. Anggota organisasi di lingkungan kelompok Sai Baba Denpasar, menurut peraturan pejabat setempat, terdiri dari para pedagang, pengusaha, karyawan, baik yang berasal dari warga asli setempat, maupun keturunan asing seperti etnis Cina dan India. Secara rutin kegiatan kelompok Sai Baba meliputi: 1. Studi Sircle, yaitu pendidikan terhadap anggota secara keseluruhan tentang ajaran Sai Baba. 2. Latihan Bhajan atau belajar menyanyikan lagu-lagu keharmonian/keagamaan. 3. Melakukan upacara kebaktian atau pemujaan.
161
4. Karawitan atau belajar main gamelan yang biasa digunakan untuk mengiringi lagu-lagu kerohanian dalam upacara kebaktian. 5. Balvikas, yakni pendidikan khusus untuk anak-anak. 6. Kegiatan sosial kemasyarakatan seperti menyantuni orang miskin, kerja bakti dan sebagainya. C. Ajaran Aliran Sai Baba Menurut Sai Baba dalam menjalani kehidupan, manusia harus mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kasih, hidup dalam kedamaian, persatuan dan persaudaraan. Selain itu diajarkan agar orang senantiasa mengendalikan pikiran, perasaan, panca indera dan memperbaiki diri. Ada lima nilainilai dasar kemanusiaan yang para pengikutnya menyebut dengan “Panca Pilar”, antara lain: pertama, menegakkan kebenaran (Sathya), yaitu menjalani hidup dengan kejujuran, integritas, optimisme. Kedua, berbuat kebajikan (Dharma), yaitu mempunyai sifat syukur, ketekunan, tekad, tanggung jawab, pengorbanan, keberanian, kewajiban, dan etika. Ketiga, hidup dalam perdamaian (Shanti), yaitu kepuasan, kerendahan hati, kesabaran, kepercayaan diri, menghargai diri sendiri. Keempat, saling mencinta (Prema), kepada sesame manusia penuh kepedulian, kasih sayang, memaafkan, antusiasme, dan pengabdian. Kelima, tidak melakukan kekerasan (Ahimsa), yaitu selalu penuh kelembutan, pertimbangan, kerjasama, kesetaraan antar manusia, menghormati budaya. Mengenai misi yang di bawa, Sathya Sai Baba mengatakan: “Aku datang bukan untuk mengganggu atau menghancurkan keyakinan apapun, tetapi untuk menguatkan keyakinan mereka, sehingga seorang Kristen menjadi seorang Kristen 162
yang lebih baik, seorang Muslim menjadi seorang Muslim yang lebih baik, seorang Hindu menjadi seorang Hindu yang lebih baik dan seorang Buddhis menjadi seorang Buddhis yang lebih baik”. Pelayanan merupakan salah satu inti pokok ajaran Organisasi Sai. Menurut buku pegangan organisasi mereka yang berjudul “Guidlines to Active Workers of Sathya Sai Seva Organisations Sathya Sai” disebutkan; “Pelayanan kepada manusia adalah pelayanan kepada Tuhan”. Sai Baba adalah penjelmaan Tuhan atau Dewa Shiva yang menjelma dalam diri manusia. Walaupun ajaran Sai Baba ini diakui sebagai sekte dalam agama Hindu, namun tidak ada keharusan bagi para anggotanya supaya mengakui atau hanya berpedoman kepada Kitab Suci Weda. Sai Baba tidak membeda-bedakan agama, dan membenarkan para pengikutnya memiliki keyakinan ganda. Selain menganut ajaran Sai Baba, para pengikutnya diperkenankan melaksanakan ajaran lain sesuai dengan kitab sucinya masing-masing. Hal ini juga tergambar dalam Anggaran Dasar Organisasi yang membolehkan siapa saja menjadi anggota organisasi Sai Baba tanpa memandang Suku, Bangsa, dan Agama. Salah satu ritual ajaran Sai Baba secara garis besar adalah seperti upacara pemujaan dan kebaktian dilakukan sekali dalam seminggu bertempat di sanggar. Para peserta pemujaan yang terdiri dari pria dan wanita yang dibatasi dengan tali. Sambil duduk bersila bersama-sama menyanyikan lagu-lagu pujaan kepada Tuhan dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan India yang diiringi bunyi-bunyian rebana, gendang, dan tala, seraya bertepuk tangan mengikuti irama lagu. Dalam upacara kebaktian ini juga dilakukan meditasi oleh masing-masing peserta, dilanjutkan dengan ceramah tentang ajaran Sai Baba, bersujud di hadapan gambar Sai Baba. Kemudian melakukan
163
“arathi” (membakar kanver dengan gerakan berputar-putar). Abunya dioleskan di dahi para peserta dan ditiup dengan membagi-bagikan gula batu dan potongan-potongan kelapa kepada para peserta Bhajan. D. Respon Pemerintah dan Masyarakat 1. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) PHDI Provinsi Bali mengeluarkan surat dengan nomor: 57/Pera/III/PHDI.B/1994, tanggal 28 Pebruari 1994 menyatakan tidak mengakui, tidak mengayomi, dan mengambil sikap tegas terhadap ajaran Sai Baba di Bali. Penolakan tersebut dengan pertimbangan bahwa ajaran Sai Baba tersebut tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia dan dapat menimbulkan keresahan di kalangan beragama. 2. Kodam VII Wirabuana Dalam telegram tertanggal 10 Nopember 1993, Komando Daerah Militer VII Wirabuana Nomor: STR/28/1993 menyatakan bahwa ajaran Sai Baba tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia dan disinyalir telah memperoleh banyak penganut di Indonesia yang apabila kegiatannya dibiarkan berlanjut dapat menimbulkan keresahan di kalangan umat beragama. 3. Pemda Tingkat I Provinsi Bali Berdasarkan hasil pertemuan antara Pemda Provinsi Bali dengan PHDI Bali dan PHDI Pusat pada tanggal 7 Agustus 1990, dinyatakan dan diajukan kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali tidak mengakui keberadaan Sai Baba di Provinsi Bali.
164
b. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi Bali tidak mengayomi keberadaan Sai Baba dengan mengaitkan ajaran Agama Hindu, karena dalam Sai Baba itu sendiri terdiri dari bermacam-macam agama. c. PHDI Pusat dan PHDI Provinsi telah mengambil sikap tegas menolak keberadaan Sai Baba di Provinsi Bali. 4. Kejaksaan Agung Republik Indonesia Dalam menyikapi tentang ajaran Sai Baba Kejaksaan Agung Republik Indonesia memberikan pernyataan sebagai berikut: a. Status Yayasan Sri Sathya Sai Studi Group sebagai sekte Agama Hindu, namun dalam prakteknya kurang tepat, karena para pengikutnya selain penganut Agama Hindu ada juga yang menganut agama lain. b. Kharisma Sai Baba yang begitu besar dengan upacara pemujaan yang berlebihan pada gilirannya dapat dianggap sebagai nabi. Bhajan yang di nilai sebagai upacara Agama Hindu, dikhawatirkan suatu saat aliran ini akan mengarah kepada pembentukan agama baru di Indonesia. c. Buku-buku pedoman yang merupakan khutbah-khutbah Sai Baba yang dibukukan dan diperbanyak pengikutnya tidak sinkron dengan tidak bersumber kepada Kitab Suci Weda, dan hal tersebut akan mempengaruhi/mengurangi keimanan orang-orang Hindu. 5. Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama Berdasarkan analisa dan evaluasi serta pengkajian terhadap kegiatan dan perkembangan Dewan Pusat, Sri Sathya Sai Centre Indonesia, ajaran Sai Baba dianggap tidak sesuai dengan tatanan kehidupan keagamaan di Indonesia 165
sehingga menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat dan mengganggu kerukunan hidup umat beragama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Ditjen Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Kementerian Agama menyatakan: a. Bahwa Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Centre Indonesia tidak lagi terdaftar pada Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama. Dengan mencabut surat nomor: II/5/001/H/1983, tanggal 3 Maret 1983 termasuk Sri Study Group baik yang di pusat maupun di daerah. b. Terhitung mulai dikeluarkannya surat ini, Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama, tidak lagi menangani masalah Yayasan Dewan Pusat Sri Sathya Sai Centre (No.H/BA.01.2/142/I/1994). E. Rekomendasi Agar permasalahan ajaran Sai Baba tidak berlarut-larut dan tidak berkembang ke arah timbulnya kondisi dan suasana yang tidak menguntungkan bagi kelancaran pembangunan nasional, dan kerukunan hidup beragama, diperlukan sikap tegas dari pihak aparat berwenang.
166
5. Kasus Sri Sathya Sai Baba dan Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta Penulis Naskah Direktori: Titik Suwariyati
A. Sejarah dan Perkembangan
P
ada abad ke 19 sampai saat menjelang kelahiran Sai Baba tahun 1926 keadaan masyarakat di India dalam keadaan tidak menentu, mereka sangat tamak terhadap materi, saling menjegal satu sama lain, terjadi kemerosotan moral yang sangat memprihatinkan. Dalam kondisi yang demikian ini diperlukan pembangunan karakter ideal yaitu kasih, kesabaran, kemampuan untuk menahan diri, ketabahan, kesetiaan, dan kedermawanan. Kelahiran Sai Baba yang difahami sebagai reinkarnasi dalam agama Hindu merupakan usaha menyelamatkan manusia. Sai Baba dilahirkan dengan nama kecil Sathyanarayana, pada hari Senin bulan Kartika tanggal 23 Nopember 1926 di sebuah desa kecil bernama Anantapur, Andra Pradesh, India Selatan. Sathyanarayana merupakan reinkarnasi dari Sai Baba Shirdi yaitu seorang fakir agung yang mempunyai mukjizat. Menurut orang Islam ia beragama Islam, sedangkan menurut orang Hindu ia beragama Hindu, sehingga pada waktu meninggal terjadi perebutan, namun akhirnya dimenangkan oleh orang Hindu karena memamng jumlahnya lebih banyak. Sai Baba yang meninggal di Shirdi pada tahun 1918 lahir kembali dalam Sri Sathya Sai Baba Puttapharti pada ntahun 1926 sesudah 8 tahun kematiannya. Pada usia 5 tahun Sai Baba digelari “Brahmajnani” (yang mengerti Tuhan), karena mempunyai sifat yang tulus dan murni serta bijaksana. Pada usia 6 tahun, Sai Baba telah sering memperlihatkan keajaibannya seperti makanan dan minuman 167
yang ia dapatkan begitu saja. Pada usia 7 tahun ia mampu mengubah berbagai lagu. Saat usia 8 tahun, seorang gurunya di sekolah menengah bernama Sri V.C. Kondappan memuja Sai Baba sebagai Tuhan. Pada usia 14 tahun ia dijuluki sebagai Avatar yaitu penjelmaan Tuhan. Ketika Sai Baba berusia di atas 16 tahun memperlihatkan keajaiban (mahina) dan memberi pelajaran. Ia mengajar Weda, sedangkan ia tidak pernah belajar. Mukjizat lain yang dimiliki Sai Baba adalah mengobati orang sakit, hidupkan orang mati, mem perbanyak makanan seperti mukjizat Yesus, mengeluar kan manisan dari dalam pasir untuk dibagikan kepada anggota rombongan, dan membuat cincin dari tangan kosong bergambar Sai Baba dan Buddha, dan banyak keajaiban lainnya. Faham Sri Sathya Sai Baba mulanya muncul di Desa Puttapharti India Selatan pada saat Sathyanarayana (nama Sai Baba kecil) berusia 14 tahun (1940). Faham ini berkembang cukup pesat tidak hanya di India namun juga ke luar India. Lebih dari 50 tahun kemudian, pengikut Sai Baba di India mencapai 50 juta orang, di luar India 20 juta orang. Aktifitas kelompok faham ini banyak memperhatikan masalah-masalah kemanusiaan seperti pendidikan, kesehatan dan spiritual. Di Indonesia, faham Sri Sathya Sai Baba dibawa oleh Hiroo Bharwani, seorang berkebangsaan India pada tahun 1965. Pada awalnya faham ini disebarkan secara pribadi dari rumah ke rumah. Barulah pada akhir tahun 1979 faham ini dikembangkan secara intesif dengan mendirikan Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta dengan akte notaris No. 61 tanggal 13 Nopember 1979. Yayasan ini pada mulanya berlokasi di Jalan Gunung Sahari No. 42 Jakarta yang kemudian berpindah ke Jalan Pasar Baru Selatan No. 26 Jakarta telepon 342313. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1988 telah 168
berhasil didirikan 5 cabang, tahun 1989 menjadi 9 cabang. Untuk cabang Yayasan Sri Sathya Sai Centre disebut Sai Study Group, antara lain ada di Bandung, Solo, Medan, Bali dan lainnya. B. Kepengurusan dan Keanggotaan Sesuai Anggaran Dasarnya, Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta memiliki 5 Dewan Pengurus yaitu Dewan Pendiri, Dewan Penasehat, Dewan Pelindung, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengurus Yayasan yang masingmasing mempunyai tugas sendiri. Dari 5 dewan tersebut, Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta baru mempunyai pengurus Dewan Pendiri dan Dewan Pengurus Yayasan. Pengurus Dewan Pendiri terdiri dari 22 orang, sedangkan Dewan Pengurus Yayasan periode 1989/1990 terdiri atas 15 orang. Baik personil pada Dewan Pendiri maupun Dewan Pengurus Yayasan mereka dari etnis India yang beragama Hindu. Dengan dasar inilah maka yayasan ini terdaftar pada Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama pada tahun 1983 dengan Piagam Pendaftaran Nomor HII/5/001/11./1983 tanggal 3 Maret 1983. Keanggotaan Yayasan Sri Sathya Sai Centre Jakarta bersifat terbuka bagi siapa saja. Di Indonesia anggota yayasan ini terdiri atas berbagai suku dan agama. Kebanyakan mereka keturunan India dan Cina, namun banyak pula yang dari etnis Jawa dan Sunda serta beberapa etnis lainnya. Dari latar belakang agamanya, kebanyakan beragama Hindu. Mereka tetap menganut agama semula walaupun telah menjadi pengikut Sai Baba. Dilihat dari profesinya, umumnya pengusaha dan wiraswasta. Hal ini berkaitan dengan etinis India dan Cina yang bekerja sebagai pengusaha dan pedagang.
169
Mereka tertarik untuk menjadi anggota Sai Baba diantaranya untuk mencari ketenangan, kedamaian hidup, penyembuhan penyakit dan karena tertarik kepada ajaran dan kemukjizatan Sai Baba. Kegiatan para anggota dilakukan di Mandir-mandir atau di Forum Studi Group. Metode pembinaan dilakukan dengan ceramah, acara Bhajan, studi intensif dan kunjungan ke pusat Sai Baba di Prashanti Nilayam Puttapharti India. C. Faham dan Peribadatan 1. Pandangan terhadap agama Agama dalam pandangan Sri Sathya Sai Baba hanya satu yaitu agama cinta kasih. Tujuan agama cinta kasih adalah untuk membina manusia agar kembalimengenal Tuhan, membuat hati damai dan mengerti kebenaran. Menurut Sai Baba orang yang menerima kebenaran hanya dalam agamanya adalah angkuh dan egois. Untuk itu Sai Baba menerima semua agama. Untuk itu ia mendapat julukan ”Sarvamathasamma thayanamah”. Hal ini juga tercermin dalam logo majalah Sanathana Sarathi yang dibuat Sai Baba berbentuk segi lima yang dikelilingi bunga-bunga melambangkan agama-agama besar dunia yaitu Pranuta atau Om yaitu kepercayaan Hindu, Roda melambangkan ajaran Buddha, seberkas api suci yang dipuja oleh penganut Zoroaster, Bulan Bintang lambang Islam dan Salib lambang umat Kristiani. Lambang seperti ini ternyata mendapat reaksi dari umat beragama di Indonesia sehingga kemudian dilakukan perubahan pada rangka simbol. Pada tempat simbol agama Hindu diganti dengan kata ”Kebenaran” (Sathya), pada tempat simbol agama Buddha diganti dengan kata ”Kebajikan” (Dharma), pada tempat simbol agama Zoroaster diganti dengan kata ”Kedamaian” (Shanti), pada
170
tempat simbol agama Islam diganti dengan kata ”Kasih Sayang” (Prema), dan pada tempat simbol agama Kristen diganti dengan kata ”Tanpa Kekerasan” (Ahimsa). Penyatuan simbol-simbol agama dunia adalah usaha Sai Baba, yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sai Baba Shirdi, untuk emnghapuskan kesalahpahaman antara umat Hindu dengan Islam dengan cara menegakkan persatuan dasar dari segala agama, dengan alasan Tuhan tidak terbatas oleh ruang dan waktu serta oleh nama dan rupa. 2. Ketuhanan Dalam pengakuan pengikut Sri Satya Sai Baba, diyakini Sai Baba sebagai Tuhan. Dari penuturan Sai Baba sendiri ”Aku adalah Avatar, inkarnasi Tuhan” ”Semua orang adalah Tuhan”. Setiap orang merupakan percikan ilahi yang secara potensial adalah Tuhan. Hanya bedanya, Sai Baba mengetahui kesejatiannya, sedang orang lain tidak tahu dirinya sendiri. Ketuhanan Sai Baba adalah Yang Tertinggi. Dalam hal ini ia berkata ”Aku adalah Tuhan dari segala Tuhan, Tuhan itu adalah satu tunggal” 3. Manusia dan nilai kemanusiaan Manusia bukanlah makhluk yang hina, melainkan merupakan percikan ilahi yang secara potensial adalah Tuhan, bersifat kekal dan abadi. Nilai kemanusiaan (human values) terdiri dari 5 macam yang merupakan inti dari ajaran setiap agama. Dari ke-5 nilai kemanusiaan itu, 4 nilai yang harus diikuti dan 1 harus dihindari. Ke-5 nilai kemanusiaan adalah Kebenaran (Sathya), Kebajikan (Dharma), Kedamaian (Shanti), Kasih sayang (Prema), dan Tanpa Kekerasan (Ahimsa). 171
4. Penyebaran faham Faham Sri Satya Sai Baba disebarkan dengan berbagai cara, namun yang lebih sering dilakukan adalah dengan cara pendekatan orang perorangan, kunjungan sosial seperti ke rumah sakit dan Panti Asuhan dan melalui pemberian bantuan kepada orang-orang yang ditimpa musibah. Usaha penyebaran faham ini juga dilakukan melalui studi Mandir-mandir atau sanggar (tempat kebaktian dan kegiatan pengikut Sai Baba), dan di forum pendidikan yang diselenggarakan organisasi Sai Baba. 5. Peribadatan dan Bhajan Kegiatan pemujaan dalam faham Sai Baba nampak pada acara Bhajan di Mandir atau sanggar. Pada bagian depan Mandir atau sanggar terdapat tiga gambar Sri Sathya Sai Baba berukuran besar. Ada di antara peserta yang hadir dalam acara Bhajan bersujud pada gambar tersebut. Bhajan adalah pujian dan doa kepada Tuhan. Seseorang yang akan melakukan Bhajan (Bhakta) harus menempatkan diri untuk ingat dan yakin bahwa Tuhan Sai Baba hadir dan memimpin acara tersebut. Dalam hal ini Sai Baba bersabda: ”Dimana saja pujianKu dinyanikan, Aku menempatkan diriku disana”. Bhajan dilakukan dengan cara duduk di karpet atau tikar, antara laki-laki dan perempuan dipisah, kecuali yang datang terlambat, mencari tempat yang kosong. Pemimpin Bhajan dan pemusik duduk di deretan depan. Bhajan merupakan suatu latihan spiritual (Sadhana). Para Bhakta mengucapkan pujian kepada Tuhan bersamasama diiringi bunyian rebana, genderang sambil bertepuk tangan mengikuti lagu dalam bahasa India, Inggris, dan
172
Indonesia. Setelah pembacaan doa dibagikan ”vibhuti” yaitu abu suci yang biasanya diciptakan oleh Sai Baba dengan tangan kosong. Vibhuti ini digunakan untuk pengobatan jasmani dan peningkatan kesadaran rohani. Ketika sedang melakukan Bhajan, setiap orang harus berkonsentrasi, tidak boleh saling berbicara. Sebelum dan sesudah Bhajan membawakan ”ariti” dilaksanakan meditasi terlebih dahulu selama lima menit. Selama ”ariti” berlangsung para Bhakta berdiri dan diam di tempat masing-masing. Pembawa acara memberitahukan Bhajan yang harus diucapkan dari buku ”Nyanyian Pujian Pada Allah Tuhan Yang Esa (Bhajan Mawali)” dan lagu pujian lain yang disediakan. Sebelum doa penutup, diisi ceramah dan pengumuman-pengumuman dari Pengurus. Penceramah berdiri di mimbar yang ada tanda salib (Kristen). 6. Kegiatan dan Sarana Dalam Anggaran Dasar Yayasan Sri Sathya Sai Baba Centre Indonesia pasal 3 disebutkan bahwa telah ditetapkan program pokok yaitu bidang sosial dan kemanusiaan. Program bidang sosial adalah mengadakan kegiatan-kegiatan sosial non komersial, sedang dalam bidang kemanusiaan adalah mengadakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Undangundang dan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku. Kegiatan Yayasan Sri Sathya Sai Baba Centre Indonesia sebagai pelaksana program pokok yang menonjol antara lain: Bhajan dan Pendalaman Ajaran, Publikasi, Sumbangan darah, Kunjungan dan Bantuan Kemanusiaan, Penataran nilai-nilai Kemanusiaan.
173
7. Dana dan Sarana Yayasan Sri Sathya Sai Baba Centre Indonesia mem punyai sebuah sarana pusat kegiatan dan Mandir di Jalan Pasar Baru SelatanNo. 26 Jakarta Pusat. Gedung ini milik Mohan N Mirpuri yang dipinjamkan kepada yayasan tersebut. Sumber dana yayasan ini, sebagaimana yang dijelaskan dalam Anggaran Dasar pasal 4, berasal dari bantuan Pemerintah dan partikelir, sokongan dan sumbangan berupa harta benda atau uang tunai yang tidak mengikat, derma, hadiah, wasiat dan warisan, penghasilan usaha yayasan dan pendapatan lain yang sah. Selain itu yayasan memperoleh dana dari usaha penjualan buku-buku dan identitas Sai Baba. Yayasan tidak memungut biaya kotak amal dan mohon bantuan karena hal ini dilarang oleh Sai Baba. D. Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah Penyebaran faham Sri Sathya Sai Baba hanya dilakukan di Mandir atau sanggara sehingga sangat terbatas. Oleh karena itu tidak menimbulkan reaksi masyarakat yang berarti atau hampir tidak informasi tentang hal itu. Dalam hal legalitas, Sai Baba telah memperoleh status sebagai Badan Hukum oleh Notaris Haji Bebata Daeng Lalo, SH dengan Akta Nomor 61 tanggal 13 Nopember 1979 yang telah dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara RI No. 1 tanggal 2 Januari 1980, dan telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Kementerian Agama RI dengan piagam No. H.11/336/H/1986 3 April 1986. E. Kesimpulan dan Saran Dari sejarah perkembangan, faham dan kegiatan Sai Baba dapat diketahui bahwa: 174
1. Faham Sai Baba nampaknya bukan merupakan rumpun agama Hindu. Sri Sathya Sai Baba sendiri tidak mengaku beragama Hindu secara tegas, sekalipun banyak ajarannya yang bersumber dari Kitab Bhavatgita dan Weda serta memperkenalkan istilah-istilah (terminologi) Hindu. Kehadirannya tidak membawakan salah satu agama, dan tidak menganjurkan untuk berganti agama serta tidak mengenal kasta. 2. Kegiatan dan acara Bhajan yang dilakukan di Mandir menyerupai peribadatan dalam agama, akan tetapi tidak menunjukkan identitas sebagai tempat ibadah agama Hindu. Nyanyian Pujian ditujukan kepada Sai Baba dan meletakkan gambar Sai Baba sebagai objek pemujaan di depan para Bhakta. 3. Sai Baba adalah manusia agung, Avatar dan Tuhan. Misi utamanya adalah menyelamatkan umat manusia. 4. Simbol faham Sai Baba berbentuk lingkaran yang berawal dari lambang agama-agama besar dunia Pranata atau CM dalam agama Hindu, Salib dalam agama Kristen, Katolik, Roda dalam agama Buddha, Api Suci dalam kepercayaan Zoroaster dan Bulan Bintang dalam agama Islam membawa kesan bahwa faham Sai Baba merupakan Synthese dari ajaran agama-agama besar dunia, yang kemudian disebut ”Agama Cinta Kasih”. Simbol yang berisi identitas agama-agama dunia tersebut telah menimbulkan reaksi masyarakat sehingga diubah dengan kalimat Sathya (Kebenaran), Dharma (Kebijakan), Shanti (Kedamaian), Prema (Cinta kasih) dan Ahimsa (Tanpa Kekerasan).
175
5. Pengikut Sai Baba menjadi penganut Agama Cinta Kasih sebagai disebutkan oleh Sai Baba dimana umumnya mereka tetap sebagai penganut agamanya semula, maka berarti dalam waktu bersamaan menjadi pemeluk dua agama. Keadaan sedemikian dapat menimbulkan kerancuan dalam kehidupan beragama, bahkan bisa menimbulkan kerawanan dalam masyarakat. 6. Faham dan ajaran Sai Baba, antara lain seperti dikemukakan di atas dimuat dalam berbagai buku dan majalah terbitan Yayasan Sri Sathya Sai Baba Centre Jakarta dan Murnianda Brotherhood Bandung Jawa Barat. Buku-buku tersebut beredar luas dan terbuka untuk dimiliki masyarakat. Oleh karena itu dikhawatirkan akan mengganggu kerukunan hidup beragama dan masyarakat.
176
6. Kasus, Jamiyyatul Islamiyah Padang Sumatra Barat Peneliti: Kustini, 2008 Penulis Naskah Direktori: Kustini
A. Sejarah Berdirinya Jam’iyyatul Islamiyah
J
am’iyyatul Islamiyah adalah organisasi kemasyarakatan yang didirikan dan telah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Organisasi ini bergerak dalam bidang pengajian, bersifat nonpolitis dan terbuka, berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan usaha dakwah Islam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah serta membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang adil dan makmur baik lahir maupun batin. Kegiatan yang dilakukan antara lain mengadakan kegiatan dakwah dan pendidikan, kegiatan sosial, serta mendirikan masjid, musolla, dan balai pengajian. Jam’iyyatul Islamiyah berasal dari sebuah kelompok pengajian yang dipimpin Karim Djamak dan diberi nama Urwatul Wusqo. Ketika Urwatul Wusqo dibubarkan pada tahun 1963, Karim Djamak bergabung dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) Cabang Kerinci dan berkedudukan sebagai Ketua Syari’ah Wal Ibadah PSII Cabang Kerinci, diangkat berdasarkan Surat Nomor 08/R.P/ PSII-Tjb.K/1968. Tanggal 15 Juni 1968 Karim Djamak menyatakan keluar dari PSII untuk kemudian bergabung ke Sekretariat Bersama Golkar. Hari Jumat 12 Maret 1971 bertepatan dengan tanggal 14 Muharram 1391 H didirikan Jam’iyyatul Islamiyah Keluarga Besar Sekber Golkar. Sesuai dengan suasana politik saat itu yaitu Golkar sedang berada di puncak kejayaannya, maka resmilah semua anggota pengajian di bawah pimpinan
177
Karim Djamak di Indonesia bergabung dengan Sekretariat Bersama Golkar. Penggabungan Jam’iyyatul Islamiyah Djamak dengan Sekretariat Bersama Golkar, sekaligus mengukuhkan pendirian bahwa organisasi ini tidak lagi bergabung dengan pengajian Urwatul Wusqo. B.
Tokoh Pendiri
Pada awal berdiri, Jam’iyyatul Islamiyah sangat lekat dengan tokoh pendirinya yaitu K.H. Abdul Karim Djamak Gelar Timah Daharo Tonggak Negeri Tiang Agama, atau lebih dikenal dengan sebutan Buya K.H.A. Karim Djamak. Dari berbagai literatur digambarkan tokoh Buya K.H. Karim Djamak sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di keluarga yang taat beragama. Tidak ada catatan atau dokumen yang secara eksplisit menyebutkan tanggal lahir Karim Djamak. Tetapi dari sebuah dokumen yang ditandatangani tahun 1994 menyebutkan umur beliau saat itu 87 tahun. Dengan demikian bisa diperkirakan bahwa beliau lahir sekitar tahun 1907. Buya, demikian beliau biasanya disapa oleh para anggota Jam’iyyatul Islamiyah, tidak pernah bersekolah formal karena waktu itu tidak ada tempat untuk sekolah. Tetapi sejak umur 7 tahun, selama sekitar 14 tahun belajar tentang agama Islam di Dusun Mendapo Rawang Maliki, Air Besar, Koto Teluk, Sungai Penuh, Kerinci, Provinsi Jambi. Ia belajar mengaji, ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf. Yang bertindak sebagai guru adalah beberapa cerdik pandai yang sekaligus merupakan orang tua dan kerabat Abdul Karim Djamak, antara lain H. Maktib (seorang hakim pada zaman Belanda), H. Muhammad Thaib (kakek, bapak dari ibunya), Kyai H. Karim Ahmad (kakek, paman kandung dari ibunya), serta belajar agama dari Tengku Muhammad Jum’at (ayah Karim Djamak, seorang ulama besar di Desa Tanjung Rawang). 178
C. Perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah Perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah tidaklah linier melainkan penuh dinamika sesuai dengan kondisi sosial politik yang terjadi di Indonesia. Dari sisi internal organisasi, kondisi politik yang berpengaruh terhadap perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah terlihat ketika bergabung dengan Sekber Golkar yang bernaung dalam Majelis Dakwah Islamiyah Golkar. Sementara itu, dari sisi eksternal yang cukup memberi warna terhadap perkembangan organisasi adalah penolakan berbagai kelompok terhadap keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah. Penolakan tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk: 1. Surat Keputusan Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor: KEP-B.92/J.3.3/ 11/1981 tanggal 30 Nopember 1981 tentang Larangan Ajaran Jam’iyyatul Islamiyah yang dikarang oleh K.H. Karim Djamak Diperbanyak/ Dikembangkan oleh Darussamin Datuk Pangka Sinaro; 2. Surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor B200/J.3/11/1985 tertanggal 27 Nopember 1985 Perihal Keterangan Lanjut Press Release Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat tentang Pengajian Jam’iyyatul Islamiyah. 3. Keputusan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh Nomor: KEP02/0.5.12/Dsb.1/ 11/1995 tanggal 17 Nopember 1995 tentang Larangan terhadap Ajaran dan Kegiatan Jam’iyyatul Islamiyah. 4. Surat Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat nomor 1.52/MUI-SB/VI/1995 tertanggal 15 Juni 1995 yang menyatakan bahwa Organisasi Jam’iyyatul Islamiyah yang ada di Provinsi Sumatera Barat sebagian ajarannya sesat lagi menyesatkan. Sikap Majelis Ulama Indonesia Tk. I Sumatera Barat ini kemudian berimbas 179
pada gerakan massa untuk melakukan penolakan peresmian Masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah. Peresmian masjid tersebut direncana kan dilaksanakan tanggal 19 September 2006. D. Struktur Organisasi Dalam Anggaran Dasar Jam’iyyatul Islamiyah Bab VIII Pasal 11 disebutkan bahwa struktur organisasi Jam’iyyatul Islamiyah terdiri atas Organisasi Tingkat Pusat yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat, Organisasi Tingkat Provinsi yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Tingkat Provinsi, Organisasi Tingkat Kota/Kabupaten yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Tingkat Kota/Kabupaten, Organisasi Tingkat Kecamatan yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Cabang, dan Organisasi Tingkat Desa/Kelurahan yang dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Ranting. Sampai dengan tahun 2007, Jam’iyyatul Islamiyah telah memiliki perwakilan pengurus di DPD I berjumlah 15, dan DPD II berjumlah 45. Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah berkedudukan di Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah Nomor Kep01/DPP-JmI/IV/2008 tentang Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah Masa Bakti 2008 – 2013 kompoisisi dan personalia Dewan Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Islamiyah terdiri atas: Dewan Penasehat, Pengurus Harian, Kementerian Dakwah, Kementerian Organisasi, Kementerian Humas, Kementerian Pelatihan, Kementerian Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Organisasi, Kementerian Humas, Kementerian Pelatihan, Kementerian Wanita, Kementerian Pembinaan Pemuda, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pembangunan, dan Kementerian Hukum. 180
Ketua umum Jam’iyyatul Islamiyah periode 2008 – 2013 adalah Aswin Rose. Ia terpilih kembali untuk kedua kali setelah masa bakti sebelumnya, ia juga menjabat sebagai ketua umum. Dr. H. Aswin Rose terlahir di Padang Sumatera Barat pada tanggal 8 Juli 1945. Menyelesaikan pendidikan S1 dalam ilmu kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonensia. Pada tahun 1972 beliau memperoleh amanat untuk bertugas sebagai tenaga paramedis pada rombongan haji sekaligus mendampingi perjalanan suci Ketua Umum Golkasr Bpak Amir Murtono (almarhum). Perkenalan dengan Jam’iyyatul Islamiyah bermula ketika beliau bertemu dengan Buya K.H.A. Karim Djamak di Jakarta. Memalui perbincangan singkat, Aswin Rose mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang Jam’iyyatul Islamiyah dan pendalaman hakekat agama Islam sebagaimana yang diterangkan Buya K.H.A. Karim Djamak. E. Paradigma Baru Jam’iyyatul Islamiyah Berbagai kecurigaan dan penolakan masyarakat terhadap Jam’iyyatul Islamiyah mendorong para pimpinan Jam’iyyatul Islamiyah untuk merumuskan paradigma baru Jam’iyyatul Islamiyah yang lebih inklusif. Berdasarkan hasil Muktamar Luar Biasa bulan Oktober 2006 Jam’iyyatul Islamiyah merumuskan paradigma baru antara lain melalui penyusunan buku pedoman sebagai counter terhadap kesalahpahaman yang ada di masyarakat. Untuk menyusun Buku Pedoman tersebut, Jam’iyyatul Islamiyah telah berkonsultasi dengan Prof. DR. H. Azhar Arsyad, MA, Rektor UIN Alauddin Makassar dan Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, MA, Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo. Kedua tokoh tersebut merupakan penasehat Kementerian Dakwah DPP Jam’iyyatul Islamiyah.
181
Dalam bagian Pengantar Buku Pedoman tersebut, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Jam’iyyatul Islamiyah memerintahkan kepada seluruh pemuka dan jamaahnya untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Agar meluruskan hal-hal yang selama ini menyimpang dari akidah dan syariat Islam; 2. Mensosialisasikan paradigma Jam’iyyatul Islamiyah;
baru
kepada
seluruh
3. Jamaah Jam’iyyatul Islamiyah hendaklah bersifat terbuka dan membaur dengan masyarakat Islam lainnya dan tidak bersikap eksklusif; 4. Mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan tradisi yang salah seperti tidak mengkultuskan individu seseorang karena semata-mata yang disembah hanyalah Allah swt; 5. Menghilangkan semua atribut yang ada di setiap masjid Jam’iyyatul Islamiyah seperti gambar Ka’bah dan foto-foto lainnya serta mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya; 6. Seluruh Dewan Pimpinan Daerah Jam’iyyatul Islamiyah sampai ke tingkat paling bawah hendaklah lebih meningkatkan kerjasama dan konsultasi dengan MUI di daerahnya masing-masing. Untuk menyusun Buku Pedoman tersebut, Jam’iyyatul Islamiyah terbuka untuk diluruskan atau dibina oleh MUI. Oleh karena itu para pengurus Jam’iyyatul Islamiyah melakukan pendekatan dan melakukan dialog dengan MUI Pusat (Kustini).
182
7. Jama’ah Tabligh di Kota Ternate di Maluku Utara Peneliti : Mursyid dan Ahsanul Khalikin Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
A. Awal Mula Jama’ah Tabligh
J
ama’ah Tabligh adalah sebuah jama’ah Islamiyah yang dakwahnya berpijak pada penyampaian tentang keutamaan-keutamaan Islam kepada setiap orang, Jama’ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan menjauhi bentuk-benbtuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Jama’ah ini didirikan oleh Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364) dalam rangka merespon gerakan Hindu yang agresif (Shuddhi) yang ingin mengembalikan orang-orang Hindu yang masuk Islam. Ia dilahirkan di Kandahlah, sebuah desa di Saharnapur, India. Mula-mula ia menuntut ilmu kepada kakak kandungnya, Syaikh Muhammad Yahya, seorang guru di Madrasah Mazhahir alUlum Saharnapur. Kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di sekolah Deoband. Sekolah ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283 H/1867 M. Sepeninggal Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi, kepemimpinan Jama’ah diteruskan oleh puteranya, Syaikh Muhammad Yusuf Kandahlawi (1917-1965). Ia dilahirkan di Delhi. Sering berpindah-pindah mencari ilmu dan menyebarkan dakwah. Berkali-kali ia mengunjungi Saudi Arabia, menunaikan haji dan ke Pakistan. Beliau wafat di Lahore dan jenazahnya dimakamkan di samping orang tuanya di Nizham al-Din Delhi. Kitabnya yang terkenal ialah Amani Akhbar, berupa komentar kitab Ma’ani antara lain Atsar karya Syaikh 183
Thahawi dan Hayat al-Shahabah. Beliau meninggalkan seorang putera yang mengikuti jejak dan langkahnya, yaitu Syaikh Muhammad Harun. Pemikiran dan doktrin-doktrin dalam aliran Jama’ah Tabligh, sebagaimana tetah ditetapkan para pendiri jama’ah ini, adalah 6 prinsip yang menjadi azas dakwahnya, yaitu: 1) kalimah agung, 2) menegakkan sholat, 3) ilmu dan dzikir, 4) memuliakan setiap muslim, 5) ikhlas, 6) berjuang fi sabilillah. B. Jama’ah Tabligh di Kota Ternate Berdasarkan informasi dari beberapa aktivis keagamaan Jamaah Tabligh dan pejabat setempat, pendekatan yang mereka lakukan kepada masyarakat yang dianggap melakukan kemaksiatan dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya dengan cara bujuk rayu yang sifatnya secara lemah lembut dan dalam waktu yang relatif singkat sekitar 3 bulan – 1 tahun, ada juga hanya beberapa minggu dan beberapa hari. Keberadaan Jamaah Tabligh di lingkungan masyarakat sangat disegani dan dipatuhi oleh mereka ketimbang petugas aparat yang mereka anggap galak dan dengan cara kekerasan. Dari sekian banyak Jamaah Tabligh yang bergabung di wilayah Maluku Utara banyak sekali latar belakang kehidupannya adalah pelaku-pelaku tindakkekerasan dan perbuatan maksiat, dan mereka melakukan taubat dari perbuatannya semula. Diantara Jamaah juga ada beberapa orang dari petugas kepolisian dan tentara, sehingga untuk melakukan pendekatan ke masyarakat lebih mudah untuk diterima untuk mengajak bergabung dalam kelompok Jamaah Tabligh yang ada di sekitar Kota Ternate khususnya dan Propinsi Maluku Utara pada umumnya. Diperkirakan jamaah yang aktif mengikuti kegiatan Jamaah Tabligh di wilayah Propinsi Maluku Utara sudah mencapai 1.500 orang yang 184
tersebar keberbagai daerah, pulau dan pelosok yang ada di Propinsi Maluku Utara. Selain kegiatan Jamaah Tabligh Markasnya di Mangga Dua Masjid At Taubah, ada juga Zone kegiatan mereka yang terfokus di sebuah Mushalla Al Anshar Kelurahan Gamalama di lingkungan pemukiman pasar Kota Ternate. Tepatnya posisi mushalla berseberangan dengan bangunan masjid Raya Kota Ternate yang hingga kini belum selesai. C. Penutup 1. Kesimpulan Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun, diperoleh kesimpulan yang dipandang penting sebagai berikut: 1. Gerakan Jama'ah Tabligh mulai dikenalkan oleh Syekh Maulana Saiful Hadits Muhammad Ilyas di Mewat dekat New Delhi India pada tahun 1926. Faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya Jama'ah Tabligh diantaranya: a. Reaksi terhadap kemunculan gerakan agama Hindu yang agresif seperti kelompok Shuddhi (pemurnian) dan Sangathan (konsolidasi) yang gencar berupaya mengembalikan warga yang tadinya beragama Hindu dan beralih masuk Islam selama masa kekuasaan politik kelompok Muslim di India. b. Untuk membendung dan mengatasi kemerosotan dan krisis yang melanda umat Islam di berbagai bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan moral akibat politik kolonial. Syekh Muhammad Ilyas memandang penting dilakukan upaya dakwah agar umat Islam kembali pada ajaran Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.
185
2. Berkembangnya gerakan ini di Indonesia bermula dari kedatangan rombongan kecil juru dakwah yang berasal dari India sekitar tahun 1960-an dan awal 1970-an. Para da’i tersebut ditampung di masjid-masjid dalam melaksanakan tugasnya. Kunjungan itu berulang-ulang dari waktu ke waktu hingga terbentuklah kelompok da’i di sejumlah wilayah di tanah air. Sebagian tokoh lokal pernah berkunjung ke India, Pakistan dan Bangladesh. Jama'ah Tabligh di Ternate bermula dari kedatangan sejumlah juru dakwah yang melakukan khuruj ke Kota Ternate pada tahun 1998 yang berasal Jawa dan Sumatera. Mereka diterima di Masjid Asy-Syifa’ yang terletak di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Hasan Bashori Ternate. 3. Jama'ah Tabligh terbentuk atas dasar persamaan dan ikatan aspiratif, tidak mempunyai anggota tetap, tidak memiliki organisasi dan tidak terdaftar secara resmi di pemerintah. Masjid adalah pusat kegiatan dan markas dakwah. Meskipun demikian, kelompok ini memiliki hirarki kepemimpinan walaupun sangat sederhana. Cara dakwah mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Pimpinan rombongan mereka diambil berdasarkan senioritas. 4. Ajaran pokoknya adalah kalimah thayyibah (lailaaha illallah). Orang yang mengucapkan kalimah ini dengan kesungguhan hati akan menyadari dirinya sebagai hamba Allah, mematuhi perintah-Nya dan menjauhi laranganNya. Shalat lima waktu secara berjama’ah dilakukan dengan khusyu’. 5. Respon masyarakat Ternate terhadap kelompok ini ada yang positif dan negatif. Alasannya dari sisi akidah yang dianut tidak sesat, madzhab fiqih yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan syari’at berada pada koridor arus 186
utama. Dalam berdakwah, kelompok ini bersikap santun dan ramah, jika berdebat tetap bersikap lemah lembut dengan kemahiran retorika. Kejujuran, ketulusan dan kerendahan hati selalu dijunjung tinggi, berlomba-lomba dalam berinfaq diterapkan kepada para anggotanya. Sementara respon negatif itu beralasan bahwa metode yang dikembangkan oleh kelompok ini parsial, karena anti kontra politik. Padahal dakwah Nabi dilakukan secara menyeluruh, termasuk bidang politik dengan ketajamam diplomasi. Kelompok ini dinilai tidak menjadikan keseimbangan dalam hidup ini antara kepentingan dunia dan akhirat seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Dalam melaksanakan misinya, kelompok ini meninggalkan keluarganya (khuruj), sementara kebutuhan ekonomi keluarga kurang diperhatikan. 2. Rekomendasi Pemerintah diharapkan melakukan pembinaan kepada Jama'ah Tabligh, sebagai salah satu langkah mengantisipasi ekses-ekses negatif tindak kekerasan, baik resistensi yang muncul dari masyarakat setempat atau pihak lain yang tidak senang dengan kondisi yang ada di wilayah ini. Apalagi Ternate berada di wilayah yang rentan menimbulkan konflik. Bagi kelompok Jama'ah Tabligh diharapkan tetap menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan berkompetisi positif dalam menjalankan misi dakwahnya, apalagi jika berada pada komunitas pemeluk agama yang heterogen.
187
188
8. Faham dan Pemikiran Keagamaan Masyarakat Kristen di Manado
Liberal
Peneliti: Ahsanul Khalikin, 2008 Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin
A. Pendahuluan
O
rang Kristen sudah sejak lama mengajarkan akan berharganya jiwa individu dan menempatkan nilai yang cukup tinggi terhadap individualisme, namun hal ini tidak sampai pada reformasi dan aksi individu yang secara bebas diungkapkan dalam ajaran-ajaran protestanisme. Pada saat itu monarki sedang memusnahkan feodalisme, namun para bangsawan menciptakan kaum borjuis, sebuah kelas baru yang menuntut haknya, khususnya secara komersil yang tanpa batas. Proses ini terjadi di beberapa negara, mungkin dapat dikatakan bahwa filosof pertama yang menawarkan doktrin liberal tentang kebebasan individu secara lengkap adalah seorang Inggris bernama John Locke (1689). Sejak periode ini maka doktrin liberalisme klasik berkembang. Pandangan tersebut dapat dikatakan modernis dan liberal. Pandangan liberal dalam kekristenan dimulai dengan buku Schleiermacher Uber die Religion; Reden an die Gebildeten unter ihren Verachten (1799) dan berakhir dengan buku Karl Barth Rometbrief (1919). Namun dalam bentukbentuk tertentu, pandangan itu masih banyak hadir pada masa kini. Sebagaimana diterangkan selanjutnya oleh Ramm, ahli-ahli ”liberal” menerima salah satu filsafat yang berlaku sebagai kerangka pemikiran mereka. Dari situlah mereka mengembangkan ajaran tentang pengalaman keagamaan, kemudian menafsirkan pengertian Kristen dalam filsafat dan pengalaman keagamaan, dan akhirnya mengubah kekristenan
189
sehingga cocok dengan filsafat dan ajaran tentang pengalaman keagamaan ini. Menurut Ramm pandangan ini ”menyangkal adanya perbedaan antara yang akan diselamatkan dan yang tersesat, dan semua manusia dianggap mempunyai potensi keagamaan yang sama, maka semua orang termasuk dalam persaudaraan yang mengakui Allah sebagai Bapak”. Pandangan liberal cenderung menerima secara sah segala usaha tulus untuk mencari kebenaran, karena tak satu pun mempunyai keabsahan akhir. Karena itu ajaran Kristen terus-menerus dibentuk kembali sesuai dengan pemahaman manusia dan perkembangan budayanya. Fakta sejarah bahwa Gereja-gereja di Indonesia masih memikul beban warisan teologi dari Gereja-gereja Barat masa lampau. Adanya invasi Barat ke Timur mempercepat proses perjumpaan occidental dan oriental mengakibatkan Teologi Kristen Barat (Teologi Tradisional) diterima sebagai suatu yang universal menjadi model-model berteologi gereja-gereja di Asia juga selama berabad-abad. Namun, sesuai butir-butir di atas, semakin nampak kesadaran baru dari gereja-gereja di dunia ke tiga, khususnya di Indonesia untuk memahami Injil, dalam konteks, situasi historisnya sendiri. B. Konsepsi Paham Libedral Di Manado paham keagamaan Kristen liberal pada umumnya berasal dari kalangan Cendekiawan Kristen, dosen, mahasiswa atau pelajar-pelajar. Ada kelompok yang bersifat Injili dari kalangan mahasiswa, tetapi kelompok paham ini sulit perkembangannya untuk jangka panjang dalam gerejagereja. Secara sederhana dalam gereja kita mengenal dua paham yang besar yaitu paham liberal dan paham Injili. Cuma untuk menelusuri kelompok yang menganut paham liberal ini agak susah karena orang sekarang ini sudah hidup di zaman 190
global, bukan lagi jemaat ikut paham ini dan paham itu. Di dalam pemahaman teologi doktrinnya seperti paham liberal tetapi jemaatnya ada di gereja yang menganut paham Injili. Dari sisi etika orang berangkat dari segi pemahamannya, kalau orang menganggap segala sesuatunya liberal, pemahaman seperti itu tingkah lakunya tidak seperti orang Injili. Kalau dia mengerti Firman Tuhan secara liberal itu bisa mempengaruhi etikanya. Jika dia beralibi namanya saja liberal boleh saja untuk mengekspresikanya. Kita juga memahami bahwa hak laki-laki dan perempuan sama, mungkin saja dalam hal keterbatasan melayani dan lain-lain disitu ada perbedaan. Pandangan mereka dalam masalah perkawinan beda agama misalnya, pada dasarnya beda agama dalam arti Kristen dengan non Kristen, karena kita kembali ke ajaran Alkitab jangan kamu menjadi pasangan yang tidak seimbang, memang itu dianjurkan tetapi tidak dilarang karena Alkitab juga mengarahkan kalau seorang beristrikan orang yang tidak beriman mesti bercerai, tapi tetap jadi berkat suami atau istrinya yang dipercaya, intinya dianjurkan tetapi tidak dilarang. Kalau orang mau kawin ia harus dibaptis, harus mengikuti aturan-aturan kita kalau tidak mau tidak dipaksakan, tapi kalau mau diberkati di depannya harus dibaptis karena ia harus bertanggung jawab dihadapan Yesus. Di dalam agama Kristen kalau keluar dari kebenaran firman Tuhan jelas salah. Jadi aliran apapun kalau sudah keluar dari kebenaran firman Allah maka jelas menyimpang. Ada kasus baik secara pribadi atau perorangan kalau dia sudah menyimpang dari kebenaran misalnya kawin lalu cerai tentu ini salah. Kejadian itu sering terjadi baik perseorangan atau kelompok. Terutama kasus rumah tangga, kita percaya bahwa Alkitab mengajarkan etika kualitasnya yang baik, 191
karena kita yakin Tuhan memberikan Firman agar kita saling menghormati, menyayangi satu dengan yang lain supaya hidup dengan baik. Jadi bebas memilih. Tuhan saja tidak memaksa untuk menentukan satu pilihan apalagi manusia, tidak bisa dipaksakan kita punya keyakinan bahwa keselamatan itu hanya jalan Yesus. Realitas masyarakat yang perlu kita bangun tentu saja saling menghormati, saling menghargai antar pemeluk, kita tidak mungkin menganggap sesat dan lain sebagainya istilahnya itu adalah pelecehan terhadap agama, dan itu adalah pelanggaraan salah satu Hak Asasi Manusia. Perbedaan penafsiran biasa, kebebasan kita dan juga katakan bahwa pada setiap gereja memiliki ajaran yang berbeda namun kita tetep menghargai, keyakinan seseorang itu dibangun dari apa yang ia mau, apa yang dia dengar, apa yang sudah dia alami, apa yang sudah dia miliki, tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Perbedaan yang ada di tengah masyarakat itu tidak ada masalah, tidak menjadi persoalan, seseorang yang memiliki kepercayaan yang memegang keyakinan tidak bisa memaksa atau harus ditanggapi secara dewasa. Jangan sampai perbedaan-perbedaan itu dikonfrontir menjadi masalah di masyarakat. Tidak perlu gereja membuat peraturan, bagi orang yang kuat imannya tidak jadi masalah. Kebenaran yang kita pahami dengan baik itu, sudah merupakan suatu kebenaran. Kalau kita berbicara apa itu kebenaran, kata kebenaran itu sudah menjadi relatif, benar menurut kita belum tentu benar menurut yang lainnya, tetapi secara realita tentang kebenaran itu, harus ditanyakan siapa kebenaran itu, dalam Injil dibilang, “Akulah kebenaran”, jadi kebenaran itu masih dalam diskusi. Kita ini umat yang berdosa, kalau orang bertanya apa itu
192
kebenaran, orang akan menjawab kebenaran itu bisa berbeda, jadi kebenaran itu relatif. Berbicara tentang istilah minoritas-mayoritas adalah bahasa yang kita boleh katakan bahasa provokasi, seolah-olah yang mayoritas itulah yang berkuasa. Kalau dalam bahasa hukum itu namanya karma (rimba), seolah-olah yang kuasa yang benar, yang minoritas merasa dirinya jadi warga yang tertindas. Kita berpegang pada kebenaran yang kita yakini, tapi kalau ada pemahaman-pemahaman itu sudah masuk pada masalah teologi, tentu disitu berbeda jauh. Pasti dia akan percaya pada doktrinnya sendiri yang paling benar sesuai dengan keyakinan yang dia yakini. Begitu juga orang lain dia akan mengatakan doktrinnya yang paling benar. Pendeta Edy Komaya, pimpinan salah satu gereja yang ada di Manado mengatakan bahwa di Kota Manado semacam kelompokkelompok penginjil, mahasiswa atau cendekia-cendekia yang berfikir secara liberal, dan dari tradisi-tradisi gerejawi yang selalu menafsirkan Alkitabnya, begitu pimpinan mempunyai keyakinan tentang satu ajaran agama, satu visi dalam agama hendaknya perlu disosialisasikan ke jemaat supaya mereka mengerti. Salah seorang Pendeta Gereja Pantekosta mengatakan bahwa paham liberal yang dianut oleh pribadi atau individu yang dimaksud konteks teologia, menurut pandangan kami adalah kalau dihubungkan dengan konteks teologia dari sudut pandang Gereja Pantekosta adalah mereka yang mempengaruhi guru sudah barang tentu keluar dari ajaran Gereja. Pemahaman liberal itu bagi mereka sesuatu yang wajar saja. Dari kalangan Gereja Pantekosta bukan tidak ada tempat, ada tempatnya tapi dibiarkan.
193
194
C. GERAKAN TAREKAT DAN SUFISME PERKOTAAN 1. Majelis Pengajian Ilmu Tauhid Tasawuf ”Ushuluddin” Banjarmasin Kalimantan Selatan Peneliti: Aksanul Khalikin, 1998 Penulis Naskah Direktori: Ahmad Rosyidi
A. Pendahuluan
D
alam revolusi fisik, bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan negara melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Demikian pula yang terjadi wilayah Banjarmasin, pada masa perjuangan banyak pejuang gugur sebagai pahlawan, sementara yang lain dipenjarakan. Di antara yang masuk penjara adalah Abdul Kadir Djailani Darman (Abdul Kadir DD). Kondisi ini mendorong Abdul Kadir Djailani Darman berkhalwat atas keprihatinan umat Islam yang semakin terpuruk, dari segi moral dan pembangunan fisik. Perpecahan umat menurut Abdul Kadir DD dimulai sejak penjajahan. Umat Islam terpecah-pecah dan tidak berpegang teguh pada syari’at, perpecahan antara ulama Syari’at dan ulama Hakekat. Majelis ini meyakini bahwa Abdul Kadir DD menerima ilmu kenabian setelah berkhalwat. Abdul Kadir DD diyakini pula bertemu langsung Nabi dan mengajarkan mandi syahadat sembilan dan ilmu lainnya, terutama ilmu batin. Namun, ilmu tersebut dilarang disampaikan ke orang lain sampai 18 tahun. Dengan dasar inilah, Abdul Kadir DD melakukan hubungan dengan para wali dan belajar kitab kuning. Batas waktu larangan itu berakhir tahun 1970. Abdul Kadir DD mulai mengajarkan ilmu yang diterima tersebut dengan persyaratan yang
195
ditetapkan oleh Nabi Muhammad, yakni; a) tidak boleh mengikuti orang lain; b) tidak boleh mengajarkan ilmu yang diajarkan Nabi di luar rumah sendiri, kecuali memberi ceramah; c) jika berbicara agar ditujukan pada aqidah. B. Temuan dan Hasil Kajian 1. Sekelumit Sejarah Pendiri Abdul Kadir DD adalah seorang pedagang. Sesuai dengan isyarat Nabi tadi, ia mulai mengajarkan ilmunya setelah tahun 1970. Ia mendirikan Majelis Pengajian Ilmu Tauhid Tasawuf Ushuluddin beralamat di Jl. Simpang Sie Bilu/ Kampung Melayu No 330 RT VI Kec. Banjar Timur, Kota Banjarmasin. Alamat tersebut adalah alamat kediaman guru Abdul Kadir DD sendiri. Selain memberikan pengajian, juga menuliskan buku sebagai pegangan jama’ah. Di mata masyarakat, guru Abdul Kadir adalah orator dan agitator. Abdul Kadir lahir tanggal 31 Desember 1920 di Kampung Melayu Kodya Banjarmasin. Ayahnya bernama Darman berasal dari Bakumpai Marabahan (Martapura). Ibunya Saadah dari Kampung Melayu Banjarmasin. Abdul Kadir menikah dengan Musnah dan dikaruniai 5 orang anak. Pendidikannya dimulai di Madrasah Ibtidaiyah. Pernah nyantri di Ponpes Darussalam Martapura selama 4 tahun dan melanjutkan di Gontor Ponorogo Jawa Timur tahun tahun 1938-1941. Profesi yang digeluti adalah sebagai pedagang (di Panarukan tahun 1937). Pernah menjadi Ketua Induk Pasar Banjarmasin (1964-1972). Di bidang kajian, ia mengajar di majelis yang ia dirikan sejak tahun 1964 sampai penelitian ini dilakukan (1988).
196
2. Organisasi dan Ajaran-Ajarannya Organisasi majelis ini sangat sederhana, terdiri dari pengurus tingkat pusat dan cabang. Pimpinan pusat dipegang langsung oleh Abdul Kadir DD sendiri tanpa dibantu oleh asisten secara struktural. Beliau sendiri mengendalikan kegiatan majelis ini, baik keluar maupun ke dalam. Organisasi ini belum berbadan hukum untuk menjaga citra majelis pengajian ini, maka sangat bergantung pada sentral figur saja, yaitu tokoh pendiri. Pengajian merupakan tugas utama dengan tujuan menghindarkan umat Islam dari penyimpangan. Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Abdul Kadir DD bersumber dari buku karangan sendiri. Sumber ajaran Islam menurutnya adalah wahyu Ilahi berdasarkan 4 pokok; Kalimat Tauhid, Ilmu Syari’at, Ilmu Hakekat dan Firman Allah (Al-Qur’an). Sejak Nabi Muhammad, menurut Abdul Kadir DD. Islam berpegangan pada aqidah kalimat tauhid yang mengandung 4 keesaan Allah yaitu; dzat, sifat, asma’ dan amal (perbuatan). Menurutnya, inilah yang dimaksud dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Ahlussunnah wal jama’ah menurutnya mengutip Imam Ghazali adalah orang-orang yang mengikuti rumusan Imam Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi. Balitbang Kementerian Agama melakukan penelitian lapangan pada ajaran pengajian ini, dan menyimpulkan temuan, diantaranya; a) banyak anggotanya tidak berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah; b) tidak berilmu hakekat; c) Abdul Kadir mengaku keturunan Syaikh Arsyad Al-Banjari; d) mengajarkan ilmu tauhid tidak boleh keluar rumah, mengisolasi diri dan melarang dakwah terang-terangan; e) menganggap Abdul Kadir memiliki ilmu ”linuwih”, dapat membuat orang menjadi kaya, sembuh dari sakit; 197
Sebelumnya MUI Hulu Sungai Utara menetapkan ajaran Abdul Kadir sesat. Tepatnya pada buku: ”Ikhtisar Konsep Materi Dakwah Islamiyah dan Ajaran-ajaran Islam”. Buku ini dijadikan materi utama pada pengajian Husnul Khatimah yang dipimpin oleh H Noor Ifansyah. Setelah dilakukan mediasi Pemerintah melalui Departemen Agama (Litbang) secara intensif, tetapi menemui jalan buntu. Buntutnya adalah tuntutan pelarangan dari berbagai pihak, seperti Pemda I Kalimantan Selatan karena memunculkan konflik. Tuntutan pelarangan juga datang dari Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari dan Kanwil Kementerian Agama, KUA Kec. Paringin, Dir. Sospol Pemda I Prov. Kalsel dan tokoh agama setempat. Kejaksaan Tinggi Banjarmasin melalui SK No Kep. 43/M.3/Dks.3/9/1988 tanggal 24 September 1988 akhirnya mengeluarkan larangan pada ajaran. C. Penutup 1. Kesimpulan a. Majelis pengajian ilmu Tauhid Tasawuf Ushuluddin merupa kan kelompok pengajian agama yang didirikan dan dikembangkan oleh Abdul Kadir Djailani Darman yang mengajarkan ilmu dan ajaran agama menyimpang dan masuk kategori sesat dan menye satkan. b. Diantara fakta dari pengajaran kelompok ini adalah; a) tidak berilmu hakekat; b) Abdul Kadir mengaku keturunan Syaikh Arsyad Al-Banjari; c) mengajarkan ilmu tauhid tidak boleh keluar rumah, mengisolasi diri dan melarang dakwah terang-terangan; e) menganggap Abdul Kadir memiliki ilmu ”linuwih”, dapat membuat orang menjadi kaya, sembuh dari sakit; c. Banyak pihak menuntut pelarangan kelompok ini, datang dari Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari dan Kanwil 198
Departemen Agama, KUA Kec. Paringin, Dir. Sospol Pemda I Prov. Kalsel dan tokoh agama setempat. 2. Rekomendasi a. Kepada Kanwil Kementerian Agama Kalimantan Selatan untuk melakukan pembinaan secara intensif kepada pengikut pengajian tersebut bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat. b. Memberikan pencerahan pada masyarakat mengenai kriteria ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam.
199
200
2. Studi Kasus Pengajian Tawakal Di Yogyakarta Peneliti: Wakhid Sugiyarto, 2007 Penulis Naskah Direktori: Wakhid Sugiyarto
A. Latar Belakang Gerakan
D
alam beberapa tahun terakhir, umat Islam Indonesia telah menyaksikan kelahiran sejumlah gerakan keagamaan yang bersifat nasional maupun lokal. Gerakan keagamaan mana sebenarnya masih dalam lingkup mainstream lama, baik modernis maupun tradisional. Di samping itu, muncul pula gerakan keagamaan yang bersifat kesufian dan sekaligus lokal. Sejauh ini, belum ada pemetaan secara konprehensif dan sistematis mengenai gerakan keagamaan yang berbau kesufian dan sekaligus lokal ini. Munculnya gerakan keagamaan Islam baru yang bersifat kesufian di Indonesia selama beberapa dasawarsa ini merupakan fenomena yang memerlukan studi dan pendalaman tersendiri terutama untuk melihat arah perkembangan keislaman di masa depan. Gerakan keagamaan yang berbau kesufian itu harus ditempatkan dalam konfigurasi keseluruhan gerakan Islam yang sedang fenomenal di Tanah Air selama beberapa dasawarsa ini. Meskipun gerakan itu bersifat kesufian, sebenarnya kelanjutan belaka dari gerakan sejenis yang muncul sejak masa lalu. Namun, karena ada perubahan-perubahan menyangkut teknis, ajaran dan sistem gerakan yang berbeda dengan para pendahulunya, maka kajian mengenai gerakan keagamaan berbau kesufian ini tetap menarik untuk diteruskan. Gerakan keagamaan berbau kesufian merujuk pada kondisi temporal, penggunaan istilah pengajian tanpa mengikutsertakan istilah gerakan yang sebenarnya menjadi substansi pengajian tersebut.
201
Dari perspektif ini, Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian yang berkaitan dengan gerakan keagama an. Penelitian diawali dengan kajian teks di UIN Yogyakarta, kemudian mencoba mendalami Pengajian Tawakal Yogyakarta tersebut, sebuah gerakan yang lebih memperlihatkan sebagai gerakan penyembuhan dan berbau tasawuf dari pada sebagai pengajian biasa. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui secara lebih mendalam profil gerakan Pengajian Tawakal; mengetahui motivasi masyarakat mengikuti gerakan; dan ajaran gerakan Pengajian Tawakal. B. Pendiri Gerakan Tawakal Suatu gerakan keagamaan apapun namanya, dalam peraktiknya tidak mungkin muncul secara tiba-tiba, tetapi ada sejumlah masalah yang melatarbelakanginya mengapa sebuah gerakan keagamaan muncul dan menampakkan eksistensinya di hadapan publik. Gerakan pengajian tawakal adalah tindakan terencana dan terorganisir yang dilaku kan oleh suatu kelompok masyarakat disertai program terencana yaitu menanamkan nilai dan norma agama Islam (zikir) dan ditujukan pada suatu perubahan sikap yang dapat berserah diri kepada Allah setelah melakukan ikhtiar atau sebagai gerakan perlawanan terhadap kondisi ketidakberdayaan diri menghadapi kehidupan yang dijalaninya (tawakal). Dalam praktiknya, gerakan pengajian Tawakal ini menunjukkan usaha yang serius untuk membimbing para pengikutnya, dapat mengatasi permasalahan hidupnya dan dapat berserah diri kepada Allah sebagai yang Maha Berkehendak. Lahirnya gerakan ini, tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang yang mungkin juga berliku dan melalui pengalaman panjang pula dari para penggeraknya, sehingga ia memutuskan untuk mendirikan gerakan pengkajian tawakal ini. Gerakan keagamaan mana pada 202
intinya digerakan dan dibantu oleh orang-orang yang secara emosi keagamaan tidak mendapatkan kepuasan atas jawaban ke butuhan gelora jiwa terhadap tafsir agama yang telah ada karena deprivasi. Pada tulisan Abdul Azis dan Imam Tholkhah, deprivasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu; pertama, deprivasi ekonomi; kedua, deprivasi sosial; ketiga, deprivasi organistik yang melahirkan gerakan penyembuhan; keempat, deprivasi etis (yang lebih filosofis, seperti konflik antara citacita yang dimiliki oleh gerakan/aliran dengan yang dimiliki masyarakat pada umumnya yang melahirkan gerakan reformasi); kelima, deprivasi psikis yang menimbulkan gerakan mistik. Hampir seluruh gerakan keagamaan di Indonesia, sampai kadar tertentu diakibatkan oleh kelima jenis deprivasi itu. Ada juga gerakan keagamaan sebagai akibat deprivasi organistik, seperti gerakan-gerakan zikir yang lagi marak di Tanah Air beberapa tahun terakhir, termasuk misalnya gerakan Pengajian Tawakal. Pengajian Tawakal, ternyata juga akibat deprivasi. Deprivasi nya adalah deprivasi etis, organistik dan psikis yang dirasakan secara kolektif oleh orang-orang dari berbagai kalangan muslim di Yogyakarta. Persoalan-persoalan hidup yang sulit, baik sosial ekonomi, sosial pendidikan, maupun gangguan jiwa karena ketidaktenangan batin dan sebagainya mendorong orang untuk mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut. Munculnya orang-orang pengangguran, gelisah karena susah mencari pekerjaan, ada pula orang-orang yang cukup sosial ekonominya merasa sulit menatanya sehingga tidak membuatnya tenang dan bahagia, sementara orangorang yang kondisi sosialnya berlebihpun banyak mengalami keresahan karena berbagai hal, seperti; masalah dengan anakanak dengan lingkungan, dengan atasannya di kantor,
203
keterlibatan anaknya dalam dunia malam, dunia narkoba dan sebagainya, sehingga membuatnya tidak tenang dan dilanda kegelisahan yang akut. C. Pengajian Tawakal dan Pengobatan Psikologis Berbekal pengalamannya mengelola pengajian di Jakarta, H. Asdie paham bahwa di Yogyakarta banyak orang yang juga dilanda depresi. Kelompok pengajian Tawakal yang didirikan, cocok dengan kebutuhan batiniah masyarakat muslim Yogyakarta yang sedang dilanda resah. Kelompok pengajian Tawakal akhirnya memerankan diri sebagai gerakan pembaha ruan tarekat, gerakan penyembuhan bagi orang sakit dan gerakan mistik baru (penyembuhan psikis). Keberlanjutan pengajian Tawakal didukung oleh keberhasilan banyak individu yang telah mencoba untuk menekuni jalan baru dalam memuaskan gelora keagamannya dalam kelompok ini. Pengajian Tawakal yang dibentuk oleh H. Asdie benar-benar menemukan relevansinya dengan realitas kehidupan keagamaan masyarakat Yogyakarta ketika itu. Alasan pendiriannya logis, tokoh-tokoh dan kelembagaannya mampu membantu menyalurkan kebutuhan gelora keagamaan para pendukungnya. Kemampuan gerakan pengajian Tawakal memenuhi fasilitas kebutuhan dan harapan dari para pendukungnya, telah mendorong semakin dikenalnya gerakan pengajian Tawakal oleh masyarakat dan semakin banyak pula para pembimbing menjadi asisten H.Asdie, serta semakin efektif dalam menjalankan aktivitasnya. Di Yogyakarta, kita mengenal istilah Islam Kejawen, sebuah kondisi di mana memang ada percampuran antara Islam dan budaya Jawa, yaitu ajaran Islam yang dipahami dan dan dikembangkan menurut alam pikiran dan kacamata tradisi kejawen. Walaupun Islamnya tidak sekental Islam 204
pesantren, namun budaya dan sastra Islam Kejawen amat berjasa sebagai pengantar bagi para pecinta budaya dan sastra Jawa untuk mengenal Islam. Banyak buku sastra menggambarkan betapa di Keraton Yogyakarta pernah dipelajari Islam secara mendalam dalam bentuk serat-serat menjadi penghantar para pecinta sastra itu untuk mempelajari Islam. Tidak ada sastrawan kraton yang tidak mencintai nabinabi, para wali dan sebagainya sebagai pembawa pesan kebenaran di atas bumi ini. Merekapun percaya akan akhirat, siksa neraka, adanya surga dst. Yogyakarta adalah sebuah kota yang kaya budaya manusia yang mendalam, sehingga sufisme dan aliran mistik pada umumnya mendapat sambutan dan pengikut banyak di Yogyakarta. Di kalangan sufi, konflik antara sesama pengikut sesungguhnya sangat tajam, terutama yang berbeda nama dan aliran tasawufnya. Dalam sastra Arab, konflik tergambar pada pertarungan al-Ghazali yang dipandang heterodoks dan menghargai syariat melawan paham al-Halajj yang cenderung panteisme dan kurang menghargai syari’at. Kemudian di Jawa dikenal pertarungan antara syeikh Siti Jenar atau Lemah Abang dengan para wali yang dipimpin Sunan Giri. Sampai hari ini Yogyakarta banyak dihuni oleh orang-orang yang menganut paham manunggaling kawulo gusti, atau setidaktidaknya banyak cara yang dapat digunakan dalam mendekatkan diri kepada Allah sang Pencipta. Dalam kondisi masyarakat Yogyakarta banyak dipengaruhi oleh Islam Kejawen dan tekanan kehidupan modern menjadi lahan subur bagi berkembangnya gerakan terakat seperti pengajian zikir Tawakal. Pengajian Tawakal di Yogyakarta adalah pengembangan pengajian serupa yang sudah ada di Jakarta sejak tahun 1970an yang didirikan oleh H. dr. Permana Sastrarogawa. Ia
205
berporfesi sebagai dokter syaraf di sebuah rumah sakit umum di Jakarta Pusat. Konon pengajian ini khusus menangani orang-orang yang terkena sakit kanker, depresi, stres dan gejala sakit kejiwaan lainnya. Pengajian ini diikuti oleh kalangan susah dalam bidang ekonomi, seperti para pekerja rendahan, buruh pabrik, hingga yang ekonomi mapan dari berbagai profesi, seperti dokter, pengusaha, pejabat dan sebagainya. Nama Tawakal diambil untuk nama kelompok pengajian ini, sebab dalam Al-Qur’an tidak sedikit ayat-ayat yang memerin tahkan manusia untuk bertawakkal, begitu pula dalam hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, “Sekiranya kamu benar-benar bertawakkal kepada Allah tentu lah Allah merezekikan kamu, sebagaimana Allah merezekikan burung, ia pergi dengan lapar dan pulang dengan kenyang”. Dengan nama “tawakal” diharapkan orang-orang yang berga bung di dalamnya selalu bertawakkal kepada Allah, yaitu meny erahkan diri kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-Nya. Sikap tawakal, sebagai cara berpegang teguh kepada Allah terhadap keselamatan panca indera, alat-alat bekerja, kesempur naan pekerjaan dan kelengkapan amal, bakti dan ketaatan ke hadirat Allah serta menyempurnakan yang dituntut akal. Gerakan pengajian Tawakal menjadi gerakan penyembuhan bagi anggota dan pedukungnya ketika mereka dilanda gejala sakit psikis dalam bentuk ketidaktenangan, ketidaktenteraman, ketidakdamaian dan ketidakbahagiaan. Tawakal menjadi gerakan mistik, atau tidak merupakan gerakan sufistik bagi para anggota dan pendukungnya yang kebanyakan bermasalah dalam persoalan cara-cara menghadap kepada Illahi. Model tarekatpun dilakukan, yaitu dalam bentuk bacaan-bacaan zikir tertentu dan dengan cara-
206
cara tertentu pula yang sebenarnya tidak lazim secara syariat, hingga bagi sebagian besar orang tidak memahami dari mana perintah melakukan hal-hal yang diajarkan dalam gerakan pengajian Tawakal itu. D. Ajaran Tawakal Para pembimbing Tawakal selalu mengingatkan “Jika Anda datang ke Tawakal karena mengharap kesembuhan, atau mengharap persoalan hidupnya bisa teratasi, maka jika anda sudah mendapatkannya anda akan melupakan zikir (taqarrub) kepada Allah. Tetapi jika anda datang ke Tawakal karena ingin mendekat, zikir dan taqarrub kepada Allah Anda akan mendapatkan kesembuhan dan keuntungan lain yang diberikan oleh Allah karena keridlaan (kecintaan Allah kepada Anda)”. Keberhasilan pengajian Tawakal dalam melayani para pasien yang kemudian banyak dikenal di Yogyakarta, akhirnya anggotanya membludak, sehingga rumah H. Asdie selalu dipenuhi pengunjung yang ingin mengikuti pengajian dan konsultasi. Ajaran pengajian Tawakal memiliki norma tersendiri. Menurut Talcot Parsons, di manapun suatu kelompok masyarakat berada selalu berpegang pada ketentuan yang merupakan kesepakatan bersama dari para anggota kelompoknya, maka gerakan Pengajian Tawakal memiliki norma yang menjadi konsensus bersama dan selalu ditekankan atau diajarkan kepada para anggotanya. Norma ini karena selalu ditekankan dalam setiap pertemuan, akhirnya menjadi konsensus dan bahkan menjadi doktrin bersama yang diusahakan untuk ditaati secara bersama, sehingga perjalanan gerakan pengajian Tawakal ini dapat terus berlangsung. Dalam beberapa wawancara dengan para informan maupun tulisan H. Ahmad Asdie, sebenarnya menunjukkan bahwa pengajian ini menekankan akhlak 207
(moral), baik itu akhlak kepada Allah, kepada sesama manusia dan akhlak kepada lingkungannya yang dipandang akan menyelamatkan para anggotanya di dunia maupun di akhirat kelak. E. Penutup 1. Kesimpulan Ketika deprivasi etis dan organistik dirasakan oleh suatu kalangan masyarakat secara kolektif, maka akan muncul gagasan untuk membentuk kelompok yang dipandang dapat memuaskan gelora keagamaan dari masyarakat tersebut. Semakin kuat dan meluas tekanan deprivasi atau tekanan sosial terhadap suatu masyarakat, maka akan semakin subur pula gerakan-gerakan keagamaan yang dipandang dapat memenuhi kebutuhannya, bahkan pada tahap tertentu dapat mengarah pada gerakan mesianisme (menunggu munculnya Ratu Adil). Organisasi keagamaan yang telah mapan dipandang tidak mampu melayani jamaahnya secara maksimal. Mereka sibuk melayani orang-orang dekatnya saja, ada yang sibuk mengurusi partai, ngurusi lembaga sosial dan pendidikan, mengurusi ekonomi dan urusan duniawi lainnya. Agama lebih bermakna show fisik dari pada substansinya dari pada sebagai cara pendekatan kepada Tuhan. Kondisi ini telah banyak mengecewakan sebagian kaum muslim, yang kemudian mencari pelarian (di sini agama dapat bermakna sebagai candu dan hiburan dalam berbagai bentuknya. Gerakan pengajian Tawakal yang hampir secara keseluruhan merupakan gerakan penyembuhan telah diikuti oleh ribuan orang di berbagai kota besar di Indonesia. Para peserta yang menjadi anggota pengajian Tawakal, hampir secara keseluruhan merupakan orang-orang bermasalah 208
secara ekonomi maupun kejiwaan. Pengajian Tawakal dapat dipandang sebagai gerakan penyabaran bagi orang-orang yang tidak sabar dan selalu berkeluh kesah. 2. Saran Hendaknya seluruh organisasi keagamaan dapat mengambil hikmah dari kemunculan berbagai gerakan zikir yang makin marak di Tanah Air, yang sesungguhnya merupakan deprivasi keagamaan bagi para jama’ahnya. Harap dimaklumi bahwa kebutuhan manusia bukan hanya jasmani belaka tetapi juga rohani.
209
210
3. Yayasan Khasanah Kebajikan di Ciputat, Tangerang Selatan Banten Peneliti: Ahsanul Khalikin, 2007 Penulis Naskah Direktori: Ahsanul Khalikin A. Profil Yayasan Khasanah Kebajikan
Y
ayasan Khazanah Kebajikan (YKK) adalah lembaga sosial keagamaan yang mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda dan manusia lanjut usia (manula). Secara khusus, YKK nampak sebuah panti asuhan dan pondok pesantren yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan ekonomi umat. Ciri khas YKK berupa budaya shalat tahajjud, kajian Al-Quran, penerimaan dan penyaluran zakat, infaq dan shodaqah, pengasuhan kaum lemah dalam asrama dan pendidikan untuk siswa dan mahasiswa berekonomi lemah. YKK didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial warga untuk membantu kaum dhuafa dan untuk membendung gerakan misionaris di sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pengurus YKK pertama kali mengambil dan mengasuh 16 anak yatim dan fakir miskin dari warga sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir untuk dididik dan disantuni. Sentral kegiatannya berada di masjid Al-A’raaf Bukit Cirendeu. Yayasan Khazanah Kebajikan kini berkembang dan memiliki lembaga pendidikan formal dan non-formal, dari tingkat SD sampai PT untuk membantu kaum dhuafa yang ingin mendapat pendidikan yang layak. B. Temuan Penelitian 1. Strategi Dakwah Dalam menyampaikan dakwah dan menafsirkan ayatayat Al-Quran salah seorang pendiri yayasan yaitu Drs. H. 211
Nadjmuddin Siddiq secara tegas dan jelas menjelaskan kepada jamaah. Sewaktu dilakukan penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan terlibat serta mengikuti kegiatan shalat tahajjud dilanjutkan muzakarah membahas beberapa ayat Al-Quran dan terjemahnya dalam konteks keutamaan orang yang membayar zakat, sedaqah, shalat, ibadah puasa dan ibadah lainnya. Shalat tahajjud dilakukan di lapangan terbuka yang diikuti masyarakat umum dari berbagai penjuru yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Bila Drs. H. Nadjmuddin Siddiq berada di tempat, beliau yang menjadi imam shalat tahajjud dan dilanjutkan dengan muzakarah membahas ayatayat Al-Quran dan Hadits. Penyampaian dakwah menggunakan metode ceramah, dengan cara duduk lesehan bersama di aula yayasan secara terbuka dan sebagian jamaah lainnya duduk di lapangan tempat dilakukannya shalat tahajjud. Diantara jamaah ada yang membawa Al-Quran dan terjemah, sewaktu ceramah di mulai Drs. H. Najmuddin Siddiq memulai dengan kalimat pembukaan, dilanjutkan dengan pembacaan Al-Quran dan terjemah, yang telah disebutkan ayat dan surahnya, serta dijelaskan maksud kandungan ayat tersebut. 2. Pemberdayaan Masyarakat Strategi yang dipergunakan untuk memberdayakan masyarakat adalah dengan cara mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda dan manusia lanjut usia (manula). Secara khusus yayasan ini mempunyai sebuah panti asuhan dan pondok pesantren yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan ekonomi umat. Shalat tahajjud digiatkan, kajian Al-Quran ditingkatkan, penerimaan dan penyaluran zakat diperluas jaringannya, infaq dan shodaqah.
212
Sesuai dengan tujuan didirikannya yayasan ini sebagai bentuk kepedulian sosial warga untuk membantu kaum dhuafa dan untuk membendung gerakan misionaris di sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pengurus YKK pertama kali mengambil dan mengasuh 16 anak yatim dan fakir miskin dari warga sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir untuk dididik dan disantuni. Sentral kegiatannya berada di masjid AlA’raaf Bukit Cirendeu. Yayasan ini sekarang berkembang dan memiliki lembaga pendidikan formal dan non-formal, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. 3. Potensi Konflik dan Penyelesiannya Sebagaimana dijelaskan Yayasan Khazanah Kebajikan ini didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial warga untuk dhuafa dan membendung gerakan misionaris di sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pihak yayasan berjuang dengan dakwahnya mengetuk para dermawan untuk menjadi donatur dan simpatisan terhadap kelangsungan perjuangan yayasan sesuai dengan visi, misi dan tujuan. Pada tahun 1998, sikap masyarakat sudah mengalami perubahan berbalik kepada yayasan yaitu diibaratkan seperti katak yang mempunyai sikap masa bodoh, namun tidak melakukan cemoohan dan menyerang kepada pihak yayasan. 3. Respon Masyarakat dan Pemerintah Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan Yayasan Khazanah Kebajikan yang ada sekarang ini, masyarakat merasa senang dan ikut serta dalam berbagai kegiatan. Jamaah yang ikut termasuk yatim piatu, yatim/piatu, fakir miskin, kaum dhuafa, tuna netera dan manusia lanjut usia (manula) yang berdatangan dari berbagai penjuru di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Di daerah dibentuk beberapa cabang 213
melalui pengurus dan aktifis yang ikut dengan Yayasan Khazanah Kebajikan. Manfaat yang diberikan pihak yayasan semakin terasa dan sangat membantu dalam kehidupan masyarakat setempat maupun daerah sekitarnya. C. Penutup 1. Kesimpulan a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga sosial keagamaan yang mengasuh dan mendidik anak yatim, yatim, fakir miskin, janda dan manusia lanjut usia. b. Metode dakwah dan penafsiran ayat Al-Quran dalam penyampainnya kepada jamaah adalah ayat-ayat AlQuran yang dibahas berkisar seputar keutamaan orang yang melakukan shalat fardhu lima waktu, shalat sunnat termasuk (shalat tahajjud). c. Strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan ini sesuai dengan visinya untuk menjadikan yayasan penggerak ibadah dan peningkatan ekonomi umat menuju masyarakat Islami yang adil, makmur dan sejahtera dalam ridha Allah SWT. Misi yayasan yaitu; 2. Saran-saran Hendaknya Pemerintah lebih mendorong dan memberikan perhatian kepada Yayasan Khazanah Kebajikan yang memiliki visi dan misi sesuai dengan program pemerintah, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat luas melalui pembinaan akhlak, moral, agama, sosial, ekonomi dan pendidikan.
214
4. Model Zikir Muhammad Ilham Dan Majelis Zikir Az – Zikra Peneliti: TB.Ace Hasan Syadzily, 2004 Penulis Naskah Direktori: Ahmad Syafi’i Mufid
A. Pendahuluan
R
evitaslisasi keagamaan pada beberapa dasawarsa terakhir tidak saja ditandai dengan maraknya gerakaan keagamaan radikal atau fundamentalis. Di berbagai kota, terutama di Jakarta muncul sufisme baru, yakni perkumpulan pendalaman pemahaman tentang sufisme atau tasawuf dan praktik zikir sebagaimana dilakukan oleh penganut sebuah aliran tarekat. Praktik semacam ini dilakukan di masjid-masjid, gedung-gedung pertemuan, bahkan di hotel-hotel. Beberapa tokoh dikenali sebagai pelopor sufisme kota antara lain; Jalaluddin Rakhmat dengan kelompok Tazkiyah Sejati, Aa Gym dengan Manejemen Qalbu, Ary Ginanjar dengan ESQ , Arifin Ihmam dengan Az Zikra dan zikir untuk penyembuhan yang dipimpin oleh Ustadz Haryono. Gejala ini menjadi menarik dicermati karena sebagaimana dikemukakan oleh Harvey Cox bahwa agama sebentar lagi akan ditinggalkan orang. Modernisasi akan menciptakan secular city dan modernisme adalah lonceng kematian bagi agama. The Secular City: Urbanization and Secularization in Theological Perspective, Harvard University Press, 1965). Dua puluh tahun kemudian, Cox melakukan revisi terhadap pendapatnya bahwa agama telah kembali lagi ke kota-kota secular (Religion in the Secular City: Toward a Post Modern Theology). Kebangkitan kembali sufisme merupakan realitas social yang ada di mana-mana tidak saja di belahan dunia Timur tetapi juga di Barat.
215
Hasan Sadzily mengkaji fenomena revitalisasi sufisme di pekotaan dengan mengambil subjek Majelis Zikir yang dipimpin oleh Ustadz Arifin Ilham. Alasannya, majelis zikir yang bernama Az Zikra ini merupakan kelompok zikir yang paling diminati. Sayangnya pernyataan ini tidak disertai bukti dan perbandingan. Zikir penyembuhan yang dipimpin oleh Ustad Haryono juga memiliki peminat yang besar. B. Ringkasan Hasil Kajian Muhammad Arifin Ilham, tokoh sentral majelis zikir, lahir dan besar di Banjar, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 8 Juni 1969. Ayahnya, Ilham Marzuki adalah pegawai sebuah bank pemerintah. Ibunya, bernama Nurhayati. Kedua orang tua ini berasal dari komunitas santri. Bahkan kalau dilihat dari sisi genealogi, Arifin Ilham adalah keturunan ke delapan dari salah seorang ulama besar Nusantara abad 18 yaitu Syaikh Arsyad Al Banjari. Arifin Ilham kecil dididik di lingkungan yang taat beragama. Belajar di TK dan SD Muhammadiyah, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri I Banjarmasin. Pendidikan agamanya menjadi semakin lengkap setelah belajar di Pesantren Darun Najah di Jakarta. Di sinilah Arifin mulai belajar berpidato dan kemudian menjadi juara pidato tingkat nasional dan tingkat ASEAN. Dari Darun Najah, Arifin pindah ke Madrasah Aliyah Asy Syafiiyah Jakarta dan kuliah di jurusan Hubungan International FISIP Universitas Nasional Jakarta. Ada kejadian luar biasa yang dialaminya, ketika ia menangkap ular dengan kurang hati-hati ia digigit dan keracunan. Badannya panas, meradang dan membiru. Banyak rumah sakit dan dokter tidak sangggup merawatnya, dan akhirnya ia dirawat di RS.Saint Carolus Jakarta selama 1 bulan 5 hari. Dalam kondisi kritis Arifin mendapatkan pengalaman spiritual. Ia merasa dalam sebuah kampung yang sangat sepi dan sunyi. Setelah berjalan-jalan di kampung tersebut, 216
ditemuinya sebuah masjid. Ia masuk ke dalamnya dan telah menunggu tiga baris (shaf) jamaah yang mengenakan pakaian putih. Salah seorang jamaah memintanya memimpin zikir, mengingat Allah. Mimpi lainnya, Arifin berada dalam sebuah kampung yang penduduknya berlarian karena ada setan yang menjelma. Ketika mereka melihat Arifin, dimintalah ia untuk menolong mengusir setan-setan itu. Mimpi yang lain, ia diminta untuk mengobati orang sedang kesurupan. Berbekal pengalaman spiritual tersebut, ketika telah sembuh Arifin bertekad untuk senantiasa berzikir, dan mengingatkan manusia agar tidak melupakan ingat kepada Allah. Mulailah babak baru dalam kehidupan Arifin sebagai pemimpin zikir dan diterima oleh banyak kalangan. Para elite pun berdatangan berzikir bersamanya, seperti Akbar Tanjung, Amien Rais, para jenderal seperti Wiranto, dan Hartono juga hadir bersamanya. Bahkan Syaikh Hisyam Kabbani, khalifah Syaikh Nadzim Haqqani, dalam tarekat Naqsabandiyah Haqqani berasal dari Amerika juga menghadiri majlis zikirnya. Kebiasaan silaturrahmi yang dilakukan oleh Syaikh Hisyam ini tidak khusus kepada usatad Arifin Ilham, tetapi kepada banyak tokoh sufi, ulama dan bahkan pejabat. Kepribadiannya yang khas itulah yang menarik perhatian dan minat orang untuk mengikuti zikir bersama Arifin Ilham. Ia tidak pernah menjaga jarak dengan pengikutnya, tidak suka dicium tangan oleh pengikutnya, dan menghindari pengkultusan. Orang yang lebih tua dipanggil ”abang”, kaum bapak dan ibu dipanggil dengan ”ayahanda” atau ”ibunda”. Sikapnya yang rendah hati dan egaliter membuatnya terus menerus belajar. Ia pun tidak segan-segan dikritik kalau ada kesalahan. Itulah sebabnya ketika ada kelompok dalam gerakan Islam yang mengganggap zikirnya sebagai bid’ah ia menyikapi dengan tenang dan memberikan jawaban berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah. Ia 217
mengajak tabbyun, dengan mendatangi pihak-pihak tersebut untuk bersilaturrahi sekaligus memberikan penjelasan dasardasar zikir yang dilakukan. Zikir adalah pranata untuk memenuhi kebutuhan spiritual. Pemenuhuan kebutuhan ini memerlukan peng organisasian dan Arifin pun sadar akan pentingnya organisasi atau lembaga. Ia bersama para pendukungnya mendirikan organisasi yang disebut ”Majlis Zikir Az Zikra” Kepeng urusannya terdiri atas Dewan Syari’ah, Dewan Syuro dan Dewan Tanfidziyyah. Dewan Syari’ah bertugas memberikan nasihat dan mengawasi jalannya organisasi. Praktik zikir menurut penulis (Aca) adalah sama dengan zikir pada umumnya dilakukan oleh kaum muslimin. Sebelum zikir dimulai diberikan taushiah, konsentrasi (khusyu’). Jamaah yang berzikir harus dalam keadaan suci dan setelah kondisi suci dan khusu’ Arifin memulai dengan ta’awud, hadiah fatihah untuk beberapa kepentingan, membaca ayat Kursi dengan pelan-pelan, membaca S. Al Insyirah (Q.S.94), Surat Zilzalah (Q.S. 94), setelah itu diselingi dengan nasehat-nasehat, dilanjutkan membaca S. Al Ikhlas sebanyak 3 kali, membaca S. Al Falaq dan An Nass. Setelah itu jamaah diajak untuk bertasbih, bertahmid dan bertahlil. Bacaan ini dilagukan dengan suara dan intonasi khas Arifin Ilham sebanyak 15 kali. Setelah itu dibaca al asma al husna, khusus untuk kalimat ”an Nur” dibaca 80 kali. Bacaan salawat dilakukan setelah melafadzkan laa ilaa ha illah. Dilanjutkan bacaan itsighfar dan ditutup dengan doa dan sujud syukur. Ada beberapa alasan mengapa warga masyarakat perkotaan tertarik untuk mengikuti acara dzikir berjamaah seperti majelis zikir pimpinan Muhammad Arifin Ilham. Orang kota ingin keluar dari “penjara keduniaan”. Melalui keterlibatan dalam acara zikir, mereka memperoleh ketenangan dan kedamaian hati, terpenuhi kebutuhan 218
spiritualitas yang sangat dihajatkan. Individualisme yang menyandara kehidupan umat manusia dicoba untuk dilepasakan meskipun untuk beberapa saat melalui zikir berjamaah. Kebersamaan mulai dibangun kembali, kolektifitas dapat ditata dan akhirnya kepedulian kepada sesama menjadi hidup. Di sinilah makna zikir bersama sebagai bagian dari revitalisasi nilai, norma dan praktik keagamaan umat manusia. Zikir dimulai dari individu, setelah itu menjadi aktifitas keluarga dan masyarakat. Akhirnya zikir berfungsi sebagai perekat masyarakat (social cohesion), membangun saling percaya (trust) dan menangkal berbagai konflik kepentingan. C. Penutup Kajian ini menunjukkan bahwa kehadiran organisasi atau lembaga keagamaan seperti Majelis Zikir az-Zikra tidak saja sebagai pemenuhan kebutuhan spiritual, tetapi terkait dengan kehadiran seorang tokoh yaitu Muhammad Arifin Ilham. Proses menjadi bagi seorang tokoh juga tidak tiba-tiba. Ia belajar banyak. Mulai dari pendidikan keluarga, sekolah, pesantren dan perguruan tinggi. Proses liminalitas atau peralihan dialami oleh sang tokoh dalam bentuk “pengalaman spiritual” semakin mengokohkan posisi dalam dunia yang berbeda. Zikir yang dilakukan oleh Muhammad Arifin Ilham sebenarnya tidak terdapat perbedaan esensial dibandingkan dengan zikir yang biasa dilakukan oleh komunitas muslim di Indonesia. Kombinasi antar zikir dengan pesan (nasehat) mungkin yang dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang khas dari komunitas ini. Spesifikasi ini diperoleh dari pengalaman Arifin sebelumnya sebagai mubaligh dan setelah mengalami sakit “pengalaman spiritual” yakni mimpi-mimpi yang benar (ru’yah shadiqah).
219
220
5. Tarekat Aliran Syathariyah di Tanjung Anom Jogoroho, Kabupaten Ngawi Jawa Timur) Peneliti: Qowaid, Semarang, 1996 Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid
A. Pendahulun
P
embangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia meliputi pembangunan manusia seutuhnya yaitu pembangunan materiil seperti sandang, pangan, papan; dan pembangunan spiritual seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan dan sebagainya. Pembangunan akan berhasil jika seluruh anggota masyarakat ikut berpartisipasi di dalamnya. Tarekat Syatariyah tergolong tarekat muktabaroh, yaitu tarekat yang sudah diselidiki kebenarannya, antara lain silsilah sampai kepada sahabat Nabi Muhammad saw. Sejauh ini Tarekat Syatariyah belum diketahui secara mendalam tentang ajarannya, organisasi dan kegiatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang ajaran, sejarah perkembangan, kegiatan dan organisasi Terekat Syatariyah. Penelitian dilakukan di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur, dengan sasaran adalah pengikut tarekat tersebut. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif; data dihimpun melalui wawancara berstruktur, pengamatan terlibat dan studi dokumen. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi Pimpinan Kementerian Agama. B. Hasil Penelitian 1. Sejarah dan Perkembangan Tarekat Syatariyah di Tanjung Anom Tarekat Syatariyah masuk ke Tanjung Anom sekitar tahun 1927, perintis pertama kali adalah seorang pemuda 221
bernama Muhammad Kusnun (29 tahun) dan kemudian dikenal dengan Kiai Kusnun. Ia berasal dari Desa Tanjungsari Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, lahir tanggal 3 Mei 1898 dan wafat pada tanggal 7 April 1979 dalam usia 81 tahun. Pendidikan yang dijalani Muhammad Kusnun hampir semuanya pendidikan agama, dan di tengah kegiatan belajar agama secara tidak langsung ia juga belajar ilmu umum misalnya latihan tentang keterampilan tukang batu dan tukang kayu. Ia berasal dari keluarga kurang mampu, dan sejak kecil ikut orang lain terutama para pemimpin Tarekat Syatariyah seperti K.H. Ulama dan K.H.M. Mursyid. Di samping “numpang hidup” kepada para tokoh tersebut, ia juga belajar agama kepada mereka. Ia belajar di Pondok Pesantren Takeran Magetan dan terutama berguru kepada Kiai Hasan Ulama, pemimpin Pesantren Takeran dan mursyid Tarekat Syatariyah. Setelah Kiai Hasan Ulama wafat, kemudian ia berguru kepada Imam Mursyid Muttaqien. Tidak lama setelah tinggal di Desa Tanjung Anom bersama istrinya, M. Kusnun mendirikan langgar sederhana di samping rumahnya. Di langgar tersebut ia mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar, pada umumnya dilakukan pada sore dan malam hari. Setelah beberapa bulan mengajarkan keislaman, M. Kusnun kemudian mendirikan pesantren di dekat langgarnya. Santri yang belajar, selain warga sekitar juga beberapa anak muda dari luar desa. Tahun demi tahun santri yang belajar bertambah, pada tahun 1933 dibangun masjid sebagai pengganti langgar yang sudah ada. Baiat petama dilakukan pada tahun 1933 kepada 12 orang oleh Mursyid Kiai Imam Muttaqien dari Takeran Magetan; dan Kiai Kusnun saat itu menjadi penyelenggara persiapan baiat. Mulai tahun 1937 sampai tahun 1948 pembai’atan dilakukan oleh mursyid Imam Mursyid.
222
Setelah peristiwa Madiun pada tahun 1948, banyak tokoh Islam yang terbunuh dan hilang tidak diketahui keberadaannya. Salah satu yang hilang adalah Imam Mursyid, yang oleh para pengikutnya ia dianggap “murco” menghilang di suatu tempat yang tidak diketahui letaknya dan ia diyakini masih hidup namun tidak melakukan pembaiatan lagi. Sejak saat itu pula para pengikut Tarekat Syatariyah berkeyakinan bahwa setelah Imam Mursyid, ditunjuk Kiai Kusnan sebagai mursyid yang baru dan memimpin Tarekat Syatariyah. Sebagai mursyid, Kiai Kusnun baru melakukan pembaiatan terhadap murid baru pada tahun 1952 di Tanjung Anom. Pada masa Kiai Kusnun menjadi mursyid, murid Tarekat Syatariyah mencapai ribuan orang bahkan diperkirakan mencapai puluhan ribu. Mereka tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur dan di luar Jawa Timur seperti Jawa Tengah dan Lampung. Adapun murid Tarekat Syatariyah dari Desa Tanjung Anom berjumlah antara 200 sampai 800 orang. Kegiatan Tarekat Syatariyah antara lain, berbagai macam dzikir, berbagai macam salat sunat dan salat qodlo, pemberian berkah, pengajian, dan usaha social berupa usaha pendidikan formal dan non formal. Pendidikan di bawah naungan Pesantren Sabilil Muttaqien berupa Sekolah Dasar Islam saat itu Sekolah Rakyat Islam yang dikenal dengan Madrasah Ibtidaiyah. 2. Ajaran Tarekat Syatariyah a. Tuhan Sifat adalah daya dan kekuatan. Sifat Tuhan berarti daya dan kekuatan yang dimiliki Tuhan Allah. Sifat-sifat Tuhan terdapat pada nama yang dikenal dengan Asmaul Husna. Allah adalah asmanya Tuhan yang dalam Syatariyah
223
diungkapkan dengan “Hu”. Bila disebut sebuah nama, pasti akan langsung menyergap pada yang memiliki nama itu. AlGhoib yang memiliki Asma Allah. Jadi, Allah itu asmanya Tuhan (Pangeran) yang dalam Syatariyah isinya “Hu”. Imam kepada Al-Ghoib merupakan syarat pertama sebagai orang muttakin. Al-Ghoib adalah ismu yang mufrod dan makrifah, satu dan barangnya jelas. Mengetahui secara yakin keberadaan Al-Ghoib supaya dapat diingat dan dihayati dalam hati, ruh, dan rasa adalah dengan cara yang benar menurut petunjuk Allah. Dalam Syatariyah, Allah tidak lain adalah “isinya Hu”. Karena itu, dzikir Hu disebut dengan dzikir Ismu Ghoib, yang menjadi hati, roh dan rasa senantiasa ingat Asma Ghoibnya. Dialah yang maha wujud. Dzat dan sifat Tuhan tidak dapat dipisahkan sebagai mana antara kertas dan putihnya kertas. Dzat Tuhan tidak bias digambarkan, tetapi Tuhan adalah ada (wujud). Tuhan dapat “dilihat” oleh manusia sewaktu manusia masih hidup. Tetapi “penglihatan” tersebut berbeda dengan penglihatan biasa yang sering menggunakan mata kepala. Penglihatan tersebut adalah dengan hati. Dalam hal ittihad (bersatu) dengan Allah dalam Syatariyah tidak ada; yang ada makrifat dengan Allah (makrifat billah). Makrifat tersebut karena ditarik oleh Allah berkat fadhol Allah dan terjadi ketika “seseorang mati dalam hidup”. Oleh karena itu, dalam Tarekat Syatariyah manusia dianjurkan agar belajar mati yang disebut “mati ikhtiar” yaitu memaksa raga untuk selalu mau mengerjakan perintah guru. Di samping itu, selalu melatih diri setiap masuknya nafas dibarengi dengan dzikir, dan jangan keluarnya nafas, jangan mudah terbujuk hawa nafsu, jangan lupa juga untuk selalu ingat perintah guru.
224
Dasar-dasar untuk mendekatkan diri kepada Allah itu dikenal dengan “lakon” dan “pitukon”. Lakon adalah susah payahnya raga dalam menjalankan perintah guru yang intinya memperbanyak salat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan lainlain akan mempercepat raga kembali ke asal yang tidak akan menutupi penglihatan hati untuk menuju ke Tuhan. Adapun pitukon adalah memperbanyak amal jariyah, kifarat dan lainlain yang telah diatur guru wasithoh seperti adanya kartu sumbangan atau amal jariyah untuk pondok atau sekolah yang dikelola tokoh Tarekat Syatariyah. Baik lakon maupun pitukon wajib dijabarkan dengan tertib. Inti rahasia fitrah jati diri manusia yaitu Nur Muhammad, sebuah ilmu yang menjadi pintu makrifat kepada Allah. Nur Muhammad berasal dari Allah, maka barang siapa bisa “melihatnya” maka ia akan “melihat” Allah. b. Manusia Adam bukanlah manusia pertama, sebab dalam AlQur’an disebutkan bahwa Allah pernah menciptakan manusia yang merusak bumi. Ini berarti bahwa sebelum Adam pernah ada manusia yang hidup. Manusia di dunia menjadi kholifah Tuhan, bertujuan untuk mengingatkan manusia agar tetap berada di jalan Allah. Manusia tersusun dari empat unsur kejadian yaitu jasad, hati nurani, roh dan rasa. Ketundukan (keislaman) jasad diwujudkan dengan menjalankan syari’at Islam yang mudah dilaksanakan dengan gerakan tubuh seperti salat, zakat, puasa, haji. Hati nurani berkewajiban menjalankan tarekat, roh berkewajiban melaksanakan hakekat, dan rasa berkewajiban mewujudkan makrifat dengan Allah. Seseorang telah dianggap menjalankan Islam dengan sempurna bila 225
telah berilmu yang diberikan oleh Guru Wasithoh yang sah yang menjadi wakil Nabi Muhammag saw, yang hanya ada satu di dunia ini. Dalam diri manusia ada nafsu yang memiliki peran penting. Manusia mesti bisa mengendalikan nafsu yang nantinya dijadikan kendaraan cita-cita mendekatkan diri kepada Allah. Nafsu itu ada tujuh macam, yaitu nafsu amarah, lawwamah, mulhimah, mutmainnah, rodliyah, mardiyah, kamilah. Manusia terdiri atas jasad, hati, roh dan rasa. Roh akan hilang untuk masuk ke sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Roh harus di Islamkan dengan hakekat yang tumbuh dari syariat dan tarekat. Untuk dapat kembali ke akhirat roh harus dilatih bahwa yang wujud itu adalah Allah. Untuk itu perlu mengikuti petunjuk-petunjuk guru. Memang benar terdapat sebagaian manusia yang mendapat karomah dari Allah. Hal itu terjadi karena telah ma’rifat billah. Namun manusia yang mendapat karomah tersebut sebetulnya tidak menghendaki. c. Dunia Kehancuran dunia dan seisinya karena adanya hari kiamat yang waktunya tidak bisa diketahui dengan pasti, hanya Allahlah yang mengetahui. Namun, tanda-tanda kehancuran secara umum dapat diketahui berdasarkan dalildalil yang ada. Diantara tanda-tandanya adalah pakaian lakilaki dan perempuan sudah saling bergantian, sehingga yang satu mirip dengan lainnya, tidak punya rasa malu, budak melahirkan, di “gauli” tuannya, dan tidak ada orang yang berucap Laa Ilaaha Illallah. Manusia termasuk warga Tarekat Syatariyah diperbolehkan memiliki rumah, sawah, dan berbagai macam 226
tanah lainnya, memiliki berbagai macam barang lainnya seperti mobil, perhiasan, dan benda-benda lainnya. Yang penting dalam pemilikannya diperoleh dengan cara yang halal, dizakati sesuai dengan aturan agama Islam. Harus disadari bahwa manusia hanya mendapat titipan dari Allah, harus rela bila suatu saat titipan tersebut diminta kembali oleh Allah. Oleh karena itu, segala yang dimiliki harus dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 3. Praktik Peribadatan a. Dzikir Dzikir adalah alat untuk membuka hati yang memiliki bermacam tingkatan/shaf, yaitu hati nurani, roh (yang juga bershaf) dari rasa. Kunci pembuka hati nurani adalah dzikir laa ilaaha illallah. Terbukanya roh dilakukan dengan dzikir “Allah”. Terbukanya rasa dilakukan dengan dzikir “Hu”. Ketiga macam dzikir tersebut merupakan pokok-pokok dzikir. Ada tujuh macam dzikir yang diamalkan oleh penganut Syatariyah yaitu dzikir thowaf, itsbat, itsbat baqo’, itsbat ismudzat, syahadat bighoib (taroqi), tanazul (ghoib fisysyahadah), dan dzikir ismughoib. Di samping ketujuh dzikir tersebut juga terdapat dzikir fida’. Sebelum dzikir fida’ dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan pemberian hadiah fatihah ditujukan untuk keridhoan Allah, untuk Nabi Muhammad dan para guru ilmu ma’rifat yaitu Kiai Kusnun, Kiai Imam Mursyid Muttaqin, Kiai Hasan Ulama, Kiai Harjo Besari Tegal Rejo, Syekh Maulana Maghribi dan seterusnya sampai Sayyidina Ali. b. Wirid Ada beberapa bacaan wirid yang secara rutin dilakukan oleh warga Syatariyah yang biasanya dilakukan setelah shalat 227
fardlu antara lain membaca istighfar, shalawat, shalawat nariyah. c. Salat Sunnat Warga Syatariyah menjalankan salat sunnat yang rutin antara lain salat awwabin, salah taubat, salat taqarub, salat witir, qunut nazilah, salat tasbih, rebo wekasan, nisfu sya’ban, sujud syukur. Masing-masing salat sunnat tersebut memiliki tujuan, jumlah rakaat, dan dilaksanakan sesudah salat fardlu. Di samping beberapa salat sunnat yang umumnya dilaksanakan sesudah salat fardlu, warga Syatariyah juga sering melaksanakan salat qodlo. Salat ini dilakukan untuk mengqodlo salat fardlu yang telah dilaksanakan pada waktu sebelum menjalankan salat qodlo. Salat ini antara lain untuk mengqodlo salat yang sebelumnya kurang konsentrasi. d. Bai’at Setiap orang yang akan masuk Tarekat Syatariyah diwajibkan untuk berbai’at kepada guru Mursyid. Bai’at ini merupakan janji untuk taat kepada Allah, rasul, pemimpin tarekat sebagai Guru Wasithoh. Selain itu juga melakukan beberapa kegiatan sebelum dibai’at seperti puasa, mandi, dan lain sebagainya. Puasa dilakukan tiga hari, biasanya pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis. Bai’at dilakukan pada menjelang atau malam Jum’atnya. Sedang mandi dilakukan untuk mensucikan diri dengan niat untuk bai’at masuk tarekat. e. Mujahadah Kegiatan mujahadah pada dasarnya merupakan bagian dari usaha untuk memerangi hawa nafsu agar wujud jiwa raganya mau dijadikan hati, roh, dan rasa untuk mendekat kepada Allah. Orang yang telah melakukan kegiatan
228
mujahadah harus senantiasa diikuti situasi diri yang penuh kebaikan diantaranya akhlak yang bagus, jiwa raga yang bersih, hati yang suci dan ikhlas, selalu disibukkan untuk beribadat kepada Allah. f.
Pengajian
Bagi warga Syatariyah di desa Tanjung Anom pengajian dilakukan secara rutin dan ada yang insidental. Pengajian rutin diadakan setiap malam Jum’at dan malam Ahad Pahing. Pengajian yang incidental biasanya dikaitkan dengan hari besar Islam seperti Isra Mi’raj dan Maulid. g. Khoul Warga Syatariyah setahun sekali mengadakan perayaan Khoul memperingati tokoh Kiai Kusnun, guru Tarekat Syatariyah yang telah wafat. Kegiatan ini dilakukan setiap malam Jum’at Legi pada bulan Jumadil Awwal bertempat di masjid Tanjung Anom yang biasanya dihadiri warga Syatariyah. Kegiatan ini merupakan momentum untuk mengumpulkan warga Syatariyah setahun sekali. Kegiatan yang dilakukan dalam Khoul diantaranya adalah mujahadah, pengajian, dzikir, wirid, tahlil, salat sunnat. Semua itu dimaksudkan mendoakan tokoh Syatariyah di Tanjung Anom sekaligus untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. h. Pemberian Berkah Pemberian berkah adalah pemberian do’a dari pemim pin Syatariyah kepada orang yang meminta diantaranya berkaitan dengan masalah penyakit, pangkat, keluarga, dan lain sebagainya. Sebelum pemberian berkah, orang yang datang untuk memperoleh berkah tersebut dinasehati bahwa kegiatan ini bukan kegiatan perdukunan tetapi bagian dari
229
usaha manusia untuk mendapat pertolongan Allah akan tercapai sesuatu yang diharapkan atau dimohonkan. 4. Jamaah Syatariyah dan Hubungan dengan Lingkungan a. Guru dan Murid Di lingkungan jamaah Syatariyah terdapat guru atau mursyid dan sejumlah murid yang telah berbai’at. Antara guru dan murid memiliki karakteristik hubungan tertentu. Di samping itu, antara jamaah dan masyarakat lainnya juga memiliki hubungan yang harmonis baik secara formal maupun informal. Di Tanjung Anom juga terdapat sejumlah murid dan simpatisan yang tidak diketahui jumlahnya secara tepat, hanya bisa diperkirakan. Sesama murid Syatariyah antara yang satu dengan lainnya dilihat sebagai saudara yang memiliki kedudukan sejajar, hak dan kewajibannya tidak jauh berbeda. Hanya saja, biasanya dilihat dari senioritas dan kemampuan tentang kefasihan dalam menjalankan berbagai praktik peribadatan. Mereka yang lebih senior dan lebih fasih diutamakan untuk menjadi imam salat, pemimpin do’a, dzikir, pengajian, dan berbagai kegiatan soial ekonomi. b. Hubungan dengan Lingkungan Warga Tarekat Syatariyah memiliki hubungan yang baik dengan berbagai kalangan di lingkungannya, di antaranya dengan tokoh masyarakat Islam, seperti tokoh NU, Majelis Dakwah Islamiyah, Al-Hidayah; dan pemerintah diberbagai jenjang baik tingkat desa, kecamatan, bahkan tingkat provinsi. Hubungan tersebut umumnya berbentuk surat menyurat, kunjungan, dan musyawarah.
230
C. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Perintis Tarekat Syatariyah di Tanjung Anom adalah Kiai Muhammad Kusnun dimulai tahun 1927 dan pengembangan pengikut baru pada tahun 1933 ketika beberapa orang dibaiat oleh Kiai Imam Muttaqin guru Mursyid dari Desa Takeran, Magetan. Tarekat ini dipimpin K. M. Kusnun mulai tahun 1948, namun baiat baru dilaksanakan pada tahun 1952. Kiai Muhammad Kusnun hidup tahun 1898 sampai dengan 1979. Di bawah kepemimpinannya, warga tarekat ini mencapai ribuan orang yang tersebar di berbagai daerah, demikian pula berdiri beberapa lembaga pendidikan sekolah. Setelah Kiai Muhammad Kusnun wafat, kepemimpinan Tarekat Syatariyah dilanjutkan oleh K.H. Munawar Affandi (cucu menantu K. M. Kusnun). Pada kepemimpinan K. M. Kusnun dan K.H. Munawar Affandi sebagian warga Syatariyah ada yang tidak setuju dan mempertanyakan, karena tidak jelas mekanismenya. Tarekat Syatariyah mengembangkan ajaran tentang Tuhan, manusia dan dunia. Sifat Tuhan adalah daya dan kekuatanNya. Dzat Tuhan tidak perlu dipikirkan karena tidak akan mampu. Untuk merasakan dan melihat keberadaan Tuhan mesti ma’rifat billah. Untuk mencapai hal tersebut manusia harus mati ikhtiar atau mati dalam hidup. Manusia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. Nabi Adam belum tentu manusia pertama. Manusia tersusun dari empat unsur yaitu jasad, hati nurani, roh, dan rasa. Berbagai praktik peribadatan yang dilaksanakan warga Tarekat Syatariyah di Tanjung Anom yaitu dzikir, wirid, salat sunnat, bai’at, mujahadah, pengajian, khoul, pemberian
231
berkah. Warga yang akan masuk Tarekat Syatariyah dilaksanakan bai’at. Sebelum bai’at dilakukan puasa, mandi dan lainnya. Mujahadah lengkap dilaksanakan pada sore sampai menjelang salat subuh. Berbagai kegiatan selama mujahadah diantaranya dzikir, wirid, salat, puji wali kutub. Khoul dilaksanakan setiap malam Jum’at Legi bulan Jumadil Awwal untuk memperingati wafatnya Kiai Muhammad Kusnun. 2. Rekomendasi Tarekat Syatariyah di Tanjung Anom telah lama berdiri, memiliki banyak pengikut dan kegiatan. Alangkah baiknya bila dibentuk tim untuk membukukan sejarah dan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan. Mekanisme pergantian pimpinan Tarekat Syatariyah dilakukan dengan tanda dan pesan tidak langsung kepada orang yang dimaksud. Hal ini dapat menjadikan permasalah an bagi sebagian pengikut. Untuk itu ada baiknya dibuat mekanisme pemilihan atau penunjukan pimpinan secara jelas dan mudah dipahami oleh pengikutnya.
232
6. Tarekat Aliran Wahidiyah Cabang Jawa Timur
Kota Malang
Peneliti: Sudirna, Semarang 2005 Penulis Naskah Direktori: Muchit A. Karim
A. Pendahuluan
T
arekat Wahidiyah cabang Kab. Malang adalah Tarekat yang diajarkan oleh muallifnya yaitu KH. Abdul Majid Ma’ruf. Ajaran ini diamalkan oleh sebagian kecil umat Islam Kabupaten Malang sejak tahun 1968 (3 tahun) setelah bersdirinya Shalawat Wahidiyah Pusat di Pondok Pesantren Kedunglo, Kediri, Jawa Timur. Pengamal Tarekat Wahidiyah (Pengamal Shalawat Wahidiyah) cabang Kabupaten Malang lebih kurang ber jumlah 10.000 orang. Ketua pengamal Shalawat Wahidiyah cabang Kabupaten Malang adalah KH. Abdul Manan Ibrahim dan. KH. Ahmad Nur. Keduanya termasuk murid langsung almarhum KH. Abdul Majid Ma’ruf. Tarekat Wahidiyah dan anggotanya dalam hal urusan keduniawian dapat mengikuti modernisasi. Ajaran-ajaran pokok Tarekat Wahidiyah Cabang Kab. Malang meliputi pengertian Lillah-Billah, Lirrosul-Birrosul, Lilghauts-Bilghouts, Taqdimul Aham bil Aham Tsummal anfa’ fal anfa’, Hadiah Tsawabul A’mal, Dzikir (Shalawat Wahidiyah) dan garansi. Pada awal penyampaian ajaran Tarekat Wahidiyah ke Kabupaten Malang banyak mendapat sorotan dari mayoritas ummat Islam karena dianggap mengajarkan hal-hal aneh. Hubungan tarekat Wahidiyah dengan pemerintah setempat berjalan baik. Demikian juga dengan sesama ummat Islam. Begitu pula Tarekat Wahidiyah dengan tokoh masyarakat dan tokoh organisasi tampak kurang harmonis.
233
B. Ajaran Tarekat Wahidiyah Tarekat menurut kelompok Wahidiyah adalah “Jalan” menuju wushul sadar kepada Allah Warasulihi SAW. Bukan tarekat konvensional yang berbentuk organisasi yang memiliki syarat-syarat tertentu, yakni adanya mursyid, silsilah, maupun bai’at. Tarekat Wahidiyah merupakan wirid atau aurod, yaitu sejumlah bacaan zikir yang dibaca secara berkala. Dengan demikian maka yang dimaksud tarekat Wahidiyah adalah Shalawat Wahidiyah. Berdasarkan paparan di atas, maka ajaran tarekat Wahidiyah dibagi menjadi tiga aspek, yaitu: 1. Realitas mutlak Tuhan, bahwa yang dimaksud Tuhan adalah Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Esa; 2. Esa dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Esa zat-Nya menunjukkan Allah itu satu, tindakan terbilang dan tiada tersusun dari benda. 3. Esa dalam sifat-Nya, ialah mempercayai sepenuh hati bahwa Allah itu mempunyai sifat kesempurnaan, tiada makhluk yang menyamai sifat kesempurnaan Allah SWT. 4. Esa dalam perbuatan-Nya ialah mempercayai bahwa Allah yang menciptakan dan memelihara semua mahluk ciptaan-Nya, termasuk manusia tanpa membutuhkan bantuan mahluk lain. 5. Adanya alam semesta, adanya alam semesta merupakan bukti atas kekuasaan Allah SWT. Dia yang menciptakan alam semesta hanya sia-sia. Diciptakannya, terutama manusia, alam seisinya disediakan Allah untuk kesejah teraan hidup manusia. 6. Adanya manusia. Hakekat perbuatan dan sifat manusia. 234
manusia
meliputi
zat,
7. Zat manusia membahas asal usul zat dan ruh manusia. Menurut Tarekat Wahidiyah asal zat dan ruh manusia adalah Nur Muhammad. Sebelum Allah menciptakan alam dan mahluk ciptaan-Nya, terlebih dulu Allah menciptakan Nur Muhammad. Nur Muhammad meman car, kemudian tercipta mahluk-mahluk lainnya, terutama manusia. 8. Perbuatan manusia. Menurut KH. Abdu Manan Ibrahim: a. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan mahluk lainnya; karena manusia diberi akal. Dengan akalnya manusia bisa berbuat sesuai kemampuan akal, namun kemampuan akal manusia terbatas. Menurut Tarekat Wahidiyah manusia itu bebas berbuat, tapi yang menentukan keberhasilannya adalah Allah SWT. b. Ikhtiar manusia, adalah usaha manusia untuk mencapai tujuan yang dicita-citakannya. Cita-cita seseorang tidak akan tercapai tanpa melalui ikhtiar. c. Pengertian lillah-billah, adalah segala amal perbuatan lahir, batin yang wajib, sunah, mubah dalam kehidupan sehari-hari, yang diridhai Allah, tidak melanggar syari’at dan undang-undang, tidak merugikan, ketika melaksana kan disertai niat beribadat kepada Allah SWT. d. Pengertian Birrasul-Birrasul, adalah segala amal ibadah yang tidak melanggar syari’at Rasul, disertai niat lillahi ta’ala dan mengikuti Rasulullah SAW. Hal ini dimaksud kan untuk menguatkan niat dalam berbuat. e. Lilghauts-Bilghauts, adalah bimbingan rohani manusia kepada keselamatan dan kebahagiaan yang diridhai Allah. 235
f.
Yukti kullu dzi haqqin haqqahu, adalah dalam peme nuhan kewajiban berusaha tidak menuntut hak. Baik kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya maupun kewa jiban yang berhubungan dengan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik manusia agar lebih mengutamakan kewajiban kepada Allah.
g. Taqdimul Aham Fal Aham Tsumal Anfa’ Fal Anfa’. Adalah apabila ada dua hal yang bersamaan diselesaikan, maka harus memilih mana yang lebih utama dan lebih banyak manfaatnya. h. Madiah Tsawabul A’mal, adalah menghadiahkan pahala amal ibadah kepada Nabi Muhammad, para ambiya’ walmursalin, Malaikatul Muqarrabin, para keluarga dan shahabat nabi, para anbiyaullah, Ghauts Madnazzaman, para syuhada, para ulama dan pemimpin, orang tua dan leluhur, keluarga dan kerabat-kerabatnya, serta kaum muslimin baik yang masih hidup maupun sudah mati. i.
Shalawat Wahidiyah, adalah rangkaian dalam do’a-do’a shalawat untuk menyatakan tasyahur penghormatan ta’dhiman wamahabatan kepada Nabi Muhammad. Shalawat Wahidiyah itu adalah sejumlah bacaan zikir yang dibaca secara berkala dan dalam jumlah tertentu.
C. Ajaran Islam yang berbeda dengan ajaran Tarekat Wahidiyah adalah: 1. Asal-usul Alam Menurut Terakat Wahidiyah, bahwa atas Qudrat dan Iradatnya, Allah menciptakan alam semesta, sebagai bahan untuk menciptakan alam semesta adalah Nur Muhammad. Tarekat Wahidiyah mengajarkan adanya alam semesta karena 236
adanya Nur Muhammad. Kalau tidak ada Nur Muhammad tidak akan ada alam ini. Demikian juga kalau Allah tidak menciptakan Nur Muhammad, tidak akan tercipta dunia ini. Ajaran ini berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya yang mengajarkan atas Qudrat dan Iradatnya, Allah menciptakan dunia. 2. Pengertian Lillah-Billah Tarekat ini mengajarkan Lillah Billah, terutama bidang syari’at dan Billah termasuk bidang hakikat. Billah sebagai pengamalan bidang syari’at mengajarkan segala sesuatu yang dikerjakan didasarkan pada niat ibadah kepada Allah sedangkan Billah merupakan pengamalan bidang hakikat, yakni segala perbuatan dan aktifitas manusia lahir maupun batin, hendaknya dia merasa yang menciptakan dan menitahkan hanyalah Allah. 3. Pengertian Lirrasul-Birrasul; Menurut Tarekat Wahidiyah segala amal ibadah disamping didasari niat lillah-Billah juga disertai niat mengikuti tuntunan Rasulullah. Sedang Birrasul adalah seseorang dapat berbuat baik atas bimbingan Rasul, dan tanpa bimbingan Rasul manusia akan tersesat. Ajaran ini terdapat perbedaan mendasar menurut ajaran Islam. Perbedaan tersebut terletak pada pemahaman Birrusul. Menurut ajaran Islam, Rasul adalah sebagai penyampai ajaran. Ajaran Rasul berasal dari Allah SWT. 4. Lilghauts Bilghauts dan Ghautsa Hadzazzaman Adanya ajaran lilghauts bil ghauts menurut ajaran Islam dapat menimbulkan perbauatan syirik, bila pengamalnya salah, karena mereka beribadah bukan semata untuk Allah SWT, namun karena ghauts. 237
5. Wahidiyah, Merupakan serangkaian do’a wirid yang dibaca secara berkala dengan jumlah bacaan dan kaifiyah tertentu. Ajaran ini berbeda dengan ajaran Islam tentang kaifiyah pengamalnya. Islam mengajarkan memperbanyak zikir. 6. Hadiah Tsawabul A’mal Perbedaan ajaran tarekat Wahidiyah dengan ajaran Islam adalah pada proses mendo’akan, yaitu bisa berupa bacaan alQur’an, tahlil maupun bacaan mulia lainnya yang dibaca dan pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu. D. Struktur Organisasi 1. Kepemimpinan Kepemimpinan Tarekat Wahidiyah tidak mengenal tingkatan. Karena tarekat ini bukan tarekat konvensional. Sehingga tidak dikenal istilah mursyid, khalifah, maupun badal. Para pemimpin mempunyai kedudukan yang sama yaitu pengamal shalawat Wahidiyah. 2. Keanggotaan Mengenai keanggotaan Tarekat Wahidiyah di Malang jumlahnya tidak dapat diketahui, disebabkan struktur organisasinya tidak ada ketentuan khusus tentang keanggotaan. Semua orang boleh menjadi anggota tarekat ini baik laki-laki maupun perempuan, dewasa, kanak-kanak, bahkan non muslim sekalipun, dan ahli maksiat, dan belum tobat boleh mengamalkan Shalawat Wahidiyah. 3. Norma Hubungan Anggota dan Pimpinan Hubungan antar anggota dan pimpinan dalam shalat, pertemuan, berjalan dan bertemu di jalan dapat dikatakan baik. Ada insur penghormatan para anggota terhadap 238
pimpinan. Namun penghormatan tersebut dalam batas-batas tertentu dan tidak berlebihan. Demikian pihak pimpinan terhadap anggotanya dapat menjalin hubungan yang baik. Hubungan anggota dalam shalat berjamaah dan kehidupan sehari-hari saling menghormati sehingga nampak akrab. Hubungan pemimpin tarekat dengan tokoh masyarakat cukup baik, terbukti sampai saat ini tidak pernah terjadi perselisihan. E. Saran 1. Disarankan kepada Kandepag Kabupaten Malang agar lebih intensif dalam memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap Tarekat Wahidiyah cabang Kabupaten Malang dalam hal pemahaman Islam. 2. Disarankan kepada pengurus Tarekat Wahidiyah Cabang Kabupaten Malang untuk lebih mengakrabkan hubungan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh organisasi lainnya, untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan Islam. 3. Disarankan bahwa karena Tarekat Wahidiyah mengajar kan ilmu hakikat maka sebaiknya ajaran-ajaran dan pengamalan Tarekat Wahidiyah lebih bersifat khusus, bagi orang-orang yang telah mempunyai pengetahuan dan pengamalan Islam yang tinggi sehingga tidak meresahkan bagi ummat Islam yang masih awwam pengetahuannya. 4. Disarankan bahwa dalam pelaksanaan mujahadah baik mujahadah usbu’iyyah, selapanan maupun triwulan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan sehingga tidak mengganggu atau meresahkan masyarakat sekitarnya.
239
240
7. Tarekat Aliran Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Di Suryalaya, Tasikmalaya Jawa Barat Peneliti: Sariyah, 2002 Penulis Naskah Direktori: Moh. Khafid
A. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya
S
alah satu pusat pengajaran dan pengembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah adalah Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, berdiri pada tanggal 5 September 1905 M atau 7 Rajab 1323 H, dipimpin Kiai Haji Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Sepuh. Pada masa kanak-kanaknya, beliau memperoleh pelajaran agama dari ayahnya sendiri Raden Nur Muhammad alias Nurapraja alias Eyang Upas; setelah usia remaja, beliau dikirim ke Pesantren Sukamiskin. Selanjutnya belajar di Pondok Pesantren Kalisapu Cirebon yang dipimpin K. H. Thalkhah seorang guru/syekh dalam TQN yang menerima ajaran dari Syekh Abdul Karim dari Banten. Sebelum ke Kalisapu Cirebon, mempunyai pesantren sendiri di kamp. Tundangan Tasikmalaya. Setelah ilmunya dianggap cukup, oleh Syekh Thalhah diizinkan kembali ke kampung dan direstui mengajar ajaran TQN. Usaha Syekh Kiai Abdullah Mubarok (Abah Sepuh) mengembangkan TQN mengalami beberapa rintangan baik dari masyarakat sekitar maupun penjajah Belanda, yang menilai bahwa ajaran TQN telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya dan mencurigakan, maka harus dicegah. Rintangan cukup berat dari pemerintah Belanda, beliau dimasukkan ke penjara dan dinyatakan bersalah dengan tuduhan memberikan pelajaran agama dengan tidak ada ijin resmi dari pemerintah dan mengajarkan ajaran yang 241
menyimpang dari aqidah Islam yang murni sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Setelah keluar dari penjara, beliau kembali ke Tundangan melanjutkan kegiatan pengajian dan TQN. Namun, karena banyak rintangan maka kegiatan dipindahkan ke Cisero dan kemudian pindah lagi ke kampung Godebag Desa Tanjungkula Tasikmalaya dan di sini berkembang cukup baik sehingga beliau dikenal dengan sebutan kiai/ajengan Godebag. Di kampung ini pula beliau membangun masjid dan beberapa pondok sederhana. Selanjutnya, atas restu gurunya, Syekh Thalhah pada 5 September 1905 M atau tanggal 7 Rajab1323 H diresmikan pondok pesantren “Suryalaya” yang berarti tempat matahari terbit dengan harapan sebagai tempat memancarnya sinar matahari manusia dalam mencari nur keridhaan Allah SWT. Pada tahun 1907 Syekh Thalhah yang telah berusia 115 tahun berkunjung ke Pondok Pesatren Suryalaya dan memilih Kiai Abdullah Mubarok untuk menggantikan kedudukan sebagai pimpinan tertinggi TQN. Setelah dilakukan upacara khusus “Hirqoh” di kediaman Syekh Thalhah tahun 1908, maka Kiai Abdullah Mubarok berhak memakai gelar Syekh dan Pondok Pesantren Suryalaya menjadi pusat pengajaran dan pengembangan TQN. Perjuangan mengembangkan pondok pesantren dan ajaran TQN di Suryalaya nantinya dilanjutkan oleh putranya yang lahir dari istri ketiga yaitu Shahibul Wafa Tajul Arifin atau mbah anom (kiai muda). Ia mempelajari ilmu agama di beberapa tempat dan sering berpindah pesantren mulai dari pesatren Cicaringin, pesantren Jambuduripa, pesantren Guntur semuanya di Cianjur kemudian ke pesantren Cirengas, Cimelati Sukabumi. Setelah kembali ke tanah air, ia mendampingi Abah Sepuh memimpin pesantren Suryalaya. Pada tahun 1950 242
kepemimpinan pesantren dan TQN diserahkan kepada Abah Anom sekaligus sebagai mursyid. Pada awal kepemimpinan Abah Anom, saat itu sedang terjadi pemberontakan DI/TII, maka kegiatan Abah Anom lebih banyak membantu pemerintah menumpas gerombolan DI/TII. Setelah tahun 1962 TQN mulai berkembang karena tantangan dari masyarakat dan pemerintah berkurang. B. Nama Aliran/Faham Keagamaan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN) ini merupakan gabungan dari dua tarekat yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah. Penggabungan dua tarekat bukan sekedar pengamalan dua tarekat yang berbeda yang diamal kan secara bersama-sama, tetapi lebih merupakan sebuah tarekat baru yang berdiri sendiri, di dalamnya terdapat unsur pilihan dari Qadariyah dan Naqsabandiyah yang telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru. Penggabungan Qadiriyah dengan Naqsabandiyah ini dimungkinkan karena keunikan dan keleluasaan Tarekat Qadiriyah yaitu apabila seseorang murid telah mencapai derajat Syekh seperti gurunya, dia tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Mendahulukan nama Qadiriyah dari Naqsabandiyah di samping atas ajarannya, juga didasarkan atas silsilah Syekh Ahmad Khatib Syambas yang menerima ajaran Tarekat Qadiriyah dari gurunya Syekh Syam Al Din dari Syekh Muhammad Murod dan Syekh Al Fattah dan seterusnya sampai kepada Ali Ibnu Abi Thalib. C. Tokoh Pendiri Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang berkembang di Indonesia ini berasal dari dua tarekat yang dikembangkan oleh Syekh Ahmad Khatib Abd. Al Ghaffar Sambas, Ia berasal dari Sambas Kalimantan Barat dan telah lama bermukim di 243
Makkah, mengajar dan telah menjadi Syekh sampai akhirnya wafat di Makkah. Muridnya antara lain dari Malaysia, Sumatera, Jawa Bali dan Lombok. Ia banyak mengangkat khalifah, tetapi setelah ia wafat yang diakui sebagai pimpinan utama tarekat ini adalah Syekh Abd Al Karim dari Banten yang hampir sepanjang hidupnya bermukim di Makkah. Dua orang lagi yang menjadi khalifah dan mendapat ijazah dari Ahmad Khatib semasa di Makkah adalah Syekh Thalhah dari Cirebon dan Kiai Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura. Semua cabang Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang tergolong penting mempunyai hubungan keguruan dengan seorang atau beberapa orang dari ketiga khalifah tersebut. Pondok Pesantren di Pulau Jawa yang menjadi pusat pengajaran dan penyebaran ajaran TQN yang menelusuri silsilahnya kepada Syekh Abdul Karim adalah: Pesantren Pagentangan di Bogor, Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, Pesantren Futuhiyah di Mranggen Semarang, Pesantren Rejoso dan Pesantren Tebuireng di Jombang. D. Pemimpin dan Kepengurusan Sebagaimana tarekat pada umumnya, dalam TQN tidak ada susunan kepengurusan namun pengikutnya dibedakan dalam garis besar sebagai berikut : 1. Mursyid atau guru/syekh sebagai pemimpin tertinggi dalam tarekat. 2. Wakil Talqin yaitu yang dianggap mampu dan dipercaya oleh mursyidnya bertugas melaksanakan talqin bagi yang tidak mampu datang menghadap gurunya di Suryalaya. 3. Para kiai dan Pembina Inabah yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap perawatan dan penyembuh an korban penyalahgunaan obat terlarang yang sudah ada 24 Inabah.
244
4. Kelompok Mubaligh yaitu para Pembina jamaah Ihwan TQN 5. Kelompok besar pengikut TQN yang biasa disebut ihwan terdiri dari berbagai lapisan masyarakat. 6. Kepemimpinan TQN Suryalaya diawali Syekh Mubarok yang secara resmi diangkat menjadi guru TQN oleh K.H. Thalhah tahun 1908, dan setelah usia lanjut, 116 tahun mengangkat putranya Shahibul Wafa Tajul Arifin yang waktu tahun 1950 baru berusia 35 tahun, relatif muda atau anom. Setelah Abah Sepuh wafat tahun 1956, Abah Anom menggatikan kedudukannya di TQN Suryalaya. E. Pokok-Pokok Ajaran Pokok ajaran TQN di bidang akidah seperti keimanan dan ketuhanan, di bidang ibadah seperti shalat, puasa dan zakat, sama seperti ajaran Islam pada umumnya yang beraliran ahlussunnah wal jamaah dan menganut mazhab Syafi’i. Bedanya ada tambahan bacaan zikir sebagai inti pokok ajaran TQN yaitu mengucapkan kalimah thoyyibah “Laa Ilaaha Illallah” yang dilakukan setiap selesai shalat fardlu dalam jumlah tertentu. Inti pokok ajaran TQN ditulis dalam Kitab Miftah Al Shudur yang artinya “Kunci Pembuka Dada” antara lain berisi keterangan tentang zikir “Laa ilaaha Illallah” atau zikir Nafi dan Isbat yang artinya “tidak mengakui adanya Tuhan-Tuhan dan hanya meyakini Tuhan Allah yang satu”. Selain itu, menerangkan faedah membaca zikir yaitu membersihkan hati dan jiwa, menyatakan hubungan dengan Allah dan mencapai kebahagiaan yang suci. Ada dua macam zikir yaitu Zikir Jahr (zikir dengan suara keras) sebagai refleksi ajaran Tarekat Qadariyah dan Zikir Khaf (zikir tanpa suara atau zikir dalam hati) dari ajaran 245
Tarekat Naqsabandiyah. Selain zikir, ada ajaran lain sebagai pedoman bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tertuang dalam wasiat Abah Sepuh yaitu : terhadap orang yang lebih tinggi harus menghargai dan menghormati, bersikap rendah hati terhadap sesama/sederajat, jangan menghina dan merendahkan orang yang keadaannya di bawah dan bersikap ramah tamah, murah hati , ringan tangan dan berkasih sayang terhadap fakir miskin. F. Aktifitas Aktifitas khusus TQN adalah pengamalan wirid/zikir baik harian, mingguan maupun bulanan (manakiban). Pengamalan zikir bulanan biasanya diikuti wakil-wakil talqin dari daerah-daerah. Oleh karena itu, pada saat itu digunakan pula untuk sarana pertemuan pimpinan/wakil talqin, sarana konsultasi dan kordinasi dengan guru/ mursyid, membahas masalah yang dihadapi. Aktifitas lainnya, kegiatan dan pembinaan penyembuh an remaja yang terkena narkoba yang dilaksanakan di PantiPanti Inabah atau Pondok Remaja Inabah, yang dari tahun 1988 s.d 1999 telah membina 21.863 anak remaja (21,242 telah selesai pembinaan dan 621 dalam proses). Dari jumlah tersebut, 50 % secara ekonomi dari tingkat atas, 30 % tingkat menengah dan 15 % dari tingkat bawah. Dari segi usia, 2 % usia anak SD, 87 % usia anak SMP dan SMU, dan 11 % dari usia Perguruan Tinggi. G. Karakteristik Ciri khas ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah adalah pada pelaksanaan zikir yang dilakukan dengan suara nyaring, tujuannya agar geraknya lafadz “Laa ilaaha Illallah” yang diucapkan dapat menggerakkan seluruh anggota badan dan seluruh bidang lathifah (perasaan). Berzikir dengan 246
pukulan gema yang kuat dan suara keras dapat menghasilkan “Nur Zikir” rongga bathin orang yang berzikir sehingga hati hidup berkat Nur Ilahi yang kekal dan abadi. H. Keanggotaan dan Penyebaran Wilayah Jumlah anggota TQN ini tidak dapat diketahui secara pasti karena tidak didaftar secara resmi dan tidak ada kartu anggota. Namun ajarannya telah menyebar ke berbagai daerah di Nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Pada tahun 1955 TQN telah mempunyai 35 daerah perwakilan yang disebut Wakil Talqin yaitu di Jawa Barat 18, Jakarta 2, Jawa Tengah 4, Jawa Timur 1, Sumatera Selatan 1, Kalimantan Barat 3, NTB 1, di luar negeri 5 yaitu Malaysia 4 dan Singapura 1.
247
248
8. Studi Kasus Tarekat Wahidiyah Pusat di Kediri Jawa Timur Oleh: Ahmad Sodli, 1990).
A. Pendahuluan
T
arekat Wahidiyah Pusat di Kediri Jawa Timur, melalui penyiarnya mengajarkan ajaran yang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Hal itu dikhawatirkan akan dapat menimbulkan disintegrasi dan terganggunya kerukunan intern umat Islam. Untuk melakukan pembinaan oleh Departemen Agama, perlu dilakukan penelitian. B. Temuan Hasil Penelitian 1. Latar Belakang Untuk dapat menuju wusul sadar kepada Allah wa Rosulihi SAW, diperlukan jalan atau sarana berupa tarekat, dengan wirid atau membaca Salawat Wahidiyah . 2. Tokoh Pendirinya: Dalam laporan penelitian tak disebutkan tokoh pendiri tarekat da hanya disebutkan penyusun Salawat Wahidiyah yaitu KH. Abdul Majid Ma’ruf, Kedunglo-Kediri. 3. Kenggotaan: Dalam Tarekat Wahidiyah, semua anggota atau pengamal tarekat tingkatannya sama. Tak ada istilah anggota lama atau baru. Namun anggota dikelompokkan berdasarkan umur, dewasa, remaja dan anak-anak. Para anggota tak didaftar, tidak dibaiat, yang penting mengamalkan Salawat Wahidiyah secara rutin menurut tatacara yang telah ditentukan.
249
4. Ajarannya: Ajarannya (selain membaca salawat Wahidiyah), pokok ajarannya dirumuskan dalam tiga bagian, meliputi: ajaran tentang realitas makhluk (Tuhan), ajaran tentang alam semesta dan ajaran tentang manusia. Ajaran tentang Tuhan ini membahas eksistensi Tuhan, jumlah Nya, dan sifat-sifat Nya. Ajaran tentang alam semesta mencakup mengenai asal-usul alam, tertib alam, serta penilaian terhadap alam dan eskatologi. C. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Ajaran Tarekat Wahidiyah pada dasarnya sama dengan ajaran Islam pada umumnya, namun ada sedikit perbedaan yaitu ajaran tentang penciptaan alam, lirrosul-birrosul, ighousbilghous, hadis tsawabul a’mal dan dzikir serta garansi. Dalam tarekat ini dikenal tingkatan-tingkatan pimpinan dalam tarekat. Hubungan mereka dengan para tokoh Islam di luar tarekat ini kurang harmonis, karena para tokoh Islam tersebut pada umumnya melarang umatnya mengamalkan salawat Wahidiyah. 2. Rekomendasi: Diharapkan kepada Pimpinan Departemen Agama setempat bekerjasama dengan para Penyuluh Agama Islam untuk memberikan bimbingan keagamaan dengan meningkatkan pengetahuan agama mereka terutama tentang ilmu syariah agar dalam pengamalan tarekat dapat memilih mana yang benar dan mana yang tidak benar. Diharapkan kepada para ulama setempat dengan mediasi Pimpinan Departemen Agama setempat untuk selalu membina hubungan baik dan harmonis di kalangan internal para ulama agar tidak mudah terprovokasi pihak lain dalam upaya memecahbelah umat Islam. 250
9. Tarekat Wahidiyah Cabang Jombang, Jawa Timur Peneliti: Yustiani, S, 1990 Penulis Naskah Direktori: Bashori A. Hakim
A. Latar Belakang Penelitian:
A
jaran Wahidiyah yang ajaran ada perbedaan dengan ajaran Islam pada umumnya, dimungkinkan dapat menimbulkan disharmoni di kalangan umat Islam. Bagaimana ajaran Tarekat Wahidiyah Cabang Jombang dan apa saja aktifitas keagamaannya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan bentuk studi kasus. B. Temuan Penelitian Salawat Wahidiyah merupakan hasil ciptaan Romo Kyai Abdul Majid Ma’ruf. Belau semenjak kecil/remaja sudah mulai mengamalkan bacaan bermacam-macam salawat atas bimbingan ayahnya. Pada suatu ketika saat ia masih aktif memimpin umat Islam dan pondoknya, ia mengaku mem peroleh bisikan atau ilham yang isinya berupa perintah agar ia cepat bertindak memperbaiki akhlak, moral masyarakat yang tidak baik. Sejak menerima ilham itu ia rajin puasa, membaca salawat termasuk salawan Nariyah, tapi moral masyarakat tetap tak berubah. Lalu ia mendapat ilham lagi agar memperbaiki moral masyarakat, kemudian ia banyak berdo’a kepada Allah. Akhirnya pada tahun 1963 bertepatan dengan 10 Muharam Jum’at Legi tahun 1384 H saat ia sedang duduk setengah terjaga, sambil membawa volpen dan kertas tangannya merasa dibim bing oleh yang gaib dan tertulislah/terciptalah salawat ma’rifat. Salawat itu kemudian diamalkannya bersama keluarga dan santri/ murid-muridnya, H. Wahab (Syuriah NU, K. Jazuli (Pengrus Pesantren Kediri) yang kemudian disebar luaskan. 251
Para pengikut tarekat ini terdiri atas orang tua laki-laki dan perempuan, remaja dan anak-anak. Mereka sebagai petani, pedagang, guru, buruh dan pelajar. Jumlah anggota tarekat tidak adea data yang pasti, karena mereka tak diberi kartu anggota. Mereka berasal dari Jombang dan sekitarnya. Di antara pokok-pokok ajarannya yaitu tentang realitas mutlak Tuhan, tentang alam semesta, dan hakekat manusia. Mengenai realitas mutlak Tuhan menguraikan antara lain tentang: keberadaan Tuhan, jumlah Nya, perbuatan Tuhan, serta sifat-sifat Nya. Ajaran tentang alam semesta, meng uraikan antara lain: tentang terjadinya alam, tertib alam, penilaian terhadap alam serta tafsiran terhadap bencana alam. Sedangkan ajaran tentang hakekat manusia, mengupas antara lain: tentang perbuatan manusia, ikhtiar manusia, lillah-billah, lirrosul-birrosul serta lilghous-bilghous. Selain itu “baiat” dilakukan untuk ikrar atau janji tertentu dihadapan seorang guru/mursyid , yang berisi antara lain akan menaati, menjalankan semua ajaran guru/mursyid tersebut. Selain dzikir, baca salawat Wahidiyah, bentuk kegiatan lainnya antara lain pengamalan ibadah, penggunaan alat ibadah serta pemberian atau permohonan berkah. C. Respon Masyarakat Para tokoh masyarakat terdiri para kyai dan pemim pin organisasi keagamaan Islam menanggapi bahwa ajaran Wahidiyah tidak sah dan sesat. Ajarannya hanya didasarkan mimpi, dan beberapa di antaranya tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya.
252
D. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Salawat Wahidiyah adalah merupakan rangkaian do’a salawat yang mempunyai kandungan wahidiyah. Dalam ajaran tarekatnya terdapat dirasakan ada yang tidak sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya, antara lain tentang asal kejadian alam semesta, ajaran tentang lirrosul-birrosul, lilhgous-bilghous, serta hidayah tsawabul amal. 2. Rekomendasi: Diharapkan Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama memberikan pengarahan, serta bimbingan kepada para pengikut termasuk para tokoh Tarekat Wahidiyah agar mengamalkan ajaran agama sebagaimana yang dicontohkan oleh para ulama terdahu dan Nabi SAW.
253
254
10. Struktur Nilai dan Pola Budaya Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah, Di Kabupaten Kudus Jawa Tengah Peneliti: Syaiful Arif, 2009 Penulis Naskah Direktori: Dra. Hj. Kustini, M. Si
A. Profil Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah
T
arekat Naqsyabandiah Khalidiah didirikan di Kudus oleh almarhum al-maghfurillah, KH Arwani Amin sebagai mursyid. Beliau adalah salah satu ulama wira’i dan kharismatik di Kudus, dan terkenal sebagai “penjaga wahyu” karena penguasaannya terhadap al-Qur’an (hafidz), serta qira’at sab’ah. Secara kultural, tarekat ini memiliki karakter kemenaraan yang kuat. Yakni suatu karakter kesunnian yang melandaskan diri pada ketaatan terhadap kutubul fuqaha’. Ini yang membuat jama’ah tarekat ini membedakan diri dengan tarekat Naqsyabandiah Khalidiah lainnya, yang sering mencipta ijtihad tersendiri, semisal penetapan awal puasa dan lebaran yang berbeda dengan mainstream muslim, selayak kaum Khalidiah di Jombang. Kemenaraan ini juga dirujukkan kepada tradisi kesunanan, semisal penempatan Masjid Kwanaran yang merupakan masjid dari Mbah Wanar; khadam Sunan Kudus. Hal sama terjadi pada kontinuitas artefak masjid kuno kawasan Menara (Kudus kulon) yang memiliki tiga mihrab. yang dipercaya merupakan kreasi dari Sunan Kudus. Tiga mihrab dimaksud adalah mihrab tengah untuk pengimaman, mihrab kanan untuk khutbah, dan mihrab kiri untuk khalwat. B. Aktivitas Tarekat 1. Upacara pembai’atan murid atau jama’ah baru, dilaksanakan setiap jum’at kliwon. Bagi murid baru yang 255
ingin dibai’at harus mendaftarkan diri pada jum’at pahing, sehingga sepekan kemudian baru dibai’at. 2. Majelis ta’lim dan tawajjuhan selosonan dilaksanakan di Masjid Kwanaran, diasuh oleh para kyai sepuh, yakni: Selasa legi (KH M. Sya’roni Ahmadi), Selasa pon (KH M Ulilnuha Arwani), Selasa kliwon (KH Sa’dullah Royani), Selasa pahing (KH M. Ma’ruf Irsyad), Selasa wage (KH M. Ulil Albab Arwani). Selain tawajjuhan di Masjid Kwanaran, juga diadakan tawajjuhan keliling setiap kamis legi. Adapun tawajjuhan tersebut dilaksanakan berdasarkan koordinator kecamatan yang meliputi sembilan kecamatan di Kabupaten Kudus yaitu Kecamatan Bae, Dawe, Gebog, Jati, Jekulo, Kaliwungu, Kota, Mejobo, dan Undaan. 3. Khalwatan/Sulukan yaitu tradisi dalam ordo tasawuf berupa mondok selama beberapa waktu yang ditentukan, dengan berpuasa setiap hari, dan pemaksimalan praktik ruhaniah. Khalwatan dalam tarekat ini meliputi: (1) Khalwatan bulan Muharram di Masjid Kwanaran selama 10 hari 10 malam, mulai tanggal 1 Muharram. (2) Khaltawan bulan Rajab di Masjid Kwanaran selama 10 hari 10 malam, mulai 1 Rajab. (3) Khalwatan bulan Ramadlan di Masjid Kwanaran selama 10 hari 10 malam, mulai 1 Ramadlan. C. Struktur nilai Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah di Kudus telah menjadikan Islam sebagai fenomena budaya. Artinya, Islam telah mampu mempraksis di keseharian masyarakat, sehingga membentuk suatu karakter yang terpola. Islam pada titik ini, menjadi “hidup di setiap tarikan nafas”, a way of life, tidak pada tataran politik-ideologis, tetapi sebagai ayoman kultural yang membuat seorang muslim tenang dalam hidup secara komunitas. Melalui keanggotaan tarekat, masing muslim salik memiliki identitas bersama, sehingga hal-hal unik yang ada
256
dalam jamaah tersebut, menjadi identifikasi, apakah seorang muslim menjadi bagian dari mereka atau tidak. Hal ini bisa ditemukan dalam terminologi khalwat, yang didefinisikan sebagai beribadah menyepi, dalam arti hanya dengan orang yang juga melakukan khalwat. Dalam khalwat tersebut, terdapat “sebutan bersama”, semisal larangan tidak banyak berbicara kecuali hal-hal yang bersifat ruhaniah. Jadi otomatis, ketika ada pihak yang hendak melanggar hal itu, pihak lain akan mengingatkannya. Anjuran untuk tidak banyak makan dan tidurpun diatur dalam ritual puasa, serta banyaknya pengajian dan wirid, baik secara sendiri maupun jamaah. Tentu, tarekat adalah komunitas atau organisasi muslim yang ekslusif, dan untuk masuk di dalamnya, dibutuhkan suatu kewaskitaan tertentu. D. Pola Budaya Dalam budaya tarekat, ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa bagi penganut tarekat lebih mementingkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa hal. Pertama, beragama adalah persoalan bagaimana seorang muslim mampu mengabadikan hubungan batin dengan Tuhannya, melalui latihan spiritual yang pada satu titik bertujuan menghilangkan kedirian. Hal ini terlihat dari makna tarekat atau thariqah yang berarti “jalan untuk sampai kepada Allah” (thariqatul wushul ila Allah). Sebuah jalan yang hendak mengantarkan murid pada wushul; hakikat keyakinan akan wujud Allah (haqiqatul yaqin liwujudillah). Hal sama pada ritual puasa, yang tidak sebatas tidak makan-minum. Kedua, perilaku unik yang merujuk pada tradisi asketisisme (zuhud). Hal ini terlihat misalnya dalam proses
257
khalwat tersebut. Dari kaca mata produktivitas ekonomi, proses khalwat yang berarti meninggalkan kerja dan keluarga, tentu kontra-produktif. Namun bagi para pelaku tarekat, keberanian untuk khalwat selama 10 hari dalam tiga bulan suci tersebut, merupakan ujian diri, apakah seorang salik betul-betul bisa menomorsatukan Tuhan, di atas segala aktivitas duniawi. Kemauan untuk khalwat ini saja merupakan sub-kultur, karena ia berbeda dengan kultur masyarakat modern yang menomorsatukan produktifitas kerja ekonomis. Apalagi dalam prosesi khalwat, yang ada seakan hanya tidur-sholat-dzikir, dengan pemandangan kasat mata yang kontra-produktif, yakni banyaknya jamaah khalwat yang terlihat tidur di siang hari karena puasa. Perilaku mengistirahatkan tubuh ini, tentu tidak produktif bagi perspektif ekonomi, tetapi sangat produktif bagi perspektif tarekat, karena tujuan dari pengistirahatan tubuh adalah penghidupan batin. Ketiga, hierarki kepemimpinan. Dalam tarekat, ketundukan salik terhadap mursyid sering digambarkan selayak mayat yang dikafani dan dimandikan. Jadi, tunduk setunduk-tunduknya. Hanya saja, banyak yang tidak memahami bahwa ketundukan ini terlebih adalah ketundukan batin, yang hanya bisa dipahami oleh orang yang sama-sama mengalami. Ketundukan seperti mayat adalah ketundukan spiritual, karena posisi mursyid yang telah mencapai kesempurnaan pandangan (washil), sehingga mampu menjadi washilah antara salik dengan tahapan ketuhanan. Proses pertemuan antara salik dan mursyid dalam tradisi Naqsyabandiah Khalidiah lebih bersifat spiritual, yakni ketika proses visualisasi mursyid (rabithah mursyid), setiap sebelum dzikir.
258
E. Bentuk Publik Sebagai salah satu komunitas dalam Islam, tarekat memiliki pandangan, bagaimana semestinya agama ini berada dalam ruang kemasyarakatan. Di sini tarekat memiliki posisi unik, sebab ia bukan organisasi kemasyarakatan, gerakan ideologis, ataupun partai politik. Posisi ini memungkinkannya untuk tetap menjaga kemurnian ajaran Islam –yang mengacu pada spiritualitas- sehingga ia tidak terjebak pada pergulatan duniawi yang cenderung merujuk pada pergelutan kekuasaan. Kematangan batin inilah yang menjadi tujuan utama beragama, karena mereka meyakini bahwa sebelum manusia memerankan fungsi kekhalifahan di muka bumi (fungsi publik), maka ia mesti terlebih dahulu membersihkan diri demi positioning hakikinya sebagai hamba Allah. Kehambaan inilah ruang intim, kerinduan, harapan, tetapi sekaligus ketakutan, yang membuat para salik berusaha untuk muraqabah, melalui pelatihan spiritual, seperti disiplin wirid, dan kesadaran akan tahapan-tahapan sufistik di dalam perkembangan batinnya. Diharapkan melalui batin yang matang inilah, seorang salik mampu menjadikan jalan kekhalifahan, entah kerja di kantor, guru, kepala rumah tangga, aktivis organisasi, bahkan penjualan lontong sekalipun, sebagai pengabdian terhadap hidup (pada ranah sosial) yang tentu tidak tercerabut dari usaha muraqabah tersebut. Tarekat menempatkan agama dalam ruang otonom, karena ia merupakan ruang sakral tempat manusia berhubungan dengan Yang Maha Suci. (Kustini)
259
260
D. GERAKAN PAHAM DAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN 1. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Gereja Mormon) di Kota Solo Jawa Tengah Peneliti: Suhanah, 2007 Penulis Naskah Direktori: Suhanah
A. Pendahuluan
P
embangunan agama merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar, yaitu hak memeluk agama dan beribadat menurut keyakinan masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD 1945, Bab XI Pasal 29 (1) dan (2), yang menegaskan bahwa "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Berbagai aliran maupun faham keagamaan dapat diketahui pada masing-masing aliran agama yang ada seperti Agama Kristen yang sampai saat ini memiliki 32 aliran agama yang ada di Kota Surakarta. Salah satu aliran yang tumbuh dari agama Kristen adalah Mormon yang mempunyai perbedaan dalam hal Trinitas, doktrin poligami dan lainlainnya. Adanya aliran atau denominasi-denominasi dalam ajaran Kristen tersebut, maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan perlu melakukan pengkajian secara langsung dalam upaya memberikan informasi kepada pihak Departemen Agama RI sebagai pembuat kebijakan. 261
Permasalahan dan tujuanpenelitiannya adalah Sejarah dan perkembangan Mormon; Pokok-pokok ajaran; dan Bagaimana respon pemuka Agama ,pemerintah serta masya rakat terhadap keberadaan aliran Mormon. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan bentuk kajian Studi kasus. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara, pengamatan, studi kepustakaan dan melalui dokumen-dokumen. Wawancara dilakukan dengan para informan terdiri dari : beberapa tokoh Kristen, Tokoh Mormon atau masyarakat yang mengetahui tentang Mormon, para pejabat pemerintah daerah dalam hal ini pejabat Bimas Kristen Kantor Departemen Agama Kota Surakarta dan Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja Kristen (BMAGK) Kota Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surakarta Propinsi Jawa Tengah, dengan konsentrasi kajian Gereja Yesus Kristus Orang-orang Suci Zaman Akhir (Mormon) B. Sejarah dan Perkembangannya Mormonisme adalah istilah yang digunakan untuk menyebut aspek-aspek agama, ideologi, dan budaya dari berbagai denominasi Latter Day Saint movement. Istilah Mormonism sering digunakan untuk sistem-sistem keperca yaan yang berakar pada Kitab Mormon, sebuah kitab suci yang menurut Mormon diterjemahkan oleh Joseph Smith, Jr. pada tahun 1829. Pada 1830 Smith menerbitkan Kitab Mormon dan pengikutnya disebut Latter Day Saints.(http ://id.wikipedia. org/wiki/Mormonisme). Pada tanggal 6 April tahun 1830, Aliran Mormon atau Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (OSZA), didirikan oleh seorang Amerika yang bernama Joseph Smith (1805-1844). Beliau sebagai putra keempat dari 262
sepuluh bersaudara dari pasangan Joseph dan Lucy Mack Smith yang dilahirkan pada tanggal 23 Desember 1805 di Sharon (vermont,AS), dilingkungan keluarga kaum petani yang miskin. Menurut pengakuan ibunya, sewaktu remaja Joseph Smith adalah seorang yang buta huruf dan tidak faham isi Alkitab serta diakui pula bahwa ia seorang pemuda yang suka berhayal. Sedangkan menurut pengakuan Joseph Smith bahwa pada tanggal 21 September 1823, dalam usia 18 tahun ia mendapat kunjungan dari malaikat yang bernama Maroni. Malaikat tersebut memberitahukannya bahwa pada tahun 420 M di sebuah bukit dekat Manchester, suatu perkampungan yang terletak di daerah New York, pernah ditanam lempengan-lempengan emas, dan ia disuruh untuk mengambilnya. Untuk menerjemahkan huruf-huruf tersebut ia mendapat bantuan "URIM" dan "TUMIM" (dua batu undian yang ada dalam tutup dada pernyataan keputusan pada baju "efod" yang dipakai imam dan dipergunakan untuk mencari tahu kehendak Allah) (keluaran 28:30) yang dipinjam dari malaikat. Aliran Mormon masuk ke Indonesia sejak tanggal 5 Januari 1970 lewat misionarisnya, lalu berhasil membaptis petobat yang pertama di negeri kita ini pada tanggal 29 Maret 1970. Gereja ini mendapat izin kerja sebagai organisasi keagamaan resmi di Indonesia pada tanggal 11 Agustus 1970, dan pada tahun-tahun berikutnya berhasil mendirikan sejumlah cabang di seluruh Jawa. Salah satunya di Kota Surakarta Aliran Mormon ini ada sejak tahun 1976. Awal memasuki Kota Surakarta tempatnya sewa dan setahun kemudian baru Gerejanya di bangun dengan nama Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (OSZA).
263
C. Struktur Organisasi dan Keanggotaan 1. Struktur Organisasi. Gereja Mormon memiliki struktur organisasi dan Kepemimpinin gereja yang berfungsi untuk mengatur dan mengawasi setiap kegiatan - Spiritual dan Fisik - mereka yang tersebar di seluruh Dunia. Dibawah ini adalah struktur dari Gereja Mormon: a. Ward: Jemaat lokal yang di kepalai oleh seorang Bishop. b. Branches: Cabang-cabang ini adalah jemaat lokal dari Gereja Mormon. lumlah mereka + 200 orang dan di kepalai oleh Presiden cabang. c. Stakes: Jemaat wilayah atau klasis yang beranggotakan antara 200- 800 ini terdiri dari 5-25 Jemaat Lokal (Wards). President Klasis ini bertanggung secara langsung kepada Gereja di SIt Lake City, sedangkan jemaat-jemaat lokal berada di bawah pengawasan Jemaat Klasis ini. d. Areas: Di dalam kawasan atau area ini secara geografis mencakup jemaat Wilayah, Lokal, dan Cabang . Mereka di pimpin oleh tiga otoritas dari Dewan Tujuh Puluh. e. Headquarters: Markas Besar Gereja Mormon terletak di Salt Lake City. 2. Keanggotaan Jemaat Perekrutan jemaat saat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan melalui perte manan, persahabatan, perkawinan dan pembagian brosur kepada siapa saja yang dekat dengan anggota jemaat. Mekanisme pembagian brosur tersebut diharapkan sebagai informasi awal yang kemudian sedikit demi sedikit dari mereka membacanya dan mengetahui tentang gereja Mormon.
264
Kesabaran di dalam upaya perekrutan jumlah anggota ini dipandang oleh sebagian pengamat gereja kurang efektif, sehingga penambahan jumlah anggota tidak terlalu menyolok. Adanya salah satu cabang yang beberapa tahun jumlah anggotanya masih tetap satu dapat dijadikan indikator sulitnya penambahan anggota baru di daerah tertentu. Ada tiga misi utama dalam Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir yaitu : Menyempurnakan para Orang Suci, memberitakan Injil bagi mereka yang belum menerima, dan Menebus dosa orang mati. Maksud dari ketiga misi utama yang merupakan pekerjaan besar itu adalah : a. Menyempurnakan para Orang Suci : diperuntukkan bagi anggota yang telah dibabtis untuk menerima bimbingan terus-menerus dari para nabi zaman sekarang, mempe lajari ajaran Yesus yang benar, menerima dorongan dan dukungan untuk hidup seperti Kristus, menikmati persahabatan dengan sesama anggota, menerima berkatberkat besar melalui tatacara Injil, dan menerima banyak kesempatan untuk melayani orang lain dan membawa berkat - berkat besar ke dalam kehidupan mereka. b. Memberitakan Injil bagi mereka yang belum menerima : Para anggota gereja diminta untuk memberitakan Injil kepada sesama, khususnya kepada teman - teman dan kerabat mereka. Melalui teladan dan persahabatan mereka, teman - teman mereka dapat melihat bersukacita yang dibawa Injil ke dalam kehidupan mereka. Mereka dapat menjadi untuk menerima ajakan guna mempelajari tentang gereja. c. Menebus orang mati: Banyak orang yang tidak mendengar injil selama kehidupan fana ini. Mereka akan 265
memperoleh kesempatan untuk menerimanya di dunia roh setelah kehidupan ini. Tetapi tatacara kudus keselamatan harus dilaksanakan bagi mereka oleh orang yang masih hidup. Melalui penyelidikan silsilah, para anggota Gereja mencari nama mereka yang belum menerima baptisan dan tatacara lain. Kemudian mereka melaksanakan tatacara ini atas nama orang meninggal. Mereka melakukanya di bait Allah yang kudus yang dibangun untuk program- program istimewa ini. D. Pokok Ajaran atau Doktrin Mormon 1. Doktrin Allah, menurut mereka , Allah itu adalah supermen, mempunyai badan, dapat dilihat dan diraba tetapi mempunyai kekuatan luar biasa. Allah itu adalah Adam yang sudah dipermuliakan. Orang-orang yang beriman setelah meninggal dunia akan sama seperti Adam menjadi ilah dan ilah itu masing-masing mempunyai isteri yang dikawinkan semasa di dunia. 2. Doktrin Kristus, menurutnya Yesus adalah saudara Lucifer yang dilahirkan karena hubungan antara Allah (Adam yang sudah dipermuliakan) dan Maria. Yesus di Kana menikah dengan Marta don Mariam sehingga dapat melihat keturunannya sebelum disalibkan(Yesaya 53:10). Jikalau tidak menikah minimal ia mempunyai hubungan istimewa dengan Marta, Mariam dan Mariam lainnya. Allah lebih besar dari Kristus, Kristus lebih besar dari Roh Kudus yang menjadi pesuruhNya. Yoseph Smith adalah keturunan dari Tuhan Yesus. 3. Doktrin Pernikahan, Mormon mengajarkan praktek poligami dan berpendapat bahwa hubungan suami isteri tidak terbatas hanya di dunia, melainkan sampai ke akhirat. Seorang anggota Mormon yang meninggal akan masuk ke dalam kemuliaan dan isteri-isterinya menurut 266
urutan akan masuk ke dalam kemuliaan. Jika ia diangkat sebagai raja untuk menguasai satu daerah, maka isterinya akan menjadi permaisuri. Oleh karenna sistem poligami mendapat tantangan di berbagai negara, maka mulailah mereka mengkaji ulang sistem tersebut. 4. Doktrin Alkitab, Mormon mengajarkan bahwa ada tiga buku yang mempunyai otoritas sejajar dengan Alkitab yaitu: 1) Kitab Mormon; 2) Doktrin dan Perjanjian; dan 3) Mutiara yang bernilai. 5. Doktrin Gereja, Mormon berpendapat bahwa gereja Mormon merupakan gereja satu-satunya yang sejati dan benar, sedangkan gereja yang berada di luar Mormon hanya mengajarkan kebohongan dan berada di bawah kutukan Allah. Mereka mengkllaim gereja Mormon merupakan penjelmaan Allah dan Kristus didirikan oleh malaikat, Petrus dan Yohanes. 6. Doktrin Allah Tritunggal, Allah adalah satu pribadi, Yesus Kristus satu pribadi, demikian pula dengan Roh Kudus. Mereka memiliki pribadi yang berbeda-beda. Mereka bukan Allah Tritunggal, melainkan tiga Allah. 7. Doktrin Dosa, menurut orang-orang Mormon, Adam terpaksa berbuat dosa dengan makan buah peng ketahuan baik dan jahat, karena jika Adam tidak makan buah itu, maka ia tidak mungkin mengetahui hal yang baik dan jahat dan tidak mungkin pula ia mempunyai keturunan. 8. Doktrin Keselamatan, menurut Mormon kematian Yesus tidak dapat menyelamatkan orang lain, melainkan hanya Adam saja. Keselamatan yang sesungguhnya hanya diperoleh melalui ketaatan pada peraturan-peraturan, sakramen-sakramen dari mormon dan perbuatan baik. Baptisan dapat menghapus dosa. 267
9. Doktrin Penghakiman, orang yang tidak termasuk dalam gerakan Mormon akan diadili, demikian juga orang-orang yang menerima sakramen-sakramendari gereja lain. 10. Doktrin tentang Nabi, mereka mengakui adanya NabiNabi setelah Nabi Isa, yaitu a. Joseph Smith; b. Brigham Young; c. John Taylor; d. Wilford Woodruff; e. Lorenzo Snow; f. Joseph F. Smith; g. Heber J. Grant; h. George Albert Smith; i. David O. McKay ; j. Joseph Felding Smith; k. Harold B. Lee; l. Spencer W. Kimball; m. Ezra Taft Benson ; n. Howard W. Hunter; dan o. Gordon B. Hinckley. Menurut mereka bahwa Nabi adalah orang yang dipanggil oleh Allah untuk menjadi wakilNya di atas bumi ini. Bila seorang Nabi berbicara bagi Allah, hal itu seolah-olah Allah sendiri yang sedang berbicara. (Asasasas Injil, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir Indonesia, 1978: 43). E. Tokoh Mormon Tokoh atau Presiden Mormon di Kota Surakarta adalah : 1) Prayitno Sutarno; 2) Agus Sutadi. Kedua orang ini bertugas menyampaikan ceramah dalam acara kebaktian di Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Akhir Zaman yang beralamat di Jln. Dr. Supomo No. 58 Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan di Jln. Kepatihan Kulon No. 81 Kecamatan Jebres Kota Surakarta. F. Respon Pemuka Agama dan Pemerintah Berdasarkan informasi dari berbagai kalangan intern umat Mormon yang berhasil diwawancarai, dapat dikemukakan bahwa pada umumnya keberadaan Mormon secara umum tidak menjadi masalah dan ditanggapinya dengan baik olah masyarakat, namun dari pihak Kristen merasa resah karena dilihat secara teologis jelas berbeda , 268
mereka memiliki kitab tersendiri yaitu kitab Mormon. Ciriciri umat mereka yaitu: a. Tidak merokok; b. Tidak meminum-minuman yang mengandung alkohol; c. Tidak melakukan poligami; d. Tidak menggunakan lambang apapun, karena hal itu merupakan lambang kematian. Menurut Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja Kristen menyatakan bahwa memang pada perinsipnya kami tidak ada masalah dengan gereja Mormon karena mengakui kebebasan beragama, namun dampak dari missinya yang dapat meresahkan tidak hanya umat non muslim tetapi juga dari umat Islam. G. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Aktivitas Gereja mormon antara lain adalah melaku kan kebaktian, mempelajari kitab perjanjian baru dan kitab mormon, sesuai masing-masing tingkatan kelasnya. b. Pokok-pokok ajaran mormon antara lain adalah: doktrin tentang Allah, tentang Kristus, tentang pernikahan, tentang Al-kitab, tentang Gereja, tentang Allah Tritunggal, tentang keselamatan, tentang penghakiman dan tentang Nabi. c. Aktivitas sosial gereja mormon cukup tinggi, terutama dalam membantu orang-orang miskin, terkena musibah sakit atau mendapatkan bencana alam, memberikan peluang bagi pihak-pihak yang membu tuhkan ruangan untuk seminar, untuk pesta tanpa dipungut biaya bagi lintas agama.
269
d. Aktivitas perekrutan jemaat, sekarang ini tidak lagi dilakukan melalui rumah kerumah, tetapi berdasar kan pola persahabatan, perkawinan, pendekatan individu, memberikan bantuan sosial bagi orang yang membutuhkan dan menyebarkan brosur-brosur seba gai pengenalan tentang ajaran mormon. e. Pemerintah tidak bisa melarang terhadap aliran mormon, karena mormon itu sudah terdaftar dalam salah satu denominasi dari gereja Indonesia. f.
Hubungan antara jemaat gereja mormon dengan para pengajar kebaktian maupun sekolah minggu cukup akrab dan nyaman karena sudah terjalin keterikatan dalam satu iman.
2. Rekomendasi a. Pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Kristen Dep. Agama , sebaiknya perlu memantau secara serius terhadap kemungkinan adanya penyimpangan –penyimpangan yang dilakukan oleh gereja mormon terutama dalam hal penyiaran agama mereka. b. Gereja mormon sebaiknya perlu lebih membuka diri dalam melakukan aktivitasnya sehingga tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan yang keliru.
270
2. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehova di Pontianak Kalimantan Barat) Peneliti: Muchit A. Karim, 2007 Penulis Naskah Direktori: Asnawati
A. Latar Belakang dan Tokoh Pendiri
S
aksi Yehowa merupakan salah satu sekte dalam agama Kristen yang berkedudukan di New York. Pencetus sekte ini seorang Amerika adalah Russel. Pada usia 18 tahun ia mengalami kegoncangan iman, meragukan pemahaman keagamaan Kristen tradisional, dan dianggap tidak sesuai dengan logia yang sehat. Hal itu terjadi setelah ia mendengar ceramah seorang penganut gereja Second Adventist, Jones Windell. Keragaman itu mendorongnya untuk mempelajari al-Kitab. Dalam waktu tiga tahun ia dapat menyusun buku kecil berjudul “The Object Manuer of the Faids Retun”. Russel mengkritik ajaran Second Adventits tentang kembalinya Kristus ke dunia ini. Menurut dia Kristus kembali ke dunia dalam bentuk roh dan menolak faham adventist yang mengatakan Kristus kembali dalam bentuk darah daging. Pendapat inu memdapat dukungan generasi muda, sehingga dalam waktu singkat pendukungnya 30 orang. Tahun 1879 Russel menerbitkan “Menara Pengawal” yang menjadi lebih dikenal dengan Saksi Yehowa yakni Tuhan yang Maha Esa. B. Perkembangan Saksi Yehowa Saksi Yehowa masuk ke Indonesia pada tahun 1931, dibawa oleh seorang missionaris Australia bernama Frank Rice. Saksi Yehowa berkedudukan di New York, dan cabangcabang tersebar di berbagai negara mencapai 96 cabang. Di 271
Indonesia Saksi Yehowa pertama beralamat di Jl. Brantas No. 15 Jakarta, dipimpin Ronald Jacha. Sekte ini dikenal dengan “Perkumpulan Siswa-siswa Al-Kitab” dan telah mendapat pengesahan resmi dari Departemen Kehakiman RI No. J.A5/86/1 tanggal 9 Juli 1964. Pada thn 1986 Saksi Yehowa mendapat pengakuan Dep. Agama sebagai organisasi yang berhak hidup dan melakukan kegiatan dibidang mission. Di Indonesia organisasi Saksi Yehowa dibagi dalam tiga distrik yaitu distrik Indonesia bagian timur, distrik Jawa dan distrik Sumatera. Masing-masing distrik mempunyai ketua yang membawahi beberapa wilayah dipimpin ketua wilayah yang membawahi 7 sidang. Kehadiran Saksi Yehowa di Kalimantan Barat berkat jasa J. Lumbiring yang datang dari Jakarta yang pada tahun 1976 bertugas sebagai karyawan Telkom Jakarta dipindah tugaskan ke Pontianak. Ia kemudian disusul oleh Anton Subianto tahun 1978, sebagai penginjil Saksi-saksi Yehowa Medan Herman Malao, merupakan pemrakarsa kebaktian bergilir dari rumah ke rumah kelompok Saksi Yehowa. Pada tahun 2001 Kejaksaan Agung RI mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep. 225/A/JA.106/ 2001 tentang Pencabutan Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep. 129/A/12/ 1976 tanggal 7 Desember tentang pelarangan terhadap ajaran perkumpulan Siswa-siswa Al-Kitab Saksi-Saksi Yehowa serta Keputusan Ditjen Kristen Dep. Agama No. F/Kep/HK.005/ 22/1103/2007 tentang Pendaftaran Saksi-saksi Yehowa di Indonesia sebagai lembaga keagamaan Kristen yang bersifat gereja. Pendaftaran ini diberikan sebagai pegangan dalam melaksanakan tugas sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga gereja. SK tersebut dipertegas surat Ditjen Kesatuan Bangsa Dirhub Kelembagaan Politik Depdagri No. Inventarisasi tentang tanda terima pemberitahuan keberadaan 272
organisasi. Sejak itu saksi Yehowa berkembang pesat di Kalimantan Barat, pengikutnya tersebar di 9 daerah tingkat II, mencapai 1000 orang. Kebanyakan dari kalangan muda Kristen, Budha maupun etnis Cina. C. Organisasi Di Indonesia Saksi-saksi Yehowa berkedudukan di Jakarta, dan memiliki cabang dan perwakilan ditempat lain yang dianggap perlu oleh Dewan Pengurus. Organisasi gereja ini dikelola dan diawasi oleh Dewan Pengurus. Jumlah anggota Dewan Pengurus tidak boleh kurang dari tiga orang. Dewan pengurus sebanyak-banyaknya tujuh orang, yaitu seorang Ketua, beberapa orang pembantu. Anggota Dewan Pengurus dipilih oleh rapat anggota untuk masa bakti tiga tahun. Dewan ini dapat mengangkat beberapa orang penasehat, dan pelindung. Anggota dewan pengurus dapat berakhir jika meninggal dunia, atas permintaan sendiri atau pemecatan atas putusan dewan pengurus. Keanggotaan Saksi-saksi Yehowa terdiri anggota biasa, pendeta, pendeta kepala, dan pendeta-pendeta pembantu dalam sidang-sidang jamaah Saksi-saksi Yehowa, keanggota an berakhir apabila yang bersangkutan meminta mundur, meninggal dunia dan pemecatan atas keputusan dewan pengurus. D. Ajaran Pokok Saksi-saksi Yehowa 1. Allah Bapak, Yesus Kristus dan Ruh Kudus Allah Bapa dan Putera Allah (Yesus Kristus adalah dua pribadi dan roh yang secara hakiki berada dan terpisah satu sama lain. Allah Bapa Yehowa Sang Pencipta lebih tinggi dari Sang Putera. Yesus Kristus adalah Saksi dan Pelayan utama dari Yehowa dan satiap warga Seksi Yehowa adalah pelayan
273
yang mengikuti teladan Kristus. Roh Kudus bukan pribadi ke Allahan yang tersendiri, melainkan kuasa, daya, atau pengaruh dari Allah Bapa. 2. Al-Kitab Pada hakekatnya Al-Kitab tidak mengandung kesalah an karena ditulis oleh orang-orang yang merekam dengan cermat amanat yang didiktekan Allah. Tetapi Al-Kitab versi modern mengandung banyak salah terjemahan, karena itulah menara pengawal menerbitkan terjemahnya sendiri “New Ward Translalation of the Scriptures” tahun 1961, yang didasarkan pada naskah asli dan mengoreksi kesalahan-kesalahan pada terjemahan-terjemahan lain. 3. Sejarah Alam Semesta Sejarah alam semesta itu terdiri dari tiga babak besar 1) dunia masa lalu, sebelum kejatuhan Adam kedalam dosa yang berakhir dengan peristiwa air bah, 2) dunia masa kini yang juga disebut “zaman kekafiran, terutama yang berlang sung sejak “Nebukhadnezar” menduduki Yurusalem pada tahun 607 SM dan akan berakhir dengan perang Hamagedon dan 3) dunia masa depan, yang dimulai dengan kerajaan seribu tahun, disusul dengan kehidupan kekal di bumi (selain yang juga berlangsung di Surga bagi 144.000 orang pilihan). 4. Penebusan Missi Kristus adalah menyediakan diri-Nya, sebagai tebusan dan untuk itu ia harus sama dengan manusia yang hendak ditebus. Sebagai konsekuensinya dari kejatuhan Adam, dosa dan maut diwariskan kepada keturunan Adam. Sehingga timbul bebas dari dosa dan maut itu, perlu ada penebusan. Yesus disatu pihak adalah keturunan Adam, namun dipihak lain menjadi Kristus, sejak pembabtisannya oleh Roh Kudus. Ia menyerahkan hidupnya bukan hanya 274
sekedar untuk membetulkan dosa orang percaya, melainkan juga membebaskan manusia dari maut dengan memberi jaminan bahwa setiap orang akan memperoleh kesempatan penuh selama millinium untuk menerima injil dan percaya kepada-Nya. 5. Kedatangan Kristus kedua kali dan Milenium Kedatangan Yesus kedua kali ke bumi akan didahului oleh perang Hamagedon di bumi. Tetapi peristiwa itu didahului oleh perang antara Michael dan Iblis. Setelah kalah iblis “Sang Naga” dijatuhkan dan dipenjarakan dibumi. Setelah itu berlangsunglah kerajaan 1000 tahun di bumi (zaman akhir dunia). Kristus memerintah sebagai raja didampingi 144.000 orang pilihan, yang nantinya juga mewarisi surga. Pada waktu itu Injil akan diberitakan kepada segala bangsa dan bahasa dan orang-orang jahat akan dipisahkan dari umat Allah. Diantara umat Allah itu termasuk jutaan orang yang tidak mati pada zaman itu, tetapi tidak semua termasuk dalam kelompok 144.000 itu. 6. Kebangkitan dan Penghakiman Kembali Yesus bangkit dari kubur dan tampiul seperti seorang manusia, bentuk kebangkitan yang sebenarnya adalah seperti Yehowa, yaitu Roh yang bukan duniawi atau manusiawi atau apapun yang memiliki bentuk. Tentang kematian, kebangkitan dan penghakiman atas manusia hampir senada dengan ajaran Adventist dikemukakan bahwa roh dan tubuh manusia tidak pernah terpisah, karena itu jiwa manusia tidur setelah ia mati. Pada saat penghakiman, umat manusia tidak serempak dihakimi. Mereka yang menjalani kehidupan yang tidak benar di bumi telah berdoa terhadap Roh Kudus telah dihakimi, sebelum hari penghakiman Agung.
275
7. Baptisan dan Perjamuan Kedua upacara ini tidak disebut sakramen, namun dilaksanakan dengan teratur. Baptisan tidak dilaksanakan di gedung pertemuan atau Balai Kerajaan, melainkan di sungai danau, laut atau tempat mandi buatan, dimana seluruh tubuh si terbaptis diselamkan. Hanya pejabat Saksi Yehowa yang diberi wewenang yang boleh membaptis. Sebelum tahun 1972 setiap orang merasa siap untuk dibaptis bisa segera dilayani. Tetapi sejak 1972 telah ada sejumlah persiapan oleh Penatua Jamaat maupun baptisan. Sejak tahun 1983 calon baptisan harus mengikuti kotekisasi dengan mempelajari semacam kotekismus yang sangat rinci. Setelah sang calon mampu membuktikan pengetahuan dan pemahamannya, barulah dibaptis selam dan resmilah ia menjadi seorang Saksi Yehowa. 8. Pertemuan dan Peribadatan Balai kerajaan merupakan pusat kegiatan ditingkat lokal, disitu setiap Saksi Yehowa melakukan berbagai persiap an dan kegiatan dalam rangka beribadah, mempelajari bahanbahan yang disediakan kantor atau pimpinan pusat dan latihan bagi kunjungan door to door. Pemilih jamaat atau Badan Penatua mengatur berbagai pelayanan di Balai kerajaan. Ketua pemilih jemaat ditunjuk oleh Badan Pengurus. Setiap Minggu di Gereja diselenggarakan empat kali pertemuan dan latihan rutin, sekitar satu jam mereka berbicara di depan umum, studi al-Kitab, sekolah pelayanan kerajaan dan pertemuan ibadat. 9. Larangan dan Pantangan Penganut Saksi-saksi Yehowa dilarang berjudi, me rokok dan mabuk-mabukan. Mereka juga dilarang meraya kan hari-hari raya tradisional dan populer, termasuk Natal dan Paskah. Mereka dilarang memberi hormat pada bendera dan 276
memasuki dinas militer. Tidak boleh ikut dalam pemilihan umum, dan tidak diperkenankan menjadi pegawai negeri. Mengacu kepada sebuah nash al-Kitab mereka dilarang makan-makanan yang mengandung darah, tidak boleh menjalani transfusi darah, sebagai donor maupun resipien, melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencurahan darah. E. Faham Keagamaan Faham keagamaan Saksi Yehowa adalah terkait dengan kedatangan Kristus kedua kali dan akhir zaman. Faham ini dipengartuhi sebuah kelompok bercorak adventis yang dipimpin oleh Jonas Wendell. Kelompok ini berciri adventis, tali lama Sekolah “Kekecewaan Agung” 1844. Semula kelompok ini percaya bahwa adventis kedua itu bakal terjadi pada tahun 1854. setelah ternyata tidak terjadi, Wendell meramalkan bahwa peristiwa itu akan terjadi tahun 1874, namun ternyata tidak terbukti juga. Sejak tahun 1876 Russel meninggalkan kelompook Wendell dan bergabung sekantor dengan kelompok adventis independen lainnya yang dipimpin oleh Nelson N. Barbar. F. Aktifitas, Respon Masyarakat dan Pemerintah Aktivitas Saksi-saksi Yehowa adalah berkunjung dari rumah ke rumah mengajak masyarakat beragama terutama umat Kristen yang sudah bergereja, untuk mengikuti ajaran Saksi Yehowa. Cara semacam itu telah meresahkan umat beragama di Kalimantan Barat. Mereka juga melakukan lentera terhadap beberapa aspek pemerintahan. Kegiatan faham ini dianggap meresahkan masyarakat, sehingga pada tahun 1976 Jaksa Agung mengeluarkan SK No. Kep.129/JA/12/1976 tanggal 7 Desember 1976 tentang larang an terhadap kegiatan Saksi-saksi Yehowa. Namun aliran ini melaksanakan kegiatan hingga tahun 1994, maka para pe 277
mimpin lembaga gerejawi seperti PGI Wilayah Kalbar, PII, DPI dan Keuskupan Agung, merasa perlu menerbitkan Surat Penggembalaan bersama, berisi imbauan agar semua pimpin an gereja dan umat Kristiani tetap memelihara kerukunan dan keesaan sambil melakukan pengawasan dan melaporkan nya kepada yang berwajib. Kemudian pada tanggal 1 Juni 2001 SK Jaksa Agung itu dicabut, sehingga sekarang kelompok ini dapat menjalankan missinya. Sebagai tindak lanjut SK Jaksa Agung tahun 2001 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama meng keluarkan Surat Keputusan No. F/Kep/HK.005/22/1103/ 2002 tentang Pendaftaran Saksi-saksi Yehowa. Pada tahun 2006 Kantor Wilayah Dep. Agama Kalimantan Barat mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftar an Saksi-saksi Yehowa Nomor KW. M.1/HM.00/ 1219/2006 tanggal 27 April 2008 yang menyatakan Saksi-saksi Yehowa mempunyai perwakilan di Kalimantan Barat. G. Kesimpulan a. Herman Malau, Ketua Saksi-saksi Yehuwa Kalimantan Barat aktif menyiarkan agamanya dengan mengunjungi rumah-rumah umat yang sudah beragama, sempat ditahan Kejaksaan Negeri Pontianak dan dipenjarakan selama 7 bulan karena dianggap meresahkan masyarakat. Dalam satu buku yang disebarkan masyarakat berjudul “Sadarlah”, dikutip terjemahan surat Yunus 94 dan Al-Anbiya 105 secara tidak lengkap sehingga membingungkan pembaca. b. Pada tahun 1973 pengikut Saksi Yehuwa masih pada berstatus sebagai siswa sekolah SLTA di Pontianak yang berdasarkan keyakinannya tidak mau mengangkat tangan sebagai penghormatan terhadap bendera dalam upacara di sekolahnya. Siswa tersebut dianggap melanggar dan di
278
pidana Kejaksaan Negeri setempat, namun akhirnya yang bersangkutan dibebaskan secara murni dari tuntutan. c. Gereja Kristen di Kalbar tidak mengakui Saksi-saksi Yehuwa karena menolak ketuhanan Yesus, Kristus bangkit dengan tubuh dan menolak Alkitab Kristen sebagai firman Allah. Penolakan pengakuan terlihat pada Surat Bersama Gereja-Gereja Kristen Kalimantan Barat tanggal 18 Nopember 2005 yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, sebagai penegasan kembali sikap gerejagereja Kalimantan Barat, bahwa berdasarkan hasil pertemuan pimpinan organisasi Gereja-Gereja Kalimantan Barat 17 Nopember 2005, agar Muspida Kalimantan Barat memberi dukungan kepada gereja-gereja yang menolak pendaftaran Saksi-saksi Yehuwa sebagai bagian dari agama Kristen Kalimantan Barat.
279
280
3. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehowa di Propinsi Nusa Tenggara Timur Peneliti: Nuhrison M. Nuh, 2007 Penulis Naskah Direktori: Nuhrison M. Nuh
A. Saksi-Saksi Yehuwa dan Tempat Berdirinya
S
aksi-Saksi Yehuwa nama sebuah aliran keagamaan Kristen yang lahir di Amerika Serikat, pada abad ke 19 yang berpusat di Bethel Broklyn New York. Menurut majalah Watch Tower Bible and Tract Society, organisasi ini mempunyai anggota 4,7 juta jiwa dan tersebar di 231 negara termasuk Indonesia. Kelahiran gereja ini diilhami oleh kehadiran gereja Adventis (1845), gereja Mormon dan gereja Christian Science. B. Perkembangan Saksi-Saksi Yehova Saksi-Saksi Yehuwa hadir di Indonesia sejak tahun 1950an, dan terdaftar pada Departemen Kehakiman pada tahun 1964 dengan nama ”Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab”, dan mendapat pengakuan sebagai organisasi keagamaan dengan nama Saksi Jehova dari Departemen Agama tahun 1968. Melalui pertim bangan bahwa Saksi-Saksi Yehova melakukan pelanggaran hukum, yakni menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyara kat, tidak menghormati pemerintah, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik, maka Kejaksaan Agung melalui surat keputusan Nomor 129/JA/ 12/1976 tanggal 7 Desember 1976 melarang ajaran/perkumpulan siswa-siswa Alkitab/Saksi-Saksi Yehova. Meskipun sudah dilarang, dengan berbagai cara mereka tetap mempertahankan organisasinya dan melakukan aktivitas nya. Munculnya era reformasi yang ditandai dengan
281
kebebasan berpendapat dan mempublikasikan pandangan dan ajaran, termasuk di bidang keagamaan, perkembangan Saksi-Saksi Yehova (Yehuwa) kian pesat. Mereka kembali menerbitkan dan mengedarkan banyak buku, majalah bahkan kitab suci sendiri ( Edisi Bahasa Indonesia terbit tahun 1999) dan mengedarkannya ditempat-ditempat umum dan dari rumah ke rumah. Disamping itu, mereka mengadakan pende katan kepada pemerintah, yang ketika itu presidennya Abdurrahman Wahid dikenal sebagai pendekar demokrasi. Upaya itu nampaknya berhasil sehingga Presiden memerintah kan Jaksa Agung untuk mencabut larangan yang pernah dikeluarkannya. Maka pada tahun 2001, Jaksa Agung melalui Surat Keputusan Nomor: Kep-255/A/JA/06/2001, tanggal 1 Juni 2001, mencabut Kep. Jaksa Agung Nomor Keputusan 129/JA/12/1976 tanggal 7 Desember 1976 perihal Pelarangan Terhadap Ajaran/Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab/SaksiSaksi Yehova. Setelah keluarnya Keputusan Jaksa Agung tersebut, Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Departemen Agama, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: F/KEP/HK.00.5/22/ /2002 tentang Pendaftaran Saksi-Saksi Jehuwa Indonesia. Surat keputusan tersebut dikeluarkan setelah memerhatikan surat permohonan dari Saksi-Saksi Jehuwa Indonesia Nomor: 05/SSY/DA/2002 tanggal 13 Maret 2002. Akta Notaris Nomor 01 tanggal 25 Februari 2002 Notaris Priscilla Francien Tumiwa,SH di Bogor. Surat Keterangan Pendaftar an dari Kanwil Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta Nomor WJ/7/BA.01.1/742/29002 tanggal 5 Maret 2002. Surat rekomendasi dari Kanwil Dep. Agama Provinsi DKI Jakarta Nomor WJ/7/ BA.01.1/1344/2002 tanggal 13 Maret 2002. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka setiap organisasi
282
kemasyarakatan harus mendaftarkan diri di Departemen Dalam Negeri. Sejak tanggal 13 Januari 2003 organisasi SaksiSaksi Yehuwa Indonesia (SSY) telah terdaftar di Departemen Dalam Negeri dengan nomor 08/D.I/1/2003. Dengan adanya legalitas melalui berbagai surat keputusan berbagai instansi pemerintah, maka Saksi-saksi Yehuwa sudah kembali mendapat kesempatan untuk melakukan aktivitasnya. Menurut keterangan dari pengurus Saksi-Saksi Yehuwa Nusa Tenggara Timur, aliran ini masuk pertama kali di Nusa Tenggara Timur pada tahun 1953 di Pulau Sumba, baru kemudian berkembang di daratan Pulau Timor tahun 1954, kemudian berkembang di Flores dan Alor. Sekarang ini di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat 20 buah sidang (kelompok jemaat), sedangkan di Kota Kupang sendiri terdapat 2 buah sidang. Anggota jema’at berjumlah 900 orang tersebar di berbagai wilayah NTT, untuk kota Kupang sendiri terdapat 300 orang jemaat. Daerah yang sudah terdapat jemaat Saksi-Saksi Yehuwa, antara lain Sabu, Rote, Sumba, Alor, Cinese dan Kupang. Sekarang ini ada 2 daerah yang sudah mendaftar gereja Saksi-Saksi Yehuwa yaitu Alor dan Sumba. Mereka melakukan kebaktian di rumah-rumah pribadi, karena belum mempunyai Balai Kerajaan (gereja). Pada tahun 1976 gereja ini dilarang, tetapi mereka tetap menjalankan aktivitasnya, meskipun mengalami diskriminasi. Ada anggotanya yang dianiaya bahkan ada yang ditangkap dan dipenjara. Perkawinan mereka tidak dicatat, karena gerejanya dianggap belum dianggap resmi, karena belum terdaftar di Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur. C. Tokoh-Tokoh Saksi-Saksi Yehuwa. Tokoh pendiri Saksi-Saksi Yehuwa adalah Charles Taze Russel (1852-1916) lahir di Pittburgh Pennsylvania Skotland283
Irlandia. Kemudian dilanjutkan oleh Franklin Rutherford, setelah meninggal digantikan oleh Nathan Knorr (1905-1977). Sesudah itu SSY dipimpin oleh F.W. Fransz, pada tahun 1992 Fransz meninggal dan digantikan oleh Milton.G. Hennschel. Siapa tokohnya di Indonesia tidak jelas, sedang pimpinannya di Nusa Tenggara Timur adalah Herman Max Raga. D. Ajaran Pokok Saksi-Saksi Yehova Di bawah ini akan diuraikan beberapa ajaran pokok Saksi-Saksi Yehuwa yang dianggap berbeda dari ajaran Kristen arus utama (mainstream). 1. Tentang Tuhan Alkitab tidak mengajarkan doktrin Tritunggal. Sebalik nya Alkitab mengatakan bahwa hanya ada satu Allah yang benar dan kekal. ” Yehuwa adalah Allah kita; Yehuwa itu esa.” (Ulangan 6:4). Ia adalah pencipta – kekal, mahakuasa, tidak ada bandingan. Yesus bukanlah Allah Yang Mahakuasa. Yesus hidup di bumi sebagai manusia sempurna dan mati untuk manusia yang tidak sempurna. Allah dengan baik hati menerima kehidupan Yesus sebagai tebusan, dan dengan demikian melalui dia keselamatan bagi orang-orang yang setia dimungkinkan. Ini adalah kehendak Allah – Lukas 22:42; Roma 5:12. 2. Tidak ada Jiwa yang Mati Apa yang terjadi pada orang-orang apabila mereka meninggal? Firman Allah mengatakan, ”Yang hidup sadar bahwa mereka akan mati; tetapi orang mati, mereka sama sekali tidak sadar akan apapun”. (Pengkhotbah 9:5). Manusia tidak memiliki jiwa yang tidak berkematian. Orang mengira bahwa mereka berbicara kepada orang mati, sebenarnya berkomunikasi dengan hantu-hantu. Demikian pula, doa bagi orang mati tidak mendatangkan manfaat bagi siapapun 284
kecuali bagi para pendeta yang dibayar untuk berdoa bagi mereka. 3. Kebangkitan Harapan yang sesungguhnya bagi manusia adalah kebangkitan, kembalinya orang-orang mati ke bumi yang telah dipulihkan menjadi Firdaus. Orang-orang yang telah melayani Allah akan diberkati atas kesetiaan mereka. Orangorang yang mati sebelum mengetahui tentang Allah akan mendapat kesempatan Firdaus. Jadi ”akan ada kebangkitan untuk orang-orang yang adil-benar maupun yang tidak adilbenar ”. (Kisah 24:15). Yang tidak akan dibangkitkan hanyalah orang-orang yang dinilai tidak layak oleh Allah. 4. Tentang Neraka Allah yang pengasih tidak akan menciptakan suatu tempat bagi orang mati untuk menderita selama-lamanya. Allah sendiri menjelaskan bahwa membakar dan menyiksa manusia merupakan ”hal yang tidak pernah diperintahkan dan yang tidak pernah muncul dalam hatiku”.(Yeremia 7: 31). 5. Tentang Nasib Allah tidak menulis apapun pada dahi orang-orang. Tidak ada nasib yang menentukan masa depan kita sebelum lahir. Kita bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan, atas pilihan yang kita buat, ”Kita masing-masing akan memberikan pertangung jawaban kepada Allah” ( Roma 14:12). 6. Tentang Pendeta Setiap orang yang berbakti kepada Allah berkedudukan sama di mata-Nya. Semua penyembah sejati adalah bersaudara. Allah tidak menetapkan golongan pendeta yang ditinggikan. Yesus berkata, ”Setiap orang yang meninggikan 285
diri akan diren dahkan, tetapi dia yang merendahkan diri akan ditinggi kan.”(Lukas 18:14) Allah akan menghukum mereka yang meng gunakan agama untuk meninggikan diri. (Matius 23: 4-12). 7. Tentang Politik Yesus mengatakan bahwa para pengikutnya harus bukan ”bagian dari dunia”. (Yohanes 17:16). Karena itu, SaksiSaksi Yehuwa tidak ikut campur dalam politik nasional atau politik setempat. Selain itu, mereka adalah orang yang taat hukum (Roma 13:1,5-7). 8. Tentang Standar Moral Yesus melukiskan cara mengenali para penyembah sejati sewaktu ia mengatakan, ” Inilah perintahku, agar kamu menga sihi satu sama lain sebagaimana aku rela mengasihi kamu.” (Yohanes 15:12,13). Pasal lain di dalam Alkitab menga takan, ”Buah roh adalah kasih, sukacita, damai, kepanjang sabaran, kebaikan hati, iman, kelemah lembutan, pengendali an diri.” (Galatia:22,23). Orang-orang yang memperlihatkan sifat-sifat ini tidak berdusta, mencuri, berjudi, menyalah gunakan obat, atau melakukan seksual yang amoral. (Efesus 4:22-28). Mereka mengasihi Allah, maka mereka meng hindari apa yang Allah benci. Prinsip-prinsip ini mengatur kehidupan Saksi-Saksi Yehuwa. 9. Tentang Alkitab Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa semua terje mahan Kristen salah, dan terjemahan Saksi - Saksi Yehuwa yang benar dan tidak palsu. Terjemahan versi mereka adalah the New World Translation (NW). Dalam hal mempelajari isi Alkitab, Badan Pengurus Menara Pengawal melarang anggotanya melakukan studi Alkitab secara independent, tanpa menggunakan tafsiran yang mereka terbitkan. 286
10. Hari Terakhir Berdasarkan penyelidikan Kitab Daniel pasal 4, mereka memastikan bahwa ”Zaman bangsa-bangsa bukan Yahudi” berlangsung selama 2520 tahun, menurut mereka zaman itu dimulai tahun 607 SM, dengan kedatangan kedua kali Kristus yang tidak kelihatan itu. 11. Baptisan dan Perjamuan Kedua upacara ini disebut sakramen (karena kedua istilah ini sama seperti tritunggal, tidak ada dalam Alkitab), baptisan hanya dilayankan bagi mereka yang sudah dewasa dan sudah mengikuti katekisasi yang panjang dan rinci, dengan cara diselamkan di sungai, atau di danau, laut dan kolam buatan. Perjamuan dalam rangka mengenang kematian Kristus dilangsungkan setiap tanggal 14 bulan Nisan kalender Yahudi. 12. Beberapa larangan dan Pantangan Dalam rangka menjaga kesucian hidup, pengikut SaksiSaksi Yehuwa dilarang merokok, berjudi, mabuk-mabukan, menghormati bendera dan berpolitik. Dilarang pula makan makanan haram yang disebut dalam kitab Taurat, Zabur dan Injil, seprti binatang berkuku genap dan darah. Berkaitan dengan masalah darah mereka juga dilarang menjalani transfusi darah, baik sebagai donor maupun resipien. Alasannya darah sama dengan nyawa atau kehidupan yang sangat suci dan berharga. E. Kebijakan Pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan Saksi-Saksi Yehuwa adalah sebagai berikut:
287
1. Surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-129/JA/12/ 1976, Tentang Pelarangan Aktivitas Saksi-Saksi Yehuwa dan Siswa-Siswa Alkitab di Indonesia. 2. Surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-255/A/JA/06/ 2001, tanggal 1 Juni 2001, Tentang Pencabutan SK Jaksa Agung RI No 129/JA/12/1976, Tentang Pelarangan Aktivi tas Saksi-saksi Jehova dan Siswa Alkitab di Indonesia. 3. Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Nomor F/KEP/HK 00.5/22/1103/2002, tanggal 22 Maret 2002, Tentang Pendaftaran Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia. 4. Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberadaan Organi sasi Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia, Nomor 08/D.I/I/ 2003, tanggal 13 Januari 2003, di Dep. Dalam Negeri. 5. Surat Dirjen Bimas Kristen Nomor DJ III/BA.02/27/662/ 2004, tanggal 9 Maret 2004, Tentang Pembinaan dan Bimbingan Terhadap Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia. Namun kebijakan pencabutan SK pelarangan terhadap Saksi-saksi Yehuwa banyak mendapat protes dari pimpin an gereja, karena ajarannya dianggap bertentangan dengan ajaran gereja arus utama.
288
4. Studi tentang Paham dan Pemikiran Saksi-Saksi Yehuwa di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah Peneliti: Muchtar, 2008 Penulis Naskah Direktori: Muchtar
A. Pendahuluan
R
eformasi tahun 1998, antara lain berdampak pada terbukanya kran kebebasan mengemukakan aspirasi, koreksi, berorganisasi, termasuk mendirikan kelompok-kelompok aksi, dan keagamaan. Hal ini merupakan fenomena menonjol dalam proses demokratisasi belakangan ini, tidak terkecuali di kalangan umat beragama. Kelompok-kelompok keagamaan kontemporer, bermunculan di berbagai wilayah, terutama di lingkungan masyarakat perkotaan. Selain berkiprah di bidang agama, aktivitas kelompok-kelompok keagamaan kontemporer ini, juga menyentuh bidang-bidang lain, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Kehadiran kelompok-kelompok keagamaan seperti kelompok Mormon atau Saksi Jehova dalam kelompok Kristen, dan kelompok Kong Hu Chu di kalangan etnik Cina, dipandang mempengaruhi dan mewarnai kehidupan sosial keagamaan masyarakat, baik yang bersifat positif, maupun negatif. B. Tujuan Kajian dan Metodologi Tujuan kajian ini ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang profil kelompok keagamaan Saksi-Saksi Yehova di Kalimantan Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif dengan mengandalkan peneliti sebagai instgrumen datanya. C. Sejarah Saksi-Saksi Yehowa Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia kegiatankegiatan Saksi Yehowa sempat terhenti karena kegiatan
289
tersebut dianggap oleh pemerintah Jepang mendukung peme rintahan Amerika. Kemudian ketika Jepang kalah perang dunia ke II, pada tahun 1950 hingga 1970 saksi-saksi Yehowa maju dengan pesat. Wilayahnya meliputi antara lain: Sumatra Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Irian Jaya, Maumere, Biak, termasuk Kalimantan Tengah. Menurut Abet Nego Saksi-Saksi Yehowa sekarang sudah ber kembang di 236 negara salah satunya adalah Indonesia. Pengikut Saksi-Saksi Yehowa di Indonesia saat ini sekitar 17.000 orang. Sedangklan di Kota Palangkaraya sendiri jum lah pengikut ini diperkirakan sekitar 280 orang. Ketika Peneliti mengikuti kebak tian di gereja (Balai Kerajaan) jumlah yang hadir kurang lebih ada 100 orang dengan perin cian 80 orang dewasa dan 20 orang anak-anak. Saksi-Saksi Yehowa di Palangkaraya pada tanggal 19 Oktobber 1970. Kegiatannya dengan mengunjungi rumahrumah dengan alasan mereka belum memiliki tempat ibadah/gereja (Balai Kerajaan) dan sekarang telah memiliki Balai Kerejaan (gereja) yang terletak di Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan raya. Gereja tersebut dibangun pada bulan April 2006 dan selesai data bulan Jnui 2006 yang kemudian ditasbihkan penggunaannya pada bulan Oktober 2006. Seksi-Seksi Yehowa di Indonesia sering disebut dengan “perkumpulan Siswa-Siswa Al Kitab”, yang telah mendapat pengesahan resmi oleh Departemen Kehakiman dengan nomor J. A. 5/ 86/1 tanggal 9 Juli 1964 dan pada tahun 1968 Saksi Yehowa ini mendapat pengakuan dari Dep. Agama sebagai organisasi yang mempunyai hak hidup dan hak melaksanakan kegiatan-kegiatannya di dalam bidang missi di Indonesia, organisasi saksi Yehowa dibagi dalam tiga distrik yaitu Distrik Indonesia Bagian Timur, Jawa dan Distrik
290
Suimatera. Diantara masing-masing distrik itu mempunyai ketua yang membawahi 7 (tujuh) sidang. Kegiatan seksi-Seksi Yehowa sempat dihentikan oleh Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1976, kemudian pada tahun 2001, Kejaksaan Agung RI mengeluarkan Surat Pencabutan pelarangan tersebut dengan Nomor :KEP- 255/A/JA/06/2001 dan hingga tahun 2005, juga di terbitkannya rekomendasi Kantor Wilayah Dep. Agama RI Palangkaraya tertanggal 1 Maret 2005 dengan Nomor KW.15.6/BA.01.1/212/ 2005 yang ditanda tangani oleh Drs. H. Anshary (Ka. Kanwil Dep. Agama prop. Kalimantan Tengah) tentang maka keberadaan gereja Seksi-Seksi Yehowa Indonesia diperbolehkan melakukan aktifitas nya kembali. Keberadaan kemudian pada Saksi-Sakksi Yehowa di Palangkaraya sejak tahun 1970. Pada tahun 2006 mereka memiliki sebuah gereja yang terletak di Kecamatan Jekan Raya. Dipimpim oleh Abet Nego pada awalnya mereka mela kukan dalam menyiarkan agama dan mengembangkan aktifitas mereka dengan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah. Dan bagi umat Kristen sendiri menyatakan bahwa Seksi-Seksi Yehowa itu bukan kelompok agama Kristen. D. Organisasi Saksi-Saksi Yehowa Organisasi Saksi-Saksi Yehowa di Indonesia berkedu dukan di Jakarta. yang mempunyai perwakilan–perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap penting oleh dewan pengurus. Untuk dewan pengurus berang gotakan 7 (tujuh) orang satu orang ketua, wakil ketua, bendahara atau lebih sebagai pembantu anggota dewan pengurus yang dipilih oleh rapat anggota untuk jangka waktu selama 3 (tiga) tahun. Sedangkan dewan pengurus dapat mengangkat beberapa orang sebagai penasihat dan pelindung.
291
Dewan pengurus dan keanggotanya akan berakhir karena yang bersangkutan meninggal dunia, atas per mintaan sendiri dan pemecatan atas peraturan dewan pengurus. Jika terjadi lowongan atau kekosongan pengurus maka dewan pengurus diangkat penggantinya untuk mengisi lowongan tersebut, dengan ketentuan bahwa keputusan tersebut harus disetujui oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota dewan pengurus dan harus disahkan dalam rapat anggota yang berikutnya. (pasal 9). Kewajiban dan kekuasaan dewan pengurus antara lain: 1. Dewan pengurus berkewajiban menjalankan peraturan peraturan tersebut dalam anggaran dasar; 2. Dewan pengurus mengatur sepenuhnya dalam anggaran dasar rumah tangga semua hal yang tidak cukup diatur dalam anggaran dasar dan membuat peraturan peraturan yang berguna untuk perkumpulan; 3. Peraturan peraturan yang dibuat tidak boleh bertentang an dengan anggaran dasar. Permintaan untuk menjadi anggota diajukan kepada sekretaris secara tertulis dan keputusan penerimaan hanya dapat diambil oleh rapat dewan pengurus dan rapat harus diadakan selambat-lambatnya satahun setelah menjadi anggota. Keanggota an akan berakhir apabila yang bersang kutan meminta mundur atas permintaan sendiri, meninggal dunia atau pemecatan oleh dewan pengurus. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan a. Saksi-Saksi Yehowa di Indonesia dibawa seorang missionaris Australia bernama Frank Rice, kemudian ia mengem bangkan ajaran tersebut ke wilayah Indonesia 292
tahun 1931 Palangkaraya. Keberadaan Saksi-Saksi /A/JA/06/2001. Sejak itu kegiatan Saksi-Saksi Yehowa diperbolehkan melaku kan aktivitasnya kembali dan pada tahun 2005 keluarlah rekomendasi Kanwil Departemen Agama Propinsi Kalimantan Tengah tentang keberadaan Saksi-sakksi Yehowa tahun 2006. b. Kegiatan Saksi-Saksi Yehowa di Palangkaraya yang dipimpim oleh Abet Nego pada awalnya menyiarkan agama Yehowa di Palangkaraya sejak tahun 1970. Pemerintah melatang kegia tannya tahun 1976, berdasarkan SK Jaksa Agung RI No. Kep. 129/JA/12/ 1976. Walaupun demikian kegiatan terse but tetap berjalan sampai tahun 2001. Pada tahun 2001, SK pelarangan tersebut dicabut dengan Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep. 255dan mengembangkan aktivitas mereka dengan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah. 2. Saran Saran a. Keberadaan Saksi-Saksi Yehowa di Kalimantan Tengah perlu disikapi secara arif dan bijaksana karena banyaknya aliran yang tidak sejalan, sebagaimana juga di dalam Islam juga ada aliran semacam itu. Sebaiknya umat Kristiani dapat membina aliran tersebut sehingga tidak membawa dampak negatif bagi kehidupan intern maupun antar umat beragama. b. Sebaiknya pemerintah pusat maupun daerah dapat menjembatani keberadaan Saksi-Saksi Yehowa terutama di Kota Palangkaraya dengan adanya surat rekomendasi terutama yang kerkaitan dengan aktivitasnya dan status Pos Pelayanan Saksi-Saksi Yehowa di Palangkaraya. c. Bagi penganut Saksi-seksi Yehowa khususnya di Kota Palangkaraya sebaiknya menghentikan aktivitas penyia 293
ran agama dengan cara kunjungan dari rumah ke rumah karena kegiatan tersebut dapat membawa dampak yang kurang baik terhadap kerukunan intern umat beragama maupun antar umat beragama.
294
5. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) Di Jawa Tengah Peneliti: Eko Aliroso, 2007 Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso
A. Pendahuluan
M
erujuk tentang paham/aliran keagamaan dari agama-agama besar di Indonesia dibutuhkan kiranya data dasar dari paham/aliran keagamaan tersebut sebagai upaya antisipasi dan bahan solusi ketika dibelakang hari terjadi persoalan yang memerlukan campur tangan pemerintah. Agama Kristen tergolong agama yang paling banyak pertumbuhan jenis aliran. Kemajemukan aliran keagamaan tersebut sering kurang dipahami oleh umat yang seagama apalagi pemeluk agama lain. Ketidak pahaman terhadap suatu aliran keagamaan yang datang di tengah masyarakat yang mayoritas memeluk agama tertentu, sering mengalami respon yang beragam, baik dari internal agamanya sendiri (yang berlainan paham/aliran) ataupun agama lain, sehingga kadangkala sering menimbulkan sikap curiga atau bahkan ada yang memandang suatu ancaman. Di antara berbagai macam aliran gereja Kristen di Jawa Tengah yang sudah lama berkembang di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas muslim ialah Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang berpaham/aliran Mennonit. Gereja ini cukup unik dan menarik untuk dipelajari karena mempunyai karakteristik dan doktrin dan sosial tersendiri. Tujuan dari penelitian ini ialah dalam rangka untuk memperoleh gambaran karakteristik, pola persebaran dan aktivitas paham keagamaan Mennonit di Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ). Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini 295
kualitatif yang bersifat eksploratif dengan menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam yang didukung dengan studi dokumen. B. Temuan Lapangan Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) ini adalah turunan atau sempalan keempat dari Gerakan Pembaharuan Protestan Lutheran dan Ultrich Zwingly yang telah dikembangkan Anababtis dan diturunkan kembali oleh aliran Mennonit yang berasal dari negeri Belanda. Martin Luther adalah Tokoh Utama Gerakan Pembaharuan Protestan dimana Zwingly sendiri termasuk penerus gerakan. yang dipelopori oleh Martin Luther. Zwingly adalah seorang pembaharu namun menganut paham humanis dan tidak mau bermusuhan dengan pemerintah yang berpihak pada Gereja Katholik Roma. Ia terpaksa kompromi dengan pemerintah untuk menjaga ekses negatif dan pembaharuan. Dalam perjalanan sejarah, muncul gerakan Anababtis dipimpin mantan Imam Gereja Katholik Roma bernama Menno Simons yang cinta damai dan anti kekerasan. Pengikut paham yang dikem bangkan Menno Simons kemudian disebut dengan paham Mennonit. Sejarah masuknya paham Mennonit di Indonesia dimulai sejak tahun 1851, ketika masuknya Zendeling Pieter Janz dari Doopsgezinde Zendingsveree niging (DZV), dan DZV ini merupakan lembaga pakabaran Injil Mennonit di Belanda. Pada tahun 1851 oleh Gubernur Jenderal Belanda Pieter Janz diizinkan bekerja dan mengabarkan Injil di tengah-tengah masyarakat Islam di Karesidenan Jepara Rembang. Wilayah ini disebut daerah “Sekitar Muria”. Pieter Janz menyampaikan misi pekabaran Injil yang diawali dengan lapisan masyarakat paling bawah yaitu seorang pembantu orang Armenia (tuan
296
tanah di desa Cumbring Jepara) bernama Sukiah. Kesung guhan Janz ini terbukti ketika pada tanggal, 16 April 1854 telah berhasil membabtis 5 orang yang terdiri 1 laki-laki dan empat perempuan. Mereka adalah Dji Santiko (Paulus Rebo), Nyi Paloh (Djamiah), Nyi Rosinah (Magdalena) dan Mbok Setro (Elizabeth Lasiah) dan Sukiah. Pengembangan Wilayah Konsentrasi Pekabaran Injil berhasil mendorong kemajuan sarana penunjang gereja. Dibeberapa tempat didiriksn Sekolah, Rumah Sakit Kusta, Rehabilitasi Penderita Kusta, Poliklinik (sekarangRumah Sakit Kristen Tayu) dan sebagainya. Pekabaran Injil dari tahu ketahun merambah di bukit-bukit sekitar Gunung Muria, sehingga tahun 1932 jumlah anggota gereja baptis 2130 orang dan terdapat 2023 orang yang belum dibaptis. Salah satu keberhasilan GITJ adalah kemampuannya beradaptasi dengan kebudayaan Jawa. Hal tersebut terlihat melalui upaya penterjemahan Alkitab kedalam bahasa Jawa, tembang untuk nyanyian gereja, alat musik Jawa dan mengaktualisasikan gagasan Ratu Adil dslsm bahasa Kristen. Kini GITJ tidak saj berkembang di Pati, Kudus, dan Jepara saja, namun jemaat gerejanya tersebar pula di Semarang, Salatiga, Yogyakarta, Lampung, Jambi dan Sumatera Selatan, serta tempat ibadat yang digunakannya kesemuanya ber jumlah 119 gereja. Pokok-pokok ajaran dari Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang berpaham Mennonit ini pada dasarnya berasal Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru, namun dalam implementasinya memiliki keunikan tersendiri (meminjam istilah Dr. JS. Aritonang) diantaranya menyangkut tentang ritual peribadatan, ritual kepercayaanj, etika dan sosial. Dari aspek ritual tatacara ritual ibadat GITJ hanya memiliki satutata ibadat yang dilakukan hanya pada hari 297
Minggu. Sebetulnya sudah ada upaya (walaupun baru sebatas wacana) untuk merevisi dan menambah agar dapat membawa suasana peribadatan tidak monoton. Persoalannya di kalangan jemaat sendiri ada dua pendapat yang berbeda, yaitu Pendapat pertama menghargai tata ibadat tersebut sebagai firman Tuhan, sedangkan pendapat kedua, mereka menilai bahwa tata ibadat yang sudah ada, menjadikan suasana peribadatan mati. Dari aspek kepercayaan, GITJ pada umumnya mengadap tasi dari Anabaptis dan Mennonit. Namun pokok ajaran yang khas dan mengandung penekanan unik ada enam prinsip, anatara lain: 1). Alkitab sebagai satu-satunya patokan iman dan perilaku, menurut kaum Mennonit bahwa Alkitab berfungsi untuk membebaskan manusia dari dosa dan bukan berfungsi untuk membangun system theology; 2). Kuasa Roh Kudus dan disini kaum Mennonit menolak otoritas final dari para Theolog ataupun raja-raja di dalam gereja; 3). Penetapan Penetapan (ordonances) di dalam Perjanjian Baru. Alasan kaum Mennonit tidak menggunakan istilah sakramen adalah semboyan imamat dan mereka percaya (diadopsi dari Luther) bahwa bukan hanya Pendeta yang berhak melayani upacaraupacara gerejawi, namun warga jemaat juga mempunyai hak yang sama; 4). Nir (tidak menggunakan kekerasan), dalam ajaran ini kaum Mennonit menolak penggunaan kekerasan dalam kehidupan pribadi, juga menolak dinas militer dengan segala bentuknya; 5). Larangan bersumpah, kaum Mennonit jika diminta untuk bersumpah, yang boleh ia lakukan hanyalah afirmasi (mengiyakan, membenarkan); 6). Kepatuh an Iman, mencakup perilaku sehari-hari, misalnya: tidak berdusta, tidak menipu, tidak berbahasa kasar, tidak berpestapora, bergaya hidup sederhana, memberi kepada sesama, rendah hati, sabar dan seterusnya.
298
Aktivitas Gereja Injili Tanah Jawa (GITJ) di Kabupaten Pati dikoordinir oleh tiga departemen, yaitu: departemen Koinnonia (Persekutuan), departemen Maeturia (Kesaksian), dan departemen Diakonia (Pelayanan Kasih). Kegaiatan yang menonjol di GITJ yang bersentuhan langsung dengan masya rakat umum di bawah departemen Diakonia. Departemen tersebut mempunyai beberapa yayasan, antara lain: Yayasan Kehatan Kristen Sekitar Muria (YKKSM), Yayasan Kerjasama Ekonomi Muria (YAKEM), Panti Asuhan Kristen (PAKRI), Sekolah Tinggi Agama Wiyata Wacana (STAKWW), dan Badan Oesaha Pendidikan Kristen (BOPKRI). Persebaran umat Kristen yang tergabung dalam jemaat GITJ di sekitar G. Muria berjumlah 65.219 jiwa, meliputi Kab. Pati, berjumlah 24.582 jiwa dan dilayani 34 orang Pendeta, 374 orang anggota majelis, 12 guru Injil, 152 guru Sekolah Minggu, serta 10 orang anggota P4K. Sedangkan di Kab. Kudus jemaat berjumlah 4.962 jiwa dan dilayani 11 orang Pendeta, 128 orang anggota majelis, 6 guru Injil, 119 guru Sekolah Minggu, serta 3 orang anggota P4K. Kab. Jepara jemaat berjumlah 35.675 jiwa dan dilayani 18 orang Pendeta, 250 orang anggota majelis, 18 guru Injil, 239 guru Sekolah Minggu, serta 6 anggota P4K. C. Penutup 1. Kesimpulan: a. Gereja GIaTJ merupakan turunan/sempalan keempat dari Gerakan Pembaharuan Protestan yang dikembangkan oleh aliran keagamaan Anababtis dan diturunkan kembali oleh Aliran Mennonit dari Negeri Belanda. b. GITJ walaupun tidak sepenuhnya menerima budaya lokal, namun mampu beradaptasi dengan budaya lokal yang sesuai dan tidak menyimpang dari ajaran pokoknya. c. GITJ mayoritas anggota/jemaatnya adalah etnis Jawa walaupun sebetulnya terbuka bagi etnis-etnis non Jawa. 299
d. Setelah masukknya GITJ ke dalam Persekutuan Gerejegereja Indonesia kini tidak eksklusif lagi. 2. Rekomendasi Untuk menghindari benturan-benturan internal agama dan antar agama, seyogyanya Departemen Agama Cq Dirjen Bimas Kristen sering melakukan kegiatan pembinaan dan bimbingan terhadap aliran-aliran kegerejaan, serta menyedia kan informasi/data yang lengkaptentang identitas dan aktivitas kegerejaan di daerah-daerah agar dapat diketahui oleh umat-umat agama lain.
300
6. Studi tentang Paham dan Pemikiran Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan Peneliti: Reza Perwira, 2008 Penulis Naskah Direktori: Reza Perwira
A. Nama Gerakan dan Tempat Berdirinya
G
ereja Kalimantan Evangelis (GKE) pada awalnya bernama Gereja Dayak Evangelis (GDE). Berdiri di Kalimantan Selatan, berawal dari konferensi para pengerja zending tahun 1935 di Banjarmasin, pembahasan akan kemungkinan berdirinya GDE dirumuskan dalam suatu rencana ’Peraturan Gereja Dayak Evangelis’. Dengan penuh kehidmatan, pada tanggal 24 April 1935 secara resmi berdiri GDE sebagai Badan Hukum berdasarkan Keputusan Nomor 33, Stbl. Nomor 217, berkedudukan di Banjarmasin. Pada awal didirikannya, GDE meliputi 7 (tujuh) wilayah pelayanan yaitu: (1) Banjarmasin, Kuala Kapuas, Kotawaringin; (2) Dusun Timur dan Mengkatip; (3) Barito Hulu; (4) Kapuas Hulu dan Kahayan Hulu; (5) Mandomai, Pujun (Kapuas Tengah); (6) Pangkoh, Kahayan Tengah, dan Rongan Menuhing; (7) daerah tempat Klasis Amsterdam bekerja. Nama GDE secara langsung identik dengan masyarakat Dayak. Dengan demikian, jemaat GDE adalah hanya mereka yang berasal dari etnis Dayak. Sementara itu, perkembangan teknologi, komunikasi, transportasi dan informasi telah memungkinkan berbaurnya masyarakat Dayak dengan masyarakat dari etnis lainnya. Merespon perkem bangan tersebut, Sinode Umum GDE pada tahun 1950 memutuskan perubahan GDE menjadi GKE. Beberapa pertimbangan esensial yang dirumuskan dalam Sinode Umum untuk mengukuhkan perubahan nama tersebut adalah:
301
A. Gereja itu ada dan berkembang bukan untuk dirinya sendiri, tetapi bagi dan untuk dunia. Dengan demikian, GKE menunjukkan fungsi dan tugas gereja secara luas yang ditetapkan oleh Tuhan di bumi Kalimantan; B. GKE dalam penuaian panggilan missionernya tidak terbatas pada satu suku saja, tetapi bagi berbagai suku yang ada di wilayah sekitar gereja; B. Perkembangan Gereja Kalimantan Evangelis Sejak mengemban nama baru sebagai Gereja Kalimantan Evangelis (GKE), maka secara otomatis harus memperluas pelayanannya, tidak hanya menempatkan dirinya sebagai gereja suku, tetapi menempatkan diri sebagai gereja yang memberikan pelayanan secara teritorial di seluruh wilayah Kalimantan. Dengan kata lain, gereja melihat wilayah Kalimantan sebagai wilayah tempat menunaikan tugasnya untuk bersaksi dan melayani serta membangun persekutuan. Kondisi wilayah Kalimantan yang sangat luas serta sulitnya sarana transportasi dan komunikasi di setiap daerah, menjadi salah satu faktor yang menyulitkan perkembangan GKE. Dengan demikian, perkembangan GKE dari satu wilayah dengan wilayah lain tidak seragam. Secara garis besar, dapat digambarkan perkembangan GKE di beberapa wilayah di Kalimantan sebagai berikut: 1. Kotawaringin. Pada tahun 1950 telah ditetapkan seorang pendeta untuk menggembala di Kotawaringin. Meskipun belum dapat memenuhi keinginan umat, tetapi keberadaan pendeta cukup membantu pengembangan GKE. 2. Sampit. Tahun 1951 semangat mengembangkan GKE lebih tampak di kalangan kaum muda, sedangkan untuk kaum tua masih tetap dengan kepercayaan lamanya. 302
3. Katingan. Sejak tahun 1950, baptisan terhadap warga Kaharingan terus meningkat. Pada bulan November 1952 Pendeta I Birim yang berkunjung ke Katingan membaptis 90 orang yang sebelumnya beragama Kaharingan. 4. Pangkoh. Di wilayah ini perkembangan GKE cukup pesat. Rata-rata setiap tahun tidak kurang dari 100 orang yang dibaptis untuk menjadi jemaat GKE. 5. Mandomai. Tahun 1953 jumlah jemaat GKE di wilayah ini telah mencapai sekitar 3.700 jemaat. Walaupun dalam beberapa tahun sempat terjadi penurunan jemaat GKE, tetapi pada waktu selanjutnya banyak orang awam, guruguru yang kemudian bersedia menjadi jemaat GKE. 6. Tamianglayang. Di wilayah ini banyak kaum tua yang masih berpegang teguh pada kepercayaan Kaharingan yang terorganisir dalam Persatuan Adat Dayak Maanyan (PADMA). Kondisi tersebut menyebabkan pendeta dan pekerja gereja lainnya bekerja keras untuk membina jeamat GKE. C. Aktivitas Gerakan Gereja Kalimantan Evangelis saat ini menjadi gereja terbesar di Kalimantan Selatan. Kantor GKE terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Banjarmasin. Dilihat dari jumlah jiwa, keseluruhan jemaat tersebut terdiri atas 245.105 jiwa yang tergabung dalam 54.456 Kepala Keluarga. Anggota jemaat GKE ialah mereka yang telah dibaptiskan dengan air serta ikut merayakan Perjamuan Kudus dan mengakui peraturan Gereja. Untuk mendukung kegiatan baik kegiatan ritual maupun sosial, GKE memiliki sejumlah bangunan yang terdiri atas: Gereja (845 buah), Pastori (234 buah), Kantor (91 buah), Taman Kanak-kanak (4 unit), SD Kristen (7 unit), SMP Kristen 303
(7 unit), SMA Kristen (9 unit), STM (1 unit), dan PLPP/SPP (1 unit). Sedangkan potensi Sumber Daya Manusia untuk mendukung terlaksananya kegiatan GKE adalah Pendeta 383 org (207 lk-lk dan 176 pr), Guru Agama 1 orang, Penginjil 1 orang, Vikaris 108 org (laki-laki 33 org, pr 75 orang), Penatua 5.863 orang, Diakon 4.550 orang dan Pengelola Yayasan 58 org (laki-laki 50 org, pr 8 org) Salah satu bentuk ajaran pokok GKE adalah mengenai pengajaran. Dalam pengajaran jemaat GKE ditekankan bahwa Yesus Kristus merupakan satu-satunya Guru yang telah memanggil Gereja untuk mengajarkan sekalian bangsa ini menjadi murid-Nya. Oleh karena itu GKE memandang pengajaran suci ini sebagai hal yang asasi dalam kehidupan manusia. Pengajaran suci ini, bagi GKE, merupakan tugas yang tidak akan pernah selesai, sehingga tetap merupakan bagian hakiki dalam kehidupan gereja. Dalam pengajaran ini GKE mengenal apa yang disebut katekisasi yaitu pengajaran agama yang diberikan kepada anak-anak muda dan orang dewasa, baik dari keluarga Kristen maupun bukan, tetapi yang rindu untuk menjadi pengikut Kristus. Dalam rangka menunjang missi gereja, khususnya bagi sesama anggota GKE, maupun masyarakat Kalimantan pada umumnya, GKE mendirikan beberapa yayasan yang bertujuan untuk penyelenggaraan di bidang pendidikan. Kegiatan pendidikan tersebut merupakan jenis kegiatan yang relatif berkembang dibanding bidang lainnya. Lembaga pendidikan yang dikelola GKE adalah Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis (selanjutnya disingkat STT GKE). STT GKE memiliki sejarah panjang dan tidak bisa dilepaskan dengan berdirinya GDE yang tahun 1932 mendirikan Sekolah Pendeta di bawah tim Zending Basel. Sekolah Pendeta itu selama dua setengah tahun mendidik 5 (lima) orang pendeta.
304
Namun sayang, keberadaan Sekolah Pendeta ini hanya bertahan selama 5 tahun. Karena berbagai pertimbangan, maka selama 10 tahun (mulai tahun 1937) Sekolah Pendeta tutup sementara. Pada tahun 1948 lembaga pendidikan ini dibuka kembali dengan nama baru yaitu Sekolah Theologi. Tidak hanya memberikan pelayanan di bidang pendidikan, GKE juga memberikan pelayanan pada bidang pertanian dengan mengadakan penyuluhan ke desa-desa untuk memberikan pengertian dan penjelasan tentang caracara bertani yang baik, mengolah lahan, menanam, memupuk dan membasmi hama, serta mengajak masyarakat menanam padi dua kali setahun. Di samping itu, GKE berupaya mencari pemudapemuda yang mempunyai potensi untuk dibina dan dilatih dalam rangka melengkapi pelayanan pemuda GKE seperti mengadakan lokakarya tentang memahami penulisan karya jurnalistik gerejawi, lokakarya tentang lingkungan hidup dan kemiskinan, dan menyelenggarakan pekan olah raga dan seni (Porseni) pemuda. D. Hubungan GKE dengan Gereja-gereja Lainnya Para pimpinan GKE menyadari bahwa sebagai pelayan jemaat mereka mengembangkan jaringan kerjasama khusus nya dengan sesama gereja atau lembaga-lembaga Kristen lainnya. Untuk memperluas kerja jaringan, GKE telah melakukan beberapa hal antara lain: 1. Sejak tahun 1950 GKE telah terlibat untuk membentuk Dewan Gereja Indonesia (DGI) serta PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). Dalam perekrutan oikumenes se-dunia, GKE merupakan anggota dari World Council of Chruches (WCC/Dewan Gereja se-dunia). GKE juga menjadi anggota World Alliance of Reformed Churchs/ 305
WARC. Di tingkat Asia, GKE menjadi bagian dari Christian Conference of Asia (Dewan Gereja Asia). 2. Sebagian pendeta GKE juga telah mendapat tugas suci untuk mengabdi di DGI dan PGI. Sebut saja misalnya Pendeta Chr. A. Kiting sebagai Sekretaris Umum DGI thun 1964 – 1967, Pdt. Dr. Fridolin Ukur sebagai Direktur Lembaga Studi dan Penelitian DGI tahun 1984 – 1989. 3. Untuk pertukaran tugas gereja, GKE telah mengutus Pdt. Risto Imei ke GKI Lampung, Pdt. Ramli Hamdi ke Gereja Kristus di Purwakarta. Demikian juga GKE telah menerima utusan gerejawi dari Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) yang mengutus Pdt. Theo Tarawis untuk mengabdi di GKE Palangkaraya. 4. Kerjasama dengan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yaitu sebuah lembaga yang secara khusus melayani bidang pengadaan dan penyebaran Alkitab. Kerjasama yang dilakukan antara lain dalam bentuk Lokakarya Penerjemahan Alkitab, Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Dayak Ot Danum, Dayak Ngaju, dan Dayak Maanyan. 5. Pembinaan para pembina bekerja sama dengan Yayasan Bina Dharma sebagai Lembaga Pembinaan Kader yang diselenggarakan tanggal 28 Juni – 4 Juli 1992. GKE juga melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan yayasan tersebut seperti Lokakarya Kemitraan Laki-laki dan Perempuan serta Lokakarya Kepemimpinan. 6. Pada tanggal 10 Oktober 1984 di Palangkaraya telah ditandatangani kesepakatan antara GKE dengan Basen Mission (BM) antara lain: (1) Penegasan ulang bahwa antara BM dan GKE merupakan mitra sederajat; (2) antara 306
GKE dan BM akan diupayakan hadirnya Tenaga Utusan Gerejawi (TUG); (3) Bantuan dana dari BM dipahami sebagai ungkapan kebersamaan gereja yang universal dan oikumenes; (4) antara BM dan GKE sepakat untuk saling mengunjungi dan berkomunikasi untuk memperkaya pengalaman. E. Rekomendasi Sebagai sebuah aliran gereja, GKE memiliki peran cukup penting dalam memberikan pelayanan bagi umat Kristen khususnya di Kota Banjarmasin. Perjuangan para zending dalam memperkenalkan Agama Kristen serta kegigihan para pendeta dan petugas gereja lainnya dalam memberikan pelayanan kepada umat Kristen telah berbuah pada semakin kokohnya keberadaan GKE di Kota Banjarmasin serta wilayah lainnya di Kalimantan. Walaupun pada awalnya GKE sangat kental dengan lokalitas kesukuan (Dayak), diharapkan GKE dapat menaungi jemaat-jemaat Kristen di Kalimantan.
307
308
7. Studi tentang Paham dan Pemikiran Komunitas Katolik Legio Maria Di Kupang Nusa Tenggara Timur Peneliti: Syuhada Abduh, 2006 Penulis Naskah Direktori: Syuhada Abduh
A. Latar Belakang alam memahami teks keagamaan berkembang dua model penafsiran. Pertama, penafsiran secara tekstual dan kedua, penafsiran secara kontekstual. Dari penafsiran secara kontekstual tersebut memunculkan pemahaman keagamaan yang bersiat liberal. Di Kupang bada satu keagamaan yang bernama “Legio Maria” yang berada 1a pada umat Katolik untuk mengetahui lebih lanjut apa itu Legio Maria, maka perlu dilakukan penelitian.
D
Dari latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian adalah: Bagaimana perkembangan Legio Maria di kalangan umat Katolik; Apa produk-produk yang dihasilkan dari penelitian; Bagaimana cara memasyarakatkan pemikiran keagamaan yang dikembangkan Legio Maria; Bagaimana tanggapan pemuka agama dan pemerintah terhadap penelitian Legio Maria. Penelitian ini bertujuan selain menjawab masalah penelitian juga ingin memperoleh gambaran tentang profil paham keagamaan Lego Maria pada masyarakat Katolik di perkotaan. Pendekatan penelitian yang dipergunakan bersifat kualitatif yang difokuskan pada perolehan data deskriptif untuk memperoleh pemahaman makna, sedangkan pengum pulan data dilakukan melalui triangulasi yang meliputi, kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan.
309
B. Temuan Hasil Penelitian Legio Maria dapat dikatakan suatu bentuk organisasi kerasulan awam, dengan spiritualitas Maria yang mempunyai tujuan mengkuduskan anggota-anggotanya lewat doa dan hanya kerasulan (sekilas info tentang Legio Maria). Pada tahun 1917 Frank Duff seorang Irlandia penganut agama Katolik yang taat. Ia seorang pendoa sejati dan rajin menghadiri ekaristi setiap hari, menjadi anggota Serikat Santa Vinsentius (SSV). Pada tahun 1900 ia mendirikan suatu perkumpulan bagi kaum wanita. Kelompok ini pada awalnya dinamakan “Our Lady of Lacy” yang berarti “Bunda Berbelaskasihan” yang kemudian dalam perkembangannya menjadi perkumpulan “Legio Maria”. Tanpa disadari para anggota, telah lahir di tengah mereka suatu gerakan kerasulan baru. Kebutuhan-kebutuhan baru ditemukan yang membangkitkan langkah dan semangat mereka yaitu melayani gelandangan, gadis-gadis hamil diluar nikah, penduduk perkampungan kumuh, para pelacur, pecandu alcohol dan para nara pidana. Dengan begitu pertanyaan-pertanyaan seperti di atas maka perkumpulan ini dinamakan “Legio Maria”. Sebagai tokoh pendirinya adalah Frank Duff. Organisasi Legio Maria pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1951, diperkenalkan oleh seorang Envoy perwakilan Dewan Pusat Legio Maria dari Duklin Irlandia, namanya Theresia Shu Hongkong. Kota yang pertama kali dibentuk “Legio Maria” adalah Medan kemudian Padang, Sidikalang, Tanjungkarang, dan Pangkalpinang. Tokohnya adalah Bapak Anton, selanjutnya dibentuk presidium di Pontianak, Singkawang, dan Sambas, seterusnya dibentuk di Jawa Tengah, Jawa Timur, Maumere dan Manado.
310
“Legio Maria” di Pulau Jawa dimulai pada tahun 1952 di Bogor, Bandung yang dipelopori oleh Romo Mederator dan Sdr. Bakhrun, sedangkan di Semarang dipelopori Sdr. Hidayat, di Yogyakarta dipelopori Agustinus Saroso, di Surakarta dipelopori Romo Pujohandoyo Pr dan Sdr. Wisnu Suwandi, di Kediri dipelopori Ibu Tjioe Tjahyono, dan di Surabaya yang menjadi tokoh adalah Ibu Parys Delman, orang Belanda. Sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 1960 presidium-presidium bermunculan hamper di setiap paroki, dan sekitar tahun 1970-1990 Legio Maria berkembang lebih pesat lagi Jakarta sebagai pusat pemerintahan di Indonesia tidak mau ketinggalan. Jakarta cepat berkembang karena dapat dukungan dari Uskup Agung Leo Soekoto, SJ, Romo Paulus Bali Lamak SVD, Bapak Mane Parere dan Sdr. Yohanes Umardhani. Legio Maria di NTT dapat dibentuk dengan cepat karena masyarakatnya mayoritas Katolik dan mempunyai devosi kuat terhadap Bunda Maria. Tokoh yang sangat kharismatik ialah Ibu Yohana Labau dari Maumere. Legio Maria di Indonesia Timur ini dikembangkan hamper di seluruh NTT, seperti Larantuka, Weiwerang, Lembata, Kupang, Ruteng, Atambua, Timor, Ended an Bajawa, selanjutnya sampai Makassar dan Irian Jaya (Papua). Dengan semakin bertambahnya jumlah presidium dan kuria-kuria baru di wilayah Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Atambua dan Keuskupan weetebula maka atas perkenan Senatus Malang pada tanggal 4 Januari 2005 dibentuk lagi Pra Komisium Wai Kabubak keuskupan Weetebula dan pra komisium Nela Keuskupan Atambua.
311
Sampai saat ini Legio Maria Kanisium Maria diangkat ke Surga keuskupan Agung Kupang membawahi dua buah Pra Komisium, 23 Kuria, 22 Presedia Senior, 18 Presidia Yunior. Dengan jumlah anggota seluruhnya 2.348 orang dengan perincian: anggota aktif 1324 orang, subside 872 orang, Proterian 93 orang, serta Ajuntarian 59 orang (tersebar di kedua wilayah keuskupan). C. Dasar Ajaran Kerasulan Legio Maria Matius : 20 : 28 “Sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang” (Matius, 20 : 28) Panggilan Melayani Suatu ketika ibu Yakobus dan Yohanes datang pada Tuhan Yesus dan meminta supaya kedua anaknya itu dapat ikut memerintah kelak bersama-Nya. Dari permintaan itu, Tuhan Yesus secara pribadi mengajarkan kepada para muridnya bahwa kedatangan-Nya ke dunia ini adalah untuk melayani bukan untuk dilayani. Melayani tidak sama dengan aktif dalam kegiatan Gereja. Karena kegiatan bukan berarti pelayanan yang sesungguhnya. Pelayanan harus bersumber dari hati, yang merindukan supaya orang lain diberkati, mengenai Tuhan, diselamatkan dan didewasakan. Tidak sedikit orang yang aktif dalam pelayanan, namun pada dasarnya tidak bersumber dari hati yang benar. Melainkan karena ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain, atau mencari keuntungan diri sendiri. Adalah suatu kehormatan apabila kita diperkenankan Tuhan untuk melayani orang lain, dan melihat orang diselamatkan dan di dewasakan. Hidup kita akan menjadi benar-benar berarti apabila dapat melayani setiap orang di sekitar kita, baik itu 312
suami, isteri, orang tua, mertua, anak, teman ataupun tetangga kita. Oleh sebab itu marilah memberi hidup kia untuk dapat dipakai oleh Tuhan dan menjadi seorang hamba yang setia. Setiap orang dalam kehidupannya dapat melayani Tuhan asalkan dia bersedia, melayani tidak hanya terbatas menjadi hamba Tuhan dan bekerja di Gereja. Tapi lebih dari itu dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana kita dapat mencerminkan kristus sehingga orang lain mengenal Tuhan, diberkati dan diselamatkan Tuhan Yesus SVD memberikan teladan agar setiap anak-anak-Nya dapat melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan. Tuhan saja bersedia melayani kita sampai mati di kayu salib, apalagi kita orang yang telah ditebus oleh darah-Nya, dapatkah kita berdiam diri dan tidak melayani? Marilah kita saling melayani seorang akan yang lain di dalam kasih Tuhan, supaya Dia dapat dimuliakan melalui hidup kita. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seorang Legio Maria antara lain: Setiap hari harus datang ke Gereja untuk melakukan misa; Waktu di rumah paling tidak setiap hari harus mengerjakan 5 peristiwa Pasaria (tasbih) paling tidak 50 kali puji-pujian kepada Bunda Maria; Dalam melakukan tugas-tugas tersebut boleh memilih harus taat pada perintah perwira (Pimpinan Presidium/Kuria) kanisium; Diminta atau tidak tetap harus memberi pelayanan kepada umat yang membutuh kan atau tidak; Dalam mendatangi orang kumuh, pelacuran, narkoba, rumah tangga yang retak/tidak harmonis dan lain-lain tidak boleh memberi materi hanya doa saja yang disampaikan; dan Dalam doa peran Bunda Maria yang harus diutamakan. D. Respon terhadap Legio Maria Gereja Katolik Vatikan: Paus Pius XI, tahun 1933, “Saya menganugerahkan berkat sangat istimewa atas karya indah 313
dan suci” Legio Maria; Paus Pius XII, tahun 1953, Bapak Duff yang terhormat, merupakan kehormatan bagi saya, untuk menyampaikan salam dan dukungan kepada Legio Maria; Yohanes XXIII, tahun 1960. Bagi Perwira dan anggota Legio Maria di seluruh dunia, kami menyampaikan dari hati nurani yang terdalam berkat apastalik yang istimewa; Paus Paulus VI, tahun 1965. Bapak Duff yang terhormat Bapak Suci senang dan berterima kasih atas surat anda yang penuh pengabdian; Paus Yohanes Paulus II, tahun 1982, para pendahulu saya mulai dan Paus XI telah menyampaikan amanat penghargaan kepada “Legio Maria” dalam terang iman dan kasih, dari lubuk hati saya, saya memberikan berkat apastalik anda; Katolik Indonesia. Katolik Indonesia sangat menerima kehadiran “Legio Maria” di Indonesia “Legio Maria” di Jakarta cepat berkembang berkat dukungan Bapak Uskup Agung Leo Sukoto SJ, Romo Paulus Bali Lamak SVD, Bapak More Parera dan Yohanes Umardhani. E. Penutup 1. Kesimpulan Legio Maria adalah suatu perumpulan umat Katolik dalam bentuk organisasi kerasulan awam dengan spiritualitas Bunda Maria yang mempunyai tujuan mengkuduskan anggota-anggotanya lewat doa dan karya kerasulan. Devosi kepada Maria sebagai citra orang beriman yang sejati. Legio Maria didirikan pada tahun 1921 di Irlandia, pendirinya adalah Frank Duff seorang pendoa sejati dan rajin menghadiri ekaristi setiap hari. Legio Maria pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1951, yang diperkenalkan oleh seorang Envoy (Perwakilan Dewan Pusat). Kota yang pertama kali dibentuk presidium Legio Maria adalah : Medan, Padang, Sidikalang, Tanjungkarang, Pangkalpinang, selanjutnya
314
Pontianak, Singkawang, Sambas, Bogor, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogya, Jakarta, NTT, Makasar dan Papua. Legio Maria di Bagian Timur dapat dibentuk dengan cepat terutama di NTT karena mayoritas Katolik, di sini Legio Maria dikembangkan hamper di seluruh NTT. Dalam waktu singkat Keuskupan Agung Kupang telah membawahi : 2 buah Pra Komisium, 23 Kuria, 122 Presidia Senior, 18 Presidia Yunior, 2.348 anggota yang terdiri dari 1.324 orang anggota aktif, 872 orang Auksiler (pendoa), 93 orang Praterian dan 59 orang ajutarian. 2. Rekomendasi Diharapkan kepada pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Katolik, supaya betul-betul memperhatikan para pengurus Legio Maria, terutama dalam hal kesejahteraan mereka, karena mereka bekerja sangat mulia dengan tanpa mengharapkan imbalan materi, kecuali atas dasar spiritualitas iman yang hidup devosi kepada Maria sebagai citra orang beriman yang sejati.
315
316
8. Studi tentang Paham dan Pemikiran Niciren Syosyu Indonesia (NSI) Jakarta) Peneliti: Eko Aliroso, 2007 Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso
A. Pendahuluan
S
ebagai bangsa yang majemuk, baik agama, bahasa, etnis maupun budaya tentunya banyak permasalahan yang cukup kompleks untuk dicarikan solusinya. Mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, maka berhasil atau tidaknya pembangunan akan dirasakan oleh umat beragama. Diantara permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini ialah ketidakharmonisan dalam masyarakat. Masalah ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kesenjangan sosial, ekonomi, perbedaan agama, budaya, serta perbedaan aspirasi politik. Perbedaan agama pada intinya adalah perbedaan doktrin keagamaan yang kadangkala menimbul kan gesekangesekan dalam masyarakat sehubungan konsep ajaran yang diimplementasikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang paham keagamaan Nichiren Syosyu dan rekomendasi kepada pimpinan Departemen Agama dalam rangka memberikan pembinaan dan pelayanan keagamaan. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap perkem bangan agama Budha Niceren Syosyu. Proses pengumpulan data dilakukan studi kepustakaan dan dokumen kemudian dilanjutkan dengan wawancara terhadap pimpinan/pengurus organisasi keagamaan NSI.
317
B. Temuan Lapangan 1. Perkembangan Nichiren Syosyu di dunia Pada tahun 999 SM atau menurut versi peneliti Barat sekitar 499 SM, munculah agama baru di India yang didirikan oleh Budha Sakyamuni yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Siddharta Gautama. Sakyamuni yang berarti orang arif bijaksana dari suku Sakya, merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu di kaki Gunung Himalaya. Dalam perjalanan spiritualnya, Pangeran Sidharta mencapai kesadaran sempurna, yaitu bahwa segala sesuatu di alam semesta adalah satu dharma. Itulah jawaban untuk mengatasi penderita umat menusia lahir, tua, sakit dan mati. Sebelum tersebar ke Jepang agama Budha terlebih dulu menyebar ke daratan China dan Semenanjung Korea. Di Jepang agama Budha aliran Mahayana ini oleh Budha Nichiren Daisyonin dikembangkan dan disebarluaskan serta digunakanlah ajaran Sadharma Pundarika-Sutra atau dalam bahasa Jepangnya disebut Myohorengekyo. Pada bulan April tahun 1253 ditandai dengan kelahiran aliran/paham Nichiren Syosyu di Jepang. Budha Nichiren Daisyonin terlahir dengan nama Zennichi Maro yang pada usia 12 tahun masuk kuil dan memperoleh kesadaran bahwa Sadharma Pundharika-Sutra adalah ajaran Budha Sakyamuni yang unggul dan murni serta bisa menyelematkan umat manusia. A. 2. Perkembangannya di Indonesia Nichiren Syosyu Indonesia, yang dikembangkan dari Jepang merupakan salah satu sekte dari Budha Mahayana. Agama Budha Nichiren Syosyu ini berdiri pada tanggal 28 April 1253 dengan tokoh utamanya Nichiren Dasyonin. Paham Nichiren Syosyu bersumber pada kitab suci Saddharma-pundarika Sutra atau Sutra Bunga Teratai. Pada 318
tahun 1977 Departemen Agama menerbitkan kitab sucinya dengan judul Saddharmapundarika atau Kasunyata Bunga Teratai. Pada awal perkembangannya muncul pertentangan antara NSI dengan Walubi. Walubi sebagai wadah satusatunya perwalian umat Budha di Indonesia ketika itu mempermasalahkan inti ajaran NSI yang hanya bersumber pada kitab suci Saddharma-pundarika-Sutra. Padahal kitab suci agama Budha yang lain adalah Tripitaka yang terdiri atas Suta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abhidharma Pitaka diabaikan. Kitab suci Sadharmapundarika Sutra hanyalah bagian dari Suta Pitaka. Menurut NSI hakekat dan intisari dari Sadharmapundarika-Sutra ini merupakan mantera agung yang diwujudkan sebagai Gohonzon (fokus meditasi). Menurut Walubi menyelewengkan kitab suci ke sebuah mantera (NamMyoho-Rengekyo) merupakan permasalahan yang dapat mengganggu hubungan sesama umat Budha. Agama Budha Nichiren Syosyu muncul dan berkembang sejak tahun 1950 di mana beberapa orang Jepang yang bekerja di Indonesia adalah penganut ajaran Nichiren Syosyu. Pada tanggal 28 Oktober 1964, ketika itu umat Nichiren Syosyu di Indonesia sebagian besar masih didominasi orang-orang keturunan China dan orang Jepang yang ada di Indonesia. Sementara itu orang pribumi masih dapat dihitung dengan jari. Kemudian dibentuklah wadah untuk melakukan aktifitas keagamaannya dengan nama Nichiren Syosyu Indonesia (NSI). Pada tahun 1971 Senosoenoto tampil menjadi pimpinan NSI. Ia sangat berjasa mengembangkan NSI oleh karenanya menjadi tokoh sentral yang kharismatik di kalangan umatnya. 3. Ajaran Pokok Agama Budha Nichiren Syosyu. Niciren Daisyonin sebagai Buddha masa Akhir Dharma mewujudkan kepercayaan dalam Saddharma-pundarika-sutra sebagai Nammyohorengekyo yang merupakan sebutan 319
terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi umat Buddha Niciren Syosyu. Tuhan diyakini sebagai suatu kekuatan di luar kekuatan manusia yang sunyata. Karena itu antara Niciren Daisyonin dan Nammyohorengekyo merupakan kesatuan antara manusia dan hukum yang tidak terpisahkan. Bagi umat Buddha NSI, Tuhan bukanlah tuhan pencipta melainkan segala sesuatu diyakini tidak berawal dan tidak berakhir. Dalam ajaran agama Buddha NSI tidak mengenal adanya konsep akherat atau hidup sesudah mati. Mengenai siklus kehidupan, umat NSI menganut prinsip kekal abadi yaitu lahir, sakit, mati dan lahir kembali (rebirth). Di dalam rebirth, yang lahir kembali adalah tumpukan karma yang telah diperbuatnya pada masa lampau. Konsep rebirth dibedakan dengan reinkarnasi. Rebirth merupakan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karma yang diperbuatnya pada kehidupan terdahulu. Misalnya manusia yang selama hidupnya selalu berbuat kejahatan, setelah mati ia lahir kembali dengan wujud seekor binatang. Karakteristik Ritual dari umat Nichiren Syosyu adalah dengan menyebut/mengucapkan mantera agung Nammyo horengekyo sambil menghadap ke obyek pemujaan yang biasa disebut Gohonzon. Menyebut Nammyohorengekyo di hadapan Gohonzon dengan kekuatan hati kepercayaan dan pelaksanaan yang kuat dapat mencapai penyatuan antara suasana dan prajna. Agama Budha Niciren Syosyu ini memiliki aturan yang tidak boleh dilanggar yaitu semacam dosa besar/karma buruk. Aturan tersebut berupa 8 pantangan, yaitu: a). Mengeluarkan darah dari tubuh Budha; b). Memfitnah atau memecah belah; c). Berzinah; d). Merusak susunan kesatuan umat dan sangha; e). Kemarahan; f). Kebodohan; g). Serakah; h). Membunuh orang tua. 320
Secara umum Agama Budha menggolongkan ajaranajaran ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, mulai yang dangkal sampai dengan ayang dalam sesuai dengan urutan Hinayana, Mahayana. Salah satu bagian dari ajaran Mahayana yang diyakini melampaui ajaran-ajaran Hinayana dan Mahayana dari Sakyamuni adalah Triratna Hukum Budha Pembibitan yang tersembunyi dalam BAB XVI Sadharmapundarika-sutra (Juryo) lebih tinggi dari kebenaran, bahkan lebih unggul dari seluruh kebenaran ajaran Agama Budha. 4. Organisasi dan Keanggotaan a. Struktur Organisasi Umat Agama Budha Nichiren Syosyu, memiliki struktur Organisasi dengan susunan sebagaimana yayasan pada umumnya, yaitu adanya Badan Pembina, Badan Pengawas dan Badan Pengurus. Badan Pengawas dalam hal ini dipimpin oleh seorang Pandita Utama dan tugas pokoknya adalah mengawasi kinerja pengurus dalam menjalankan operasional yayasan. Sedangkan Badan Pengurus ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Pembantu Umum, Pembantu Teknis dan pengurus daerah. b. Organisasi dalam Sekte Nichiren Sudah lebih dari 700 tahun setelah meninggalnya Budha Niciren Daisyonin di Jepang, banyak tumbuh kembang sektesekte yang mengaku sebagai sekte Niceren. Niciren Syu, sekte di gunung Minobu yang altar sembahyangnya selain Mandala Gohonzon juga sesekali mengganti mandala pusakanya dengan patung Sakyamuni. Kemudian sekte Risho Kosei Kai dan Reiyukai mengganti mandala pemujaannya sampai 5-6 kali. Meski menggunakan mantera Namyohorengekyo dan memakai nama Niciren, ajarannya dianggap tidak murni. 321
Yang sering menghebohkan di internal sekte Niciren adalah Soka Gakkai International yang memproklamirkan sekte baru yaitu Niciren Sekai Syu atau Niciren Sekte. Di Indonesia Sokkai Gakai International berganti nama menjadi Sokka Gakai Indonesia yang sejak masih adanya tokoh/pendiri Niceren Syosyu Indonesia (mendiang Seno soenoto) menganggap bahwa SGI ini berpaham zionis/ultra nasionalis sehingga banyak yang tidak menghendaki keberadaannya. Aliran Niceren Syosyu di Indonesia tetap eksis sampai sekarang seperti Parisadha Budha Niciren Syosyu Indonesia (PBDNSI), Yayasan Vasista Karitra, Sadharma Pundarika Indonesia (SPI), Soka Gakkai Indonesia dan Niciren Syu Hokkekyo. 5. Karakteristik, dan pandangan berbagai pihak Komplek vihara pusat Niciren Syosyu di Indonesia terletak di Mega Mendung, Bogor Jawa Barat bernama Sadaparibhuta Buddhist Centre. Sadaparibhuta diambil dari nama seorang bodhisattwa yang tidak pernah meremehkan dan selalu menghormati orang lain. Niciren Syosyu Indonesia mengambil nama Sadaparibhuta dengan harapan agar setiap umat Nichiren Syosyu Indonesia dapat meneladani perilaku Bodhisattwa Sadaparibhuta ini. Vihara Sadaparibhuta Buddhist Centre adalah kompleks peribadatan yang menjadi pusat bagi umat Nichiren Syosyu di seluruh Indonesia yang terdiri dari tiga bangunan Vihara I, II, III. Di sana terdapat Balairung yang dilengkapi Ruang Aula Serbaguna, dapur umum berikut tempat makannya. C. Penutup 1. Kesimpulan a. Sekte Budha ini dibabarkan oleh Niciren Daisyonin yang mengakui dirinya dan dipercaya umatnya sebagai Budha 322
masa akhir dharma serta hanya mengakui Sadharma pundarika Sutra sebagai satu-satunya Sutra agung dari ribuan Sutra Kitab Suci Tripitaka. b. Secara substansial ajaran dan aktifitas Agama Buddha Niceren Syosyu Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan ajaran Buddha Mahayana di Indonesia. c. Ajaran dan ritualnya dapat membangkitkan kekuatan jiwa (spiritual) dirinya sendiri dalam mengatasi kehidupan didunia. 2. Saran Pemerintah seyogyanya dalam membina dan membimbing umat beragama berorientasi pada tegaknya nilai–nilai keadilan, tidak diskriminatif dan melindungi setiap kelompok/sekte keagamaan dengan tetap menjaga ketertiban hukum dan sosial.
323
324
9. Studi tentang Paham dan Pemikiran Tridarma di DKI Jakarta) Peneliti: Eko Aliroso, 2009 Penulis Naskah Direktori: Eko Aliroso
A. Latar Belakang Dalam pengamalan ajaran agama dan perkembangan kehidupan beragama di Indonesia muncul paham dan gerakan keagamaan. Adanya paham dan gerakan tersebut dinilai positif bila dapat meningkatkan intesitas kehidupan keagamaan yang sehat, dan di lain pihak dapat mengarah ke negatif jikalau terjadi penyimpangan dari ajaran agama induk yang benar atau menjurus kepada pembentukan paham dan atau agama baru yang dapat menimbulkan kerawanan dan keresahan dalam masyarakat. Untuk itu pada tahun 1989/1990 Puslitang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama melakukan penelitian dan kajian terhadap salah satu komponen yang terdapat dalam organisasi keagamaan WALUBI yang menjadi prioritas yaitu Tridharma. Tridarma berarti tiga ajaran antara lain konfusianisme, Taoisme dan Budhisme. Menurut Kwee Tek Hoay selaku pendiri Tridharma bahwa ketiga agama tersebut diakui sah sebagai agama negara oleh pemerintah Tiongkok pada jaman Tjihingtiauw. Oleh karena itu ketiga paham tersebut sebagai “Agama Tionghoa”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang paham Tridharma serta dampaknya bagi masyarakat. Adapun kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam rangka perumusan kebijakan pemerintah bidang pembinaan kehidupan beragama umat Tridharma khususnya dan
325
umumnya dalam upaya memelihara kerukunan hidup beragama pada umumnya. Metodologi penelitian berbentuk studi kasus dengan sasaran Tridharma DKI Jakarta yang meliputi Gabungan Tridharma Indonesia (GTI), Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (MARTRISIA) Komisariat Daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat, Pemuda Tridharma Indonesia (PTI), dan Wanita Tridharma Indonesia (WTI) serta Organisasi Tridharma Tingkat Pusat. Teknik pengumpulan data meliputi studi dokuman dan Kepuatakaan, teknik pengamatan dan wawancara mendalam (depth interview). B. Perkembangan Tridharma 1. Organisasi-Organisasi Tridharma Tridharma secara harfiah berarti Tiga Ajaran Kebenaran,yaitu ajaran Budha Gautama, Ajaran Nabi Khong Hu Cu, dan Ajaran Nabi Lou Cu. Hubungan antara ketiga ajaran tersebut bagaikan mata rantai yang terjalin menjadi satu dalam budaya masyarakat China dan ketiga ajaran tersebut diamalkan sehari-hari di mana umumnya aspek pemujaan kepadapara dewa dari Taoisme, pemujaan kepada leluhur dan tentangbudi pekerti dari konfusianisme, serta aspek ketuhanan dari Budha Mahayana. Ketika jaman pendudukan Jepang kegiatan SKH mati suri karena ruang geraknya dibatasi pemerintah Jepang dan baru pada tahun 1951 gerakan SKH tumbuh kembali yang ditandai dengan lahirnya Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI). Setahun kemudian GSKI memperoleh status Badan Hukum dari Menteri Kehakiman RI No.JA 5/31/13 tanggal 9 April 1953 yang kemudian dimuat dalam Tambahan Berita NegaraRI No.3 tanggal 24 April 1959. Selanjutnya GSKI menjadi Gabungan Tridharma Indonesia (GTI) pada tahun 326
1961, dan telah terdaftar di Departemen Agama RI berdasarka Surat Direktur Urusan Agama Hindu dan Budha No. H/437/SK/82 tanggal 1 Agustus 1982.Dengan demikian terlihat bahwa GTImerupakan penjelmaan SKH dan GSKI yang didirikan oleh Kwee Tek Hoay dan beliau meninggal pada tahun 1952.Oleh karena itu Kwee Tek Hoay dianggap sebagai Bapak Tridhsrms Indonesia dan setiap tanggal 31 Juli sesuai hari kelahirannya setiap tahun diperingati sebagai hari Tridharma Indonesia. 2. Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia Martrisia Pusat berkedudukan di Surabaya Jawa Timur Sedangka Martrisia di Jakarta berstatus Komisariat Daerah (KOMDA) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pada tahun 1976 Seksi Kerohanian GTI ditingkatkan menjadi Majelis Kerohaniawan Tridharma. Sementara itu Perhimpunan Tempat Ibadah Tridharma se-Indonesia juga membentuk Majelis Rohaniawan se-Indonesia di Jawa Timur. Hal ini menjadikan pembicaraan di kalangan Tokoh Tridharma dari berbagai daerah sehubungan adanya dua Majelis Rohaniawan di Indonesia. Namun pada 17 Desember 1976 telah disepakati adanya satu Majelis Rohaniawan seluruh Indonesia yang pengurus pusatnya berkedudukan di Lawang, Jawa TImur, sementara di Jakarta hanya berstatus sebagai Komisariat Daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. 3. Pemuda Tridharma Indonesia Pada tanggal 27 Juni 1954 GSKI bagian pemuda dan pemudi mengadakan konperensi berhasil membentuk Persatuan Pemuda dan Pemudi Sam Kauw (P3SLI) yang kemudian pada konggres di Magelang pada tanggal 5-8 Mei 1955 diakui dan bernaung di GTI dengan status otonom. Dalam Konggres I PTI tanggal 24-26 April 1964 berhasil 327
menetapkan Anggaran Dasar dan 2 buah Piagam Pernyataan Bersama yaitu Pedoman Pelaksanaqan Sekolah Minggu dan tentang Perdamaian Dunia. 4. Wanita Tridharma Indonesia Wanita Tridharma Indonesia (WTI) telah berdiri sebelum lahir Keluarga Besar Wanita Budhis Indonesia (KBWBI), yaitu pada tahun 1952 dan sebagai pimpinan pertamanya adalah Tjoaq Hin Hoay (Visakha Gunadharma). Pada perkembangannya WTI ini tidak aktif dan hanya bersifat sementara di bawah pembinaan Martrisia KOMDA DKI Jakarta dan Jawa Barat. WTI ini didirikan dalam rangka pembinaan umat Tridharma khusus para wanita yang mayoritas aktif dalam peribadatan dan pembinaan, di samping diperlukan untuk mewakili WTI dalam organisasi Keluarga Besar Wanita Indonesia (KBWBI). Matresia selaku Pembina rohani umat Tridharma didirikan sesuai Anggaran Dasarnya tahun 1980 Bab 11, adalah: 1). Membantu Pemerintah dalam membina masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila; 2). Meningkatkan bimbingan Dharma Nabi Agung: Budha, Konfisianismedan Taoisme untuk terlaksananya penghayatan dan pengamalan Ajaran Tridharma; 3). Mempersatukan para rohaniawan Tridharma di Indonesia untuk memberikan landasan/pedoman pengetrapan ajaran Tridharma; 4). Memelihara dan meningkatkan ketertiban pelaksanaan Tridharma bagi segenap umatnya. 5. Struktur Organisasi dan Hubungan a. Struktur Organisasi Gabungan Tridharma Indonesia (GTI) berkedudukan di Jakarta dengan Kantor Pusat di Jl. Laotze 68 Pasar Baru Jakarta Pusat. GTI telah mempunyai cabang-cabang di daerah dengan 328
hak otonom sampai dengan tahun 1982. Pada tahun sama dalam Konggres keVII diadakan penyempurnaan organisai dengan strukturnya terdiri dari Pusat, Perwakilan, Cabang. Pada tahun 1989 GTI mempunyai 8 perwakilan dan 7 cabang, diantaranya perwakilan GTI adalah:Jawa Tengah, Pangkal Pinang, Cianjur, Bali,Tasikmalaya, Bogor, Bitung (Sulawesi Utara) dan Palembang. Sedangkan cabang-cabang GTI yaitu: Jakarta., Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Sukabumi dan Bekasi. b. Hubungan Antar Organisasi Hubungan antar organisasi Tridharma (GTI, Matresia, PTI dan WTI) sebagaimana telah dikemuka kan bahwa secara organisatoris dinyatakan masing-masing pimpinan organisasi tidak ada, akan tetapi secara moral dan keagamaan terjalin hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Dalam hal keanggotaan mereka ada yang merangkap demikian pula demikian pula dalam hal jabatan. 6. Paham dan Peribadatan a. Paham dan Ajaran Tridharma berarti tiga ajaran kebenaran sebagaimana halnya ajaran kebenaran yang disampaikan Sang Budha Gautama, Nabi Khong Hu Cu dan Nabi Lou Cu. Namun dari ketiga ajaran tersebut yang dominan adalah ajaran Budha. Sebagaimana pendapat Sasanaputra Satyadharma (Ketua Umum MARTRISIA dalam bukunya Tridharma Selayang Pandang bahwa Tridharma adalah “Agama Budha Mahayana yang mempelajari Konfusianisme dan Taoisme” dengan penekanan agama Budha Mahayana yang mentolerir mempelajari ajaran Nabi Khong Hu Cu dan Nabi Lao Cu.
329
b. Peribadatan Dalam hal peribadatan MARTRISIA Komda DKI Jakarta dan Jawa Barat bersama telah menetapkan penuntun Tata Laksana Upacara yang disebut Padma Widyamelalui Rapat Kerja di Bumi Tridharma di Buni Cipanas Jawa Barat, diharapkan akan mempermudah pelaksanaan upacara dan kesamaan yang menyeluruh dalam makna, upacara, nada, lagu dalam versi local, regional dan nasional. 7. Penyebaran Paham Penyebaran paham Tridharma melalui jalur perorangan, tempat peribadatan, dan jalur kemasyarakatan. Kegiatan ini umunya dalamram rangaka penyiaran agama dalam hari-hari besar keagamaan dan hari besar nasional. 8. Tanggapan Lingkungan Menurut salah satu tokoh masyarakat, kehadiran kelenteng sebagai sarana peribadatan dapat mempertebal penghayatan rasa kecinaan dan berdampak sosial pada masyarakat warganegara keturunan Cina yang eksklusif dan tertutup, karena perbedaan paham, sosial dan kebudayaan dengan masyarakat pribumi. C. Penutup 1. Kesimpulan 1. Tridharma adalah agama Budha Mahayana yang juga mempelajari konfisianisme dan Taoisme. 2. Kegiatan organisasi-oraganisasi Tridharma berusaha melestarikandan mengembangkan Konfusianisme dan Taoisme, dan Budhisme serta adat istiadat Cina. 3. Paham Tridharma yang di kembangkan Martrisia Komda DKI Jakarta dan Jawa Barat, unsur agama Budha lebih dominan dibanding Kong Hu Cu dan Tao. 330
4. Penyebaran paham Tridharma disamping adanya unsure pembinaan kehidupan beragama (Budha) juga sekedar untuk memperole identitas keagamaan yang harus dimiliki setiap WNI. 2. Saran Penggunaan rumah tempat tinggal umat Tridharma sebagai tempat pembinaan sekaligus tempat peribadatan Tridharma secara rutin selama ini, hendaknya dialihkan ke tempat peribadatan yang ada, atau membuat yang baru, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.
331
332
10. Studi Kasus Paham dan Pemikiran Keagamaan Tri Darma di Jawa Tengah) Peneliti: Syuhada, 2007 Penulis Naskah Direktori: Syuhada Abduh
A. Latar Belakang
A
gama-agama di Indonesia dapat hidup dan subur karena adanya dasar yuridis Undang-undang Dasar 1945 pasal 29, yang menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: apakah Vihara yang berasal dari Klenteng sudah memenuhi kewajiban sebagai tempat ibadah Budha, dan sejauh mana usaha peningkatan pembauran bangsa agar penganut Tri Dharma lebih mantap kepada kehidupan nasinal demi persatuan dan kesatyuan bangsa. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah, khususnya di Kodya Semarang, Salatiga dan Kudus. Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan mendalam tentang Tri Dharma, maka pendekatan penelitian ini adalah bersifat kualitatif dalam bentuk studi kasus. Sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi yaitu kajian pustaka, wawancara mendalam, serta pengamatan lapangan. B. Munculnya Tri Dharma Berdirinya Tri Dharma ini dilator belakangi oleh kenyataan dimana pada saat itu banyak orang Cina pindahpindah agama. Dalam mengatasi hal tersebut maka timbul usaha untuk melestarikan ajaran budha, Konghucu dan Laotse di bawah organisasi Tri Dharma. 333
Tri Dharma ini berdiri pada tanggal 20 Pebruari 1952, pukul 12.00 WIB, berbentuk Badan Hulkum berdasarkan penetapan Menteri Kehakiman RI No. JA.5/31/13 tanggal 09 April 1953. Adapun yang menjadi tokoh atau ketua umum pertama kali adalah Theboan An yang dikenal dengan sebutan Ashin Jinaakhita Mahathera. Adapun latar belakang berdirinya Tri Dharma di Jawa Tengah adalah adanya Instruksi Presiden RI No. 14 Tahun 1967, dimana isinya antaranya dalam hal upacara-upacara keagamaan yang berkaitan dengan adat istiadat Cina hanya dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pangdam VIII Brawijaya dengan Surat Keputusan No. 26/6/67 telah mengganti istilah Kelenteng menjadi tempat ibadat Tri Dharma. Bertitik tolak dari dua peraturan tersebut, maka sejak tahun 1969 semua Kelenteng harus merubah nama dengan tempat ibadat Tri Dharma dan harus berinduk kepada Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD). Dengan adanya ketentuan di atas, maka berdirilah atau dibentuk Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma di wilayah Jawa Tengah, yang beralamat di Jalan Kartini No. 63A Semarang. C. Tokoh Pendiri Adapun tokoh-tokoh pendiri Tri Dharma di Jawa Tengah antara lain Lie Kiang Tjoe Senowirodji, Reni nHartanto, Dr. Imam Budi Wiyono, Sarwo Styodo dan Lie Giang Seng D. Perkembangan Setelah terbentuknya Perhimpunan Tempat Ibadat Tri Dharma di wilayah Jawa Tengah selanjutnya dilakukan pembentukan pengurus PTITD daerah Tingkat II. Saat itu
334
telah terbentuk sebanyak 18 buah tempat ibadat Tri Dharma. Dari 18 Tri Dharma tersebut 4 buah diantaranya yaitu: 1. Tri Dharma San King Tong, kegiatan yang dilakukan peringatan Hari Rayaseperti Cit It, Cap Go Meh, Ulang TahunKwan Im dan hari raya Onde, kegiatan perdukunan seperti meramal jodoh, mengobati orang sakit dan meramal nasib orang. 2. Tri Dharma Hok Te Bio (Amurva Bhumi), disini ada dua kegiatan 1) dilakukan kelenteng dan satu lagi dilakukan Tri Dharma. Kegiatan Kelenteng antara lain Ci It, Cap Gomeh, Pe Cun, sembahyang Tuhan Allah, yang dilakukan satu tahunsekali. Kegiatan Tri Dharma kebaktian anak-anak, pemuda dan kebaktian umum. Peringatan hari Waisak, hari Mambana, Katina dan hari Asada. 3. Tri Dharma Hok Tien Bio, kegiatannya peringatan Imlek, Ulang Tahun Hok Tekcensen, Tiang Siang Tie dan Kuanyim, Cap Gomeh serta Pe Chun. 4. Tri Dharma Hok Tek Bio, murni bangunan Kelenteng, kegiatan agak sepi dari pengunjung. Peringatan hari besar tetap ada, seoperti Pe Cun, Cap Gomeh, dan ramal nasib, (Ciam She). Dari keempat tempat ibadat Tri Dharma di atas, masih melakukan kegiatan ang berkaitan dengan Kelenteng, baik dalam perayaan hari besar maupun jenisjenis sembahyang yang dilakukan. E. Paham Ajaran Tri Dharma adalah merupakan kumpulan dari tiga agama, Budha, Tao dan Konghucu, ketiga ajaran tersebut tidak bisa dicampur adukkan sehingga tercita ajaran baru. Tetapi ketiga ajaran tersebut, masing-masing bersumber pada Kitab Sucinya masing-masing. 335
1. Ajaran Buddha Sumber utama ajaran Buddha adalah tri pikata yang merupakan kitab sucinya. Dalam ajaran Buddha ada tiga dasar kerangka pokok yang harus di patuhi: a) ajaran tentang keyakinan atara lain : keyakinan terhadap Sang Hyang Adhi Buddha. Tuhan maha Gaib, Maha Suci tidak berbentuk dan tidak dibentuk, juga tidak dipikirkan. Keyakinan terhadap boddhi syatwa, ia suatu mahluk yang menyediakan dirinya untuk mencapai kebuddhaan. Keyakinan terhadap hokum-hukum kesunyatan. Keyakinan terhadap nibbhana (nirwana). Keyakinan terhadap kitab suci Tri Pitaka. Keyakinan terhadap hokum karma. b) Ajaran tentang Etika (Sila) Umat Buddha harus dapat menghindari dari sifat-sifat: Membunuh baik manusia mapun makluk lain. Dilarang mencuri atau mengambil barang orang lain. Menghindar dari perbuatan perzinaan . Menghindar dari perbuatan yang bersifat kasar. c) Ajaran tentang Bakti. Agama Buddha mengajarkan cara berbakti dan bersujud kepada Tuhan YME, kepada para Buddha dan para Boddi satwa. 2. Ajaran Kong Hu Chu Sumber utama dalam ajaran kong hu chu adalah kitab Tay Hak yang merupakan ajaran agung yaitu jadikanlah 336
pembinaan diri sendiri sebagai pokok utama. Dasar pokok yang harus dilakukan adalah: Mengembangkan kebajikan yany bercahaya. Mencintai sesamanya dan berdiam dalam kebaik an. Selanjutnya paham kong hu chu tentang Tuhan, sebutan Tuhan terkenal dengan sebutan Shyang Tie, hal ini dapat dilihat di Kitab She Cing yang bunyinya : Kekuasaan dan bimbingan dari Tien sangat luas dan dalam, hal ini diluar jangkauan suara, sentuhan atau penciuman. Disamping hal tersebut di atas, ajaran Konghucu juga mempercayai keyakinan terhadap kebenaran orang-orang suci, arwaharwah serta nenek moyang dan dewa-dewa yang biasa ditempatkan di Klenteng-klenteng dan mereka percaya bahwa nama-nama tersebut dapat memberikan apa yang mereka minta, umpamanya. Dewa Hyang Tiang Tie adalah penyelamat bumi. Dewi Kwan Im sebagai dewi welas asih, minta apa saja akan dikasih, walaupun orang yang meminta perbuatannya jelek. Dewa Kwan Kong Panglima yang menjaga keamanan. 3. Ajaran Tao. Tao isme ini mempunyai faham atau ajaran yang harus meyakini, bahwa di duniaini ada 2 gejala hidup yang terbelenggu, yaitu, “Im “ dan “Yang” negative dan positif, baik buruk ini harus yakin bahwa keduanya adalah hasil produk dari kehidupan duniawi. Konsep-Konsep tentang Tuhan rupanya paham Tao ini tidak ada, paham mereka hanya kepercayaan saja kepada dewa-dewa, orang-orang suci, dan arwah-arwah nenek moyang yang berasal dari bangsa Cina. Lebih jelas lagi bahwa ajaran Tao hanya dalam bentuk mantera, untuk kepentingan upacara ritual, seperti injak bara api dan potong lidah. Tao juga percaya dewa-dewa/patungpatung. Sama seperti Khonghucu, hanya Tao lebih banyak lagi dewa-dewa yang dia percayai seperti: Dewa Lilin Huya, yang
337
merupakan dewa Hwang, Dewa Tie Tjong Ong Po Sat, yang menjadi dewa Pangan atau sandang, dewa Tiang Shiang Sung Bu, yang menguasai angin. Para pengikut Tao harus percaya bahwa dewa-dewa tersebut di atas dapat memberikan apa yang mereka pinta sesuai dengan kuasa dewa masing-masing, dengan syarat mereka harus jadi orang baik (Yang). F. Kebijakan Pemerintah dan Pembinaan 1. Kebijaksanaan Untuk memelihara kesetabilan nasional dalam rangka membina persatuan dan kesatuan, serta dalam rangka meme lihara dan menyelamatkan pembangunan, serta meng hargai kepercayaan orang lain, maka pemerintah telah mengambil langkah-langkah dan kebijaksanaan: 1) Kebijaksanaan Peme rintah: Instruksi Presiden RI No. 14 Tahun 1967 yaitu tentang Agama Kepercayaan dan adat istiadat. Cina Kep. Bersama Menag Mendagri dan Jagung RI No. 67, 224 dan No. Kep./III/ J.A/10/1980, yaitu tentang Petunjuk Pelaksanaan Inpre No. 14 Tahun 1967. C) Instruksi Mendagri No. 455 : /360, tentang Penataan Kelenteng. Keputusan Pangdam Brawijaya Jawa Timur No. 26/6/1967, yang isinya bahwa semua Kelenteng yang berada di wilayah Jawa Timur harus mengganti nama dengan tempat ibadat Tri Dharma, d) Atas petunjuk Direktur Jenderal Bimas Hindu dan Budha Departemen Agama, maka perhimpunan tempat ibadat Tri Dharma Jawa Timur dikembangkan menjadi PTITD se-Indonesia pada tahun 1969. 2. Pembinaan Nampaknya dari segi pembinaan belum dapat berjalan dan berhasil sebagaimana diharapkan, karena setelah di lapangan, banyak sekali hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain: setelah masuk tempat peribadatan Tri Dharma 338
rasanya ada ditempat peribadatan Budha, padahal kenyataan nya tempat tersebut kelenteng. Sebagian besar aparat pemerintah belum mengetahui persis perbedaan kelenteng dengan Tri Dharma. Tidak adanya struktur organisasi yangf jelas bertanggung jawab untuk membian secara langsung masalah-masalah yang berkaitan dengan Kepercayaan dan adat istiadat Cina. G. Penutup 1. Kesimpulan Tri Dharma atau Sam Kao Hwe atau tiga agama adalah merupakan gabungan dari 3 paham/ajaran yaitu: Konfusianisme, Taoisme dan Budhisme yang berkembang di Indonesia dalam rangka menghidup suburkian atau memelihara adat istiadat dan budaya Cina. Tempat ibadat Tri Dharma di Jawa Tengah, kegiatan-kegiatannya masih sangat dipengaruhi oleh kegiatan Klenteng yang berbudaya adat istiadat dan kepercayaan Cina, maka yang menonjol adalah budaya Cina atau aliran Tao dan Konghucu. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijaksa naan, dalam rangka menertibkan upacara-upacara keagamaan yang berkaitan dengan adat istiadat dan budaya Cina, serta mengadakan penataan terhadap bangunan Kelenteng. Namun pemerintah masih belum dapat menemukan bentuk pembinaan yang efektif dan efisien terhadap organisasi Tri Dharma, karena masih adanya beberapoa hambatanhambatan yang dirasa mengganjal. 2. Rekomendasi Dalam rangka memudahkan pengawasan maka hendaknya tempat-tempat ibadat Tri Dharma perlu segera ditertibkan karena sampai saat ini masih rancu, mana yang
339
aliran Budhis, Tao dan Konghucu, dan perlu ada standarisasi tempat ibadat Tri Dharma di pusat maupun daerah. Tempat-tempat ibadat Tri Dharma di Jawa Tengah ternyata kegiatannya dikuasai oleh aliran Tao dan Konghucu, maka perlu adanya pembinaan yang kontinu dan mengarah kepada semakin berkurangnya kegiatan yang beraliran Konghucu dan Tao yang pada akhirnya aliran Budhis yang lebih menonjol.
340