Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 475
DINAMIKA PSIKOLOGIS SISWA KORBAN BROKEN HOME DI SMP NEGERI 5 SLEMAN PSYCHOLOGICAL DYNAMIC OF STUDENT BROKEN HOME VICTIM Oleh: Pangestu Tri Wulan Ndari, Bimbingan Dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta,
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui dinamika psikologis siswa korban broken home di SMP Negeri 5 Sleman. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi dengan metode pengumpulan data wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan (1) Terjadi perceraian dan perpisahan pada keluarga AP karena masalah ekonomi dan perselingkuhan yang menyebabkan AP berpandangan buruk terhadap diri, keluarga, trauma pernikahan, kesedihan, kekecewaan, kesulitan belajar, reaksi agresi, withdrawl, dan kompensasi. Coping yang di lakukan adalah katarsis dengan menulis diary. Belum ada tindakan dari orang tua maupun BK. (2) Orang tua HR pergi dari rumah karena masalah perselingkuhan yang menyebabkan HR berpandangan buruk terhadap diri, keluarga, trauma perselingkuhan, kesedihan, kekecewaan, kesulitan belajar, reaksi withdrawl dan kompensasi. Coping yang dilakukan adalah katarsis dengan menulis diary. Belum ada tindakan dari keluarga, namun BK telah memberikan konseling. (3) Orang tua BT berpisah karena kesalahpahaman yang menyebabkan BT berpandangan buruk terhadap diri, keluarga, berperilaku kasar, sedih, marah, malas belajar, reaksi agresif, withdrawl, dan kompensasi. BT cenderung diam, namun ibu BT telah bekerjasama dengan BK untuk memberikan konseling dan motivasi pada BT. Kata kunci: dinamika psikologis, broken home Abstract This research aimed to know about the psychological dynamic of students who’re broken home victim in SMP Negeri 5 Sleman. This research approach was qualitative fenomenology with data collected use interview and observation. The result of this research showed (1) Divorce and separation happened in AP’s family caused by economic problem and there’s an affair which caused AP had bad perception in herself, family, traumatic of marriage, sadness, disappointment, study difficulty, reacting agression, withdrawl, and compensation. The coping AP done was catarsis by writes diary. There’re no actions from parent or guide and counseling teachers yet. (2) HR’s parent left home caused by there’s an affair which caused HR had bad percepsion in herself, family, traumatic of affair, sadness, disappointment, study difficulty, withdrawl reaction, and compensation. The coping HR done was catharsis by write diary. There’re no actions from family but guide and counseling teacher had given counseling. (3) BT’s parent had separated caused by misunderstanding which caused BT had bad perception in herself, family, rude behavior, sad, angry, lazy to study, aggression in react, withdrawl, and compensation. BT tended to silent, but his mother had cooperation with guide counseling teacher to give counseling and motivation for BT. Key word: Psychological dynamic, broken home
bahagia dapat terwujud apabila keluarga dapat
PENDAHULUAN Keluarga merupakan unit sosial terkecil dan
memerankan
fungsinya
dengan
baik
yaitu
sederhana yang terdapat di setiap lapisan
memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih
masyarakat di dunia. Keluarga bahagia atau
sayang, dan mengembangkan hubungan yang
harmonis
baik diantara anggotanya.
merupakan
sarat
utama
bagi
perkembangan emosi para anggotanya terutama
Seiring dengan perkembangan zaman yang
anak yang telah beranjak remaja. Menurut
semakin maju, menyebabkan berbagai perubahan
Syamsu Yusuf (2006: 38) bahwa keluarga
di dalam masyarakat. Dalam kehidupan kota,
476 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
persaingan terutama dalam memenuhi kebutuhan
menyatakan bahwa jumlah perkara yang diterima
atau tuntutan kemajuan zaman juga membawa
Pengadilan Agama Sleman pada tahun 2014
perubahan pada kehidupan keluarga. Keluarga
mengalami kenaikan mencapai 1.551 perkara
yang dulunya akrab dan hidup damai mulai
dibandingkan
berubah menjadi kurang perhatian, renggang,
perkara dan dari jumlah tersebut hanya lima
tegang dan sering cemas (Sofyan S. Willis, 2011:
persen yang akhirnya dapat terselamatkan
tahun
2013
sebanyak
1.206
64). Konflik-konflik dalam keluarga mulai
Keluarga sebagai tempat anak memperoleh
bermunculan seperti pertengkaran orang tua,
kenyamanan dan bergantung tiba-tiba mengalami
kesibukan orang tua, masalah ekonomi dan
keretakan karena perceraian dapat memberikan
sebagainya
yang mengancam keharmonisan
pengaruh buruk pada perkembangan remaja
keluarga. Kondisi keluarga yang seperti ini akan
terutama perkembangan psikisnya. Pernyataan
memicu terjadinya keretakan dalam keluarga
ini didukung oleh pendapat Hurlock (1980: 238)
atau yang biasa disebut dengan istilah broken
yang menyatakan bahwa hubungan keluarga
home.
yang buruk merupakan bahaya psikologis pada
Menurut Sofyan S. Willis (2011: 66)
setiap usia terlebih pada masa remaja karena
keluarga retak (broken home) dapat dilihat dari 2
pada saat ini remaja laki-laki dan perempuan
aspek yaitu karena strukturnya tidak utuh lagi
sangat tidak percaya pada diri sendiri dan
dimana salah satu kepala keluarga meninggal
bergantung pada keluarga untuk memperoleh
atau bercerai, atau tidak bercerai namun struktur
rasa aman.
keluarganya tidak utuh lagi dimana orang tua
Remaja yang berasal
dari keluarga yang
sering tidak di rumah atau tidak menunjukkan
broken home tidak jarang yang mengalami
kasih sayang lagi dalam keluarga, misalnya
berbagai hambatan atau masalah dalam hidupnya
orang tua sering bertengkar sehingga keluarga
khususnya dalam menghadapi masa krisis dan
tidak sehat secara psikologis.
tugas
Di
Indonesia
yang
seharusnya diperoleh remaja menjadi terabaikan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
sehingga membuat remaja menjadi tidak nyaman
Berdasarkan berita yang dilansir dari Baiquni
berada dalam rumah. Hal ini didukung oleh
(Dream.news.co.id, 2016) menyatakan jumlah
pendapat Hetherington (Save Degun, 2002: 116)
kasus perceraian yang diputus Pengadilan Tinggi
yang
Agama seluruh Indonesia pada tahun 2014 yang
keluarganya bercerai akan mencari ketenangan
mencapai 382.231 kasus, naik sekitar 131.023
di tetangga, sahabat, maupun teman sekolah.
dibanding tahun 2010 sebanyak 251.208 kasus.
Mereka berusaha mencari lingkungan yang
Di Yogyakarta sendiri khususnya di kota Sleman
menjanjikan kenyamanan dan kebahagiaan bagi
jumlah
diri
perceraian
perceraian
Hak-hak
telah
angka
kasus
perkembangannya.
juga
mengalami
menyatakan
mereka
tanpa
bahwa
remaja
memperdulikan
yang
apakah
peningkatan, seperti yang dilansir dari Rima
lingkungan tersebut baik untuk mereka atau
Sekarani
tidak.
(Harianjogja.com,
2015)
yang
Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 477
Hurlock (1980: 238) juga menuturkan
yang berasal dari keluarga yang broken home.
bahwa hubungan keluarga yang kurang baik
Seperti kasus yang ditemui peneliti ketika PPL
dapat menyebabkan remaja mengembangkan
berlangsung dimana ada salah satu siswa kelas
hubungan yang buruk dengan orang-orang diluar
VII yang berinisial HR yang sangat sensitif
rumahnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
terhadap masalah keluarganya.
Muklhis Aziz di SMP N 18 Kota Banda Aceh
HR tampak murung dan sering menangis jika
(2015: 30-31) yang menyatakan bahwa perilaku-
ditanya masalah keluarganya. Bahkan HR pernah
perilaku sosial remaja yang bermasalah di
tidak masuk sekolah hampir 2 minggu karena
sebabkan karena latar belakang keluarga yang
dibully oleh salah satu teman kelasnya yang
broken, seperti suka melanggar aturan sekolah,
mengatakan HR cengeng. Ayah HR pergi ketika
bicara kasar, suka melawan/menentang, tidak
HR masih kecil kemudian ibu HR juga pergi
berakhlaq, tidak sopan, tidak bermoral, malas ke
meninggalkan HR ketika kelas 3 SD. HR
sekolah, suka bolos, malas belajar, hilang
menuturkan ia sering menangis ketika rindu
semangat belajar, suka recok dan caper, suka
dengan orang tuanya terutama ibunya. HR tidak
mengganggu teman dan guru.
pernah berani menanyakan keberadaan ibunya
Disamping itu banyak diantara mereka yang
pada neneknya karena takut. Selain itu, dari
menyalahkan diri atas masalah yang menimpa
penampilan HR sendiri tampak berbeda dengan
keluarganya
teman-teman lainnya. HR tampak tidak terurus
dan
mendapatkan
merasa
tidak
kebahagiaan.
pantas
Seperti
hasil
secara fisik,
cenderung menarik diri
dan
penelitian oleh Melissa Ribka Santi, dkk (2015)
beberapa kali dibully temannya. Disamping itu,
yang menyatakan bahwa remaja menilai diri
menurut penuturan dari teman HR, HR pernah
mereka sebagai korban dari ketidakharmonisan
berhenti sekolah selama 1 tahun ketika kelas 3
orang tua dan cenderung memiliki persepsi
SD setelah ditinggal pergi oleh ibunya.
bahwa mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki
pilihan
untuk
bisa
merasakan
kebahagiaan di dalam keluarga. Berdasarkan
observasi
Berdasarkan
hasil
pengamatan
tersebut,
diketahui bahwa masalah-masalah yang dihadapi dan dirasakan HR merupakan gejala-gejala
yang
dilakukan
dampak
dari broken home, seperti ketakutan,
peneliti ketika PPL bulan Juli-Agustus diketahui
kesepian, kesedihan, minder, menarik diri dari
bahwa SMP Negeri 5 Sleman memiliki banyak
pergaulan,
siswa yang berasal dari keluarga broken home.
berkepanjangan. Secara tidak langsung kondisi
Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara
seperti
dengan guru BK yang menyatakan bahwa
psikologis remaja.
ini
rendah
dapat
diri
bahkan
mempengaruhi
stres
dinamika
hampir setiap kelas terdapat kurang lebih 4 siswa
Menurut Nursalim & Purwoko (Refia &
yang berasal dari keluarga broken home. Guru
Budi, 2014: 367) dinamika psikologis adalah
BK juga menuturkan bahwa siswa yang sering
proses dan suasana internal individu dalam
mengalami masalah di sekolah lebih banyak
menghadapi
dan
mensolusi
konflik
yang
478 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
dicerminkan oleh pandangan, persepsi, sikap dan emosi serta perilakunya. Dalam kasus broken home,
secara
tidak
Target/Subjek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi subjek
langsung
dapat
adalah beusia remaja awal yaitu 13-16 tahun,
mempengaruhi dinamika psikologis
remaja,
siswa SMP Negeri 5 Sleman kelas VII, berlatar
seperti kepribadian, persepsi, sikap, emosi,
belakang
perilaku, reaksi frustasi, dan gejala kejiwaan
perceraian, perpisahan, pertengkaran, atau kedua
lainnya
orang tua pergi meninggalkan rumah serta
yang
dapat
mempengaruhi
perkembangannya.
keluarga
broken
home
karena
bersedia menjadi subyek penelitian.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kehidupan siswa
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan
korban broken home khususnya mengenai
Data
dinamika
psikologisnya
jika
dilihat
dari
Dalam penelitian ini yang menjadi alat
kronologi broken home, persepsi, perilaku,
adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan
kepribadian, reaksi frustasi dan coping yang
instrumen pendukung. Teknik pengumpulan data
dilakukan.
yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan
Penelitian ini menggunakan teknik analisis
kualitatif berjenis fenomenologi. Asmadi Alsa
alir model Miles & Huberman yang terdiri dari 3
(Iskandar,
langkah sebagai berikut:
2009:
52)
menuturkan
bahwa
fenomenologi menekankan pada aspek subjektif
1. Reduksi data
perilaku manusia, berusaha masuk di dalam
Kegiatan
yang
dilakukan
meliputi
dunia konseptual subyek agar dapat memahami
merangkum data, memilih, dan memfokuskan
bagaimana
pada informasi pokoknya.
dan
makna
apa
yang mereka
konstruksi di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
2. Display Data Setelah data direduksi, selanjutnya adalah mendisplay
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei -Juni 2016 dan pengolahan data dimulai dari
data.
Penyajian
data
dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif. 3. Kesimpulan/ verifikasi
bulan Juli-Agustus 2016. Proses pengumpulan
Pada tahap ini peneliti menverifikasi
data baik observasi dan wawancara dilakukan di
dengan mencari bukti-bukti yang valid dan
beberapa tempat di SMP Negeri 5 Sleman yaitu
konsisten
ruang BK, kelas, dan sekitar lapangan upacara.
kesimpulan yang diperoleh bersifat kredibel.
dari
data
lapangan
sehingga
Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 479
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki
1. Dinamika Psikologis Subyek AP
pilihan untuk bisa merasakan kebahagiaan di
Ketidakharmonisan
dalam
keluarga
dalam keluarga. Subyek AP memandang
(broken home) pada dasarnya memiliki
dirinya sebagai anak yang kurang beruntung
beberapa bentuk atau kriteria. William J.
yang tidak dapat merasakan kebahagiaan
Goode (Munandar Soelaeman, 2006: 119-
keluarganya. Hal inilah yang membuat AP
120) mengungkapkan ada beberapa bentuk
sering iri dan malu jika melihat keharmonisan
atau kriteria dari keretakan dalam keluarga
keluarga lain.
(broken home) di antaranya ketidaksahan, pembatalan, meninggalkan,
perpisahan keluarga
perceraian,
selaput
kosong,
Ketidakharmonisan dalam keluarga dapat pula mempengaruhi persepsi remaja terhadap keluarga.
Subyek
AP
memandang
ketiadaan seseorang dari pasangan karena hal
keluarganya sebagai tempat yang menakutkan
yang tidak diinginkan serta kegagalan peran
sebab sering diwarnai dengan pertengkaran
penting yang tidak diinginkan. Pada keluarga
dan
AP terjadi broken home dalam 2 bentuk yaitu
menyebabkan AP merasa tidak nyaman
bentuk perceraian pada pernikahan pertama
berada di rumah. Selama ini, subyek AP
yang disebabkan masalah ekonomi dan
memandang ibunya sebagai sosok ibu yang
bentuk perpisahan pada pernikahan kedua
menakutkan dan tidak adil karena sering
yang disebabkan oleh perselingkuhan. Sofyan
marah, pilih kasih dan tidak jarang melakukan
S. Willis (2011: 14-17) menuturkan ada tujuh
kekerasan fisik pada AP. Hal ini senada
faktor yang menjadi penyebab keluarga
dengan yang dikemukakan oleh Agoes Dariyo
mengalami broken yaitu kurang atau putusnya
(2008: 168-169) bahwa salah satu dampak
komunikasi
dari
egosentrisme
diantara
anggotanya,
masing-masing
sikap anggota
kemarahan
broken
traumatis
ibu
home
bagi
AP
adalah
sehingga
pengalaman
anak-anaknya
seperti
keluarga, permasalahan ekonomi keluarga,
pandangan negatif tentang pernikahan, orang
masalah kesibukan orang tua, pendidikan
tua dan bayang-bayang kekhawatiran pada
orang tua yang rendah, perselingkuhan serta
pernikahannya kelak. Masalah broken home
jauh dari nilai-nilai agama.
yang menimpa keluarga AP menyebabkan
Secara tidak langsung, kondisi keluarga
trauma pada diri AP. Subyek AP mengaku
yang tidak harmonis dapat mempengaruhi
takut dan khawatir jika keluarganya kelak
persepsi atau pandangan remaja terhadap diri
mengalami broken seperti keluarganya saat
sendiri maupun keluarga. Hasil penelitian
ini. Gosip-gosip yang beredar mengenai
Mellissa Ribka Santi, dkk (2015) menyatakan
kejelekan ibu AP dan stereotip tentang anak
bahwa remaja cenderung menilai diri mereka
korban broken home yang besar kemungkinan
sebagai korban dari ketidakharmonisan orang
mengalami
tua dan cenderung memiliki persepsi bahwa
broken
di
masa
depannya
480 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
menyebabkan AP semakin takut dan khawatir
Disamping itu, subyek AP pernah beberapa
terhadap pernikahannya kelak.
kali terlibat pertengkaran dengan teman
Keluarga sebagai tempat utama bagi
kelasnya bahkan AP sempat ingin memukul
perkembangan remaja sudah selayaknya dapat
temannya. AP mengaku bahwa dirinya adalah
memberikan kenyamanan pada diri remaja.
tipe orang yang sulit menahan emosi.
Bagi remaja korban broken home, keluarga
Syamsu Yusuf (2006: 44) menuturkan
bukan lagi tempat yang dapat menjanjikan
bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis,
kenyamanan pada diri remaja. Agoes Dariyo
tidak stabil, berantakan (broken home) dapat
(2004: 110) menuturkan bahwa hubungan
menyebabkan berkembangnya kepribadian
suami istri yang sering bertengkar dan tidak
yang tidak sehat pada remaja. Kepribadian
menemukan kedamaian rumah tangga dapat
yang dimaksudkan meliputi aspek emosi,
menyebabkan anak-anak cenderung tidak
tanggung jawab dan sosiabilitas remaja.
nyaman atau tidak betah di rumah. Subyek
Syamsu Yusuf (2006: 115) menuturkan
AP merasa tidak nyaman dan tidak betah di
bahwa emosi merupakan warna afektif yang
rumah karena suasana rumah yang tidak lagi
menyertai
menunjukkan ketenangan dimana ibu AP
individu. Subyek AP merasa kecewa dan
sering
sedih
marah-marah
dan
tidak
jarang
setiap
atas
keadaan
masalah
atau
yang
perilaku
menimpa
melakukan kekerasan fisik pada AP. Selama
keluarganya dan tidak jarang AP menangis
ini subyek AP berusaha memperlakukan
jika teringat dengan masalah keluarganya.
ibunya dengan baik. AP bersedia melakukan
Suasana rumah yang tidak harmonis dan
apa yang diperintahkan ibunya dan jarang
penuh konflik tidak berpengaruh terhadap
membantah
Meskipun
tanggung jawab subyek AP untuk belajar.
demikian, subyek AP pernah beberapa kali
Subyek AP tetap rajin belajar meskipun tidak
terlibat konflik dengan ibunya karena AP
ada yang mengingatkan atau mendampingi.
masih menuntut ibu AP untuk bercerai
Meskipun demikian subyek AP sering tidak
dengan ayah tirinya dan tidak jarang AP
dapat berkonsentrasi dalam belajar jika
memperoleh pukulan dari ibunya.
teringat
perintah
Disekolah, memperlakukan
ibunya.
subyek
AP
teman-temannya
berusaha dengan
baik. AP tidak keberatan membantu temanteman
yang
keluarganya
sehingga
subyek AP memilih untuk mengkatarsiskan perasaannya lewat diary. Salah satu tugas perkembangan masa
dalam
belajar,
remaja menurut Havighurst (Rita Eka Izzaty,
dijahili
namun
2008: 126) adalah mencapai hubungan baru
terkadang ada beberapa teman kelas yang
dan yang lebih matang dengan teman sebaya
memperlakukan AP dengan kurang baik. AP
baik pria maupun wanita. Subyek AP
sering diperintah-perintah oleh temannya
memiliki hubungan yang kurang baik dengan
untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok.
teman-temannya. Ada beberapa teman AP
membantu
kesulitan
masalah
teman
yang
Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 481
yang pergi menjauh setelah mengetahui latar
AP, orang tua dan guru dalam membantu
belakang
mengatasi masalah AP:
keluarga
AP
terutama
yang
memiliki rumah dekat dengan AP. Disamping
a. Subyek AP melakukan katarsis dengan
itu, ada beberapa teman AP yang mengolok-
menulis
olok dan menyindir masalah keluarga AP
perasaannya.
ketika di kelas. Di kelas, subyek AP menuturkan
tidak
ada
yang
bersedia
membantu AP ketika kesulitan belajar atau mengerjakan tugas. Di lingkungan keluarga,
diary
untuk
meluapkan
b. Belum ada usaha atau tindakan dari orang tua atau keluarga AP untuk membantu AP menyelesaikan masalahnya. c. Belum ada tindakan dari guru BK dalam
AP jarang berkomunikasi dengan keluarganya
membantu
karena sikap ibu AP yang cenderung acuh
masalahnya. Hal ini disebabkan subyek AP
pada AP.
tidak berusaha mencari bantuan pada guru
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 135)
subyek
AP
BK dalam membantu masalahnya. Subyek
menuturkan bahwa pada masa remaja terjadi
AP
ketegangan emosi yang unik yang ditandai
mengkatarsiskan
dengan keadaan emosi yang tidak menentu,
menulis
tidak stabil dan meledak-ledak. Meningkatnya
masalahnya pada guru BK.
kepekaan emosi pada remaja tidak jarang
menyelesaikan
mengaku
diary
lebih
puas
dengan
perasaannya
dengan
daripada
menceritakan
2. Dinamika Psikologis Subyek HR
menimbulkan berbagai bentuk reaksi salah
Bentuk broken home yang terjadi pada
satunya adalah reaksi terhadap frustasi.
keluarga HR adalah kedua orang tua pergi
Adapun bentuk-bentuk reaksi frustasi yang
meninggalkan
ditunjukkan AP adalah agresi, withdrawl, dan
meninggalkan rumah ketika HR masih bayi
kompensasi. Subyek AP mengaku pernah
sedangkan ibu HR pergi ketika HR kelas 3
memukul tembok hingga tangannya terluka
SD. Adapun penyebab ayah AP pergi
setelah bertengkar dengan ibunya dan sering
meninggalkan
membayangkan keluarganya kembali rukun
secara pasti, sebab HR masih kecil sehingga
seperti sebelumnya ketika ayah dan ibunya
tidak dapat mengingatnya. Penyebab ibu HR
belum bercerai. Selain itu, subyek AP sering
pergi
melampiaskan kekecewaan dan kesedihan
dengan suami orang dan memutuskan untuk
atas keluarganya dengan jalan-jalan naik
pergi meningalkan keluarganya.
motor, badminton, volly dan menulis diary.
HR.
Ayah
keluarga
HR
belum
pergi
diketahui
adalah karena ibu HR berselingkuh
Secara tidak langsung, kondisi keluarga
Setiap individu pada dasarnya memiliki
yang tidak harmonis dapat mempengaruhi
cara atau strategi sendiri (coping) dalam
persepsi atau pandangan remaja terhadap diri
mengatasi masalahya termasuk remaja korban
sendiri
broken home. Beerikut ini adalah coping dari
memandang dirinya sebagai korban dari
maupun
keluarga.
Subyek
HR
keegoisan kedua orang tuanya. HR merasa
482 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
dirinya seperti anak yatim piatu yang tidak
sehingga HR tidak pernah terlibat konflik
dapat merasakan kasih sayang dan kehadiran
dengan teman-temannya.
kedua orang tuanya dalam hidupnya. Agoes
Syamsu Yusuf (2006: 44) menuturkan
Dariyo (2008: 168-169) menuturkan bahwa
bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis,
salah satu dampak dari broken home adalah
tidak stabil, berantakan (broken home) dapat
pengalaman traumatis bagi anak-anaknya
menyebabkan berkembangnya kepribadian
seperti pandangan negatif tentang pernikahan,
yang tidak sehat pada remaja. Subyek HR
orang tua dan bayang-bayang kekhawatiran
mengalami kondisi emosi yang tidak stabil
pada pernikahannya kelak. Selama ini HR
ditandai
menganggap
telah
berlebihan, perasaan kecewa bahkan HR
mengecewakannya sehingga membuat HR
sering menangis jika teringat ibunya. Kondisi
benci.
emosi
keluarganya
Subyek
HR
memandang
ibunya
dengan
yang
perasaan
tidak
stabil
sedih
yang
seperti
ini
sebagai orang yang tidak memiliki belas kasih
menyebabkan HR kesulitan berkonsentrasi
karena telah tega meninggalkan HR dan
jika teringat ibunya. Di sekolah, subyek HR
neneknya demi laki-laki lain. HR mengaku
memiliki sosiabilitas yang cukup baik. Hal ini
khawatir
kelak
disebabkan sebagian besar teman-teman kelas
meninggalkannya seperti ayah kandungnya
merasa kasihan pada HR. Di rumah, HR
serta trauma akan perselingkuhan.
memiliki sosiabilitas yang kurang baik karena
jika
Kondisi
suaminya
keluarga
yang
tidak
HR
cenderung
menunjukkan kebersamaan karena ketiadaan
sehingga
sosok
keluarganya.
orang
tua
dalam
rumah
dapat
menyebabkan remaja tidak nyaman berada di
jarang
Subyek
HR
dan
introvert
berkomunikasi
menunjukkan
beberapa
reaksi
subyek
sehingga
keluarganya yaitu dalam bentuk withdrawl
menyebabkan HR tidak nyaman ketika di
dan kompensasi. Subyek HR sering menarik
rumah.
HR
dirinya dalam lamunan atau membayangkan
memperlakukan keluarganya dengan sopan,
masa-masa ketika HR masih bersama dengan
penurut
membantah
ibunya. Kompensasi yang sering dilakukan
sehingga HR tidak pernah terlibat konflik atau
subyek HR adalah dengan menulis diary,
pertengkaran dengan nenek atau keluarga bu
jalan-jalan ke sawah atau sungai maupun
dhenya. Di lingkungan sekolah, hampir
curhat pada teman. Kedua reaksi tersebut
sebagian
muncul sebagai upaya subyek HR dalam
merasa
Selama
dan
besar
kesepian
ini
tidak
subyek
pernah
teman-teman
kelas
HR
mengetahui kondisi keluarga HR. Meskipun
frustasi
dengan
rumah. Sejak ibu HR meninggalkan rumah, HR
terhadap
pendiam
akibat
masalah
mengatasi kerinduan terhadap ibunya.
demikian, HR merasa nyaman dan tetap
Setiap individu pada dasarnya memiliki
memperlakukan teman-temannya dengan baik
cara atau strategi sendiri (coping) dalam mengatasi masalahya termasuk remaja korban
Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 483
broken home. Berikut ini adalah coping yang
mengaku ayahnya adalah sosok oarang yang
dilakukan subyek HR, orang tua dan guru
kasar, pemarah dan BT pernah di pukul oleh
dalam membantu HR mengatasi masalahnya:
ayahnya. Meskipun demikan kondisi keluarga
a. HR lebih memilih diam dan terkadang
yang
melakukan katarsis dengan menulis diary. b. Belum ada usaha atau tindakan dari keluarga
HR
untuk
membantu
HR
menyelesaikan masalahnya.
tidak
harmonis
tersebut
tidak
yang
tidak
menyebabkan BT trauma. Kondisi
keluarga
menunjukkan keutuhan
karena ketiadaan
sosok ayah dalam keluarga menyebabkan
c. Guru BK memberikan beberapa kali
subyek BT merasa kesepian dan tidak nyaman
bimbingan dan konseling individual pada
berada di rumah. Selama ini subyek BT
subyek
HR
dengan
memberikan
memperlakukan ibunya dengan sedikit kasar,
motivasi,
mencarikan
jarang nurut jika diperintah dan beberapa kali
beasiswa, dan terkadang memberi uang
terlibat pertengkaran dengan keluarganya.
saku pada HR.
Berbeda dengan ayahnya, subyek BT justru
pencerahan,
3. Dinamika Psikologis Subyek BT
memperlakukan ayahnya dengan baik karena
Bentuk broken home yang terjadi pada
takut.
Hal
ini
sesuai
dengan
hasil
keluarga BT adalah perpisahan dimana ayah
penyelidikan Buhrmester, dkk tahun 1992
BT memutuskan untuk pergi dari rumah
(Santrock, 2003: 6) yang menyimpulkan
setelah terjadi konflik dalam keluarga. Ada
bahwa anak laki-laki memperlihatkan perilaku
beberapa hal yang menyebabkan ayah BT
yang lebih negatif terhadap ibunya daripada
memutuskan untuk pergi dari rumah yaitu
terhadap ayahnya. Di sekolah, BT merasa
pertengkaran antara ayah BT dengan kakak
nyaman dengan teman-teman sebab teman-
BT yang sering tidak pulang, pertengkaran
teman BT memperlakukakan BT dengan baik
antara ayah BT dengan ibu BT karena sering
dan sebaliknya subyek BT memperlakukan
membela kakak BT serta kesalahpahaman
teman-temannya dengan baik pula. Hal ini
antara ayah BT dengan pak dhe BT.
dibuktikan dengan seringnya subyek BT
Secara tidak langsung, kondisi keluarga
mengajak
teman-temannya
bermain,
yang tidak harmonis dapat mempengaruhi
menyanyi atau bercandaan ketika di kelas.
persepsi atau pandangan remaja terhadap diri
Meskipun demikan pernah terlibat konflik
sendiri
dengan salah satu temannya ketika semester
maupun
keluarga.
Subyek
BT
menganggap dirinya nakal karena sering membolos sekolah sejak kepergian ayahnya karena
sering
membolos
sekolah.
satu. Syamsu Yusuf (2006: 44) menuturkan
BT
bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis,
memandang ibunya sebagai sosok ibu yang
tidak stabil, berantakan (broken home) dapat
perhatian meskipun sering bertengkar dengan
menyebabkan berkembangnya kepribadian
ayahnya. Berbeda dengan ayahnya, BT
yang tidak sehat pada remaja. Subyek BT
484 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
mengaku sedih, kecewa dan marah setiap
pernah
teringat pertengkaran kedua orang tuanya.
keluarganya. Kompensasi yang dilakukan BT
Sejak kepergian ayah BT dari rumah, BT
adalah bermani PS dan bermain sepak bola
menjadi anak yang pemalas terutama dalam
bersama
hal belajar sehingga BT sering mengalami
melampiaskan
kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas
keluarganya.
sekolah. Kurangnya pendampingan orang tua di
rumah
juga
dapat
menjadi
dilakukan
bersama
dengan
teman-temannya frustasi
untuk
akibat
masalah
Setiap individu pada dasarnya memiliki
pemicu
cara atau strategi sendiri (coping) dalam
kemalasan BT untuk belajar. Kesibukan
mengatasi masalahya termasuk remaja korban
pekerjaan yang dimiliki ibu BT menyebabkan
broken home. Berikut ini adalah coping yang
intensitas waktu bertemu terbatas sehingga
dilakukan subyek BT, orang tua dan guru
sulit untuk mengendalikan perilaku malas
dalam membantu BT mengatasi masalahnya:
subyek BT. Di sekolah, subyek BT memiliki
a. BT lebih memilih diam dan tidak ingin
sosiabilitas yang cukup baik. Subyek BT
menceritakan masalahnya pada orang lain.
mengaku tidak ada teman yang mengetahui
b. Ibu BT telah meminta bantuan guru BK
latar belakang keluarganya sehingga tidak
untuk menangani perilaku bolos yang
mempengaruhi hubungannya dengan teman-
sering di lakukan subyek BT.
temannya. Meskipun demikian BT sering disindir
oleh
perilakunya
teman-temannya
kerena
yang sering bolos
sekolah.
c. Guru
BK
memberikan
pengarahan,
motivasi dan bimbingan agar subyek BT tidak
mengulangi
perilaku
bolosnya.
Berbeda ketika di rumah, subyek BT justru
Disamping itu, subyek BT beberapa kali
jarang berkomunikasi dengan ibunya karena
dipanggil oleh BK karena sering membuat
ibu BT sibuk bekerja sehingga BT lebih
gaduh kelas.
banyak
menghabiskan
waktunya
dengan
kekek dan neneknya ketika di rumah.
SIMPULAN DAN SARAN
Pada dasarnya setiap individu mereaksi setiap masalah yang dihadapinya dengan
Simpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
caranya masing-masing termasuk remaja.
disimpulkan bahwa ketiga subyek korban broken
Beberapa bentuk reaksi yang ditunjukkan BT
home AP, HR dan BT mengalami dinamika
dalam menghadapai masalah keluarganya
psikologis yang berbeda-beda.
yaitu agresi, withdrawl dan kompensasi. BT
1. Terjadi perceraian dan perpisahan pada
sering terlibat pertengkaran dengan ibunya
keluarga AP karena masalah ekonomi dan
jika keinginannya tidak segera dituruti.
perselingkuhan.
Withdrawl
menyebabkan
yang
dilakukan
BT
adalah
Peristiwa AP
berpandangan
tersebut buruk
melamun atau membayangkan keluarganya
mengenai diri sendiri, keluarga, orang tua dan
kembali rukun serta mengenang hal-hal yang
trauma akan pernikahan. AP sering merasa
Dinamika Psikologis Siswa.... (Pangestu Tri Wulan Ndari) 485
sedih dan kecewa sehingga mengganggu
Saran
aktifitas belajarnya serta menunjukkan reaksi
Berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian,
agresi, withdrawl, dan kompensasi. Coping
maka peneliti dapat memberikan saran-saran
yang dilakukan AP adalah melakukan katarsis
sebagai berikut:
dengan menulis diary dan belum ada tindakan
1. Bagi Subyek Korban Broken Home
dari orang tua atau guru BK dalam membantu AP.
a. Subyek AP, HR, dan BT hendaknya lebih membuka diri dan bersedia menceritakan
2. Terjadi broken home dalam bentuk orang tua
masalahnya kepada keluarga, teman atau
meninggalkan HR karena perselingkuhan.
guru sehingga dapat segera dicari jalan
Broken
keluar
home
menyebabkan
HR
berpandangan buruk terhadap diri sendiri,
atas
masalah
keluarga
yang
dihadapinya.
keluarga, orang tua dan menyebabkan trauma
b. Subyek AP dan BT hendaknya berlatih
perselingkuhan. HR sering merasa sedih,
mengelola emosi dan menghindari perilaku
kecewa
agresif dalam menghadapi masalah.
dan
sering
menangis
sehingga
mengganggu
aktifitas
belajarnya
serta
menunjukkan
reaksi
withdrawl
dan
kompensasi. Coping yang dilakukan HR
2. Bagi Orang Tua atau Keluarga Siswa Korban Broken Home a. Ibu
AP
hendaknya
adalah dengan melakukan katarsis dengan
kekerasan
menulis diary dan belum ada tindakan dari
hubungan dengan AP.
keluarga, namun guru BK telah memberikan beberapa konseling pada HR. 3. Orang tua BT memutuskan berpisah akibat kesalahpahaman dan pertengkaran anggota
b. Keluarga
dan
HR
tidak
memakai
meningkatkan
hendaknya
kualitas
responsif
terhadap masalah yang dihadapi subyek HR mengingat kepribadian subyek HR yang cenderung pendiam dan tertutup.
keluarga. Peristiwa tersebut menyebabkan BT
c. Ibu BT hendaknya lebih tegas dalam
berpandangan buruk mengenai diri, keluarga,
mendidik BT dan melakukan kerjasama
orang tua serta perilaku kasar terhadap
dengan anggota keluarga lain
ibunya. BT merasa sedih, kecewa, dan marah
memantau perkembangan BT.
sehingga menyebabkan BT malas belajar serta
dalam
3. Bagi Teman-Teman Korban Broken Home
menunjukkan reaksi agresi, withdrawl, dan
a. Teman-teman
kompensasi. Sejauh ini BT memilih diam,
berempati
namun ibu BT telah meminta bantuan BK
subyek AP di antara teman-teman lainnya.
dalam menangani BT sedangkan guru BK
dan
b. Teman-teman
AP tidak
HR
hendaknya
lebih
mendiskriminasi
hendaknya
lebih
telah memberikan konseling dan motivasi
memberikan dukungan pada HR agar lebih
pada BT.
mampu menghadapi masalahnya. c. Teman-teman
BT
hendaknya
tetap
memperlakukan BT dengan baik serta
486 E-Journal Bimbingan dan Konseling Edisi 11 Tahun Ke-5 2016
menciptakan
kenyamanan
kelas
pada Keluarga Broken Home di Kelurahan Karombasan Selatan Kecamatan Wanea Kota Manado. Ejournal Acta Diurn (Vol. IV, No. 4).
agar
subyek BT mengurangi intensitas perilaku bolosnya. 4. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling a. Guru BK sebaiknya lebih memantau hubungan sosial AP dan memberikan
Muklhis Aziz. (2015). Perilaku Sosial Anak Remaja Korban Broken Home dalam Berbagai Perspektif. Jurnal AlIjtimaiyyah (Vol. 1, No. 1 Januari-Juni).
konseling mengingat AP adalah korban dari ketidakharmonisan keluarga sekaligus korban dari kekerasan dari ibunya. b. Guru BK hendaknya melakukan kerjasama dengan keluarga HR untuk membantu HR mengaadapi masalahnya. c. Guru BK hendaknya melakukan konseling secara mendalam pada BT terkait perilaku bolos serta menjalin kerjasama dengan orang tua BT. DAFTAR PUSTAKA Agoes Dariyo. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia. __________. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Baiquni.
(2016). Pusbalitbang Kehidupan Keagamaan Kemeneg Mendapat Temuan Kasus Perceraian 2010-2015 Meningkat Sebanyak 59-80 Persen. Diakses dari http://www.dream.co.id/news/angkaperceraian-meningkat-lima-tahunterakhir-1601200.html, pada 8 Maret 2016, pukul 09.00.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta. Erlangga. Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada (GP Press). Melissa
Ribka Santi, dkk. (2015). Pola Komunikasi Anak-Anak Delinkuen
Munandar Soeleman. (2006). Ilmu Sosial Dasar (Teori dan Konsep Ilmu Sosial). Bandung: PT Refika Aditama. Refia Juniarti Hendrastin & Budi Purwoko. (2014). Studi Kasus Dinamika Psikologis Konflik Interpersonal Siswa Merujuk Teori Segitiga ABC Galtung dan Kecenderungan Penyelesaiannnya pada Siswa Kelas XII Jurusan Multimedia (MM) di SMK Mahardhika Surabaya. Jurnal BK UNESA (Vol 04, No. 02). Hlm 364-374. Rima Sekarani. (2015). Perceraian Sleman, Ini Gambaran, Alasan dan Pencegahannya, diakses dari http://www.harianjogja.com/baca/2015/ 02/05/perceraian-sleman-ini-gambaranalasan-pencegahannya 574574, pada 8 Maret 2016, pukul 09.15 WIB. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Santrock, John W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga. Save
Degun. (2002). Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sofyan S. Willis. (2011). Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta. Syamsu Yusuf. (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.