DINAMIKA DAN PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH 10 TAHUN TERAKHIR Oleh Samsul Hidayat, M.Ed (Widyaiswara Madya BKD & DIKLAT Provinsi NTB)
ABSTRAKSI
Otonomi
daerah
digulirkan
untuk
memastikan
bahwa
penyelenggaraan
pemerintahan bersifat kontekstual, sesuai dengan variasi lokal. Keberhasilan kebijakan otonomi daerah, pada gilirannya, tidak cukup diukur dari sejauh mana ketentuan perundang-undangan,
peraturan-peraturan
terimplementasikan.
sejauhmana
penyelenggaraan pemerintahan bersifat kontekstual, artinya, sejauh mana pemerintahan setempat: (a) hirau (concern) terhadap masib penduduk, (b) adaptif dengan perkembangan global, (c) memfasilitasi perkembangan penduduk dln segala sector dan sebagainya. Setiap daerah harus kreatif dalam menangani sumber daya yang dimilikinya. Secara tidak langsung, otonomi daerah bisa menjadi salah satu alat mengatasi krisis. Peran serta aktif masyarakat dalam proses-proses pengambilan kebijakan pemerintahan, sangat diperlukan. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah memasuki tahun yang ke 10 ternyata belum menghasilkan peningkatan kesejahteraan
yang
signifikan. Hal ini disebabkab oleh keterbatasan dan kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah. Untuk mencapai tujuan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah pusat harus melakukan evaluasi mendasar dalam menstimulasi
pertumbuhan dan kemajuan
sektor sektor di daerah daerah.
KATA KUNCI : Dinamika, permasalahan, otonomi, Daerah 1
LATAR BELAKANG Beberapa waktu tahun belakangan ini semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai kalangan, baik pemerintah, LSM, kalangan praktisi, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masyarakat awam. Semua pihak berbicara dan memberikan komentar tentang Otonomi Daerah menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap otonomi daerah sangat disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan. Sebenarnya otonomi daerah bukanlah suatu hal ysng baru karena semenjak berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintah/kerajaan. Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan otonomi daerah. UU nomor 1 tahun 1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga yang sifatnya formil. UU 22 tahun 1948 memberikan hak otonomi dan medebewin yang seluas-luasnya kepada daerah. Selanjutnya UU nomor 1 tahun 1957 menganut sistem otonomi riil yang seluasluasnya. Kemudian UU nomor 5 tahun 1974 menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab. Sedangkan UU 22 tahun 1999 menganut prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah yang dilaksanakan saat ini adalah otonomi yang berdasarkan undang Undang nomor 32 tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008.
Menurut Undang –Undang ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah
2
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi – fungsi Pemerintahan Daerah yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintahan Daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ). Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah dengan mengacu kepada Undang – Undang. Dengan telah diundangkannya UU Pemerintahan Daerah telah terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan Pemerintahan Daerah di Indonesia. Sebagai konsekwensi logis adalah perlunya dilakukan penataan terhadap berbagai elemen yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah sebagai gambaran dari otonomi daerah. Secara teoritis ada enam elemen utama yang membentuk Pemerintahan Daerah yaitu a) adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, b) adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang diserahkan kepada Daerah, c) adanya personil yakni pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga Daerah yang bersangkutan, d) adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi Daerah, e) adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari
wakil-wakil
rakyat
yang
telah
mendapatkan
legitimasi
untuk
memimpin
penyelenggaraan pemerintahan daerah, f) adanya manajemen pelayanan umum ( public services ) agar dapat berjalan secara efisien, efektif, ekonomis dan akuntable. Keenam elemen diatas secara integrated merupakan suatu sistem yang membentuk Pemerintahan Daerah. Untuk itu maka penataan Pemerintah Daerah akan
3
selalu berkaitan dengan penataan ke enam elemen di atas. Penataaan haruslah bersifat terpadu dan menyeluruh.
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH Arti kata otonomi berasal dari Outo = sendiri, Nomes = pemerintahan. Otonomi menurut Amrah muslimin, berarti pemerintahan sendiri. Menurut Bagir Manan Otonomi itu berarti kemandirian, yang mengandung arti kemandirian dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya. Menurut H. Syaukani,HR, Otonomi yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya yang berarti kata kunci dari otonomi daerah adalah kewenangan, seberapa besarkah kewenangan yang dimiliki oleh daerah dalam menginisiatifkan kebijaksanaan, mengimplementasikannya dan memobilisasi dukungan sumber daya untuk kepentingan implementasi. Otonomi bukan merupakan hak akan tetapi lebih merupakan kewajiban bagi daerah. Otonomi Daerah merupakan hal yang hidup dan berkembang sepanjang masa sesuai dengan mengatakan
kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Selanjutnya Syaukani,HR
penyelenggaraan
azas
desentralisasi
menghasilkan
daerah
otonomi,
sedangkan urusan yang diserahkan kepada daerah otonomi yang menjadi hak dan wwewenangnya disebut Otonomi Daerah atau otonomi
TUJUAN OTONOMI DAERAH Pada dasarnya, tujuan utama desentralisasi adalah agar Pemerintahan dapat dilaksanakan secara efektif pada semua aspek pemerintahan. Adalah mustahil untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah dan melaksanakannya secara efektif tanpa bantuan dari unit-unit pemerintahan yang ada di daerah. Pemerintah pusat saja tidak akan mampu mengerti semua permasalahan yang ada di daerah-daerah yang 4
mengandung muatan lokal yang berbeda satu dengan lainnya. Semua ini untuk mencapai tujuan seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Pemerintahan Daerah dalam delapan tahun terakhir
PENGERTIAN DESENTRALISASI Desentralisasi menurut Riant Nugroho M adalah praktik yang telah mendunia. Desentralisasi merupakan bagian dari strategy setiap instansi yang berkehendak untuk tidak mati dalam persaingan global. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah Pusat kepada Daerah Otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi juga berarti pembagian negara kedalam wilayah-wilayah yang lebih kecil dan penciptaan lembaga–lembaga baik yang bersifat politis maupun administratif di wilayah-wilayah. Sering ditemui adanya kebijaksanaan desentralisasi yang relatif seragam dalam negara kesatuan yang terbentuk dalam propinsi-propinsi, distrik dan daerah-daerah yang lebih kecil. Sedangkan dalam Negara federal bentuk-bentuk desentralisasi berbeda antar negara bagian, tergantung dari kebijaksanaan politik yang diambil di negara bagian yang bersangkutan. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari Negara. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah. Perangkat Daerah adalah organisasi/ lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah yang terdiri dari, Sekretaris Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan kebutuhan. Desentralisasi secara luas diharapkan dapat mengurangi kepadatan beban kerja di pemerintah pusat. Program desentralisasikan diharapkan keterlambatan-keterlambatan 5
dapat dikurangi. Juga dengan desentralisasi akan meningkatkan pemerintah menjadi lebih tanggap pada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan pemerintah pada
rakyatnya.
Desentralisasi sering juga dimaksudkan sebagai cara untuk mengelola pembangunan ekonomi nasional secara lebih efektif dan efisien Desentralisasi juga dapat dipakai sebagai alat untuk memobilisasi dukungan terhadap kebijaksanaan pembangunan nasional dengan menginformasikannya kepada masyarakat daerah untuk menggalang partisipasi di dalam perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di daerah. Partisipasi lokal dapat digalang melalui keterlibatan dari berbagai kepentingan seperti kepentingan-kepentingan politik, agama, suku, kelompokkelompok profesi, di dalam proses pembuatan kebijaksanaan pembangunan. Dengan demikian
desentralisasi
sering
dianggap
sebagai
jawaban
atas
kecenderungan-
kecenderungan primodialisme yang disebabkan oleh rasa kesukuan, kedaerahan, bahasa, agama dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
PRINSIP-PRINSIP OTONOMI DAERAH Prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali
kewenangan di bidang polotik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain ditetapkan dengan peraturan daerah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah berupa
6
perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekwensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang
semakin
baik, pengembangan
kehidupan
demokrasi,
keadilan,
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
2004
adalah
memperhatikan
1)
aspek
Penyelenggaraan demokrasi,
otonomi
keadilan,
daerah
pemerataan
dilaksanakan serta
dengan
potensi
dan
keanekaragaman daerah, 2) pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab, 3) pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan Kota, 4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antara daerah, 5) Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah otonom dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif, 6) pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah, 7) pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah, 8) pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang mengaskannya
7
IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH Untuk dapat mewujudkan otonomi bagi daerah agar memiliki keleluasaan dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah, Agus Syamsuddin mengatakan bahwa dalam pemerintahan perlu 1) self Regulating Power yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah demi kesejahteraan masyarakat, 2) Self modifying power yaitu kemampuan melakukan penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan kondisi daerah, 3) Local Political support, yaitu menyelenggarakan pemerintahan daerah yang mempunyai legitimasi luas dari masyarakat, baik pada posisi Kepala Daerah (eksekutif maupun unsur legislatif (DPRD). Dukungan local ini akan menjamin
efektivitas
penyelenggaraan
pemerintahan,
4)Financial
recources
yaitu
mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber sumber penghasilan dan keuangan yang memadai untuk membiiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, 5) Developing Brain Power yaitu membangun sumberdaya aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang bertumpu pada kababilitas intelektual dalam menyelesaikan berbagai masalah. Pemerintah
daerah
dalam
penyelenggaraan
otonomi
daerah,
perlu
memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah harus mampu
menjamin hubungan yang serasi antar daerah
dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan negara, dalam mewujudkan tujuan negara.
8
Pada sisi lain adanya pemerintah daerah akan bermanfaat sebagai sarana pendidikan politik baik bagi masyarakat pemilih maupun bagi wakil-wakil mereka yang ada di
pemerintahan
dalam
usaha
membangun
demokrasi
ditingkat
daerah.
Suatu
pemerintahan daerah yang representatif, mengandung nilai - nilai demokrasi di dalamnya yaitu kemerdekaan, persamaan, kemasyarakatan, tanggung jawab politis, dan partisipasi. Terkandung juga adanya harapan bahwa pemerintah daerah akan mendukung terwujudnya kelembagaan-kelembagaan nasional yang demokratis. Peranan rakyat daerah perlu dilepaskan dari dominasi kelompok elite daerah atau paksaan akan konsensus untuk mengarah kepada dinamika masyarakat yang demokratis didalam pembuatan keputusankeputusan pembangunan.
Dalam implementasi otda, Presiden Sby menyatakan bahwa otonomi daerah harus membawa manfaat bagi masyarakat di daerah daerah. Kita mempunyai keinginan untuk melakukan percepatan pembangunan nasional dengan pelaksanaan otonomi daerah yang pada akhirnya membawa manfaat bagi masyarakat. Selanjunya dia mengatakan bahwa otonomi daerah yang sudah berlangsung selama lebih dari 8 tahun dari waktu ke waktu harus selalu dievaluasi agar pelaksanaannya semakin baik dalam otonomi daerah, dan diharapkan pemerintah daerah menjadi lebih dekat dengan masyarakat, sehingga harus ada perbaikan pelayanan terhadap masyarakat. Presiden meminta agar semua kepala daerah baik di provinsi, kabupaten dan kota harus memiliki kepekaan dan kemampuan menangkap peluang ekonomi bagi daerahnya dengan lebih baik. Kepala daerah tidak hanya berfungsi sebagai administrator, namun juga harus mampu bertindak sebagai motivator dengan tetap harus dapat bertanggung jawab dan akuntabel kepada masyarakat,” tegasnya.
9
Beberapa kriteria yang dinyatakan Trilaksono Nugroho dalam format design otonomi daerah berupa: :1)Demokrasi akan berjalan secara lebih transparan dan penuh keterbukaan dalam pengambilan keputusan, 2) kemandirian daerah dalam mengelola rumah tangga akan terwujud sehingga mampu menghadapi tantangan,hambatan gangguan dan ancaman, 3) Terwujudnya efesiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat memberdayakan kemampuan pemerintah, 4) Pelimpahan wewenang kepada daerah diberikan secara luas dalam bingkai NKRI, dalam hal ini distribusi kewenangan yang jelas kepada daerah, 5) Pelimpahan wewenang harus terwujud dengan adanya pendekatan pengambilan keputusan atas suatu kegiatan pemerintahan di Kabupaten/Kota terutama dalam proses proses pemberian perijinan perijinan yang mendorong terwujudnya iklim investasi yang kompetitif.
PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 23 tahun 2004, yang baru berjalan 4 tahun, berbagai permasalahan yang timbul seharusnya dapat dimaklumi karena masih dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah Jadi bukan pada tempatnya jika kita langsung mengkambinghitamkan bahkan memvonis bahwa UU tersebut keliru.
Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan kelemahan yang
10
dimiliki oleh Undang Undang tersebut, sehingga perlu dilakukannya revisi terhadap Undang Undang tersebut.
Sebelum reformasi, aspek pelayanan terasa adanya kelemahan dalam hal akuntabilitas dari pemda kepada masyarakat, dalam menyediakan pelayanan. Indikator yang paling jelas adalah jauhnya kualitas pelayanan dari standar yang umum dan berlaku universal yaitu pelayanan yang faster, better dan cheaper. Secara empirik terasa pelayanan secara umumnya masih lamban dan terlalu biroktaris, kurang responsif karena aparat masih memposisikan diri sebagai patron dan masyarakat hanya sebagai client dan bukan citizen.
Dari aspek biaya seringkali ditemui bahwa biaya yang senyatannya
dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh suatu layanan tertentu jauh melampaui biaya yang seharusnya menurut penetapan dalam Perda.
Di tengah krisis multidimensi yang mendera sejak 1997, pada tahun 2001 pemerintah memberlakukan otonomi daerah. Ide utama otonomi daerah menurut arsiteknya, Ryaas Rasyid, daerah harus kreatif dalam menangani sumber daya yang dimilikinya. Dengan kreativitas, Ryaas pernah mengemukakan, daerah kering seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur bukan tidak mungkin akan mengungguli Provinsi Riau. Secara tidak langsung, otonomi daerah bisa menjadi salah satu alat mengatasi krisis.
Namun, selama delapan tahun terakhir, otonomi daerah ternyata hanya menghasilkan elitisme. Otonomi daerah gagal membangun akuntabilitas keterwakilan dan mandatnya, baik dalam hubungan pusat daerah maupun pengelolaan daerah. Terjadi perubahan konteks, tetapi ada kesinambungan perilaku. Ada perubahan prosedural, tetapi terjadi kesinambungan substansi. Ada perubahan rezim, tetapi terjadi kesinambungan elite. Akibatnya,
pemerintah
pusat
maupun
daerah
sama-sama
belum
siap
untuk
berdesentralisasi dan berotonomi daerah. Pemerintah pusat belum siap melepas 11
kewenangannya di daerah, sementara pemerintah daerah belum bisa melaksanakan kewenangan luas yang diberikan kepadanya. Kita terjebak dalam "otonomi setengah hati" dan (sebaliknya) "otonomi kebablasan".
Ketidakjelasan akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat setempat, yang membuat bentuk-bentuk tanggung jawab kepala daerah ke publik pun menjadi belum jelas. Karena posisi masyarakat dalam proses penegakan prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, belum jelas, publik tidak pernah tahu bagaimana kinerja birokrasi di daerah, Andrinof berharap dalam amandemen UU Pemerintahan daerah nantinya dicantumkan distribusi hak dan kewajiban anggota Dewan, sama besarnya
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, semula diharapkan mampu antara lain mewujudkan suatu tatanan sistem pemerintahan daerah yang lebih demokratis, mempercepat tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta meningkatkan kapasitas publik. Namun, realitasnya lain. Itu terjadi karena perilaku para elite penyelenggara pemerintahan daerah masih tetap dalam bingkai paradigma lama, paradigma rezim Orde Baru. Terjadi kesenjangan besar antara perubahan pada tataran konseptual dengan perubahan pada tingkat pemahaman dan perilaku penyelenggara pemerintahan daerah. Dominasi elite tetap ada, jauh dari cita- cita negara demokrasi, sedangkan dominasi negara terhadap rakyat tetap eksis.
Agenda reformasi telah mendorong pemerintah membuka keran partisipasi masyarakat agar tidak dicap "'tidak reformis". Namun, yang siap baru pada tataran elite masyarakat. Belum pada tataran civil society. Maka, yang terjadi adalah interaksi antara elite penguasa dan elite masyarakat. Proses politik lebih merupakan persekongkolan antar mereka. Dalam kondisi seperti inilah format desentralisasi dan otonomi daerah muncul.
12
Kondisi itu tercermin dalam isu etnisitas, putra asli daerah. Isu itu lalu dijadikan alat oleh pemerintah pusat untuk melakukan revisi UU No 32/2004.
Di sisi lain Hamidy Harahap mengatakan bahwa tribalisme dapat juga mengesampingkan semangat nasionalisme (Tribalism may replace nationalism), karena semangat tribal yang menggebu-gebu. Otonomi daerah seyogianya merupakan bagian dari semangat ke-bhineka tunggal ika-an itu. Tetapi kenyataan menunjukkan betapa gerakan kedaerahan di negeri kita senantiasa bermuatan semangat tribalisme. Di lain pihak Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun dst. Pasal ini tampaknya telah menjadi senjata ampuh untuk memutasikan orang-orang yang berasal dari luar daerah yang bersangkutan. Orang dengan mudah dapat menunjukkan contoh-contoh kejadian serupa itu di tingkat propinsi antar kelompok etnis. Bahkan yang lebih tajam lagi semangat tribalisme dapat terjadi di kalangan antar kelompok masyarakat dalam satu kabupaten.I nilah sisi lain otonomi daerah, yaitu legitimasi tribalisme yang berpotensi menimbulkan ancaman bagi semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Salah satu keunggulan dari UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah
pelaksanaan
pemilihan
kepada
daerah
secara
langsung,
tetapi
dalam
pelaksanaannya masih muncul sejumlah persoalan. Dengan pilkada langsung diharapkan akan terbentuk pemerintahan bersih (good governance), lebih responsif (tanggap), lebih akuntabel, lebih transparan, dan sebagainya. Hal-hal itu baru bisa tercapai jika kita sudah berada pada suasana substantive democracy. Demokrasi tidak hanya dalam bentuk lembaga saja, tetapi sudah sampai pada perilaku demokrasi yang ditunjukkan oleh para pelakunya.
13
Dengan pemilihan secara langung, di daerah muncul pemerintah bayangan. Ada kelompok semacam pemerintah bayangan, yang disebut staf khusus gubernur. Di kelompok ini berkumpul mantan-mantan tim sukses gubernur, tim ahli gubernur saat pilkada. Mereka ini berkuasa dan dapat menentukan siapa harus menjabat apa dan siapa mendapat kado dan proyek. Dalam konteks ini, proses pengambilan keputusan terakhir bukan semata-mata di kantor gubernur, bukan pula di kantor DPRD. DPRD menjadi lembaga formalitas. Di daerah, kekuatan informal itu berada di tubuh DPRD, dan justru di tangan merekalah keputusan penting diambil. Jadi, sifatnya individual, bukan DPRD sebagai institusi.
Di sisi lain, pemekaran daerah menjamur sejak 2001, dan hingga 2007 terbentuk 167 daerah otonom baru (Depdagri). Akhirnya yang terjadi adalah upaya pemenuhan ambisi elite setempat ketimbang aspirasi masyarakat. Elite daerah memikirkan pemekaran demi jabatan yang akan mereka peroleh.
Kini justru daerah pemekaran menjadi beban negara karena banyak daerah yang sulit berkembang. Kini 16 kabupaten induk dievaluasi apakah penting dimekarkan atau tidak. Pemprov DKI, misalnya, meminta kewenangan 30 sektor pemerintahan dan pembangunan
diserahkan
kepada
pemerintah
daerah.
Selama
ini
kewenangan-
kewenangan itu dipegang pusat sehingga mengganggu masuknya investasi ke Jakarta maupun daerah lain. Belum ada pembagian kewenangan yang jelas antara pusat dan daerah. Perjalanan otonomi daerah menjadi too much too soon (terlalu banyak dan terlalu cepat).
Pertanyaannya, mengapa hal itu terjadi?
14
Akar persoalannya adalah karena landasan konseptual desentralisasi dan otonomi daerah sejauh ini lebih didasarkan pada pemahaman dari penggalan peristiwa sepotong-sepotong. Implikasinya, reformasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah lebih didasarkan pada pendekatan pragmatis parsialistik. Karena itu, Agus Hermawan mengatakan dalam proses pengambilan keputusan pun cenderung dengan pendekatan pragmatis parsialistik. Nuansa politis lebih besar daripada upaya untuk membenahi konsep dan implementasi desentralisasi dan otoda.
Kasus-kasus penyelewengan APBD dinilai peneliti The Habibie Center, Andrinof A.Chaniago merupakan salah satu akibat meningkatnya kekuasaan legislatif maupun eksekutif di daerah. Hal itu dimungkinkan karena dalam UU pemerintah daerah, dewan memiliki hak besar untuk mengatur anggaran. Tapi, undang-undang tersebut tidak mengatur mekanisme pertanggungjawaban yang transparan kepada publik. Tidak heran jika wewenang yang besar itu justru melahirkan penyimpangan, yaitu mengalirkan dana negara ke kantong pribadi. Dan lebih parahnya, upaya memperkaya diri itu dilakukan secara massal. "Jadi, berat di hak, lemah di kewajiban," ujar Andrinof
Meminjam istilah Teten Masduki, Koordinator Indonesia Corruption Watch , korupsi di tingkat daerah merupakan bentuk kerjasama yang manis antara kekuasaan politik di daerah, dengan kelompok kepentingan tertentu, sehingga menghasilkan koruptorkoruptor daerah yang diktaktor. Ini merupakan corruption by design, karena 75 persen Perda yang lahir untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, malah sarat korupsi. Di lain pihak sistem pemerintahan yang terlalu boros, birokratis, dikendalikan oleh orang orang yang kurang cakap dan kurang berminat untuk penyelenggaraan pembangunan daerah, tidak menerapkan prinsip the right man on the right place. Keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang kurang mendukung pembangunan, antara lain terbatasnya
15
tehnologi yang dimiliki. Keterbatasan dapat dikurangi dengan menggunakan tehnologi yang lebih tinggi. Keterbatasan dapat dikurangi dengan membinaan yang terus menerus, bahkan mungkin dengan langkah yang bersifat keras dan cepat. Permasalahan khusus yang dialami oleh daerah menurut Usman Yasin, meliputi 1) Sumber daya manusia, 2) Bidang infrstruktur, 3) Bidang Ekonomi
Kemudian dalam pertemuan Banten 25 Mei 2008, 8 isu kritis/ masalah yang muncul dalam otonomi daerah antara lain 1) urusan pemerintahan, 2) kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah, 3) pengangkatan sekretaris daerah Kabupaten/Kota, 4) perimbangan Keuangan, 5) APBD, 6)Pertahanan, 7) perbatasan dan daerah perbatasan, 8) pemekaran daerah.
P E M B A H A S A N Pada hakekatnya otonomi daerah tidak lain merupakan refleksi dari power sharing yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Secara teoritis terdapat tujuh urusan pusat yang tidak dapat diserahkan kepada daerah yaitu : pertahanan keamanan, urusan diplomatik luar negeri, urusan peradilan, dan urusan keuangan dalam pengertian mencetak uang. Diluar itu pada dasarnya urusan-urusan pemerintah pusat dapat didesentralisasikan ke Daerah.-Daerah. Yang perlu dilakukan pertama-tama adalah Langkah – langkah penataan kewenangan daerah yang meliputi 1). Reaktualisasi Kewenangan/ Otonomi, 2) Penyeragaman yang berlebihan terhadap otonomi daerah ternyata menyebabkan Pemda kurang responsif dengan kebutuhan masyarakat sendiri. Kondisi tersebut merupakan salah satu sebab rendahnya akuntabilitas Pemda kepada warganya dan jelas hal tersebut kurang kondusif dengan penguatan kedaulatan rakyat. Untuk itu perlu diadakan need assessment yang merupakan analisis terhadap kebutuhan masyarakat yang perlu dikelola oleh Pemda, 3 ). Kejelasan dalam Pembagian Urusan 16
otonomi, 4 ). Penatan sesuai dengan ketentuan Undang Undang tentang pemerintah Daerah, 5) Dilakukan pembagian urusan atau kewenangan yang lebih jelas dan transparant antara daerah Otonom Propinsi dan kabupaten / Kota. Pemda sesuai dengan tingkatan dan ruang lingkupnya mempunyai kewenangan atau urusan – urusan yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan masyarakatnya, 6)Pertimbangan akuntabilitas perlu dikedepankan dalam pembagian urusan tersebut. Pemda propinsi seyogyanya melakukan urusan yang dengan cakupan tingkat Propinsi seperti sungai, transportasi antar kota / kabupaten, perencanaan tata ruang regional, hutan dan lembah dalam kawasan regional dan sebagainya.
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas Pemda dalam pelayanan dapat berupa: a).Mewajibkan Pemerintah Daerah membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan pelayanan umum,b) Melakukan temu wicara dengan masyarakat dan mass media, c)Adanya pejabat yang diberi tugas dan bebas dari pengaruh birokrasi untuk melakukan penilaian pelayanan, d) Menciptakn keterkaitan antara kewajiban pembayar pajak dengan pelayanan pemda.
Untuk itu Andrinof mengusulkan, selain dicantumkan prosedur administrasi dalam pertanggung jawaban anggota Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang melibatkan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dan pelaksanaan APBD. Misalnya, dengan adanya rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat melalui media massa.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai Usman Yasin mengatakan pemerintah wajib melakukan, 1) Pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan, 2) Diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,
17
pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, 3) Memberikan fasilitasi berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat perundangan-undangan.
Ke
dilakukan secara efektif sesuai dengan peraturan depannya,
jika
ingin
segera
melesat
keluar
dari
keberlakangan/krisis, kita perlu dilakukan, 1) Melakukan rekonstruksi konsep dan kebijakan desentralisasi berdasarkan pemahaman atas rangkaian peristiwa, bukan penggalan peristiwa yang mengabaikan pluralitas lokal, 2) Perlu sebuah rancangan besar (grand design) reformasi desentralisasi dan otonomi daerah ke depan.
Selanjutnya, sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah dalam UU 32/2004 dan UU 12/2008 merupakan kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah ada di Republik ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.
Jika kita memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan Otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah akan cerah. Untuk mengatasi permasalahan dan kendala di daerah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Pendekatan yang kita gunakan meliputi aspek, 1) Ideologi, 2) Politik, 3) Sosial budaya, dan 4) Pertahanan keamanan.
Dari aspek ideologi , sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika 18
kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia .
Dari aspek politik , pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah.
Dari aspek ekonomi , kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.
Dari aspek sosial budaya , kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap keberagaman 19
Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.
Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan , kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya strategy memecahkan masalah otda yang ditawarkan Usman Yasin meliputi, 1) strategy untuk pengembangan sumber daya manusia dilakukan dengan rencana aksi bidang pendidikan, pemberian subsidi subsidi, beasiswa, GNOTA, dll,2) Pembangunan infrastruktur yang meliputi
pembangunan jalan raya baru, pelabuhan
bandara, , pembangunan jalan jalan desa, dll, 3)Industrialisasi ekonomi pedesaan berupa mekanisasi budidaya pertanian, perikanan, makanan, dll,
20
KESIMPULAN Dengan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah menuntut suatu arah kebijakan reformasi penyelenggaraan pemerintahan, pada upaya memberi ruang pada daerah untuk memungkinkan peran serta aktif masyarakat dalam proses-proses pengambilan kebijakan pemerintahan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang telah memasuki tahun yang ke 8 ternyata belum menghasilkan peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Hal ini disebabkab oleh keterbatasan dan kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Untuk mencapai tujuan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah pusat harus melakukan evaluasi mendasar dalam menstimulasi
pertumbuhan dan kemajuan
sektor sektor di daerah daerah.
REKOMENDASI-REKOMENDASI Untuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah yang kondusip di masa mendatang diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu : 1) perlu adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi kebijakan Otonomi Daerah, 2) diperlukan adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah, 3) perlunya kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Otonomi Daerah, 4) adanya dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa agar kebijakan Otonomi Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
21
DAFTAR- PUSTAKA
1. Abuwary, S., Juli 2011 Bunga Rampai Amanat Rakyat, Jilid I. Institute of Socio Ekonomics dan Political Studies “People message (AMRA) Jalan Bunga Rampai I No. 40 Jakarta 13460.
2. Lembaga Administrasi Negara, 2012: Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Edisi Ketiga . PT Toko Gunung Agung- Jakarta.
3. Lembaga Administrasi Negara RI, Tentang Otonomi dan Pembangunan Daerah, Panduan Fasilitator Diklat PIM Tk. IV Jakarta,2008
4. Perencanaan Daerah Partisipatif, ALEXANDER ABE, tahun 2009
5. Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2000, Otonomi Daerah : desentralisasi tampa Revolusi, PT ELEX Media Komputindo, Jakarta
6. Riwu Kaho,MPA, 2006, Prospek Otonomi Daerah di Negara republik Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
7. Syaukani H. Drs, HR, 2007, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta
8. Said, Andi MustariH, DR, SH, 2008,Otonomi Daerah dan Kepala Daerah memasuki Abad XXI, Gaya Media Pratama, Jakarta
22
23