Diktat
SENI KERAWITAN I
DR. PURWADI, M.HUM
PENDIDIKAN BAHASA DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Telp: 0274-550843-12; Email:
[email protected]
November 2009
KATA PENGANTAR
Diktat ini disusun untuk memperlancar proses belajar mengajar Mata Kuliah Seni Kerawitan I di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Perkembangan seni karawitan telah mencapai kemajuan yang menggembirakan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Bagi masyarakat Jawa, seni kerawitan sungguh sangat populer. Media cetak dan elektronik setiap hari memberikan publikasi tentang musik Jawa yang cukup memadai. Pentas langsung dan rekaman pagelaran seni gamelan dapat dijumpai di mana-mana, sehingga keberadaan jagad karawitan dan gamelan sekarang benar-benar menjadi pusaka warisan dan kebanggaan dunia. Diktat ini memberi keterangan yang lengkap dan terperinci mengenai seluk-beluk seni karawitan. Di dalamnya terdapat uraian tentang sejarah gamelan, titi laras, pelok slendro, dalang, wiyaga, waranggana, lelagon dan gendhing. Semoga kehadiran diktat ini memberi manfaat pada semua pihak yang peduli pada pengembangan seni kerawitan. Yogyakarta, 10 November 2009
Dr. Purwadi, M.Hum
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................
iii
BAB I
PERKEMBANGAN SENI KARAWITAN ...............................
1
BAB II
RICIKAN GAMELAN JAWA ..................................................
4
BAB III
PERANAN NIYAGA PANGRAWIT .......................................
9
BAB IV
LAGU LANCARAN ................................................................. 22
BAB V
LAGU LANGGAM ................................................................... 50
BAB VI
LAGU AYAK-AYAK DAN SREPEG ...................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 60 LAMPIRAN 1. SILABUS ............................................................................. 61 LAMPIRAN 2. RPP ....................................................................................... 64 PENYUSUN .................................................................................................. 66
3
BAB I PERKEMBANGAN SENI KARAWITAN
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar. Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal berbagai keahlian, di antaranya adalah wayang dan gamelan (Harsono Kodrat, 1982). Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga mempunyai sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahanperubahan.
Perubahan
terjadi
pada
cara
pembuatannya,
sedangkan
perkembangannya menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam
4
kategori pusaka (Irwan Sudjono, 1990). Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya. Istilah gamelan telah lama dikenal di Indonesia, sudah disebut pada beberapa kakawin Jawa kuno. Arti kata gamelan, sampai sekarang masih dalam dugaan-dugaan. Mungkin juga kata gamelan terjadi dari pergeseran atau perkembangan dari kata gembel. Gembel adalah alat untuk memukul. Karena cara membunyikan instrumen itu dengan dipukul-pukul. Barang yang sering dipukul namanya pukulan, barang yang sering diketok namanya ketokan atau kentongan, barang sering digembel namanya gembelan. Kata gembelan ini bergeser atau berkembang menjadi gamelan. Mungkin juga karena cara membuat gamelan itu adalah perunggu yang dipukul-pukul atau dipalu atau digembel, maka benda yang sering dibuat dengan cara digembel namanya gembelan, benda yang sering dikumpul-kumpulkan namanya kempelan dan seterusnya gembelan berkembang menjadi gamelan. Dengan kata lain gamelan adalah suatu benda hasil dari benda itu digembel-gembel atau dipukul-pukul (Ki Hajar Dewantara, 1953). Musik-musik etnis di Indonesia 90% jenis musik perkusif, artinya untuk memainkannya dipergunakan alat pukul. Gamelan-gamelan kuna yang masih ada, seperti Gamelan Megamendung (dari Kanoman Cirebon), Kyai Guntur Laut (dari Majapahit), dan Gamelan Sekaten jumlah unitnya masih sedikit. Manusia memang selalu tidak puas kepada apa yang sudah ada. Kita selalu ingin
5
mengembangkan apa yang sudah ada. Alat musik etnis ritualis menjadi alat musik religius, kemudian menjadi musik sarana, yaitu gamelan untuk dakwah, untuk sarana pendidikan, untuk media penerangan. Pada jaman gamelan sebagai sarana ini jumlah unitnya selalu mengalami penambahan, antara lain ditambah macammacam kendang, macam-macam alat musik petik, macam-macam alat musik gesek, bahkan tambur, terbang, jedor, bedug dan lain-lain masuk ke dalam anggota musik gamelan. Anak muda sekarang ada yang ingin mengembangkan unit gamelan dengan cara gong dibalik diisi kerikil dan dibunyikan dengan memukul bahunya, kempul diberi kerikil di dalamnya, bonang dipukul-pukul dengan pemukul tambur pada badannya, dan lain-lain (Kodiron, 1989). Pradangga Adi Guna Sarana Bina Bangsa. Arti kata motto tersebut adalah Pradangga sama dengan gamelan (prada + angga) artinya “yang punya badan mengkilat”, Adi artinya baik, Guna artinya kepandaian, ilmu pengetahuan atau manfaat, Sarana artinya alat, Bina artinya membangun, membimbing atau mendidik, sedangkan Bangsa adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu tempat yang mempunyai kedaulatan sendiri dan berpemerintahan sendiri. Arti kata secara bebas “Apabila gamelan itu digunakan dengan sebaik-baiknya bisa sebagai alat untuk mendidik bangsa”. Adalah suatu kenyataan bila kita mendengar uyon-uyon rasanya seperti kita dibawa ke alam impian yang serba nikmat, lupa segala-galanya.
6
BAB II RICIKAN GAMELAN JAWA
Bagi masyarakat Jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Kita harus bangga memiliki alat kesenian tradisional gamelan. Keagungan gamelan sudah jelas ada. Duniapun mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik Barat yang serba besar. Di dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat. Gamelan adalah alat kesenian yang serba luwes. Di bawah ini sebagai contoh keluwesan gamelan. Gamelan dan pendidikan. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa setiakawan tumbuh, tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing (Trimanto, 1984). Gamelan dan tari-tarian. Gamelan memang tidak bisa dipisahkan dengan tari-tarian. Gamelan memang alat untuk mengiringi tari-tarian. Gamelan bisa untuk mengiringi semua macam tari-tarian. Tarian klasik maupun tarian modern gamelan selalu bisa digunakan untuk mengiringinya (Rekso Panuntun, 1991). Gamelan dan pemujaan. Menurut sejarah gamelan mula-mulanya digunakan untuk pemujaan kepada roh-roh baik roh halus, maupun roh-roh leluhur (upacara ritual). Gamelan dan agama. Dari upacara ritual, gamelan berkembang menjadi bersifat keagamaan, sebagai sarana untuk membuat suasana hening, untuk pemusatan perhatian dan lain-lain. Gamelan dan dakwah. Gamelan sekaten setahun sekali dibawa ke halaman masjid.
7
Di sana gamelan sekaten dibunyikan. Bunyi gamelan sekaten punya daya tarik yang sangat besar. Tiap gamelan sekaten dibunyikan banyak orang berdatangan dan berkumpul dekat gamelan sekaten itu. Kemudian setelah orangorang sudah datang maka dakwah agama Islam dimulai (Wignya Sutarno, 1956). Gamelan dan olah raga. Gamelan bisa untuk mengiringi olah raga, senam misalnya. Gendhingnya disesuaikan dengan irama senam tersebut (Dwijo Carito, 2000). Gamelan dan peralatan. Rasanya sepi apabila dalam suasana perhelatan tidak ada suara gamelan. Gamelan dapat menambah kemeriahan suasana perhelatan. Gamelan dan Tamu Agung. Kerajaan-kerajaan di Jawa punya tradisi bila ada tamu agung datang mesti disambut dengan suara gamelan, biasanya gamelan Monggang atau dengan gamelan biasa. Gendhing-gendhingnya disesuaikan dengan irama langkah tamu tersebut. Dan masih banyak lagi tentang keluwesan gamelan. Menurut Sunardi Wisnusubroto (1997) dalam bukunya yang berjudul Sri Lestari an Introduction to Gamelan dikatakan gamelan is one of the traditional musical instruments of Indonesia. It is one of the most complete and highly developed orchestras in Indonesia. Gamelan is also called gangsa (krama) or pradonggo (kawi). Most of the instruments are made of bronze, an alloy of 10 parts copper (tembaga) and 3 parts tin (rejasa). Selanjutnya Sunardi Wisnusubroto (1997) menjelaskan demikian the gamelan orchestra participates in a wide variety of activities in Java, some of which could be classified as artistic, while others more properly belong to ritual. Aside from being played as an independent orchestra (klenengan or uyon-uyon), it is also used: to accompany dances, to
8
accompany drama such as sendratari, wayang wong and kethoprak, to accompany shadow puppet or wayang kulit performance (also wayang golek), for ceremonies (wedding ceremony), and recently, in Central Java, as church musical instruments to replace the organ. There are several gamelan ensembles in Indonesia, among them are: Gamelan Jawa (Java) from Central/East Java. Gamelan Sunda from West Java, Gamelan Dhegung from West Java, Gamelan Bali from Bali, Gamelan Kodhok Ngorek special small ensemble for ceremony, Gamelan Monggang special small ensemble for ceremony, Gamelan Carabalen special small ensemble for ceremony, Gamelan Sekati special ensemble played once a year during Maulud/sekaten celebration (the birthday of the prophet Mohammad SAW), Gamelan Sengganen gamelan with thick glass keys, Gamelan Jemblung bamboo instruments from Bagelen, Gamelan Bumbung bamboo idiochord instruments from Kediri. A large gamelan set consists of around 70 to 75 instruments. The usual
instrumental classification
(idiophones,
chordophones,
aerophones,
membranophones) is set aside in favor of an arrangement based on function. The grouping of the principal instruments according to their function are : Balungan (main
melody
playing
instruments),
Interpunctuating
instruments,
Syncopating/paraphasing instruments, ornamenting instruments, conducting/ agogic instruments. Nama-nama instrumen Gamelan Jawa. Tata letak gamelan biasanya disusun seperti berikut: Gender Slendro, Gender Pelog 6, Gender Pelog Barang, Gender Slendro Penerus, Gender Pelog 6 Penerus, Gender Pelog Barang Penerus, Bonang Slendro Gede, Bonang Slendro Penerus, Bonang Pelog Gede, Bonang
9
Pelog Penerus, Gambang Slendro,
Gambang Pelog, Rebab (Gading atau
Pontang), Kecrek, Clempung Slendro, Clempung Pelog, Kendang Gede, Kendang Ciblon, Kendang Ketipung, Beduk Besar, Tambur, Slemtem Slendro, Slemtem Pelog, Demung Slendro, Demung Pelog, Saron Slendro, Saron Pelog, Saron Peking Slendro, Saron Peking Pelog, Suling Slendro, Suling Pelog, Gong Suwukan, Gong Gede, Kempul 1 Slendro, Kempul 6 Slendro, Kempul 5 Slendro, Kempul 3 Slendro, Kempul 2 Slendro, Kempul 5 atau 6 Pelog (Kalau tumbuk 5/6), Kempul Barang (7) Pelog, Kempul 1 Pelog, Kempul 3 Pelog, Kempul 2 Pelog, Kenong 1 Slendro, Kenong 6 Slendro, Kenong 5 Slendro, Kenong 3 Slendro, Kenong 2 Slendro, Kenong Barang Pelog (7), Kenong 6 Pelog, Kenong 5 Pelog, Kenong 3 Pelog, Kenong 2 Pelog, Kenong 1 Pelog, Rancak Kempyang dan Ketuk Slendro, Rancak Kempyang dan Ketuk Pelog. Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10-15 pesinden dan atau gerong (Sumarto & Sri Suyuti, 1978). Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Sedangkan bentuknya berupa bilah-bilah ataupun canang-canang dalam berbagai ukuran dengan atau tanpa dilengkapi sebuah wadah gema (resonator). Alat-alat lainnya berupa kendang, sebuah alat gesek yang disebut rebab, kemudian gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celempung. Dari seluruh instrumen gamelan dapat dikelompokkan menjadi : (a) Kordofon yaitu celempung siter rebab; (b) Ideofon yaitu saron, gemung, bonang,
10
kethuk kenong, gong; (c) Terofon yaitu suling; (d) Membranofon yaitu kendang. Menurut para sarjana musikologi alat-alat musik jenis Ideofon termasuk jenis alat musik yang tertua jika dibandingkan dengan alat musik lainnya. Semua alat-alat tersebut dibunyikan secara bersama-sama atau sebagian saja dengan cara yang sesuai, sehingga merupakan konser atau kumpulan bunyi yang teratur, indah menurut tempo dan irama tertentu (Sukatmi Susantina, 2001).
11
BAB III PERANAN NIYAGA PANGRAWIT
Biasanya mengerjakan perawatan sesuatu benda lebih sukar dari pada pembuatannya atau pengadaannya. Soal perawatan sesuatu benda memerlukan kesadaran yang tinggi. Benda-benda yang sulit didapat, sukar pengadaannya sudah barang tentu mahal harganya, dan harus dirawat dengan penuh kesadaran. Seniman bukan hanya orang yang menciptakan barang seni saja; orang yang bisa menikmati benda senipun ia seniman, meskipun ia tidak bisa menciptakan benda seni tersebut. Peran niyaga pernah oleh Soetrisno R (2004) dalam disertasinya yang berjudul Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Benda-benda seni memang diciptakan atau dibuat oleh seniman-seniman atau budayawan-budayawan, namun orang yang memeliharanya atau menjaga kelestariannya juga budayawan (Koentjaraningrat, 1984). Maka dari itu kita harus mendidik generasi penerus lewat sekolah, keluarga, masyarakat agar mereka menjadi generasi budayawan penerus (Trimanto, 1984). Pada jaman dahulu Wayangan hanya digunakan Gamelan Slendro saja. Ini berlaku bagi masyarakat Umum. Pengarang sendiri tidak tahu alasannya, tetapi yang pasti, kemungkinan mengingat tempat atau pangkat yang mempunyai hajat tersebut tidak mengizinkan dipakainya kedua rancak Gamelan Slendro dan Pelog itu. Kecuali yang mempunyai hajat (yang punya kerja) berpangkat Panewu ke atas, biasanya digunakan kedua rancak Gamelan tersebut (Harsono Kodrat, 1982).
12
Umum pada waktu itu takut sekali menggunakan kedua rancak gamelan tersebut dengan dalih bahwa hal itu akan mendatangkan kualat kepada orang dalam, yang mengakibatkan kejadian-kejadian yang kurang baik, yang pada dasarnya kemungkinan hanya co-insiden saja. Tetapi karena dihubung-hubungkan biasanya cocok (gatuk). Pada jaman kemerdekaan dan saat sekarang ini hal-hal yang demikian sudah tidak berpengaruh lagi. Bahkan di mana-mana, jika ada pertunjukan Wayang Kulit semalam suntuk selalu digunakan 2 rancak. Hal-hal yang menjadi kunci suksesnya pergelaran apa pun bentuknya, apakah itu pergelaran Wayang Kulit atau Tari, ialah expresi/penanganan yang sempurna dan penuh semangat pengabdian daripada para seniman-seniman/peraga-peraga tersebut yang tidak lepas dari rule of the game (aturan permainan) patokan-patokan yang telah ditentukan para Empu-empu Gendhing/Tari beserta improvisasinya yang benar-benar selaras, dengan rasa keindahan (estetika) serta kalau mungkin, lepas dari bentuk komersialisasi apa pun dasarnya. Kalau kita mengobservasi, meneliti, melihat, dan merasakan bentukbentuk pergelaran yang berupa Wayang/Drama Tari pada masa sekarang ini kita benar-benar akan merasa terharu, sayang, dan prihatin di samping rasa bangga akan kemajuan yang telah dicapai terutama oleh generasi-generasi muda dalam mengungkap/menyuguhkan berbagai atraksi kebudayaan pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut masalah Gerak-gerak Tari dan Penyuguhan Gendhing-gendhing yang dikeluarkan. Perlu dipikirkan demi kelestarian Kebudayaan Kita Sendiri Yang Sungguh-sungguh Adhi Luhung
13
(Indah Sekali), Penuh dengan Estetika, Keharmonisan, Ajaran-ajaran, Filsafatfilsafat, Tatakrama, Kemasyarakatan, Toleransi, Pembentukan Manusia-manusia Yang Bermental Luhur/Jujur/Ksatria, Tidak Lepas Pula Sebagai Faktor Pendorong Insan Dalam Beribadah Terhadap 'I'uhan Seru Sekalian Alam, yaitu dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri/menjaga/menyempurnakan Seni dan Budaya Sendiri. Jangan sampai ada suatu Gap dengan sesepuh yang benarbenar mumpuni (ahli) dalam hal tersebut di atas. Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya dengan para sesepuh sebagai sumber/gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para Empu-empu Karawitan dan Tari/Pedalangan, dan sebagainya yang kenyataannya sebagian besar pada masa ini Beliau-beliau itu sudah hampir mahas sepining asamun, berada di rembang petang. Saya peringatkan masalah ini dengan serious untuk segera bersiap-siap untuk menanganinya, terutama generasi muda, jangan sampai Simpanan-simpanan Turut Sirna Marga Layu (Punah). Proposal (saran) pengarang mengenai hal tersebut di atas, semoga mendapat tanggapan para Seniman-seniman Muda khususnya dan Pemerintah pada umumnya demi kelestarian Kebudayaan Bangsa bagi anak cucu kita nanti. Kriteria Melestarikan Kebudayaan di sini bukan pengarang maksudkan dalam arti yang sempit, yaitu hanya bergerak pada aktivitas seni tradisional thok dan jangan hanya berkecimpung di bidang seni kontemporer saja, tetapi Kuasailah Keduanya secara baik, syukur sempurna (Harsono Kodrat, 1982). Jadilah Seniman-seniman yang tangguh, tatag, dan tanggon. Artinya seniman yang serba bisa, ulet, dan mau
14
berkorban demi Nusa dan Bangsa. Apa pun bidang seni yang dikuasai, jadilah insan seni yang banyak beramal, dengan ilmu yang padat dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Adapun maksud pengarang menyusun buku Gendhing Karawitan Jawa ini tidak lain ingin turut Melestarikan Existensi Kebudayaan Bangsa supaya tidak musnah dimakan jaman peradaban Serba Super Teknik yang menghendaki ekselerasi dan kepraktisan-kepraktisan di segala lapangan, baik yang menyangkut masalah tata kehidupan masyarakat maupun individual (Harsono Kodrat, 1982). Dengan sumbangan yang kurang berarti ini, pengarang sebagai insan Indonesia yang bertanggung jawab kepada Nusa Bangsa dan Tuhan, sedikit lega bernafas bisa mendarmabaktikan hasil karya yang belum seberapa ini ke haribaan Ibu Pertiwi. Berkaitan dengan pelestarian musik Jawa itu Trimanto (1984) memberi saran sebagai berikut. Barang atau benda yang terawat kelihatan tetap anggun. Cara merawat gamelan memerlukan pengertian khusus, antara lain : instrumeninstrumen gamelan harus dijauhkan dari benturan satu sama lain. Di samping ia akan pecah juga benturan akan merubah nada. Tali temali (pluntur, Jawa) harus selalu dikontrol. Sebab bila tali-tali gamelan itu putus gamelan bisa jatuh ke tanah atau lantai yang menyebabkan gamelan itu pecah atau paling sedikit nada berubah. Gamelan itu tiap kali harus dipel (dilap) agar kelembaban permukaannya berkurang. Sebab gamelan yang lembab adalah penyebab melekatnya debu-debu. Debu-debu membantu makin mengganasnya karat. Karat gamelan harus cepat-
15
cepat dibuang. Instrumen gamelan yang berbentuk bundar, kelembaban bagian dalam lebih hebat daripada bagian luar. Oleh karena itu bagian dalam gamelan bundar harus juga dibersihkan. Niyaga atau pengrawit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk gamelan. Peranan niyaga dalam pergelaran wayang purwa yaitu
membantu
dalang
dalam
mengiringi
karawitan,
sehingga
jalan
pementasannya terasa lebih hidup. Kata niyaga dalam bahasa Kawi atau Jawa Kuna, berarti dagang atau dagangan (Winter dan Ranggawarsita, 1987:184). Namun demikian, dalam komunitas karawitan, kata niyaga dalam bahasa Jawa baru berarti penabuh gamelan. Demikian pula di dalam tulisan ini yang dimaksud niyaga adalah penabuh atau pemain gamelan dalam pergelaran wayang kulit purwa Jawa. Sebetulnya kata niyaga itu sangat erat hubungannya dengan konsep abdi dalem. Kata abdi berarti hamba atau sahaya, sedangkan abdi dalem berarti punggawa atau pegawai kerajaan. Tentu saja di dalam kehidupan keraton terdapat beberapa kelompok abdi dalem, seperti abdi dalem kriya, abdi dalem prajurit, abdi dalem ulama, abdi dalem gunung, abdi dalem bedhaya, dan abdi dalem niyaga. Di Keraton Kasunanan Surakarta seorang yang telah resmi menjadi abdi dalem, mulai dari pangkat jajar ke atas dikategorikan sebagai priyayi (Soeratman, 1989: 200). Dalam perkembangan selanjutnya kata niyaga ini mempunyai arti yang berbeda, dan pada tahun 1970-an, istilah niyaga itu berubah menjadi penabuh, dan kemudian menjadi pangrawit atau pradangga. Sebetulnya istilah pangrawit sudah
16
ada paling tidak pada masa pemerintahan Paku Buwana IX. Hal itu terbukti adanya salah satu tempat di Pagelaran yang disebut bangsal Pangrawit, yakni tempat gamelan yang akan ditabuh oleh para niyaga. Di samping itu, nama pangrawit juga diberikan kepada para abdi dalem niyaga yang sudah mempunyai kedudukan atau pangkat bei, seperti misalnya Pancapangrawit, Martapangrawit, Gunapangrawit, dan Purwapangrawit. Dalam pementasan wayang kulit purwa saat ini, jumlah niyaga kurang lebih 30 orang. Hal ini tidak lepas dari keperluan pementasan wayang kulit itu sendiri yang menggunakan gamelan komplit laras slendro dan pelog, bahkan sering ditambah dengan instrumen lain seperti drum dan biola. Instrumen gamelan yang sering digunakan yaitu kendang, gender barung, gender penerus, rebab, slenthem, gambang, suling, bonang barung, bonang penerus, saron demung, saron barung, saron penerus, kethuk, kenong, kempul, gong, drum dan biola, kadang-kadang terompet, dan keyboard. Khusus kendang berjumlah tiga buah, saron demung dua rancak, dan saron barung empat rancak, saron penerus dua rancak. Kecuali niyaga yang menabuh gamelan, ada niyaga yang berfungsi sebagai vokalis atau biasa disebut wiraswara atau penggerong yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam kehidupan karawitan termasuk karawitan untuk keperluan pementasan wayang kulit purwa, instrumen gamelan secara fungsional musikal dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni kelompok instrumen ricikan balungan, kelompok instrumen garap, dan kelompok instrumen struktural.
17
Kelompok ricikan balungan, yaitu ricikan-ricikan yang lagu permainannya sangat dekat dengan lagu balungan gendhing. Yang termasuk kelompok tersebut adalah ricikan-ricikan saron barung, saron demung, saron penerus, slethem, dan (bonang) penembung. Kelompok ricikan garap, yaitu ricikan-ricikan yang menggarap balungan gendhing, dengan cara menafsirkan kemudian menerjemahkan lewat vokabulervokabuler garapnya. Ricikan-ricikan yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah rebab, kendhang, gender, gender penerus, bonang, bonang penerus, siter, suling, gambang, sindhen, dan gerong. Kelompok ricikan struktural, yaitu ricikan-ricikan yang membuat suatu jalinan permainan dengan membentuk struktur berdasarkan (menentukan) bentuk gendhing. Ricikan-ricikan yang termasuk di dalam kelompok ini adalah kethuk, kempyang, engkuk, kenong, kempul, gong, kecer, kemanah, keplok-alok, dan kendhang. Pengendang selalu menjadi pimpinan karawitan pengiring, dan menjadi pimpinan pertunjukan pada umumnya di samping dalang. Kepada merekalah terutama sasmita-sasmita dalang ditujukan, dan merekalah yang harus menjabarkannya kepada semua niyaga dan khususnya pengrebab, karena instrumen rebab merupakan pamurba lagu yang berfungsi sebagai pembuka gending. Salah satu di antara tugas penggender ialah memperhatikan apakah nada suara dalang masih tetap benar di sepanjang permainannya, yaitu dengan jalan terus-menerus memainkan gendernya perlahan-lahan atau grimingan mengingat
18
gender merupakan pamangku lagu, bahkan ketika semua niyaga sedang berhenti menabuh. Pangrawit atau penabuh atau musisi gamelan Jawa selain mempunyai fungsi sebagai pengiring dalam pementasan wayang purwa harus memahami pula pengertian karawitan secara umum. Karawitan adalah seni suara yang menggunakan laras slendro dan pelog baik suara manusia atau suara instrumen gamelan. Di samping itu pangrawit harus memahami irama dari lagu-lagu yang dibawakan, karena irama sebagai tingkatan pengisian di dalam gatra yang berisi empat titik dan selanjutnya meningkat menjadi kelipatan-kelipatan sampai dengan enam belas titik. Titik-titik itu akan diisi oleh permainan instrumen yang bertugas di bagian lagu, misalnya: cengkok permainan gender, cengkok permainan bonang dan instrumen-instrumen lainnya. Irama dan tempo dari lagu yang terdapat dalam syair-syair tembang akan menjadi lebih harmonis manakala pamurba irama dalam hal ini kendang dapat memelihara tempo dengan sebaik-baiknya. Di dalam memainkan alat musik gamelan Jawa dapat dikategorikan menjadi tiga jenis: Tempo lambat atau tamban, tempo sedang atau sedeng, dan tempo cepat atau seseg. Cepat dan lambatnya tempo di dalam karawitan disebut laya dan bukannya wirama. Bagi para pangrawit sudah dapat membedakan pengertian laya dan wirama walaupun istilah tersebut tidak terdengar di dalam percakapan sehari-hari. Pangrawit harus mempunyai pengetahuan tentang lagu yang merupakan susunan nada-nada yang diatur sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku, apabila dibunyikan enak didengar. Pengaturan nada-nada akan berkembang ke arah satu
19
bentuk, sehingga menimbulkan bermacam-macam jenis gendhing. Adapun irama dan lagu di dalam ricikan karawitan akan dijelaskan sebagai berikut. Nama dan tugas ricikan di dalam karawitan Ricikan yang bertugas pada bagian irama 1. Kendang : a. Kendang gede b. Kendang kalih c. Ketipung d. Ciblon 2. Ketuk 3. Kempyang 4. Kenong 5. Kempul 6. Gong 7. Kecar (pada wayangan)
Ricikan yang bertugas pada bagian lagu 1. Rebab 2. Gender gede 3. Gender penerus 4. Gambang 5. Bonang gede 6. Bonang penerus 7. Slenthem 8. Demung 9. Saron barung 10. Saron penerus 11. Clampung 12. Suling
Sumber : Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta Jurusan Karawitan
Tugas masing-masing ricikan bagian irama 1. Kendang (disebut pemurba irama) a. Menentukan bentuk gending b. Mengatur irama dan jalannya laya c. Mengatur mandeg dan menyusukkan gending d. Buka untuk gending-gending kendang 2. Kethuk (disebut pemangku irama) a. Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending. b. Menunjukkan macam irama (misal irama apakah ini?) 3. Kenong (disebut pemangku irama) a.
Menentukan batas-batas gatra berdasarkan bentuk gendingnya.
4. Kempul
20
5. Gong (disebut pemangku irama) a. Menguatkan kendang dalam menentukan bentuk gending. b. Sebagai pada dan finalis. Tugas ricikan pada bagian lagu 1. Rebab (disebut pemurba lagu) a. Menentukan lagu b. Buka untuk gending-gending rebab 2. Gender gede (disebut pemangku lagu) a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending gender c. Buka untuk gending-gending disamping bonang barung 3. Bonang gede (disebut pemangku lagu) a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending bonang c. Buka untuk gending-gending lancaran 4. Gambang (disebut pemangku lagu) a. Memperindah lagu dengan segenap cengkoknya b. Buka untuk gending-gending gambang 5. Clempung, gender penerus, bonang penerus (disebut juga pemangku lagu) tugasnya menghias lagu. 6. Slenthem, demung, saron barung (disebut juga pemangku lagu) tugasnya sebagai pola dari pada lagu atau diistilahkan balungan. 7. Saron penerus (disebut juga pemangku lagu) instrumen ini mempunyai gaya yang dapat digunakan sebagai petunjuk macam-macam irama.
21
Ditilik dari sudut komposisi rombongan karawitannya, terlihatlah bahwa kebanyakan pergelaran oleh para dalang merupakan urusan keluarga belaka. Malah ada beberapa dalang yang ikut serta dalam pertunjukan, semata-mata sebagai pernyataan hormat terhadapnya, yang pada waktu itu sudah berumur lima puluhan tahun. Juga sering dijumpai satu dua orang kerabat seorang dalang terselip di antara para niyaga yang mengiringi pertunjukan dalang lain. Lebih lanjut malah sering terjadi adanya beberapa murid atau bekas murid dalang di antara para niyaga-nya, bahkan sangat sering juga dalang-dalang yang pada waktu itu sedang tidak mengadakan pentas. Sebagai contoh, pada saat Ki Nartosabdo melaksanakan pergelaran wayang, dalang-dalang yunior Ki Manteb Soedarsono dan Ki Anom Suroto ikut memainkan gamelan sebagai niyaga. Pada umumnya mereka bergabung dalam rombongan niyaga karena belum terkenal sebagai dalang, justru oleh umur mereka yang umumnya masih sangat muda. Walaupun umumnya mereka berharap akan mampu mengubah peranan dari niyaga menjadi dalang dalam waktu yang tidak terlalu lama, banyak calon dalang tersebut yang harus menunggu sampai bertahun-tahun. Ada yang kemudian mundur sebelum cita-cita mereka tercapai, tetapi ada beberapa pula yang berhasil menarik penggemarnya berkat nasib baik, dan bahkan mungkin akan tumbuh menjadi dalang yang terkenal, seperti pengalaman Ki Manteb Soedarsono pribadi. Sementara itu, mereka akan tetap bermain sebagai niyaga, agar tidak kehilangan intuisinya terhadap pekerjaannya, seperti halnya pada dalang-dalang yang sudah terlalu tua untuk tampil mendalang.
22
Sering pula terjadi dalang yang tidak pentas menggantikan tempat salah seorang niyaga tetap di tengah pertunjukan berlangsung, sementara yang digantikannya sejurus akan menepi atau mulai memainkan gamelan yang lain. Bahkan lazim pula terjadi tamu ikut bergabung sebagai niyaga beberapa saat, sedangkan niyaga-niyaga itu pun sering bertukar-tukar tempat atau gamelan yang dimainkannya berkali-kali sepanjang malam pertunjukan berlangsung. Komposisi rombongan karawitan itu tidak pernah tidak berubah jika rombongan karawitan tersebut adalah rombongan tetap dalang itu sendiri. Demikian pula komposisi tidak akan tinggal tetap di sepanjang suatu pertunjukan tertentu. Hal demikian sama sekali tidak akan dianggap sebagai pengganggu pertunjukan. Pergantian niyaga selagi pergelaran berjalan oleh teman si dalang atau tamu undangan justru dipandang sebagai penghormatan terhadap dalang sebagai sesama profesi, sehingga karenanya masyarakat sangat menghargainya. Pernyataan penghormatan seperti itu sering kali dipandang mempunyai arti lebih penting bagi mereka dan bagi semua yang hadir, daripada keindahan estetik pergelaran itu sendiri. Kendati demikian, pandangan itu tidak berarti bahwa aspek estetika sama sekali tidak penting bagi dalang, para niyaga, serta penonton. Dalang adalah tokoh profesional, sehingga oleh karenanya pasti akan mempergelarkan permainannya yang indah. Kurangnya persiapan sebagaimana mestinya, sebagai akibat tidak adanya latihan atau belum saling kenal dengan niyaga, selalu diimbangi oleh dalang dengan datang ke tempat pertunjukan jauh lebih awal. Biasanya ia akan ikut bermain gamelan sebentar atau klenengan yang umumnya diadakan oleh para niyaga sekitar dua jam sebelum pertunjukan dimulai atau talu. Tujuan klenengan
23
ini supaya dalang bisa menangkap suasana atau ngrasakake swasanane termasuk embat gamelan. Selanjutnya, dalang akan membicarakan soal-soal pokok pergelaran dengan para niyaga yang mengiringnya, dan khususnya dengan pengendang, yaitu di tengah-tengah klenengan beristirahat atau mungkin juga sebelumnya, ketika dalang dan para niyaga dijamu penanggap. Mereka saling bertukar pikiran tentang gendhing dan lagu yang hendak dimainkan, atau petunjuk-petunjuk dalang tentang yang dikehendakinya pada bagian-bagian adegan tertentu atau banyolan-banyolan tertentu yang perlu ditonjolkan. Tidak jarang pula disaksikan, atas permintaan pesinden, dalang cepat-cepat menuliskan beberapa lagu, atau bahkan memberikan petunjuk-petunjuk lebih lanjut kepada pengendang, pada saat-saat istirahat di tengah-tengah pertunjukan berlangsung. Tentang perpaduan gamelan dengan ritual keagamaan pernah ditulis oleh Sukatmi Susantina (2001) dengan judul Inkulturasi Gamelan Jawa.
24
BAB IV LAGU LANCARAN
1. Aja Dipleroki Buka: 1 1 5 Ompak: . . 15 .653 . . 15 .653 Lagu: 2121 1115 3212 1645
.6.3
.2.1
6545 .3. . 6545 .3. .
. . 15 .321 . . 15 .321
6545 .121 6545 .121
6561 6165 3165 6321
2353 2165 2121 5645
2165 2212 4565 6321
Mas mas mas aja dipleroki Mas mas mas aja dipoyoki Karepku mjaluk diesemi Tingkah lakumu kudu ngerti cara Aja ditinggal kapribaden ketimuran Mengko gek keri ning jaman, Mbok ya sing eling Eling bab apa? Iku budaya Pancene bener kandhamu
2. Aja Lamis Bawa Sinom : Yen kowe seneng lelewa Adhakane seneng lamis Becik aluwung prasaja Mung welingku aja lamis Yen kowe seneng lamis Gampang kena ing bebendu Tumraping sesrawungan Mbok aja sok dhemen lamis Seneng lamis padha karo dhemen cidra.
25
Langgam : Aja sok gampang janji wong manis Yenta amung lamis Becik aluwung prasaja nimas Ora agawe gela Tansah ngugemi tresnamu wingi Jebul amung lamis Kaya ngenteni thukuling jamur ing mangsa ketiga Aku iki prasasat lara tan antuk jampi Mbok aja amung lamis Kang uwis dadine banjur dhidhis Akeh tuladha kang dhemen cidra uripe rekasa Milih sawiji endi kang suci tanggung bisa mukti
3. Aku Duwe Pitik Buka A. .6.5 .3.2 .1.6 .2.1
.2.1 .6.5 .3.2 .1.6 .2.1
B.
1 5
.2.1 .6.5 .3.2 .1.6 .3.5
.6.5 .3.2 .1.6 .2.1 .6.5
1 2
6 1
.
5 6
.
5 5 .
.
6 1
.
1 5
1 2
5 5
6 1
5 2 1 2 1 2
5 3 1 6 1 6
2 1 2 1 1 5
.
1 2
.
2 6
.
.
.
5 1 . 6 . 6 Gerongan
.
. . 56
.
. . 55 .
.
5615 .
661 1
.
.
6152
.
. . 1 2
551 2
.5.6 . . 16
15.2 1 61 2
.
. . 2 6 .
5321 .
.
1615
.
.
.
1 2 55
661 1
.5.3 2.12
.2.1 16 15
.
.
.
.
.
Aku duwe pitik, pitik tukung Saben dina tak pakani jagung Petog, gogog-petog-petog Endhog pitu tak ngremake netes telu
26
Kabeh trondhol-dhol, tanpa wulu Mendhol-mendhol-dhol, gawe guyu 4. Anting-Anting 5653 2165 5653 2165
6231 2353 6231 2356
2153 3565 2153 3565
1232 2356 1232 2356
5653 2165
6231 2356
Ompak: 5653 2165
6231 2356
5. Arga Dalem .
.
.
2 1 65
. . . .
11 2 1
2 2 16
3565
. . . 6
6565
5556
.1 2 1
. . . 3 . . 23
.2 1 2 2356
.121 .365
. 635 3212
.
.
.
.556
.
. . . .
.
.
.
561 2
. .
.
6. Bendrongan Bk : 5 2
.
5 2
5
3
5
2
5 2
5
3
5
2
5 2
1
6
1
5
1 5
1
6
1
5
1 5
2
3
2
1
6 5
.
.
.
5 3 G 5 3 G 5 6 G 1 6 G 1 6 G 2 3 G
27
7. Bindri .
.
.
Buka: 5 1 65 35 1 .
.
.
.
A.
61 2 1
B.
1653
.
2 165 .
.
2 165
.
.
.
61 2 1
.
.
2 165
.
5235
1653
5235
8. Bubaran Nyutra .
Buka: A. B. C.
.2.3 .6.3 .3.2 .2.1
.5.6 .5.3 .3.2 .2.1
.1.6 .5.2 .3.2 .2.1
.5 .3.5 .6.5 .6.5
9. Budaya Kuncara Buka
.356 . 365 3212
Ompak
.23 . 2132 . 13 . .555 . 356 . 365
Lagu
A. B. C. D. E. F. G.
5321 5321 5356 3236 3236 3532 5356
5356 3212
2x
5653 5653 3536 3532 5352 3536 5352
Kabudayan kesenian pancen nyata Iku pantes dadi pikukuh kapribadening bangsa Karawitan pedhalangan beksa basa sastra Candhi kraton wis nyata peninggalan kuna Borobudhur kuncara liyan praja Rerengganing kutha wus sarwa tumata Ja lali ja keri nuswantara papan seni 10. Bujang Ganong . . 65 . . 65
3532 3532
3562 3562
222 .
3123
1111
.
.
.
.
3653 3653 .
6216
28
11. Candi Borobudur Buka 1 1 2 1 2121 2121 5353 2161 2161 3523 3523 .
.
.
.
1111
3561
.
.
2321 6516 6516 6516 6516 6516 6516 6516
.
.
.
.
.
6516
.
.
.
.
111.
. .
.
6516
.
.
2 2 21
1 2 11
161.
6516
. 55 .
3653
3335
3516
. . 55
5616
1 . 55 3535 3535
3516 3516 3516
. .
.
. .
. . 1 2 .
.
. . 1 2 . . 55 5555
.
.
12 6 1 . .
.
.
12 6 1 3653 3653
Saindenging jagad raya nyatane ora ana Candhi sing samadhani endahe Borobudur Edi lan endahe sarta daya prabawane Candhi Borobudur pranyata misuwur Dadi tandha yektine kabudayan luhur Mula prayogane rineksa murih tan lebur Pancen wiwit jaman kuna kaguna kita pinunjul
12. Candhi Sukuh Buka . 5 2 3 2123 6123 1216 5356 .
.
. 2 61 .
. . 61 .
.
. . 11 .253
.343 1261 6523 3523 5356 .
.
.
.
61 23 .
.
.
.2 2 2
.
.
.
.
1 2 6 1
.
.
61 2 3 .
5616
5555
.
62 16 .253
3653 .
.55. 5253
1653 5656
29
Candhi Cetho lan Sukuh sinawang katon pangkuh Sanadyan prasaja ananging mawa prabawa Dadi tandha yekti luhuring budaya Wiwit kuna Nuswantara wus kaloka Akeh sing durung ngerti papan dununge Candhi Cedhak gunung Lawu winangun awujud tugu Minangka sarana manembah Hyang Widhi Ingkang tansah paring berkah lan rejeki Kala jaman smana Candhi Sukuh lan Cetho Ujaring pra wredha yasan warga Majalengka Kasor andon yuda nasak wanawasa Urip nrima ing sukuning Lawu arga Candhi Sukuh lan Cetho saiki dadi srana Nora mung kinarya sasana manungku puja Nanging uga dadi papan wisata di Sarta uga kanggo noleh jaman kuna
13. Cengkir Gadhing Buka 2 1 6 1 2121 2121 2161 2161 2161 2161
.123 2323 6216 2323 6216 2323 6216
.
.
6121
.
.
.
.
.
. . 62
6 2 61 .
.
. . . .
11 2 1
.6. 2
.
.
.
. . 62 .
. . . 2
.
.
. .
.
. . . 2
.
.
.
.
.
. . 62 .
6 2 61 .
.
.
3323
.
.1 2 1
.1 2 1
.
1 2 3 3
.1.6
1165
.
.
. . 62
.
6 2 61 .
111 2
.
.
.
.
111 2 .
.
561 2
.1. 6 .
.
.
.1 23 .
.166
Cengkir cengkir gadhing kinupengan beras kuning Temanten wis sumandhing Dhahar sega punar kanthi polatan suminar Busanane sarwa kembar Para tamu padha tansah njurung pangestu Temantene manggiha rahayu.
30
14. Gambuh Bk : …… 6 Ompak ..66 ..66 Lagu A. 3636 B. 3636 C. 5321 D. 3636 E. 6535 F. 6262 G. 2165
.565 .565
.2.3 .2.3
.5.6 .5.6
32166 6532 3216 2123 3212 6356 2356
Cakepan Enjing bidhal gumuruh Tambur suling gung maguru ngungkung Binarunging krapyak myang watang agathik Kang kapyarsa swaranipun Lir ombaking samodra rob
15. Gedhong Sanga Buka 2 1 2 3 2123 2356 6123 1653 . . 22 . 223 .
.
.
.111 .666
.232 6532 3523 6121 1261 3123 2356 .
.
6123
6665 .365 .
61 2 3 3323
.
.
.
. 21 2 .222
3212 2353 .
.
.
.
11 2 1 1231
Candhi Gedhongsana mapan ing lemah bawera Dununge pating prenca pancen wis disengaja Ora waton tinata mesthi ngemu surasa Sinamun samudana nggladhi lantiping rasa Candhi Gedhongsanga ngenguwung mawa prabawa Murih tetep lestari kudu tansah rineksa Warisan adi luhung lambanging budi agung Luhuring kabudayan ajine tanpa pindhan
31
16. Gunung Lawu Buka . . 6 6 3635 1312 3636 2323 6123 .3.6 .223 .356 .123 .11.
3635 3632 6516 3523 1612 2126 3635 1232 .356 .123 5653
.356
3212
635. .555 .565 .216 .123
3212 2356 2353 1232 2126
Kae Gunung Lawu sinawang katon biru Sajake isih turu swarane manuk podhang Gumontang neng epang ngoceh swarane gandhang Sinelan unine prenjak sarta branjangan Nanging Gunung Lawu ra rumangsa kaganggu E e Gunung Lawu yen Minggu akeh tamu Menyang grojogan sewu sarta nyang Balekambang Leledhang neng taman lungguh pinggir blumbang Sinambi mriksani endahe sesawangan Taman Balekambang nyata endah sinawang
17. Gugur Gunung Buka: . 3 2 3
.6.5
6767 2727 5656 2323
3576 6523 2365 6532
.7.6
2.2.
Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja Kono-kene kono-kene gugur gunung tandang gawe Sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane Lila lan legawa kanggo mulyaning negara Siji loro telu papat bareng maju papat-papat Diulang-ulungake murih enggal rampunge Holopis kuntul baris holopis kuntul baris Holopis kuntul baris holopis kuntul baris
32
18. Gula Klapa Buka A. B. C. D.
2456 6521 6521 1621 2465
2155 3265 3265 5621 6165
Gula klapa abang putih sang dwi warna Gula klapa pralambang negara kita Watak kendel kulinakna budi asor singkirana Gula klapa dadi srana manunggaling nusantara Gula klapa abang putih sang dwi warna Gula klapa iku minangka pratandha Sagung rakyat Indonesia tunggal sipat rasa karsa Adhedhasar Pancasila ayem tentrem warga bangsa 19. Jago Kluruk Buka 3 5 3 2 1615 3532 2123 3532
55 2532 3216 6532 6165
Ing wayah esuk, jagone kluruk Rame swarane pating kemruyuk Wadhuh senenge sedulur tani Bebarengan padha nandur pari Srengenge nyunar kulon prenahe Manuke ngoceh ana wit-witan Pating cemruwit rame swarane Tambah asri donya saisine 20. Kabudayan Jawi Buka . 5 5 . 3635 2121 3635 2121 . . 66 . . 11 . . 66 . . 21
3523 3653 5616 3635 5616 3635 2161 3635 2161
.516
.356 .22. .356 .22.
5323
3523 6216 3523 6216
33
Ayo para kanca amarsudi budaya Mrih saya ngrembaka aja malah sirna Akeh bangsa manca sing padha ngalembana Nyata dadi cihna luhur ing budaya Kabudayan Jawi rerengganing pretiwi Endahe kepati alus merak ati Ora nguciwani gawe renaning ati Lungit mrambawani ngrawit milanggoni Beksan lan gamelan tatah sungging lan wayang Kudu dipepetri aja nganti ilang Ana bangsa manca kepengin dadi dhalang Sregep ajar nembang sindhen karawitan 21. Kandhang Bubrah Buka Kendhang : . . . 6 A. 3123 6523 B. 3123 6521 C. 5253 5253 D. 5253 5253
3216 3216 6521 6521
3216 3216
22. Kebo Giro Buka: A. B. C. D. E.
5672 .6.5 .6.5 .6.5 .6.5 .7.6
7372 .3.2 .3.2 .6.7 .6.7 .3.2
7675 .3.2 .3.2 .6.7 .6.7 .3.2
.6.5 .6.5 .6.5 .6.5 .6.5
23. Kebo Giro Kedhu Buka: . 6 . 3 .
A. B. C. D.
.6.5 .6.5 .6.1 .6.1
.
.6 .3 .
.6.3 .6.2 .6.2 .6.3
.
.6 .5 .
.6.3 .6.2 .6.2 .6.3
.
.6.5 .6.1 .6.1 .6.5
34
24. Kebo Giro Gambirsawit Buka: A. B. C. D.
.2.1 .6.5 .2.1 .2.1 .5.6
.2.1 .1.6 .2.6 .3.5 .2.1
.6.5 .1.6 .2.6 .6.5 .3.2
.2.1 .2.1 .3.2 .3.5
25. Kecik Manila Buka A. B. C. D. E. F.
2326 3235 3235 3235 2321 6365 6365
55 3532 6365 3216 3535 3565 3565
Kecik-kecik, kecike manila Prayogane tumrap para mudha Besok dadi wong kang dipercaya Sing becik dienggo, dibuang barang sing ala Oing, uwit gadhung uwit tela Oing, yen wis kadhung aja gela 26. Kembang Mlathi Buka 3 5 6 1 3561 3561 3212 3561
. 232 6261 3216 6121 6216
6216
. . . .
3561
. . . .
3561
. . . .
3 2 1 2
. . . .
35 61
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
161 2 .
.
.
3 2 1 2 .
.
.
.
.
.
.
.
.
62 16 .
61 2 . .
.
1611 .
.
1161 .
11 2 1
.
.
62 16
Kembang mlathi warna putih merak ati Kembang mlathi ganda arum amrik wangi Kembang mlathi lambanging ati suci Yen rinonce pantes kagem manten putri
35
Kembang mlathi rerengganing widodari Ganda wangi agawe ayeming ati Kembang mlathi yen sore disirami Kembang mlathi tinandur neng tamansari
27. Kupu Kuwi A. Umpak .
B. Lik
5 3 .
5 6
.
.
3 2 .
.
3 3 .
.
1 6
.
.
.
.
6 5
.
1 1
5 6
1 1 5 6
6 5 5 3
6 5 3 2
.5.6
.1.6
.
2 2 2 3 Gerongan
.
.
.5.3 .
.
.
.3 .2 . .
. .
. .
.1.6
. . 3 3
.
1 2
2 1
2 2
.
.
1 6
. .
.
. 2 .1 .
. .22
.
.1. 2
.
.6.5
.
. .11
6536 5665 .6.5
.
. . 22 .2.3
. .11 .5.6
. . 65 .5.3
5523
5566
2 165
.
.
63.2
Kupu kuwi tak encupe Mung abure ngewuhake Ngalor, ngidul, ngetan bali ngulon Mrana, mrene, mung saparan-paran Mbok ya mencok tak encupe Mentas mencok cegrok Banjur mabur kleper
28. Kutha Sala Buka . 2 1 . 2126 2126 3516 5356 2126 . . . 1
6216 5356 2132 2126 5356 2126 .156
.1216
.35.
5356
36
. . 61 .55. .535 .21.
616. 5356 2356 6216
6161 6121 .535 6121
. . 32 6216 1656 6216
Kutha Sala resik lan tumata Pantes Kalamun nampa Adipura Kutha Surakarta Bersih Sehat Rapi Indah Ganep kaping limane nampa pangalembana Wujud Adipura pratandha resik tumata
29. Lela Ledhung 6727 6727 6756 3. . 7
5623 5623 2327 5623
30. Mahesa Kurda Buka : 1 6 3 2 A. 6 5 3 2 B. 6 5 3 2 C. 6 5 2 1 D. 6 5 2 1 E. 1 6 3 2
7253 7253 3232 7253
6267 6267 5632 6253
3 1 5/5 5
3265 3265 2165 2165 3265
Bendhe umyung tengara budhaling wadya Kang tinata carub wor dadi sajuga Sang Panganjur aba-aba nabuh tambur Teteg ajeng suling peling nut wirama Kalamun cinandra pan yayah mahesa kurda.
31. Mahkamah Konstitusi Buka .356 . 365 3212 Ompak
Lagu
.23 . 2132 . 13 . .555 . 356 . 365 A. B. C.
5321 5321 5356
5356 3212
2x
5653 5653 3536
37
D. E. F. G.
3236 3236 3532 5356
3532 5352 3536 5352
Mahkamah Konstitusi, Dhandhanggula Tersebutlah lembaga negari Mahkamah Konstitusi namanya Hasil proses amandemen Konstitusi yang baru Dengan arah berdemokrasi Tata praja dijaga Supremasi hukum Dijunjung rakyat aparat Kebenaran keadilan dihormati Ketentraman tlah datang Mahkamah Konstitusi, Kebangsaan Undang-undang di Mahkamah Konstitusi Itu tempat pengujian hukum yang tertinggi Sengketa antar lembaga rampung dengan saksama Para hakim bijaksana tanpa purbasangka Demi bangsa negara Indonesia Slalu kerja keras serta hati ikhlas Semangat bersatu ke depan bisa maju Pengalaman dalam hidup kebangsaan Slalu muncul sikap perbedaan dan pandangan Bahasa dan budaya beraneka rupa Binneka Tunggal Ika itu semboyannya Pancasila dasar negara kita Undang Undang Dasar Empat Puluh Lima Mahkamah Konstitusi pengawal konstitusi.
32. Manuk Podhang Buka 2 1 2 3 6123 6121 6121 2323 6161
. 212 12 61 5612 3516 2121 3216
6121
38
.
.
.
.
.
.
.
.
.
61 2 3 .
.
. . . .
2 161
3561
161 2
. . . . . . . .
11 2 1 6123
6665 3232
6356 1611
.
.
. . . .
2161
3561
. .
. .
.
.
3232
.
. . . .
1611 .
.
.
.
.
.
.
3 216
Manuk Podhang padha ngoceh aneng epang Wayah esuk gumontang swarane gandhang Mung emane saiki wis arang muni Wis ginanti swara mesin rina wengi Manuk Podhang saya suwe saya ilang
33. Manyar Sewu .
.
Buka A. .5.3 B. .6.5
.1.6 .5.3 .6.5
.1.6 .5.3 .6.5
.3.2 .6.5 .3.2
C.
.3.2
.3.2
.3.2
.1.6
D.
.1.6
. .
.
.
.1.6
.1.6
.5.3
3532 3235 5321
.3.1 .555 .132
.6 .5 6321 1235
5621 .253 6532 .1.6 6562 .321 5321
5616 . . 12 . . 35 . 1 .5 . 615 .312 3212
2165 3565 3216 .1 .6 6532 .165 . 165
34. Mari Kangen Buka: . . 3 . .555 .123 Rep . .21 . .23 . .31 .1.5 . . 6 . .165 . . 5 .
E jebul kae sing tak anti-anti wis tekan kene Wis rada suwe babar pisan ora krungu kabare Sajake rada lalen mung tansah dadi impen Yen pinuju nggeget lathi eseme amerak ati
39
E mari kangen muga-muga tansah tegen Atiku dadi tentrem amulat netra kang tajem Mari kangen mulat sira netra tajem tyas jatmika.
35. Mbok Yo Mesem Buka 5 5 2 5 A. 5653 3213
3.5. 5251 1235
.
B.
31.1 1
.
6561 2353 2121 2121
6165 5321 2321 5612
3165
3231
.
6165
3231
3231 6565
3235 3231
3321 3535
6165 3231
.
E e e mbok ya mesem, mrengut pedahe apa E e e mbok ya mesem, susah pedahe apa Panjalukku dak tetepa ing janji Aja ewa aja tansah cuwa Nadyan aku uga tan selak ing janji E mesema tansah takenteni Yo bareng angudi luhuring kagunan Watone tumemen mesthi kasembadan.
36. Menthog-Menthog Buka . . . 3 A. .3.2 .5.3 .2.1 .3.2 B.
6 6
6521 .3.2 .5.3 .2.1 .3.2
6565 .3.2 .5.3 .2.1 .3.2
.3.2 .5.3 .2.1 .3.2 .5.6
6 6
6 3
5 6
40
2 2 2 2 2 Gerongan . . .
1 3 3 2 1
6 5 5 2 6
66 .
. . 66 .
.
6 5 5 2 6
.
5 3 3 3 5
. . 63
.
.2 3 1 5523 5523 . . 22 .
3 6 6 2 3
.
2 656 5566 5566 . . 22
3 6 6 5 3
5 5 5 6 2
5566 .
.
6.61 6653 6653 . . 23
2 165 5655 5655 5566
.6.5
.3.2
.
.2 3 1
2 653
Menthog, menthog, tak kandhani Mung solahmu angisin-isini Mbok ya aja ngetok ana kandhang bae Enak-enak ngorok ora nyambut gawe Menthog, menthog, mung lakumu Megal-megol dadi guyu
37. Nganjuk Mranani Buka
.356 . 365 3212
Ompak
.23 . 2132 . 13 . .555 . 356 . 365
Lagu
A. B. C. D. E. F. G.
5321 5321 5356 3236 3236 3532 5356
5356 3212
2x
5653 5653 3536 3532 5352 3536 5352
Kutha cilik sangisore Gunung Wilis iku pantes dadi pecangkramaning pra turis yo kanca ning Seduda ing perenging arga lelumban lan byur-byuran weh bagasing raga rampung njajan nginep neng pesanggrahan wis mesthi kepranan nyawang kaendahan Jo lali jo keri kutha Nganjuk mranani Wadhuk Ngomben saperenge Gunung Pandhan
41
Iku dadi proyek kacukupan sandhang pangan Ngocori sabin-sabin sakeloring kutha Mesthi agawe pengin wong sing padha teka sumur kompor ing ngendi-endi ana Tandur-tandur subur mesthi gawe makmur Ja lali ja keri kutha Nganjuk ngenteni. Kabudayan kesenian pancen nyata Iku pantes dadi pikukuh kapribadening bangsa Kerawitan pedhalangan beksa olahraga Candhi Ngetos wis nyata peninggalan kuna Pembangunan kuncara liyan praja Rerengganing kutha wus sarwa tumata Ja lali ja keri kutha Nganjuk nggon seni.
38. Pancasila Sekti Buka 2 1 2 1 2161 2161 2161 2161 2121 2121
3216 6523 3216 6523 3216 2323 2626
. . . .
26 1 1
. .
.
.
.
. .
. . . 1
1 2 1.
. . . .
26 1 1
.
.
.
. . 2 . .
. . 2 .
.
.
.111 .
.
533 . .
61 2 6
166.
2653
533 .
.
.
5616 .
.
.
.
. . . 3
2653
.
.
.111
.
.
1 3 2 6 .
.
.
.
11 2 . .
.
166.
.
1 3 2 6
.
.
23 2 6 .
166.
Nyatane saiki wis padha ngerti Pancasila pancen sanyata sekti Bola bali mung tansah dicidrani Nanging uga tansah
42
39. Prau Layar Buka . 6 6 . A . . 45 . . 21 . . 45 . . 21 B. 5555 5555 2121 3232 2165 3232
6561 4545 2121 4545 2121 6165 6165 2561 5321 4565 3232
.2.1 4545 2121 4545 2121 6532 6532 2121 2121 6532 6561
5.55 .6.1 .6.5 .6.1 .6.5 5321 5321 5612 2121 5321 2165
Yo kanca neng gisik gembira Alerab-lerab banyune segara Angliyak numpak prau layar Ing dina Minggu keh pariwisata Alon praune wus nengah Byak-byuk byak banyu binelah Nora jemu-jemu sajak mesem ngguyu Ngilangake rasa lungkrah lesu Adhik njawil mas jebul wis sore Witing kalapa katon ngawe-awe Prayogane becik bali wae Dene sesuk esuk tumandang nyambut gawe. 40. Purnama Sidi Buka . 3 6 . 3635 5356 2123 2356 .663 .11. 666. .33.
2356 2126 2126 6523 1516 6535 5356 6123 2356
.235
1656
1121 .121 5555 2321
6516 6516 2353 6516
Padhange kaya rina rembulan purnama Sawangen ing gegana langite tanpa mega Asri lamun dinulu resik semubiru Kaya banyu segara biru maya-maya Rinengga lintang najan kalah lan rembulan Wanci purnama sidhi cahyane anelahi
43
41. Randhu Sanga Buka 6 5 2 3 2161 2356 2161 6523 .
.
.5 3 5 . 6523 2126 6523 5616
1656
.
.
. . 1 2
1 2 61
6. 3 5
. . 23
5656
.1 2 1
62 16
. .
.
.
.
.
3523 .
.
.
.
. . 1 2
1 2 61
6 .35
3523
. 555
3333
.555
1 656
.
Sing nate dak rungu agawe gumunku Dongenge ibuku yen arep mapan turu Kowe dak kandhani nanging kudu janji Aja padha gumuyu yen pancen ora lucu Saka rumangsaku sarta pamikirku Ora mulih nalar ing jaman gagrag anyar Nanging dhek semana beda lan saiki Lelakon neka warna keh crita ngayawara Dak wiwiti crita rikala samana Ki Rangga Panambang kondhang kaonang-onang Sekti mandraguna tur sarwa sembada Maiyantu Samber Nyawa merong akampuh jingga Goteking bebrayan Ki Rangga Panambang Anggarwa Putri Jim lan wanita satuhu Aneng jero Pura yekti winisudha Pangkat warangka praja mandhegani pra wdya Manggala sanyata gegedhuging praja Tan mingkuh pakewuh kalamun magut pupuh Tekan titi mangsa pungkasaning yuswa Sumar ing astana kang aran Randhu Sanga 42. Rawa Pening Buka . . . 2 2161 2356 1612
1261 6523 5253 6535
6565
2353
44
2356 1612 2123 .
. . . 2 . . 23 . . . . . . . . . . . 1 2161
3212 6523 6532 .
.
.
1 2 61 2356 1612 2356 1612 2323
. . 66 . . 52 . . 66 . . 33 . . 66 6565
3523 5653 5535 2212 5523 3212
Banyune bening banyu Rawapening Simbah tau ndongeng aku isih eling Ana wiku ing gunung Merbabu Tan kanyana ketekan taksaka Sang wiku ngungun ula dikon lunga Tapa ing gunung Merbabu pethit sirah nganti temu Bacute crita aku rada lali Dha nyuwuna priksa bapak lan bu guru Mengko mesthi bakal didongengi Rawa Pening criuta ndudut ati Jaman saiki wis arang keprungu Sedurunge mapan turu didongengi bapak ibu 43. Ricik-Ricik Buka: 6 . 3 5
6.53
2.35 6
A.
.3.5
.6.5
. 6.5
.1.6
.3.5
.6.5
. 6.5
.1.6
.3.2
.3.2
.3.2
.1.6
.3.2
.3.2
.3.2
.1.6
. . .
B.
.
44. Ricik Ricik Banyumas Buka : 2 3 5 3 6/6 6 A. 1 6 3 2 5321 B. 2 3 5 3 5616 Ricik kumricik gimrising wis rata Sedhela maning bapakne wis teka Inyong kaget adhuh rika mbeta napa Bungkus pethak niku isi sega
45
45. Ringin Kurung Buka . 3 5 3 5156 2356 5156 2356 .
.
2356 5156 5356 5156 5356
.121
5666 2356
5651 5323
.
.
.111 . . 33 .
5613
.
.
. . 11 . . 33
.
.
1156 2356
.
.
1156 2356
.
.
561 1 5323
.
1156 2356
Ing tengah alun-alun mesthi ana ringin kurung Iku tandha yekti tumrap kraton tanah Jawi Yoeya Surakarta Demak Pajang Majalengka Niru Suralaya kedhatone para dewa Ana ing Suralaya ringin mau darbe nama Aran dewandaru kalawan Wijayandaru Lambang kawibawan sarta agunging kamulyan Mula para kuna banget anggone precaya Nganti saiki ringin kurung disajeni Wujud kembang menyan ngobong dupa lan kendhuren Adat pakulinan sing wis ketinggalan jaman Ora mulih nalar tumrap jaman gagarag anyar
46. Rujak Jeruk Bk. 262655 1515 1526 2626 2615
47. Sega Liwet .
.
. . 2 2 .
.
.
.
.
.
2 2 11
6 655
3123 56 2 1
.
.
.
. . 1 2
1656
5555
. . 23
5656
1111
3 2 16
5533
2123
5653
5535
3212
.
.
.
.
.
.
.
.
5516 .
.
.
111.
.
.
.
3 2 16
46
48. Segara Kidul Buka . . 2 2 3523 5253 3523 5253
2523 1516 2126 2126 6532
.253
5552
3533
1115
11 2 1
6523
1111
5552 222 .
3533 6123
1115 6565
. .
.
.
. .
. . .
1232
. .
. .
.
6156 .
.
.
3216 .
6156 3212
Ombaking segara Kidul yen cinandra kadi gunung Kang andulu padha ngungun sumurup gedhening alun Wayah bengi krasa sepi ing pesisir suwung Yen nyawang sisih kidul katon jembar tanpa tepi Gumuruh swaraning alun jumegur kadi kinebur Lembak-lembak alun galak keh pesiisr padha rusak Tinerjang krodhaning ombak gunung karang padha mendhak Mengkono kahanane agawe gawoking ati
49. Sendhang Drajat Buka . 3 5 . 3635 1312 2323 5616 2321 . 356 .123 .53. .516 .21.
5356 3632 6523 1656 3532 3216 5535 1232 2123 .516 321
.535
5536 . . 56 . 111 .161 .132
1656
2222 5253 6656 6523 6216
Cedhake Arga dalem ana sendhang memper tlaga Sinebut sendhang drajat kena kangge nandha Bisa lan orane bakal kanggonana drajat Lan pangkat kamulyan rinoban bandha donya Iku ya jarene ujare para kuna
47
Ing donya akeh crita lan kahanan neka warna Akeh sing ngayawara mula sing waspada Aja padha kelu rembug sing pait madu Pikiren gagasen ja padha grusa-grusu Jaman saya maju yen kliru digeguyu
50. Singa Barong Pralaya Buka . 3 6 . 3635 3231 3635 3231 3635 3231 .56. .12. .56. .12. .22.
3635 3635 2165 3635 2165 3635 2165 55.2 31. 3 55.2 31.3 31.3
.356
3565
356 . 132. 356. 132. 132.
535. 165. 535. 535. 165.
Bujang Ganong mungsuh Singo Barong Jaran kepang maju ing palagan Saya rame campuhing yuda Kang dulu padha miris digdaya Pungkasane Singo Barong pralaya
51. Singa Nebak Buka: . 5 3 2 .
.5 3 2
.
.
.
.
.6 5 3
.
.
.
.
.
A.
.5.3
.5.3
.
.2.3
.2.1
.3.5 .5.6
.3.2 .5.3
.
B. .2.1 .2.1 C. .3.2 .3.2 Wirama lamba janturan: .
.
1653
.
1653
.
.
3561 6532
3561 6532
.
1653
6561
.
3561 6532
6523 6553
Getar tambur bendhene munya angungkung Suling sesauran selompret tetep nindhihi Sigra mangsah lumampah anut wirama
48
52. Slendhang Biru Buka . 5 1 6 A. 3216 3216
.5.3 5612 5235
2.22
6565 2121 3212 3532 2525
6121 5612 5612 5235 2521
.
B.
.
6165
3212
3216 3216 2.22
5612 5235 . . . 2
53. Surabayan Buka: 2 . 1 . A. B.
.6.5 .2.1
2.1.
6 . 5 .
.3.2 .2. 6 .
.
.6.5 .2.1
.2.1 .6 .5 .
.
54. Suwe Ora Jamu Bk : Lagu : A. B.
3565
3216
2353 3565
1232 3216
Cakepan : Suwe ora jamu Jamu godhong tela Suwe ora ketemu Ketemu pisan gawe gela Suwe ora jamu Jamu godhong keningkir Suwe ora ketemu Ketemu pisan dadi pikir
49
55. Taman Bale Kambang Buka . 5 6 . 5616 2132 2132 5653 5653
5653 2126 3126 6123 2126 2126
.121
5616
.3 5 5 .6
. . 12 1
.
. . 65 .
.
.
.
.
.
.
. . 3 1
.
.
.
.
.6 1 2 2
. .2 1
.
. 3 .5 2
. . 56
. 165 3
. . 1 2
. . 56
. 165 3
1111
. . 11
.
.
.
.6 1 .6 6
.
. . 2 1
.
.6 1 .6 6 . .
.
.
.
.6 1 1 2 3 .
. 3 1 56 6
.
.
.
.
13 2 1 6 6
56. Tropongbang Buka : 3 1 3 2 A. 3 2 3 2 B. 3 2 3 2 C. 1 6 1 6 D. 1 6 1 6
5 6 1 2
5/5 5
1645 1645 4245 4245
BK
3 1 3 2
A
^ 3 1 3 2 3 1 3 2
B
^ 1 2 1 6 1 2 1 6
+ 5 6 1 2 p
^ 3 1 3 2 3 1 3 2 p
^ 1 2 1 6 1 2 1 6
^ 1 6 3 (5) p
^ 5 6 1 2 5 6 1 2 p
^ 5 6 1 2 5 6 1 2
p
^ 1 6 3 (5) 1 6 3 (5) p
^ 1 6 3 (5) 1 6 3 (5)
Segar bugar candranipun Makaryo sedino tan karaso Datan ngetung ing wanci Mung beteke ben katon blabuhano
50
57. Tumlawung Buka: . 6 6 . 2163 2165 2163 2165
2165 6261 1231 6261 1256
5612 2164 5563 2165
1521 2645 6261 1256
.1.2
.5.6
ompak: 2163 2165
6261 1256
58. Wayah Esuk Buka . 1 5 . 5353 5656 3232 5353 3636 .523 .356 .612 .523 .356
1656 2356 3212 5653 2356 3212 .253 2356 .132 .253 .356
.356
3212
523. .333 .555 523. .333
2356 2212 1653 2356 2212
Srengenge wayah esuk sumorot madhangi punthuk Pucuk gunung kang mbrenjul iku aran Gunung Gandhul Cedhake Plintheng Semar ing kutha Wonogiri Angin tis sumilir agawe tentreming ati Saben minggu cobanen mungguh pucuk gunung gandhul Yen ati sebel suwe-suwe dadi anyel Mara enggal sirnakna rasa sebel ngrusak raga Munggah pucuking gunung dhuwure ra sepiroa Rada kesel sedhela rasa sebel dadi sirna Nuli ganti swasana ati mangkel dadi lega
51
59. Wrahatbala Buka: 1 6 1 6 3 2 .
.
A.
321 6
1 6 32
B.
321 6
5 3 2 6
C.
5323
212 6
D.
5323
212 6
E.
2321
6 5 32
.
.
.
.
.
.
.
. .
.
.
60. Yogyaning Kendhang Lancaran Buka ttpb tppp Lampah Ptpp pbpp Ptpp pbpp
pbpp pbpp
pbpp pbpp
Suwuk Ptpt pbpt
bptb
tpp
52
BAB V LAGU LANGGAM
Langgam Lara Wuyung Pl. 6
. . . 1
3253
1235
2321
2321
3253
1235
2356
5612
3561
2132
1235
35. 1
3253
1235
2356
. . . 5
.6.4
.6.5
.4.5
.6.1
.2.4
.2.1
.6.4
.6.5
.6.1
.6.5
.4.5
.6.1
.2.4
.2.1
.1.2
.4.1
.2.3
.5.6
.5.6
.5.4
.6.5
.4.2
.2.4
.6.5
.6.4
.6.5
.6.5
.6.1
.2.4
.2.1
Langgam Tamansari Pl. 6
Buka: Celuk
Langgam Tamansari Ompak: 2465
6165
4561
5421
. . . 5
6165
4561
5421
2465
6165
4561
5621
2121
6521
5654
5612
1245
6165
4561
5421
53
Langgam Ali-Ali Sl. Manyura Buka: Celuk A.
1635
3231
5632
3231
2165
3231
2132
5321
5616
2563
5353
5621
2165
3231
6132
3216
2165
3231
6132
3216
3231
6132
3126
Ompak: 2165
Bawa Dhandhanggula : Jenang gula glali aja lali Ali-ali niki sulih kula Aja dianggep sepele Kula mbotena melu Amung ati tansh nggondheli Yen dadi lara gela Sedhih rinten dalu Ketok ketoken kewala Nganti-anti mbesuk apa bakal bali Yen bali beja kula. Langgam : Ngagema ali-aliku pamrihe aja lali marang aku Nadyan kula mboten melu mbesuke Ngelingana lelabetku Lamun embane cepaka emane Amung tansah gawe cuwa Iki embane kencana pamrihe Tansah manggiha raharja Yen nganti ilang mripate jarene nemahi rubeda Yen nganti dinggo wong seje mbesuke Wis mangsa bodhowa Pilihanku mripat biru pamrihe Mrih sulistya ingkang warni Yen takon isi atiku mbesuke mriksasana ali-ali.
54
Anting-Anting Pl. 6
5653
6231
2165
2353
5653
6231
2165
2356
2153
1232
3565
2356
2153
1232
3565
2356
5653
6231
2165
2356
Ompak: 5653
6231
2165
2356
55
BAB VI LAGU AYAK-AYAK DAN SREPEG
Ayak-ayakan Pathet 6 Buka: .
.
.
.
2 1 3 2
5656 65
.
A.
3235
1656
5356
B.
5653
5653
212
C.
5653
2132
D.
3235
3235
5656
321
3532
6
2123
.
6 5 3 5 .
.
.
2353
.
5235
6 .
Ayak-Ayakan Panjang Mas Sl. Pt. 6 Buka: .
A.
1656
6565 .
.
.
.
2 1 3 2
6535 .
B.
3235
1656
5356
3532
5653
5653
212
6
2123
.
5653
2132
6 5 3 5 .
.
.
.
56
C.
.66.
6535
.22.
6535
2325
212
.66.
6535
.22.
6535
2325
212
2 3 5 6
D.
.
.
.
.
.
1
.
6
32
.
.
.
6
1
32
.
5 6 3 5
.
.
.
.
3 2 6 5 .
.
.
.
.
.
1632
.
.
.
.
6
32
.
.
.
.
6
1
.
.
.
.
12
5 3 .
.
.
3532
.
.
.
2 3 5 3 .
.
.
6
1
.
.
.
12
5 3 .
5 35 6
3532
5653
5653
2126
2123
5653
2132
.
6 5 3 5 .
.
.
.
.
.
.
.
2 3 5 3 .
.
.
.
.
5 235
.
6 5 3 5 .
6 5 3 5 .
.
.
1 2 16
.
.
6 5
53 .
.
5 6
3235
.
.
.
3 2 6 5
.
.
3532
.
3 2 6 5 .
6 5
6 5
.
.
.
5 6 3 5
.
.
.
.
.
5 3
12
.
21
.
6 3 2
3 2 6 5
.
.
6 5
.
3 2 6 5 .
.
2 3 5 3
.
6 3 2
5 1
.
.
1
.
5 6 3 2 .
.
.
.
53
5 3
12
.
5 6
.
.
3 2 6 5
.
6
21
.
.
3 2 6 5 .
F.
.
5 6 3 2
.
.
.
5 3 2
3
5 6 3 2
E.
6
.
.
.
.
.
2353
.
5235
Suwuk: 1
6 5 6 .
.
.
321
6 .
57
Srepegan Sl. Pt. 6
Buka: 2 3 5 A.
6565
2353
B.
5353
5235
C.
3232
3565
D.
6 16 1
E.
16 16
156 1
F.
6565
2353
G.
5353
5235
H.
3232
3565
.
.
.
.
.
.
1653
.
.
.
3 2 1 2
.
6532
16 5 6 .
.
.
3 2 65
3235
.
1653
6532
Srepegan Pinjalan Sl. Pt. 6
A.
B.
..6.
3.65
..6.
3.65
..2.
5.23
..5.
2.53
..5.
2.53
..6.
5.35
..6.
3.65
..3.
1.32
..3.
1.32
..3.
1.32
Ayak-ayakan Pathet 9 Buka: .
A.
... 2
.
... 1
.
.
... 2
... 1
.
... 3
.
... 2
...6
...5
.
. 1.6
.5.6
.5.3
.5.6 .5.3
.5.6
.3.2
.3.5
58
.
B.
.3.2
.3.5
.3.2
.3.5 . 1.6
.5.6
.5.3
.2.1
.2.3
.2.1
.2.3
.2.1 .3.5
.3.2
.5.3
.5.6
.5.3
. 5. 6
.5.3
.5.6 .2.3
.2.1
______________
. 3. 2
.3.5
.3.2
.3.5 .3.2
. 3. 2
.3.5
.3.2
.3.5 . 1.6
.2.1
.6 .5
. 2 . 3 . 2 .1 .3.2
.3.5
.1.2
.3.5
.6.5
.5.6
.5.3
.2.1
.
Suwuk: .2.3
.
. 3. 5
.
.
.
Ayak-Ayakan Tlutur Sl. Pt. 9
.
A.
.6. 1
B.
.6. 1 .3.5
.
.
.6. 1
.6.5
.3.5
. 1.6
.5.6
.6. 1
.6.5
.3.5
.2.3
.2.1
.6.5
.3.5
.6.5
.3.2
. 1. 2
.
.5.3
.2.3
.
.6. 5
. 3. 5
.2.3
.5.3
.
.
.
.
.
. 3 . 2 . 3 . 5 . 3 . 2 . 3 . 5 . 1. 6 . 5 . 6 .
.
.
.
.
.
.
.
Srepegan Tlutur Sl. Pt. 9
Buka: 2 3 5 .
A.
6565 .
B.
.
.
1656
5323
.
2 1 2 1 6535
2321
C.
3565
3212
D.
3565
3 2 1 2 3565
.
.
.
3565 .
59
Srepegan Sl. Pt. 9 Buka: 2 3 5 A.
6565
2321
B.
5621
3212
3565
C.
1656
5356
5312
D.
6565
2356
5 152
E.
2121
3232
56 16
F.
16 16
2121
3565
G.
6565
3212
H.
3232
3565
I.
6565
2321
.
3565
.
5321
.
.
.
Sampak Tanggung Sl. Pt. 9 A.
6565
6565
2121
2121
3232
3232
56 16
.
.
B.
.
16 16
.
.
.
16 16
.
.
.
2 1 2 1
.
.
.
.
2 1 2 1
3565 C.
6565
6565
3212
D.
3232
3232
3565
Ayak-Ayak Pathet Manyura A.
. . . 3
. . . 2 . . . 3
. . . 5 . . . 3 . . . 2
B.
2321
2321
3532
3532
C.
5356
5356
5323
1232
D.
3532
3532
5323
2121
. . . 1
5356
60
Suwuk: 3121
3216
Ngelik: E.
5321
F.
5356
5356
5321
G.
2321
3532
5356
H.
5356
5356
2321
6532
Srepegan Sl. Pt. Manyura
A.
3232
5353
2121
B.
2121
3232
5616
C.
1616
5353
6532
Suwuk: 3532
Sampak Sl. Pt. Manyura
A.
6666
3333
2222
B.
2222
3333
1111
C.
1111
2222
6666
Suwuk: 6666
6622
Ayak-Ayak Tancep Kayon
.3.2
.3.2
.3.2
.3.2
.11.
1132
6535
6 156
.
61
.
.
16 1.
.
53. .
33.5
1 132
6535
6 15 6
16 1.
1656
5323
1232
3136
3532
3126
3532
33. .
33.5
66.3
56 16
5323
2121
3265
356 1
3265
3561
3565
3232
3126
3532
3126
3532
1653
5616
2123
2126
2123
2126
323.
323.
3532
. 1.6
.
.
6 1. . .
1656 .
.
.
.
.
Sampak Banyumasan Sl. 9
Buka:
11
5151
5561
5612
1635
2353
6532
6262
3235
6565
6561
5612
3216
1216
1216
5152
5321
62
DAFTAR PUSTAKA
Dwijo Carito, 2000. Pakeliran Sedalu Natas Lampahan Semar Boyong, Cendrawasih. Surakarta. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. Irwan Sudjono, 1990. Lelagon Gagrag Enggal. Cendrawasih. Surakarta. Sumarto & Sri Suyuti, 1978. Karawitan Gaya Baru. Tiga Serangkai. Surakarta. Ki Hajar Dewantara, 1953. Pasinaon Titi Laras Gendhing. Bharata. Jakarta. Kodiron, 1989. Marsudi Karawitan Jawi. Cendrawasih. Surakarta. Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. Rekso Panuntun, 1991. Sekar Sumawur. Cendrawasih. Surakarta. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Disertasi UGM. Yogyakarta. Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta. Wignya Sutarno, 1956. Kawruh Pakeliran Sedalu Natas. Sadu Budi. Solo.
63
LAMPIRAN 1. SILABUS
SILABUS MATA KULIAH : SENI KARAWITAN I SIL/FBS-PBJ/252
Revisi : 00
10 November 2009
Hal
1. Fakultas / Program Studi 2. Mata Kuliah & Kode 3. Jumlah SKS
: FBS / Pendidikan Bahasa Jawa : Kode : PBJ : Teori : - SKS Praktik : 2 SKS : Sem : Ganjil (l) Waktu : 16 pertemuan 4. Mata kuliah Prasyarat & Kode : ....................................... 5. Dosen : Dr. Purwadi
I. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mahasiswa memiliki kemampuan dan ketrampilan tentang dasar-dasar seni karawitan yang meliputi : sejarah gamelan, titi laras, pelog slendro, tembang macapat, lelagon, dalang, wiyaga, waranggana, sastra, gendhing, dan wayang. Pengetahuan dasar seni karawitan itu akan mengantarkan mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.
II. STANDARISASI KOMPETENSI MATA KULIAH
Mahasiswa mampu dan terampil memainkan instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masing-masing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati.
III. POKOK BAHASAN DAN RINCIAN POKOK BAHASAN Minggu ke I
II
Pokok Bahasan
Rincian Pokok Bahasan
Pengenalan jenis-jenis Mengetahui dan memahami jenisinstrumen gamelan jenis instrumen gamelan itu dalam seni karawitan. Latihan dasar gamelan Praktek memainkan gamelan secara
Waktu 100’
200’
64
dengan lagu lancaran III
IV V
VI VII
VIII
Latihan gamelan dengan lagu lancaran beserta iringan waranggana Latihan gamelan dengan lagu ladrang Latihan gamelan dengan lagu ladrang dengan diiringi waranggana Latihan gamelan dengan lagu ketawang Latihan gamelan dengan lagu ketawang dengan diiringi waranggana Ujian akhir
kolektif dengan lagu lancaran yang paling sederhana. Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu lancaran lanjutan yang bisa diiringi waranggana. Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang. Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ladrang yang bisa diiringi waranggana. Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang. Praktek memainkan gamelan secara kolektif dengan lagu ketawang yang bisa diiringi waranggana.
200’
200’ 200’
300’ 300’
100’
IV. REFERENSI/ SUMBER BAHAN A. Wajib :
1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. 2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti. 3. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta. 4. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta. B. Anjuran :
1. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta. 2. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta. 3. Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta.
65
V. EVALUASI No
Komponen Evaluasi
Bobot (%)
-
Teknik yang dipakai dalam evaluasi berupa ujian
100 %
tulis. Nilai akhir diperoleh dari perhitungan sebagai berikut. NA = T + S + 2A 4 Jumlah
100%
Yogyakarta, 10 November 2009 Dosen
Dr. Purwadi
66
LAMPIRAN 2. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) MATA KULIAH : SENI KARAWITAN I RPP/FBS-PBJ/252 1. Fakultas / Program Studi 2. Mata Kuliah & Kode 3. Jumlah SKS
4. Standar Kompetensi
Revisi : 00
10 November 2009
Hal.
: FBS / Pendidikan Bahasa Jawa : Seni Karawitan I Kode : PBJ 252 : Teori : SKS Praktik : 2 SKS : Sem : Gasal () Waktu : 16 pertemuan : Mahasiswa mampu dan terampil memainkan
instrumen gamelan dengan lagu-lagu yang termasuk golongan lancaran, ladrang, sekar ageng dan langgam. Dengan mengenal masingmasing instrumen gamelan akan menjadikan mahasiswa secara kolektif mampu memainkan gamelan yang disertai dengan iringan waranggana atau swarawati. : a. Mahasiswa mengetahui pengetahuan dasar
5. Kompetensi Dasar
seni karawitan. b. Pengetahuan
itu akan mengantarkan mahasiswa menjadi ahli secara teoritis dan trampil secara praktis.
6. Indikator Ketercapaian
: Setelah
mengikuti program ini mahasiswa mampu (1) mengenal dasar-dasar seni karawitan; (2) mengetahui jenis-jenis instrumen gamelan; (3) dapat memainkan instrumen gamelan itu secara kolektif.
7. Materi Pokok/Penggalan Materi : Seperangkat gamelan beserta dengan buku
petunjuk bermain seni karawitan 8. Kegiatan Perkuliahan
Tatap Muka Komponen Langkah PENDAHULUAN
:
Uraian Kegiatan
Estimasi Waktu
Memberi deskripsi seni dasar karawitan Jawa dan pengenalan instrumen gamelan
1 x tatap muka atau 100 menit
Metode
Media
Ceramah, OHP demonstrasi Perangkat gamelan
Sumber Bahan/ Referensi A dan B
67
LATIHAN GOLONGAN LAGU LANCARAN
Lancaran : Singo Nebak dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.
4 pertemu an x 100 menit
Teori dan praktek menabuh gamelan
OHP Perangkat gamelan
A dan B
LATIHAN GOLONGAN LAGU LADRANG
Ladrang: Asmarandana dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.
4 pertemu an x 100 menit
Teori dan praktek menabuh gamelan
OHP Perangkat gamelan
A dan B
LATIHAN GOLONGAN LAGU KETAWANG
Ketawang : Puspa Warna dengan irama I, kemudian dilanjutkan irama II dan terakhir disertai dengan iringan swarawati.
4 pertemu an x 100 menit
Teori dan praktek menabuh gamelan
OHP Perangkat gamelan
A dan B
PEMANTAPAN LATIHAN
Memberi pemantapan dengan cara mempertinggi ketrampilan menabuh gamelan sesuai dengan lagu-lagu yang telah diajarkan.
1 x tatap muka atau 100 menit
Ceramah, OHP demonstrasi Perangkat gamelan
A dan B
TANYA JAWAB AKHIR PERKULIAHAN
Memberi kesempatan kepada peserta kuliah untuk menanyakan selukbeluk bahan perkuliahan yang telah diajarkan.
1 x tatap muka atau 100 menit
Ceramah, OHP demonstrasi Perangkat dan diskusi gamelan
A dan B
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono Kodrat, 1982. Gending-gending Karawitan Jawa. Balai Pustaka. Jakarta. 2. Purwadi dan Afendy Widayat. 2005. Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Pustaka Sakti. 3. Sastrowiryono, 1978. Sekar Macapat, Bimbingan Kesenian Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Yogyakarta. 4. Soetrisno R., 2004. Dimensi Moral Dalam Syair Tembang Pada Pergelaran Wayang Purwa. Pustaka Raja. Yogyakarta. 5. Sukatmi Susantina, 2001. Inkulturasi Gamelan Jawa. Philpres. Yogyakarta.
68
6. Sunardi Wisnubroto, 1997. Sri Lestari An Introduction to Gamelan. Gama Press. Yogyakarta. 7. Trimanto, 1984. Membuat dan Merawat Gamelan. Depdikbud. Yogyakarta.
Yogyakarta, 10 November 2009 Dosen
Dr. Purwadi
69
PENYUSUN
DR. PURWADI, M.HUM lahir di Grogol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 16 September 1971. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan di tanah kelahirannya. Gelar sarjana diperoleh di Fakultas Sastra UGM yang ditempuh tahun 1990-1995. Kemudian melanjutkan studi pada Program Pascasarjana UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor di UGM diperoleh pada tahun 2001. Kini bertugas sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Tinggal di Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta 55581. Telp 0274-881020. Email:
[email protected].
70