DIKLAT DAN KOMPETENSI BIROKRASI 1 oleh Drs. Faris Ihsan, M.Si
2
Abstraksi Dalam era yang penuh tantangan aparatur dituntut menjadi profesional. Dalam pelaksanaan pengembangan SDM guna mencapai tujuan di atas melibatkan 3 unsur yaitu lembaga diklat, tenaga kependidikan (widyaisara) dan peserta diklat. Pengembangan pada Sumber Daya Manusia khususnya Pegawai Negeri Sipil, perlu menjadi perhatian karena Pegawai Negeri Sipil dalam menghadapi tugas-tugas yang semakin luas dan kompleks di masa depan, dimana suatu era yang tidak lagi mengenal batas ruang/wilayah, ekonomi, politik maupun budaya, maka pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil haruslah dilakukan secara cermat dan tepat pada era keterbukaan ini. Kata Kunci : Diklat, Kompetensi, Globalisasi
A. Pendahuluan Menyadari akan perlunya perubahan pengaturan disegala bidang untuk menghadapi globalisasi dan perubahan lingkungan strategis muncul paradigama baru dalam pemerintahan serta beberapa pengalaman kekurang berhasilan dalam pelaksanaan sistem pemerintahan maka pemerintah melaksanakan reformasi birokrasi sebagai pijakan utama dalam reformasi tersebut adalah dengan diterbitkannya Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No.8 /1974 tentang pokok-pokok kepegawaian sebagai dasar pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
telah membawa berbagai perubahan dalam kebijakan
pengelolaan strategik pembinaan PNS untuk mengantisipasi perubahan strategik pemerintahan maupun dampak globalisasi. Kebijakan pengembangan Sumber
1. Telah dikoreksi oleh Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB 2. Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB 1
Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi perubahan strategik tersebut pada intinya adalah pembangunan SDM aparatur negara yang diarahkan agar profesional, netral dari kegiatan politik, berwawasan global, bermoral tinggi, berkemampuan sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian dapat memenuhi tujuan antara lain: 1. Mengantisipasi perubahan strategik pemerintah koalisi. 2. Meningkatkan profesionalisme untuk bersaing dengan pegawai swasta 3. Mempertahankan azas keahlian (merit system) dan netralitas. 4. Mengantisipasi teknologi informasi dan persaingan global. 5. Mendukung terseleng-garanya otonomi daerah 6. Menciptakan pemerintah yang bersih bertanggung jawab dan bebas..KKN Disamping itu muatan utama yang perlu dicermati dalam mengantisipasi perubahan startegik yang terjadi adalah adanya pergeseran fungsi aparatur negara dari abdi negara
menjadi
abdi masyarakat
yang diharapakan dapat
menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat. Dari Undang-Undang No.43 Tahun 1999 tersebut terlihat bahwa antisipasi pertama adalah untuk menghadapi globalisasi yang membawa dampak pada semua tatanan dan pengaturan lokal/nasioanal. Beberapa ahli berpendapat bahwa globalisasi membawa penyesuaian dalam sistem pengorganisasian, pengembangan sumber daya manusia dan system pengaturan lain termasuk pengaturan perdagangan barang dan jasa dan manajemen publik lainnya. Dalam memasuki era tanpa batas (borderless) dan akan terfokusnya hal-hal yang strategis dalam 5 persoalan antara lain : 1. Mental model : membangun model mental yang mampu mencari dan mengelola error (feedback). 2
2. Personal Mastery : membangun keuletan diri sehingga mempunyai enrgi untuk perbaikan yang berkesinambungan. 3. Shared Vision : membangun kemampuan membentuk visi bersama. 4. Team Learning : mampu menentukan penyelarasan tim untuk membentuk tim yang matang. 5. System thinking : mampu berpikir system.
Dengan memasuki globalisasi peter senge menekankan perlunya fifth discipline sebagai pedoman pengelolaan organisasi agar dapat bertahan terhadap persaingan yang berlaku. Untuk menghadapi era globalisasi juga ada pendapat atau konsep manajemen publik yang sangat memberikan aspirasi perubahan manajemen publik pemerintahan Indonesia. Konsep reinventing government mengandung 10 prinsip yaitu : 1. Pemerintah katalis yaitu Pemerintah berfokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. 2. Pemerintah milik masyarakat yaitu pemerintah hendaknya lebih berorientasi untuk memberdayakan masyarakat tidak sekedar melayani. 3. Pemerintah yang kompetitif yaitu pemerintah perlu memunculkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. 4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi yaitu mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menajadi organisasi yang digerakkan oleh misi. 5. Pemerintah berorientasi hasil yaitu pemerintah berorientasi hasil dimana mampu membiayai hasil bukan masukan. 6. Pemeritah berorientasi pada pelanggan yaitu memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. 3
7. Pemerintah wirausaha yuitu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar pembelanjakan. 8. Pemerintah antisipatif yaitu berupaya mencegah dari pada mengobati. 9. Pemerintah desentralisasi yaitu dari hierarkhi menuju partisipatif dan kerja tim. 10. Pemerintah berorientasi pada pasar.
Untuk
mengantisipasi
globalisasi
serta
penyesuaian
dengan
perubahan
pemerintah maka reformasi birokrasi yang perlu dilakukan meliputi : 1. Kelembagaan 2. Sumber daya manusia aparatur 3. Tata laksana atau manajemen 4. Akuntabilitas kinerja aparatur 5. Pengawasan yang terkoordinasi 6. Pelayanan publik. 7. Budaya kerja produktif. 8. Koordinasi program dan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pengawasan serta pengendalian program pendayagunaan aparatur negara.
Beberapa program reformasi birokrasi mendasari tujuan pembangunan kualitas diklat dalam rangka peningkatan kerja (performance) aparatur negara, agar mampu menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang terjadi. Pengembangan pada Sumber Daya Manusia khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS), perlu menjadi perhatian karena Pegawai Negeri Sipil dalam menghadapi tugas-tugas yang semakin luas dan kompleks di masa depan, dimana suatu era yang tidak lagi mengenal batas ruang/wilayah, ekonomi, politik maupun budaya, maka pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil haruslah 4
dilakukan secara cermat dan tepat Pada era keterbukaan ini. Dalam era yang penuh
tantangan aparatur dituntut menjadi profesional. Dalam pelaksanaan
pengembangan SDM guna mencapai tujuan di atas melibatkan 3 unsur yaitu lembaga diklat, tenaga kependidikan (widyaisara) dan peserta diklat. Sesuai PP Nomor 101 tahun 2000, masing-masing unsur mempunyai tugas dan fungsi yang dapat dijelaskan dibawah ini: 1. Lembaga Diklat Pemerintah adalah satuan organisasi pada Kementerian, Lembaga
Pemerintah
Non
Dapartemen,
Kesekretariatan
Lembaga
Tinggi/Tinggi Negara, dan Perangkat Daerah yang bertugas melakukan pengelolaan Diklat. 2. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Secara umum pendidikan bisa didefinisikan sebagai suatu proses pengembangan SDM, sedangkan latihan dapat didefiniskan sebagai upaya memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja baik yang langsung ditangani atau yang berhubungan / berkaitan dengan tugas yang ditangani.
Widyaiswara merupakan PNS yang dianggap sebagai pejabat
fungsioanal oleh yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan atau melatih PNS pada lembaga diklat pemerintah. Peserta diklat merupakan kelompok yang harus menerima pembelajaran agar menjadi SDM yang memiliki kompetensi, yaitu: SDM mampu memahami lingkungan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Khusus tugas dan fungsi widyaiswara diatas, jelas diharapkan adalah terciptanya profesionalisme SDM sehingga misi dan visi instansi dapat terwujud dengan melakukan pengembangan SDM melalui
peningkatan pengetahuan, 5
keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kebutuhan instansi. Sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran program ataupun tujuan organisasi.
B. Sumber Daya Manusia
Merujuk Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta
didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika
ditinjau dari tujuannya, menurut Manpower Services Commissions dalam Suparman (2010), pendidikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, pemahaman dan penyerapan, nilai-nilai yang diperlukan dalam semua aspek kehidupan, bukan
hanya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan
kegiatan atau pekerjaan tertentu. Dari dua konsep tersebut masing-masing menekankan kepada perubahan individu yang terkait dengan nilai-nilai, kemampuan kognitif dan psikomotor melalui pengembangan potensi diri secara terencana. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa pendidikan dilakukan untuk menyiapkan individu mengarungi kehidupan, yang tidak dibatasi oleh pekerjaan saat ini atau masa yang akan datang. Sedangkan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai (Nadler dalam Suparman, 2010). Secara operasional, pelatihan 6
merupakan kegiatan yang didesain untuk membantu pegawai memperoleh pengetahuan keterampilan dan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pelatihan berorientasi pada pekerjaan saat ini atau masa datang. Pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi aparatur dapat
jadikan sebagai treatment bagi optimalisasi
kinerja
organisasi.
Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Negeri Sipil yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dijelaskan, bahwa diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. C. Kompetensi Aparatur
Kompetensi aparatur adalah kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang secara umum harus dimiliki oleh aparatur dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang dimilikinya. Agar aparatur dapat mempunyai kompetensi yang diharapkan maka diperlukan adanya pendidikan
dan
pelatihan
(diklat)
berbasis kompetensi sesuai yang berkelanjutan yakni dari pertama diangkat sebagai Calon PNS sampai menjelang pensiun. Sebagai salah salah satu bentuk pembinaan PNS maka pendidikan dan pelatihan PNS memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kompetensi yang meliputi integritas, tanggung jawab, kepemimpinan, kerja sama dan fleksibilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas. Harapannya dalam rangka peningkatan efektifitas diklat sebagai instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Maka perlu diupayakan dilakukan pembenahan terhadap manajemen pembinaan aparatur 7
penyelenggara pemerinatahan daerah berdasarkan kompetensi dan kinerja sehingga
diklat
peningkatan
aparatur
kompetensi
pemerintah penyelenggara
daerah
difokuskan
pemerintahan
pada
daerah.
upaya Dalam
memperbaiki sistim dan prosedur antara lain dengan pemetaan dan perumusan standar kompetensi, memfokuskan penyelenggaraan diklat untuk peningkatan kompetensi, merumuskan sistem dan prosedur penyelenggaraan diklat satu pintu serta pendayagunaan alumni diklat dengan penempatan sesuai kompetensinya. Dalam rangka pencapaian tujuan diklat diatas, penyelenggaraan diklat haruslah terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Berbagai komponen penyelenggaraan diklat
seperti
penyususnan
program
dan kurikulum,
widyaiswara, kelembagaan instansi diklat dan SDM penyelenggara Diklat harus dikelola dan dimonitor secara itensif agar betul-betul mengarah pada peningkatan kompetensi peserta diklat. Tentunya peningkatan kualitas penyelengaraaan ini harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu perlu adanya upaya kerjasama yang sinergis antar seluruh komponen kediklatan dengan tujuan utama terciptanya kualitas diklat yang tinggi.
Adapun aspek-aspek kediklatan yang sering menjadi kendala dalam
peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah sebagai berikut : kelembagaan diklat; program dan kurikulum diklat; widyaiswara; pengawasan dan evaluasi diklat.
8
D. Strategi Penataan Kediklatan 1. Penataan Kelembagaan Dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah penataan kelembagaan kapasitas
diklat
daerah
yang
diarahkan
pada
pengembangan
kelembagaan (capacity building) lembaga diklat. Penataan
kelembagaan
merupakan
rangkaian
kegiatan
untuk
memperbaiki
ToTalitas system organisasi diklat yang terdiri dari aspek-aspek kelembagaan diklat yang statis (struktur organisasi, uraian jabatan, syarat jabatan), dan aspek ketatalaksanaan dan proses yang dinamis seperti pedoman kerja, tata hubungan kerja, dan koordinasi di dalam dan dengan organisasi luar. Penataan kelembagaan diklat ini perlu dilakukan mengingat fungsi penyelenggaraan diklat itu sangat terkait erat dengan berbagai stakeholders seperti bagian kepegawaian, instansi pengirim/dinas dan badan terkait. Disamping itu penataan kelembagaan juga diperlukan untuk mendorong lembaga diklat agar lebih berfokus pada upaya inovasi program dan metode pelaksnaan diklat yang efektif dalam peningkatan kompetensi aparatur. Dalam praktek kediklatan, kita masih menjumpai beberapa masalah yang sering muncul terkait dengan kelembagaan diklat diantaranya: a. Mekanisme koordinasi yang belum jelas antara lembaga diklat di Kabupaten/Kota dengan lembaga Pembina diklat di Propinsi, terutama pada Kabupaten/Kota yang sudah memiliki badan/kantor diklat sendiri. b. Belum ditaatinya kebijakan tentang akreditasi dan sertfifikasi lembaga diklat. Masih banyak SKPD di daerah yang bukan lembaga 9
diklat, namun masih menyelenggarakan diklat atau yang diakali dengan bentuk bimbingan teknis, tanpa bekerjasama dengan lembaga diklat terakreditasi. c. Diperlukan penataan koordinasi yang lebih erat antara bidang diklat dengan bidang kepegawaian terutama menyangkut rekrutmen dan seleksi calon peserta diklat, dan penempatan serta pemberdayaan alumni atau lulusan diklat dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Dari beberapa fenomena tersebut, maka diperlukan rumusan strategi penataan kelembagaan diklat daerah agar benar-benar mampu menjadi pendukung peningkatan kompetensi aparatur di daerah. Beberapa strategi tersebut adalah: a. Lembaga Diklat bisa membentuk diri menjadi pusat pembelajaran (Training Center) dengan model diklat satu pintu, yang memiliki keleluasaan dan lebih fokus dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur. Terlebih dengan akan diberlakukannya ASN, dimana setiap PNS yang ada memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi. Dengan pemisahan ini nantinya memiliki implikasi yang sangat besar terhadap pengembangan kurikulum dan inovasi kediklatan yang bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
10
b. Penegakkan
aturan
akreditasi
dan
sertifikasi
lembaga
diklat.
Akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat dilakukan secara terintegrasi dengan akreditasi dan sertifikasi program diklat serta akreditasi dan sertifikasi widyaiswara. Lembaga diklat terakreditasi (Registered Training
Organization/RTO)
nantinya
hanya
akan
memiliki
kewenangan untuk melaksanakan diklat-diklat tertentu saja, dimana persyaratannya meliputi pemenuhan akreditasi program dan akreditasi widyaiswara. Ini berarti bahwa suatu lembaga diklat hanya boleh melaksanakan suatu program diklat tertentu apabila telah memilki program diklat terakreditasi, dengan widyaiswara terakreditasi untuk diklat tersebut. c. Akreditasi
lembaga
diklat
harus
lebih
diarahkan
pada
pembentukan spesialisasi. Kekhususan, dan keahlian suatu lembaga diklat dalam menyelenggarakan diklat-diklat tertentu (RTO for specialized training program). Konsentrasi bertumpu pada diklat kepemimpinan
harus
lembaga diklat yang sebisa
mungkin
dihindari. Oleh karena itu, lembaga diklat harus mengembangkan inovasi program diklat yang akan dijadikan kekhasan dan “trade mark” lembaga diklat tersebut dimata stakeholdernya. d. Koordinasi antar lembaga diklat harus lebih ditingkatkan melalui proses benchmarking penyelenggaraan diklat dan widyaiswara. Dalam menata kelembagaan ini, lembaga diklat tentunya tidak dapat dilaksanakan secara internal saja atau oleh orang-orang yang bekerja di dalamanya saja. Penataan kelembagaan ini perlu dan harus melibatkan
11
pembuat kebijakan (policy maker) dan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih kuat mendukung dan mengembangkannya.
2. Penataan Program Program diklat adalah rencana kegiatan pembelajaran yang berisi seperangkat mata diklat, dan atau unit kompetensi yang harus diikuti peserta diklat agar mencapai tujuan diklat yang ingin dicapai. Program diklat umumnya lebih dikenal dengan namanya (misalnya Diklat Prajabatan dan Diklat Kepemimpinan). Jadi inti dari sutau program diklat adalah rincian dari kurikulum yang berisi mata diklat yang akan dipelajari oleh peserta diklat. Kurikulum dirancang secara tepat agar tujuan diklat tersebut dapat tercapai dan meliputi jenis mata diklat. Metode, waktu, dan sarana pembelajaran yang diperlukan. Dalam penyelenggaraan diklat aparatur selama ini seringkali terkesan sebagai penghamburan dana daerah atau hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat saja. Bahkan ada juga yang beranggapan diklat sebagai saat-saat refreshing yang menyenangkan bagi beberapa PNS, dimana mereka bisa terlepas sejenak dari kepenatan tugas keseharian yang monoton. Namun demikian, ternyata program-program diklat yang dilakukan selama ini dinilai masih belum mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan, yaitu peningkatan kompetensi aparatur. Ada berbagai factor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah bahwa pengembangan kompetensi PNS melalui program kediklatan tidak didasarkan pada kebutuhan baik kebutuhan individual maupun organisasional (Zulpikar, 2008). Sehingga
12
menyebabkan munculnya beberapa fenomena menarik yang berkaitan dengan dengan jenis-jenis program yang ditawarkan, antara lain: -
Pengembangan sesuai
program
diklat
selama
ini
dilakukan
tidak
dengan kebutuhan baik yang dibutuhkan oleh pegawai
maupun organisasi itu sendiri. Bahkan sebagian besar kegiatan diklat yang dilaksanakan tidak berdasarkan analisis. Sehingga wajar saja ketika aparatur seringkali dianggap tidak kompeten, karena mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya. Misalnya pejabat struktural dilibatkan dalam ToT substatif dsb. -
Kurang berkembangnya inovasi jenis-jenis diklat teknis, karena lembaga/bagian diklat hanya fokus menyelenggarakan jenis-jenis diklat yang sama dari tahun ke tahun. Padahal, inovasi jenis diklat teknis sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok aparatur pemerintah di lapangan.
Dengan demikian maka diperlukan system pengaturan tentang jenis dan jenjang program diklat yang dapat diselenggarakan dan ditawarkan. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan agar diklat-diklat yang dilaksanakan benar-benar terkait dengan peningkatan kompetensi aparatur pemerintah yang dibutuhkan di lapangan. Sistem pengaturan ini harus disusun secara bersama-sama antara instasi Pembina diklat (LAN), instansi pengendali diklat (BKN) dengan berbagai lembaga diklat. Sistem pengaturan ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan akreditasi dan sertifikasi program diklat (accrediting & certifying training program) 13
terhadap seluruh program diklat kepemimpinan, teknis dan fungsional. Menurut AQF (2005), akreditasi dan sertifikasi program adalah pengakuan tertulis dari instasi yang berwenang bahwa program tersebut layak diselengarakan dan terkait dengan syarat kompetensi jabatan tertentu.
Dalam
konteks
PNS,
program-program
diklat
yang
diselenggarakan tentunya harus berkaitan dengan danberdampak pada syarat kompetensi jabatan sebagai PNS. Dengan kata lain, akreditasi dan sertifikasi
program
diklat
ini
bertujuan
agar
lembaga
diklat
menyelenggarakan jenis dan jenjang program diklat yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan baik dari kurikulum, materi, serta kompetensi yang ingin dicapai. Dalam rangka menertibkan dan mengelola jenis dan
jenjang program
diklat
bagai aparatur, LAN sebagai instansi
Pembina diklat perlu melaksanakan akreditasi dan sertifikasi program diklat. 3. Penataan Fasilitator
Kapasitas yang harus dimiliki seorang fasititator atau yang lebih dikenal dengan nama widyaiswara menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, pasal 1 ayat menjadi 4 kemampuan dasar.
9, dikembangkan
Dimana dalam penjelasannya disebutkan
bahwa Standar kompetensi adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh widyaiswara dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS, yang terdiri
atas
:
Kompetensi
pengelolaan
pembelajaran,
kompetensi 14
kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi substantif. Berdasarkan masukan masukan dari penyelenggara diklat maupun para alumni diklat, kita masih mendengar keluhan tentang kurangnya widyaiswara baik dalam salah satu atau bahkan semua kemampuan dasar widyaiswara tersebut. Sementara itu berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara
nomor
Per/14/M.PAN/2009
tentang
Jabatan
Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, kapasitas dan kompetensi widyaiswara dinilai berdasarkan aspek-aspek pendidikan secara formal, aktivitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pelaksanaan diklat, aktivitas dalam pengembangan profesi serta aktivitas penunjang lainnya. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapasitas widyaiswara, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh lembaga diklat daerah bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi Pembina, anatara lain: a. Kompetensi Widyaiswara
Analisis kompetensi berguna untuk mengidentifikasi widyaiswara sehingga mendapatkan gambaran tentang : a). jumlah widyaiswara yang ada di lembaga diklat; b). jenis dan jenjang diklat yang telah diikuti oleh widyaiswara; c). kelompok mata diklat yang telah diampu oleh widyaiswara. Analisis terhadap peta kompetensi ini nantinya akan menggambarkan arah kebijakan yang harus diambil dalam rangka mengembangkan kemampuan para widyaiswara. Setidaknya, peta kompetensi ini akan meminimalisir hal-hal sebagai berikut: 15
- Adanya fenomena jumlah widyaiswara yang banyak tetapi tetap saja tidak
cukup (many but never enough). Hal ini diakibatkan oleh
penumpukan jumlah widyaiswara dengan keahlian mengajar mata diklat yang sama, dan cenderung mengajar pada program diklat yang sama. Harus diakui bahwa sebagain besar widyaiswara sekarang ini cenderung mengajar pada diklat prajabatan dan Diklatpim saja, bukan mengembangkan
diklat
teknis
yang
sangat
dibutuhkan
oleh
kebanyakan instansi pemerintah di daerah. - Kurangnya pemberdayaan terhadap widyaiswara terutama yang berada di lembaga diklat kabupaten dan kota karena keterbatasan anggaran untuk pendidikan dan latihan serta kurangnya peluang untuk mengembangkan diri sesuai dengan jabatannya. Misalnya sesuai Peraturan
Menteri
Pendayagunaan
per/14/M.PAN/2009
tentang
Jabatan
Aparatur
Negara
Fungsional
dan
Nomor Angka
Kreditnya, pada Bab IV pasal 8 ayat 1 tentang Rincian Kegiatan widyaiswara sesuai dengan jenjang jabatannya, bahwa untuk Widyaiswara madya sudah harus mengajarkan diklatpim. -
Secara
kelembagaan,
fungsi
konsultatif
widyaiswara
belum
diberdayakan dengan optimal. Terutama keterlibatannya dalam proses menganalisis kebutuhan diklat, merancang program dan kurikulum diklat baik fungsional dan teknis samapi dengan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan diklat. Dimana widyaiswara akan bisa
memberikan masukan bagi terciptanya keputusan terbaik pimpinan
16
demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat dan prestasi kerja lembaga diklat secara keseluruhan. b. Sertifikasi Kompetensi Akreditasi adalah pengakuan formal oleh instansi Pembina bahwa seorang widyaiswara itu telah memenuhi standar kompetensi sesuai dengan jabatan dan pangkat yang didudukinya. Sedangkan sertifikasi adalah pemberian bukti berupa piagam atau sertifikat bahwa yang bersangkutan kompeten atau tidak. Kedua instrument ini umumnya dilakukan sebagai proses pengujian apakah seorang layak atau tidak mendapatkan suatu status tertentu yang dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang dalam bidang itu. Dalam konteks widyaiswara, akreditasi dan sertifikasi akan dilakukan untuk menguji apakah seorang widyaiswara itu kompeten untuk mengajar suatu mata diklat tertentu dan dilakukan
secara
periodic
(misalnya 2 tahun sekali). Proses akreditasi dan sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang telah diangkat sebagai widyaiswara akan terus menerus menjaga profesionalismenya sehingga kiprah dalam proses pembelajaran diklat tetap maksimal. c. Diklat Kewidyaiswaraan
Secara umum, saat ini LAN telah mengembangkan tiga jenis ToT untuk para widyaiswara yaitu: - ToT berjenjang yang dilaksanakan agai para widyaiswara sesuai dengan jenjang yang saat ini didudukinya, misalnyawidyaiswara pertama wajib mengikuti ToT Berjenjang Tingkat Pertama, dan 17
widyaiswara utama wajib mengikuti ToT berjenjang tingkat Utama. - ToT Substantif yang bertujuan untuk memberikan pemahaman materi yang lebih mendalam kepada para widyaiswara dalam suatu mata diklat atau topic tertentu, misalnya pendalaman untuk materi diklatpim III maka seorang widyaiswara harus mengikuti TOT substantif Diklatpim Tingkat III. - ToT metode pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam bagaimana menyampaikan materi materi pelajaran kepada para peserta diklat secara efektif, misalnya ToT Metode pembelajaran efektif, TOT metode studi kasus dll. 4. Monitoring Dan Evaluasi Monitoring adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik oleh pihak luar maupun dalam untuk menjamin bahwa pelaksanaan suatu kegiatan itu sesui dengan apa yang telah ditetapkan, sesuai prosedur, aturan hukum, serta peran dan fungsi masing-masing. Dan fokus monitoring lebih ditekankan pada proses pelaksanaan tugas. Sedangkan evaluasi berasal dari kata dasar value (nilai) adalah suatu pemeriksaan (penyelidikan yang sistemis tentang manfaat atau kegunanaan sesuatu berdasarkan standar tertentu (A joint Commintee on Standard for Evaluation). Sehingga evaluasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar maupun dalam untuk mengetahui apakah tujuan dari suatu kegiatan atau program telah tercapai atau tidak. Fokus evaluasi adalah untuk menentukan apakah program itu harus dilanjutkan atau dihentikan, atau harus dilakukan perbaikan-perbaikan 18
dimasa yang akan datang. Dengan diperkuat lagi oleh pendapat Chelimsy dan Sadish (1997) berdasarkan hasil International Evaluation Conference DI Vancouver Canada menyimpulkan ada tiga perspektif dalam evaluasi, yaitu: 1). Evaluation for accountability; 2). Evaluation for Development, dan 3). Evaluation for knowledge. Unsur-unsur
yang
akan
dimonitor
dan
evaluasi mencakup seluruh aspek-aspek pengeloaan kediklatan, yaitu: a. Analisis Kebutuhan Diklat b. Tujuan Diklat dan pencapaian standar kompetensi c. Materi diklat d. Metode dan teknik penyampaian e. Peserta Diklat f. Widyaiswara g. Proses pembelajaran h. Sarana dan prasarana Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diklat, pimpinan lembaga diklat harus
memiliki
komitmen
yang
kuat
untuk
peningkatan
kualitas
penyelenggaraan diklat. Komitmen ini dapat ditunjukkan dengan melakukan dua proses monitoring dan evaluasi yaitu internal dan eksternal pengawasan dan evaluasi diklat. Pengawasan dan evaluasi internal dapat dilakukan dengan menunjuk pengawas (assessor) yang diberi tugas
untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan diklat. Pengawasan secara eksternal dilakukan dengan mengijinkan pengawas dari instansi Pembina (LAN) untuk melakukan kunjungan pengawasan ( monitoring visit) terhadap proses pembelajaran diklat. Kedua proses ini mengarah pada encapaian kualitas pembelajaran diklat yang tinggi. Dengan melakukan pengawasan dan 19
evaluasi yang tepat, kita berharap bahwa kualitas penyelenggaraan diklat menuju peningkatan kompetensi aparatur akan terus meningkat. Yang terpenting adalah harus ada komitmen antara pengawas, evaluator, dan pejabat structural baik dari penyelenggara maupun instansi Pembina. E. Kualitas Diklat
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan hanya akan dapat diselenggarakan apabila segenap nsur dari kediklatan dapat dipenuhi. Berdasarkan PP nomor 101 tahun 2000, unsur kediklatan terdiri atas : 1. Tenaga kediklatan yakni widyaisawara, pengelola dan tenaga kediklatan lainnya 2. Sarana dan prasarana Mutu dari setiap unsur kediklatan akan mempengaruhi kuliatas dari keluaran pendidikan dan pelatihan, disamping struktur kurikulum dari setiap jenis diklat, manajemen penyelenggaraan diklat juga akan mempengaruhi keseluruhan proses pembelajaran dalam diklat. Kualitas manajeman penyelengg araan diklat di tunjukkan dengan : 1. Tersedianya rencana menyeluruh penyelenggaraan diklat 2. Terdapatnya kurikulum yang terinci 3. Terdapatnya penjadwalan dari setiap mata pelajaran 4. Terdapatnya widyaiswara yang sesuai dengan mata ajar yang di berikan 5. Tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai 6. Rencana tindak darurat apabila widyaiswara atau unsur lainnya mendapat gangguan.
20
Disamping itu, penyelenggaraan diklat harus dilakukan oleh suatu organisasi tertentu yang memiliki kewenangan yang memadai serta menjalankan birokrasi yang minimal.
F. Efektifitas Diklat
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan dan pelatihan antara lain adalah materi diklat dan penyajian materi oleh widyaiswara, ketepatan materi. Tingkat ketepatan materi diklat dipengaruhi oleh dua hal, pertama materi yang diberikan dalam diklat adalah materi yang memang perlu dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Pemberian materi yang tidak diperlukan dalam tugas hanya membuang sumber daya. Kedua, materi diklat adalah materi yang memang belum di kuasai oleh peserta diklat. Pemberian materi yang suadah dikuasai hanya akan menurunkan motifasi belajar peserta. Dengan demikian materi yang seharusnya diberikan adalah materi yang perlu di kuasai oleh pegawai untuk melaksanakan tugasnya, namun materi itu belum dimilikinya. Untuk menentukan materi yang perlu diberikan dalam diklat, salah satu metode yang paling terkenal adalah training need analysis (analisis kebutuhan pelatihan). Dari aspek penyajian materi, efektifitas diklat setidaknya dipengaruhi oleh kemampuan penyaji dalam menguasai materi dan kemampuan untuk menyajikan materi. Sekedar menguasai materi tanpa menyadari pentingnya pengemasan materi menjadi menarik cenderung akan membuat peserta tidak termotivasi untuk mengikuti penyajian. Aspek penyajian/pengemasan ini menjadi penting karena peserta diklat adalah orang dewasa, bukan anak-anak atau remaja. Orang dewasa mempunyai karakteristik tertentu dalam menyerap materi baru. Anak-anak dengan mudah mengahafal, bertahan berjam-jam dalam situasi ceramah, tetapi tidak 21
demikian halnya dengan orang dewasa. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa dari satu sisi materi diklat harus tepat (diperlukan tapi belum dikuasai peserta) dan materi
yang tepat tersebut disajikan oleh widyaiswara yang memang
menguasainya dan mampu mengemas sajiannya sesuai dengan karakteristik target audiencenya.
Dengan
demikian
profesionalisme
widyaiswara
setidaknya
dipengaruhi oleh pemenuhan kedua syarat tersebut. Widyaiswara yang professional harus mampu menentukan materi yang tepat, menguasai materi tersebut, dan memiliki kemampuan menyajikan materi sesuai dengan kondisi peserta
diklat.
Salah
satu
komponen
yang sangat
penting di
dalam
penyelenggaraan diklat PNS adalah widyaiswara yang merupakan pegawai negeri sipil yang di angkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar , dan melatih pegawai negeri sipil pada lembaga
pendidikan dan pelatihan
pemerintah.
Widyaiswara sangat berperan dalam menghasilkan alumni yang sesuai dengan kompetensi yang ingin di hasilkan dari diklat tersebut. Widyaiswara di persyaratkan untuk mampu memberikan pelatihan secara tatap muka atau di alam bebas, ditempat kerja dan jarak jauh. Selain itu juga widyaiswara di harapkan mampu untuk menjadi fasilitator pada setiap kesempatan pada masa pembelajaran. Profesionalisme widyaiswara akan sangat mempengaruhi kinerja widyaiswara dalam menjalankan tugasnya.
G. Kondisi Kediklatan Saat Ini
Kondisi jumlah PNS dibandingkan dengan jumlah widyaiswara sebagai tenaga pendidikan dan pelatihan dapat di asumsikan tidak berimbang namun demikian sampai saat ini pula belum ada kajian rasio minimal jumlah PNS dalam suatu 22
daerah memerlukan berapa widyaiswara dan berapa jenis kompetensinya. Dari sejumlah widyaiswara yang ada masih belum mencukupi kebutuhan, lebih-lebih apabila dilihat dari penyebaran. Kekurangan jumlah widyaiswara dan rasio kebutuhan widyaiswara setiap daerah perlu segera dikaji khususnya untuk pelaksanaan diklat bagi PNS bekerja di kabupaten/ kota yang menunjukkan jumlah. Pada awalnya profesi ini kurang menarik dan diminati dan di jadikan tempat penampungan bagi pejabat yang akan memasuki usia pensiun atau bagi pejabat yang merasa karirnya mendek karena beberapa hal. Dalam kondisi yang demikian jabatan widyaiswara memiliki citra yang kurang baik yaitu kumpulan pegawai yang sedang menunggu atau memperpanjang usia pensiun, atau pegawai yang merasa terbuang sehingga terkesan tidak loyal, frustasi, bertindak aneh-aneh dan bahkan mengarah sebagai provokator. Keadaan ini tentunya tidak sejalan dengan tujuan pemerintah menerbitkan PP Nomor 101 tahun 2000 tentang jabatan widyaiswara.
H. Kondisi Ideal
Apabila kita merujuk kepada tujuan kediklatan bagi pegawai negeri, maka kondisi ideal kediklatan sebagaimana yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 yaitu bahwa diklat bertujuan untuk : 1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan di landasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi. 2. Menciptakan aparaur yang mampu bereperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
23
3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemeberdayaan masayarakat 4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola piker dalam melaksanakan tugas
pemerintahan
umum
dan
pembangunan
demi
terwujudnya
kepemerintahan yang baik Tujuan diklat tersebut dapat tercapai apabila didukung oleh sistem kediklatan yang kuat. Untuk itu program diklat perlu di rancang sebaik mungkin agar tujuan tersebut dapat dicapai. Agar program diklat tersebut dapat mencapai tujuan ada beberapa sasaran yang perlu harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
Saat ini penempatan pegawai ataupun penyelenggaraan program diklat belum didasarkan kepada kompetensi. Kondisi ideal adalah dijadikannya kompetensi sebagai acuan dalam penempatan dan penyelenggaraan program-program diklat.
Belum semua penyelanggaraan diklat saat ini memiliki kualifikasi yang memadai. Untuk itu prasyarat utama yang harus dipenuhi adalah standar kompetensi pengelola diklat yang terdiri dari standar kompetensi widyaiswara dan standar kompetensi pengelola diklat.
Widyaiswara dan pengelola diklat yang saat ini dianggap memiliki kompetensi tidak pernah di lakukan evaluasi secara berkala terhadap kompetensinya, untuk itu kompetensi ideal yang semestinya adalah adanya system akreditasi dan sertifikasi bagi widyaiswara dan pengelola diklat.
Agar diklat yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan maka sebelumnya perlu di lakukan analisis kebutuhan diklat 24
Program diklat yang ada saat ini belum semuanya memiliki standar kompetensi yang ingin di capai kalaupun ada yang sudah memiliki banyak yang belum jelas dan masih bersifat abstrak. Oleh karena itu perlu disusun program diklat berdasarkan standar kompetensi.
Diklat di berikan kepada seorang pegawai jika ada kesenjangan kompetensi yang dimiliki pegawai tersebut dengan standar yang di tetapkan. Oleh karena itu sebelum pegawai di ikutsertakan dalam program diklat perlu adanya assessment kompetensi
Diklat akan memeberikan kinerja yang baik jika di selanggarakan oleh lembaga diklat yang mempunyai kualifikasi untuk menyelenggarakan.
Meskipun koordinasi secara implisit dalam berbagai peraturan kediklatan telah di sebutkan, namun dalam pelaksanaannya masih menemukan kendala. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme koordinasi antar lembaga diklat
Monitoring dan evaluasi saat ini belum berjalan dengan baik salah satunya karena instrument dan mekanisme monitoring dan avaluasi belum jelas., serta tidak ada personil khusus yang bertugas melaksanakan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme dan instrument monitoring dan evaluasi yang lebih jelas, serta personil khusus yang melakukan monitoring dan evaluasi pada setiap penyelenggaraan diklat.
Sebagaimana disebutkan bahwa diklat di lakukan untuk meningkatkan kompetensi. Kompetensi adalah prasyarat untuk prestasi. Maka dalam system pengembangan karier yang didasarkan pada merit system, diklat harus terkait dengan pola pengembangan karir PNS
25
I. Kesimpulan
1. Untuk mendukung agar Diklat bisa berkualitas maka diperlukan sinergitas daripada lembaga diklat, widyaiswara, dan pengelola diklat yang profesional, kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pogram diklat, ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan diklat. 2. Penyelenggaraan diklat aparatur harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga
memenuhi
kebutuhan
PNS
dalam
mengatasi
kesenjangan
kompetensinya. 3. Pemerintah perlu menyelesaikan beberapa permasalahan kediklatan, antara lain belum adanya standar kompetensi PNS yang ingin dicapai dalam diklat, kurangnya SDM kediklatan yang mempunyai kompetensi, SDM kediklatan meliputi widyaiswara dan penyelenggara diklat, kurang optimalnya daya dukung kelembagaan diklat, kurang berjalannya monitoring dan evaluasi kediklatan.
Daftar Pustaka Buku : AQF, 2005, Handbook of Qualification Framework. Arief Furkan, 2 0 0 4 , Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Chelimsky, E and Shadish, W.R., 1997, Evaluation for 21th Century: A handbook, Thousand Oaks Sage. Handoko Hani, 2007, Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia, BPEE UGM, Yogyakarta Hayat, Bahrul, Ph.D, 2011, Perubahan Menuju Perbaikan Presentasi tentang Penerapan Reformasi Birokarasi, Kementerian Agama RI, Jakarta. Krina, P. Loina Lalolo, 2003, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Bappenas, Jakarta. LAN RI, 2009, Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat: Evaluasi Diklat, LAN, Jakarta Purwanto dan Atwi Suparman, 1999, Evaluasi Program Diklat, STIA LAN Pess, Jakarta 26
Simson John & Edmund Weiner, 1989, Oxford English Dictionary,: Oxford University Press, United Kingdom Suparman, R., 2010, Model Program Pengembangan Karir Pegawai Berbasis Diklat Pada PKP2A1 LAN, Jurnal Diklat Aparatur. Volume 6: Nomor 2 : 2010, PKP2A I LAN, Bandung Suprijanto, H, 2005, Pendidikan Orang Dewasa , Bumi Aksara , Jakarta UNDP,1997, Governance for Sustainable Development A Policy Document,UNDP, New York Dokumen : Undang-Undang RI nomor 54 tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Undang-Undang RI nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU nomor 8 th 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya Keputusan Lepala LAN RI nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS Jurnal Diklat Aparatur volume 3 nomor 1 tahun 2007 Pusat Kajian dan Diklat LAN, Jakarta
Akses Internet : Website BKD dan Diklat Provinsi NTB : http:///bkddiklat.ntbprov.go.id (diserahkan ke Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB tanggal 31 Juli 2014).
27