DIFFERENCE BETWEEN SELF-CONCEPT TEENAGER WHO GREW UP IN ADOLESCENTS AND TEENAGER WHO GREW UP ORPHANAGE Indra Kamara Pattimahu, Ni Made Taganing Undergraduate Program, Faculty Of Psychology 2003 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Keyword : self-concept, teenager, orphanage ABSTRACT : Self concept is a social product, which was formed through a process of internalization and organization of psychological experiences. These psychological experiences are the result of individual exploration of the physical environment and the reflection of herself received from important people around him. Also explained that there are several factors that affect a person's self concept, one of which is the role of social factors. Explained that the development of self-concept cannot be separated from the influence of social status. Social status can be measured from one or more indicators, one of which is the place to stay. From this residence, we can see one's own social status that can also play a role in the formation of self-concept. This study aims to prove empirically the differences between adolescent selfconcept during the last part of his childhood raised in an orphanage with a teenager who at the end of his childhood raised in home with family. The hypothesis of this research is that there are significant differences in self-concept among adolescents during the last part of his childhood raised in an orphanage with a teenager who at the end of his childhood raised in a family. The subjects in this study were two groups of samples as a whole amounted to 90 respondents with the details of 45 adolescents during the last part of his childhood raised and lived in the orphanage as well as 45 groups of teenagers during the last part of his childhood raised and lived at home with family. The meter will be used to measure self-concept in this research is Self Concept Scale in which items a statement referring to the Tennessee Self Concept Scale Self Concept Scale. The research concluded that there was no significant difference in self-concept among adolescents during the last part of his childhood raised in an orphanage with a teenager who at the end of his childhood raised in a family. Teenagers are at the end of his childhood growing up in orphanages have a self concept that is as good as teenagers during the last part of his childhood raised in home with family. Based on data analysis performed using t-test, it is known that the t value of -0.358 with significance level of 0.721 (p> 0.05). Regarding the t-test results, for more details can be found in appendix.
NPM : 10599111 Nama : INDRA KAMARA PATTIMAHU Pembimbing : NI MADE TAGANING, SPSI., MPSI Tahun Sidang : 2003 Subjek : PSIKOLOGI REMAJA-KONSEP DIRI, Judul PERBEDAAN KONSEP DIRI ANTARA REMAJA YANG DIBESARKAN DI PANTI ASUHAN DENGAN REMAJA YANG DIBESARKAN DALAM KELUARGA Abstraksi
PERBEDAAN KONSEP DIRI ANTARA REMAJA YANG SEJAK MASA AKHIR KANAKKANAKNYA DIBESARKAN DI PANTI ASUHAN DENGAN REMAJA YANG SEJAK MASA AKHIR KANAK-KANAKNYA DIBESARKAN DI RUMAH BERSAMA KELUARGA
INDRA KAMARA PATTIMAHU Universitas Gunadarma
ABSTRAKSI SKRIPSI Konsep diri merupakan produk sosial, yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orangorang penting disekitarnya. Dijelaskan pula bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, salah satunya adalah peranan faktor sosial. Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri tidak terlepas dari pengaruh status sosial. Status sosial dapat diukur dari satu atau lebih indikator, yang salah satunya ialah tempat tinggal. Dari tempat tinggal inilah, kita dapat melihat status sosial yang dimiliki seseorang yang juga dapat berperan dalam pembentukan konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris perbedaan konsep diri antara remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti asuhan dengan remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di rumah bersama keluarga. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan pada konsep diri antara remaja yang pada masa akhir kanakkanaknya dibesarkan di panti asuhan dengan remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dalam keluarga. Subjek pada penelitian ini adalah dua kelompok sampel yang secara keseluruhan berjumlah 90 responden dengan perincian 45 remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dan tinggal di panti asuhan serta 45 kelompok remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dan tinggal di rumah bersama keluarga. Alat ukur yang akan dipakai untuk mengukur konsep diri dalam penelitian ini adalah Skala Konsep Diri dimana item pernyataannya berpedoman pada Skala Konsep Diri Tennesse Self Concept Scale. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada konsep diri antara remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti asuhan dengan remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dalam keluarga. Remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti asuhan memiliki konsep diri yang sama baiknya dengan remaja yang pada masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di rumah bersama keluarga. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan Uji-t, diketahui bahwa nilai t sebesar -0,358 dengan taraf signifikansi sebesar 0,721 (p>0,05). Mengenai hasil Uji-t, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Kata Kunci : Konsep Diri, Remaja, Tempat tinggal (Rumah dan Panti Asuhan)
PENDAHULUAN
psikologis
Menurut Sarwono (dalam Sulandri,
ini
kemampuan
terdiri
atas
kualitas
yang
dan
mempengaruhi
2001), masa remaja dikenal sebagai masa
penyesuaian pada kehidupan, seperti sifat
yang penuh kesukaran, karena masa remaja
berani, mandiri, serta berbagai jenis aspirasi
merupakan masa transisi antara masa kanak-
dan
kanak menuju ke masa dewasa. Selama masa
(1990), konsep diri dapat bersifat positif
ini
suatu
maupun negatif. Positif maupun negatifnya
sendiri,
konsep diri ditentukan oleh penilaian individu
seseorang
perasaan
mulai
tentang
merasakan
identitasnya
kemampuannya.
Coulhoun
perasaan bahwa dirinya adalah manusia unik.
sendiri
Seseorang mulai menyadari sifat-sifat yang
bagaimana
melekat pada dirinya sendiri, seperti aneka
Seseorang yang merasa dirinya diterima akan
kesukaan
tujuan-
cenderung memiliki konsep diri yang positif
depan,
dan sebaliknya, orang yang merasa dirinya
mengontrol
ditolak akan cenderung memiliki konsep diri
tujuan
dan
yang
ketidaksukaannya, dikejarnya
kekuatan
dan
hasrat
nasibnya
sendiri.
dimasa untuk
Inilah
masa
dalam
berdasarkan
Menurut
orang
persepsi
tentang
mempersepsikannya.
yang negatif.
kehidupan ketika seseorang ingin menentukan
Konsep diri bukan merupakan faktor
siapakah ia pada saat sekarang dan ingin
yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang
menjadi apa ia dimasa yang akan datang.
dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman
Prinsipnya setiap orang memiliki harapan
individu dalam berhubungan dengan orang
terhadap dirinya sendiri (Hall,1993). Harapan
lain. Dalam interaksi ini setiap individu akan
terhadap diri sendiri ini tidak lepas dari
menerima tanggapan. Tanggapan tersebut
peranan konsep diri, dikarenakan konsep diri
akan dijadikan cermin bagi individu untuk
menetukan
menilai
Candles
pengharapan
dan
memandang
dirinya
sendiri,
terutama didasarkan pada tanggapan orang-
mengatakan bahwa konsep diri merupakan
orang yang dianggap penting (Retnaningsih
seperangkat harapan serta penilaian perilaku
dkk, 1996).
menunjuk
Pudjijogyanti,
Mc. 1988)
yang
(dalam
individu.
kepada
harapan-harapan
tersebut.
Menurut Coulhoun (1990), konsep diri memiliki tiga dimensi, salah satunya ialah
Konsep diri adalah gambaran yang
pengetahuan tentang diri sendiri. Biasanya hal
dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri baik
ini menyangkut hal-hal yang bersifat dasar
yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis
seperti : usia, jenis kelamin, agama, ras dan
(Retnaningsih dkk, 1996). Hurlock (1991)
sebagainya, termasuk latar belakang tempat
membagi konsep diri menjadi dua macam,
tinggal. Faktor dasar ini akan menentukan
yaitu konsep diri sebenarnya dan aku ideal.
seseorang dalam kelompok sosial tertentu.
Setiap macam konsep diri ini mencakup citra
Selain
fisik
fisik
mengidentifikasi kelompok sosial lain yang
biasanya berkaitan dengan penampilan fisik,
dapat menambah informasi lain yang masuk
daya tarik, kesesuaian dengan jenis kelamin.
dalam potret mental orang tersebut. Sebagai
Sedangkan citra diri psikologis terbentuk atas
contoh, saya tinggal di panti asuhan, saya
dasar
anak orang kaya, dan sebagainya. Melalui
maupun
pikiran,
citra
psikologis.
perasaan,
Citra
emosi.
Citra
itu
setiap
orang
juga
akan
perbandingan
dengan
orang
inilah,
Dalam penelitian ini, tempat tinggal
kualitas
yang dimaksud ada dua, yaitu panti asuhan
ternyata
dan rumah tinggal. Panti asuhan dan rumah
menunjukkan bahwa konsep diri seseorang
tinggal adalah dua contoh bentuk tempat
tidak
tinggal yang berbeda baik dari segi struktur
seseorang
memberikan
dirinya.
Hal-hal
lepas
lain
penilaian
tersebut,
dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhi.
maupun peran. Struktur disini dapat dilihat dari
Mead (dalam Retnaningsih dkk, 1996)
bentuk secara fisik (dari panti asuhan maupun
menyebutkan bahwa konsep diri merupakan
rumah tinggal) serta juga dapat dilihat dari isi
produk sosial, yang dibentuk melalui proses
yang, dalam hal ini adalah anggota atau
internalisasi
pengalaman-
orang-orang yang tinggal dalam panti asuhan
Pengalaman-
maupun rumah tinggal. Sedangkan peran
pengalaman psikologis ini merupakan hasil
disini lebih mengacu pada fungsi atau peran
eksplorasi individu terhadap lingkungan fisik
panti asuhan maupun rumah tinggal.
pengalaman
dan
organisasi
psikologis.
dan refleksi dari dirinya yang diterima dari
Rumah tinggal secara fisik umumnya
orang-orang penting disekitarnya. Dijelaskan
sama dengan rumah tinggal-rumah tinggal
pula
yang
yang ada. Susunannya pun tidak berbeda
mempengaruhi konsep diri seseorang, salah
dengan apa yang ada pada rumah tinggal-
satunya adalah peranan faktor sosial. Adanya
rumah tinggal pada umumnya. Ada ruang
peranan faktor sosial terhadap perkembangan
keluarga, ruang tamu, ruang makan, kamar
konsep diri individu juga telah dibuktikan oleh
tidur, kamar mandi, dan dapur. Justru yang
Rosenberg
berbeda hanyalah ukuran, bentuk dan variasi.
bahwa
ada
(dalam
beberapa
faktor
Pudjigjogyanti,
1988).
Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri
Rumah tinggal berkaitan erat dengan
tidak terlepas dari pengaruh status sosial.
lingkungan keluarga, yang dalam hal ini
Dikatakan bahwa individu yang berstatus
adalah keluarga sendiri yang terdiri dari
sosial yang tinggi akan mempunyai konsep diri
seorang ayah dan ibu, anak serta saudara-
yang lebih positif dibandingkan individu yang
saudaranya (jika ada). Dapat dikatakan bahwa
berstatus sosial yang rendah.
anak yang dibesarkan di rumah tinggal, maka
Menurut Cage dan Berliner (1979),
lingkungan
pertama
yang
mula-mula
status sosial dapat diukur dari satu atau lebih
memberikan pengaruh yang mendalam adalah
indikator, yang salah satunya ialah tempat
lingkungan keluarganya sendiri. Dari anggota
tinggal. Dari tempat tinggal inilah, kita dapat
keluarga tersebut yaitu ayah, ibu dan saudara-
melihat status sosial yang dimiliki seseorang
saudaranya,
yang juga dapat berperan dalam pembentukan
kemampuan dasar, baik intelektual maupun
konsep diri. Seseorang yang tinggal ditempat
sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru
dimana orang tersebut merasa dirinya diterima
dan
akan cenderung memiliki konsep diri yang
keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat
positif dan sebaliknya, orang yang tinggal
orang tua atau anggota keluarganya dijadikan
ditempat
merasa
model oleh anak dan ini kemudian menjadi
ditolak akan cenderung memiliki konsep diri
sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.
yang negatif (Wiratna, 1997).
Keberadaan figur dan peran orang tua yang
dimana
orang
tersebut
anak
dipelajarinya
memperoleh
dari
segala
anggota-anggota
jelas
membuat
anak
adanya
asuhan. Panti asuhan secara fisik umunya
penerimaan yang hangat dari orang tua
berbentuk asrama. Di dalam asrama ini
berupa
terdapat
pemberian
rasa
merasa
aman
dengan
satu
atau
lebih
petugas
yang
menerima anak, menghargai kegiatannya dan
bertindak sebagai bapak atau ibu pengasuh.
memberikan patokan yang jelas sehingga
Selain itu di dalam asrama ini juga terdapat
anak dengan sendirinya akan merasa yakin
anak asuh dimana mereka dikelompokkan
dengan
dalam jumlah yang besar dan ditempatkan
kemampuannya
dan
akan
lebih
percaya diri.
pada
satu
ruangan
dengan
penempatan
Hal ini ditegaskan pula oleh penelitian
sesuai kelompok umur dan dikelompokkan
yang dilakukan Musen (dalam Burns, 1993)
antara 15 sampai dengan 20 orang. Struktur
yang mengatakan bahwa kehangatan dan
seperti
penerimaan
korelasi
pengawasan dan bimbingan yang diberikan
dengan konsep diri. Dikatakan pula, anak-
kepada anak sehingga dapat menghambat
anak cenderung memiliki konsep diri yang
perkembangan konsep diri anak.
orang
tua
memiliki
positif bila setidaknya salah satu dari orang
ini
membuat
Penelitian
yang
kurang
meratanya
dilakukan
oleh
tua mereka menunjukkan sikap penerimaan
Goldfard (dalam Burns, 1993) menunjukkan
dan kehangatan. Lagipula ketika masih kecil,
bahwa anak yang dibesarkan dalam suatu
orang penting bagi seorang anak adalah
institusi,
cenderung
orangtua
dalam
perkembangan
dan
saudara-saudaranya
yang
mengalami
hambatan
kepribadiannya,
tinggal serumah. Merekalah yang pertama-
misalnya cenderung untuk menarik diri dari
tama menanggapi perilaku anak, sehingga
lingkungan dan mengalami retardasi fisik atau
secara perlahan-lahan terbentuk konsep diri
mental. Peran panti asuhan sendiri hanyalah
anak. Segala sanjungan, senyuman, pujian,
sebagai lembaga yang memberikan pelayanan
penerimaan dan penghargaan yang didapat
pengganti. Dalam hal ini berarti menggantikan
dari mereka akan menyebabkan penilaian
fungsi keluarga. Digantikannya fungsi keluarga
positif terhadap diri anak tersebut yang pada
oleh panti asuhan apabila anak memang
akhirnya membuat ia menjadi individu yang
sudah tidak mempunyai orang tua lagi atau
bisa menerima pujian dengan tanpa rasa
anak mempunyai orang tua tetapi orang tua
malu. Yakin akan kemampuannya, percaya
tersebut belum mampu berfungsi sebagai
diri dan menerima pujian dengan tanpa rasa
satuan keluarga asuh secara wajar. Anak
malu termasuk konsep diri ke arah yang
yang dibesarkan di panti asuhan biasanya sulit
positif, sesuai dengan apa yang disebutkan
mendapatkan perhatian yang sama dari bapak
oleh Brooks dan Emmert (dalam Rahmat,
atau ibu pengasuh mereka, karena mereka
1985) yang menyebutkan ciri-ciri orang yang
harus berbagi perhatian dengan begitu banyak
memiliki konsep diri positif diantaranya yakin
anak asuh lainnya. Selain itu mereka akan
akan kemampuan untuk mengatasi suatu
mengalami kekurangan akan kasih sayang,
masalah dan bisa menerima pujian dengan
begitu juga kurangnya perhatian dikarenakan
tanpa rasa malu.
figur pengasuh yang lebih dan selalu berganti-
Struktur dan peran rumah tinggal yang
ganti. Kadang hal seperti ini membuat anak
dipaparkan diatas berbeda dengan di panti
asuh cenderung merasa tidak diperhatikan
atau tidak disukai orang lain. Kondisi seperti
mereka belum bisa berperan sebagai orang
ini tentunya akan menghambat perkembangan
tua asuh yang baik, sehingga sebab-sebab
konsep diri yang positif. Apalagi hal ini
keberadaan mereka di panti asuhan dapat
diperkuat oleh ciri-ciri orang yang memiliki
memberikan kesan khusus pada konsep diri.
konsep diri negatif seperti yang disebutkan
Berdasarkan hasil penelitian Goldfard
oleh Brooks dan Emmert (Dalam Rahmat,
(Burns, 1993) dan Jusman (1997) yang saling
1985) yang salah satunya adalah cenderung
bertentangan
merasa tidak disukai atau diperhatikan.
berpendapat sesuai dengan hasil penelitian
Namun
mengartikan bahwa anak yang tinggal di
dibesarkan dalam suatu institusi, cenderung
rumah lebih baik daripada di panti asuhan.
mengalami hambatan dalam perkembangan
Jusman (1997), meneliti di enam panti asuhan
kepribadiannya.
yang berbeda, dan hasilnya menunjukkan
(1997) yang menunjukkan bahwa anak yang
bahwa kelompok anak yang dibesarkan di
dibesarkan di panti asuhan memiliki harga diri
panti
dan keyakinan diri yang lebih baik, menurut
diri
dikarenakan,
memiliki yang
harga
lebih
attachment
saja
cenderung
Goldfard yang menyatakan bahwa anak yang
keyakinan
begitu
penulis
kita
asuhan
tidak
tersebut,
baik. yang
diri Hal
dan ini
terbentuk
penulis
Hasil
bahwa
penelitian
hal
ini
Jusman
kemungkinan
disebabkan karena subjek yang tinggal di
antara pengasuh dan anak pada tahun-tahun
rumah
bersama
awal kehidupan anak lebih baik dibanding
pembanding subjek yang tinggal di panti
dengan kelompok anak yang dibesarkan di
asuhan)
rumah bersama keluarga. Anak yang tinggal di
bermasalah.
berasal
keluarga
dari
(sebagai
keluarga
yang
rumah, tidak menjamin mereka bisa begitu
Penulis berkeyakinan bahwa apabila
saja mendapatkan apa yang mereka inginkan.
pembandingnya adalah subjek dari keluarga-
Ada anak yang tidak sempat mendapatkan
keluarga yang tidak bermasalah, dalam arti
pendidikan yang layak karena kurangnya
interaksi yang terjadi antara orang tua dan
kasih sayang pada anak tersebut. Ada juga
anak sangat baik, maka kemungkinan hasilnya
anak yang tidak sempat atau bahkan tidak
adalah bahwa anak yang tinggal bersama
mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya
keluarga memiliki konsep diri yang lebih
karena frekuensi kehadiran orang tua yang
positif. Hal ini disebabkan karena anak dapat
sangat sedikit yang disebabkan
memperoleh segala kemampuan dasar, baik
kesibukan
orang tuanya. Anak yang tinggal di panti asuhan,
intelektual
maupun
sosial
dari
anggota
keluarganya itu, yaitu ayah, ibu dan saudara-
tidak selalu mereka adalah anak-anak yang
saudaranya.
Bahkan
penyaluran
emosi
kehilangan orang tua ataupun salah satu
banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-
orang tuanya, tetapi juga anak-anak yang
anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan
terlantar karena sebab-sebab lainnya seperti
pendapat orang tua atau anggota keluarganya
keluarga yang retak, anak dari keluarga
dijadikan model oleh anak dan ini kemudian
terpidana, orang tua yang bercerai sehingga
menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu
tidak mampu mengurus anak tersebut atau
sendiri. Segala sanjungan, senyuman, pujian,
mereka yang dititipkan karena orang tua
penerimaan dan penghargaan yang didapat
dari mereka akan menyebabkan penilaian
Ia
positif terhadap diri anak tersebut yang pada
membedakan dua aspek mendasar dari self,
akhirnya membuat ia menjadi individu yang
yaitu “I” dan “Me”. Konsep “I” menunjuk pada
bisa menerima pujian dengan tanpa rasa
individu sebagai subjek dan “Me” menunjuk
malu. Selain itu keberadaan figur dan peran
individu
orang tua yang jelas membuat anak merasa
Menurut James (dalam Bracken,1996), “I”
adanya penerimaan yang hangat dari orang
sebagai diri yang mengetahui (knower) dan
tua berupa memberikan rasa aman dengan
“Me” sebagai diri yang diketahui. “Me” inilah
menerima anak, menghargai kegiatannya dan
yang selanjutnya disebut sebagai konsep diri.
memberikan patokan yang jelas sehingga
“I” disebut juga dengan subjective self karena
anak dengan sendirinya akan merasa yakin
aspek inilah yang mengorganisasikan dan
dengan
lebih
menginterpretasikan pengalaman seseorang.
percaya diri. Yakin akan kemampuannya,
Sedangkan “Me” disebut juga objective self
percaya diri dan menerima pujian dengan
atau
tanpa rasa malu termasuk konsep diri ke arah
merupakan ciptaan dari “I”.
yang
kemampuannya
positif,
sesuai
dan
akan
dengan
apa
merupakan
yang
tokoh
sebagai
empirical
Konsep
pertama
objek
self
diri
yang
(Bracken,1996).
karena
aspek
memegang
ini
peranan
disebutkan oleh Brooks dan Emmert (dalam
penting dalam susunan pola kepribadian. Hal
Rahmat, 1985) yang menyebutkan ciri-ciri
ini dikemukakan oleh Hurlock (1993) yang
orang
positif
menyatakan bahwa konsep diri memegang
diantaranya yakin akan kemampuan untuk
peranan penting dalam kepribadian karena
mengatasi suatu masalah dan bisa menerima
merupakan
pujian dengan tanpa rasa malu.
dalam kepribadian individu. Hurlock (1993)
yang
memiliki
konsep
diri
salah
satu
komponen
utama
Oleh karena itu, berdasarkan uraian
mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran
diatas penulis ingin meneliti apakah ada
yang dimiliki seseorang mengenai dirinya
perbedaan konsep diri antara remaja yang
sendiri
sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan
psikologis, sosial dan emosional, aspirasi dan
di Panti Asuhan dengan remaja yang sejak
prestasi sebagai hasil observasi terhadap
masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di
dirinya di masa lalu dan pada saat sekarang
rumah bersama keluarga ?
ini.
Penelitian
karakteristik
fisik,
Cooley ( dalam Angel, http : //www.
perbedaan
critical social work. com, 2001 ) salah satu ahli
konsep diri antara remaja yang pada masa
lain, mengemukakan konsep dari self bahwa
akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti
self merupakan suatu konstruk sosial. Artinya,
asuhan dengan remaja yang pada masa akhir
bahwa self terbentuk melalui interaksi dengan
kanak-kanaknya
lingkungan atau orang lain. Ia menilai konsep
secara
bertujuan
berupa
untuk
membuktikan
ini
baik
empiris
dibesarkan
di
rumah
diri sebagai “Looking glass self “ (cermin diri)
bersama keluarga.
dimana seakan-akan individu menaruh cermin TINJAUAN PUSTAKA Istilah
konsep
didepannya dan selanjutnya individu menilai diri
bermula
dari
seorang tokoh yang bernama William James.
bagaimana dirinya dan penilaian ini akan
mempengaruhi
prilaku
individu
yang
bersangkutan.
sekarang
ini
sebagai
suatu
hasil
perkembangan dari perhatian individu tersebut
Brooks
(dalam
Rakhmat,
1996)
mengenai bagaimana orang lain bereaksi
mengatakan bahwa konsep diri merupakan
terhadap dirinya.
pandangan individu terhadap seluruh keadaan
Menurut
Fitts
(dalam
Marcelline,
dirinya berupa penilaian-penilaian mengenai
1997), konsep diri terdiri dari empat aspek
kualitas fisik, sosial maupun psikologis yang
yang merupakan detil yang akan menjelaskan
diperoleh melalui pengalaman individu dalam
mengenai diri secara utuh, yaitu :
interaksinya dengan orang lain. Taylor (dalam Rahmat,1996)
mendefinisikan
konsep
a. Aspek Kritik Diri
diri
Aspek
ini
sebagai segala sesuatu yang dipikirkan dan
bagaimana
dirasakan
menggambarkan
tentang
dirinya
sendiri,
yang
seseorang dirinya
mencakup serangkaian keyakinan dan sikap
pribadinya,
tentang diri individu itu sendiri.
defensif/menutupi
Menurut Coopersmith (1974), konsep
menunjukkan
serta
apakah
bersifat
atau
bersikap
terbuka terhadap kekurangan
dan
diri adalah kepercayaan, hipotesa dan asumsi
kelemahan
juga
yang
menggambarkan
dimiliki
individu
tentang
dirinya.
diri.
Aspek
ini
bagaimana
Sedangkan Burns (1993), mengatakan bahwa
seseorang bersikap dalam menerima
konsep diri adalah total keseluruhan dari
umpan balik atau kritik dari orang lain.
persepsi
Apakah
seseorang
tentang
dirinya
dan
mau
menerima
didasarkan pada kepercayaan, evaluasi dan
mengevaluasi
kecenderungan bertingkah laku.
langsung menutupi diri dan menolak
Ahli konsep diri yang lain, yaitu Fitts
lebih
dan
lanjut
atau
dengan tegas.
(1971) mengatakan bahwa konsep diri adalah
Konsep
diri
mungkin
saja
diri yang dilihat, dipersepsikan dan dialami
terbentuk karena penilaian diri yang
oleh individu. Sharelsson (dalam Bracken,
tidak tepat, yang bersumber dari sikap
1996), mengatakan bahwa konsep diri adalah
defensif
persepsi diri seseorang yang dibentuk melalui
terbuka menggambarkan siapa aku
pengalaman dengan atau dan interpretasi
sesungguhnya,
lingkungannya.
kesesuaian
Berdasarkan
uraian
diatas
maka
konsep diri dalam hal ini adalah evaluasi personal
dan
penilaian
atau
pandangan
individu, misalnya
kurang untuk
kurang
adanya mengakui
kelemahan dan kekurangan pribadi. b. Aspek Harga Diri Aspek
ini
sesungguhnya
individu terhadap seluruh keadaan dirinya
merupakan inti dari konsep diri. Fitts
yang berupa penilaian-penilaian mengenai
(dalam Marcelline, 1997) menganggap
kualitas fisik, sosial maupun psikologis atau
bahwa aspek ini sebagai komponen
penilaian akan penampilan, kekuasaan dan
yang dominan dalam konsep diri
tingkah
seseorang. Pada waktu seseorang
lakunya
pengalaman
yang
individu
diperoleh dalam
melalui
interaksinya
dengan orang lain di masa lalu dan pada saat
mengamati
dirinya,
ia
pun
mengadakan penilaian seperti suka
atau tidak suka, puas, puas sekali, dll.
c.
Menurut
Fitts
(dalam
Marcelline,
Harga diri erat hubungannya dengan
1997), Keempat aspek konsep diri yang
perasaan berhasil dan pemahaman
disebutkan diatas yang dimiliki individu ini
tentang
akan
potensi
diri.
Harga
diri
mengevaluasi/menilai
berkembang dari sejumlah perasaan/
menggambarkan
penilaian tentang diri sendiri dan
digolongkan dalam dua dimensi, yaitu internal
keyakinan diri.
dan eksternal. Masing-masing dimensi ini
Aspek Integrasi Diri
memiliki
Aspek
ini
menunjuk
pada
derajat integrasi antara bagian-bagian diri,
yaitu
kemampuan
seseorang
menyatukan seluruh aspek konsep diri menjadi satu keseluruhan yang utuh. Sejauhmana
komponen-komponen
tersebut
dapat
menunjukkan
disatukan,
pada
kesesuaian
komponen
merupakan
detil
antara
individu
dalam
kenyataannya. Konsistensi tersebut menunjukkan adanya integrasi yang baik,
berintegrasi
dimana
semakin
bagian-bagian
diri
seseorang, akan semakin baik ia
berisi
tentang
keyakinan individu terhadap nilai-nilai, tingkah laku dan kemampuan yang dimilikinya. Aspek ini menunjukkan seseorang untuk yakin/tidak dalam menilai seseorang
dirinya. berasal
yang
bagian-bagian
diri.
Dimensi Internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen
perilaku
dan
komponen
penilaian. 1) Komponen Identitas Diri (Identity Self) Komponen paling
dasar
merupakan
ini
merupakan
dari
konsep
konsep
diri
jawaban-jawaban
yang atas
pertanyaan dasar “siapakah saya ?”. Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan julukan yang dengan
karakteristik
seseorang. Identitas berkembang sejalan
d. Aspek Keyakinan Diri ini
spesifik,
a. Dimensi Internal
berkenaan
dalam menjalankan fungsinya.
Aspek
dari
yang
Adapun kedua dimensi tersebut, yaitu :
patokan perilaku & perilaku yang
cukup
yang
diri
sejauhmana
(konsistensi)
ditampilkan
bagian-bagian
dan
Keyakinan dari
diri
tingkat
dengan
seseorang.
Identitas
kegiatan
sosial
bersumber
pada
perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan. Misalnya, “tubuh saya sehat”. 2) Komponen Perilaku (Behavioral
kepuasan terhadap dirinya sendiri. Semakin besar aspek keyakinan diri
meluasnya
Self) Komponen
ini
timbul
berdasarkan
seseorang, ia semakin percaya pada
umpan balik, baik yang bersifat internal
kemampuan dirinya. Dengan kata lain,
maupun eksternal, terhadap tingkah laku
ia semakin yakin dalam menilai dirinya
yang
termasuk
respon yang diterima oleh individu atas
kemampuan-kemampuan
yang dimilikinya.
ditampilkan.
tingkah
lakunya,
Umpan
akan
balik
atau
mempengaruhi
2) Komponen
kelanjutan dari tingkah laku tersebut, apakah
tingkah
laku
tersebut
Moral
Etis
(Moral-
Ethical Self)
akan
bertahan atau hilang. Bila umpan balik
Komponen ini merupakan komponen
bersifat positif, maka tingkah laku akan
yang
dipertahankan dan sebaliknya, bila umpan
mengenai kerangka acuan moral etika,
balik bersifat negatif
nilai-nilai moral, hubungan dengan Tuhan,
maka tingkah laku
menunjukkan
persepsi
individu
akan dihilangkan. Tingkah laku yang
perasaan-perasaan
dipertahankan,
akan
mempengaruhi
baik/buruk
pembentukkan
konsep
diri.
kehidupan. Misalnya, “saya orang yang
“saya
merawat
tubuh
Misalnya,
saya
sebaik
mungkin”.
berpegang
rasa
teguh
puas
pada
orang terhadap
prinsip-prinsip
agama”.
3) Komponen
Penilaian
(Judging
3) Komponen Diri Pribadi (Personal
Self)
Self)
Komponen sebagai
dan
sebagai
ini
penilai,
berfungsi
utama
disamping
sebagai
Perasaan
dan
serta
kepribadiannya
antara
dan
komponen
identitas
komponen
terhadap
nilai
pribadi, perasaan adekuat sebagai pribadi
pengamat, pengatur standar, pembanding penengah
individu
penilaian
individu sendiri
terhadap
terlepas
dari
perilaku.
penilaian fisik atau hubungannya dengan
Komponen ini juga akan mengevaluasi
orang lain. Misalnya, “saya orang yang
persepsi individu terhadap perilaku dan
selalu gembira”.
identitas yang dimiliki. Komponen ini pula
4) Komponen Diri Keluarga (Family
yang akan memberi pengaruh paling besar terhadap aspek harga diri. Misalnya, “saya suka wajah saya sebagaimana adanya”.
Self) Perasaan individu dalam kaitannya dengan
anggota
keluarga,
teman
sepermainannya serta sejauhmana dirinya
b. Dimensi Eksternal Dimensi
Eksternal
komponen,
yaitu
merasa adekuat sebagai anggota keluarga terdiri
dari
komponen
lima
dan teman terdekatnya tersebut. Misalnya,
fisik,
“jika saya menghadapi masalah, keluarga
komponen moral etis,
komponen diri
personal,
diri
komponen
keluarga,
saya siap membantu”. 5) Komponen Diri Sosial (Social Self)
komponen diri sosial.
Komponen ini berisi perasaan dan
1) Komponen Fisik (Physical Self)
penilaian
Komponen ini mencakup bagaimana
interaksinya dengan orang lain dalam
individu dirinya
mempersepsikan baik
secara
fisik,
keberadaan kesehatan
maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi
tubuh.
sepanjang waktu”.
Contoh,
“saya
rapih
diri
sendiri
dalam
lingkungan yang lebih luas. Misalnya, “saya suka berteman”. Dalam penelitian ini tempat tinggal terbagi menjadi dua yaitu panti asuhan dan rumah. Rumah lekat dengan adanya sebuah keluarga
inti
yang
berada
didalamnya.
Keluarga inti terdiri dari orang tua dan anak
sebagai satuan keluarga asuh yang wajar (
(Monk, 2001).
Tijpsastra, 1996).
a. Panti Asuhan
Berdasarkan uraian diatas terkandung
1) Pengertian Panti Asuhan
unsur bahwa panti asuhan sebagai suatu
Menurut Departemen Sosial Republik
lembaga
yang
didirikan
atas
dasar
Indonesia (1989), panti asuhan adalah suatu
kesengajaan, formal dan terorganisasi. Panti
lembaga usaha kesejahteraan sosial yang
asuhan
mempunyai
keluarga
tanggung
jawab
untuk
selain
sebagai
juga
unsur
pengganti
merupakan
pelayanan
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
kesejahteraan sosial yang bersifat sementara
kepada anak terlantar serta melaksanakan
dan
penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
kebutuhan anak asuh untuk terpenuhinya
memberikan
atau
pertumbuhan fisik secara wajar, memperoleh
perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan
kesempatan dalam usaha pengembangan
fisik, mental dan sosial pada anak asuh
mental dan pikiran sehingga anak asuh dapat
sehingga memperoleh kesempatan yang luas,
mencapai tingkat kedewasaan yang matang,
tepat
melaksanakan
dan
pelayanan
memadai
kepribadiannya
pengganti
bagi
sesuai
perkembangan dengan
yang
memungkinkan
adanya
pemenuhan
peranan-peranan
sosialnya
sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
diharapkan sebagai bagian dari generasi
2) Tujuan Panti Asuhan
penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan
Tujuan
panti
asuhan
menurut
yang akan turut serta aktif didalam bidang
Departemen Sosial Republik Indonesia (1989),
pembangunan nasional.
ialah memberikan pelayanan berdasarkan
untuk
Panti asuhan yaitu suatu lembaga
pada profesi pekerjaan sosial kepada anak
mengasuh
terlantar
anak,
menjaga
dan
dengan
cara
membantu
dan
memberikan bimbingan dari pimpinan kepada
membimbing mereka kearah perkembangan
anak dengan tujuan agar mereka menjadi
pribadi
manusia yang cakap dan berguna serta
keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi
bertanggung jawab atas dirinya dan terhadap
anggota masyarakat yang dapat hidup layak
masyarakat dikemudian hari. Panti asuhan
dan penuh tanggung jawab baik terhadap
sebagai pengganti orang tua, sehubungan
dirinya, keluarga maupun masyarakat.
yang
wajar
serta
kemampuan
dengan orang tua anak tidak dapat berfungsi
3) Sasaran Garapan Panti Asuhan
sebagaimana mestinya dalam mendidik dan
Sasaran garapan panti asuhan anak
mengasuh anak (Sandrianny, 2002). Panti
asuhan
juga
meliputi :
memberikan
pelayanan pengganti (substitutive service), yang dalam hal ini berarti menggantikan fungsi
a) Anak yatim, piatu, yatim piatu terlantar berusia 0-21 tahun b) Anak terlantar adalah anak
keluarga. Digantikannya fungsi keluarga oleh
karena
panti asuhan apabila anak memang sudah
tuanya
tidak
atau
sehingga kebutuhan anak tidak dapat
mempunyai orang tua/keluarga tetapi keluarga
terpenuhi dengan wajar baik secara
tersebut tidak atau belum mampu berfungsi
rohani, jasmani maupun social, antara
mempunyai
orang
tua
lagi
suatu
sebab
melalaikan
anak
yang orang
kewajibannya,
lain keluarga retak, sehingga tidak ada relasi social yang harmonis
Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat, yang terbentuk
c) Anak yang tidak mampu adalah anak
berdasarkan kelompok sosial terkecil dalam
yang karena suatu sebab tidak dapat
masyarakat
terpenuhi
kebutuhan-kebutuhannya,
pernikahan yang terdiri dari seorang suami
baik secara rohani, jasmani maupun
(ayah), istri (ibu) dan anak-anak mereka (SC.
social dengan wajar antara lain salah
Utami
satu orang tua dan atau keduanya
merupakan bagian penting bagi anak, sebab
sakit kronis, terpidana dan meninggal
anggota
sehingga
pertama anak dan orang yang paling penting
anak
tidak
ada
yang
merawat
yang
terbentuk
Munandar,
1985).
keluarga
berdasarkan
Keluarga
merupakan
tetap
lingkungan
selama tahun awal (Hurlock, 1991).
Bagi anak
yang
tinggal
dirumah,
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
lingkungan terdekat dengan diri anak pada
bahwa
awal
lingkungan
terkecil dalam masyarakat yang terbentuk
keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat
berdasarkan ikatan yang didasarkan oleh
Monk (2001) yang mengatakan bahwa rumah
perkawinan atau darah yang berlangsung
lekat dengan adanya sebuah keluarga inti
lama antara suami (ayah), istri (ibu), dan
yang berada didalamnya. Keluarga inti ini
dengan
terdiri dari orang tua dan anak.
anggota
kehidupannya
Oleh
karena
adalah
itu
dapat
dikatakan
keluarga
adalah
anak-anak
kelompok
mereka
mengabdikan
tempat tinggal keluarga, yang berarti suatu
Fungsi
tinggal
yang
didalamnya
tiap
kepada
kepentingan dan tujuan keluarga. 2) Fungsi Keluarga
untuk
dimana
dirinya
bahwa rumah dalam penelitian ini adalah
tempat
sosial
keluarga
(Pudjigjogyanti,
1988), yaitu :
terdapat keluarga inti yang terdiri dari suami
a) Keluarga berfungsi sebagai tempat
(ayah), istri (ibu), dan dengan anak-anak,
pendidikan informal, tempat dimana
dimana mereka saling mencintai dan berbagi.
anak
memperkembangkan
dan
1) Pengertian Keluarga
diperkembangkan
Keluarga
Pudjigjogyanti
kemampuan dasar yang dimilikinya,
(1988) adalah sekelompok orang yang diikat
sehingga mencapai prestasi sesuai
oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi
dengan
ayah, ibu dan anak. Menurut Yusuf (1982),
dimiliki
keluarga adalah kesatuan masyarakat yang
perubahan perilaku dalam berbagai
paling kecil sebagai suatu kesatuan maka
aspeknya seperti yang diharapkan
ikatan didasarkan atas perkawinan dimana
atau direncanakan.
menurut
kemampuan-
kemampuan
dasar
yang
dirinya dan memperlihatkan
tiap anggota mengabdikan dirinya kepada
b) Keluarga berfungsi sebagai tempat
kepentingan dan tujuan keluarga. Menurut
untuk menanamkan aspek sosial agar
Meyer F. Nimkoff (dalam Pudjigjogyanti,1988),
bisa
keluarga adalah ikatan yang berlangsung lama
yang
antara suami dan istri, dengan atau tanpa
menyesuaikan diri dengan lingkungan
anak.
sosial.
menjadi mampu
anggota
masyarakat
berinteraksi
dan
METODE PENELITIAN
(1991), pada masa ini seorang anak mulai
Dalam penelitian ini akan digunakan dua
kelompok
sampel.
Kelompok
membentuk konsep diri ideal yang meliputi
yang
sifat-sifat yang dikagumi oleh kelompok
pertama adalah kelompok remaja yang pada
seperti perilaku, prestasi, penampilan fisik
masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan dan
atau hal-hal lain yang dapat terlihat oleh
tinggal di panti asuhan. Sedangkan kelompok
individu di sekitarnya.
yang kedua merupakan kelompok remaja yang
pada
masa
kanak-kanaknya
yang kedua yaitu kelompok remaja yang sejak
dibesarkan dan tinggal di rumah bersama
masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di
keluarga.
rumah bersama keluarga, adalah :
Adapun
akhir
Sedangkan untuk kelompok remaja
karakteristik
sampel
dari
1. Berusia 17 – 21 Tahun
kelompok pertama yaitu kelompok remaja
Menurut Fitts (1971), konsep diri individu
yang
baru akan relatif stabil pada masa ini.
sejak
masa
akhir
kanak-kanaknya
dibesarkan di panti asuhan adalah :
2. Pendidikan minimal lulus SMP
1. Berusia 17 – 21 Tahun
Karakter ini ditetapkan semata-mata agar
Menurut Fitts (1971), konsep diri individu
responden dapat memahami pertanyaan
baru akan relatif stabil pada masa ini.
yang diajukan oleh penulis dan dapat
2. Pendidikan minimal lulus SMP
memberi jawaban yang sesuai, karena
Karakter ini ditetapkan semata-mata agar
menurut
responden dapat memahami pertanyaan
Brodzinsky, 1993) menyatakan bahwa
yang diajukan oleh penulis dan dapat
individu pada usia 12 tahun atau lebih
memberi jawaban yang sesuai, karena
telah mencapai tahap terakhir (formal
Piaget (dalam Gormly & Brodzinsky, 1993)
operasional)
menyatakan bahwa individu pada usia 12
kognitifnya sehingga sudah dapat berpikir
tahun atau lebih telah mencapai tahap
kritis dan instropektif.
terakhir
(formal
perkembangan
operasional) kognitifnya
dalam sehingga
(dalam
dalam
Gormly
&
perkembangan
3. Masih tinggal bersama orang tua atau anggota keluarga lainnya.
sudah dapat berpikir kritis dan instropektif. 3. Mulai tinggal dipanti asuhan sejak usia 6 –
Piaget
Teknik
pengambilan
sampel
yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah
12 Tahun
sampling
Menurut Hurlock (1991), batas usia kanak-
dengan
kanak akhir adalah 6 tahun sampai
sampel yang tidak dipilih secara acak. Secara
dengan
mencapai
lebih
seksualnya,
yaitu
kematangan
nonprobabilitas. sampling
spesifik,
Yang
dimaksud
nonprobabilitas
sampel
diambil
adalah
secara
mencapai
Purposive. Yang dimaksud dengan Sampling
masa remaja. Menurutnya, pada masa ini
Purposive adalah metode sampling yang
seorang anak akan mengalami perubahan
menggunakan
kepribadian.
mempunyai
mempengaruhi
sebelum
Perubahan
ini
akan
perkembangan
sosial
anak, khususnya perkembangan konsep diri. Selain itu, masih menurut Hurlock
sampel karakteristik
dimana tertentu
peneliti dalam
menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2005).
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan
dalam
penelitian
adalah
dengan memakai enam alternatif jawaban,
menggunakan Angket. Angket adalah teknik
yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Agak
pengumpulan data dengan menyerahkan atau
Sesuai (AS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Tidak
mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh
Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Cara
responden
menjawab
(Azwar,1992).
ini
favourable dan 43 pernyataan unfavourable
Angket
tersebut
pernyataan-pernyataan
tersebut
terdiri dari lembar informasi identitas (nama,
adalah dengan jalan memilih salah satu
usia, pendidikan, jenis kelamin, status tinggal),
jawaban yang dianggap subjek paling sesuai
dan Skala Konsep Diri.
dengan
1. Skala Konsep Diri
penilaian yang digunakan baik pada item
keadaan
dirinya.
Adapun
sistem
Alat ukur yang akan dipakai untuk
favourable dan unfavourable bergerak dari
mengukur konsep diri dalam penelitian ini
Sangat Sesuai (SS) sampai dengan Sangat
adalah
Tidak Sesuai (STS).
Skala
Konsep
Diri
dimana
item
pernyataannya diadopsi dari Tjipsastra (1996)
Untuk menguji hipotesis mengenai
yang berpedoman pada Skala Konsep Diri
perbedaan konsep diri antara remaja yang
yang disusun pertama kali oleh Fitts (1971)
sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan
dalam Tennesse Self Concept Scale, dengan
dipanti asuhan dengan remaja yang sejak
alasan uji validitas dan reliabilitas dahulu
masa
memakai subjek penelitian remaja. Skala ini
dirumah bersama keluarga, digunakan teknik
bertujuan untuk mengungkapkan seberapa
analisis Uji – t (t-Test) independent sample
besar konsep diri seorang remaja yang sejak
karena yang diuji bedakan adalah sampel-
masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di
sampel yang berasal dari dua kelompok
panti asuhan dengan mereka yang dibesarkan
subjek yang berbeda yaitu kelompok remaja
di rumah bersama keluarga.
yang
Skala ini berisi 86 pernyataan yang
akhir
sejak
remaja
pernyataan
kanaknya
Item-item
pada
masa
akhir
dibesarkan
kanak-kanaknya
dibesarkan di panti asuhan dengan kelompok
terdiri dari 43 pernyataan favourable dan 43 unfavourable.
kanak-kanaknya
yang
sejak
dibesarkan
masa di
akhir
rumah
kanakbersama
skala ini dibuat berdasarkan dua dimensi
keluarga. Analisis data menggunakan bantuan
konsep diri dari Fitts (1971) yaitu pertama,
SPSS Versi 11.5 for Windows.
Dimensi
Internal
yang
terdiri
dari
tiga
komponen pokok, yaitu komponen identitas diri,
komponen
komponen
Penelitian ini berusaha untuk menguji
penilaian. Kedua, Dimensi Eksternal yang
adanya perbedaan secara signifikan pada
terdiri
dari
perilaku
dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
lima
komponen
pokok,
yaitu
konsep diri antara remaja yang pada masa
komponen
fisik,
komponen
moral
etis,
akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti
komponen
diri
diri
asuhan dengan remaja yang pada masa akhir
personal,
komponen
keluarga, komponen diri sosial.
kanak-kanaknya dibesarkan dalam keluarga.
Model skala yang akan digunakan adalah jenis
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa
Skala
86
hipotesis penelitian ini tidak diterima. Hal ini
pernyataan yang terdiri dari 43 pernyataan
berarti bahwa tidak ada perbedaan konsep diri
Likert.
Skala
ini
terdiri
atas
secara signifikan antara remaja yang sejak
teman-temannya
masa
dibesarkan
dengan ibu pengasuhnya. Hal tersebut berupa
didalam panti asuhan dengan remaja yang
sosialisasi yang merupakan proses belajar
sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan
bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri
dirumah bersama keluarga.
sehingga
akhir
kanak-kanaknya
Baik di rumah maupun di panti asuhan
dan
dapat
berhubungan
membentuk
pula
sikapnya
terhadap sesuatu. Dalam sosialisasi tersebut
memiliki konsep diri yang sama baiknya
anak
dengan remaja yang pada masa akhir kanak-
Aturan-aturan tersebut membuatnya menjadi
kanaknya
bersama
disiplin (Rachmayanti, 1992). Mereka juga
keluarga. Hal ini diperkuat dengan keadaan di
dihadapkan pada konsekuensi-konsekuensi
Panti Asuhan Mitra Hasanah yang cukup baik
yang ada. Jika mereka melakukan kesalahan,
dan setara dengan di rumah. Secara teknis, di
pihak
panti asuhan Mitra Hasanah, setiap anak
Demikian juga bila mereka berhasil melakukan
merasa dirinya diterima keberadaannya baik di
sesuatu, mereka akan mendapatkan pujian.
dibesarkan
di
rumah
dalam panti maupun di luar panti asuhan. Hal ini terlihat, setiap anak dapat berbagi masalah dengan ibu pengasuh di dalam ruang “Empat Mata”. Ruangan tersebut merupakan ruangan dimana
anak
dapat
melakukan
sharing
dengan ibu pengasuh terhadap berbagai masalah yang mereka hadapi. Hal inilah yang mendukung perhatian ibu pengasuh terhadap anak asuh sehingga mereka merasa dirinya diterima sepenuhnya di dalam panti asuhan. Selain itu, mereka juga dapat berinteraksi dengan orang-orang di luar panti dengan baik tanpa dirinya merasa diabaikan. Hal ini dibuktikan dengan sekolah yang didirikan oleh pihak yayasan panti juga menerima siswa dari luar panti asuhan. Baik siswa yang berasal dari luar panti maupun dari dalam panti dapat berbaur dan berinteraksi tanpa menunjukkan sikap adanya perbedaan latar belakang.
dikenalkan
panti
akan
kepada
aturan-aturan.
memberikan
sanksi.
Di rumah, keberadaan figur dan peran orang tua sangat jelas yaitu bapak dan ibu. Selain
itu
juga
dikarenakan
adanya
penerimaan yang hangat dari orang tua berupa
memberikan
rasa
aman
dengan
menerima anak, cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri. Walaupun di panti asuhan, yang ada hanya figur ibu pengasuh, namun peran dan figurnya juga sangat jelas. Ibu pengasuh juga memberikan rasa aman dengan
menerima
keberadaan
ruang
anak, “Empat
contohnya Mata”.
Ibu
pengasuh juga menghargai kegiatan dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak merasa yakin dengan kemampuannya
Di dalam panti, anak merasa adanya
dan lebih percaya diri. Contohnya, setiap
penerimaan yang hangat dari ibu pengasuh,
acara-acara khusus seperti yang pada saat itu
pembentukan dan penguatan mengenai batas-
sedang berlangsung yaitu acara HUT, baik
batas yang jelas dari tingkah laku anak oleh
pihak
ibu
diperkenalkan
memberikan kesempatan kepada anak-anak
dengan sejumlah aturan, karena anak asuh
asuh untuk menyelenggarakan acara tersebut
tidak sendiri. Mereka hidup bersama dengan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai
pengasuh.
Anak-anak
panti
maupun
ibu
pengasuh
dengan
evaluasi.
pemenuhan
Demikian
kebutuhan
pula
fisik
dalam maupun
pada skala konsep diri, diketahui lebih besar dari mean hipotetik.
psikologis anak terpenuhi dengan baik. Dari
Berdasarkan hasil perhitungan mean
segi fisik, anak tidak pernah kekurangan
empirik konsep diri remaja yang sejak masa
dalam hal kebutuhan makanan, minuman dan
akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti
pakaian. Dari segi psikologis, anak merasa
asuhan dan remaja yang sejak masa akhir
aman, adanya penerimaan dari lingkungan
kanak-kanaknya dibesarkan dirumah bersama
sekitar yang menyebabkan adanya penilaian
keluarga adalah tinggi. Hal ini dimungkinkan
positif terhadap diri anak tersebut. Selain itu,
kondisi di kedua tempat sudah tidak jauh
setiap
berbeda. Panti asuhan pada saat ini, sudah
hari
mereka
juga
mendapatkan
bimbingan rohani berupa pengajian, ceramah
mulai
dan nasihat-nasihat keagamaan, yang secara
perkembangan fisik maupun psikologis anak-
tidak langsung memberikan perasaan tenang
anak asuhnya. Dengan demikian konsep diri
secara batiniah.
anak juga ikut berkembang dengan baik. Hal
Kondisi-kondisi seperti diataslah yang membuat anak menjadi lebih percaya diri dan yakin akan kemampuan yang dimiliki untuk mengatasi suatu masalah. Adanya keakraban diantara sesama penghuni dan ibu pengasuh juga interaksinya dengan lingkungan sekitar membuat
anak
menjadi
merasa
dirinya
diterima seutuhnya. Hal-hal tersebut bisa membentuk konsep diri kearah yang positif, sesuai yang disebutkan oleh Brooks dan Emmert
(dalam
Rahmat,
1985)
yang
menyebutkan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri yang positif diantaranya yakin akan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah, merasa
setara
dengan
orang
lain
dan
menyadari setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak
ini
memperhatikan
selaras
menurut
dengan
kesejahteraan
tujuan
Departemen
Sosial
Indonesia
(1989),
pelayanan
berdasarkan
pekerjaan
sosial
panti
yaitu
kepada
dan
asuhan Republik
memberikan pada
profesi
anak
terlantar
dengan cara membantu dan membimbing mereka kearah perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan keterampilan kerja, sehingga
mereka
menjadi
anggota
masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung
jawab
baik
terhadap
dirinya,
keluarga maupun masyarakat. Kesimpulannya
adalah
bahwa
kedua
kelompok sampel memiliki kategori yang sama, baik dari dimensi internal maupun eksternal.
Hampir
semua
komponen-
komponen, baik dari dimensi internal maupun dimensi eksternal, pada kedua kelompok
seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
tersebut berada pada kategori tinggi. Artinya, Berdasarkan hasil angket yang telah disebar sebanyak 90 orang subjek dengan jumlah remaja yang sejak masa akhir kanakkanaknya dibesarkan di panti asuhan 45 orang dan jumlah remaja yang sejak masa akhir kanak-kanaknya
dibesarkan
di
rumah
bersama keluarga 45 orang, maka hasil perhitungan mean hipotetik dan mean empirik
dalam hal ini tidak ada perbedaan yang mencolok
dalam
komponen-komponen
tersebut pada masing-masing kelompok. Dari hasil diatas terlihat bahwa, dilihat dari dimensi internal, baik di panti asuhan maupun di keluarga, masing-masing anak memiliki kemampuan yang sama baiknya
untuk menjawab pertanyaan mengenai siapa
orang, profesional 4 orang. Dengan
dirinya, memiliki persepsi yang lebih positif
aktivitas
terhadap
seperti
tingkah
lakunya
dan
memiliki
atau itu
kesibukan
yang
dapat
mereka membuat
kemampuan dalam memahami dirinya secara
kurangnya intensitas interaksi anak
penuh. Demikian juga dari segi dimensi
dengan orangtua, maka tidaklah heran
eksternal, baik di panti asuhan maupun di
bila ada kecenderungan orangtua di
keluarga,
memiliki
rumah untuk bersikap longgar. Di
kemampuan yang sama baiknya dalam hal
panti asuhan segala tingkah laku anak
penerimaan terhadap keadaan fisik mereka,
memiliki batasan-batasan yang jelas
dalam menilai baik-buruknya sesuatu dari segi
bila dibandingkan dengan didalam
moral dan etika, dalam memandang diri
keluarga. Hasil penelitian Coopersmith
mereka
masing-masing
anak
sebagai
suatu
pribadi,
memiliki
(dalam Burns, 1993) menunjukkan
yang
lebih
kuat
terhadap
bahwa ada 3 buah kondisi yang dapat
penerimaan teman dan keluarga atau merasa
menunjang tumbuhnya konsep diri
cukup dihargai dan memiliki persepsi yang
yang positif, yaitu sikap penerimaan
positif terhadap hubungannya dengan orang
orang tua terhadap anak, adanya
sekitarnya.
patokan yang jelas sehingga dapat
perasaan
Dari beberapa pembahasan diatas,
membatasi tingkah laku anak, dan
penulis mengemukakan bahwa ada beberapa
adanya
hal yang menyebabkan mengapa konsep diri
apabila anak bertingkah laku sesuai
remaja
kanak-
dengan patokan yang ada. Di panti
kanaknya dibesarkan didalam panti asuhan
asuhan sejauh pengamatan penulis,
sama baiknya dengan konsep diri remaja yang
para pengasuh cukup dapat menerima
sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan
anak apa adanya, dan batas-batas
di rumah bersama keluarga.
perilaku anak lebih jelas. Di panti
yang
sejak
masa
akhir
1. Bila dibandingkan antara orang tua
penghargaan
bagi
anak
asuhan segala tingkah laku anak ada
dan pengasuh di panti asuhan, maka
patokannya
ada kecenderungan bahwa orang tua
melanggar maka akan ada sanksinya,
di rumah dapat bersikap longgar
dalam arti bahwa bila anak melakukan
terhadap
anaknya
kesalahan, maka sanksi yang akan
dibandingkan sikap pengasuh di panti
diterima anak tersebut jelas dan bila
asuhan. Hal ini dibuktikan dengan
anak tersebut bertingkah laku sesuai
data pekerjaan orangtua subjek untuk
dengan patokan tersebut, maka anak
kelompok di rumah yang menyatakan
tersebut akan mendapat penghargaan
bahwa
orangtua
yang jelas pula dari ibu pengasuhnya.
mereka bekerja. Yang menarik dari
Keadaan di dalam panti tersebutlah,
data ini adalah bahwa sebagian besar
yang mungkin menyebabkan konsep
dari ibu mereka adalah orang sibuk
diri mereka sama baiknya dengan
atau
remaja di rumah bersama keluarga.
tingkah
sebagian
bekerja,
wiraswasta
14
laku
besar
dengan orang,
perincian pegawai
8
sehingga
bila
anak
2. Mungkin panti asuhan yang diambil
Saran
oleh penulis sebagai sampel memang
Berdasarkan hasil penelitian
memiliki kualitas yang sangat baik
dilakukan, maka saran yang dapat peneliti
seperti pemenuhan kebutuhan anak
berikan adalah sebagai berikut :
baik secara fisik maupun psikologis, seperti
mendapatkan
uang
saku,
yang
1. Bagi orang tua hendaknya dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas
kesempatan untuk bersekolah sampai
perhatian
Madrasah Aliyah atau setara dengan
rangka pembentukan konsep diri yang
SMU, mengelola usaha milik yayasan,
lebih baik.
adanya bimbingan rohani setiap hari,
serta
bimbingan
dalam
2. Bagi ibu pengasuh di panti asuhan,
intesitas pertemuan dengan bapak
diharapkan
atau ibu pengasuh selama 7-12 jam
mempertahankan
seharinya, sehingga hubungan antara
kualitas
perhatian seperti curahan
pengasuh
kasih
sayang,
dan
anak
asuh
dapat
untuk
terus
dapat
kuantitas
dan
perhatian
dan
terjalin dengan sangat baik pula.
bimbingan, serta pengawasan kepada
Adanya hubungan dan kondisi yang
anak-anak. Tetap mempertahankan
baik ini, menyebabkan anak akan
hubungan
yang
memiliki
anak-anak
dan
persepsi
yang
positif
hangat agar
terhadap
lebih
selalu
terhadap lingkungan dimana ia berada
memperhatikan mereka yang nantinya
dan persepsi ini akan mempengaruhi
secara tidak langsung mempengaruhi
anak dalam membentuk konsep diri
pembentukan konsep diri kearah yang
yang positif.
lebih baik. 3. Bagi pengelola panti asuhan, agar
PENUTUP
tetap mempertahankan perhatiannya
Simpulan
terhadap keadaan anak-anak dengan
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan konsep diri antara remaja
yang
sejak
masa
akhir
kanak-
memenuhi kebutuhannya, baik fisik maupun psikologis. 4. Bagi
peneliti
selanjutnya,
kanaknya dibesarkan di panti asuhan dengan
menyarankan
untuk
remaja
menggali
dalam
yang
kanaknya
sejak
dibesarkan
masa di
akhir
rumah
kanak-
lebih
penulis mencoba
lagi
dalam
bersama
faktor-faktor lain yang berpengaruh
keluarga. Kelompok remaja yang sejak masa
terhadap pembentukan konsep diri.
akhir kanak-kanaknya dibesarkan di panti
Faktor-faktor
asuhan memiliki konsep diri yang sama
pendekatan awal kepada anak.
tersebut
seperti
baiknya dengan kelompok remaja yang sejak masa akhir kanak-kanaknya dibesarkan di
DAFTAR PUSTAKA
rumah bersama keluarga.
Ali, L. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Pustaka. Anastasi, A & Urbina, S. 1997. Tes Psikologi. Jilid 1. Alih Bahasa: Imam, R.H.
Penyunting
Bahasa:
Molan,
B.
Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK
Jakarta: Prenhallindo. Angle, G.B. 2001. Cultural Resilence In North
Hall, C.S. & Lindzey, G. 1993. Teori-teori
Story of Little. http://www. criticalsocial
Psikodinamik (Klinis). Alih Bahasa : A.
work.co.id.
Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bracken, B.A.
1996.
Concept: Clinical
Handbook
Development, Consideration.
R.B.
1993.
Konsep
Pengukuran,
Hurlock, E.B. 1974. Personality Development. New York: McGraw Hill Publishing
of
Self-
Social New
&
York:
Company. Hurlock, E.B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan
Diri:
Teori,
Perkembangan
&
Perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta:
Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E.B. 1993. Psikologi Perkembangan: Psikologi Perkembangan Anak. Jilid 2.
Arcan. Cage, N.L & Berliner, D. C. 1979. Educational Psychology. Chicago: Rand McNally
Coopersmith, S. 1974. The Antecedents of elfesteem. San Fransisco: Freeman
Psikologi Tentang Penyesuaian dan Kemanusiaan.
Bahasa:
E.B.
(terj)
Perkembangan:
Alih
VII.
Alih
Suatu
Psikologi Pendekatan
Pelaksanaan,
Penyantunan dan Pengentasan Anak Terlantar Melalui Panti Asuhan Anak. Jakarta.
&
Jusman, Y.A. 1997. Konsep Diri, Harga Diri
Perbedaannya
Departemen Sosial Republik Indonesia. 1989.
Istiwidayanti
Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Semarang Press.
1971.
1997.
Bahasa:
Pada
Teknis
&
Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
Bahasa: Satmoko. Semarang: IKIP
Petunjuk
Istiwidayanti
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi
Coulhoun, J. F. & Acocella, J. R. 1990.
Hubungan
Alih
Hurlock,
College Pub. Co.
H.W.
Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi V. Alih
John Willey & Sons, Inc.
Fitts,
Gunung Mulia.
American Indian First Nation: The
Azwar, S. 1992. Tes Prestasi. Edisi II.
Burns,
Gunarsa, S.D. 1995. Psikologi Praktis: Anak,
Anak
Panti pada
Asuhan
dan
Anak
yang
Tinggal Dirumah dengan Keluarga. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi UNIKA Atmajaya. Mappiare,
A.
1983.
Psikologi
Remaja.
Surabaya: Usaha Nasional. The
Self-Concept
&
Marcelline, E. 1997. Perbedaan Konsep Diri
Behaviour: Overview & Suplement.
Antara Siswa Berinteligensi Tinggi
Monograph VII. USA: Dede Wallance.
dengan Siswa Berinteligensi Rendah. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Jakarta:
Gormly, A.V. & Brodzinsky, D.M. 1993.
Fakultas Psikologi UNIKA Atmajaya.
Lifespan Human development. Edisi V. USA: Holt, Rinehart & Winston. Inc.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P & Haditono, S.R. 1999.
Psikologi
Pengantar
Perkembangan:
Dalam
Berbagai
Bagiannya.
Yogyakarta:
Gadjah
Diri
Mada University Press. Monks, F.J., Knoers, A.M.P & Haditono, S.R. 2001.
Psikologi
Pengantar
Perkembangan:
Dalam
Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Munandar,
Ritandiyono & Retnaningsih. 1996. Aktualisasi (seri
diktat
kuliah).
Jakarta:
Universitas Gunadarma. Sarlito, S.W. 1988. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press. Sandrianny, N. 2002. Perbedaan Harga Diri Antara Anak yang Tinggal di Panti
S.C.U. 1985. Emansipasi dan
Asuhan
dengan
Yang
Tinggal
Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu
Bersama Keluarga. Skripsi. (Tidak
Tinjauan Psikologis. Cetakan Kedua.
Diterbitkan).
Jakarta:
Psikologi UNIKA Atmajaya.
Penerbit
Universitas
Sugiyono,
Indonesia (UI Press). Partosuwido, S. R. 1979. Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. (Tidak
Diterbitkan).
Jakarta:
2005.
Metode
Adsministrasi.
Edisi
Fakultas
Penelitian 11.
Jakarta:
Alfabeta. Sulandari, M. 2001. Hubungan antara Tingkat
Yogyakarta:
Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan
Fakultas Psikologi Universitas Gajah
dalam Komunikasi Pada Mahasiswa
Mada.
Psikologi Gunadarma. Skripsi. (Tidak
Pudjijogyanti, C.R. 1988. Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan.
Diterbitkan).
Depok:
Fakultas
Psikologi Universitas Gunadarma.
Rachmayanti, S. 1992. Penelusuran Tentang
Tijpsastra,
T.E.
1996.
Hubungan
antara
Proses Pemanusiaan Anak. Tesis.
Konsep diri, Motivasi Belajar, Prestasi
Program Pasca Sarjana. Bandung:
Belajar Anak-anak Panti Asuhan dan
Institut
Perbedaan
Keguruan
dan
Ilmu
dari
Rahayu, S. C. 1999. Penelusuran Prestasi Belajar Siswa & Perhatian Ibu Ditinjau dari Kelompok yang Ibunya Bekerja
Diterbitkan).
Jakarta:
Willis, S.S.
1994. Problem Remaja dan
Permasalahannya.
diterbitkan).
Angkasa.
Jakarta:
Fakultas
Wiratna,
Psikologi UNIKA Atmajaya. Rakhmat, J. 1985. Psikologi Komunikasi. Alih Suryaman.
Jakarta:
Rakhmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Alih Tjun
Suryaman.
Remaja Rosdakarya.
A.
1997.
Bandung:
Konsep
Diri.
http://www.mitra.net.id/business/self/ar t2.htm. Yusuf, M.A. 1982. Pengantar Ilmu pendidikan.
Remaja Rosdakarya.
Bahasa:
Program
Pascasarjana Universitas Indonesia.
dan Tidak Bekerja. Skripsi. (Tidak
Tjun
Yang
Diasuh dalam Keluarga. Tesis. (Tidak
Pendidikan.
Bahasa:
Anak-anak
Jakarta:
Jakarta:
Ghalia
Indonesia.