ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (TRAINING NEEDS) Dalam Berbagai Pendekatan Oleh, Drs. Idris, M.Si
Sebelum program pelatihan dan pengembangan dilaksanakan harus diawali dengan penilaian atau analisis kebutuhan diklat. Menzel dan Messina (2011:22) mengatakan, “A TNA is only the first critical stage in any training cycle. Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the knowledge and the strengths and weaknesses in the processes that enable or hinder effective training programs being delivered.” Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan dan kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program pelatihan. Analisis
kebutuhan
diklat
memiliki
kaitan
yang
erat
dengan
perencanaan diklat di mana perencanaan yang paling baik didahului dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan diklat merupakan masukan utama dalam proses perencanaan diklat. a. Definisi Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Lembaga Administrasi Negara (2003:8) mendefinisikan penilaian kebutuhan pelatihan adalah : “Suatu proses yang sistematis dalam mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan keadaan nyata atau diskrepansi antara kinerja standar dan kinerja nyata yang penyelesaiannya melalui pelatihan”. Sementara, berdasarkan pendapat Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan,
“Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar-kinerja aktual = kebutuhan pelatihan. Ini berarti perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan”. Analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit. Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Selain itu, Analisis kebutuhan diklat mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi sebagai tahap usaha, mengenai apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja. Menurut Barbazette (2006:5), “analisis kebutuhan pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau menutupi kinerja yang tidak memenuhi standar”. Goldstein dan Bukton (Mangkunegara 2001) mengungkapkan, penentuan kebutuhan akan pelatihan harus dilakukan melalui analisis baik ditingkat organisasi, jabatan/tugas/pekerjaan, maupun individu. 1) Analisis tingkat organisasi untuk mengetahui dibagian mana dalam organisasi memerlukan pelatihan
2) Analisis ditingkat jabatan/tugas/pekerjaan untuk mengidentifikasi isi pelatihan yang dibutuhkan, artinya apa yang harus dilakukan pegawai supaya dapat melaksanakan tugas sesuai jabatan yang kompeten. 3)
Analisis ditingkat individu untuk mengidentifikasi karakteristik pegawai, artinya kemampuan dan keterampilan apa yang seharusnya diperlukan untuk melaksanakan jabatan. Dari berbagai uraian di atas maka dapat peneliti simpulkan bahwa,
analisis kebutuhan diklat adalah upaya sistematis manajemen organisasi untuk mengidentifikasi akar penyebab ketidakefisienan dan ketidakefektifan yang terjadi dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan pegawai serta upaya dalam menutupi kekurangan pengetahuan dan keterampilan pegawai tersebut melalui analisis pada tingkat organisasi, tingkat jabatan dan tingkat individu. b. Tujuan dan Manfaat Analisis kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Secara singkat, tujuan penilain kebutuhan pelatihan menurut Kaswan (2011:57) adalah: “Mengumpulkan informasi untuk menetukan apakah pelatihan di butuhkan dalam organisasi. Jika di butuhkan, apa yang menjadi penting adalah menetukan di mana dalam organisasi pelatihan itu dibutuhkan? pengetahuan, keterampilan kemampuan spesifik dan karakteristik apa yang harus diajarkan”. Sedangkan Bee (PKP2A I LAN, 2006:19), mendifinisikan tujuan diklat berdasarkan tiga tahap analisis kebutuhan yaitu : 1) Mengindentifikasi adanya kebutuhan untuk meningkatkan kinerja atau kompetensi sumber daya manusia organisasi. 2) Menentukan kebutuhan diklat tersebut secara tepat.
3) Menentukan jenis diklat yang dapat memenuhi kebutuhan diklat. Manfaat analisis kebutuhan diklat sendiri menurut Miller dan Osinski (Kaswan, 2011:60), analisis kebutuhan dapat membantu: 1) Kompetensi dan kinerja tim kerja. 2) Memecahkan masalah atau isu produktivitas. 3) Mempersiapkan dan merespon kebutuhan masa depan di dalam organisasi atau kewajiban pekerjaan. Lembaga Administrasi Negara (2003:10) menyebutkan, manfaat analisis kebutuhan pelatihan antara lain: 1) Program-program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap pegawai. 2) Menjaga dan meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan, karena program pelatihan yang diikuti sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian akan mencapai efektifitas pencapaian tujuan pelatihan. 3) Efisiensi biaya organisasi karena pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jadi biaya yang tidak sedikit yang dikeluarkan untuk pelatihan tidaklah sia-sia. 4) Memahami penyebab timbulnya masalah dalam organisasi, karena pelaksanaan penilaian kebutuhan yang tepat dan efektif, tidak saja akan menemukan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh diskrepansi kompetensi pegawai/pekerja. Dengan demikian, melalui informasi dari analisis kebutuhan diklat, manajemen dapat mengetahui di mana dan program atau intervensi jenis apa yang dibutuhkan, siapa yang perlu dilibatkan, apakah ada hambatan terhadap efektivitasnya. Selanjutnya, kriteria dapat ditetapkan untuk memandu proses evaluasi. c. Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Tahapan analisis kebutuhan diklat menurut Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1 Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat Management sanction Scanning Studing records
Direct observation Focusing
Step 1
Step 2 Asking questions
Step 3
Compiling Analysing Specifying
Discrepancies Non Training Needs
Training Needs Planning
Step 4
Strategies & Priorities Reporting
Management action planning Step 5
Training & Evaluations
Non-training remedies
Sumber : Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).
Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) membagi TNA dalam 5 (lima) proses penting yaitu : 1) Tahap 1 : Persetujuan dan kesiapan manajemen dalam melakukan analisis kebutuhan.
Proses TNA dimulai ketika manajemen terutama pimpinan organisasi
mengizinkan
penggunaan
penilaian
kebutuhan
yang
sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan. Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan penjadwalan. 2) Tahap 2 : Membaca lingkungan kerja organisasi. Tahapan
ini
melihat
permasalahan
yang
terjadi
pada
pelaksanaan pekerjaan, tim kerja, departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam pembacaan lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah dokumen organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada pegawai tentang kinerja atau kesenjangan lain yang dicari, dan mengamati kinerja yang terjadi. 3) Tahap 3 : Memfokuskan pada kesenjangan dan kebutuhan diklat. Tahapan selanjutnya adalah memfokuskan permasalahan yang
didapatkan
sebelumnya
dengan
menghimpun
semua
permasalahan, menganalisa dan menspesifikasikan jenis kesenjangan yang dapat diselesaikan melalui kebutuhan diklat atau kebutuhan non diklat. 4) Tahap 4 : Merencanakan untuk pelaksanaan diklat. Setelah menetapkan kebutuhan diklat, selanjutnya merancang pelaksanaan diklat. Proses ini bisa saja menggunakan tenaga konsultan/tenaga ahli dalam memudahkan penentuan model dan jenis pelatihan yang akan digunakan. 5) Tahap 5 : Pelaporan Manajemen.
Langkah terakhir dalam penilaian kebutuhan pelatihan adalah untuk mempersiapkan laporan kepada manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang pada setiap kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap permasalahan, strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau mengembalikan kinerja ketingkat yang diinginkan, peringkat prioritas pelatihan dan berbagai fakta tentang setiap detail dan strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan TNA. d. Instrumen dalam Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Ada beberapa jenis informasi yang dibutuhkan dalam analisis kebutuhan diklat. Informasi-informasi tersebut selanjutnya menjadi bahan olahan untuk mengetahui materi dan metode diklat yang akan digunakan dalam menutupi kesenjangan dalam organisasi. Sedarmayanti (2007:178) membagi sumber data seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 yang menunjukkan suber data yang dipakai dalam pemenuhan kebutuhan pelatihan yang berupa sumber dari analisis organisasi, sumber dari analisis analisis operasonal, dan sumber dari analisis analisis personalia dengan beberapa instrumen yang bisa digunakan. Menurut Barbazatte (2006), jenis informasi terbagi atas informasi formal dan informal. Biasanya, pengumpulan informasi informal dilakukan secara lisan melalui percakapan, dan mungkin catatan. Pengumpulan informasi resmi melibatkan penggunaan survei, wawancara stakeholder, dan metode terstruktur lainnya mengumpulkan informasi.
Tabel 1 Sumber Data yang Dipakai dalam Pemenuhan Kebutuhan Pelatihan
Analisis Organisasional Tujuan dan sasaran organisasional Persediaan Pegawai Persediaan Keahlian Indeks iklim organisasional Indeks efisiensi Perubahan dalam system/subsystem Permintaan manajemen Wawancara keluar MBS (Manajemen Berdasarkan Sasasaran) sistem perencanaan kinerja Survei Pelanggan/data kepuasan pelanggan
Analisis Operasional Deskripsi pekerjaan Spesifikasi pekerjaan Standart kinerja Pelaksanaan pekerjaan Pengambilan sampel kerja Telaah literature tentang pekerjaan Mengajukan pertanyaan tentang pekerjaan Komite pelatihan Analisis masalah operasi Catatan kerja
Analisis Personalia Data penilaian kinerja Pengambilan sampel kerja Wawancara Kuesioner Tes kemampuan, keahlian, pengetahuan dll Survei sikap pegawai/pelanggan Kemajuan pelatihan Skala penelitian Teknik kejadian kritis Pusat penilaian
Sumber : Sedarmayanti (2007:178)
e. Pendekatan dalam Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Dalam penentuan kebutuhan, sebaiknya suatu organisasi perlu melibatkan sumber daya pegawainya dalam melakukan analisis kebutuhan diklat. Apabila itu keputusan seorang manager, maka harus mendapat dukungan dari organisasi dan mendukung tujuan organisasi atau bermanfaat besar bagi kepentingan organisasi seperti peningkatan produksi, adaptasi
terhadap lingkungan/aturan baru, distribusi barang atau pelayanan yang lebih efisien. Lembaga Administrasi Negara (2003) membagi pendekatan yang bisa dilakukan dengan: a) Meninjau dari orang yang melakukan (teknik intuitif dan ulasan pimpinan). b) Atas dasar analisis data sekunder (melalui studi pustaka dan analisis jabatan). c) Fokus group dan nominatif group. d) Analisis litengring dengan teori DIF (difficulties, importancy, frekuency) analisis jabatan, menganalisa bagian kegiatan dari awal sampai akhir (proses alir), menganalisa key result area dan juga menganalisa kesenjangan pengetahuan keterampilan dan sikap. e) diskrepansi kompetensi (competency model needs accesment) melalui pengukuran kinerja. Sedarmayanti (2007) membagi pendekatan yang dilakukan dalam penentuan kebutuhan pelatihan menjadi empat metode yaitu performance analysis
(analisis kinerja),
task analysis
(analisis tugas/pekerjaan),
competency study (studi kompetensi) dan training needs survei (survei kebutuhan pelatihan). Dari kedua teori di atas, peneliti akan membahas beberapa pendekatan dalam analisis kebutuhan diklat dengan pandangan beberapa ahli lainnya sebagai berikut :
1) Analisis Kinerja a) Pengertian Analisis Kinerja Menurut Dessler (2015:331) analisis kinerja “merupakan proses terus-menerus untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengembangkan kinerja individu dan tim dan menyelaraskan kinerja mereka dengan sasaran organisasi”. Sementara Barbazatte (2006) mengutarakan bahwa “analisis kinerja biasa juga disebut dengan gap analysis, yaitu melihat kinerja yang telah dilakukan pegawai dan melihat hasil pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan kinerja yang diinginkan”. Gambar 2 Kesenjangan kinerja dalam Analisis Kinerja Analisis Kinerja
Standart Kinerja
Kinerja Pegawai
Kesenjangan Kinerja
Solusi dengan diklat
Solusi dengan nondiklat
Sumber : teori Performance Analysis, Barbazette (2006)
Lebih lanjut Barbazatte (2006) mengungkapkan seperti pada gambar 2, tujuan melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi
penyebab
kekurangan/kesenjangan
kinerja
pegawai dan tindakan korektif apa yang tepat untuk mengatasinya.
Dan lebih khusus adalah, apabila isu atau masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya keterampilan, solusi berupa pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut bukan disebabkan karena kurangnya keterampilan, maka solusi non pelatihan apa yang lebih tepat. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis kinerja sebagai salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan diklat di mana identifikasi diklat yang dibutuhkan organisasi ditentukan berdasarkan analisa kesenjangan antara target kinerja organisasi dengan hasil kinerja individu. Apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan organisasi, maka perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan apakah pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugasnya. Apabila melihat dari tinjauan teori yang dibahas sebelumnya, rendahnya kinerja pegawai dapat diakibatkan oleh 3 (tiga) kondisi sumber daya manusia berikut, yakni: 1) Seseorang tidak punya kesempatan untuk melakukan pekerjaan
yang dimaksud, 2) Seseorang tidak mau melakukan pekerjaan yang dimaksud, 3) Seseorang tidak tahu cara melakukan atau tidak mampu
melaksanakan pekerjaan yang dimaksud.
Jika kondisi sumber daya manusia yang pertama dan kedua yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi sumber daya manusia dengan kinerja sumber daya manusia, maka diklat bukan solusi yang tepat, tetapi jika kondisi sumber daya manusia ketiga yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi sumber daya manusia dengan kinerja sumber daya manusia, maka diklat merupakan solusi yang tepat. b) Pengukuran Kinerja (AKD dengan Analisis Kinerja) Banyak metode yang digunakan dalam mengukur/menilai kinerja. Dessler (2015) memberikan alternatif beberapa metode yang digunakan perusahaan-perusahaan di dunia usaha dan sektor publik sebagai berikut : 1) Metode skala penilaian grafis, yaitu metode menggunakan formulir berbasis kompetensi pegawai yang berfokus terhadap keterampilan terkait pekerjaan spesifik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu
pekerjaan.
Dalam
skala
grafis
menyebutkan berapa dimensi pekerjaan (komunikasi atau kerja tim) dan kisaran nilai kinerja. 2) Metode peringkat alternasi, yaitu memeringkat pegawai dari yang terbaik hingga yang terburuk berdasarkan ciri tertentu. 3) Metode perbandingan berpasangan, adalah metode peringkat yang lebih presisi. Metode ini dengan membuat gambar dari
semua kemungkinan pasangan pegawai untuk setiap ciri dan mengindikasikan mana pegawai yang lebih baik dari pasangan tersebut. 4) Metode distribusi paksa, merupakan penilaian dalam sebuah kurva dengan menarik persentase pegawai yang akan dinilai yang telah ditentukan sebelumnya ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja. 5) Metode insiden kritis, adalah metode dengan menggunakan catatan perilaku baik atau perilaku yang tidak diinginkan terkait pekerjaan pegawai dan meninjau berdasarkan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. 6) Manajemen yang berdasarkan sasaran, biasanya merujuk pada penetapan sasaran dan program penilaian multi langkah, yang mencakup seluruh perusahaan. Pemerintah Republik Indonesia dengan PP. No. 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil, menggunakan pendekatan ini dalam menentukan kinerja pns. 7) Penilaian kinerja berbasis situs, adalah penilaian berbasis komputer
atau
menggunakan
berbasis piranti
internet.
perangkat
Metode lunak
penilaian
yang
ini
biasanya
dikembangkan oleh pihak ke tiga dengan mengombinasikan beberapa metode.
8) Pemantauan kinerja elektronik, memantau secara elektronik jumlah data yang terkomputerisasi yang diproses pegawai perharinya, demikian juga kinerjanya. 9) Percakapan harian, metode ini tidak terdapat penilaian yang eksplisit. Penekannya pada percakapan manager-pegawai dalam area-area perbaikan dan perkembangan pekerjaan, penentuan sasaran kedepan sesuai minat karir pegawai. Berbeda dengan Barbazatte (2006), AKD melalui analisis kinerja menurutnya dapat menggunakan beberapa cara dalam menarik informasi seperti: 1) “Oh, so (oh, jadi)” performance analysis method, dengan menanyakan beberapa pertanyaan informal kepada pimpinan organisasi yang dianalisis. Jenis pertanyaan atau tanggapan atas permintaan biasaya berupa tanggapan balik dengan kata “oh” atau “jadi”. Metode ini digunakan oleh lembaga pelatihan yang diinginkan menentukan pelatihan dalam waktu yang relatif singkat. 2) Can-can’t/will-wont performance analysis method, dengan menggunakan matrix empat sel yang menampilkan apa yang dapat atau tidak dapat dan ingin atau tidak ingin dilakukan pegawai. 3) Performance analysis case study, metode yang lebih terstruktur dan lebih formal. Pada metode ini menggunakan beberapa tools
kuesioner yang melibatkan bisa saja seluruh elemen sumber daya manusia organisasi. c) Analisis Kinerja dengan Metode 360 Derajat Pendekatan lain dalam analisis kinerja oleh Hasan (2013) berupa metode 360 derajat dengan mengumpulkan masukan dari berbagai narasumber di lingkungan kerja pegawai. Tujuan utamanya adalah
untuk
menilai
mengenai
kebutuhan
pelatihan
dan
pengembangan dan mempersiapkan informasi yang berkaitan dengan kompetensi untuk perencanaan suksesi dan bukan promosi ataupun peningkatan gaji. Metode ini disebut juga multi-rater assessment, multi-source assessment, multi-source feedback. Menurut Linman (Ali, 2013:3), ‘Metode umpan balik 360 derajat adalah metode evaluasi yang menggabungkan umpan balik dari para pegawai itu sendiri, rekan kerjanya, atasan langsung, para bawahannya dan pelanggan. Hasil yang diperoleh dari survei yang bersifat rahasia ini selanjutnya ditabulasikan dan dibagikan kepada pegawai yang dinilai, biasanya oleh seorang manajer. Interpretasi hasil yang diperoleh, tema dan tren-nya selanjutnya didiskusikan sebagai bagian dari umpan balik’. Concord (2015) menegaskan, metode umpan balik 360 derajat sangat penting dalam memfasilitasi peningkatan kinerja. Metode ini memberikan informasi terhadap pegawai atas tindakan mereka dan apa perubahan perilaku yang mungkin diperlukan untuk meningkatkan hubungan kerja, sinergi tim, output kinerja dan layanan pelanggan.
Gambar 3 Metode Umpan Balik 360 Derajat
Top Management Immediate Superior
Customer 360 Degree Appraisal
Peers
Self Subordinates
Sumber : Gauraf (Ali, 2013:6)
Secara umum, metode umpan balik 360 derajat dapat didefinisikan sebagai metode penilaian kinerja yang dilakukan oleh banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh diharapkan lebih jujur, adil dan tepat sasaran. Dengan menggunakan metode kinerja seorang pegawai dinilai berdasarkan umpan balik dari setiap orang yang memiliki hubungan kerja dengannya dalam hal ini atasan, rekan kerja, mitra, anak buah dan pelanggan. Ditunjukkan pada gambar 6, penilaian pada metode ini dilakukan oleh beberapa elemen sebagai berikut: a. Diri sendiri (self) b. Rekan sekerja (peers), c.
Atasan langsung /Penyelia (supervisor/superior),
d. Bawahan (sub-ordinates), e. Pelanggan (customers), f.
Pemasok (suppliers).
2) Analisis tugas/pekerjaan a) Definisi Analisis tugas dilakukan untuk menemukan metode terbaik untuk menyelesaikan tugas dengan konsistensi urutan berupa langkah-langkah bagaimana tugas tersebut diselesaikan, seperti yang dikemukakan Barbazette (2006:87), “The purpose of task analysis is to find the best method to perform a task and the best sequence of steps to complete a specific task”. Menurut Sedarmayanti, task analysis berupa penetapan langkah dalam mewujudkan : a) b) c)
Tugas yang harus dilaksanakan guna mewujudkan kinerja pegawai Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengerjakan tugas dengan baik Skala prioritas kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna merumuskan kurikulum pelatihan. Kaswan (2011) mengungkapkan, analisis tugas adalah
pemeriksaan terhadap tugas yang dijalankan, berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh organisasi itu untuk menentukan pekerjaan yang mana yang membutuhkan pelatihan. Analisis tugas seharusnya memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memahami persyaratan pekerjaan. Kewajiban dan tugas ini selanjutnya
digunakan
untuk
mengidentifikasi
pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, dan karakteristik lain yang dituntut untuk melaksanakan pekerjaan dengan memadai. Hasil analisis tugas meliputi standar kinerja yang tepat, bagaimana tugas seharusnya
dilaksanakan untuk memenuhi standar ini, dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan serta ciri-ciri lain yang perlu dimiliki karyawan agar dapat memenuhi standar tersebut. b) Langkah dan Instrumen Analisis Tugas Langkah dalam menganalisis tugas menurut Kaswan (2011:74) adalah : 1) Mendepskripsikan pekerjaan secara menyeluruh 2) Mengidentifikasi tugas dengan mendeskripsikan dengan jelas mengenai f) Tugas- tugas utama dalam pekerjaan g) Bagaimana tugas itu harus dilakukan h) Bagaimana tugas itu dilakukan sehari-hari. 3) Mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan untuk melakukan pekerjaan 4) Menentukan tugas, dan kapabilitas mana yang membutuhkan pengembangan berupa pendidikan dan pelatihan. Informasi atau instrumen yang dibutuhkan melakukan task analysis menurut Barbazette (2006) adalah : 1)
Observasi,
2)
Wawancara informan utama,
3)
Wawancara pimpinan organisasi,
4)
Identifikasi dan analisis tugas berdasar tugas sebenarnya,
5)
Diskusi grup,
6)
Validasi dengan observasi akhir.
c) Keuntungan dan Kerugian Analisis Tugas Kaswan
(2011)
mengutarakan
kekurangan pendekatan analisis tugas meliputi:
keuntungan
dan
1) Keuntungan a) Identifikasi yang jelas terhadap tugas yang dituntut. b) Tugas-tugas dapat divalidasi berupa karyawan yang berkinerja baik melakukan tugas dengan cara ini. c) Tugas merupakan bentuk output, yang dapat diukur. Kita dapat mengaitkan input pelatihan dengan output tugas. d) Rekomendasi pelatihan didasarkan fakta dan tidak banyak ruang untuk perdebatan. Ada data yang mendukung rekomendasi pelatihan 2) Kekurangan a) Membutuhkan waktu dan keterampilan. b) Harus menyesuaikan juga dengan waktu responden c) Amat mungkin menetapkan prioritas dengan mensurvei apa yang dirasakan orang terhadap tugas-tugas penting. Akan tetapi, keterkaitan tidak selalu terjadi antara tugas- tugas penting dengan kinerja keseluruhan. d) Pendekatan ini tidak membahas faktor-faktor lain dalam lingkungan kinerja yang mempengaruhi seberapa baik sebuah tugas pada akhirnya dilaksanakan. 3) Training Needs Survei (Survei Kebutuhan Pelatihan) Metode training needs survei adalah cara meminta anggota organisasi, kelompok atau anggota masyarakat apa yang mereka lihat sebagai kebutuhan yang paling penting dari organisasi, kelompok atau
masyarakat. Hasil survei kemudian memandu tindakan apa yang akan dilakukan dimasa depan. Cara yang digunakan tergantung pada sumber daya (waktu, uang, dan responden). Survei bisa saja berupa kuesioner kepada orang organisasi, atau orang sekitar (pelanggan misalnya) yang bersentuhan langsung dengan organisasi tersebut. Karakteristik umum training needs survei menurut Berkowitz, Bill and Nagy, Jenette (2014) adalah : a) Memiliki daftar pertanyaan yang harus dijawab. b) Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu. c) Wawancara dilakukan secara pribadi, telepon, atau dengan tanggapan tertulis (misalnya, mail-in survei). d) Hasil survei ditabulasi, diringkas, didistribusikan, dibahas, dan digunakan. Training needs survei menurut Sedarmayanti (2006:175-176): Metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan kemampuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan. Pertanyaan ini untuk menentukan: 1) Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna melaksanakan tugas jabatannya 2) Skala prioritas tentang kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna merumuskan kurikulum pelatihan. 4) Analisis Jabatan Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2012 tentang Analisis Jabatan di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa “analisis jabatan adalah proses, metode dan teknik untuk mendapatkan data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan”. Dalam peraturan tersebut mengamanatkan kepada kementerian dalam negeri dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan analisis jabatan dengan tujuan : a) Pembinaan
dan
penataan
kelembagaan,
kepegawaian,
ketatalaksanaan; b) Perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan; c) Evaluasi kebijakan program pembinaan dan penataan kelembagaan, kepegawaian,
ketatalaksanaan
dan
perencanaan
kebutuhan
pendidikan dan pelatihan. Untuk tujuan perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan, Lembaga Administrasi Negara (2003:29) menjelaskan tentang analisis jabatan sebagai salah satu pendekatan dalam analisis kebutuhan diklat sebagai “upaya yang dilakukan untuk menemukan kesenjangan kompetensi antara kualifikasi pekerja dan syarat jabatan”. Gambar 4 menunjukkan pendekatan ini dilakukan dengan menganalisa data sekunder berupa dokumen hasil analisis jabatan organisasi yang berupa informasi jabatan (uraian jabatan dan peta jabatan) dengan data sekunder lain berupa kualifikasi penduduk jabatan beserta uraian tugas dan hasil pekerjaan. Pendekatan dengan analisis jabatan dengan menganalisa sumber informasi diatas
menjadikan uraian tugas (hasil yang ingin dicapai) dan hasil pekerjaan (sebagai tolak ukur), kemudian menentukan kebutuhan pelatihan melalui kesenjangan antara kualifikasi pekerja dengan syarat jabatan.
Gambar 4 Analisis Kebutuhan Diklat dengan Pendekatan Analisis Jabatan ANALISIS JABATAN
Uraian Tugas Hasil yang dicapai
Hasil Kerja Tolak Ukur KESENJANGAN
KUALIFIKASI PEKERJA
SYARAT JABATAN KEBUTUHAN DIKLAT
Sumber : AKD Pendekatan analisis jabatan, LAN (2003:29)
Analisis jabatan pada pada birokrasi pemerintahan, mengacu pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan. Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengharapkan pelaksanaan analisis jabatan yang sistematis dengan merumuskan informasi jabatan yang akurat dan sesuai kebutuhan organisasi dalam membangun PNS yang profesional dan produktif.
Berdasarkan Peraturan Kepala BKN nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan, analisis jabatan dilakukan dengan menarik informasi jabatan yang terdiri dari uraian jabatan, syarat jabatan dan peta jabatan. Hasil dari informasi tersebut, dapat digunakan untuk menarik informasi kesenjangan jabatan oleh pejabat yang menduduki jabatan dengan menyandingkan kualifikasi pejabat yang menduduki jabatan tersebut. Syarat jabatan sebagai informasi jabatan pada Peraturan Kepala BKN nomor 12 tahun 2011 meliputi pangkat dan golongan ruang, pendidikan, kursus/pelatihan, pengalaman kerja, pengetahuan, keterampilan, bakat kerja, temperamen kerja, minat kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan fungsi pekerja. Selain syarat jabatan, identitas jabatan dan uraian jabatan merupakan bagian informasi jabatan dalam melakukan analisis jabatan. Harapan dengan melaksanakan analisis jabatan menurut Peraturan Kepala BKN nomor 12 tahun 2011 diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalan perencanaan pegawai, rekrutmen dan seleksi, perencanaan karir, pengangkatan dalam jabatan, penilaian kinerja, remunerasi dan analisis kebutuhan diklat.