JURNAL ILMIAH Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI)
Diajukan Oleh : Camilla Emanuella Sembiring 100904123
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI) Camilla Emanuella Sembiring 100904123 Abstrak Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi Pada Anak Penderita Autisme (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Efektif Pada Anak Penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam pembentukan komunikasi efektif pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Antarpribadi, Psikologi Komunikasi dan Self Disclosure. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek penelitian, dalam penelitian ini ada 2 keluarga yang memiliki anak penderita Autisme. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview)dengan guru pendamping dan orang tua subjek penelitian dan observasi terhadap subjek penelitian tersebut. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Temuan studi ini menunjukkan bahwa melalui tahapan-tahapan dalam komunikasi antarpribadi yaitu keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan (supportive), rasa positif (positiveness) dan kesamaan (equality) yang dilakukan oleh guru pendamping dan orang tua terhadap anak penderita autisme berperan dalam membentuk komunikasi yang efektif. Kata Kunci: Komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Efektif, Psikologi Komunikasi, Autisme PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia tidak bisa lepas dari hubungannya dengan manusia lain, yang saling mempengaruhi dan berinteraksi demi memenuhi kebutuhan dan kepentingannya.Gerald R. Miller mengatakan bahwa, "Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima." (Mulyana, 2007 : 68) Komunikasi merupakan hal alami yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menjalani kehidupannya. Sedari lahir manusia bahkan membutuhkan komunikasi untuk menyampaikan maksud atau pun keinginannya, seperti bayi yang menangis sebagai bentuk penyampaian pesan kepada orangtuanya saat merasa lapar, haus, kepanasan, ingin buang air ataupun berbagai kebutuhan lainnya. Seiring dengan bertambahnya usia bayi tersebut maka bertambah pula kemampuannya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya.
1
Kenyataannya, tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Sedikit dari banyaknya anak yang lahir di dunia ternyata terlahir dengan keterbatasan dan hambatan dalam pertumbuhannya, baik secara fisik , mental ataupun intelegensinya. Anak-anak inilah yang kita kenal sebagai anak berkebutuhan khusus. Autisme merupakan salah satu bagian dari anak berkebetuhan khusus. Seperti yang telah diketahui, bahwa anak dengan Autisme memiliki kecenderungan menutup diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Keterbatasan ini telah terbukti dapat diatasi melalui peran komunikasi. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor ketertarikan penulis untuk melihat bagaimana tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam mengatasi keterbatasan anak dengan Autisme sehingga mampu berkomunikasi secara lebih efektif. Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah anak berkebutuhan khusus, yaitu Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang berlokasi di jalan Sei Batu Rata No.14 Medan, Sumatera Utara. YAKARI merupakan salah satu sekolah untuk anak penderita Autisme yang cukup dipercaya di Medan, sebagai tempat yang dapat membantu anak penderita Autisme menjadi lebih dapat mandiri dan bersosialisasi. Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana peran komunikasi antar pribadi dalam membantu anak penderita Autisme di sekolah YAKARI mencapai kemampuan berkomunikasi secara efektif. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tahap-tahap komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru pendamping dan orang tua kepada anak penderita autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI dalam pembentukan komunikasi efektif ? 2. Bagaimana peran komunikasi antarpribadi guru pendamping dan orang tua pada anak penderita autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI dalam pembentukan komunikasi efektif ? Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tahap-tahap komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh guru pendamping dan orang tua pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI 2. Untuk mengetahui peran komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh guru pendamping dan orang tua pada anak penderita Autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI Uraian Teoritis Paradigma Kajian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan paradigma konstruktivisme. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipidahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta
2
hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu. Kajian Pustaka Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2007 : 81). Menurut DeVito ,komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung (Liliweri, 1991 : 12). Untuk melihat apakah sebuah komunikasi yang terjalin merupakan komunikasi antarpribadi atau tidak, dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri atau karakteristik yang ada. Ciri-ciri komunikasi antarpribadi menurut De Vito (1976) dalam Liliweri (1997 : 13) adalah sebagai berikut : keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan (supportive), rasa positif (positiveness), dan kesamaan (equality). Psikologi Komunikasi Komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme menurut Dance (1976) dalam Rakhmat (2007 : 3) adalah usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme (Rakhmat,2007 : 4). Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi. E.A. Ross dalam buku Social Psychology (Rakhmat,2007 : 10) mendefinisikan psikologi sosial sebagai ilmu yang berusaha memahami dan menguraikan keseragaman dalam perasaan, kepercayaan atau kemauan – juga tindakan – yang diakibatkan oleh interaksi sosial. Lebih lanjut Kaufmann (1973) menyebutkan psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan merasakan bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain (Rakhmat,2007 : 10) Autisme Kata Autisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti “sendiri”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Leo Kanner, seorang psychiatrist anak di Universitas Johns Hopkins di Baltimore. Kanner (Ozonoff, Dawson, & McPartland, 2002 : 5) dalam tulisannya menjelaskan mengenai 11 orang anak yang menunjukkan ketidaktertarikan terhadap orang lain, bersikeras dalam suatu rutinitas dan gerakan tubuh yang tidak biasa, seperti melambai-lambaikan tangan. Hampir semua anak-anak tersebut dapat berbicara, beberapa dari anak tersebut dapat menyebutkan nama barang di sekitar mereka, anak lainnya dapat
3
menyebutkan angka dan huruf, bahkan beberapa dapat menguraikan sebuah buku kata per kata, berdasarkan ingatan mereka. Namun, anak-anak tersebut tidak menggunakan suara atau kemampuan mereka tersebut untuk berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Akibat dari tingkah laku yang tidak biasa ini, anak-anak tersebut mengalami berbagai hambatan dalam mempelajari hal baru. Betts dan Pattrick (2009 : 11) mengatakan bahwa gangguan spektrum Autisme adalah gangguan dalam hal komunikasi, kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kemampuan untuk belajar dalam diri suatu invidu. Selanjutnya, Betts dan Pattrick juga mengatakan bahwa anak dengan Autisme sering menunjukkan masalah dalam fungsi eksekutif (executive function). Fungsi eksekutif (executive function) dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menghubungkan pengalaman atau kejadian yang telah berlalu dengan perilaku selanjutnya dan untuk memperhatikan sekitarnya, mengurutkan sesuatu, berstrategi, mengingat, mengorganisir, dan mengingat kembali informasi yang pernah di terima sebelumnya. Anak yang memiliki gangguan dalam fungsi eksekutif (executive function) akan mengalami kesulitan dalam mengorganisir dan mengurutkan sesuatu, merencanakan suatu proyek, berkonsentrasi dalam suatu hal dan juga mengubah konsentrasinya, mengetahui waktu dan juga memonitori dirinya sendiri. Metodologi Penelitian Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah tahap-tahap dan peran komunikasi antarpribadi dalam tercapainya komunikasi yang efektif anak penderita Autisme di sekolah khusus Autisme YAKARI Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan anak penderita Autisme di sekolah YAKARI. Adapun subjek penelitian yaitu : 1) Subjek penelitian adalah guru pendamping, orang tua anak penderita Autisme yang sudah menjalani proses komunikasi selama lebih dari 1 tahun. 2) Anak penderita Autisme yang di terapi berusia di antara 5 – 10 tahun.
4
Kerangka Analisis ANAK PENDERITA AUTISME
GURU PENDAMPING & ORANG TUA
KOMUNIKASI ANTARPRIBA DI
KOMUNIKASI EFEKTIF PADA ANAK PENDERITA AUTISME
TAHAPAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI : - KETERBUKAAN - EMPATI - DUKUNGAN - RASA POSITIF - KESAMAAN
Unit Analisis 1. Place, tempat dimana interaksi tersebut berlangsung, yaitu sekolah Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang terletak di jalan Sei Batu Rata No.14 Medan 2. Actor, pelaku atau orang; yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu guru pendamping dan orang tua yang melakukan komunikasi antarpribadi pada anak penderita Autisme di sekolah YAKARI. 3. Activity, kegiatan yang dilakukan actor dalam situasi soaial yang sedang berlangsung. Yang menjadi kegiatan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara guru pendamping dan orang tua pada anak penderita Autisme di sekolah YAKARI Teknik Pengumpulan Data 1. Metode wawancara mendalam (in-depth interview) 2. Pengamatan atau Observasi 3. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Keabsahan Data Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perpanjangan Keikutsertaan 2. Ketekunan Pengamatan Teknik Analisis Data Kegiatan analisis data ini, akan dimulai dengan pengumpulan data-data, kemudian menelaah semua data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder. Hasil data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data kemudian akan disusun membentuk laporan yang sistematis. Selanjutnya data yang disusun akan dibagi menjadi data yang utama dan data penjelas.
5
Hasil penelitian kemudian disajikan di dalam pembahasan yang didukung dengan teori dan kemudian akan dianalisis untuk mengetahui, “Bagaimanakah tahap-tahap dan peranan komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru pendamping dan orang tua kepada anak penderita autisme di Sekolah Khusus Autisme YAKARI dalam pembentukan komunikasi efektif?” serta selanjutnya akan ditarik beberapa kesimpulan hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini dilakukan terhadap empat orang informan, yang terdiri dari 2 orang guru dan 2 orang tua yang memiliki anak penderita Autisme. Penelitian ini dilakukan hanya sampai kepada empat orang informan dikarenakan data yang diperoleh dianggap sudah cukup dan jenuh yang artinya bahwa penambahan informan lagi tidak menambah informasi baru bagi penelitian yang dilakukan. Informan adalah guru dan orang tua yang memiliki anak penderita Autisme usia 5 – 10 tahun yang sudah bersekolah di Sekolah Khusus Autisme Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) minimal selama 1 tahun . TABEL 4.1 Tabel Komunikasi Antarpribadi pada Anak Penderita Autisme I : ZA No
Keterangan
ZA dan MR (guru pendamping)
ZA dan DW ( orang tua)
1
Openess ( openess )
- ZA mulai tidak menangis saat berada di kelas - Mau menjawab sapaan dan pertanyaan - Mau memeluk atau bersentuhan
- Mulai kurang menangis - Sudah mulai mau bermain dengan kakaknya - Memberi tahu kebutuhannya : makan, ke kamari mandi,dll - Tidak lagi berontak dan menangis saat akan di sentuh
2
Empati ( emphaty )
- MR mencoba untuk masuk ke dunia ZA & mencoba mengerti keadaan ZA - Bangga dan senang atas perkembangan ZA
- DW mencoba mengerti keadaan dan kebutuhan ZA - Bangga dan senang atas perkembangan ZA
3
Dukungan (supportive)
- Memberi pujian dan hadiah untuk memotivasi
- DW mengumpulkan berbagai informasi dan belajar untuk dapat membantu ZA - Memberi pujian dan hadiah untuk motivasi
4
Rasa Postitif ( positiveness)
- Ingin membantu agar ZA bisa berkomunikasi - MR yakin akan kemampuan
- DW berusaha untuk selalu berpikir positif - DW yakin ZA akan bisa
6
5
Kesamaan (equality )
dirinya dalam membantu ZA agar bisa berkomunikasi - MR yakin ZA akan bisa berkomunikasi
berkomunikasi
- MR menegaskan posisinya sebagai guru dan ZA sebagai murid, tetapi tetap menghargai ZA sebagai murid dan ZA menghargai Mr sebagai guru
- DW menegaskan posisinya sebagai orang tua dan ZA sebagai anak, tetapi dengan tidak membentak ZA jika melakukan kesalahan, hal ini dilakukan agar ZA tidak menjadi takut kepada DW
TABEL 4.2 Tabel Komunikasi Antarpribadi pada Anak Penderita Autisme II : ND
No
Keterangan
ND dan PT (guru pendamping)
ND dan SR ( orang tua)
1
Openess ( openess )
- ND mau tinggal di kelas tanpa SR - ND mulai mau memperhatikan gambar atau benda yang ditunjukkan PT - ND mau menjawab pertanyaan dari PT
- Mau menjawab pertanyaan dari SR - Mau bermain dengan kakaknya - Memberi tahu kebutuhannya : makan, ke kamari mandi,dll
2
Empati ( emphaty )
- PT mencoba untuk mencoba mengerti keadaan ND - ND mulai peka terhadap akibat dari perbuatannya kepada PT, seperti menepuk bahu atau mengatakan „jangan sedih‟ ketika melihat PT menangis karena perbuatannya
- SR mencoba mengerti dan menerima keadaan ND - ND mulai peka terhadap perasaan orang disekitarnya, seperti menepuk pundak orang yang menangis dan tertawa saat orang lain juga tertawa
3
Dukungan (supportive)
- Memberi pujian dan hadiah sebagai bentuk motivasi kepada ND
- ND mengumpulkan berbagai informasi dan belajar untuk dapat membantu ND - Memberi pujian dan hadiah sebagai bentuk motivasi kepada ND
7
4
Rasa Postitif ( positiveness)
- Ingin membantu agar ND bisa berkomunikasi - PT yakin akan kemampuan dirinya dalam membantu ND agar bisa berkomunikasi - PT yakin akan kemampuan ND
- SR yakin akan kemampuan dirinya dalam membantu ND agar bisa berkomunikasi - SR yakin ND akan bisa berkomunikasi
5
Kesamaan (equality )
- PT menegaskan posisinya sebagai guru dan ND sebagai murid, tetapi tetap menghargai ND sebagai murid dan ND menghargai PT sebagai guru
- SR menegaskan posisinya sebagai orang tua dan ND sebagai anak, tetapi dengan tidak membentak ND jika melakukan kesalahan, hal ini dilakukan agar ND tidak menjadi takut kepada SR
Pembahasan Banyak ahli memberikan defenisi mengenai komunikasi, dan dalam beberapa defenisi, para ahli tersebut menyebutkan bahwa komunikasi tidak hanya bertujuan untuk sekedar menyampaikan informasi tetapi juga untuk mempengaruhi pikiran dan sikap seseorang. Salah satu defenisi komunikasi yang menunjukkan hal tersebut adalah defenisi komunikasi dari Gerald R. Miller yang mengatakan, komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima(Mulyana, 2007 : 69). Hal ini juga lah yang menjadi alasan dan dipercaya, bahwa untuk membantu anak penderita autisme agar bisa berkomunikasi secara efektif adalah dengan menggunakan komunikasi juga. Dan salah satu bentuk dari komunikasi yang diyakini dapat membantu anak-anak tersebut untuk bisa berkomunikasi adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi yang berlangsung secara tatap muka dan umpan balik bias yang bisa diterima secara langsung, dianggap mampu untuk membantu merubah sikap atau perilaku anak penderita autisme ke arah yang lebih baik. Dalam kasus anak penderita autisme, komunikasi antarpribadi digunakan sebagai alat untuk membantu agar anak-anak dengan gangguan spektrum autisme secara perlahan-lahan dapat berkomunikasi secara efektif sesuai dengan tujuan dari guru pendamping dan orang tua anak-anak tersebut. Terdapat beberapa tahapan dalam komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh guru pendamping dan orangtua dari ZA dan ND untuk membantu anak-anak tersebut untuk bisa berkomunikasi dengan lebih baik. Tahapan-tahapan tersebut berupa : - Keterbukaan atau openess dalam komunikasi antarpribadi diartikan sebagai kemauan untuk menerima seseorang dalam menjalankan komunikasi antarpribadi. Keterbukaan atau kemauan untuk menerima seseorang merupakan awal dari pembentukan komunikasi efektif, karena dengan membuka diri terhadap orang lain, berarti satu individu menunjukkan kebutuhan atau pun kekurangannya. Dan dalam kasus anak penderita
8
-
-
-
-
autisme, ketika anak tersebut sudah mau menerima kehadiran orang lain di dekatnya dan menanggapi orang tersebut, meskipun hanya berupa jawaban singkat, maka anak tersebut dapat dikatakan telah menunjukkan keterbukaan. Empati adalah kesediaan invidu untuk menghayati dan memahami perasaan indivu lain. Dalam mengajari dan membantu ZA dan ND untuk dapat berkomunikasi secara efektif, kedekatan secara emosional menjadi hal yang penting. Oleh sebab itu, awal dari kedekatan emosional adalah kemampuan untuk menghayati dan memahami perasaan individu lain, dalam kasus ini, sebagai guru pendamping, MR dan PT, harus bisa mengerti bagaimana perasaan dan keadaan dari ZA dan ND. Sikap supportive atau mendukung sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang memotivasi agar tercipta komunikasi antarpribadi yang efektif. Seperti anak normal, anak dengan gangguan spektrum autisme juga merespon baik terhadap pujian-pujian. Dalam kasus ZA dan ND, pujian digunakan sebagai hadiah ketika mereka bisa menjawab pertanyaan dengan baik atau benar. Pujian seperti “anak baik” atau “anak pintar”, lalu guru mengacungkan jempol, digunakan sebagai bentuk untuk menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan itu baik, dan setiap mereka melakukan hal yang baik mereka akan mendapatkan hadiah tersebut. Pujian tersebut menjadi motivasi bagi anak-anak tersebut untuk selalu menjawab pertanyaan dengan baik dan benar Perasaan positif merupakan awal dari komunikasi yang baik. Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya terlebih dahulu sehingga tercipta situasi komunikasi yang positif pula. Dengan situasi komunikasi yang positif , maka komunikan akan terdorong untuk lebih aktif berpartisipasi dalam proses komunikasi tersebut. . Rasa positif dapat ditunjukkan dan diciptakan dengan beberapa cara yaitu : percaya dengan kemampuan diri sendiri, mampu memberi dan menerima pujian tanpa berpura-pura, peka terhadap kebutuhan dan kepentingan orang lain, dan mampu menerima kesalahan. Rasa positif dapat dimulai dari diri sendiri, ketika kita memandang dan merasakan diri kita postif maka akan lahir pola perilaku yang postif. Ketika komunikator dan komunikan bisa saling menunjukkan sikap positif maka akan tercipta suasana komunikasi yang menyenangkan dan efektif. Kesamaan merupakan perasaan bahwa kita sama dengan orang lain, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah meskipun terdapat beberapa perbedaan, baik dalam hal kemampuan, latar belakang ataupun sifat. Kesamaan ini dapat dicapai ketika keduabelah pihak mampu menghargai satu sama lain. Anak dengan gangguan spektrum autisme, tidak bisa membedakan apakah orang tersebut lebih tua atau pun lebih muda. Dalam hal ini, guru dan orang tua menerapkan hal yang sama pada ZA dan ND. Sejak awal masuk sekolah, MR dan PT akan menegaskan bahwa mereka adalah orang yang lebih tua dari ZA dan ND, dan mereka akan belajar dan mendengarkan apa yang MR dan PT ajarkan. Hal serupa juga diterapkan oleh orang tua dari ZA dan ND, setelah berdiskusi dengan MR dan PT, DW
9
dan SR belajar untuk menegaskan bahwa mereka adalah orang tua, dan harus dihargai. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilakukannya penelitian dan pembahasan, maka dari keseluruhan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa kesimpulan antara lain : 1. Terdapat lima tahap komunikasi antarpribadi untuk mencapai komunikasi yang efektif pada anak penderita autisme. Kelima tahap tersebut adalah : keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan (supportive), rasa positif (positiveness), dan kesamaan (equality). Ketika semua tahapan tersebut terpenuhi, maka tercapailah komunikasi yang efektif pada anak penderita autisme. 2. Temuan menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh guru pendamping dan orang tua pada anak penderita autisme di sekolah khusus autisme YAKARI berperan besar dalam membantu anak-anak tersebut mencapai komunikasi yang efektif. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh guru pendamping dan orang tua pada anak penderita autisme, membantu anak tersebut untuk dapat berkomunikasi secara efektif melalui tahapantahapan yang ada. Saran Saran Akademis Peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa yang melakukan penelitian serupa ata melanjutkan penelitian dengan topik yang sama. Peneliti berharap agar topik dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat menimbulkan rasa keingintahuan untuk melakukan penelitian lanjutan, dengan melakukan wawancara yang lebih mendalam dengan pihak yang terkait guna mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi sehingga bisa disampaikan kepada semua pihak. Saran Praktis Orang tua dapat lebih peka dan memahami mengenai Autisme, serta pentingnya tahapan-tahapan dalam komunikasi antarpribadi dalam membantu anak penderita Autisme untuk bisa berkomunikasi secara lebih efektif. DAFTAR REFRENSI Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti. Ozonoff, Sally.,dkk. 2002. A Parents Guide to Asperger Syndrome & HighFunctioning Autism. New York : Guilford Publications Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Betts, E. Dion.,dkk. 2008. Hints and Tips for Helping Children with Autism Spectrum Disorders.Philadelphia: Jessica Kingsley Publisher
10