Di Tepi Sangata, Mendengar Suara-Suara Yang Hilang LAPORAN Studi Lapangan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Kaltim Prima Coal (KPC), Kutai Timur-Kalimantan Timur
I.
Pendahuluan
Latar Belakang Kutai Timur (Kutim) adalah nama sebuah kabupaten yang kaya akan sumberdaya alam di Kalimantan Timur. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kab. Kutai yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 47 Peta Administrasi Kab. Kutai Timur tahun 1999. Secara administrasi daerah ini memiliki luas 35.747 km2 (17% dari wilayah Kaltim) dengan 18 kec dan 135 desa. Kab. Kutai Timur diresmikan oleh Mendagri pada tanggal 12 Oktober 1999, sebagai salah satu dari 13 kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur. Terletak antara 118º-58’19” Bujur Timur dan 115º-56’26” Bujur Barat serta diantara 1º52’39” Lintang Utara dan 0º20’10” Lintang Selatan. Di utara, Kutai Timur bersisian dengan Kab. Bulungan dan Kab. Berau, pada sisi selatan, dipagari Kab. Kutai Kertanegara dan Kota Bontang. Kutai Kartanegara seperti memeluk karena berakhir di bagian barat Kutai Timur dan di timur Kutai Timur terhampar Selat Makasar. Ibu kota Kab. Kutai Timur adalah Sengata. Nama Sengata berasal dari nama Singa Kerta yang merupakan pemimpin yang berkuasa sekitar tahun 1812. Dia disebut demikian karena Kerta (nama asli pemimpin itu) adalah orang yang kuat, berbadan besar, tinggi dan kekar. Kekuatannya yang dipandang melebihi manusia rata-rata dan digambarkan menyaingi kekuatan binatang buas singa. Tahun 1999 jumlah penduduk 98.002 dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 168.529 jiwa dengan kepadatan 4,71 penduduk/km2 dan pertumbuhan 1,85% tahun 2004 (BPS Kutim). Beragam suku berdiam di Kutai Timur, diantaranya suku Dayak, Jawa, Bugis, Banjar, Toraja dan lain-lain Dalam wilayah Kutai Timur, terdapat kawasan Hutan Lindung seluas 211.053 ha, Hutan Produksi 1.335.477 ha dan Konversi 1.038.966 ha. Kawasan Budidaya Non Kehutanan
1
(KBNK) 928.437,5 ha, dan panjang garis pantai 152 km. Bumi Kutai Timur juga kaya dengan sumberdaya mineral dan energi. Kandungan minyak yang dimilikinya sekitar 243,4 juta barel, batu bara 3,83 miliar ton dan mengandung potensi mineral lainnya seperti besi, gamping, gipsum dan pasir kuarsa. Batubara adalah salah satu sumberdaya alam utama yang menyebar di kecamatan-kecamatan, baik yang telah dieksploitasi maupun yang masih berupa cadangan. Tabel kandungan batubara di Kutai Timur. Kecamatan
Cadangan
Sumber Daya (ton)
Keterangan
Sangatta
570.000.000
2.454.000.000
KPC
Bengalon
187.000.000
438.000.000
KPC
205.000.000
Monenco
209.000.000
Monenco
519.610.000
-
3.825.610.000
-
Sangkulirang Busang
70.000.000
Long Lees KABUPATEN
827.000.000
Lebih jauh, peta dibawah ini menggambarkan bentang konsesi pertambangan di kabupaten Kutai Timur ini. Peta Pertambangan Kab. Kutai Timur
Kekayaan sumberdaya pertambangan ini tak pelak menyebabkan pergerakan ekonomi daerah Kutai Timur sebagaian besar ditopang oleh sektor pertambangan. Perputaran roda ekonomi ini didorong oleh kehadiran perusahaan besar pertambangan Kaltim Prima Coal (KPC), Pertamina, Indominco, Dharma Henwa, dan lain-lain. Pada tahun 2004 sektor pertambangan menyumbang 81,09% terhadap PDRB Kutim sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang
2
6,34% 1 . Tetapi berbanding terbalik dengan situasi baiknya perekonomian makro daerah, jumlah keluarga miskin di Kutim menunjukkan angka yang besar. Pada tahun 2004 tercatat jumlah penduduk miskin tercatat kurang lebih 27.838 jiwa (8,73%) dan meningkat tajam tahun 2005 menjadi 55.602 (31,86%) 2 . Kemunculan Corporate Social Responsibility (CSR) KPC Awal tahun 90-an saat berbagai perusahaan pertambangan besar seperti KPC, Pertamina, Indominco, dan lain-lain mulai melakukan eksploitasi atas sumberdaya alam Kutim khususnya batubara dan minyak bumi, masyarakat bersentuhan dengan istilah Community Development (CD) yang dikembangkan perusahaan. KPC melalui Divisi Community Relationnya saat itu kerap datang ke masyarakat memberikan bantuan seperti sarana ibadah (mesjid), beasiswa untuk anak sekolah, pengobatan gratis, bibit tanaman pertanian seperti pisang, sawit, jeruk, dan lain-lain 3 . Selain itu, KPC juga terlibat dalam memberikan dukungan pada perayaan hari-hari besar agama. Selain itu praktek CD KPC diberikan dalam bentuk bantuan pembangunan sekolah, pembuatan jalan dan penyediaan air bersih 4 . Menurut manajemen KPC yang disampaikan pada Rapat Koordinasi program CSR tahun 2005 factor yang mendorong KPC melaksanakan CSR adalah : Sebagai kewajiban memenuhi persyaratan AMDAl ; Mendapatkan ‘social license to operat’e dari masyarakat ; Ingin menerapkan prinsip ‘good corporate citizenship’ dalam bisnis ; Bertanggungjawab pasca tambang pada 2021. Dalam kenyataanya, praktek CD yang diberikan KPC diartikan hanya sebagai bentuk kompensasi dan ‘hiburan’ bagi masyarakat khususnya yang berada di sekitar tambang yang terkena dampak langsung dari kegiatan eksploitasi. Dalam sebuah kesepakatan antara KPC dan masyarakat Desa Singa Gembara dijelaskan bahwa bantuan pembangunan sekolah, jalan dan pengadaan air bersih untuk warga desa merupakan bentuk kompensasi dari kegiatan blasting (peledakan) yang dilakukan KPC di areal tambang batubaranya. Di tingkat global, pro dan kontra CSR serta kontradiksi-kontradiksi penerapan CSR menimbulkan perdebatan-perdebatan. Perdebatan ini berangkat dari berbagai tragedi lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan eksploitatif yang dilakukan. Tim ICRAF menuliskan bahwa rangkaian tragedi lingkungan dan kemanusiaan telah terjadi di berbagai belahan bumi, seperti Minamata (Jepang), Bhopal (India), Chernobyl (Uni Sovyet), Shell (Nigeria), Grasberg (Indonesia), Ok Tedi (PNG), Exxon Valdez, dan masih banyak lagi. Seluruh tragedi itu berlangsung hanya di kurun paruh akhir abad 20. Yang tak terbayangkan adalah, berapa besar sesungguhnya harga tragedi yang berlangsung kurang dari lima dasawarsa itu terhadap aspek-aspek kehidupan di atas bumi. Perbaikan yang signifikan atas kinerja buruk tersebut oleh sementara kalangan dipandang sebagai tidak sungguh-sungguh diupayakan. Sehingga perjalanan wacana dan praktik CSR oleh kalangan perusahaan di tiga dasawarsa belakangan dipandang secara skeptis dan kritis. Pandangan skeptis terhadap praktik CSR dan yang sejenisnya adalah wajar dan sah. Mudah ditemukan berlimpah fakta empiris dari terus berlanjutnya proses pelanggaran HAM; pemiskinan dan marginalisasi kelompokkelompok masyarakat rentan (seperti masyarakat adat, kaum buruh, kaum miskin kota, anakanak dan perempuan); punahnya habitat dan berbagai spesies hidupan liar yang bahkan belum 1
BPS Kutim 2005 Data Bappeda Kaltim 3 Wawancara dengan Misrianto, warga Kec. Rantau Pulung, 12 Maret 2008 4 Wawancara dengan Yulianus Kades Singa Gembara Kec. Sengata 2
3
teridentifikasi oleh ilmuwan; hingga koyaknya lapisan ozon. Tiga dasawarsa terakhir pula, sikap skeptis ini meruyak seiring menggelombangnya gerakan anti-perusahaan dan antiglobalisasi. Pandangan skeptis itu pulah yang antara lain mendasari prakarsa penyelenggaraan World Social Forum (WSF) di Porto Allegre sebagai tandingan World Economic Forum (WEF).Simpul dari pandangan dan sikap skeptis, juga kritis, terhadap implementasi praktik CSR adalah ketidakpercayaan terhadap motif dasar yang melandasi konsep dan praktiknya. Bagi para penentangnya, motif dasar dari konsep semacam CSR hanyalah strategi pendekatan kaum neoliberal agar tetap bisa melanggengkan hegemoni kapitalisme. Dengan kata lain, CSR hanya alat penaklukan dalam kemasan berwajah sosial dan lingkungan dengan motif dasar yang tidak berubah, yaitu motif primitif pengusahaan keuntungan sebesar mungkin dan akumulasi kapital 5 . Metode Penelitian Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini berusaha untuk memberikan data dan menguraikan fakta seteliti mungkin tentang CSR yang dilakukan oleh KPC berdasarkan data-data primer ataupun sekunder. Data primer didapatkan dari sumber pertama melalui wawancara dengan responden-responden yang dipilih dari unsur masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Sedangkan sumber data yang lain yaitu data sekunder yang berasal dari data sekunder yang bersifat publik seperti laporan-laporan, buku-buku dan literatur yang relefan dengan CSR yang dikembangkan oleh KPC. Metode Analisa Data Penelitian ini menggunakan metode analisa data kwalitatif. Metode ini digunakan untuk menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakn oleh responden secara tertulis atau lisan, dan prilaku nyata. Metode Pengambilan Sample/Responden Untuk mendapatkan data dan keterangan, penelitian ini melakukan memilih sample penelitian/responden dengan menggunakan metode “non-probability sampling desig”. Metode ini digunakan karena keterbatasan pembiayaan dan waktu penelitian. Dengan menggunakan metode ini, peneliti menentukan kreteria terhadap calon-calon responden yang berkepantingan dan dapat mewakili stakeholder CSR yang dilaksanakan di Kutai Timur. Responden dipilih dengan pendekatan/parameter sebagai berikut; 1. Berdasarkan Kasus Responden dipilih dari perwakilan masyarakat yang pernah dan sedang mengalami konflik atau sengketa dengan KPC. 2. Berdasarkan rekomendasi masyarakat dan NGO Sebelum menentukan sample, peneliti melakukan konsultasi dengan masyarakat dam NGO yang focus, terlibat dan memantau program-program CSR di Kutai Timur. Masyarakat dan lembaga-lembaga ini merekomendasaikan beberapa sample yang layak untuk diwawancarai. 3. Pemberitaan koran Sample ditentukan dengan melihat pemberitaan koran. Orang-orang yang muncul sebagai narasumber di koran lokal yang membahas masalah CSR KPC dipilih dan kemudian menjadi sample penelitian ini. 5
Beria Leimona dan Aunul Fauzi, CSR berdimensi Lingkungan, Mengelola Dampak: positif dan negatif, unpublish, 2007
4
4. Keterwakilan Pada tahap akhir pilihan sample penelitian, peneliti memilih sample-sample yang mewakili unsur masyarakat, pemerintah dan perusahaan. II. Profil Korporasi Sekilas KPC
Struktur Perusahaan KPC Board KPC :
Kaltim Prima Coal (KPC) adalah Presiden Director : Mr. Nalin. Rathod : Mr. Eddie. J. Soebari; Mr. Kenneth. P. perusahaan pertambangan batu bara yang Director Farrell; Mr. Evan Ball; berlokasi di Kab. Kutai Timur Kaltim. Penandatanganan PKP2B dilakukan 2 Manajemen KPC : April 1982. KPC mulai beroperasi penuh Mr. Endang Ruchijat - Chief Executive Officer tahun 1992 dan masa konsesinya akan Mr. R. Utoro - Chief Operating Officer berakhir pada tahun 2021. Awalnya KPC Mr. Richard Schloss - General Manager Mining Support dimiliki oleh Beyound Petroleum (BP) dan Mr. Shane Bennett - General Manager Mining Development Rio Tinto dengan pembagian saham Dr. Harry Miarsono - General Manager External Affairs & masing-masing 50%. Berdasarkan akta Sustainable Development No.9 tanggal 6 Agustus 2003 dan bukti Mr. M Sumali - General Manager Processing & pelaporan dari menteri kehakiman tanggal Infrastructure 11 Agustus 2003, saham KPC yang Mr. Sam Alwie - General Manager Human Resources Mr. Bambang Saptono - General Manager Mining dimiliki BP dan Rio Tinto telah di akuisisi Operations kepada Kalimantan Coal Ltd dan Sangatta Mr. Khudori - General Manager Health Safety Environment Holding Ltd. Tanggal 18 Oktober 2005, Mrs. Yulianti Subian - General Manager Finance Bumi Resources telah mengakuisisi saham Mr. Herlan Siagian - General Manager Marketing Kalimantan Coal Ltd dan Sangatta Mr. Ilda Harmyn - General Manager Contract Mining Holding. Data profil KPC hingga Desember 2006 menyebutkan bahwa kepemilikan saham KPC adalah 95% milik Bumi Resources dan 5% milik Perusda PT. Kutai Timur Energi. PT. Kutai Timur Energi adalah Perusahaan Daerah dengan pimpinan Mahyudin mantan Bupati Kutim tahun 2005. 5% saham yang diberikan kepada Perusda PT. Kutai Timur Energi merupakan saham hibah dari BR hasil negosiasi yang dilakukan oleh mantan Bupati Kutim, Mahyudin. Dalam buku biografinya, Mahyudin menyebutkan bahwa salah satu sumber kas daerah Kutim berasal dari dividen 5% saham yang dihibahkan tersebut. Jumlahnya kurang lebih sebesar 11 sampai dengan 12 milyar rupiah setiap tahun 6 . Namun informasi yang diperoleh dari pemberitaan menyebutkan bahwa belum ada dana dividen dari KPC yang mengalir ke kas daerah karena menunggu kasus divestasi selesai di pengadilan arbitrase.
Manajemen Bumi Resources Presiden Komisaris : Suryo B. Sulisto Komisaris : 1. Iman Taufik 2. Jay Abdullah Alatas 3. Samel Rumende 4. Kusumo A. Martoredjo 5. Nalinkant A. Rathod 6. Sulaiman Zuhdi Pane 7. Fuad Hasa Masyhur Presiden Direktur : Ari S. Hudaya Direktur : 1. Eddie J. Soebari 2. Kenneth P. Farrell Senior Wakil Presiden : Dileep Srivastava Direktur Keuangan : Andrew C. Beckham
PT. Bumi Resources (BR) merupakan sebuah 6
Suyatni Priasmono & Suyatni, Sepotong Jejak Kepemimpinan Mahyudin, 2004
5
perusahaan pertambangan minyak, gas bumi, batu bara, investasi pertambangan, perdagangan umum, industri hotel dan pariwisata serta pelayanan dalam bidang usaha lainnya. BR merupakan anak perusahaan di bawah bendera Kelompok Bakrie yang juga merupakan induk dari Lapindo Brantas. Perusahaan menjadi perusahaan publik dan mendaftarkan sahamnya di Surabaya Stock Exchange pada tahun 1990. Pada tahun 1997, PT. Bakrie Capital membeli semua saham perusahaan yang di pegang oleh Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Visi Perusahaan ini menjadi perusahaan kelas dunia dalam sektor pertambangan dan enerji dengan pelayanan mendunia. Pada tanggal 13 Agustus 1998, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa mencapai keputusan untuk merubah inti bisnis perusahaan dari industri hotel dan pariwisata ke pertambangan minyak, gas bumi dan investasi pertambangan. Perusahaan ini kemudian membeli 97,5% saham Gallo Oil (Jersey) Ltd pada tahun 2000. Gallo Oil adalah perusahaan yang didirikan di Jersey, Pulau Chanel pada tanggal 17 Desember 1997 7 . Pada November 2001, perusahaan membeli 80% saham PT. Arutmin Indonesia (Arutmin) dari BHP Minerals Exploration Inc. Pada saat itu, Arutmin adalah produsen batu bara terbesar di Indonesia. Pada Oktober 2003, perusahaan membeli 100% saham PT. Kaltim Prima Coal (KPC) dan pada April 2004, perusahaan kembali membeli 19.99% saham Arutmin dari PT. Ekakarsa Yasakarya Indonesia. Saat ini BR memiliki unit Bisnis perusahaan yaitu, Kaltim Prima Coal, Arutmin Indonesia, Gallo Oil, Enercorp Ltd. 8 Berdasarkan data terakhir, pemegang saham BR adalah 1) Bank of New York QQ Willow Finance Limited 17.91% , 2) Credit Suisse Singapore Branch S/A PTE LTD-BUMI 7.92%, 3) Credit Suisse Singapore Branch S/A PT BUMI RESOURCES - BUMI 7.03%, 4) Jimba Finance Limited 96537-4000 4.19% , 5) HSBC BK PLC S/A Prudential Assurance Company Limited 3.92% dan 6) Punlik 63.22% 9 Wilayah Konsesi Seperti yang diungkap pada bagian sebelumnya, KPC beroperasi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan pemerintah yang ditandatangani pada tanggal 8 April 1982 dengan jangka waktu hingga 2021, KPC memiliki wilayah konsesi mencakup daerah seluas 90.938 ha. Tahun 2006 KPC mengoperasikan tambang batu bara terbuka di 8 pit di Sengata dan 1 pit di Bengalon. 5 pit dioperasikan KPC dan 4 pit lainnya oleh kontraktor yaitu Thiess, Pama dan Dharma Henwa. Dari kegiatan penambangan tersebut, 352,3 Mbcm batuan penutup dipindahkan untuk memperoleh 38,2 juta ton batu bara selama tahun 2006. 96,43% Batu bara hasil produksi KPC dijual untuk keperluan pasar interbasional sementara hanya 3,53% yang dijual di dalam negeri. Tahun 2006 Karyawan langsung berjumlah 3.432 orang yang terdiri dari 3.400 Indonesia dan 32 warga asing. Karyawan tidak langsung yang bekerja di kontraktor KPC berjumlah 12.000 10 . Dibawah ini adalah peta wilayah konsesi KPC 7
Nama perusahaan mengalami perubahan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Perundang-undangan Republik Indonesia No. C-21041 HT.01.04-TH.2000 pada tanggal 20 September 2000, yang awalnya bernama PT. Bumi Modern Tbk menjadi PT. Bumi Resources Tbk 8 Alamat : Wisma Bakrie II Jl. H.R. Rasuna Said Kav B-2 Lantai 7 Jakarta 12920 – Indonesia Telepon : (021) 5794 2080 Faksimili : (021) 5794 2070 9 www.bumiresources.com 10
Laporan Publik Pembangunan Berkelanjutan KPC 2006
6
Peta Lokasi KPC
Tahapan produksi KPC Berdasarkan laporan publik KPC tahun 2007, pada tahun 2006, KPC berhasil mengapalkan batubara sejumlah 35 juta ton ke 35 negara di Asia, Eropa, dan Amerika. Pada tahun 2007, KPC berencana meningkatkan pengapalan batubara sebanyak 4,2 juta ton. 11 Untuk menghasilkan produksi Batubara tersebut, KPC melalui serangkaian tahapan produksi seperti yang tergambar dibagan berikut:
11
1
Pembebasan lahan
2
Pembukaan lahan
3
Pemboran, (blasting) Pemindahan Penutup
Peledakan dan Batuan
4
Penambangan batubara
Bagan Alur Produksi Batubara
5
Peremukan Penumpukan
6
Pencucian dan Penumpukan
7
dan
Pengangkutan Batubara
Pada saat laporan ini dibuat, KPC belum mempublikasikan laporan public untuk tahun 2007
7
1)
Pembebasan lahan Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pembebasan lahan untuk areal pertambangan. Sebelum dilakukan pembebasan lahan, dilakukan inventarisasi oleh manajemen KPC yang diikuti dengan pengajuan permohonan pembebasan kepada Pemda Kutim melalui Tim Pengawasan dan Pengendalian Tanah (Tim Wasdal). Tim Wasdal adalah tim yang dibentuk Pemda yang terdiri dari badan dan dinas terkait, aparat kecamatan dan desa yang terkait. Tugas Tim Wasdal adalah melakukan sosialisasi rencana pembebasan lahan, pengukuran tanah, inventarisasi tanam tumbuh, bangunan, kuburan, dan lain-lain.
2)
Pembukaan lahan Pembukaan lahan diawali dengan penebangan tanaman dan pembuatan kolam sedimentasi untuk menampung aliran air permukaan. Selanjutnya tanaman kecil dipotong-potong dan tanah pucuk (top soil) termasuk lapisan sub soilnya di angkut ke tempat penyimpanan sementara. Setelah dibersihkan semuanya maka kegiatan konstruksi tambang dimulai seperti pembuatan jalan, penempatan alat-alat berat, penyiapan lokasi peledakan, pengalihan aliran air dan limpasan, pemasangan pipa dan gorong-gorong dan pembangunan dam untuk menahan dan menampung air dari tambang.
3)
Pemboran, Peledakan (blasting) dan Pemindahan Batuan Penutup Penggalian batuan penutup batubara dilakukan secara mendatar. Struktur lapisan penutup yang akan dipindahkan merupakan batuan kompak sehingga memindahkannya dilakukan dengan peledakan. Jenis bahan peledak yang digunakan adalah ANFO yang merupakan campuran emulsi amonium nitrat dengan minyak solar.
4)
Penambangan batubara Batubara bersih dari mineral pengotor mencapai sekitar 90% dari total batubara tertambang. Batubara prima yang berkualitas tinggi ditambang secara selektif dengan menysihkan bagian atas dan bagian bawah yang terkontaminasi oleh material pengotor atau batubara kotor. Batubara kotor tersebut di bawa ke instalasi pencucian di CPP.
5)
Peremukan dan Penumpukan Proses peremukan akan membentuk batubara dengan ukuran 50 mm untuk semua jenis. Dari stasiun peremukan kemudian batubara ditumpuk ke tempat penumpukan melalui conveyor belt.
6)
Pencucian dan Penumpukan Air untuk prosese pencucian berasal dari kolam pengendapan atau dari cadangan air tambang yang diambil dari Sungai Sengata.
7)
Pengangkutan batubara Seluruh produk batubara dari Sengata diangkut dari tempat penumpukan di fasilitas pengelolaan ke tempat penumpukan di Pelabuhan Tanjung Bara atau langsung ke kapal muat dengan menggunakan conveyor sepanjang 13 km12 .
Respon Masyarakat Untuk pertamakalinya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ditandatangani pada tanggal 8 April 1982 untuk jangka waktu hingga 2021. Pada tahun 12
Summary Executife AMDAL KPC 2005
8
1992, setelah melalui serangkaian proses investasi dan proses awal pertambangan, KPC efektif beroperasi penuh tahun 1992. Tidak dapat dielakkan, kehadiran KPC mendapat respon Pro (setuju) dan Kontra (tidak setuju) dari masyarakat Kutai Timur. Kalangan yang pro didominasi oleh karyawan KPC, Pemkab Kutai Timur, anggota DPRD Kutai Timur dan sebagian tokoh masyarakat, agama dan pemuda Kutai Timur. Karyawan KPC menganggap bahwa KPC merupakan sumber penghidupan ekonomi mereka, menurut Sahruldin, Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Minyak, Gas bumi dan Umum KPC, 90% penduduk Sengata bergantung kepada KPC baik langsung sebagai karyawan maupun tidak langsung berupa pelaku ekonomi yang sangat tergantung pada daya beli karyawan KPC. Karyawan murni KPC saja menurut Syahruldin tidak kurang dari 3600 orang. Jika dikalikan dengan jumlah tanggungan keluarga masing-masing 4 orang misalnya, maka secara otomatis ada sekitar 14. 400 orang yang terancam penghidupannya jika KPC ditutup. Jumlah ini menurut Syahruldin masih lebih kecil jika ditambahkan dengan keseluruhan jumlah karyawan subkontraktor KPC yang jumlahnya jauh lebih besar 13 . Senada dengan itu, pernyataan Ketua DPRD Kutim Mujiono mengatakan bahwa KPC memang menjadi sumber penghidupan sebagian besar masyarakat Sengata. Ia mencontohkan sewaktu terjadi pemogokan karyawan KPC pada tahun 2003, pasar-pasar pada sepi dan dagangan masyarakat seperti sayur dan hasil bumi lainnya tidak laku terjual. Pendapatan dari royalti dan dana bagi hasil pertambangan juga masih mendominasi APBD Kutim. 81,09 % pos pendapatan pada APBD Kutim bersumber dari royalti dan dana bagi hasil pertambangan, untuk itu Pemkab masih sangat tergantung oleh keberadaan KPC dalam membiayai kegiatankegiatan pemerintahannya 14 . Pada tahun 2005, dengan menyewa konsultan independen, KPC melakukan survey pandangan masyarakat terhadap KPC. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap pembangunan Kutim. 78, 1 % responden menyatakan bahwa KPC bertanggungjawab atas pembangunan Kutim. Diagram dibawah menggambarkan pendapat tersebut 15 . Bagan pendapat responden tentang siapa paling bertanggungjawab atas pembangunan Kutim.
13
Berita Tribun Kaltim, 24 Agustus 2007 Berita Tribun Kaltim, 30 Agustus 2008 15 Menurut KPC, penelitian ini mengambil 2000 responden yang berasal dari 1) Kepala Rumah Tangga, 2) Kepala Desa, 3) Petani, petambak, peternak, dan 4) Guru, paramedik & pemilik bisnis (UKM). Pertanyaan yang diajukan adalah Siapa yang bertanggung jawab untuk; 1) Pemberdayaan kontraktor lokal?, 2) Penyediaan infrastruktur (jalan)?, 3) Penciptaan lapangan kerja ?, 4) Peningkatan pendidikan? Dan 4) Peningkatan kesehatan dan sanitasi ? 14
9
Community
1,5
KPC Government
78,1 20,4 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0
Kalangan yang kontra terhadapa kehadiran KPC didominasi oleh kalangan Ormas dan OKP, LSM dan sebagian masyarakat lokal. Kalangan yang kontra ini menganggap kehadiran KPC telah banyak membuat kerusakan lingkungan di Kutai Timur seperti pencemaran sungai Sengata yang mengakibatkan sungai Sengata tidak bisa lagi untuk diminum dan menyebabkan kematian ikan-ikan peliharaan petani tambak, limbah lumpur KPC juga menyebabkan pendangkalan sungai Sengata dan munculnya berbagai macam penyakit kulit seperti gatalgatal pada masyarakat yang memanfaatkan sengai Sengata untuk mandi 16 . Berkurangnya wilayah tangkapan air sehingga menyebabkan banjir di berbagai sudut wilayah Kutim yang terjadi hampir setiap tahun, polusi udara akibat debu yang ditimbulkan oleh lalu lalangnya kendaraan pengangkut batu bara KPC di jalan-jalan utama kota Sengata, hilangnya beberapa anak sungai yang menjadi tempat masyarakat memancing ikan untuk kebutuhan hidupnya. 17 Kegiatan peledakan (blasting) KPC yang menyebabkan banyak kaca rumah penduduk yang pecah dan menyebabkan kematian hewan ternak 18 . Kalangan yang kontra juga menganggap KPC telah banyak melanggar komitmennya sendiri. Pada saat pengalihan saham dari Rio Tinto dan BP ke Bumi Resources (BR) tahun 2003, manajemen BR telah berkomitmen untuk membangun beberapa sarana publik seperti Rumah Sakit Umum Daerah, Jalan Soekarno-Hatta yang selama ini dipergunakan sebagai jalan penghubung truk-truk pengangkut batubara KPC, pembangunan Kampus STIPER (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Namun hingga saat ini fasilitas-fasilitas yang dijanjikan tersebut belum terwujud sepenuhnya 19 . Profil Ekopol Kutai Timur dipimpin oleh Awang Faroek sebagai Pejabat Bupati definitif saat Kutai Timur diresmikan oleh Mendagri sebagai Kabupaten baru hasil pemekaran Kab. Kutai tahun 1999. Awang Faroek yang diusung oleh PDIP kemudian resmi diangkat menjadi Bupati untuk periode 2001 sampai dengan 2006 didampingi oleh Mahyudin sebagai Wakil Bupati yang diusung dari Golkar. Tahun 2003 Awang Faroek resmi mendaftar sebagai calon Gubernur Kaltim untuk periode 2003 sanpai dengan 2008. Akibatnya Awang Faroek harus melepaskan jabatan sebagai Bupati 16
wawancara dengan Djuniardi dan Ari, warga Desa Singa Gembara, 8 Maret 2008 Berita Tribun Kaltim 1 Februari 2007 18 wawancara dengan Yulianus, Kades Singa Gembara, 7 Maret 2008 19 Berita Tribun Kaltim, 15 Mei 2007 17
10
dan harus diserahkan kepada Wakil Bupati, karena itu Mahyudin kemudian menggantikannya sebagai Bupati Kutim hingga 2006. Awang Faroek ternyata gagal menjadi Gubernur Kaltim saat itu karena dikalahkan oleh Suwarna Abdul Fatah dalam voting yang dilakukan oleh anggota DPRD provinsi Kaltim. Awang Faroek kemudian ikut bersaing lagi menjadi Bupati Kutim untuk periode 2006 sampai dengan 2011 dan bersaing dengan Mahyudin. Alhasil, akhirnya dalam Pilkada Kutim Awang Faroek terpilih lagi menjadi Bupati Kutim 2006 sampai dengan 2011 mengalahkan rivalnya Mahyudin yang saat itu meneruskan tugasnya sebagai Bupati Kutim. Selama menjadi Bupati sejak tahun 2001, Awang Faroek terkenal ’royal’ membangun proyekproyek ’mewah’ seperti Komplek Perkantoran Bukit Pelangi yang menghabiskan lebih dari 200 miliar. Sehingga saat ia melepaskan jabatannya kepada Mahyudin, tercatat Kutim mempunyai hutang sebesar 635 miliar. Mahyudin kemudian mencoba mencari sumbersumber pendapatan lain yang bisa dioptimalkan agar roda pemerintahan bisa terus digulirkan. KPC menjadi sasaran empuk untuk mendulang uang sebanyak-banyaknya. Lobby Mahyudin yang terkenal cukup dekat dengan manajemen KPC membuahkan hasil. Dana CSR KPC ditingkatkan dari US$ 1,5 juta menjadi US$ 5 jt sejak tahun 2005. Divestasi saham KPC yang terkatung-katung sejak tahun 1996 karena tarik menarik kepentingan antara Bumi Resources, Pemerintah Pusat, Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutim. Pihak Pemprov Kaltim menginginkan divestasi 51% saham Rio Tinto dan BP sebagai konsekwensi dari perjanjian PKP2B di mana proses divestasi saham KPC ke pemerintah atau pemda atau BUMN/BUMD atau pengusaha swasta, dilaksanakan secara bertahap yang dimulai pada tahun ke 10 sejak dimulainya tahap eksploitasi dari pemegang saham. Untuk membeli saham KPC Pemrov Kaltim menggandeng investor dari Jakarta yaitu PT. Intan Bumi Inti Perdana sebagai pihak yang mengeluarkan dana. PT. Intan berharap dapat jatah 20% dari total saham KPC sedangkan 31% sahamnya untuk Provinsi Kaltim. Melihat skenario itu Mahyudin diam-diam menyusun strategi sendiri. Ia juga berambisi agar Kutim mendapat saham dari perusahaan yang mengeruk isi perut bumi Kutim ini. Di tengah alotnya perundingan antara Pemprov dengan pemegang saham KPC saat itu (BP dan Rio Tinto), Mahyudin melakukan lobby yang cukup intensif dengan pemegang saham KPC akhirnya diam-diam pemegang saham KPC menjual habis seluruh sahamnya kepada sebuah perusahaan yang berada dalam naungan bendera Kelompok Bakrie yaitu Bumi Resources (BR). Di balik transaksi antara Group Bakrie dan pemegang saham KPC lama (Rio Tinto dan BP), Kutai Timur juga mendapat rejeki nomplok yaitu mendapat saham hibah 5% yang menghasilkan pemasukan 11 sampai dengan 12 miliar rupiah per tahun ke kas APBD Kutim, namun dividen ini masih mengendap di BR karena proses pengalihan saham (due diligens) belum tuntas di lakukan dalam pengadilan arbitrase internasional di Singapura yang sampai dengan saat ini masih terus berlangsung. Daya Rusak Sekitar tahun 1982, ketika KPC mengawali eksplorasinya, Sengata adalah sebuah desa kecil yang berada di bawah kecamatan Bontang dengan jumlah penduduk sekitar 500 jiwa yang berasal dari etnis Kutai. Warga asli ini hidup di pinggir-pinggir Sungai Sengata dan menggantungkan hidupnya dari berladang, berburu, mencari ikan dan memungut hasil hutan
11
seperti damar, madu, rotan, dan lain-lain. Menurut penuturan warga saat itu air Sungai Sengata masih sangat jernih. Ikan dan udang dapat dilihat secara jelas bahkan airnya langsung dapat diminum. Kedalaman air dapat mencapai 15 m. Pohon Rotan masih sangat rimbun, bahkan batang-batang rotan yang ada di sisi kiri dan kanan sungai terjuntai hingga saling bertemu dan menutupi alur sungai 20 . Tetapi kemudian sejak beroperasinya KPC, terjadi penurunan daya dukung alam yang terlihat seperti hal-hal sebagai berikut; 1) Pencemaran air Pembuatan jalan penghubung dan jalan tambang meyebabkan limpahan air permukaan yang diakibatkan oleh hujan menjadi menjadi lebih besar dan aliran permukaan membawa material hasil erosi. Kandungan sedimen meningkatkan kekeruhan yang berpengaruh pada proses fotosintesis fitoplankton dalam perairan sehingga kadar oksigen terlarut menurun. Pencemaran air juga disebabkan oleh kegiatan penghancuran (crushing) dan pencucian (washing). Penghancuran batubara menghasilkan debu yang akan terbawa aliran hujan menjadi limpasan aliran permukaan. Proses pencucian menimbulkan limbah material kerikil dan kotoran-kotoran batubara yang ikut terlarut dan menurunkan kualitas air. Kegiatan bongkar muat batubara mengakibatkan terjadinya ceceran batubara di perairan laut yang mempengaruhi kualitas air laut karena melarutnya unsur-unsur yang terdapat dalam batubara dalam air laut. Akibat pencemaran air ini, masyarakat yang biasanya memanfaatkan air sungai Sengata untuk minum dan memasak tidak dapat lagi dimanfaatkan. Masyarakat harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencemaran air ini juga dirasakan oleh petani tambak ikan. Tahun 2006 pernah terjadi pencemaran air sungai yang menyebabkan puluhan petani tambak menderita kerugian ratusan juta karena ikan yang dipelihara mati akibat airnya tercemar. Selain itu, penggunaan air sungai untuk mandi menimbulkan berbagai macam penyakit kulit seperti gatal-gatal. Masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk berobat akibat penyakit kulit ini. Pencemaran sungai dirasakan penduduk Sangata Kutai Timur sejak PT. Kaltim Prima Coal (KPC) beroperasi di wilayah itu tahun 1992. Mereka tidak lagi leluasa memanfaatkan air sungai untuk air minum. Setiap kali turun hujan, air sungai sangat keruh. Saat itu, masyarakat yang mandi di sungai akan merasakan gatal-gatal di kulit mereka. Sungai Sangata dijadikan tempat pembuangan limbah cair dan lumpur yang berasal dari penggalian batubara. Cara ini melanggar prosedur kerja sistem pertambangan terbuka. Karena air sungai tercemar, masyarakat di Sangata terpaksa membeli air seharga Rp.250,-/jerigen (isi 20 liter). Satu keluarga memerlukan paling sedikit 2 jerigen dalam sehari. Dalam satu bulan, satu keluarga harus mengeluarkan uang paling sedikit Rp. 15.000,- hanya untuk konsumsi air hasil penyulingan sungai Sangata yang difasilitasi KPC. Masalahnya air bersih itu hanya ada di satu tempat penampungan dan letaknya jauh dari lokasi pemukiman 21 . Pada Nopember 2006 terdapat 3 kelompok tani peternak ikan nila di desa Singa Gembara mengalami kerugian karena ikan nila mereka mati akibat pencemaran air yang menurut mereka berasal dari limbah KPC, namun setelah diteliti oleh Tim yang dibentuk oleh Dinas LH, Pertambangan, KPC, DPRD hasilnya tidak terbukti kalau pencemaran berasal dari limbah KPC, akhirnya KPC hanya memberikan bantuan bibit ikan nila, pupuk dan berbagai pelatiahan kepada kelompok tani tersebut sebagai bentuk kompensasi 22 . 20
Wawancara Djuniardi dan Ari Warga Singa Geweh, 8 Maret 2008 Data dari JATAM Kaltim dalam buku Menggugat Ekspansi Industri Pertambangan di Indonesia, 1999 22 Wawancara dengan Rusdiono, warga Singa Gembara, 11 Maret 2008 21
12
Selain itu, responden juga mengatakan bahwa Warga Kec. Rantau Pulung menerima dampak eksploitasi KPC sejak tahun 1992. Eksploitasi ini menyebabkan sembilan anak-anak sungai yang selama ini dimanfaatkan untuk mencari ikan, menjadi hilang. Warga kemudian bersuara keras menyikapi hal ini dengan menolak segala bentuk program CSR di wilayahnya. Menurutnya kegiatan CSR KPC tidak transparan dan cenderung memaksakan kehendaknya sendiri 23 . 2) Kehancuran hutan, hewan dan biota perairan Pengupasan dan pembersihan lahan menyebabkan hilangnya vegetasi penutup tanah termasuk hutan primer, sekunder tua, sekunder muda yang berfungsi penting dalam pengendalian aliran permukaan ke badan sungai, daerah tangkapan air dan habitat satwa liar. Pembrsihan lahan juga menyebabkan tertutup dan hilangnya anak-anak sungai kecil yang mengakibatkan terganggu dan rusaknya daerah bertelur dan daerah pembesaran anak-anak ikan. Menurut data dari dokumen AMDAL KPC tahun 2005, dicontohkan bahwa sebelumnya di Sungai Sengata dapat diperoleh ikan dan udang minimal 25kg/hari dari sekitar 25 orang nelayan yang dijual dengan harga rata-rata Rp. 10.000/kg, maka nelayan kehilangan sumberdaya ikan dari Sungai Sengata pertahunnya adalah Rp. 91.250.000 yang merupakan jumlah yang besar bagi nafkah 25 orang warga masyarakat. Belum lagi kerugian dengan hilangnya kebiasaan makan air tawar dari Sungai Sengata yang dapat di perhitungkan secara keekonomian dan tidak terpulihkan 24 . Lebih jauh Pak Didi, Camat Rantau Pulung menyatakan terdapat sekitar 9 anak sungai yang tertutup di wilayahnya akibat kegiatan pungupasan dan pembersihan lahan KPC Penutupan pola aliran sungai-sungai kecil ini mengakibatkan hilangnya biodiversitas species dan sumberdaya genetik biota perairan yang tidak dapat diperhitungkan secara ekonomi dan tidak terpulihkan. Pembersihan lahan menyebabkan hancurnya vegetasi hutan yang selama ini menjadi tempat hidup beberapa jenis satwa penting yang bersifat endemik, langka dan hampir punah seperti orangutan (Pongo pygmaeus), Kijang (Muntiacus muntjak), Payau (Cervus unicolor), Babi hutan (Sus barbatus), yang merupakan hewan buruan masyarakat yang kondisinya sekarang mengalami penurunan populasi yang sangat drastis. Selain itu hasil hutan non kayu yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai sumber penghidupan seperti rotan, madu, damar, dan lain-lain juga musnah. Padahal sebelumnya sumberdaya hasil hutan non kayu ini ini tersedia berlimpah bahkan diceritakan Pak Ari yang tinggal di Desa Singa Geweh Sengata Utara sejak tahun 70-an, mengatakan bahwa tajuk tanaman rotan menjuntai di kiri dan kanan sungai dengan rimbunnya hingga menutupi badan sungai 25 . Selain itu menurut Pak Parman staf Desa Mukti Jaya Rantau Pulung program CSR KPC yang memprogramkan penanaman pisang dilakukan secara tidak cermat dan cenderung memaksakan kehendak. Bibit pisang yang di berikan kepada petani mengandung virus, akibatnya tanaman pisang masyarakat yang selama ini tidak pernah teserang virus menjadi korban dan tidak bisa dikembangkan lagi. 3) Bencana banjir Aktivitas pertambangan batubara KPC merubah kawasan-kawasan yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air menjadi daerah-daerah pertambangan yang terbuka 23
Wawancara dengan Didi-Camat Rantau Pulung, 10 Maret 2008 AMDAL KPC 2005 25 wawancara dengan Ari, warga Desa Singa Gembara, 8 Maret 2008 24
13
tanpa vegetasi tanaman penutup, akibatnya pada saat musim penghujan, saat debit air hujan tinggi sementara daerah tangkapan air sudah berkurang karena telah berubah menjadi areal pertambangan sementara daerah tangkapan air yang ada tak mampu lagi menampung air hujan ditambah lagi dengan terjadinya sedimentasi di sungai Sengata akibat limbah lumpur dari aktivitas pengolahan batubara KPC, maka yang terjadi adalah banjir yang dipastikan selalu melanda Kutai Timur setiap tahun. Hal ini diungkapkan langsung oleh Bupati Kutai Timur saat ini (Awang Faroek) saat mengunjungi korban banjir di Kec. Sengata 26 . Pemkab Kutim mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dari APBD untuk menanggulangi bencana banjir ini dengan melakukan perencanaan kegiatan pengerukan sungai, pembuatan kanal dan bantuan langsung kepada ribuan masyarakat korban banjir. Menurut penuturan responden, sebelum KPC beroperasi daerah mereka tidak pernah mengalami banjir yang separah ini. Sebelumnya menurut mereka banjir bisa diprediksi oleh penduduk dengan melihat fenomena alam yang terjadi pada aliran sungai Sengata. Apabila terdapat buih-buih dalam aliran sungai maka mereka sudah tahu bahwa sebentar lagi akan terjadi banjir sehingga mereka dapat langsung menyelamatkan harta benda yang dimiliki. Intensitas banjir yang terjadi juga tidak terlalu sering kecuali bila intensitas hujannya sangat lebat dan berlangsung berhari-hari. Namun semenjak KPC beroperasi, banjir yang terjadi tidak bisa lagi diprediksi dan terjadi hampir tiap tahun dengan intensitas yang cukup tinggi dan menimbulkan kerugain materi yang cukup besar pula 27 . 4) Kebisingan dan getaran akibat kegiatan peledakan (blasting) Sumber kebisingan dan getaran diakibatkan dari kegiatan pengupasan tanah pucuk, penggalian tanah penutup, peledakan batuan penutup dan batuan induk serta aktifitas yang melibatkan berbagai macam kendaraan dan alat-alat berat. Menurut dokumen AMDAL KPC tahun 2005 kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan dapat mencapai 91 dBA, oleh alatalat berat mencapai 95 dBA sedangkan dari kegiatan peledakan (blasting) dapat mencapai 155 dBA. Dampak peledakan ini dapat mencapai radius 10 km dapat dapat menimbulkan kerusakan pada bangunan, kematian hewan peliharaan akibat efek getaran kejutnya, kerusakan sumber air warga dan kesehatan serta ketidaknyamanan warga. Menurut responden akibat kegiatan peledakan ini, sudah banyak kaca-kaca jendela rumah warganya yang pecah. Responden menggambarkan kedahsyatan peledakan itu bila gelas di taruh di atas meja maka akibat peledakan itu, gelas dapat bergesar dan jatuh ke lantai. Selain itu ia mengatakan bahwa banyak ternak peliharaan warganya terutama ayam yang mati akibat efek getaran kejut dari peledakan ini. Sumber air mereka juga ikut hancur dan tidak bisa dimanfaatkan lagi karena keruh bercampur lumpur dan terasa asam akibatnya mereka harus membeli air untuk kebutuhan hidup. Selain itu responden mengeluhkan akibat kegiatan blasting tersebut, diluar banyaknya kaca rumah masyarakat yang pecah, banyak ternak mereka banyak yang mati karena kaget mendengar suara ledakan dari kegiatan blasting KPC tersebut yang dilakukan 3-4 kali sehari 28 .
26
Berita Tribun Kaltim, 2 Februari 2007 wawancara dengan Djuniardi-masyarakat adat Kutai yang tinggal di Desa Singa Geweh Sengata Utara, 8 Maret 2008 28 Wawancara dengan Yulianus, Kades Desa Singan Gembara, 7 Maret 2008 27
14
5) Kehancuran sistem hidrologi Penggalian bukaan tambang memngganggu sistem aliran air baik aliran permukaan maupun air tanah. Selain mengubah aliran permukaan alami, juga mengubah muka air tanah oleh penggalian batuan penutup. Perubahan aliran permukaan menimbulkan genangan di daerah sekitar lokasi penggalian dan penimbunan. Penimbunan tanah penutup pada areal cukup luas di sekitar pit bersama-sama dengan bukaan tambang mempengaruhi pola aliran maupun ketersediaan air tanah pada daerah tersebut. Dengan penggalian pit yang cukup dalam (menurut penuturan Pak Ari yang juga mantan karyawan KPC) bahkan ia memperkirakan kedalamannya hingga berada di bawah permukaan laut, muka air tanah juga akan ikut turun sehingga volume air tanah menjadi berkurang. Dengan demikian keberadaan areal timbunan tanah penutup yang cukup luas ini mengurangi resapan air yang berpotensi membentuk cadangan air tanah. Selain itu sebagain batuan penutup berpotensi sebagai pembentuk asam yang baik (PAF), sehingga dalam keadaan terbuka akan membentuk air asam batuan (AMD). Jika air asam ini mengalir ke sungai akan menurunkan kualitas air permukaan dan membahayakan kehidupan biota air pada perairan di luar tambang. Dampak dari terbentuknya air asam tersebut sifatnya berantai dan mengganggu habitat biota air dan masyarakat yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari 29 . 6) Penurunan kualitas udara Penggalian dan penimbunan tanah, peledakan (blasting), pengangkutan batubara melalui jalan-jalan umum dan aktifitas pertambangan lainnya menimbulkan peningkatan konsentrasi debu yang menurunkan kualitas udara dan mengganggu kesahatan masyarakat yang berada di sekitar tambang, terutama terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan atas. Dampak debu ini semakin terasa pada saat musim kemarau tiba. Saat PMI melakukan kegiatan pengobatan gratis pada warga Desa Singa Geweh rata-rata warga menderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) seperti batuk, pilek, dan lain-lain 30 . Efek Penggusuran Seperti yang diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya, proses awal penambangan batubara oleh KPC, memerlukan lahan dan sebagian dari lahan tersebut telah ditempati oleh masyarakat. Akibatnya diperlukan pembebasan lahan yang diwarnai oleh praktek-praktek penggusuran. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, diuraikan bagaimana proses penggusuran itu terjadi 31 . Pada tahun 1986 perusahaan ini menggusur lahan seluas 100 ha milik 73 warga Sengata, dan kemudian diatas lahan tersebut dibangun pemukiman karyawan. Perusahaan bersikukuh tidak mau memberi ganti rugi kepada warga Sengata, karena menganggap tanah itu sebagai tanah negara. Pangadangan ini bertolak belakang dengan pandangan warga yang menganggap tanah itu sebagai tanah adat. Masyarakat tidak menerima argumentasi KPC yang menyatakan bahwa tanah sengketa adalah tanah negara. Sebagian dari mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ganti rugi. Hasilnya pada tahun itu juga (1986) enam orang warga mendapatkan ganti rugi masing29
AMDAL KPC 2005 Berita Tribun Kaltim 4 Maret 2007 31 JATAM Kaltim, Buku Menggugat Ekspansi Industri Pertambangan di Indonesia, 1999 30
15
masing sebesar Rp. 2.000.000,- .Tahun 1995, atas anjuran Camat Sangata, KPC memberikan uang santunan kepada 46 pemilik lahan. Masing-masing memperolah Rp. 200.000,- dan masih ditambah uang Lebaran sebesar Rp. 100.000,- Belakangan dikeahui bahwa uang santunan tersebut kemudain dianggap sepihak oleh KPC sebagai uang ganti rugi atas tanah yang diambil KPC. Tercatat 21 warga tidak mau menerima uang santunan tersebut. Alasan mereka, nila ganti rugi yang diberikan tidak sebanding dengan nilai lahan mereka. Selain itu, mereka berniat memanfaatkan lahan itu untuk kepentingan sendiri. Pada tahun 1990, lahan tambak masyarakat seluas 32,35 ha milik 20 warga Sangata diambil paksa oleh KPC. Tanah itu digunakan untuk penumpukan batubara. Masyarakat tidak memperoleh ganti rugi bahkan dilarang memasuki areal ini. Desember 1993, KPC kembali mengambil alih lahan masyarakat seluas 247 ha. KPC dan aparat pemerintah mengklaim tanah ini sebagai jalur hijau. Petugas keamanan KPC melarang masyarakat masuk ke lokasi kebunnya sendiri. Menurut perhitungan ganti rugi berdasarkan Perda TK II Kutai tahun 1983, KPC harus membayar Rp. 642.097.650,- untuk harga tanah dan Rp.347.573.800,- untuk harga tanam tumbuh dan Rp.850.000 untuk bangunan dan pondok. Selain itu, tanah dan lapangan kerja penduduk asli tergusur oleh para pendatang. Jumlah pendatang terus meningkat seiring dengan makin gencarnya program transmigrasi dan urbanisasi. Jumlah penduduk di Sangata meningkat lebih dari 4 kali lipat selama kurun waktu 10 tahun. Tahun 1986 penduduk Sangata sekitar 6.000 jiwa, meningkat menjadi 27.000 jiwa pada tahun 1997. Pendatang umumnya lebih agresif melakukan invasi lahan dan bersedia bekerja apa saja. Sebagian dari mereka bahkan bekerja rangkap. Selain sebagai karyawan KPC, mereka juga bekerja sebagai penjual jasa seperti pedagang kelontong, supir angkutan, dan tukang ojek 32 . Proses pengambil alihan lahan masyarakat untuk kepentingan KPC ini juga menaburi halaman-halaman koran lokal diantaranya Tribun Kaltim. Tribun Kaltim menuliskan bahwa menurut penuturan warga, 12 ha lahan warga di sekitar jalan poros Kabo diserobot KPC untuk membangun mess karyawan tanpa ada ganti rugi tanah maupun tanam tumbuh padahal warga punya surat-surat yang jelas. Menurut Ruslan dan H. Hajar Siang pemilik lahan, luas tanah mereka awalnya 32 ha, namun tahun 1999, 20 ha telah dibebaskan KPC dengan memberikan ganti rugi Rp. 69.395.200 namun 12 ha sisanya sama sekali belum dibebaskan dan diberikan ganti rugi dan diklaim telah dibebaskan oleh KPC 33 . Selain tiu Tribun Kaltim juga menulis bahwa eksekusi lahan garapan petani Desa Singa Gembara seluas 27 ha petani Desa Singa Gembara dilakukan KPC tanggal 5 Februari 2007 dengan mengerahkan 150 personel Polres, Polisi Militer dan Satpol PP. Warga menolak eksekusi karena merasa KPC tidak pernah memberikan peluang kepada warga untuk musyawarah untuk meyelesaikan sengketa tersebut. Warga juga menolak pembongkaran 32
Buku ini juga mengupas dampak social karena kehadiran KPC yaitu maraknya bisnis pelacuran seiring dengan kehadiran KPC menjadi tekanan sosial tersendiri yang harus dihadapi masyarakat. Di Sangata terdapat kompleks prostitusi yang terletak di Kampung Kajang. Lokalisasi ini terdiri dari 50 rumah bordil yang biasa disebut ”wisma” atau ”bar”. Jumlah pekerja seks di sana sekitar 300-an orang. Selain di Kampung Kajang, juga ada 10 tempat hiburan di sangata yang menyediakan jassa pelayanan seks. Para pekerja seks di sana umumnya di pasok dari Pulau Jawa, Sulawesi dan daerah sekitar Samarinda, Balikpapan dan Bontang. 33 Tribun Kaltim 28/12/2007.
16
rumah salah satu warga di lokasi lahan yang dieksekusi karen aganti rugi yang tidak memadai 34 .
III. Cakupan CSR (Temuan-temuan lapangan) The World Business Council For Sustainable Development pada tahun 2002 mendefinisikan CSR adalah; CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development, working with employees and their representatives, their families, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development. Berdasarkan pengertian itu, 1) CSR dipandang sebagai suatu keharusan untuk membangun citra yang baik dan terpercaya bagi perusahaan. 2) Praktik CSR yang berkelanjutan sebagai Investasi Sosial (Social Investment) yang berbuah pada lancarnya operasional perusahaan. 3) Melaksanakan praktik-praktik yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan social akan meningkatkan nilai pemegang saham, dan berdampak pada peningkatan prestasi keuangan dan keberlanjutan perusahaan. 35 Kembali kepada KPC, berdasarkan data yang didapatkan dari Divisi Ekstenal Sustainable Development (ESD) KPC, CSR yang perusahaan ini adakan dan jalankan dengan Visi untuk Menjadi mitra dalam pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Visi ini diturunkan menjadi misi-misi yaitu; 1) Menjalin hubungan yang harmonis dengan pemangku kepentingan berdasarkan prinsip saling percaya dan saling menghargai. 2) Mendorong pertumbuhan perekonomian lokal yang saling menguntungkan untuk menuju masyarakat yang mandiri dan sejahtera 3) Menjaga tatanan masyarakat dengan memelihara kelestarian alam dan budaya. Misi ini kemudian diturunkan pada tujuh bidang program CSR KPC yaitu 1) Agribisnis, 2) Kesehatan masyarakat, 3) Pendidikan & pelatihan, 4) Ekonomi lokal & UKM, 5) Infrastruktur, 6) Pelestarian alam/budaya dan 7) Peningkatan kapasitas masyarakat. Sasaran atau tujuan yang hendak dituju oleh ketujuh program CSR KPC ini adalah 1) Memenuhi persyaratan AMDAL (2005) 2) Amanat perusahaan (context statement) 3) Memenuhi kebutuhan masyarakat (mulai dari sekitar tambang, Kutai Timur hingga Kaltim) 4) Mendukung program pemerintah (Kabupaten, Provinsi, dan Pusat) 5) Menjalin hubungan masyarakat (mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga pusat) 6) Ikut serta dalam mendukung pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Sejak tahun 2005 KPC mengalokasikan dana CSR sebesar $US 5.000.000,- yang dikelola menjadi 2 bagian yaitu :
34
Tribun Kaltim 6/2/2008 Indonesia Business Links, Resource Centre for Corporate Citizenship, Notulensi CSR LEARNING FORUM – 4th WORKSHOP “Integrating CSR a Business Strategy: How to Build Up People’s Capacity in Operating Sustainable CSR Infrastructures”. 35
17
1. US$ 1,5 juta untuk Dana Kemitraan yang dikelola oleh Forum Multistakeholder
(MSH) CSR yang dibentuk Pemkab. Kutai Timur yang diketuai oleh Wakil Bupati yaitu Bapak Isran Noor 2. US$ 3,5 juta untuk Dana Comunity Development yang dikelola oleh manajemen KPC Divisi Eksternal Sustainable Development (ESD). Pada tahun 2006, untuk ketujuh bidang kegiatan CSR, KPC telah mengeluarkan uang sebanyak US $ 4.597.526 dengan perincian sebagai berikut 36 ; Table Program pembangunan berkelanjutan 7 bidang NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Item Kegiatan Pengembangan agribisnis Kesehatan masyarakat Pendidikan dan pelatihan Pemberdayaan ekonomi lokal & UKM Pembangunan infrastruktur Pelestarian alam dan budaya Peningkatan kapasitas masyarakat Program melalui Pemkab Kutim Biaya operasional Total
Jumlah (US $) 138.851 178.366 299.665 78.740 1.883.041 46.535 910.548 1.024.561 77.219 4.597.526
KPC menyusun prioritas pengalokasian dana CSR berdasarkan logika dampak. Apakah daerah tersebut menerima dampak langsung atau tidak langsung dari operasional KPC. Lingkar / Ring 1 merupakan daerah yang menerima dampak langsung dari operasi pertambangan yang dilakukan oleh KPC. Pada ring 1 ini terdapat 3 tingkatan prioritas daerah yaitu Sengata Utara, Bengalon, Sengata Selatan, Rantau Pulung, Sangkimah, Teluk Pandan. Setelah ring 1 akan diikuti oleh ring 2 yang tingkat dampak yang diterima tidak sebesar ring 1. Lingkar/Ring 2 terdiri dari Kutai Timur (di luar Sangatta, Bengalon dan Rantau Pulung). Selanjutnya diikuti oleh Lingkar/Ring 3 yaitu Kaltim dan seterusnya diikuti oleh Lingkar/Ring 4 yaitu wilayah Nasional. Secara sederhana logika itu tergambar pada gambar dibawah ini beserta dengan peta penyebaran CSR KPC di Kutim. Logika Prioritas CSR
36
Peta Sebaran CSR KPC
Presentasi KPC pada Rapat Koordinasi Program CSR di Sangata tanggal 9 April 2007
18
Temuan-temuan Lapangan 1)
Wacana, Konsep dan Dinamika Kebijakan CSR.
Berdasarkan informasi dilapangan, dana CSR dialokasikan oleh KPC dari keuntungan / laba perusahaan setelah semua biaya-biaya produksi di keluarkan. Selain itu CSR KPC tidak muncul dari negosiasi antara perusahaan dengan mayarakat korban melainkan dari manajemen perusahaan dan negosiasi dengan Pemkab Kutai Timur. Tahun 2005, Surat Keputusan Bersama antara Bupati Kutai Timur (Mahyudin) dan Presiden Direktur KPC No.43/02.188.45/HK/II/2005 tanggal 21 Februari 2005 menetapkan bahwa : 1. PT. Bumi Resources (BR) melalui KPC akan mengalokasikan anggaran sebesar US$ 5.000.000 (setiap tahun) yang merupakan dana kemitraan (CSR) kepada pihak di luar perusahaan dan diharapakan dapat berperan dalam membantu pelaksanaan pembangunan Kutim. 2. Membentuk Tim Pendamping Pengelola Dana Kemitraan KPC yang bertugas : 1) Mendampingi Pengelola Dana Kemitraan, dalam hal ini Div. External Affairs dan Sustainable Development / ESD KPC dalam menyusun program pembangunan yang berkelanjutan dengan memprhatikan masyarakat sekitar wikayah tambang dan program pebangunan Kab. Kutim. 2) Mempersiapkan dan melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan program KPC. 3) Memberi masukan terhadap plaksanaan prog KPC untuk pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan laporan kepada Bupati Kutim dan Presdir KPC. Menurut informan peneliti, Tim Pendamping ini tidak pernah memberikan laporan hasil kerjanya dalam pendampingan pengelolaan dana CSR KPC. Beberapa LSM mencoba untuk mengakses informasi tentang ini, tetapi tidak dilayani. Ada ’dugaan’ dana tersebut sebagian digunakan untuk biaya kampanye salah satu calon Bupati yang belaga dalam Pilkada Kutim tahun 2005. Dana kemitraan ini juga menjadi ”ATM” para pejabat Pemkab untuk mepentingan politiknya 37 . Sebelum tahun 2005 KPC memberikan dana CSR (Condev) sebesar US$ 1,5 juta untuk membangun mesjid, jalan, sekolah, puskesmas, dll. Seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya, Mahyudin adalah Bupati Kutim tahun 20032005. Sebelumnya ia adalah Wakil Bupati Kutim mendampingi Awang Faroek (Bupati) untuk periode 2001 – 2006. Tahun 2003 Awang Faroek resmi mendaftar sebagai calon Gubernur Kaltim 2003 – 2008. Konsekwensinya ia harus melepskan jabatan sebagai Bupati sehingga Mahyudin kemudian menggantikannya sebagai Bupati Kutim hingga 2006. Awang Faroek gagal menjadi Gubernur dan ikut bersaing lagi menjadi Bupati Kutim untuk periode 20062011 bersaing dengan Mahyudin. Akhirnya dalam Pilkada Awang Faroek terpilih lagi menjadi Bupati Kutim 2006-2011. Selama menjadi Bupati sejak tahun 2001, Awang Faroek terkenal ’royal’ membangun proyekproyek mewah seperti Komplek Perkantoran Bukit Pelangi yang menghabiskan lebih dari 200 miliar. Sehingga saat ia melepaskan jabatannya kepada Mahyudin, tercatat Kutim mempunyai hutang sebesar 635 miliar. Mahyudin kemudian mencoba mencari sumber-sumber pendapatan lain yang bisa dioptimalkan. KPC menjadi sasaran empuk untuk mendulang uang sebanyakbanyaknya. Loby Mahyudin yang terkenal cukup dekat dengan manajemen KPC 37
Wawancara dengan Bakri wartawan radio Gemawana Prima Sengata tanggal 4 Maret 2008
19
membuahkan hasil dana CSR ditingkatkan dari US$ 1,5 juta menjadi US$ 5 jt sejak tahun 2005. Pemkab mendapat saham hibah 5% saat divestasi saham KPC ke BR yang menhasilkan pemasukan 11 – 12 miliar per tahun. Antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2006, sebuah ornop yang berkantor di Samarinda yang bernama Center for Community Empowerment and Economics (C FORCE) melaksanakan program Prakarsa Multistakeholder dalam Penerapan CSR di Kutai Timur. Program ini dibiayai oleh Uni Eropa dan Partnership Kemitraan Jakarta. C FORCE melakukan serangkaian kegiatan seperti Sosialisasi Program, Pelatihan apa, mengapa dan bagaimana CSR, Talk Show tentang pentingnya pembentukan Forum Multi Stakeholder CSR (MSH CSR), Lokakarya pembangunan Forum MSH CSR, FGD Panduan kebijakan Forum MSH CSR, Pertemuan Pokja Forum MSH CSR. Tanggal 17 Maret 2006 terbentuklah Forum MSH CSR melalui Keputusan Bupati Kutai Timur No. 71/02.188.45/HK/III/2006. Kepengurusan Forum ini terdiri dari Dewan Pengarah (Ketua : Bupari Kutim); Dewan Pelaksana (Ketua : Wakil Bupati dan anggota terdiri dari kalangan Perusahaan, LSM, Pemerintah Kabupaten Kutim dan individu (masyarakat). Sesuai dengan SKB Bupati Kutim dan Presdir BR tanggal 21 Februari 2005 menetapkan bahwa BR mengalokasikan dana kemitraan (CSR) sebesar US$ 5 juta/tahun. Forum MSH CSR mendapat bertugas untuk mengelola dana CSR sebanyak US$ 1,5 juta/th untuk dialokasikan pada proyek-proyek pembangunan yang tidak didanai oleh APBD Kutim. Sedangkan sisanya yaitu US$ 3,5 juta/tahun dikelola manajemen KPC melalui Eksternal Affairs and sustainable Division dengan panduan alokasi dokumen AMDAL. Dari wawancara dengan pengurus Forum MSH CSR, pemberitaan media dan buku yang diterbitkan C FORCE yang berjudul ’Membangun Prakarsa Publik’, ditemukan bahwa Pemkab Kutim memandang bahwa Perusahaan sebagai entitas sosial tidak dapat lepas dari tanggungjawabnya terhadap pembangunan daerah dan masyarakat. CSR adalah bentuk komitmen dunia usaha terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan mengedepankan perbaikan pada kualitas hidup masyarakat. Program CSR harus diselaraskan dan disinergiskan dengan pembangunan daerah. Akibat dari persepsi ini, banyak sekali program-program dinas di lingkungan Pemkab yang telah dibiayai oleh APBD meminta jatah juga untuk dibiayai dana CSR. Menurut Pak Harmi selaku Pengurus di Sekretariat Forum MSH GSR, dalam praktek pelasanaannya, Ketua Dewan Pelaksana (Wakil Bupari : Israan Noor) memiliki peran yang sangat menentukan dalam pengalokasian dana CSR yang dikelola Forum MSH CSR. Setiap proposal yang masuk harus mendapatkan ’memo’ dari beliau baru bisa ditindaklanjuti oleh management KPC. Di Desa Singa Gembara yang termasuk dalam zona ring 1, alokasi dana CSR diberikan dalam bentuk bangunan Sekolah Dasar (SD). SD ini dalam pembangunannya dibiayai oleh dana CSR KPC dan swadaya masyarakat. SD ini kemudian diklaim sebagai aset Dinas Pendidikan padahal tidak pernah ada dana APBD yang digunakan untuk membangun sekolah itu 38 .
38
Wawancara dengan Pak Yulianus Kepala Desa Singa Gembara
20
Di Desa Rantau Pulung terdapat sebuah proyek pembangunan 2 lokal kelas Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan biaya APBD dan CSR sebesar 500 juta-an. Menurut pekerja yang sampai saat ini belum dibayarkan upahnya, awalnya bahan bangunan dianggarkan terbuat dari beton tetapi realisasinya hanya dari kayu 39 . 2)
CSR KPC dan Masalah Perpajakan
Temuan BPK tahun 2007 pada hasil pemeriksaan atas Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) pada Dispenda Kabupaten Kutim diketahui ternyata terdapat SKPD dan SKRD yang belum dibayar KPC sebesar Rp. 4.116.273.473,00 yang terdiri dari Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dan Retribusi Ijin Pengangkutan Barang sejak tahun 1999 hingga 2007. Selain itu, dalam sebuah laporan mengenai kewajiban perpajakan KPC, BPK memberikan catatan pada Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur yaitu; ”Terkait Tunggakan PT. KPC sebesar Rp1.166.290.010,00 yang tidak dipenuhi pembayarannya, PT. KPC telah melakukan surat penolakan atas pajak tersebut dengan surat No.L.011/Fin-Acc/Tax/II/06 tanggal 24 Februari 2006 perihal pembayaran Pajak Pemanfaatan ABT/AP yang menyebutkan bahwa PT. KPC dalam pembayaranpembayaran pajak dan pungutan daerah disatukan dalam suatu jumlah pembayaran tetap (Lumpsum payment) yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dicantumkan dalam PKP2B (Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) No.J2 DU/1682 antara PT. KPC dengan PN Batu Bara tanggal 8 April 1982 dengan jumlah US$100.000 dalam setiap tahun. Lumpsum payment tersebut dinaikkan menjadi sebesar US$160.000 setiap tahun terhitung sejak tahun 2005. Dengan adanya kenaikan jumlah lumpsum payment tersebut Pemerintah Daerah (Provinsi Kaltim maupun Pemkab Kutim) diharapkan tidak mengenakan lagi pajak daerah, retribusi dan pungutan daerah lainnya kepada KPC” 40 . 3)
CSR dan Masalah Perburuhan Wawancara dengan Pak Sahruldin (Ketua Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Umum /SPKEP) mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan karyawan masih cukup baik dibandingkan dengan perusahaan lain, setiap 2 tahun sekali diperbaharui Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang membahas benefit karyawan seperti gaji, uang perumahan, pelayanan kesehatan, jaminan keamanan, tunjangan kecelakaanm THR, bantuan penguburan, bonus produksi, tunjangan cuti, perjalanan dinas dan bantuan pendidikan. Dana CSR tidak dialokasikan untuk karyawan karena menurut Sahruldin CSR itu untuk masyarakat. Responden lain menyebutkan bahwa ada diskriminasi gender dalam manajemen KPC di mana bila karyawan laki-laki menikah maka istrinya akan menjadi tanggungan hidupnya sehingga KPC mengeluarkan tunjangan untuk tanggungan. Tetapi bila karyawan wanita yang menikah maka suaminya tidak menjadi tanggungan isterinya sehingga ia ridak
39 40
Wawancara dengan Pak Parman Staf Desa Mukti Jaya Kec. Rantau Pulung tanggal 9 Maret 2008 Catatan BPK Atas Laporan Keuangan, Untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2006 Dan 2005
21
mendapat tunjangan apa-apa. Tetapi pernyataan ini dibantah oleh Didi Karyawan KPC 41 . Pada penelitian lapangan ditemukan bahwa Kasus pemogokan karyawan KPC pernah terjadi tahun 2003 hingga menyebabkan KPC berhenti berproduksi. Hal ini disebabkan karena karyawan menginginkan pembagian saham dari divestasi KPC bukan karena pemenuhan hak-hak normatif. 4)
Praktek negatif korporasi dengan CSR dalam memperkuat usahanya. Seperti yang diurai pada bagian sebelumnya, berbagai dampak negatif dirasakan oleh masyarakat sangata yang pada saat itu sangata masih dihuni etnis Kutai yang hidup di pinggir-pinggir sungai dengan mata pencaharian mengandalkan sumberdaya alam seperti mencari madu, damar, rotan, ikan, bertani, dll. Namun setelah KPC menambang rotan hilang dan punah, madu, damar sudah sangat sulit untuk bisa ditemui lagi. Air sungai Sengata sangat jernih, ikan dan udang masih bisa dilihat, kedalaman bisa mencapai 15 m dan airnya langsung bisa diminum. Namun setelah KPC aktif menambang (sesudah tahun 1992), air sungai Sengata menjadi keruh dan berlumpur, tidak bisa diminum karena rasanya agak asam, terjadi pendangkalan sungai sehingga kedalamannya sekarang hanya mencapai 5 m saja 42 . Setalah terjadi penambangan oleh KPC, banjir kemudian menjadi langganan kota Sengata. Disisi lain fakta menunjukkan bahwa pajak-pajak yang disetor KPC seperti royalti, sewa tetap/lumpsum, pajak lain-lain selalu meningkat setiap tahun karena kenaikan jumlah produksi batu bara. Laba perusahaan juga selalu meningkat setiap tahun, namun alokasi dana CSR relatif tetap. Peningkatan baru terjadi sekali yaitu sebelum tahun 2005, KPC mengalokasikan dana CSR sebesar US$1,5 juta/th. Setelah tahun 2005 dengan munculnya SKB Bupati Kutim dan Presdir BR, KPC mengalokasikan dana CSRnya sebesar US$ 5 juta/th dengan rekomendasi alokasi sejumlah US$ 1,5 juta/th dipegang oleh Forum MSH CSR dan US$ 3,5 juta/th dikelola langsung manajemen KPC. Hampir semua kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, aparat dan pemda mendapatkan alokasi dana CSR KPC di Kutai Timur. Secara langsung, dukungan – dukungan ini memberikan dampak bagi menguatnya posisi KPC di tengah-tengah Kutai Timur. Apalagi dengan tingkat ketergantungan yang tiggi terhadap KPC. Kelompokkelompok yang banyak menerima bantuan dari CSR KPC seperti ; 1) Dinas/Instansi Pemkab Kutim Dinas Pendidikan, Kesbanglinmas, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pariwisata, Dinas PU, Dinas Perhubungan, Bapemas Kutim, Sekab Kutim, FASI Kutim. Dana CSR dimanfaatkan untuk mengerjakan proyek-proyek anggaran APBD yang dikelola dinas terkait. 2) Kepolisian dan TNI Kantor dinas vertikal seperi Markas Pangkalan Angkatan Laut (Lanal), Kodim dan Kepolisian yang biasanya di biayai oleh Pemerintah Pusam di Kutim dibiayai oleh Pemkab untuk kepentingan keamanan investasi.
41 42
Workshop Ferifikasi Penelitian CSR, Hotel Jamrud Samarinda tanggal 29 Maret 2008 Wawancara dengan Juniardi dan Ari di Singa Geweh tanggal 8 Maret 2008
22
Sejak tahun 2006 KPC ditetapkan oleh pemerintah sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas). Hal ini menyebabkan kegiatan TNI/Polri dalam rangka mengamankan KPC menjadi semakin intens. Hak ini terbukti saat terjadinya pemogokan massal karyawan KPC menuntut hasil pembagian saham divestasi KPC tahun 2003, satuansatuan TNI/Polri yang ada di Balikpapan langsung digelar di Kutim untuk mengamankan perusahaan. Konsekwensinya dana CSR juga mengalir ke institusi ini agar perusahaan aman dari gangguan masyarakat, buruh, dan lain-lain. Menurut staf CSR KPC, dana CSR memang dialokasikan juga untuk pihak keamanan 43 . Selain itu KPC juga pernah menggelontorkan dana Rp. 180.000.000 dari Dana Kemitraan untuk pembangunan Pos Stasional Angkatan Laut (Sional) Aquatic milik LANAL TNI AL. Pos Stasional AL ini dibangun di dekat Pelabuhan Bongkar Muat KPC di Tanjung Bara yang merupakan aset vital KPC untuk mengekspor batubara hasil produksinya 44 . 3) LSM, OKP, ORMAS, LPM, HMI Menurut keterangan masyarakat Singa Geweh, di Kutai Timur terdapat lebih dari 100 LSM dan sejenisnya. Awalnya mereka kritis dan bersuara keras terhadap aktifitas KPC yang banyak menimbulkan kerusakan lingkungan seperti : air sungai sengata tercemar, pendangkalan sungai, banjir, dan kehancuran sumber penghidupan masyarakat seperti rotan, damar, madu dan lain-lain. Namun setelah mereka mendapat dana CSR KPC, mereka tidak bersuara kritis lagi. Hal ini menyebabkan masyarakat mulai antipati terhadap LSM khususnya LSM lokal. Lembaga-lembaga penerima dana CSR tersebut diantaranya: 1. PMI, Dewan Pendidikan, Dewan Kesenian, 2. Masjid, Musholla, Gereja, Pura, Majelis taklim, Pesantren, Panti Asuhan. 3. Lembaga Adat. Menurut keterangan masyarakat Singa Geweh, sampai dengan tahun 2006 tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat rutin mendapat insentif sekitar Rp.400.000 – 500.000 per bulan dari CSR KPC, namun sekarang mereka tidak mendapatkannya lagi. Pernah ada usulan untuk menutup aktifitas KPC oleh beberapa ORMAS dan pejabat Kutim, namun dalam sebuah acara silaturahmi yang digelar Polres yang menghadirkan 350 orang tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda se-Kutim dilahirkan kesepakatan untuk menolak usulan penutupan KPC tersebut, dengan alasan KPC sangat vital peranannya dalam perekonomian masyarakat Kutim 45 . 4)
Akademisi. Kalangan universitas seperti UNMUL, STIPER, ITB, IPB, UGM diundang KPC untuk melakukan kajian-kajian ekonomi, sosial dan lingkungan dan KPC membiayai kajiankajian yang dilakukan oleh beberapa ahli dari universitas tersebut. Situasi ini cendrung menyebabkan terjadinya konflik kepentingan ketika berhadapan dengan kasus-kasus yang melibatkan masyarakat.
43
Klarifikasi Wawan dan Dani staf KPC dalam Workshop Penelitian, Hotel Jamrud Samarinda, 29 Maret 2008 Bulan Juni 2008 nanti akan digelar latihan perang gabungan di Bengalon yang berbatasan dengan lokasi KPC. Menurut keterangan staff ESD, KPC turut mengucurkan bantuan dana untuk memperlancar kegiatan ini. 45 berita tribun kaltim tgl 30 Agustus 2007 44
23
Pernah ada kejadian pencemaran oleh KPC yang menyebabkan ikan-ikan milik petambak di Desa Singa Gembara banyak yang mati, kemudian petambak mengambil sampel air dan tanah yang tercemar tersebut untuk diuji di laboratorium UNMUL, namun anehnya UNMUL mengatakan tidak terjadi pencemaran. Demikian halnya ketika masalah ini dibawa ke DPRD yang kemudian membentuk Tim yang terdiri dari Dinas LH, Dinas Pertambangan, UNMUL dan KPC. Tim ini menghasilkan kesimpulan bahwa pencemaran bukan disebabkan dampak limbah KPC tetapi dari tumbuhan yang hidup di rawa sekitar tambak yang terbawa oleh air hujan. Dosen-dosen UNMUL juga banyak dilibatkan sebagai TIM penyusunan AMDAL KPC dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. 5)
Media Massa Dana CSR juga memanfaatkan publikasikan secara luas melalui media-media baik melalui radio (Gema Wana Prima) maupun koran lokal seperti Tribun Kaltim dan Kaltim Post. Publikasi ini menurut hanya untuk popularitas padahal yang sampai ke masyarakat sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan dampak negarif yang dirasakan 46 . Divisi Eksternal Sustainable KPC merektur Sylvester Pantur yang merupakan wartawan harian tribun kaltim untuk biro Sengata dan pernah menjadi aktivis LSM Pokja 30 yang terkenal kritis menyoroti pelayanan publik di Samarinda.
IV. Kaitan CSR perusahaan yang diamati dengan Asumsi-asumsi Dasar dalam TOR 1. Menutupi wajah pengelolaan lingkungan yang buruk sebagai dampak dari ekstraksi sumberdaya alam yang dilakukan oleh perusahaan. Pada bagian sebelumnya, telah diurakan dampak-dampak buruk bagi lingkungan atas operasi penambangan batu bara di Kutai Timur yang dilakukan oleh KPC. tetapi dampak tersebut tidak akan pernah bisa diperbaiki oleh kucuran dana CSR. Seperti yang disampaikan oleh Yulianus, Kades Singa Gembara yang menganggap bahwa CSR KPC hanya merupakan simbol untuk mengelabui persepsi masyarakat luas atas kerusakan yang ada. Bantuan yang diberikan oleh KPC melalui CSR tidak sebanding dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan sangat ridak seimbang. 2. Meredam konflik sosial yang terjadi di lapangan, setelah perusahaan berkonflik dengan masyarakat. Dari wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan data-data primer mengenai konsep dan aplikasi CSR KPC dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian CSR kepada banyak kelompok di Kutai Timur secara tidak langsung juga menjadi alat untuk meredam konflik, atau setidaknya tuntutan dari berbagai pihak. Tuntutan sejati dari sekelompok kecil masyarakat yang menjadi korban operasi penambangan yang dilakukan KPC, kemudian teredam oleh gelombang massa yang mengelu-elukan kedermawanan KPC. Implementasi CSR KPC mendapat sorotan tajam dari responden misalnya; a. Menurut Rusdiono warga Singa Gembara, CSR itu hanya untuk mengisi kantong pejabat dan jajarannya di dinas, sementara yang sampai ke masyarakat yang betulbetul membutuhkan sangat ridak sebanding dengan yang diterima oleh mereka.
46
Wawancara dengan Rusdiono warga Singa Gembara
24
b.
Camat Rantau Pulung saat ini menolak dana CSR masuk ke wilayahnya karena ia melihat bahwa pengelolaan dana CSR KPC ini tidak transparan, tidak melibatkan masyarakat secara langsung dan cenderung program CSR dibuat dengan memaksakan kehendak. Selain itu menurutnya CSR lebih banyak publikasinya, sementara hasilnya tidak sesungguhnya tidak signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Perbedaan-perbedaan persepsi mengenai CSR KPC ini menjadi suara yang tidak bergema karena besaran CSR yang dikucurkan. Akibatnya konflik manifest yang substantif justru tertutup dan tidak terbahas sama sekali. Ketidakpuasan beberapa responden ini hanyalah wajah kecil dari ketidakpuasan laten, yang akan menggelinding menjadi masalah yang lebih besar. 3.
Mempermudah masuknya investasi dengan membangun dan mempertajam polarisasi antara warga masyarakat yang menolak dan yang menerima investasi yang bersangkutan. Seperti yang tergambar pada bagian-bagian sebelumnya, Kutai Timur merupakan Kabupaten yang kaya dengan sumberdaya alam. Kenyataan ini menjadi magnet bagi investasi. Besarnya pertumbuhan penduduk pendatang didaerah ini membawa parakmatisisme dalam mensikapi pengelolaan sumberdaya alam beserta dampakdampaknya. Besaran ini menutupi memori tentang kearifan dalam pengelolaan sumberdaya alam Kutai Timur. Pada situasi demikian CSR KPC tumbuh dan berkembang ditengah pengelolaan keuangan daerah yang kurang efektif, menyebabkan pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga secara pragmatis masyarakat akan semakin percaya bahwa perusahaanlah yang akan mengangkat harkat ekonomi mereka. Akibatnya pintupintu sumberdaya alam dan karpet merah kemudahan investasi akan dibentangkan di Kutai Timur dengan dukungan semu dari dan prakmatis masyarakatnya. Suara-suara penolakan masyarakat yang kritis terhadap dampak yang akan timbul, tenggelam dan hanyut seiring dengan semakin keruhnya sungai Sangata. Mereka akan dianggab sebagai artefak kearifan yang semakin terkubur oleh limbah penambangan. Polarisasi masyarakat yang muncul pada wajah konflik manifes, meskipun kecil, tapi dalam bentuk laten akan semakin membesar. Perpecahan dalam selimut konflik laten ini akan membesar dengan berbagai motif, tidak hanya bermotif pada penolakan atas dampak, tetapi yang lebih besar justru pada konflik pembagian dana-dana “belas kasihan” para perusahaan. Setidaknya pada penelitian kecil ini, telah nampak pro dan kontra terhadap dana CSR KPC, meskipun suara-suara kontra tidak terakumulasi secara baik dan seperti menghilang.
V.
PENUTUP:
Penelitian lapangan singkat ini, tentulah tidak sanggub mengungkap banyak fakta lapangan tentang keberadaan CSR KPC. Apalagi pada situasi dimana hampir semua komponen masyarakat dan pemerintah menerima kucuran dana CSR KPC yang cukup besar dimata stakeholder Kutai Timur, tetapi terlalu kecil jika dibantingkan dengan keuntungan perusahaan. Karena itu kedepan, perlu sebuah penelitian yang 25
lebih mendalam dan multidisipliner untuk mendorong sebuah pilihan rasional bagi pengelolaan sumberdaya alam Kutai Timur. Penelitian ini dilaksanakan dengan penuh dedikasi oleh Rudi Sanusi, staf Padi Kaltim dan di asistensi oleh Andiko, terutama untuk mensinseiskan laporan-laporan lapangan dan data-data sekunder. Dukungan diberikan oleh Tim Walhi Kaltim dan beberapa pihak yang tidak dapat dirinci lebih lanjut.
Daftar Referensi Daftar Buku dan Dokumen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Summary Eksekutif AMDAL KPC 2005 Laporan Pembangunan Berkelanjutan KPC 2006 Membangun Perencanaan Partisipatif di Desa (C-Force-UniEropa-Partnership) Membangun Prakasra Publik Mengawal Praktik CSR (C-Force-UniEropa-Partnership) Bulletin KABARA KPC Sepotong Jejak Kepemimpinan Mahyudin (Biografi) Brosur dan Leaflet KPC Berita Koran Tribun Kaltim Menggugat Ekspansi Industri Pertambangan di Indonesia (LATIN 1999) Data Presentasi CSR KPC Data Presentasi Bupati Kutim Data Temuan BPK 2004-2007 Foto Dokumentasi Lapangan
Daftar wawancara : 1. Yulianus – 7 Maret 2008 (Kades Singa Gembara Kec. Sengata) 2. Ari – 8 Maret 2008 (Staff Desa Singa Geweh Sengata Utara) 3. Djuniardi – 8 Maret 2008 (Masyarakat Adat Kutai) 4. Didi – 10 Maret 2008 (Camat Rantau Pulung) 5. Parman – 9 Maret 2008 (Kelompok Tani dan Staff Desa Mukti Jaya Rantau pulung) 6. Misrianto – 12 Maret 2008 (BPD Rantau Pulung) 7. Rusdiono – 11 Maret 2008 (Kelompok Tani warga Desa Singa Gembara) 8. Kasminto – 11 Maret 2008 (warga Desa Singa Gembara) 9. H. Sutiman – 12 Maret 2008 (Ketua Komisi I DPRD Kutim) 10. Harmianto – 5 Maret 2008(Pelaksana Harian Forum MSH CSR Kutim) 11. Sugianto – 13 Maret 2008 (Wakil Kepala Distamben Kutim) 12. Gatot – 13 Maret 2008 (Dinas Lingkungan Hidup Kutim) 13. Sukamto – 3 Maret 2008 (Aktivis C-FORCE) 14. Bakri – 4 Maret 2008(Wartawan Radio Gemawana Prima Sengata) 15. Udin Dohang – 4 Maret 2008 (Wartawan Tribun Kaltim) 16. Nurul Karim – 6 Maret 2008( Superintenden Sangata Development KPC) 17. Wawan Setiawan – 6 Maret 2008 (Superintenden Community Relation KPC) 18. Ubaedillah Sirri – 6 Maret 2008 (Superintenden Land Information and Monitoring KPC) 19. Silvester Panthur – 6 Maret 2008 (Officer Public Communication KPC) 26
20.
Sahruldin 13 Maret 2008 (Ketua Serikat Pekerja KPC)
27