1
ATMOSFERA
ATMOSFERA
2
DI JAWA TIMUR Pada bulan Mei 2017 seluruh wilayah di Jawa Timur sudah memasuki musim kemarau. Kondisi cuaca di Jawa Timur pada awal bulan, di beberapa daerah masih terpantau terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat. Pada pertengahan bulan kondisi cuaca cerah hingga berawan sebagian. Sedangkan pada
akhir bulan Mei 2017, kondisi cuaca kembali hujan dengan intensitas ringan hingga lebat di berbagai wilayah di Jawa Timur. Musim kemarau bukan berarti sudah tidak lagi terjadi hujan, hujan masih terjadi jika kelembaban udara masih tinggi. Pada tanggal 27, 28, 29 Mei 2017 dilaporkan terjadi
Gambar 1. Citra radar tanggal 28 Mei 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) 3
ATMOSFERA
hujan hampir merata di seluruh Jawa Timur. Berikut ini adalah citra radar tanggal 28 Mei 2017 saat terjadi hujan merata di wilayah Jawa Timur dengan intensitas ringan hingga lebat. Hujan yang terjadi mulai tanggal 27 Mei 2017, disebabkan oleh adanya gangguan cuaca dalam skala regional, mengingat hujan yang merata terjadi di Jawa Timur. Adanya daerah pusat tekanan rendah yang berada di Sumatera bagian Barat (1005 hPa) dan adanya daerah
tekanan tinggi di Samudera Pasifik (1033 hPa), dengan beda tekanan yang sangat jauh mengakibatkan massa udara yang bersifat lembab yang berasal dari Samudera Pasifik akan memasuki wilayah Jawa Timur. Udara yang lembab merupakan faktor utama dalam pembentukkan awan-awan hujan. Berikut ini adalah streamline atau analisa medan angin pada tanggal 28 Mei 2017. Dari analisa medan angin tanggal 28 Mei 2017 pukul 00.00 UTC,
Gambar 2. Analisa medan angin (streamline) tanggal 28 Mei 2017 jam 00 UTC. (Sumber :www.bom.gov.au) ATMOSFERA
4
Gambar 3. Anomali suhu muka laut perairan Indonesia (Sumber http://polar.ncep.noaa.gov/)
massa udara di wilayah Jawa Timur khususnya berasal dari arah Timur atau dari Samudera Pasifik yang hangat. Jika dilihat dari anomali suhu muka laut di wilayah perairan Jawa Timur, maka kondisinya cenderung normal. Angin yang kencang yang berasal dari arah Timuran membawa uap air dari Laut Arafuru dan Samudera Pasifik dengan suhu muka laut yang hangat. Atmosfer pada tanggal 28 Mei 5
ATMOSFERA
2017 di wilayah Jawa Timur menunjukkan kondisi yang tidak stabil dengan kelembaban udara yang tinggi di setiap lapisan. Untuk mengetahui kondisi atmosfer dapat menggunakan analisa data udara atas yang sudah dipetakan ke dalam aerogram dengan menggunakan software RAOB 5.7. Berikut ini adalah analisa Raob tanggal 28 Mei 2017 jam 00.00 UTC. Dari grafik gambar 4 terlihat antara garis merah putus-putus
Gambar 4. Analisa RAOB tanggal 28 Mei 2017 jam 00 UTC. (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
(suhu titik didih) dan garis merah data sebagai berikut : (suhu udara) hampir berhimpitan. Indeks Keterangan Semakin dekat jarak antara dua LI - 2.3 garis tersebut, maka kelembaban udara per lapisan semakin tinggi. SI -1.2 Pada pengamatan Radiosonde K Index 37.3 yang dilakukan di Stasiun MeteoSWEAT 243.0 rologi Juanda Surabaya, tanggal 28 CAPE 921 J/Kg Mei 2017 jam 00.00 UTC didapatkan PW 6.67 cm/2.62 inch ATMOSFERA
6
Dari Stability Index, diketahui bahwa LI (Lifted Index) sebesar 2.3. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indeks pengangkatan besar, yang dapat mengakibatkan terbentuknya awan-awan konvektif penyebab terjadinya hujan. Nilai LI digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan atmosfer. Bila LI antara -2 sampai -6, atmosfer dikategorikan dalam keadaan tidak stabil, dalam keadaan tersebut badai guntur dan hujan lebat dapat terjadi. Kondisi atmosfer tidak dapat dinyatakan dengan menggunakan hanya satu indeks saja. Penaksiran biasanya dengan menggabungkan dua atau lebih nilai indeks, yaitu gabungan antara Indeks Pengangkatan (LI) dan Sholwater Index (SI). Index LI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada lapisan bawah dan SI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada lapisan atas. Indek SI pada jam 12 UTC sebesar - 1.2, bila LI dan SI negatif maka menunjukkan bahwa di lapisan troposfer bawah dalam keadaan tidak stabil, begitu juga pada lapisan troposfer atas. Pada saat atmosfer dalam keadaan tidak stabil, maka berpotensi menimbulkan badai guntur, hujan lebat dan 7
ATMOSFERA
angin kencang. Dari K indeks jam 12 UTC, sebesar 37.3 menunjukkan bahwa potensi timbulnya badai guntur sebesar 80% – 90%. Indeks SWEAT (Severe Weather Treath) baik digunakan untuk menandai potensi terjadinya cuaca buruk. Indeks SWEAT pada jam 00 UTC tercatat sebesar 243.0. Dari nilai indeks SWEAT tersebut menunjukkan adanya potensi timbulnya cuaca buruk dalam beberapa jam ke depan. Untuk mengetahui besarnya energi yang terkandung dalam suatu massa udara, digunakan indeks CAPE (Convective Available Potential Energy). Nilai CAPE pada jam 00 UTC adalah sebesar 921 J/Kg. Nilai ini termasuk dalam kategori nilai CAPE dengan nilai sedang. Dengan adanya energi yang sedang maka potensi pertumbuhan awan-awan hujan akan besar. Precipitable Water (PW) menunjukkan kadar air yang ada di lapisan Troposfer. PW pada pada jam 12 UTC besar yaitu 6.67 cm atau 2.62 inch. Nilai PW di atas 2 inch menunjukkan kandungan kadar air yang sangat tinggi di lapisan Troposfer. Dari indeks-indeks di atas da-
pat disimpulkan bahwa kondisi atmosfer berdasarkan data RAOB jam 00 UTC tanggal 28 Mei 2017 dalam keadaan tidak stabil (labil), yang berpotensi mengakibatkan pertumbuhan awan-awan konvektif (Cb). Pada musim kemarau, massa udara di Jawa Timur bersifat kering dan panas. Angin bertiup dari arah Tenggara dengan membawa massa udara dari Australia bagian tengah yaitu gurun yang bersifat panas dan kering. Pada musim kemarau justru udara pada pagi harinya terasa lebih dingin dibandingkan pada musim penghujan. Hal ini terjadi dikarenakan pada saat musim kemarau, pertumbuhan awan menjadi lebih sedikit karena angin yang bertiup pada musim kemarau di wilayah Indonesia berasal dari benua Australia yang sifatnya kering. Jika angin yang bertiup bersifat kering, berarti uap air yang dibawa angin sedikit. Itulah penyebab pertumbuhan awan pada musim kemarau menjadi lebih sedikit. Keberadaan awan akan membantu dalam membalikkan panas dari bumi ataupun dari matahari. Pada siang hari, radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi akan diserap panasnya oleh bumi. Panas tersebut akan tersim-
pan di dalam daratan/bumi. Ketika malam hari radiasi matahari tersebut akan dilepaskan ke atmosfer. Dikarenakan pada saat musim kemarau tidak ada awan maka panas dari daratan tersebut tidak dipantulkan/ dibalikkan oleh awan ke permukaan bumi lagi tetapi panas tersebut akan langsung diteruskan ke luar atmosfer secara besar-besaran. Hal ini akan mengakibatkan bumi kehilangan panasnya dalam jumlah yang besar sehingga suhunya turun dan mengakibatkan suhu yang dirasakan lebih dingin. Di Jawa Timur suhu minimum pada bulan Mei 2017 tercatat 15 °C di Tretes, Pasuruan. Suhu maksimum mencapai 35 °C tercatat di Stasiun Meterorologi Maritim Perak Surabaya. Berikut ini akan kami tampilkan grafik suhu udara harian di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya pada bulan April hingga Mei 2017. Pada grafik suhu udara di atas, terlihat bahwa suhu udara minimum semakin menurun di bulan Mei bila dibandingkan bulan April 2017. Suhu udara terendah bulan Mei 2017 di wilayah Surabaya bagian selatan dan Sidoarjo adalah 23 ºC. Udara dingin ini terjadi pada malam, dini hari hingga pagi hari. SeATMOSFERA
8
Gambar 5 . Suhu udara maksimum dan minimum harian di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya bulan Mei 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
dangkan pada siang hari, udara akan terasa panas dan kering. Kondisi udara dingin ini akan mencapai puncaknya saat terjadi puncak musim kemarau pada bulan Juli, Agustus dan September 2017. Pada dataran tinggi, suhu udara akan menjadi lebih dingin dengan suhu udara minimum dapat mencapai 14-16 °C. Pada bulan Mei 2017 kondisi angin didominasi dari arah Timur hingga Tenggara dikarenakan bulan April hingga Oktober di Indonesia sedang bertiup angin muson Timur. Angin muson Timur terjadi saat kedudukan semu Matahari berada di belahan Bumi Utara, sehingga men9
ATMOSFERA
yebabkan Benua Australia mengalami musim dingin. Pada saat tekanan udara rendah di Benua Asia dan tekanan udara di Benua Australia tinggi sehingga angin bertiup dari Australia ke Asia. Angin tersebut melewati gurun yang luas di Australia sehingga bersifat kering. Pada bulan Mei 2017, kondisi angin di Surabaya masih didominasi dari arah Timur. Untuk lebih jelasnya akan dituangkan dalam diagram Windrose di bawah ini. Dari Windrose di atas terlihat bahwa arah angin didominasi dari arah Timur, yaitu sebesar 73 % den-
Gambar 6 . Windrose bulan Mei 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
gan kecepatan rata-rata 4-21 knots. rata-rata 4-11 knots. Dari arah Barat Dari arah Timur Laut sebanyak 3 % sebanyak 3 % dengan kecepatan andengan kecepatan angin rata-rata 4- gin rata-rata 4-7 knots. 7 knots. Dari arah Tenggara sebanyak 21 % dengan kecepatan angin
ATMOSFERA
10
Cuaca dibulan Juni 2017 berkaitan dengan 5 pengatur (regime) yang mempengaruhi iklim yaitu kriosfer, litosfer/pedosfer, hidrosfer, biosfer, dan atmosfer, prakiraan cuaca dengan mempertimbangkan pengatur (regime) atmosfer adalah sebagai berikut : Untuk menganalisa pengaruh atmosfer terhadap cuaca/iklim Jawa Timur , maka perlu dianalisa skala global, regional, dan lokal. Skala Global meliputi : gerak semu dan siklus Matahari, SOI (The Southern Oscillation Index), ENSO (El Niño/Southern Oscillation), dan MJO (Maden-Julian Oscillation). Skala regional meliputi : Analisa anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) , Siklon Tropis, DMI (Dipole
Mode Index), Sirkulasi Monsun AsiaAustralia, angin Pasat, suhu muka laut, dan angin gradien. Skala lokal : pengaruh angin darat dan angin laut , analisa RAOB (Rawinsonde Observation) , dan jenis udara yang mempengaruhi atmosfer Jawa Timur di bulan Juni 2017. Gerak semu dan siklus Matahari/ Bulan Posisi semu Matahari mempengaruhi pemanasan sisi permukaan Bumi, pada periode 1 Juni 2017 (6 Ramadhan 1438 H) - 30 Juni 2017 (6 Syawal 1438 H) posisi semu Matahari berada di belahan Bumi Utara, hal ini mengakibatkan daratan Indonesia yang terletak di Utara Ekuator menerima panas relatif lebih
Tabel 1 : Koordinat posisi semu Matahari/Bulan di bulan Juni 2017 (sumber :http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html) HARI
TANGGAL
JAM
POSISI SEMU MATAHARI
Kamis
1 Juni 2017
00.00 WIB
22o 00 ’ LU ; 75 o 33 BB
Rabu
21 Juni 2017
11.24 WIB
23o 26 ’ LU ; 114 o 27 BT
Jumat
30 Juni 2017
24.00 WIB
23o 07’ LU ; 74o 03’ BB
HARI
TANGGAL
POSISI BULAN
Sabtu
10 Juni 2017/ 15 Ramadhan 1438 H
Bulan Purnama
Minggu
25 Juni 2017/1 Syawal 1438 H
Bulan Baru
11
ATMOSFERA
banyak sehingga berpeluang tumbuhnya daerah-daerah bertekanan rendah di Utara Ekuator. Pada tanggal 21 Juni 2017 jam 11.24 WIB posisi semu Matahari berada di titik paling Utara ( June solstice), yaitu di Garis Balik Utara di posisi 23o 26’ 22’’ LU. Siklus Matahari Siklus Matahari 11 tahunan diketemukan oleh Heinrich Schwabe pada tahun 1843, sekarang sudah memasuki siklus ke -24, tahun teraktif pada siklus ke-24 sudah terjadi di bulan Februari tahun 2014,
yaitu terdapat 146,1 Bintik Matahari (tabel 2). Semakin banyak Bintik Matahari maka Matahari semakin aktif dan semakin banyak terjadi ledakan Matahari (solar flare) Data banyaknya bintik Matahari tahun 2017 dari IPS-Australia (tabel 2) untuk bulan Januari 2017 (25,8), Februari 2017(26,1), Maret 2017(17,7), April(32,6), untuk bulan Mei dan Juni 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 30 Bintik Matahari. Diprakirakan banyaknya Bintik Matahari berfluktuasi dan terus menurun sampai tahun 2020, pada
Tabel 2. Data Bintik Matahari bulanan dari Ionospheric Prediction Service IPS-Radio and Space Weather Services of Australia (sumber:http://www.ips.gov.au/Solar/1/6)
ATMOSFERA
12
saat kejadian El-Nino tahun 2015 (table 2) banyaknya Bintik Matahari relatif lebih banyak bila dibandingkan El-Nino tahun 1997/1998. Jumlah Bintik Matahari dibulan Juni 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 30, menyebabkan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang mengalami peningkatan temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan di bulan Juni 2017 di Jawa Timur diprakirakan di bawah normal klimatologinya.
Southern Oscillation Index (SOI) Indeks SOI memberikan informasi tentang perkembangan dan intensitas El Niño atau La Nina di Samudera Pasifik, Indeks SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Harga Indeks SOI yang terus menerus di bawah - 7 (tekanan udara di Tahiti relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya El Nino. Harga Indeks SOI yang terus menerus diatas +7 (tekanan udara di Darwin relatif lebih rendah) mengindi-
Gambar 1. Indeks SOI -30 harian sampai dengan tanggal 23 Mei 2017 (Sumber :http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=SOI) 13
ATMOSFERA
kasikan adanya La Nina, sedangkanharga Indeks SOI antara -7 dan +7 umumnya mengindikasikan kondisi netral. Indeks SOI selama 30 hari terakhir (25 April sampai dengan tanggal 23 Mei 2017 harganya yaitu – 3,4 (pada gambar 1) mengindikasikan netral , harga indeks SOI pada bulan Juni 2017 diprakirakan berfluktuasi dalam kisaran netral negatif (gambar 1), diprakirakan tekanan udara di di Samudera Pasifik Barat (Darwin) masih relatif sama atau lebih tinggi dari pada tekanan udara di Samudera Pasifik Tengah (Tahiti). Menurut BOM Australia) harga Indeks SOI bulanan tahun 1997 pada waktu terjadi El Nino (http://www.bom.gov.au/climate/current/ soihtm1.shtml ) rata-rata sebesar
10,3, mirip dengan harga Index SOI bulanan tahun 2015 yang rataratanya sampai dengan bulan Desember 2015 sebesar –11,23 bahkan tahun 2015 lebih negatif hal ini mengindikasikan ada pengaruh El Nino. Indeks SOI untuk bulan Juni 2017 diprakirakan netral (negatif), sehingga peluang pertumbuhan awan pada bulan Juni 2017 di Jawa Timur diprakirakan dibawah normal klimatologinya. El Niño/Southern Oscillation (ENSO) Indeks ENSO (El Niño/ Southern Oscillation) berdasarkan kepada suhu muka laut. El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi laut-atmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu
Gambar 2. Anomali suhu mingguan sampai dengan 21 Mei 2017 (http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=nino3.4) ATMOSFERA
14
Tabel 3. Tabel Prakiraan International Research Institute – Climate Prediction Centre. Sumber : (http://iri.columbia.edu/our-expertise/ climate/forecasts/enso/current/?enso-iri_plume)
muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Niño3.4) yaitu daerah antara 5o LU - 5o LS dan 170º BB – 120º BB, atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya) mengakibatkan wilayah Indonesia yang terpengaruh akan berkurang curah hujannya secara drastis. Harga Indeks ENSO yang terus menerus di bawah – 0,5 mengindikasikan adanya La Nina, harga Indeks ENSO yang terus menerus di atas + 0,5 mengindikasikan adanya El Nino, harga Indeks ENSO antara - 0,5 dan + 0,5 umumnya mengindikasikan kondisi netral. Anomali Suhu Mingguan (Niño3.4) BOM (gambar 2) sampai dengan 21 Mei 2017 harganya posi15
ATMOSFERA
tif + 0,45 oC , menurut Climate Prediction Centre IRI (tabel 3) periode Mei-Juni-Juli (MJJ) pengaruh El- Niño peluangnya sekitar 57% kemudian pada bulan-bulan berikutnya peluangnya di sekitar 59%, sehingga bulan Juni 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya diprakirakan di bawah normal klimatologinya. ANALISA MADEN-JULIAN OSCILATION The Madden-Julian Oscillation (MJO) adalah fluktuasi cuaca mingguan atau bulanan di daerah tropis , fluktuasi berupa periode basah yaitu periode banyak awan penghujan kemudian disusul periode kering yaitu periode awan konvektif sukar ter-
Gambar 3. Fase MJO 40 hari periode 11 April 2017 – 20 Mei 2017 (Sumber : http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/ whindex.shtml)
bentuk (convectively suppressed) , fluktuasi tersebut terjadi bergantiganti (basah dan kering) dengan total periodenya antara 40 hari sampai 50 hari , bila periodenya lebih pendek dari pada periode musim maka dikatakan sebagai variasi didalam musim (intraseasonal variation). MJO pada awalnya diketemukan oleh Roland A. Maden dan Paul R. Julian pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul “Detection of a 40-50 Day Oscillation in the Zonal Wind in the Tropical Pacific”.
Intensitas dan keberadaan MJO dinyatakan dengan indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index), MJO dipengaruhi oleh gerak semu Matahari, MJO bergerak ke arah Timur dalam 8 fase sesuai dengan lokasi geografi fase MJO. Fase 1 di atas Benua Afrika o (40 BT – 60o BT), Fase 2 di Samudera Hindia Barat (60o BT – 80o BT), Fase 3 di atas Samudera Hindia Timur (80o BT – 100o BT), Fase 4 di atas Indonesia Barat (100o BT – 120o BT), Fase 5 di atas Indonesia Timur (120o BT – 140o BT), Fase 6 di Pasifik ATMOSFERA
16
Gambar 4. Indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index)dan prediksi MJO menurut EMON (Sumber : http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/ MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml)
Barat (140o BT – 160o BT), Fase 7 di Pasifik Tengah (160o BT – 180o BT), Fase 8 di Pasifik Timur (180o BB – 160o BB). Gambar 3 memperlihatkan perjalanan Fase MJO selama 40 hari terakhir (mulai tanggal 11 April 2017 – 20 Mei 2017), Fase MJO dengan indeks yang relatif kecil bergerak ke semua Fase berakhir di Fase 5 pada tanggal 20 Mei 2017 dengan nilai indeks yang relatif kecil. Prakiraan BOMM: Australian Bureau of Meteorology - POAMA 17
ATMOSFERA
Coupled System, 40 hari ke depan (18 Mei 2017 – 29 Juni 2017), sesuai diagram Fase pada gambar 4 di atas MJO terlihat pada minggu pertama melintas (dengan harga indeks yang relatif kecil) dari Fase 3 ke Fase 4, kemudian pada minggu kedua sampai minggu ke-empat bergerak dari Fase 4 ke Fase 5, kemudian dengan harga yang relatif kecil berakhir di Fasa 6. Garis kuning adalah pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau adalah rata-rata pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau tebal meru-
pakan rata-rata pergerakan Fase di minggu pertama dan garis hijau tipis adalah rata-rata pergerakan Fase di minggu kedua sampai dengan minggu keempat. Daerah yang diarsir abu-abu mewakili 50% dari pergerakan Fase seluruh data dan daerah yang diarsir abu-abu muda mewakili 90% dari pergerakan Fase seluruh data , sehingga daerah yang dilintasi Fase MJO berpeluang mengalami periode basah, dengan demikian karena Jawa Timur merupakan daerah Fase 4 yang tidak dilewati Fase
MJO maka Jawa Timur pada bulan Juni 2017 mengalami periode awan konvektif sukar terbentuk (convectively suppressed) Analisa anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) Analisa Outgoing Longwave Radiation (OLR) sering digunakan sebagai cara untuk mengindentifikasi ketinggian, ketebalan awan hujan konvektif. Peta (gambar 5) menggambarkan posisi awan berdasarkan MJO-OLR, warna ungu dan biru
Gambar 5. Prakiraan MJO diikuti anomali OLR untuk 15 hari kedepan mulai 20 Mei 2017 (Sumber http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/forca.shtml) ATMOSFERA
18
(anomali OLR negatif) menunjukkan daerah tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) atau peluang hujan meningkat, menunjukkan daerah tersebut aktif, lebih tinggi dari keadaan normalnya, sedangkan untuk daerah dengan warna oranye menunjukkan keadaan di bawah normalnya, tidak banyak pertumbuhan awan (suppressed conditions). Prediksi MJO yang diikuti oleh anomali OLR selama 15 hari ke depan yaitu mulai dari tanggal 20 Mei 2017 sampai dengan tanggal 4 Juni 2017 maka
Jawa Timur pada bulan Juni 2017 mengalami periode tidak banyak pertumbuhan awan (convectively suppressed). Siklon Tropis Dengan bergesernya posisi semu Matahari ke belahan Bumi Utara maka peluang timbulnya daerah-daerah bertekanan rendah di belahan Bumi Utara meningkat dan bila energi pemanasannya cukup maka daerah bertekanan rendah akan berkembang menjadi Siklon Tropis.
Tabel 4 : Distribusi frekwensi Siklon Tropis periode tahun 2000- akhir Mei 2017 (Sumber : http://weather.unisys.com/hurricane/index.php) 19
ATMOSFERA
Pada bulan Mei 2017 (sumber di Utara Ekuator terjadi 1 Siklon Tropis, yaitu di Samudera Pasifik Timur ada Siklon Tropis Adrian , dan di Selatan Ekuator terjadi 2 Siklon Tropis yaitu di Samudera Pasifik Selatan terjadi 2 Siklon Tropis yaitu Siklon Tropis Donna dan Siklon Tropis Elle. Dari 3 siklon tropis tersebut , hanya Siklon Tropis Donna yang relatif berpengaruh terhadap pola angin gradien pada wilayah Indonesia terutama wilayah Papua. Untuk bulan Juni 2017 peluang terjadinya siklon di Utara Equator terutama di Samudera Pasifik meningkat, maka diprakirakan
di Jawa Timur pada bulan Juni 2017 peluang tumbuhnya awan penghujan di bawah normal klimatologinya. Dipole Mode Index (DMI) Indeks Dipole Mode dihitung berdasarkan perbedaan anomali suhu muka laut antara Samudera Hindia Bagian Barat (10°LS - 10°LU , 50°BT - 70°BT) dan Samudera Hindia Bagian Timur (10°LS - 0°LS, 90° BT - 110°BT ). Indeks Dipole Mode bernilai positif menunjukkan anomali suhu muka laut di Samudera Hindia Bagian Barat relatif lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia Bagian Barat.
Gambar 6. Harga DMI mingguan tanggal 21 Mei 2017 (Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=iod) ATMOSFERA
20
Tabel 5. Peluang nilai DM menurut Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia (POAMA), (Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD)
Update Indeks DMI minggu yang lalu tanggal 21 Mei 2017 adalah positif 0,33 (gambar 6), diprakirakan nilai indeks pada bulan Juni 2017 di sekitar nilai threshold (+ 0,4) dalam kisaran netral (positif) sehingga peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia Timur yai-
tu Indonesia Bagian Barat relatih di bawah normal klimatologinya. Prakiraan POAMA (tabel 5) , Indeks Dipole Mode pada bulan Mei 2017 diprakirakan netral dengan peluang 83,9 %, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan disekitar Samudera Hindia Bagian Timur
Gambar 7. Rata-rata lima hari terakhir Indeks Monsun Australia pada 23 Mei 2017 (Sumber: http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime21
ATMOSFERA
(sebelah Barat Sumatera) dan di Samudera Hindia Bagian Barat mempunyai peluang yang sama. Pada kenyataannya pada bulan Mei 2017 pertumbuhan awan di Samudera Hindia Bagian Timur yaitu disebelah Barat Sumatera relatif tinggi sehingga berdasarkan Indeks Dipole Mode maka pada bulan Juni 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya sama dengan normal klimatologinya. Sirkulasi Monsun Asia-Australia Indonesia bukan daerah sumber monsun, tetapi ada daerah yang dilalui aliran udara monsun sehingga cuaca dan iklimnya terpengaruh oleh monsun.
Indeks Monsun Australia (gambar 7) pada akhir bulan Mei 2017 berfluktuasi di sekitar harga rata-rata klimatologinya, maka untuk bulan Juni 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar harga ratarata klimatologinya, sehingga p e l u a n g p e m be n t uk a n a w a n disekitar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara seperti normal klimatologinya (besarnya harga indeks berkorelasi positif terhadap peluangnya hujan). Angin Pasat (Trade winds) Angin Pasat di Samudera Pasifik Barat di sekitar Ekuator selama 5 hari terakhir sampai dengan 21 Mei 2017 mendekati rata-rata kli-
Gambar 8. Angin Pasat dan anomalinya 5 hari terakhir s.d. 21 Mei 2017 (Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Trade-winds) ATMOSFERA
22
matologinya di sebagian besar Samudera Pasifik di sekitar Ekuator, Angin Pasat sedikit di atas harga rata-ratanya di atas Samudera Pasifik Bagian Barat dan diprakirakan menguat di hari-hari mendatang, maka pada bulan Juni 2017 di Ja-
wa Timur peluang pertumbuhan awannya sama dengan normal klimatologinya. Selama kejadian La Niña harga anomali angin pasat di Samudera Pasifik di sekitar Ekuator akan terus-menerus menguat, sebaliknya
Gambar 9. Kawasan NINO1, NINO2, NINO3, NINO3,4, NINO4 di Samudera Pasifik menurut IRI (Sumber : http://iri.columbia.edu/our-expertise/ climate/forecasts/sst-forecasts/
Gambar 10. Prakiraan Anomali Suhu Permukaan Laut JJA (Juni-Juli-Agustus) (Sumber : http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/ sintex_f1_forecast.html.en) 23
ATMOSFERA
Gambar 11. Prediksi anomali suhu muka laut bulan Juni 2017 (Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean)
selama El Niño maka harga anomali Angin Pasatnya akan terus-menerus melemah di bawah harga rata-rata klimatologinya bahkan arah anginnya berubah arah.
Suhu Muka Laut Menurut prakiraan JAMSTEC (Japan Agency for Marine –Earth Science and Technology) pada gambar 10, suhu muka laut periode Juni-Juli-Agustus 2017 di sebagian besar wilayah laut Indonesia
Gambar 12. Anomali suhu pada kedalaman laut (Sumber http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-sub%E2%80%93surface) ATMOSFERA
24
umumnya mengalami anomali dingin terutama di Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera , untuk NINO3,4 diprakirakan anomali suhunya sekitar + 0,6 o C (gambar 11). Dengan mulai meningkatnya anomali suhu muka laut di NINO3,4 , maka pada bulan Juni 2017 di Jawa Timur peluang pertumbuhan awannya di bawah normal klimatologinya.
bawah laut mendekati rata-ratanya di sebagian besar wilayah Samudera Pasifik di Ekuator, daerah anomali hangat pada kedalaman 0 - 100 m terlihat di Samudera Pasifik Timur, sementara di kedalaman 100 – 200 m di Pasifik Tengah terdapat daerah anomali dingin, menyebabkan peluang pertumbuhan awan di Jawa Timur pada bulan Juni 2017 di bawah normal klimatologinya..
Temperatur Bawah Laut Suhu air laut di kedalaman bawah laut pada 5 hari terakhir sampai dengan tanggal 21 Mei 2017 (gambar 12) terlihat bahwa suhu air
ANGIN GRADIEN Angin gradien (gambar 13) tanggal 25 Mei 2017 jam 00.00 UTC di sekitar Ekuator berjejer satu daerah bertekanan rendah dan 3
Gambar 13: Angin Gradien ketinggian 1.000 meter tanggal 25 Mei 2017 00.00 UTC (Sumber:http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml; 25
ATMOSFERA
Gambar 14 : Citra Satelit Cuaca tanggal 25 Mei 2017 ; jam 00.00 UTC (Sumber :http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html? area=6&element=0&mode=UTC)
eddy (pusaran yang berpotensi menjadi tekanan rendah), angin Gradien bertiup dari arah TimurTenggara maka menyebabkan menurunnya peluang pertumbuhan awan penghujan.
Jenis Udara yang mempengaruhi cuaca di Jawa Timur pada bulan Juni 2017 dan analisa RAOB (Rawinsonde Observation) Bila Angin Gradien bertiup dari arah Timur -Tenggara maka merupakan jenis udara tropis Benua Australia yang sifatnya dingin dan keATMOSFERA
26
Gambar 15: Data RAOB tanggal 25 Mei 2017 jam 00.00 UTC di Juanda (Sumber : BMKG Juanda dan http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html)
ring serta mantab. Sedangkan jenis udara Tropis Lautan Pasifik Barat Daya (sebelah Timur Australia), akan bersifat hangat dan mantab bila angin bertiup dari arah Timur. Pada tanggal 25 Mei 2017 jam 07.00 WIB (00.00 UTC), data METAR WIEE (Padang) Metar WIEE 2500Z 01002KT 9999 FEW020 25/24 Q1007 NOSIG=, dan 27
ATMOSFERA
data METAR WATT (Kupang) 28 Maret 2017 jam 07.00 WIB (00.00 UTC): Metar WATT 250000Z 11011KT 9999 FEW018 29/21 Q1012 NOSIG= Tekanan udara permukaan (QNH) di Padang (Minangkabau International Airport- 96163- WIEE) 1.007 mb dan tekanan udara permukaan (QNH) di Kupang (El Tari
-97372- WATT) 1.012 mb , beda sebesar 5 mb , tekanan udara di Kupang lebih tinggi ( bulan Oktober 2015 beda sebesar 6 mb, lebih rendah Kupang), perbedaan tersebut menurunkan peluang pertumbuhan awan konvektif di sekitar Kupang. Dari data udara atas RAOB (Rawinsonde Observation) tanggal 25 Mei 2017 jam 00.00 UTC (gambar 15), di lapisan bawah arah angin dominan bertiup dari arah Timur- - Timur Tenggara, LI (Lifted Index) = + 2,40 menunjukkan jenis udara stabil, KI (K Index) = 33,00 ada peluang terjadinya Thunderstorm , SWEAT (Severe Weather Threat Index) = 191,9 menunjukkan jenis udara berpeluang terjadinya konveksi, CAPE(Convective Available Potential Energy) = 0,00 J/Kg menunjukkan energi yang dipunyai oleh uap air untuk membentuk awan konvektif relatif kecil sehingga tidak berpotensi menimbulkan cuaca buruk , LCL (Lifting Condensation Level) = 290,0 m, yang digunakan sebagai tinggi dasar awan yang relatif rendah ,
nilai Bulk Richardson Number (BRCH): 0,00, relatif kecil dan menandakan bahwa perubahan arah dan kecepatan angin vertikal/ horisontal besar sehingga peluang pertumbuhan awan konvektif relatif kecil. Pada musim kemarau nilai BRCH umumnya rendah menandakan vertical wind shear yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer tidak mendukung proses konveksi , jenis udara di atas Juanda saat itu relatif kering tidak berpeluang terjadi hujan. Dari pengaruh jenis udara yang mempengaruhi cuaca Jawa Timur dan perbedaan tekanan udara antara Kupang yang lebih tinggi dari pada Padang serta angin yang dominan dari arah Timur – Timur Tenggara, maka pada bulan Juni 2017 di Jawa Timur dipengaruhi oleh perpaduan dua jenis udara tersebut sehingga pertumbuhan awan penghujannya di bawah normal klimatologinya , mengalami musim kemarau yang dimulai dari dataran rendah di sisi Barat kemudian bergeser ke sisi Timur.
ATMOSFERA
28
KESIMPULAN
5. Angin Pasat di Samudera Pasifik Barat di sekitar Ekuator selama 5 hari terakhir sampai dengan 21 Meil 2017 mendekati rata-rata klimatologinya di sebagian besar Samudera Pasifik, maka peluang pertumbuhan awan di Jawa Timur pada bulan Juni 2017 sama dengan normal klimatologinya,
Dengan mempertimbangkan : 1. Tekanan Udara permukaan Kupang pada tanggal 25 Mei 2017 lebih tinggi dari pada Padang dan angin permukaan dominan arah Timur – Timur Tenggara maka peluang pertumbuhan awan penghujan di bawah 6. Indeks Monsun Australia untuk normalnya. bulan Juni 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar harga rata 2. Pola angin gradien dominan arah -rata klimatologinya, sehingga Timur – Timur Tenggara maka peluang pertumbuhan awan pada peluang pertumbuhan awan bulan Juni 2017 sama dengan penghujan di bawah normalnya , normal klimatologinya, 3. Anomali air hangat di kedalaman, di atas rata-rata klimatolo- 7. Indeks Dipole Mode pada bulan Mei 2017 diprakirakan netral ginya mulai tumbuh di Samudera dengan peluang 93,9 % sehingga Pasifik Timur , menyebabkan peluang pertumbuhan awan di peluang pertumbuhan awan Jawa Timur sama dengan normal penghujan di Jawa Timur pada klimatologinya, bulan Juni 2017 di bawah normal klimatologinya, 8. Peluang terjadinya siklon di Utara Ekuator diprakirakan akan 4. Prediksi rata-rata anomali suhu meningkat, sehingga peluang muka laut di wilayah NINO3,4 pertumbuhan awan penghujan di pada bulan Mei 2017 sekitar + o Selatan Ekuator di bawah nor0,6 C, dengan mulai meningmal klimatologinya, katnya anomali suhu muka laut di NINO3,4 tersebut maka pada 9. Prediksi MJO yang diikuti oleh bulan Juni 2017 peluang peranomali OLR selama 15 hari ketumbuhan awan di Jawa Timur di depan yaitu mulai dari tanggal bawah normal klimatologinya, 20 Meil 2017 sampai dengan 29
ATMOSFERA
tanggal 4 Juni 2017 maka Jawa 12. Indeks SOI (Tahiti – Darwin) unTimur pada bulan Juni mengalatuk bulan Juni 2017 diprakirami periode tidak banyak pertumkan netral (negatif), sehingga buhan awan (convectively suppeluang pertumbuhan awan papressed), da bulan Juni 2017 di Jawa Timur diprakirakan di bawah nor10. Fase MJO pada bulan Juni 2017 mal klimatologinya. diprakirakan tidak melintas di Fase 4 (Jawa Timur) sehingga 13. Jumlah Bintik Matahari di bulan diprakirakan mengalami periode Juni 2017 diprakirakan berfluktidak banyak pertumbuhan awan tuasi di sekitar 30, menyebab(convectively suppressed), kan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang menga11. Climate Prediction Centre IRI lami peningkatan temperatur, periode Mei-Juni-Juli (MJJ) pensehingga peluang tumbuhnya garuh El- Niño peluangnya sekiawan-awan penghujan diprakiratar 57% kemudian pada bulankan di bawah normal klimatolobulan berikutnya peluangnya di ginya. sekitar 59%, sehingga bulan Juni 2017 di Jawa Timur pertumbuDengan mempertimbangkan 13 han awannya diprakirakan di faktor tersebut , maka Jawa Timur bawah normal klimatologinya. pada bulan Juni 2017 diprakirakan mengalami musim kemarau. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Rum / 30 : 41) (Tonny S )
ATMOSFERA
30
Daftar Pustaka : Al-Quran Surah Ar-Rum [30] : 41 Maslakah, Firda A. 2015,”Variabilitas Parameter Ketidakstabilan Atmosfir di Juanda Surabaya Tahun 2012-2013” Wirjohamidjojo, Soeryadi, 2008,”Pemanfaatan Data Radar dan Satelit untuk Prakiraan Jangka Pendek” http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html http://www.sws.bom.gov.au/Solar/1/6 http://www.bom.gov.au/climate/enso http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/people/wwang/cfsv2fcst/ images1/nino34Monadj.gif http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/ mjo.shtml#forecast http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml http://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3317207/wagub-jatimblusukan-ke-lokasi-banjir-di-sidoarjo http://www.cpc.noaa.gov/ products/precip/CWlink/MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml http://weather.unisys.com/hurricane/index.php http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD) http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html) http://www.ospo.noaa.gov/Products/ocean/sst/50km_night/index.html http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/ sintex_f1_forecast.html.en http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sstforecasts/ http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html? area=6&element=0&mode=UTC) http://www.ogimet.com/synops.phtml.en http://www.aviationweather.gov/adds/metars/ http://aviation.bmkg.go.id/web/station.php http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html
31
ATMOSFERA
1. Prakiraan Curah Hujan Bulan Juni 2017 Prakiraan hujan untuk bulan Juni 2017 wilayah Jawa Timur dan sekitarnya, secara umum diprakirakan masuk pada kategori rendah, ini terlihat dari curah hujan berkisar antara 21 - 100 mm. Wilayah Jawa Timur yang berpotensi memiliki
curah hujan dengan kategori rendah (21 – 100 mm) di antaranya adalah: sebagian besar wilayah Kabupaten/ Kota Bojonegoro, Gresik, Surabaya, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Ponorogo, Tulungagung, Blitar, Kediri, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, dan Sampang serta sebagian kecil
Gambar 1. Peta prakiraan curah hujan Juni 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Malang) ATMOSFERA
32
wilayah Kabupaten/Kota Tuban, Lamongan, Sidoarjo, sebagian Magetan, sebagian kecil Ngawi, sebagian kecil Pacitan, Trenggalek, Malang, Batu, Pasuruan, sebagian kecil Lumajang, sebagian kecil Jember, Pamekasan dan Sumenep. Untuk curah hujan dengan kategori menengah (101 – 300 mm) di antaranya adalah : sebagian besar wilayah Kabupaten/Kota sebagian Magetan, sebagian kecil Ngawi, sebagian kecil Pacitan, sebagian kecil Pasuruan, sebagian kecil Lumajang, sebagian
kecil Jember, dan Banyuwangi, serta sebagian kecil wilayah Kabupaten/Kota Bondowoso, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. 2. Prakiraan Sifat Hujan Bulan Juni 2017 Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan atau periode dengan nilai rata-rata atau normalnya dari bulan atau periode tersebut.
Gambar 2. Peta prakiraan sifat hujan Juni 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Malang) 33
ATMOSFERA
Berdasarkan gambar 2, ecara umum diketahui bahwa wilayah Jawa Timur untuk bulan Juni 2017 berada pada sifat hujan normal (85 - 115%). Untuk sifat hujan di atas normal (116 - 200%) di antaranya adalah: sebagian kecil wilayah Kabupaten/Kota Bojonegoro, Jombang, Nganjuk, Malang, Lumajang, Kediri dan Banyuwangi, serta sebagian besar wilayah Kabupaten/ Kota Tuban, Mojokerto, Probolinggo, Bondowoso, Jember, Paci-
tan, Magetan, Pasuruan dan Situbondo. Sedangkan untuk sifat hujan di bawah normal (51 – 84%) di antaranya adalah: sebagian kecil wilayah Kabupaten/Kota Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, dan Probolinggo, serta sebagian besar wilayah Kabupaten/ Kota Nganjuk, Trenggalek, Kediri dan Banyuwangi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 di atas.
Gambar 3. Arah dan kecepatan angin lapisan atas Juni (Sumber: ITACS dan ESRL) ATMOSFERA
34
3. Arah dan Kecepatan Angin Lapisan Atas Berdasarkan klimatologi angin untuk bulan Juni 2017 di lapisan 250 mb diprakirakan angin di wilayah Jawa Timur pada ketinggian 34.000 feet akan berhembus secara umum dari arah Timur Laut – Utara dengan kecepatan berkisar antara 04 – 07 m/detik. Sedangkan untuk lapisan 500 mb atau pada ketinggian 18.000 feet, cenderung dari arah Timur Laut dengan kecepatan berkisar antara 3 – 4,5 m/detik.
4. Potensi Kebakaran Hutan/Lahan Kejadian kebakaran hutan berpeluang besar terjadi di musim kemarau didukung oleh curah hujan rendah, suhu tinggi, kelembaban udara rendah dan kecepatan angin yang memicu peningkatan kekeringan tanah. Mulai dasarian pertama bulan Mei 2017, jumlah curah hujan di Stasiun Meteorologi Juanda tercatat hingga tanggal 29 Mei 2017 sebesar 53.8 mm. Temperatur maksimum harian berkisar antara 23.0 0C hingga 34.0 0C.
Gambar 4. Peta Sebaran Titik Api bulan Mei 2017 di Jawa Timur (Sumber : Data Satelit NOAA 18) 35
ATMOSFERA
Gambar 5 Peta Sebaran Titik Api bulan Mei 2017 di Jawa Timur (Sumber : Data Satelit NOAA 18)
Hasil pantauan satelit NOAA 18 (ASMC), TERRA, NPP (LAPAN) hingga tanggal 29 Mei 2017 menunjukkan tidak ada titik api yang terpantau terjadi di wilayah Jawa Timur.
1 Juni 2017
Pada bulan Juni 2017, diprakirakan wilayah Jawa Timur berada pada musim kemarau, sehingga diprakirakan terdapat potensi akan munculnya titik api di beberapa wilayah Jawa Timur.
2 Juni 2017
ATMOSFERA
36
3 Juni 2017
4 Juni 2017
Gambar 6. Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur pada awal Juni 2017
Prakiraan kemudahan terjadinya 5. Potensi penyakit demam berdakebakaran hutan di Jawa Timur rah pada awal Juni 2017 ditampilkan Penyakit demam berdarah pada gambar 6. memiliki peluang besar terjadi pada musim penghujan dengan kondisi suhu udara yang hangat dan kelem-
Gambar 7. Jumlah curah hujan per dasarian (10 harian) Januari – Mei 2017 Stamet Juanda Surabaya 37
ATMOSFERA
baban udara yang tinggi. Selain itu, curah hujan yang tinggi meningkatkan jumlah genangan air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk demam berdarah. Pada bulan Juni 2017, Jawa Timur diprakirakan sudah berada pada musim kemarau, Peta prakiraan curah hujan bulan Juni 2017 di Jawa Timur menunjukkan sebagian besar pada kategori rendah, pada kisaran 21 - 100 mm , sehingga potensi timbulnya penyakit demam berdarah yang didukung oleh adanya genangan air cenderung menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
6. Tingkat kenyamanan terkait dengan kondisi cuaca Kesehatan dan aktivitas manusia terkait erat dengan parameter cuaca seperti temperatur udara, kelembaban relatif, radiasi matahari dan kecepatan angin. Aktivitas manusia terkadang terganggu oleh kondisi cuaca yang menyebabkan ketidaknyamanan badan dan pikiran, bahkan pada kondisi yang ekstrim dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Hubungan antara parameter cuaca seperti temperatur udara dan kelembaban relatif dengan kesehatan dan aktivitas manusia dapat dinyatakan dengan suatu
Gambar 8.Grafik Discomfort Index Stamet Juanda Januari – Mei 2017 ATMOSFERA
38
indeks yang disebut dengan Discomfort Index (DI). Pada gambar 8 berikut ditampilkan grafik Discomfort Index berdasarkan data Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya bulan Januari hingga Mei 2017 ditentukan dengan persamaan : DI = T – 0,55 x(1-0,01 x RH)*(T-14,5) Keterangan: DI = Discomfort Index T = Temperatur bola kering (oC) R = Kelembaban relatif (%) Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai Discomfort Index meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur ambient dan begitu pula
sebaliknya. Kelembaban relatif yang rendah dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena mengurangi pelepasan panas dari dalam tubuh. Pada bulan Mei 2017 nilai temperatur udara dan kelembaban nisbi rendah, dan nilai Discomfort Index pada bulan Mei 2017 berkisar antara 25.2 hingga 27.2 dengan rata-rata 23.5 Nilai rata-rata indeks ketidaknyamanan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Interpretasi nilai Discomfort Index disajikan pada tabel 1 berikut ini. Ditinjau dari prakiraan cuaca untuk bulan Juni 2017, kisaran Discomfort Index harian untuk bulan Juni 2017 berpotensi mengalami kenaikan bulan Mei 2017.
Tabel 1. Interpretasi Nilai Discomfort Index DI (oC) <21
Tidak dirasakan adanya ketidaknyamanan
21-24
<50% populasi merasakan ketidaknyamanan
24-27
>50% populasi merasakan ketidaknyamanan
27-29
Mayoritas populasi merasakan ketidaknyamanan
29-32
Setiap orang merasakan stress
>32
39
Interpretasi
ATMOSFERA
Kondisi darurat dan memerlukan bantuan medis