DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI KABUPATEN SUKOHARJO Sri Setiyo Ningrum1), Dono Indarto2), Mahendra Wijaya3) Program Studi Diploma III Kebidanan, Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia Sukoharjo, email:
[email protected] 2) Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, email:
[email protected] 3) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, email:
[email protected]
1)
ABSTRACT Pendahuluan: Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan salah satu program pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk. Theory of Planned Behavior mendukung pemilihan MKJP oleh akseptor Keluarga Berencana (KB). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kepribadian, budaya lokal dan dukungan keluarga yang mempengaruhi penggunaan MKJP di Kabupaten Sukoharjo. Metode: Penelitian diskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah akseptor implan, Intra Uterine Device (IUD), Metode Operasi Wanita (MOW) dan Metode Operasi Pria (MOP) di Wilayah Kabupaten Sukoharjo. Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam, observasi dan analisis dokumen. Analisis data menggunakan model analisis interaktif kualitatif dan verifikasi data dengan teknik triangulasi sumber dari tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan terkait. Hasil: Sebanyak 86,67 % informan memiliki kepribadian ekstrovert. Kepribadian merupakan behavioral beliefs dan berpengaruh terhadap penerimaan informasi MKJP. Budaya lokal termasuk normative beliefs menyatakan bahwa banyak anak banyak rejeki dan anak sebagai tempat bergantung dihari tua. Masyarakat masih meyakini budaya lokal tersebut. Control beliefs berasal dari suami/istri yang mendukung pemilihan MKJP. Kesimpulan: Pengunaan MKJP oleh akseptor KB di Kabupaten Sukoharjo selaras dengan Theory of Planned Behavior. Informasi MKJP perlu diberikan tidak hanya kepada akseptor tetapi juga kepada pasanganya. Kata Kunci: Kepribadian, Budaya Lokal, Dukungan Keluarga, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang.
| 139
PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan masalah demografis yang penting dewasa ini. Indonesia menjadi negara ke-4 sebagai penduduk terbanyak di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat (BKKBN, 2012). Pada tahun 2015, Indonesia memiliki jumlah penduduk 255.461.700 jiwa yang sebagian besar di Pulau Jawa. Jumlah penduduk Jawa Tengah sebesar 33,52 juta jiwa dan menduduki peringkat tiga besar setelah Jawa Barat dan Jawa Timur (BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015). Sedangkan jumlah penduduk di Sukoharjo dari tahun 2009 – 2015 mengalami peningkatan kurang lebih 0,70 % per tahun (BPS Kabupaten Sukoharjo, 2016). Pertumbuhan penduduk yang tinggi sebanding dengan Total Fertility Rate (TFR). TFR perempuan usia produktif yang melahirkan sebesar 2,6 anak selama masa reproduksinya dalam kurun waktu 2009 – 2012. Tingkat fertilitas perempuan di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan (2,8 dan 2,4) (SDKI, 2012). Pemerintah berupaya untuk menurunkan TFR tahun 2019 sebesar 2,3 % pada perempuan usia produktif dalam pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) (BPPN, 2014). Kebijakan KB dilakukan melalui beberapa upaya diantaranya peningkatan keterpaduan, peran serta masyarakat, pembinaan keluarga, pengaturan kehamilan dengan memperhatikan agama, kondisi perkembangan sosial ekonomi dan budaya, tata nilai yang hidup dalam masyarakat, serta Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang tertuang dalam Undang – Undang No. 52 tahun 2009 dan Peraturan Presiden 140 |
Republik Indonesia (Perpres RI) No. 87 tahun 2014. Program KB MKJP di Kabupaten Sukoharjo perlu digalakkan kembali karena data tahun 2013 – 2014 menunjukkan bahwa ada penurunan peserta KB aktif dari 79,81 % menjadi 77,44 %. Sebanyak 64,7 % peserta KB adalah non-MKJP, terdiri dari (58,9 %) suntik, (2,7 %) pil KB dan (3,1 %) kondom. Sedangkan, penggunaan MKJP sebesar (9,2 %) implan, (18,5 %) IUD, (7,3 %) MOW dan (0,3 %) MOP (DKK Sukoharjo, 2014). Taylor, et al (2007) mengemukakan bahwa Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan teori tingkah laku yang ditampilkan oleh karena alasan tertentu. Menurut Ajzen (2005), TPB memiliki tiga faktor dalam tindakan manusia antara lain: (1) Behavioral beliefs adalah keyakinan dan evaluasi terhadap hasil perilaku seseorang, (2) Normative beliefs menggambarkan keyakinan terhadap tindakan yang dilihat dari sudut pandang masyarakat dan (3) Control belief adalah keyakinan individu melakukan tindakan yang didukung oleh sumberdaya internal dan eksternal. Penelitian Triana dan rekan kerjanya (2011) menunjukkan bahwa empat indikator wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi yaitu 14,4% tidak setuju program KB, 23,6 % suami menentang penggunaan KB, 26,5 % takut efek samping, 2% kepercayaan yang dianut dan 0,5 % larangan agama. Sedangkan, Riyanti (2014) melaporkan bahwa dukungan, penerimaan sosial dan budaya lokal berpengaruh besar bagi ibu untuk memilih menggunakan MKJP. Sehingga keterlibatan suami dan tokoh masyarakat (TOMA)
diperlukan untuk sosialisasi penggunaan kontrasepsi MKJP. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah menganalisis kepribadian, budaya lokal dan dukungan keluarga yang mempengaruhi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang di Kabupaten Sukoharjo. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2016 dari empat desa di wilayah Puskesmas Kabupaten Sukoharjo yaitu desa Jatingarang Puskesmas Weru, desa Makamhaji Puskesmas Kartasura, desa Mranggen Puskesmas Polokarto dan desa Kedungjambal Puskesmas Tawangsari. Subjek penelitian adalah 15 informan peserta KB aktif implan, IUD, MOW dan MOP yang tinggal di wilayah Kabupaten Sukoharjo, yang ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan in depth interview, FGD, observasi dan analisis dokumentasi. Analisis data menggunakan model analisis interaktif kualitatif untuk mereduksi, menyajikan dan memverifikasi data melalui triangulasi sumber dengan bidan desa, Pembantu Pembina Keluarga Berencana (PPKB) kecamatan dan Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD)/Sub PPKBD/Sub Klinik Desa (SKD), Tokoh Agama (TOGA) dan TOMA. Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari komisi etik fakultas kedokteran UNS dan RSUD Dr. Moewardi No. 890/X/HREC/2016.
HASIL PENELITIAN 1. Kepribadian Tipe Kepribadian akan mempengaruhi interaksi individu dengan orang lain, misalnya dalam mengikuti kegiatan posyandu atau penyuluhan kesehatan. Makin sering berinteraksi dengan orang lain, makin banyak bertukar informasi satu dengan yang lainnya termasuk penggunaan MKJP. Meskipun seseorang mempunyai kepribadian introvert jika sering berinteraksi dengan orang lain, juga akan mengalami perubahan pola perilaku individu terhadap kesehatan terutama pemilihan jenis KB. Selain itu, SKD juga berperan dalam program KB. SKD merupakan istilah petugas KB didesa di Jawa Tengah sedangkan secara nasional disebut sebagai PPKBD. Pernyataan akseptor dalam pemilihan MKJP berdasarkan informasi yang diberikan SKD: ―Dulu ada petugas PLKB di desa. Setelah melahirkan 40 hari ada petugas PLKB yang datang ke rumah untuk menganjurkan KB. Saya masih takut karena belum menstruasi. Pak PLKB sering datang ke rumah untuk mengingatkan KB saat Safari itu, jenis KB apa saja ada. Lama kelamaan saya juga kepikiran untuk ber-KB. Kemudian saya menyampaikan kalau nanti akan KB sendiri ke tempat bu bidan saja (IU. W)‖ Sedangkan seseorang dengan kepribadian estrovert tentunya akan lebih mudah menerima informasi dan melakukan perubahan perilaku kesehatan. Pernyataan tentang Informan dalam kepribadian yang ekstrovert adalah | 141
―Iya saya termasuk orang yang banyak bicara kalau diam tidak bisa mbak (IU. M)‖ Pernyataan lain bahwa informan menyampaikan kesertaannya dalam kegiatan di desa adalah ―Kegiatan yang saya ikuti PPK, PSN sama pertemuan kader rutin tiap bulan. Saya kalau bersama orang cerewet saya terhitung pendiam tapi kalau bersama orang pendiam saya lebih cerewet mbak (IU. SS)‖ 2. Budaya Lokal Budaya dalam masyarakat diartikan sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis. Budaya lokal terkait KB yang masih diyakini adalah banyak anak banyak rejeki dan anak membawa rejeki masing – masing. Jika anak – anak telah dewasa dan bekerja, mereka akan membantu orang tua dalam segi ekonomi, seperti yang disampaikan oleh IU.MY dan IU. M: ―Ya percaya mbak banyak anak banyak rejeki tapi program pemerintah dua anak cukup yo manut itu saja. (IU. MY)‖ ―Percaya mbak, jika anak banyak maka anak bekerja kan punya uang banyak juga (IP.M)‖ Pernyataan IU. MY dan IU. M juga dipertegas oleh IP.K dan IP. W bahwa banyak anak banyak rejeki. Orang tua bertanggungjawab atas kualitas pendidikan anak terutama akhlak agama. Jika orang tua tidak mampu mendidik anak, jumlah anak sebaiknya dibatasi supaya tidak menghasilkan generasi selanjutnya yang 142 |
tidak baik. Lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi dalam merencanakan jumlah anak. Anak diharapkan dapat merawat dan menjaga orang tua dengan baik pada saat usia senja. Berikut penuturanya: ―Banyak anak banyak rejeki itu benar. Tapi praktek dilapangan ada salah persepsi. Ya sudah otomatis banyak anak kalau bisa kita menjaga ya banyak rejeki. Tapi ketika banyak anak tidak bisa merawat itu bukan rejeki tapi siksa itu.(IP.K)‖ ―Lingkungan pengaruhnya besar karena lingkungan dua dua yo mau punya anak 4 kan gimana. Rasanya di lingkungan kerja pun juga gimana gitu. Bentar bentar hamil bentar bentar hamil kan malu. Semakin tua semakin takut, takutnya orang tua itu bukan masalah makan dan minum, takutnya kalau punya keturunan, menjaga keturunan, caranya jaga gimana, anak dua tidak ngerti orang tua semua. Bagaimana anak berhasil, bisa bekerja, pinter sukses, ngerti orang tua lebih penting, katanya orang tua dulu ―mendem jero mikul duwur‖. Kata Pak Kyai doa anak lebih penting. (IP. W)‖ Budaya ewuh pakewuh merupakan budaya timur yang sangat menghargai orang lain untuk meningkatkan silaturahmi dalam suatu lingkungan, kelompok atau organisasi. Dalam ber-KB, budaya tersebut tampak dalam merencanakan jumlah anak. Sebagai contoh, sebagian besar keluarga di suatu lingkungan mempunyai anak dua maka rasa ewuh pakewuh muncul jika suatu keluarga mempunyai anak lebih dari dua. Sehingga, hal ini akan mempengaruhi
perencanaan jumlah anak pada anggota keluarga yang lain. Berikut tanggapannya: ―Untuk saat ini juga sudah menerima sudah menjadi budaya (sudah ewuh perkewuh) punya anak banyak . kalau dulu punya anak banyak itu kan sudah terbiasa tapi kalau sekarang sudah malu sama tetangga dan pemerintah.(IP.SW)‖ 3. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pemilihan jenis kontrasepsi khusunya MKJP. Persetujuan pasangan sangat dibutuhkan karena penggunaan MKJP memerlukan tindakan medis. Suami atau istri akan menanggung risiko jika terjadi kegagalan atau komplikasi. Pengalaman penggunaan non-MKJP sebelumnya juga menjadi pertimbangan akseptor untuk berganti KB dengan MKJP. Pengalaman dari orang tua, nenek dan saudara perempuan yang telah menggunakan KB MKJP juga memberikan kontribusi dalam pemilihan jenis MKJP. Pernyataan yang berkaitan dengan itu adalah ―Saya diantar oleh suami ke RS (IU. M)― Sejalan dengan pernyataan dari IU. M berikut ini: ―Saya latar belakang kan gemuk trus informasinya tanya – tanya bidannya, sama pengalaman orang tua juga. Suami saya terserah mau KB apa mendukung (IU. EA)‖ ―Saya bilang seperti ini dengan suami, sekarang kan anak dua sudah cukup, saya KB suntik tapi tidak menstruasi dan tambah gemuk ke badan rasanya tidak enak kemudian saya berhenti dan
saya hamil lagi. Kalau anak ke satu dan dua tidak mengalami muntah – muntah tetapi berbeda dengan anak yang ke tiga saya sering muntah itu membuat saya jadi takut. Saya berharap melahirkan yang anak ke tiga ini lancar tidak ada rintangan apapun. Cukup anak tiga saja. Alhamdulillah melahirkan dengan lancar. Saya juga sudah punya anak laki – laki dan perempuan lalu saya memutuskan untuk MOW (IU. W)― Sejalan dengan pernyataan IU. EA dan IU. W, informan IP. K menyatakan bahwa dukungan keluarga sangat diperlukan terutama persetujuan suami dalam penggunaan MKJP. Jika terjadi kegagalan atau komplikasi KB seperti misalnya terjadi kehamilan, semua biaya untuk membesarkan anak dibebankan kepada keluarga. Hal ini dirangkum dalam pernyataan di bawah ini: ―Disisi lain kontrasepsi ini juga eee bisa dilakukan mana kala ada semacam sama – sama persetujuan terutama kan persetujuan suami dan seterusnya seperti itu tapi kalau suami tidak menghendaki ya jangan seperti itu (IP. K)‖ Pernyataan ini sejalan dengan IP.A, IP. SS dan IP. NA sebagai berikut: ―Dukungan suami itu penting mbak jika ada kegagalan atau komplikasi yang menanggung resiko adalah keluarga bukan orang lain. Walaupun ada ganti rugi dari PPKB jika terjadi kegagalan atau komplikasi jika dikarena KB yang dilakukan sesuai peraturanya (IP. A dan IP. SS)― | 143
―Kalau MKJP tidak ada persetujuan dari suami ya kita susah. (IP. NA)‖ PEMBAHASAN Kepribadian dapat muncul sesuai tujuan yang ingin dicapai oleh seorang individu. Mayoritas akseptor dalam penelitian ini memiliki kepribadian ekstrovert sehingga lebih mudah menerima gagasan baru dalam peningkatan derajat kesehatan dan kehidupan bermasyarakat. Sedangkan akseptor dengan kepribadian introvert dapat menerima gagasan baru tetapi memerlukan waktu lama untuk menentukan pilihan. Lebih lanjut, seseorang dengan kepribadian ekstrovert memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam hal komunikasi dibandingkan dengan seseorang yang introvert (Fitri dan Putriani, 2015). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Babalola, et al (2011) yang menyatakan bahwa empat dimensi berpengaruh terhadap ideasi kontrasepsi di negara Nigeria dan Kenya yaitu: kemanjuran diri, mitos dan isu – isu yang terkait dengan kontrasepsi, interaksi sosial, dan kesadaran kontrasepsi. Penelitian ini memiliki kelemahan sehingga interaksi sosial dan psikologi perlu dilakukan untuk mengubah perilaku tersebut. Berbagai variabel psikologi seperti persepsi, motivasi, sikap, minat dan takut efek samping menjadi hambatan psikologi dalam ber-KB jenis MKJP (Triana, et al, 2011). Budaya lokal Jawa masih berperan penting dalam pemilihan jenis MKJP sehingga pendekatan terhadap TOGA dan TOMA diperlukan. Kedua tokoh tersebut sebagai yang dituakan di lingkungan 144 |
masyarakat dan mempunyai kharisma terhadap kehidupan yang relijius (BKKBN, 2010). Dukungan suami umumnya bersifat dominan dalam keluarga. Walaupun istri tidak memiliki niat melakukan suatu perilaku tetapi suami menghendaki, istri cenderung mentaatinya. Hal ini tampak dalam penggunaan MKJP. Dengan kesepakatan bersama, KB dapat dilakukan sesuai dengan komunikasi pasangan untuk memilih jenis MKJP. Kesehatan reproduksi merupakan kebutuhan bersama tidak hanya urusan pria atau wanita saja (BKKBN, 2014). Theory of Planned Bahavior menjelaskan bahwa perilaku didasarkan pada faktor kehendak yang melibatkan pertimbangan untuk melakukan suatu tindakan. Pertimbangan tersebut akan memunculkan niat untuk melakukan suatu perilaku. Individu yang tangguh, mampu bereaksi otentik dan murni, serta mempunyai kebenaran tentang kemantapan dan kekuatan dalam dirinya (Ajzen, 2005). Hasil penelitian ini mendukung TPB baik dari aspek behavioral, normative maupun control beliefs. Pelaksanaan pengumpulan data dengan informan mengalami keterbatasan waktu yaitu puskesmas di Kabupaten Sukoharjo melaksanakan akreditasi dan beberapa kegiatan yang lain yang mengharuskan peneliti mengambil data secara berulang untuk mendapatkan informasi sehingga penarikan data menjadi terganggu. KESIMPULAN Jenis kepribadian tidak mempengaruhi informan dalam memilih jenis MKJP. Budaya lokal Jawa masih dipercayai
sebagian informan dalam pemilihan jenis MKJP walaupun pemahaman tersebut sudah mulai memudar seiring dengan perkembangan zaman. Dukungan keluarga berpengaruh besar terhadap penggunaan MKJP. Informasi MKJP perlu diberikan tidak hanya kepada akseptor tetapi juga kepada pasanganya untuk meningkatkan jumlah peserta KB aktif di wilayah kabupaten Sukoharjo. DAFTAR PUSTAKA Ajzen I. (2005). Attitudes, Personality, and Behavior (Second Edition). London: Open University Press Babalola. (2011). Ideation and Intention to Use Contraseptives in Kenya and Nigeria. Demographic Research, vol. 33, no. 8 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN). (2014). Peraturan Pemerintah RI nomor 2 tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN 2015 - 2019) . Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo. (2016). Kabupaten Sukoharjo dalam Angka 2016. Sukoharjo Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2015). Jawa Tengah dalam Angka 2015. Semarang BKKBN. (2010). Badan Pelayanan Kontrasepsi dan Pengendalian Lapangan Program KB Nasional. Jakarta: BKKBN __________ . (2012). Rencana Tindak Bidang Pengendalian Penduduk tahun 2012 – 2014. Jakarta: BKKBN
__________ . (2014). Pedoman Penyelenggara Pelayanan Keluarga Berencana dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: DITJALPEM BKKBN Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo (DKK Sukoharjo). 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Sukoharjo: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo Fitri, RA dan Putriani, I. 2015. Tipe Kepribadian dan Tahapan Komunikasi Intim pada Dewasa Awal. Jurnal Humaniora, 6 (3): 291 – 432 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014 tentang perkembangan Kependudukan dan Pembangunan keluarga berencana dan sistem informasi keluarga Riyanti. (2014). Pengetahuan, Psikososial dan Motivasi Ibu Peserta KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Kota Palangka Raya. Jurnal Forum Kesehatan, 4(7): 1-7 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. (2012). Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: Kemenkes RI Taylor, D; Bury, M;Campling, N; Carter, S; Garfiel, S; Newbould, J; Rennie, T. (2007). A Review Of The Use Of The Health Belief Moedel (HBM), The Theory Of Reasoned Action (TRA), The Theory Of Planned Behavior (TPB) And The Trans Theoretical Model (TTM) To Study And Predict Health Related Behaviour Chenge. National
| 145
Institute for Health and Clinical Excellence. University of London Triana, V; Wilopo, SA dan Sumarni. 2011. Hambatan Psikososial dan Niat Keluarga Berencana pada Wanita Unmet Need Kontrasepsi di Indonesia (Analisis Data SDKI
146 |
2007). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (1): 28 – 35 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga