DETEKSI PENCILAN DATA TITIK PANAS PROVINSI RIAU DENGAN METODE CLUSTERING BERBASIS KEPADATAN MENGGUNAKAN ALGORITME OPTICS
NUR LAILA FEBRIANA
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Pencilan Data Titik Panas Provinsi Riau dengan Metode Clustering Berbasis Kepadatan Menggunakan Algoritme OPTICS adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2015 Nur Laila Febriana NIM G64110111
ABSTRAK NUR LAILA FEBRIANA. Deteksi Pencilan Data Titik Panas Provinsi Riau dengan Metode Clustering Berbasis Kepadatan Menggunakan Algoritme OPTICS. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Titik panas merupakan titik yang menunjukkan koordinat suatu area yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan area sekitarnya. Penyebaran titik panas dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan. Pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan cara mendeteksi kemunculan titik panas dan titik pencilan. Penelitian ini bertujuan mendeteksi kemunculan pencilan titik panas di Provinsi Riau menggunakan metode clustering berbasis kepadatan yaitu algoritme OPTICS. Data yang digunakan merupakan data titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012. Data titik panas dikelompokkan dengan nilai Eps 0.01, 0.02, 0.03, 0.04, 0.06, dan 0.1 dengan MinPts satu sampai enam. Algoritme OPTICS tidak menghasilkan cluster secara eksplisit. Algoritme tersebut menghasilkan core distance dan reachability distance sebagai acuan untuk membentuk cluster. Berdasarkan hasil implementasi OPTICS pencilan titik panas terbanyak terjadi pada tahun 2007 dengan Eps 0.01 dan MinPts 6, yaitu 905 pencilan titik panas dengan SSE 0.0219. Frekuensi kemunculan pencilan titik panas tertinggi tersebar di Kabupaten Siak sebanyak 38 pencilan titik panas. Kata kunci: clustering, OPTICS, pencilan, SSE, titik panas
ABSTRACT NUR LAILA FEBRIANA. Outlier Detection of Riau Province Hotspot Data with Density-Based Clustering Method using OPTICS Algorithm. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG. Hotspot is a point that show areas coordinates which have a higher temperature than another surrounding areas. Hotspot distribution could be one of indicator of forest fires. Forest fires prevention could be done by hotspot and outlier occurrence detection. The purposes of this study is to detect the outlier occurrences in Riau Province using density based clustering called OPTICS algorithm. The data in used is Riau Province’s hotspot data since 2001 to 2012 clustered by Eps 0.01, 0.02, 0.03, 0.04, 0.05, 0.06, and 0.1 with MinPts one to six. OPTICS algorithm does not form a cluster explicitly. It delivers core distance and reachability distance as references to form a cluster. Based on OPTICS implementation the highest outlier occur in 2007 clustered by Eps 0.01 and MinPts 6, it has 905 hotspot outliers with SSE 0.0219. The Highest outlier distribution spread in Siak district with 38 hotspot outliers. Keywords: clustering, hotspot, OPTICS, outlier, SSE
DETEKSI PENCILAN DATA TITIK PANAS PROVINSI RIAU DENGAN METODE CLUSTERING BERBASIS KEPADATAN MENGGUNAKAN ALGORITME OPTICS
NUR LAILA FEBRIANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji: 1 Husnul Khotimah, SKomp MKom 2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Deteksi Pencilan Data Titik Panas Provinsi Riau dengan Metode Clustering Berbasis Kepadatan Menggunakan Algoritme OPTICS Nama : Nur Laila Febriana NIM : G64110111
Disetujui oleh
Dr. Imas Sukaesih Sitanggang SSi, MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKomp Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT beserta Nabi Muhammad SAW atas rahmatNya skripsi berjudul Deteksi Pencilan Data Titik Panas Provinsi Riau dengan Metode Clustering Berbasis Kepadatan Menggunakan Algoritme OPTICS ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor sejak November 2014 hingga November 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Hero Candra Wasito, Selamet Susiani, Musimar, atas doa, perjuangan, dan semangat yang tak pernah putus. 2. Dr. Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom atas bimbingan, arahan, dan semangat yang diberikan selama pengerjaan skripsi ini. 3. Karlina Khiyarin Nisa, SKom MT, Husnul Khotimah, SKomp MKom, dan Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom untuk masukan positif dan semangat yang diberikan. 4. PTPN XII Nusantara atas beasiswa yang diberikan selama masa studi. 5. Zulman Bahar, untuk dukungan dan arahan atas berbagai capaian selama ini. 6. Delina, untuk persahabatan yang indah dan semangat yang diberikan selama pengerjaan skripsi. 7. Pristi, Nadia atas waktu diskusi dan ilmu yang sangat membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 8. Keluarga besar departemen ilmu komputer yang selalu berusaha memudahkan segala urusan penulis selama masa kuliah. 9. Keluarga core-i48 atas kebersamaan selama menjalani kehidupan kampus yang penuh warna. 10. Keluarga besar di Jawa Timur, Padang, dan Medan atas doa untuk penulis yang tak pernah putus, dan 11. Teman-teman tersayang yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2015 Nur Laila Febriana
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE PENELITIAN
3
Data Penelitian
3
Tahapan Penelitian
4
Penerapan Algoritme OPTICS pada Weka
5
Deteksi Cluster dan Pencilan Berdasarkan Reachability Distance
7
Evaluasi Cluster Menggunakan SSE
7
Visualisasi Cluster dan Pencilan Titik Panas Menggunakan QGIS
7
Analisis Pencilan Berdasarkan Lokasi, Frekuensi, dan Waktu Kemunculan Titik Panas 8 Lingkup Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN
8 8
Penerapan Algoritme OPTICS
8
Penentuan Cluster dan Pencilan
9
Visualisasi dan Analisis Pencilan Titik Panas
10
Perbandingan Hasil Clustering Algoritme OPTICS dengan DBSCAN
13
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Contoh data titik panas Contoh data hasil implementasi algortime OPTICS Jumlah titik panas dan jumlah pencilan titik panas Jumlah kemunculan pencilan titik panas terbanyak Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 menggunakan algoritme DBSCAN 5 Hasil clustering algoritme OPTICS untuk parameter yang sama dengan hasil clustering algoritme DBSCAN pada Tabel 4
4 9 10 13 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tahapan Penelitian Input data pada aplikasi Weka Penerapan algoritme OPTICS pada Weka Jumlah kemunculan titik panas Provinsi Riau dari tahun 2001 sampai 2012 (Sukmasetya 2015) Kemunculan anggota cluster dan pencilan titik panas di Provinsi Riau pada tahun 2007 Kemunculan pencilan titik panas pada setiap kabupaten di Provinsi Riau tahun 2007 Kemunculan pencilan titik panas di setiap kecamatan pada Kabupaten Siak di Provinsi Riau tahun 2007 Perbandingan pola penyebaran titik panas Provinsi Riau tahun 2005 antara algoritme DBSCAN dengan algortime OPTICS Pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2005 menggunakan algoritme OPTICS Pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2005 menggunakan algoritme OPTICS (Sukmasetya 2015)
4 5 5 8 11 12 12 14 15 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2001 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2002 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2003 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2004 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2005 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2006 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2007 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2008 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2009 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2010
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
11 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2011 12 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2012
29 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan analisis distribusi titik panas mulai tahun 2001 sampai 2012, rata-rata 20000 kemunculan titik panas terjadi di Pulau Sumatera setiap tahunnya (Austine et al. 2013). Titik panas atau hotspot merupakan titik yang menunjukkan suatu area yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan area sekitarnya yang dapat dideteksi oleh satelit (LAPAN 2014). Titik panas merupakan salah satu indikator kemungkinan terjadinya kebakaran hutan (Adinugroho et al. 2005). Wilayah dengan gerombolan titik panas yang lebih padat memiliki peluang lebih tinggi terjadinya kebakaran hutan, sehingga harus diambil tidakan pencegahan secepatnya. Meski demikian, kemunculan titik panas yang terpisah jauh dari gerombolan titik panas lain juga perlu diwaspadai. Berita harian tempo (m.tempo.co/read/news/2015/10/22/206711908/kebakaran-hutan-diriau-ancam-cagar-biosfer-giam-siak-) diakses pada 10 November 2015 terdapat lokasi kebakaran hutan dan lahan yang sulit dijangkau, seperti Desa Sungai Linau di Kabupaten Bengkalis dan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil yang terletak di dua kabupaten yaitu, Kabupaten Begkalis dan Kabupaten Siak. Menurut laporan dari lapangan kedua lokasi tersebut sulit dijangkau, jauh dari sumber air, dan kebakaran yang terjadi di wilayah tersebut sudah mendekati kaki hutan biosfer. Keterlambatan pencegahan kebakaran pada lokasi-lokasi yang sulit dijangkau dapat menyebabkan kebakaran hutan terjadi lebih lama, merambat ke wilayah lain, nilai kerugian yang dialami semakin besar, dan mengancam hutan konvervasi di sekitarnya. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyatakan selama bulan Februari sampai April tahun 2014 Indonesia telah mengalami kerugian sebesar dua puluh triliun rupiah akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau. Keadaan lingkungan pasca kebakaran hutan menjadi tidak sehat akibat munculnya kabut asap yang berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan ISPU (Indeks Standar Pengukur Udara) partikel debu pasca kebakaran hutan dapat meningkat sebesar 100-200 kali lipat lebih tinggi daripada kadar oksigen di udara (BNPB 2014). Selain itu, dampak kabut asap pasca kebakaran hutan juga sampai ke Negara tetangga seperti, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina (Heryalianto 2006). Hal tersebut dapat mengganggu hubungan luar negeri antar negara. Ditinjau dari berbagai dampak negatifnya, pencegahan kebakaran hutan menjadi hal penting yang harus selalu diwaspadai. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memantau dan mengidentifikasi distribusi pencilan titik panas di berbagai wilayah menggunakan satelit seperti, National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) melalui sensor AVHRR (Advanced Very High Resolutiion Administration) dan AQUA-TERRA (Sitanggang dan Baehaki 2015). Titik panas memang bukan indikator tunggal terjadinya kebakaran hutan, namun mendeteksi penyebarannya khususnya titik panas yang terpisah dari geombolan titik panas lain dapat membantu meningkatkan kesiagaan dalam pencegahan kebakaran hutan. Pada penelitian ini data titik panas dibagi menjadi 2 jenis yaitu, titik panas sebagai anggota cluster dan titik panas sebagai pencilan. Kemunculan titik panas sabagai anggota cluster menggerombol secara padat pada suatu wilayah tertentu. Cluster dengan objek yang padat adalah cluster dengan objek di dalamnya
2 memiliki jarak yang saling berdekatan, untuk kasus titik panas kemungkinan besar pada wilayah dengan kemunculan titik panas yang padat memang terjadi kebakaran hutan. Titik panas sebagai pencilan pada suatu wilayah adalah titik panas yang letaknya saling berjauhan, namun bukan berarti pada wilayah tersebut tidak terjadi kebakaran hutan. Adakalanya objek yang terpisah jauh dari objek lain dianggap sebagai noise sehingga cenderung diabaikan. Data sebagai noise merupakan data yang tidak akurat, mengandung error, atau nilai yang menyimpang jauh dari yang diharapkan (Han et al. 2012). Berbeda halnya dengan kasus data titik panas, objek yang melenceng jauh dari objek lain justru tidak dapat diabaikan dan menarik untuk ditelusuri lebih dalam, karena berapapun nilai koordinat titik panas tetap menunjukkan lokasi tertentu yang kemungkinan mengalami kebakaran hutan. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan deteksi pencilan menggunakan algoritme Ordering Points to Identify the Clustering Structure (OPTICS). Hal ini dikarenakan Algoritme OPTICS dapat mengidentifikasi pencilan dengan mudah. Objek yang letaknya jauh dari objek lain didefinisikan sebagai objek dengan jarak UNDEFINED, karena jaraknya terlampau jauh (Ankerst et al. 1999). Sesuai dengan kriteria objek sebagai pencilan, maka objek dengan jarak UNDEFINED pada penelitian ini dianggap sebagai pencilan. Penelitian sebelumnya mengenai deteksi pencilan data titik panas di Provinsi Riau menggunakan algoritme DBSCAN dilakukan untuk mengetahui persebaran titik panas yang menyimpang jauh dari titik panas mayoritas. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui anomali persebaran kemunculan titik panas. Pencilan titik panas terbanyak di Provinsi Riau pada penelitian tersebut muncul pada tahun 2005 dengan jumlah 1241 pencilan titik panas (Sukmasetya 2015). Pada penelitian ini juga akan dilakukan perbandingan antara hasil clustering menggunakan algoritme OPTICS dengan algoritme DBSCAN. Perumusan Masalah Titik panas merupakan salah satu indikator terjadinya kebakaran hutan. Deteksi kemunculan titik panas berdasarkan frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan titik panas dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu, perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mendeteksi persebaran titik panas dan pencilan titik panas di Provinsi Riau menggunakan algoritme OPTICS. 2. Bagaimana menganalisis hasil deteksi kemunculan pencilan titik panas di Provinsi Riau. 3. Bagaimana mengevaluasi hasil pencilan menggunakan Sum Square Error (SSE). 4. Bagaimana membandingkan hasil clustering algoritme OPTICS dengan algoritme DBSCAN.
3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Membentuk cluster titik panas Provinsi Riau menggunakan metode clustering berbasis kepadatan yaitu algoritme OPTICS. 2. Mendeteksi kemunculan pencilan titik panas Provinsi Riau. 3. Analisis hasil pencilan titik panas yang terbentuk berdasarkan frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan pencilan titik panas. 4. Membandingkan hasil clustering algoritme OPTICS dengan algoritme DBSCAN. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persebaran data pencilan titik panas di Provinsi Riau menggunakan algortime OPTICS. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak pemerintahan Provinsi Riau sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Dataset yang digunakan adalah data titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012. Data tersebut telah dipraproses mengacu pada penelitian Baehaki (2014). 2. Parameter Epsilon (Eps) dan Minimum Points (MinPts) yang digunakan pada algortime OPTICS mengacu pada parameter yang digunakan oleh Usman (2014) yang diterapkan pada algoritme DBSCAN. 3. Evaluasi cluster menggunakan Sum Square Error (SSE). 4. Analisis kemunculan pencilan titik panas dilakukan berdasarkan frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan pencilan titik panas. 5. Hasil clustering DBSCAN yang digunakan sebagai pembanding merujuk pada penelitian Sukmasetya (2015).
METODE PENELITIAN Data Penelitian Data titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 awalnya memiliki 12 atribut meliputi, longitude, latitude, brightness, scan, track, acq_date, acq_time, satellite, confidence, bright_t31, frp, dan versi. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan tahapan pra-proses data. Tahapan pra-proses yang dilakukan meliputi data cleaning dan data transformation (Sitanggang dan Baehaki 2015). Data cleaning merupakan tahapan untuk mengisi data kosong, memperhalus noise, dan memperbaiki inkonsistensi data. Data transformation merupakan tahapan yang digunakan untuk mentransformasikan bentuk data menjadi lebih mudah dipahami, sehingga proses penambangan data menjadi lebih efisien.
4 Berdasarkan hasil tahapan praproses data yang dilakukan peneliti sebelumnya, diperoleh data titik panas dengan tiga atribut yaitu longitude, latitude, dan acq_date. Pada penelitian ini, ketiga atribut tersebut tetap digunakan, karena merujuk pada ruang lingkup penelitian, analisis hasil clustering akan dilakukan berdasarkan frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan pencilan titik panas. Tabel 1 menunjukkan contoh data titik panas yang digunakan. Tabel 1 Contoh data titik panas Longitude Latitude Acq_date 101.476 1.673 12/29/2001 102.807 1.134 12/25/2001 102.005 0.796 10/23/2005 102.005 0.795 10/25/2005 102.004 0.797 10/27/2005 Pada Tabel 1 atribut longitude dan latitude merepresentasikan lokasi kemunculan pencilan titik panas. Atribut acq_date merepresentasikan waktu kemunculan pencilan titik panas meliputi, bulan, tanggal, dan tahun. Frekuensi kemunculan pencilan titik panas dapat dilihat dari jumlah kemunculan pencilan titik panas pada lokasi dan waktu tertentu. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 1.
Gambar 1 Tahapan Penelitian
5 Berdasarkan diagram alir pada Gambar 1 tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut Penerapan Algoritme OPTICS pada Weka Tahapan ini dilakukan pada aplikasi Weka versi 3.6.10. Data titik panas dimasukkan pada aplikasi Weka seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Input data pada aplikasi Weka Pada Gambar 2 input data dilakukan melalui menu Open file pilih fail (pada penelitian ini fail berekstensi .csv) OK. Algoritme OPTICS diterapkan melalui menu Cluster Choose Clusterers OPTICS klik kolom OPTICS di sebelah menu Choose untuk mengatur parameter epsilon dan minPoints OK Start seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3 Penerapan algoritme OPTICS pada Weka
6 Gambar 3 menunjukkan algoritme yang dipilih adalah algoritme OPTICS dengan parameter Eps 0.01 dan MinPts 6, setelah algoritme OPTICS running maka akan menghasilkan core distance dan reachability distance data titik panas. Algoritme Ordering Points to Identify the Clustering Structure (OPTICS) diperkenalkan oleh Michael Ankerst, Markus M. Breunig, Hans-Peter Kriegel, dan Jorg Sander (Verma et al. 2012). Algoritme ini merupakan algoritme clustering berbasis kepadatan. Konsep dasar dari algortime clustering berbasis kepadatan adalah setiap objek dari suatu cluster dengan radius tertentu harus terdiri dari objek minimal sejumlah nilai MinPts-nya (Ankerst et al. 1999). Sama halnya dengan algoritme DBSCAN, OPTICS juga memiliki dua parameter yaitu, Eps dan MinPts. Eps merupakan jarak pusat cluster dengan tetangga-tetangganya, MinPts merupakan jumlah minimum objek dalam satu cluster (Ester et al. 1996). Algoritme OPTICS tidak menghasilkan cluster secara eksplisit, melainkan menghasilkan tatanan dari suatu kelas yang disebut dengan cluster ordering. Cluster ordering merupakan tatanan dari seluruh objek yang dianalisis untuk merepresentasikan struktur cluster berbasis kepadatan data. Pada tatanan kelas objek dalam cluster yang lebih padat diletakkan lebih dekat dengan objek lain. OPTICS menghasilkan tatanan kelas yang setara dengan algoritme clustering berbasis kepadatan lainnya dengan penentuan parameter yang sulit (Han et al. 2012). Konsep algortime OPTICS ini adalah setiap objek memiliki dua jarak, yaitu core distance dan reachability distance. Definisi dari kedua jarak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Diberikan titik p sebagai objek dari basis data D, ε adalah nilai jarak, Nε(p) adalah jumlah tetangga titik p pada ε-ketetanggannya, MinPts bilangan asli, dan MinPts_distance(p) adalah jarak dari p ke tetangga MinPts-nya. … …1 Core distance adalah jarak minimum (ε’) antara titik p dengan objek dalam εketetangaannya, p dianggap sebagai objek pusat jika objek terdiri dari Nε(p). Selebihnya core_distance dianggap tidak terdefinisi = UNDEFINED. 2. Diberikan titik p dan o dari basis data D, Nε(o) adalah jumlah tetangga titik o pada ε-ketetanggannya, MinPts bilangan asli. Reachability distance p terhadap o adalah sebagai berikut: … …2 Secara intuitif reachability distance antara p tehadap o adalah jarak terkecil yang dapat dicapai oleh o, jika o merupakan objek pusat. Pada kasus algoritme OPTICS reachability distance tidak boleh lebih kecil dari core distance, karena jika hal tersebut terjadi maka tidak ada objek yang termasuk anggota dalam jarak ketetanggaan o (Ankerst et al.1999). Formulasi yang digunakan untuk menghitung jarak antar objek adalah persamaan Euclidean sebagai berikut;
… …3
7
di,i menunjukkan tingkat perbedaan objek ke-i dan ke-j; n menunjukkan jumlah vektor; xi menunjukkan objek x yang ke-i; xj menunjukkan objek x yang ke-j; k menunjukkan iterasi dimulai dari k ke-1 (Wurdianarto et al. 2014). Deteksi Cluster dan Pencilan Berdasarkan Reachability Distance Tahapan sebelumnya yaitu, penerapan algoritme OPTICS pada Weka memberikan hasil data titik panas beserta nilai core distance dan reachability distance. Pada tahapan ini dilakukan analisis jarak yang akan digunakan untuk menentukan anggota cluster dan pencilan. Analisis jarak pada penelitian ini dilakukan secara manual oleh penulis menggunakan aplikasi sederhana Microsoft Excel. Sesuai dengan definisi core distance dan reachability distance pada tahapan sebelumnya, maka objek yang baik core distance maupun reachability distancenya bernilai UNDEFINED pada penelitian ini dianggap sebagai pencilan. Objek yang selain kedua jaraknya UNDEFINED dianggap sebagai anggota cluster. Jarak yang tidak terdefinisi atau UNDEFINED merupakan jarak terbesar dibandingkan dengan semua jarak yang telah didefinisikan (Ankerst et al. 1999), maka dari itu pada penelitian ini objek dengan jarak UNDEFINED dianggap pencilan. Suatu objek dapat dikatakan pencilan atau abnormal jika memiliki kriteria berikut (1) objek bukan termasuk anggota cluster manapun, (2) jarak objek dengan cluster terdekat yang terbentuk sangat jauh, (3) objek termasuk dalam suatu cluster kecil atau cluster terpisah (Han et al. 2012). Evaluasi Cluster Menggunakan SSE Sum Square Error (SSE) merupakan salah satu metode evaluasi cluster yang digunakan untuk memperoleh jumlah cluster yang meminimalkan total square error. …… (4) d: jarak antar objek; mi: centroid cluster i ; p ϵ Ci: objek p pada cluster i SSE diperoleh dengan cara mencari nilai rata-rata jarak sebagai centroid dari seluruh data yang terdapat dalam cluster. Selanjutnya dihitung jarak seluruh data terhadap centroid. Kemudian dihitung jumlah keseluruhan jarak antar titik terhadap centroid. Jarak yang digunakan adalah jarak Euclidean (Han et al. 2012). Visualisasi Cluster dan Pencilan Titik Panas Menggunakan QGIS Tahapan visualisasi ini dilakukan untuk mempermudah analisis lebih lanjut mengenai kemunculan pencilan titik panas pada Provinsi Riau sejak tahun 2001 hingga 2012. Pada penelitian ini hasil cluster dan pencilan titik panas yang akan divisualisasikan adalah data titik panas Provinsi Riau yang memiliki kemunculan pencilan titik panas terbanyak pada tahun tertentu. Selanjutnya untuk kebutuhan analisis lebih lanjut kemunculan pencilan titik panas terbanyak akan divisualisikan berdasarkan kabupaten.
8 Analisis Pencilan Berdasarkan Lokasi, Frekuensi, dan Waktu Kemunculan Titik Panas Analisis terhadap cluster dari data titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 dilakukan terhadap hasil visualisasi menggunakan QGIS. Pada tahapan ini analisis kemunculan pencilan titik panas dilakukan berdasarkan frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan pencilan titik panas. Hasil dari tahapan ini adalah jumlah kemunculan titik panas setiap lokasi pada waktu tertentu. Lokasi kemunculan pencilan titik panas meliputi kabupaten, kecamatan, dan desa, serta waktu kemunculan pencilan titik panas terbanyak Provinsi Riau sejak tahun 2001 sampai 2012. Lingkup Pengembangan Penelitian ini dilakukan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut: 1. Perangkat keras berupa komputer personal dengan spesifikasi sebagai berikut: Prosesor Intel(R) Core(TM) i3 RAM 2 GB 14.0” High Definition LCD 2. Perangkat lunak sebagai berikut: Sistem operasi Windows 8.1 Pro 64-bit Weka 3.6.10 untuk implementasi algoritme OPTICS Microsoft Excel 2013 untuk perhitungan SSE Quantum GIS 2.0.2 untuk visualisasi distribusi titik panas MySQL dan PostGIS untuk menghubungkan data peta dengan Quantum GIS
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Algoritme OPTICS Jumlah kemunculan titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 berbeda setiap tahunnya. Jumlah titik panas di Provinsi Riau setiap tahun ditunjukkan oleh Gambar 4 diambil dari penelitian Sukmasetya 2015.
Gambar 4 Jumlah kemunculan titik panas Provinsi Riau dari tahun 2001 sampai 2012 (Sukmasetya 2015)
9
Penelitian ini memanfaatkan Algoritme OPTICS yang tersedia pada aplikasi Weka. Contoh hasil implementasi algortime OPTICS pada data titik panas Provinsi Riau menggunakan algoritme OPTICS dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Contoh data hasil implementasi algortime OPTICS Key 0 1 10 127 173
Data Objects 101.476, 1.673 102.807,1.134 102.005,0.796 102.005,0.795 102.004,0.797
Core-Distance UNDEFINED UNDEFINED 0.00064 0.00084 0.0007
Reachability-Distance UNDEFINED UNDEFINED UNDEFINED 0.00064 0.00064
Atribut Key pada Tabel 2 menunjukkan identitas data objek. Data objects berisi nilai longitude dan latitude. Core-distance menunjukkan jarak suatu objek dalam radius tertentu yang memenuhi MinPts. Reachability-distance menunjukkan nilai jarak antara suatu objek dengan objek lainnya. Jika jumlah objek dalam radius tertentu tidak memenuhi MinPts maka jaraknya dianggap tidak terdefinisi atau UNDEFINED. Dari hasil tersebut dilakukan analisis jarak ssebagai berikut: 1. Jika jarak core distance UNDEFINED dan reachability distance bernilai, maka yang dipilih adalah reachability distance. 2. Jika jarak reachability distance.UNDEFINED dan core distance bernilai, maka yang dipilih adalah core distance. 3. Jika keduanya UNDEFINED maka jarak yang digunakan adalah UNDEFINED dan data objek dengan jarak tersebut dapat dianggap pencilan. 4. Jika nilai core distance > reachability distance, maka yang dipilih adalah core distance. 5. Jika nilai core distance < reachability distance, maka yang dipilih adalah reachability distance. 6. Jika keduanya bernilai sama, maka yang dipilih adalah reachability distance. Data objek yang memiliki nilai reachability distance didefinisikan sebagai anggota cluster. Sedangkan, data objek yang nilai reachability distance tidak terdefinisi atau UNDEFINED disebut pencilan. Penentuan Cluster dan Pencilan Nilai Eps yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.01, 0.02, 0.03, 0.04, 0.05, dan 0.06 untuk MinPts satu sampai enam. Nilai MinPts yang berbeda akan menghasilkan jumlah anggota cluster titik panas dan pencilan titik panas yang berbeda pula. Pada penelitian ini data titik panas dibagi menjadi dua jenis yaitu cluster dan pencilan. Cluster merupakan gerombolan titik panas, sedangkan pencilan merupakan titik panas yang memiliki jarak sangat jauh dengan cluster terdekat yang terbentuk. Kemunculan pencilan titik panas terbanyak setiap tahun pada Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 3.
10 Tabel 3 Jumlah titik panas dan jumlah pencilan titik panas Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Eps MinPts Jumlah titik panas 0.01 6 1264 0.01 6 5181 0.01 6 6041 0.01 6 7498 0.01 6 22369 0.01 6 10245 0.01 6 3188 0.01 6 4843 0.01 6 10167 0.01 6 3414 0.01 6 5997 0.01 6 7034
Jumlah Pencilan 410 773 833 890 671 879 906 807 728 686 843 786
SSE 0.0060 0.0728 0.0337 0.0395 0.0772 0.0545 0.0219 0.0278 0.0457 0.0194 0.0320 0.0361
Tabel 3 menyajikan hasil deteksi pencilan titik panas menggunakan algoritme OPTICS. Kemunculan pencilan titik panas terbanyak terjadi pada tahun 2007 dengan nilai Eps 0.01, MinPts enam, SSE yang dihasilkan 0.0219, 3188 titik panas merupakan anggota cluster dan 906 titik panas merupakan pencilan. Nilai Eps 0.01 menunjukkan jarak antar titik pada peta minimal 0.01 derajat. Jika jarak antar titik tidak lebih dari 0.01 derajat maka titik tersebut akan menggerombol sebagai anggota cluster, namun jika jarak antar titik lebih dari 0.01 derajat, maka letak titik tersebut akan berjauhan dan dapat diartikan sebagai pencilan. Nilai MinPts enam menunjukkan bahwa dalam suatu cluster sekurangkurangnya terdapat enam titik yang menggerombol. Jika kurang dari enam titik maka akan dianggap sebagai pencilan. Frekuensi kemunculan titik panas dan pencilan titik panas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 12. Visualisasi dan Analisis Pencilan Titik Panas Selama tahun 2007 kemunculan pencilan titik panas terbanyak di Provinsi Riau terjadi pada bulan Februari. Berdasarkan visualisasi hasil clustering data titik panas Provinsi Riau tahun 2007 dapat dilihat penyebaran 906 pencilan titik panas di Provinsi Riau, 489 pencilan titik panas diantaranya terjadi pada bulan Februari. Sebanyak 906 pencilan titik panas tersebar di 116 kecamatan pada 11 kabupaten atau kota, 100 titik panas tersebar di Kabupaten Bengkalis, 99 titik panas di Kabupaten Indragiri Hilir, 97 titik panas di Kabupaten Indragiri Hulu, dan 111 titik panas di Kabupaten Kampar. Kemunculan titik panas di Kota Dumai sebanyak 26 titik panas, di Kota Pekanbaru sebanyak 9 titik panas, di Kabupaten Kuantan Sengingi 71 titik panas, dan Kabupaten Pelalawan sebanyak 99 titik panas. Selanjutnya, sebanyak 90 titik panas terdapat di Kabupaten Rokan Hilir, 90 titik panas terdapat di Kabupaten Rokan Hulu, dan 112 titik panas terdapat di Kabupaten Siak. Secara keseluruhan untuk membedakan data titik panas sebagai anggota cluster dengan pencilan ditunjukkan dengan Gambar 5.
11
Titik panas sebagai pencilan Titik panas sebagai anggota cluster
Gambar 5 Kemunculan anggota cluster dan pencilan titik panas di Provinsi Riau pada tahun 2007 Pada Gambar 5 bulatan berwarna kuning menunjukkan titik panas sebagai anggota cluster, sedangkan bulatan berwarna merah menunjukkan pencilan titik panas. Penggunaan nilai Eps 0.01 mewakili jarak 1.11 kilometer pada dunia nyata, jadi jarak antara bulatan berwarna kuning rata-rata kurang dari 1.11 kilometer. Jarak untuk bulatan warna merah pada dunia nyata rata-rata lebih dari 1.11 kilometer. Kemunculan pencilan titik panas terbanyak di Provinsi Riau pada tahun 2007 terdapat pada Kabupaten Siak. 112 pencilan titik panas terdapat di Kanupaten Siak, 71 pencilan titik panas di antaranya terjadi pada Bulan Februari. 112 pencilan titik panas di Kabupaten Siak tersebar di tersebar di 25 desa pada 11 kecamatan. Pada Kecamatan Bunga Raya terdapat enam pencilan titik panas, Kecamatan Dayun satu pencilan titik panas, dan Kecamatan Kandis sebanyak 10 pencilan titik panas. Satu pencilan titik panas muncul di Kecamatan Kerinci Kanan, lima pencilan titik panas di Kecamatan Koto Gasib, dan 15 pencilan titik panas muncul di Kecamatan Minas. Pada Kecamatan Sabak Auh muncul dua pencilan titik panas, Kecamatan Siak satu pencilan titik panas, Kecamatan Sungai Apit 31 pencilan titik panas, 38 pencilan titik panas muncul di Kecamatan Sungai Mandau, dan dua pencilan titik panas di Kecamatan Tualang. Pencilan titik panas terbanyak di Kabupaten Siak terdapat pada Kecamatan Sungai Mandau sebanyak 38 pencilan titik panas.
12 Penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau, dan pencilan titik panas di setiap kecamatan pada Kabupaten Siak tahun 2007 secara berurutan ditunjukkan
Gambar 6 Kemunculan pencilan titik panas pada setiap kabupaten di Provinsi Riau tahun 2007
Gambar 7 Kemunculan pencilan titik panas di setiap kecamatan pada Kabupaten Siak di Provinsi Riau tahun 2007 oleh Gambar 6 dan Gambar 7.
13 Gambar 6 menunjukkan penyebaran pencilan titik panas pada setiap Kabupaten di Provinsi Riau tahun 2007. Gambar 7 menunjukkan penyebaran pencilan titik panas di setiap kecamatan pada Kabupaten Siak. Kecamatan Sungai Mandau merupakan kecamatan dengna kemunculan pencilan titik panas terbanyak. Sebanyak 38 pencilan titik panas pada Kecamatan Sungai Mandau tersebar di tujuh desa yaitu, satu pencilan titik panas di Desa Bencah Umbai, tiga di Desa Lubuk Jering, 16 di Desa Lubuk Umbut, dan tiga di Desa Muara Kelantan. Pada Desa Sungai Selodang terdapat dua pencilan titik panas, Desa Tasik Betung 12 pencilan titik panas, dan Desa Teluk Lancang satu pencilan titik panas. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa pencilan yang dihasilkan algortime OPTICS merupakan objek bukan anggota cluster manapun, jarak objek dengan cluster terdekat sangat jauh, dan objek membentuk cluster kecil. Hal tersebut sesuai dengan kriteria pencilan yang dijelaskan oleh Han et al. (2015). Perbandingan Hasil Clustering Algoritme OPTICS dengan DBSCAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai deteksi pencilan yang dilakukan oleh Sukmasetya (2015), diperoleh hasil kemunculan pencilan titik panas terbanyak Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 dengan dengan SSE terkecil seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah kemunculan pencilan titik panas terbanyak Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 menggunakan algoritme DBSCAN (Sukmasetya 2015) Tahun
Eps
Minpts Jumlah Jumlah Persentase SSE cluster pencilan 2001 0.02 2 175 188 11.21% 0.048 2002 0.02 2 457 769 12.91% 0.036 2003 0.02 2 497 375 5.45% 0.022 2004 0.1 2 25 14 0.16% 0.026 2005 0.01 2 864 1241 5.38% 0.084 2006 0.02 2 862 1229 11.04% 0.032 2007 0.02 2 446 409 9.99% 0.021 2008 0.02 2 489 366 6.48% 0.018 2009 0.02 2 768 990 9.09% 0.022 2010 0.02 2 389 311 7.58% 0.021 2011 0.02 2 500 349 5.10% 0.021 2012 0.02 2 742 946 12.09% 0.024 Tabel 4 menunjukkan pencilan titik panas terbanyak di Provinsi Riau sejak tahun 2001 sampai 2012 muncul pada tahun 2005. Jumlah cluster pada Tabel 4 menunjukkan bahwa data titik panas selain pencilan dikelompokkan ke dalam sejumlah cluster tertentu. Persentase menunjukkan perbandingan kemunculan pencilan titik panas dengan seluruh kemunculan titik panas pada tahun tertentu. Jumlah pencilan yang muncul pada tahun 2005 adalah 1241, dari seluruh kemunculan titik panas pada tahun 2005, 5.38% merupakan kemunculan pencilan titik panas dengan SSE 0.084. Hasil clustering data titik panas Provinsi Riau menggunakan algoritme OPTICS dengan penggunaan data dan parameter yang
14 sama dengan penelitian Sukmasetya 2015, menghasilkan jumlah pencilan dan SSE seperti pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil clustering algoritme OPTICS untuk parameter yang sama dengan hasil clustering algoritme DBSCAN pada Tabel 4 Tahun Eps 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0.02 0.02 0.02 0.1 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
Minpts 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah anggota cluster 1515 5904 6808 8236 22902 11054 4048 5620 10866 4057 6804 7786
Jumlah pencilan 159 50 74 152 138 70 46 30 29 43 36 34
Persentase
SSE
9.48% 0.84% 1.08% 1.81% 0.59% 0.63% 1.12% 0.53% 0.27% 1.05% 0.53% 0.43%
0.024 0.068 0.1 0.027 0.041 0.141 0.070 0.069 0.083 0.055 0.071 0.074
Terdapat perbedaan mengenai hasil clustering data titik panas menggunakan algoritme OPTICS. Perbedaan mendasar pada hasil clustering kedua algoritme tersebut terdapat kolom jumlah anggota cluster pada Tabel 5. Kolom tersebut menunjukkan jumlah titik panas selain pencilan yang dikelompokkan menjadi satu cluster besar. Pada tahun 2005 algoritme OPTICS menghasilkan 138 pencilan titik panas, artinya 0.59% dari seluruh kemunculan titik panas merupakan kemunculan pencilan titik panas dengan SSE 0.041. Pola persebaran titik panas yang dihasilkan kedua algoritme dapat dilihat dari hasil visualisasi pada Gambar 8.
Gambar 8 Perbandingan pola penyebaran titik panas Provinsi Riau tahun 2005 antara algoritme DBSCAN dengan algortime OPTICS
15
Berdasarkan pola penyebaran titik panas Provinsi Riau tahun 2006 pada Gambar 8, algoritme DBSCAN mengelompokkan titik panas menjadi beberapa cluster. Hal ini terlihat dari adanya beberapa cluster yang sangat padat di beberapa wilayah, sedangkan algoritme OPTICS menghasilkan penyebaran titik panas yang kepadatannya hampir merata di setiap wilayah Provinsi Riau. Algortime OPTICS tidak mengahasilkan jumlah cluster secara eksplisit seperti algortime DBSCAN. Algoritme OPTICS mengahasilkan jarak sebagai acuan untuk membedakan objek sebagai anggota cluster dan pencilan, oleh karena itu pada penelitian ini semua titik panas selain pencilan dianggap sebagai anggota dari satu cluster besar. Pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2005 menggunakan algoritme DBSCAN ditunjukkan oleh Gambar 9 dan gambar 10.
Gambar 10 Pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2005 menggunakan algoritme OPTICS (Sukmasetya 2015)
Gambar 9 Pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2005 menggunakan algoritme OPTICS
16 Perbedaan hasil clustering algoritme DBSCAN dengan algoritme OPTICS terlihat jelas pada Gambar 9 dan Gambar 10. Algoritme DBSCAN menghasilkan pencilan sebagai cluster kecil, sedangkan algoritme OPTICS menghasilkan pencilan yang sebagian besar merupakan titik panas yang jauh dari titik panas lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penyebaran titik panas dan kemunculan pencilan titik panas Provinsi Riau tahun 2001 sampai 2012 berhasil dideteksi menggunakan algortime OPTICS. Penelitian ini fokus pada kemunculan pencilan titik panas. Penerapan algoritme OPTICS pada data titik panas Provinsi Riau memberikan informasi mengenai frekuensi, lokasi, dan waktu kemunculan pencilan titik panas. Informasi lokasi yang diberikan meliputi kabupaten, kecamatan, dan desa. Selama tahun 2001 hingga 2012, kemunculan pencilan titik panas terbanyak terjadi pada tahun 2007, sebanyak 906 pencilan titik panas dengan SSE 0.0219. Pencilan titik panas terbanyak muncul di Kabupaten Siak dan tersebar di 25 desa pada 10 kecamatan. Kecamatan Sungai Mandau merupakan lokasi kemunculan pencilan titik panas terbanyak dengan 38 pencilan titik panas. Pencilan titik panas terbanyak di Kecamatan Sungai Mandau terdapat di Desa Lubuk Umbut dengan 16 pencilan titik panas. Objek yang dianggap sebagai pencilan memiliki jarak antar objek ratarata lebih dari 0.01 Eps atau 1.11 km. Penggunaan parameter dan data yang sama pada algoritme DBSCAN dan OPTICS menghasilkan pola penyebaran pencilan titik panas Provinsi Riau yang berbeda. Pencilan titik panas yang dihasilkan algortime DBSCAN divisualisasikan sebagai objek yang membentuk cluster-cluster kecil, sedangkan pada algoritme OPTICS pencilan titik panas divisualisasikan sebagai objek yang terletak jauh dari objek lainnya.
Saran Beberapa kekurangan masih terdapat pada penelitian ini, untuk memperbaiki kekurangan tersebut berikut beberapa saran yang dapat diajukan: 1 Perhitungan SSE pada penelitian masih dilakukan secara manual menggunakan Microsoft Excel sehingga sulit diterapkan untuk data berukuran besar. Oleh karena itu, program untuk menghitung SSE khusus algoritme OPTICS perlu dikembangkan baik menggunakan R, MATLAB, atau aplikasi lainnya. 2 Pada penelitian selanjutnya analisis kemunculan pencilan dapat dilengkapi dengan informasi fisik seperti tutupan lahan, sungai, pegunungan, dan lain-lain, Sehingga bahan untuk pengambilan keputusan dalam pencegahan kebakaran hutan menjadi lebih baik. 3 Penambahan data cuaca dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya, meliputi suhu dan curah hujan. Atribut tambahan yang dimaksud dapat berupa suhu, iklim, dan curah hujan. Hal tersebut diharapkan dapat mempertajam hasil analisis deteksi pencilan titik panas.
17
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Saharjo BH, Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor (ID): Wetlands International-Indonesia Programmed an Wildlife Habitat Canada. Ankerst M, Breunig MM, Kriegel HP, Sander J. 1999. OPTICS: Ordering Pointsto Identify the Clustering Stucture. Munich (DE): University of Munich. Austine K, Alisjahbana A, Sizer N. 2013. Data terbaru menunjukkan kebakaran hutan di Indonesia adalah krisis yang telah berlangsung sejak lama [internet]. [diunduh 2015 Oktober 25]. Tersedia pada: http://insight .wri.org/news/2013/06/data-terbaru-menunjukkan-kebakaran-hutan-diindonesia-adalah-krisis-yang-telahberlangs#. [BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana (ID). Kerugian Negara 50 Trilyun Akibat Kebakaran Hutan di Riau [Internet]. [diakses 2014 Nov 25]; Jakarta. Tersedia pada://www.bnpb.gp.id/index.php/read/2014/9/17/kerugiannegara-50-trilyun-akibat-kebakaran-hutan-di-riau. Ester M, Kriegel H.P, Sander J, and Xu X. 1996. A Density-Based Algortihm for Discovering Clusters ini Large Spatial Databases with Noise. In Proceedings of the 2nd International Conference on Knowledge Discovery and Data Mining (KDD’96), Portland: Oregon, pp.226-231. Han J, Kamber M, Pei J. 2012. Data Mining: Concepts and Technique 3rd edition . San Diego (US): Morgan Kaufmann. Heryalianto SC. 2006. Studi Tentang Sebaran Titik Panas (Hotspot) Sebagai Penduga Kebkaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2003 dan Tahun 2004 [tesis]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor. [LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (ID). 2014. Hotspot Hanyalah Indikator Bukan Kejadian Kebakaran Hutan Lahan [Internet]. [diakses 2015 Sep 2]; Jakarta. Tersedia pada: www.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2014/840/HOTSPOT-HANYALAHINDIKATOR-BUKAN-KEJADIAN-KEBAKARAN-HUTANLAHAN/105. Sitanggang IS, Baehaki DAM. 2015. Global and Collective Outliers Detection on Hotspot Data as Fires Indicator in Riau Province, Indonesia. Bogor (ID): Bogor Agricultural University. Sukmasetya P. 2015. Deteksi Pencilan Data Titik Panas di Provinsi Riau Menggunakna Algoritme DBSCAN [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Usman M. 2014. Spatial Clustering Berbasis Densitas untuk Persebaran Titik Panas Sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Sumatera [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Verma M, Srivastava M, Chack N, Diswar AK, Gupta N. 2012. A Comparative Study of Various Clustering Algorithm in Data Mining. Ed-2. Mathura (IN): GLNA Institute of Technology. Wurdianarto SR, Novianto S, Rosyidah U. 2014. Perbandingan Euclidean Distance dengan Canberra Distance pada Face Recognition. Techno.COM Vol(13) No. 1: 31-37.
18
19 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2001 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 1385 2 1539 3 1430 4 1351 5 1281 6 1264 1 1515 2 1612 3 1565 4 1519 5 1469 6 1435 1 1590 2 1647 3 1631 4 1601 5 1586 6 1570 1 1633 2 1660 3 1640
Jumlah pencilan 288 135 244 323 393 410 159 62 109 155 205 239 87 30 46 76 91 107 44 17 20
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0043 0.04 4 1639 0.0049 5 1623 0.0059 6 1614 0.0059 0.05 1 1654 0.0051 2 1665 0.0060 3 1664 0.0239 4 1657 0.0264 5 1650 0.0324 6 1641 0.0359 0.06 1 1664 0.0337 2 1672 0.0329 3 1670 0.0578 4 1668 0.0631 5 1659 0.0741 6 1647 0.0040 0.1 1 1675 0.0944 2 1677 0.0968 3 1677 0.0975 4 1677 0.0994 5 1677 0.1210 6 1676
Jumlah pencilan 38 54 54 23 12 13 20 27 36 13 5 7 9 18 30 2 0 0 0 0 1
SSE
0.1392 0.1499 0.1600 0.1299 0.1310 0.1575 0.1918 0.2136 0.2265 0.1563 0.1595 0.1849 0.2300 0.2473 0.2591 0.2120 0.2145 0.2489 0.3047 0.3659 0.4099
20 Lampiran 2 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2002 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 1385 2 1539 3 1430 4 1351 5 1281 6 1264 1 1515 2 1612 3 1565 4 1519 5 1469 6 1435 1 1590 2 1647 3 1631 4 1601 5 1586 6 1570 1 1633 2 1660 3 1640
Jumlah pencilan 288 135 244 323 393 410 159 62 109 155 205 239 87 30 46 76 91 107 44 17 20
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0043 0.04 4 1639 0.0049 5 1623 0.0059 6 1614 0.0059 0.05 1 1654 0.0051 2 1665 0.0060 3 1664 0.0239 4 1657 0.0264 5 1650 0.0324 6 1641 0.0359 0.06 1 1664 0.0337 2 1672 0.0329 3 1670 4 1668 0.0578 0.0631 5 1659 0.0741 6 1647 0.0040 0.1 1 1675 0.0944 2 1677 0.0968 3 1677 0.0975 4 1677 0.0994 5 1677 0.1210 6 1676
Jumlah pencilan 38 54 54 23 12 13 20 27 36 13 5 7 9 18 30 2 0 0 0 0 1
SSE
0.1392 0.1499 0.1600 0.1299 0.1310 0.1575 0.1918 0.2136 0.2265 0.1563 0.1595 0.1849 0.2300 0.2473 0.2591 0.2120 0.2145 0.2489 0.3047 0.3659 0.4099
21
Lampiran 3 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2003 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 6368 2 6687 3 6501 4 6326 5 6166 6 6041 1 6874 2 6808 3 6779 4 6736 5 6837 6 6705 1 6874 2 6859 3 6855 4 6842 5 6834 6 6827 1 6874 2 6867 3 6865
Jumlah pencilan 506 187 373 548 708 833 0 74 95 138 37 169 0 15 19 32 40 47 0 7 9
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0218 0.04 4 6862 0.0240 5 6857 0.0300 6 6849 0.0319 0.05 1 6874 0.0332 2 6872 0.0337 3 6870 0.0783 4 6867 0.1003 5 6864 0.1207 6 6864 0.1377 0.06 1 6874 2 6872 0.0800 0.1522 3 6870 0.1199 4 6867 0.1215 5 6867 0.1491 6 6867 0.1792 0.1 1 6874 0.2200 2 6874 0.2492 3 6874 0.1387 4 6874 0.1394 5 6874 0.1702 6 6874
Jumlah pencilan 12 17 25 0 2 4 7 10 10 0 2 4 7 7 7 0 0 0 0 0 0
SSE
0.2088 0.2594 0.2932 0.1535 0.1537 0.1848 0.2242 0.2797 0.3246 0.1535 0.1537 0.1870 0.2328 0.2970 0.3409 0.1698 0.1698 0.2069 0.2651 0.3445 0.3909
22
Lampiran 4 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2004 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 7900 2 8236 3 8070 4 7873 5 7709 6 7498 1 8269 2 8355 3 8339 4 8290 5 8242 6 8188 1 8357 2 8374 3 8369 4 8361 5 8348 6 8343 1 8377 2 8383 3 8379
Jumlah pencilan 48 152 318 513 679 890 119 33 49 98 166 200 31 14 19 27 40 45 11 5 9
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0458 0.04 4 8379 0.0266 5 8375 0.0336 6 8375 0.0363 0.05 1 8385 0.0394 2 8387 0.0395 3 8385 0.0807 4 8385 0.0817 5 8385 0.1047 6 8382 0.1261 0.06 1 8386 2 8387 0.1440 0.1649 3 8387 0.1208 4 8387 0.1210 5 8386 0.1465 6 8386 0.1902 0.1 1 8387 0.2257 2 8388 0.2721 3 8388 0.1409 4 8388 0.1394 5 8388 0.1673 6 8388
Jumlah pencilan 9 13 13 3 1 3 3 3 6 2 1 1 1 2 2 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2186 0.2651 0.3196 0.1549 0.1563 0.1846 0.2382 0.2964 0.3443 0.1575 0.1575 0.1898 0.2677 0.3010 0.3613 0.1622 0.1575 0.1982 0.2549 0.3149 0.3756
23
Lampiran 5 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2005 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 22616 2 22902 3 22770 4 22624 5 22470 6 22369 1 22976 2 23021 3 23002 4 22974 5 22939 6 22902 1 23026 2 23034 3 23030 4 23024 5 23021 6 23017 1 23036 2 23039 3 23039
Jumlah pencilan 424 138 270 416 570 671 64 19 38 63 101 138 14 6 10 16 19 23 4 1 1
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0389 0.04 4 23039 0.0409 5 23039 0.0516 6 23037 0.0607 0.05 1 23038 0.0685 2 23040 0.0772 3 23040 0.0958 4 23040 0.0965 5 23040 0.1211 6 23039 0.1500 0.06 1 23038 2 23040 0.1794 0.1988 3 23040 0.1208 4 23040 0.1656 5 23040 0.1509 6 23040 0.1919 0.1 1 23039 0.2414 2 23040 0.2829 3 23040 0.1323 4 23039 0.1323 5 23040 0.1657 6 23040
Jumlah pencilan 1 1 3 2 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0
SSE
0.2145 0.2670 0.3148 0.1365 0.1365 0.1718 0.2208 0.2347 0.3268 0.1365 0.1365 0.1746 0.2229 0.2766 0.3366 0.1453 0.1453 0.1833 0.1942 0.2906 0.3479
24
Lampiran 6 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2006 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 10625 2 10972 3 10813 4 10603 5 10443 6 10245 1 11004 2 11054 3 11075 4 11093 5 11032 6 10944 1 11104 2 11116 3 11110 4 11107 5 11105 6 11104 1 11117 2 11120 3 11118
Jumlah pencilan 499 152 311 521 681 879 120 70 49 31 92 180 20 8 14 17 19 20 7 4 6
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0314 0.04 4 11115 0.0337 5 11115 0.0412 6 11115 0.0463 0.05 1 11120 0.0528 2 11122 0.0545 3 11120 0.1618 4 11120 0.1406 5 11120 0.1141 6 11120 0.0925 0.06 1 11122 2 11124 0.0911 0.1822 3 11122 0.1250 4 11122 0.1251 5 11122 0.1509 6 11122 0.1874 0.1 1 11123 0.2318 2 11124 0.2859 3 11124 0.1386 4 11124 0.1394 5 11124 0.1680 6 11124
Jumlah pencilan 9 9 9 4 2 4 4 4 4 2 0 2 2 2 2 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2088 0.2577 0.3153 0.1436 0.1445 0.1734 0.2175 0.2693 0.3307 0.1490 0.0230 0.1785 0.2234 0.2759 0.3314 0.1536 0.1536 0.1955 0.2381 0.2904 0.3525
25
Lampiran 7 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2007 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 3570 2 3892 3 3693 4 3492 5 3319 6 3188 1 3944 2 4048 3 4008 4 3958 5 3884 6 3829 1 4063 2 4083 3 4075 4 4065 5 4057 6 4035 1 4087 2 4090 3 4090
Jumlah pencilan 524 202 401 602 777 906 150 46 86 136 210 265 31 11 19 29 37 59 7 4 4
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0160 0.04 4 4090 0.0183 5 4086 0.0216 6 4082 0.0216 0.05 1 4091 0.0216 2 4092 0.0219 3 4092 0.0677 4 4092 0.0702 5 4092 0.0860 6 4090 0.0998 0.06 1 4091 0.1076 2 4093 0.1116 3 4092 0.1192 4 4092 0.1203 5 4092 0.1445 6 4092 0.1730 0.1 1 4093 0.2072 2 4094 0.2275 3 4094 0.1408 4 4094 0.1409 5 4094 0.1705 6 4094
Jumlah pencilan 4 8 12 3 2 2 2 2 4 3 1 2 2 2 2 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2109 0.2525 0.2891 0.1474 0.1474 0.1780 0.2194 0.2704 0.3139 0.2169 0.1517 0.1780 0.2194 0.2738 0.3251 0.1570 0.1570 0.1906 0.2321 0.2883 0.3366
26
Lampiran 8 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2008 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 5165 2 5490 3 5300 4 5147 5 4986 6 4843 1 5532 2 5620 3 5584 4 5540 5 5518 6 5460 1 5621 2 5643 3 5634 4 5620 5 5620 6 5613 1 5638 2 5648 3 5642
Jumlah pencilan 485 160 350 503 664 807 118 30 66 110 132 190 29 7 16 30 30 37 12 2 8
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 5639 0.0181 0.04 4 5 5639 0.0201 6 5639 0.0230 5646 0.0262 0.05 1 2 5649 0.0273 3 5650 0.0278 4 5646 0.0680 5 5646 0.0695 6 5646 0.0842 5648 0.0978 0.06 1 2 5648 0.1123 3 5650 0.1229 4 5650 0.1084 5 5650 0.1091 6 5650 0.1310 5648 0.1548 0.1 1 2 5650 0.1824 3 5650 0.2160 4 5650 0.1241 5 5650 0.1248 6 5650 0.2442
Jumlah pencilan 11 11 11 4 1 0 4 4 4 2 2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
SSE
0.1879 0.2202 0.2653 0.1375 0.1375 0.1077 0.2065 0.2428 0.2876 0.1424 0.1424 0.1756 0.2193 0.2582 0.3067 0.1424 0.1424 0.1756 0.2193 0.2589 0.3096
27
Lampiran 9 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2009 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 10431 2 10742 3 10621 4 10425 5 10272 6 10167 1 10783 2 10866 3 10842 4 10787 5 10750 6 10711 1 10868 2 10888 3 10884 4 10867 5 10858 6 10830 1 10891 2 10895 3 10895
Jumlah pencilan 464 154 274 470 623 728 112 29 53 108 145 184 27 7 11 28 37 65 4 0 0
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0261 0.04 4 10890 0.0276 5 10889 0.0358 6 10883 0.0394 0.05 1 10892 0.0434 2 10895 0.0457 3 10895 0.0812 4 10892 0.0828 5 10890 0.0993 6 10890 0.1222 0.06 1 10893 0.1430 2 10895 0.1555 3 10895 0.1212 4 10894 0.1230 5 10892 0.1455 6 10892 0.1844 0.1 1 10894 0.3768 2 10895 0.2491 3 10895 0.1458 4 10895 0.1469 5 10895 0.1741 6 10895
Jumlah pencilan 5 6 12 3 0 0 3 5 5 2 0 0 1 3 3 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2231 0.2732 0.3210 0.1474 0.1481 0.1765 0.2291 0.2825 0.3422 0.0225 0.1499 0.1805 0.2359 0.2872 0.3499 0.1586 0.1586 0.1890 0.2526 0.3115 0.3780
28
Lampiran 10 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2010 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 3668 2 3939 3 3757 4 3636 5 3251 6 3414 1 3925 2 4057 3 3996 4 3935 5 3879 6 3804 1 4058 2 4087 3 4079 4 4064 5 4046 6 4020 1 4086 2 4098 3 4094
Jumlah pencilan 432 161 343 464 579 686 175 43 104 628 221 296 42 13 21 36 54 80 14 2 6
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0135 0.04 4 4090 0.0151 5 4085 0.0168 6 4076 0.0184 0.05 1 4096 0.0190 2 4100 0.0194 3 4100 0.0515 4 4100 0.0553 5 4099 0.0677 6 4098 0.0738 0.06 1 4099 0.0809 2 4100 0.0823 3 4100 0.1114 4 4100 0.1128 5 4100 0.1379 6 4100 0.1602 0.1 1 4099 0.1814 2 4100 0.1932 3 4100 0.1374 4 4100 0.1397 5 4100 0.1677 6 4100
Jumlah pencilan 10 15 24 4 0 0 0 1 2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2078 0.2468 0.2724 0.1536 0.1545 0.1871 0.2345 0.2819 0.3271 0.1610 0.1610 0.1930 0.2459 0.2960 0.3455 0.1610 0.1610 0.1930 0.2459 0.3002 0.3580
29
Lampiran 11 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2011 Eps
Minpts
0.01
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3
0.02
0.03
0.04
Jumlah titik panas 6369 6677 6516 6140 6170 5997 6695 6804 6767 6704 6631 6566 6840 6832 6825 6812 6801 6777 6829 6835 6833
Jumlah pencilan 471 163 324 700 670 843 145 36 73 136 209 274 0 8 15 28 39 63 11 5 7
SSE
Eps
Minpts
0.0203 0.0220 0.0261 0.0230 0.0316 0.0320 0.0686 0.0712 0.0867 0.1018 0.1131 0.1265 0.1215 0.1218 0.1467 0.1773 0.2129 0.2493 0.1406 0.1406 0.1703
0.04
4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
0.05
0.06
0.1
Jumlah titik panas 6830 6830 6830 6840 6835 6835 6834 6834 6834 6840 6837 6837 6837 6837 6837 6839 6840 6840 6840 6840 6840
Jumlah pencilan 10 10 10 0 5 5 6 6 6 0 3 3 3 3 3 1 0 0 0 0 0
SSE
0.2123 0.2641 0.3301 0.1491 0.1491 0.1813 0.2284 0.2816 0.3526 0.1538 0.1538 0.1864 0.2364 0.2925 0.3636 0.1664 0.1664 0.1991 0.2492 0.3054 0.3772
30
Lampiran 12 Hasil Clustering Data Titik Panas Provinsi Riau tahun 2012 Eps
0.01
0.02
0.03
0.04
Minpts Jumlah titik panas 1 7360 2 7663 3 7527 4 7325 5 7169 6 7034 1 7700 2 7786 3 7750 4 7701 5 7676 6 7630 1 7791 2 7812 3 7803 4 7794 5 7791 6 7774 1 7807 2 7817 3 7811
Jumlah pencilan 460 157 293 495 651 786 120 34 70 119 144 190 29 8 17 26 29 46 13 3 9
SSE
Eps
Minpts Jumlah titik panas 0.0221 0.04 4 7808 0.0238 5 7808 0.0288 6 7803 0.0325 0.05 1 7818 0.0343 2 7820 0.0361 3 7820 0.0714 4 7817 0.0740 5 7817 0.0867 6 7817 0.1060 0.06 1 7818 0.1208 2 7820 0.1332 3 7820 0.1146 4 7817 0.1156 5 7817 0.1388 6 7817 0.1753 0.1 1 7818 0.2064 2 7820 0.2267 3 7820 0.1297 4 7817 0.1302 5 7817 0.1565 6 7817
Jumlah pencilan 12 12 17 2 0 0 3 3 3 2 0 0 3 3 3 2 0 0 3 3 3
SSE
0.1991 0.2404 0.2732 0.1480 0.1484 0.1805 0.2257 0.2667 0.3149 0.1505 0.1507 0.1828 0.2281 0.2709 0.3222 0.1506 0.1507 0.1200 0.2281 0.2710 0.3223
31
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Hero Candra Wasito dan Selamet Susiani yang dilahirkan di Jember-Jawa Timur pada 1 Februari 1993. Pada tahun 2005 penulis mengenyam pendidikan di SMP Negeri 1 Rambupuji, kemudian dilanjutkan di SMA Negeri 1 Jember mulai tahun 2008. Penulis memasuki kehidupan kampus di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Ilmu Komputer pada tahun 2011. Sejak masa sekolah menegah atas hingga di bangku kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi seperti, OSIS, kegiatan ekstrakurikuler, himpunan profesi, organisasi mahasiswa daerah, dan beberapa kepanitiaan. Selain itu, untuk menghilangkan kejenuhan penulis memiliki hobi membaca dan olah raga seperti, berenang, tenis lapangan, dan karate.