Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
DETEKSI KEKEBALAN TERHADAP VIRUS IBR ISOLAT LAPANG MELALUI UJI IMMUNOBLOTTING DAN PATOGENITASNYA PADA SAPI BALI (Detection of Immunity on Field Isolates by Using Immunoblotting Technique and its Pathogenicity in Bali Cattle) SUDARISMAN Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT Bovine herpesvirus-1 (BHV-1) is an important pathogen of cattle causing a variety of clinical disease manifestations, including rhinotracheitis, vulvovaginitis, abortions, conjunctivitis, encephalitis, and general systemic infections. The disease have been in Indonesia for longtime and the agent have been isolated many times not only from clinical but also subclinical disease. Some of the isolates were studied by western blotting technique. The BHV-1 isolates were also compared through pathogenesis test in Bali cattle. Fifteen Bali cattle were used for inoculating four BHV-1 isolates were inoculated to three of each. Observations were done everyday for clinical sign and pathological appearances. The result was all of four isolates compared to BHV1 Colorado strain of standard virus through polymerase agar gel electrophoresis and immunoblotting system showed bands with molecular weight 275 kD (VP1), 120 kD (VP6), 86.kD (VP9), 83 kD (VP10), 54 kD (VP15) and 53 kD (VP16) which had a potential role on immunity status as far as the same feature with Colorado strain. There was no bands which have potential role on reproduction disorders as we believe VP12 and VP13. It seems the isolates were not Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV) rather than Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR). According to pathogenesis study, two of the isolates were IPV rather than IBR. Those were BG.8702 and Vaginal swab isolates. Eventhough those isolates were according to respiratory disorders too. Key Words: Bovine Herpesvirus-1, Immunoblotting, Pathogenesis, Field Isolates ABSTRAK Bovine herpesvirus 1 (BHV-1) merupakan penyakit penting yang bersifat patogen pada sapi dan menunjukkan berbagai bentuk klinis, antara lain rhinotracheitis, vulvovaginitis, abortus, conjunctivitis, encephalitis, dan infeksi secara sistemik keseluruh tubuh. Penyakit ini di Indonesia telah lama dikenal dan telah diisolasi agen penyebabnya. Beberapa isolat lapang akan dipelajari serologisnya melalui uji immunoblotting serta membandingkannya dengan hasil uji patogenesis pada sapi Bali. Sebanyak 15 ekor sapi Bali dengan 4 isolat lapang BHV-1, masing-masing disuntikkan kepada tiga ekor sapi. Pengamatan gejala klinis serta perubahan patologis dari hewan diamati tiap hari. Hasil menunjukkan bahwa isolat-isolat lapang yang dimiliki Balitvet ternyata mengandung band dengan berat molekul 275 kD (VP1), 120 kD (VP6), 86 kD (VP9), 83 kD (VP10), 54 kD (VP15), dan 53 kD (VP16). Tidak terlihat band protein untuk VP 12 dan VP 13 yang biasanya mewakili kepada virus BHV-1 dari kelompok Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV) dibanding kelompok Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR). Apabila dilihat dari hasil uji patogenesis pada sapi Bali ternyata ada dua isolat yang mencerminkan gangguan reproduksi, yaitu BG.8792 dan isolat swab vagina dari sapi yang di stres cortisone. Walaupun kedua isolat tersebut juga memperlihatkan gangguan pada saluran pernafasan. Kata Kunci: Bovine Herpesvirus-1, Immunoblotting, Patogenesis, Isolat Lapang
PENDAHULUAN Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) merupakan penyakit pada sapi dan
226
kerbau yang disebabkan oleh virus dari golongan herpes. Penyakit ini pada hewan yang peka dapat bersifat laten, seperti kebanyakan penyakit kausa herpesvirus
6Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
lainnya. Oleh sebab itu pendekatan penanggulangan penyakit perlu diselaraskan dengan sifat agen penyakit dan perlu penanganan khusus untuk itu (WITTMANN et al., 1984, JONES, 2000). Virus BHV-1 (Bovine Herpesvirus tipe 1) pertama kali diisolasi pada tahun 1956 oleh MADIN et al.(OIRSCHOT et al., 1996), yang kemudian diatenuasi dan digunakan sebagai vaksin hidup. Berdasarkan perbedaan dalam analisa ensim restriksi terhadap DNA dari virus, ada tiga subtipe dari virus BHV-1 yang dapat dibedakan, yaitu subtipe 1 dan 2a (IBR) dan subtipe 2b (IPV). Subtipe 2b tidak seganas subtipe 1. Tetapi secara antigenic hanya ada satu tpe BHV-1 (METZLER et al., 1985). Virion dari BHV-1 terdiri dari tidak kurang 25 – 33 polipeptida (PASTORET et al., 1980). Sel yang diinfeksi oleh virus akan berisi tidak kurang dari 15 polipeptida yang bukan dari virion (MISRA et al., 1981). Gen dari beberapa nukleotida ini termasuk didalamnya BHV-1 glikoprotein B atau gI (Misra et al., 1988), BHV-1 gC atau gIII (FITZPATRICK et al., 1989), BHV-1 gD atau gIV (TIKOO et al., 1990) dan Thymidine Kinase (TK) (SMITH et al., 1990). Virion BHV-1 terdiri dari protein yang dikenal dengan VP8 (MISRA et al., 1981), VP7 (PASTORET et al., 1980) ataupun 107 K (MARSHALL et al., 1986). Berdasarkan komisi ekspor/impor dari International embryo transfer Society (IETS) (PHILLPOTT et al., 1993), Pedoman yang dikeluarkan oleh Office International Des Epizootiies (OIE) (ANONIMUS, 2000) serta European Economic Commission (EEC) (PHILLPOTT et al., 1993) ada beberapa penyakit kausa viral yang perlu diperhatikan dalam rangka mencegah masuknya penyakit-penyakit penting kedalam negeri dan mencegah terjadinya penolakan ekspor ternak atau produk ternak ke luar negeri. Penyakit tersebut antara lain adalah IBR. Penularan penyakit terjadi melalui alat reproduksi ataupun saluran pernafasan. Isolasi virus IBR di Indonesia dari kasus hewan yang mengalami stres buatan dan dari semen hewan asal Balai Inseminasi Buatan (Gambar 3) telah berhasil dilakukan oleh SUDARISMAN et al.,(2002). Akan tetapi virus ini belum dipelajari sifat-sifatnya. Dalam mendapatkan vaksin yang baik, perlu sekali dipelajari sifat-sifat dari virus dan kharakteristiknya. Untuk itu adanya isolat virus
BHV-1 asal kasus di Indonesia sangat memberikan harapan untuk dipelajari sehingga kemungkinan virus dapat digunakan sebagai bahan biologik, baik untuk vaksin maupun bahan diagnostic lainnya. Sebagai bahan pembuatan vaksin, perlu dipelajari beberapa kriteria antara lain, patogenitasnya, respons kekebalannya, protein profilling, dan deteksi kekebalannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari beberapa sifat-sifat biologik dari isolat virus dan protein profiling dari isolat yang ada. MATERI DAN METODE Virus dan biakan sel Strain Colorado sebagai galur standar yang digunakan berasal dari American Type Culture Collection. Pemurnian virus dilakukan dengan mempropagasi pada sel Madin-Darby bovine kidney (MDBK) dalam Dulbecco modified eagle minimal essential medium (DMEM) yang berisi 5% FCS (foetal calf serum). Sebelumnya sel dipropagasi pada 10% FCS. Virus isolat lapang yang digunakan ada empat isolat, yaitu isolat I (isolat 8072); isolat II (isolat 148093); isolat III (isolat BHV-1 Hid); dan isolat IV (isolatBHV-1 Vag.) dan diperlakukan sama seperti galur standar dalam rangka pemurnian dan propagasi. Untuk tujuan uji patogenitas, virus isolat lapang yang digunakan adalah virus yang telah murni dan dalam dosis 108 TCID 50 /10 ml. Pemurnian virus BHV-1 Virus ekstraselular dipanen dari biakan BHV-1 dari virus standard dan virus isolat lapang pada 48 jam paska infeksi dan dimurnikan dengan metoda seperti dalam pemurnian equine herpesvirus 1 (LAURENCE, 1986). Uji virus netralisasi Uji untuk netralisasi antibodi dilakukan dengan menggunakan plat biakan sel dengan 96 lubang seperti yang telah dilakukan oleh HOLLAND et al. (1983). Uji menggunakan 500
227
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pfu dari BHV-1 per lubang dari isolat standar dan isolat lapang. Sel yang digunakan adalah sel MDBK. Polyacrilamide agar gel electrophoresis (PAGE) Sampel untuk elektroforesis diendapkan dengan 10% trichloracetic acid pada 0°C. Endapannya diputar pada 5000 g selama 10 menit. Endapannya dilarutkan dalam aseton dan disentrifus lagi. Pellet dilarutkan dalam disruption buffer (62,5 mM Tris; 1,25% SDS; 12,5% glycerol; 0,001% bromphenol blue; 1,25% 2-mercaptoethanol, pH 6.8). Sehingga didapat konsentrasi protein 1 – 2 mg/ml. 25 – 50 µl sample dilalui pada elektroforesis dengan gradient 5 – 15% SDS polyacrilamide gel. Sampel di stack pada 60 Volt selama 20 menit. Lalu ditambah menjadi 100 volt hingga total menjadi 4 jam. Gel diwarnai dengan 0,2% commasie brilliant blue R-250 dalam 50% methanol dan 7% acetic acid pada temperature 40 – 50°C selama 2 – 3 jam. Destain dilakukan dengan 25% methanol dan 10% acetic acid pada suhu yang sama selama satu malam. Untuk mengetahui berat molekulnya, gunakan berat molekul standar (BioRad Lab., San Leandro, California USA). Immunoblotting dilaksanakan dengan melakukan transblot pada nitrocellulose paper dan immunoblotting menggunakan metoda westernblotting (WALKER, 1985). Uji patogenitas Dari 14 ekor sapi Bali yang digunakan, 12 ekor diinfeksi dan dibagi kedalam empat kelompok untuk diinfeksi. Sementara dua ekor sisanya untuk control. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor yang masingmasing diinfeksi dengan isolat I, II, III dan IV dengan dosis rata-rata 108 TCID50/10 ml secara intravena. Jumlah inokulum disesuaikan menurut metoda yang dipakai oleh KAASHOEK et al. (1996), yaitu 108 TCID50/10 ml. Pengamatan klinis dilakukan setiap hari setelah hewan diinfeksi hingga gejala klinis menghilang atau sampai hewan dinekropsi. Pengamatan klinis dilakukan berupa pengukuransuhu badan, frekuensi pernafasan/ menit, keadaan mukosa hidung, mukosa vulva
228
dan gejala klinis lainnya yang muncul. Pada hari keenam paska infeksi (PI), tiga ekor sapi (satu ekor sapi dari tiap perlakuan) dan satu ekor dari sapi kontrol dinekropsi. Untuk menimbulkan stress buatan, ROCK et al. (1992) menyarankan untuk menyuntik hewan yang diinfeksi IBR dengan deksametason. Sebanyak empat ekor sapi (satu dari masing-masing perlakuan) pada 60 – 64 hari PI diberi deksametason serbanyak 2 mg/ml (R/dexadreson, Intervet, The Netherland) dengan dosis 0 ml, secara intra muskular selama lima hari berturut-turut untuk menimbulkan stres buatan (WISEMAN et al., 1978). Sebanyak tiga ekor sapi menunjukkan gejala klinis IBR lima hari setelah pemberian deksametason, hingga hari ke 69 PI ketiga sapi tersebut dan satu sapi kontrol di nekropsi. Sisa sapi yang tidak menunjukkan gejala klinis IBR diamati sampai tiga bulan PI. Pengamatan patologis anatomis dilakukan pada saat hewan dinekropsi. Jenis sampel yang dikoleksi berupa: swab mukosa hidung dan vagina, organ limpoglandula, cuping hidung, nasal conchae, trachea, paru-paru, hati, limpa, usus, ginjal, testis, penis, vagina, dan uterus. Selain itu terhadap organ/jaringan yang mengalami perubahan dilakukan pemeriksaan histopatologik. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa dilakukan dengan menggunakan antigen kasar, yaitu antigen yang dibuat tanpa pemurnian dan pemekatan virus. Antigen yang digunakan berdasarkan hasil dari virus yang ditumbuhkan pada sel MDBK dan setelah 40 – 50% muncul CPE (Gambar 1) dan virus dipanen dengan cara membuang cairan dari media yang ada. Sesudah itu sel yang tersisa didalam flask dicuci dengan PBS tiga kali dan setelah itu PBS dibuang dan sel dilarutkan dengan disruption buffer untuk tujuan elektroforesis. Setelah didapat suspensi cairan, bahan siap untuk digunakan sebagai sample untuk tujuan protein profiling. Antigen yang digunakan adalah seluruh isolat virus yang ada, ditambah dengan sel normal dan sel yang diinfeksi oleh virus standar galur Colorado. Hasil menunjukkan dari gambaran immunoblotting, bahwa garis (band) yang muncul sesuai antara garis isolat-isolat lapang
6Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
VAKSIN
5
18/06/2002
Gambar 1. Gambaran cytopathic effect virus BHV-1 pada biakan sel yang menunjukkan untaian buah anggur pada pinggiran lubang yang telah hilang sel selapisnya (tanda panah}
yang ada dan isolat BHV-1 galur Colorado. Garis yang menonjol adalah garis yang mempunyai berat molekul 275.000 Dalton (VP1), 12.000 Dalton (VP6), 86.000 Dalton (VP 9), 83.000 Dalton (VP10), 54.000 Dalton (VP15) dan 53.000 Dalton (VP16) (Gambar 2). Hal ini pernah diutarakan oleh PASTORET et al. (1980) bahwasanya ia menemukan antigen BHV-1 dari isolat yang dimilikinya sebanyak 10 protein virus yang diklasifikasi sebagai VP1, VP6, VP9, VP 10, VP 11, VP 12, VP 13, VP 15, VP 16, dan VP 17. Sedangkan BOLTON et al. (1983) hanya menerangkan bahwa molekul protein dari BHV-1 yang dilarutkan dengan detergent mempunyai 33 molekul protein virion dan berat molekul yang dimiliki bervariasi antara 134.000 Dalton hingga 275.000 Dalton. PASTORET et al. (1980) menyatakan bahwa kecendrungan VP 12 dan VP 13 lebih mengarah kepada IPV disbanding kepada IBR dan VP 7 lebih mengarah kepada IBR. Sedangkan MISRA et al. (1981) menyatakan bahwa dari 25 – 33 struktur polipeptida yang dideteksi dari pemurnian virion, 11 darinya yang dilabel (3H) glucosamine terdapat 3 glycopeptida utama yaitu VP 6, VP 11 dan VP 16 dengan berat molekul berturut-turut 130.000, 74.000 dan 55.000 Dalton. Bila ditinjau dari hasil penelitian ini yang didapat dari isolat-isolat
lapang yang dimiliki, unsur yang disebut peneliti terakhir, yaitu glikopeptida dengan berat molekul 130.000, 74.000 dan 55.000 Dalton, terdapat juga dalam isolat lapang yang dimiliki dan hal ini juga terdapat pada BHV-1 galur Colorado (Gambar 1) yang diklasifikasikan PASTORET et al. (1980) sebagai VP 6 (120.000 Dalton), VP 10 (83.000 Dalton) dan VP 15 (54.000 Dalton). Pada tulisan MISRA et al., (1981) menyatakan ada perbedaan antara berat molekul yang dilalui 10% gel dan 7,5% gel. Sebagai contoh VP 9 pada 10% gel mempunyai berat molekul 77.600 Dalton, sedangkan pada 7,5% gel, berat molekulnya 82.000 Dalton. Hal ini berarti berat molekul diatas merupakan nilai estimasi yang dapat saja bergeser sedikit nilainya. MARSHALL et al. (1986) dan MAYFIELD et al. (1983) menerangkan bahwa VP 11 dan VP 16 ternyata mempunyai klasifikasi lain seperti yang diterangkan oleh MISRA et al. (1981), yaitu berkaitan dengan unsur disulfide. Seperti diketahui bahwa VP 6, VP 11 dan VP 16 berperan dalam aktifitas netralisasi dan yang mengakibatkan lisisnya sel yang terinfeksi (VAN DRUNEN LITTELLVANHURK et al. (1984). BOLTON et al. (1983) mengklasifikasikan virus polipeptida berdasarkan asalnya seperti yang digambarkan dalam Tabel 1.
229
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Gambar 2. Hasil immunoblotting dari isolat lapang virus IBR yang diisolasi dari sapi potong dan sapi perah di Indonesia Line 1: Kontrol sel MDBK normal; Line 2: Isolat I virus IBR (isolat 8072); Line 3: Isolat II virus IBR (isolat 148093); Line 4: Isolat III virus IBR(isolat BHV-1 Hid); Line 5: Isolat IV virus BR (isolat BHV-1 Vag); Line 6: Isolat virus BHV 1 standard galur Colorado; Line 7: Molecular weight marker
Respons klinis pada sapi yang diinfeksi dengan isolat I berupa demam tinggi sampai 41,5°C bermula pada hari pertama PI dan berlangsung selama sembilan hari. Selain itu hiperemi mukosa hidung dan vulva sangat menonjol yang disertai eksudat mucus dan jelas pada 4 – 21 hari PI. Pada mata eksudat serous terlihat pada hari 6 – 14 PI. Frekuensi nafas meningkat pada saat hewan demam. Semua gejala klinis pada penelitian ini juga terjadi pada sapi yang diinfeksi dengan isolat
II, III dan IV. Namun bervariasi pada derajat keparahannya. Setelah hari ke-21 PI gejala klinis menghilang. Pada hewan yang diberi deksametason gejala klinis muncul setelah dua hari pemberian deksametason dihentikan. Suhu badan meningkat hingga 39,8 – 40,1°C selama tiga hari dan terlihat ada ptekhia pada mukosa vulva. Kecuali pada sapi yang disuntik isolat III. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa isolat lapang tersebut merupakan isolat virus BHV-1 dengan patogenitas yang masih
Tabel 1. Klasifikasi protein virus BHV-1 yang berhubungan dengan virus utuh dan nucleocapsid Sumber protein
Komponen utama
Komponen antara
Komponen kecil
Protein envelope
VP 8 , VP 13
Tidak ada
Tidak ada
Protein yang berhubungan dengan envelope
VP 7, VP 21, VP 25, VP 31
VP 3, VP 11, VP 19, VP 24, VP 27
VP 2, VP 4, VP 5, VP 15, VP 16
Protein Nucleocapsid
VP 21, VP 25, VP 31
VP 17, VP 18, VP 20, VP 29, VP 30, VP 32, VP 33
VP 6, VP 22, VP 26, VP 28
Sumber: BOLTON (1983)
230
6Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Gambar 3. Sapi potong jenis Brahman Angus yang merupakan sumber asal isolat lapang virus IBR (isolat 148093) pada saat sampling menderita balanophostitis
beragam. Perubahan patologi anatomi yang dapat terdeteksi berupa perdarahan mukosa nasal conchae dan perdarahan mukosa vulva dan vagina, hiperemi mukosa trachea, pneumonia dan ptekhia pada usus halus dan usus besar. Pada kelompok yang diberi deksametason lesi patologi anatomi hanya terlihat padsa nasal conchae dan pneumonia ringan. Keseluruhan perubahan bila dibandingkan setelah hewan sembuh dan distress dengan deksametason ternyata perubahan tidak separah pada kejadian awal tanpa deksametason. Pemberian deksametason dosis tinggi menurut KAASHOEK et al., (1996) hanya berguna untuk reaktifitas virus (untuk keperluan isolasi virus) tetapi tidak dapat menimbulkan respons klinis dan patologis yang hebat. Hasil penelitian ROCK et al., (1992) terhadap sapi yang terinfeksi IBR dan diberi deksametason menunjukkan 80% dari sapi tersebut virus BHV-1 dapat diisolasi. KESIMPULAN Dari penelitian ini disimpulkan bahwa antigen virus isolat lapang yang telah diisolasi merupakan antigen dari virus BHV-1. Antigen yang bereaksi positif dengan serum lapangan adalah antigen dengan berat molekul 275.000
Dalton (VP 1), 120.000 Dalton (VP 6), 86. 000 Dalton (VP 9), 83.000 Dalton (VP 10), 54.000 Dalton (VP15) dan 53.000 Dalton (VP 16). Disamping itu, hasil diperkuat dengan hasil patogenitas isolat pada sapi Bali yang menunjukkan perubahan klinis dan patologis yang mengarah kepada kejadian IBR di lapangan dan sensitif terhadap reaksi stres dengan preparat kortison, berupa munculnya reaksi penyakit dengan bentuk gejala klinis penyakit. DAFTAR PUSTAKA BOLTON, D.C. Y.C. ZEE and A.A. ARDANS. 1983. Identification of envelope and nucleocapsid proteins of infectious bovine rhinotracheitis virus by SDS-polyacrilamide electrophoresis. Vet. Microb. 8: 57 – 68. FITPATRICK, D., L.A. BABIUK and T.J. ZAMB. 1988. Nucleotide sequence of bovine herpesvirus type I glycoprotein g III, a structural model as a new member of the immunoglobulin superfamily nd implications for the homologies glycoprotein of other herpesviruses. Virol. 173: 46 – 57. GIBBS E.P.J. and RWEYEMAMU. 1977. Bovine herpesviruses. Part I. Bovine Herpesviruses 1. Vet. Bull. 47(5): 317 – 343.
231
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
HOLLAND, C., R.M. SANDRI-GOLDIN, L.E. HOLLAND, S.D. MARLIN, M. LEVINE and J.C. GLORIOSO. 1983. Physical mapping of the mutation in an antigenic variant of herpes simplex virus type 1 by use of an immunoreactive plaque assay. J.Vir. 46: 649 – 652. JONES, C. 2000. Probing the genetics behind herpes virus’s silent threat. http://ard.un/edu/in/300/ enetics.html (2 Desember 2002) KAASHOEK, M.J., P.J. STRAVER, E.M.A. VAN ROY, J. QUACK and J.T. VAN OIRSCHOT. 996. Virulence, immunogenicity and reactivation of seven bovine herpesvirus 1.1. strain: Clinical and virological aspects. Vet.Rec. 139: 416 – 421. LAURENCE, W.C., R.C. DURSO, C.A. KUNDEL, J.C. WHITEBECK and L.J. BELLO. 1986. Map location of the gene for a 130.000 Dalton glycoprotein of bovine herpesvirus-1. J. ir. 60(2): 405 – 415. MARFIATININGSIH, S. 1982. Diagnosis Infectious Bovine Rhinotracheitis-Like Disease pada Sapi Bali di Lampung Tengah. Laporan Tahunan Balai Penyidikan Penyakit Hewan 976 – 1981. Direktorat Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian. MARSHALL, R.L., L.L. RODRIGUEZ, G.J. LETCHWORTH III. 1986. Characterization of envelope proteins of infectious bovine rhinotracheitis virus (Bovine Herpesvirus 1) by biochemical and immunological methods. J. Virol. 57 (3): 745 – 753. MAYFIELD,J.E., P.J. GOOD and H.J. VAN OORT. 1983. Clonning and cleavage site mapping of DNA from Bovine Herpesvirus-1 (Cooper strain). J. Vet. MISRA, V., R.M. BLUMENTHAL and L.A. BABIUK. 1981. Protein specified by bovine herpesvirus type (Infectious Bovine Rhinotracheitis Virus). J. Virol. 40: 367 – 378. NOOR, M.A.R., S.I. SITEPI, M.Z. ZAMI, A. SURYADI and A. PERANGINANGIN. 1983. Penyidikan Serologi Penyakit Infectious Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi di Beberapa Kabupaten di Sumatera Utara. Laporan Tahunan 1981 – 1982. Direktorat Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian. PASTORET, P.P., G. BURTONBOY, A.A. STIEN, M. GODARD, M.E. LAMI and F. SCHOENAERS. 1980. Comparison between strains of IBR (bovid herpesvirus 1) from respiratory and genital origins, using polyacrilamide gel electrophoresis of structural proteins. Vet. Microb. 5: 187 – 194.
232
ROCK, D., J. LOCKENSGARD, T. LEWIS, and G. KUTISH. 1992. Characterization of dexamethazone-induced reactivation of latent bovine herpesvirus 1 J. Virol. 66: 2484 – 2490. SAROSA, A. 1985. Kajian prevalensi serologi penyakit infectious bovine rhinotracheitis pada sapi dan kerbau di beberapa daerah di Indonesia. Tesis S2. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. SMITH, G.A., P.L. YOUNG and J.S. MATTICK. 1990. The location and nucleotide sequence of the thymidine kinase gene of bovine herpesvirus type 1.2. J. Gen. Virol. 71: 2417 – 2424. SUDARISMAN. 1992. Studi Epidemiologi dan Isolasi Agen Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis pada Sapi Perah di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian 1992 – 1993. Balai Penelitian Veteriner. SUDARISMAN dan R. INDRIANI. 2002. Isolasi virus BHV-1 (Bovine Herpes Virus-1) dari material straw semen sapi asal Balai Inseminasi Buatan. In Press. TIKO, S.K., D.R. FITZPATRICK, L.A. BABIUK and T.J. ZAMB. 1990. Molecular cloning, sequenceing, and expression of functional bovine herpesvirus 1 glycoprotein g IV in transfected bovine cells. J. Virol. 64: 5132 – 5142. VAN DRUNEN LTTLE-DEN HURK, S., J.V. VAN DEN HURK, J.E. GILLCHRIST, V. MISRA and L.A. BABIUK. 1984. Interactions of monoclonal antibodies and bovine herpesvirus type- 1 (BHV-1) glycoproteins: Characterization of their biochemical and immunological properties. Virol. 160: 466 – 479. WALKER, P. 1985. The development of molecular virology at Balitvet (Consultancy report). Queensland Departement of Primary Industries. Animal Research Institute. WISEMAN, A., P.M. MISOLLA, I.E. SELMAN, E.M. ALLAN, H.J.C. CORNWELL, H.M. PIRIE and W.S. IMRAY. 1978. An acute severe outbreak of infectious bovine rhinotracheitis: Clinical, epidemiological microbiological and pathological aspects. Vet. Rec. 103: 391 – 397. WIYONO, A., P. RONOHARDJO, R.J. GRAYDON dan P.W. DANIELS. 1989. Diare Ganas sapi: 1. Kejadian penyakit pada sapi Bali bibit asal Sulawesi Selatan yang baru tiba di Kalimantan Barat. Penyakit Hewan 21(38): 77 – 83.