DETEKSI DAN IDENTIFIKASI GEN cry4 PADA ISOLAT Bacillus thuringiensis DAERAH BOGOR DAN SEKITARNYA
NI PUTU AYU SARASWATI
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK NI PUTU AYU SARASWATI. Deteksi dan Identifikasi Gen cry4 pada Isolat Bacillus thuringiensis Daerah Bogor dan Sekitarnya. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan EDDY JUSUF. Dalam penelitian ini, diidentifikasi isolat B. thuringiensis yang bersifat toksik terhadap nyamuk, terutama Aedes aegypti. Isolat B. thuringiensis diperoleh dari tanah dan bangkai larva di daerah Bogor dan sekitarnya. Galur pembanding yang digunakan adalah B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567. Isolat B. thuringiensis beserta galur pembanding dianalisis dengan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi keberadaan gen cry4. Gen cry4 merupakan gen penyandi protein Cry4. Protein ini bersifat toksik spesifik terhadap nyamuk. DNA genom untuk template PCR, baik pada isolat B. thuringiensis maupun galur pembanding, diperoleh dengan menggunakan metode freeze-thawing sederhana. Penentuan suhu annealing optimum pada tiga pasang primer spesifik yang digunakan dilakukan dengan menggunakan galur pembanding sebagai template pada teknik PCR dengan berbagai suhu annealing. Berdasarkan penentuan suhu annealing optimum, hanya primer Cry4B4 yang menghasilkan amplikon, yaitu sebesar 1951 bp, pada suhu annealing optimum 45 °C. Keberadaan gen cry4 pada isolat B. thuringiensis kemudian dideteksi dengan teknik PCR menggunakan primer Cry4B4 pada suhu annealing optimum. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada amplikon yang dihasilkan ketika dilakukan PCR dengan primer Cry4B4 pada isolat B. thuringiensis.
ABSTRACT NI PUTU AYU SARASWATI. Detection and Identification of cry4 Genes in Bacillus thuringiensis Isolates from Bogor and Its Surrounding Areas. Under the direction of LAKSMI AMBARSARI and EDDY JUSUF. Through this research, B. thuringiensis isolates had been identified as toxic producer for mosquitos, especially Aedes aegypti. Unidentified B. thuringiensis isolates are taken from ground and insect cadavers in Bogor and its surrounding areas. B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567 was used as known strain. B. thuringiensis isolates as well as known strain were analyzed by polymerase chain reaction (PCR) methode for sensing cry4 genes existance. This genes are encodes Cry4 protein. Cry4 protein has spesific toxic characteristic for mosquitos. Genomic DNA for template PCR were obtained by using simple freeze-thawing methode. Determining optimum annealing temperature of the three pairs spesific primers was done by using known strain as template on PCR technique at various annealing temperatures. Based on optimum annealing temperature determined, only Cry4B4 primers gave amplicon (1951 bp) at 45 °C. Later on, cry4 genes existance in unidentified isolates was detected by PCR technique using Cry4B4 primers at optimum annealing temperature. Result showed that no amplicon was given when PCR was done by Cry4B4 primers within unidentified isolates.
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI GEN cry4 PADA ISOLAT Bacillus thuringiensis DAERAH BOGOR DAN SEKITARNYA
NI PUTU AYU SARASWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Skripsi : Deteksi dan Identifikasi Gen cry4 pada Isolat Bacillus thuringiensis Daerah Bogor dan Sekitarnya Nama : Ni Putu Ayu Saraswati NIM : G44103027
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Laksmi Ambarsari, M.Si Ketua
Drs. Eddy Jusuf, DES Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah berjudul Deteksi dan Identifikasi Gen cry4 pada Isolat Bacillus thuringiensis Daerah Bogor dan Sekitarnya merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai dari bulan Februari hingga Juli 2007 di Laboratorium Rekayasa Mikrob dan Genetika, Bidang Biologi Molekular dan Mikrob, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Penulis telah melibatkan berbagai pihak, baik dalam proses kegiatan penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Laksmi Ambarsari, M.Si serta Drs. Eddy Yusuf, DES selaku komisi pembimbing, Mbak Neneng, Mas Ridwan, Mbak Yuli, Isra, Andika, Wurian, dan seluruh staf dan peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI atas bimbingan dan kerja samanya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mama, Papa, Nde, serta Wisnu Herlambang atas kasih sayang, doa, dan dukungannya; serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2007
Ni Putu Ayu Saraswati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 Desember 1985 dari pasangan I Nyoman Suparta dan Ati Suliyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Fisik pada tahun ajaran 2006/2007. Pada tahun 2006, penulis mengikuti Praktik Kerja Lapang di Laboratorium Rekayasa Mikrob dan Genetika, Bidang Biologi Molekular dan Mikrob, Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Penulis juga mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun ajaran 2005/2006 dan tahun ajaran 2006/2007. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi staf Departemen Pengabdian pada Masyarakat Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) periode 2003/2004. Selain itu, penulis juga menjadi Dewan Pengawas Community Research and Education of Biochemist (CREBs) periode 2005/2006.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ix
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Bacillus thuringiensis ............................................................................... Gen cry .................................................................................................... Demam Berdarah ..................................................................................... Polymerase Chain Reaction (PCR) ...........................................................
1 1 2 3 3
BAHAN DAN METODE ............................................................................ Bahan dan Alat ......................................................................................... Metode .....................................................................................................
3 3 4
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... Plasmid Hasil Induksi dengan Antibiotik .................................................. DNA Genom Hasil Ekstraksi ................................................................... Suhu Optimum Annealing ........................................................................ Hasil Amplifikasi Gen cry4Ba1 ................................................................
5 5 6 7 8
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
10
LAMPIRAN ................................................................................................
12
DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil uji antibiotik pada setiap isolat B. thuringiensis .................................
5
2 Konsentrasi dan kemurnian DNA genom hasil ekstraksi .............................
6
3 Komposisi pereaksi dalam reaksi ampifikasi ..............................................
7
4 Primer yang digunakan dalam reaksi PCR ..................................................
7
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Visualisasi Bacillus thuringiensis ..............................................................
2
2 Struktur molekul protein Cry .....................................................................
2
3 Tahapan reaksi PCR ..................................................................................
3
4 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Cry4B4 pada berbagai variasi suhu annealing ..........................................
8
5 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Cry4A2 pada berbagai variasi suhu annealing ..........................................
8
6 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Dip1A pada berbagai variasi suhu annealing ............................................
8
7 Elektroforegram fragmen DNA isolat-isolat B. thuringiensis dengan primer Cry4B4 ....................................................................................................
9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Strategi penelitian ....................................................................................
13
2 Tahapan induksi plasmid dengan antibiotik ..............................................
14
3 Tahapan ekstraksi DNA genom ................................................................
14
4 Daftar isolat B. thuringiensis yang digunakan beserta asalnya ..................
15
5 Pembagian jenis protein Cry .....................................................................
17
1
PENDAHULUAN Beberapa jenis serangga dapat menjadi vektor dalam menyebarkan virus atau bakteri penyebab penyakit berbahaya. Aedes aegypti adalah serangga vektor yang membawa virus penyebab penyakit demam berdarah. Sampai saat ini, Indonesia masih belum dapat menanggulangi masalah demam berdarah secara tuntas. Setiap tahun berpuluh-puluh kota di sebagian besar wilayah Indonesia terjangkit oleh penyakit ini, tidak terkecuali Bogor. Kasus demam berdarah bahkan telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di daerah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor oleh Gubernur Jawa Barat (Fikri 2007). Penanggulangan demam berdarah dengan melakukan fogging atau pengasapan seringkali kurang efektif. Selain menimbulkan pencemaran lingkungan, pengasapan hanya membunuh nyamuk-nyamuk dewasa. Jentik nyamuk tetap hidup dan akan berkembang menjadi nyamuk dewasa dalam waktu empat hari. Selain itu, pestisida kimiawi juga dapat menimbulkan resistensi pada serangga target. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan biopestisida yang ramah lingkungan dan dapat membunuh jentik nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang menghasilkan protein kristal yang bersifat toksik terhadap serangga dan nematoda selama masa sporulasi. Bentuk sediaan kuning bakteri ini, yang terdiri atas spora dan kristal, telah diaplikasikan sebagai pestisida biologis atau biopestisida untuk menghambat perkembangan seranggaserangga hama pertanian maupun nyamuk pembawa penyakit malaria dan demam berdarah (Ben-dov et al. 1997). Keunggulan dari penggunaan bakteri ini sebagai biopestisida antara lain protein yang dihasilkan oleh B. thuringiensis bersifat antiserangga spesifik dan disebut sebagai protein Cry (dari kata crystal) atau disebut juga dengan nama -endotoksin (Zeigler et al. 1999). Protein Cry hanya bersifat toksik terhadap jenis serangga tertentu dan tidak toksik terhadap serangga yang berguna maupun terhadap organisme lain. Selain itu, reproduksi dari bakteri ini tergolong mudah, yaitu dengan proses fermentasi untuk produksi biomassanya menggunakan bahan-bahan organik buangan atau limbah pertanian dan industri. Kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler telah mendorong para ilmuwan untuk mengisolasi kromosom ataupun plasmid
yang mengandung gen cry. Gen cry merupakan sekuens DNA pembawa sandi pembentukan protein Cry. Kromosom ataupun plasmid yang mengandung gen cry ini dapat disisipkan pada alga sebagai pakan nyamuk sehingga alga transgenik tersebut dapat digunakan untuk membunuh jentik nyamuk. Berdasarkan perbedaan dalam untaian asam amino penyusunnya, telah diidentifikasikan lebih dari 300 macam protein kristal -endotoksin hingga tahun ini. Protein Cry yang bersifat toksik terhadap nyamuk adalah protein Cry4. Setiap jenis protein Cry bersifat toksik spesifik terhadap serangga atau nematoda tertentu sehingga diperlukan metode khusus untuk mendeteksi dan mengidentifikasi protein Cry sebelum protein Cry tersebut diaplikasikan. Salah satu cara untuk mengetahui tipe protein Cry pada suatu isolat B. thuringiensis adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Teknik PCR merupakan prosedur yang dapat menentukan keberadaan sekuens DNA target secara cepat. Identifikasi diperoleh dengan menggunakan primer yang spesifik untuk mengamplifikasi DNA yang diinginkan sehingga jenis gen cry (penyandi protein Cry) yang terkandung di dalam isolat dapat diketahui dan dapat diperkirakan daya spesifiknya terhadap serangga tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gen cry4 pada isolat-isolat B. thuringiensis secara cepat dan akurat dengan metode PCR. Hipotesis dari penelitian ini adalah isolatisolat B. thuringiensis yang diuji mengandung gen cry4 yang bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai isolat-isolat B. thuringiensis yang mengandung gen cry4 sehingga isolat tersebut dapat digunakan lebih lanjut, baik untuk keperluan rekayasa genetik maupun sebagai biopestisida.
TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis adalah bakteri tanah yang bersifat Gram-positif. B. thuringiensis dapat diisolasi dari tanah, bangkai serangga, dan permukaan daun (Schnepf et al. 1998). Visualisasi bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 1. Ciri khas bakteri ini, yang menjadikannya sumber utama biopestisida, adalah kemampuannya mem-produksi kristal
2
protein -endotoksin, disebut juga protein Cry, yang bersifat toksik terhadap serangga tertentu. Serangga target harus memakan protein Cry ini agar protein Cry dapat menempel pada protein reseptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan protein ini akan melumpuhkan sistem pencernaan melalui pembentukan lubang pada usus sehingga sel lisis. Adanya kerusakan pada epitel usus menyebabkan serangga target akan mati karena kelaparan. Protein Cry yang dihasilkan oleh B. thuringiensis bersifat spesifik terhadap serangga target dan tidak berbahaya bagi serangga yang berguna, misalnya lebah madu. Protein ini bersifat spesifik karena diproduksi dalam bentuk protoksin dan hanya aktif pada kondisi tertentu. Daya spesifik dari toksin ini berdasarkan kelarutannya pada usus serangga kemudian mengaktifkan protoksin menjadi toksin (Broderick et al. 2006). Sifat spesifik dari protein Cry juga dipengaruhi oleh reseptor pada usus serangga target. Protein Cry akan berikatan dengan reseptor khusus pada usus serangga. Perbedaan reseptor di antara berbagai jenis serangga membuat protein Cry memiliki spesifitas yang tinggi. Manusia dan hewan vertebrata lain tidak memiliki reseptor ini dalam tubuhnya sehingga toksin protein Cry tidak membahayakan manusia. Karakterisasi protein Cry dari setiap isolat B. thuringiensis mutlak diperlukan karena serangga target dari setiap jenis protein Cry berbeda-beda. Identifikasi B. thuringiensis dengan bioassay berlangsung lama dan membutuhkan proses. Analisis Southern blot ataupun reaktivitas dengan berbagai antibodi monoklonal banyak menghabiskan waktu dan biaya. Cara terbaru mengidentifikasi protein Cry pada B. thuringiensis melalui metode PCR untuk mengidentifikasi gen cry-nya.
Gambar 1 Visualisasi Bacillus thuringiensis. (Sumber: http://www.dmu.dk/foralle/Bakter ier/Bakterier+i+jordbrugets+tjenes te/Mikrobiologiske+bek%C3%A6 mpelsesmidler.htm)
Gen cry Gen yang mengendalikan protein cry disebut gen cry. Gen cry dapat berada pada plasmid, kromosom, atau keduanya. Klasifikasi terbaru mengenai pembagian jenis gen cry dibuat oleh Dr. D.R. Zeigler dari Departement Biochemistry, The Ohio State University USA. Spesies bakteri ini dibedakan menjadi 68 subspesies dengan istilah serovar yang ditentukan berdasarkan perbedaan sifat antigen flagella-nya. Setiap subspesies ini dibedakan lagi berdasarkan perbedaan sifat protein Cry, toksisitas maupun karakter genetik lainnya dengan istilah strain (galur). Setiap galur memiliki toksisitas yang spesifik dengan serangga target yang spesifik pula (Zeigler et al. 1999). Setiap jenis protein memiliki nama gen sesuai dengan nama proteinnya, misalnya untuk penyandi protein Cry4Aa adalah gen cry4Aa. Gambar 2 menunjukkan salah satu struktur molekul protein Cry. Ekspresi gen cry dapat tergantung pada sporulasi maupun tidak. Ekspresi gen cry yang tergantung pada sporulasi dikontrol oleh succesive activation of sigma factor ( ). Sporulasi dikontrol oleh A yang berikatan dengan RNA polimerase. Contoh gen cry yang berekspresi dengan cara ini adalah cry1Aa, cry1Ba, cry2Aa, cry4Aa, cry4Ba, cry11Aa, cry15Aa, dan cry18Aa. Ekspresi gen cry yang tidak bergantung pada sporulasi ditemukan pada gen cry3Aa dari subsp. tenebrionis. Gen cry4 memiliki daya toksik terhadap larva nyamuk dan lalat hitam. Gen cry4 terbagi menjadi empat tipe, yaitu cry4A, cry4B, cry4C, dan cry4D. Gen cry4A dan cry4B menyandi protein Cry4A dan Cry4B dengan bobot molekul 130 kDa. Protein Cry4A bersifat toksik terhadap Anopheles stephensi, Aedes aegypti, dan Culex pipiens sedangkan protein Cry4B bersifat toksik terhadap Aedes aegypti (Bulla et al. 1991).
Gambar 2 Struktur molekul protein Cry. (Sumber:http://www.bt.ucsd.edu /what_is_crystal.html)
3
Demam Berdarah Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang umumnya menyerang pada musim panas dan musim hujan. Virus tersebut menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan. Penanganan demam berdarah di Indonesia belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari angka penderita yang signifikan. Setiap tahun, puluhan orang di Indonesia meninggal karena demam berdarah. Bogor dan Jakarta merupakan daerah yang tidak pernah luput dari serangan demam berdarah. Kasus demam berdarah pada kedua daerah ini hampir setiap tahun dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Kompas (2007) menyebutkan bahwa penderita demam berdarah di Jakarta mencapai 2022 orang sedangkan di daerah Bogor berjumlah 453 orang, dengan 14 orang di antaranya meninggal. Pikiran Rakyat (2006) melaporkan hampir 75% daerah Bogor terjangkit penyakit ini. Tingginya angka penderita demam berdarah di Jakarta dan banyaknya korban yang meninggal akibat penyakit ini di daerah Bogor menunjukkan diperlukannya metode baru untuk mengatasi masalah tersebut. Polymerase Chain Reaction (PCR) Reaksi PCR pertama kali diperkenalkan oleh Kary Mullis pada tahun 1983. Teknik ini merupakan teknik penggandaan molekul DNA secara in vitro melibatkan penggunaan primer, yaitu bagian kecil dari pasangan komplementer DNA yang akan disintesis dan DNA polimerase yang tahan panas. Teknik PCR sangat sensitif, dapat menggandakan sampai lebih dari sejuta kali sehingga dapat menghasilkan DNA dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, teknik ini hanya membutuhkan DNA template dalam jumlah kecil (Jones 2003). Reaksi PCR berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer), dan elongation (pemanjangan nukleotida). Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Teknik PCR membutuhkan komponen-komponen pereaksi, yaitu Taq DNA polimerase, dNTP, DNA template, oligonukleotida primer, dan larutan bufer. Taq DNA polimerase merupakan enzim tahan panas yang diisolasi dari bakteri termofilik Thermus aquaticus.
Gambar 3
Tahapan reaksi PCR. (Sumber: http://www.britannica.com/eb/ar t-18071/The-three-step-processof-the-polymerase-chainreaction)
Metode PCR digunakan oleh penelitipeneliti di seluruh dunia untuk mendeteksi gen cry pada isolat-isolat B. thuringiensis di daerah mereka. Carozzi et al. (1991) menggunakan metode PCR untuk memprediksi aktifitas antiseranggga dari isolat-isolat B. thuringiensis yang diisolasi dari tanah dan bangkai serangga di Amerika Serikat sedangkan deteksi gen cry di daerah Spanyol dilakukan oleh Jua´rez-Pe´rez et al. (1997). Daerah Israel, Kazakhstan, dan Usbekistan merupakan daerah yang diteliti oleh Ben-Dov et al. (1997). Bravo et al. (1998) menggunakan PCR untuk melakukan karakterisasi terhadap gen cry pada isolatisolat B. thuringiensis di Mexico.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah bakto tripton, yeast extract, NaCl, 36 isolat B. thuringiensis yang diisolasi dari berbagai tempat di Bogor dan sekitarnya, B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567 sebagai galur pembanding dari Universitas Lausanne, ampisilin, kanamisin, tetrasiklin, asam nalidiksat, streptomisin, kloramfenikol, NaOH, bakto agar, larutan stok Tris-Cl 1 M, larutan stok EDTA 0,5 M, akuabides steril, larutan stok tris-base, asam borat, primer PCR, bufer reaksi PCR 10x, enzim Taq DNA polimerase, deoksinukleotida (dNTP), loading buffer, DNA marker, kontrol lambda dan kontrol primer, etidium bromida, dan agarosa. Alat-alat yang digunakan ialah Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri,
4
tabung mikro, gelas ukur, pipet Pasteur, labu takar, mikropipet, batang pengaduk, sudip, jarum ose, lemari pendingin, autoklaf, inkubator, vorteks, iluminator sinar ultra violet, sentrifus Heraeus Biofuge Fresco dengan rotor tetap #3324 jari-jari 5,5 cm, neraca analitik Sartorius, peralatan elektroforesis Pharmacia, pH meter Thermolyne, masker pelindung radiasi UV, spektrofotometer, mesin termocycler PCR, penangas air, kamera, dan film polaroid. Metode Pembuatan Media Luria Bertani (LB) Padat dengan Antibiotik Media LB dibuat dengan cara mencampurkan 5,00 g yeast extract, 10,00 g bakto tripton, dan 10,00 g NaCl dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 850 mL air destilata. Larutan diatur pH-nya hingga diperoleh pH 7 dengan menambahkan NaOH 5 N, ditambahkan 12,00 g agar, ditepatkan volumenya hingga 1 L, dan dikocok hingga larut. Media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 °C kemudian dibiarkan hingga mencapai suhu 45 °C, ditambahkan antibiotik, kemudian dituang ke cawan petri steril dan tabung reaksi steril untuk dibuat agar miring. Antibiotik yang digunakan adalah ampisilin 35 µg/mL, kanamisin 50 µg/mL, tetrasiklin 12,5 µg/mL, streptomisin 25 µg/mL, asam nalidiksat 20 µg/mL, dan kloramfenikol 30 µg/mL. Setiap cawan petri masing-masing diisi dengan satu jenis antibiotik. Penggunaan campuran antibiotik dilakukan apabila ada isolat yang memiliki resistensi lebih dari satu antibiotik. Induksi Plasmid dengan Antibiotik (Sambrook 1989) Biakan bakteri diambil sebanyak satu ose dari kultur stok, dibiakkan dalam cawan petri berisi media LB dengan metode gores. Biakan ini diinkubasi selama 24 jam, kemudian diamati dan koloni terkecilnya diambil dengan jarum ose untuk digoreskan kembali. Setiap isolat diuji dengan media yang mengandung antibiotik pada suhu 30 °C selama 16 jam, pengujian dilakukan tiga kali untuk setiap isolat. Isolat yang memiliki resistensi terhadap lebih dari satu antibiotik kemudian diujikan kembali dengan menggunakan campuran antibiotik yang dapat ditahan oleh isolat tersebut. Dosis antibiotik yang digunakan pada campuran ini sama dengan uji sebelumnya. Hasil uji antibiotik kemudian
digunakan untuk meremajakan setiap biakan bakteri, baik untuk stock culture maupun untuk working culture. Pembuatan Media Luria Bertani (LB) Cair dengan Antibiotik Media LB cair dibuat dengan cara mencampurkan 5,00 g yeast extract, 10,00 g bakto tripton, dan 10,00 g NaCl dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 850 mL air destilata. Larutan diatur pH-nya hingga mencapai 7, ditepatkan volumenya hingga 1 L, dan dikocok hingga larut. Media kemudian dituang ke dalam tabung reaksi, masingmasing sebanyak 5 mL. Media ini kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 °C, dibiarkan hingga mencapai suhu 45 °C, kemudian ditambahkan antibiotik. Ekstraksi DNA Prosedur ekstraksi DNA secara cepat diadaptasi dari berbagai teknik (Juarez-Perez et al. 1997, Frederiksen et al. 2006). Sebanyak 5 ml kultur B. thuringiensis ditumbuhkan selama 16 jam pada suhu 30 °C, dengan pengocokan 200 rpm, untuk dijadikan starter. Sebanyak 0,1 mL dari starter diinkubasi dalam 5 mL media LB selama 4 jam pada suhu 30 °C dengan pengocokan 200 rpm. Kultur tersebut kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 10000 rpm. Pelet yang diperoleh dicuci dengan akuabides, kemudian diresuspensi dengan 100 µL akuabides steril. Pemecahan sel dilakukan dengan cara melakukan inkubasi sebanyak dua siklus pada suhu 100 °C dan -5 °C masing-masing selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12000 rpm dan supernatan yang diperoleh digunakan sebagai DNA template pada reaksi PCR. Optimasi Suhu Annealing Setiap tabung mikro PCR diisi dengan 2,5 µL bufer reaksi PCR 10x, 2 U enzim Taq DNA polimerase, 200 µM untuk masingmasing dNTP, 0,4 µM untuk masing-masing primer, dan 1 µL DNA genom B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567 hasil ekstraksi. DNA genom hasil ekstraksi dari B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567 lalu diuji dengan beberapa primer. Larutan ini kemudian ditambah aquabides sampai volume reaksi menjadi 25 µL. Reaksi PCR dilakukan dengan suhu denaturasi 95 °C selama 1-2 menit, suhu annealing 45-55 °C selama 1 menit, dan suhu pemanjangan nukleotida 72 °C selama 1-2 menit. Reaksi PCR berlangsung
5
sebanyak 35 siklus. Amplikon hasil PCR dielektroforesis dengan 1% gel agarosa dalam bufer TBE, diwarnai dengan EtBr, kemudian divisualisasi. Suhu annealing yang dapat menghasilkan amplikon digunakan dalam reaksi selanjutnya. Identifikasi Gen cry4Ba1 Identifikasi dilakukan dengan teknik PCR. Setiap tabung mikro PCR diisi dengan 2,5 µL bufer reaksi PCR 10x, 2 U enzim Taq DNA polimerase, 200 nM untuk masing-masing dNTP, 0,4 µM untuk masing-masing primer, dan 1 µL DNA hasil isolasi. Larutan ini kemudian ditambah aquabides sampai volume reaksi menjadi 25 µL. Reaksi PCR dilakukan sesuai dengan kondisi yang sesuai menurut optimasi suhu annealing pada tahap sebelumnya. Amplikon hasil PCR dielektroforesis dengan 1% gel agarosa dalam bufer TBE, diwarnai dengan EtBr, kemudian divisualisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Plasmid Hasil Induksi dengan Antibiotik Bakteri yang terus-menerus diremajakan dalam media yang kaya nutrisi berpotensi untuk kehilangan plasmidnya. Plasmid, elemen ekstrakromosom dan menyandi metabolit sekunder, tidak diproduksi oleh bakteri karena bakteri tersebut berada dalam keadaan aman dan tidak memerlukan plasmid untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, B. thuringiensis ditumbuhkan dalam media yang ditambahkan antibiotik untuk menginduksi B. thuringiensis agar tetap mempertahankan plasmidnya. Keberadaan plasmid pada isolat-isolat B. thuringiensis sangat diperlukan karena sebagian besar gen cry yang akan dianalisis terdapat dalam plasmid walaupun ada beberapa galur yang terbukti memiliki gen cry yang terdapat dalam kromosomnya (Kronstad et al. 1983). Penambahan antibiotik dalam media akan membuat B. thuringiensis dalam keadaan tercekam sehingga bakteri tersebut akan membutuhkan suatu bentuk pertahanan untuk tetap hidup dan berkembang. Cara pertahanan tersebut adalah dengan memproduksi plasmid yang mengandung gen-gen yang resisten terhadap antibiotik. Diharapkan plasmidplasmid hasil induksi ini adalah plasmidplasmid yang membawa gen cry sehingga gen cry tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan teknik PCR.
Tabel 1 menunjukkan hasil induksi antibiotik terhadap isolat-isolat B. thuringiensis. Semua isolat dan galur pembanding HD-567 memiliki resistensi terhadap ampisilin. Hanya ada empat isolat yang memiliki resistensi terhadap ampisilin dan tetrasiklin, yaitu 3l, 3n, 16g, dan 22g. Isolat 31e, 37-t3, dan 42g memiliki resistensi terhadap ampisilin dan streptomisin. Tidak ada isolat yang memiliki resistensi terhadap kloramfenikol, asam nalidiksat, dan kanamisin. Tabel 1 Hasil uji antibiotik B. thuringiensis (Herlambang W, 9 Mei 2007, komunikasi pribadi) No.
Isolat B. thuringiensis
1. 3a 2. 3l 3. 3n 4. 4q 5. 5k 6. 6c 7. 6l 8. 7e 9. 7i 10. 8c 11. 9g 12. 10h 13. 16g 14. 16j 15. 21f 16. 22g 17. 22p 18. 29h 19. 31a 20. 31e 21. 31t 22. 31x 23. 32g 24. 32n 25. 35r 26. 37-t1 27. 37-t3 28. 40a 29. 40g 30. 40h 31. 40i 32. 42g 33. 42k 34. 42t 35. 50l 36. Dd 37. HD-567 Keterangan: Ap = Ampisilin, Sm = Streptomisin
Resistensi Antibiotik Ap Ap, Tc Ap, Tc Ap Ap Ap Ap Ap Ap Ap Ap Ap Ap, Tc Ap Ap Ap, Tc Ap Ap Ap Ap, Sm Ap Ap Ap Ap Ap Ap Ap, Sm Ap Ap Ap Ap Ap, Sm Ap Ap Ap Ap Ap Tc = Tetrasiklin
6
Adanya resistensi antibiotik pada isolatisolat B. thuringiensis dan galur pembanding HD-567 menunjukkan bahwa bakteri-bakteri tersebut mengandung gen resisten terhadap antibiotik. Jusuf (2001) menyebutkan bahwa gen-gen resistensi terhadap antibiotik terdapat pada transposon yang sebagian besar terdapat pada plasmid. Gen-gen tersebut membuat isolat-isolat B. thuringiensis tidak terhambat pertumbuhannya pada media yang mengandung antibiotik. Cara kerja gen resisten terhadap antibiotik ini disebabkan karena satu dari tiga mekanisme berikut, yaitu dengan mengubah daerah target interaksi antibiotik, mencegah masuknya antibiotik ke dalam sel, atau menghasilkan enzim yang memodifikasi atau menginaktifkan antibiotik (Rodriguez & Tait 1983). DNA Genom Hasil Ekstraksi Gen cry yang akan dianalisis dengan PCR dapat berada pada plasmid ataupun pada kromosom sehingga DNA template yang akan digunakan pada reaksi PCR harus mengandung keduanya, baik DNA plasmid maupun DNA kromosom. Oleh karena itu, ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi DNA genom atau DNA total sehingga DNA plasmid dan DNA kromosom dapat terekstrak dan dapat digunakan sebagai DNA template pada reaksi PCR. Ekstraksi DNA genom dilakukan dengan menggunakan metode cepat yang diadaptasi dari Juarez-Perez et al. (1997) dan Frederiksen et al. (2006). Perlakuan fisik dengan suhu panas dan dingin secara berulang akan menyebabkan sel bakteri lisis dan komponen protein terdenaturasi sehingga DNA akan terlarut dalam supernatan ketika dilakukan sentrifugasi. Tabel 2 menunjukkan DNA genom hasil ekstraksi memiliki konsentrasi yang bervariasi, mulai dari 49,55 sampai dengan 138,25 ng/µL. Konsentrasi DNA genom yang diperoleh tersebut cukup memadai untuk digunakan sebagai DNA template pada reaksi PCR. Jumlah DNA template yang dibutuhkan dalam reaksi PCR hanya 10 ng per reaksi (Sambrook & Russel 2001). Oleh karena itu, 1 µL DNA genom hasil ekstraksi sudah memadai untuk digunakan dalam reaksi PCR. Kemurnian DNA dinilai dari perbandingan absorbansinya pada panjang gelombang 260 (mewakili konsentrasi DNA) dan panjang gelombang 280 (mewakili konsentrasi protein). DNA yang murni akan memiliki nilai perbandingan A260/ A280 sebesar 1,8-2,0
(Sambrook & Russel 2001). Kemurnian DNA genom hasil ekstraksi bervariasi mulai dari 0,867 sampai dengan 1,778. DNA genom hasil ekstraksi dari isolat 5k, 16j, dan 40i memiliki nilai kemurnian yang cukup tinggi, namun sebagian besar DNA genom hasil ekstraksi justru tidak memberikan hasil yang memuaskan (Tabel 2). Kemurnian DNA bukanlah hal yang paling penting dalam reaksi PCR. Reaksi PCR dapat tetap berlangsung walaupun DNA yang digunakan sebagai template tidak memiliki kemurnian yang tinggi. Yuwono (2006) bahkan menyebutkan bahwa reaksi PCR dapat tetap berlangsung dengan menggunakan sel bakteri utuh sebagai template. Tabel 2 Konsentrasi ekstrak DNA genom [DNA] Isolat A260 A280 A260/ (ng/µL) Bt A280 3a 1,191 1,161 1,026 59,55 3l 1,239 0,987 1,255 61,95 3n 1,311 1,192 1,099 65,55 4q 1,760 2,030 0,867 88,00 5k 1,885 1,060 1,778 94,25 6c 1,628 1,104 1,475 81,40 6l 2,475 2,310 1,071 123,75 7e 1,415 1,256 1,127 70,75 7i 1,395 1,260 1,107 69,75 8c 1,176 0,947 1,242 58,80 9g 1,418 1,235 1,148 70,90 10h 1,170 1,012 1,156 58,50 16g 2,706 2,475 1,093 135,30 16j 1,870 1,071 1,746 93,50 21f 1,217 1,034 1,177 60,85 22g 1,337 1,155 1,158 66,85 22p 1,239 1,078 1,149 61,95 29h 1,120 0,936 1,197 56,00 31a 0,992 0,850 1,140 49,60 31e 1,145 0,966 1,185 57,25 31t 1,121 0,958 1,170 56,05 31x 2,765 2,309 1,197 138,25 32g 1,025 0,907 1,130 51,25 32n 1,099 0,960 1,145 54,95 35r 0,991 0,743 1,334 49,55 37-t1 1,112 0,969 1,148 55,60 37-t3 1,276 1,012 1,261 63,80 40a 1,213 1,015 1,195 60,65 40g 1,765 1,345 1,312 88,25 40h 1,629 1,284 1,269 81,45 40i 1,865 1,076 1.733 93,25 42g 2,631 2,015 1,306 131,55 42k 2,545 2,163 1,177 127,25 42t 2,390 2,170 1,101 119,50 50l 2,450 2,302 1,064 122,50 Dd 1,353 1,290 1,049 67,65 HD567 1,151 0,995 1,157 57,55
7
Suhu Optimum Annealing Pereaksi-pereaksi PCR yang digunakan pada tahap optimasi suhu annealing beserta komposisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Volume total per reaksi adalah 25 µL. Ketepatan suhu yang digunakan dalam reaksi, terutama suhu annealing, merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan reaksi PCR. Suhu annealing sangat tergantung pada primer yang digunakan. Tabel 4 menunjukkan primer-primer yang digunakan dalam reaksi PCR beserta spesifikasinya. Secara teoritis, suhu annealing dapat ditentukan dengan menghitung Tm (temperature of melting) primer terlebih dahulu. Tm (°C) = 2(A+T) + 4(G+C) (A+T) adalah jumlah nukleotida adenin dan timin sedangkan (G+C) adalah jumlah nukleotida guanin dan sitosin dalam primer. Suhu annealing yang digunakan biasanya 210 °C di bawah Tm (Sambrook & Russel 2001). Penentuan suhu annealing tidak dapat berdasarkan perhitungan teoritis saja. Reaksi PCR sebaiknya dicoba pada berbagai suhu annealing sehingga akan diperoleh hasil yang optimal. Oleh karena itu, setiap primer Cry diuji pada berbagai suhu annealing untuk menentukan suhu annealing yang optimum pada setiap reaksi PCR. Suhu annealing yang optimum ditentukan dengan mengamplifikasi DNA genom galur pembanding HD-567 pada suhu 45 °C, 47 °C, 49 °C, 51 °C, dan 53 °C dengan berbagai primer Cry, seperti yang tertera pada Tabel 4 mulai dari primer nomor 1 sampai dengan primer nomor 3. Suhu annealing yang dapat menghasilkan amplikon digunakan sebagai suhu annealing pada reaksi PCR untuk mendeteksi gen cry pada isolatisolat B. thuringiensis.
Tabel 3 Komposisi pereaksi dalam reaksi ampifikasi [Pereaksi] Volume yang Pereaksi Stok dalam dipipet reaksi Taq Pol 5 U/ µL 2U 0,4 µL dATP 25 mM 200 µM 0,2 µL dTTP 25 mM 200 µM 0,2 µL dGTP 25 mM 200 µM 0,2 µL dCTP 25 mM 200 µM 0,2 µL Primer 5 mM 0,4 mM 0,2 µL forward Primer 5 mM 0,4 mM 0,2 µL reverse DNA 1,0 µL cetakan Bufer 10X 1X 2,5 µL PCR B. thuringiensis subsp. israelensis HD-567 digunakan sebagai galur pembanding karena galur komersil ini telah diketahui memiliki gen cry4 seperti yang telah dilaporkan oleh Carozzi et al. (1991). Sekuensing terhadap bakteri ini juga pernah dilakukan oleh Berry et al. (2002) dan bakteri ini diketahui memiliki gen cry4Aa, gen cry4Ba, gen cry11Aa, dan gen cyt. Gen-gen inilah yang berfungsi menyandi protein Cry yang bersifat toksik terhadap nyamuk. Oleh karena itu, galur ini seharusnya memberikan hasil yang positif ketika diuji dengan primer-primer yang tertera pada Tabel 4. Kontrol positif diujikan pada setiap reaksi untuk menandai bahwa suatu reaksi berlangsung dengan baik. Konsentrasi dari setiap pereaksi dan kondisi suhu PCR diperlakukan sama dengan sampel. Perbedaannya, DNA template yang digunakan pada kontrol positif adalah DNA lambda dan menggunakan kontrol primer. Spesifikasi kontrol primer dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Primer yang digunakan dalam reaksi PCR No.
1
Nama
Gen cry
primer
target
Cry 4B4 (F)
cry4Ba1
Cry 4B4 (R) 2 3
Cry 4A2 (F) Cry 4A2 (R) Dip1A (F) Dip1A (R) Kontrol (F) Kontrol (R)
cry4Aa1 cry4
-
%GC
Tm (°C)
GAGAACAGACCTAATCAACCAACT
41,67
68
GCGTGACATACCCATTTCCAGGTCC
78
GGGTATGGCACTCAACCCCACTT
56,00 56,52
GCGTGACATACCCATTTCCAGGTCC
56,00
CAAGCCGCAAATCTTGTGGA
50,00
78 60
ATGGCTTGTTTCGCTACATC
45,00
58
GGTTATCGAAATCAGCCACAGCGCC
56,00
78
GATGAGTTCGTGTCCGTACAACTGG
52,00
76
Sekuens (5’
3’)
72
Amplikon (bp) 1951
1529 796
500
8
Berdasarkan hasil percobaan, seperti terlihat pada Gambar 4, optimasi suhu annealing pada reaksi PCR dengan primer Cry4B4 dicapai pada suhu annealing 45 °C sedangkan pada suhu yang lainnya reaksi PCR tidak berlangsung. Hal ini ditandai dengan adanya amplikon sebesar 1951 bp (panah merah) pada suhu annealing 45 °C sedangkan pada suhu annealing lainnya tidak dihasilkan amplikon. Hasil optimasi suhu annealing pada primer Cry4A2, seperti terlihat pada Gambar 5, menunjukkan bahwa tidak ada amplikon yang dihasilkan. Demikian pula dengan optimasi suhu annealing pada primer Dip1A, yang juga tidak menghasilkan amplikon (Gambar 6). Walaupun suhu annealing yang digunakan masih di bawah Tm, masih terdapat kemungkinan suhu annealing yang digunakan kurang tepat sehingga tidak diperoleh amplikon pada kedua reaksi tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai suhu annealing optimum untuk kedua primer tersebut. Tidak dihasilkannya amplikon PCR juga dapat disebabkan galur tersebut telah mengalami mutasi pada sebagian daerahnya. Berry et al. (2002) menyebutkan bahwa lebih dari 23% gen dalam plasmid B. thuringiensis subsp. israelensis diapit oleh transposon, salah satu gen tersebut adalah gen cry4Aa1. Transposon merupakan elemen loncat yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada bakteri tersebut (Jusuf 2001).
Gambar 5 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Cry4A2 pada berbagai variasi suhu annealing.
Gambar 6 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Dip1A pada berbagai variasi suhu annealing.
Hasil Amplifikasi Gen cry4Ba1 Gambar 4 Elektroforegram fragmen DNA B. thuringiensis HD-567 dengan primer Cry4B4 pada berbagai variasi suhu annealing.
Tahap paling akhir dan paling penting adalah mendeteksi keberadaan gen cry4Ba1 pada isolat-isolat B. thuringiensis daerah Bogor dan sekitarnya. Gen cry4Ba1 adalah gen menyandi protein Cry4Ba1 yang toksik
9
terhadap Aedes aegypti. Semua sampel DNA genom dari isolat-isolat B. thuringiensis diamplifikasi dengan menggunakan primer Cry4B4 untuk mendeteksi keberadaan gen cry4Ba1 pada isolat-isolat tersebut. Isolatisolat tersebut adalah isolat-isolat yang diduga memiliki gen cry4. Pemilihan isolat dilakukan berdasarkan ukuran protein Cry yang dihasilkan pada masa sporulasi (Handayani 2006). Protein Cry4 memiliki ukuran sebesar 134 kDa. Ukuran protein Cry4 tersebut hampir sama dengan ukuran protein Cry1, yaitu sebesar 130-135 kDa. Oleh karena itu, isolat-isolat yang digunakan adalah isolatisolat yang memiliki protein berukuran 130135 kDa. Suhu annealing yang digunakan pada reaksi PCR tersebut adalah suhu annealing yang menghasilkan amplikon pada optimasi suhu annealing tahap sebelumnya, yaitu suhu 45 °C. Sampel DNA genom B. thuringiensis tidak diuji dengan menggunakan primer Dip1A dan primer Cry4A2. Hal ini tidak dilakukan karena pada tahap sebelumnya, yaitu optimasi suhu annealing, tidak didapatkan kondisi optimum yang dapat menyebabkan pembentukan amplikon pada reaksi dengan primer Dip1A dan primer Cry4A2. Prinsip dasar pendeteksian gen cry4Ba1 adalah sebagai berikut, sampel yang memiliki gen cry4Ba1 akan teramplifikasi dengan reaksi PCR dan terdeteksi sebagai pita amplikon ketika di-running dengan elektroforesis gel agarosa. Hal ini dapat terjadi karena primer Cry4B4 yang digunakan akan menempel pada gen target, yaitu gen cry4Ba1. Enzim Taq DNA polimerase kemudian akan mengkatalisis reaksi polimerasi, secara terusmenerus, sehingga akan didapatkan sejumlah besar DNA hasil amplifikasi pada tahap akhir reaksi. DNA dalam jumlah besar ini akan menumpuk pada satu tempat pada saat dilakukan elektroforesis dan ketika divisualisasi dengan UV akan terlihat sebagai pita amplikon. Panjang amplikon yang terbentuk adalah sejumlah nukleotida yamg terdapat di antara primer Cry 4B4 forward dan primer Cry 4B4 reverse, yaitu sebesar 1951 bp. Berdasarkan hasil percobaan, seperti yang terlihat pada Gambar 7, amplifikasi isolatisolat B. thuringiensis dengan primer Cry4B4 menunjukkan bahwa tidak ada isolat B. thuringiensis yang menghasilkan amplikon. Tidak terdapatnya amplikon PCR pada 36 isolat yang diuji menunjukkan bahwa kemungkinan tidak ada isolat B. thuringiensis
di daerah Bogor dan sekitarnya yang mengandung gen cry4Ba1. Tidak adanya gen cry4Ba1 menyebabkan isolat-isolat B. thuringiensis tersebut tidak dapat memproduksi protein Cry4Ba1 yang toksik terhadap Aedes aegypti. Dengan kata lain, isolat-isolat B. thuringiensis tersebut tidak dapat digunakan sebagai biopestisida untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah.
(a)
(b)
(c) Gambar 7
Elektroforegram fragmen DNA isolat-isolat B. thuringiensis dengan primer Cry4B4.
10
SIMPULAN DAN SARAN Metode ekstraksi DNA genom yang diadaptasi dari Juarez-Perez et al. (1997) dan Frederiksen et al. (2006) dapat digunakan untuk memperoleh DNA genom galur pambanding sebagai DNA template pada reaksi PCR. Tidak ada amplikon yang dihasilkan ketika dilakukan PCR dengan primer Cry4B4. Penelitian lebih lanjut mengenai gen cry yang terkandung dari setiap isolat dapat dilakukan agar isolat tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal. Ekstraksi DNA dengan metode lain dapat dilakukan untuk memperoleh DNA template. Selain itu, dapat dilakukan isolasi kembali dari tanah dan bangkai serangga yang memiliki kemungkinan lebih besar mengandung gen cry4.
thuringiensis strains by Polymerase Chain Reaction product profiles. Aem Asm 57:3057-3061. Debabov VG et al. 1984. Genetic and biochemical study of Bacillus thuringiensis. Di dalam: Ganesan AT dan James AH, editor. Genetics and Biotechnology of Bacilli. Orlando: Academic Pr. hlm 345-358. [Encyclopaedia Britannica]. 1998. Polymerase chain reaction: three-step process. http://www.britannica.com/eb/art18071/The-three-step-process-of-thepolymerase-chain-reaction [26 September 2006]. Fikri A. 2007. April-Maret puncak demam berdarah. http://www.tempointeraktif.com/ hg/nusa/jawamadura/2007/01/31/brk,20070 131-92267,id.html [20 Maret 2007].
DAFTAR PUSTAKA Ben-Dov E et al. 1997. Extended screening by PCR for seven cry-group genes from fieldcollected strains of Bacillus thuringiensis. Aem Asm 63:4883-4890. Berry et al. 2002. Complete sequence and organization of pBtoxis, the toxin-coding plasmid of Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. Aem Asm 68:5082-5095. Bravo et al. 1998. Characterization of cry genes in Mexican Bacillus thuringiensis strain collection. Aem Asm 64:4965-4972. Broderick NA, Raffa KF, Handelsman J. 2006. Midgut bacteria required for Bacillus thuringiensis insecticidal activity. PNAS 103: 15196-15199. Brown TA. 2003. Pengantar Kloning Gen. Soemiati AHP, editor. Yogyakarta: Essentia Medica. Terjemahan dari: Gene Cloning an Introduction. Bulla LA, Raymond KC, Faust RM. 1991. Mosquitocidal toxin gene of Bacillus thuringiensis subsp. israelensis. Di dalam: Karl Maramorosch, editor. Biotechnology for Biologycal Control of Pests and Vectors. New Jersey: CRC Pr. hlm 25-34. Carozzi NB et al. 1991. Prediction of insectisidal activity of Bacillus
Frederiksen K, Rosenquist H, Jørgensen K, Wilcks A. 2006. Occurrence of natural Bacillus thuringiensis contaminants and residues of Bacillus thuringiensis-based insecticides on fresh fruits and vegetables. Aem Asm 72:3435-3440. Handayani ES. 2006. Penyebaran protein Cry dan tipe gen penyandinya di wilayah Jabodetabek dan Sukabumi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jones NL. 2003. PCR: Principles, procedures, and parameters. Di dalam: Theophilus BDM, Ralpley R, editor. Methods in Molecular Biology: PCR Mutation Detection Protocols. Vol. 187. New Jersey: Humana Pr. hlm 37-46. Jua´rez-Pe´rez VM, Ferrandis MD, Frutos R. 1997. PCR-based approach for detection of novel Bacillus thuringiensis cry genes. Aem Asm 63:2997 3002. Jusuf M. 2001. Genetika I Struktur & Ekspresi Gen. Jakarta: Sagung Seto. [Kompas]. 2007. Korban DBD di Jakarta 1.752, delapan meninggal. http://www.kompas.com/kompas-cetak/ 0701/29/utama/3276647.htm [20 Maret 2007].
11
[Kompas]. 2007. Bogor KLB DBD korban meninggal di seluruh Indonesia 98 orang. http://www.kompas.com/kompascetak/0701/31/utama/3276891.htm [20 Maret 2007]. Kronstad JW, Schnepf HE, Whiteley HR. 1983. Diversity of location for Bacillus thuringiensis crystal protein genes. J Bacteriol. 160:95-102. Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. [Pikiran Rakyat]. 2006. 75% wilayah Bogor terancam DBD. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/032006/27/0320.ht m [20 Maret 2007]. Rodriguez RL, Tait RC. 1983. Recombinant DNA Techniques: An Introduction. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Rosso ML, Delecluse A. 1997. Contribution of the 65-Kilodalton protein encoded by the cloned gene cry19A to the mosquitocidal activity of Bacillus thuringiensis subsp. jegathesan. Aem Asm 63:4449-4455. Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Ed ke-3. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Schnepf et al. 1998. Bacillus thuringiensis and its pestisidal crystal protein. Microbiol. Moleculer Biol. 62:775-806. Suharsono S. 2000. Prinsip Amplifikasi DNA dengan PCR. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. [University of California]. 1999. Bacillus thuringiensis. http://www.bt.ucsd.edu/ what_is_crystal.html [13 Desember 2006]. Widiastuti H, Santoso D. 2001. Isolasi gen cry dari isolat lokal Bacillus thuringiensis toksik pengerek buah kakao dengan teknik PCR. J Mikrobiol Indon 6:50-53. Winding A, Hansen BM. 2001. Mikrobiologiske bekæmpelsesmidler. http://www.dmu.dk/foralle/Bakterier/Bakte
rier+i+jordbrugets+tjeneste/Mikrobiologisk e+bek%C3%A6mpelsesmidler.htm [25 Februari 2007]. Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Zeigler DR et al. 1999. Bacillus Genetic Stock Center Catalog of Strains, 7th Ed. Part 2: Bacillus thuringiensis & Bacillus cereus. Ohio: Ohio State Univ. Pr.
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Strategi penelitian
Isolat B. thuringiensis daerah Bogor dan sekitarnya Induksi antibiotik
Isolat dengan plasmid resisten antibiotik Ekstraksi DNA
DNA Genom Amplifikasi DNA spesifik dengan PCR
Gen Cry Elektroforesis Gel Agarosa
Pita amplikon PCR berukuran spesifik
14
Lampiran 2 Tahapan induksi plasmid dengan antibiotik o/n
Agar miring berisi isolat Bt
o/n
Agar petri LB dengan antibiotik
o/n
Agar petri LB dengan antibiotik
Agar petri LB dengan antibiotik
Isolat Bt berplasmid resisten antibiotik
Lampiran 3 Tahapan ekstraksi DNA genom 1 ose
0,1 mL o/n
Working culture
5 mL LB cair
100 µ L ddH2O
4 jam
5 mL LB cair
10000 rpm
Pelet biomassa 100 °C 10
Supernatan sbg DNA template
-5 °C 10 12000 rpm
15
Lampiran 4 Daftar isolat B. thuringiensis yang digunakan beserta asalnya No.
Isolat B. thuringiensis
Asal
1
3a
Tanah rerumputan-Cibining, Bogor
2
3l
Tanah rerumputan-Cibinong, Bogor
3
3n
Tanah rerumputan-Cibinong, Bogor
4
4q
Tanah di bawah pohon jambu-Cibinong, Bogor
5
5k
Tanah di bawah pohon jambu-Cibinong, Bogor
6
6c
Lumpur air selokan-Cibinong, Bogor
7
6l
Lumpur air selokan-Cibinong, Bogor
8
7e
Bangkai larva-Cibinong, Bogor
9
7i
Bangkai ulat-Cibinong, Bogor
10
8c
Tanah di bawah pohon-Muara Tawar, Bekasi
11
9g
Tanah sawah-Muara Tawar, Bekasi
12
10h
Tanah kering-Muara Tawar, Bekasi
13
16j
Tanah di sekitar Monas, Jakarta Pusat
14
16g
Tanah di sekitar Monas, Jakarta Pusat
15
21f
Tanah di bawah pohon-Lapangan Banteng, Jakarta
16
22g
Tanah di taman SMPN 5 Pasar Baru, Jakarta
17
22p
Tanah di halaman SMPN 5 Pasar Baru, Jakarta
18
29h
Tanah di halaman SMPN 5 Pasar Baru, Jakarta
19
31a
Tanah area perkemahan-Cisarua, Bogor
20
31e
Tanah area perkemahan-Cisarua, Bogor
21
31t
Tanah area perkemahan-Cisarua, Bogor
22
31x
Tanah area perkemahan-Cisarua, Bogor
23
32g
Tanah hutan lindung- Cisarua, Bogor
24
32n
Tanah hutan lindung- Cisarua, Bogor
25
35r
Tanah di bawah pohon-Bojong, Bekasi
26
37-t1
Daun Morinda citrifolia-Bojong, Bekasi
27
37-t3
Daun Morinda citrifolia-Bojong, Bekasi
28
40a
Tanah peternakan ayam-Bojong, Bekasi
29
40h
Tanah peternakan ayam-Bojong, Bekasi
16
Lanjutan lampiran 4... 30
40i
Tanah peternakan ayam-Bojong, Bekasi
31
40g
Tanah peternakan ayam-Bojong, Bekasi
32
42g
Tanah kosong-Cipayung, Jakarta
33
42k
Tanah kosong-Cipayung, Jakarta
34
42t
Tanah kosong-Cipayung, Jakarta
35
50l
Tanah perkampungan-Situgunung, Sukabumi
36
Dd
Tanah pinggir jalan-Pamijahan, Bogor
17
Lampiran 5 Pembagian jenis protein Cry (Zeigler 1999) Jenis protein Cry
Toksisitas spesifik
Cry1
Lepidoptera,Coleoptera
Cry2
Lepidoptera, Diptera
Cry3
Coleoptera
Cry4
Diptera
Cry5
Nematoda
Cry6
Nematoda
Cry7
Coleoptera
Cry8
Coleoptera
Cry9
Lepidoptera
Cry10
Diptera
Cry11
Diptera
Cry12
Nematoda
Cry13
Nematoda
Cry14
Nematoda, Coleoptera
Cry15
Lepidoptera
Cry16
Diptera
Cry19
Diptera
Cry20
Diptera
Cry21
Diptera
Cry22
Coleoptera
Cry23
Diptera