Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
DETEKSI CEPAT INSEKTISIDA KARBOFURAN (KARBAMAT) DALAM ISI RUMEN SAPI DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) (Rapid Detection of Carbofuran (Carbamate Insecticide) in Rumen Content by Thin Layer Chromatography (TLC)) YUNINGSIH Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT Carbofuran pesticide is commonly used as nematocide in paddy field. But improper use can cause residue in straw (animal feed) and damage reproductive process which lead to decreasing animal production. A rapid diagnosis of carbofuran poisoning with improved method for detection carbofuran residue in rumen content sample was developed. Improved method was conducted by spotting of rumen content petroleum extract (acidic) on thin layer chromatography (TLC silica gel F254) with developing solvent hexane-acetone (7 : 3) and using fast blue spraying solution (1%) and NaOH (20%). Validation method is conducted by adding of carbofuran standard to sample with concentration: 100, 200 and 400 ug in triplicate for each concentration for recovery method, then limit of detection (LOD) by spotting of carbofuran standard with concentration: 0.05 to 0.50 ug. The result showed that concentration of carbofuran in sample was detected comparing intensity of red -brownish color result in sample and carbofuran standard. Mean of recoveries were 116.6, 93.3 and 80.0%, as validation criteria for pesticide residue analysis: 70 – 120%. The improved method of carbofuran residue in rumen content was quite significant and LOD of carbofuran standard: 0.20 ug. Key Word: Carbofuran Residue Analysis, Rumen Content, TLC ABSTRAK Karbofuran sudah umum digunakan sebagai nematisida di lokasi pertanian (terutama padi), tetapi penggunaannya yang tidak sesuai dengan aturan akan menyebabkan residu dalam jerami (pakan ternak) yang dapat menyebabkan keracunan (kematian) pada ternak yang mengkonsumsinya dan mengakibatkan kerusakan sistim reproduksi sehingga dapat menghambat tingkat produksi peternakan. Untuk mengatasi kematian berkelanjutan, maka perlu diagnosa cepat keracunan karbofuran dengan cara mendeteksi karbofuran dalam sampel isi rumennya. Telah dicoba pengembangan metoda yang cepat dan mudah, dengan cara ekstraksi sampel dengan petroleum eter dengan kondisi pH: 5 – 6, kemudian hasil ekstrak dikeringkan dengan evaporator dan siap untuk ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis (silika gel F254) dengan perendaman dalam heksan-aseton (7 : 3) dan lakukan penyemprotan plat dengan larutan fast blue dan NaOH. Untuk validasi metoda dilakukan uji perolehan kembali, dengan cara penambahan 3 macam konsentrasi standar karbofuran:100, 200 dan 400 ug kedalam sampel isi rumen dengan 3 ulangan untuk masing-masing penambahan. Kemudian limit deteksi dilakukan penotolan larutan standar karbofuran pada plat mulai dari konsentrasi 0,05 sampai 0,5 ug. Perhitungan konsentrasi karbofuran dalam sampel dengan membandingkan hasil intensitas warna merah kecoklatan antara sampel dengan standar karbofuran. Hasil uji perolehan kembali menunjukkan rata- rata: 116,6, 93,3 dan 80% yang masuk dalam kisaran kriteria uji validasi pestisida (70 – 120%), maka pengembangan metoda analisis residu karbofuran dalam sampel isi rumen cukup baik dan limit deteksinya: 0,20 ug. Kata Kunci: Analisis Residu Karbofuran, Isi Rumen, KLT
PENDAHULUAN Pestisida sintetik menjadi masalah lingkungan di Indonesia, terutama pada tahun
248
1970 – pestisida program pertanian
1980, karena saat itu pemakaian yang berlebihan dengan adanya pemerintah dalam intensifikasi yang menyebabkan keracunan akut
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
dan kronis pada hewan dan manusia (RESOSUDARMO, 2001). Begitu juga di Vienna (Austria), pestisida sintetik ini menjadi problem dan berdasarkan tinjauan dari hasil pemeriksaan pestisida selama 6 tahun mulai tahun 1997 – 2003, menunjukkan 175 dari 380 hasil pemeriksaan menunjukkan positif terhadap pestisida, diantaranya insektisida karbamat (termasuk karbofuran) yang paling dominan yaitu sekitar 50,3%, kemudian rodentisida antikoagulan 18,9%, insektisida organofosfat 5,1%, rodentisda non antikoagulan 3,4% dan lainnya 22,3% termasuk moluskisida, herbisida dan sebagainya (WANG et al., 2003). Selanjutnya hasil pengamatan U.S. ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY (EPA) pada tahun 1989 melaporkan bahwa pestisida karbamat disamping dominan penggunannya juga sangat berbahaya, diperkirakan 1 sampai 2 juta burung tiap tahun dibunuh dengan insektisida karbamat terutama karbofuran. Maka pada bulan Agustus tahun 2006, U.S.EPA menyarankan karbofuran supaya ditarik dari peredarannya (NEWS dan REPORTS, 2007) Menurut OSWEILER et al. (1976), itik merupakan hewan yang paling sensitif terhadap karbofuran. Sebagai contoh kasus kematian itik di Indramayu (Jawa Barat) setelah digembalakan di sawah dan ternyata sampel organ hati dan air sawahnya menunjukkan positif insektisida karbamat karbofuran (TARMUDJI dan YUNINGSIH, 1985). Sementara menurut BEAUCHAMP et al. (1989) dan TEJADA et al. (1990) melaporkan bahwa pemakaian karbofuran dalam penanaman padi di sawah, akan mengakibatkan residu dalam jerami maupun butir padinya dalam bentuk metabolit: 3-hydroxy carbofuran, 3-keto carbofuran dan 3 bentuk metabolit phenolic, yaitu 3-hydroxy-7-phenol, 3-keto-7phenol dan 7-phenol. Toksisitas karbofuran pada mamalia cukup tinggi bila dikonsumsi melalui oral karena daya toksiknya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis karbamat lain dan sifatnya sama dengan insektisida organofosfat yaitu menghambat enzim kholinesterase (WINARNO, 1997; OSWEILER et al., 1976). Kemudian efek lain, dapat menyebabkan kerusakan adrenal dan sistem reproduksi pada burung Passer domesticus (WADHWA et al., 1991).
Dengan pemberian jerami secara terus menerus dan mengingat bahaya karbofuran terhadap ternak (ruminansia), maka perlu diagnosa cepat yaitu dengan cara analisis residu karbofuran dalam isi rumen menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). MATERI DAN METODE Metoda analisis karbofuran secara kromatografi lapis tipis (KLT). Sebagai bahan pemeriksaan adalah sampel isi rumen sapi yang berasal dari Rumah Potong Hewan, di Bogor. Tahapan pengembangan metoda KLT sebagai berikut: 1. Analisis residu karbofuran dalam sampel isi rumen dengan metoda menurut ANTONIOU et al. (1996), yaitu dengan cara mengekstraksi sampel isi rumen sebanyak 20 gram yang telah dikondisikan pH: 5 – 6 (penambahan etil asetat) dengan 100 ml petroleum eter dengan cara pengocokan (alat shaker) selama 30 menit. Saringan yang terbentuk dipisahkan dari endapannya dan diekstraksi kembali endapannya dengan 50 ml petroleum eter dengan cara yang sama seperti ekstraksi pertama. Satukan hasil saringan dari kedua ekstraksi tersebut dan keringkan dengan menggunakan alat evaporator, kemudian dilanjutkan penotolan pada plat KLT silika gel (F254) dengan volume sampel: 10 ul dan volume standar karbofuran: 0,5 ul dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian plat dikembangkan dalam larutan campuran heksan p.a: aseton p.a = 70 : 30, setelah kering plat disemprot berturut- turut dengan larutan fast blue 1% dalam etanol dan larutan NaOH 20%. 2. Uji validasi pengembangan metoda Untuk memperoleh ketepatan dari pengembangan metoda tersebut, maka dilakukan uji validasi, yaitu: • uji perolehan kembali dengan cara menambahkan larutan standar karbofuran dengan 3 macam konsentrasi yaitu 100ug, 200 ug dan 400 ug kedalam sampel isi rumen dan dilakukan 3 ulangan pemeriksaan untuk masing-masing penambahan (9 pemeriksaan) dan 1 pemeriksaan untuk blanko (tanpa penambahan standar)
249
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
dan lanjutkan ekstraksi seperti telah dilakukan pada sampel isi rumen. • penetapan limit deteksi dari standar karbofuran, dengan mencoba penotolan larutan standar pada plat KLT pada konsentrasi: 0,50, 0,20, 0,10, 0,05, 0,02 dan 0,01 ug, kemudian dilanjutkan pengembangan plat dengan heksanaseton dan penyemprotan seperti dilakukan pada sampel isi rumen.
heksan- aseton dan penyemprotan fast blue dan NaOH menunjukkan spot berwarna merah kecoklatan dengan intensitas berlainan yang tergantung tinggi-rendahnya konsentrasi karbofuran. Semakin tinggi intensitas warnanya, maka semakin tinggi konsentrasinya (Gambar 1 dan 2). Kemudian perhitungan konsentrasinya dengan cara membandingkan antara intensitas warna spot sampel dengan standar yang diketahui konsentrasinya (lihat Tabel 1).
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji perolehan kembali (validasi) Analisis residu karbofuran dalam sampel isi rumen: Karbofuran dapat dipisahkan dari sampel isi rumen dengan pelarut petroleum eter dan untuk menghindari terjadinya hidrolisis pada karbofuran, maka sampel harus dikondisikan pada pH: 5 – 6, (dengan etil asetat), karena pada pH = 7 karbofuran dihidrolisis menjadi karbofuran phenol (BAHADIR dan PFISTER, 1987), sehingga karbofuran sendiri tidak terdeteksi. Hasil pengamatan intensitas spot setelah pengembangan plat KLT (F254), dengan
Untuk penjajakan uji perolehan kembali dilakukan penambahan 50 ug standar kabofuran dan ternyata hasilnya menunjukkan rata-rata dibawah 50%. Maka dicoba lagi penambahan larutan standar karbofuran dengan konsentrasi 100 ug (kelipatan dari konsentrasi 50 ug) dan ternyata hasilnya rata-rata dari 3 ulangan: 116,6% (lihat Tabel 1) yang masuk kisaran kriteria uji validasi: 70 – 120% (FAO/IAEA,1999) dan cara perhitungan perolehan kembali dengan penambahan 100ug standar karbofuran tersebut:
Gambar 1.
250
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Gambar 2. 1, 2 dan 3: hasil penotolan ulangan pemeriksaan dari uji perolehan kembali dengan penambahan masingmasing 100, 200 dan 400 ug standar karbofuran
Hasil perolehan kembali dengan penambahan 200 ug dan 400 ug standar karbofuran cara perhitungan sama dengan di atas), masing-masing menunjukkan rata-rata 93,3 dan 80,0%.
1/3 x 0,5 ug x 700 ul/10 ul x 10 = 116,6 ug karbofuran 1/3 = hasil perbandingan intensitas warna 0,5ug = konsentrasi standar (0,5ul dengan konsentrasi 1000ppm) 700ul = pelarut yang ditambahkan pada ekstrak 10ul = volume penotolan sampel 10 = faktor pengenceran
(Tabel 1), juga masuk dalam kisaran kriteria uji validasi tersebut.
Tabel 1. Hasil uji perolehan kembali analisis residu karbofuran dalam isi rumen Penambahan standar karbofuran (ug)
Hasil perolehan kembali (ug)
Hasil perolehan kembali (%)
1
100
116,6
116,6
2
100
116,6
116,6
3
100
116,6
116,6
1
200
210
105,0
Ulangan ke-
2
200
140
70,0
3
200
210
105,0
1
400
300
75,0
2
400
360
90,0
3
400
300
75,0
-
-
-
Blanko
Rata- rata (%)
116,6
93,3
80,0 -
251
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Berdasarkan hasil pengamatan dari Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan nilai Rf berbeda, dari standar karbofuran dan sampel (uji perolehan kembali), hal ini disebabkan migrasi spot dalam pengembangan dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan uap dari pelarut dalam chamber (wadah). Seperti pada Gambar 1 lebih jenuh, sehingga lebih sempurna dalam pemisahan spotnya, sedangkan pada Gambar 2, kondisinya kurang jenuh, sehingga pemisahan tidak sebaik pada gambar 1, tetapi hal ini dapat diabaikan, yang terpenting diikuti spot larutan standar sebagai pembanding, sehingga diperoleh ketepatan dalam perhitungan. Berdasarkan pengamatan dari penambahan ketiga macam konsentrasi standar menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan standar semakin menurun dari hasil uji perolehan kembali, hal ini disebabkan ada batas level karbofuran yang terdeteksi, karena dalam metoda ini adanya pemakaian NaOH yang bersifat basa (pH > 7), untuk penyemprotan plat, sementara pada kondisi pH > 7 dapat mempercepat hidrolisis karbofuran menjadi metabolitnya (seperti telah disebutkan diatas), sehingga bentuk karbofuran sendiri tidak sempurna terdeteksi. Penetapan limit deteksi Setelah pengembangan dan penyemprotan plat dari hasil beberapa spot 0,5; 0,20; 0,1; 0,05; 0,02; dan 0,01ug ternyata konsentrasi karbofuran yang masih terdeteksi adalah 0,2 ug atau limit deteksinya 0,2 ug karbofuran dalam pengembangan metoda ini. Beberapa keuntungan dari penggunaan pengembangan metoda ini, yaitu: • Cukup murah biaya analisisnya, karena dibutuhkan bahan organik dalam jumlah sedikit baik untuk ekstraksi maupun untuk pengembangan plat. • Cukup mudah dalam tahapan ekstraksinya dan cara perhitungannya yang berdasarkan dari hasil pengamatan intensitas warna spot. • Pengamatan intensitas warna spot pada plat dilakukan secara visual, tanpa penggunaan lampu Ultra Violet, maka cukup mudah pengamatannya. • Cukup sensitif untuk mendiagnosa keracunan, karena limit deteksinya cukup kecil (0,2ug karbofuran), sementara level
252
•
toksik karbofuran pada ternak rata- rata lebih besar dari 1ug/g (diatas limit deteksi), kecuali hewan itik yang paling sensitif terhadap karbofuran (LD50 = 0,2 ug/g) (OSWEILER et al., 1976). Disamping untuk analisis residu karbofuran dalam sampel isi rumen, juga dapat dipergunakan untuk sampel hijauan dan jaringan organ (ANTONIOU et al., 1996), maka metoda cukup efektif. Sementara metoda dalam analisis residu pestisida umumnya selalu berbeda tergantung dari bentuk matriks sampel (fat, non fat). KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dari pengembangan metoda analisis residu karbofuran dengan cara KLT, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Rata-rata nilai uji perolehan kembali: 116,6, 93,3 dan 80,0%, masuk kisaran uji validasi pestisida (70 – 120%), maka pengembangan metoda analisis residu karbofuran dalam isi rumen cukup baik dan limit deteksinya adalah 0,2 ug karbofuran. 2. Pengembangan metoda analisis residu karbofuran cukup mudah, murah dan efektif. SARAN Sebaiknya dilakukan monitoring residu karbofuran dalam jerami (terutama pada padi perlakuan karbofuran), sehingga dapat mencegah akan terjadinya keracunan dan kerusakan pada sistim reproduksi yang dapat menghambat perkembangan peternakan DAFTAR PUSTAKA ANTONIOU, V., N. ZANTOPOULOS, D. SKARTSI, H. TSOUKALI and PAPADOPOULOU. 1996. Pesticide poisoning of Animal of Wild Fauna. Vet Human Toxicol. 38(3): 212 – 213. BAHADIR, M. and G. PFISTER. 1987. Uptake of carbofuran14 C by rice plants after root zone application as a controlled release formulation. Chemosphere. 16(6): 1273 – 1279.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
BEAUCHAMP, K., W. DAVED, W. LIU and E.J. KIKTA. 1989. Determination of carbofuran and Its Metabolites in Rice Paddy Water by Using Solid Phase Extraction and Liquid Chromatography. J. Assoc. Off Anal. Chem. 72(5): 845 – 847. FAO/IAEA. 1999. Report of the Joint FAO/IAEA Expert Consultion on Practical Procedures to validate Method Performance of Analysis of Pesticide and Veterinary Drug Residues, and Trace Organic Contaminats in Food. 8 – 11 Nov. 1999. Miskole, Hungry.
TARMUDJI dan YUNINGSIH. 1985. Kasus kematian itik gembala yang diduga keracunan pestisida carbofuran (Furadan) sebagai penyebab utamanya. Penyakit Hewan. 17(30): 35 – 40. TEJADA, A.W., S.M. F. CALUMPANG and E.D. MAGALLONA. 1990. The rate of carbofuran in rice- fish and livestock farming. Trop. Pest. Manage. 36(3): 237 – 243. WADHWA, V., P.P. BAKRE and V.P. BAKRE. 1991. Avian adrenal respons to Furadan SP 50. J. Environ. Biol. 12(1): 1 – 7.
NEWS and REPORTS. 2007. Pesticide Profilecarbofuran Bird Conservations Issues. http//www.abcbirds.org/pesticides/profiles/car bofuran.htm (5 November 2007).
WANG, Y., P. KRUZIK, A.HELSBERG and W. Rausch. 2003. Pesticide poisoning in domestic animals and livestock in Austria: 6 years retrospective study. Forensic Science International. 169: Issue 2 – 3, pp. 157 – 160.
OSWEILER, G.D., T.L. CARSON, W.B. BUCK and G.A. VAN GELDER. 1976. Organophosphorus and Carbamate insecticides. Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology. Kendall/ Hunt Pub. Co. pp. 298 – 299.
WINARNO, G.F. 1997. Residu Pestisida. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institute Pertanian Bogor. hlm. 219.
RESOSUDARMO, B.P. 2001. Pesticides and Policy. The Impact of the Integrated Pest Management Program on the Indonesian Economy. Graduate Program in Economics-Faculty of Economics. UI, Depok.
253