Rangkuman
Desentralisasi Fiskal dan Perdagangan antarProvinsi di Indonesia: Pendekatan Model Gravitasi Amalia Firdhauzy 2009-013-001
Abstraks Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Melalui pendekatan model gravitasi, penelitian ini memasukkan unsur economic size setiap provinsi dan jarak antarprovinsi sebagai hambatan perdagangan. Penelitian ini menggunakan metode estimasi OLS (Ordinary Least Squares) untuk periode waktu tahun 2001, 2006 dan 2011. Data yang menunjukkan arus perdagangan antarprovinsi menggunakan data MAT (Matriks Asal Tujuan) pergerakan arus barang moda transportasi darat yang diperoleh dari Dirjen Perhubungan Darat sebagai dependent variable dalam penelitian ini. Variable of interest menggunakan total dana perimbangan dengan akumulasi DAU, DAK dan DBH ataupun masing-masing kategori dana perimbangan secara terpisah. Control variable dalam penelitian ini memasukkan data infrastruktur sebagai saran penting dalam arus perdagangan domestik dan komunikasi sebagai penunjang terciptanya perdagangan domestik dan komunikasi sebagai penunjang terciptanya perdagangan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara arus perdagangan terhadap dana perimbangan secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal dapat mendukung terjadinya perdagangan antarprovinsi di Indonesia sebagai salah satu komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penelitian ini juga membuktikan bahwa infrastruktur yang memadai dapat mendukung terciptanya aktivitas perdagangan antarprovinsi. Untuk melihat dimensi regional provinsi, penelitian ini menggunakan dummy variable yang meliputi dummy pulau Jawa, dummy barat dan tengah berbasis pembagian waktu Indonesia, dummy provinsi kepulauan dan dummy dataran rendah. Penelitian ini membuktikan bahwa dana perimbangan secara merata tersebar di seluruh Indonesia dan mampu meningkatkan perdagangan antarprovinsi.
Keywords: Model Gravitasi, Desentralisasi Fiskal, MAT pergerakan arus barang.
PENDAHULUAN Sistem pemerintahan di Indonesia mengalami transisi dari sistem pemerintahan yang terpusat menjadi sistem pemerintahan yang terdesentralisasi sejak terbentuknya UU No 22 dan 25 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan. Mekanisme pemerintahan desentralisasi adalah diberikannya wewenang dan otoritas untuk mengatur dan mengurus sendiri apa yang menjadi urusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan publik. Proses desentralisasi fiskal menjadi komponen penting dengan adanya transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah menjadi lebih efektif. Transfer fiskal di Indonesia memiliki beberapa instrumen, diantaranya Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Instrumen fiskal tersebut dapat dikategorikan sebagai dana perimbangan. Mekanisme dari komponen dana perimbangan memiliki tujuan masing-masing yang menjadi prioritas dari dana transfer tersebut. Persentase transfer dana di setiap daerah juga berbeda, karena ditentukan berdasarkan kebutuhan masing-masing daerah. Oleh karena itu, indikator yang dapat menjelaskan kebutuhan setiap daerah menjadi penting dalam formula penetapan transfer fiskal. Aktivitas pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat dapat berjalan secara optimal dari seberapa besar transfer dana yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Sama halnya dengan penyediaan sarana dan prasarana dan Infrastruktur yang memadai dapat mendukung jalannya aktivitas perdagangan secara optimal. Sektor perdagangan menjadi salah satu faktor penting dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara. Perdagangan mampu menciptakan suatu lapangan kerja baru dan secara langsung mampu meningkatkan pendapatan yang menjadi dasar bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini yang menjadi dasar bagi penelitian ini untuk fokus terhadap pengaruh dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan dalam negeri di 33 provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan model gravitasi dengan periode waktu tahun 2001, 2006 dan 2011 dan metode estimasi yang digunakan adalah OLS (Ordinary Least Squares). Data yang menunjukkan arus perdagangan antarprovinsi pada penelitian ini menggunakan data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat. Data ini sangat mungkin belum mencerminkan volume arus barang yang sesungguhnya dengan mengingat masih ada moda moda transportasi barang dari kereta api, kapal laut dan pesawat terbang.
LANDASAN TEORITIS DAN EMPIRIS Desentralisasi Fiskal Proses sistem desentralisasi adalah memperkuat unit pemerintahan lokal dan pengambilan keputusan untuk otonomi, sumber daya dan otoritas dari level tertinggi hingga level terendah dalam pemerintahan (Bird, 1993; Falleti, 2004). Sistem pemerintahan yang
terdesentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana pemerintah daerah memiliki wewenang dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan di setiap wilayahnya sendiri. Pemerintahan yang terdesentralisasi tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa adanya alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, hal ini yang membuat desentralisasi fiskal menjadi komponen utama dalam sistem pemerintahan yang terdesentralisasi. Shah (2007) menjelaskan bahwa terdapat dua kategori transfer antar pemerintah, yaitu transfer untuk tujuan umum dan transfer untuk tujuan tertentu. Transfer untuk tujuan umum disediakan sebagai anggaran dasar dalam mempertahankan otonomi lokal dan dapat meningkatkan ekuitas interyuridiksional. Transfer untuk tujuan tertentu dimaksudkan dapat memberikan intensif bagi pemerintah dalam melaksanakan program atau kegiatan tertentu. Implementasi transfer fiskal di Indonesia lebih dikenal sebagai dana perimbangan. Dana perimbangan menjadi komponen yang penting bagi pemerintah daerah dalam menjalankan tanggung jawabnya untuk penyediaan layanan publik. Komponen dari dana perimbangan meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana bagi Hasil pajak dan sumber daya alam (DBH). Bodman et al (2009) melakukan penelitian pada faktor-faktor penentu desentralisasi fiskal dengan fokus terhadap dampak tingkat pendapatan pada tingkat desentralisasi fiskal. Proxy desentralisasi dalam model penelitian menggunakan data expenditure dan revenue subnasional sebagai variabel dependen. Variabel independen dalam model meliputi luas area, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, military expenditure dan perdagangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proxy desentralisasi memiliki hubungan yang positif terhadap luas area dan populasi, namun memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap perdagangan. Mayrowani (2006) dalam penelitiannya ingin melihat pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap industri perdagangan. Fokus pada hasil perdagangan untuk sektor pertanian, peneltian ini menemukan bahwa pemerintahan daerah setelah otonomi daerah hanya terfokus pada peningkatan PAD sebagai pendapat daerah melalui pajak dan retribusi daerah. Peraturan dan pungutan yang saling tumpah tindih mengakibatkan biaya perdagangan antarwilayah menjadi begitu besar. Model Gravitasi Model gravitasi telah digunakan oleh banyak peneliti untuk memperkirakan volume perdagangan bilateral sebagai fungsi dari dua komponen utama, ukuran ekonomi kedua negara dan jarak antar keduanya (Helpman et al, 2008). Asal mula model gravitasi menurut teori Newton juga dijelaskan oleh Head (2003) dengan mengacu pada formula di bawah ini: (1)
Yij merupakan arus dari asal wilayah i menuju wilayah j, dan Y menunjukkan total volume interaksi antara i dan j. Xi dan Xj relevan terhadap ukuran ekonomi dari kedua wilayah tersebut. D2ij adalah jarak untuk kedua wilayah i dan j yang sesuai dalam hukum Newton. Bentuk sederhana pada model gravitasi untuk perdagangan dapat juga diartikan sebagai volume interaksi antara dua mitra dagang, yaitu fungsi dari peningkatan pendapatan nasional dan fungsi penurunan jarak antara keduanya (Wall, 1999). Secara khusus dengan menggunakan Xi dan Xj untuk menunjukkan pendapatan nasional dan Dij untuk jarak (ditunjukkan juga dalam persamaan 1), arus barang dari wilayah i ke wilayah j dapat dinyatakan juga dalam bentuk log-linier, seperti persamaan berikut ini: (2) Penggunaan dummy variable dalam model gravitasi sangat umum digunakan oleh para peneliti. Dummy variable bertujuan untuk menangkap efek kedekatan, kesamaan budaya, sejarah seperti dijajah dengan koloni yang sama atau integrasi regional. Kessing dan Kalamova (2010) dalam penelitiannya mencoba untuk mempertimbangkan implikasi pemerintahan yang terdesentralisasi terhadap perdagangan intranasional dan perdagangan internasional. Desentralisasi dapat menciptakan hambatan untuk perdagangan intranasional, namun untuk perdagangan internasional membuatnya lebih menarik. Penelitian ini menggunakan model gravitasi dan arus perdagangan bilateral sebagai variabel dependen. Derajat desentralisasi untuk negara i dan negara j menggunakan data tingkat pengeluaran pemerintah subnasional sebagai variabel independen dalam model di kedua negara eksportir dan importir. Domesticij adalah dummy variable, dimana 1 untuk perdagangan domestik tradeii dan 0 untuk perdagangan internasional tradeij (ij). Miraskari et al (2011) ingin mengidentifikasikan peran dari ICT (Information and Communication Technology) terhadap perdagangan bilateral di 30 negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna internet di negara eksportir memiliki hubungan yang positif dan signifikan dalam meningkatkan import. Metodologi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan dengan periode waktu untuk tahun 2001, 2006 dan 2011, dimana data ini merupakan data cross section. Pada pengujian pertama, model penelitian yang dibangun menggunakan tujuh variabel yang diantaranya meliputi data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat; PDRB riil untuk provinsi i dan j; jarak antar provinsi i ke j; proxy desentralisasi fiskal sebagai variable of interest; proxy infrastruktur dan proxy komunikasi sebagai control variable.
Pengujian kedua pada penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terhadap desentralisasi fiskal ketika variabel regional masuk ke dalam model. Variabel yang digunakan dalam pengujian kedua meliputi data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat;
PDRB riil untuk provinsi i dan j; jarak antar provinsi i dan j; proxy desentralisasi sebagai variable of interest dan dummy variable sebagai regional dimensions.
Variable of interest ditunjukkan dengan FD dalam model, meliputi total dana perimbangan ataupun secara terpisah yaitu DAU, DAK dan DBH. Control variable ditunjukkan dengan Infras yang menggunakan data panjang jalan menurut tingkat kewenangan, akumulasi dari kewenangan provinsi hingga kabupaten-kota. Variabel kom menunjukan indikator komunikasi yang menggunakan data persentase rumah tangga pengguna akses internet. Selanjutnya, dummy variable ditunjukkan dengan D meliputi dummy untuk provinsi dengan dataran rendah, provinsi kepulauan, pulau jawa dan pembagian waktu Indonesia sebagai regional dimensions. Semua variabel dinyatakan dalam bentuk natural logarithm, kecuali untuk dummy variable tidak dinyatakan dalam bentuk natural logarithm. Data dalam penelitian ini menggunakan data provinsi secara teritorial dengan akumulasi data provinsi dan kabupatenkota. Hasil Penelitian Penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa ada signifikansi yang positif antara desentralisasi fiskal atau transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Dependent variabel dalam model penelitian ini menggunakan data MAT pergerakan arus barang moda transportasi darat sebagai variabel yang menunjukkan perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan periode waktu untuk tahun 2001, 2006 dan 2011 yang menunjukkan sistem pemerintahan Indonesia yang setelah transisi menuju sistem pemerintahan yang terdesentralisasi. Penelitian ini ingin membuktikan tingkat signifikansi antara dana perimbangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dan pengaruhnya terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di Indonesia. Semua variabel dinyatakan dalam bentuk natural logarithm. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode estimasi OLS. Pengujian untuk variabel dana perimbangan, DAU dan DAK menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat arus perdagangan kecuali untuk variabel DBH menunjukkan hubungan yang negatif terhadap tingkat arus perdagangan. Penambahan variable control tidak mempengaruhi secara signfikan terhadap perubahan beta untuk variable of interest dalam model penelitian, menjelaskan bahwa dengan atau tanpa control variable, variable of interest konsisten mempunyai hubungan terhadap dependent variable.
Untuk melihat dari sisi regional dimensions, penelitian ini memasukkan dummy variable ke dalam model penelitian. Tujuannya untuk melihat bagaimana variabel regional dapat dipengaruhi dan bagaimana pengaruhnya terhadap desentralisasi fiskal ketika variabel regional masuk ke dalam model penelitian. Dummy variable dalam model meliputi dummy untuk pulau jawa, dummy untuk waktu Indonesia, dummy untuk dataran rendah dan dummy untuk provinsi kepulauan. Variabel dummy untuk pulau jawa memiliki nilai 1 jika provinsi berada pada pulau jawa dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy berikutnya menggunakan dummy untuk waktu indonesia dengan menggunakan dua variabel dummy yang meilputi dummy barat dan dummy tengah. Dummy barat memiliki nilai 1 untuk provinsi-provinsi yang berada pada wilayah waktu Indonesia bagian Barat dan 0 untuk lainnya. Dummy tengah memiliki nilai 1 untuk provinsi yang berada pada wilayah waktu Indonesia bagian Tengah dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy yang ketiga menggunakan dummy dataran rendah yang memiliki nilai 1 untuk provinsi yang termasuk dalam kategori dataran rendah dan 0 untuk lainnya. Variabel dummy yang terakhir menggunakan dummy provinsi kepulauan yang memiliki nilai 1 jika provinsi termasuk dalam provinsi kepulauan dan 0 untuk lainnya. Fokus terhadap variabel dana perimbangan untuk provinsi i menunjukkan bahwa hasil konsisten memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap arus perdagangan pada tahun 2006 dan 2011 walaupun variabel regional masuk ke dalam model. Variabel dummy untuk jawa mempunyai nilai 1 jika provinsi berada pada pulau jawa dan nilai 0 untuk lainnya. Hasil estimasi juga menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara dummy variabel pulau jawa terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi. Koefisien untuk dana perimbangan tahun 2006 sebesar 0.68 menjelaskan bahwa kenaikan satu persen pada variabel dana perimbangan akan meningkatkan variabel perdagangan sebesar 0.68 persen. Terjadi perubahan terhadap nilai koefisien dana perimbangan yang menurun sebesar 0.04 ketika variabel dummy masuk ke dalam model penelitian. Namun estimasi untuk tahun 2011 menunjukkan hasil yang berbeda dengan estimasi tahun 2006, dimana adanya perubahan nilai koefisien pada variabel dana perimbangan yang meningkat sebesar 0.08 ketika variabel dummy masuk dalam model penelitian. Tahun 2001 menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara variabel total dana perimbangan terhadap variabel perdagangan. Penjelasan untuk hubungan yang negatif antara kedua variabel tersebut telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa tahun 2001 adalah tahun permulaan bagi sistem desentralisasi. Pemerintah daerah menciptakan beragam pungutan dalam bentuk pajak dan retribusi daerah yang mengakibatkan biaya perdagangan menjadi tinggi. Sehingga menghambat perdagangan antarprovinsi di Indonesia.
Hasil yang diperoleh pada model penelitian yang kedua menunjukkan signifikansi dan berhubungan positif untuk kedua variabel dummy barat dan tengah terhadap arus perdagangan antarprovinsi. Hasil ini menjelaskan bahwa perdagangan antarprovinsi banyak terjadi pada provinsi di wilayah yang termasuk dalam kategori pembagian waktu indonesia barat dan tengah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Alokasi transfer fiskal pada setiap daerah memiliki persentase yang berbeda-beda. Penggunaan formula khusus sebagai instrumen untuk menghitung besarnya alokasi transfer fiskal bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan setiap daerah. Distribusi alokasi dana melalui formula khusus menggunakan indikator dari jumlah penduduk, luas daratan yang terkait pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Hal inilah yang menjadi masalah terkait dengan keadaan geografi pada beberapa provinsi atau daerah di Indonesia yang cenderung memiliki pulau-pulau besar daripada luas wilayah daratan. Penentuan dana perimbangan menjadi tidak adil dengan hanya mempertimbangkan luas daratan saja, ini yang menjadi dasar terbentuknya provinsi kepulauan di Indonesia. Ada beberapa provinsi yang dikategorikan sebagai provinsi kepulauan, yaitu provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini menggunakan variabel dummy untuk provinsi kepulauan sebagai variabel yang menunjukkan dimensi regional. Variabel dummy untuk provinsi kepulauan memiliki nilai 1 jika provinsi termasuk dalam kategori provinsi kepulauan dan 0 untuk lainnya. Pada tabel berikut ini menunjukkan hasil estimasi dengan memasukkan variabel dummy provinsi kepulauan dalam model penelitian dan variable of interest menggunakan total dana perimbangan. Hasil estimasi untuk tahun 2001 dan 2006 tidak menunjukkan adanya signifikansi antara variabel dummy kepulauan terhadap keseluruhan model penelitian. Variabel total dana perimbangan memperoleh hasil yang konsisten signifikan dan positif dengan atau tanpa variabel dummy masuk ke dalam model. Untuk tahun 2011 diperoleh hasil yang signifikan dan hubungan yang positif antara variabel dummy provinsi kepulauan terhadap arus perdagangan antaprovinsi. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat aktivitas perdagangan yang bernilai positif atau lebih besar yang terjadi pada provinsi kepulauan jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Selanjutnya dengan menggunakan DAU sebagai variable of interest, hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel DAU konsisten memiliki signifikansi yang positif terhadap tingkat arus perdagangan dengan ataupun tanpa variabel dummy. Tahun 2006 menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan total dana perimbangan sebagai variable of interest bahwa tidak terdapat signifikansi antara variabel dummy dengan tingkat arus perdagangan.
Kesimpulan Penelitian ini menganalisis hubungan dari desentralisasi fiskal terhadap perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia dengan pendekatan model gravitasi untuk periode waktu tahun 2001, 2006 dan 2011 dengan menggunakan metode estimasi OLS. Pertama, estimasi untuk model gravitasi secara keseluruhan periode penelitian menunjukkan hasil yang diharapkan. Terdapat hubungan yang positif pada variabel PDRB baik untuk provinsi i ataupun provinsi j, hal ini menunjukkan bahwa economic size provinsi asal ataupun provinsi tujuan akan mempengaruhi tingkat arus perdagangan antar kedua provinsi. Variabel jarak memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap variabel perdagangan, hal ini menjelaskan bahwa jarak dapat menjadi hambatan bagi perdagangan antarprovinsi. Kedua, hasil estimasi secara keseluruhan untuk total perimbangan ataupun variabel desentralisasi fiskal yang terpisah menjadi DAU, DAK dan DBH menunjukkan hubungan yang positif dan memiliki signifikansi terhadap arus perdagangan antarprovinsi. Namun untuk tahun 2001, hasil yang diperoleh belum menunjukkan yang diharapkan, hal ini disebabkan pada tahun ini masih menjadi tahun permulaan bagi sistem desentralisasi di Indonesia. Pemerintah daerah belum menggunakan dana trasnfer secara optimal untuk merangsang kegiatan perdagangan, namun menciptakan beragam pungutan yang dapat menghambat aktivitas perdagangan. Ketiga, dengan menambahkan control variable dalam model meliputi variabel infrastruktur dan komunikasi, hasil menunjukkan hubungan yang positif pada keseluruhan estimasi. Variabel desentralisasi fiskal menunjukkan hasil yang konsisten tidak berubah dengan atau tanpa control variable. Control variable untuk komunikasi menggunakan data persentase pengguna akses internet dan infrastruktur menggunakan data panjang jalan menurut kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten-kota. Data yang tersedia untuk kedua variabel kontrol hanya untuk periode tahun 2006 dan 2011 saja, ini disebabkan tidak tersedianya data untuk tahun 2001. Sehingga analisis terhadap variabel komunikasi dan infrastruktur hanya dapat dilakukan untuk tahun 2006 dan 2011. Untuk variabel pengguna akses internet menunjukkan hasil yang positif dan signifikan mempengaruhi arus perdagangan antarprovinsi, begitu juga dengan variabel panjang jalan menurut kewenangan juga menunjukkan hasil yang sama. Hal ini menjelaskan bahwa pemerintah daerah dituntut untuk mengelola transfer dana secara efisien, khususnya dalam menyediakan pelayanan publik berupa infrastruktur yang memadai dan komunikasi yang dapat mendukung aktivitas perdagangan antarprovinsi di 33 provinsi di Indonesia. Dan keempat, dengan memasukkan karakteristik wilayah ke dalam model penelitian, estimasi menunjukkan bahwa transfer dana secara konsisten tetap menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat arus perdagangan antarprovinsi di Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa transfer dana secara merata di seluruh provinsi di Indonesia
mampu meningkatkan aktivitas perdagangan dalam negeri di Indonesia. Tingkat perdagangan yang tumbuh secara positif dapat menunjang pertumbuhan ekonomi negara dan diharapkan mampu memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Penelitian ini dapat dikatakan masih jauh dari kata sempurna, sehingga sangat diperlukan saran dan masukan untuk menunjang penelitian ini selanjutnya. Rekomendasi bagi studi selanjutnya untuk memasukkan variabel yang menunjukkan disagregasi data komoditas ke dalam model penelitian agar diperoleh penjelasan yang lebih luas mengenai perdagangan antarprovinsi dari segi komoditas berdasarkan karakteristik dari masingmasing provinsi. Daftar Pustaka Aritenang, Adiwan dan Sonn, Jung Won. The Effect of Decentralization and Free Trade Agreements on Regional Disparity in a Developing Economy: The Case of Indonesia, 1993-2005. Bergeijk, van P. A. G & Brakman, S. 2007. The Comeback of the Gravity Model. Bodman, P. et al. 2009. What Drives Fiscal Decentralisation?. ISSN 1833-4474. Broadway, Robin dan Shah, Anwar. 2007. Public Sector Governance and Accountability Series. Intergovernmental Fiscal Transfer Principle and Practice. The World Bank Falleti, Tulia G. 2004. A Sequential Theory of Decentralization and its Effect on the Intergovernmental Balance of Power: Latin American Cases in Comparative Perspective. Kellog Institute Working Paper 314. Grindle, Merilee S. 2007. Good Enough Governance Revisited. Development Policy Review 25(5): 553-574. Head, Keith. 2003. Gravity for Beginners Hofman et al. 2003. Decentralizing Indonesia. A Regional Public Expenditure Review Overview Report. The World Bank Hofman et al. 2006. Evaluatin Fiscal Equalization in Indonesia. The World Bank-Poverty Reduction and Economic Management Network Jie, LI et al. 2003. Interregional Protection: Implications of Fiscal Decentralization and Trade Liberalization. China Economic Review 14 (2003) 227-245 Kalamova, Margarita M. & Kessing, Sebastian G. 2010. Trade and Decentralization. Mayrowani, H. 2006. Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 4(3), pp. 212-225. Miraskari, Sayed R. et al. 2011. The Effect of the Internet on Trade Flows. Economic and Finance Review Vol. 1(6), pp. 100-106. Oates, Wallace E. 1999. An Essay on Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature Vol. XXXVII, pp. 1120-1149. PT. Lapi ITB. 2006. Hasil Pengolahan Data Survei Asal Tujuan Transportasi Nasional 2006 :Executive Summary. Departemen Perhubungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Sidik, M. 2002. Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional. DJPK, Departemen Keuangan RI.
Wall, Howard J. 2000. Gravity Model Spesification and the Effects of the Canada-U.S. Border. Federal Reserve Bank Of St. Louis Working paper, 2000-024A. Wall, Howard J. 1999. Using the Gravity Model to Estimate the Costs of Protection. Federal Reserve Bank of St. Louis. Journal Review