LIPUTAN KHUSUS Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi Rusun Bidara Cina 9
INFO BARU 2 Penanganan Permukiman Kumuh Melalui Aset-Aset Produktif Komunitas 17
ADB Puas, Kinerja RIS-PNPM Tahap II Lebih Baik
Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010
Rusunawa
untuk Mengurangi, Bukan Menambah Kekumuhan
daftar isi DESEMBER 2010
Berita Utama 4 Rusunawa untuk http://ciptakarya.pu.go.id
Mengurangi, Bukan Menambah Kekumuhan
6 Kinerja dan Manfaat Pelindung Budi Yuwono P Penanggung Jawab Danny Sutjiono Dewan Redaksi Antonius Budiono, Tamin M. Zakaria Amin, Susmono, Guratno Hartono, Joessair Lubis, Budi Hidayat Pemimpin Redaksi Dwityo A. Soeranto, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan, Bukhori Bagian Produksi Djoko Karsono, Emah Sadjimah, Radja Mulana MP. Sibuea, Djati Waluyo Widodo, Aulia UI Fikri, Indah Raftiarty Bagian Administrasi & Distribusi Sri Murni Edi K, Ilham Muhargiady, Doddy Krispatmadi, A. Sihombing, Ahmad Gunawan, Didik Saukat Fuadi, Harni Widayanti, Deva Kurniawan, Mitha Aprini, Nurfhatiah Kontributor Panani Kesai, Rina Agustin Indriani, Nieke Nindyaputri, Hadi Sucahyono, Amiruddin, Handy B. Legowo, Endang Setyaningrum, Syamsul Hadi, Didiet. A. Akhdiat, Muhammad Abid, Siti Bellafolijani, Djoko Mursito, Ade Syaeful Rahman, Th. Srimulyatini Respati,Alex A.Chalik, Bambang Purwanto, Edward Abdurahman, Alfin B. Setiawan, Deddy Sumantri, M. Yasin Kurdi, Lini Tambajong Alamat Redaksi Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578 Email
[email protected] Redaksi menerima artikel, berita, karikatur yang terkait bidang cipta karya dan disertai gambar/foto serta identitas penulis. Naskah ditulis maksimal 5 halaman A4, Arial 12. Naskah yang dimuat akan mendapat insentif.
Rusunawa Dari Kaca Mata Building Life Cycle
Liputan Khusus 9 Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi Rusun Bidara Cina
Info Baru
4
12 ‘Jangan Bicara PAMSIMAS Tanpa Dampak Terukur’
17 Penanganan Permukiman Kumuh Melalui Aset-Aset Produktif Komunitas
20 Menimbang Solusi Relokasi Korban Merapi
Inovasi 23 Bio-Butanol, Energi Baru dari Sampah Makanan
26 Peduli Air Minum dan
20
Sanitasi, Untuk Kita Sendiri
28 BLUD SPAM di ‘Duo’
Kupang Banyak Untungnya
Gema PNPM 29 ADB Puas, Kinerja RIS-PNPM Tahap II Lebih Baik
Resensi 33 STATE OF THE WORLD
2010 Transforming Cultures:From Consumerism to Sustainability
29
editorial Bangun Rusunawa Harus Disertai Sinergi Sejak pertama dibangunnya Rumah Susun Sederhana Sewa oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dari RPJMN 2004-2009 lalu, permasalahan tak kunjung usai. Karenanya, dambaan agar Rusunawa menjadi model alternatif penurunan kawasan kumuh di perkotaan melalui penyediaan hunian vertikal semakin memudar. Dari masalah lahan, infrastruktur dasar seperti air minum, listrik, hingga aksesibilitas dan fasilitas umum. Dari 193 Twin Block yang telah dibangun Ditjen Cipta Karya lima tahun terakhir, permasalahan tersebut menjadikan 53 TB diantaranya belum dihuni. Sebenarnya kondisi tersebut bisa dicegah jika sejak awal ada sinergi pemerintah pusat dan daerah dan dibarengi komitmen yang kuat dari Pemda sesuai peraturan yang berlaku. Pembangunan Rusunawa adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunawa seharusnya mampu membantu perkotaan dalam menyediakan hunian yang layak untuk warganya. Perkotaan masih menjadi penanggung beban paling berat terkait penyediaan perumahan. Saat ini pembangunan atau pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata sebesar 820.000 unit rumah per tahun. Buletin Cipta Karya edisi akhir tahun 2010 ini akan sedikit mengulas tentang permasalahan Rusunawa di Indonesia. Selain itu, perlu kami sajikan juga permasalahan PAMSIMAS dalam tahapannya dengan mengungkapkan kasus-kasus di beberapa daerah. Kemudian simak juga pernyataan Direktur Jenderal Cipta Karya bahwa jika kita bicara Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau PAMSIMAS tidak bisa dilihat dari ketersediaan air minum belaka. Di sana ada unsur sanitasi, perilaku hidup sehat, masyarakat yang mampu memberdayakan dirinya sendiri, mampu menentukan program dan keberlanjutannya. Di bidang air minum, tidak kalah menariknya ulasan tentang SPAM Regional, di mana pertengahan Desember lalu telah disepakati antara Bupati Kupang, Gubernur NTT, Walikota Kupang dan Dirjen Cipta Karya tentang penyerahan pengelolaan sarana dan prasarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang melayani air minum di wilayah Kota Kupang ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya Pemprov NTT membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk mengelola unit produksi, transmisi, dan distribusi dari mata air Baumata, Oenesu, Kolhua, dan Bonem. Diharapkan SPAM Regional ini mampu menyumbangkan keuntungan yang lebih dibandingkan jika dikelola sendiri-sendiri. Tentu juga menjadi pelajaran bagi daerah lain yang masih bermasalah dalam pengelolaan air minum dan air bakunya. Foto Cover : Rusunawa Marisso, Makassar
2009
Selamat membaca dan berkarya!
.....Suara Anda
Acuan Biaya Konsultan Mohon saya dibantu untuk mendapatkan lampiran SK Ditjen SK yang berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan gedung peme rintah, terima kasih. Mesranie dan Ikhsan Kepada Yth. Mesranie dan ikhsan 1. Ralat, lampiran SK Ditjen CK sudah berubah menjadi Peraturan Menteri PU yang berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan gedung pemerintah yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/
PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. 2. Untuk mendapatkan peraturan menteri tersebut diatas dapat meng hubungi Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya dengan nomor telepon: 021-72799256 atau Badan Penerbit PU Jalan Pattimura No.20 Kebayoran Baru. Telp: 7394647 atau 7395588 pesawat (350). Terima Kasih
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
3
Berita Utama
Rusunawa
untuk Mengurangi, Bukan Menambah Kekumuhan Tujuan pembangunan Rusunawa untuk mengurangi kekumuhan di perkotaan, dengan tarif yang rendah dikhawatirkan menjadikan Rusunawa itu sendiri yang mengalami kekumuhan. Masih ada Pemda yang menetapkan tarif Rp 80 ribu. Bagaimana bisa dialokasikan untuk pemeliharaan lingkungannya? Jika Pemda menetapkan tarif murah, artinya Pemda harus mensubsidi Rp 100 ribu.
S
Selain menyediakan permukiman yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, fungsi utama pembangunan rusunawa adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, sehingga jangan sampai pem bangunan rusunawa justru menciptakan lingkungan kumuh baru. Untuk itu ada tiga hal yang penting dalam pembangunan rusunawa. Pertama, persiapan baik lahan maupun penghuninya. Kedua, teknologi yang digunakan serta desain arsi tektur yang tepat. Ketiga, pembangunan perilaku sosial masyarakat, khususnya para penghuni rusunawa, yang menunjang peme liharaan lingkungan.
Fungsi utama pembangunan rusunawa adalah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman.
4 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
Pengelola Rusunawa diharapkan mene tapkan tarif yang layak kepada penghuni Rusunawa yang ditujukan kepada keluarga yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta. “Minimal Rp 200 ribu untuk sewa kamar. Angka itu diharapkan bisa memberikan konstribusi mewujudkan lingkungan yang tertata rapih dan tidak kumuh,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono. Budi Yuwono menyebut contoh Rusunawa di Batam, dengan menetapkan tarif Rp 200 ribu, pengelola bisa membangun wahana bermain anak-anak di lingkungan Rusunawa tersebut.
BERITAUTAMA “Kami terus meningkatkan jumlah Rusunawa untuk lima tahun ke depan, jika digabungkan dengan programnya Kementerian Perumahan Rakyat, maka secara nasional ada sekitar 600 TB akan terbangun sampai 2014” Dirjen CIpta Karya, Budi Yuwono
Tahun 2010, Ditjen Cipta Karya mem bangun 37 Twin Block dengan rata-rata bia ya pembangunannya Rp 12 miliar. Semua pembangunan Rusunawa bersifat multi years karena biasanya Pemerintah Daerah tidak sanggup menyediakan lahan di awal-awal tahun. Pembangunan Rusunawa berawal dari sinergi pemerintah pusat dan daerah. Pe merintah sanggup membangun asal Pemda memiliki program penataan kumuh di dae rahnya. Kerjasama pemerintah pusat dan Pemda tak hanya sampai di situ, setelah Rusun terbangun, Pemda juga harus berkomitmen untuk menyediakan prasarana dasar lainnya seperti air dan listrik. “Dari 193 TB yang telah dibanguan sejak lima tahun terakhir, listrik masih menjadi masalah di 53 TB yang mengakibatkan be lum dihuninya Rusunawa tersebut. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal seperti tidak adanya power, terlambatnya APBD meng anggarkan fasilitas listrik,” kata Budi. Angka kekumuhan yang dirilis Kemente rian Perumahan Rakyat tahun ini seluas 57 ribu ha, meningkat dari tahun sebelumnya yang tersebar di 54 ribu ha. Menurut Budi, pengaruh dibangunnya Rusunawa dalam mengurangi luasan kawasan kumuh tidak bi sa dilihat secara nasional, tapi perhatikanlah perlokasi. Ia kemudian mencontohkan se perti di Gresik, Solo, Pekalongan, dan di kota lain yang sudah memiliki Rusunawa. Ber tambahnya luasan kawasan kumuh karena bermunculannya kawasan kumuh di tempat lain. SPPIP dan RPKPP Karena itu, kata Budi Yuwono, saat ini Di rektorat Jenderal Cipta Karya memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusun Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruk tur Perkotaan (SPPIP). Di tahun 2010 ini, Ditjen Cipta Karya akan melakukan pendampingan terhadap 49 daerah dalam penyusunan SPPIP dan 29 daerah dalam menyusun Rencana
Pengembangan Kawasan Permukiman Prio ritas (RPKPP). SPPIP merupakan strategi yang sifatnya sektoral, dimana SPPIP merupakan turunan dari rencana tata ruang wilayah (RT/RW) kota/kabupaten. Strategi tersebut memu at visi, misi dan arah pembangunan permu kiman suatu kota. Dimana nantinya prog ram-program prioritas dalam SPPIP ini akan dituangkan dalam Rencana Program Inves tasi Jangka Menengah (RPIJM) Ditjen Cipta Karya untuk mendapatkan pendanaan atau investasi. Jika pada Renstra sebelumnya Cipta Karya mampu membangun 193 TB Rusunawa, ma ka pada Renstra 2010-2014, hunian vertikal Rusunawa sebanyak 270 TB, yang diharapkan mampu mengurangi kawasan kumuh di per kotaan setara 414 ha atau setara dengan 207 kawasan (sumber: Renstra 2010-2014). “Kami terus meningkatkan jumlah Rusu nawa untuk lima tahun ke depan, jika di gabungkan dengan programnya Kemente rian Perumahan Rakyat, maka secara nasional ada sekitar 600 TB akan terbangun sampai 2014,” ujar Budi. PR 37 TB hingga April 2011 Direktorat Jenderal Cipta Karya pada tahun 2010 ini akan menyelesaikan pembangunan 37 Twin Block (TB) rusunawa di 27 lokasi di 12 provinsi pada April 2011. Dengan jumlah 99 unit rusunawa dalam 1 TB, pembangunan 37 TB rusunawa yang dimulai pada September 2010 ini akan mampu melayani kebutuhan permukiman layak huni bagi 3.663 Kepala Keluarga (KK). Untuk pembangunan rusunawa di pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur menjadi prioritas pembangunan dengan 8 TB, diikuti oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing dengan 6 TB, Yogyakarta dan Banten masingmasing dengan 2 TB. Sementara untuk pro vinsi di luar Pulau Jawa, pembangunan ru sunawa diprioritaskan di Kepulauan Riau dengan 4 TB, Sumatera Barat, Sumatera Se
latan, Bangka Belitung, dan Lampung ma sing-masing dengan 2 TB, serta Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Se latan, dan Sulawesi Selatan masing-masing dengan 1 TB. Pembangunan 37 TB tersebut merupakan bagian dari Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya yang menargetkan pembangunan 270 TB rusunawa atau meningkat hampir 50% dari target Rencana Strategis tahun 2005-2009 yang sebanyak 193 TB, dengan anggaran sekitar Rp 3,24 triliun atau Rp 12 miliar untuk setiap pembangunan TB rusunawa. Budi Yuwono mengatakan, “Pembangun an rusunawa merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah untuk mengentaskan per mukiman kumuh dalam rangka pencapaian MDGs 2015 tujuan ke tujuh sasaran ke 11, yaitu mencapai perbaikan yang berarti da lam kehidupan penduduk miskin di permu kiman kumuh pada tahun 2020, khususnya pengentasan permukiman kumuh di per kotaan atau urban renewal. Melalui pem bangunan rusunawa diharapkan terjadi pe remajaan kota atau pengurangan kawasan kumuh perkotaan.” Berdasarkan data pemerintah, saat ini jumlah penduduk Indonesia yang bermukim diperkotaan telah mencapai 112 juta jiwa, dengan 23,1% penduduk perkotaan atau sekitar 25 juta jiwa bertempat tinggal di kawasan kumuh. Dengan kata lain, hampir 10% dari total penduduk Indonesia tinggal di kawasan kumuh. Sejak 2003 hingga 2009, Direktorat Jen deral Cipta Karya telah membangun 18.653 unit rusunawa, atau 193 TB, yang tersebar di 142 lokasi di 25 provinsi. Dari ke 25 provinsi tersebut, tingkat hunian rusunawa tertinggi terdapat di provinsi Jawa Barat (93%), Jawa Timur (84%) dan Jawa Tengah (73%). Se mentara tingkat hunian terendah berada di provinsi DKI Jakarta (6,7%), serta Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara yang tingkat huniannya masih di bawah 5%. “Dalam beberapa pembangunan, peman faatan rusunawa belum mencapai target. Masih terdapat sejumlah rusunawa yang be lum diisi atau dihuni oleh masyarakat, karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Untuk itu saya meminta kepada seluruh Ke pala Daerah, Kepala Dinas dan Satuan Kerja untuk menindaklanjuti penyediaan rusunawa dengan pemanfaatan dan pemeliharaan,” tambah Budi Yuwono. (bcr)
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
5
Berita Utama Kinerja dan Manfaat Rusunawa
Dari Kaca Mata Building Life Cycle Ratih Fitriani*)
Dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari perencanaan hingga pasca pembangunan karena data menunjukkan pada akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah 2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Bisa dipastikan ada yang salah dalam proses pelaksanaannya.
6 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
P
Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dirintis sejak tahun 2003 dalam rangka mengurangi kawasan kumuh di perkotaan. Pembangunan Rusunawa di lakukan dengan tujuan meningkatkan kua litas lingkungan permukiman melalui upa ya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rusunawa ini di nilai positif dalam mengurangi kumuh per kotaan karena sangat menghemat lahan, sebagaimana kita ketahui permukiman de ngan pola pembangunan horizontal sangat rakus dalam memakan lahan. Namun, dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari perencanaan hingga pasca pem bangunan karena data menunjukkan pada akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah 2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Dari data tersebut, bisa dipastikan ada yang salah dalam proses pelaksanaannya. Sedikit menengok dalam Building Life Cycle (daur hidup sebuah bangunan) terdapat fasefase yang mempengaruhi kinerja sebuah ba
BERITAUTAMA
ngunan. Adapun fase-fase tersebut adalah fase predisain, fase desain, fase konstruksi, dan fase pemakaian (Minnesota Sustainable Design Guide, 2000). Fase predesain men cakup: project initiation, programming, dan pemilihan site. Fase desain mencakup: desain skematik, desain pengembangan, dokumen konstruksi dan spesifikasi. Fase konstruksi mencakup: lelang dan penunjukan, konstruksi, dan commissioning. Fase occupancy (pemakaian) mencakup: startup, operation & maintenance, dan pemakaian berikutnya. Adapun dalam Rusunawa, daur hidup ba ngunan tersebut bisa dijabarkan ke dalam fase-fase sebagai berikut. Pertama, pada tahap Pra Perancangan. Pe merintah kab/kota yang memegang faktor kunci. Pemerintah membangun Rusunawa berdasarkan usulan dari pemerintah kabu paten/kota setempat, sehingga peranan pe merintah kabupaten/kota sangat besar da lam menentukan kebutuhan Rusunawa di daerahnya berikut lokasi serta sasaran peng huni Rusunawa tersebut. Pada kenyataannya
Foto Kiri Foto Kanan
: Rusunawa Tanjung Balai, akses menuju rusunawa kurang memadai. : Rusunawa Bekasi, akses menuju rusunawa kurang memadai.
Dari hasil kunjungan ke Rusunawa Cingised Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 10-12 Mei 2010 lalu, didapat fakta bahwa Rusunawa yang dibangun secara bertahap (ada 4 blok) baru 2 blok yang terhuni. banyak terdapat Rusunawa yang belum ter huni hingga sekarang (bahkan bangunannya menjadi rusak). Ada pula kasus Rusunawa terhuni, tapi tidak tepat sasaran karena kurangnya ka jian yang mendalam (termasuk sosialisasi) terhadap kebiasaan/kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran. Di bawah ini salah satu contoh Rusunawa yang belum terhuni se bagian, dan sebagian lainnya terhuni tetapi tidak tepat sasaran. Kedua, tahap Desain, yang merupakan
tahap perencanaan fisik bangunan. Pada ta hap ini Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Cipta Karya yang memegang fak tor kunci, selain sebagai inisiator juga se bagai koordinator dalam pelaksanaan pem bangunan Rusunawa. Pada tahap ini, karena desain bangunan Rusunawa yang tipikal, ma ka yang perlu ditekankan adalah bagaimana desain sarana dan prasarana yang hendak dibangun oleh pemerintah kabupaten/ko ta. Perlunya sinkronisasi desain bangunan Rusunawa dengan sarana dan prasarananya
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
7
BERITAUTAMA
Rusunawa Bekasi, Instalasi listrik banyak yang hilang.
Rusunawa ini direncanakan bagi penduduk yang berada di Taman Sari/Cikapundung, tetapi mereka tidak mau dipindahkan dikarenakan di Taman Sari mereka lebih mudah mencari nafkah (lebih ramai).
Iuran yang dikenakan per KK Rp. 100.000/bulan. Saat ini dihuni oleh masyarakat yang rata – rata karyawan swasta. Kondisi bangunan tidak terawat (dinding retak-retak dan banyak ditumbuhi ilalang), banjir, dan sarana penunjang tidak terawat (drainase tidak terawat karena banyak ditumbuhi semak-semak sehingga tidak berfungsi), sementara bangunan Posyandu serta mushola tidak berfungsi. 8 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
(termasuk waktu pelaksanaan pembangun an keduanya) harus dilakukan untuk meng hindari masalah di kemudian hari. Ketiga, tahap Konstruksi. Yaitu tahap pe laksanaan fisik yang dikelola oleh Peme rintah Pusat. Satker Rusunawa sebagai per panjangan tangan dari Pemerintah harus menunjuk kontraktor yang benar-benar kompeten untuk membangun Rusunawa ini. Selain itu, komitmen pemerintah kabupa ten/kota terhadap penyediaan infrastruktur juga harus dipenuhi seiring dengan penye lesaian bangunan Rusunawa oleh Pemerin tah. Lamanya proses serah terima bangu nan Rusunawa dari Pemerintah kepada pemerintah kabupaten/kota juga menjadi kendala dalam menganggarkan dana dae rah untuk perawatan bangunan yang telah selesai dibangun. Beberapa contoh penye diaan infrastruktur Rusunawa yang kurang maksimal terlihat dalam gambar di bawah ini. Keempat, tahap Occupancy. Seharusnya tahap ini adalah tahap yang tidak sulit jika beberapa tahap sebelumnya dilalui dengan baik. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, pada beberapa kasus, tahap penghunian (occupancy) menjadi tahap yang paling me nyulitkan karena harus langsung berhadapan dengan masyarakat yang kurang puas dengan proses pembangunan Rusunawa tersebut. Sehingga seringkali terjadi penolakan oleh masyarakat karena tahap-tahap sebelum nya kurang melibatkan masyarakat. Pem bentukan UPT oleh pemerintah kabupaten/ kota sedini mungkin (sejak tahap pra peran cangan) dapat dijadikan solusi untuk bisa segera melibatkan masyarakat (dalam ben tuk sosialisasi, analisa kebutuhan dan kebia saan, dll) sehingga mempermudah tahap berikutnya hingga tahap penghunian. Perlu ditingkatkan lagi kerjasama yang ba ik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembangunan Ru sunawa ini sehingga dapat memberikan manfaat dalam mengurangi pertambahan kawasan kumuh sesuai salah satu target Mil lennium Development Goals (MDGs), serta menyediakan hunian yang layak bagi ma syarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di kawasan perkotaan. Dengan me lalui tahap-tahap di atas, maka daur hidup bangunan Rusunawa diharapkan akan terus berjalan sehingga meningkatkan kinerja dan manfaat dari kegiatan tersebut. *) Staf Subdit Evaluasi Kinerja, Dit. Bina Prog ram Ditjen Cipta Karya
Liputan Khusus
LIPUTANKHUSUS
Wakil Walikota Jakarta Timur, K. Yasin (kiri) meninjau Rusun Bidara Cina.
Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi
K
Kota Jakarta, hingga waktu yang tak bisa diprediksikan, masih menghadapi perma salahan urbanisasi/migrasi penduduk yang cukup tinggi. Fenomena ini sudah menjadi masalah nasional dan telah mempengaruhi pengembangan pertumbuhan kota seperti kota metropolitan dan kota besar lainnya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bah wa tingkat pertumbuhan penduduk di per kotaan cukup signifikan mencapai 3-4% per tahun (BPS, 2010), jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk dengan rata-rata pertumbuhan penduduk nasional 1,97%.
Rusun Bidara Cina Sugianto Tarigan*)
Kondisi ini terjadi karena tingkat urbanisasi yang tinggi untuk mencari kehidupan yang lebih layak di perkotaan, sehingga tingkat kepadatan penduduk di perkotaan semakin tinggi, berjalan seiring dengan tuntutan ke butuhan akan rumah tinggal. Dalam upaya mengatasi fenomena di atas pemerintah berupaya membangun Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Tujuan pembangunan Rusunawa ini adalah upaya pemerintah DKI untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah
yang mempunyai penghasilan rendah sesuai dengan UU.RI.No.16 Tahun 1985. Dari beberapa jumlah rumah susun yang sudah dibangun lebih kurang 2.490 Unit (Dinas Perumahan DKI. 2000) di 7 lokasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, menunjukan bahwa operasi dan pemeliha raan prasarana infrastruktur seperti sistem sanitasi masih rendah. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan pelaya nan rumah susun itu sendiri. Bahaya keru sakan lingkungan dan menurunnya kualitas air baku. Karena kurangnya perhatian pada
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
9
masalah sanitasi, menyebabkan upaya per baikan sepuluh kali lipat lebih mahal dari pa da biaya pencegahannya. Kerusakan lingkungan ini terjadi di lo kasi pembangunan rumah susun Bidara Cina, Jakarta Timur yang telah dibangun pada tahun 1995 atas prakarsa Pemda DKI Jakarta dengan pengusaha Indonesia. Tu juan awalnya adalah untuk merelokasi ma syarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Ciliwung dan sekaligus peremajaan kota sebagai proyek percontohan sepanjang 800 m pada tahun 1994/1995 melalui proyek pengembangan DAS Ciliwung dan proyek pengembangan rumah susun murah. Jumlah bangunan rumah susun Bidara Cina terdiri dari 7 Blok, 688 KK, dengan jumlah penduduk lebih kurang 2.752 Jiwa. Pemerintah DKI yang menjadi garda ter depan pengelolaan sistem sanitasi masih belum dilengkapi dengan kebijakan dan pengaturan soal organisasi dan tata kerja institusi atau lembaga yang bertugas me ngelola prasarana sistem sanitasi. Perang kat pengaturan masih jauh dari operasional sehingga pengelolaan, terutama pemeliharaan, prasarana sanitasi masih terbatas. Lebih jauh lagi, data-data yang realable dan valid atas prasarana sistem sanitasi yang sangat terbatas sehingga sulit untuk melakukan identifikasi kebutuhan peningkatan pelaya nan. Padahal menurut SK Gubernur No.122 tahun 2005 menyebutkan bahwa pemerintah daerah DKI bertanggung jawab terhadap pengelolaan air limbah/sistem sanitasi. Menurut UU.No.16/1985, Pengelola Ru mah Susun disebut Perhimpunan Penghu ni Rumah Susun yang ditunjuk dari Dinas Pemerintah Kota Jakarta yang bertugas un tuk menyelenggarakan pengelolaan yang
10 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah ber sama, dan pemeliharaan serta perbaikan, namun kebijakan ini belum juga berjalan dengan baik. Berdasarkan kepada permasalahan ter sebut disimpulkan bahwa efektifvitas Pe ngelolaan Sistem Sanitasi Rumah Susun Bidara Cina saat ini masih rendah. Hal itu menyebabkan lingkungan permukiman di lingkungan rumah susun bidaracina terkesan kumuh dan sudah tidak layak huni lagi. Hal ini terbukti setiap hujan datang masyarakat penghuni selalu merasakan bau tidak sedap yang bersumber dari sistem sanitasi yang sudah tidak berfungsi dengan baik. Untuk memahami fenomena tersebut, pe nulis mencoba melakukan survey dan kajian mengenai situasi atau kejadian secara s dan sumber yang akurat mengenai fakta-fakta di lapangan dengan melihat secara langsung eksisting pengelolaan sistem sanitasi Rumah Susun Bidara Cina, dengan melihat beberapa aspek yaitu aspek teknis, aspek biaya operasional/pemeliharaan, aspek institusi, aspek karakteristik sosial ekonomi penghuni rumah susun. Jumlah penghuni rumah susun lebih ku rang 688 KK atau 2.752 jiwa sebagai sumber penghasil sanitasi rumah tangga sebasar 219 m3/hari (asumsi 60-80 l/org/hari JICA 2007). Rusun mempunyai proses pengolahan septik tank, Blower sebagai pengurai tinja dua unit masing-masing mempunyai kapasitas 216 m3. Sanitasi rumah susun yang dimaksud adalah yang menyangkut pembuangan air kotor seperti grey water, black water yang bersumber dari rumah tangga atau rumah susun. Sistem pembuangan air limbah rumah
susun Bidara Cina dari atas ke bawah dengan sistem plumbing perpipaan yaitu sistem perpipaan dengan pembuangan terpisah, di mana air kotor dan air bekas untuk sete rusnya digabungkan dan diteruskan ke bak kontrol dan di oleh di septic tank dengan memakai pengurai tinja (Blower). Hasil olahan diteruskan ke badan sungai Ciliwung dengan BOD (Biochemical Oxigen Demand) sesuai (petunjuk Teknis Ditjen Cipta Karya 2004) yaitu BOD > 300 mg/l dikategorikan kuat; BOD 100-300 adalah sedang, dan BOD <100 mg/l adalah rendah. Sistem sanitasi di rumah susun Bidara Cina sudah sesuai dengan tata cara petunjuk tek nis septik tank namun proses di pengolahan yang belum sesuai. Hal itu karena setiap ruang pengolahan terjadi penumpukan sampah seperti bungkus plastik diterjen
LIPUTANKHUSUS
Foto Kiri : Peta udara Rusun Bidara Cina Jakarta Timur. Foto Tengah Atas : Kondisi fisik salah satu pengolahan tinja. Foto Tengah Bawah & Foto Kanan : Kondisi sarana dan srasarana Rusun Bidaracina Jakarta Timur.
dan proses pengolahan (blower) sudah tidak berfungsi. Setiap bak kontrol juga sudah tidak standar, sehingga pembuangan tinja langsung ke badan sungai tanpa melalui proses pengolahan dan mengakibatkan pen cemaran lingkungan yang sangat tinggi. Bila hal ini tidak diperhatikan dan tidak di lakukan perbaikan pengolahan Sistem Sani tasi dengan baik, seiring dengan berjalannya waktu maka akan terjadi degradasi kualitas sumber air tanah dan kualitas lingkungan kesehatan penghuni dan lingkungan sekitar nya, akibatnya Unsustanable Development. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, menurut penulis bahwa pe ngelolaan sistem sanitasi rumah susun cen derung diabaikan oleh penghuni maupun pengelolaannya, institusi pemerintah mau pun swasta yang seharusnya mampu menge
lola sistem sanitasi belum dapat berperan secara efektif sehingga lingkungan sehat dan bersih yang diharapkan masyarakat peng huni rumah susun jauh dari harapan. Keberhasilan pengelolaan sistem sanitasi rumah susun sewa dipengaruhi beberapa aspek seperti, aspek teknis, aspek institusi, aspek biaya dan aspek karakteristik sosial dan ekonomi penghuni rumah susun itu sendiri. Beberapa aspek yang menjadi masukan untuk pengelolaan sistem sanitasi rumah susun adalah; pertama Pengelolaan, yaitu melakukan penjadualan pengoperasian dan pemeliharaan rutin, berkala, penanganan mendesak untuk sistem sanitasi rumah susun, dengan cara memperbaiki atau mengganti yang jelek atau bagian yang sudah rusak seluruh bangunan pengelolaan sistem sani tasi sesuai dengan petunjuk teknis. Kedua, aspek teknis, Pengelolaan sistem sanitasi rumah susun Bidara Cina sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM), serta prosedur dan operasional sistem sa nitasi dan sesuai dengan pedoman pe tunjuk Teknis yang berlaku; ketiga, As pek Institusi, Pengelolaan sistem sanitasi dengan pedoman dari dinas Perumahan DKI organisasi pengelola sistem sanitasi sesuai pasal 65.PP.4/88); keempat, Aspek Biaya, ada nya bantuan Subsidi dari Pemerintah DKI terhadap pengelolaan sistem sanitasi sesuai (SK. Gubernur No.122 Tahun 2005); kelima, Peran serta masyarakat penghuni rumah su sun, sebagai pemakai fungsi-fungsi sistem sanitasi, ikut serta membantu menjaga/me
melihara bagian-bagian sistem sanitasi agar fungsinya berjalan sesuai Standar Operasional Prosedure (SOP). Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan Sistem Sanitasi Rumah Susun Bidara Cina diperlukan unsur institusi dan peraturan yang jelas serta tegas. Dalam hal kelembagaan harus ditetapkan lembaga atau instansi yang bertanggung jawab secara langsung terhadap bidang sanitasi di daerah. Persoalan kelembagaan ini sangat mendesak, permasalahan sistem sanitasi di rumah susun akan segera ditangani oleh Dinas Perumahan Permukiman, Dinas Kebersihan DKI dan lem baga terkait lainnya. Kepada pemerintah daerah khususnya Pemda DKI bisa memberikan bantuan da na kepada Pengelola Sistem Sanitasi di rumah susun sewa Bidara Cina. Hal itu mengingat bahwa SK.Gub. No.122 tahun 2005, menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pengelolaan air limbah/sanitasi. Kepada pe merintah, agar melakukan pembinaan dan penyuluhan secara rutin tiap bulan kepada pihak pengelola rumah susun Bidara Cina. Harapan penulis, tulisan ini menjadi ma sukan bagi pemerintah untuk membangun rumah susun sewa, agar lebih memperhati kan aspek-aspek seperti institusi, teknis, biaya, penghuni rumah susun itu sendiri, sehingga harapannya pemerintah dapat mewujudkan rumah susun yang berkelanjutan. *) Staf subdit Pengembangan Permukiman Ba ru, Dit. Pengembangan Permukiman, DJCK
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
11
Info Baru 1 Suasana Rapat Koordinasi Nasional Program PAMSIMAS Tahun 2010 di Jakarta.
‘Jangan Bicara PAMSIMAS
Tanpa Dampak Terukur’ Rita Hendriawati*) Bicara Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau PAMSIMAS tidak bisa dilihat dari ketersediaan air minum belaka. Di sana ada unsur sanitasi, perilaku hidup sehat, masyarakat yang mampu memberdayakan dirinya sendiri, mampu menentukan program dan keberlanjutannya.
12 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
D
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono mengatakan hal itu pada Rapat Koordinasi Nasional yang diikuti oleh 396 orang dari PPMU, Kasatker Peningkatan Kinerja Pengembangan Air Minum (PKPAM), TKK, DPMU, dan Dinkes. Tujuan diselenggarakannya Rakornas yang diadakan selama 3 hari itu bertujuan me ningkatkan koordinasi di antara pelaksana program PAMSIMAS, melakukan evaluasi terhadap progress dan kinerja program PAM SIMAS TA 2010, mencari solusi untuk masalah yang masih terjadi dalam pelaksanaan pro gram TA 2010 serta menyepakati rencana tindak terhadap permasalahan yang mung kin ada di masing-masing provinsi dalam pelaksanaan kegiatan TA 2010 dan persiapan program PAMSIMAS TA 2011. Selain itu Budi Yuwono menyampaikan bahwa tidak hanya akses air minum saja yang terlayani dari program PAMSIMAS ini, tetapi diharapkan masyarakat sudah me manfaatkan air tersebut sebagai salah satu
INFOBARU 1 “Semakin banyak sumber dana dan desanya, maka semakin kuat pelaksanaannya, sehingga diharapkan semakin sinergi,” Dirjen Cipta Karya, Budi Yuwono syarat untuk berperilaku hidup sehat. Sebab program PAMSIMAS adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang mendukung ada nya suatu peningkatan kesehatan. Ia mengungkapkan, bahwa derajat kese hatan masyarakat meningkat di lokasi-lokasi sasaran program PAMSIMAS, seperti saat melakukan kunjungan ke lokasi PAMSIMAS di Sumatera Selatan. Di sana telah terjadi penurunan tingkat kematian bayi karena masyarakatnya sudah lebih peduli pada perilaku hidup sehat sehingga derajat ke sehatannya meningkat pula. “Jadi kita jangan berhenti melihat air me ngucur tetapi harus melihat tingkat sani tasinya dan perilaku hidup sehatnya. Sebab kita tidak bisa bicara Program PAMSIMAS tanpa dampak yang terukur,” jelasnya. Budi Yuwono dalam sambutan yang se kaligus membuka secara resmi Rakornas ini mengatakan, program PAMSIMAS, tahun 2010 ini tersebar di 5000 lokasi. Karena itu memerlukan sinergisitas antara pihak yang terkait dan perlu adanya evaluasi serta in trospeksi. Karena program ini semakin me narik sebab dilakukan bersama oleh pe merintah dan masyarakat (pusat dan daerah). “Semakin banyak sumber dana dan desanya, maka semakin kuat pelaksanaannya, sehing ga diharapkan semakin sinergi,” ungkap Budi Yuwono. Menurutnya, untuk melayani air minum baik di perkotaan maupun di perdesaan, kita
harus bekerja keras dengan mensinergikan diri dan bekerja sesuai TOR karena output dari program ini tidak hanya bisa membangun tetapi harus ada replikasi di daerah tersebut. “Kita harus mendorong masyarakat un tuk tahu kebutuhan mereka. Itulah ciri pem berdayaan sehingga pada pasca pembangu nan ada rasa memiliki. Pasca pembangunan diharapkan menjadi suatu dasar yang kokoh dan ciri pemberdayaan itu diharapkan mampu menjadikan hasil kerja ini sebagai pondasi,” tegasnya. Karena itu, menurutnya pendekatan pa da program pemberdayaan ini adalah sikap untuk tidak menjadi pemain utama tetapi pemain yang aktif karena pelaksanaan ke giatan ini dikerjakan oleh masyarakat. “Kita harus berperan aktif untuk mendo rong masyarakat. Demikan juga masyarakat nya yang harus aktif, kreatif dan melakukan pekerjaan itu secara transparan,” tuturnya. Budi Yuwono dalam kesempatan itu juga menegaskan bahwa pelaku-pelaku di dae rah harus lebih intensif dalam upaya me nindaklanjuti pasca program PAMSIMAS. Hal ini bisa dilakukan dengan menggerakkan kelembagaan di daerah secara intensif, dimana berbagai sistem yang ada harus dikelola secara profesional dan harus segera diikuti oleh langkah-langkah kelembagaaan yang mantap. Dengan demikian mereka punya rasa memiliki dan kelembagaan yang kuat.
1.bp.blogspot.com
Seorang Siswa Sekolah Dasar sedang mencuci tangan di sekolahnya. Tujuan PAMSIMAS tidak sekedar menyediakan saran dan prasarana air minum, melainkan mengubah perilaku hidup sehat masyarakat.
“Jadi ini adalah aset yang kuat. Pemerintah daerah harus melakukan berbagai pembi naan. Dengan demikian kita dapat berdiri dengan baik di pinggiran sebagai pembina yang aktif, itulah harapan saya. Sebab dengan waktu yang kurang dari sebulan ini, kita harus terus memacu progres pelaksanaan program PAMSIMAS 2010 untuk dapat memenuhi tar get yang ditetapkan”. Rapat Koordinasi Nasional Program PAM SIMAS TA 2010 ini diadakan selama tiga hari (24-26 Nopember 2010) di Jakarta. Dalam laporannya, Tanozisochi Lase, Ka Satker PPIP mengatakan Rapat Koordinasi Nasional yang mengundang 396 orang dari PPMU, Kasatker PKPAM, TKK, DPMU, Dinkes dan PMAC itu merupakan rangkaian dari tindak lanjut rapat regional PAMSIMAS dan road show yang telah dilaksanakan secara maraton. Ia menambahkan, sebagai program yang berdampak pada masyarakat luas, PAMSI MAS juga dipantau langsung oleh tim ke presidenan melalui UKP4. Untuk itu, perlu adanya sinergi antara PAMSIMAS dan UKP4 karena kadang fakta di lapangan berbeda dengan monitoring yang dilakukan UKP4. Lebih lanjut menurutnya, terdapat lima komponen dalam program PAMSIMAS. Per tama, pemberdayaan dan kelembagaan. Kedua, peningkatan kesehatan dan perila ku hidup bersih dan sehat. Ketiga, penye diaan sarana air minum dan sanitasi umum. Keempat, insentif desa/kelurahan dan kabu paten/kota. Kelima, dukungan pelaksanaan dan manajemen proyek. Dimana muara dari semuanya adalah perubahan perilaku masya rakat sasaran. “Yang terpenting dari PAMSIMAS adalah mengubah perilaku hidup sehat masyarakat, jangan hanya berhenti pada pembangunan sarana dan prasana saja. Saya lihat di daerah Sumatera Selatan berhasil membuat derajat kesehatan masyarakat meningkat, ini terbukti dari angka kematian bayi dan diare mulai menurun tiap tahun. Sumsel bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” katanya. Seperti kita ketahui, PAMSIMAS berbeda dengan program pemberdayaan lain, dimana banyak melibatkan masyarakat dalam akti vitasnya. Sebanyak 10% dana (inkind) dan juga 4% (incash) berasal dari masyarakat. Sementara daerah membantu 10% untuk dana pendamping dan sisanya berasal dari (bcr/dvt) pemerintah pusat. *) Central Management Advisory Consultant (CMAC), Program Penyediaan Air Minum Ber basis Masyarakat (PAMSIMAS)
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
13
Info Baru 1 Masalah dan Tahapan
Program Pamsimas
P
Penyelenggaraan program Penyediaan Air minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat, atau yang dikenal sebagai Pamsimas, te lah berjalan selama kurang lebih dua ta hun. Program yang dimulai tahun 2008, awalnya memiliki kendala berkaitan dengan koordinasi dan sinkronisasi program masingmasing instansi yang terlibat dalam program. Perubahan institusi pengendali/executing agency dari Kementerian Kesehatan ke Ke menterian Pekerjaan Umum, menimbulkan masalah pada awal pelaksanaan program. Pada awal pelaksanaan tahun 2008, menurut Pejabat Pembuat Komitmen Pamsimas pada acara seminar hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas di Jakarta, 26 Oktober 2010, program ini harus berjalan dengan ke terbatasan perangkat yang ada. Persoalan koordinasi antar sektor terlihat pada saat program telah sampai pada ta
Yudha Pracastino Heston*)
hapan pelaksanaan konstruksi. Di beberapa tempat, air baku yang akan digunakan, hasil tesnya belum keluar. Padahal air minum hasil program Pamsimas wajib dites oleh Dinas Kesehatan, dan harus memiliki kualifikasi sebagai air bersih. Pelaksanaan Pamsimas tidak saja terken dala masalah koordinasi. Sebagai gambaran, dapat kita lihat di tiga lokasi pelaksanaan Pamsimas, yaitu Kota Kupang, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tasikmalaya. Di tiga tempat ini, terdapat beberapa masalah yang perlu diperhatikan pemangku kepentingan Pamsimas. Kota Kupang Di Kota Kupang, permasalahan yang utama untuk program Pamsimas adalah mencari sumber air yang dapat dijadikan air baku Pamsimas. Selain itu ketersediaan mata air
14 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
baku, juga sering menjadi kendala, hal ini disebabkan adanya penurunan debit akibat iklim pulau Timor. Sumber air yang tersedia di Kota Kupang tidak merata. Karena sulitnya menemukan sumber air, pengelola perlu mendapatkan pemilik sumber air (sumur gali) yang berjiwa sosial, untuk menjadikan sumur pribadi sebagai sumber air baku. Struktur geologi tanah di Kota Kupang rawan terhadap pencemaran. Hal ini dise babkan karena tipe tanah Kota Kupang cepat menurunkan air limbah di permukaan, sehingga air yang ada di bawah tanah mudah tercemar. Solusinya adalah dengan melakukan terlebih dahulu pengolahan air limbah yang dibuang ke tanah. Bahan infrastruktur Pamsimas banyak yang didatangkan dari luar pulau, hal ini menyebabkan mahalnya prasarana terpa sang. Masalah lain berkaitan dengan pe ngelolaan sanitasi yang masih buruk. Peru bahan tata ruang yang kurang terkendali. Kinerja fasilitator, terutama berkaitan dengan masalah sering terlambatnya menerima gaji dan kesulitan mendapat fasilitator dengan kemampuan yang cukup untuk menangani pengelolaan Pamsimas. Masyarakat penerima manfaat di Kota Kupang, dari hasil penelitian juga masih merasa terbebani dan berat untuk dapat me ngumpulkan uang swadaya. Terdapat juga perselisihan internal Lembaga Keswadayaan Masyarakat maupun dengan pihak luar. Di samping itu, masalah perilaku pelaksana menunjukkan perlunya perhatian pada taha pan waktu program Pamsimas. Kabupaten Banjar Di Kabupaten Banjar ditemukan masalah berkaitan dengan kepedulian masyarakat mengenai pemanfaatan dan pemeliharaan air. Terdapat perilaku buang air besar di tepi sungai menggunakan toilet apung. Kondisi ini dapat disebabkan karena belum meratanya penyediaan sarana sanitasi baik di sekolah maupun lingkungan permukiman, tempat sampah, dan saluran limbah. Hal ini terjadi terutama di daerah-daerah perdesaan dan pinggiran kota. Adanya keterbatasan anggaran pemerintah daerah, menyebabkan pembangunan sarana prasarana air bersih dan sanitasi belum merata di Kabupaten Banjar. Masyarakat juga merasa terbebani dengan adanya dana swadaya. Ditemukan kesenjangan komunikasi anta ra konsultan dengan instansi pemerintah. Hal ini menyebabkan penentuan desa sasaran,
INFOBARU 1 belum sesuai dengan skala prioritas. Daftar Isian Penggunaan Anggaran untuk program Pamsimas di Kabupaten Banjar, pada tahun 2010 turun tidak tepat waktu sehingga pe laksanaan kegiatan tertunda. Dari dua tahun pelaksanaan Pamsimas di Kabupaten Banjar dapat diambil kesimpulan, bahwa waktu untuk persiapan proses pemberdayaan dan perubahan perilaku, terlalu terbatas atau sempit, tidak mencukupi. Kabupaten Tasikmalaya Permasalahan program Pamsimas di Kabu paten Tasikmalaya berkaitan dengan pe ngelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Pamsimas setelah terbangun. Di perlukan kesatuan pemahaman antar dinas terkait dalam pengembangan program Pam simas. Termasuk dalam penyelenggaraan anggaran dinas dalam pengembangan Pam simas. Di Kabupaten Tasikmalaya ada kasus, sa rana Pamsimas dibangun terlebih dahulu, baru diperiksa kualitas airnya, menunjukkan terjadinya kesenjangan komunikasi dan ko ordinasi antar sektor. Aktifitas masyarakat berkaitan dengan budaya kolam dan sanitasi, merupakan tan tangan bagi program Pamsimas. Program pemberdayaan masyarakat dalam program Pamsimas memerlukan perhatian dan waktu yang lebih dari panduan pelaksanaan. Tahapan Program Di tiga Kota/Kabupaten lokasi penerapan program Pamsimas, terlihat pentingnya aspek pemberdayaan masyarakat dalam tahapan waktu pelaksanaan program Pamsimas. Untuk menggali tingkat efektifitas waktu, dilakukan penelitian terhadap persepsi, pengetahuan dan pengalaman dari pengelola program, yang terdiri dari fasilitator, perangkat desa, dan pengurus lembaga sektor air dan sanitasi di masyarakat. Hasilnya adalah, semua tahapan yang masuk kategori tidak efektif, berada pada tahap perencanaan. Sebagian besar berupa kegiatan pemberdayaan. Tahapan tersebut berjumlah sembilan yaitu: Koordinasi sektoral kabupaten/kota, penyusunan longlist kabu paten/ kota, penetapan desa/ kelurahan lo kasi Pamsimas, metode MPA-PHST, Penyu sunan proaksi, Pemicuan dengan CLTS, Mobilisasi perubahan perilaku BAB, Sertifikasi Perubahan perilaku BAB, dan Penyusunan RKM. Waktu tahapan pelaksanaan menurut panduan Pamsimas dibandingkan dengan
waktu tahapan dari hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 1.
Waktu Waktu berdasarkan berdasarkan survey pedoman
Tahapan 1. Sosialisasi Nasional PERSIAPAN 2. Sosialisasi Provinsi
30 hari 30 hari
3. Koord sektrl Kabupaten/Kota 4. Longist Desa/Kelurahan 5. Sosialisasi Kabupaten/Kota 6. Sosialisasi Desa/Kelurahan 7. Minat masyarakat (SPKMP) 8. Verifikasi minat masyarakat 9. Desa/Kelurahan lks pamsimas 10. MPA-PHAST 11. Master Design WSSE PERENCANAAN 12. Penyusunan ProAksi 13. Pemicuan dengan CLTS 14. Mbl prb perilaku BAB 15. Srtf prb perilaku BAB 16. Pendirian LKM 17. Gugus tugas LKM (TKM) 18. Explorasi kontrbs masyarakat 19. Pemilihan Opsi RKM 20. Pleno Opsi RKM 21. Penyusunan RKM 22. Pleno RKM
30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 30 hari 60 hari 30 hari 37 hari 44 hari 74 hari 74 hari 44 hari 30 hari 37 hari 120 hari 44 hari 44 hari 37 hari 30 hari
180 hari 90 hari 1 hari 7 hari 5 hari 30 hari 300 hari 30 hari
23. Plth di masyarakat IMPLEMENTASI 24. Konstruksi WSS 25. Kegiatan Kesehatan 26. Penyiapan Badan Pengelola
30 hari 180 hari 180 hari 60 hari
1 hari 60 hari 14 hari 1 hari
12 hari 120 hari 8 hari 120 hari 1 hari 1 hari 60 hari 7 hari 1 hari 30 hari 1 hari
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara umum, penyediaan waktu untuk melaksanakan program Pamsimas sudah cukup, terutama untuk kegiatan konstruksi. Proses pemberdayaan dalam program Pamsimas, perlu untuk diperhatikan dan diperbaiki, terutama pada tahap penetapan desa/kelurahan sampai sertifikasi perilaku BAB, yang melibatkan peran masyarakat dan perubahan pola perilakunya. Kapasitas masyarakat penerima program yang bervariasi, berpengaruh dalam efektifitas tahapan pelaksanaan program. Masyarakat yang memiliki kapasitas tinggi (terutama dari latar belakang pendidikan dan kemampuan ekonomi) akan lebih mudah dalam mengembangankan program. Diperlukan kejelasan aspek atau materi dalam tahapan sosialisasi di masyarakat, terutama mengenai urutan aspek yang disosialisasikan. Pengelola program Pamsimas perlu melakukan evaluasi setelah diadakan sosialisasi, sehingga jika terjadi kekurang pahaman di masyarakat, dapat segera diperbaiki. Dari hasil Focus Group Disscusion ditemukan, masih perlu dilakukan sosialisasi lanjtuan ke pelaksana program, karena masih ditemui ketidaksamaan pendefinisian program. Peningkatan kesiapan Lembaga Keswadayaan Masyarakat dalam hal kuantitas maupun kualitas, untuk menangkap dan mengembangkan program Pamsimas, menjadi salah satu temuan penelitian. Kemampuan masyarakat dalam aspek sosial kelembagaan, kemampuan ekonomi mereka untuk membayar iuran dan kelestarian lingkungan sekitar sumber air menjadi unsur penting keberlanjutan program. Peningkatan koordinasi lintas sektor perlu lebih intensif dilakukan, karena dari hasil Focus Group Disscusion masih terdapat sektor yang belum terlibat, bahkan kelompok kerja yang seharusnya ada di tingkat kabupaten/ kota belum terlihat eksistensinya. Hasil penelitian berupa Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
15
INFOBARU 1 penilaian efektifitas waktu per tahapan kegiatan dapat dilihat dalam tabel 2 : 57.1
3. Koord Sektoral
42.9
27.3
4. Longlist Ds/Kel
72.7 83.3 64.7
6. Sosialisasi Kab/Kota
35.3 76.9
7. Minat masy (SPKMP)
23.1
88.2
11.8
25
10. MPA-PHAST
36.8
30.6
12. Penyusunan ProAksi
69.4 73.1
14. Mbl prb perilaku BAB
34.8
63.2
15. Srtf prb perilaku BAB
36.8 98.2
1.1
88.9
11.1
16. Pendirian LKM 17. Gugus Tugas LKM (TKM)
77.8
22.2
18. Explorasi Kontrbs masy
82.6
17.4
19. Pemilihan Opsi RKM
78.3
0
90.4
9.6
22. Pleno RKM 23. Plth di masyarakat
96
4
24. Konstruksi WWS
100
0
25. Kegiatan Kesehatan
96.2 40%
Kawasan Agropolitan Wasile
3.8 60%
80%
Tidak Efektif
21. Penyusunan RKM
27.3 100
Efektif
20. Pleno Opsi RKM
21.7
72.7
20%
13. Pemicuan dengan CLTS
26.9
65.2
8. Verifikasi minat masy 9. Ds/Kel lks Pamsimas
75 63.2
0%
5. Sosialisasi Kab/Kota
16.7
26. Penyiapan Bdn Pengelola
100%
Tabel 2. Penilaian Tahapan Kegiatan PAMSIMAS
Rekomendasi Untuk Pengelola Program Sebagai langkah untuk mengefektifkan waktu, perlu dirumuskan struktur koordinasi di Kabu paten/Kota (dalam hal jadwal, agenda, instansi yang terlibat, pembagian tugas dan wewenang, anggaran dan hal yang terkait), sehingga tercipta koordinasi antar program dan sektor, di setiap tahapan kegiatan melalui pertemuan berkala yang disepakati. Untuk meningkatkan efektifitas waktu terkait dengan tahapan kegiatan Pamsimas, dapat dilakukan pengaturan waktu (time management/schedule), dengan memberikan peringatan ulang berkala (reminding), bagipihak yang berminat mengajukan desa ke dalam daftar. Dari hasil penelitian, kegiatan pemberdayaan tidak dapat dilaksanakan bersamaan dengan proyek pembangunan fisik, sehingga perlu disiapkan waktu pada tahun yang berbeda
16 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
(prosesnya lebih dahulu dikerjakan, sehingga jika waktu pemberdayaan kurang, masih ada waktu di tahun pelaksanaan pembangunan fisik). Pada saat kegiatan sosialisasi di masya rakat, perlu adanya kejelasan dan ketegasan mengenai tahapan kegiatan Pamsimas. Pengelola perlu memperhatikan keterse diaan sumber air, kualitas air (fisik, kimia, biologi) dan kuantitas (liter/keluarga) yang disalurkan ke masyarakat penerima manfaat. Pengelola Pamsimas perlu melakukan kon sultasi dan koordinasi dengan PDAM ter utama mengenai wilayah pelayanan, sumber air, pemeliharaan prasarana, kualitas layanan air dan penentuan iuran keluarga penerima manfaat. Pengelola perlu melakukan peng hitungan nilai-manfaat, yang hasilnya diso sialisasikan ke masyarakat penerima manfaat, setelah mereka mengimplementasikan prog ram Pamsimas. Sehingga secara bersama mereka berusaha menjaga keberlanjutan penyediaan air minum mereka secara man diri, melalui pemeliharaan sarana-prasarana pengelolaan kelembagaan, ketertiban iuran, dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas dalam pengelolaan air minum. Terutama ka rena nilai keuntungan yang besar, menyebabkan pay back periode dapat sangat cepat di capai. Rekomendasi Untuk Masyarakat Penerima Manfaat Saat menyusun rincian kegiatan dalam RKM, penerima manfaat harus benar-benar me libatkan diri dan tidak menyerahkan kepada fasilitator pendamping masyarakat. Penerima manfaat harus dapat menyerap pengetahuan dan meningkatkan kemampu an dari fasilitator pendamping. Badan Pengelola SPAM perlu memikirkan pengembangan Pamsimas, sebagai unit usa ha komunitas (membuat bussiness plan), un tuk menopang operasional dan pengemba ngan lebih lanjut. LKM dan BP SPAM perlu menambah jum lah keterlibatan perempuan dalam susunan keanggotaannya, mengingat kontribusi pe rempuan dalam penyediaan air rumah tang ga. *) Calon Peneliti Balai Penelitian dan Pengem bangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman, Balitbang PU (Daftar pustaka: Laporan Akhir Penelitian So sial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas Tahun 2010 Balai Litbang Sosial Ekonomi Bidang Permukiman Yogyakarta)
Info Baru 2
INFOBARU 2
Senyum ceria anak-anak, pembangunan aset dan manajemen aset merupakan intervensi yang tepat untuk penanganan masalah permukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan perkotaan.
B
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pe merintah dalam memperbaiki kondisi ling kungan permukiman kumuh. Dimulai pada tahun 1969, dengan Kampoeng Improvement Program (KIP) hingga yang teraktual saat ini adalah Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Namun, se ringkali program yang telah dilakukan belum dapat mencapai sasaran perbaikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh desain proyek yang kurang baik dan lemahnya institusi pemerintahan yang memberikan parameter dalam perencanaan dan pelak sanaan program penanganan masalah per mukiman kumuh (van Horen, 2004). Berdasarkan penelitan dari Moser (dalam
Penanganan Permukiman Kumuh
Melalui Aset-Aset Produktif Komunitas Nicolas Brotodewo*)
van Horen, 2004) yang menyatakan bahwa dampak intervensi penanganan masalah permukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan bergantung pada tingkat aset produktif komunitas yang dibangun dan ka pasitas manajemen aset-aset tersebut. Asetaset produktif komunitas tersebut antara lain adalah aset fisik, aset alam, modal manusia, modal sosial, dan aset ekonomi. Programprogram penanganan masalah permukiman kumuh tidak akan memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan apabila dalam pelaksanaannya tidak memperhatikan pembangunan dan manajemen aset-aset produktif komunitas tersebut. Permasalahan permukiman kumuh tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga ber
langsung hampir di seluruh negara sedang berkembang (developing countries) di Asia dan Afrika. Berdasarkan hasil penelitian dari World Bank (1999) menggambarkan bahwa lingkungan permukiman kumuh sebagai ba gian yang terabaikan dari lingkungan per kotaan. Ditandai dengan kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang sangat memprihatinkan. Antara lain ditunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, serta tidak tersedianya fa silitas umum maupun fasilitas sosial budaya kemasyarakatan yang memadai. Menurut UN-HABITAT (2007), permukiman kumuh perkotaan muncul sebagai produk
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
17
dari migrasi desa ke kota yang cepat (rapid urbanization), pertumbuhan penduduk kota yang pesat, globalisasi, kemiskinan (poverty) dan ketidakmampuan pengelola kota dalam mengendalikan pertumbuhan dan menye diakan pelayanan publik perkotaan yang me madai bagi masyarakatnya. Di Indonesia, permukiman kumuh banyak terdapat di kota-kota besar khususnya metro politan seperti Jakarta, Bandung, Medan, Ma kassar, dan Surabaya. Laju perkembangan kota yang semakin pesat mengindikasikan pemanfaatan lahan di perkotaan semakin
(Kusumaatmadja, 2006; dan Morris, 1990). Akumulasi kondisi ini mengakibatkan ting ginya potensi permukiman kumuh di ka wasan pusat kota. Pengalaman dan Pembelajaran Paparan berikut merupakan sebuah catatan mengenai pengalaman penanganan masa lah permukiman kumuh di Indonesia, khu susnya yang menyangkut perhatian masingmasing program terhadap pembangunan aset-aset produktif komunitas di lingkungan permukiman kumuh. Catatan ini merupakan
Tabel 1. Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia Aset
Variabel
Kegiatan
Fisik Infrastruktur Dasar Fasum-Fasos Rumah
Pembangunan & pemeliharan infrastruk tur dasar (jalan, drainase, sanitasi, air bersih, persampahan, listrik) Pembangunan dan pemeliharan Fasum/ Fasos (kesehatan, pendidikan, ruang public, etc) Pemeliharaan kontruksi rumah
Alam Edukasi Alam Rehabilitasi Alam
Pendidikan mengenai upaya pemeli haraan alam Rehabilitasi kondisi alam yang rusak
Modal Manusia Pendidikan dan Kesehatan Produktivitas
Peningkatan kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat di permukiman kumuh Peningkatan kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat di permukiman kumuh
Modal Sosial Networking Partisipasi
kerjasama antar organisasi di dalam masyarakat dan di luar masyarakat Peran aktif kegiatan perbaikan dan pembangunan di lingkungan permuki man kumuh
Ekonomi Usaha Kepemilikan Rumah
Peningkatan akses kredit masyarakat untuk mendukung pengembangan UKM dan kegiatan ekonomi masyarakat Jaminan kepemilikan tanah dan rumah
Sumber: Moser, 2004
kompetitif. Sementara perkembangan kota juga menjadi daya tarik urbanisasi yang pa da akhirnya menyebabkan tingginya per mintaan akan tempat tinggal di dalam kota. Fenomena tersebut pada akhirnya tidak diimbangi dengan penyediaan perumahan di perkotaan, khususnya bagi kaum berpeng hasilan rendah tersebut. Kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah dan ditambah pula dengan keter kaitan yang tinggi dengan akses pada tempat bekerja, menyebabkan berdirinya kawasan kumuh yang dihuni masyarakat miskin per kotaan berada pada kawasan pusat kota
suatu pembelajaran dan acuan untuk mela kukan penanganan masalah permukiman kumuh ke depannya. 1) Kampoeng Improvement Program (KIP) KIP pada Tahun 1969 merupakan program awal dalam perbaikan kampung-kam pung perkotaan KIP memfokuskan ke giatannya terhadap pembangunan aspek fisik lingkungan. 2) Program Pembangunan Perumahan Ber basis Pada Kelompok (P2BPK) Melalui P2BPK yang dilaksanakan di awal tahun 90-an, pemerintah mulai mem perkenalkan pendekatan yang berbe
18 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
da. Bukan hanya memperhatikan per baikan fisik lingkungan melainkan juga memperhatikan aspek non-fisik. Pelaksa naan P2BPK mulai memperhatikan tiga aset produktif komunitas, yang meliputi aset fisik, aset modal sosial, dan modal manusia dalam upaya penanganan per mukiman kumuh. 3) Kampoeng Improvement Program Kom prehensif (KIP Komprehensif) Program KIP dimunculkan kembali pada tahun 1998, dengan konsep yang ber beda dari KIP sebelumnya. KIP yang dila kukan pada tahun 1998 disebut dengan KIP Komprehensif yang dilakukan dengan pelibatan dan pemberdayaan masya rakat. Program ini memperhatikan pem bangunan dan manajemen aset pada tiga hal, yaitu aset fisik, aset modal sosial, dan aset modal manusia. 4) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) P2KP yang mulai dilaksanakan tahun 1999 hingga tahun 2004, kemudian dilanjutkan sampai sekarang. P2KP ini merupakan program pengentasan kemiskinan, yang dilakukan dengan pendekatan Tridaya. Program ini memperhatikan aset-aset produktif komunitas meliputi aset fisik,
INFOBARU 2 Tabel 2. Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia Tahun Pelaksanaan Program
1969-1989
Program
Pembangunan Aset
KIP
Aset Fisik
1989-2000 P2BPK
Aset Fisik Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia
1998-2002 KIP Komprehensif
Aset Fisik Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia
1999-2004 P2KP
Aset Fisik Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia Aset Ekonomi Aset Alam
2000-2003 CoBILD
Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia Aset Ekonomi
2004-…. NUSSP
Aset Fisik Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia Aset Ekonomi Aset Alam
Sumber: Hasil Analisis, 2010.
Program-program penanganan masalah permukiman kumuh tidak akan memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan apabila dalam pelaksanaannya tidak memperhatikan pembangunan dan manajemen aset-aset produktif komunitas antara lain adalah aset fisik, aset alam, modal manusia, modal sosial, dan aset ekonomi.
aset alam, aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi untuk mem bangun komunitas masyarakat miskin dan menangani kemiskinan perkotaan. 5) Community-Based Initiatives For Hous ing And Local Deveopment (CoBILD) CoBILD yang dilaksanakan pada Septem ber 2000 hingga Februari 2003, dilaku kan pemerintah sebagai upaya untuk mengembangkan perumahan swadaya kepada masyarakat miskin. Program ini dilakukan sebagai program yang ber basis pada potensi prakarsa komunitas masyarakat. Program ini hanya memper hatikan pembangunan dan manajemen aset pada tiga hal, yaitu aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi. 6) Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) NUSSP sebagai program permukiman
kumuh yang berbasis pada masyarakat miskin dilakukan pada tahun 2004 hing ga saat ini. Program ini memberikan per hatian terhadap pembentukan aset fisik, aset alam, aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi dalam pena taan permukiman kumuh. Kota Bebas Kumuh 2025: Hasil Pembela jaran Merujuk pada Rencana Pembangunan Jang ka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dimana pada tahun 2025 Indonesia ditar getkan akan bebas dari permukiman ku muh sesuai dengan tagline-nya yaitu “Kota Bebas Kumuh”, gambaran program-program yang telah dilakukan selama kurang lebih 3 dasawarsa terakhir ini dapat menjadi acuan dalam menciptakan program yang mampu mencapai sasaran dengan efektif dan efisien.
Program-program penanganan permukiman kumuh harus dapat memberikan dampak yang siginifikan untuk membangun komu nitas tersebut. Salah satunya dengan mem bangun aset-aset produktif komunitas seperti aset alam, aset fisik, aset modal sosial, aset modal manusia dan aset ekonomi. Namun sesungguhnya tidak hanya sampai pada ti tik akhir dari aset-aset tersebut terbangun, melainkan hingga aset-aset tersebut mampu dikelola dengan baik oleh komunitas ter sebut. Pembangunan aset dan manajemen aset merupakan intervensi yang tepat untuk penanganan masalah permukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan perko taan. *) Staf Sub Direktorat Pengembangan Permu kiman Baru, Direktorat Pengembangan Per mukiman.
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
19
Info Baru 3 Salah satu bangunan rumah korban letusan Gunung Merapi.
Menimbang Solusi
Relokasi Korban Merapi Ita Dwijayanti*)
20 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
D
Dari 129 gunung api yang ada di wilayah Indonesia, Gunung Merapi termasuk yang paling aktif. Merapi adalah gunung api de ngan tipe Strato-volcano, dan secara pet rologi magma Merapi bersifat andesitbasaltik. Gunung ini menjulang setinggi 2978 m di jantung pulau Jawa, mempunyai diameter 28 km, luas 300-400 km2 dan vo lume 150 km3. Posisi geografis Merapi 7o 32’ 5” S ; longitude 110o 26’5” E. mencakup wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Merapi terbentuk secara geodinamik pada busur kepulauan akibat subduksi pertemuan lem peng Indo-australia dengan lempeng Asia. Dinamika erupsi Merapi umumnya didahului pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awan panas, guguran lava pijar dan jatuhan piroklastik. (http://merapi.bgl.esdm.go.id/). Bahaya utama yang mengancam sekitar
INFOBARU3 total, seperti kejadian selama November 2010. Diawali dengan Erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010 dan pada 4 November 2010. Kawasan wisata di Kaliurang, Turi, dan Cangkringan sempat tutup karena area kebun salak di Turi, hotel dan penginapan di Kaliurang (dimana terdapat sekitar 280 pondok wisata dan penginapan dengan 3.000 kamar), serta sejumlah desa wisata di Cangkringan berada di kawasan zona ra wan bahaya yaitu 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tempat perekonomian dan agrobisnis ini tutup sejak erupsi Merapi Se lasa, 26 Oktober 2010 dan hingga awal De sember 2010 masih belum kembali normal walaupun status merapi dari awas sudah diturunkan menjadi siaga pada 2 Desember 2010. Belum pulihnya keadaan ini karena masyarakat sekitar masih trauma. ( http:// www.bisnis.com/umum/merapi/1id220075. html) Sedangkan untuk sektor permukiman penduduk, juga mengalami kerusakan yang parah yakni pada kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Ngemplak. Berdasarkan banyaknya rumah penduduk yang rusak parah dan nasib 2.421 kepala keluarga yang tidak memiliki rumah akibat Erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sle man, Yogyakarta, maka pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum Direk torat Jendral Cipta Karya melakukan rencana pembangunan shelter di Provinsi D.I. Yog yakarta. Relokasi Jarak relokasi memang tidak jauh dari per 40.000 jiwa yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana adalah Pyroclastic Flow atau aliran awan panas di samping bahaya sekunder lahar yang dapat terjadi pada musim hujan. Erupsi Merapi termasuk sering terjadi. Da lam 100 tahun terakhir ini rata-rata terjadi sekali erupsi dalam 2-5 tahun. Di luar an caman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi, Merapi memiliki aspek sosial dan ekonomis yang penting bagi kemajuan wi layah sekitarnya. Material erupsi Merapi, seperti pasir dan batu, menjadi penunjang pembangunan di Yogyakarta dan Jawa Te ngah. Demikian juga halnya dengan produk pertanian yang dihasilkan di lereng Merapi dan majunya perkembangan wisata yang mendukung tumbuhnya ekonomi setempat. (http://merapi.bgl.esdm.go.id/) Namun perkembangan ekonomi di sekitar lereng gunung Merapi juga bisa lumpuh
Cangkringan dimana mata pencaharian me reka adalah bertani, bercocok tanam, dan peternak, serta relokasi ini membutuhkan biaya yang pasti besar. Menurut dosen tata ruang dan perenca naan wilayah dan kota Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof DR Sudaryono, tidak mu dah mengubah warga berganti pekerjaan dari seorang petani dan peternak menjadi buruh atau bekerja di sektor lain di wilayah perkotaan, mereka akan menemui banyak kendala. Solusi relokasi dengan menggeser sedikit ke jarak yang lebih aman merupakan solusi yang tepat. Karena korban banyak bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, lahan bekas tempat tinggal korban bisa dijadikan sabana/padang rumput. Sa bana tersebut bisa jadi sumber pakan rumput untuk mencukupi kebutuhan ternak mereka. Tanah akan mengalami menyesuaian da lam kurun waktu tertentu. Dalam jangka pendek, daerah yang terkena erupsi hanya bisa ditanami tanaman talas, pisang dan rumput. Sedangkan tanaman keras hanya bisa ditanam untuk jangka menengah dan panjang. Upaya ini dilakukan agar ciri khas masyarakat lereng gunung merapi sebagai masyarakat agraris pertanian dan peternakan tetap terjaga. (Ahli Tata Ruang: Relokasi Kor ban Merapi Bukan Solusi Tepat, Detik.com 4 Desember 2010) Progres rencana pembangunan Shelter di D.I. Yogyakarta hingga tanggal 26 November 2010 yakni : Lokasi Huntara sudah dimulai Land Clearing; Pada 22 November 2010, telah dilaksanakan Launching model shelter oleh Gubernur D.I. Yogyakarta di Desa Um
Tabel 1. Hasil Survey Jumlah Kerusakan Rumah Pasca Erupsi Merapi di Kabupaten Sleman Yogyakarta
Desa Kecamatan
1. Glagaharjo 2. Argomulyo 3. Kepuharjo 4. Wukirsari 5. Umbulharjo 6. Sindumartani
Cangkringan Cangkringan Cangkringan Cangkringan Cangkringan Ngemplak
TOTAL
Jumlah KK 827 129 830 338 282 15 2.421
Sumber : Laporan penanganan bencana bidang Ke-Cipta Karya-an, Kementerian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya ( status: 19 november 2010)
mukiman awal penduduk karena jika jauh dari hunian semula, akan menimbulkan ma salah / efek lain terhadap warga. Dampak relokasi yang jauh akan memutus sejarah ruang, budaya, sosial, dan ekonomi warga
bulharjo, Kec. Cangkringan; dan untuk lo kasi huntara Banjarsari, Glagaharjo sudah direkomendasikan, tetapi lokasi huntara Pa garjuan dipindahkan ke Plumbon, Sindumar tani.
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
21
INFOBARU3
Salah satu bangunan rumah korban letusan Gunung Merapi. Solusi relokasi dengan menggeser sedikit ke jarak yang lebih aman merupakan solusi yang tepat. Tabel 2. Hasil Survey Persiapan Lahan untuk Relokasi Pengungsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Rencana Lokasi Shelter
Desa
Jumlah KK
Lokasi
Luas (ha) Radius (km)
1. Glagaharjo 827 Banjarsari 7,5 11,5 2. Argomulyo 129 Kuwang 3 13 3. Kepuharjo 830 Pagerjuang 10 9,3 4. Wukirsari 338 Gondang 3 10,2 5. Umbulharjo 282 Plosokerep 3 10,1 6. Sindumartani 15 Plumbon - -
Pemanfaatan
Kondisi lahan
Tegalan Sawah Subur Tegalan Depan rata, Tegalan Bambu belakang berkontur Tegalan tanaman Ditimbang perlu keras perataan - -
Sumber : Laporan penanganan bencana bidang Ke-Cipta Karya-an, Kementerian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya ( status: 19 november 2010)
Sementara itu, menurut Arsitek Ikaputra, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
juga menyiapkan model rumah hunian se mentara untuk para korban bencana letusan
Tabel 3. Hasil Survey Persiapan Lahan untuk Relokasi Pengungsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Lokasi
Daya Tampung Luas Lahan (Ha) Rencana Realisasi
Progres
Keterangan
Dusun Plosokerep Desa Umbulharjo Kec. Cangkringan
3
307 kk
307 kk
4%
Dusun Kuwang Desa Argomulyo Kec. Cangkringan
5
261 kk
261 kk
3%
Dusun Banjarsari Desa Glagaharjo Kec. Cangkringan
9
808 kk
808 kk
0%
Sedang dalam tahap pengukuran dan penyelesaian pembuatan site plan
Dusun Gondang 1 Desa Wukirsari Kec. Cangkringan
3
200 kk
200 kk
0%
Sedang dalam tahap pengukuran dan penyelesaian pembuatan site plan
Dusun Gondang 2 Desa Wukirsari Kec. Cangkringan
9
830 kk
830 kk
0%
Sedang dalam tahap pengukuran dan penyelesaian pembuatan site plan
Dusun Bulaksalak Desa Wukirsari Kec. Cangkringan
2
181 kk
181 kk
0%
Sedang dalam tahap pengukuran
Dusun Ketingan Desa sidumartani Kec. Ngemplak
0.5
26 kk
26 kk
0%
Sedang dalam tahap pengukuran
Sedang dilakukan land clearing untuk persiapan pembangunan huntara Sedang dilakukan land clearing untuk persiapan pembangunan hun tara, untuk tahap awal sejumlah 50 unit dibangun oleh TNI AD
Sumber : Laporan penanganan bencana bidang Ke-Cipta Karya-an, Kementerian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya ( status: 19 november 2010)
22 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
Gunung Merapi yang rumahnya hancur dan rusak parah. Pembangunan rumah hu nian sementara itu sedang diusulkan ke pemerintah daerah dan pemerintah provin si untuk ditindaklanjuti. Pihak UGM berko ordinasi dengan pemerintah terkait kebijakan pembangunan rumah hunian sementara bagi para pengungsi. Dari UGM akan membangun 87 rumah untuk pengungsi warga Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Kecamatan Cangkri ngan, Kabupaten Sleman. Lokasi yang dipilih berada di areal lahan Purwomartani, Sleman. Lahan yang diperlukan untuk membangun hunian sementara itu seluas 1,5 hektar untuk 87 kepala keluarga. Masing-masing kepala keluarga akan menempati lahan seluas 150 meter2. Sedangkan model rumah yang akan di bangun menggunakan bahan dasar kayu atau bambu, lengkap dengan lahan peka rangan untuk mendukung aktivitas peter nakan dan pertanian. Luas area rumah 18 m2, sedangkan sisanya lahan untuk kandang dan pekarangan, karena lebih dari setengah pengungsi memiliki ternak. Fasilitas yang akan dibuat nantinya akan lengkap dengan kandang ternak, pembuatan biogas, dan ak tivitas ekonomi lainnya. Pembuatan biogas ini selain mendukung kehidupan masyarakat juga mendukung ke lestarian bumi dan jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan mendukung pemanasan global. Perlu di informasikan kotoran he wan peternakan seperti kotoran sapi meng hasilkan gas metana (CH4). Gas metana merupakan salah satu kontributor utama efek gas rumah kaca. PBB mengemukakan bahwa industri peternakan di seluruh du nia mempunyai kontribusi sebanyak 18% terhadap terjadinya pemanasan global. Se bagai gambaran, jumlah CO2 dari kotoan yang dihasilkan oleh seekor sapi selam 1 tahun adalah sama dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mobil yang bepergian me nempuh jarak 70.000 km. Biaya yang direncanakan untuk pembua tan 87 rumah hunian sementara tersebut menelan biaya sebesar Rp. 783 juta untuk model rumah bambu, dan Rp1,56 miliar untuk model rumah hunian kayu. Sehingga perkiraan untuk 1 unit rumah dari bahan bambu memakan biaya Rp 9 juta per unit, sedangkan untuk rumah bahan kayu Rp 18 juta. (sumber : http://www.bisnis.com/ umum/merapi/1id220075.html 16 November 2010). *) Mahasiswi Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Bio-Butanol,
Energi Baru dari Sampah Makanan Sandhi Eko Bramono*)
www.almafood.unibo.it
Inovasi 1
INOVASI 1
K
Kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barack Hussein Obama ke Indonesia pada 9 – 10 November 2010 yang lalu, telah membawa sejumlah peluang kerjasama baru antara Indonesia dan Amerika Serikat. Salah satu kerjasama yang ditawarkan oleh Negeri Paman Sam itu adalah kerjasama dalam bidang energi terbarukan. Dengan sebuah kejelian melihat peluang, Direktorat Jenderal Cipta Karya berpeluang untuk membuka kerjasama dalam bidang energi terbarukan ini. Salah satu energi terbarukan yang dapat diajukan, yang tentunya juga berkesesuaian dengan bidang keciptakaryaan, adalah en ergi terbarukan dari sampah, khususnya sampah makanan. Sampah makanan yang memiliki kandu ngan organik tinggi dan proporsi yang men
capai sekitar 55 - 58 % dari total timbulan sampah, memiliki potensi besar untuk dapat diubah menjadi bentuk energi terbarukan. Salah satu terobosan baru dalam bentuk energi alternatif terbarukan berupa bahan baku cair yang bisa diperoleh dari sampah makanan adalah butanol (C4H9OH). Proses fermentasi dari sampah makanan dengan pengolahan secara fermentatif-bi ologis, menjadikan butanol ini lebih di kenal sebagai bio-butanol. Jika pengajuan kerjasama ini berhasil dan terlaksana, maka bukan hanya akan membawa nama harum Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam ke jeliannya mengambil peluang, namun juga pertama di Asia Tenggara dalam mengem bangkan produksi bio-butanol bersumber sampah makanan, pada skala kota.
Mengapa Bio-butanol ? Bio-etanol (C2H5OH), merupakan salah satu energi alternatif terbarukan berbentuk cair yang paling banyak diterapkan di berbagai negara. Akan tetapi, terdapat sejumlah ke terbatasan bio-etanol ketimbang bio-bu tanol terkait sifat fisika dan kimianya. Salah satu keunggulan bio-butanol ketimbang bio-etanol adalah kemampuan bio-butanol untuk dapat langsung digunakan dalam kadar pencampuran yang tinggi, yaitu 8 – 16 % terhadap bensin, tanpa melakukan modifikasi mesin bakar. Hal ini berbeda dengan penggunaan bioetanol yang masih membutuhkan modifikasi mesin bakar, serta kadar pencampurannya hanya sebesar 5 - 10 %. Selain itu, biobutanol juga memiliki nilai kalor atas yang tinggi dibanding bio-etanol (33,07 GJ/ton berbanding 28,86 GJ/ton), tidak korosif, tidak terlalu mudah menguap, dan tidak menyerap uap air, jika dibandingkan dengan bio-etanol. Selain sebagai bentuk energi alternatif, biobutanol juga sangat bermanfaat dalam dunia industri farmasi sebagai zat pelarut, untuk industri cat, hingga industri minyak rem. Mengapa Bersumber dari Sampah Maka nan ? Mari kita bayangkan Kota Jakarta, dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 9,5 juta jiwa pada Tahun 2010 ini. Penduduk sebanyak ini menghasilkan sekitar 6.600 ton sampah setiap harinya. Dengan proporsi sampah makanan yang mencapai 55 - 58 % dari total timbulan sampah, maka 3.828 ton sampah makanan yang kaya zat amilum dan zat organik ini terbuang sia – sia di Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) Bantar Gebang setiap harinya. Padahal 3.828 ton sampah makanan ini jika tertangani dengan baik, dapat menjadi suatu potensi yang luar biasa sebagai bahan baku produksi bio-butanol.
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
23
Di sisi lain, sampah makanan selama ini selalu membawa dampak lingkungan yang tinggi bagi pengolahan sampah di IPS. Hal ini dikarenakan masih tingginya kadar organik sampah makanan, yang berpeluang menjadi pencemar tanah dan air tanah di sekitar IPS. Sejumlah penelitian menyimpulkan bah wa 1 % senyawa bio-butanol dapat dihasilkan dari setiap satuan massa sampah maka nan. Mengacu pada data tersebut, maka dapat dihasilkan 38,28 ton bio-butanol se tiap harinya dari sampah makanan di Ja karta. Dengan nilai kalor atas bio-butanol yang mencapai 33,07 GJ/ton, maka dapat dibayangkan potensi energi sebesar 1,26 TJ setiap harinya yang terkandung dalam sampah makanan, hilang begitu saja ! Hal ini tentu saja dengan mengasumsikan 100 % sampah makanan dapat terkumpulkan dalam proses pengumpulan dan pengangkutan sampah. Sekiranya hanya 50 % saja sampah makanan yang dapat terkumpulkan dan di olah menjadi bio-butanol, nilai kalor yang dihasilkan juga sudah cukup besar dan se lama ini selalu terbuang percuma, yaitu 0.63 TJ setiap harinya !
Proses Produksi Bio-butanol Sampah yang diangkut dari lokasi timbulan sampah, dibawa ke IPS. Di IPS, proses dia wali dengan pencacahan sampah makan an, sehingga keseragaman ukuran sampah makanan menjadi lebih tinggi. Lalu dilan jutkan dengan proses hidrolisis enzim, dimana sampah makanan diolah dengan gabungan enzim celulase, glicosidase, hemicelulase, dan amilase, untuk memecah rantai – rantai polisakarida yang kompleks menjadi rantai monosakarida yang sederhana. Kandungan amilum yang tinggi pada sampah makanan juga sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi proses. Proses hidrolisis enzim ini sangat penting, mengingat mikroorganisme akan mengalami kesulitan mengurai sampah makanan, jika komposisi sampahnya masih didominasi rantai polisakarida. Proses ini akan menyederhanakan sam pah makanan yang awalnya kaya dengan celulosa, hemicelulosa, dan amilum, menjadi glukosa dan xilosa. Setelah glukosa dan xi losa terbentuk, maka dilanjutkan dengan proses fermentasi yang berlangsung pada 2 unit, yaitu unit fermentasi asidogenesis
dan unit fermentasi solventogenesis. Pada unit fermentasi asidogenesis, akan diha silkan senyawa asam organik volatil, yang merupakan bahan baku penunjang produksi bio-butanol. Asam organik volatil yang te lah terbentuk kemudian dialirkan ke unit fermentasi asidogenesis, untuk kemudian di konversi menjadi bio-butanol sebagai produk utama, disertai bio-aseton dan bio-etanol sebagai produk sampingan. Proses ini akan berlangsung sekitar 5 hari. Pada unit fermentasi asidogenesis dan unit fermentasi solventogenesis ini pula, akan dihasilkan produk sampingan lain berupa bio-hidrogen, yang juga sangat kaya dengan kandungan energi. Dengan kata lain, proses ini selain menghasilkan senyawa energi cair, juga menghasilkan senyawa energi gas yaitu bio-hidrogen. Mikroorganisme yang umumnya diguna kan untuk proses produksi bio-butanol ini adalah bakteri dari genus Clostridium, yang umumnya adalah Clostridium aceto butylicum atau Clostridium beijerinckii. Proses lalu dilanjutkan dengan proses pemisahan bio-aseton, bio-butanol, bio-etanol, dan bio-
www.upload.wikimedia.org
Sebuah pabrik pengolahan Bio-Butanol di West Burlington, Iowa, Amerika Serikat.
24 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
INOVASI 1
bio-hidrogen
sampah makanan
unit penampung sampah makanan
unit pencacah sampah makanan
unit hidrolisis
unit separasi bio-hidrogen
unit separasi bio-hidrogen
unit fermentasi (asi diagenesis)
unit fermentasi (selventage nesis)
unit aktivasi mikroorganisme
unit separasi bio-aseton bia-butanol bio-etanol
bio-aseton bia-butanol bio-etanol
kompos
Bagan Proses Pengolahan Sampah Makanan menjadi Bio-hidrogen, Bio-aseton, Bio-butanol, dan Bio-etanol
hidrogen, bergantung pada kebutuhan in dustri yang diminta. Sisa sampah makanan dari proses ini, dapat juga digunakan sebagai kompos atau sebagai pakan ternak, setelah melalui proses sterilisasi. Setelah bio-aseton, bio-butanol, bio-eta nol, dan bio-hidrogen terproduksi, maka di lanjutkan dengan proses pemisahan atau separasi pada unit separasi, yang tergantung pada kebutuhan industri yang diminta. Sisa sampah makanan yang tidak terkonversi dari proses ini, dapat digunakan sebagai kompos atau sebagai pakan ternak, setelah melalui proses sterilisasi. Potensi Mekanisme Pembangunan Bersih (MKP) Dengan menggunakan perhitungan Meka nisme Pembangunan Bersih (MKP), dapat dikembangkan perhitungan potensi energi yang terkandung dalam sampah makanan, sebagai alternatif dari teknik perhitungan potensi gas karbon dioksida yang dapat dilepas. Satuan yang dapat digunakan me ngacu pada industri yang menghasilkan sampah makanan, seperti misalnya restoran
dan kantin. Dengan mengetahui timbulan sampah yang dihasilkan oleh restoran atau kantin setiap harinya, luas area, jumlah pe gawai yang bekerja, hingga pemasukan uang penjualan makanan setiap harinya, maka nilai energi per satuan yang tersebut di atas juga dapat dihitung. Sebuah data primer yang diperoleh dari suatu kantin di salah universitas di Indonesia, menunjukkan kantin dengan jumlah pega wai sebanyak 5 orang, luas area 12,1 m2, pendapatan harian mencapai Rp 3,8 juta, menghasilkan sampah makanan sebanyak 22 kilogram setiap harinya. Berdasarkan angka – angka ini, diperoleh perhitungan untuk menghasilkan data sekunder berupa jumlah bio-butanol yang dapat diproduksi mencapai 0,22 kilogram setiap harinya atau setara dengan 7,27 MJ energi. Dengan mempertimbangkan luas area kantin, jumlah pegawai, serta tingkat penghasilan kantin, maka diperoleh angka – angka besaran energi sebesar 0,60 MJ / m2 kantin / hari atau 1,45 MJ / pegawai kantin / hari atau 1,91 MJ / juta rupiah penghasilan kantin. Angka ini sangat penting untuk dapat
dijadikan tolok ukur dalam suatu negosiasi dengan institusi pendanaan internasional, mengenai potensi energi dari sampah ma kanan. Dengan berpegang pada angka ini, maka posisi tawar Pemerintah Indonesia menjadi lebih kuat dalam pengajuan besaran kredit karbon. Sampah makanan yang selama ini selalu kita sia-siakan, ternyata menyimpan sejumlah potensi energi yang belum termanfaatkan. Di tengah tingginya harga bahan bakar minyak saat ini, sudah saatnya Pemerintah Indonesia mengupayakan terobosan energi alternatif dengan harga yang lebih terjangkau, serta berasal dari sumber – sumber yang awalnya tidak termanfaatkan, seperti sampah maka nan. Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai bahan bakar tak terbaharukan dapat semakin ditekan, dengan mengalihkan pada sumber dan bentuk en ergi yang lebih bersih dan terbarukan. Mari manfaatkan peluang ini ! *) Penulis adalah staf di Sub Direktorat Ke bijakan dan Strategi, Direktorat Bina Prog ram, Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
25
www.canallovers.files.wordpress.com
Inovasi 2 Beberapa tumpukan sampah di aliran sungai. Tumpukan sampah yang menggunung kerap kita jumpai baik di pinggir saluran drainase atau di bantaran sungai.
Peduli Air Minum dan Sanitasi,
Untuk Kita Sendiri
B
Belum lama, kita harus menutup hidung saat melintas di sepanjang jalan H. Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan, tepatnya sebelum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (pertigaan Rempoa), pasar Ciputat hingga Carefour Ciputat. Begitu banyak sampah me nimbun di bahu jalan (bahkan di separator) maupun trotoar pertokoan, lautan sampah berjejalan, menupuk busuk menyengat, dari yang curah sampai yang terbungkus kan tong plastik rapih, menjadi tontonan yang memalukan. Padahal belum lama juga, tepatnya tang gal 13 Nopember 2010 yang lalu, warga kota ini baru memilih pimpinannya secara demokratis. Terlepas dari putusan MK untuk melaksanakan Pemilukada ulang, menariknya saat debat calon yang digelar Metro TV dua hari sebelumnya banyak menyoroti sampah dan air bersih di kota itu. Masingmasing calon unjuk gigi dengan visi misinya. Seberapa besar kepedulian kita terhadap permasalahan sanitasi dan air bersih (air
Ade Syaiful R*)
minum)? Berikut adalah gambaran sanitasi dan air bersih kita, terutama di lingkungan permukiman kita masing-masing. Tumpukan sampah yang menggunung kerap kita jumpai baik di pinggir saluran drainase atau di bantaran sungai. Ironisnya lagi sampah tersebut menumpuk justru pada tempat yang jelas-jelas dilarang membuang sampah. Kemudian tempat pewadahan sam pah yang ada di lingkungan rumah tangga ternyata juga (sebagian besar) masih belum dipilah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik) sehingga mereka tercampur menjadi satu. Selain menyulitkan pengolahannya, sampah yang tercampur menjadi satu antara sampah kering dan ba sah tersebut akan menimbulkan bau tak sedap dan berpotensi menjadi sarang lalat dan penyakit. Tangki septik yang berada di lingkungan perumahan yang tanpa disadari telah ber tahun-tahun tidak pernah dikuras atau di sedot. Terpikirkah kita kondisi tersebut dapat
26 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
menggambarkan indikasi kemungkinan ter jadi kebocoran atau rembesan air limbah (tin ja) ke dalam tanah, karena idealnya periode waktu pengurasan untuk tangki septik rum ah tangga umumnya adalah antara 2 hingga 3 tahun?, Lantas kemana larinya limbah tinja tersebut? Terpikirkah kita atas kemungkinan limbah tersebut merembes ke sumber air ta nah kita dan mungkin tetangga sebelah kita? Saluran drainase persis di depan rumah kita (yang lazim kita sebut saluran got) di mana airnya berwarna keruh, hitam dan bau tidak sedap adalah gambaran bahwa ma sih tercampurnya saluran pembuangan air kotor yang berasal dari buangan air kotor (grey water) rumah tangga dan saluran air hujan. Kondisi ini mengakibatkan saluran got tersebut akan membawa campuran air hujan dan air kotor yang selanjutnya dialirkan ke anak sungai ataupun ke sungai. Lebih parah lagi, banyak perumahan kumuh yang tidak mempunyai saluran buangan sama sekali sehingga mereka membuangnya langsung ke badan air. Demikian halnya dengan air baku untuk air bersih dan air minum, dimana air adalah merupakan unsur utama kehidupan yang seharusnya diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga terhadap cemaran. Kenyataannya air selalu dihamburkan, dicemari, dan disiasiakan. Kecenderungan yang terjadi adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi manusia, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga secara relatif, ke tersediaan air bersih tersebut berkurang. Bahkan menurut pendapat beberapa ahli, pada suatu saat nanti, akan terjadi ‘perta rungan’ untuk memperebutkan air bersih ini. Pengambilan air bawah tanah saat ini juga sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Diperkirakan, 10 tahun mendatang, warga akan kesulitan mendapatkan air bersih karena tidak ketatnya pengawasan pengambilan air tanah. Idealnya, aktivitas pengambilan air bawah tanah harus diimbangi dengan pembuatan sumur resapan air. Hal ini un tuk menjaga keseimbangan air melalui me kanisme penampungan air hujan agar tidak langsung terbuang ke sungai sehingga persediaan air baku tidak menyusut secara drastis. Pengambilan air bawah tanah yang ber lebihan saat ini telah menyebabkan per mukaan tanah di beberapa kawasan di Jakarta menurun drastis setiap tahun. Penurunan
www.4.bp.blogspot.com
INOVASI 2
itu antara lain diduga karena beban di atas permukaan semakin besar dan makin banyak warga yang menyedot air tanah secara besarbesaran. Penurunan permukaan tanah ini ke depan selain dapat menyebabkan meluasnya banjir akibat areal cekungan yang lebih luas, dapat juga menyebabkan kerusakan infrastruktur seperti jalan yang retak, serta bangunan yang rusak karena pondasi ber geser. Selain itu, pengambilan air tanah se cara berlebihan menyebabkan permukaan air tanah turun sehingga sumur kering. Samsuhadi (Dosen Luar Biasa Jurusan Tek nik Lingkungan Universitas Trisakti) pada 2005 pernah meneliti, jika pada 2025 penduduk Jakarta diperkirakan mencapai 27 juta dan setiap orang membutuhkan air bersih 200 liter per hari (termasuk kebutuhan untuk industri), maka kebutuhan air bersih akan mencapai 2.000 juta meter kubik. Sementara pasokan PDAM diperkirakan hanya 645 juta meter kubik, sehingga kebutuhan air tanah akan mencapai 1,355 juta meter kubik. Pa da 2002 diperkirakan ketersediaan air ta nah hanya 1.230-1.590 juta meter kubik. Angka ini akan terus berkurang jika tidak dilakukan upaya pelestarian lingkungan di sekitar wilayah Jakarta, sehingga pada 2025 warga Jakarta akan benar-benar kesulitan mendapat air bersih. Seberapa banyak dari kita yang melihat
Genangan air dijalan raya akibat saluran drainase yang tidak lancar.
Pemerintah sangat concern memenuhi kebutuhan air minum masyarakat sesuai target MDGs, dimana setiap orang minimal harus dapat memenuhi kebutuhan air minum minimal 60 liter/hari.
kondisi tersebut di atas, atau mungkin masih ada diantara kita, di lingkungan rumah kita masing-masing yang mengalami kondisi tersebut diatas? Lantas apa peduli kita? Apakah hal ini akan kita biarkan begitu saja tanpa ada upaya kita untuk merubah dan memperbaikinya? Sementara kita terus gen car mengkampanyekan pola-pola hidup ber sih dan sehat ke pelosok negeri ini? Upaya besar dan gencar memang sudah kita lakukan dengan membangun prasarana sarana baik air bersih (air minum) serta sanitasi di seluruh pelosok negeri ini. Namun tanpa bermaksud mengecilkan arti hasil-hasil pembangunan dan prestasi yang telah dicapai selama ini, alangkah naifnya jika orang lain telah melakukan pola-pola yang kita sosialisasikan namun ternyata kita, dan lingkungan rumah kita sendiri masih belum menerapkannya. Banyak dari kita menganggap urusan air bersih, sampah, dan limbah dapat diselesaikan
dengan membayar sejumlah uang retribusi kepada pihak pengelola kebersihan maupun penyedia air bersih. Padahal seiring waktu berjalan dan pertambahan jumlah penduduk juga semakin tinggi, pernahkah terpikir bah wa semakin lama ketersediaan sumber air bersih juga semakin menipis? Jangan sampai hal tersebut terlambat kita sadari pada saat sumber air telah menipis, pohon-pohon su dah habis ditebangi, sumber air yang ada juga tercemari dengan sampah dan limbah. Pada situasi ini uang yang kita punyai sudah tidak ada artinya lagi. Mari kita lakukan perbaikan dari skala paling kecil melalui peran aktif dari diri kita sendiri dan lingkungan rumah masing-ma sing, semua semata-mata untuk air bersih dan sanitasi yang lebih baik, untuk kehidupan kita yang lebih sehat. *) Kasubid Penyiapan Pelaporan, Pusat Komu nikasi Publik, Kementerian Pekerjaan Umum
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
27
Inovasi 3
INOVASI 3
Dirjen CIpta Karya, Budi Yuwono (kiri) menandatangani Nota Kesepakatan dengan Pemprov Nusa Tengara Timur tentang pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
BLUD SPAM di ‘Duo’ Kupang
Banyak Untungnya
B
Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, sepakat me nyerahkan pengelolaan sarana dan prasarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang melayani air minum di wilayah Kota Kupang ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya Pemprov NTT membentuk Ba dan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk mengelola unit produksi, transmisi, dan dis tribusi dari mata air Baumata, Oenesu, Kol hua, dan Bonem. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) ten tang pengelolaan SPAM Regional yang di tandatangani pada 14 Desember 2010. Pihak yang terkait antara lain Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono (mewakili pemerintah pusat), Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Wakil Walikota Kota Kupang Daniel Hurek, dan Sek da Kab. Kupang Hendrikus Paut mewakili Bu pati Kab Kupang. Sebelumnya Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan Sosialisasi Nor ma, Standar, Pedoman bidang Air Minum. Dengan MoU itu, Pemprov NTT akan me nampung seluruh kelebihan karyawan PDAM Kabupaten Kupang dan menempatkannya di
BLUD SPAM, khusus karyawan yang berstatus PNSD bisa ditempatkan di SKPD lainnya di lingkungan Pemprov NTT. Pemprov juga bertanggungjawab penuh atas seluruh hutang dan pinjaman, termasuk bunga dan dendanya yang saat ini mencapai total Rp 13,3 miliar kepada Kementerian Ke uangan. Kabupaten Kupang juga berhak mendapatkan kompensasi atas keuntungan SPAM yang dikelola BLUD sesuai kesepakatan bersama. Kompensasi juga diberikan kepada Pemerintah Kota Kupang atas penggunaan mata air yang ada di wilayah Kota Kupang. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono menjelaskan maksud dan tujuan nota kesepahaman itu untuk meningkatkan penguatan kelemagaan pengelolaan PDAM dan BLUD secara optimal dan berkelanjutan dalam pelayanan air mi num yang saling menguntungkan dari aspek administrasi, operasional, keuangan, maupun manfaat. Budi Yuwono dalam kesepakatan terse but juga berkomitmen membantu pengem bangan SPAM Tilong untuk melayani kebu
28 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
tuhan air minum di Kota dan Kabupaten Kupang. Bersama Pemprov NTT, Ditjen Cip ta Karya akan mengembangkan pipa in duk distribusi, khususnya untuk melayani Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selanjutnya SPAM Tilong yang berkapasitas 20 liter per detik itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Kupang untuk pela yanan ke Desa Oelmasi. Direktur Pengembangan Air Minum, Danny Sutjiono menambahkan, Direktorat Jenderal Cipta Karya akan mengalokasikan dana sekitar Rp 20 miliar dalam APBN tahun 2011 untuk membenahi dan memperbaiki jaringan pipa induk distribusi air minum di wilayah Kota Kupang dan sekitarnya. “Pemerintah sangat concern memenuhi kebutuhan air minum masyarakat sesuai target MDGs, dimana setiap orang minimal harus dapat memenuhi kebutuhan air minum minimal 60 liter/hari,” ungkap Danny. Acara MoU dihadiri oleh sekitar 60 orang dan bertempat di Ruang Rapat Kantor Gu bernur NTT, termasuk para undangan adalah Pejabat di Prov. NTT, Kab Kupang dan Kota Kupang, juga Kepala Balai Wilayah Sungai Nusra II (T. Iskandar), Ka. BLUD Prov. NTT (Anshari Siregar), Kepala Dinas Prov. NTT (Ir. Andreas W. Koreh). Kasubdit Air Baku Ditjend SDA (Tri Sasongko Widianto), 2 Orang Anggota DPR-RI Komisi V, Ferry Francis dan Saleh Husain), Wakil Ketua DPR Prov. NTT, dan Kabid Cipta Karya - Dinas PU NTT. “Saat ini baru sekitar 40 persen masya rakat di Kota Kupang dan sekitarnya yang terpenuhi kebutuhan air minum yang dila yani oleh pemerintah. Padahal potensi air sangat memungkinkan. Dengan pemerintah provinsi mengelolah air PDAM melalui BLUD di wilayah ini maka nantinya bisa mendorong untuk memenuhi kebutuhan air minum hingga 50 ribu-an pelanggan di Kota Kupang dari yang ada saat ini, yakni baru sekitar 23 ribu pelanggan. Kita targetkan tiga tahun ke depan pemenuhan air minum ini bisa terpenuhi. Apalagi target secara nasional sambungan air minum ke pelanggan minimal 8,5 juta pelanggan,” jelas Kadinas PU Provinsi NTT, Andreas W. Koreh. Tentang alokasi dana pendamping APBD untuk menopang perbaikan jaringan pipa distribusi yang ada di Kota kupang, Andre menjelaskan, sekitar Rp 2 - Rp 3 miliar. Jadi ke depan penangan air minum oleh pemerintah propinsi melalui Badan Layanan Umum (BLU). (bcr)
Gema PNPM
GEMAPNPM
Tim Misi ADB bersama Kepala PCMU RIS PNPM mengunjungi Desa Sebalik Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin
ADB Puas,
Kinerja RIS-PNPM Tahap II Lebih Baik Abdul Hakam*)
“Pelaksanaan Rural Infratructure Support to PNPM Mandiri (RIS-PNPM) tahun 2009 (tahap I) dan tahun 2010 (tahap II) telah mencapai progres dengan baik dan sesuai jadwal. Pada RIS-PNPM II tahun 2010 ini, fasilitator, konsultan, PPIU/DPIU dan Satker telah menunjukkan performance yang lebih kuat. Hal ini ditunjukkan dengan keberhasilan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan pemahaman masyarakat desa sasaran terhadap prinsip-prinsip program.”
P
Penilaian tersebut dinyatakan Wolfgang Ku bitzki selaku mission leader yang didampingi oleh Siti Nur Hasanah (Project Officer) dan Ruly Marianti (Gender and Development Ad visor) dari IRM-ADB pada pelaksanaan review mission tanggal 5-23 November 2010. Dalam mendukung upaya percepatan pe nanggulangan kemiskinan dan peningkatan ekonomi masyarakat khususnya di wilayah perdesaan, Ditjen Cipta Karya meluncurkan program pembangunan berbasis pember dayaan yang salah satunya dikenal dengan nama Rural Infrastructure Support to PNPM Mandiri (RIS-PNPM Mandiri). Kegiatan RISPNPM ini dilaksanakan dengan dukungan
pembiayaan dari pinjaman lunak ADB. Pelak sanaan RIS-PNPM ini telah berlangsung sejak tahun 2009 dan dilanjutkan di tahun 2010 dengan cakupan wilayah di 215 kecamatan di 37 kabupaten yang tersebar di provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung. Review Mission ADB yang selenggarakan pada tanggal 5 – 23 November 2010 lalu, bertujuan untuk memantau hasil capaian pelaksanaan RIS-PNPM tahun 2009 dan ta hun 2010. Mission ini dampingi oleh PCMU, wakil dari Bappenas, wakil dari Kementerian Keuangan dan para pelaku di tingkat provinsi, kabupaten dan desa sasaran. Panani Kesai selaku Kepala PCMU men
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
29
jelaskan bahwa pelaksanaan RIS-PNPM II tahun 2010 telah disempurnakan agar ke lemahan-kelemahan pelaksanaan pada RIS-PNPM I tidak terulang kembali. Berbagai penguatan telah dilaksanakan antara lain pelatihan fasiitator, peningkatan kapasitas
PPIU, DPIU dan Satker, sosialisasi melalui me dia elektronik dan poster-poster serta me ningkatkan pengendalian dan koordinasi an tar pelaku program. Pelaksanaan RIS-PNPM II ini juga telah dikawal dengan baik, sehingga dana BLM
Tim Misi ADB bersama Kepala PCMU RIS PNPM mengunjungi sebuah jembatan di Desa Sebalik Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin
30 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
yang telah dialokasikan ini dapat secara ce pat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin, baik dalam keterlibatan sebagai te naga kerja maupun memanfaatkan hasil in frastrukturnya, lanjut Panani Kesai. Dalam kunjungan ke desa-desa sasaran,
GEMAPNPM ADB menilai bahwa infrastruktur yang di bangun oleh RIS-PNPM mempunyai nilai manfaat yang sangat tinggi dan antusiasme masyarakat sebagai pelaku utama program sangat baik. Lebih dari 2 juta orang di 1.700 desa sasaran, dapat menikmati secara lang
sung hasil pembangunan infrastruktur RISPNPM ini. Desa sasaran yang dikunjungi di Sumatera Selatan adalah Desa Suka Damai, Desa Se balik kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin dan Desa Muara Harapan di Kabupaten Muara Enim. Secara keseluruhan desa-desa ini merupakan desa dengan ting kat kemiskinan lebih dari 25 %. Kondisi infrastruktur desa-desa ini masih sangat terbatas, terutama akses transportasinya. Bahkan untuk menuju Desa Sebatik, tim mi si harus menggunakan perahu motor se lama kurang lebih 45 menit, karena desa ini berada di seberang Sungai Musi. Pa dahal jarak Desa Sebalik ini hanya 6 Km dari ibukota Kabupaten, tetapi karena desa Sebalik ini terisolasi, maka desa ini sulit untuk berkembang. Desa-desa yang masih terisolasi, pada umumnya cenderung memilih pembangu nan jalan dalam melaksanakan kegiatan RIS-PNPM. Seperti contoh, Desa Suka Da mai yang didiami oleh 3.708 jiwa ini telah mendapatkan bantuan BLM sebanyak 2 ta hun, tahun 2009 masyarakat membangun 2 jembatan beton dengan panjang 18 M dan lebar 2,75 M, sedangkan untuk tahun 2010 masyarakat melanjutkan dengan perkerasan jalan sirtu sepanjang 4.000 M dengan lebar 3 M. Desa Suka Damai merupakan desa trans migrasi, sehingga masyarakatnya sebagian besar berasal dari Suku Sunda. Jalan-jalan yang dibuka oleh masyarakat sejak tahun 80an telah mengalami kerusakan yang parah, karena kawasan ini merupakan daerah tepi sungai dengan kondisi tanah adalah tanah liat. Sedangkan di Provinsi Riau, Misi ADB me ngunjungi desa di kabupaten Kampar, dan desa di Kabupaten Kuantan Singingi. Dalam pelaksanaannya, infrastruktur yang ditinjau di kedua kabupaten tersebut sangat beragam, seperti jalan beton, perkerasan ja lan dengan sirtu, pembangunan jembatan gantung, pembangunan jembatan beton, MCK serta sebagian ada yang pembangunan tambatan perahu (seperti di Kabupaten Ku antan Singingi). Hal yang menarik dalam kunjungan ini adalah ketika meninjau pelaksanaan RISPNPM di Desa Tanjung Mas di Kabupaten Kampar. Desa ini telah menjadi sasaran RISPNPM selama 2 tahun. Pada tahun 2009, dana BLM dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun jembatan gantung sepanjang
100 M dengan struktur kayu dan kawat sling sebagai pengakunya. Sedangkan untuk dana BLM RIS-PNPM Mandiri tahap II sesuai dengan program PJM pronangkis desa, masyarakat membangun jalan rabat beton serta jem batan beton sepanjang 18 M. Desa Tanjung Mas, dengan jumlah pen duduk 309 jiwa dengan KK sebesar 79 KK dan terdiri dari 3 dusun. Permasalahan yang dihadapi desa ini, disamping infrastruktur yang terbatas, masyarakat pun mengalami kesulitan dalam transportasi karena wilayah desa ini yang terbelah oleh Sungai Kampar. Harapan masyarakat untuk menyatukan wilayah desa ini telah terkabul melalui RISPNPM. Dengan semangat dari masyarakat untuk berpartisipasi, bergotong royong dan berswadaya. Jembatan Gantung yang dinilai jauh melebihi dari bantuan dana sebesar Rp. 250 juta tersebut, dapat terselesaikan dengan baik. Swadaya masyarakat di Desa Tanjung Mas ini sangat tinggi, masyarakat merelakan tenaganya untuk tidak dibayar, menyumbangkan material bahkan ada yang menyumbang uang. Manfaat pembangunan jembatan dan jalan melalui RIS PNPM ini sangat besar di rasakan oleh masyarakat Desa Tanjung Mas. Sebelum ada program, masyarakat apabila berangkat dan pulang dari kebun harus menyeberang sungai dengan kapal tongkan, terlebih jika harus membawa hasil kebun, sangat susah sekali dan biayanya mahal. Selain itu, apabila kondisi hujan maka jalan yang dilewati juga sangat susah dikarenakan lengket. Tapi dengan adanya program RIS-PNPM Mandiri tahap I dan tahap II ini masyarakat tidak lagi bersusah payah untuk ke kebun dan membawa hasil kebunnya ka rena sudah ada jembatan dan jalan yang bagus dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal. Salah satu hal penting dalam penye lenggaraan RIS PNPM Mandiri adalah ke terlibatan masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan dalam setiap pelaksa naannya. Pelaksanaan RIS-PNPM juga te lah dinilai cukup baik dalam pemenuhan keterlibatan kaum perempuannya (gender parcipatory). Disamping, keterlibatan dari berbagai pihak terutama dari aparat peme rintah daerah untuk menjamin keberlanjutan hasil yang dicapai terus di tingkatkan. Se hingga kemandirian masyarakat untuk bang kit dari keterpurukan dan tergerak untuk me ngembangkan desanya secara berkelanjutan. *) Pejabat Pembuat Komitmen PPIP, DJCK
Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
31
Gema PNPM
GEMAPNPM
Bupati Lampung Selatan, H. Ricko Menoza secara simbolik meresmikan RIS-PNPM Lampung Selatan.
RIS-PNPM Lampung Selatan
S
Diresmikan
Sesuai dengan misi pemerintah kabupaten untuk membawa perubahan khususnya ma syarakat miskin di perdesaan, maka pemba ngunan infrastruktur perdesaan yang dilak sanakan baik dari bantuan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten perlu mendapat dukungan yang kuat dari segenap lapisan masyarakatnya. Hal itu disampaikan oleh H. Ricko Menoza SZP, SE, SH, MBA selaku Bupati Lampung Se latan dalam sambutannya saat meresmikan hasil pelaksanaan RIS-PNPM di 18 Desa sa saran tanggal 14 Desember 2010. Salah satu isu strategis dan masih menjadi tantangan dalam pembangunan nasional adalah tingkat kemiskinan di Indonesia yang relatif masih tinggi. Secara objektif, baik di tinjau dari indikator jumlah dan persentase penduduk miskin maupun tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinannya, wilayah per desaan mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Kemiskinan di perdesaan tersebut ditan dai dengan masih terbatasnya akses masya rakat perdesaan ke sumber daya produktif, seperti lahan, permodalan, dan teknologi,
Deddy Jubaedi*)
terbatasnya akses masyarakat terhadap pelayanan publik dan infrastruktur yang da pat mendukung pengembangan ekonomi perdesaan, produktivitas, mobilitas dan dis tribusi hasil-hasil produksi pertanian yang merupakan bidang yang paling banyak di geluti masyarakat desa, serta terbatasnya terhadap layanan kesehatan, pemenuhan ku alitas air minum dan sanitasi, masih dirasakan saat ini. Sementera itu Budi Yuwono, Direktur Jenderal Cipta Karya dalam sambutannya yang dibacakan oleh Abdul Hakam selaku Pejabat Pembuat Komitmen Satker Pembinaan Pembangunan Infrastruktur Per desaan menyampaikan bahwa RIS-PNPM merupakan salah satu upaya dalam pe nanggulangan kemiskinan. Program ini sa ngat mengedepankan perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya secara par tisipatif, dimana warga masyarakat desa sa saran yang diposisikan sebagai subyek dalam pembangunan. Partisipatif juga mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai
32 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk me ngatasi masalah, mengambil keputusan sen diri tentang alternatif pemecahan masalah yang ingin mereka atasi. Dalam pelaksanaan pembangunan, masyarakat juga menjadi pelaku utama pembangunan, masyarakat sendiri yang merencanaan, maka masyarakat pula yang melaksanakannya, mengelola dan memanfaatkan serta memelihara hasilnya. Budi Yuwono, juga menegaskan bahwa program ini bukan sekedar program fisik sa ja tapi benar-benar dirancang untuk mem bangun desa dan masyarakatnya, dimana penyelenggaraannya berlandaskan pada pendekatan: (i) Pemberdayaan Masyarakat, (ii) Keberpihakan kepada yang miskin, (iii) Otonomi dan desentralisasi, (iv) Partisipatif, (v) Keswadayaan, (vi) Keterpaduan program pembangunan, (vii) Penguatan Kapasitas Ke lembagaan, (vii) Kerangka Jangka Menengah. RIS-PNPM di Kabupaten Lampung Se latan dilaksanakan di 18 desa sasaran di 2 Kecamatan dengan total anggaran sebe sar Rp. 4,5 Milyar. Setiap desa sasaran mendapatkan dana sebesar Rp. 250 juta untuk membangun infrastruktur sesuai kebu tuhannya. Desa Sidoluhur merupakan salah satu desa sasaran RIS-PNPM dan juga sebagai tempat penyelenggaraan acara peresmian ini, telah berhasil membangun jalan telford sepanjang 1.556 m dengan lebar 3 m. Hasil pelaksanaan jalan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat desa karena telah memberikan kemudahan aksesilibitas masyarakat yang sebagian besar petani. Pada penyelenggaraan peresmian ini juga dilakukan serah terima pekerjaan dari Pemerintah Kabupaten kepada masyarakat desa sasaran melalui ketua Kelompok Pe manfat dan Pemelihara (KPP). Dengan dila kukannya serah terima pengelolaan ini bu kan berarti bahwa tugasnya telah selesai, partisipasi masyarakat ini diharapkan masih terus dapat berjalan, karena masih diperlukan kerja keras untuk mempertahankan hasil kerja yang telah dicapai. Masyarakat melalui KPP masih harus mengoperasikan dan me melihara infrastruktur yang dibangun, se hingga mampu memberikan pelayanan yang memadai bagi masyarakat. Tentu saja, hal ini perlu pembinaan dan pendampingan pemerintah daerah yang terus menerus. *) Tim Sekretariat PPIP-RIS PNPM
Resensi
RESENSI
P
Penyebab utama terus berlanjutnya kerusakan lingkungan global adalah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan, terutama di negara-negara industri. Tuntutan yang berlebihan dan gaya hidup masyarakat pada golongan menengah ke atas menimbulkan tekanan berat terhadap lingkungan. Sementara, kalangan penduduk miskin tidak mampu memenuhi kebutuhannya akan sandang, pangan, pa pan, kesehatan, juga pendidikan. Dengan semakin terbukanya arus informasi global, tentunya segala sesuatu yang terjadi di negara-negara industri atau pun di daerahdaerah yang lebih maju perekonomiannya akan mempunyai dampak langsung pada negara-negara berkembang atau daerah-daerah yang masih tertinggal. Pola konsumsi yang cenderung berlebihan di negaranegara maju, baik secara langsung ataupun tidak, akan dapat dilihat bahkan ditiru oleh negara-negara berkembang dalam upaya mengejar ketertinggalannya. Pola konsumsi tersebut secara langsung akan ber pengaruh pada eksploitasi sumber daya alam negara berkembang yang sedang memacu ketertinggalannya dengan negara-negara in dustri tersebut. Pada negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah (low middle income countries) dengan pendapatan per kapitanya sebesar US$650, dan jumlah penduduk miskin absolut masih sekitar 27 juta jiwa terus memacu pertumbuhan ekonominya dan meningkatkan ke sejahteraan dan kualitas hidup manusianya. Secara sistematis negaranegara berkembang dipaksa untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya, seperti semakin besarnya luas lahan kritis akibat eksploitasi sumberdaya alam di areal pertanian tanah kering, hutan lindung, suaka alam, dan kawasan lindung lainnya guna memenuhi permintaan ne gara-negara maju sekaligus mempengaruhi perubahan pola konsumsi dan gaya hidup di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
STATE OF THE WORLD 2010 Transforming Cultures: From Consumerism to Sustainability Rutilawati*)
Penulis : Erik Assadourian Penerbit : The Worldwatch Institute
Worldwatch Institute, sebuah organisasi lingkungan mengambil tantangan mengenai apa saja yang diperlukan bagi negara-negara untuk mengubah budaya konsumen menjadi budaya terpusat yang berpegang pada keberlanjutan. Dalam buku ini terdapat 25 artikel dimana lembaga-lembaga terkemuka didunia bersama dengan ge rakan sosial lainnya menawarkan paradigma budaya baru. Sebagai contoh konkrit, penulis mengungkapkan bahwa pada ta hun 2008, masyarakat di seluruh dunia membeli 68 juta kendaraan, 85 juta kulkas, 297 juta komputer, dan 12 milyar telepon gengam. Dengan ilustrasi tersebut, secara jelas terlihat bahwa konsumsi telah tumbuh dan meningkat secara dramatis, pada umumnya masyarakat yang terdapat di negara berkembang yang memiliki keinginan gaya hidup yang mirip dengan negara maju. Seorang pakar ekonomi asal Inggris, Paul Ekins menggambarkan konsumerisme sebagai orientasi budaya di mana “kepemilikan dan penggunaan peningkatan jumlah dan jenis barang dan jasa adalah prinsip aspirasi budaya dan jalan yang dianggap pasti menuju keba hagiaan pribadi, status sosial, dan keberhasilan nasional”. Perubahan iklim adalah salah satu gejala tingkat konsumsi yang berlebihan, antara lain meliputi polusi udara, erosi tanah, produksi tahunan lebih dari 100 juta ton limbah berbahaya, obesitas, depresi serta stres, dan lain-lain. Diibaratkan bagai tsunami, konsumerisme telah menjadi bagian budaya dari manusia dan ekosistem bumi, yang dapat menimbulkan resiko bencana global, dan perlu diatasi secara cepat agar tidak menimbulkan masalah lain yang dapat mengganggu keberlangsungan hidup manusia. *) Staf Subdit Kawasan Metropolitan Direktorat Pengembangan Permu kiman Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
33
SEPUTARKITA
Seputar Kita
HUT KE-11 Dharma Wanita Persatuan PU Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Pekerjaan Umum memasuki usia yang ke-11 pada 7 Desember 2010 lalu. Dalam kurun waktu tersebut, beberapa kegiatan telah dilakukan, antara lain, mem bina 7 posyandu, mendirikan rumah pintar, pemberian beasiswa, pasar murah tiap akhir tahun, donor darah, seminar dan juga aktif melakukan gerakan penghijauan. Berbagai kegiatan tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto selaku Pembina DWP PU dalam Peringatan Hari Ulang Tahun Dharma Wanita Persatuan PU Ke-11 di Jakarta, Rabu (15/12). Tema yang di angkat kali ini adalah “Melalui HUT Ke-11 Dharwa Wanita Persatuan Bersinergi Dengan Mitra Kerja Menjadi Inspirasi Pembaruan”. (dvt)
KemenPU Semarakkan SIKIB Expo 2010
Menteri PU Lepas 569 Purna Karya Bhakti Kementerian PU Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto melepas 569 orang Purna Karya Bhakti Periode 1 Januari – 31 Desember 2009 di lingkungan Kementerian PU di seluruh Indonesia, Kamis (9/12) di Pendopo, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut para Purna Karya Bhakti yang berada di Jabodetabek sebanyak 310 orang. Djoko Kirmanto mengucapkan selamat kepada para Purna Karya Bhakti yang telah berkarya di Kementerian PU mulai sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil hingga memasuki masa Purna Karya Bhakti. Djoko Kirmanto dan para pejabat di Kementerian PU menyadari jasa para purna karya bhakti dalam mendukung dan memberikan kontribusi bermakna bagi perjalanan Kementerian PU. Segala landasan berfikir, rancangan inovasi serta pengembangan kreatifitas dilakukan guna menunjang roda pemerintahan dan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum. ”Setelah pensiun, para purna karya bhakti masih dapat menyum bangkan ide dan pemikiran guna mendukung keberlangsungan Ke menterian PU,” ujar Djoko Kirmanto. (bcr)
34 Buletin Cipta Karya - 12/Tahun VIII/Desember 2010
Kementerian Perkerjaan Umum ikut serta menyemarakkan SIKIB Expo 2010 yang berlangsung tanggal 2 hingga 5 Desember di Gedung UKM Convention Center, SMESCO UKM, Jakarta. Pembukaan pameran dilakukan oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono secara simbolis dengan membunyikan angklung, salah satu musik tradisional Indonesia yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, Kamis (2/12). Dalam kesempatan tersebut, KemenPU memamerkan berbagai program pemberdayaan yang masuk dalam salah satu pilar SIKIB yaitu SIKIB Peduli. Berbagai program pemberdayaan seperti Program Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Program Peningkatan Infrstruktur Perdesaan (PPIP), PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP), Gerakan Nasional Kemitraan Penyelematan Air (GN-KPA) dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ditampilkan dalam pameran tersebut. Selain itu, juga terdapat display berupa ajakan kepada masyarakat cara menghemat air, membuat septic tank rumah tangga dan juga berbagai program Sanimas yang telah dilakukan oleh para anggota SIKIB. Terdapat juga game interaktif pilah sampah, untuk memberikan pembelajaran bagaimana memilah berbagai jenis sampah sesuai tempatnya. “Saya mendukung penuh kegiatan hari ini yang bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang program-program yang telah, sedang dan akan dilakukan SIKIB dan juga hasil karya para usaha kecil menengah,” kata Ibu Negara. (dvt)
Peringatan Hari Bhakti Pekerjaan Umum ke-65, 3 Desember 2010:
Dengan Semangat Juang Sapta Taruna Kita Tingk atk an Sinergi Pusat dan Daer ah dalam Membangun Infr astruktur Pekerjaan Umum
Segenap Pimpinan dan Staf Direktorat Jenderal Cipta Karya Mengucapkan
selamat hari r aya natal 2010 & tahun baru 2011