DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI Suatu penelitian ingin mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Thypoidpada anak-anak. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit Thypoidadalah Kebiasaan jajan di sekolah dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Jelaskan bagaimana penelitian tersebut akan dilakukan dengan desain penelitian yang berbeda; 1.
Case Control
2.
Cohort
3.
Cross sectional
Pembahasan : 1.
Case Control
Studi kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan penyakit dengan cara menentukan sekelompok orang-orang berpenyakit (kasus) dan sekelompok tidak berpenyakit (kontrol), lalu membandingkan frekuensi paparan pada kedua kelompok (Murti, 2003). Studi kasus control dimulai dengan memilih kasus (berpenyakit) dan control (tidak berpenyakit). Kasus dan control biasanya dipilih dari populasi sumber yang sama (Rothman, 2002), sehingga kedua kelompok memiliki karakteristik yang sebanding kecuali penyakit, peneliti kemudian mengukur paparan yang dialami subyek pada waktu yang lalu (retrospektif) dengan cara wawancara, mengkaji catatan medik, memeriksa hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Keterangan : D+ = Kasus Thypoid (+) D- = Kontrol Thypoid (-)
E+ = Terpapar (Jajan-cuci tangan, Jajan-tidak cuci tangan) E- = Tidak terpapar (Tidak jajan-cuci tangan) Besarnya risiko kejadian penyakit dapat dihitung berdasarkan rumus :
Odds Rasio (OR) = axd/bxc =ad/bc Pada penelitian case control kasus di atas, diawali dengan penentuan kelompok penelitian, satu kelompok dengan penyakit (kasus) yaitu kelompok penderita Thypoid dan kelompok lainnya tanpa penyakit (kontrol) yaitu kelompok yang tidak menderita Thypoid. Peneliti kemudian memeriksa secara retrospektif (melihat ke belakang) status paparan di antara kelompok kasus (Thypoid (+)) maupun kelompok control (Thypoid (-)) dengan wawancara atau register medik. Pada kelompok Thypoid (+), dibagi menjadi 2 yaitu kelompok terpapar (jajan di sekolah-tidak cuci tangan sebelum makan, jajan di sekolah-cuci tangan sebelum makan) dan kelompok tidak terpapar (tidak jajan di sekolah-cuci tangan sebelum makan). Pada kelompok Thypoid (-) juga dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok terpapar (jajan di sekolah-tidak cuci tangan sebelum makan, jajan di sekolah-cuci tangan sebelum makan) dan kelompok tidak terpapar (tidak jajan di sekolah-cuci tangan sebelum makan). Berikut bagan dari penelitian case control dari kasus tersebut :
Kemudian menghitung besarnya risiko kejadian penyakit yaitu :
Lalu dari tabel tersebut dapat dihitung odds ratio (OR) yang dapat dianggap sebagai perkiraan dari risiko relatif atau estimated relative risk. Jika OR > 1 maka kebiasaan jajan di sekolah dan tidak cuci tangan adalah faktor risiko penyakit Thypoid, namun jika OR < 1 maka kebiasaan jajan di sekolah dan tidak cuci tangan adalh faktor proteksi penyakit Thypoid. Kelebihan dan kekurangan studi kasus control :
Kelebihan:
a. Studi kasus kontrol sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang jarang terjadi di masyarakat. b.
Sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang terjadi secara laten di masyarakat.
c.
Sangat berguna untuk mempelajari karakteristik berbagai faktor resiko potensial pada masalah
kesehatan yang diteliti. d.
Hanya memerlukan waktu yang singkat dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan studi
kohort.
Kekurangan:
a.
Tidak dapat dipakai untuk menentukan angka insidensi (incidence rate) penyakit.
b.
Data faktor resiko disimpulkan setelah penyakit terjadi sehingga data tidak lengkap dan sering
terjadi penyimpangan. c.
Odds Ratio tidak dapat digunakan untuk mengestimasi resiko relatif jika masalah kesehatan yang
sedang diteliti terdapat di masyarakat lebih dari 5%. d.
Sulit untuk menghindari bias seleksi karena populasi berasal dari dua populasi yang berbeda.
1.
Cohort
Studi kohort adalah desain observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan memilih dua atau lebih kelompok-kelompok studi berdasarkan perbedaan status paparan, kemudian mengikuti sepanjang suatu periode waktu untuk melihat berapa banyak subyek dalam masingmasing kelompok mengalami penyakit (Murti,2003). Status paparan diukur pada awal penelitian dan kohor diikuti untuk melihat kejadian penyakit di masa yang akan datang.
Keterangan : D+ = Kasus Thypoid (+) D- = Kontrol Thypoid (-) E+ = Terpapar (Jajan-cuci tangan, Jajan-tidak cuci tangan)
E- = Tidak terpapar (Tidak jajan-cuci tangan) Besarnya risiko kejadian suatu penyakit pada studi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Insidence kelompok terpapar (Po) = a/a+b Insidence kelompok tidak terpapar (P1) = c/c+d Relative Risk = Po/P1 Di dalam penelitian dengan desain studi Cohort untuk mengetahui faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit Thypoid pada anak-anak dapat dilakukan dengan membedakan antara kelompok terpapar (jajan di sekolah dan tanpa cuci tangan maupun jajan di sekolah dan cuci tangan) dan kelompok tidak terpapar (tidak jajan di sekolah dan sering cuci tangan) dari populasi yang sehat. Dimana kedua kelompok tersebut seimbang. Kedua kelompok tersebut selanjutnya diikuti secara longitudinal selama kurun waktu tertentu ke masa depan dan kurun waktu telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan observasi terhadap insidensi kasus. Dan dilihat jumlah insidensi penyakitThypoid pada kelompok yang terpapar (terpapar faktor risiko jajan di sekolah dan tanpa cuci tangan maupun jajan di sekolah dan cuci tangan) dan kelompok kontrol (tidak jajan di sekolah dan sering cuci tangan).
Kemudian menghitung besarnya risiko kejadian penyakit yaitu :
Kemudian menghitung insidence kelompok terpapar (Po = a/a+b) dan insidence kelompok tidak terpapar (P1 = c/c+d). Setelah itu dihitung Ratio orang yang sakit Thypoid karena paparan (jajan di sekolah dan tidak cuci tangan) , (jajan di sekolah dan cuci tangan), dan orang yang sehat karena tidak terpapar (tidak jajan di sekolah dan sering cuci tangan). Jika ratio tersebut besar maka faktor risiko jajan di sekolah dan tidak cuci tangan) , (jajan di sekolah dan cuci tangan) merupakan faktor risikoThypoid.
Kelebihan dan kekurangan studi kohort :
Kelebihan:
a.
Dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya asosiasi antara faktor resiko dan penyakit.
b.
Sangat bermanfaat untuk studi penyakit-penyakit yang jarang dijumpai di masyarakat.
c.
Dapat memberikan keterangan yang lengkap mengenai faktor resiko (pajanan) yang dialami oleh
individu dan riwayat alamiah perjalanan penyakit. d.
Masalah etika lebih sedikit daripada studi eksperimental.
e. Dapat secara langsung menghitung angka insidensi penyakit dan resiko relatif, serta dapat mengetahui faktor resiko yang sedang diteliti. f.
Informasi mengenai studi mudah dimengerti oleh orang selain ahli epidemiologi. Kekurangan:
a. Memerlukan ukuran sampel yang besar, terutama untuk jenis penyakit yang jarang dijumpai di masyarakat. b.
Memerlukan waktu follow up yang cukup lama.
c.
Biaya yang diperlukan selama melaksanakan studi cukup besar.
d.
Follow up kadang sulit dilakukan dan sampel yang loss overload dapat mempengaruhi hasil studi.
1.
Cross sectional
Studi cross sectional (potong lintang) adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungna penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada saat itu (Murti,2003). Dengan demikian studi cross sectional tidak mengenal adanya dimensi waktu. Menghitung Rasio Prevalence :
Insidence kelompok terpapar (Po) = a/a+b Insidence kelompok tidak terpapar (P1) = c/c+d Rasio Prevalance = Po/P1 Pada penelitian cross sectional kasus di atas, pengukuran status penyakit Thypoid dan status paparan dilakukan pada saat yang bersamaan Setelah menentukan populasi yang akan diteliti, kemudian dilakukan pencuplikan (random, fixed exposure, atau fixed disease sampling), lalu mengumpulkan informasi dari individu–individu dalam sampel tentang status penyakit, paparan, atau kedua–duanya. Masing–masing individu dimasukkan ke dalam salah satu dari empat kategori yaitu terpapar – berpenyakit Thypoid, terpapar – tidak Thypoid, tidak terpapar – Thypoid, tidak terpapar – tidakThypoid. Berikut bagan dari penelitian cross sectional dari kasus tersebut :
Menghitung Rasio Prevalence :
Kemudian menghitung insidence kelompok terpapar (P0 = a/a+b) dan insidence kelompok tidak terpapar (P1 = c/c+d). Setelah itu dilakukan perhitungan Rasio Prevalence = P0/P1 Jika rasio prevalensi:
RP < 1 maka faktor risiko merupakan faktor yang menguntungkan karena sifatnya menghambat penyakit atau bersifat protektif.
RP = 1 maka faktor risiko tidak ada pengaruhnya atau bersifat netral.
RP > 1 maka faktor risiko benar-benar merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit Thypoid.
Kelebihan dan kekurangan studi cross sectional :
Kelebihan:
1.
Mudah dilakukan dan relatif lebih murah dibandingkan studi kohort
2.
Dapat memberikan informasi mengenai frekuensi dan distribusi penyakit yang menimpa masyarakat, serta informasi mengenai faktor resiko atau karakteristik lain yang dapat menyebabkan kesakitan pada masyarakat.
3.
Dapat dipakai untuk mengetahui stadium dini atau kasus subklinis suatu penyakit, seperti pemeriksaan pap-smear pada kanker leher rahim.
1.
Kekurangan: Tidak dapat dipakai untuk meneliti penyakit yang terjadi secara akut dan cepat sembuh (durasi penyakit pendek)
2.
Tidak dapat menjelaskan apakah penyakit atau faktor resiko (pajanan) yang terjadi lebih dulu.
3.
Sering terjadi penyimpangan berupa bias observasi dan bias respon.
REFERENSI Murti, Bhisma.2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Rothman, KJ,2002. Epidemiology: An introduction. New York: Oxford University Press