DESAIN SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI KOTA (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
MUH. FARID SAMAWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
DESAIN SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI KOTA (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
MUH. FARID SAMAWI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
SURAT PENYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ” Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus : Perairan Pantai Kota Makassar) ” merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2007
MUH.FARID SAMAWI PSL P062020121
ABSTRAK MUH. FARID SAMAWI. Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus : Perairan Pantai Kota Makassar) Di bawah bimbingan LATIFAH K DARUSMAN, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan ETTY RIANI Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain sistem pengendalian pencemaran perairan pantai yang sistematis dalam rangka pembangunan Kota Makassar berkelanjutan. Tujuan operasional dari penelitian adalah untuk: (1) Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan pantai kota (2) Mendesain model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota (3) Menyusun skenario pengendalian pencemaran perairan pantai kota (4) Merumuskan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Novelty penelitian ini menggabungkan antara metode analisis tipologi dan pendekatan sistem dalam mengendalikan pencemaran pantai kota. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, pada bulan Januari 2004 – Januari 2006. Metode yang digunakan adalah pendekatan sistem dengan menggunakan data primer dari pengukuran langsung di lapangan dan wawancara serta data sekunder dari studi pustaka. Kondisi terkini (existing condition) dari faktor-faktor lingkungan meliputi parameter fisik kimia, makrozoobentos, beban limbah dan kapasitas asimilasi perairan menunjukkan bahwa perairan pantai Kota Makassar tercemar ringan. Hasil analisis multivariat terhadap karakteristik daerah aliran beban limbah diperoleh tiga tipologi aliran beban limbah. Hasil analisis prospektif dan pemodelan dinamik terhadap faktorfaktor yang berpengaruh diperoleh empat faktor yang dominan mempengaruhi upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar yaitu (1) Pertumbuhan penduduk; (2) Partisipasi masyarakat; (3) Pertumbuhan industri dan (4) Fasilitas pengolah limbah cair. Skenario strategi yang diterapkan pada ketiga tipologi yaitu: pesimistik untuk Tipologi I dan II, sedangkan moderat untuk Tipologi III. Adapun strategi yang prioritas diterapkan pada Tipologi I adalah pembangunan instalasi pengolahan limbah cair kota oleh pemerintah daerah dan pengusaha. Tipologi II, pengontrolan limbah industri dari kawasan industri oleh pemerintah dan industri. Tipologi III peningkatan partisipasi masyarakat untuk melakukan pencegahan pencemaran melalui penerapan pola hidup 4R ( reduce, reuse, recycle, replant) oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyakat. Kata kunci: pengendalian pencemaran pantai, analisis tipologi, pendekatan sistem
ABSTRACT MUH. FARID SAMAWI. Design System of Coastal City Waters Pollution control (Case Study in Coastal Waters of Makassar City). Supervision by LATIFAH K DARUSMAN as head commision, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and ETTY RIANI as members of commision. The main aim of this research is to design system coastal city waters pollution control in Makassar City by using analysis typology and a system approach. The operation objectives are: (1) determining of existing environment conditions of coastal water Makassar City, (2) designing model of system coastal city water pollution control, (3) To arrange scenario of coastal city waters pollution control, (3) Formulating strategy of coastal waters pollution control of Makassar City. This research was conducted at the Makassar City for 12 months starting from January 2005 to January 2006. The methodology was used in this research is system approach that develop from interview with all stakeholders for instance government officer, local community, scientist from university and non government organization. Existing condition of coastal environment used primary data from field. The result shows that existing condition of environment factors such as physics-chemical parameters, structure community of macrozoobenthos, pollution loads and assimilative capacity at category light pollution. Multivariate analysis to many character of watershed pollution show three typology of pollution loads. Therefore it needs a proper strategy to control of coastal water pollution. By using prospective techniques and combine with dynamic modeling, the result show four dominant factors which are (1) growth population, (2) community participation, (3) Industrial growth and (4) water treatment installation. There are three development scenarios, which are pessimistic, moderate and optimistic. The choice of scenario in typology I and II are pessimistic and in typology III is moderate. Strategy in typology I is to construct a water treatment installation by government and private sector. Strategy in typology II, to controlling waste from area industry by government and industry sector. Meanwhile strategy in typology III is to increase community participation to prevention water pollution to adapt style of life 4R (reduce, reuse, recycle and replant) by government and non government organization. Key words: coastal pollution control, analysis typology, system approach
Judul Disertasi
: Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
Nama
: Muh. Farid Samawi
Nomor Pokok
: P062020121
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman M.S Ketua
Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Anggota
Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Anggota
Mengetahui: 2. Ketua Program Studi
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 24 April 2007
Tanggal Lulus:
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 10 Agustus 1965 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara pasangan Letkol (Purn) Drs. Abu Naim Sya’ar dan Dra. Masni Masrif. Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin. Penulis memilih Program Studi Budidaya
Perairan,
Jurusan
Perikanan,
Fakultas
Peternakan. Pada Tahun 1997 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkan pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor penulis peroleh pada tahun 2002 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program
Pascasarjana
Institut
Pertanian
Bogor.
Beasiswa
pendidikan
pascasarjana diperoleh dari BPPS-DIKTI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin sejak tahun 1991. Sebelum melanjutkan pendidikan, penulis aktif sebagai kepala Laboratorium Kimia Oseanografi Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Mengikuti berbagai seminar, pelatihan dan lokakarya serta menulis berbagai artikel dan buku.
Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Retno
Harini, SS dan dikaruniai dua orang putri yaitu Nurfaini Rofifah dan Nurlaila Nadhifah.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar (Ar Ruum 41)
Karya ini kupersembahkan kepada Istriku Retno Harini dan anak-anakku Nurfaini Rofifah dan Nurlaila Nadhifah
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Almarhum Bapak Dr.Ir.Joko Purwanto, DEA,
yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi pada awal memasuki tugas akhir. 2.
Ibu Prof.Dr.Ir. Latifah Kosim Darusman, MS. sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga akhir penulisan laporan penelitian ini.
3.
Ibu Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA. Dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, M.S. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan serta bimbingan pada penulisan laporan penelitian ini.
4.
Direktorat Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan bantuan BPPS
5.
Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti program Strata 3 di Institut Pertanian Bogor.
6.
Bapak Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjan Institut Pertanian Bogor.
7.
Bapak Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup.
8.
Bapak Prof.Dr.Ir. Sri Saeni, M.S. dan Bapak Dr.Ir. Jamaluddin Jompa sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.
9.
Gubenur Sulawesi Selatan, yang telah memberikan dana bantuan untuk menunjang penelitian ini.
10. Teman seperjuangan saudara Dr.Ir. Chair Rani, M.Si, Dr.Ir. Aisyah Farhum, M.Si, Dr.Ir. Yusri Karim, Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si, dan Ir. Syafiuddin, M.Si, Ir. Muh Hatta, M.Si. yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
11. Teman seangkatan saudara Ir. Elang Ilik Martawijaya, MM dan Ir. Netty Tinaprilla, MM., Tamrin Lanori, SE, M.Si, Dr. Laode Rijai, M.S, Ir. Sabilal Fahri, M.Si, Bapak Dr. Mamat Suwanda. MM., Ibu Ir. Rita Nurmalina, M.Si. 12. Saudara Ir. Fahrul Abdullah, M.Si, Agusty H.K. S. Kel, Misma Misi, S.Kel, Budiyanto, S.Kel dan Salma Sadik, S.Kel yang telah ikut dalam penelitian ini sekaligus membantu. 13. Ayahanda Letkol (Purn) Drs. Abu Naim Sya’ar, BcHk dan Ibunda Dra. Masni Masrif, serta Bapak Letkol (Purn) H. Hardoyo dan Hj. ST Hindun (mertua) yang
senantiasa
telah
memberi
doa
restu
kepada
penulis
untuk
menyelesaikan pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor. 14. Kakakku Masruchin, SE, MM sekeluarga, Amin Raihan sekeluarga, dr. Muh. Rifai Sabri, serta Adik-adikku
Mustofa Helmi, Abdul Mun’im dan Hasan
Munady yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor 15. Istriku Retno Harini, SS dan anak-anakku Nurfaini Rofifah dan Nurlaila Nadhifah yang telah memberikan pengorbanan selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor,
Penulis
Mei 2007
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002). Hampir sebagian besar ibukota Provinsi Indonesia terletak di wilayah pantai, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar. Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa terdapat di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgern, 1993 dalam Kay dan Alder, 1999). Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia, yang mengakibatkan hampir 60% jumlah penduduk di kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan dan Makassar) menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk. 2001). Pemusatan penduduk, kegiatan pariwisata dan industrialisasi serta aktivitas pelabuhan di kota pantai
merupakan sumber pencemaran perairan
pantai. Aktivitas-aktivitas ini menghasilkan limbah yang baik secara langsung maupun tidak langsung sering menganggu kehidupan di perairan pantai. Dampak negatif pencemaran tidak hanya dapat menimbulkan kerugian ekonomis dan ekologis berupa penurunan produktivitas hayati perairan, kematian ikan dan biota laut lainnya, kerusakan atau penurunan nilai estetika, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan bahkan kematian manusia yang memanfaatkan perairan pantai kota atau manusia yang mengkonsumsi biota laut di dalamnya. Pendapat yang menyatakan bahwa laut sebagai “tempat sampah” yang mampu menguraikan dan melarutkan bahan-bahan yang dibuang ke dalamnya menyebabkan banyak limbah dibuang ke laut.
Pendapat ini perlu diluruskan
mengingat sebagai suatu sistem, laut memiliki keterbatasan dalam kemampuan menampung dan mengurai (carrying capacity) limbah, seharusnya laut merupakan ”halaman rumah kita” yang harus dijaga kebersihannya. Kemampuan perairan pantai dalam menampung dan mengurai limbah yang terbatas dapat menimbulkan penumpukan limbah yang lambat laun menimbulkan pencemaran perairan pantai.
2 Meningkatnya perkembangan pembangunan industri dan pariwisata pada kota pantai di Indonesia menimbukan urbanisasi. Pertumbuhan penduduk akibat perkembangan kota ini membutuhkan sarana penunjang seperti perumahan, perkantoran, hotel, rumah peribadatan, restoran dan lain-lain. Aktifitas sarana ini menghasilkan limbah organik dan anorganik yang akhirnya memberi tekanan terhadap perairan pantai kota itu berada. Menurut Agenda 21, makin tingginya jumlah penduduk di wilayah perkotaan akibat urbanisasi,
mengakibatkan limbah padat dan cair semakin
meningkat. Kontribusi pencemar organik di berbagai sungai oleh limbah cair yang berasal dari manusia telah mencapai 50% sampai 75% dari limbah cair total. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa perairan kota pantai di Indonesia telah mengalami pencemaran yang menimbulkan kerugian baik secara moril maupun materil. Pada tahun 1997 perairan pantai Kota Jakarta telah mengalami pencemaran bahan organik (BOD5), nitrat, fosfat, Pb dan Zn (Anna, 1999), dan pada tahun 2005 pencemaran di perairan pantai Jakarta semakin meningkat nampak dari tingginya nilai BOD5, amonia, nitrit, nitrat, fosfat, Pb, Cd dan Cr (Riani dkk., 2005). Demikian pula dengan perairan pantai Kotamadya Semarang, telah mengalami pencemaran bahan organik dan anorganik (Sulardiono, 1997).
Perairan pantai Kota Makassar mengalami peningkatan
kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik akibat penutupan salah satu aliran Sungai Jeneberang (Samawi, 2001). Bapedalda Makassar (2003) melaporkan bahwa perairan pantai Kota Makassar juga telah mengalami pencemaran bahan organik, hara nitrogen dan fosfat serta logam Pb (BAPEDALDA, 2003). Beban pencemaran merupakan salah satu penyebab menurunnya biomassa dan keanekaragaman perairan laut (Duda, 2006). Pencemaran terhadap perairan pantai menghasilkan nilai ekonomi yang rendah dan biaya sosial yang cukup tinggi yang pada akhirnya mengakibatkan skor ekonomi yang rendah (Anna, 2003). Sejalan pernyataan tersebut Islam dan Tanaka (2004) menyatakan bahwa pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai dan laut. Penelitian–penelitian tersebut telah membuktikan pencemaran pantai
3 perlu segera ditangani secara serius dan sistematik
agar tidak meluas dan
semakin parah di kemudian hari. Kota Makassar sebagai kota pantai perlu segera melakukan upaya untuk mengendalikan pencemaran perairan pantai. Mengingat pertumbuhan penduduk sebesar 1,53% per tahun dan pertumbuhan industri merupakan faktor penting penyebab terjadinya pencemaran.
Pertumbuhan tersebut diikuti pula oleh
pertumbuhan sektor lain sebagai pendukung, seperti: pertokoan, restoran, rumah sakit, perhotelan dan pedagang kaki lima. Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Makassar berkelanjutan diperlukan upaya untuk menyeimbangkan dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan (Dahuri, dkk. 2001) dalam setiap kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Makassar untuk menjaga kelestarian lingkungan perairan pantai sebagai indikator terlaksananya pembangunan berkelanjutan telah melakukan upaya pencegahan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan pantai. Kegiatan penyadaran terhadap masyarakat telah dilakukan melalui pemasangan spanduk dan papan iklan pada lokasi strategis di Kota Makassar. Kegiatan aksi bersih pantai (clean up the world), pembersihan drainase (kanal), dan program kali bersih (Prokasih). Upaya meningkatkan kualitas lingkungan ini telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Namun hasil yang diharapkan belum maksimal dan masih saja terjadi pencemaran terhadap perairan pantai. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya penyelesaian masalah pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Limbah kota umumnya bersumber dari berbagai aktifitas pembangunan di daratan. Oleh karena perlu dikaji melalui pendekatan sistem dengan melibatkan berbagai faktor yang berpengaruh,
sehingga
diharapkan
dapat
menghasilkan
suatu
strategi
pengendalian yang menyeluruh dan dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak utamanya pemerintah daerah Kota Makassar. Berdasarkan
penjelasan
tentang
keterkaitan
antara
kegiatan
pembangunan pada kota pantai dan ekosistem perairan pantai serta upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan. Perlu dirumuskan suatu stategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota yang sistematis untuk menekan beban pencemaran terhadap perairan pantai Kota Makassar di masa datang.
4 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain sistem pengendalian pencemaran perairan pantai dalam rangka pembangunan Kota Makassar berkelanjutan. Tujuan operasional dari penelitian adalah untuk: 1. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan pantai Kota Makassar 2. Mendesain model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. 3. Menyusun skenario pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. 4. Merumuskan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. 1.3. Kerangka Pemikiran Kota Makassar sebagai kota pantai mempunyai upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan menetapkan visi pembangunan yaitu sebagai kota maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat.
Sebagai upaya
mewujudkan visi tersebut, maka pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengelolaan lingkungan.
Salah satunya terkait dengan upaya
pengendalian pencemaran pantai. Kota Makassar memiliki banyak faktor penunjang secara finansial dan kemudahan. Hal ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan penduduk, industri dan pelayanan jasa. Pesatnya
perkembangan penduduk, industri dan jasa
menjadi sumber limbah cair perkotaan. Limbah ini masuk ke perairan pantai kota Makassar melalui sistem drainase kota berupa sungai dan kanal. Limbah yang masuk ke perairan pantai mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut lambat laun akan mengganggu kestabilan ekosistem. Terganggunya kestabilan ekosistem pantai dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran perairan pantai. Pengetahuan tentang karakteristik daerah aliran beban limbah dalam bentuk tipologi menjadi sangat penting. Mengingat perbedaan tipologi ini akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Upaya mengendalikan pencemaran yang dilakukan akan lebih efektif dan tepat pada sasaran.
5 Upaya mengendalikan pencemaran pantai merupakan suatu masalah yang kompleks, ditambah lagi komponen dan stakeholder terkait didalamnya. Metode yang efektif tanpa mengganggu sistem yang sudah berjalan mutlak diperlukan. Metode pendekatan sistem merupakan metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah pencemaran pantai kota. Metode pendekatan sistem memandang objek sebagai suatu sistem yang terdiri berbagai komponen yang saling terkait dan berinteraksi. Tahap pertama diawali dengan menganalisis kebutuhan seluruh stakeholder yang terkait. Selanjutnya
memformulasi
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
seluruh
stakeholder. Hasil identifikasi faktor-faktor dalam sistem yang dikaji dan digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat dan diagram black box. Pemodelan terhadap sistem dilakukan untuk melihat perilaku sistem di masa
depan.
Pemodelan
merupakan
bentuk
penyederhanan
sistem
pengendalian pencemaran yang begitu kompleks. Pemodelan dilakukan untuk melihat kecenderungan dari sistem yang ada untuk 10 tahun ke depan agar dapat dipertimbangkan dalam merumuskan strategi. Faktor-faktor yang dominan berpengaruh dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan dengan metode prospektif. Metode ini didasarkan pada pilihan pakar (expert choice) yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. Pemilihan faktor-faktor dominan ditujukan untuk memfokuskan kajian pada faktor penting yang berpengaruh saja. Penyusunan skenario untuk melihat fenomena yang akan terjadi di masa depan didasarkan pada hasil analisis prospektif dan pemodelan yang disimulasikan dengan program powersim. Hasil proses ini berupa pilihan rekomendasi yang kemudian dijabarkan dengan analisis morfologi untuk mendapatkan strategi yang diterapkan. Selanjutnya dengan bantuan pakar (expert judgment) ditentukan strategi yang dilaksanakan saat ini dan di masa depan.
Kerangka pemikiran penelitian yang dibangun diperlihatkan pada
Gambar 1. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam menerapkan cara berpikir sistematik sebagai metode penyelesaian berbagai masalah
6 pembangunan khususnya menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan perairan pantai kota.
Selain itu juga sumbangan kepada pemerintah daerah
sebagai masukan dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. VISI KOTA MAKASSAR Kota Maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat
• • •
Kondisi eksisting: Kimia fisik dan biologi perairan pantai Sosial , budaya, ekonomi Kelembagaan Kondisi eksisting
Kebijakan pengelolaan lingk ngan pantai
Analisis tipologi Tipologi
Pemodelan sistem pengendalian pencemaran pantai kota
• Analisis kebutuhan • Formulasi masalah • Identifikasi sistem • Analisis dinamik
Model sistem pengendalian pencemaran pantai kota
Analisis P k if Strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar melalui pendekatan sistem 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini merupakan upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Kompleksitas sistem yang dikaji dengan melibatkan banyak pihak (stakeholders), menyebabkan rumusan strategi pengendalian dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem diharapkan dapat memberikan suatu keputusan yang operasional dan efektif sesuai tujuan yang diharapkan.
7 Kondisi eksisting lingkungan mencakup kondisi aliran beban limbah yang berasal dari Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, Kanal Panampu, Kanal Benteng, Kanal Haji Bau, Kanal Jongaya di Kota Makassar. Analisis tingkat pencemaran perairan pantai dilakukan terhadap perairan yang menerima beban limbah. Persepsi dan partisipasi masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai dan kanal terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai. Pendekatan sistem dikaji melalui tahapan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem dilakukan menggunakan pendapat pakar (expert Judgment) dibantu dengan model sistem pengendalian yang terdiri dari submodel penduduk, submodel hotel dan submodel industri serta submodel IPAL. Indikator pencemaran dalam penelitian ini difokuskan pada kondisi kimia-fisik perairan pantai Kota Makassar 1.7. Novelty (Kebaruan) Kebaruan dari penelitian ini adalah menghasilkan model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan untuk menjawab masalah global dalam hal degradasi perairan pantai kota.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Pantai Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di daerah yang terdapat aliran beban limbah ke perairan pantai (Gambar 4). pertimbangan:
1)
Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas
Kota Makassar merupakan kota yang terletak di daerah
pantai. Aktivitas pembangunan yang terkait dengan perairan pantai terus meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pengendalian pencemaran pantai diatur dengan keberadaan PERDA nomor 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan pantai. Waktu penelitian pada bulan Desember 2004 - bulan Januari 2006. 3.2. Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar, wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data pengukuran lembaga penelitian. Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk memberikan
penilaian
tingkat
pencemaran
perairan,
dilanjutkan
dengan
menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta kapasitas asimilasinya.
Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan
partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan tipologi aliran beban pencemaran.
31
Mulai Studi pustaka dan penetuan pakar Kebijakan pengelolaan lingkungan pantai
Data primer data sekunder
Analisis kondisi eksisting Kondisi eksisting Analisis tipologi
PCA
Tipologi
Powersim & MS-Excel
PEMODELAN
• Pendekatan sistem • Analisis dinamik • Analisis prospektif Strategi pengendalian Selesai Gambar 5. Tahapan Penelitian Tahap
berikutnya
dianalisis
kebutuhan
dari
stakeholders
diformulasikan masalah dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.
dan
Diagram sebab
akibat dibuat sebagai dasar pembangunan model yang dibangun. Model dibangun menggunakan program powersim. Pada tahap terakhir dilakukan analisis prospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci pada sistem. Berdasarkan alternatif perubahan faktor kunci dirumuskan berbagai skenario strategi masa depan dan akhirnya ditetapkan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
32 3.2.2. Pelaksanaan Penelitian A.
Penentuan Stasiun Pengamatan, Parameter Fisik Kimia yang Diukur.
dan Biologi
Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan aliran beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kemudian ditentukan titik pengambilan contoh, di sungai atau kanal dan di perairan pantai di muara sungai atau kanal. Adapun stasiun pengamatan yang ditetapkan adalah Stasiun 1 = Sungai Tallo; Stasiun 2 = Kanal Panampu; Stasiun 3 = Kanal Benteng; Stasiun 4 = Kanal Haji Bau; Stasiun 5 = Kanal Jongaya; Stasiun 6 = Sungai Jeneberang (Gambar 4). Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan parameter limbah cair kota yaitu suhu, salinitas, pH dan total padatan tersuspensi (TSS), chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD5), NH3, nitrat, fosfat, oksigen terlarut, logam Pb, Cd dan Cu. Parameter biologi menggunakan struktur komunitas makrozoobentos yang bersifat tidak mobil, sehingga dapat menggambarkan pengaruh dari limbah kota. B. Teknik Pengambilan Contoh Air dan Specimen Makrozoobentos serta Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu air surut menggunakan botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol dan disimpan dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke laboratorium. Pengambilan specimen makrozoobentos dilakukan pada tiga titik di muara sungai atau kanal menggunakan grab sampler dengan luas bukaan 16 cm2. Setelah disaring, specimen makrozoobentos dimasukkan ke dalam wadah berisi larutan alkohol, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di laboratorium menggunakan kaca pembesar. Pengukuran parameter fisika kimia perairan pantai dilakukan pada waktu air surut. Hal ini dilakukan untuk mendapat data pengaruh aliran beban limbah cair kota yang dominan. Metode analisa parameter fisik kimia dan biologi perairan laut yang digunakan disajikan Tabel 2.
33 Tabel 2. Parameter kualitas air yang diteliti serta metode analisa dan pengukurannya. Parameter Fisika 1. TSS 2. Suhu 3. pH 4. Salinitas Kimia 1. Oksigen terlarut 2. BOD5 3. COD 4. Ammonia 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Cd 8. Pb 9. Cu Biologi 1. Makrozoobentos
Satuan
Metode Analisa/Alat
Lokasi
mg/l o C o /oo
Gravimetri Pemuaian pH meter Pembiasan
Lab. In situ In situ In situ
mg O2/l mg O2/l
Elektrokimiawi Titrimetri Winkler inkubasi 5 hari Titrimetri dengan pemanasan Biru indofenol Molybdat SSA SSA SSA
In situ Lab.
Pencacahan
Lab.
mg O2/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ind/m2
Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab.
C. Sumber dan Beban Limbah serta Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Pengumpulan
data
untuk
mengidentifikasi
sumber-sumber
limbah
dilakukan melalui wawancara dan data sekunder. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai dengan jarak berkisar 500 – 1000 meter dari muara sungai atau kanal. D. Sosial Ekonomi Masyarakat Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada kuesioner kepada responden terpilih dan akan menghasilkan data primer. Di samping itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder yang relevan dengan tujuan penelitian.
Responden masyarakat diambil secara cluster random
sampling (Faisal, 2003), Masyarakat yang menjadi responden bermukim di pantai dibagi berdasarkan jenis tipologi aliran yaitu: 1) Masyarakat sekitar muara Sungai Tallo; 2) Masyarakat sekitar muara kanal; 3) Masyarakat sekitar muara Sungai Jeneberang.
34 Pada tiap tipologi aliran diambil responden sebanyak 50 kepala keluarga, sehingga total responden 150 kepala keluarga. Data yang dikumpulkan dari responden adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi dan partisipasi. Dengan mengumpulkan data-data ini setelah dianalisis diharapkan dapat mengetahui karakteristik masyarakat. E. Kerjasama Kelembagaan Keberadaan dan peran kerjasama kelembagaan dalam pengendalian pencemaran pantai dilakukan melalui wawancara dengan stakeholders dan pakar. F. Data Validasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengumpulan
data
untuk
validasi
model
sistem
pengendalian
pencemaran perairan pantai dilakukan dengan bantuan pakar (expert) dalam bidang pengendalian pencemaran perairan pantai. Adapun kriteria yang memenuhi syarat sebagai pakar adalah sebagai berikut (Marimin, 2002): 1. Pakar yang mendapat pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji 2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain. 3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji. 4. Pakar berasal dari praktisi, didasarkan pada lama kerja dan kewenangan di suatu posisi tertentu. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang dianggap efektif.
Pendekatan sistem umumnya
ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tahapan dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, implementasi
35 A. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis) Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan
stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang
dikaji. Stakeholders mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai perannya masing-masing.
Stakeholders
yang
terlibat
dalam
sistem
pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah: 1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah Kota Makassar yang terkait dengan upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar; 2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar pantai dekat dengan muara sungai atau kanal; 3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berusaha di sekitar pantai dekat dengan muara sungai atau kanal; 4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat yang perduli dengan masalah pencemaran lingkungan laut; 5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang peduli dan meneliti masalah pencemaran lingkungan laut. Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan pantai kota adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat, bantuan dana dan kerjasama antar lembaga. 2. Masyarakat: Pengendalian yang berkeadilan, tidak hanya masyarakat kecil jadi sasaran, tetapi secara keseluruhan; 3. Pengusaha: Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan; 4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berkeadilan; 5. Perguruan tinggi: Pengendalian yang efektif dan efisien. B. Formulasi Permasalahan Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno, 1999). Rumusan permasalahan dapat diartikan sebagai gugus kriteria kelakuan sistem untuk selanjutnya dievaluasi.
36 Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut: belum tersedianya strategi pengendalian pencemaran perairan pantai yang efektif dan efisien. C. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang terlibat di dalam sistem yang akan dikaji. Identifikasi sistem digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah diagram sebab akibat (causal-loop), pangkal panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Pada Gambar 6 diperlihatkan diagram sebab akibat dari sistem pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar.
+ Kesejahteraan penduduk
Tingkat Pendidikan
+ + +
Jumlah Industri
+
Jumlah penduduk
Partisipasi Masyarakat
+
Baku Mutu
+ Konsentrasi limbah
Beban limbah industri Jumlah Hotel
+ + -
-
+ + Beban Pencemaran Beban Limbah Domestik
IPAL
+
+
Gambar 6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
37 Sistem pengendalian pencemaran pantai diidentikkan dengan komponen perairan pantai kota yang merupakan suatu ekosistem terbuka oleh pengaruh dari luar. Peningkatan jumlah penduduk dan industri pada kota pantai menghasilkan berbagai jenis limbah cair dalam jumlah yang besar. Perairan pantai kota Makassar menerima limbah melalui sungai dan kanal. Dengan kapasitas asimilasi yang dimiliki perairan pantai sebenarnya limbah dapat dikurangi daya racunnya, namun dengan beban limbah yang terus meningkat seiring berkembangnya penduduk dan industri berakibat kapasitas asimilasi menurun. Menurunnya kapasitas asimilasi menimbulkan akumulasi limbah dan meningkatkan tingkat pencemaran perairan pantai. Peningkatan pencemaran perairan pantai akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap keberlangsungan
aktivitas
pembangunan
seperti
perikanan,
pariwisata,
pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah selaku pengelola kota mempunyai tanggungjawab mengendalikan pencemaran perairan pantai. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak pencemaran yang ditimbulkan. Harapan seluruh stakeholder terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah terjadinya penurunan tingkat pencemaran, adanya partisipasi stakeholder dan tersedianya payung hukum. Pada Gambar 7 diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. 3.4. Pemodelan Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota. Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan.
38
-
Lingkungan PP No 27 tahun 1999 KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004
Output yang dikehendaki - Beban pencemaran memenuhi baku mutu - Meningkatnya partisipasi masyarakat
Input tak terkontrol Limbah non poin
SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI KOTA Input terkontrol Laju pertumbuhan penduduk - Laju pertumbuhan industri - Jumlah partisipasi masyarakat - beban limbah
-
Parameter kinerja - Baku mutu
Output yang tidak dikehendaki - Jumlah beban limbah meningkat - Kurangnya kerjasama stakeholders
Manajemen Pengendalian
Gambar 7. Diagram input output sistem pengendalian pecemaran perairan pantai Kota Makassar - Submodel Penduduk Pertambahan penduduk mengikuti suatu fungsi dari kelahiran, kematian dan urbanisasi. Penduduk pada suatu waktu (Pti) (jiwa) ditentukan oleh populasi saat ini (Pto) (jiwa), jumlah kelahiran (KEL) (%), urbanisasi (URB) (%), jumlah kematian (KEM) (%) secara umum ditulis : Pti = Pto + Pto (KEL+URB – KEM) Lcpti = Pti * Flcp Jumlah limbah cair penduduk (Lcpti) (ton/tahun) suatu waktu dipengaruhi jumlah penduduk (Pti) (jiwa) dan fraksi limbah cair penduduk (Flcp) (%). - Submodel Hotel Jumlah limbah cair hotel (Lchti) (ton/tahun) pada waktu tertentu yang masuk ke sungai dan kanal dipengaruhi oleh fraksi limbah cair hotel (FLCH) (%) dan jumlah pengunjung hotel suatu waktu (JPHti) (jiwa) . Dirumuskan dengan persamaan:
Lchti = JPHti *FLCH
39 - Submodel Industri Jumlah beban limbah cair industri (Lci) (ton/tahun) dipengaruhi oleh jumlah industri pada waktu ti (JIti), jumlah industri awal (JIto), fraksi pembangunan industri (FPI) (%), luas lahan kawasan (LK) (Ha), fraksi limbah cair industri (Flci) (%). Dengan asumsi untuk tiap industri membutuhkan satu hektar lahan Secara umum dirumuskan sebagai berikut: Jlti = Jito (1+ FPI)/LK Lci = JIti * Flci - Submodel Pengolah Limbah Cair Jumlah limbah cair (JL) (ton/tahun) yang masuk ke perairan pantai kota dipengaruhi oleh beban limbah (BL) (ton/tahun) bersumber dari pemukiman, hotel dan industri dan kapasitas instalasi pengolahan limbah cair (KIpal) (ton/tahun). Secara umum dirumuskan: JL = BL - KIpal Pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi beban limbah hingga memenuhi baku mutu. 3.5. Analisis Data 3.5.1. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Pantai A. Parameter Fisik dan Kimia Perairan pantai Data parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar dianalisis menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH No. 51/MenKLH/2004. B. Struktur Komunitas Makrozoobentos - Komposisi Jenis dan Kelimpahan Kelimpahan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut:
Y =
10000 xa b
Keterangan: Y = Jumlah individu (ind/m2) a = Jumlah makrozobentos yang tersaring (ind) b = Luas bukaan grab sampler (cm2) 10000 = Nilai konversi dari cm2 ke m2
40 - Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut: H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = n/N Keterangan: H’= Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu jenis N = Jumlah total individu Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: 1) H’ ≤ 1
= keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya pencemaran berat
2) 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran individu tiap jenis rendah dan
kestabilan
komunitas
sedang,
indikator
adanya
pencemaran sedang 3) H’ ≥ 3
= keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap jenis rendah dan
kestabilan
komunitas
tinggi,
indikator
tidak
terjadi
pencemaran - Indeks Keseragaman Jenis (E) Untuk
mengetahui
indeks
keseragaman
jenis
makrozoobentos
dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut: E = H’/H’ Maks Keterangan: E = indeks keseragaman jenis H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener H’ maks = keanekaragam maksimum Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: 1)
0,0 < E < 0,5
Komunitas dalam kondisi tertekan
2)
0,5 < E < 0,75
Komunitas dalam kondisi labil
3)
0,75 < E < 1,0
Komunitas dalam kondisi stabil
41 - Indeks Dominasi Jenis (C) Untuk mengetahui indeks dominasi jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut: C = ∑ (ni/N)2 Keterangan: C = Indeks dominasi jenis ni = Jumlah individu jenis N = Jumlah total individu 3.5.2. Sumber dan Beban Limbah, Kapasitas Asimilasi serta Tingkat Pencemaran Perairan Pantai Sumber limbah dianalisis secara deskriptif, beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah (mg/L). Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu Q = V.A Keterangan: V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det) A = Luas penampang sungai atau kanal (m2) Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink, 1993): BL = Q x C Keterangan: BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det) Q
= Debit sungai/kanal (m3/det)
C
= Konsentrasi limbah (mg/L)
Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30 Perhitungan beban limbah dari kegiatan penduduk dilakukan antara jumlah penduduk yang beraktivitas pada daerah aliran limbah dengan konstanta besaran limbah yang dihasilkan dalam satuan g/kapita/hari.
Konstanta yang
digunakan adalah (Kositrana et al. 1988): Tanpa pengolahan : BOD5 = 53, COD = 101,6, N = 22,7 dan P = 3,8 Diolah
: BOD5 = 12,6 COD = 24,2 N = 5,4 dan P = 0,9
42 Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah dan beban limbah (Dahuri, 1999). Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut. Pola hubungan tersebut konsentrasi limbah dan beban limbah disajikan pada Gambar 8.
Konsentrasi Pencemar
Baku mutu
Kapasitas asimilasi
Beban Limbah
Gambar 8. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999) Asumsi : 1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian 2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut. 3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di perairan atau di laut tidak diperhitungkan.
43 Tingkat
pencemaran
perairan
pantai
Kota
Makassar
ditentukan
menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu TSS, BOD, COD, DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:
IP
j
= F (C i
L ij
)
Keterangan: IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air Lij = Baku peruntukan air Ci = Konsentrasi parameter kualitas air Pada metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan Ci/Lij acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991) :
Pij =
(C
L ij )M + (C i L ij )R 2
i
2
2
Keterangan: (Ci/Lij )R : nilai rata-rata Ci/Lij (Ci/Lij )M: nilai maksimum Ci/Lij Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut: 0 ≤ Pij ≤ 1,0
→ memenuhi baku mutu
1,0 ≤ Pij ≤ 5,0
→ tercemar ringan
5,0 ≤ Pij ≤ 10
→ tercemar sedang
Pij > 1,0
→ tercemar berat
3.5.3. Karakteristik Masyarakat dan Kerjasama Kelembagaan Karateristik masyarakat di sekitar daerah aliran beban limbah diperoleh dari data responden, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel.
Sementara data kerjasama kelembagaan hasil wawancara dianalisis
secara deksriptif 3.5.4. Karakteristik Tipologi Aliran Berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan pada tiga tipologi aliran maka dilakukan analisis multivariabel analisis komponen utama atau principal component analysis (PCA) mengikuti petunjuk Legendre dan
44 Legendre
(1983) dan
Johnson dan Wichern (1988). Untuk mengetahui
parameter-parameter penciri pada masing-masing tipologi aliran.
Analisis ini
menggunakan program Excelstat 3.5.5. Validasi dan Simulasi Model Setelah melakukan pemodelan terhadap sistem menggunakan powersim, selanjutnya dilakukan validasi. Validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan meyakinkan (Eriyatno, 1999). Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data statistik pada periode 5 tahun ( 1999-2004). Untuk memverifikasi keluaran model dengan data statistik dilakukan uji KF ( Kalman Filter) untuk mengetahui besarnya penyimpangan model. Tingkat kecocokan hasil simulasi dengan nilai aktual adalah 47,5 – 52,3% menggunakan persamaan:
KF
=
Vs (Vs + Va ) )
Keterangan: KF = Saringan Kalman Va = Varian nilai aktual Vs = Varian nilai simulasi Selanjutnya untuk melihat perilaku model sistem yang dibangun dilakukan simulasi. Menurut Manetch dan Park (1977) simulasi adalah suatu aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya. 3.6. Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan pantai dilakukan dengan analisis prospektif menggunakan software MS-Excel . Metode ini terdiri dari enam langkah yaitu: 1. Menentukan tujuan studi 2. Identifikasi faktor-faktor 3. Analisis pengaruh antar faktor Untuk melihat pengaruh antar faktor dalam sistem pada tahap pertama digunakan matriks pada Tabel 3 (Treyer, 2000).
45 Tabel 3. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar Dari Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
H
A B C D E F G H Sumber : Hatrisari (2002) Keterangan : A – F = faktor penting dalam sistem
Pedoman Penilaian : Skor :
Keterangan:
0
Tidak ada pengaruh
1
Berpengaruh kecil
2.
Berpengaruh sedang
3
Berpengaruh sangat kuat
Pedoman pengisian: 1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0 2. Faktor yang pengaruhnya sangat kuat, jika ya diberi nilai 3 3. Faktor yang pengaruhnya kecil = 1 dan yang pengaruhnya sedang = 2 Untuk menentukan faktor kunci yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem diperlihatkan pada Gambar berikut:
9
Pengaruh
46
Varibel Penentu INPUT
Varibel Penghubung STAKES
Varibel Bebas UNUSED
Varibel Output TERIKAT
Ketergantungan Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor 1.
Membuat keadaan (state) suatu faktor Dari faktor-faktor dominan yang telah ditentukan dibuat keadaan (state)
dengan ketentuan sebagai berikut: a. Keadaan harus mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi (bukan hayalan) dalam suatu waktu di masa datang b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tetang situasi dari sebuah faktor c.
Setiap keadaan harus didefenisikan secara jelas
d. Bila keadaan dalam suatu aktor lebih dari satu, maka keadaan tersebut harus dibuat secara kontras e. Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompotible). 2.
Membangun skenario yang mungkin terjadi Tahap-tahap dalam membangun skenario yang mungkin terjadi sebagai
berikut: a. Skenario yang memiliki peluang lebih besar untuk terjadi di masa datang disusun
47 b. Skenario merupakan kombinasi, oleh sebab itu sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang saling bertolak belakang (mutual incompotible). c. Setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai nama paling pesimis) diberi nama. d. Langkah selanjutnya adalah memilih skenario yang paling mungkin terjadi. 3. Implikasi skenario Merupakan tahap akhir dalam analisis prospektif, meliputi: a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun Rekomendasi dari implikasi hasil analisis prospektif ini disusun strategi 3.7. Definisi Operasional Beberapa definisi operasional yang digunakan dalam peneltian ini meliputi: 1. Desain adalah rancang bangun pada bagian proses dari suatu sistem, dibuat berdasarkan input yang sudah diketahui dan output yang sudah ditetapkan. 2. Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan terorganisir mencapai tujuan atau fungsi tertentu. Suatu sustem terdiri dari input, proses dan output. 3. Model adalah suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang sesungguhnya, dalam hal ini wilayah pantai Kota Makassar. 4. Pengendalian pencemaran adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran. 5. Umur, adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan dalam ukuran tahun. Indikatornya yaitu usia responden pada saat penelitian. Data yang diperoleh merupakan skala ordinal dengan pengkategorian kedalam umur muda (<19 tahun), dewasa (19-55 tahun) dan tidak produktif (> 55 tahun). 6. Pendidikan, adalah tingkat belajar secara formal yang pernah diperoleh responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti responden. Parameter dan pengukurannya adalah tingkat pendidikan secara formal yang pernah diikuti responden, dan dikategorikan menjadi rendah
48 (tidak tamat SD dan lulus SD), sedang (lulus SMP dan lulus SMA), tinggi (lulus perguruan tinggi, D2/D3/Sarjana). 7. Pendapatan, adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh dalam satu bulan, yang kemudian diperhitungkan berdasarkan nilai tukar uang. Data yang diperoleh nanti akan dikategorikan pada skala ordinal yaitu: rendah
(
sedang
(Rp.475.000-950.00),
dan
tinggi
(>Rp.950.000). 8. Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. Tiap indikator dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai responden dengan menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan: Setuju (3), Ragu-ragu (2), dan Tidak setuju (1). 9. Partisipasi masyarakat, tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung, diukur dengan beberapa indikator yaitu: partisipasi dalam pelaksanaan yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membersihkan lingkungan sekitar dari sampah. Penilaian menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan selalu (lebih dari 3 kali), kadang-kadang ( 1-3 kali), dan tidak pernah (TP). Pengukuran peubah ini dilakukan dengan cara memberi skor kepada bentuk partisipasi responden. Skor dari tiap bentuk partisipasi dijumlahkan untuk mendapatkan skor total
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografi dan Oseanografi Kota Makassar merupakan kota pantai yang secara geografi terletak pada 119º24’17,38” BT dan 5º8’6,19” LS.
Di sebelah utara dan timur berbatasan
dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa dan sebelah barat dengan Selat Makassar. Luas wilayah Kota Makassar 175,77 km2 atau 17,577.00 ha. Panjang garis pantai sekitar 32 km dan terdapat sembilan buah pulau kecil. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 – 25 m. Beriklim tropika basah (Am), curah hujan bulanan rata-rata dari tahun 1990-2000 berkisar antara 13 – 677 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata setiap bulannya 2-22 hari. Suhu udara berkisar antara 26,5 – 30,2oC. Pantai Kota Makassar umumnya landai dan berpasir dengan kelandaian 3%. Kondisi pantai di Muara Sungai Jeneberang dengan relatif stabil dan cenderung menjorok ke arah laut. Hal ini terjadi akibat sedimentasi pasir halus yang berasal dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan pantai. Tipe pantai muara Sungai Tallo di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dengan vegetasi mangrove yang minim serta merupakan pantai yang landai.
Pada
bagian barat pantai sudah terdapat kegiatan reklamasi pantai sekitar 200 m sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu. Daerah di muara kanal pada umumnya sudah dikeraskan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di daerah ini merupakan tempat pangkalan pendaratan ikan (PPI Rajawali) dan permukiman pantai. Ombak di perairan pantai Kota Makassar dibangkitkan oleh angin. Tinggi ombak sebagian besar berada pada interval 1,1 – 1,5 meter. Pola arus di perairan pantai Kota Makassar didominasi oleh arus pasang-surut yang bergerak dari arah utara ke selatan dan sebaliknya dari selatan ke utara. Dominasi arus dari selatan ke utara cenderung membawa sedimen ke arah utara. Kecepatan arus susur pantai berkisar antara 0,051 – 0,10 m/detik. Sedimentasi yang terjadi di perairan pantai Kota Makassar berasal dari DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan di beberapa tempat di sepanjang pantai Kota Makassar. Sedimentasi yang berasal dari DAS Jeneberang terangkut sampai Pantai Losari dan dengan dibangunnya
50 DAM Bili-bili, maka sedimen yang sampai ke Pantai Losari semakin berkurang. Sedimentasi dari DAS Tallo umumnya terjadi akibat pembukaan lahan untuk keperluan perumahan. Salinitas perairan pantai Kota Makassar banyak dipengaruhi oleh masuknya aliran sungai dan kanal. Kisaran salinitas yang terukur pada perairan pantai Kota Makassar adalah 30,7 – 35 o/oo. Suhu permukaan perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 30,1 – 30,7 oC . 4.1.2. Kegiatan Pembangunan A. Kependudukan Berdasarkan data penduduk dari tahun 1990 – 2003 jumlah penduduk di wilayah kecamatan pesisir Kota Makassar cenderung mengalami peningkatan. Pertambahan penduduk periode 1990 – 2000 sebesar 1,55% , sedangkan pada periode 2000 mengalami penurunan sebesar 1,53%. Namun pada beberapa kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar dari tahun 1990 – 2003 adalah Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo. Kecamatan Mariso laju pertumbuhan 0,88% menjadi 0,54% per tahun, Kecamatan Tallo dari 0,39% menjadi 2,22% per tahun. Pertambahan penduduk ini erat kaitannya dengan besarnya limbah domestik yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kota Makassar memiliki panjang pantai sekitar 32 km dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berpenduduk sekitar 1.173.107 jiwa terdiri dari 578.416 laki-laki dan 594.691 perempuan dengan 272.727 kepala keluarga. Tabel 4 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005. Tabel 4. Keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005 Jumlah penduduk 1.
1.173.107
a. Laki-laki
578.416
b. Perempuan
594.691
2.
Rasio jenis kelamin
97
3.
Jumlah rumah tangga
272.727
Pertumbuhan penduduk (%) 4.
5.
a. 1990 – 2000
1,55
b. 2000 – 2003
1,53
Kepadatan penduduk/Km2
Sumber : BPS Kota Makassar 2005
6.674
51 Berdasarkan data penduduk tahun 2005 penyebaran penduduk di wilayah Kota Makassar masih terkonsentrasi di Kecamatan Tamalate. Tabel 5 berikut adalah gambaran data penduduk Makasar tahun 2005. Tabel 5. Penduduk Kota Makassar tahun 2005
1
Mariso
Luas (km2) 1,82
2
Mamajang
2,25
58.875
58.875
3
Tamalate
20,21
144.458
7.518
4
Rappocini
9,23
136.725
14.813
5
Makassar
2,52
80.354
31.887
6
Ujung Pandang
2,63
27.921
10.616
7
Wajo
1,99
34.137
17.154
8
Bontoala
2,10
56.991
27.139
9
Ujung Tanah
5,94
43.314
7.292
10
Tallo
5,83
123.091
21.077
11
Panakukang
17,05
129.967
7.614
12
Manggala
24,14
92.524
3.833
13
Biringkanaya
48,22
112.432
2.322
14
Tamalanrea
31,84
79.515
2.497
Total
175,77
1.173.107
6.674
No,
Kecamatan
Jumlah Penduduk 52.803
Kepadatan (Jiwa/km2) 29.013
Sumber: BPS Kota Makassar 2005
Sebagian besar penduduk umumnya bekerja di sektor jasa dan sebagian lain di sektor industri. Kegiatan pembangunan yang merupakan sumber limbah Kota Makassar berasal dari buangan domestik (rumah tangga, perkantoran, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit) dan buangan indutri pengolahan ( Bapedalda Makassar, 2003). B. Pemukiman Makassar merupakan salah satu kota yang padat penduduknya dengan luas wilayah 175,77 km2, pada tahun 2005 jumlah penduduknya 1.173.107 jiwa dengan kepadatan 6,674 jiwa/km2. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 1.804.912 jiwa. Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat yaitu 29.013 dan 21.007 jiwa per km2 (BPS Kota Makassar, 2005)
52 Masalah pemukiman penduduk untuk kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar menjadi penting sebagai tempat tinggal penduduk. Pertambahan penduduk yang tinggi dan terus meningkat, dengan asumsi tiap kepala keluarga (KK) memiliki satu rumah, maka di kecamatan pesisir pada tahun 2003 terdapat perumahan sebanyak 133.981 unit. Besarnya pemukiman ini berkaitan dengan jumlah beban limbah rumah tangga dan sarana umum yang tersedia. Kualitas pemukiman di kecamatan pesisir Kota Makassar di Kecamatan Mariso, Tallo dan Ujung Tanah umumnya semi-permanen dengan fasilitas yang kurang memadai seperti kurangnya air bersih, MCK, sarana kebersihan. Pemukiman dengan kualitas tinggi terdapat di Kecamatan Ujung Pandang, Wajo, Tamalate, Biringkanaya dan Tamalanrea. Akhir-akhir ini wilayah pantai Kota Makassar menjadi menarik untuk dikembangkan menjadi pemukiman modern, tempat rekreasi dan bisnis. Kondisi ini memunculkan usaha reklamasi pantai terutama Pantai Losari yang merupakan kebanggaan masyarakat Kota Makassar. Usaha reklamasi pantai merupakan bagian dari usaha revitalisasi Pantai Losari yang mulai mengalami degradasi. C. Industri Kegiatan perindustrian di wilayah Kota Makassar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu industri makanan, industri minuman, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya, indutri perabot dan kelengkapan rumah tangga serta alat dapur dari kayu, bambu dan rotan, Industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan penerbitan, industri bahan kimia, industri kimia lain, industri pembekuan udang dan ikan, industri karet dan barang dari karet, industri barang dari plastik, industri semen, kapur dan baja, indutri logam dasar besi dan logam, Industri barang dari logam kecuali mesin dan peralatannya, industri mesin dan perlengkapannya, industri mesin, peralatan dan perlengkapan listrik, industri alat angkutan, indutri pengolahan lainnya. Kegiatan industri ini terbanyak di daerah aliran Sungai Tallo. Berdasarkan data pemerintah daerah Kota Makassar distribusi industri pada tahun 2002 berjumlah 151 industri dan pada tahun 2003 berjumlah 155 industri. Kecamatan yang memiliki jumlah industri cukup besar adalah Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea, Panakukkang dan Tallo. Industri yang banyak diusahakan adalah
53 industri makanan dan industri kayu, bambu, rotan sebanyak 55 industri dan 33 industri. Dari analisis terhadap data tersebut dapat dijelaskan bahwa di wilayah Kota Makassar terdapat industri yang cukup besar pada daerah aliran Sungai Tallo terutama industri makanan dan dan industri kayu, bambu, rotan. Jumlah industri ini erat kaitannya dengan beban pencemaran dari industri. D. Pariwisata Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar beberapa wilayah pantai di Kota Makassar masih dapat digunakan secara bebas oleh mayarakat seperti pantai Losari. Daerah pantai yang dikuasai dan dikelola oleh swasta dan masyarakat adalah Pantai Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka. Tanjung Bunga dikuasai oleh GMTD (Gowa Makassar Tourism Development) sebagai daerah pemukiman modern, bisnis dan wisata renang. Sedangkan di pantai Tanjung Medeka dan Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah wisata renang dan penginapan. Beberapa lokasi yang berpotensi menjadi tujuan wiasata di wilayah pesisir pantai Kota Makassar
adalah Benteng Roterdam, Museum Lagaligo,
Makam Raja-raja Tallo, Pelabuhan rakyat Panampu dan Benteng Sumba Opu. Tempat-tempat lain yang terletak di pulau-pulau kecil Kepulauan Spermonde seperti Pulau Lumu-lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Barrang Lompo, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Samalona, Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae, memiliki kekayaan alam bahari seperti pasir putih, terumbu karang, ikan dan beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk wisata dan olah raga bahari. 4.2. Kebijakan Publik Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Dalam upaya menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan publik, namun seringkali yang terjadi adalah kesenjangan
antara
kejadian
aktual
dengan
kejadian
yang
diinginkan.
Kesenjangan ini merupakan masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan. Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengendalian pencemaran pantai berupa Peraturan Daerah (Perda). Perda nomor 14 tahun 1999 berisi tentang larangan membuang sampah ke pantai. Perda ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1993. Peraturan daerah ini diharapkan mampu mengendalikan tingkat pencemaran pantai, namun pada
54 kenyataannya pencemaran pantai masih terjadi. Pencemaran pantai merupakan proses dinamis bekerja dalam dimensi waktu. Hal ini dipengaruhi oleh sumber pencemar yang jumlahnya meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk mencapai keselarasan antara kejadian aktual dan harapan yang diinginkan diperlukan suatu strategi. Strategi yang merupakan rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan. Strategi yang berbentuk alternatif dari satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi baik bersifat struktural atau fungsional. 4.3. Kondisi Eksisting 4.3.1. Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter fisik kimia merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu perairan pantai. Dari hasil pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar diperoleh data yang disajikan pada Lampiran 3. A. pH pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui aktivitas ion hidrogen. Nilai pH pada perairan laut cenderung bersifat basa. Sedangkan pH air limbah buangan rumah tangga dan industri bersifat asam karena mengandung asam-asam organik dan asam-asam mineral, sehingga dapat menyebabkan nilai pH rendah. Nilai pH perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 7,75 – 8,14 dengan rata-rata 7,94. Berdasarkan baku mutu air laut pH yang sesuai untuk kehidupan biota laut adalah 6 – 9, dengan demikian pH perairan pantai Kota Makassar masih pada keadaan yang mendukung kehidupan biota laut. Gambar 10 memperlihatkan pH sumber limbah yang lebih rendah dari pH perairan pantai. Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asam yang tinggi pada sumber limbah. B. Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen, DO) Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang dikandung di dalam air laut. Konsentrasi oksigen dalam air laut bisa dijadikan sebagai tanda tingkat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar konsentrasi oksigen, maka semakin kecil tingkat pengotoran.
55 Hasil pengukuran terhadap kandungan oksigen terlarut pada perairan pantai Kota Makassar diperoleh nilai berkisar antara 3,8 – 5,1 mg/L, dengan rata-rata 4,7 mg/L. Nilai ini menunjukkan kandungan oksigen terlarut yang masih berada pada nilai yang diharapkan baku mutu air laut (> 4 mg/L). Nilai rata-rata DO memberikan gambaran bahwa perairan pantai Kota Makassar secara umum belum memperlihatkan terjadinya pencemaran bahan organik yang mudah terurai. Namun pada stasiun Sungai Jeneberang diperoleh nilai DO yang rendah 3,8 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada muara Sungai Jeneberang proses fotosintesis terhambat oleh tingginya padatan tersuspensi. Gambar
10
menyajikan konsentrasi oksigen terlarut sumber limbah yang lebih rendah dari pada perairan pantai. Konsentrasi yang rendah umumnya terdapat pada sumber limbah dari kanal. 8.4
6.0
8.2
8.14 5.1 8
8
4.7
pH
7.31 7.23 7.16
7.2
7
6.93
6.92
Oksigen terlarut (mg/L)
4.0 7.6 7.35
4.7 4.2
4.0
7.4
5.0
4.4
7.8
7.75
7.8
5.1
5.0
7.95
8
4.0
3.9
3.8
3.1 3.0
2.0
6.8
6.6
1.0
6.4
6.2
0.0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Pantai
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Pantai
Gambar 10. Sebaran pH dan oksigen terlarut pada tiap stasiun pengamatan. C. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) TSS merupakan jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada dalam air setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Padatan tersuspensi seperti tanah liat, kuarsa. Gambar 11 memperlihatkan nilai parameter TSS pada outlet beban limbah dan perairan pantai. Nilai tertinggi ditemukan pada lokasi muara Kanal Haji Bau sebesar 397,5 mg/L dan terendah di muara Kanal Panampu sebesar 54 mg/L.
56
3 410.0
397.5
2.7
390.0
2.7
2.7
370.0
2.5
350.0
2.5 KOnsentrasi BOD5 (mg/L)
330.0 310.0 Konsentrasi TSS (mg/L)
290.0 270.0 250.0 230.0 210.0 190.0 170.0 140
150.0
2.4
2.4 2.3
2
1.5
110.0 90.0
2.4
2.5
135
127.7
130.0
2.4
2.5
2.5
87.5
86.3 64.6
70.0
54
48.8
50.0
58.2
30.0
30.0
12.5
1
10.0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng
BAKU MUTU =80 mg/L
Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =3 mg/L
Gambar 11. Sebaran TSS dan BOD5 pada tiap stasiun pengamatan Berdasarkan baku mutu air laut, nilai tersebut telah melebihi dari yang diinginkan yaitu sebesar < 35 mg/L. Hal ini menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah tercemar oleh padatan tersuspensi. Pada daerah muara Kanal Haji Bau dan muara kanal Benteng merupakan stasiun-stasiun yang mempunyai nilai TSS yang tinggi. Hal ini disebabkan tingginya tingkat erosi tanah yang ditimbulkan oleh kegiatan konstruksi. D. Kebutuhan Oksigen Secara Biologi (Biological Oxygen Demand, BOD) Nilai BOD5 menggambarkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik (carboneous demand). Parameter ini merupakan salah satu parameter kunci dalam pemantauan pencemaran laut, khususnya pencemaran bahan organik mudah urai. Nilai parameter BOD5 di perairan pantai Kota Makassar (Gambar 11) memperlihatkan bahwa pada aliran limbah kota nilai BOD5 berkisar antara 2,3 – 2,7 mg/L dengan rata-rata 2,5 mg/L. Hal ini menggambarkan kondisi perairan pantai Kota Makassar, khususnya pada perairan yang terkena beban limbah tidak mengalami pencemaran bahan organik mudah urai. Berdasarkan baku mutu air laut nilai yang diharapkan tidak melebihi 3 mg/L. E. Kebutuhan Oksigen Secara Kimia (Chemical Oxygen Demand,COD) Parameter ini menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang sulit terurai. Bahan organik mudah urai umumnya berasal dari limbah domestik atau pemukiman, sedangkan yang sukar terurai umumnya berasal dari dari limbah industri, pertambangan dan pertanian. Nilai COD pada perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 98 – 156 mg/L dengan rata-rata 119,1 mg/L. Nilai yang tinggi ditemukan pada perairan di
57 sekitar muara kanal. Berdasarkan baku mutu air laut, nilai yang disyaratkan adalah sebesar < 80 mg/L. Hal menunjukkan perairan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran bahan organik yang sulit terurai. Gambar 12 memperlihatkan bahwa pada stasiun kanal Paotere, Haji bau dan Benteng terjadi akumulasi bahan organik yang sulit terurai di perairan pantai. Nilai COD pada sumber limbah lebih rendah dari perairan pantai. F. Amoniak (NH3) Senyawa amoniak yang terdapat pada air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat oleh mikroorganisme. Meningkatnya konsentrasi amoniak dalam air laut erat kaitannya dengan masukknya bahan organik yang mudah urai. Konsentrasi amoniak di perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 0,01 – 0,04 mg/L dengan nilai rata-rata 0,018 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut nilai yang diinginkan tidak melebihi 0,1 mg/L. Dengan demikian secara umum perairan pantai Kota Makassar tidak tercemar amoniak. Perairan pantai Kota Makassar masih mampu mengoksidasi amoniak. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 12 bahwa konsentrasi amoniak tinggi pada sumber limbah dan rendah di perairan 0.008
0.007
180
0.007 164
164
156 154
160
144
0.006
120
118
117.8
112.4 98
100
112.4 98
98
80
Konsntrasi NH3 (mg/L)
Konsentrasi COD (mg/L)
140 0.005
0.004
0.004
0.004
0.004 0.003
0.003
0.003
0.003
60 0.002 0.002
40
0.001
20
0.001
0.001
0.001
0.001
0 Tallo
Panampu
Benteng sungai
Hajibau pantai
Jongaya
Jeneberang
BAKU MUTU =25 mg/L
0 Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Pantai
Gambar 12. Sebaran COD dan NH3 pada tiap stasiun pengamatan G. Nitrat Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang stabil dengan adanya oksigen bebas dalam air laut. Nitrat merupakan senyawa pengontrol produktivitas primer pada permukaan perairan. Peningkatan konsentrasi nitrat dalam air laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik dan pertanian.
Pada perairan
pantai Kota Makassar konsentrasi nitrat berkisar antara 0,01 – 1,326 mg/L dengan rata-rata 0,258 mg/L. Secara umum konsentrasi nitrat pada tiap stasiun pengamatan telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,008 mg/L. Sumber
58 nitrat terbesar berasal dari Sungai Tallo dan pada aliran ini terdapat budidaya dalam tambak dan kegiatan pertanian (Gambar 13). H. Fosfat Fosfat merupakan salah satu senyawa hara yang penting. Fosfat dalam air atau air limbah ditemukan dalam bentuk senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organik. Dalam air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian yang masuk ke laut melalui sungai atau kanal. Perairan pantai Kota Makassar yang terkena beban limbah kota mengandung fosfat antara 0,09 – 0,224 mg/L dengan rata-rata 0,135 mg/L. Nilai ini telah melebihi baku mutu air laut yaitu sebesar 0,016 mg/L. Keadaan ini menunjukkan bahwa fosfat telah mencemari perairan pantai Kota Makassar. Gambar 13 memperlihatkan stasiun pengamatan sebagai sumber limbah fosfat adalah daerah Kanal Jongaya, Haji Bau dan Panampu. Konsentrasi fosfat pada perairan pantai lebih rendah dari sumber limbah. Hal ini menunjukkan perairan masih mampu mengasimilasi fosfat, namun karena konsentrasi beban yang besar maka sebagian terakumulasi di perairan dan melebihi baku mutu yang diharapkan. 2.5 0.7
2
0.663
0.6
1.934
Konsentrasi PO4 (mg/L)
Konsentasi NO3 (mg/L)
0.5
1.5 1.326
1
0.434 0.4
0.377
0.281
0.3
0.224 0.205 0.2
0.5
0.451
0.417
0.411
0.109
0.304
0.1
0.204
0.184 0.01
0.01
0.186 0.166
0.01
0.09
0.09
0.09
0.01
0
0
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,008 mg/L
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau
Kanal Jongaya
Pantai
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,015 mg/L
Gambar 13. Sebaran nitrat dan fosfat pada tiap stasiun pengamatan I.
Logam Timbal (Plumbum, Pb) Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak dan berwarna coklat
kehitaman. Timbal umumnya digunakan pada aki/baterai, cat, pipa dan lain-lain. Logam ini bersifat toksik dan terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup. Pada perairan pantai Kota Makassar, konsentrasi logam timbal berkisar antara 0,115 – 0,415 mg/L dengan rata 0,215 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut nilai ini telah melebihi yang diinginkan yaitu 2 x 10-4 mg/L. Keadaan ini menunjukkan bahwa logam timbal telah mencemari perairan pantai Kota
59 Makassar. Sumber beban limbah timbal berasal dari aliran Kanal Jongaya, Panampu dan Sungai Jeneberang . J. Logam Kadmium (Cadmium, Cd) Logam kadmium berwarna putih keperakan menyerupai aluminium, digunakan melapisi logam seng, bahan pigmen cat, pembuatan aki atau baterai, fotografi dan percetakan. Di perairan laut, logam kadmium terakumlasi pada jaringan kerang kerangan, krustacea dan ikan. Konsentrasi Cd di perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 0,003 – 0,125 mg/L dengan rata-rata 0,047 mg/L. Berdasarkan baku mutu air laut, nilai ini telah melebihi baku mutu yaitu sebesar < 0,01 mg/L. Konsentrasi Cd rendah ditemukan pada perairan di sekitar muara Sungai Tallo
dan S. Jeneberang.
Konsentrasi Cd yang tinggi ditemukan pada semua perairan muara kanal. 0.14
0.45 0.125
0.415 0.12
0.4
0.117
0.35
0.25 0.219 0.193
0.2
0.201
0.18 0.158
0.167
0.15
Konsentrasi Logam Cd (mg/L)
KOnsentrasi Logam Pb (mg/L)
0.1
0.3
0.084 0.08 0.072
0.06
0.055
0.037
0.04
0.115 0.1 0.073
0.024
0.073
0.021
0.017
0.02
0.05
0.072
0.03 0.003
0.003 0
0.003
0
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng Sungai
Kanal Hajibau Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
Sungai Tallo
Kanal Panampu
Kanal Benteng
Kanal Hajibau
BAKU MUTU =0,008 mg/L
Sungai
Pantai
Kanal Jongaya
Sungai Jeneberang
BAKU MUTU =0,01 mg/L
Gambar 14. Sebaran logam Pb dan Cd pada tiap stasiun pengamatan K. Logam Tembaga (Copper, Cu) Tembaga merupakan logam yang banyak digunakan oleh manusia pada peralatan elektronik, katalis kimia (aloi), cat anti fouling, algacida dan bahan pengawet kayu. Selain itu, limbah penduduk mengandung sejumlah tembaga. Pada perairan pantai Kota Makassar konsentrasi logam tembaga berkisar antara 0 – 0,011 mg/L. Namun demikian, pada umumnya di beberapa stasiun pengamatan tidak ditemukan tembaga. Tembaga hanya ditemukan pada stasiun muara Kanal Panampu.
4.3.2. Struktur Komunitas Makrozoobentos
60 Makrozoobentos dapat digunakan sebagai Indikator biologi kestabilan suatu ekosistem perairan pantai akibat dari pencemaran. Sebagai organisme bentik yang hidup dan menetap di dasar perairan, maka makrozoobentos mudah terkena bahan pencemar dan mengalami perubahan struktur komunitas. Komposisi jenis dan kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur perubahan struktur komunitas makrozoobentos. A. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan pada enam stasiun pengamatan diperlihatkan pada Gambar 15 sampai dengan 17. Pada stasiun muara Sungai Tallo ditemukan 8 jenis dengan komposisi yang relatif sama berkisar antara 6 -17%, kelimpahan rata-rata sebesar 34 individu/m2 . Sementara pada stasiun muara Kanal Panampu ditemukan 5 jenis makrozoobentos, jenis makrozoobentos Mya arenaria merupakan penyusun terbesar yaitu sebesar 73%, kelimpahan rata-rata sebesar 93 individu/m2 (Gambar 15). Keadaan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan ekosistem pada perairan di muara Kanal Panampu. Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Sungai Tallo Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Panampu
Pholas dactylus 6%
Eunice harastii 12% Calappa granuliata 17%
Bittium reticulatum 12%
Apseudes latreillei 3% Pholas dactylus Venerupis pullastra 18%
3%
Ceritium vulagatum 3%
Mya arenaria 12% P
Apseudes latreillei 12% Anadara sp 17%
Montacuta ferruginosa 12%
Mya arenaria 73%
Gambar 15. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun muara Sungai Tallo dan Kanal Panampu Gambar
16
memperlihatkan
komposisi
jenis
dan
kelimpahan
makrozoobentos stasiun muara Kanal Benteng. Terdiri 6 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar jenis Bitium tericulatum sebesar 30%, namun tidak mendominasi jenis yang lain. Stasiun muara Kanal Haji Bau terdapat 7 jenis, komposisi terbesar jenis Venerupis pullastra dan Montacuta veruginosa. Kondisi komunitas makrozoobentos pada stasiun ini stabil.
61
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Benteng
Phyllodoce maculata 8%
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Kanal Haji Bau
Astarta borealis 8%
Tellina distorta 23%
Pholas dactylus 7% Mya arenaria 7%
Phyllodocea lamelligera 14%
Bittium reticulatum 30%
Haliporides sibogae 21%
Mya arenaria 8% Clathus clathus 23%
Venerupis pullastra 22% Anadara sp 7%
Montacuta ferruginosa 22%
Gambar 16. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun muara Kanal Benteng dan Kanal Haji Bau Sementara
pada
Gambar
17
diperlihatkan
komposisi
jenis
makrozoobentos pada stasiun muara Kanal Jongaya dan Sungai Jeneberang. Pada muara Kanal Jongaya ditemukan 7 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar adalah Mya arenaria sebesar 33%. Kelimpahan organisme makrozoobentos pada stasiun ini sebesar 34 individu/m2. Pada muara Sungai Jeneberang komposisi jenis disusun oleh 6 jenis makrozoobentos dengan komposisi terbesar adalah jenis Ceritum vullagatum, kelimpahan per meter persegi pada stasiun ini sebesar 37 individu/m2.
Komposisi Jenis Nakrozoobentos Muara Kanal Jongaya
Castalia puncata 7%
Anadara sp 7%
Eunice harastii 7%
Komposisi Jenis Makrozoobentos Muara Sungai Jeneberang
Pholas dactylus Ceritium vulagatum 7% 7%
Ceritium vulagatum 29%
Anadara sp 29%
Tellina distorta 7% Bittium reticulatum 32% Mya arenaria 33%
Astarta borealis 7% Bittium reticulatum 14%
Mya arenaria 14%
Gambar 17. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun Muara Kanal Jongaya dan Sungai Jeneberang B. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Jenis Hasil
perhitungan
indeks
keanekaragaman,
keseragaman
serta
dominansi jenis makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan diperlihatkan pada Gambar 18 serta Lampiran 4.
62
Struktur Komunitas Makrozoobentos Perairan Pantai Kota Makassar 2.5
2
2.0337 1.87 1.67
1.63
1.7
1.5
1 0.89
0.82
0.76
0.79
0.59
0.785 0.645
0.5 0.558 0.22
0.135
0.28 0.17
0.25
0 Tallo
Panampu
Benteng
Keseragaman
Haji bau
Keanekaragaman
Jongaya
Jeneberang
Dominansi
Gambar 18. Struktur komunitas makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan Berdasarkan Indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos, stasiun muara Sungai Tallo, Kanal Benteng, Haji Bau, Jongaya dan Sungai Jeneberang dikategorikan dalam keadaan tercemar sedang, sementara stasiun muara Kanal Panampu mempunyai nilai keanekaragaman lebih kecil daripada 1 yaitu 0,89, yang menunjukkan bahwa perairan di muara Kanal Panampu telah mengalami pencemaran berat. Apabila ditinjau dari indeks keseragaman jenis makrozoobentos (Gambar 18), maka stasiun muara Kanal Panampu dan Jongaya berada dalam keadaan labil dengan nilai 0,59 dan 0,645, sementara pada muara Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, Kanal Benteng dan Haji Bau berada dalam keadaan stabil. 4.3.3. Status Pencemaran Perairan Pantai Kota A. Beban Pencemaran a. Perhitungan Beban Pencemaran dari Sungai dan Kanal Secara umum sumber pencemaran yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar berasal dari limbah domestik dan industri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Bapedalda Kota Makassar (2004) terindikasi bahwa sumber pencemaran terhadap pantai Kota Makassar berasal dari kegiatan rumah tangga (domestik) dan industri pengolahan. Perhitungan beban pencemaran ditujukan untuk mengetahui sumber pencemaran, jenis bahan pencemar dan besarnya beban pencemaran yang masuk ke dalam perairan pantai Kota Makassar. Namun sumber pencemaran
63 tidak dibedakan apakah berasal dari non-point source atau point source. Sumber pencemaran yang dimaksud adalah berasal dari aliran beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Perhitungan beban limbah erosi tanah (TSS), organik (BOD5 dan COD), hara (nitrat, amoniak, fosfat) dan logam berat (Pb, Cd dan Cu) diperoleh dari perkalian bulanan debit sungai (m3/bulan) dengan konsentrasi parameter di sungai atau kanal yang diukur. Beban limbah tahunan dihitung melalui penjumlahan beban limbah bulanan. Sementara total beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar dari daratan dihitung dengan menjumlahkan beban dari dua sungai besar yaitu Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo dan empat kanal yaitu Kanal Panampu, Kanal Benteng, Kanal Haji Bau dan Kanal Jongaya. Perhitungan beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar melalui sungai dan kanal diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Total beban pencemaran (ton/tahun) dari daratan (land based sources) ke perairan pantai Kota Makassar Stasiun
Beban Limbah NO3 NH3
COD
BOD
822596.1
1563218.6
22876.3
18520.3
38.1
1582.2
28.6
1115.2
1687.1
27625.2
65855.7
1069.0
130.0
29.9
144.1
31.2
15.8
32.9
479.4
3759.1
92.0
16.0
0.1
28.3
2.8
0.6
0.0
1459.6
4768.3
131.3
21.9
0.1
13.6
1.4
1.1
0.0
K.Jongaya
56134.9
105212.9
1539.7
130.8
1.9
425.3
128.9
46.1
70.5
S.J.Berang
2653.9
2428180.7
45528.3
6930.4
33.7
3136.4
2218.3
1416.4
0.0
910949.4
4170995.4
71236.9
25749.5
104
5330.1
2411.4
2595.5
1790.6
S.Tallo K.Panampu K.Benteng K.H.Bau
Jumlah
TSS
PO4
Pb
Cd
Cu
Sumber: Pengolahan Data 2005
Beban pencemaran terbesar yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar adalah bahan organik yang sukar terurai (nilai COD). Jumlah beban sebesar 4.170.995,4 ton per tahun sebagian besar disumbangkan oleh Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo. Parameter lain yang cukup besar jumlahnya adalah padatan tersuspensi (nilai TSS) yaitu 910.949,4 ton per tahun, sebagian besar melalui Sungai Tallo dan Kanal Jongaya. Beban limbah cair dari bahan organik yang terurai secara biologi (nilai BOD5) masuk ke perairan pantai sebesar 71.236,9 ton per tahun. Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo merupakan pemasok terbesar jenis limbah ini. Beban pencemaran hara nitrat lebih banyak disumbangkan oleh Sungai Tallo sebesar 18.520,3 ton per tahun, sementara fosfat oleh Sungai Jeneberang sebesar 3.136,4 ton per tahun. Beban pencemaran logam Pb dan Cd sumber terbesar berasal dari Sungai Jeneberang
64 sebesar 2.218,3 ton per tahun dan 1.416,4 per tahun. Beban pencemaran Cu berasal dari Sungai Tallo sebesar 1.687,1 ton per tahun. b. Perhitungan Beban Limbah Berdasarkan Aktivitas Penduduk Hasil perhitungan beban pencemaran yang berasal dari aktivitas penduduk (point source) diperoleh dari perkalian antara jumlah orang dari aktivitas di sekitar daerah aliran limbah dengan konstanta beban limbah g/kapita/tahun. Jumlah beban limbah cair dari aktivitas penduduk per tahun dari masing-masing aliran diperlihatkan pada Lampiran 12, 13 dan 14. Beban limbah cair domestik umumnya berupa bahan organik dan hara. Parameter untuk mengukur beban limbah adalah nilai BOD5, nilai COD, N total dan P (PO4). Daerah aliran kanal di wilayah Kota Makassar menjadi tempat aktivitas penduduk. Diperkirakan aktivitas penduduk pada kanal ini menyumbang beban limbah cair cukup besar. Kanal melalui daerah pemukiman dengan jumlah penduduk 336036 jiwa, jumlah hotel sebanyak 38 dengan jumlah kamar 1982 buah. Jumlah pengunjung per tahun sebesar 393552 orang. Daerah aliran ini diperkirakan memberikan beban limbah cair sebesar 9294,124 ton BOD5 per tahun; 17823,18 ton COD per tahun, 3981,172 ton N per tahun; 665,89 ton P per tahun. Daerah aliran Sungai Tallo melalui pemukiman dengan jumlah penduduk sebesar 48.892 jiwa, jumlah hotel 1 buah dengan jumlah kamar 22 buah dan pengunjung 9.504 orang per tahun. Diperkirakan beban limbah cair yang dihasilkan sebesar 1.023,528 ton bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 per tahun; 1.962,083 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun, 438,379 ton N per tahun; 73,385 ton P per tahun. Aliran Sungai Jeneberang melalui daerah pemukiman di wilayah Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. Pemukiman yang dilalui memiliki jumlah penduduk sebesar 636.148 jiwa dan 7 buah hotel dengan jumlah kamar 153 buah dan jumlah pengunjung sebesar 66.096 orang per tahun, maka beban limbah cair yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 702,6873 ton bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 per tahun; 1.347,302 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun, 300,9817 ton N per tahun; 50,36191 ton P per tahun. Limbah domestik sebagian besar bersumber dari aktivitas penduduk Kabupaten Gowa yaitu berjumlah 552.293 jiwa. Berdasarkan kedua perhitungan beban limbah tersebut menunjukkan bahwa aktivitas penduduk dari pemukiman dan hotel sangat kecil sumbangannya
65 terhadap beban pencemaran secara keseluruhan. Sebagai contoh Kanal memberi beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai COD sebesar 179.596 ton per tahun, sementara dari aktivitas penduduk hanya sebesar
17823,18 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun. Kemudian Sungai Tallo memberi beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai COD sebesar 1.563.218,6 ton per tahun, sementara dari aktivitas penduduk hanya sebesar 1.962,083 ton bahan organik yang tercermin pada nilai COD per tahun. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu upaya lain untuk menekan beban pencemaran. Tidak hanya kepada penduduk di sekitar daerah aliran limbah, tetapi membuat pengolahan limbah cair dari sumber pencemar sebelum masuk ke perairan pantai. Hal ini akan menekan beban pencemaran yang masuk ke dalam sungai secara nyata. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kecenderungan peningkatan konsentrasi parameter pencemar yang telah melebihi baku mutu air laut dari tahun 2003-2005 diperlihatkan pada Gambar 19 s/d Gambar 21. Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran COD pada Tahun 2003 -2005
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran TSS pada Tahun 2003 -2005
140
50 126
45
120
44.4
40 35
80
TS S(m g/L)
C O D (m g /L )
100
60
30 25
24.375
20 17.83
40
15 33.18
20
10
22.27
5 0
0 2003
2004 Tahun
(A)
2005
2003
2004
2005
Tahun
(B)
Gambar 19. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemar TSS (A) dan nilai COD (B) pada perairan Pantai Kota Makassar tahun 2003-2005
66
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Nitrat pada Tahun 2003 -2005
Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Fosfat pada Tahun 2003 -2005
0.9
0.3
0.803 0.8
0.267 0.25
0.7
0.2 PO 4 (m g/L)
Nitrat (mg/L)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
0.195
0.15
0.1 0.19
0.178 0.05 0.038
0.1 0
0 2003
2004
2005
2003
Tahun
2004
2005
Tahun
(A)
(B)
Gambar 20. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemaran nitrat (A) dan fosfat (B) pada perairan pantai Kota Makassar tahun 2003-2005 Analisis Trend Konsentrasi Beban Pencemaran Pb pada Tahun 2003 -2005 0.12
0.098 0.1
0.079
P b(mg/L)
0.08
0.06
0.04
0.037
0.02
0 2003
2004
2005
Tahun
Gambar 21. Analisis kecenderungan konsentrasi pencemaran logam Pb (B) pada perairan pantai Kota Makassar tahun 2003-2005 Gambar 19 memperlihatkan bahwa parameter TSS cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya parameter TSS menunjukkan terjadinya kegiatan konstruksi di sekitar daerah aliran sungai dan kanal yang menimbulkan erosi tanah. Terjadi pula kecenderungan peningkatan nilai COD dan Fosfat yang berasal dari limbah industri dan domestik. Hal
ini menunjukkan penggunaan
detergen yang sulit terurai masih cukup tinggi untuk wilayah Kota Makassar. Gambar 20 memperlihatkan peningkatan nitrat dari sumber limbah domestik dan pertanian cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsentrasi beban limbah parameter logam berat khususnya Pb dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan berada di atas baku mutu lingkungan. B. Kapasitas Asimilasi Kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oleh morfologi dan dinamika perairan tersebut serta jenis dan jumlah limbah (total pollutant load)
67 yang masuk ke perairan (Goldberg, 1992). Penentuan kapasitas asimilasi dihitung secara tidak langsung (Indirect approach) yaitu dengan metode hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter di perairan pesisir dengan total beban limbah di muara sungai. Kemudian hasil ini dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH No. 51/MenKLH/2004. Apabila kapasitas asimilasi telah terlampaui, berarti beban yang masuk ke perairan pantai tergolong tinggi. Hal ini ditandai oleh konsentrasi eksisting parameter yang telah melebihi nilai ambang baku mutu air laut. Sebaliknya apabila kapasitas asimilasi belum terlampaui, berarti beban limbah masih rendah dan bahan-bahan yang masuk ke perairan pantai telah mengalami proses-proses difusi dan lain-lain. Beberapa parameter beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar telah melampaui kapasitas asimilasinya yaitu berdasarkan batas baku mutu air laut. Adapun parameter yang telah melebihi baku mutu adalah COD, TSS, Nitrat, Fosfat, dan logam berat. Sementara parameter BOD5 belum melampaui baku mutu. Hubungan antara beban limbah bahan organik yang tercermin pada nilai BOD5 di muara dengan nilai BOD5 di perairan pantai Kota Makassar di perlihatkan pada Gambar 22. KAPASITAS ASIMILASI BOD5 3.2
Baku mutu BOD5
Konsentrasi BOD5 (mg/L)
3
2.8
y = 6E-06x + 2.4145 2 R = 0.6673
2.6
2.4
2.2
2 0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
BEBAN LIMBAH (ton/tahun)
Gambar 22.
Hubungan antara beban limbah yang dilihat dari nilai BOD5 di muara dengan konsentrasi BOD5 perairan pantai Kota Makassar
68 Grafik hubungan diatas memperlihatkan bahwa perairan pantai Kota Makassar masih mampu untuk mengurai bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis (nilai BOD5). Dengan nilai baku mutu yang ditetapkan sebesar 3 mg/L, dan persamaan yang dihasilkan yaitu y = 6E-06x + 2,4145. maka perairan pantai Kota Makassar mampu menguraikan bahan organik mudah urai sebesar 96.666 ton per tahun. C. Tingkat Pencemaran Penentuan tingkat pencemaran suatu perairan pantai perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari limbah yang berasal dari daratan terhadap perairan pantai. Penggunaan metode indeks pencemaran (Pollution Index) ditujukan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Metode ini memberikan masukan kepada pengambil keputusan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi penurunan kualitas perairan. Hasil penentuan tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar menggunakan ideks pencemaran (IP) berdasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/Men-KLH/2004 tentang baku mutu air laut yang sesuai untuk tingkat nasional adalah sebagai berikut: Tabel 7. Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar tahun 2005 No.
Stasiun
IP Maks
IP Ratarata
IP
Kategori
1
Muara Sungai Tallo
2,56
1,14
1,98
Tercemar Ringan
2
Muara Kanal Panampu
2,45
1,27
1,95
Tercemar Ringan
3
Muara Kanal Benteng
2,02
1,11
1,63
Tercemar Ringan
4,48
1,69
3,39
Tercemar Ringan
2,14
133
1,78
Tercemar Ringan
2,28
1,02
1,77
Tercemar Ringan
4 5 6
Muara Kanal Haji Bau Muara Kanal Jongaya Muara Sungai Jeneberang
Sumber: Pengolahan Data 2005
Tabel 7 dan Lampiran 15 memperlihatkan bahwa perairan pantai Kota Makassar telah mengalami pencemaran ringan oleh beberapa parameter kimia beban pencemaran. Kondisi berbeda ditemukan pada tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman makrozoobentos. Perairan pantai Kota
69 Makassar telah mengalami pencemaran sedang sampai berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Numerow mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Namun fakta tersebut telah membuktikan dan menjadi alasan yang kuat untuk melakukan pengendalian pencemaran terhadap perairan pantai Makassar. 4.3.4. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat serta Kejasama kelembagaan dalam Pengendalian Pencemaran Pantai A. Karakteristik Responden Untuk
mengetahui
persepsi
dan
partisipasi
masyarakat
terhadap
pengendalian pencemaran pantai diperlukan informasi yang akurat. Sebagai responden pada penelitian ini dipilih masyarakat yang berada di tiga lokasi yaitu: sekitar aliran Sungai Tallo, aliran Kanal dan aliran Sungai Jeneberang. Jumlah responden sebanyak 150 orang dengan karakteristik yang diamati adalah umur, pendidikan, pendapatan. Adapun sebaran karakteristik responden ditiga lokasi penelitian diperlihatkan pada Lampiran 16. - Tingkat Umur Gambar 23 memperlihatkan bahwa umur responden berkisar antara 19-70 tahun. Berdasarkan sebaran sampel, umur responden dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok usia muda (<19 tahun), kelompok usia dewasa (20-55 tahun) dan kelompok usia tua (>56 tahun).
Usia produktif dalam
penelitian ini menggunakan indikator usia ketenagakerjaan yaitu 15-55 tahun. Persentase kelompok umur yang terbesar terdapat pada kelompok umur dewasa (74,7%), kelompok umur tua (24,6%), dan kelompok usia muda (0,7%). - Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal responden dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu rendah untuk responden yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sedang untuk responden yang berpendidikan SLTP-SLTA, dan tinggi untuk responden yang berpendidikan Diploma-Sarjana.
Gambar 23 menunjukkan pendidikan formal
masyarakat terbesar termasuk kategori rendah (79%), sedang (60%), dan tinggi (11%).
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pada tiga
tipologi tersebut diperkirakan dapat membaca dan menulis.
70 Umur Responden
Pendidikan Responden
41
45
40
38
40
31
35
33
29
30 J u m la h r e s p o n d e n
35 J u m la h r e s p o n d e n
36
30
25
25
17
20
17
20
14
12
15
9
15
11
10
4
5
2
10
5
1
0
5
0 0 Rendah
0 Rendah
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tallo Kanal Jeneberang
Tallo Kanal Jeneberang
Gambar 23. Sebaran umur dan pendidikan responden pada daerah aliran beban limbah Kota Makassar - Pekerjaan Gambar 24 memperlihatkan bahwa pekerjaan responden pada umumnya sebagai nelayan (30%), wiraswasta (30,7%) dan buruh (13,3%).
Data ini
memperlihatkan bahwa masyarakat sangat erat kehidupannya dengan perairan pantai. Dalam keseharian aktivitas masyarakat dilakukan pada siang hari, sehingga
mempengaruhi
partisipasinya
pada
berbagai
kegiatan
sosial
kemasyarakatan. - Tingkat Pendapatan Pendapatan responden perbulan dibagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu rendah
(
(>Rp.950.000).
sedang
(Rp.475.000-Rp.950.000),
dan
tinggi
Lampiran 16 memperlihatkan bahwa tingkat pendapatan
responden di tiga lokasi penelitian umumnya kurang dari Rp.475.000 (kategori rendah). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendapatan masyarakat masih relatif rendah. Rendahnya rata-rata tingkat pendapatan masyarakat di tiga lokasi pantai Kota Makassar yang diteliti, berkaitan dengan pekerjaan mereka yang umumnya sebagai nelayan dan buruh. Akibat ketidakmampuan secara ekonomi dilihat dari pendapatan yang rendah, menyebabkan masyarakat tidak dapat menyediakan tempat pembuangan sampah, MCK dan fasilitas sanitasi lainnya. Keadaan ini berdampak pada pencemaran perairan pantai tempat mereka tinggal.
71
Pendapatan Responden
Pekerjaan Responden 25 38
25
40
22
34
35 20
27
15
13
J u m la h r e s p o n d e n
J u m la h r e s p o n d e n
30 13 10
10 9
8
8
10
7
6
6 3
5
4
4
25
19 16
20
10
15 10
4
4
2
1
5
1
0
0
0 Nelayan
Buruh
Pedagang
Tallo
PNS
Kanal
Wiraswasta
Rendah
Lainnya
Sedang
Tallo
Jeneberang
Kanal
Tinggi
Jeneberang
Gambar 24. Sebaran pekerjaan dan pendapatan responden pada daerah aliran beban limbah Kota Makassar B. Persepsi Masyarakat Pantai Tentang Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Makassar Persepsi responden tentang pengendalian pencemaran pantai di kota Makassar diukur dari tiga jenis persepsi yaitu persepsi tentang pencegahan, persepsi tentang penanggulangan dan persepsi tentang partisipasi.
Pada
Lampiran 17 diperlihatkan persepsi masyarakat pada tiap aliran beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Analisis ini dilakukan untuk memudahkan upaya mengendalikan pencemaran perairan pantai. Pada umumnya masyarakat memiliki persepsi yang tinggi terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai baik yang menetap di sekitar muara sungai maupun kanal. Sehingga pemerintah sebaiknya perlu melakukan upaya mempertahankan pemahaman masyarakat tentang pengendalian pencemaran. Gambar 25 memperlihatkan responden masyarakat di muara Sungai Tallo yang
memiliki
penanggulangan
persepsi (92%)
pencemaran pantai (92%).
tinggi dan
tentang
perlunya
perlunya partisipasi
pencegahan dalam
(90%),
pengendalian
72
90 92 92
100 80 60 40 20
4
4
4
6
4
4
0 Rendah Pencegahan
Sedang
Tinggi
Penanggulangan
Partisipasi
Gambar 25. Persentase persepsi masyarakat Tallo tentang pengendalian pencemaran perairan pantai Data pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah aliran beban limbah Sungai Tallo memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 91,3 persen, sisanya 4,7 persen termasuk pada kategori sedang dan 4 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Gambar 26 memperlihatkan responden masyarakat di muara Kanal memiliki
persepsi
penanggulangan
yang (92%)
tinggi dan
tentang
perlunya
perlunya partisipasi
pencegahan dalam
(90%),
pengendalian
pencemaran pantai (92%).
120 100
94 96 96
80 60 40 20
0
0
0
6
4
4
0 Rendah Pencegahan
Sedang Penanggulangan
Tinggi Partisipasi
Gambar 26. Persentase persepsi masyarakat di daerah kanal tentang pengendalian pencemaran perairan pantai
73 Pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
di
daerah aliran beban limbah kanal memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 95,3 persen, sisanya 4,7 persen termasuk pada kategori sedang dan 0 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Gambar 27 memperlihatkan responden masyarakat di Muara Sungai Jeneberang memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pencegahan (80%), penanggulangan
(88%)
dan
perlunya
partisipasi
dalam
pengendalian
pencemaran pantai (90%).
100
88 90
80
80 60 40 20
20 0
0
2
12
8
0 Rendah Pencegahan
Sedang Penanggulangan
Tinggi Partisipasi
Gambar 27. Persentase persepsi masyarakat di daerah muara Sungai Jeneberang tentang pengendalian pencemaran perairan pantai Lampiran 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah aliran beban limbah Sungai Jeneberang memiliki persepsi yang tinggi tentang perlunya pengendalian pencemaran pantai sebesar 86 persen, sisanya 13,3 persen termasuk pada kategori sedang dan 0,7 persen pada kategori rendah di dalam mempersepsikan pengendalian pencemaran pantai. Persepsi yang tinggi terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai seperti terdapat pada Lampiran 17 menunjukkan keadaan positif untuk melakukan pengendalian pencemaran pantai di Kota Makassar di masa depan. Adanya pemahaman yang tinggi dari masyarakat terhadap pengendalian pencemaran pantai memudahkan upaya pemerintah mengelola perairan pantai yang telah mengalami pencemaran. Masyarakat pantai secara umum telah memiliki persepsi yang tinggi terhadap pengendalian pencemaran pantai, namun tidak sejalan dengan kondisi
74 perairan pantai yang masih tetap mengalami pencemaran. Hal ini disebabkan tidak adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai seperti tidak tersedianya tempat pembuangan sementara (TPS) dan sarana mandi cuci kakus di sekitar pantai. Kondisi ini menyebabkan masyarakat terpaksa membuang limbah di sembarang tempat. C. Partisipasi Masyarakat Pantai dalam Pengendalian Pencemaran Pantai Kota Makassar Penentuan
tingkat
partisipasi
masyarakat
pantai
terhadap
upaya
pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar didasarkan pada perannya dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran pantai. Hasil yang diperoleh dari responden dapat dilihat Gambar 28 dan Lampiran 18.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
74 62 50 42 26
26 12
8
Tallo
Kanal Rendah
Gambar
28.
0
Sedang
Jeneberang Tinggi
Persentase partisipasi masyarakat tentang pengendalian pencemaran perairan pantai pada Muara Sungai Tallo, Kanal dan Muara Sungai Jeneberang
Masyarakat di daerah aliran beban limbah memperlihatkan
partisipasi
dalam pelaksanaan yang cukup tinggi, namun untuk daerah kanal partisipasi responden terendah sebesar 50%. Keterbatasan waktu yang dimiliki responden untuk terlibat dalam kegiatan merupakan alasan lain tentang rendahnya partisipasi mereka dalam kegiatan pengendalian. Partisipasi tertinggi diperoleh di daerah aliran Sungai Jeneberang sebesar 74%. Tingginya partisipasi masyarakat didukung oleh aktivitasnya sebagai pengelola kawasan wisata pantai. Dari ketiga lokasi penelitian, responden yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan pengendalian ditemukan di daerah Sungai Tallo dan kanal. Rendahnya partisipasi pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran pantai, disebabkan oleh kesibukan sebagian besar masyarakat yang bekerja pada siang hari sebagai nelayan, buruh dan wiraswasta. Umumnya pelaksanaan kegiatan
75 pengendalian yang diupayakan oleh pemerintah daerah biasanya dilakukan pada hari Jum’at pagi. Meskipun partisipasi masyarakat di daerah aliran beban limbah dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran dikategorikan tinggi, namun kenyataan memperlihatkan masih terjadi pencemaran. Hal ini disebabkan oleh partisipasi masyarakat
pelaksanaan
pengendalian
pencemaran
tidak
didasari
oleh
kesadaran, tetapi oleh kegiatan mobilisasi yang dilakukan aparat pemerintah ditingkat kecamatan dan kelurahan. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki fasilitas MCK dan membuang sampah di sekitar rumah mereka. Oleh karena itu maka diperlukan dukungan dari pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan sarana dan prasarana kebersihan serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih. D. Kerjasama Kelembagaan Kota Makassar sebagai kota pantai metropolitan memiliki struktur pemerintahan yang efisien, hal ini nampak dari perampingan yang dilakukan pemeritah kota. Bapedalda Kota Makassar yang pada tahun sebelumnya merupakan lembaga yang mengelola lingkungan hidup digabung ke dalam satu dinas dengan kebersihan dan keindahan kota. Dinas ini secara struktural berada dibawah Walikota Makassar. Pelaksanaan pengendalian pencemaran di Kota Makassar dilakukan dengan memobilisasi aparat pemerintah kota, mulai dari kecamatan dan kelurahan serta lembaga pemberdayaan masyarakat yang ada di kelurahan. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jum’at dengan lokasi yang berpindah-pindah. Secara struktural telah dilakukan upaya pengendalian pencemaran baik lingkungan darat maupun lingkungan laut.
Namun upaya untuk melibatkan
berbagai stakeholders dalam bentuk kelembagaan belum dibentuk. Sehingga perlu upaya membentuk kerjasama kelembagaan dalam merencanakan dan mengatur pelaksanaan pengendalian pencemaran. 4.4. Tipologi Aliran Beban Limbah Analisis tipologi ditujukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik aliran beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Perbedaan yang dicirikan oleh kecederungan variabel-variabel dasar (karakteristik fisik-kimia dan sosialekonomi) untuk menggambarkan tiap tipologi aliran beban limbah. Dalam proses ini
dilakukan
seleksi
variabel
berdasarkan
kemampuan
variabel
dalam
76 menjelaskan keragaman karakteristik pada aliran beban limbah. Peubah yang digunakan adalah duapuluh tujuh variabel yang didapat dari survai lapangan dan data sekunder. Unit yang digunakan adalah tiga aliran beban limbah ke perairan pantai Kota Makassar. Aliran tersebut adalah Kanal, Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang. Seleksi dilakukan melalui teknik analisis komponen utama (principle component analysis). Analisis dilakukan terhadap kondisi fisik-kimia sungai/kanal dan penduduk yang bermukim di sekitar sungai/kanal. Analisis tipologi aliran beban limbah didasarkan pada karakter fisik kimia sungai/kanal dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya dengan variabelvariabel yang dimilikinya. Tinggi rendahnya kondisi fisik kimia di sungai/kanal ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya nilai yang dimiliki. Adapun parameter fisik kimia sebagai indikator karakteristik sebagai berikut: suhu, salinitas, pH, lebar sungai/kanal, kedalaman sungai/kanal, kecepatan arus sungai/kanal, total suspended solid (TSS), oksigen terlarut (DO), BOD5, COD, NH3 , nitrat, fosfat, logam Pb, Cd, Cu. Sementara tinggi rendahnya kualitas sumberdaya sosial di suatu aliran ditunjukkan oleh tinggi rendahnya umur, pendidikan, pekerjaan, lama menetap, pendapatan, jumlah penduduk, jumlah hotel, persepsi dan partisipasi terhadap pengendalian pencemaran pantai. Hasil analisis tipologi aliran beban limbah Kota Makassar menggunakan analisis komponen utama (AKU) menunjukkan variabel fisik kimia menjelaskan keragaman mencapai 100% pada dua sumbu utama (F1 dan F2), dengan akar ciri masing-masing adalah 0,6654 dan 0,3346. Sementara variabel sosial keragaman yang dapat dijelaskan mencapai 100% pada dua sumbu utama (F1 dan F2), dengan akar ciri masing-masing adalah 0,8591 dan 0,4109 (Lampiran 19). Hasil ovelay antara plot sebaran variabel dan observasi pada F1 dan F2 seperti diperlihatkan pada Gambar 29 dan 30. Plot tersebut mengelompokkan aliran beban limbah menjadi tiga tipologi dengan perbedaan variabel fisik kimia dan sosial.
77
Biplot on F 1 and 2 (100% ) 4
-- F2(33%) -->
3
Jeneberang
2 1
8 6
14 0
11
-1
9
5 4 3 2 12 7 10 13 1 15 16
Tallo
-2 Kanal
-3 -4
-2
0
2
4
6
-- F1 (67% ) -->
Keterangan: 1 = suhu 2 = salinitas 3 = pH 4 = lebar sungai 5 = kedalaman 6 = kecepatan arus 7 = oksigen terlarut 8 = biological oxygen demand (BOD)
9 = amoniak 10 = nitrat 11 = fosfat 12 = COD 13 = TSS 14 = Pb 15 =Cd 16 = Cu
Gambar 29. Plot observasi dan variabel fisik kimia aliran beban limbah pada sumbu utama 1 dan 2 Biplot on F 1 and
2 (100% )
4 Tallo
3
-- F2(41%) -->
2
L 1
D B G O
0 -1
M K
N
A
P
CF
J H IE
Jeneberang
-2 Kanal
-3 -4 -4
-2
0
2
-- F1 (59% ) -->
4
6
78 Keterangan: A = muda B = dewasa C = tua D = sd E = smp-sma F = sarjana G = penghasilan rendah H = penghasilan sedang
I = penghasilan tinggi J = nelayan K = buruh L =pedagang M = pegawai negeri sipil N = wiraswasta O = jumlah penduduk P = jumlah hotel
Gambar 30. Plot observasi dan variabel sosial aliran beban limbah pada sumbu utama 1 dan 2 Berdasarkan hasil analisis komponen utama terbentuk tiga tipologi aliran beban limbah dengan karakteristik sebagai berikut: a. Tipologi I Tipologi ini memiliki bentuk buatan/pengerasan. Kecenderungan tipologi ini dicirikan oleh kedalaman dan lebar penampang aliran yang dangkal. Salinitas dipengaruhi oleh air dari darat yang bersalinitas rendah. Kandungan P dalam bentuk fosfat tinggi, pH air rendah menunjukkan air bersifat asam. Kadar COD yang tinggi menunjukkan air mengandung limbah organik sukar terurai cukup tinggi. Pada tipologi ini jumlah penduduk yang bermukim tinggi, Umumnya bekerja sebagai wiraswasta dengan tingkat penghasilan yang rendah. Terdapat hotel yang membuang limbah ke kanal.
b. Tipologi II Tipologi ini memiliki bentuk aliran sungai yang berkelok-kelok. Variabel fisik kimia yang cenderung mencirikan tipologi II adalah adalah nilai nitrat, TSS, suhu air, logam Cd yang tinggi. Masyarakat yang bermukim di aliran ini umumnya bekerja sebagai buruh dan pedagang, umumnya berpendidikan SD. c. Tipologi III Tipologi ini berbentuk aliran sungai yang lurus, sehingga mengakibatkan kecepatan arus yang tinggi. Kandungan bahan organik mudah urai secara biologi (BOD5) cukup tinggi. Logam berat Pb banyak dikandung pada air di aliran ini. Jumlah penduduk rendah dengan penghasilan sedang. Umumnya bekerja sebagai nelayan. Pendidikan yang diselesaikan umumnya tamat SMP.
79 4.5. Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota 4.5.1. Identifikasi Sistem Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah objek atau situasi.
Keterkaitan
antara
sub-sub
model
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar dimodelkan untuk mendapatkan suatu kecenderungan sebuah sistem yang lebih luas. Pencemaran perairan pantai merupakan fungsi limbah domestik, limbah industri dan kemampuan instalasi pengolahan limbah kota. Melalui pendekatan sistem perancangan model disusun berdasarkan empat empat submodel yang terkait erat dengan sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota yaitu: submodel penduduk, submodel hotel, submodel industri dan submodel IPAL yang saling berinteraksi membentuk sebuah sistem pengendalian (Gambar 31 ). - Submodel Penduduk Penduduk merupakan elemen penting dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penduduk difokuskan pada kelurahan atau kecamatan yang berada di daerah aliran sungai atau kanal. Penduduk pada ketiga tipologi aliran beban limbah di wilayah Kota Makassar tersebut memberikan beban pencemaran ke perairan pantai.
- Submodel Hotel Hotel merupakan elemen dari kegiatan wisata yang berpengaruh terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan pantai kota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hotel difokuskan pada kelurahan atau kecamatan yang berada di daerah aliran sungai atau kanal. - Submodel Industri Submodel industri dibangun berdasarkan keterkaitan antara luas areal Kawasan Industri Makassar (KIMA) yang dimiliki kota Makassar dengan pertumbuhan industri. Luas kawasan ini kurang lebih 200 hektar yang khusus diperuntukkan untuk pembangunan industri. KIMA terletak dekat aliran Sungai Tallo yang memberikan beban limbah terhadap sungai tersebut.
80 - Submodel Pengolahan Limbah Cair Submodel pengolah limbah cair berupa instalasi pengolahan limbah cair kota yang mampu mengolah cair kota hingga memenuhi baku mutu. Beban pencemaran berasal dari berbagai kegiatan di darat seperti pemukiman, hotel dan industri pengolahan. Pada submodel pengolah limbah cair berinteraksi dengan submodel penduduk, submodel hotel dan sub model industri melalui prediksi limbah yang mencemari lingkungan perairan pantai kota. 4.5.2. Validasi Kinerja Model Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model dengan kesesuaian output model dengan sistem. Validasi terhadap perilaku dilakukan untuk menjawab apakah model konsisten terhadap realitas yang digambarkan dan konsisten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkan. Pengujian validasi perilaku model difokuskan pada uji prediksi model di masa depan. Pengujian dilakukan untuk melihat kecenderungan peningkatan jumlah penduduk yang berpengaruh terhadap limbah domestik yang dihasilkan. Validasi kualitatif terhadap perilaku hasil simulasi terhadap submodel penduduk memperlihatkan
kemiripan
dengan
kondisi
sebenarnya
(Gambar
32).
Berdasarkan hasil uji kalman filter (Tabel 8), data hasil simulasi cukup akurat karena mempunyai tingkat kecocokan yang tinggi yaitu sebesar 0.497
81
Jml_Pddk
Urb
Pert_Pddk
Peng_Pddk FPlimb
Fkel
Fkem
Part_Masy Lcp FLcp
NP BM
Fnp
Kap_IPAL
Jml_Limb BL
Jml_limb_direduk Limb_Ind
Lch LcI_IPAL Pert_Htl
Flch IPAL_Ind Jml_Kj
Jml_Ind
Flci
Jml_Htl
Jml_Kmr
Lci
Bangun_I
Fkj
Fki
Tutup_I
Keb_Lhn
Fpi Perm_Lhn
Lhn_per_Ind
Rkm Lhn_Terp Pemb_Lhn Sedia_Lhn
Gambar 31. Model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar Keterangan: Bangun I BL BM FCOD Fkel Fkem Fki Fkj Flch Flci FPlimb Fpi
= Pembangunan industri = Beban limbah = Baku mutu = Fraksi limbah COD per kapita per tahun = Fraksi laju kelahiran penduduk per tahun = Fraksi laju kematian penduduk per tahun = Fraksi pengurangan industri = Fraksi kunjungan hotel per tahun = Fraksi limbah cair hotel = Fraksi limbah cair industri = Fraksi penduduk membuang limbah cair = Fraksi pertambahan industri per tahun
82 Fnp IPAL ind Jml Ind Jml Limb Jml limb direduk Jml Kj Jml Kmr Jml Pddk Kap IPAL Koe Lhn Lch Lci Lci IPAL Lcp Lhn Lhn per ind Lhn Terp Limb Ind Pemb Lhn Peng pddk Perm Lhn Pert htl Pert Ind Pert pddk Rkm Sedia Lhn Tutup I Urb
= Fraksi non point limbah cair = Kapasitas IPAL industri = Jumlah industri = Jumlah Iimbah cair keseluruhan = Jumlah limbah cair direduksi oleh IPAL = Jumlah kunjungan hotel per tahun = Jumlah kamar per hotel = Jumlah penduduk di daerah aliran beban limbah = Kemampuan Instalasi pengolah limbah cair per tahun = Koefisien pertambahan industri berdasarkan luas lahan = Jumlah limbah cair yang berasal dari hotel = Jumlah limbah cair yang berasal dari industri = Jumlah cair industri yang diolah di IPAL = Jumlah limbah cair yang berasal dari penduduk = Kebutuhan lahan industri = Kebutuhan lahan per industri = Luas lahan industri yang terpakai = Limbah industri diolah atau tanpa pengolahan = Pembukaan lahan industri = Pengurangan penduduk oleh kematian = Permintaan lahan industri = Pertambahan jumlah hotel oleh pembangunan per tahun = Pertambahan jumlah industri oleh pembangunan per tahun = Pertambahan jumlah penduduk dari kelahiran dan urbanisasi = Rata-rata jumlah kamar per hotel = Luas lahan yang tersedia untuk industri = Penutupan industri = Urbanisasi
Aktual
Simulasi
1200000
1280000
1180000
1260000
1160000
1240000
1140000
1220000
1120000 1100000 1080000
1200000 y = 15995x + 1E+06 R2 = 0.9738
1180000
1060000
1160000
1040000
1140000
y = 16129x + 1E+06 R2 = 0.9999
1120000
1020000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 32. Validasi kinerja submodel penduduk secara kualitatif
83 Tabel 8. Uji Statistik kalman filter pada submodel penduduk Keterangan
Nilai
Va = varian nilai aktual
1225984820
Vs=varian nilai simulasi
1214226442
KF = Vs/(Vs+Va)
0.497
Setelah model dinyatakan valid, maka selanjutnya disimulasikan pada tiga tipologi aliran beban limbah Kota Makassar. Asumsi-asumsi model Dalam mengeksekusi model untuk melihat gambaran pola perubahan dimasa depan bebera asumsi yang digunakan yaitu: a. Periode simulasi dibatasi sampai 10 tahun yaitu periode jangka menengah pelaksanaan suatu kebijakan. b. Daerah yang dihitung dalam simulasi hanya daerah yang berada dalam wilayah Kota Makassar. c. Migrasi penduduk ke daerah lain tidak diperhitungkan dan dianggap nol d. Pertumbuhan penduduk mengikuti pola laju pertumbuhan pada setiap tipologi aliran beban limbah. e. Limbah yang berasal dari run off atau non point source dianggap stabil, besarnya sesuai tipologi aliran beban limbah. f.
Parameter limbah yang digunakan adalah COD dengan nilai baku mutu sebesar 80 mg/L.
4.6. Implementasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota 4.6.1. Tipologi I A. Penentuan Faktor Kunci (dominan) Hasil simulasi kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini masih memberikan beban pencemaran terhadap perairan pantai Kota Makassar, sehingga dengan demikian perlu dirumuskan suatu skenario strategi yang dapat mengendalikan pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi I didasarkan pada pendapat pakar. Berdasarkan pendapat pakar teridentifikasi
13 faktor yang
84 berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai; (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota. (e) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (f) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai.
85 (g) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (h) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (i) penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (j) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (k) Dukungan perguruan tinggi Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (l)
Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (m) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai. Dari pendapat pakar yang dikumpulkan terhadap tipologi I diperoleh faktor-faktor kunci yang mempengaruhi upaya pengendalian pencemaran. Adapun faktor-faktor tersebut adalah pertumbuhan penduduk, partisipasi masyarakat, dukungan pihak swasta, fasilitas pengolahan limbah kota, biaya lingkungan, Kerjasama lintas sektor, dukungan perguruan tinggi. (Gambar 33).
86 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
1.80
Pertumb Penduduk
1.60
Dukungan Swasta Partisipasi Masy Fasilitas Peng Limb Dukungan Perguruan Kota Persepsi Masy Tinggi
1.40
P e n g a ru h
1.20 1.00
Penegakan Hukum
Dukungan Pemda
0.80
Biaya Lingk 0.60
Kelembagaan APBD Penataan Ruang
0.40
Dukungan LSM
0.20 -
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
Ketergantungan
Gambar 33. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi I Hasil analisis pengaruh langsung antar faktor pada tipologi I diperoleh faktor kunci sebagai berikut: a) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk pada tipologi I saat ini sebesar 0,54% dari jumlah peenduduk sebesar 336.036 jiwa b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat terhadap upaya pengendalian saat ini sebesar 75% dari jumlah penduduk. c) Fasiltas pengolahan limbah cair Fasilitas pengolahan limbah cair kota yang mampu mengolah limbah domestik. B. Pengembangan skenario strategi Skenario strategi yang dikembangkan untuk tiologi I adalah pesimistik, moderat, optimistik. Skenario mengacu pada tiga faktor kunci yang berpengaruh (Tabel 9).
87 Tabel 9. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran pada tipologi I Faktor
Keadaan 1A Tetap 2A Menurun 3A Ada
Pertumbuhan penduduk Partisipasi Masyarakat Fasilitas Pengolah Limbah
1B Meningkat 2B Tetap 3B Tidak ada
1C Meningkat tinggi 2C Meningkat
Tabel 10. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1C-2A-3B
2.
Moderat
1A-2A-3B
3.
Optimistik
1B-2B-3A
C. Implikasi Penerapan Skenario Strategi Tipologi I merupakan tipe aliran limbah yang berpengaruh besar terhadap ekosistem perairan pantai Kota Makassar.
Aliran ini melalui Kota Makassar,
melalui dua kanal utama yaitu Kanal Panampu dan Kanal Jongaya. Kedua kanal ini bermuara di perairan yang relartif tenang, sehingga kemungkinan akumulasi pencemar lebih besar. Muara Kanal Panampu terletak di perairan Paotere, sementara Kanal Jongaya di perairan Pantai Losari. Tabel 9
dan 10
mempelihatkan kedudukan (state) dari faktor-faktor dominan dan skenario yang kemungkinan terjadi di masa depan pada tipologi I. Kemudian pada Tabel 11 diperlihatkan
implikasi
dari
pencemaran untuk tipologi I.
penerapan
skenario
strategi
pengendalian
88 Tabel 11. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I Skenario
State Faktor
Implikasi
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 1,0%
Pesimistik
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 50%
• Beban pencemaran meningkat dan tidak memenuhi baku mutu • Kurangnya partisipasi masyarakat
• Tidak tersedianya fasilitas pengolah limbah cair kota
Moderat
• Pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat pertumbuhan 0,54%
• Beban pencemaran meningkat akibat pertumbuhan penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 75%
• Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Tidak tersedianya fasiltas pengolah limbah cair kota
Optimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 0,75%
• Peningkatan jumlah penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 85%
• Partisipasinya masyarakat meningkat
• Tersedianya fasilitas pengolah limbah cair kota
• Beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai memenuhi baku mutu • Memerlukan anggaran pembangunan IPAL
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi I Skenario Pesimistik Apabila skenario pesimistik yang diterapkan pada tipologi I akan dihasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Pada skenario ini, kondisi
tingkat pertumbuhan penduduk pada laju pertumbuhan
mencapai 1% per tahun dan partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran
menurun
menjadi
50%.
Kondisi
ini
akan
mengakibatkan
peningkatan beban limbah cukup besar dari tipologi I dan tidak memenuhi baku mutu pada tahun 2015.
89 Gambar 34 memperlihatkan hasil simulasi model terhadap skenario pesimistik sampai tahun 2015. Beban limbah (BL) dari aktivitas pembangunan di Kota Makassar berada di atas baku mutu. Non point source (NP) merupakan sumber limbah cair terbesar untuk tipologi I . Limbah cair dari penduduk (Lcp) dan hotel (Lch) masih berada di bawah baku mutu air. 4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
150,000
1
100,000
2 3 4 50,000
5
1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2,005 2,007 2,009 2,011
1 2 3
1 2 3 2,013
1 2 3
BM Lcp Lch NP BL
1 3 2,015
TAHUN
Gambar 34. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015
Skenario Moderat Pada pengembangan skenario moderat yang didasarkan pada kondisi eksisting saat ini, menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan meningkatnya laju beban limbah
di masa depan. Kondisi
laju pertumbuhan
penduduk sebesar 0,54% per tahun dan 74% penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara masih membuang limbah ke kanal. Kondisi ini akan mengakibatkan peningkatan beban limbah dan belum melebihi baku mutu pada tahun 2015. Hasil simulasi model terhadap skenario moderat diperlihatkan pada Gambar 35. Skenario moderat merupakan kondisi saat ini, di masa depan akan memberikan beban limbah (BL) di atas baku mutu. Limbah cair penduduk (Lcp) dan hotel (Lch) masih berada di bawah baku mutu. Limbah non point merupakan sumber limbah cair terbesar pada tipologi I dan berada di atas baku mutu.
90
45
45
45
45
45
45
45
45
45
45
4
150,000
1
100,000
2 3 4 50,000 5
1 1 1 1 1 1 1 32 32 32 32 32 32 32 2,005 2,007 2,009 2,011
1 32
1 32 2,013
1 32
BM Lcp Lch NP BL
1 3 2,015
TAHUN
Gambar 35. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Skenario Optimistik Penerapan skenario optimistik pada tipologi I akan menghasilkan kinerja sistem yang mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pada kondisi pertumbuhan penduduk yang meningkat 0,54% per tahun, dan peningkatan kesadaran penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara untuk tidak membuang limbah ke kanal (85%). Serta adanya upaya pengolahan limbah cair menggunakan instalasi pengolahan limbah cair dengan kapasitas minimal 168.000 ton/tahun, akan menurunkan beban limbah sampai memenuhi baku mutu pada tahun 2015. Gambar 36 memperlihatkan hasil skenario optimistik terhadap model pada tipologi I. Beban limbah (BL) masih berada di atas baku mutu. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat mampu menekan beban limbah, namun belum memenuhi baku mutu. Pembangunan instalasi pengolahan limbah cair mampu menekan beban limbah memenuhi baku mutu.
91
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
5
4
150,000
1 100,000
2 3 4
50,000
5 6
1 03 2 2,005
1 6
2
1 1 1 2 2 36 36 36 2,007 2,009
1 1 6 2 26 36 3 3 2,011 2,013
2
BM Lcp Lch NP BL Jml_Limb
12 3 2,015
TAHUN
Gambar 36. Prediksi beban limbah pada tipologi I dalam skenario optimistik sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan ketiga skenario pada Gambar 37, skenario yang paling diharapkan terjadi di masa depan adalah optimistik. Namun demikian pilihan responden menentukan bahwa urutan skenario yang mungkin terjadi di masa depan adalah pesimistik 50%, moderat 30% dan optimistik 20%. Hasil akhir skenario mencerminkan bahwa perlu dilakukan suatu rekayasa sistem agar dapat dicapai kondisi yang diharapkan dengan suatu dorongan kebijakan yang kondusif. Dengan pilihan skenario pesimistik, maka perlu dilakukan usaha
Beban Limbah (ton/tahun)
yang dituangkan dalam bentuk strategi pengendalian pencemaran pada tipologi I.
200000
172929.85
171353.07
150000 100000 50000 6705.28
10690.86
0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 37. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran tipologi I pada tahun 2015
92 4.6.2. Tipologi II A. Penentuan faktor kunci (dominan) Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi II didasarkan pendapat pakar. Diidentifikasi 14 faktor yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai; (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Pertumbuhan Industri Pertumbuhan industri terjadi akibat bertambahnya industri pengolahan yang menghasilkan limbah indusrtri. Pertumbuhan industri dilihat dari besarnya pertumbuhan tiap tahunnya, pada saat penelitian laju pertumbuhan industri Kota Makassar sebesar 1%. (e) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota.
93 (f) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (g) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. (h) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (i) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (j) Penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (k) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (l) Dukungan perguruan tinggi Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (m) Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (n) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai.
94 Diperoleh tiga faktor yang kunci (dominan) yaitu partisipasi masyarakat, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri. (Gambar 38). Selanjutnya ketiga faktor
yang
berpengaruh
dan
saling
ketergantungan
digunakan
untuk
mendefenisikan dan mengideskripsikan kemungkinan perubahan di masa depan bagi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
2.50
Partisipasi Masy 2.00
P e n g a ru h
Pertumb Penduduk 1.50
Penegakan Hukum Dukungan PEMDA
Persepsi Masy Pertumb Industri
Penataan Ruang Fasilitas Peng Limb Kota Dukungan Swasta Dukungan LSM APBD Kelembagaan Biaya Lingk Dukungan Perguruan Tinggi
1.00
0.50
-
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Ketergantungan
Gambar 38. Gambaran tingkat kepentingan faktor - faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi II Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor sebagai berikut: a) Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran perairan pantai di tipologi II saat ini persentase penduduknya sebesar 62% per tahun. b) Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Jumlah penduduk saat ini sebesar 173.846 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2,22% per tahun. c) Pertumbuhan Industri Pertumbuhan industri terjadi akibat bertambahnya industri pengolahan setiap tahunnya sebesar 1% per tahun. Pembangunan industri dipusatkan di kawasan industri Makassar (KIMA) dengan luas 200 Ha. Memiliki pengolahan limbah 3000 m3/hari yang menghasilkan limbah industri. Jumlah industri pada saat ini sebesar 49 buah
95 B. Pengembangan skenario strategi Skenario strategi yang dikembangkan untuk menekan beban pencemaran dari tipologi II dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar yaitu skenario pesimistik, moderat, optimistik (Tabel 12). Tabel 12. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran tipologi II Faktor
Keadaan
Partisipasi Masyarakat Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan industri
1A Menurun 2A Tetap
1B Tetap 2B Meningkat
3A Tetap
3B Meningkat
1C Meningkat 2C Meningkat tinggi akibat urbanisasi 3C Meningkat tinggi
Tabel 13. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi II No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1A-2C-3C
2.
Moderat
1B-2A-3A
3.
Optimistik
1C-2A-3B
C. Implikasi Penerapan Skenario Strategi Tipe aliran beban limbah tipologi II berpengaruh sedang terhadap ekosistem perairan pantai Kota Makassar. Tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi dan terdapat kawasan industri Makassar (KIMA). Aliran tipologi ini berhulu di Kota Makassar dan merupakan sungai drainase kota. Berdasarkan Tabel 12 dan 13 diperlihatkan faktor-faktor dominan dan kedudukan serta skenario strategi yang mungkin terjadi pada tipologi II di masa depan. Pada Tabel 14 dijelaskan implikasi dari skenario strategi yang dibuat.
96 Tabel 14. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi II Skenario
State Faktor • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 30% per tahun
Pesimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 3% • Pertumbuhan industri meningkat 0,2% per tahun • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 62% per tahun
Moderat
• Pertumbuhan penduduk pada tingkat 2,22% per tahun • Pertumbuhan industri pada tingkat 0,1% per tahun • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 75% per tahun
Optimistik
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 2,5% per tahun • Pertumbuhan industri meningkat 0,2% per tahun
Implikasi • Beban pencemaran yang bersumber dari domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu • Terjadi pencemaran dari industri • Beban pencemaran domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu • Jumlah penduduk meningkat • Terjadi pencemaran dari industri
• Beban pencemaran yang masuk ke perairan pantai memenuhi baku mutu • Beban pencemaran dari sektor industri menurun • Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian pencemaran pantai
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi II Skenario Pesimistik Penerapan skenario pesimistik pada tipologi II menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Skenario didasarkan pada
pertumbuhan penduduk meningkat melebihi kondisi saat ini. Laju
pertumbuhan penduduk mencapai 3% per tahun mengakibatkan beban limbah meningkat. Menurunnya partisipasi masyarakat menjadi 30% atau dengan kata lain 70% penduduk masih membuang limbah ke sungai, pertumbuhan Industri meningkat menjadi 2% per tahun di kawasan industri tanpa memanfaatkan IPAL
97 akan mengakibatkan peningkatan beban limbah cukup besar diatas baku mutu pada tahun 2015. Gambar 39 memperlihatkan simulasi model terhadap skenario pesimistik pada tipologi II. Sumber limbah non point masih merupakan sumber terbesar beban limbah. Pertumbuhan industri tanpa memanfaatkan pengolahan limbah cair akan menyumbang cukup besar beban limbah cair. Kualitas kedua sumber beban limbah ini berada di atas baku mutu. Limbah cair penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu. Skenario ini memberikan beban limbah di atas baku mutu.
2,500,000
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
2,000,000 1 1,500,000 4
1,000,000
6
4 6
4 6
4 6
4 6
4 6
4 6
4
4
4
4
6
6
6
6
2 3 4 5 6
500,000 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2 2,005 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar 39. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015 Skenario Moderat Skenario moderat pada tipologi II didasarkan pada kondisi eksisting saat ini. Kinerja sistem yang dihasilkan tidak mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk pada tipologi II sebesar 2,22% per tahun dan masih rendahnya partisipasi masyarakat untuk tidak membuang limbah ke sungai, pertumbuhan industri sebesar 1% per tahun di kawasan industri tanpa memanfaatkan IPAL akan mengakibatkan peningkatan beban limbah dan masih berada diatas baku mutu di tahun 2015. Gambar 40 memperlihatkan hasil simulasi model terhadap skenario moderat tipologi II. Sumber non point dan industri merupakan penyumbang
98 terbesar bebal limbah. Kualitas beban limbah ini berada di atas baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan kualitas beban limbah limbah cair penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu.
Serupa dengan skenario pesimistik, skenario ini
memberikan beban limbah di atas baku mutu.
2,500,000 5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
2,000,000 1 1,500,000 4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
6
6
2 3
1,000,000 6
6
6
6
6
6
6
6
6
4 5 6
500,000 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2 2,005 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar
40. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario moderat sampai tahun 2015
Skenario optimistik Skenario optimistik yang diterapkan pada tipologi II menghasilkan kinerja sistem yang mampu menekan meningkatnya beban pencemaran
di masa
depan. Kondisi pertumbuhan penduduk yang melebihi keadaan saat ini yaitu sebesar 2,0% per tahun memberi peningkatan beban limbah, namun dengan peningkatan kesadaran penduduk dari 62% menjadi 75% untuk tidak membuang limbah ke sungai akan menurunkan beban limbah ke sungai, pertumbuhan industri 2% per tahun di kawasan industri dengan memanfaatkan IPAL dengan kapasitas 950.000 ton/tahun akan mengurangi peningkatan beban limbah dan memenuhi baku mutu pada tahun 2015. Hasil simulasi model pada Gambar 41 untuk skenario optimistik akan memberikan beban limbah dari industri, penduduk dan hotel yang memenuhi baku. Sumber non point menyebabkan pencemaran.
masih merupakan beban limbah terbesar yang
99
5 5 1,500,000 4 4
5 4
5
5
5
5
5
5
5
5 4
4
4
4
4
4
4
4
1 1,000,000
2 3 4 5
500,000
6 1
1
1
1
1
1 6
23 2,005
1 6
1
1 6
1 6
6
BM Lcp Lch NP BL Limb_Ind
1
6 6 6 6 6 23 23 23 23 23 23 23 23 23 2,007 2,009 2,011 2,013 2,015
TAHUN
Gambar 41. Prediksi beban limbah pada tipologi II dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan terhadap ketiga skenario tersebut, maka skenario yang paling mungkin di masa depan pada tipologi II adalah dengan urutan skenario pesimistik 58%, moderat 30% dan optimistik 12%. Gambar 42 memperlihatkan perbandingan skenario yang terjadi dimasa depan terhadap sistem dalam menghasilkan beban limbah. Skenario optimistik merupakan skenario yang diharapkan terjadi. Pilihan skenario pesimistik mengakibatkan perlu dilakukan usaha-usaha yang dituangkan dalam bentuk strategi-strategi pengendalian pencemaran perairan pantai.
100
Beban Limbah (ton/tahun)
700000
645209.28 551111.96
600000 500000 400000
195209.28
300000
238295.52
200000 100000 0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 42. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran tipologi II pada tahun 2015 4.6.3. Tipologi III A. Penentuan faktor kunci (dominan) Identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai pada tipologi III didasarkan pendapat pakar. Diidentifikasi 13 faktor yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian pencemaran perairan pantai sebagai berikut: (a) Persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan pengendalian tersebut
pencemaran pantai. Cara
untuk mengetahui pandangan
yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang
pandangan
menjelaskan
responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran pantai. (b) Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai secara langsung. Partisipasi diukur dengan indikator yaitu: Partisipasi dalam pelaksanaan, yaitu partisipasi responden dalam tahap pelaksanaan seperti membuang sampah di tempat yang disediakan dan memelihara lingkungan pantai
101 (c) Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan urbanisasi serta pengurangan akibat kematian. Pertumbuhan penduduk mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari sektor domestik. Jumlah penduduk didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya pada setiap tipologi. (d) Fasilitas pengolahan limbah kota Fasiltas pengolahan limbah yang dibangun oleh pemerintah untuk mengolah limbah cair kota. Limbah cair berasal dari kegiatan domestik yang melalui drainase kota. (e) Biaya lingkungan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan swasta untuk perbaikan lingkungan tiap tahunnya. (f) Kelembagaan Wadah kerjasama antar stakeholder dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai. (g) Dukungan pemerintah daerah Pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif berupaya untuk mendukung pembagunan berwawasan lingkungan. Dukungan dapat berupa fasilitas fisik maupun non fisik. (h) Dukungan pihak swasta, Pihak swasta adalah pengusaha yang berusaha di kota pantai. Memberikan dukungan terhadap upaya pengendalian pencemaran melalui partisipasi aktif dengan menekan beban limbah dan bantuan biaya. (i) penataan ruang Adalah upaya mengatur penempatan kegiatan sesuai peruntukannya agar tidak mengganggu ekosistem perairan pantai yang ada. Kawasan pantai sebaiknya memiliki batas untuk pemukiman dan industri. (j) Penegakan hukum Penegakan hukum adalah upaya aparat yudikatif untuk menghukum pelaku pencemaran perairan pantai. Di Kota Makassar upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran belum pernah dilakukan. (k) Dukungan perguruan tinggi
102 Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memberikan dukungan dalam bentuk sumbangan pemikiran ilmu dan teknologi pengendalian pencemaran perairan pantai. (l) Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga non pemerintah yang dibentuk masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
dan
pengetahuan
masyarakat
dalam
upaya
pengendalian
pencemaran perairan pantai. (m) Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Besarnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai. Diperoleh dua faktor yang kunci (dominan) yaitu pertumbuhan penduduk, dan partisipasi masyarakat. (Gambar 43). Selanjutnya kedua faktor yang berpengaruh dan saling ketergantungan digunakan untuk mendefenisikan dan mengideskripsikan kemungkinan perubahan di masa depan bagi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji 1.80
Pertumb Penduduk
1.60 1.40
Dukungan Perguruan Tinggi
P en g a ru h
1.20 1.00
Partisipasi Masy Dukungan Swasta Persepsi Masy Dukungan Pemda Kelembagaan
Penegakan Hukum
Fasilitas Peng Limb
0.80
Biaya Lingk Kota
0.60
APBD
0.40
Penataan Ruang Dukungan LSM
0.20 -
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
Ketergantungan
Gambar 43. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian pencemaran di tipologi III Deskripsi masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung antar faktor pada tipologi III sebagai berikut: a)
Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk memberikan pengaruh terhadap peningkatan beban limbah yang masuk ke perairan pantai. Jumlah penduduk pada tipologi III saat ini berjumlah 636.148 jiwa dengan laju pertumbuhan 0,54% per tahun.
103 b)
Partisipasi masyarakat Keterlibatan responden dalam usaha pengendalian pencemaran pantai yang secara langsung adalah bentuk partisipasi. Partisipasi masyarakat pada tipologi III saat ini sebesar 74%.
B. Pengembangan Skenario Strategi Skenario strategi pesimistik, moderat dan optimistik dikembangkan untuk menekan beban untuk
pencemaran pada tipologi III. Faktor-faktor yang digunakan
mensimulasi
model
adalah
yang
bersifat
kuantitatif.
Tabel
15
memperlihatkan faktor kunci yang berpengaruh pada tipologi III. Tabel 15. Prospektif faktor-faktor kunci pengendalian pencemaran tipologi III Faktor
Keadaan
Pertumbuhan penduduk Partisipasi Masyarakat
1A Tetap
1B Meningkat
2A Menurun
2B Tetap
1C Meningkat tinggi akibat urbanisasi 2C Meningkat
Tabel 16. Skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi III No.
Skenario
Urutan Faktor
1.
Pesimistik
1C-2A
2.
Moderat
1A-2B
3.
Optimistik
1B-2C
C. Implikasi Skenario Strategi Skenario strategi yang dibuat menggambarkan keadaan yang akan terjadi dimasa depan. Skenario berdasarkan perubahan faktor-faktor dominan pada suatu kedudukan (state). Pada tiap tipologi memiliki skenario startegi yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik kondisi fisik, kimia dan sosial. Tipologi III merupakan tipe aliran limbah yang berpengaruh kecil terhadap perubahan ekosistem.
Pada tipologi ini di wilayah Kota Makassar jumlah
penduduknya rendah dengan tingkat pertumbuhan yang rendah pula. Namun pada aliran tipologi ini yang berhulu dan melalui Kabupaten Gowa mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, areal persawahan dan perkebunan. Kondisi
104 perairan di muara sungai mempunyai arus yang kuat dan ombak cukup besar, sehingga mampu mengurangi beban pencemaran. Berdasarkan Tabel 15 dan 16 diperlihatkan kedudukan dari faktor-faktor dominan dan skenario yang mungkin terjadi di masa depan. Tabel 17 menjelaskan implikasi dari skenario strategi yang dibuat pada tipologi III. Tabel 17. Implikasi penerapan skenario strategi pengendalian pencemaran pada tipologi III Skenario
Pesimistik
Moderat
Optimistik
State Faktor
Implikasi
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 3%
• Beban pencemaran dari domestik meningkat
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran menurun menjadi 50%
• Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat pertumbuhan 0,54% • Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran 74%
• Partisipasi masyarakat rendah • Beban pencemaran dari domestik meningkat • Beban pencemaran tidak memenuhi baku mutu
• Pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 0,75%
• Peningkatan jumlah penduduk
• Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran meningkat menjadi 85%
• Partisipasi masyarakat meningkat
D. Simulasi Penerapan Skenario Strategi pada Tipologi III Menentukan pilihan skenario strategi yang mungkin terjadi di masa depan dapat dilakukan setelah mengetahui implikasi dan hasil simulasi model. Berikut ini dijelaskan simulasi penerapan skenario strategi pada tipologi III. Skenario Pesimistik Penerapan skenario pesimistik pada tipologi III menghasilkan kinerja sistem yang tidak mampu menekan beban pencemaran. Skenario yang didasarkan pada pertumbuhan penduduk meningkat pesat dengan laju pertumbuhan mencapai 2% per tahun. Terjadi penurunan partisipasi masyarakat
105 dalam membuang limbah, sehingga 50% Penduduk yang bermukim di daerah sekitar muara masih membuang limbah
ke sungai. Kondisi ini akan
mengakibatkan peningkatan beban limbah jauh diatas baku mutu pada tahun 2015. Gambar 44 memperlihatkan hasil simulasi model skenario pesimistik pada tipologi III. Beban limbah (BL) di masa depan akan meningkat terutama yang berasal dari sumber penduduk. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran memberikan dampak yang cukup besar. Skenario ini menghasilkan beban limbah yang melebihi baku mutu. 5 5
2,000,000
5
1,500,000 4
5
4
5
5 4
5 4
5
5
5 4
5
4
4
4
4
4
4 1 2
1,000,000
3 2
5
2
500,000 1
1
1
2 3 2,005
2
2 3
3 2,007
1 2 3
1
2
3 2,009
12 3
1
2
3 2,011
2
4
BM Lcp Lch NP BL
2
1
1
1
1
3
3 2,013
3
3 2,015
TAHUN
Gambar 44. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario pesimistik sampai tahun 2015 Skenario moderat Skenario moderat didasarkan pada kondisi eksisting saat ini. Kinerja sistem tidak mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk sebesar 0,54% per tahun dan 34% penduduk yang bermukim di daerah aliran beban limbah membuang limbah ke sungai, akan mengakibatkan peningkatan beban limbah sampai tahun 2015. Skenario ini lebih baik dari keadaan skenario pesimistik. Gambar
45 memperilhatkan hasil simulasi model terhadap skenario
moderat pada tipologi III. Beban limbah yang bersumber dari non point masih cukup besar, sedangkan sumbangan limbah cair dari aktivitas penduduk jumlah kecil dan berada di bawah baku mutu.
106
1,500,000 4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4 5
4
1,000,000 1 2 3 4
500,000
5 1
2 3 2,005
1
2 3
1
2 3 2,007
1
2 3
1
1
2 3 2,009
2 3
1
2 3 2,011
1
2 3
1
2 3 2,013
1
2 3
BM Lcp Lch NP BL
1
2 2,015
TAHUN
Gambar 45. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario moderat sampai tahun 2015 Skenario optimistik Perubahan signifikan pada skenario ini, kinerja sistem mampu menekan meningkatnya beban pencemaran di masa depan. Pertumbuhan penduduk 0,75% per tahun di tipologi ini menambah beban limbah dibanding skenario moderat, namun upaya peningkatan partisipasi penduduk sebesar 90% untuk tidak membuang limbah ke sungai mengurangi akan beban limbah. Kondisi ini jauh lebih baik dibanding skenario pesimistik dan moderat. Skenario ini diyakini akan menurunkan beban limbah hingga mencapai baku mutu pada tahun 2015. Gambar 46 memperlihatkan hasil simulasi model untuk memprediksi beban limbah di masa depan terhadap skenario optimistik pada tipologi III. Skenario optimistik menghasilkan beban limbah yang tidak jauh berbeda dengan skenario moderat.
Beban limbah yang sebagian besar disumbangkan oleh
sumber non point (NP) berada di atas baku mutu, namun sumber dari aktivitas penduduk dan hotel berada di bawah baku mutu.
107
1,500,000 4 5
45
45
45
45
45
45
45
45
45
4
1,000,000 1 2 3 4
500,000
5 1
23 2,005
1
23
1
23 2,007
1
23
1
1
23 2,009
23
1
23 2,011
1
23
1
23 2,013
1
23
BM Lcp Lch NP BL
1
2 2,015
TAHUN
Gambar 46. Prediksi beban limbah pada tipologi III dalam skenario optimistik sampai tahun 2015 Berdasarkan analisis perbandingan ketiga skenario tersebut serta dengan memperhatikan kajian pemodelan sistem, maka skenario yang paling mungkin di masa depan adalah dengan urutan skenario pesimistik 30%, moderat 68% dan optimistik 12%. Hasil akhir skenario mencerminkan bahwa perlu dilakukan suatu upaya pencegahan agar dapat dicapai kondisi yang diharapkan dengan suatu dorongan kebijakan yang kondusif. Gambar 47 memperlihatkan perbandingan skenario yang terjadi di masa depan terhadap sistem dalam menghasilkan beban limbah. Skenario optimistik merupakan skenario yang diharapkan terjadi, namun pilihan skenario adalah moderat, sehingga diperlukan usaha-usaha yang dituangkan dalam bentuk strategi-strategi pengendalian pencemaran perairan pantai.
108
Beban Limbah (ton/tahun)
1000000 800000
775299.95
600000 10775.59
400000
238295.52 6387.24
200000 0 Pesimistik
Moderat
Optimistik
Baku mutu
Gambar 47. Grafik perbandingan beban limbah organik dari skenario pesimistik, moderat dan optimistik pengendalian pencemaran pada tipologi III pada tahun 2015 4.7. Strategi Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Rumusan strategi pengendalian pencemaran yang disarankan pada tiap tipologi adalah: Tipologi I -
Meskipun tingkat pertumbuhan dapat dikatakan rendah yaitu 0,74% per tahun, namun jumlah dan kepadatan penduduk cukup tinggi, sehingga diperlukan upaya untuk mengontrol tingkat pertumbuhan penduduk.
-
Partisipasi masyarakat pada tipologi I masih rendah yaitu sebesar 50%. Maka perlu melakukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat untuk mengurangi beban limbah.
-
Hal yang terpenting untuk menekan beban limbah ke perairan pantai agar memenuhi baku mutu adalah mengupayakan pembangunan instalasi pengolahan air limbah. Kapasitas IPAL yang sarankan minimal 168.000 ton per tahun. Pembangunan dilakukan pada setiap outlet beban limbah.
Tipologi II -
Peningkatan partisipasi masyarakat perlu dilakukan untuk mengurangi beban
limbah.
Partisipasi
masyarakat
sebesar
64%
masih
perlu
ditingkatkan. -
Tingkat pertumbuhan penduduk pada tipologi II cukup tinggi yaitu sebesar 2,22% per tahun. Meskipun jumlah dan kepadatan penduduk rendah, perlu mewaspadai pertumbuhan penduduk dimasa depan dengan mengontrol tingkat pertumbuhannya.
109 -
Sektor industri yang diduga memberikan beban limbah yang besar pada tipologi ini perlu mendapat perhatian. Pertumbuhan yang masih rendah dapat ditingkatkan sebesar 0,2% per tahun. Namun perlu melakukan upaya pengontrolan beban limbah dari kawasan industri.
Tipologi III -
Tingkat pertumbuhan, jumlah dan kepadatan penduduk pada tipologi III dapat dikatakan rendah. Tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,54% per tahun dapat dipertahankan agar tidak memberikan beban limbah yang besar di masa yang akan datang.
-
Partisipasi masyarakat sudah relatif tinggi yaitu 74%, namun perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya pencemaran. Partisipasi melalui pola hidup bersih dengan menerapkan 4R ( reduce, reuse, recycle dan replant) dapat menekan beban limbah ke perairan pantai. Tabel 18 menyajikan hasil kajian dan pilihan responden terhadap prioritas
strategi
pengendalian
pencemaran.
yang
Pemerintah
diterapkan
Kota
pada
Makassar
tiga
perlu
tipolgi
aliran
menerapkan
beban strategi
pengendalian strategi pengendalian yang berbeda untuk tiap tipologi aliran beban limbah. Pada tipologi I adalah membangun instalasi pengolahan limbah cair, karena sumber non point menyumbang limbah terbesar dibanding dari penduduk dan hotel. Pada tipologi II prioritasnya adalah mengontrol limbah dari kawasan industri, karena merupakan sumber limbah terbesar setelah sumber non point. Pada tipologi III prioritas strategi yang diterapkan adalah peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan pencemaran, karena sumber limbah terbesar pada tipologi III berasal dari non point. Tabel 18. Strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar Tipologi
I II
III
Strategi Pembangunan instalasi pengolahan air limbah. Kapasitas IPAL yang sarankan minimal 168.000 ton per tahun. Pembangunan dilakukan pada setiap outlet beban limbah. Pengontrolan beban limbah dari kawasan industri. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi pencemaran pantai melalui pola hidup bersih dengan menerapkan 4R ( reduce, reuse, recycle dan replant).
Pelaksana Pemda, swasta dan perguruan tinggi Pemda dan swasta Pemda, mayarakat, LSM, perguruan tinggi
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Beban pencemaran terbesar yang masuk ke pantai Makassar adalah bahan organik dan padatan tersuspensi yang mengakibatkan terjadinya pencemaran pantai pada kategori ringan.
Persepsi dan partisipasi
masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar termasuk kategori tinggi. Kota Makassar mempunyai tiga tipologi aliran beban limbah. 2. Pemodelan sistem untuk mengetahui kecederungan kinerja sistem dibangun oleh submodel yaitu (1) submodel penduduk; (2) submodel hotel (3) sub model Industri dan (4) submodel IPAL. 3. Skenario yang realistis terjadi di masa depan pada aliran beban limbah kota Makassar berbeda berdasarkan tipologi aliran beban limbah. Tipologi I dan II menerapkan skenario pesimistik, sementara tipologi III adalah skenario moderat. 4. Strategi yang diterapkan untuk menekan beban limbah agar sesuai baku mutu lingkungan secara konfrehensif adalah (1) Pembangunan instalasi pengolahan air limbah pada muara kanal dengan kapasitas minimal 168.000 ton per tahun (2) Pengontrolan beban limbah dari kawasan industri sesuai baku mutu (3) Peningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi pencemaran pantai melalui pola hidup bersih dengan menerapkan 4R ( reduce, reuse, recycle dan replant).
5.2. Saran A. Saran aplikasi model 1. Kepada pengguna (user), model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada daerah kota pantai. Dengan mengikuti berbagai asumsi model, dapat diketahui besarnya beban limbah yang dihasilkan dari aktivitas pembangunan pada tipologi aliran beban limbah di suatu kota pantai.
111 2. Kepada pemerintah, pelaksanaan pengendalian pencemaran perairan pantai perlu melibatkan berbagai stakeholders yang terkait agar lebih efektif B. Saran penelitian lanjutan 1. Pada penelitian ini kajian model belum mencakup sumber pencemar yang berasal dari limpasan (run off) atau non point source seperti aktivitas pasar tradisional, pertanian dan pertambakan.
Maka untuk perbaikan
model diharapkan suatu penelitian yang lebih detail.
DAFTAR PUSTAKA Alaert , G. dan S.S. Santika . 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Amirin, M. 2001. Pokok-pokok Teori Sistem. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Anderson, J.A. 1977. An Overview of Modelling in Agricultural Management. Riview of marketing and Economic 40 (3). 111-121. Anna, S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor _______. 2003. Model Embedded Dinamika Ekonomi Interaksi PerikananPencemaran . [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor BAPEDALDA, 2001. Neraca Kualitas Lingkungan Daerah Kota Makassar. Buku II. BAPEDALDA Makassar. ___________. 2003. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar 2003. Parameter Basis Data Lingkungan Hidup Daerah. BAPEDALDA Makassar. ___________. 2004. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar 2003. Parameter Basis Data Lingkungan Hidup Daerah. BAPEDALDA Makassar. ___________, 2004. Pemantauan dan Pengelolaan Dampak Lingkungan Hidup Pemanfaatan Kawasan Pantai Kota Makassar. BAPEDALDA Provinsi Sulawesi Selatan.Berlo, D. K. 1960. The Process of Communication, An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt, Renehart and Winston, Inc. BPS, 2003. Makassar Dalam Angka 2003. Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Brower, J.E., and J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Wm.C. Brown Company Publishing Co. Inc., New York. Clark, R.B. 1996. Marine Pollution. Clarendon Press. Oxford University Press. New York. Dahuri, R. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu : Menata Kembali Pembangunan Teluk Jakarta. Makalah Pertemuan Para Ahli Dalam Pengeloaan dampak Kota Besar Terhadap Perairan di Depannya. P3O-LIPI, 7 – 8 April 1999. Jakarta
113
Dahuri, R., J. Rais, P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah pesisir dan Laut Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press. Jakarta. Davis, K. 1985. Human Relation at Work. McGraw Hill Book Company. New York. Ditjen P2SDKP. 2005. Hasil Studi Pemantauan Pencemaran Perairan DKI Jakarta. http:/www.dkp.go.id/content.php. Tanggal 20-1-2007 Djohan, 2001. Peraturan Pemerintah Tentang Lingkungan Hidup. Kanisius, Jakarta Djojomartono, M. 1993. Pengantar Umum Analisis Sistem. Makalah disampaikan pada Pelatihan Analisis Sistem dan Informasi Pertanian. Kerjasama BPPT – Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor, 29 Juni – 16 Juli 1993. 25 hal. Duda, A.M., 2006. Policy, Legal and Institutional reform for Public Partnerships Needed to Sustain Large Marine Ecosystems of East Asia. Ocean and Coastal Management; 49(9-10) 469-461. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid satu. IPB Press. Bogor. Faisal, S. 2003. Format-format Penelitian Sosial. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Ford, A. 1999. Modeling the Environment. An Introduction to System Dynamics. Models of Environmental System. Island Press, Washinton D.C. GESAMP. 1991. Global Strategy for Marine Environment Protection. Gesamp Report and Studies No. 45 IMO. London. Goldberg, D.H. Ruyitno, 1991. Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. LON-LIPI. Jakarta. Gordon, N.D., T.A. Mc.Mahon and B.L. Finlanson. 1992. Stream Hidrology. And Introduction for Ecologists. John Wiley and Sons. Chichester, England.
114
Hartrisari, 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknik dan Manajemen Industri. Institut Pertanian Bogor. Hawkes, H.A. 1978. Invertebrates as Indicator of River Water Quality. John Willey and Sons, Toronto. Hutagalung, H.P. dan D. Setiapermana. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. P3O-LIPI. Jakarta. Ishikawa, K. 1989. Relationship Between Bottom Characteristic and Benthic Organism in The Shallow Water of Oppa Bay, Miyagi. Mar. Biol. 102, 265-273. Islam, S.H. and M. Tanaka. 2004. Impact of Pollution on Coastal and Marine Ecosystem Including Coastal and Marine Fisheries and Approach for Management. Marine Pollution Bulletin. Volume 48, 624-649. Jaafar, A.B. 1991. Wastewater Management in Malaysia. In Conference Proceding Waste Management in the Coastal Areas of Asean Region. Singapore. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di NegaraNegara Dunia Ketiga Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Johnson, R. A., and D. W. Wichern. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. 2nd Edition. Prentice Hal, EnglewoodCliffs. New York.l Jorgensen, S.E. 1988. Fundamentals of Ecological Modeling. Elsevier Science Publ. Co. Inc. New York. 356 p. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 2001 Indonesia; Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta __________________________________________________. 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota dan Budidaya Laut (KEP-MEN LH No. 51/MenKLH/2004). Kastoro, W.W., B.S. Soedibjo, A. Azis, I. Aswandy and I.A. Hakim. 1989. Study of Soft Bottom Benthic Community of a Mangrove Creek in Grajangan, East Java. Proceeding of The Regional Symposium on Living Resources in Coastal Area, 207-215. Mar. Scien. Institute. University of Philippines, Philippines. Kay, R and J. Alder. 1999. Coastal Planning and Management, E & FN SPON, London dan New York.
115
Kositranata, N.A. Noutapotideck and a. Luworapitak. 1988. Land Based Pollution Sources. Their Environmental Impact and Measurer for Control in Thailand. Courses on proassesment of Pollution in Singapore. Singapore Krebs, C.J. 1978. Ecology. The Experiment Analysis of Distribution and Abundance. Harper and Row Publisher, New York. Kupcella, C.E. and M.C. Hyland 1993. Environmental Science , Living Within the System of Nature. Prentice Hall. New Jersey, USA. JICA, 2004. Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitan Mamminasata. Makassar. Legendre, L, dan P. Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publishing Company Lind, O.T. 1979. Handbook of Common Methods in Limnology. The C.V. Mosby Company. St. Louis. Missouri. Littlejohn, W. 1987. Theories of Human Comunication, 2Nd EdBelmont, California: Wardsworth Publishing Company. Lucas, H. C., 1993. Analisis, Desain dan Implementasi Sistem Informasi (Penerjemah: Abdul Basith). Erlangga. Jakarta. Makassar, 2005. Profil Kota Makassar. http://www.Makassar.go.id. data/ kependudukan.html. Tanggal 16-11-2006 Manetsch, T.J. and G.L. Park. 1977. System Analysis and Simulation With Application To Economic and Social System. Part I. Third Edition. Dept. Of Electrical Enginnering and System Science. Michigan State University, East Lansing, Michigan. _______.2002. Ilmu Sistem: Apa dan Bagaimana. Centre for System Studies and Development (CSSD) Indonesia Gedung Jaya 2nd Floor Thamrin Jakarta. Marimin, 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB Press. Bogor. Miller, G.T. 1991. Environmental Science ; Sustaining teh Earth, Wadswort Publishing Co. Californai, USA. Mitsch, W.J and J.G. Gosselink. 1994. Wetlands. In Water Quality. Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold. New York. Muhammadi, E. Aminullah, B. Susilo, 2001. Analisis Sistem Dinamis. UMJ Press, Jakarta.
116
Murdick, R.G. and J.E. Ross. 1982. Information System for Modern Management. Ed 2nd . Prentice-Hall, India, New Delhi. Myers, M. T. 1988. The Dynamics of Human Coumunication. 5 th Ed. New York: McGraw-Hill Book Company. Nemerow, N.L. 1991. Stream, Lake, Estuary and Ocean Pollution. Second Edition. Van Nostrand Reinhold. New York. Odum, H.T. 1971. Fundamental of Ecology. 3 rd Edition. Toppan Co. LTD., Tokyo. Poole, R.W. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. Mc. Graw Hill Kogakusha. Ltd., Japan. Quano. 1993. Training Manual on Assesment of the Quantity and Type of Land Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment. UNEP. Bangkok. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Reid, C.K. 1961. Ecology of Island Water Estuaries. Reinhold Publ. Co., New York. Riani, E. Sutjahjo, S.H dan Irwan. 2005. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Perairan Teluk Jakarta. Laporan Penelitian LPPM IPB – Pemda Provinsi DKI Jakarta. Ryadi,
S. 1984. Pencemaran air. Dasar-dasar Penanggulangan- nya. Karya Anda. Surabaya
dan
Pokok-pokok
Samawi, F. dan Amran S. 2001. Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan Muara Sungai Jeneberang Kota Makassar. BIPP :VII (3) :230-235. Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni. Shadily, H. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jilid 5 .Ichtiar Baru- Van Hoeve, Jakarta Soekanto, S. 1985. Kamus Sosiologi. Rajawali Press. Jakarta. Soeratmo, F.G. Strategi dalam Menghadapi Masalah Lingkungan Dunia. Bahan Kuliah Pascasarjana PSL IPB, Bogor. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengendalian Air Limbah. UI-Perss. Jakarta. Sulardiono, E. 1997. Evaluasi Beban Pencemaran dan Kualitas Perairan Pesisir Pantai Kotamadya Semarang. [Tesis] Program Pascasarjana. IPB. Bogor
117
Sumich, J.L. 1989. An Introduction to The Biology of Marine Life. Fifth Edition Wm.C.Brown Pub., United State. Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Train, K.C. 2006. Public Perception of Development Issues: Public Awareness Can Contribute to Sustainable Development of Small Island. Ocean and Coastal Management; 49 (5-6) 367-383. Treyer, 2000. Prospective Analysis on Agricultural Water Use in The Mediterranean. http://www.engref.fr/rgt/doc-pdf/Treyer-polgawatmetodology proposal. Tanggal 16-08-2003 UNEP. 1992. Water Quality Assement. Edited by Chapman. Chapman and Hall Ltd. London ______1993. Training Manual on Assesment of the Quantity and Type of Land Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment. RCU /EAS Technical Report Series No. 1. Bangkok. Van den Ban A. W, dan H. S. Hawkins 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius. Warwick, R.M., and Ruswahyuni. 1987. Comparative Study of The Structure of Some Tropical and Temperature Marine Soft-Bottom Macrobenthic Communities. Mar.Bio., 95, 641-649. Washington, H.G. 1984. Diversity, Biotic and Similarity Indices. A. River With Special reference to aquatic Ecosystem. Water Res. 18, 653-694. Weber, C.I. 1973. Biological Field and Laboratory methods for Measuring the Quality of Surface Waters and Effluents. U.S. Env. Prot. Agency. Williams, J. 1979. Introduction to Marine Pollution Control. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Lampiran 1. Data pengukuran parameter fisik lingkungan pada stasion pengamatan di sungai atau kanal (A) dan pantai (B)
STASIUN
SUHU
SALINITAS
(oC)
(o/oo)
pH
LEBAR
KEDALAMAN (m)
SUNGAI (m)
KEC. ARUS (m/det)
Sungai Tallo-A
31.2
25
7.35
280
1.65
0.85
Kanal Panampu-A
31.3
15
6.92
33.9
0.70
0.70
Kanal Benteng-A
29.3
2
7.31
4.6
0.56
0.58
Kanal Haji Bau-A
28.6
2
6.93
4.6
0.35
1.18
Kanal Jongaya-A
30.2
27
7.16
14.2
1.17
1.50
S. Jeneberang-A
29.8
17
7.23
250
2.00
1.31
Sungai Tallo-B
30.4
35
8.00
Kanal Panampu-B
30.7
30.7
7.75
Kanal Benteng-B
30.4
35
7.80
Kanal Haji Bau-B
30.1
34
8.00
Kanal Jongaya-B
30.4
34
7.95
S.Jeneberang-B
30.6
31
8.14
Lampiran 2. Data pengukuran parameter kimia lingkungan pada tiap stasion pengamatan di sungai atau kanal (A) dan pantai (B)
STASIUN
DO (mg/L)
BOD5 (mg/L)
NH3 (mg/l)
nitrat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
COD (mg/l)
TSS (mg/l)
Pb (mg/l)
Cd (mg/l)
Cu (mg/l)
Sungai Tallo-A
4.4
2.4
0.004
1.934
0.166
164
86.3
0.003
0.117
0.177
Kanal Panampu-A
4.0
2.5
0.007
0.304
0.377
154
64.6
0.073
0.037
0.077
Kanal Benteng-A
3.9
2.4
0.004
0.417
0.434
98
12.5
0.073
0.017
0
Kanal Haji Bau-A
4.7
2.7
0.003
0.451
0.281
98
30.0
0.03
0.024
0
Kanal Jongaya-A
3.1
2.4
0.003
0.204
0.663
164
87.5
0.201
0.072
0.11
S. Jeneberang-A
4.0
2.7
0.002
0.411
0.186
144
48.8
0.158
0.084
0
Sungai Tallo-B
5.1
2.5
0.001
0.01
0.09
112.4
140
0.18
0.003
0
Kanal Panampu-B
5.1
2.4
0.003
0.184
0.205
156
54
0.415
0.125
0.11
Kanal Benteng-B
5.0
2.3
0.001
0.01
0.09
117.8
127.7
0.219
0.055
0
Kanal Haji Bau-B
4.7
2.5
0.001
0.01
0.09
112.4
397.5
0.193
0.072
0
Kanal Jongaya-B
4.2
2.5
0.004
1.326
0.224
118
135
0.115
0.021
0
S. Jeneberang-B
3.8
2.7
0.001
0.01
0.109
98
58.2
0.167
0.003
0
Lampiran 3. Parameter lingkungan perairan pantai Kota Makassar tahun 2005
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Parameter TSS pH Suhu DO BOD5 COD Amonia Nitrat Fosfat Pb Cd Cu
Satuan
Min
Max
Rata-rata
mg/L Co mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
54 7.75 30.1 3.8 2.3 98 0.01 0.01 0.09 0.115 0.003 0
397.4 8.14 30.7 5.1 2.7 156 0.04 1.326 0.224 0.415 0.125 0.011
152.1 7.94 30.43 4.7 2.5 119.1 0.018 0.258 0.135 0.215 0.047 0.018
Sumber: diolah dari data pengukuran tahun 2005 Keterangan: EC = European Community
Daerah 50 4 3 25 -
BAKU MUTU Nasional 80 7 – 8,5 28 - 32 >5 20 80 0,3 0,008 0,015 0,008 0,001 0,008
EC 25 6–9 5,6 – 9 3–6 0,025 0,03 0,001 0,0018 0,005
Kelimpahan (ind/m2), keanekaragaman (H’), keseragaman (E ) dan dominasi (C) makrozoobentos pada perairan pantai Kota Makassar tahun 2005
Lampiran 4.
Sungai Tallo
No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
2.0337
0.1349
0.5376
16
1
Pholas dactylus
1
0.06
-2.83
0.17
0.003
2
Bittium reticulatum
2
0.12
-2.14
0.25
0.014
0.8122
32
3
Mya arenaria
2
0.12
-2.14
0.25
0.014
0.8122
32
4
Montacuta ferruginosa
2
0.12
-2.14
0.25
0.014
0.8122
32
5
Anadara sp
3
0.18
-1.73
0.31
0.031
0.9874
48
6
Apseudes latreillei
2
0.12
-2.14
0.25
0.014
0.8122
32
7
Calappa granuliata
3
0.18
-1.73
0.31
0.031
0.9874
48
8
Eunice harastii
2
0.12
-2.14
0.25
0.014
0.8122
32
Jumlah
17
2.04
0.135
0.82
34.00
Kanal Panampu
No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
0.89
0.1349
0.387
16
1
Pholas dactylus
1
0.03
-3.37
0.12
0.001
2
Ceritium vulagatum
1
0.03
-3.37
0.12
0.001
0.387
16
3
Mya arenaria
21
0.72
-0.32
0.23
0.524
0.7791
336
4
Venerupis pullastra
5
0.17
-1.76
0.30
0.030
1.0103
80
5
Apseudes latreillei
1
0.03
-3.37
0.12
0.001
0.387
16
Jumlah
29
0.89
0.558
0.59
93
Kanal Benteng No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
1.63
0.22
0.5481
16
1
Astarta borealis
1
0.08
-2.56
0.20
0.006
2
Bittium reticulatum
4
0.31
-1.18
0.36
0.095
1.0074
64
3
Clathus clathus
3
0.23
-1.47
0.34
0.053
0.94
48
4
Mya arenaria
1
0.08
-2.56
0.20
0.006
0.5481
16
5
Tellina distorta
3
0.23
-1.47
0.34
0.053
0.94
48
6
Phyllodoce maculata
1
0.08
-2.56
0.20
0.006
0.5481
16
Jumlah
13
1.63
0.22
0.76
35
Kanal Haji Bau
No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
1.83
0.17
0.5712
16
1
Pholas dactylus
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
2
Mya arenaria
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.5712
16
3
Venerupis pullastra
3
0.21
-1.54
0.33
0.046
1.0003
48
4
Montacuta ferruginosa
3
0.21
-1.54
0.33
0.046
1.0003
48
5
Anadara sp
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.5712
16
6
Haliporides sibogae Phyllodocea lamelligera
3
0.21
-1.54
0.33
0.046
1.0003
48
2
0.14
-1.95
0.28
0.020
0.8424
32
Jumlah
14
1.83
0.17
0.794
32
7
Kanal Jongaya No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
1.67
0.28
0.488
16
1
Pholas dactylus
1
0.07
-2.71
0.18
0.004
2
Ceritium vulagatum
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.509
16
3
Bittium reticulatum
5
0.36
-1.03
0.37
0.128
0.994
80
4
Mya arenaria
5
0.36
-1.03
0.37
0.128
0.994
80
5
Anadara sp
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.509
16
6
Castalia puncata
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.509
16
7
Eunice harastii
1
0.07
-2.64
0.19
0.005
0.509
16
Jumlah
15
1.67
0.28
0.645
34
Sungai Jeneberang No.
Jenis Organisme
ni
ni/N
ln(ni/N)
(ni/N*(ln(ni/N)
(ni/N)2
H'
C'
E
Kelimpahan
1.70
0.25
1.0074
64
1
Ceritium vulagatum
4
0.31
-1.18
0.36
0.095
2
Astarta borealis
1
0.08
-2.56
0.20
0.006
0.5481
16
3
Bittium reticulatum
2
0.15
-1.87
0.29
0.024
0.7999
32
4
Mya arenaria
2
0.15
-1.87
0.29
0.024
0.7999
32
5
Tellina distorta
1
0.08
-2.56
0.20
0.006
0.5481
16
6
Anadara sp
4
0.31
-1.18
0.36
0.095
1.0074
64
Jumlah
14
1.70
0.25
0.785
37
Lampiran 5. Perhitungan beban limbah bulanan dari Sungai Tallo (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005 Bulan
nitrat
NH3
fosfat
COD
BOD5
TSS
Pb
Cd
Cu
JAN
2843.97
5.85
242.97
240047.19
3512.89
126317.52
4.39
171.25
259.08
FEB
1700.74
3.50
145.30
143552.22
2100.76
75539.98
2.63
102.41
154.93
MAR
2476.33
5.10
211.56
209015.77
3058.77
109988.18
3.82
149.11
225.58
APR
1977.74
4.07
168.97
166932.06
2442.91
87842.91
3.05
119.09
180.16
MEI
743.86
1.53
63.55
62785.50
918.81
33038.95
1.15
44.79
67.76
JUN
577.66
1.19
49.35
48757.59
713.53
25657.20
0.89
34.78
52.62
JUL
648.17
1.33
55.38
54708.83
800.62
28788.85
1.00
39.03
59.05
AGUST
492.04
1.01
42.04
41531.10
607.77
21854.47
0.76
29.63
44.82
SEPT
487.01
1.00
41.61
41106.01
601.55
21630.78
0.75
29.33
44.36
OKT
1841.76
3.79
157.35
155454.68
2274.95
81803.29
2.84
110.90
167.78
NOP
1469.08
3.02
125.51
123998.17
1814.61
65250.26
2.27
88.46
133.83
DES
3261.98
6.72
278.69
275329.50
4029.21
144883.75
5.04
196.42
297.15
18520.33
38.13
1582.28
1563218.61
22876.37
822596.14
28.60
1115.22
1687.13
Jumlah
Lampiran 6. Perhitungan beban limbah bulanan dari Kanal Panampu (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005
Bulan
nitrat
NH3
fosfat
COD
BOD5
TSS
Pb
Cd
Cu
JAN
20.10
4.63
22.28
10181.89
165.29
4271.10
4.83
2.45
5.09
FEB
12.02
2.77
13.32
6088.94
98.85
2554.19
2.89
1.46
3.04
MAR
17.50
4.03
19.40
8865.66
143.92
3718.97
4.20
2.13
4.43
APR
13.09
3.01
14.51
6630.58
107.64
2781.40
3.14
1.59
3.32
MEI
5.26
1.21
5.83
2663.12
43.23
1117.13
1.26
0.64
1.33
JUN
4.08
0.94
4.53
2068.11
33.57
867.53
0.98
0.50
1.03
JUL
4.58
1.05
5.08
2320.54
37.67
973.42
1.10
0.56
1.16
AGUST
3.48
0.80
3.85
1761.59
28.60
738.95
0.84
0.42
0.88
SEPT
3.44
0.79
3.82
1743.56
28.30
731.39
0.83
0.42
0.87
OKT
13.02
3.00
14.43
6593.80
107.04
2765.97
3.13
1.58
3.30
NOP
10.38
2.39
11.51
5259.53
85.38
2206.27
2.49
1.26
2.63
DES
23.05
5.31
25.56
11678.43
189.58
4898.87
5.54
2.81
5.84
130.00
29.93
144.11
65855.75
1069.09
27625.21
31.22
15.82
32.93
Jumlah
Lampiran 7. Perhitungan beban limbah bulanan dari Kanal Benteng (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005 Bulan
nitrat
NH3
fosfat
COD
BOD5
TSS
Pb
Cd
Cu
JAN
2.47
0.02
3.41
581.20
14.23
74.13
0.43
0.10
0.00
FEB
1.48
0.01
2.49
347.57
8.51
44.33
0.26
0.06
0.00
MAR
2.15
0.02
3.12
506.07
12.39
64.55
0.38
0.09
0.00
APR
1.61
0.02
2.61
378.48
9.27
48.28
0.28
0.07
0.00
MEI
0.65
0.01
1.72
152.02
3.72
19.39
0.11
0.03
0.00
JUN
0.50
0.00
1.59
118.05
2.89
15.06
0.09
0.02
0.00
JUL
0.56
0.01
1.65
132.46
3.24
16.90
0.10
0.02
0.00
AGUST
0.43
0.00
1.52
100.55
2.46
12.83
0.07
0.02
0.00
SEPT
0.42
0.00
1.52
99.53
2.44
12.69
0.07
0.02
0.00
OKT
1.60
0.02
2.61
376.38
9.22
48.01
0.28
0.07
0.00
NOP
1.28
0.01
2.31
300.22
7.35
38.29
0.22
0.05
0.00
DES
2.84
0.03
3.75
666.62
16.33
85.03
0.50
0.12
0.00
16.00
0.15
28.30
3759.15
92.06
479.48
2.80
0.65
0.00
Jumlah
Lampiran 8. Perhitungan beban limbah bulanan dari Kanal Haji Bau (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005 Bulan JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEPT OKT NOP DES Jumlah
nitrat 3.39 2.03 2.95 2.21 0.89 0.69 0.77 0.59 0.58 2.20 1.75 3.89 21.94
NH3 0.02 0.01 0.02 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.00 0.01 0.01 0.03 0.15
fosfat 2.11 1.26 1.84 1.38 0.55 0.43 0.48 0.37 0.36 1.37 1.09 2.42 13.67
COD 737.22 440.87 641.92 480.09 192.82 149.74 168.02 127.55 126.24 477.43 380.82 845.58 4768.32
BOD5 20.31 12.15 17.69 13.23 5.31 4.13 4.63 3.51 3.48 13.15 10.49 23.30 131.37
TSS 225.68 134.96 196.51 146.97 59.03 45.84 51.43 39.05 38.65 146.15 116.58 258.85 1459.69
Pb 0.23 0.13 0.20 0.15 0.06 0.05 0.05 0.04 0.04 0.15 0.12 0.26 1.46
Cd 0.18 0.11 0.16 0.12 0.05 0.04 0.04 0.03 0.03 0.12 0.09 0.21 1.17
Cu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 9. Perhitungan beban limbah bulanan dari Kanal Jongaya (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005 Bulan
nitrat
NH3
fosfat
COD
BOD5
TSS
Pb
Cd
Cu
JAN
20.23
0.30
65.76
16266.86
238.05
8678.97
19.94
7.14
10.91
FEB
12.10
0.18
39.33
9727.85
142.36
5190.17
11.92
4.27
6.52
MAR
17.62
0.26
57.26
14164.01
207.28
7557.02
17.36
6.22
9.50
APR
13.18
0.19
42.82
10593.19
155.02
5651.86
12.98
4.65
7.11
MEI
5.29
0.08
17.20
4254.68
62.26
2270.03
5.21
1.87
2.85
JUN
4.11
0.06
13.36
3304.07
48.35
1762.84
4.05
1.45
2.22
JUL
4.61
0.07
14.99
3707.36
54.25
1978.01
4.54
1.63
2.49
AGUST
3.50
0.05
11.38
2814.37
41.19
1501.57
3.45
1.24
1.89
SEPT
3.46
0.05
11.26
2785.56
40.76
1486.20
3.41
1.22
1.87
OKT
13.10
0.19
42.59
10534.43
154.16
5620.50
12.91
4.62
7.07
NOP
10.45
0.15
33.97
8402.77
122.97
4483.18
10.30
3.69
5.64
DES
23.21
0.34
75.43
18657.78
273.04
9954.61
22.87
8.19
12.51
130.87
1.92
425.34
105212.93
1539.70
56134.95
128.95
46.19
70.57
Jumlah
Lampiran 10. Perhitungan beban limbah bulanan dari Sungai Jeneberang (ton/bulan) dan beban limbah tahunan (ton/tahun) ke perairan pantai Kota Makassar periode 2005
Bulan JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEPT OKT NOP DES Jumlah
nitrat
NH3
fosfat
1071.51 640.78 932.99 697.78 280.26 217.64 244.21 185.38 183.49 693.91 553.49 1229.00 6930.43
5.21 3.12 4.54 3.40 1.36 1.06 1.19 0.90 0.89 3.38 2.69 5.98 33.72
484.92 289.99 422.23 315.78 126.83 98.49 110.52 83.90 83.04 314.03 250.49 556.19 3136.40
COD 375418.53 224506.53 326887.36 244477.44 98192.52 76253.77 85561.12 64951.99 64287.18 243121.23 193925.24 430597.81 2428180.73
BOD5
TSS
7039.10 4209.50 6129.14 4583.95 1841.11 1429.76 1604.27 1217.85 1205.38 4558.52 3636.10 8073.71 45528.39
410.33 245.38 357.28 267.21 107.32 83.34 93.52 70.99 70.27 265.73 211.96 470.64 2653.98
Pb 411.92 246.33 358.67 268.25 107.74 83.67 93.88 71.27 70.54 141.82 113.12 251.18 2218.38
Cd 218.99 130.96 190.68 142.61 57.28 44.48 49.91 37.89 37.50 141.82 113.12 251.18 1416.44
Cu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran 11. Total beban pencemaran (x 103 ton/tahun) dari daratan (land based sources) ke perairan pantai Kota Makassar
Stasiun
fosfat
COD
TSS
Pb
Cd
22.8763
822.59
0.0286
1.1152
1.68
65.855
1.069
27.625
0.0312
0.0158
0.03
0.0283
3.759
0.092
0.479
0.0028
0.0006
0
0.0001
0.0136
4.768
0.1313
1.459
0.0014
0.0011
0
0.1308
0.0019
0.4253
105.212
1.5397
56.134
0.1289
0.0461
0.07
6.9304
0.0337
3.1364
2428.18
45.5283
2.653
2.2183
1.4164
0
25.7494
0.1038
5.3299
4170.984
71.2366
910.94
2.4112
2.5952
1.78
nitrat
NH3
18.5203
0.0381
1.5822
1563.21
K.Panampu
0.13
0.0299
0.1441
K.Benteng
0.016
0.0001
K.H.Bau
0.0219
K.Jongaya S.J.Berang
S.Tallo
Jumlah
Beban Limbah BOD5
Cu
132 Lampiran 12. Perhitungan beban limbah cair dari aktivitas penduduk pada DAS Jeneberang Sumber Pencemar
Satuan
Volume
I.PEMUKIMAN
Beban BOD
COD
N
P
A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah penduduk
Jiwa
b. faktor konversi
g/kap/hari axbx360x1/1000000 ton/thn
c. beban limbah
636148
B. Septi tank a. jumlah penduduk
Jiwa
b. faktor konversi c. beban limbah
g/kap/hari axbx360x1/1000000 ton/thn
A+B
ton/tahun
53
101.6
22.7
3.8
12137.7
23267.75
5198.601
870.2505
636148
12.6
24.2
5.4
0.9
2885.567
5542.121
1236.672
206.112
15023.27
28809.87
6435.273
1076.362
53
101.6
22.7
3.8
630.5558
1208.764
270.0683
45.20966
2. HOTEL A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah hotel
Buah
b. jumlah kamar c. jumlah pengunjung
Unit
d. faktor konversi
g/kap/hari cxdx360x1/1000000 ton/thn
e. beban limbah
Orang/thn
7 153 66096
B. Septi tank a. jumlah hotel
Buah
b. jumlah kamar c. jumlah pengunjung
Unit
d. faktor konversi
12.6
24.2
5.4
0.9
e. beban limbah
g/kap/hari cxdx360x1/1000000 ton/thn
89.94344
172.7485
38.54719
6.424531
A+B
ton/tahun
720.4993
1381.512
308.6154
51.6342
Orang/thn
7 153 66096
133
Lampiran 13. Perhitungan beban limbah cair dari aktivitas penduduk pada DAS Tallo di wilayah Kota Makassar Sumber Pencemar
Satuan
Volume
I.PEMUKIMAN
Beban BOD
COD
N
P
A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah penduduk
Jiwa
b. faktor konversi
g/kap/hari Axbx360x1/1000000 ton/thn
c. beban limbah
173846 53
101.6
22.7
3.8
3316.982
6358.591
1420.67
237.8213
B. Septi tank a. jumlah penduduk
Jiwa
173846
b. faktor konversi
12.6
24.2
5.4
0.9
c. beban limbah
g/kap/hari Axbx360x1/1000000 ton/thn
788.5655
1514.546
337.9566
56.3261
A+B
ton/tahun
4105.547
7873.138
1758.626
294.1474
53
101.6
22.7
3.8
90.66816
173.8092
38.83334
6.500736
2. HOTEL A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah hotel
Buah
b. jumlah kamar
Unit
c. jumlah pengunjung
Orang/thn
d. faktor konversi e. beban limbah
g/kap/hari Cxdx360x1/1000000 ton/thn
a. jumlah hotel
Buah
1 22 4752
1
b. jumlah kamar
Unit
c. jumlah pengunjung
Orang/thn
22
d. faktor konversi
12.6
24.2
5.4
0.9
e. beban limbah
g/kap/hari Cxdx360x1/1000000 ton/thn
21.55507
41.39942
9.237888
1.539648
A+B
ton/tahun
112.2232
215.2086
48.07123
8.040384
4752
134
Lampiran 14. Perhitungan beban limbah cair dari aktivitas penduduk pada aliran kanal di wilayah Kota Makassar Sumber Pencemar
Satuan
Volume
I.PEMUKIMAN
Beban BOD
COD
N
P
A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah penduduk
Jiwa
b. faktor konversi
g/kap/hari axbx360x1/1000000 ton/thn
c. beban limbah
336036 53
101.6
22.7
3.8
6411.567
12290.85
2746.086
459.6972
B. Septi tank a. jumlah penduduk
Jiwa
336036
b. faktor konversi
12.6
24.2
5.4
0.9
c. beban limbah
g/kap/hari axbx360x1/1000000 ton/thn
1524.259
2927.546
653.254
108.8757
A+B
ton/tahun
7935.826
15218.4
3399.34
568.5729
53
101.6
22.7
3.8
7508.972
14394.56
3216.107
538.3791
12.6
24.2
5.4
0.9
2. HOTEL A. Limbah cair tanpa diolah a. jumlah hotel
Buah
b. jumlah kamar c. jumlah pengunjung d. faktor konversi
Unit Orang/thn g/kap/hari
e. beban limbah
cxdx360x1/1000000 ton/thn
38 1982 393552
B. Septi tank a. jumlah hotel
Buah
b. jumlah kamar c. jumlah pengunjung
Unit
d. faktor konversi
g/kap/hari
e. beban limbah
cxdx360x1/1000000 ton/thn
1785.152
3428.625
765.0651
127.5108
A+B
ton/tahun
9294.124
17823.18
3981.172
665.89
Orang/thn
38 1982 393552
134 Lampiran 15. Hasil perhitungan indeks pencemaran perairan pantai Makassar tahun 2005
Kota
Stasiun 1 = muara Sungai Tallo Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 86.3 164 2.4 6.6 4.4
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 1.08 2.05 0.80 0.91 1.10
Cbaru
(Ci/Lij)baru 1.16 2.56 0.52 0.80 0.87 0.69 Rata-rata 1.14 Maksimal 2.56 IP 1.98
Stasiun 2 = muara Kanal Panampu Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 140 156 2.4 7.75 5.1
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 1.75 1.95 0.80 1.07 1.28
Cbaru
0.63 Rata-rata Maksimal IP
(Ci/Lij)baru 2.22 2.45 0.52 1.14 0.01 1.27 2.45 1.95
Stasiun 3 = muara Kanal Benteng Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 127.7 117.8 2.3 7.8 5
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 1.60 1.47 0.77 1.08 1.25
Cbaru
0.67 Rata-rata Maksimal IP
(Ci/Lij)baru 2.02 1.84 0.42 1.16 0.12 1.11 2.02 1.63
135 Stasiun 4 = muara Kanal Haji Bau Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 397.5 112.4 2.5 8 4.7
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 4.97 1.41 0.83 1.10 1.18
Cbaru
0.77 Rata-rata Maksimal IP
(Ci/Lij)baru 4.48 1.74 0.60 1.21 0.42 1.69 4.48 3.39
Stasiun 5 = muara Kanal Jongaya Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 135 118 2.5 7.95 4.2
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 1.69 1.48 0.83 1.10 1.05
Cbaru
0.93 Rata-rata Maksimal IP
(Ci/Lij)baru 2.14 1.84 0.60 1.20 0.85 1.33 2.14 1.78
Stasiun 6 = muara Sungai Jeneberang Parameter TSS COD BOD5 pH DO
Ci 48.8 144 2.7 7.75 4
Lij 80 80 3 7.25 4
Ci/Lij 0.61 1.80 0.90 1.07 1.00
Cbaru
1.00 Rata-rata Maksimal IP
(Ci/Lij)baru -0.07 2.28 0.77 1.14 1.00 1.02 2.28 1.77
136 Lampiran 16. Sebaran karakteristik responden A. Sebaran umur responden Lokasi Umur responden < 19 19 – 55 > 55
Muara S. Tallo n % 0 0 41 82 9 18
% 0,7 7,1 22
Muara S. Jeneberang n % 0 0 33 66 17 34
Lokasi Muara kanal n % 29 58 17 34 4 8
Muara S. Jeneberang n % 14 28 31 62 5 10
Lokasi Muara kanal n % 10 20 3 6 2 4 3 6 25 50 4 8
Muara S. Jeneberang n % 22 44 8 16 1 2 5 10 8 16 6 12
Lokasi Muara kanal n % 39 78 10 20 1 2
Muara S. Jeneberang n % 19 38 27 54 4 8
Muara kanal n 1 38 11
Total n 1 112 37
% 0,7 74,7 24,6
B. Tingkat pendidikan responden Tingkat pendidikan (≤ SD Tamat) (SLTP-SMU) (> SMU)
Muara S. Tallo n % 36 72 12 24 2 4
Total n 79 60 11
% 53 40 7
B. Sebaran pekerjan responden
Pekerjaan Nelayan Buruh Pedagang PNS Wiraswasta Lainnya
Muara S. Tallo N % 13 26 9 18 4 8 7 14 13 26 4 8
Total n 45 20 7 15 46 14
% 30,0 13,3 4,7 10,0 30,7 9,3
D. Sebaran pendapatan responden
Pendapatan
Rp.950.000
Muara S. Tallo N % 34 68 16 32 0
Total n 92 53 5
% 62 35 3
137 Lampiran 17. Persepsi masyarakat Kota Makassar tentang pengendalian pencemaran pantai A. Sebaran frekuensi persepsi masyarakat di daerah aliran Sungai Tallo tentang pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar
Persepsi tentang pencegahan
Rendah n % 2 4
Kategori Sedang n % 3 6
Tinggi n % 45 90
Persepsi tentang penanggulangan
2
4
2
4
46
92
Persepsi tentang partisipasi
2
4
2
4
46
92
2
4
2,3
4,7
45,7
91,3
Persepsi Responden
Rata-rata
B. Sebaran frekuensi persepsi masyarakat di daerah aliran kanal tentang pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar
Persepsi tentang pencegahan
Rendah n % 0 0
Kategori Sedang n % 3 6
Tinggi n % 47 94
Persepsi tentang penanggulangan
0
0
2
4
48
96
Persepsi tentang partisipasi
0
0
2
4
48
96
0
0
2,3
4,7
47,7
95,3
Persepsi responden
Rata-rata
C. Sebaran frekuensi persepsi masyarakat di daerah aliran Sungai Jeneberang tentang pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar
Persepsi tentang pencegahan
Rendah n % 0 0
Kategori Sedang n % 10 20
Tinggi n % 40 80
Persepsi tentang penanggulangan
0
0
6
12
44
88
Persepsi tentang partisipasi
1
2
4
8
45
90
0,3
0,7
6,7
13,3
43
86
Persepsi responden
Rata-rata
138 Lampiran 18. Sebaran frekuensi partisipasi masyarakat di daerah aliran Sungai Tallo, kanal, Sungai Jeneberang dalam pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar
Kategori Rendah
Muara S. Tallo N % 6 12
Lokasi Muara kanal n % 4 8
Muara S. Jeneberang n % 0 0
Total n 40
% 27
Sedang
13
26
21
42
13
26
47
31
Tinggi
31
62
25
50
37
74
93
62
139 Lampiran 19. Matriks analisis komponen utama karakteristik fisik dan kimia serta sosial aliran beban limbah Kota Makassar Eigenvalues Value % of variability Cumulative % Vectors : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1
Eigenvalues Value % of variability Cumulative % Vectors : A B C D E F G H I J K L M N O P
1
2 10.3377 0.6892 0.6892
1
4.6623 0.3108 1.0000 2
0.3031 0.3010 0.2833 0.2208 0.1277 -0.1913 0.3109 -0.1990 0.1098 0.3086 -0.2125 0.2982 0.3068 -0.2591 0.3110
0.1041 -0.1166 -0.1910 -0.3261 -0.4223 -0.3652 -0.0127 -0.3559 0.4333 0.0579 0.3382 -0.1315 0.0760 -0.2561 0.0089 2
9.4257 0.5891 0.5891 1
6.5743 0.4109 1.0000 2
-0.2011 -0.2823 0.0900 -0.2921 0.3002 0.2136 -0.3241 0.3183 0.3019 0.3241 0.1588 -0.2136 0.0461 -0.2627 -0.2839 -0.1601
-0.3068 0.1946 -0.3748 0.1727 -0.1514 -0.2945 -0.0391 0.0826 -0.1463 0.0391 0.3405 0.2945 0.3861 -0.2306 -0.1912 -0.3396
Lampiran 20. Pengaruh langsung antar faktor pada tipologi I di Kota Makassar
Pengaruh langsung antar faktor
2 3 3 3 3 1 3
3 2 2 1 1
1 2 1 1 1
1 1 1 2 3 -
2 1 2 1 1
1 1 -
2 1 2
1 3 2
1 -
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1 1
1 -
-
1 1
2
3
1 3
1 1
1 2
3 2
1 1 1 1 -
APBD
3 2 1 2 -
Dukungan LSM
1 1 1
Dukungan perguruan tinggi
1 1 2 2 1 2
Penegakan hukum
Kelembagaan
2 3 3 2 1
Penataan ruang
1 2
Dukungan swasta
-
Biaya lingk
1 1
Fasilitas peng limb kota
3
Dukungan pemda
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb penduduk
TERHADAP DARI
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
2 3 3 1 3 2 1 1
1 1 2 2 2 3 1 3 1
-
1
2
Lampiran 21. Pengaruh tidak langsung antar faktor pada tipologi I di Kota Makassar
Pengaruh tidak langsung antar faktor
Penegakan hukum
1
0
3
1
1
2
3
1
3
1
2 2 2 1
3 1 1 1
1 3 2 1
1 1 1 1
1 1 1 1
2 3 2 2
2 3 2 2
1 1 1 1
3 3 1 1
3 3 2 1
1 2 1 1
3 3 2 1
2 3 2 1
3
2
3
3
2
3
3
1
3
3
2
3
1
1 3
2 2
1 1
1 3
2 3
1 3
3 1
1 1
2 3
3 3
2 3
2 3
1 1
APBD
Penataan ruang
1
Dukungan LSM
Dukungan swasta
1
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan pemda
Kelembagaan
3
Biaya lingk
Pertumb penduduk
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Partisipasi masy
TERHADAP DARI
Fasilitas peng limb kota
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil
Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
Lampiran 22. Pengaruh total antar faktor sistem pada tipologi I di Kota Makassar
Pengaruh total antar faktor sistem
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
1 1 1 1 3 1 2 3 1 2 3 1 1
Dukungan pemda
2 2 3 3 2 1 2 3 3 1 1 -
Kelembagaan
4 3 2 3 1 1 1 2 3 2 1 -
Biaya lingk
3 5 2 2 1 2 2 4 2 3 1 1
Fasilitas peng limb kota
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb penduduk
TERHADAP DARI
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
0 1 2 3 1 1 2 1 2 3 2
5 5 6 4 3 2 3 1 3 3 3
2 3 5 4 3 2 4 3 5 1 1 3
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 3 6 3 1 1 2 3 5 3 1 2
5 6 6 2 1 3 3 4 3 3 3 3 2
1 1 2 2 1 1 1 2 3 3 -
5 6 6 3 1 3 2 3 1 3 3 2
1 3 4 4 3 2 3 2 3 2 1 1 -
Lampiran 23. Pengaruh langsung antar faktor pada tipologi II di Kota Makassar Pengaruh langsung antar faktor
Dukungan pEMDA
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
1 2
Kelembagaan
1 1
Biaya lingk
3
Fasilitas peng limb kota
Persepsi masy Perilaku masy Pertumb penduduk Pertumb industri Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan PEMDA Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb industri
DARI
Pertumb penduduk
TERHADAP
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
3 3 2 3
2 3 3
1 1
1 1 1 2
1 1 3
2 3 3
1 3 3 3
2 1 -
2 2 1 -
2 3 2
3
3
3
3
3
2
3
1
3
3
3 3
3 3 3
1 3 2
1 3 3 2 3
1 3 3 1 1 1
1 3 3 1 1 2
3 3 3 1 3 3
2
1
3 1 -
1 1
2
2
3
2
3
1 1 1 3
2 2 1 2 3
3 1 2 3 1
3 1 3 2 3 2
3 3 3 3 2 3
1 3 1
3 2 2
2 3 3
2 3
3
1
1
-
-
1
-
-
1
1
1
1
1 1
1 1
-
1 1
1 3
1 3
3
1 3
2 1
1 3
3 3
1 1
1 2
1
Lampiran 24.
Pengaruh tidak langsung antar faktor pada tipologi II di Kota Makassar Pengaruh tidak langsung antar faktor
Pertumb industri
Fasilitas peng limb kota
Biaya lingk
Kelembagaa n
Dukungan pEMDA
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil
1 3 3 1 3
3 3 2
1 2 2 1 -
1 3 3 1 3
1 3 3 0 3
3 3 3 1 3
1 3 2 1 1
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
3 3 3 3 3
1 2 2 2 3
1 3 2 1 3
1 2 2 1 3
1 3 3 1 3
3
2
3
3
2
3
3
1
3
3
2
3
1
3
1 3
2 2
1 1
1 3
2 3
1 3
3 1
1 1
2 3
3 3
2 3
2 3
1 1
2 1
DARI
Persepsi masy Perilaku masy Pertumb penduduk Pertumb industri Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan PEMDA Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Persepsi masy
TERHADAP
Partisipasi masy Pertumb penduduk
Legend: 0 3 2 1
2
Lampiran 25. Pengaruh total antar faktor sistem pada tipologi II di Kota Makassar Pengaruh total antar faktor sistem
Fasilitas peng limb kota
Biaya lingk
Kelembagaan
Dukungan pEMDA
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
Persepsi masy Perilaku masy Pertumb penduduk Pertumb industri Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan PEMDA Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb industri
DARI
Pertumb penduduk
TERHADAP
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil
Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
1 6 4 1 5 1 3 1 2 6 1 1 1
3 4 5 2 4 1 4 5 1 1 1
1 5 2 2 3 1 5 4 2 -
1 4 5 1 6 3 1 6 2 4 5 1 1
4 6 5 0 3 3 3 5 3 4 6 1 1 3
6 5 6 4 6 1 6 1 4 1 3
3 5 3 4 1 3 6 5 3 3
5 4 4 6 6 3 3 1 2 4 4 1 1 3
5 4 3 4 6 3 3 6 4 6 1 2 1
5 5 6 4 6 1 6 2 3 6 1 1 3
3 5 5 4 5 1 3 5 2 5 3 1 3 3
1 5 3 1 6 1 3 6 1 3 4 1 1
1 4 3 1 4 1 3 4 1 2 3 2 2
2 5 6 1 6 3 3 6 1 5 4 1 1 -
3
Lampiran 26. Pengaruh langsung antar faktor pada tipologi III di Kota Makassar
Pengaruh langsung antar faktor
1 1 2 2 2 -
2 2 2 1 1 1 1
2 2 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 2 1 1 -
3 1 2
2 3 3 3 3 1 3 3 2
3 3 1 -
2 3 3 1 3 2 1 1 2
APBD
3 2 2 2 -
Dukungan LSM
1 1 1 1 2 2 2
Dukungan perguruan tinggi
1 2 1 2
Penegakan hukum
Kelembagaan
Biaya lingk
1 1
Penataan ruang
2 3 3 2 1 -
Fasilitas peng limb kota
1 1
Dukungan swasta
3 2 2 1 1 1
3
Dukungan pemda
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb penduduk
TERHADAP DARI
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
1 1 1 2 1 3 3 1 1
Lampiran 27. Pengaruh tidak langsung antar faktor pada tipologi III di Kota Makassar
Pengaruh tidak langsung antar faktor
Fasilitas peng limb kota
Biaya lingk
Kelembagaan
Dukungan pemda
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb penduduk
TERHADAP DARI
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
3 1 2 1 1
1 3 2 1 1
1 1 2 1 1
1 1 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 3 1 1
1 1 1 1 1
1 2 2 1 1
2 3 3 1 1
3 3 3 2 1
1 1 2 1 1
3 2 2 1 1
1 1 3 2 1
3
2
3
3
2
3
3
1
3
3
2
3
1
1 3
2 2
1 1
1 3
2 3
1 3
3 1
1 1
2 3
3 3
2 3
2 3
1 1
Lampiran 28. Pengaruh total antar faktor sistem pada tipologi III di Kota Makassar
Pengaruh total antar faktor sistem
Fasilitas peng limb kota
Biaya lingk
Kelembagaan
Dukungan pemda
Dukungan swasta
Penataan ruang
Penegakan hukum
Dukungan perguruan tinggi
Dukungan LSM
APBD
Persepsi masy Partisipasi masy Pertumb penduduk Fasilitas peng limb kota Biaya lingk Kelembagaan Dukungan pemda Dukungan swasta Penataan ruang Penegakan hukum Dukungan perguruan tinggi Dukungan LSM APBD
Pertumb penduduk
TERHADAP DARI
Partisipasi masy
berarti tidak ada pengaruh langsung pengaruhnya sangat kuat pengaruhnya sedang pengaruhnya kecil Persepsi masy
Legend: 0 3 2 1
3 4 2 1 1 2 2 3 2 3 1 1
4 3 4 1 1 3 3 2 4 2 1 -
2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 1 -
1 1 1 1 3 2 2 3 1 2 3 1 1
0 1 2 2 1 2 2 2 1 2 3 2
1 2 4 2 2 1 3 1 2 3 1
1 2 3 1 2 2 4 1 4 1 1 1
2 3 3 2 3 2 2 1 1 3 2 1 -
2 3 6 3 1 2 2 3 5 3 1 2
5 6 6 2 1 3 3 4 3 3 3 3 2
1 1 2 1 1 3 3 2 3 3 -
5 5 5 2 1 3 2 3 1 3 3 2
1 2 4 3 3 1 3 1 3 2 1 1 -
149 Lampiran 29. Data pakar pada penelitian pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
1. Nama
: Ir. Andi Hasbi Nur, M.Sc
Instansi
: Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan
Jabatan
: Kepala seksi pengawasan dan pengendalian lingkungan
2. Nama
: Drs. Adias A. Sadda, MS
Instansi
: Bapedalda Kota Makassar
Jabatan
: Kepala seksi pengawasan dan pengendalian lingkungan
3. Nama
: Prof. Dr.Ir. Ambo Tuwo, DEA
Instansi
: Universitas Hasanuddin
Jabatan
: Staf Ahli Walikota Makassar
4. Nama
: Dr.Ir. Niartiningsih, MS
Instansi
: Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Jabatan
: Ketua Jurusan Ilmu Kelautan
5. Nama
: Ichsan Ahmad, ST.,MT.
Instansi
: Yayasan Konservasi Laut
Jabatan
: Direktur