DESAIN PROSES PENGOLAHAN KERIPIK JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN MENGGUNAKAN VACUUM FRYING
Oleh : ITA SURYATI F34060315
2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ita Suryati. F34060315. Desain Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Menggunakan Vacuum Frying. Di bawah bimbingan Indah Yuliasih. 2010. RINGKASAN Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran potensial untuk dikembangkan dan memiliki nilai gizi yang baik. Jamur tiram putih bersifat mudah rusak dan ketersediaannya melebihi permintaan pada saat musim hujan. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang umur simpan jamur tiram putih. Pengolahan jamur tiram putih menjadi keripik merupakan salah satu alternatif produk olahan pangan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi proses pengolahan keripik jamur tiram putih menggunakan vacuum frying, mengetahui karakterisik serta respon panelis terhadap keripik yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dihasilkan keripik dengan dua varian, yaitu asin dan manis. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan dua faktor. Pada keripik jamur tiram putih dengan rasa asin, faktor pertama adalah konsentrasi larutan garam (A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu, 0,5% (A1), 1% (A2), dan 1,5% (A3). Faktor kedua adalah pembekuan sebelum penggorengan (B) yang terdiri dari dua taraf, yaitu pembekuan (B1) dan tanpa pembekuan (B2). Pada keripik jamur tiram putih dengan rasa manis, faktor pertama adalah konsentrasi larutan gula (A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 3% (A1), 5% (A2), dan 7% (A3). Faktor kedua adalah perlakuan pembekuan sebelum penggorengan (B) yang terdiri dari dua taraf, yaitu pembekuan (B1) dan tanpa pembekuan (B2). Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu karakterisasi jamur tiram putih segar, penentuan konsentrasi larutan garam dan gula secara trial and error, penentuan lama penggorengan secara trial and error, dan penentuan kondisi proses pengolahan keripik jamur tiram putih. Produk yang dihasilkan dianalisis karakteristiknya dan dilakukan uji hedonik. Desain proses pengolahan keripik jamur tiram putih yang diperoleh adalah penggorengan menggunakan vacuum frying dengan suhu 88°C dan tekanan 700 mmHg. Penggorengan dilakukan dua kali dalam selang waktu 24 jam. Penggorengan pertama selama 35 menit sedangkan penggorengan kedua selama 5 menit. Perlakuan terbaik yang diperoleh pada keripik dengan rasa asin adalah perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan sedangkan pada keripik dengan rasa manis adalah perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan. Secara keseluruhan keripik jamur tiram putih dengan rasa asin yang dihasilkan memiliki kisaran rendemen 18,65-20,83%, kadar air 1,73-2,39%, kadar lemak 55,31-59,81%, kadar serat 14,89-17,00%, kadar abu 2,86-4,57%, kadar protein 2,07-2,59%, nilai FFA 0,27- 0,36%, dan berdasarkan uji organoleptik yang paling disukai oleh panelis adalah keripik dengan perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan. Keripik jamur tiram putih dengan rasa manis memiliki kisaran rendemen 19,48-25,48%, kadar air 1,52-2,32%, kadar lemak 48,2657,30%, kadar serat 13,48-17,96%, kadar abu 1,55-2,27%, kadar protein 1,92-2,75%, nilai FFA 0,30-0,41%, dan berdasarkan uji organoleptik yang paling disukai oleh
panelis adalah keripik dengan perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan. Perlakuan terbaik pada keripik dengan rasa asin memiliki rendemen 19,14%, kadar air 1,80%, kadar lemak 59,38%, kadar serat 15,56%, kadar abu 3,53%, kadar protein 2,23%, dan nilai FFA 0,30%. Perlakuan terbaik pada keripik dengan rasa manis menghasilkan rendemen 21,65%, kadar air 1,52%, kadar lemak 54,75%, kadar serat 17,96%, kadar abu 1,57%, kadar protein 1,92%, dan nilai FFA 0,41%.
Ita Suryati. F34060315. Process Design of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus) Chips Using Vacuum Frying. Supervised by Indah Yuliasih. 2010. SUMMARY Oyster mushroom (Pleorotus ostreatus) is potential vegetable which has high nutritional value. Oyster mushroom is perishable and plenitude in rainy season therefore it needs proper processing to give added value and extend shelf life through process oyster mushroom into chips. The objectives of this research were obtaining the condition of processing oyster mushroom chips, analyzing the characteristic and taking response of some panelists toward chips. The results of the experiment were two kind of products named salty and sweet chip. The experimental design used group randomized with two factors. First factor for salty chips was concentration of salt solution (A), divided into three levels those were 0,5% (A1), 1% (A2) and 1,5% (A3). The second factor was freezing treatment before frying divided into two levels; those were with freezing (B1) and unfreezing (B2). Meanwhile, the first factor for sweet chips was sugar concentration solution (A) divided into three levels; those were 3% (A1), 5% (A2) and 7% (A3). The second factor for sweet chips was freezing treatment before frying (B) which was divided into freezing (B1) and unfreezing (B2). The experiment consist of several stages, there were characteristic of fresh oyster mushroom, determination of salt and sugar concentration through trial and error, determination of frying period through trial and error, and processing of oyster mushroom chips. The characteristic of product will be analyzed and tested by hedonic test. Based on the experiment result, process design of oyster mushroom chips by using vacuum frying is temperature 88°C and pressure 700 mmHg. There were twice times of frying during 24 hours. First frying was running for 35 minutes, while the second frying was 5 minutes. The best treatment for salty chips was soaked into 1% salt solution and froze. Whereas the best treatment for sweet chips was soaked into 7% sugar solution and froze. From the whole experiment, salty chips yield is 18,65-20,83%, 1,73-2,39% of water content, 55,31-59,81% of fat content, 14,89-17,00% of fiber content, 2,864,57% of ash content, 2,07-2,59% of protein, and 0,27-0,36% of FFA value. Based on organoleptic test, panelists mostly preferred chips which produced by soaking in 1% of salt concentration and freezing treatment. Sweet chips yield is 19,48-25,48%, 1,52-2,32 % of water content, 48,26-57,30% of fat content, 13,48-17,96% of fiber content, 1,55-2,27% of ash content, 1,92-2,75% of protein, and 0,30-0,41% of FFA value. Based on organoleptic test, panelists mostly preferred chips which produced by soaking in 7% of sugar concentration and freezing treatment. The best treatment for salty chips yield is 19,14%, 1,80% of water content, 59,38% of fat content, 15,56% of fiber content, 3,53% of ash content, 2,23% of protein and 0,30% of FFA value. The best treatment for sweet chips yield is 21,65%, 1,52% of water content, 54,75% of fat content, 17,96% of fiber content, 1,57% of ash content, 1,92% of protein and 0,41% of FFA value.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DESAIN PROSES PENGOLAHAN KERIPIK JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN MENGGUNAKAN VACUUM FRYING
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ITA SURYATI F34060315
2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi
: Desain Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Menggunakan Vacuum Frying
Nama
: Ita Suryati
NRP
: F34060315
Menyetujui :
Pembimbing
Dr. Indah Yuliasih, STP, M.Si NIP 19700718 199512 2001
Mengetahui :
Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2001
Tanggal lulus :
Agustus 2010
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Desain Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Menggunakan Vacuum Frying adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing skripsi, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Agustus 2010
Ita Suryati F34060315
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Bengkalis, Riau pada tanggal 11 April 1988. Penulis merupakan anak terakhir dari sepuluh bersaudara dari pasangan Zahari N. dan Hilalyah. Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD 004 Bengkalis pada tahun 1994-2000 kemudian penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bengkalis dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya ke SMA Negeri 1 Bengkalis pada tahun 2003–2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan pada tahun berikutnya diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PTPN X, PG Pesantren Baru Kediri, Jawa Timur dengan judul “Mempelajari Teknologi Produksi dan Penyimpanan Gula Kristal Putih di PG Pesantren Baru Kediri”. Pada bulan Februari-Juli 2010 penulis melakukan penelitian dengan judul “Desain Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Menggunakan Vacuum Frying”.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi. Selama penelitian dan penyelesaian skripsi penulis menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Indah Yuliasih, STP, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Ir. M. Zein Nasution, MApp.Sc. dan Dr. Ir. Liesbetini Hartoto MS. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ayah (Zahari N.), ibu (Alm. Hilalyah), kakak (Alm. Fahruziana, Mulyani, Nurhazami, Susilawati, Emilya, Nurmizana), abang (Edy Azian, M. Syukri, Zulfadli), dan seluruh keluarga tercinta atas segala kasih sayang, bantuan, dan doa yang tiada henti. 4. Siska dan Faiz atas persahabatan dan kasih sayang yang tiada henti. 5. Seluruh staf TIN dan laboran yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan 6. Seluruh teman-teman TIN 43 tercinta dan penghuni Ponah C (Irma, Citra, Shanty, Sausan, Faizah, Titis, Niken, Mellita, Maryan, Ipong) atas bantuan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu dengan hati terbuka penulis menerima saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................
i
DAFTAR ISI...........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...............................................................................
1
B. Tujuan.............................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus).........................................
3
B. Garam dan Gula ………………………………….........................
6
C. Pembekuan ..........………………………………………..............
8
D. Penggorengan Vakum (Vacuum Frying)………………………...
9
III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat…...........................................................................
14
B. Metode Penelitian...........................................................................
14
1. Karakterisasi Jamur Tiram Putih Segar ……………………...
14
2. Penentuan Konsentrasi Larutan Garam dan Gula....................
14
3. Penentuan Waktu Penggorengan .............................................
15
4. Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih........................
16
C. Rancangan Percobaan.....................................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Jamur Tiram Putih Segar …………………………
18
B. Konsentrasi Larutan Garam dan Gula...........................................
18
C. Waktu Penggorengan......................................................................
19
D. Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih............................
21
Halaman E. Karakteristik Keripik Jamur Tiram Putih......................................
24
1. Rendemen ……………………………………………............
24
2. Kadar Air .................................................................................
26
3. Kadar Lemak …………………………………………………
28
4. Kadar Serat Kasar ……………………………………………
30
5. Kadar Abu ……………………………………………………
31
6. Kadar Protein ………………………………………………...
33
7. FFA (Free Fatty Acid)……………………………………......
34
8. Uji Organoleptik ……………………………………………..
35
a. Warna ……………………………………………………..
36
b. Rasa ……………………………………………………….
38
c. Aroma …………………………………………………….
39
d. Kerenyahan ……………………………………………….
40
F. Analisa Kelayakan Usaha………………………………………..
41
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.......................................................................................
46
B. Saran.................................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
48
LAMPIRAN..............................................................................................
52
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Karakteristik Jamur Tiram Putih ……………………………
5
Tabel 2.
Karakteristik Jamur Tiram Putih Segar ....................................
18
Tabel 3.
Hasil Penentuan Konsentrasi Larutan Garam dan Gula (Trial and Error)................................................................................
19
Hasil Penentuan Waktu Penggorengan (Trial and Error).......
20
Tabel 4.
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Jamur tiram putih segar……………………………………
4
Gambar 2.
Rangkaian alat penggorengan hampa (vacuum frying)........
11
Gambar 3.
Proses penggorengan deep fat frying…………………........
12
Gambar 4.
Diagram alir penentuan konsentrasi larutan garam dan gula ………………………………………………………..
15
Gambar 5.
Keripik jamur tiram putih dengan rasa asin.........................
23
Gambar 6.
Keripik jamur tiram putih dengan rasa manis .....................
23
Gambar 7.
Histogram rendemen rata-rata keripik jamur tiram putih …
25
Gambar 8.
Histogram kadar air rata-rata keripik jamur tiram putih………………………………………………………..
27
Histogram kadar lemak rata-rata keripik jamur tiram putih………………………………………………..............
29
Gambar 10. Histogram kadar serat kasar rata-rata keripik jamur tiram putih ………………….........................................................
31
Gambar 11. Histogram kadar abu rata-rata keripik jamur tiram putih …
32
Gambar 12. Histogram kadar protein rata-rata keripik jamur tiram putih ………………….........................................................
34
Gambar 13. Histogram nilai FFA rata-rata keripik jamur tiram putih…………………............……………………………..
35
Gambar 14. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna keripik jamur tiram putih………………………..................
38
Gambar 15. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa keripik jamur tiram putih ………………………………….
39
Gambar 16. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma keripik jamur tiram putih .…………………………………
40
Gambar 17. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik jamur tiram putih …………………….
41
Gambar 9.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Prosedur Analisa ……………………........................................
53
Lampiran 2.
Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih……………………………………………………………
57
Rekapitulasi Hasil Karakterisasi Keripik Jamur Tiram Putih Asin.............................................................................................
58
Lampiran 4.
Analisa Keragaman Keripik Jamur Tiram Putih Asin................
59
Lampiran 5.
Rekapitulasi Hasil Karakterisasi Keripik Jamur Tiram Putih Manis...………………………………………...........................
62
Lampiran 6.
Analisa Keragaman Keripik Jamur Tiram Putih Manis………..
63
Lampiran 7.
Formulir Uji Organoleptik Keripik Jamur Tiram Putih Asin... Formulir Uji Organoleptik Keripik Jamur Tiram Putih Manis ………………………………………………….............
66
Lampiran 3.
Lampiran 8. Lampiran 9.
67
Analisis Uji Oranoleptik Warna Keripik Jamur Tiram Putih Asin…………………………………………............................
68
Lampiran 10. Analisis Uji Oranoleptik Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Asin……………………………………………………………
70
Lampiran 11.
Analisis Uji Oranoleptik Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Asin.………………………………………...............................
72
Analisis Uji Oranoleptik Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Asin …………………………………..............................
74
Analisis Uji Oranoleptik Warna Keripik Jamur Tiram Putih Manis ……………………………………….............................
76
Lampiran 14. Analisis Uji Oranoleptik Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Manis…………………………………………………………...
78
Lampiran 12. Lampiran 13.
Lampiran 15.
Analisis Uji Oranoleptik Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Manis ………………………………………………………….
80
Analisis Uji Oranoleptik Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Manis ……………………………………………………
82
Lampiran 17. Biaya Investasi, Penyusutan Mesin dan Peralatan Pabrik Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin dan Manis…..................
84
Lampiran 18. Biaya Variabel Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin…
85
Lampiran 19. Perhitungan Biaya Listrik Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin………………………………………………...
85
Lampiran 16.
Halaman Lampiran 20. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin.............................................................................................
86
Lampiran 21. Perkiraan Cash Flow Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin.............................................................................................
86
Lampiran 22. Biaya Variabel Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis……………………………………………………….......
87
Lampiran 23. Perhitungan Biaya Listrik Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis…………………………………....................
87
Lampiran 24. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis…………………………………………………………...
88
Lampiran 25. Perkiraan Cash Flow Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis…………………………………………………………...
88
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran potensial untuk dikembangkan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani jamur tiram putih terjadi pada saat musim hujan, yaitu ketersediaan jamur tiram putih sangat banyak dan melebihi permintaan pasar sehingga hasil panen tidak termanfaatkan secara optimal. Selain itu jamur tiram putih mengandung kadar air yang tinggi, sehingga
mudah mengalami kerusakan. Kondisi ini
menuntut adanya pengolahan yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang umur simpan jamur tiram putih. Produk olahan jamur tiram putih yang telah dikembangkan antara lain jamur tiram cryspy dengan penambahan tepung dan beberapa bumbu. Produk ini sudah lama dikenal masyarakat dan telah banyak dijual di pasaran. Namun demikian, pada produk ini terjadi kehilangan rasa jamur tiram putih yang khas akibat adanya penambahan dari beberapa bahan lain. Beberapa penelitian mengenai produk olahan jamur tiram putih diantaranya dilakukan oleh Sekti (2003) yaitu pembuatan sosis nabati dari jamur, kajian sifat fisiko-kimia jamur tiram putih kering beku oleh Yuliati (2002), dan optimasi suhu dan waktu penggorengan hampa jamur tiram oleh Rosyanti (2000). Keripik yang dihasilkan pada penelitian tersebut hanya terbatas pada rasa asli jamur tiram. Selain itu suhu yang digunakan cukup tinggi, yaitu ±105°C, sehingga dapat merusak nutrisi yang terdapat pada jamur tiram putih. Beberapa kekurangan pada produk keripik yang telah ada dapat dilengkapi dengan pengembangan dan modifikasi desain proses pengolahan keripik, yaitu pembekuan sebelum proses penggorengan. Menurut Tressler (1968), pembekuan dilakukan untuk memperoleh produk dengan warna yang diinginkan dan mutu yang seragam serta dapat mempersingkat waktu pengolahan. Selain itu keripik yang dihasilkan memiliki tekstur dan kerenyahan yang lebih baik. Selera konsumen yang beragam mengharuskan adanya pengembangan varian rasa keripik tanpa menghilangkan rasa khas jamur tiram putih itu sendiri. Keripik yang dihasilkan juga bersifat aman dikonsumsi karena tidak adanya
penambahan zat aditif seperti bahan pengawet, bahan perenyah, dan pewarna. Dengan demikian keripik ini akan memiliki mutu yang lebih baik, sehingga semakin menarik konsumen untuk mengkonsumsi produk ini. Pengolahan jamur tiram putih menjadi keripik melibatkan proses penggorengan. Metode penggorengan biasa menghasilkan keripik yang tidak renyah dan memiliki tekstur yang tidak menarik akibat kandungan air jamur tiram putih yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan metode penggorengan yang tepat yaitu menggunakan penggorengan hampa (vacuum frying).
Menurut
Sofyan (2004), pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat diturunkan sebesar 70-85°C karena penurunan titik didih air, sehingga memungkinkan mengolah komoditas peka panas seperti buah dan sayuran menjadi hasil olahan berupa keripik (chip). Suhu penggorengan yang rendah dapat meminimalisasi kerusakan baik rasa, warna, aroma, dan nutrisi pada produk.
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kondisi proses pengolahan keripik jamur tiram putih rasa asin dan manis dengan atau tanpa pembekuan sebelum proses penggorengan, mengetahui karakteristik, dan mengetahui respon panelis terhadap keripik jamur tiram putih yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus. Jamur tiram putih hidup sebagai saprofit di pohon inangnya. Jamur ini banyak tumbuh secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, menempel pada kayu atau dahan kering. mudah dijumpai di kayu-kayu lunak, seperti karet, damar, kapuk, atau di bawah limbah biji kopi. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik di ketinggian hingga 600 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kisaran suhu 15-30°C dan kelembaban 80-90%. Pertumbuhan jamur tiram putih tidak membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi dan berkembang baik pada media tanam yang asam, yakni pada pH 5,5-7. Jamur ini tumbuh terutama pada waktu musim hujan (Anonim, 2002). Menurut Anonim (2002), jamur tiram putih memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut : Kerajaan
: Fungi
Filum
: Basidiomycota
Kelas
: Homobasidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Familia
: Tricholomataceae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: ostreatus Tubuh buah jamur tiram terdiri dari tudung dan tangkai. Tudung
mempunyai diameter 4-15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong; permukaan licin, agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, cokelat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa); tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau bercuping. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak merangsang. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Tangkai tidak ada atau jika ada biasanya pendek, kokoh dan tidak di
pusat atau di lateral (tetapi kadang-kadang di pusat), panjang 0,5-4,0 cm, gemuk, padat, kuat, kering, umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikit di dasar (Gunawan, 2001). Jamur tiram putih segar dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Jamur tiram putih segar
Tubuh mempunyai tudung yang berubah dari hitam, abu-abu, cokelat hingga putih dengan permukaan yang hampir licin dengan diameter 5-20 cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Spora berbentuk batang berukuran 8-11 x 3-4 m. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat (Anonim, 2007). Jamur tiram putih diduga memiliki pigmen antoxantin. Menurut Winarno (1992), pigmen antoxantin berwarna kuning dan larut dalam air. Jamur tiram mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi dan jantung serta untuk mengurangi berat badan dan diabetes. Kandungan asam folatnya (vitamin B-komplek) tinggi sehingga dapat menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor. Selain itu jamur tiram digunakan pula untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan kekurangan zat besi. Untuk terapi pengobatan sebaiknya tidak digoreng karena bisa menurunkan kadar vitaminnya dan zat-zat yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit (Pasaribu et al., 2002). Karakteristik jamur tiram putih segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Jamur Tiram Putih Karakteristik Kadar air (%) Protein kasar (% bk) Lemak (% bk) Karbohidrat (% bk) Serat (% bk) Abu (% bk) Energi
Jumlah 90,8 30,4 2,2 57,6 8,7 9,8 345 kkal per 100 gram bahan Sumber : Chang dan Hayes (1978) Kandungan air pada jamur tiram segar sekitar 85-95%. Kandungan air ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban selama penyimpanan (Bano dan Rajarathnam, 1982). Kandungan lemak jamur tiram antara 1,08-9,4% bobot kering. Lemaknya terdiri dari asam lemak bebas, monogliserida, digliserida, trigliserida, sterol, sterol ester dan fosfolipid. Asam lemak utama adalah asam oleat (79,4%), asam palmitat (14,3%), asam linoleat (6,3%). Lemak netral utama pada jamur tiram adalah trigliserida yaitu sekitar 29% (Bano dan Rajarathnam, 1982). Karbohidrat merupakan unsur utama pada Pleurotus yaitu berkisar antara 46,6-81,8% dan mengandung serat kasar 7,5-27,6%. Komposisi karbohidrat yaitu 4,22% karbohidrat terlarut, 1,66% pentosan, 32,23% heksosan. Jamur tiram tidak mempunyai pati. Karbohidrat disimpan dalam bentuk kitin dan glikogen. Kitin merupakan unsur utama serat jamur (Crisan dan Sand, 1978). Protein jamur yang dapat dicerna sekitar 34-89% dengan daya cerna protein sekitar 60-70%. Oleh karena itu sebagai pendekatan perhitungan kadar protein dilakukan koreksi dengan menggunakan faktor koreksi 70% N x 6,25 atau N x 4,38 (Gray, 1978). Menurut FAO (1972) di dalam Crisan dan Sand (1978), vitamin yang terdapat dalam jamur tiram per 100 gramnya meliputi tiamin (4,8 mg), niasin (108,7 mg), asam askorbat (90-144 mg), vitamin B12 (1,4 mg). Sedangkan mineral yang terdapat pada setiap 100 gram jamur tiram adalah kalsium (33 mg), fosfor (1348 mg), besi (15,2 mg), natrium (837 mg) dan kalium (3793 mg). Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong menjadi bagian per bagian tudung, namun hanya perlu dibersihkan kotoran yang menempel di bagian
akarnya saja, sehingga daya tahan simpan jamur akan lebih lama. Jamur segar hanya bisa tahan 24 jam jika dibiarkan dalam suhu kamar. Namun jika dimasukkan ke dalam lemari es dapat tahan sampai satu minggu (Pasaribu et al., 2002). Seperti buah dan sayuran lainnya, jamur tiram putih merupakan bahan pangan mudah rusak. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh mikroorganisme, reaksi biokimia (pencoklatan enzimatis) dan kimia (pencoklatan nonenzimatis) serta kerusakan fisik (Cho et al., 1982).
B. Garam dan Gula Bahan-bahan yang mengandung nilai gizi seperti garam, gula, dan pati dianggap sebagai bahan tambahan makanan sebab masing-masing digunakan, dikenal atau biasa dijual sebagai bahan makanan. Jadi bahan-bahan tersebut digolongkan ke dalam GRAS (General Recognize As Safe) (Winarno dan Sulistyowati, 1994). Kelompok GRAS ini merupakan kelompok bahan tambahan makanan yang dinyatakan aman dalam penggunaannya. Menurut Igoe dan Hui (1996), garam adalah seasoning dan pengawet yang komposisi kimianya terdiri dari natrium klorida, sekitar 40% natrium dan 60% klorida. Secara umum, garam NaCl kristalnya tidak berwarna dan berbentuk kubus. Penggaraman adalah suatu cara yang telah biasa dilakukan dalam mengawetkan sayuran sejak zaman dahulu sampai sekarang. Tipe penggaraman yaitu penggaraman kering dengan atau tanpa fermentasi, penggaraman dalam larutan garam pekat dengan atau tanpa fermentasi dan penggaraman dalam larutan garam konsentrasi rendah dengan atau tanpa fermentasi (Picklenet, 2001). Penggaraman adalah metode untuk mengawetkan ikan, daging, sayuran, dan buah seperti asam jawa, mangga muda, lemon, beri, cabai hijau, dan sebagainya. Konsentrasi garam yang tinggi mencegah air pada bahan dapat menjadi sarana pertumbuhan bakteri. Hal ini dikarenakan konsentrasi garam pada air bahan lebih tinggi dari yang terdapat pada sel bakteri sehingga membran sel bakteri tidak dapat menyerap air dan bahkan kehilangan air dalam selnya (Ismail, 2004). Menurut Buckle et al., garam yang ditambahkan berpengaruh pada
jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora paling mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun (6%). Beberapa macam sayuran mentah akan memerlukan penggaraman untuk mengekstrak kelebihan kandungan air. Cara penggaraman yang umum digunakan ada 2 macam, yaitu metode penggaraman kering (dry-salting) dan penggaraman basah (wet-salting). Pada penggaraman kering, sayuran ditempatkan pada wadah non-metalik, kemudian ditaburi garam secara merata dan dibiarkan dalam selang waktu tertentu serta diaduk sekali-sekali. Pada penggaraman basah, sayuran direndam dalam larutan garam dan dibiarkan dalam selang waktu tertentu. Setelah penggaraman, sayuran dibilas beberapa kali untuk membuang seluruh garam dan dikeringkan atau ditiriskan dengan menggunakan kertas tisu (Picklenet, 2001). Penggaraman
atau
perendaman
sebelum
dimasak
mengurangi
kecenderungan absorpsi (penyerapan) alaminya terhadap minyak, menghilangkan sebagian rasa pahit dan membuat struktur daging terong menjadi lebih kompak (Trujillo, 2003). Ada 2 alasan untuk melakukan penggaraman, yaitu (1) penggaraman dapat menghilangkan sebagian rasa pahit dan (2) garam dapat mencegah bahan menyerap terlalu banyak minyak dalam proses pemasakan. Penggaraman dapat mempertahankan
bentuk dalam beberapa tipe seperti penggorengan atau
pemanggangan (Topel, 2003). Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit, atau tebu (Buckle et al., 1985). Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air, serta mempunyai sifat aktif optis yang dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula. Gula yang banyak diperdagangkan sebagai bahan makanan adalah gula sukrosa (sacharose) yang berbentuk kristal atau seperti pasir putih dan jernih (Goutara dan Wijandi, 1985). Gula banyak digunakan dalam pengawetan buah-buahan dan sayuran juga sebagai bumbu
untuk produk-produk daging bahan pemanis, bahan pengawet, bahan baku alkohol dan lain-lain tergantung karakteristik masing-masing gula (Buckle et al., 1985). Menurut Sharma et al. (2000), gula merupakan penghambat yang efektif terhadap polifenol oksidase, mencegah hilangnya flavor yang mudah menguap, sifatnya yang impermeabel terhadap sebagian besar membran sel dan daya difusinya jauh lebih rendah daripada air, sehingga menyebabkan sedikit kandungan zat padat dalam jaringan. Potter dan Hotchkiss (1995) menambahkan beberapa sifat lain dari gula tebu (sukrosa), yaitu: (a) dalam air membentuk sirup; (b) jika air diuapkan dari larutan gula akan terbentuk kristal; (c) dapat difermentasi; (d) dapat berfungsi sebagai pengawet; (e) memberikan warna gula/karamelisasi dalam pemanasan; dan (f) memberikan reaksi pencokelatan dengan protein. Penggunaan sirup gula sudah dikenal sejak lama sebagai metode untuk meminimalisasi oksidasi.
C. Pembekuan Proses pembekuan mengakibatkan air di dalam bahan berubah wujud dari cair menjadi padat berupa kristal-kristal es. Es merupakan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul H2O (HOH) yang tersusun sedemikian rupa sehingga satu atom H terletak di satu sisi antara sepasang atom oksigen molekul-molekul air, membentuk suatu heksagon simetrik. Ruangan-ruangan dalam kristal es membentuk saluran-saluran dalam jumlah yang sangat besar. Karena itulah es mempunyai volume 11 kali lebih besar dari bentuk cairannya. Volume es yang meningkat ini akan menembus membran dan merusak jaringan sel. (Winarno, 1992). Pada saat pembekuan terjadi penurunan suhu pada bahan dan terjadi pelepasan panas. Hal ini mengakibatkan pergerakan molekul-molekul air menjadi lambat dan volumenya mengecil. Bila suhu diturunkan sampai 4°C, suatu pola baru ikatan hidrogen terbentuk. Volume air sebaliknya mengembang ketika suhu diturunkan lagi dari 4°C sampai 0°C. Ketika panas kembali dilepas setelah air mencapai 0°C, terbentuklah kristal es dan volume mendadak mengembang (Winarno, 1992).
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti tergantung pada kisaran suhu air dan komposisi selnya. Kurva suhu-waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plateau) antara 0°C sampai -5°C berkaitan dengan perubahan air menjadi es, kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Waktu yang dibutuhkan untuk melewati kisaran suhu pembekuan berpengaruh nyata pada mutu beberapa makanan beku. Tahapan ini mengakibatkan kerusakan sel yang irreversible sehingga mutu menjadi menurun setelah pencairan. Hal ini terjadi karena pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel ke bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel akibat adanya pengaruh tekanan osmotis (Buckle et al.). Kerusakan sel pada produk tertentu memang diinginkan terutama pada keripik untuk memperoleh produk yang lebih porous sehingga dihasilkan keripik yang lebih renyah.
D. Penggorengan Vakum (Vacuum Frying) Menurut Lawson (1995), proses penggorengan merupakan proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan dalam ketel penggorengan, sedangkan menurut Azkenazi, et al. (1984), penggorengan adalah proses pemasakan dan pengeringan melalui kontak dengan minyak panas dan melibatkan pindah panas secara simultan. Kehilangan senyawa-senyawa volatil dari bahan pangan menyebabkan rasa, warna, dan aroma dari bahan berubah dari kondisi aslinya. Suhu penggorengan yang tinggi dan waktu yang lama akan mengakibatkan penyerapan minyak yang lebih banyak dan kehilangan vitamin dalam jumlah yang cukup besar. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan produk mentah di bagian dalam, tetapi bagian luarnya mungkin sudah hangus (Weiss, 1983). Di samping itu suhu yang tinggi mengakibatkan perubahan warna gula yang dikandung bahan menjadi lebih gelap dan kerusakan pada struktur bahan. Faktor-faktor demikian menyebabkan umumnya produk sistem penggorengan tradisional (terbuka) memiliki tingkat kesehatan dan mutu yang lebih rendah. Kriteria produk yang berkualitas antara lain memiliki warna alami, aroma dan tekstur yang baik tanpa penambahan zat aditif seperti pewarna dan perenyah. Produk hasil gorengan diusahakan memiliki kandungan minyak goreng yang
rendah, dan kerusakan minimal atas kandungan bahan alami seperti zat-zat nutrisi, serat dan vitamin. Pada tahap akhir proses penggorengan menggunakan sistem vakum, lapisan uap air permukaan bahan dilepaskan sehingga peranannya sebagai lapisan pelindung akan hilang. Akibat selanjutnya, minyak akan masuk dan mengisi rongga-rongga dalam jaringan yang telah mengering (Block, 1964). Mesin penggorengan vakum yang sering digunakan antara lain adalah water jet. Menurut Lastryanto (1997) penggorengan hampa dilakukan dalam ruangan tertutup dengan kondisi tekanan rendah, dimana kondisi yang baik untuk menggoreng buah secara vakum adalah suhu 90oC, tekanan 700 mmHg dan waktu penggorengan 1 jam. Desain fungsional mesin penggorengan hampa ini terdiri dari : 1. Pompa vakum : berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah serta untuk menghisap uap air bahan. Bagian ini merupakan komponen penting dari sistem penggoreng hampa, di mana pompa vakum sistem water jet memiliki kelebihan yaitu tidak menggunakan oli, seal, bantalan, dan poros sehingga biaya operasinya rendah. Mekanisme penghisapan menggunakan fluida pendorong yang pada umumnya air, uap air, dan gas bertekanan tinggi yang dilewatkan ke dalam nozel. Energi tekan oleh nozel diubah menjadi energi gerak, tingginya kecepatan akan menghasilkan hisapan di ujung nozel tempat memancarnya fluida. 2. Ruang penggoreng : berfungsi sebagai tempat bahan yang digoreng. Di dalamnya berisi minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan mekanisme angkat celup (lifting and dipping mechanism). 3. Kondensor : berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan. Sistem pendingin ini dikelilingi oleh tabung-tabung kecil berisi freon yang berasal dari sistem pendingin udara (AC). 4. Unit pemanas : merupakan sumber panas yang dapat berasal dari LPG sebagai bahan bakarnya. 5. Unit pengendali operasi : berfungsi untuk mengendalikan kondisi proses penggorengan selama operasi sehingga berlangsung seperti yang dkehendaki. Unit ini keberadaannya sangat penting karena suhu proses dilakukan pada suhu di bawah suhu media pemanas.
Suparlan
et
al.
(1998),
mengemukakan
proses
pengoperasian
penggorengan vakum yaitu sebagai berikut : (1) Unit pengendali operasi dinyalakan, (2) Suhu penggorengan diatur sesuai dengan yang diinginkan, (3) Kompor penangas sebagai sumber panas dinyalakan, (4) Bahan yang siap digoreng dimasukkan ke dalam keranjang yang terdapat di dalam ruang penggorengan, kemudian tabung penggorengan ditutup rapat dan divakumkan sampai mencapai tekanan vakum, (5) Lama proses penggorengan disesuaikan dengan bahan yang digoreng, (6) Kompor pemanas dan pompa vakum dimatikan setelah proses penggorengan selesai, (7) Keranjang yang berisi bahan yang telah digoreng diangkat dan dibiarkan sejenak untuk penirisan minyak, dan (8) Unit pengendali
operasi
dimatikan.
Gambar 2
menunjukkan rangkaian alat
penggorengan vakum (vacuum frying).
Keterangan : 1. Pompa vakum water jet 2. Tabung penggoreng 3. Kondensor 4. Unit pemanas 5. Unit pengendali operasi 6. Bagian pengaduk penggorengan 7. Mesin pengering (spinner), berfungsi untuk meniriskan kripik. Gambar 2. Rangkaian alat penggorengan vakum (Vacuum Frying) Sumber : IP2TP, 2000 Proses penggorengan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun oleh empat komponen, yaitu (a) sistem mekanis, yang menggerakkan produk masuk melewati dan keluar dari ketel penggorengan, (b) sistem lemak/minyak
yang berperan sebagai medium pemanas dan unsur ingredient produk akhir, (c) sistem termal yang berfungsi sebagai alat pemindah panas ke minyak goreng, dan (d) sistem pengontrol suhu penggorengan (Lawson, 1995). Proses penggorengan dapat dibedakan menjadi 3 metode, yaitu : griddling, pan frying, dan deep fat frying. Metode griddling dan pan frying banyak digunakan dalam pengolahan di rumah tangga. Griddling adalah proses penggorengan dengan menggunakan griddle (alat penggorengan dengan permukaan datar). Pan frying adalah metode penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak goreng (minyak yang digunakan sedikit lebih banyak dibandingkan pada metode griddling) dan pada umumnya digunakan untuk menggoreng ayam atau ikan (Lawson, 1995). Proses penggorengan yang dilakukan dalam industri makanan umumnya menggunakan metode deep fat frying, yaitu proses pengggorengan dengan menggunakan pindah panas yang langsung dari minyak yang panas ke bahan yang dingin (Lawson, 1995). Metode ini sangat penting karena prosesnya sangat cepat, mudah dan produk memiliki tekstur dan aroma yang lebih disukai. Proses ini menggunakan minyak dalam jumlah yang banyak karena bahan yang digoreng harus terendam seluruhnya dalam minyak. Kesetimbangan massa dan panas pada proses penggorengan dengan metode deep fat frying dapat dilihat pada Gambar 3. Uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil samping lemak Uap air
Bahan mentah
Ketel penggorengan
Minyak/ lemak
Panas
Hasil gorengan
Remah
Gambar 3. Proses penggorengan deep fat frying (Robertson, 1967)
Dalam prosesnya, bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel yang berisi minyak segera menerima panas dan air dari bahan akan menguap. Hal ini ditandai
dengan
timbulnya
gelembung-gelembung
gas
dalam
medium
penggorengan yang berasal dari air yang diuapkan dari dalam bahan selama penggorengan. Selama proses penggorengan, produk menyerap minyak dalam persentase yang cukup besar. Penyerapan minyak ini tergantung bahan yang digoreng (Lawson, 1995). Akibat proses penggorengan, terjadi perubahan-perubahan fisik yang bersifat spesifik yaitu : (1) kenaikan suhu produk, (2) evaporasi air, (3) kenaikan suhu permukaan hingga terjadi browning dan terbentuknya renyahan,
(4)
perubahan dimensional produk yang digoreng, (5) perpindahan minyak dari sistem ke produk gorengan, dan (6) perubahan densitas produk gorengan yang menyebabkan produk timbul tenggelam selama proses berjalan (Block, 1964). Pada penggorengan keripik buah, berbagai kondisi proses penggorengan hampa telah digunakan. Paramitha (1999) menggunakan suhu 95oC dan waktu penggorengan 40 menit untuk memproduksi keripik buah sawo, Fitriani (1999) menggunakan suhu
90oC selama 50 menit untuk memproduksi keripik buah
jambu biji, Surya (1999) menggunakan suhu 90oC selama 50 menit untuk memproduksi keripik buah salak, dan Rahmadianto (2000) menggunakan suhu 90oC selama 30 menit untuk memproduksi keripik buah cempedak. Semua pangan hasil penggorengan mempunyai strukur dasar yang sama, yaitu terdiri dari bagian yang mengandung air atau inner zone (core), bagian hasil dehidrasi atau outer zone (crust) dan bagian paling luar atau outer zone surface. Outer zone surface adalah bagian paling luar dari pangan gorengan yang umumnya berwarna coklat kekuning-kuningan. Warna coklat merupakan hasil dari reaksi pencokelatan non enzimatis. Pada pangan tipis seperti keripik, hampir tidak terdapat bagian core atau bagian yang mengandung air (Robertson, 1967). Keripik merupakan produk hasil gorengan yang banyak menyerap minyak (Azkenazi et al., 1984). Faktor-fakor yang mempengaruhi jumlah minyak yang diserap kentang yang dibuat secara konvensional antara lain adalah (1) ketebalan irisan, (2) suhu minyak goreng, (3) lama penggorengan, (4) jenis minyak, (5) pengeringan, dan (6) sifat fisik permukaan irisan (Matz, 1984).
III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih, minyak goreng kelapa sawit, garam dapur, gula pasir, dan air. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah H2SO4 0,325 N, KOH 0,1 N, heksan, NaOH 1,25 N, CuSO4, Na2SO4, H2SO4 pekat, NaOH 0,02 N, indikator mengsel, aquades, dan alkohol netral 95%. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan keripik jamur tiram putih adalah penggorengan hampa (vacuum frying), sentrifuge, pisau, plastik, wadah plastik, freezer, sealer, dan timbangan. Peralatan untuk analisa antara lain oven pengering, tanur, otoklaf, neraca analitik, cawan aluminium, cawan porselen, labu Erlenmeyer, kertas saring, labu lemak, kondensor, Soxhlet, peralatan gelas, desikator, labu Kjeldahl, penangas air, buret, dan perlengkapan uji organoleptik.
B. Metode Penelitian 1. Karakterisasi Jamur Tiram Putih Segar Pada tahap ini dilakukan karakterisasi untuk mengetahui kandungan nilai gizi dari jamur tiram putih segar. Karakterisasi ini merupakan panduan awal dari analisa yang akan dilakukan terhadap keripik jamur tiram yang dihasilkan. Karakterisasi jamur tiram putih segar bertujuan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada jamur tiram setelah proses penggorengan. Parameter yang diuji terdiri dari kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, kadar protein, dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Penentuan Konsentrasi Larutan Garam dan Gula Pada penelitian ini akan dihasilkan keripik dengan dua varian, yaitu asin dan manis. Oleh karena itu jamur tiram putih direndam dalam larutan garam atau gula. Penentuan konsentrasi larutan garam dan larutan gula dilakukan secara trial and error. Konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 1, 2, 4, dan 6%. Konsentrasi larutan gula yang digunakan adalah 4, 5, 10, 15, dan 20%. Penentuan konsentrasi masing-masing larutan terbaik
berdasarkan pada uji organoleptik rasa. Diagram alir penentuan konsentrasi larutan garam dan gula dapat dilihat pada Gambar 4.
Jamur tiram putih
Penyortiran
Pengecilan ukuran
Perendaman (±5 menit)
Minyak goreng
Larutan garam 1, 2, 4, 6% Larutan gula 4, 5, 10, 15, 20%
Penggorengan
Penirisan
Keripik jamur tiram putih
Gambar 4. Diagram alir penentuan konsentrasi larutan garam dan gula
3. Penentuan Waktu Penggorengan Pada tahap ini dilakukan penentuan waktu penggorengan secara trial and error dengan mengambil beberapa sampel yang dapat mewakili semua perlakuan. Sampel tersebut antara lain jamur yang direndam dalam larutan garam 1% dengan atau tanpa proses pembekuan sebelum penggorengan dan jamur yang direndam dalam larutan gula 3% dengan atau tanpa proses pembekuan sebelum penggorengan. Waktu terbaik yang diperoleh digunakan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan pada pengamatan visual produk yang dihasilkan. Waktu penggorengan yang diujikan adalah 35, 37, 40 menit. Selain
itu dilakukan juga uji coba dengan dua kali penggorengan dalam selang waktu 24 jam. Penggorengan kedua dilakukan selama 5 menit dan 10 menit. 4. Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih Aliran proses dimulai dari jamur tiram putih segar disortir, dipotong sesuai dengan ukuran yang dinginkan kemudian dilakukan perendaman. Perlakuan perendaman terdiri atas perendaman dalam larutan garam atau gula dengan atau tanpa proses pembekuan sebelum penggorengan. Konsentrasi larutan yang digunakan merupakan pengembangan dari hasil terbaik pada tahap 2. Jamur kemudian digoreng menggunakan vacuum frying dengan waktu penggorengan sesuai dengan hasil terbaik yang diperoleh pada tahap 3. Hasil penggorengan ditiriskan untuk mengurangi sisa minyak pada produk menggunakan sentrifuge. Keripik jamur tiram putih yang dihasilkan dikarakterisasi untuk mengetahui nilai rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar abu, kadar protein, FFA (Free Fatty Acid), dan kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan kerenyahan. Hasil dari karakterisasi dan uji hedonik tersebut dijadikan acuan untuk memperoleh perlakuan yang terbaik.
C. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dua kali ulangan dengan 2 faktor yaitu konsentrasi larutan perendaman (faktor A) dan pembekuan (faktor B). Model rancangan percobaan desain proses pengolahan keripik jamur tiram rasa asin dan manis adalah sebagai berikut : Yijk =µ +Ai + Bj + (AB)ij +
ijk
Keterangan : Yijk = nilai pengamatan µ = rata-rata sebenarnya Ai = pengaruh faktor konsentrasi larutan garam atau gula pada taraf ke-i (i=1,2,3) Bi = pengaruh faktor pembekuan pada taraf ke-j (j=1,2) (AB)ij = pengaruh interaksi faktor konsentrasi larutan garam atau gula taraf ke-i dengan faktor pembekuan taraf ke-j = error ijk
Data diolah dengan menganalisa sidik ragam untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan. Analisa sidik ragam dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan
untuk
perlakuan
yang
(F hitung > F tabel) (Sudjana, 1975).
menunjukkan
perbedaan
nyata
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Karakteristik Jamur Tiram Putih Segar Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa komponen terbesar penyusun jamur tiram putih adalah air, yaitu sebesar
90,92%. Hal ini
menyebabkan jamur tiram putih mudah terserang mikroorganisme pembusuk seperti Lactobacillus dan Bacillus yang pada umumnya menyerang sayursayuran (Buckle et al., 1988). Kadar air yang tinggi juga dapat mempengaruhi mutu produk keripik yang akan dihasilkan. Oleh karena itu kadar air pada produk harus seminimal mungkin agar produk yang dihasilkan renyah dan tidak cepat tengik. Hasil analisa proksimat jamur tiram putih segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Jamur Tiram Putih Segar Karakteristik (% bb) Kadar air 90,92 Kadar lemak 0,09 Kadar protein 2,71 Kadar abu 0,99 Kadar serat kasar 1,11 Karbohidrat (by difference) 4,18
(% bk) 90,92 1,03 29,89 10,85 13,26 46,04
Komponen kedua terbesar pada jamur tiram putih adalah karbohidrat, yaitu 46,04%. Jamur tiram putih merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein tinggi (29,89%) sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein nabati. Kandungan serat jamur tiram putih mencapai 13,26%. Serat jamur tiram putih sangat baik untuk pencernaan dan cocok untuk para pelaku diet. Jamur tiram putih mengandung mineral yang cukup tinggi, yang ditunjukkan dengan nilai kadar abu sebesar 10,85%. Kadar lemak pada jamur tiram putih sangat rendah yaitu 1,03%. B. Konsentrasi Larutan Garam dan Gula Rentangan konsentrasi larutan garam dan gula ditentukan dengan metode trial and error. Hasil penggorengan vakum jamur tiram putih dengan berbagai konsentrasi larutan garam dan gula diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Penentuan Konsentrasi Larutan Garam dan Gula (Trial and Error) Jenis Larutan dan Konsentrasinya Konsentrasi larutan garam 1%
Konsentrasi larutan garam 2%
Konsentrasi larutan garam 4%
Konsentrasi larutan garam 6%
Konsentrasi larutan gula 4%
Konsentrasi larutan gula 5%
Konsentrasi larutan gula 10%
Konsentrasi larutan gula 15%
Konsentrasi larutan gula 20%
Deskripsi Produk yang Dihasilkan Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Agak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Cukup asin Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Agak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Asin Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Tidak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Terlalu asin Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Tidak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Sangat asin Warna : Kuning agak kecokelatan Kerenyahan : Renyah Bentuk : Agak keriput Rasa : Cukup manis Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : agak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Manis Warna : Kuning gelap Kerenyahan : Kurang renyah Bentuk : Agak keriput Rasa : Manis Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Tidak renyah Bentuk : Keriput Rasa : Terlalu manis Warna : Kuning kecokelatan Kerenyahan : Tidak Renyah Bentuk : Sangat keriput Rasa : Sangat manis
Hasil analisa subyektif melalui organoleptik rasa menunjukkan bahwa jamur tiram putih yang direndam dalam larutan garam dan gula dengan konsentrasi masing-masing 1% dan 5% sudah baik dan dapat diterima baik dari segi warna, kerenyahan, bentuk, dan rasa. Proses pengolahan selanjutnya menggunakan rentangan konsentrasi hasil trial and error yang dikembangkan menjadi 0,5%, 1%, dan 1,5% untuk larutan garam dan 3%, 5%, dan 7% untuk larutan gula.
C. Waktu Penggorengan Waktu penggorengan keripik jamur tiram putih juga ditentukan dengan metode trial and error. Waktu yang dipilih berdasarkan hasil analisa subyektif melalui pengamatan visual terhadap produk yang dihasilkan. Hasil trial and error penentuan waktu penggorengan jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Penentuan Waktu Penggorengan (Trial and Error) Perlakuan
Perendaman dalam larutan garam 1%, tanpa pembekuan* Perendaman dalam larutan garam 1%, tanpa pembekuan** Perendaman dalam larutan garam 1%, dengan pembekuan* Perendaman dalam larutan garam 1%, dengan pembekuan** Perendaman dalam larutan gula 3%, tanpa pembekuan* Perendaman dalam larutan gula 3%, tanpa pembekuan** Perendaman dalam larutan gula 3%, tanpa pembekuan* Perendaman dalam larutan gula 3%, tanpa pembekuan** Perendaman dalam larutan gula 3%, dengan pembekuan * Perendaman dalam larutan gula 3%, dengan pembekuan* Perendaman dalam larutan gula 3%, dengan pembekuan * Perendaman dalam larutan gula 3%, dengan pembekuan**
Lama Penggorengan (Menit) 35
5
Deskripsi
Warna cokelat kekuningan, ada yang masih mentah, kurang renyah, keras, dan keriput Warna kuning kecokelatan, renyah
35
Warna cokelat kekuningan, keriput, kurang renyah
5
Warna kuning kecokelatan, renyah
30
Warna kuning agak kecokelatan, kurang renyah Warna kuning kecokelatan, kurang renyah Warna kuning kecokelatan, masih ada yang kurang renyah Warna kecokelatan, renyah, gurih
10 35 5 37 40 35
5
Warna kecokelatan, kering, renyah Warna kuning kecokelatan, kurang baik, terlalu kering, renyah Warna kuning agak kecokelatan, kurang baik, masih banyak yang kurang renyah Warna kecokelatan, renyah, gurih
Keterangan : *) : Penggorengan pertama, suhu 88°C, tekanan 700 mmHg **) : Penggorengan kedua, suhu 88°C, tekanan 700 mmHg
Hasil trial and error menunjukkan bahwa penggorengan yang baik untuk jamur tiram putih adalah menggunakan vacuum frying dengan suhu 88°C dan tekanan 700 mmHg. Penggorengan dilakukan dua kali dalam selang waktu 24 jam.
Penggorengan
pertama
dilakukan
selama
35
menit
sedangkan
penggorengan kedua selama 5 menit. Hasil trial and error juga menunjukkan bahwa keripik yang mengalami penggorengan dua kali lebih baik dari segi penampakan dan kerenyahannya. D. Proses Pengolahan Keripik Jamur Tiram Putih Jamur tiram mempunyai bagian-bagian tubuh yang berbeda, diantaranya tangkai dan daun. Struktur yang berbeda tersebut menghasilkan produk gorengan yang berbeda pula. Pemakaian tangkai jamur tiram yang terlalu panjang menghasilkan keripik yang lebih keras pada bagian batang dibanding bagian daunnya. Oleh karena itu trimming dilakukan dengan membuang sebagian besar batang dan menyisakan sebagian lainnya yang tidak terlalu keras. Untuk mengusahakan keseragaman karakteristik keripik yang dihasilkan maka bahan yang akan digoreng dipilih yang berukuran sedang. Jika terdapat jamur yang terlalu besar, jamur dipotong sehingga mendekati ukuran yang diinginkan, sedangkan jamur yang baru tumbuh dan masih berukuran kecil tidak digunakan. Tahapan selanjutnya yaitu perendaman dalam larutan garam untuk memperoleh keripik dengan rasa asin dan perendaman dalam larutan gula untuk menghasilkan keripik dengan rasa manis. Lama perendaman dilakukan selama ±5 menit. Perendaman dalam larutan garam dan gula menerapkan prinsip dehidrasi osmosis, yaitu air yang terkandung dalam jamur tiram putih dihilangkan atau dipindahkan dan diganti dengan dengan garam dan gula yang masuk ke dalam jamur tiram putih dalam bentuk larutan. Tekanan osmosis garam dan gula yang tinggi akan menarik air keluar dari bahan dan secara bersamaan akan terjadi difusi larutan garam dan gula ke dalam dinding sel bahan. Pemilihan larutan garam dan gula sebagai larutan osmosis dikarenakan garam dan gula adalah bahan osmosis yang baik karena efektifitasnya, aman, dapat mengisi porositas pada keripik, dan rasa yang diinginkan untuk keripik ini adalah asin dan manis.
Selanjutnya jamur tiram putih akan mengalami dua perlakuan yaitu dengan atau tanpa pembekuan sebelum penggorengan. Proses pembekuan dapat membekukan air yang terkandung dalam bahan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh produk dengan tekstur yang lebih baik. Selain itu proses pembekuan juga dapat mempercepat
proses penggorengan. Selama proses
pembekuan, suhu bahan pangan turun di bawah titik bekunya dan sebagian air berubah bentuk dari cair ke padat membentuk kristal es. Jamur segar yang telah direndam dibekukan selama 3x24 jam. Penggorengan dilakukan secara deep fat frying. Proses penggorengan dimulai pada saat vacuum frying bersuhu 88°C dan berada dalam keadaan vakum (hampa udara) dengan tekanan ±700 mmHg. Selama proses penggorengan akan terjadi proses penguapan air dari permukaan bahan, ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung pada permukaan bahan. Pompa vakum akan menarik uap air panas yang berasal dari ruang penggorengan. Uap air ini tidak boleh masuk ke dalam pompa, sehingga untuk melindungi pompa, uap air ini akan didinginkan oleh kondensor hingga menjadi air. Proses
penggorengan
dalam
keadaan
vakum
bertujuan
untuk
mempertahankan warna asal bahan, mengurangi energi yang dibutuhkan untuk pemanasan, mempercepat proses penggorengan dan menurunkan titik didih minyak sehingga minyak tidak mudah rusak. Penggorengan bahan berakhir pada saat tidak ada lagi gelembung-gelembung yang keluar dari permukaan bahan. Keripik jamur tiram putih digoreng dua kali dalam selang waktu 24 jam pada suhu 88oC. Penggorengan pertama dilakukan selama 35 menit kemudian keripik ditiriskan dan disimpan di dalam plastik. Setelah 24 jam, keripik digoreng kembali selama 5 menit. Hal ini bertujuan mendapatkan keripik yang renyah dan tidak mudah alot. Keripik yang telah digoreng kemudian ditiriskan dengan tujuan untuk menghilangkan sisa minyak hasil penggorengan. Penghilangan minyak ini menggunakan sentrifuge. Proses penghilangan minyak dilakukan untuk mencegah terjadinya ketengikan dan memperpanjang umur simpan produk. Diagram alir proses pembuatan keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Lampiran 2. Keripik jamur tiram putih yang dihasilkan dengan perlakuan
perendaman dalam berbagai konsentrasi garam dan gula serta perlakuan pembekuan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
A1B1
A2B1
A3B1
A1B2 Keterangan : A : Konsentrasi larutan garam 1 : 0,5% 2 : 1% 3 : 1,5%
A2B2
A3B2
B : Perlakuan pembekuan 1 : Dengan pembekuan 2 : Tanpa pembekuan
Gambar 5. Keripik jamur tiram putih dengan rasa asin
A1B1
A1B2 Keterangan : A : Konsentrasi larutan gula 1 : 3% 2 : 5% 3 : 7%
A2B1
A3B1
A2B2
A3B2
B : Perlakuan pembekuan 1 : Dengan pembekuan 2 : Tanpa pembekuan
Gambar 6. Keripik jamur tiram putih dengan rasa manis
Produk yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi, meliputi nilai rendemen, komposisi kimia, dan pengujian organoleptik. Rekapitulasi data hasil analisa rendemen dan komposisi kimia keripik jamur tiram putih dengan rasa asin dapat dilihat pada Lampiran 3 dan rasa manis dapat dilihat pada Lampiran 5. E. Karakteristik Keripik Jamur Tiram Putih Parameter yang diuji pada keripik jamur tiram putih meliputi rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar abu, kadar protein, nilai FFA (Fatty Fat Acid), dan uji hedonik terhadap warna, rasa, aroma, dan kerenyahan. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap produk yang dihasilkan. Hasil karakterisasi akan digunakan untuk mengetahui perlakuan terbaik pada keripik jamur tiram putih. 1. Rendemen Nilai rendemen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan karena berhubungan dengan nilai ekonomis produk yang akan dipasarkan. Suatu produk olahan pangan dari bahan hasil pertanian yang diolah dengan proses yang melibatkan penguapan air dan senyawa-senyawa yang bersifat volatil dalam bahan pangan pasti mengalami penyusutan dari bobot awal bahan segarnya. Penghitungan rendemen pada suatu proses pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efisiensi proses pembuatan produk dari bahan segarnya. Nilai rendemen yang terlalu rendah menyebabkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga jual pun akan semakin tinggi untuk menghasilkan keuntungan produksi. Pengukuran rendemen keripik jamur tiram putih dihitung dengan membandingkan bobot akhir keripik jamur tiram setelah selesai proses penggorengan dengan bobot awal jamur tiram. Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 4) pada keripik rasa asin, konsentrasi, perlakuan pembekuan, dan interaksi diantara keduanya tidak berpengaruh nyata pada nilai rendemen. Hal ini dapat dikarenakan range antara satu konsentrasi dan konsentrasi lainnya tidak terlalu besar sehingga tidak berpengaruh signifikan pada nilai rendemen.
Faktor konsentrasi dan perlakuan pembekuan berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen keripik rasa manis pada α=0,05, sedangkan interaksi antara faktor konsentrasi dan perlakuan pembekuan tidak berpengaruh nyata pada nilai rendemen keripik (Lampiran 6). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga taraf konsentrasi gula saling berbeda nyata satu sama lain. Hal ini dapat dikarenakan range konsentrasi gula yang digunakan cukup besar sehingga terdapat perbedaan yang signifikan pada ketiga konsentrasi tersebut. Pada faktor perlakuan pembekuan, terdapat perbedaan yang nyata antara keripik yang mengalami pembekuan dan keripik yang tidak mengalami pembekuan. Hal ini dikarenakan produk yang mengalami pembekuan lebih banyak kehilangan air pada saat proses penggorengan dibandingkan produk tanpa pembekuan. Keripik rasa manis mempunyai rendemen antara 19,48 sampai 25,48%. Rendemen tertinggi terdapat pada sampel dengan konsentrasi gula 7% tanpa pembekuan, sedangkan rendemen terendah terdapat pada sampel dengan konsentrasi gula 3% dengan pembekuan. Nilai rendemen rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Histogram nilai rendemen rata-rata keripik jamur tiram putih
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai rendemen cenderung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan gula. Larutan gula yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi porositas sehingga dapat memperbesar volume dan juga meningkatkan jumlah padatan. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi gula pada larutan perendaman,
semakin banyak pula padatan yang berpindah ke dalam jamur tiram sehingga rendemen akan semakin meningkat. Histogram di atas juga menunjukkan bahwa rendemen pada keripik jamur tiram rasa manis dengan pembekuan lebih rendah dibandingkan tanpa pembekuan. Pada proses pembekuan, kristal es yang terbentuk akan menimbulkan kerusakan pada jaringan karena adanya peningkatan volume dari air yang membeku. Kerusakan ini terutama terjadi pada buah dengan rongga-rongga udara interseluler yang besar seperti pada apel (Boyle et al.¸1977). Selama proses penggorengan, terjadi kembali perusakan jaringan sel karena adanya penguapan yang terjadi secara mendadak. Hal ini menyebabkan air yang terkandung di dalam bahan lebih cepat dan lebih banyak menguap dibandingkan pada produk tanpa pembekuan sehingga terbentuk rongga-rongga dan produk akan menjadi lebih porous (kadar air produk rendah). Rendemen produk yang rendah disebabkan kadar air jamur tiram mentah yang tinggi yaitu sekitar 90%. Menurut Hallstrom (1980), pindah massa dalam proses penggorengan ditandai dengan hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena menguapnya air dari bagian renyahan dan menurunnya kapasitas menahan air (water holding capacity) bahan pada saat kenaikan suhu. Laju pindah massa minyak yang menggantikan ruang-ruang kosong dari air tidak sebanding dengan penguapan air karena panas. Hal inilah yang menyebabkan nilai rendemen yang rendah.
2.
Kadar Air Nilai kadar air produk keripik merupakan parameter yang sangat penting karena berhubungan dengan kerenyahan produk yang dihasilkan dan ketahanan produk selama penyimpanan. Produk keripik pada umumnya harus mempunyai kadar air yang rendah sehingga kerenyahan produk semakin tinggi. Menurut Brooker et al. (1974), pengeringan merupakan proses penurunan kadar air sampai batas tertentu di mana dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia.
Berdasarkan analisa keragaman pada keripik jamur tiram putih asin (Lampiran 4), diperoleh bahwa faktor konsentrasi dan faktor perlakuan pembekuan berpengaruh nyata pada α=0,05. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga taraf konsentrasi saling berbeda nyata satu sama lain. Pada faktor perlakuan pembekuan, terdapat perbedaan yang nyata antara keripik yang mengalami pembekuan dan keripik yang tidak mengalami pembekuan. Kadar air keripik berkisar antara 1,73% sampai 2,39%. Kadar air terbesar terdapat pada sampel dengan konsentrasi 0,5% tanpa pembekuan dan kadar air terkecil terdapat pada sampel dengan konsentrasi
1,5% dengan
pembekuan. Faktor konsentrasi dan pembekuan berpengaruh nyata pada kadar air keripik jamur tiram manis (Lampiran 6). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga taraf konsentrasi saling berbeda nyata satu sama lain. Pada faktor perlakuan pembekuan, terdapat perbedaan yang nyata antara keripik yang mengalami pembekuan dan keripik yang tidak mengalami pembekuan. Kadar air keripik berkisar antara 1,52% sampai 2,32%. Kadar air terbesar terdapat pada sampel dengan konsentrasi 3% tanpa pembekuan dan kadar air terkecil terdapat pada sampel dengan konsentrasi 7% dengan pembekuan. Kadar air rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Histogram kadar air rata-rata keripik jamur tiram putih
Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar air semakin menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan garam dan gula. Hal ini terjadi karena pada saat perendaman air yang berada di dalam bahan pindah ke larutan perendaman akibat adanya tekanan osmotik dari larutan garam dan
gula. Tekanan osmostik ini akan menarik air keluar dari jamur segar dan akan terjadi difusi larutan garam dan gula ke dalam dinding sel jamur tiram. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam dan gula maka semakin banyak air yang akan keluar dari bahan. Kadar air keripik yang mengalami pembekuan lebih rendah dibandingkan keripik yang tidak dibekukan. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembekuan terjadi kerusakan jaringan pada jamur tiram akibat kristalkristal es yang terbentuk. Kerusakan jaringan menyebabkan rongga-rongga pada jamur menjadi lebar sehingga air lebih banyak dapat menguap. Nilai kadar air dan rendemen produk yang diperoleh saling bertolak belakang, yaitu keripik yang memiliki rendemen yang tinggi memiliki kadar air yang rendah. Hal ini dapat dikarenakan semakin rendahnya kadar air produk maka semakin banyak pula rongga kosong yang terbentuk akibat penguapan air. Rongga kosong ini akan diisi oleh minyak, sehingga rendemen keripik semakin meningkat dengan semakin rendahnya kadar air.
3.
Kadar Lemak Kadar lemak pada produk akhir keripik berasal dari residu minyak goreng yang tertinggal dalam keripik. Penyerapan minyak ini terjadi selama proses penggorengan berlangsung. Minyak akan menghantarkan panas ke dalam produk sehingga terjadi proses dehidrasi. Proses dehidrasi akan membentuk
bagian
yang disebut
crust
pada bahan pangan hasil
penggorengan. Pada awal penggorengan, uap air menyembur keluar dengan sangat deras pada permukaan contoh dalam bentuk gelembung-gelembung kecil dan berperan sebagai mantel (melindungi penyerapan minyak). Mendekati akhir proses, uap air melemah yang kemudian diikuti dengan masuknya minyak. Berdasarkan analisa keragaman, faktor konsentrasi, perlakuan pembekuan, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada nilai kadar lemak keripik rasa asin (Lampiran 4). Faktor konsentrasi berpengaruh nyata pada α=0,05 pada keripik jamur rasa manis (Lampiran 6). Menurut uji Duncan ketiga taraf konsentrasi saling berbeda nyata satu sama lain. Kadar
lemak berkisar antara 48,26% sampai 57,30%. Kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel dengan konsentrasi 7% tanpa pembekuan sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada sampel dengan konsentrasi 3% tanpa pembekuan. Tingginya kadar lemak dari produk keripik jamur tiram putih yang dihasilkan dikarenakan minyak menggantikan ruang kosong tempat air yang kadarnya tinggi pada bahan awal dan menguap selama penggorengan berlangsung. Menurut Robertson (1967), selama proses penggorengan berlangsung, minyak meresap ke dalam daerah luar (crust) dan sebagian mengisi ruang-ruang kosong yang terjadi akibat hilangnya air. Kadar lemak rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Histogram nilai kadar lemak rata-rata keripik jamur tiram putih
Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar lemak cenderung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan gula. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya konsentrasi gula, kadar air produk akan semakin menurun. Rendahnya kadar air pada produk menyebabkan minyak yang terserap akan semakin banyak. Sebaliknya semakin tinggi kadar air, semakin sedikit pula minyak yang dapat masuk ke dalam produk untuk menggantikan ruang kosong yang ditinggalkan oleh air. Menurut Weiss (1983), aliran uap yang kontinyu dari dalam bahan makanan selama penggorengan adalah suatu tanda bahwa bagian dalam mempunyai tekanan lebih tinggi dibandingkan tekanan minyak dalam wadah penggorengan. Hal ini akan menghalangi penetrasi minyak goreng ke permukaan bahan. Jika tekanan internal ini turun maka minyak akan terserap ke dalam makanan.
Keripik yang direndam dalam larutan dengan konsentrasi gula yang rendah memiliki kadar air yang lebih tinggi. Hal ini berarti jumlah air yang menyebabkan naiknya tekanan di dalam produk lebih banyak, sehingga lebih lambat mengalami penurunan tekanan. Dengan demikian waktu penyerapan minyak lebih sedikit akibat lambatnya penurunan tekanan internal. Faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak ke dalam bahan pangan selama penggorengan adalah mutu minyak, waktu dan suhu penggorengan, bentuk bahan pangan yang digoreng, kandungan bahan pangan (temasuk air, total padatan, lemak, dan protein), perlakuan prapenggorengan, dan coating (Selman dan Hopkins, 1989). Selanjutnya hasil penyerapan minyak akan mempengaruhi rasa, penampakan serta daya simpan produk. Penyerapan minyak yang tinggi akan menghasilkan produk yang semakin gurih, cita rasa berminyak (greasy) dengan penampakan permukaan yang mengkilap. Namun kadar lemak yang tinggi juga dapat menyebabkan produk semakin rentan terhadap reaksi oksidasi lemak sehingga produk menjadi tengik dan daya simpannya menjadi menurun.
4.
Kadar Serat Kasar Definisi terbaru serat makanan menurut The American Association of Cereal Chemist (2001) dalam Joseph (2003) adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap cemaran dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakarida, oligosakarida, lignin, dan bagian tanaman lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mencegah kanker, mencegah sakit pada usus besar, membantu menurunkan kolestrol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, penyakit jantung, membantu menurunkan berat badan, kegemukan, dan lain-lain. Oleh karena itu kandungan serat yang tinggi merupakan keunggulan pada suatu produk. Menurut James dan Theander (1981) secara umum serat pangan didefinisikan sebagai kelompok polisakarida dan polimer-polimer yang tidak
dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dapat mengurangi bobot badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Kandungan serat terbesar dari jamur adalah kitin, yaitu polimer Nasetilglukosamin dan merupakan komponen struktural dari dinding sel jamur (Crisan dan Sand, 1978). Berdasarkan analisa keragaman, fakor konsentrasi, perlakuan pembekuan, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada nilai kadar serat kasar baik pada keripik rasa asin maupun manis (Lampiran 4 dan 6). Menurut Suhardjo et al. (1986), kadar serat makanan tidak dipengaruhi oleh perlakuan panas melainkan hanya mengalami pelunakan jaringan. Kadar serat kasar rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Histogram kadar serat kasar rata-rata keripik jamur tiram putih
5. Kadar Abu Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sisanya sekitar 4% adalah abu. Abu dalam suatu bahan ditetapkan dengan menimbang sisa-sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu tinggi (550oC). Pada suhu tersebut bahan-bahan organik akan terbakar dan akan tersisa abu yang merupakan bahan anorganik.
Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 4), faktor konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abu keripik rasa asin pada α=0,05 sedangkan perlakuan pembekuan
dan interaksi antara konsentrasi dan
perlakuan pembekuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa ketiga taraf konsentrasi saling berbeda nyata satu sama lain. Kadar abu berkisar antara 2,86% sampai 4,57%. Kadar abu tertinggi terdapat pada sampel dengan konsentrasi 1,5% tanpa pembekuan sedangkan kadar abu terendah terdapat pada sampel dengan konsentrasi 0,5% dengan pembekuan. Fakor konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abu keripik rasa manis pada α=0,05 (Lampiran 6) sedangkan perlakuan pembekuan dan interaksi antara konsentrasi dan perlakuan pembekuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa taraf konsentrasi 3% tidak berbeda nyata dengan taraf konsentrasi 5% namun berbeda nyata dengan taraf konsentrasi 7%. Kadar abu keripik berkisar antara 1,55% sampai 2,27%. Kadar abu tertinggi terdapat pada sampel dengan konsentrasi 3% tanpa pembekuan sedangkan kadar abu terendah terdapat pada sampel dengan konsentrasi 5% dengan pembekuan. Kadar abu rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Histogram kadar abu rata-rata keripik jamur tiram putih Pada histogram terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan, maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi. Dengan demikian penambahan garam menyebabkan kadar abu menjadi lebih tinggi
karena adanya tambahan unsur mineral, yaitu natrium yang diperhitungkan dalam penentuan kadar abu keripik jamur tiram putih. Pada histogram keripik rasa manis, dapat dilihat bahwa kadar abu mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan gula. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi gula, maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Rendemen yang tinggi akan memberikan kontribusi bahan organik yang besar sehingga pada pengukuran kadar abu (bahan anorganik) akan memberikan nilai yang kecil. Jamur merupakan sumber mineral yang cukup baik. Mineral tersebut diserap dari substrat pada saat pertumbuhan miselium. Jumlah terbesar mineral dalam jamur adalah kalium, fosfor, natrium, kalsium, dan magnesium. Keseluruhan mineral tersebut merupakan 56 hingga 70% dari total kadar abu (Chang dan Hayes, 1978).
6. Kadar Protein Penetapan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Kadar protein yang dihitung merupakan kadar protein kasar karena berdasarkan jumlah nitrogen yang dikandung oleh bahan. Untuk memperoleh kadar protein dalam bahan, hasil analisis dikalikan dengan angka konversi 6,35. Angka konversi tersebut berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Winarno, 1992). Menurut Crisan dan Sand (1978), kandungan unsur N pada jamur adalah 60 sampai 70 persen. Oleh karena itu, faktor koreksi penetapan kadar protein jamur adalah 70 persen dari N x 6,35 yaitu N x 4,38. Berdasarkan analisa keragaman diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari faktor konsentrasi, perlakuan pembekuan serta interaksi keduanya terhadap kadar protein baik pada keripik rasa asin maupun manis (Lampiran 4 dan 6). Hal ini dapat dikarenakan penggunaan suhu dan lama penggorengan setiap perlakuan pada keripik sama. Kadar protein rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Histogram kadar protein rata-rata keripik jamur tiram putih
Protein pada keripik jamur tiram putih lebih rendah dibandingkan pada jamur tiram putih segar. Hal ini disebabkan terjadinya denaturasi protein oleh panas. Akibat denaturasi tersebut, protein hampir kehilangan aktivitas biologisnya dan menyebabkan nilai gizi protein berubah. Protein yang terdapat pada jamur diduga adalah protein globuler, dimana sebagian besar protein globuler mudah mengalami denaturasi. protein mudah terdenaturasi oleh pengaruh suhu panas, konsentrasi garam serta pelarut asam dan basa. Adanya panas dapat menyebabkan pengembangan rantai peptide atau pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa pengembangan molekul (Winarno, 1992). Menurut Gaman dan Sherington (1990), protein mengalami denaturasi jika struktur skundernya berubah tetapi struktur primernya tetap. Perubahan bentuk molekul terjadi karena terpecah atau terbentuknya ikatan silang tanpa mengganggu urutan asam aminonya. Selain itu menurut Buckle et al. (1985), molekul-molekul pada protein globuler tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Molekul air mudah menerobos ke ruang-ruang kosong dalam molekul protein. Protein globular dapat terdispersi dengan mudah baik dalam air maupun dalam larutan garam. Oleh karena itu pada saat proses perendaman, protein globuler pada jamur dapat terlarut pada air rendaman.
7. FFA (Free Fatty Acid) Ketengikan
merupakan
salah
satu
kerusakan
lemak
yang
menyebabkan bahan pangan berlemak, termasuk keripik jamur tiram putih,
mempunyai bau dan rasa yang tidak enak. Ketengikan dapat disebabkan oleh proses hidrolisis minyak (trigliserida) dengan air yang terkandung pada bahan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketengikan ini adalah antara lain adalah suhu, air, dan oksigen. Berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 4 dan 6), tidak terdapat perbedaan nyata antar sampel pada faktor konsentrasi, perlakuan, dan interaksi antara keduanya pada keripik jamur tiram asin dan manis. Nilai FFA rata-rata keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Histogram nilai FFA rata-rata keripik jamur tiram putih
Menurut Ketaren (1989), keterlibatan uap air pada jenis makanan berminyak akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis pada minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang akan menimbulkan ketengikan produk. Adanya gas (oksigen) menyebabkan terjadinya proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak sehingga terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehida ini akan menyebabkan ketengikan. Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi.
8. Uji Organoleptik Pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan makanan dilakukan dengan alat indera manusia. Pengujian yang biasa dilakukan unuk mengetahui penerimaan konsumen yang umum dilakukan biasa disebut dengan uji organolepik. Uji
organolepik merupakan uji yang bersifat subyektif. Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai mutu atau memberikan kesan subyekif berdasarkan prosedur yang diujikan. Dalam pengujian ini panelis yang dipakai adalah panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang panelis. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen. Dalam uji ini, panelis diminta mengungkapkan anggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan dengan skala hedonik. Skala hedonik pada keripik jamur tiram putih dinilai dengan skala penilaian 1 sampai 7. Pernyataan sangat suka bernilai 7, pernyataan suka bernilai 6, pernyataan agak suka bernilai 5, pernyataan netral bernilai 4, pernyataan agak tidak suka bernilai 3, pernyataan tidak suka bernilai 2, dan pernyataan sangat tidak suka bernilai 1. Penilaian dilakukan terhadap warna, rasa, aroma, dan kerenyahan.
e. Warna Sifat mutu visual yang menjadi perhatian utama konsumen terhadap suatu produk yang baru dikenalnya pertama kali adalah warna. Walaupun tidak menunjukkan nilai gizi maupun nilai fungsional suatu produk, namun warna berhubungan dengan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Warna keripik jamur tiram putih yang dihasilkan pada penelitian utama ini berkisar dari kuning agak kecokelatan sampai kuning kecokelatan. Perubahan warna yang dihasilkan ini tentu ada hubungannya dengan waktu dan suhu yang digunakan untuk menggoreng. Melanoidin yang terbentuk dari hasil reaksi Mailard semakin bertambah dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan yang digunakan. Warna kuning pada keripik sebagian dikarenakan produk menyerap minyak
yang
digunakan
sebagai
media
penghantar
panas
dalam
penggorengan. Menurut Lawson (1995), selama proses penggorengan, produk menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar tergantung bahan yang digoreng dan air yang ada dalam bahan pangan tersebut akan menguap
yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung gas dalam media penggorengan. Minyak yang terserap ini akan berdampak positif pada flavor yang khas dan kerenyahan produk tetapi juga berdampak negatif yaitu berkurangnya tingkat penerimaan konsumen karena penampakan produk yang berminyak. Warna cokelat umumnya merupakan hasil reaksi Maillard yang dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu dan lama penggorengan. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus amina primer atau gugus amino dari protein dengan komponen karbonil, khususnya gula pereduksi, di mana tahap akhir reaksi ini menghasilkan polimer berwarna cokelat dan tidak larut air, melanoidin (Ikan, 1996). Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 9b), terdapat pengaruh nyata kesukaan panelis terhadap warna pada taraf signifikasi α=0,05. Uji lanjut Duncan (Lampiran 9c) menunjukkan bahwa keripik yang direndam dalam larutan garam 1,5% dan 1% dengan pembekuan saling tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan sampel lainnya. Uji hedonik pada keripik jamur tiram putih rasa asin menghasilkan nilai rata-rata 4,64 dengan kisaran nilai 4,20 sampai 5,33 (netral sampai agak suka). Nilai tertinggi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan garam 1,5% dengan pembekuan. Analisa sidik ragam pada uji hedonik warna keripik rasa manis menunjukkan bahwa kesukaan panelis berpengaruh nyata pada taraf signifikasi α=0,05 (Lampiran 13b). Uji lanjut Duncan (Lampiran 13c) menunjukkan bahwa terdapat empat produk yang saling tidak berbeda nyata, yaitu keripik yang direndam dalam larutan gula 5% dengan pembekuan, 7% dengan pembekuan, 3% tanpa pembekuan, dan 5% tanpa pembekuan. Keempat produk ini berbeda nyata dengan keripik yang direndam dalam larutan gula 3% dengan pembekuan dan 7% tanpa pembekuan. Uji hedonik pada keripik
jamur tiram putih dengan rasa manis
memiliki nilai rata-rata 4,52 dengan kisaran rata-rata 4,03 sampai 4,87 (netral). Nilai tertinggi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan gula 5% dengan pembekuan. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna keripik jamur tiram putih
Keripik jamur tiram putih cenderung akan semakin berwarna cokelat dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam. Hal ini diduga semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak garam yang berada di permukaan pada saat proses penggorengan bahan, sehingga dapat membentuk kerak dan warna menjadi gelap. Menurut Ketaren (1989), permukaan lapisan luar akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi pencokelatan. Keripik dengan rasa manis juga semakin berwarna cokelat dengan semakin meningkatnya konsentrasi gula. Hal ini dikarenakan peluang terjadinya rekasi Mailard (reaksi antara gugus hidroksil pada gula pereduksi dengan gugus amina primer yang menghasilkan melanoidin) yang dapat menghasilkan warna cokelat semakin tinggi pula. Dari hasil uji hedonik dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai warna keripik yang tidak terlalu cokelat dan tidak pula terlalu pucat. Panelis juga lebih menyukai keripik yang mengalami pembekuan sebelum digoreng. Hal ini dikarenakan keripik yang mengalami perlakuan pembekuan berwarna cokelat yang lebih cerah dibandingkan tanpa pembekuan. f. Rasa Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 10b) menunjukkan terdapat pengaruh nyata antar perlakuan terhadap rasa keripik jamur tiram putih rasa asin. Uji lanjut Duncan (Lampiran 10c) menghasilkan keripik yang direndam dalam larutan garam 1% dengan pembekuan berbeda nyata dengan sampel lainnya. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa keripik asin adalah 4,28
dengan kisaran 3,97 sampai 4,90 (agak tidak suka sampai netral). Nilai ratarata teringgi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan garam 1% dengan pembekuan. Panelis lebih menyukai keripik yang direndam dalam larutan garam 1% dengan pembekuan dapat dikarenakan rasa asin yang sudah pas dengan selera. Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 14b), perlakuan berpengaruh nyata terhadap rasa keripik jamur tiram putih rasa manis. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 14c) menunjukkan bahwa keripik yang direndam dalam larutan gula 7% dengan pembekuan berbeda nyata dengan sampel lainnya. Nilai rasa rata-rata keripik manis adalah 4,63 dengan kisaran 4,23 sampai 5,00 (netral sampai agak suka). Keripik dengan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan gula 7% dengan pembekuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan gula maka produk akan semakin manis dan semakin disukai panelis. Selain itu hal ini dapat dikarenakan konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi yang digunakan sehingga rasa manis yang ditimbulkan berbeda dengan keripik yang direndam dalam larutan gula 3% maupun 5%. Nilai ratarata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa keripik jamur tiram putih g. Aroma Berdasarkan analisa ragam, konsentrasi larutan garam dan gula, perlakuan pembekuan, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap aroma keripik (Lampiran 11b dan 15b). Hal ini dapat dikarenakan keripik jamur tiram putih memiliki aroma yang khas sehingga sulit dibedakan antara perlakuan yang satu dengan perlakuan lainnya. Selain itu aroma minyak sisa penggorengan juga ikut mendominasi aroma pada keripik karena keripik cukup tinggi menyerap minyak selama proses penggorengan. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma keripik jamur tiram putih
h. Kerenyahan Kerenyahan merupakan ciri khas dari produk jenis keripik. Tekstur keripik yang disukai umumnya adalah tekstur yang renyah. Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 12b) diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan terhadap kerenyahan keripik rasa asin. Uji lanjut Duncan (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa keripik yang direndam dalam larutan garam 0,5% tanpa pembekuan tidak berbeda nyata dengan 1,5 % tanpa pembekuan namun berbeda nyata dengan sampel lainnya. Nilai kerenyahan rata-rata keripik adalah 4,19 dengan kisaran 3,77 sampai 4,90 (agak tidak suka sampai netral). Nilai rata-rata kerenyahan tertinggi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan garam 0,5% tanpa pembekuan. Hasil analisa keragaman kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik (Lampiran 16b) rasa manis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata antar perlakuan terhadap kerenyahan keripik. Uji Duncan (Lampiran 16c) menunjukkan bahwa keripik yang direndam dalam larutan gula 3% dengan pembekuan berbeda nyata dengan sampel lainnya. Keripik dengan
rasa manis memiliki nilai rata-rata 4,79 dengan kisaran nilai 4,30 sampai 5,07 (netral sampai suka). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada keripik yang direndam dalam larutan gula 3% dengan pembekuan. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan keripik jamur tiram putih
Dari hasil uji rangking analisa produk dan uji hedonik, diperoleh bahwa perlakuan terbaik pada keripik dengan rasa asin adalah perendaman dalam larutan garam 1% dengan pembekuan. Pada keripik dengan rasa manis perlakuan terbaik adalah perendaman dalam larutan gula 7% dengan pembekuan.
F. Analisa Kelayakan Usaha Analisa kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha keripik jamur tiram putih baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis dan finansial. Analisa ini memberikan gambaran usaha keripik jamur tiram putih layak dijalankan dan memperkirakan manfaat serta keuntungan dari usaha ini. Analisa finansial menitikberatkan pada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Skala usaha keripik jamur tiram putih yang dijalankan adalah skala kecil. Indikator yang digunakan berupa titik impas (break event point), jangka waktu pengembalian modal (pay back period), nilai bersih sekarang (net present value), dan indeks keuntungan (profitability indeks).
Asumsi mengenai produksi keripik jamur tiram putih asin dan manis adalah sebagai berikut : 1. Kapasitas produksi (per hari) 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Harga jual (per kg) Jumlah hari produksi (per bulan) Jumlah jam kerja (per hari ) Umur ekonomi usaha (tahun) Tingkat bunga Penyusutan per tahun
: 20 kg keripik rasa asin dan 22 kg keripik rasa manis : Rp 80.000 : 24 hari : 8 jam :5 : 15% : 20%
1. Biaya investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulai suatu usaha, memperluas usaha atau mengganti peralatan yang digunakan. Komponen investasi yang dibutuhkan dalam usaha produksi keripik jamur tiram putih baik dengan rasa asin maupun manis adalah vacuum frying, sentrifuge, sealer, pisau, wadah perendaman, timbangan, penakar air, peniris, wadah jamur yang telah dipotong, Freezer, dan ruang pengolahan.
Besarnya biaya investasi adalah Rp 142.885.000 baik untuk keripik dengan rasa asin maupun manis. Perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 17. 2. Biaya Penyusutan Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya depresiasi nilai dari suatu barang. Biaya penyusutan ini diperoleh dari barang-barang yang termasuk dalam kriteria investasi. Asumsi yang digunakan adalah penyusutan sebesar 20% per tahun dengan umur proyek selama 5 tahun. Total biaya penyusutan adalah Rp 25.577.000 baik untuk keripik dengan rasa asin maupun manis. Perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 17. 3. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung pada besarnya produksi dalam suatu periode. Komponen biaya variabel dalam produksi keripik jamur tiram putih rasa asin dan manis dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 22. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan
dalam produksi keripik jamur tiram putih asin adalah Rp 1.997.228,5 per hari atau Rp 361.601.808 per tahun. Biaya variabel untuk keripik jamur tiram putih rasa manis adalah Rp 2.251.115 per hari atau Rp 434.721.120 per tahun. 4. Biaya Total Biaya total adalah penjumlahan biaya oportunitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi output dalam suatu periode. Biaya total yang harus dikeluarkan dalam memproduksi keripik jamur tiram putih diperoleh dari penjumlahan biaya variabel dan biaya penyusutan. Masing-masing biaya total dalam memproduksi keripik jamur tiram asin dan manis adalah Rp 387.178.808 dan Rp 460.298.120. Perhitungan biaya total produksi untuk masing-masing jenis keripik adalah sebagai berikut : a. Biaya total produksi keripik jamur tiram putih asin Biaya penyusutan Biaya variabel Biaya total
= Rp 25.577.000 = Rp 361.601.808 = Rp 387.178.808
b. Biaya total produksi keripik jamur tiram putih manis Biaya penyusutan Biaya variabel Biaya total
= Rp 25.577.000 = Rp 434.721.120 = Rp 460.298.120
5. Kapasitas Produksi dan Harga Pokok Penjualan (HPP) Kapasitas produksi keripik jamur tiram putih rasa asin dan manis masing-masing adalah 20 kg dan 22 kg per hari. Rendemen keripik ratarata 20% sehingga dibutuhkan 100 kg jamur tiram putih untuk keripik rasa asin dan 110 kg untuk keripik rasa manis. Umur ekonomis usaha diperkirakan 5 tahun (5 siklus produksi). Dalam 1 tahun berproduksi selama 12 bulan dengan setiap bulannya selama 24 hari. Dengan demikian kapasitas produksi keripik rasa asin adalah 480 kg per bulan dan 5.760 kg per tahun sedangkan kapasitas produksi keripik rasa manis adalah 528 kg per bulan dan 6.336 kg per tahun.
Harga pokok penjualan adalah suatu metode untuk menentukan harga keripik jamur tiram putih per kg. HPP diperoleh dengan membagi biaya total dengan kapasitas produksi. HPP keripik jamur tiram putih rasa asin adalah Rp 67.218,54 per kg, sedangkan HPP keripik rasa manis adalah Rp 72.648,06 per kg. 6. Break Event Point (BEP) Merupakan titik impas pada saat produsen tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian dalam suatu usaha. BEP terjadi jika total cost (TC) sama dengan total revenue (TR). BEP produksi untuk keripik jamur tiram putih asin dan manis masing-masing adalah 4.839,7 kg/tahun dan 5.753,7 kg per tahun. Hal ini berarti titik impas produsen telah tercapai pada tingkat produksi tersebut. Perhitungan BEP untuk masingmasing jenis keripik adalah sebagai berikut : a. BEP usaha keripik jamur tiram putih rasa asin BEP = = =
Total cost Total Revenue Rp 387.178.808 Rp 80.000/ kg 4.839,7 kg/tahun
Keuntungan pada tahun ke-1 Penjualan per tahun Biaya produksi per tahun Keuntungan
= Rp 460.800.000 = Rp 387.178.808 = Rp 73.621.192
b. BEP usaha keripik jamur tiram putih rasa manis BEP = = =
Total cost Total Revenue Rp 460.298.120 Rp 80.000/ kg 5.753,7 kg/tahun
Keuntungan pada tahun ke-1 Penjualan per tahun Biaya produksi per tahun Keuntungan
= Rp 506.880.000 = Rp 460.298.120 = Rp 46.581.880
7. Pay Back Periode (PBP) Perhitungan PBP dilakukan untuk mengetahui periode pengembalian modal yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha keripik jamur tiram putih. Perhitungan PBP ini dilakukan dengan cara membagi biaya total dengan keuntungan yang diperoleh pada tahun pertama. PBP yang diperoleh untuk keripik jamur tiram putih asin dan manis masing-masing adalah 1,94 tahun dan 3,07 tahun. 8. Proyeksi Rugi/Laba Perhitungan rugi/laba dilakukan untuk mengetahui kerugian atau keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha keripik jamur tiram putih. Hasil perhitungan didapatkan dari pengurangan total penerimaan dengan biaya total (Lampiran 20 dan Lampiran 24). Keuntungan per tahun yang diperoleh dari usaha keripik jamur tiram putih asin dan manis masing-masing adalah Rp 73.621.192 dan Rp 46.581.880. 9. Net Present Value (NPV) Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari usaha produksi keripik jamur tiram putih selama umur proyek, yaitu selama 5 tahun. NPV yang diperoleh dari usaha keripik jamur tiram putih rasa asin dan manis masing-masing adalah Rp 63.321.557,12 dan Rp 39.797.355,68 (Lampiran 21 dan Lampiran 25). Oleh karena nilai NPV positif, maka usaha keripik jamur tiram putih layak dijalankan. 10. Profitability Index (PI) Perhitungan PI dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari usaha keripik jamur tiram putih. Nilai PI diperoleh dari pembagian antara total nilai PV Cash Flow dengan nilai total investasi awal. Nilai PI dari usaha keripik jamur tiram putih asin dan manis masing-masing adalah 1,44 dan 1,28. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai PI usaha produksi keripik jamur tiram putih lebih dari 1, sehingga usaha ini layak untuk dijalankan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Desain proses pengolahan keripik jamur tiram putih yang diperoleh yaitu menggunakan penggorengan hampa (vacuum frying) dengan suhu 88°C dan tekanan 700 mmHg. Proses penggorengan dilakukan dua kali dalam selang waktu 24 jam. Penggorengan pertama dilakukan selama 35 menit dan penggorengan kedua dilakukan selama 5 menit. Hasil karakterisasi nilai rendemen dan komposisi kimia serta uji hedonik menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dalam pengolahan keripik jamur tiram putih dengan rasa asin adalah perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan. Pada keripik jamur tiram putih dengan rasa manis, perlakuan terbaik yang diperoleh adalah perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan. Secara keseluruhan keripik jamur tiram putih dengan rasa asin yang dihasilkan memiliki kisaran rendemen 18,65-20,83%, kadar air 1,73-2,39%, kadar lemak 55,31-59,81%, kadar serat 14,89-17,00%, kadar abu 2,86-4,57%, kadar protein 2,07-2,59%, nilai FFA 0,27-0,36%, dan berdasarkan uji organoleptik yang paling disukai oleh panelis adalah keripik dengan perendaman dalam larutan garam 1% dengan pembekuan. Keripik dengan rasa manis memiliki kisaran rendemen 19,48-25,48%, kadar air 1,52-2,32%, kadar lemak 48,26-57,30%, kadar serat 13,48-17,96%, kadar abu 1,55- 2,27%, kadar protein 1,92-2,75%, nilai FFA 0,30-0,41%, dan berdasarkan uji organoleptik yang paling disukai oleh panelis adalah keripik dengan perendaman dalam larutan gula 7% dengan pembekuan. Perlakuan terbaik pada keripik dengan rasa asin memiliki rendemen 19,14%, kadar air 1,80%, kadar lemak 59,38%, kadar serat 15,56%, kadar abu 3,53%, kadar protein 2,23%, dan nilai FFA 0,30%. Keripik dengan rasa manis menghasilkan rendemen 21,65%, kadar air 1,52%, kadar lemak 54,75%, kadar serat 17,96%, kadar abu 1,57%, kadar protein 1,92%, dan nilai FFA 0,41%.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai rentangan waktu antar penggorengan agar diperoleh waktu yang efisien. 2. Perlu dilakukan pengembangan varian rasa pada keripik jamur tiram putih. 3. Perlu dilakukan penelitian mengenai kemasan yang tepat untuk mengemas keripik jamur tiram putih. 4. Perlu dilakukan penelitian mengenai umur simpan keripik jamur tiram putih.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Budi Daya Jamur Konsumsi. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Anonim.
2007. Jamur Tiram. 25 Januari 2010 .
http://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_tiram.html
AOAC. 1980. Methods of Analysis. 13th Ed. Association of Official Agricultural Chemist. Washington D.C. AOAC. 1984. Official Method of Analysis. The Association of Official Analytical Chemis. Arlington, Virginia. Azkenazi, N., S.H. Mizrahi dan Z. Berk. 1984. Heat and Mass Transfer in Frying. Di dalam B.M. Mc Kenna. Engineering and Food. Volume I. Elshevier Applied Science Publisher, London. Azuara. 2000. Di dalam http://dekker.com. 14 April 2010 . Bano Z. dan S. Rajarathnam. 1982. Pleurotus Mushroom as Nutritious Food in Tropical Mushroom. Biological Nature and Cultivation Methods, pp. 363380. S.T. Chang dan T.H Quimo (eds). Hongkong : Chinese Univ. Press. Block, Z. 1964. Frying. Di dalam J.L Heid and M.A. Joslyn (ed.). Food Process Operation. Volume III. The AVI Publ Coo, Westport, Connecticut. Boyle, F.P., B. Fanberg, J.D. Pointing dan Wolford. 1977. Freezing Fruit. Di dalam K. Tressler dan N.W. Desroisier (eds). Fundamental of Food Freezing. The AVI Publ. Co. Westport Connecticut. Brooker, D.B., F.W. Bakker, Arkema dan C.W. Hall. 1974. Drying Cereal Grains. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan. Purnomo dan Adiono. 1988. UI. Press, Jakarta. Chang, S.T. dan W.A. Hayes. 1978. The Biology and Cultivation of Edible Mushroom. Academic Press. New York. Cho K. Y, K. H. Yung dan S. T. Chang. 1982. Preservation of Cultivated Mushroom. Di dalam ST Chang dan TH Quimo (eds). Tropical Mushroom Biological Nature and Cultivation Methods. Crisan, E.V. dan A. Sand. 1978. Nutritional Value in the Biological and Cultivation of Edible Mushroom, pp. 137-165. S.T Chang dan W.A Haxes (eds). New York : Academic Press.
Fitriani. 1999. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Jambu Biji. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gaman, P.M. dan K. B. Sherington. 1990. The Science of Food. 3rd ed. Pengamon Press, Oxford. Goutara dan S. Winjandi. 1985. Dasar pengolahan Gula. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. Gray, W.D. 1978. The Use of Fungi as Food and in Food Processing. The Cheical Rubber co., Cleveland Ohio. Gunawan W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Penebar Swadaya. Hallstrom, B. 1980. Heat and Mass Transfer in Industrial Cooking. Di dalam P. Linko (eds) Food Process Engineering Vol I. Applied Science Publ. London. Igoe, R.S. dan Y.H. Hui. 1996. Dictionary of Food Ingredients. 3th edition. Chapman dan Hall, New York. Ikan, R. 1996. The Maillard Reaction, Consequences for the Chemical and Life Science. Jhon Wiley and Sons. Chichester, New York. IP2TP.
2000. Penggorengan [7 Februari, 2010].
Vakum.
http://www.pustaka.deptan.go.id/agritek
Ismail, M.K. 2004. Methods of Food Preservation and Sterilisation (Part II). James, W.P.T. dan O. Theander. 1981. The Analysis of Dietary Fiber in Food. Marcel Dekker Inc., New York. Joseph, G. 2003. Manfaat Serat Bagi Kesehatan Kita. Http: // www.intisari.com [15 Juni, 2010]. Ketaren, S. 1989. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press Jakarta. Kuntz, 1995. http://foodproductdesign.com. [15 Juni, 2010]. Lastryanto, A. 1997. Penggorengan Buah Secara Vakum (Vacuum Frying) dengan menerapkan Pemvakuman Water-Jet. Temu Ilmiah serta Ekspor Alat dan Mesin Pertanian. Cisarua-Bogor, 1997;2. Lawson, H. 1995. Food Oils and Fats. Chapman and Hall Thompson Publ., Co. Inc., New York.
Matz, S.A. 1984. Snack Food Technology. 2nd ed. The AVI Publishing Company. Westport, Connecticut. Paramitha, N.D. 1999. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Sawo. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pasaribu, T., D.R. Permana dan E.R. Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yang Menembus Pasar. PT Grasindo. Jakarta. Picklenet. 2001. Salting Vegetables. Http: //www.picklenet.com 4 April 2010 . Potter, N. N dan J. H. Hotchkiss. 1995. Food Science. 5th ed. Chapman & Hall, New York. Rahmadianto, S. 2000. Mempelajari Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa (Vacuum Frying) terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Buah Cempedak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Robertson, C.J. 1976. The Practice of Deep Fat Frying. Food Technology. 21: 34-36. Rosyanti, S. 2000. Optimasi Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sekti, R. 2003. Kajian Proses dan Formulasi Pembuatan Sosis Nabati dari Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Selman, J.D dan M. Hopkins. 1989. Factors Affecting Oil Uptake During The Production of Fried Potato Products. Di dalam E.J. Pinthus, P. Weinberg dan I.S. Saguy. 1995. Oil Uptake in Deep Fat Frying as Affected by Porocity. J. Food Sci. 60 (4) : 767-769 Sharma, S., J.M. Steven dan S.H. Syed. 2000. Food Processing Engineering. Theory and Laboratory Experiments. Jhon Willey and Sons, Inc, New York. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta Soekarto, 1990. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Sofyan, I. 2004. Mempelajari Pengaruh Ketebalan Irisan dan Suhu Penggorengan secara Vakum terhadap Karakteristik Keripik Melon. Infotek Vol 6 No.3 September.
Sudjana. 1975. Metoda Statistika untuk Bidang : Biologi, Farmasi, Geologi, Industri, Kedokteran, Pendidikan, Psikologi, Sosiologi, Teknik, dll. Tarsito. Bandung. Suhardjo, J.H. Laura, J.D. Brady dan A.D. Judi. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI Press. Jakarta. Suparlan, Sardjono, dan U. Budiharti. 1998. Rancang Bangun Mesin Penggorengan Vakum (Vacuum Fryer) untuk Buah Nangka. Buletin Engineering Pertanian Vol. IV (2) : 15-28. Surya, G. 1999. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Buah Salak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Topel, A. 2003. Eggplant : What’s To Like?. Http:// www.savoynic.com 3 Juni 2010 . Tressler, D.K. 1968. Precooked Potatoes. Di dalam Tressler D.K., W.B. Van Assdel dan M.J. Copley. The Freezing Preservation of Foods. Vol4. The AVI Publ. Co. Westport Connecticut. Trujillo, L. 2003. The Elegant Eggplant. Maricopa Country Master Volunteer Information, The University of Arizona, College of Agriculture and Life Science, Arizona. Weiss, I.J. 1983. Food Oils and Their Uses. The AVI Publ Co. Wesport, Connecticut. Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. dan R.T. Sulistyowati. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Yuliati, N. 2002. Kajian Sifat Fisiko-Kimia Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Kering Beku. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisa 1. Rendemen Besar rendemen dihitung berdasarkan persentase bobot keripik jamur tiram putih yang dihasilkan terhadap bobot bahan awal. Rendemen (%) = a x 100% b
Keterangan : a = bobot keripik jamur tiram (g) b = bobot jamur tiram (g) 2. Kadar Air (AOAC, 1984) Mula-mula cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 15 menit dengan suhu 105°C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang. Bila berat belum konstan maka proses pengeringan dan penimbangan tersebut dilanjutkan 3-4 kali atau sampai diperoleh berat konstan yang dapat disebut berat akhir sampel. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih antara berat awal dan berat akhir sampel, dengan menggunakan rumus : Kadar air (%) = a – b x 100% a Keterangan : a = bobot contoh awal (g) b = bobot contoh akhir (g) 3. Kadar Lemak (Fardiaz, et al., 1984) Contoh yang telah dikeringkan (sisa kadar air) ditimbang di dalam kertas saring, kemudian dipasang dalam labu lemak dan kondensor. Reflux dilakukan dengan pelarut lemak selama 5 jam. Contoh dikeluarkan dari alat soxhlet,
dikeringkan dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan. Kadar lemak = a – b x 100% w Keterangan : a = bobot contoh + kertas saring sebelum diekstraksi (g) b = bobot contoh + kertas saring setelah diekstraksi (g) w = berat sampel (g) 4.
Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Contoh ditimbang sebanyak 2-3 gram, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya. Contoh diarangkan di atas nyala pembakar lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550oC selama 5-6 jam sampai pengabuan sempurna. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu = w1-w2 x 100% w Keterangan : w = bobot contoh sebelum diabukan (g) w1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g) w2 = bobot cawan kosong (g)
5.
Kadar Serat (AOAC, 1980) Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N, lalu dihidrolisis kembali di dalam otoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui beratnya). Setelah itu kertas dicuci berturut-turut air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml aseton atau alkohol. Residu beserta kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 110°C selama ± 1-2 jam.
Kadar serat (%) = a – b x 100% w Keterangan : a = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g) b = bobot kertas saring kosong (g) w = bobot sampel (g) 6.
Kadar Protein (Fardiaz, et al., 1984) Contoh sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjehdal. Katalis ditimbang sebanyak 1 gram yang terdiri dari CuSO4 : Na2SO4=1:1,2. Tambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat, kemudian didekstrusi sampai cairan berwarna hijau jernih, pendidihan dilanjutkan selama 30 menit. Labu beserta isinya didinginkan sampai suhu kamar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50% (sampai dengan larutan menjadi basa). Hasil sulingan ditampung ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi H2SO4 0,02 N sampai tertampung tidak kurang dari 50 ml destilat, kemudian hasilnya didestilasi dengan NaOH 6 N disertai penambahan indikator mengsel 3-4 tetes. Lakukan juga terhadap blanko. Kadar protein (%) = a x N x 14 x 4,38 x 100% w
Keterangan : a = Selisih ml H2SO4 yang digunakan untuk menitrasi contoh dengan blanko N = Normalitas larutan H2SO4 w = bobot contoh (mg)
7. Uji FFA Contoh yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 sampai 10 gram di dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Kemudian setelah
dingin ditambahkan indikator phenolptalein dalam alkohol lalu dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah muda yang tetap selama 30 detik. Bilangan asam = A x N x B G Keterangan : A = Volume titrasi (ml) N = Normalitas larutan KOH B = Bobot molekul minyak (asam lemak dominan, risinoleat =298,46) G = bobot contoh (g) 8. Uji Hedonik (Soekarto, 1990) Uji hedonik untuk keripik jamur tiram meliputi warna, kerenyahan, rasa, aroma, dan tekstur. Uji ini dilakukan terhadap 30 panelis dengan menggunakan 7 skala kesukaan yaitu : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka).
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih
Penyortiran
Pengecilan ukuran
Perendaman (Larutan garam 0,5%, 1%, 1,5%) (± 5 menit)
Perendaman (Larutan gula 3%, 5%, 7%) (± 5 menit)
Pembekuan (T= ± -10°C, 3x24 jam)
Tanpa pembekuan
Pembekuan (T= ± -10°C, 3x24 jam)
Penggorengan I (700 mmHg, 88oC, 35 menit)
Penirisan
Penggorengan II pada 700 mmHg, 88oC, 5 menit
Keripik jamur tiram putih
Tanpa pembekuan
Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Karakterisasi Keripik Jamur Tiram Putih Asin Perlakuan A1B1 RATA2 A2B1 RATA2 A3B1 RATA2 A1B2 RATA2 A2B2 RATA2 A3B2 RATA2
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Rendemen (%) 17,98 19,31 18,65 18,64 19,64 19,14 20,98 19,98 20,48 18,64 20,64 19,64 19,48 20,64 20,06 19,31 22,34 20,83
Keterangan : A : Konsentrasi larutan garam (%) 1 : 0,5%; 2 : 1%; 3 : 1,5%;
Kadar Air (%) 2,42 2,30 2,36 1,90 1,70 1,80 1,64 1,82 1,73 2,30 2,48 2,39 2,46 2,12 2,29 1,83 1,88 1,85
Kadar Lemak (%) 62,01 55,17 58,59 60,08 58,67 59,38 58,37 61,26 59,81 57,18 53,44 55,31 58,47 54,81 56,64 60,06 55,50 57,78
Kadar Serat (%) 16,74 13,04 14,89 15,26 15,86 15,56 15,10 17,57 16,33 16,63 14,74 15,68 15,65 17,34 16,50 18,31 15,69 17,00
B : Fakor Pembekuan 1 : Pembekuan; 2 : Tanpa Pembekuan
Kadar Abu (%) 3,07 2,65 2,86 3,44 3,62 3,53 4,02 4,74 4,38 2,81 2,95 2,88 3,39 4,03 3,71 3,81 5,32 4,57
Kadar Protein (%) 2,87 2,31 2,59 1,89 2,57 2,23 2,26 2,02 2,14 1,91 2,75 2,33 2,10 2,41 2,26 1,98 2,16 2,07
FFA (%) 0,33 0,39 0,36 0,31 0,29 0,30 0,31 0,34 0,32 0,24 0,35 0,29 0,29 0,29 0,29 0,36 0,19 0,27
Lampiran 4. Analisis Keragaman Keripik Jamur Tiram Putih Asin a. Analisis Keragaman Rendemen Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F tabel 5%
Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
1 2 1 2 6 12
4703,688 4,796 0,822 1,134 9,148 4719,587
4703,688 2,398 0,822 0,567 1,525
1,573 0,539 0,372
5,14 5,99 5,14
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan b. Analisis Keragaman Kadar Air Sumber Keragaman
Db
JK
KT
1 2 1 2 6 12
51,438 0,684 0,137 0,118 0,119 52,496
51,438 0,342 0,137 0,059 0,020
F hitung
F tabel 5%
Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
17,262* 6,923* 2,975
5,14 5,99 5,14
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Air Taraf Faktor 0,5% 1,0% 1,5%
Ulangan 4 4 4
Rata-rata 2,37 2,11 1,72
Hasil A B C
Uji Lanjut Duncan Faktor Pembekuan terhadap Kadar Air Taraf Faktor Tidak ada Pembekuan Pembekuan
Ulangan 6 6
Rata-rata 2,18 1,96
Hasil A B
c. Analisis Keragaman Kadar Lemak Sumber Keragaman
Db
JK
KT
1 2 1 2 6 12
40254,894 6,872 21,573 0,778 52,613 40336,730
40254,894 3,436 21,573 0,389 8,769
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
0,392 2,460 0,044
5,14 5,99 5,14
Lampiran 4. (Lanjutan) d. Analisis Keragaman Kadar Serat Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3069,747
3069,747
A : Konsentrasi
2
3,813
1,907
0,687
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
1,909
1,909
0,688
5,99
A*B : Interaksi
2
0,036
0,018
0,006
5,14
2,777
F hitung
F tabel
Galat
6
16,661
Total
12
3092,166
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan e. Analisis Keragaman Kadar Abu Sumber Keragaman
db
JK
KT
Rata-rata
1
160,232
160,232
A : Konsentrasi
2
5,162
2,581
9,035*
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
0,052
0,052
0,183
5,99
A*B : Interaksi
2
0,017
0,009
0,030
5,14
Galat
6
1,714
0,286
Total
12
167,177
5%
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Abu Taraf Faktor 1,5% 1% 0,5%
Ulangan
Rata-rata
Hasil
4 4 4
4,47 3,62 2,87
A B C
f. Analisis Keragaman Kadar Protein Sumber Keragaman db Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
1 2
61,860 0,256
61,860 0,128
0,927
5,14
1 2 6 12
0,030 0,042 0,829 63,017
0,030 0,021 0,138
0,220 0,151
5,99 5,14
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
Lampiran 4. (Lanjutan) g. Analisis Keragaman Nilai FFA Sumber Keragaman Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
1 2
0,910 0,030
0,910 0,015
0,379
5,14
1 2 6 12
0,030 0,026 0,241 1,237
0,030 0,013 0,040
0,747 0,328
5,99 5,14
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Karakterisasi Keripik Jamur Tiram Putih Manis Perlakuan A1B1 RATA2 A2B1 RATA2 A3B1 RATA2 A1B2 RATA2 A2B2 RATA2 A3B2 RATA2
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Rendemen (%) 18,31 20,64 19,48 19,31 21,14 20,23 19,81 23,48 21,65 20,64 20,81 20,73 23,98 23,31 23,65 25,48 25,48 25,48
Keterangan : A : Konsentrasi larutan gula (%) 1: 3%; 2 : 5; 3 : 7%;
Kadar Air (%) 1,86 1,70 1,78 1,56 1,75 1,65 1,44 1,61 1,52 2,29 2,34 2,32 1,89 1,94 1,91 1,59 1,74 1,67
Kadar Lemak (%) 53,25 53,19 53,22 56,77 50,68 53,73 56,50 53,01 54,75 48,43 48,10 48,26 51,60 54,85 53,23 57,72 56,88 57,30
Kadar Serat (%) 10,61 16,35 13,48 15,65 16,97 16,31 16,97 18,96 17,96 15,55 16,88 16,21 16,57 15,24 15,90 16,43 16,61 16,52
B : Fakor Pembekuan 1 : Pembekuan; 2 : Tanpa Pembekuan
Kadar Abu (%) 2,06 2,34 2,20 1,44 1,67 1,55 1,47 1,68 1,57 2,00 2,55 2,27 1,84 1,89 1,87 1,86 1,65 1,75
Kadar Protein (%) 2,68 2,81 2,74 2,06 2,10 2,08 1,90 1,95 1,92 2,49 1,81 2,15 2,06 2,36 2,21 2,36 2,03 2,19
FFA (%) 0,43 0,24 0,33 0,37 0,32 0,35 0,43 0,38 0,41 0,38 0,28 0,33 0,38 0,36 0,37 0,28 0,32 0,30
Lampiran 6. Analisis Keragaman Keripik Jamur Tiram Putih Manis a. Analisis Keragaman Rendemen Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F table 5%
Rata-rata
1
5737,376
5737,376
A : Konsentrasi
2
24,007
12,003
6,338*
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
24,112
24,112
12,733*
5,99
A*B : Interaksi
2
3,854
1,927
1,018
5,14
Galat
6
11,362
1,894
Total
12
5800,711
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Nilai Rendemen Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
7%
4
23,56
A
5%
4
21,94
B
3%
4
20,10
C
Uji Lanjut Duncan Faktor Pembekuan terhadap Nilai Rendemen Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
Tanpa Pembekuan
6
23,28
A
Pembekuan
6
20,45
B
b. Analisis Keragaman Kadar Air Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
39,233
39,233
A : Konsentrasi
2
0,419
0,209
20,843*
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
0,297
0,297
29,508*
5,99
A*B : Interaksi
2
0,081
0,040
4,024
5,14
Galat
6
0,060
0,010
Total
12
40,089
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05
Lampiran 6. (Lanjutan) Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Air Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
3%
4
2,01
A
5%
4
1,78
B
7%
4
1,59
C
Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Air Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
Tanpa Pembekuan
6
1,97
A
Pembekuan
6
1,65
B
c. Analisis Keragaman Kadar Lemak Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
Rata-rata
1
34238,689
34238,689
A : Konsentrasi
2
55,847
27,923
5,523*
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
2,817
2,817
0,557
5,99
A*B : Interaksi
2
28,509
14,255
2,820
5,14
Galat
6
30,334
5,056
Total
12
34356,195
F table 5%
Keterangan : *) Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Lemak Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
7%
4
56,03
A
5%
4
53,48
B
3%
4
50,74
C
d. Analisis Keragaman Kadar Serat Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F table 5%
Rata-rata
1
3097,033
3097,033
A : Konsentrasi
2
11,484
5,742
1,633
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
0,262
0,262
0,075
5,99
A*B : Interaksi
2
9,439
4,719
1,342
5,14
3,516
Galat
6
21,093
Total
12
3139,311
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
Lampiran 6. (Lanjutan) e. Analisis Keragaman Kadar Abu Sumber Keragaman
db
JK
KT
F hitung
F table 5%
Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
1 2 1 2 6 12
41,929 0,806 0,108 0,027 0,259 43,129
41,929 0,403 0,108 0,014 0,043
9,316* 2,486 0,316
5,14 5,99 5,14
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Faktor Konsentrasi terhadap Kadar Abu Taraf Faktor
Ulangan
Rata-rata
Hasil
3%
4
2,23
A
5%
4
1,71
A
7%
4
1,66
B
f. Analisis Keragaman Kadar Protein Sumber Keragaman
db
JK
KT
Rata-rata A : Konsentrasi B : Perlakuan Pembekuan A*B : Interaksi Galat Total
1 2 1 2 6 12
59,033 0,338 0,012 0,425 0,340 60,148
59,033 0,169 0,012 0,213 0,057
F hitung
F table 5%
2,983 0,221 3,752
5,14 5,99 5,14
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan g. Analisis Keragaman Nilai FFA Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F table 5%
Rata-rata
1
1,454
1,454
A : Konsentrasi
2
0,002
0,001
0,169
5,14
B : Perlakuan Pembekuan
1
0,003
0,003
0,558
5,99
A*B : Interaksi
2
0,009
0,005
1,003
5,14
Galat
6
0,027
0,005
Total
12
1,494
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
Lampiran 7. Formulir Uji Organoleptik Keripik Jamur Tiram Putih Asin
Nama panelis
:
Tanggal pengujian
:
Jenis contoh
: Keripik Jamur Tiram Putih Asin
Instruksi
:
Nyatakan penilaian Anda terhadap warna, kerenyahan, rasa, dan aroma terhadap contoh produk. Tuliskan angka tingkat kesukaan yang sesuai menurut Anda pada kolom kode bahan.
Kode/Parameter 132 143 155 235 351 354
Warna
Keterangan : 1 : Sangat tidak suka 2 : Tidak suka 3 : Agak tidak suka 4 : Netral 5 : Agak suka 6 : Suka 7 : Sangat suka
Aroma
Kerenyahan
Rasa
Lampiran 8. Formulir Uji Organoleptik Keripik Jamur Tiram Putih Manis
Nama panelis
:
Tanggal pengujian
:
Jenis contoh
: Keripik Jamur Tiram Putih Manis
Instruksi
:
Nyatakan penilaian Anda terhadap warna, kerenyahan, rasa, dan aroma terhadap contoh produk. Tuliskan angka tingkat kesukaan yang sesuai menurut Anda pada kolom kode bahan.
Kode/Parameter 125 148 223 231 244 248
Warna
Keterangan : 1 : Sangat tidak suka 2 : Tidak suka 3 : Agak tidak suka 4 : Netral 5 : Agak suka 6 : Suka 7 : Sangat suka
Aroma
Kerenyahan
Rasa
Lampiran 9.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
143 6 4 6 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 6 4 5 3 6 5 3 5 6 3 6 6 4 5 139 4,63
Analisis Uji Oranoleptik Warna Keripik Jamur Tiram Putih Asin
354 5 4 6 3 4 3 3 3 4 4 5 6 4 4 6 4 6 5 5 4 4 5 6 6 6 5 7 5 6 6 144 4,80
Kode Bahan 132 235 6 4 5 4 6 5 4 4 4 4 7 4 5 2 5 5 4 4 5 4 5 4 6 3 6 4 3 4 7 4 4 4 6 6 4 4 6 4 6 4 6 6 5 2 5 2 6 6 7 5 5 4 5 6 6 4 7 5 4 5 160 126 5,33 4,20
351 5 3 6 4 4 5 4 5 4 4 4 6 4 5 4 4 6 4 3 2 6 3 5 6 5 5 6 4 3 4 133 4,43
155 4 3 6 5 4 4 3 5 4 4 5 5 4 4 4 4 6 3 5 2 6 2 2 4 6 5 7 5 6 6 133 4,43
Keterangan Kode : 143 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% dan mengalami pembekuan 354 : Perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan 132 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% dan mengalami pembekuan 235 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% tanpa mengalami pembekuan 351 : Perendaman dalam larutan garam 1% tanpa mengalami pembekuan 155 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% tanpa mengalami pembekuan
Total 30 23 35 24 24 28 21 27 24 25 27 31 26 25 30 24 36 24 28 21 34 22 23 33 35 27 37 30 31 30 835 27,83
Analisis Keragaman Warna Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
F table 5%
Rata-rata
1
3873,472
3873,472
Perlakuan
5
23,561
4,712
Kelompok
29
104,361
3,599
Galat
145
107,606
0,742
Total
180
4109,000
6,350*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Warna Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A3B1
5,33
A
A2B1
4,80
A
A1B1
4,63
B
A3B2
4,43
B
A2B2
4,43
B
A1B2
4,20
C
2,21
Lampiran 10.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
143 5 3 2 4 5 3 3 4 5 2 6 6 4 4 4 4 5 2 4 3 5 5 3 3 5 4 5 3 3 5 119 3,97
Analisis Uji Oranoleptik Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Asin
354 6 4 5 5 6 5 5 6 6 5 6 6 5 4 4 4 7 3 3 4 4 5 6 4 6 5 5 5 4 4 147 4,90
Kode Bahan 132 235 3 3 5 4 2 5 3 4 5 5 7 4 2 1 5 5 4 5 2 3 5 5 6 4 4 4 4 4 4 4 5 5 2 2 2 4 4 3 6 4 2 3 1 6 6 3 3 3 7 7 5 4 6 6 2 5 3 6 5 4 120 125 4,00 4,17
351 6 4 2 3 6 3 3 3 5 5 6 6 2 2 5 4 2 3 4 2 5 4 6 4 7 6 5 4 5 5 127 4,23
155 4 4 2 3 5 5 3 5 5 3 6 5 5 3 5 5 2 5 3 2 2 3 6 5 6 6 7 7 6 5 133 4,43
Keterangan Kode : 143 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% dan mengalami pembekuan 354 : Perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan 132 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% dan mengalami pembekuan 235 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% tanpa mengalami pembekuan 351 : Perendaman dalam larutan garam 1% tanpa mengalami pembekuan 155 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% tanpa mengalami pembekuan
Analisis Keragaman Rasa Keripik Jamur Tiram Putih
Total 27 24 18 22 32 27 17 28 30 20 34 33 24 21 26 27 20 19 21 21 21 24 30 22 38 30 34 26 27 28 771 25,70
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3302,450
3302,450
Perlakuan
5
17,983
3,597
Kelompok
29
137,383
4,737
Galat
145
185,183
1,277
Total
180
3643,000
2,816*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata antar perlakuan pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A2B1
4,90
A
A3B2
4,43
B
A2B2
4,23
B
A1B2
4,17
B
A3B1
4,00
B
A1B1
3,97
C
2,21
Lampiran 11.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Analisis Uji Oranoleptik Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Asin
143 3 4 2 4 4 5 4 5 3 4 4 4 6 4 3 4 4 3 4 3 4 3 6 4 6 4 6 5 6 5 126 4,20
354 5 4 3 3 4 4 3 4 3 4 5 6 4 3 3 5 4 4 3 4 4 3 6 5 5 4 6 6 6 5 128 4,27
Kode Bahan 132 235 3 6 4 4 5 4 4 4 4 4 6 5 2 3 4 5 3 4 4 4 3 4 4 5 6 6 3 3 3 3 4 5 4 4 4 4 4 3 6 4 4 4 4 4 5 1 4 5 5 7 4 5 6 6 4 4 6 6 5 5 127 131 4,23 4,37
351 5 4 4 3 4 6 3 5 3 4 4 4 4 3 3 5 4 4 3 2 4 5 4 6 5 4 6 5 6 5 127 4,23
155 5 4 4 4 4 5 3 5 4 4 4 5 6 4 3 4 4 3 3 2 4 3 4 5 7 5 7 5 6 6 132 4,40
Keterangan Kode : 143 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% dan mengalami pembekuan 354 : Perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan 132 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% dan mengalami pembekuan 235 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% tanpa mengalami pembekuan 351 : Perendaman dalam larutan garam 1% tanpa mengalami pembekuan 155 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% tanpa mengalami pembekuan
Total 27 24 22 22 24 31 18 28 20 24 24 28 32 20 18 27 24 22 20 21 24 22 26 29 35 26 37 29 36 31 771 25,70
Analisis Keragaman Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3302,450
3302,450
Perlakuan
5
0,983
0,197
Kelompok
29
127,050
4,381
Galat
145
82,517
0,569
Total
180
3513,000
0,346
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
2,21
Lampiran 12.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
143 5 4 2 4 3 2 5 3 2 5 6 5 2 2 3 3 5 2 5 3 4 3 2 5 6 3 6 5 4 5 114 3,80
Analisis Uji Oranoleptik Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Asin
354 6 3 5 5 4 3 2 3 2 3 6 6 4 3 4 3 5 3 3 4 4 3 6 4 3 5 3 5 4 4 118 3,93
Kode Bahan 132 235 4 5 3 5 2 5 3 5 3 6 5 5 3 5 2 6 3 5 3 2 4 6 4 3 4 6 4 3 3 5 4 5 5 5 2 4 4 4 6 4 3 6 3 5 5 5 5 4 5 6 4 5 6 6 3 5 4 6 4 5 113 147 3,77 4,90
351 6 4 2 2 3 2 4 2 5 3 3 3 2 2 3 5 5 3 4 2 5 5 6 4 7 5 5 6 3 6 117 3,90
155 4 5 5 4 6 7 5 4 3 5 6 6 5 1 3 5 5 5 4 2 6 5 6 6 5 5 6 4 6 6 145 4,83
Keterangan Kode : 143 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% dan mengalami pembekuan 354 : Perendaman dalam larutan garam 1% dan mengalami pembekuan 132 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% dan mengalami pembekuan 235 : Perendaman dalam larutan garam 0,5% tanpa mengalami pembekuan 351 : Perendaman dalam larutan garam 1% tanpa mengalami pembekuan 155 : Perendaman dalam larutan garam 1,5% tanpa mengalami pembekuan
Total 30 24 21 23 25 24 24 20 20 21 31 27 23 15 21 25 30 19 24 21 28 24 30 28 32 27 32 28 27 30 754 25,13
Analisis Keragaman Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3158,422
3158,422
Perlakuan
5
41,978
8,396
Kelompok
29
89,244
3,077
Galat
145
184,356
1,271
Total
180
3474,000
6,60*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A1B2
4,90
A
A3B2
4,83
A
A2B1
3,93
B
A2B2
3,90
B
A1B1
3,80
B
A3B1
3,77
B
2,21
Lampiran 13.
Analisis Uji Oranoleptik Warna Keripik Jamur Tiram Putih Manis
Panelis 1 2 3 4 5 6 7
148 6 4 6 4 4 3 3
248 5 4 6 4 4 5 6
Kode Bahan 231 125 5 6 4 3 6 6 5 5 4 4 5 4 3 4
223 5 3 6 3 4 6 5
244 4 4 6 3 4 5 3
Total 31 22 36 24 24 28 24
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
4 4 4 4 6 4 3 4 3 6 4 5 5 6 3 4 5 5 3 4 4 7 6 133 4,43
4 4 4 4 6 4 3 5 4 6 4 5 5 6 5 6 6 5 4 6 6 4 6 146 4,87
5 4 4 4 3 4 4 5 5 6 4 3 7 6 2 3 6 7 4 7 6 4 6 141 4,70
5 4 4 3 6 4 3 5 4 6 3 4 7 6 5 4 5 3 3 5 4 3 6 134 4,47
4 4 4 3 3 4 2 4 3 6 4 3 6 6 3 1 6 3 3 6 6 3 5 121 4,03
26 24 24 23 28 26 19 29 22 36 22 24 36 36 20 21 32 29 22 33 32 26 34 813 27,10
4 4 4 5 4 6 4 6 3 6 3 4 6 6 2 3 4 6 5 5 6 5 5 138 4,60
Keterangan Kode : 148 : Perendaman dalam larutan gula 3% dan mengalami pembekuan 248 : Perendaman dalam larutan gula 5% dan mengalami pembekuan 231 : Perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan 125 : Perendaman dalam larutan gula 3% tanpa mengalami pembekuan 223 : Perendaman dalam larutan gula 5% tanpa mengalami pembekuan 244 : Perendaman dalam larutan gula 7% tanpa mengalami pembekuan
Analisis Keragaman Warna Keripik Jamur Tiram Putih F tabel Sumber Keragaman Rata-rata
db
JK
KT
1
3672,050
3672,050
Perlakuan
5
12,183
2,437
Kelompok
29
134,450
4,636
Galat
145
112,317
0,775
Total
180
3931,000
Fhitung
3,146*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Warna Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A2B1
4,87
A
A3B1
4,70
A
A1B2
4,60
A
A2B2
4,50
A
A1B1
4,23
B
A3B2
4,03
C
5% 2,21
Lampiran 14.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
148 6 2 5 4 5 5 6 6 2 2 4 3 4 5 4 4 7 4 4 6 6 6 2 4 5 5 4 6 6 5 137 4,57
Analisis Uji Oranoleptik Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Manis
248 6 4 5 4 6 3 6 5 3 5 4 5 2 5 3 5 7 5 3 5 5 3 1 5 6 3 5 5 4 6 134 4,47
Kode Bahan 231 125 5 6 4 3 6 6 5 5 6 6 6 5 5 3 5 3 5 2 3 3 4 3 4 3 3 5 5 4 6 6 4 4 7 6 5 4 4 5 7 6 6 2 2 2 3 5 5 3 6 3 6 3 5 4 6 6 6 6 6 5 150 127 5,00 4,23
223 6 4 6 4 6 6 5 6 3 4 3 3 3 4 4 4 7 4 5 7 5 2 2 5 4 4 5 6 6 5 138 4,60
244 5 3 6 5 6 5 6 5 6 5 3 3 3 6 3 6 6 5 5 6 5 7 1 4 5 3 6 6 6 6 147 4,90
Keterangan Kode : 148 : Perendaman dalam larutan gula 3% dan mengalami pembekuan 248 : Perendaman dalam larutan gula 5% dan mengalami pembekuan 231 : Perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan 125 : Perendaman dalam larutan gula 3% tanpa mengalami pembekuan 223 : Perendaman dalam larutan gula 5% tanpa mengalami pembekuan 244 : Perendaman dalam larutan gula 7% tanpa mengalami pembekuan
Total 34 20 34 27 35 30 31 30 21 22 21 21 20 29 26 27 40 27 26 37 29 22 14 26 29 24 29 35 34 33 833 27,77
Analisis Keragaman Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3854,939
3854,939
Perlakuan
5
11,961
2,392
Kelompok
29
174,894
6,031
Galat
145
145,206
1,001
Total
180
4187,000
2,389*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata pada α = 0,05 Uji Lanjut Duncan Rasa Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A3B1
5,00
A
A3B2
4,90
B
A2B2
4,60
B
A1B1
4,57
B
A2B1
4,47
B
A1B2
4,23
C
2,21
Lampiran 15.
Analisis Uji Oranoleptik Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Manis Kode Bahan
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
148
248
231
125
223
244
5 4 5 4 4 5 3 5 3 4 4 3 6 3 3 4 4 3 4 6 4 4 4 4 6 5 6 6 6 5 132 4,40
5 4 6 4 4 4 5 5 3 4 3 4 6 3 3 4 4 4 3 5 4 5 6 5 4 4 6 5 6 5 133 4,43
6 4 5 4 5 5 2 5 4 4 5 5 6 3 3 5 4 4 3 7 4 3 2 5 5 3 6 5 6 6 134 4,47
4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 4 6 2 3 5 4 4 4 6 4 4 4 3 6 4 6 5 6 6 131 4,37
5 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 6 3 3 4 4 5 4 7 4 4 3 5 2 4 6 5 6 6 132 4,40
6 4 6 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 6 4 5 2 5 4 3 6 6 6 5 130 4,33
Keterangan Kode : 148 : Perendaman dalam larutan gula 3% dan mengalami pembekuan 248 : Perendaman dalam larutan gula 5% dan mengalami pembekuan 231 : Perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan 125 : Perendaman dalam larutan gula 3% tanpa mengalami pembekuan 223 : Perendaman dalam larutan gula 5% tanpa mengalami pembekuan 244 : Perendaman dalam larutan gula 7% tanpa mengalami pembekuan
Total 31 24 31 24 25 27 23 28 21 25 25 24 34 16 18 26 24 24 21 37 24 25 21 27 27 23 36 32 36 33 792 26,40
Analisis Keragaman Aroma Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
3484,80
3484,80
Perlakuan
5
0,333
0,067
Kelompok
29
134,533
4,634
Galat
145
70,333
0,485
Total
180
3690,000
0,137
Keterangan : Tidak berpengaruh nyata antar perlakuan
2,21
Lampiran 16.
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
148 6 5 5 4 4 7 6 4 3 4 6 6 2 4 4 6 5 4 6 6 4 2 6 6 7 5 7 6 6 6 152 5,07
Analisis Uji Oranoleptik Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Manis
248 5 4 6 4 5 3 5 4 3 3 5 6 1 4 4 6 5 5 5 5 5 5 1 4 6 3 4 5 4 4 129 4,30
Kode Bahan 231 125 5 7 6 4 6 6 5 4 6 6 4 4 4 2 4 5 6 3 3 6 5 4 6 6 6 2 3 5 6 4 4 7 5 5 5 4 3 5 7 6 6 4 5 5 4 5 4 6 6 7 4 4 6 6 6 6 5 6 6 6 151 150 5,03 5,00
223 6 4 2 4 6 7 5 6 2 3 4 5 4 2 3 4 5 4 4 7 4 2 2 5 5 3 7 6 5 5 131 4,37
244 5 4 6 5 6 7 6 4 6 5 5 3 4 5 3 7 5 5 3 6 6 4 2 5 5 4 6 6 6 5 149 4,97
Keterangan Kode : 148 : Perendaman dalam larutan gula 3% dan mengalami pembekuan 248 : Perendaman dalam larutan gula 5% dan mengalami pembekuan 231 : Perendaman dalam larutan gula 7% dan mengalami pembekuan 125 : Perendaman dalam larutan gula 3% tanpa mengalami pembekuan 223 : Perendaman dalam larutan gula 5% tanpa mengalami pembekuan 244 : Perendaman dalam larutan gula 7% tanpa mengalami pembekuan
Total 34 27 31 26 33 32 28 27 23 24 29 32 19 23 24 34 30 27 26 37 29 23 20 30 36 23 36 35 32 32 862 28,73
Analisis Keragaman Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5%
Rata-rata
1
4128,022
4128,022
Perlakuan
5
18,911
3,782
Kelompok
29
118,311
4,080
Galat
145
180,756
1,247
Total
180
4446,000
3,034*
Keterangan : *) : Berpengaruh nyata pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Kerenyahan Keripik Jamur Tiram Putih Perlakuan
Rata-rata
Hasil
A1B1
5,07
A
A3B1
5,03
B
A1B2
5,00
C
A3B2
4,97
C
A2B2
4,37
C
A2B1
4,30
D
2,21
Lampiran 17. Biaya Investasi, Penyusutan Mesin dan Peralatan Pabrik Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin dan Manis Perincian investasi mesin dan perlengkapan pabrik Kebutuhan Harga/satuan (Rp) Jumlah harga Keterangan (unit) (Rp ) Vacuum frying 1 70.000.000 70.000.000 Sentrifuge 1 1.500.000 1.500.000 Sealer 1 275.000 275.000 Pisau 3 10.000 30.000 Wadah perendaman 5 50.000 250.000 Timbangan 1 500.000 500.000 Penakar air 3 10.000 30.000 Peniris 5 30.000 150.000 Wadah jamur yang telah dipotong 5 30.000 150.000 Freezer 2 20.000.000 40.000.000 Ruang pengolahan 1 30.000.000 30.000.000 142.885.000 Total
Penyusutan (Rp) 14.000.000 300.000 55.000 6.000 50.000 100.000 6.000 30.000 30.000 8.000.000 3.000.000 25.577.000
Nilai sisa (Rp)
15.000.000 15.000.000
Lampiran 18. Biaya Variabel Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin Jenis bahan
Kebutuhan
Jamur tiram putih Garam Minyak goring Kemasan plastik PE Kemasan alfo Gas Listrik Tenaga kerja Total
100 2,67 100* 20 200 1 21,6 5
Unit kg kg kg Lembar Lembar Tabung kWH Orang
Harga per satuan (Rp) 7.000 4.550 9.000 1.600 750 100.000 1.300 15.000
Total per hari Total per bulan (Rp) (Rp) 700.000 16.800.000 12.148,5 291.564 900.000 5.400.000 32.000 768.000 150.000 3.600.000 100.000 800.000 28.080 673.920 75.000 1.800.000 1.997.228,5 30.133.484
Ket : *) Untuk 40 kali penggorengan Lampiran 19. Perhitungan Biaya Listrik Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin Alat Motor vakum Freezer Sentrifuge Pompa air Sealer Timbangan Total
Kebutuhan Kebutuhan (kWH) (jam) 0,75 5 0,5 24 0,45 2 0,45 7 0,45 2 0,45 2 3,05
Total kWH
Harga/jam (Rp)
3,75 12,0 0,9 3,15 0,9 0,9 21,6
4.875 15.600 1.170 4.095 1.170 1.170 28.080
Total per tahun (Rp) 201.600.000 3.498.768 64.800.000 9.216.000 43.200.000 9.600.000 8.087.040 21.600.000 361.601.808
Lampiran 20. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin Penerimaan Rencana produksi Per tahun Harga/kg Total penerimaan Penyusutan Biaya variable Total cost Nilai sisa Rugi laba bersih
Tahun 1 100% 5.760 80.000 460.800.000 25.577.000 361.601.808 387.178.808
Tahun 2 100% 5.760 80.000 460.800.000 25.577.000 361.601.808 387.178.808
73.621.192
73.621.192
Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 100% 100% 100% 5.760 5.760 5.760 80.000 80.000 80.000 460.800.000 460.800.000 460.800.000 25.577.000 25.577.000 25.577.000 361.601.808 361.601.808 361.601.808 387.178.808 387.178.808 387.178.808 15.000.000 73.621.192 73.621.192 73.621.192
Lampiran 21. Perkiraan Cash Flow Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Asin Tahun ke1 2 3 4 5 Total
Net cash flow df (15%) PV cash flow 73.621.192 0,87 64.050.437,04 57.251.760 0,756 43.282.330,56 57.251.760 0,658 37.671.658,08 57.251.760 0,572 32.748.006,72 57.251.760 0,497 28.454.124,72 206.206.557,1
Lampiran 22. Biaya Variabel Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis Jenis bahan Jamur tiram putih Gula Minyak goring Kemasan plastik PE Kemasan alfo Gas Listrik Tenaga kerja Total
Kebutuhan
Unit
110 18,67 100* 20 200 1 21,6 5
kg kg kg Lembar Lembar Tabung kWH Orang
Harga per satuan (Rp) 7.000 10.500 9.000 1.600 750 100.000 1.300 15.000
Total per hari Total per bulan (Rp) (Rp) 700.000 18.480.000 196.035 4.704.840 900.000 5.400.000 32.000 768.000 150.000 3.600.000 100.000 800.000 28.080 673.920 75.000 1.800.000 2.251.115 36.226.760
Ket : *) Untuk 40 kali penggorengan
Lampiran 23. Perhitungan Biaya Listrik Pembuatan Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis Alat Motor vakum Freezer Sentrifuge Pompa air Sealer Timbangan Total
87
Kebutuhan Kebutuhan (kWH) (jam) 0,75 5 0,5 24 0,45 2 0,45 7 0,45 2 0,45 2 3,05
Total kWH
Harga/jam
3,75 12,0 0,9 3,15 0,9 0,9 21,6
4.875 15.600 1.170 4.095 1.170 1.170 28.080
Total per tahun (Rp) 221.760.000 56.458.080 64.800.000 9.216.000 43.200.000 9.600.000 8.087.040 21.600.000 434.721.120
Lampiran 24. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis Penerimaan Rencana produksi Per tahun Harga/kg Total penerimaan Penyusutan Biaya variable Total cost Nilai sisa Rugi laba bersih
Tahun 1 100% 6.336 80.000 506.880.000 25.577.000 414.561.120 434.721.120
Tahun 2 100% 6.336 80.000 506.880.000 25.577.000 414.561.120 434.721.120
Tahun 3 100% 6.336 80.000 506.880.000 25.577.000 414.561.120 434.721.120
46.581.880
46.581.880
46.581.880
Tahun 4 Tahun 5 100% 100% 6.336 6.336 80.000 80.000 506.880.000 506.880.000 25.577.000 25.577.000 414.561.120 414.561.120 434.721.120 434.721.120 15.000.000 46.581.880 46.581.880
Lampiran 25. Perkiraan Cash Flow Usaha Keripik Jamur Tiram Putih Rasa Manis Tahun ke1 2 3 4 5 Total
88
Net cash flow df (15%) PV cash flow 46.581.880 0,87 58.065.435,6 57.251.760 0,756 43.282.330,56 57.251.760 0,658 37.671.658,08 57.251.760 0,572 32.748.006,72 57.251.760 0,497 28.454.124,72 206.206.557,1